PKN ti

8
SUBSIDI BBM Pemerintah menganggarkan subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) tahun ini sebesar Rp 246,494 triliun. Angka ini lebih kecil dibandingkan usulan awal pemerintah dalam draft Rancangan Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Perubahan 2014 yakni sebesar Rp 284,986 triliun. Wakil Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan angka ini lebih besar Rp 35,759 triliun dari yang ditetapkan dalam APBN 2014 sebesar Rp 210,735 triliun. Angka subsidi BBM tersebut telah memperhitungkan sejumlah parameter salah satunya asumsi volume konsumsi BBM sebesar 46 juta kilo liter (KL), lebih rendah 2 juta KL dari penetapan semula sebesar 48 juta KL. "Kekurangan subsidi tahun lalu Rp 46,91 triliun, usul agar naikkan carry over tapi tidak lebih dari Rp 46,91 triliun jadi Rp 46,27 triliun. Jadi total subsidi BBM 2014 Rp 246,494 triliun," ujarnya di Gedung DPR, Jakarta, Jumat (13/6). Bambang menambahkan kenaikan angka subsidi tersebut juga memperhitungkan perubahan besaran nilai tukar Rupiah di mana dalam APBN 2014 tercatat sebesar Rp 10.500 per USD, kini menjadi Rp 11.600 per USD dalam RAPBN-P. Selain itu, perubahan asumsi makro lifting minyak dari besaran 870.000 barel per hari dalam APBN 2014 menjadi 818 ribu barel per hari dalam RAPBNP 2014 turut menjadi perhitungan. Dirjen Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Edy Hermantoro menambahkan, pengendalian volume akan dilakukan dengan sejumlah upaya seperti dilarangnya pemakaian BBM bersubsidi di pertambangan, perkebunan, kelautan, dan pelayaran. Langkah ini diperkirakan bisa menghemat konsumsi BBM sedikitnya 0,46 juta KL.

description

gratis download aja keles

Transcript of PKN ti

Page 1: PKN ti

SUBSIDI BBM

Pemerintah menganggarkan subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) tahun ini sebesar Rp 246,494 triliun. Angka ini lebih kecil dibandingkan usulan awal pemerintah dalam draft Rancangan Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Perubahan 2014 yakni sebesar Rp 284,986 triliun.

Wakil Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan angka ini lebih besar Rp 35,759 triliun dari yang ditetapkan dalam APBN 2014 sebesar Rp 210,735 triliun. Angka subsidi BBM tersebut telah memperhitungkan sejumlah parameter salah satunya asumsi volume konsumsi BBM sebesar 46 juta kilo liter (KL), lebih rendah 2 juta KL dari penetapan semula sebesar 48 juta KL.

"Kekurangan subsidi tahun lalu Rp 46,91 triliun, usul agar naikkan carry over tapi tidak lebih dari Rp 46,91 triliun jadi Rp 46,27 triliun. Jadi total subsidi BBM 2014 Rp 246,494 triliun," ujarnya di Gedung DPR, Jakarta, Jumat (13/6).

Bambang menambahkan kenaikan angka subsidi tersebut juga memperhitungkan perubahan besaran nilai tukar Rupiah di mana dalam APBN 2014 tercatat sebesar Rp 10.500 per USD, kini menjadi Rp 11.600 per USD dalam RAPBN-P.

Selain itu, perubahan asumsi makro lifting minyak dari besaran 870.000 barel per hari dalam APBN 2014 menjadi 818 ribu barel per hari dalam RAPBNP 2014 turut menjadi perhitungan.

Dirjen Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Edy Hermantoro menambahkan, pengendalian volume akan dilakukan dengan sejumlah upaya seperti dilarangnya pemakaian BBM bersubsidi di pertambangan, perkebunan, kelautan, dan pelayaran. Langkah ini diperkirakan bisa menghemat konsumsi BBM sedikitnya 0,46 juta KL.

"Peningkatan pengawasan BPH Migas dengan intensif konversi BBM ke gas. Nosel yang di jalan-jalan tol akan kita kurangi," jelas dia.

Page 2: PKN ti

Reformasi Kebijakan Subsidi BBM

Oleh Joko Tri Haryanto, pegawai Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan RI*

Jika tak ada aral melintang, pemerintah akan segera mengeluarkan kebijakan subsidi tetap BBM bersamaan dengan pengumuman penyesuaian harga. Premium yang saat ini dijual Rp8.500/liter dan solar seharga Rp7.500/liter, diprediksi akan disesuaikan hingga mencapai harga keekonomiannya. Dengan asumsi penggunaan 50 juta kiloliter (kl) dan anggaran subsidi Rp50 triliun di tahun 2015, maka diyakini harga premium dapat berkisar hingga Rp6.085/liter. Itu artinya pemerintah kembali mengulangi kebijakan yang pernah diambil di tahun 2008, ketika dalam periode tahun yang sama memberlakukan kebijakan menaikkan sekaligus menurunkan harga BBM bersubsidi. Keleluasaan pemerintah dalam mengatur harga BBM bersubsidi di tahun 2014 ini tak lepas dari stabilitas harga minyak internasional serta ketepatan pemerintah dalam mengambil kebijakan di bulan November yang lalu. Meskipun awalnya diprediksi tidak memberikan dampak yang signifikan dalam menahan laju konsumsi BBM masyarakat, namun faktanya kenaikan harga sebesar 30% tersebut justru mampu memberikan kondisi surplus kuota subsidi BBM hingga akhir tahun 2014 ini, sesuatu yang baru terjadi dalam kurun waktu 8 tahun terakhir.

Dilihat dari sejarah, dari tahun 2007 hingga 2013, pemerintah selalu mengalami over kuota BBM bersubsidi. Di tahun 2007, besaran kuota premium ditetapkan sebesar 16,58 juta kl sementara solar 9,87 juta kl dengan realisasi mencapai 17,92 juta kl dan 10,88 juta kl. Sementara di tahun 2010, besaran kuota premium naik menjadi 21,45 juta kl sementara solar 11,20 juta kl dengan realisasi sebesar 22,93 juta kl dan 12,94 juta kl. Tahun 2013 yang lalu, over kuota kembali terjadi untuk premium dengan realisasi 24,92 juta kl dari kuota 29,29 juta kl serta solar dengan realisasi 15,88 juta kl dari kuota 14,28 juta kl. Khusus untuk tahun ini, menurut data PT. Pertamina, realisasi BBM bersubsidi hingga 18 Desember 2014 mencapai 45,2 juta kl atau lebih kecil dari besaran kuota dalam APBN-P 2014 sebesar 46 juta kl. Itu artinya masih ada surplus 1,7% atau sekitar 800 ribu kl. Yang masih menjadi persoalan adalah realisasi solar yang tetap mengalami over kuota, sehingga alternatif kebijakan yang akan diambil hingga akhir tahun adalah sistem subsidi silang dari dana surplus premium.

Reformasi Kebijakan Subsidi BBM

Berbagai kondisi tersebut tentu sangat melegakan, mengingat setiap tahunnya subsidi BBM senantiasa membebani APBN. Tahun 2008 saja besarannya sudah mencapai Rp139,1 triliun, meningkat menjadi Rp199,9 triliun dalam APBN-P 2013. Berdasar kesepakatan pemerintah dan DPR, subsidi BBM dalam APBN-P 2014 sebesar Rp246,5 triliun serta Rp276,0 triliun dalam APBN 2015. Sebagai sebuah tools dalam mekanisme kebijakan publik, persoalan subsidi BBM juga bukan hal yang

Page 3: PKN ti

mudah untuk diputuskan. Setiap kebijakan yang diputuskan selalu mengandung implikasi terkait dengan persoalan hajat hidup masyarakat serta kepentingan politik yang mendasarinya. Beberapa pihak dengan mengatasnamakan kepentingan masyarakat kecil, tetap merasa subsidi BBM adalah suatu keniscayaan yang harus tetap dialokasikan sebagai manifestasi keberpihakan pemerintah terhadap ekonomi golongan kecil dan menengah, meski merujuk hasil temuan Bank Dunia tahun 2010 serta data Susenas (Survei Sosial Ekonomi Nasional) 2008, 77% penikmat subsidi BBM justru berasal dari masyarakat golongan menengah kaya dengan dominasi mobil pribadi sebesar 53%.

Pertanyaan yang sering muncul kemudian sampai kapan APBN terus terbelenggu beban subsidi BBM? Di tengah keterbatasan APBN, membebaskannya dari belenggu subsidi BBM jelas memberikan banyak ruang fiskal bagi pemerintah untuk melakukan berbagai akselerasi infrastruktur dan belanja fisik di daerah. Sayangnya, hingga kini kebijakan pemerintah masih sebatas penggunaan instrumen kenaikan harga atau pembatasan konsumsi. Ke depannya diperlukan suatu bentuk reformasi kebijakan subsidi BBM yang lebih mendasar dan struktural dalam mendukung upaya menciptakan desain subsidi BBM yang lebih efisien dan tepat sasaran.

Karenanya, desain kebijakan subsidi tetap BBM seyogyanya mampu menjawab tantangan ini. Dengan skema subsidi tetap BBM, pemerintah akan terlebih dahulu menetapkan harga keekonomian BBM, kemudian memberikan besaran subsidi di setiap liternya. Dengan mekanisme ini diharapkan pemerintah memiliki dasar dalam menetapkan angka subsidi yang lebih realistis, sekaligus tetap dalam koridor hukum dimana pemerintah dilarang menyerahkan harga BBM bersubsidi kepada mekanisme pasar. Jika melihat struktur kebutuhan minyak Indonesia dimana 40%-nya berasal dari impor, skema subsidi tetap BBM ini jelas menguntungkan. Yang menjadi PR utama pemerintah adalah bagaimana cara memberikan pemahaman kepada publik terkait mekanisme ini sehingga nantinya resistensi yang muncul relatif kecil dan terkendali.

Alternatif kebijakan lainnya adalah mekanisme targeted subsidy dimana nantinya akan terjadi pengalihan dari subsidi harga menjadi subsidi orang. Secara kebetulan, hasil kesepakatan Panja DPR juga mengamanatkan reformasi pengelolaan subsidi BBM melalui item ”meningkatkan efektivitas kebijakan subsidi tepat sasaran” yang akan dicapai melalui upaya pengendalian besaran subsidi dalam bentuk pengendalian konsumsi BBM bersubsidi, peningkatan program konversi BBM ke BBG, program pengembangan gas kota, pengembangan alternatif energi baru terbarukan sekaligus melakukan pengalihan secara bertahap mekanisme subsidi barang ke subsidi orang (targeted subsidy).

Secara teori, kebijakan targeted subsidy ini sering dianggap menjadi solusi terbaik dalam menekan laju konsumsi selain mekanisme harga. Sebelumnya, wacana ini sudah kerap mengemuka. Namun, kendala teknis serta kalkulasi politik selalu menjadi hambatan terbesar dalam pelaksanaan. Akibatnya, usulan tersebut berakhir hanya menjadi wacana tanpa pernah terealisasikan. Keengganan masing-masing pihak untuk menjalankan kebijakan targeted subsidy sebetulnya patut dimengerti.

Page 4: PKN ti

Subsidi BBM, meskipun awalnya ditujukan untuk mempercepat akselerasi kemakmuran masyarakat kecil dan menengah, faktanya justru bertransformasi menjadi bom waktu yang siap meledak kapan saja.

Karenanya, targeted subsidy menjadi lebih implementatif dibandingkan kebijakan subsidi tetap BBM. Namun memang banyak pra-kondisi yang harus disiapkan terlebih dahulu. Yang utama tentu memunculkan semangat dan keperdulian masyarakat tentang perlunya gerakan penghematan subsidi BBM. Jika sudah ada, aktivitas wajib berikutnya adalah menetapkan pihak yang layak mengkonsumsi dengan setepat-tepatnya. Tahapan inilah yang menjadi tahapan paling krusial. Untuk itu pemerintah dapat mendasarkan kepada Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 15 Tahun 2012 tentang Harga Jual Eceran dan Konsumen Pengguna Jenis Bahan Bakar Minyak Tertentu.

Untuk bensin RON 88, konsumen yang boleh mengkonsumsi adalah usaha mikro dimana pembeliannya dilakukan dengan verifikasi dan surat rekomendasi dari Kepala SKPD Kabupaten/Kota yang membidangi usaha mikro tersebut. Nelayan kecil dengan motor tempel serta pembudidaya ikan skala kecil juga layak mengkonsumsi dengan mekanisme pembelian yang sama. Untuk konsumen petani, bensin RON 88 masih boleh dikonsumsi oleh kelompok tani/petani/usaha pelayanan jasa alat (UPJA) yang melakukan usaha tani tanaman pangan, holtikultura dan perkebunan dengan luas maksimal 2 Ha serta peternakan yang menggunakan mesin pertanian.

Di sektor transportasi, pihak yang layak untuk mengkonsumsi bensin RON 88 adalah kendaraan bermotor milik instansi pemerintah/swasta, kendaraan bermotor pribadi roda empat, sepeda motor, transportasi darat untuk kendaraan bermotor umum roda tiga atau lebih dan menggunakan pelat kuning, semua jenis ambulance, mobil jenasah serta mobil pemadam kebakaran, transportasi air yang menggunakan motor tempel yang diusahakan oleh WNI. Sektor pelayanan umum juga masuk dalam klasifikasi khususnya untuk krematorium dan tempat ibadah untuk proses pembakaran dan/atau penerangan dengan verifikasi dan surat rekomendasi dari Kepala SKPD Kabupaten/Kota yang membidanginya.

Dengan mendasarkan regulasi tersebut, sesungguhnya pemerintah sudah memiliki guidance yang jelas dalam menetapkan kriteria pihak yang nantinya akan menjadi dasar dalam implementasi kebijakan targeted subsidy, untuk kemudian didikusikan dengan DPR. Tanpa adanya keputusan politik DPR, keseluruhan proses menjadi sia-sia. Monitoring dan evaluasi dari pelaksanaan khususnya implementasi di lapangan juga perlu dikedepankan. Akan menjadi menarik jika masyarakat terlibat secara langsung di dalam mekanisme monitoring dan evaluasi ini.

Dengan menjalankan kebijakan subsidi tetap BBM ataupun targeted subsidy, maka APBN diharapkan memiliki keleluasaan dalam melakukan berbagai manuver pembangunan yang diperlukan.

Page 5: PKN ti

Membebaskan APBN dari jerat subsidi BBM akan memberikan dampak yang positif bagi pembangunan nasional dan percepatan pertumbuhan ekonomi di segala lapisan. Ini yang perlu dicatat oleh pemerintah, karena pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan rakyat selalu menjadi indikator terbaik bagi keberhasilan periode sebuah pemerintahan.

*)Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL

REPUBLIK INDONESIA

SIARAN PERS

NOMOR: 01/SJI/2016

Tanggal: 04 Januari 2016

PENETAPAN HARGA BBM BERLAKU MULAI 5 JANUARI 2016

Pemerintah secara seksama terus mencermati dinamika harga minyak dunia dan kondisi perekonomian nasional. Dengan mempertimbangkan berbagai parameter seperti harga referensi minyak periode 3 bulan terakhir untuk Gasoline 92 rata-rata sebesar US$ 57,38 per barrel dan untuk Gasoil rata-rata sebesar US$ 54,80 per barrel, nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS (kurs), biaya penyimpanan, biaya distribusi BBM untuk menjangkau seluruh wilayah NKRI, pajak (PPN dan PBBKB) dan marjin untuk badan usaha penyalur (SPBU), Pemerintah menetapkan kebijakan harga BBM.

Page 6: PKN ti

Sesuai Peraturan Menteri ESDM Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perhitungan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak (BBM), sebagaimana diubah dengan Peraturan Menteri ESDM Nomor 4 Tahun 2015 dan Peraturan Menteri ESDM Nomor 39 Tahun 2015 bahwa Menteri menetapkan harga BBM setiap 3 (tiga) bulan sekali atau apabila dianggap perlu dapat menetapkan lebih dari 1 (satu) kali dalam setiap 3 (tiga) bulan. Hal ini dilakukan demi menjaga kestabilan sosial ekonomi, pengelolaan harga dan logistik serta untuk menjamin penyediaan BBM Nasional.

Dengan memperhatikan persiapan penyesuaian sistem dalam penyediaan dan pendistribusian BBM yang dilakukan oleh PT Pertamina (Persero) pada awal bulan Januari 2016 dan untuk menjamin kehandalan stok BBM di setiap SPBU seluruh Indonesia, terhitung mulai tanggal 5 Januari 2016 pukul 00.00 WIB, Pemerintah memutuskan untuk menurunkan harga BBM jenis Bensin Premium RON 88 di Wilayah Penugasan Luar Jawa-Madura-Bali dan harga BBM jenis Minyak Solar Subsidi dengan rincian sebagai berikut:

No. Komoditas Harga Lama Harga Baru

1 Rp/Liter Rp/Liter

2 Minyak Tanah 2.500 2.500

3 Minyak Solar 6.700 5.650

4 Bensin Premium RON 88 7.300 6.950

Ketentuan harga BBM Premium untuk wilayah distribusi Jawa-Madura-Bali ditetapkan oleh PT. Pertamina melalui koordinasi dengan Pemerintah dan mempertimbangkan kondisi sosial ekonomi masyarakat.

Untuk menjaga akuntabilitas publik, auditor Pemerintah maupun Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia dilibatkan. Audit itu mencakup realisasi volume pendistribusian jenis BBM tertentu, penugasan khusus, besaran harga dasar, biaya penugasan pada periode yang telah ditetapkan, besaran subsidi, hingga pemanfaatan defisit atau surplus dari harga jual eceran yang ditentukan dalam satu tahun anggaran.