PKM GT 2009 IPB TITO Upaya Memperkuat Kearifan
-
Upload
yantiyuliriswati -
Category
Documents
-
view
211 -
download
5
Transcript of PKM GT 2009 IPB TITO Upaya Memperkuat Kearifan
PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA
UPAYA MEMPERKUAT KEARIFAN BUDAYA LOKAL PADA REMAJA
MELALUI PERFILMAN INDONESIA: STUDI KASUS FILM LASKAR
PELANGI
BIDANG KEGIATAN : PKM Gagasan Tertulis
Diusulkan oleh :
Rd Rina Nurapriani (F24061109) /2006 Tito Tegar (F24062873) / 2006 Rahajeng Aditya (F24070120) / 2007
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2009
HALAMAN PENGESAHAN
1. Judul Kegiatan : Upaya Memperkuat Kearifan Budaya Lokal Pada
Remaja Melalui Perfilman Indonesia: Studi Kasus Film Laskar Pelangi
2. Bidang Kegiatan : ( ) PKM-AI (X) PKM-GT
3. Ketua Pelaksana Kegiatan a. Nama Lengkap : Tito Tegar b. NIM : F24062873 c. Jurusan : Ilmu dan Teknologi Pangan d. Universitas/Institut/Politeknik : Institut Pertanian Bogor e. Alamat Rumah dan No.Tel./HP :Asrama PPSDMS Cihideung ilir
Darmaga- Bogor/ 081335279752 f. Alamat Email : [email protected]
4. Anggota Pelaksana Kegiatan/Penulis : 2 orang
5. Dosen Pendamping
a. Nama Lengkap dan Gelar : Dian Herawati, STP b. NIP : 132. 324. 489 c. Alamat Rumah dan No.Tel./HP : Perumahan IPB Alam
Sinarsari, JL Kemangi Blok D19 Cibereum/ 081513046290
Bogor, 6 April 2009 Menyetujui, Ketua Departemen Ketua Pelaksana Kegiatan Dr.Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr Tito Tegar NIP. 131878503 NIM. F24062873 Wakil Rektor Dosen Pendamping Bidang Akademik dan Kemahasiswaan Prof.Dr.Ir.H. Yonny Koesmaryono, MS. Dian Herawati, STP
NIP. 131.473.999 NIP. 132. 324. 489
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia-Nya
sehingga penulisan karya tulis ini dapat terselesaikan dengan baik. Karya tulis ini
merupakan salah satu tulisan yang mengkaji “Upaya Memperkuat Kearifan
Budaya Lokal Pada Remaja Melalui Perfilman Indonesia: Studi Kasus Film
Laskar Pelangi”.
Dewasa ini, masyarakat khususnya remaja cenderung mengikuti tren kebudayaan
yang dibawa oleh arus globalisasi. Nilai-nilai kebudayaan tersebut kurang sesuai
dengan jati diri asli bangsa Indonesia, karena tidak berbasis pada kebudayaan
lokal. Globalisasi juga telah mengikis sedikit demi sedikit nilai-nilai luhur yang
terkandung di dalam kebudayaan asli Indonesia. Oleh karena itu diperlukan suatu
upaya untuk melestarikan kebudayaan tersebut agar kelak remaja Indonesia tidak
kehilangan identitasnya sebagai bangsa yang kaya akan nilai-nilai luhur
kebudayaan lokal.
Penulis mengharapkan Karya Tulis ini dapat memberikan masukan dan saran
kepada pihak yang memerlukannya. Penulis menyadari, tulisan ini sangat jauh
dari kesempurnaan. saran dan kritik yang konstruktif sangat diperlukan untuk
kesempurnaan Karya Tulis ini. Semoga tulisan ini menjadi inspirasi untuk
menunjang kehidupan yang lebih baik.
Bogor, 6 April 2009
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman Halaman Judul……………………………………………………………… i
Halaman Pengesahan………………………………………………………… ii
Kata Pengantar……………………………………………………………… iii
Daftar Isi…………………………………………………………………..... iv
Ringkasan…………………………………………………………………… v
PENDAHULUAN
TELAAH PUSTAKA
Film Sebagai Media Transfer Kebudayaan…………………….......4
Dampak Film terhadap Remaja Indonesia saat ini…..…………....4
Kearifan Lokal Sebagai Perwujudan Budaya……………………. 5
Film Lokal: Laskar Pelangi……………………………......................7
METODE PENULISAN………………………………………….................8
PEMBAHASAN
Film Dan Kebudayaan.............................................................................9
Warisan Budaya Lokal Untuk Memperkuat Kearifan Lokal……..10
Kearifan Lokal Sebagai Upaya Penguatan Remaja……….............11
Laskar Pelangi dan Kearifan Lokal di Dalamnya……………………12
KESIMPULAN DAN SARAN………..…………………………………….15
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
LAMPIRAN
RINGKASAN
Generasi muda adalah salah satu aset Indonesia pada masa mendatang. Bangsa ini harus mampu menempatkan remaja-remajanya saat ini menjadi pemimpin-pemimpin bangsa di masa mendatang. Tentu saja harus ada upaya-upaya untuk menanamkan sebuah ciri khas budaya bangsa ini untuk membedakannya dengan orang dari negeri lain. Selain itu adanya budaya lokal yang melekat pada diri pemuda-pemuda Indonesia akan mampu memperkuat jati diri dan kebanggaan sebagai bangsa Indonesia.
Bangsa Indonesia yang kaya budaya tidak memiliki kepercayaan diri terhadap kebudayaan lokalnya, bahkan memilih melebur dengan budaya global. Hal ini menyebabkan Indonesia makin kehilangan jati dirinya sehingga hanya menjadi kumpulan orang-orang yang tak lagi memiliki akar kebudayaan lokal. Padahal Indonesia memiliki kearifan lokal dan nilai-nilai khas yang dapat dijadikan dasar pijakan untuk hidup bernegara. Indonesia dengan kebhinekaan dan kebesaran nusantaranya kini kesulitan menghadapi gejolak-gejolak yang terjadi di masyarakat. Indonesia ibarat tidak memiliki landasan nilai-nilai kearifan lokal untuk menyelesaikan berbagai problema.
Dalam konteks kekinian, para pemuda, kurang dapat merasasakan hadirnya nilai-nilai kearifan lokal sebagai tuntunan hidup Nilai-nilai kearifan lokal yang terkandung dalam kebudayaan Indonesia tentunya dapat mempengaruhi psikologi dan mengubah pola pikir generasi muda. Akan tetapi publikasi dan promosi yang kurang berbagai bentuk budaya lokal yang membawa nilai-nilai kearifan lokal Indonesia menjadi sebuah batasan yang akhirnya membuat Indonesia terpuruk.
Membangkitkan nilai-nilai daerah untuk kepentingan pembangunan menjadi sangat bermakna bagi perjuangan daerah untuk mencapai prestasi terbaik. Selama ini, kearifan lokal tiarap bersama kepentingan pembangunan yang bersifat sentralistik dan top down. Oleh karena itu, sudah saatnya untuk menggali lebih banyak kearifan-kearifan lokal sebagai alat atau cara mendorong pembangunan daerah sesuai daya dukung daerah dalam menyelesaikan masalah-masalah daerahnya secara bermartabat.Permasalahan-permasalahan tersebut tentunya ibarat benang yang kusut yang harus diurai permasalahannya dan dicarikan solusi konkret dalam upaya penguatan kepemudaan Indonesia. Salah satu media yang dapat digunakan untuk mempromosikan dan menguatkan kembali nilai-nilai lokal tersebut adalah melalui kombinasi dengan kebudayaan modern yang dekat dengan masyarakat dan pemuda khususnya, yaitu film. Film saat ini berkembang sebagai sebuah budaya baru yang meluas di kalangan masyarakat. Remaja (Pemuda) yang notabenenya masih dalam tahap-tahap pencarian jati diri tentu akan mencoba budaya-budaya baru tersebut. Mereka akan melihat, mengamati, dan memahami apa kandungan budaya dan nilai yang dibawa dalam film tersebut. Terkadang hal tersbut dapat bersifat konstruktif dalam mengembangkan pola pikir para remaja di Indonesia, akan tetapi tidak jarang masuknya nilai-nilai yang tidak sesuai dengan khasanah budaya Indonesia tersebut akan merusak tatanan nilai yang sudah terbentuk sebelumnya.
Pengamat sinema dunia, Vinzenz Hediger, memiliki teori tentang sinema popular. Ia percaya bahwa film layar lebar sangat berpotensi dalam mengangkat isue – isue sosial yang dialami suatu negara dimana penonton bisa berasosiasi dengan karakter yang ada dalam film. Sinema dapat menjadi alat yang sangat efektif karena dapat menembus kalangan luas dan sifatnya populis. Artinya film akan sangat mudah menyebar dalam masyarakat dalam berbagai tingkatan hidup. Film juga dengan mudah mendapatkan atensi dari media, serta dalam pemutarannya penonton tidak akan merasa digurui. Melihat beberapa pertimbangan tersebut peran film dinilai dapat meningkatkan dan mengembangkan kearifan lokal daerah yang diselipkan melalui film-film berbudaya lokal.
Studi kasus film Indonesia sebagai media pengembangan nilai-nilai kearifan lokal dapat dilihat dalam kisah Laskar Pelangi. Laskar Pelangi sebagai sebuah perwujudan karya anak bangsa mampu menuai sukses bukan hanya dari segi komersial, tetapi dalam hal manfaatnya sebagai pengembangan budaya lokal. Dalam konteks ke-Indonesiaan Laskar Pelangi merupakan kisah tentang persoalan nasionalis-religius Indonesia, yang sesuai dengan Pancasila. Nilai-nilai keberagaman diangkat begitu dramatis eksotis dalam film tersebut. Kisahnya juga mengandung nilai-nilai pendidikan, moral, dan spiritual yang universal. Indahnya kehidupan yang penuh kebersamaan, kejujuran, kesederhanaan, sikap pantang menyerah, keuletan, dan kesabaran merupakan nilai-nilai ideal manusia Indonesia.Sangat sesuai untuk ditampilkan saat kondisi Indonesia dan pemudanya seperti ini. Selain itu, tokoh dan karakter orang-orang di dalam film ini sangat beragam namun bisa bersahabat erat. Ada tokoh Ikal yang sangat imajinatif dan punya cita-cita ingin pergi ke Paris. Ada Lintang, seorang jenius yang anak nelayan miskin. Ada juga Mahar yang punya talenta seni yang luar biasa. Ada A Kiong yang keturunan Tionghoa. Ada juga Flo, gadis tomboi yang berasal dari keluarga kaya. Karakter-karakter tersebut mengajarkan bahwa perbedaan bukan menjadi suatu masalah terhadap kelompok. Justru saling menguatkan karena saling mengisi kekurangan dan kelebihan masing-masing.
Pengembangan film sekarang harus memperhatikan manfaat dan tujuan dibuatnya sebuah film tersebut. Bukan berarti film hanya berorientasi profit tetapi harus ada juga bentuk keuntungan sosial (social advantage) yang diperoleh masyarakat atas terbitnya film tersebut. Laskar Pelangi sebagai sebuah film, mampu menyisipkan nilai-nilai kearifan lokal Melayu-Belitong yang direpresentasikan oleh cerita anak-anak kecil dalam kelompok Laskar Pelangi. Nilai-nilai kearifan lokal tersebut dapat berperan sebagai modal dasar dalam bernegara sekaligus memantapkan ciri khas budaya lokal di Indonesia.
Upaya mewujudkan penanaman nilai-nilai kearifan lokal pada remaja melalui film ini tentunya melibatkan berbagai pihak sebagai satu-kesatuan yang komprehensif.. Sebuah sistem yang sustainable juga sangat diperlukan untuk mendukung upaya ini. Film Indonesia harus dapat mencerminkan kondisi sosial budaya Indonesia sebagai upaya memperkuat jati diri bangsa.
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara yang kaya akan keanekaragaman seni dan budaya.
Kebudayaan lokal sering pula disebut kebudayaan etnis atau folklore (budaya
tradisi). Kebudayaan lokal ini tersebar di seluruh wilayah Indonesia yang
didukung oleh masyarakat adat yang bersangkutan. Budaya daerah yang
merupakan sesuatu hal yang menjadi ciri khas di setiap daerah. Kebudayaan ini
terdapat pada setiap daerah di Indonesia, seperti kebudayaan Aceh, Batak,
Melayu, Minangkabau, Kerinci, Jambi, Palembang, Bengkulu, Lampung, Sunda,
Betawi, Jawa, Bali, dan sebagainya.
Menurut Koentjaraningrat (1996), kebudayaan diartikan sebagai keseluruhan
sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan
masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar. Kebudayaan lokal
adalah jati diri bangsa karena berakar dalam budaya masyarakat pendukungnya.
Oleh karena itu perlu dilestarikan dan dikembangkan untuk menjaga ketahanan
budaya. Hal ini dimaksudkan agar dalam menghadapi pengaruh globalisasi,
akulturasi, dan komunikasi lintas budaya, bangsa ini dapat memelihara
eksistensinya serta tidak kehilangan jati diri, harga diri ataupun sejarah
peradabannya.
Beragam wujud warisan budaya lokal memberi kita kesempatan untuk
mempelajari kearifan lokal dalam mengatasi masalah-masalah yang dihadapi di
masa lalu. Namun kondisi di Indonesia saat ini, kearifan lokal tersebut
seringkali diabaikan, dianggap tidak ada relevansinya dengan masa sekarang
apalagi masa depan. Dampaknya adalah banyak warisan budaya terkikis,
padahal banyak bangsa yang kurang kuat sejarahnya justru mencari-cari
jatidirinya dari tinggalan sejarah dan warisan budayanya yang sedikit
jumlahnya.
Bangsa Indonesia yang kaya budaya tidak memiliki kepercayaan diri terhadap
kebudayaan lokalnya, bahkan memilih melebur dengan budaya anonim bergaya
global. Hal ini menyebabkan Indonesia makin kehilangan identitas sehingga
hanya menjadi kumpulan orang-orang yang tak lagi memiliki akar kebudayaan
lokal. Indonesia dengan kebhinekaan dan kebesaran nusantaranya kini tak berarti
apa-apa menghadapi gejolak-gejolak budaya luar.
Hal yang menjadi sorotan penting disini adalah pemuda Indonesia. Para pemuda
yang notabene-nya merupakan generasi penerus bangsa lebih menyukai tren-tren
yang diciptakan oleh bangsa asing daripada kebudayaannya sendiri. Nilai-nilai
budaya yang terkandung dalam tren semacam itu dapat mempengaruhi psikologi
dan mengubah pola pikir bangsa Indonesia. Hal ini dapat menghilangkan identitas
budaya bangsa Indonesia.
Permasalahan tentang identitas budaya bangsa ini dapat diatasi dengan mengaudit
kembali aset budaya yang tercerai-berai dan sudah mulai ditinggalkan. Aset-aset
budaya ini bisa berasal dari komunitas etnis, bisa juga aset-aset unggulan pada
pribadi. Nilai-nilai universal bisa memperkaya budaya unggul dan
mempertemukan nilai-nilai lokal secara saling melengkapi, tidak harus saling
berbenturan. Budaya lokal ini akan memberikan kontribusi identitas nasional.
Indonesia yang baru harus mampu membaca tren kompetisi global. Oleh karena
itu, hal yang utama adalah bagaimana Indonesia bisa menghargai lagi kekayaan
lokal itu sebagai basis identitas nasional serta membentuk karakter bangsa dengan
disertai penegasan identitasnya agar tak lagi mudah dipenetrasi budaya luar.
Identitas nasional tanpa punya akar lokal maka akan rapuh. Terlebih jika
berbenturan dengan peradaban global tanpa akar nasional maka akan semakin
rapuh.
Peradaban global, membuat arus komunikasi dan informasi semakin mudah dan
cepat. Hal itu berdampak langsung pada kebudayaan dan kesenian asing yang
masuk ke Indonesia, misalnya film. Masuknya film-film asing ke dalam kancah
perfilman nasional mengakibatkan tersisihnya kesenian dan kebudayaan lokal.
Masyrakat cenderung mengikuti tren global yang bukan berasal dari kebudayaan
lokal Indonesia.
Pemilihan media yang mana yang bisa digunakan untuk menyebar luaskan ide-ide
kebudayaan adalah sangat penting untuk mendukung efektifitas pesan. Pilihan
hendaknya dijatuhkan pada media yang paling disukai oleh sebagian besar
masayarakat setempat (Kayam, 1982). Hal yang dapat dijadikan salah satu
alternatif dalam menggali kecintaan masyarakat terhadap budaya lokal adalah
pengangkatan kearifan sumber daya lokal yang dituangkan ke dalam kemasan
film. Alasannya adalah minat yang tinggi dari masyarakat Indonesia terhadap
dunia perfilman. Pembuatan film dengan menyisipkan kearifan budaya lokal
dirasa mampu memunculkan kembali nilai-nilai dan budaya asli sesuai jati diri
bangsa. Pemunculan secara kontinuitas cerita rakyat melalui dunia perfilman
merupakan alternatif media yang cukup efektif. Hal tersebut didasarkan atas
tingkat kesukaan masyarakat Indonesia dalam melihat film dan pengaruhnya
terhadap gaya hidup masyarakat Indonesia.
TELAAH PUSTAKA
Film Sebagai Media Transfer Kebudayaan
Sebagai media rekam, film menyajikan gambar figuratif dalam bentuk objek-
objek fotografis yang dekat dengan kehidupan manusia. Gambar gerak figuratif,
secara semiotik, dapat disebut tanda tingkat pertama, sedangkan tanda tingkat
keduanya ada pada gerakan gambar itu sendiri (Garsies, 1993).
Film adalah salah satu jenis media massa bagi para khalayak ramai, khususnya
bagi para remaja. Film merupakan media komunal dan hasil adaptasi dari
berbagai teknologi dan unsur-unsur kesenian, yaitu dari perkembangan teknologi
fotografi dan rekaman suara.
Para pecinta film biasanya menonton melalui televisi (TV) dan video yang dapat
dilakukan di dalam rumah, dan mereka juga dapat menonton di suatu tempat
khusus, yaitu gedung bioskop. Bagi sebagian masyarakat, menonton film bioskop
adalah kegiatan yang sengaja dilakukan dengan meluangkan waktu untuk
menonton film yang diputarkan dalam suatu ruangan khusus dan tentunya dengan
peralatan yang khusus pula (Nirfitria dalam Marniaty, 2006).
Dampak Film terhadap Remaja Indonesia saat ini
Terdapat banyak adegan kontroversi dalam film-film nasional yang kini menjadi
trend di masyarakat Indonesia, beberapa diantaranya adalah sebagai berikut. Di
dalam film Jelangkung ada adegan seorang wanita pergi berhari-hari bersama 3
orang teman laki-lakinya dengan alasan berkemah dan dibolehkan oleh
orangtuanya. Dalam Film Ada Apa Dengan Cinta terdapat adegan mencium
mesra lawan mainnya dan dalam Cau bau khan bahkan lebih. Di dalam hal
kevulgaran ini, banyak insan film menangkis dan berkelit bahwa memang adegan
tersebut yang terjadi saat ini di masyarakat dan itulah kebenaran dan keindahan
yang memang perlu masyarakat ketahui.
Namun hal ini dapat berakibat buruk bagi para remaja setelah menyaksikan
adegan-adegan tersebut. Di benak mereka terjadi proses kognitif legitimasi
pengesahan sikap bahwa mereka bisa dan ”harus” berkelakuan seperti adegan
film-film tersebut. Hal ini didukung dengan adanya anggapan dan pemikiran yang
mengatasnamakan modernitas dan kemajuan zaman.
Mengamati hal tersebut, kecenderungan yang terjadi saat ini di kalangan remaja
menjadi sesuatu hal yang sangat tidak mendidik pola berpikir dan bersikap kaum
remaja di Indonesia. Remaja mulai menganggap bahwa kekhawatiran itu adalah
sesuatu hal yang kuno, konservatif, dan kolot. Hal ini menjadi sesuatu hal yang
bertentangan dengan norma-norma dan budaya Indonesia yang mengangkat
masyarakat berpola kolektivistik bukan individualistik. Dalam hal ini individu
adalah sebagai entitas dan selalu terikat oleh norma-norma adat daerah ketimuran
lokal.
Saat ini pencinta film nasional sudah sangat rindu pada wajah-wajah asli
perfilman Indonesia. Di mana dalam beberapa adegan film nasional banyak yang
berupaya mengangkat citra dan tradisi asli Indonesia. Misalnya adegan ketika
Benyamin. S (alm.) mengatakan ”haram hukumnya wanita berduaan dengan pria”,
dalam Si Doel Anak Betawi. Juga adegan bermesraan Rano Karno dengan Yessy
Gusman yang digambarkan secara simbolik implisit dengan deburan ombak
dalam ”Gita Cinta SMA”, dan lain-lain.
Kearifan Lokal Sebagai Perwujudan Budaya
Kearifan lokal merupakan pengetahuan yang eksplisit yang muncul dari periode
panjang yang berevolusi bersama-sama masyarakat dan lingkungannya dalam
sistem lokal yang sudah dialami bersama-sama (Tiezzi, et al, 1992). Proses
evolusi yang begitu panjang dan melekat dalam masyarakat dapat menjadikan
kearifan lokal sebagai sumber energi potensial dari sistem pengetahuan kolektif
masyarakat untuk hidup bersama secara dinamis dan damai.
Kearifan lokal biasanya tercermin dalam kebiasaan-kebiasaan hidup masyarakat
yang telah berlangsung lama sehingga menjadi nilai-nilai yang berlaku dalam
kelompok itu bahkan sampai membudaya. Nilai-nilai itu menjadi pegangan
kelompok masyarakat tertentu yang biasanya akan menjadi bagian hidup tak
terpisahkan yang dapat diamati melalui sikap dan perilaku mereka sehari-hari.
Kearifan lokal juga lebih menggambarkan satu fenomena spesifik yang biasanya
akan menjadi ciri khas komunitas kelompok tersebut. misalnya alon-alon asal
klakon (masyarakat Jawa Tengah), rawe-rawe rantas malang-malang putung
(masyarakat Jawa Timur), ikhlas kiai-ne manfaat ilmu-ne, patuh guru-ne barokah
urip-e (masyarakat pesantren), dan sebagainya. Konsep kearifan lokal merupakan
bagian kecil dari konsep kebudayaan masyarakat.
E.B. Taylor (1871) memberikan definisi mengenai kebudayaan yaitu kebudayaan
adalah kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral,
hukum, adat istiada, lain kemampuan-kemampuan dan kebiasaan-kebiasaan yang
didapatkan oleh manusia sebagai anggota masyarakat. Antropolog lain
menyatakan bahwa kebudayaan mencakup semua yang didapatkan dan dipelajari
dari pola-pola perilaku normatif, artinya mencakup segala cara atau pola berpikir,
merasakan dan bertindak (Soekanto, 1996). Kebudayaan merupakan bagian yang
tak terpisahkan dalam model kehidupan masyarakat melalui penerepan nilai-nilai
kearifan lokal dalam kehidupan dan kebiasaan setempat.
Kearifan lokal seharusnya ada dilingkungan masing-masing dari generasi ke
generasi dipertahankan dan dikembangkan sebab kearifan lokal bukan didasari
oleh teknologi namun pembelajaran kebaikan yang secara tidak langsung kepada
manusia dan tidak ada pendidikan formal dan pelatihan untuk meneruskan
kearifan lokal, Manusia menciptakan budaya dan lingkungan sosial lalu
beradaptasi terhadap lingkungan fisik dan biologisnya. Kebiasaan tradisi
diwariskan dari generasi ke generasi dan terkadang tidak menyadari dari mana
asal warisan tersebut.
Film Lokal: Laskar Pelangi
Laskar pelangi merupakan film yang diangkat dari novel karya Andrea Hirata.
Laskar Pelangi merupakan sebuah sebuah film yang memuat nilai-nilai dan
budaya lokal. Film ini menceritakan kisah sekelompok anak yang mendapat
julukan Laskar Pelangi. Laskar Pelangi adalah kumpulan orang besar dalam tubuh
anak kecil. yang luar biasa dalam mencapai cita-cita. Film ini merupakan
kehidupan yang mewakili kisah para orang kecil. Kisah keteguhan dan kerja keras
dalam mencapai impian, kemauan kuat dan kesungguhan untuk berjuang demi
Nilai-nilai luhur.
Film ini menceritakan tentang orang-orang Melayu yang memiliki pribadi yang
sederhana yang memperoleh kebijakan Melayu dari para guru mengaji dan orang-
orang tua di Surau sehabis shalat maghrib. Nilai yang terkandung di dalamnya
yang menjadi sentuhan menarik dari film Laskar Pelangi adalah nilai-nilai
perjuangan dalam memajukan pendidikan, nilai keagamaan, nilai sosial,
kedisiplinan, kepemimpinan, dan lain-lain. Nilai nilai tersebut relevan
dikembangkan sekarang ini, karena Pulau Bangka dan Belitung masih mengalami
krisis sumber daya manusia. Nilai-nilai ini mengangkan kearifan lokal budaya
setempat khususnya kearifan lokal suku bangsa Melayu, yang dimasukkan oleh
dalam alur cerita film tersebut.
Telah kita ketahui bahwa jumlah budaya (adat istiadat dan tradisi) Nusantara
yang lahir dan berkembang dari dulu sampai sekarang begitu banyak. Namun,
tidak semua masyarakat dapat mengetahui setiap budaya yang tersebar di seluruh
Indonesia itu karena minimnya media publikasi yang dilakukan oleh para pemilik
budaya tersebut. Maka dari itu, sangat diperlukan pengeksplorasian budaya suatu
bangsa untuk disebarkan ke masyarakat luas agar semua masyarakat dapat
mengetahuinya, salah satunya melalui film, seperti halnya kita dapat mengetahui
seluk beluk cerita-cerita yang membawa kearifan lokal di Indonesia melalui film
Denias, Gie, Opera Jawa, Nagabonar, dan lain
METODE PENULISAN
Prosedur Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan melakukan studi pustaka terhadap
literatu- literatur terkait baik melalui literatur di buku-buku maupun di media
elektronik, berupa jurnal-jurnal elektronik.
Pengolahan Data
Pengolahan data dilakukan dengan melakukan analisis terhadap masalah
yang dikaji berdasarkan data dan fakta terkait serta melakukan pengkajian dan
perumusan suatu solusi untuk masalah tersebut. Penyusunan dilakukan secara
komprehensif, runtut dan tajam.
Kerangka Pemikiran
Berdasarkan kedua hal diatas, maka kerangka pemikiran dikembangkan
dengan menganalisis adanya masalah kecenderungan remaja yang mengikuti tren
kebudayaan asing, terutama di dunia sinematografi, khususnya film. Selanjutnya,
dilakukan pengkajian terhadap kebudayaan lokal sebagai penguat identitas
bangsa. Kemudian mensinergikan antara sinematografi berbasis kebudayaan lokal
sebagai penguat identitas bangsa pada remaja.
PEMBAHASAN
Film Dan Kebudayaan
Film merupakan sebuah generasi kebudayaan yang baru. Kemunculannya sekitar
hampir satu abad yang lalu telah menimbulkan berbagai fenomena baru dalam
perkembangan peradaban budaya manusia. Film mampu menjadi penyelaras
bermacam-macam kebudayaan tradisional yang telah lama bersemayam di
masyarakat. Munculnya film memiliki dampak positif dan negatif dalam
kaitannya dengan kebudayaan lokal. Terkadang film dapat bersifat komplementer
dengan budaya lokal, dan saling menguatkan fungsi masing-masing. Namun tak
jarang budaya-budaya lokal khas daerah juga mulai terpinggirkan akibat film-film
asing yang mengabaikan budaya lokal. Akan tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa
film telah menjadi sebuah sarana baru dalam media pengembangan kebudayaan.
Tema-tema film di Indonesia, sebagian besar dibuat berkisar di kisah-kisah
percintaan, kehidupan yang konsumtif dan kekerasan. Tidak dapat dipungkiri
bahwa film-film tersebut secara keseharian sering mengisi layar-layar televisi atau
bioskop di Indonesia. Akibatnya banyak nilai-nilai yang kurang sesuai budaya
lokal masuk ke dalam kehidupan remaja di Indonesia. Namun beberapa film yang
mendapatkan perhatian dunia secara khusus terkadang justru film-film yang
mengangkat konflik sosial, politik dan budaya.
Dalam hal ini laskar pelangi sebagai sebuah karya film, dapat dirasakan telah
membawa arus baru dalam perfilman Indonesia. Film garapan Riri riza yang
diangkat dari karya sastra Andrea Hirata ini mampu menembus berbagai kalangan
khusunya remaja Indonesia. Penonton disuguhkan berbagai nilai-nilai lokal yang
mencirikan kekhasan budaya setempat, khususnya Budaya Melayu khas Belitong.
Film sebagai bentuk kebudayaan akan sangat bermakna apabila nilai-nilai yang
terdapat dalam film tersebut mampu masuk ke dalam diri penontonnya. Menjadi
bentuk penguatan kembali budaya lokal Indonesia.
Warisan Budaya Lokal Untuk Memperkuat Kearifan Lokal
Menurut Davidson (1991:2) warisan budaya diartikan sebagai produk atau hasil
budaya fisik dari tradisi-tradisi yang berbeda dan prestasi-prestasi spiritual dalam
bentuk nilai dari masa lalu yang menjadi elemen pokok dalam jatidiri suatu
kelompok atau bangsa. Jadi warisan budaya merupakan hasil budaya fisik
(tangible) dan nilai budaya (intangible) dari masa lalu.
Nilai budaya dari masa lalu (intangible heritage) inilah yang berasal dari budaya-
budaya lokal yang ada di Nusantara, meliputi: tradisi, cerita rakyat dan
legenda, bahasa ibu, sejarah lisan, kreativitas (tari, lagu, drama pertunjukan),
kemampuan beradaptasi dan keunikan masyarakat setempat. Keunikan ini yang
membuat setiap daerah memiliki cirri khasnya masing-masing, dengan nilai-nilai
yang masing-masing telah mendarah daging pada masyarakat setempat.
Menurut (Galla, 2001: 12), kata lokal yang tercakup disini tidak mengacu pada
wilayah geografis, khususnya kabupaten/kota, dengan batas-batas
administratif yang jelas, tetapi lebih mengacu pada wilayah budaya yang
seringkali melebihi wilayah administratif dan juga tidak mempunyai garis
perbatasan yang tegas dengan wilayah budaya lainnya. Kata budaya lokal
juga bisa mengacu pada budaya milik penduduk asli (inlander) yang telah
dipandang sebagai warisan budaya.
Apabila dilihat dalam konteks kekinian dan kedisinian, terdapat missing link
antara budaya baru yang masuk dengan budaya lokal yang telah ada. Film sebagai
salah satu alat budaya yang baru, lebih kurang telah memengaruhi berbagai aspek
di kehidupan masyarakat, baik secara cepat ataupun lambat. Dalam hal ini, film
masih berperan sebagai pembatas antara budaya modern dengan budaya lokal.
Film bukan berperan sebagai partner budaya lokal yang saling menguntungkan
atau bersimbiosis mutualisme. Fungsi dan perannya saat ini lebih mengarah
kepada pengabur dan penggeser warisan budaya lokal yang banyak memuat nilai-
nilai kearifan lokal. Padahal dapat diambil sebuah jalan tengah dimana film disini
dapat menjadi salah satu alat penting sebagai upaya menguatkan kembali nilai-
nilai kearifan lokal pada masyarakat Indonesia, khususnya remaja.
Laskar Pelangi sebagai sebuah film, membuktikan bahwa budaya lokal bila
dikemas dengan baik, bisa sangat indah, menarik dan mampu memberikan
gambaran mengenai kearifan lokal masyarakat setempat, dalam hal ini budaya
Melayu-Belitong. Banyak nilai-nilai budaya lokal terselip dalam setiap alur
ceritanya. Budaya Melayu Belitong menjadi ciri khas lokal yang benar-benar
tercermin di setiap cerita, kisah, dan momen pada film Laskar Pelangi.
Laskar Pelangi menceritakan tentang budaya orang-orang Melayu yang memiliki
kepribadian sederhana dan bershaja di setiap hidupnya. Orang-orang melayu ini
banyak memperoleh kebijakan & nilai-nilai kearifan Melayu dari para guru
mengaji dan orang-orang tua di Surau sehabis shalat maghrib. Kebijakan yang
disarikan dalam cerita, hikayat para Nabi, kisah Hang Tuah dan lantunan-lantunan
Gurindam, serta pantun Melayu.
Kearifan Lokal Sebagai Upaya Penguatan Remaja
Istilah adololesscene atau remaja berasal dari kata latin adolescere (kata
bendanya, adolescentia yang berarti remaja) yang berarti “tumbuh” atau tumbuh
menjadi dewasa (Piaget dalam Hurlock, 1991). Pemuda dalam hal ini adalah
remaja merupakan embrio regenerasi suatu bangsa. Mereka memiliki masa
adelonsia dimana pemuda untuk pertama kali secara harus menentukan siapakah
dan apakah dia ketika itu dan ingin menjadi siapa dan apa dia dimasa depan.
Masa-masa ini erat sekali hubungannya dengan masa pencarian jati diri.
Kerentanan pencarian jati diri di usia remaja merupakan hal yang kritis. Masalah
jati diri remaja ialah masalah bagaimana suatu kesinambungan ditentukan antara
masa lampau dan masa depan masyarakat, dimana identitas pemuda sebagai
transformator kritis dari kedua masa sosial tadi..
Generasi muda yang dalam hal ini adalah para remaja, sudah enggan melirik
budaya-budaya lokal. Anggapan bahwa segala sesuatu yang datangnya dari luar
adalah yang lebih baik, membuat remaja indonesia memandang sebelah mata
akar-akar budaya tanah air mereka. Mereka sendiri yang menjatuhkan nilai dari
seni dan budayanya, mereka lebih mencintai budaya asing yang sebenarnya,
banyak dari budaya-budaya tersebut, bertolak belakang dengan budaya lokal.
Sungguh hal yang ironis, karena bangsa sendirilah yang mengubur dalam-dalam
sesuatu hal yang dapat memberikan ciri khas dan identitas terhadap bangsa ini.
Film yang ditayangkan di kancah perfilman indonesia kebanyakan merupakan
adopsi dari budaya barat. Cerita-cerita di film dan sinema tersebut jauh dari
kenyataan bangsa indonesia saat ini. Terlebih lagi, dampak dari pengaruh
tayangan tersebut telah menciptakan perubahan pola pikir remaja sehingga
menyimpang jauh dari nilai-nilai luhur kearifan dan budaya lokal. Bila hal ini
berkelanjutan, maka nilai-nilai kearifan lokal akan terhapuskan dan pada akhirnya
budaya bangsa sebagai ciri khas Indonesia terpinggirkan.
Keinginan untuk membangun kembali pemuda Indonesia melalui kearifan lokal,
pada hakikatnya dapat dipertimbangkan sebagai salah satu sarana yang penting
untuk menyeleksi budaya-budaya yang membawa nilai-nilai kurang sesuai
dengan budaya lokal Indonesia. Menggali dan menanamkan kembali kearifan
lokal lewat media film berbasis kebudayaan lokal dapat dikatakan sebagai gerakan
kembali pada basis nilai budaya daerahnya sendiri sebagai bagian upaya
membangun bangsa. Nilai-nilai kearifan lokal itu meniscayakan fungsi yang
strategis bagi pembentukan karakter pemuda Indonesia.
Laskar Pelangi dan Kearifan Lokal di Dalamnya
Secara esensial, kearifan lokal merupakan nilai-nilai yang berlaku dalam suatu
masyarakat. Nilai-nilai yang diyakini kebenarannya dan menjadi acuan dalam
bertingkah-laku sehari-hari masyarakat setempat. Kearifan lokal di berbagai
daerah di Indonesia merupakan kekayaan budaya yang perlu diangkat kembali ke
permukaan sebagai bentuk jati diri bangsa. Kearifan lokal yang terdapat di
berbagai daerah, seharusnya dimunculkan kembali dan dihargai sebagai salah satu
acuan nilai dan norma untuk mengatasi berbagai persoalan yang dihadapi bangsa
Indonesia saat ini. Kearifan lokal merupakan pengetahuan kolektif masyarakat
untuk hidup di atas nilai yang membawa kelangsungan hidup yang berperadaban
hidup dalam keragaman, kasih sayang, tolong menolong, kerjasama dan lain-lain.
Nilai-nilai tersebut merupakan lokal wisdom yang memiliki arti penting dalam
upaya eksistensi Indonesia di mata masyarakat sendiri.
Kebiasaan yang telah mentradisi, yang dilakukan oleh sekelompok masyarakat
secara turun-temurun merupakan yang hingga saat ini masih dipertahankan
Kearifan lokal merupakan nilai-nilai yang berada dalam suatu komunitas lokal.
Selain itu, kearifan lokal yang diungkap bisa juga berbentuk bahasa suatu daerah,
cara bertutur, kebiasaan, dan masih banyak lagi yang mencirikhaskan suatu
komunitas atau daerah. Berikut beberapa nilai kearifan lokal yang terdapat dalam
film Laskar Pelangi.
Kemajemukan Beberapa nilai-nilai kemajemukan dapat dilihat dalam film ini. Penghargaan
terhadap SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antar golongan) begitu terasa dalam
kehidupan masyarakat di Belitong. Sepuluh anak Laskar Pelangi ini merupakan
gambaran nyata akan nilai-nilai kemajemukan yang ada di masyarakat Belitong.
Mereka berasal dari kelompok masyarakat yang berbeda, suku, dan ras. Mereka
saling mendukung, saling menguatkan, saling menolong, bekerjasama demi
pengembangan diri. Nilai-nilai ini yang sekarang jarang terdapat dalam
kompleksitas masyarakat sekarang ini, khususnya remaja & pemuda Indonesia.
Semangat Berjuang Sosok Lintang merupakan sebuah gambaran kecil akan seseorang yang memiliki
kapasitas dan semangat perjuangan yang luar biasa. Lintang adalah orang yang
pantang menyerah dan selalu mencari jalan keluar dari setiap masalah. Dia
menunjukkan daya juangnya dalam upaya memperoleh pendidikan, bahkan
sampai tidak rela satu kalipun membolos sekolah. Sosok Lintang memiliki prinsip
bahwa semakin besar tantangan yang ada, semakin besar pula semangat Lintang
untuk belajar. Sangat kontradiktif dengan remaja Indonesia sekarang ini yang
masih senang membolos, duduk-duduk di pinggir jalan tanpa berkarya dan
berjuang untuk lebih baik bagi dirinya sendiri pun. Minat dan Bakat orang sebagai ciri khas
Lintang dan Mahar dalam film ini adalah gambaran yang sempurna untuk
mendefinisikan minat dan bakat masing-masing orang berbeda. Keduanya sama-
sama cerdas dalam bidangnya masing-masing. Keduanya akan lebih baik apabila
dapat disatukan dan akan menghasilkan karya yang luar biasa. Akan tetapi dalam
konteks nyata sekarang, sering ketika membicarakan kecerdasan, yang akan kita
pikirkan adalah kemampuan matematis.
Bertanggungjawab Remaja Indonesia harusnya menjadi pribadi yang bertanggungjawab.
Tanggungjawab terhadap dirinya sendiri, terhadap keluarga dan kepada
lingkungan. Ada kisah menarik mengenai tanggung jawab dalam film ini.
Momennya ketika anak-anak Laskar Pelangi mau menghadapi ujian. Flo dan
Mahar berusaha untuk bisa lulus ujian denga mencari bantuan kepada “orang
pintar”(Tuk Bayan Tula). Setelah melalui perjalanan yang panjang untuk
menemui Tuk Bayan Tula, jawaban yang diperoleh sederhana, Kalau Ingin Lulus
Ujian: Buka Buku, Belajar!! Sebagai seorang pelajar, belajar adalah
tanggungjawab terbesar. Sikap dan tujuan hidup
Sosok Ikal adalah orang yang mempunyai tujuan hidup dan arah hidup yang jelas Ikal berhasil memperoleh beasiswa dari pemerintah Perancis karena usaha
kerasnya untuk maju di bidang pendidikan. Sikap & tujuan hidup yang baik
adalah modal untuk terus mengembangkan diri. Seseorang bisa saja memiliki
pengetahuan dan kecerdasan yang sangat tinggi,namun jika tujuan & sikap
hidupnya tidak baik ia akan gagal.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Pembangunan bangsa di masa depan tentu akan sangat ditentukan oleh generasi
muda yang ada saat ini. Perlu dilakukan berbagai upaya untuk menanamkan rasa
memiliki budaya lokal dalam konteks budaya nasional sebagai pedoman hidup
bangsa dan bernegara di masa mendatang. Nilai-nilai kearifan lokal saat ini sangat
diperlukan untuk mengatasi krisis jati diri pemuda Indonesia saat ini. Salah satu
alternatif cara untuk mewujudkannya adalah melalui penyampaian nilai-nilai
kearifan lokal dengan media yang dekat dan diminati oleh masyarakat secara
umum dan remaja khususnya. Salah satu media yang tepat adalah melalui dunia
film.
Film merupakan cermin keadaan sosial dan budaya suatu bangsa. Pengembangan
film sekarang harus memperhatikan manfaat dan tujuan dibuatnya sebuah film
tersebut. Bukan berarti film hanya berorientasi profit tetapi harus ada juga bentuk
keuntungan sosial (social advantage) yang diperoleh masyarakat atas terbitnya
film tersebut. Laskar Pelangi sebagai sebuah film, mampu menyisipkan nilai-nilai
kearifan lokal Melayu-Belitong yang direpresentasikan oleh cerita anak-anak kecil
dalam kelompok Laskar Pelangi. Nilai-nilai kearifan lokal tersebut dapat berperan
sebagai modal dasar dalam bernegara sekaligus memantapkan ciri khas budaya
lokal di Indonesia.
Saran
Penguatan jati diri remaja Indonesia dapat diwujudkan melalui upaya penyisipan
nilai-nilai kearifan lokal dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu alternatifnya
dapat digunakan film sebagai media edukasi dan pemantapan nilai-nilai kearifan
lokal. Upaya ini tentunya melibatkan berbagai pihak untuk mencapai tataran
pemaknaan kearifan lokal sebagai sistem hidup generasi muda saat ini.
DAFTAR PUSTAKA
Amirudin, “Unsur Lokalitas Pilkada”, dalam Suara Merdeka, 30 Agustus 2005.
Davison, G. dan C Mc Conville. 1991. A Heritage Handbook. St. Leonard, NSW. Allen
E. Tiezzi, N. Marchettini, & M. Rossini. Extending the Environmental Wisdom beyond the Local Scenario: Ecodynamic Analysis and the Learning Community.
Galla, A. 2001. Guidebook for the Participation of Young People in Heritage Conservation. Brisbane: Hall and jones Advertising.
Garcies, André. 1993. Le Récit filmique. Universitaires de Frances, Paris.
Greetz, Clifford. 1992. Politik dan Kebudayaan. Kanisius: Jakarta
Hurlock, Elizabeth B.1980. Psikologi Perkembangan : Suatu Perkembangan : Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Ed. Ke-5. Erlangga. Jakarta.
Kayam, Umar. 1981/1982. “Kreativitas dalam Seni dan Masyarakat Suatu Dimensi dalam Proses Pembentukan Nilai Budaya dalam Masyarakat”, dalam Jurnal Analisis Kebudayaan, Tahun II, No. 2.
Koenjoroningrat , 1996. Pengantar Antropologi 1, PT Rineka Cipta,Jakarta
Nirfitria, Jessica Witri. 2006. Pengaruh Film Remaja Terhadap Perubahan Sikap Remaja Desa Dalam Dimensi Gaya Hidup : studi eksperimental Pada Siswi Kelas 2 SMA negeri 1 leuwiliang, Kabupaten Bogor. Skripsi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Soekanto, Soerjono. 1996. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Pers.
Taylor, Edward B. 1871. The Origins of Culture and Religion in Primitive Culture. New York: Harper & Brothers.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Tito Tegar Tempat, Tanggal Lahir : Ponorogo/ 01 September 1988 Jenis Kelamin : Laki-laki Alamat Rumah : Perumnas Singosaren Blok D-5 Ponorogo, Jawa Timur Alamat Kost : Asrama PPSDMS Cihideung ilir Darmaga- Bogor No. Telepon : 08133527972 Hobi : Baca , olah raga, menulis, desain, fotografi E-mail : [email protected] Karya Ilmiah yang Pernah Dibuat
Tahun Judul Keterangan
2007
2008
2008
2008
Pengembangan Susu Bekatul (Bran Milk) Sebagai Minuman Fungsional dalam Menjaga Stabilitas Metabolisme Pendidikan Keamanan Pangan dan CPMB (Cara Produksi Makanan yang Baik) Pedagang Lingkar Kampus IPB (Babakan Raya) melalui Media Direct dan Indirect Education Strategi Pengembangan dan Pemasaran Produk “ Caesia” Minuman Fungsional Kaya akan Vitamin C Berbasis Buah Kemang sebagai Oleh-Oleh Khas Kota Bogor Strategi Pemasaran Jajanan Sehat “J-Cookies” dengan Bentuk Unik Berbasis Tepung Biji Nangka sebagai Alternatif Substitusi Tepung Terigu untuk Diversifikasi Pangan.
Program Kreativitas Mahasiswa Program Kreativitas Mahasiswa Program Kreativitas Mahasiswa Program Kreativitas Mahasiswa
Nama : Rd. Rina Nurapriani Tempat, Tanggal Lahir : Purwodadi, 24 April 1990 Jenis Kelamin : Perempuan Alamat Rumah : Jl Murai IV Blok P8 No 11
Villa Ciomas Indah Bogor Barat - Bogor 16610 Alamat Kost : Gg. Bara IV, Babakan Raya Dramaga – Bogor 16680 No. Telepon : (0251) 7522076 081584657978 Hobi : Baca buku, Menggambar E-mail : [email protected] Karya Ilmiah yang Pernah Dibuat
Tahun Judul Keterangan
2007
2007
2007
2008
2008
Pengembangan Susu Bekatul (Bran Milk) Sebagai Minuman Fungsional dalam Menjaga Stabilitas Metabolisme Mie Instant Berserat Berbahan Baku Suweg dan Kulit Kedelai sebagai Alternatif Makanan Fungsional
Implikasi Penggantian KRL (Kereta Api Listrik) Ekonomi Jurusan Jakarta-Bogor menjadi KRL AC terhadap Nasib Pedagang Kaki Lima Pendidikan Keamanan Pangan dan CPMB (Cara Produksi Makanan yang Baik) Pedagang Lingkar Kampus IPB (Babakan Raya) melalui Media Direct dan Indirect Education
Teknik Mikroenkapsulasi untuk Mempertahankan Kapasitas Antioksidan dalam Pembuatan Minuman Instan Teh
Program Kreativitas Mahasiswa Program Kreativitas Mahasiswa Kompetisi Pemikiran Kritis Mahasiswa Program Kreativitas Mahasiswa Program Kreativitas Mahasiswa
2008
2008
Rosela.
Strategi Pengembangan dan Pemasaran Produk “ Caesia” Minuman Fungsional Kaya akan Vitamin C Berbasis Buah Kemang sebagai Oleh-Oleh Khas Kota Bogor Strategi Pemasaran Jajanan Sehat “J-Cookies” dengan Bentuk Unik Berbasis Tepung Biji Nangka sebagai Alternatif Substitusi Tepung Terigu untuk Diversifikasi Pangan.
Program Kreativitas Mahasiswa Program Kreativitas Mahasiswa
Nama : Rahajeng Aditya NRP : F24070120 TTL : Solo,19 Januari 1990 Alamat rumah : Jl. Arjuna Raya no.RT 02/15 Indra Prasta Bogor 16153 Alamat kost : Wisma Nusa Indah - Balio Telp rumah : 0251-8343322 Hp : 081310750560 Hobi : Membaca, Olah Raga, Jalan-Jalan, Denger Lagu Nasyid Cita-cita : Konsultan Pangan
Karya Ilmiah yang Pernah Dibuat
Tahun Judul Keterangan
-
LAMPIRAN
Biodata Dosen Pembimbing
Nama : Dian Herawati, STP
Tempat/Tanggal Lahir : Jakarta, 11 Januari 1975
Agama : Islam
Pekerjaan : Dosen Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pangan, IPB
Instansi : Institut Pertanian Bogor
Alamat Kantor : Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pangan, IPB
Kampus IPB Darmaga - Darmaga - Bogor
Phone 0251- 862 67 25
Alamat Rumah : Perumahan IPB Alam Sinarsari, JL Kemangi Blok D19 Cibereum/
Phone 081-513-046-290 Fax -
Riwayat Pendidikan
No Pendidikan Universitas Tahun
Lulus
1. 2.
Undergraduate for Food Science and Technology (S1) Postgraduate for Food Science (S2)
Institut Pertanian Bogor Institut Pertanian Bogor