Pitiriasis Versikolor Tinjauan Pustaka
description
Transcript of Pitiriasis Versikolor Tinjauan Pustaka
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Pitiriasis Versikolor adalah infeksi jamur superfisial pada lapisan korneum
kulit yang bersifat ringan, menahun dan biasanya tidak terdapat keluhan subyektif.
Pitiriasis Versikolor ditandai dengan adanya makula di kulit, skuama halus,
disertai gatal.4,5
Epidemiologi
Di Amerika serikat dilaporkan bahwa penderita berusia 20-30 tahun
perbandingan 1,09% pria dan 0,6% wanita. Insiden yang akurat di Indonesia
belum ada namun diperkirakan 40-50% dari populasi dinegara tropis terkena
penyakit ini, sedang negara subtropis yaitu Eropa tengah dan Utara hanya 0,5-1%
dari semua penyakit jamur.Pitiriasis Versikolor banyak dijumpai di daerah tropis
oleh karena tingginya temperatur dan kelembaban. Menyerang pria dan wanita.5,6
Etiologi
Pityrosporum ovale (juga dikenal sebagai Pityrosporum Orbiculare
danMalassezia furfur) yaitu jamur bersifat lipofilik yang normal berada pada
lapisan keratin kulit dan folikel rambut setiap orang umur 15 tahun atau lebih tua.
Ini adalah organisme oportunis yang menyebabkan pitiriasis versikolor,
Pityrosporum folliculitis, dan melibatkan patogenesis dermatitis seboroik. Infeksi
Pityrosporum tidak menular, tetapi pertumbuhan flora kulit yang cepat akan
menjadi beberapa kondisi yang menguntungkan.7
Timbulnya penyakit maupun cepatnya pertumbuhan dari organisme
Malassezia Furfur ini dipengaruhi oleh banyak faktor predisposisi, dengan adanya
faktor predisposisi ini maka organisme akan berubah dari bentuk saprofit
kebentuk patogen. Faktor tersebut terbagi menjadi faktor eksogen yaitu
kelembaban, cuaca panas, pakaian yang tertutup rapat, tingginya konsentrasi
karbondioksida, dan faktor endogen yaitu adanya penyakit seboroik dermatitis,
penyakit infeksi kronis lainnya, pengobatan imunosupresif, malnutrisi,
hiperhidrosis, herediter, keadaan umum yang jelek, diabetes Melitus, dan
pemakaian antibiotik jangka panjang. Sedangkan faktor penularan dari seseorang
ke orang lain dapat terjadi melalui kontak langsung atau melalui perantara,
contohnya pakaianatau tempat tidur.4,5
Patofisiologi
Pada kulit terdapat flora normal yang berhubungan dengan timbulnya
pitiriasis versikolor ialah pityrosporum orbiculare yang berbentuk bulat atau
pitirosporum ovale yang berbentuk oval. Keduanya merupakan organisme yang
sama, dapat berubah sesuai dengan lingkungannya, misalnya suhu, media, dan
kelembaban.Selama jamur ini masih dalam bentuk ragi maka kulit akan tetap
seperti biasa atau normal. Dengan adanya faktor-faktor predisposis yaitu faktor
eksogen dan endogen maka jamur akan cepat bermultipikasi dan berubah bentuk.
Jamur mengalami transformasi dari bentuk ragi kebentuk hifa yang disebut
sebagai Malassezia furfur, dimana bentuk ini akan berubah sifat dari flora normal
menjadi patogen, yang didapatkan pada skuama dari lesi ptiriasis versikolor.
Malazzesia furfur bermultiplikasi dengan cepat sehingga akan dihasilkan sel-sel
tunas yang berkelompok dan terbentuknya filamen-filamen.8,9,10
Jamur ini hanya dapat berkembang pada daerah kulit yang mempunyai
kelenjar sebasea seperti bagian dada, punggung, lengan bagian atas, dan tidak
pernah didapatkan pada telapak kaki atau telapak tangan karena tidak mempunyai
kelenjar tersebut. Tumbuh secara optimal, tidak hanya pada lingkungan aerobik,
lingkungan mikro aerofilik tetapi juga pada kondisi yang anaerobik. Jamur ini
menyerang keratinosit sehingga terjadi proses keratolitik yang selanjutnya akan
tampak adanya lesi pada kulit, dimulai dengan makula kecil lalu membesar dan
dapat berkonfluensi.8,9
Dengan proses biosintesa, lipoperoksidase dari jamur yang terdapat pada
kulit yang mengandung lemak (sebum) akan menghasilkan asam dikarboksilat,
utamanya asam azelic yang diketahui toksik terhadap melanosit, yaitu
menimbulkan kerusakan pada melanosit, hancurnya melanosom, dan menghambat
enzim tirosinase pada jalur produksi melanin sehingga pada kulit tersebut akan
tampak gambaran hipopigmentasi atau hipomelanosis. Malassezin adalah reseptor
agonis hidrokarbon yang menstimulasi apoptosis pada melanosit.Gambaran
hiperpigmentasi umumnya disebabkan oleh meningkatnya ketebalan dari lapisan
keratin atau stratum korneum, adanya sel-sel inflamasi yang bertindak sebagai
stimulus ke melanosit yang akhirnya menimbulkan banyak pigmen.9
Gambaran Klinik
Kelainan kulit pitiriasis versikolor sangat superfisial; dan tersering
ditemukan di badan. Lesi kulit berupa bercak putih sampai coklat, merah, hitam.
Di atas lesi terdapat sisik halus.8
Bentuk lesi tidak teratur, dapat berbatas tegas atau difus. Sering didapatkan
lesi bentuk folikular atau lebih besar, atau bentuk numular meluas membentuk
plakat. Kadang-kadang dijumpai bentuk campuran, yaitu folikular dengan
numular, folikular dengan plakat ataupun folikular, atau numular dan plakat.5,8
Pitiriasis versikolor.9
Pada umumnya, pitiriasis versikolor tidak memberikan keluhan pada
penderita. Kadang-kadang terdapat gatal yang ringan, tetapi biasanya penderita
datang berobat karena alasan kosmetik yang disebabkan bercak hipopigmentasi.8
Variasi warna lesi pada penyakit ini tergantung pada pigmen normal kulit
penderita, paparan sinar matahari, dan lamanya penyakit. Kadang-kadang warna
lesi sulit dilihat, tetapi skuamanya dapat dilihat dengan pemeriksaan goresan pada
permukaan lesi dengan kuret atau kuku jari tangan (coup d’angle of besnier).
Kekambuhan sering terjadi setelah pengobatan apabila pada suatu keadaan
terdapat faktor predisposisi.Tempat predileksi penyakit terutama yang ditutupi
pakaian seperti dada, punggung, perut, lengan atas, paha, leher, muka, dan kulit
kepala berambut.7,8,9
Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan gambaran klinis, pemeriksaan
mikroskopis langsung, dan pemeriksaan dengan lampu wood.8
Gambaran klinis Pitiriasis versikolor ditegakkan berdasarkan adanya makula
hipopigmentasi, hiperpigmentasi, atau kemerahan yang berbatas tegas ditutupi
skuma halus. Pada pemeriksaan mikroskopis langsung, dengan larutan KOH 10-
20%, tampak hifa pendek bersepta, kadang-kadang bercabang, atau hifa yang
terpotong-potong dengan spora yang berkelompok, yang akan lebih mudah dilihat
dengan penambahan zat warna tinta parker blue-black atau biru laktofenol.
Gambaran ragi dan miselium tersebut sering dilukiskan sebagai meatball and
spghetti. Pada pemeriksaan lampu wood memberikan efloresensi berwarna kuning
keemasan.6
Pengambilan skuama dapat dilakukan dengan kerokan menggunakan skalpel
tumpul atau menggunakan selotip (cellotape) yang dilekatkan pada lesi.
Pembuktian dengan biakan Malassezia. furfur tidak diagnostik karena
Malasseziafurfur merupakan flora normal kulit.6
tampak gambaran “spagetti and meatballs” dari preparat KOH Malassezia9,14
Penatalaksanaan
Pengobatan harus dilakukan secara menyeluruh, tekun, dan konsisten.
Khusus (topikal)5
Obat topikal berupa sampo lebih mudah digunakan untuk seluruh tubuh,
kecuali wajah dan genital, misalnya selenium sulfide 1,8%, 15-30 menit
sebelum mandi, 1x/sehari, atau sampo ketokonazole 2%. Obat topikal lain
seperti bila bentuk makular diberikan Salep whitfield atau larutan natrium
tiosulfit 20% dioleskan setiap hari.Salep whitfield adalah campuran asam
salisil 6% dan 12%.
Asam salisil bersifat keratolitik dan asam benzoat bersifat fungistatik. Efek
sampingnya dapat berupa iritasi ringan lokal pada tempat pemakaian. Bila
bentuk folikular dapat dipakai tiosulfas natrikus 20-30%. Obat-obat anti
jamur golongan imidazol (ekonazol, mikonazol, klotrimazol) dalam krim
atau salep 1-2% juga berkhasiat.8,11
Pada kasus yang memerlukan pengobatan sistemik dapat digunakan obat
antijamur sistemik seperti5,11
Ketokonazole 200 mg/hari selama 10 hari.5
Ketokonazole adalah termasuk dalam golongan imidazol. Ketokonazole
dikontraindikasikan pada penderita hipersensitif, ibu hamil, dan menyusui,
serta penyakit hepar akut.11
Itrakonazole 100 mg/hari selama 2 minggu.5
Itrakonazole merupakan obat antijamur keluarga azol yang baru. Obat ini
adalah suatu triazol sintetik dan juga efek samping endokrinologinya lebih
kecil dibanding ketokonazole. Obat ini mempunyai spektrum anti jamur
yang lebih luas.12
Gejala sisa hipopigmentasi akan menghilang secara perlahan.1
Diagnosis Banding
1. Pitiriasis Alba
Bentuk dermatitis yang tidak spesifik dan belum diketahui penyebabnya.
Ditandai dengan skuama halus yang menghilang serta meninggalkan area yang
depigmentasi. Menurut pendapat para ahli diduga adanya infeksi streptococcus,
tetapi belum dapat dibuktikan. Pitiriasis alba juga merupakan manifestasi
dermatitis non spesifik, yang belum diketahui penyebabnya. Sabun dan sinar
matahari bukan merupakan faktor yang berpengaruh.5,10
Tampak makula hipopigmentasi pada daerah pipi
2. Morbus Hansen
Merupakan penyakit infeksi mikobakterium yang bersifat kronik dan
progresif, mula-mula menyerang sistem saraf tepi, dan kemudian terdapat
manifestasi klinik. Penyebab Mycobacterium Leprae, basil tahan asam, kelompok
umur terbanyak adalah 25-35 tahun, frekuensi wanita dan pria sama.5
Lesi diawali dengan bercak putih bersisik halus pada bagian tubuh, tidak
gatal, kemudian membesar dan meluas. Jika saraf sudah terkena, penderita
mengeluh kesemutan/baal pada bagian tertentu, ataupun kesukaran menggerakkan
anggota badan yang berlanjut dengan kekakuan sendi. Rambut alispun dapat
rontok.5
Ada beberapa hal penting dalam menentukan diagnosa banding lepra yaitu:13
Kelainan kulit/lesi dapat berbentuk bercak keputihan (hipopigmentasi)
atau kemerahan (erithematous ) yang mati (anestesi).
Penebalan saraf tepi yang disertai gangguan fungsi saraf. Gangguan
fungsi saraf ini merupakan akibat dari peradangan kronis saraf tepi
(neuritis perifer) bisa berupa mati rasa (gangguan fungsi sensoris),
kelemahan otot atau kelumpuhan (gangguan fungsi motoris), Kulit
kering dan retak (gangguan fungsi otonom)
Adanya kuman tahan asam di dalam kerokan jaringan kulit (BTA
positif)
Kusta plakat berbatas tegas di tengahnya hipopigmentasi
3. Vitiligo
Vitiligo adalah kondisi idiopatik yang terlokalisasi pada area tanpa adanya
melanosit akibat makula depigmentasi. Dapat mengenai seluruh bagian tubuh
yang mengandung sel melanosit, misalnya rambut dan mata.10
Dapat mengenai semua ras dan kelamin. Awitan terbanyak sebelum umur 20
tahun. Penyebab belum diketahui, berbagai faktor pencetus sering dilaporkan,
misalnya krisis emosi dan trauma fisis.5
Pada umumnya pola generalisata. Sering pada daerah muka, bagian atas dada,
tangan bagian dorsal, aksila, dan paha.15
Gejala klinis berupa makula berwarna putih dengan diameter beberapa
milimeter sampai beberapa sentimeter, bulat atau lonjong dengan batas tegas,
tanpa perubahan epidermis yang lain. Kadang-kadang terlihat makula
hipopigmentasi selain makula apigmentasi. Di dalam makula vitiligo dapat
ditemukan makula dengan pigmentasi normal atau hiperpigmentasi perifolikular.
Kadang ditemukan tepi lesi yang meninggi eritem dan gatal, disebut inflamatoar.
Predileksi bagian ekstensor tulang terutama di atas ibu jari, mulut dan hidung,
tibialis anterior dan pergelangan tangan bagian fleksor. Lesi bilateral dapat simetri
ataupun asimetri. Mukosa jarang terkena, kadang-kadang mengenai genital
eksterna, puting susu, bibir, ginggiva.8
DAFTAR PUSTAKA
1. Emmy S Sjamsoe Dail. Penyakit Kulit Yang Umum di Indonesia: Sebuah Panduan Bergambar. Medikal Multimedia Indonesia. Hal 33
2. Robin graham-Brown,Tony Burns. Lecture Notes: Dermatologi edisi 8. Erlangga.2005. Hal 33-35
3. Tony Burns, Stephen Breathnach, Neil Cox eds. Rook’s Texbook of Dermatologyeight edition. Wiley-Blackwell. 2010. Hal 36.10-13
4. Amiruddin Dali, IlmuPenyakitKulit, Makassar: BagianIlmuPenyakitKulitdanKelaminFakultasKedokteranHasanuddin, 2003: Hal 65-74.
5. Siregar R.S, Editor. Penyakit Jamur dalam Atlas Berwarna Saripati Penyakit
Kulit 2th Ed. EGC : Jakarta : 2004. Hal 10-12,154-158
6. Donna partogi, Pitiriasis versikolor dan diagnosis bandingnya. Dept Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin FK USU. 2008, Hal 2-5.
7. Fitzpatrick TB et al, Color Atlas and Synopsis of Clinical Dermatology, 4thedition. McGraw-Hill 2001: Hal 722-725.
8. Sjahrial. InfeksiJamur Kulit In :IlmuPenyakitKulit. Harahap M, Editor.Jakarta: Hipokrates; 2000. Hal 73-74.
9. Fitzpatrick TB, Freedberg, Eisen, Wolf K, edsDermatology in General Medicine, edisi8, New York: McGraw-Hill 2012 : 3281-3280.
10. Djuanda, Prof.DR.Adhi, dkk, IlmuPenyakitKulitdanKelaminEdisi5. Jakarta: FakultasKedokteranUniversitas Indonesia, 2009: Hal 100-101,333- 334.
11. Staf pengajar departemen Farmakologi Fakultas Kedokteran Sriwijaya. Kumpulan Kuliah Farmakologi edisi 2. EGC, 2010 Hal 222-23.
12. Mary J. Mycek, Richard A. Harvey. Farmakologi Ulasan Bergambar edisi 2. Widya Medika. 2010. Hal 344-346
13. Bagian ilmu kesehatan kulit dan kelamin. Program Pengendalian Penyakit Kusta Untuk Kepaniteraan Klinik. 2013 Hal: 9-12
14. Fisher F. Superficial Patogen, Blastomucycete, Malassezia furfur in Fundamental of Diagnostic Mycology. Saunders An Imprint of Elsevier Science. 1998. Hal 108-10.
15. Odom RB, James W.D Berger. Vitiligo in Disease Of the Skin. A Harcourt Health Science Company. 2000. Hal 1065-1066.