PESAN MORAL KISAH NABI YUNUS MENURUT MUFASIR … · 2015. 9. 23. · Pesan Moral Kisah Nabi Yunus...
Transcript of PESAN MORAL KISAH NABI YUNUS MENURUT MUFASIR … · 2015. 9. 23. · Pesan Moral Kisah Nabi Yunus...
PESAN MORAL KISAH NABI YUNUS MENURUT
MUFASIR MODERN INDONESIA
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Theologi Islam (S.Th.I)
Oleh
Nur Laeli
NIM:1110034000121
PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS
FAKULTASUSHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1436 H/2014 M
Pesan Moral Kisah Nabi Yunus Menurut Mufasir
Modern Indonesia
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Theologi Islam (S.Th.I)
Oleh
NURLAELI
NIM:1110034000121
Di bawah bimbingan
Ahmad Rifqi Muchtar. MANIP: 1960822 199703 | 002
PROGRAM STUDI TAFSIR HADISFAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAHJAKARTA
t436Hl20t4}I
LEMBARPER}TYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1.
3.
Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan urruk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayahrl lah Jakarta
Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya saya ataru
merupakan hasil jiplakan dari karya oranng lain, maka saya bersedia
menerima santsi yang berlaku di Univeristas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 19 Desember 2014
Penulis,
NURLAELI
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skipsi yang berjudul "Pesan Moral Kisah Nabi Yunus MenurutMufasir Modern Indonesia" telah diujikan dalam sidang munaqasyah FakultasUshuludin Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 1 1
Desember 2014. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untukmemperoleh gelar Sarjana Theologi Islam (S.Th.I) pada Program Studi TafsirHadis.
Jakarta, 1 1 Desember 2014
Sidang Munaqasyah,
NIP. 19820821 200801 1012
Anggota
Penguji I
f/Lbv"-:" --'--
Dr. Ahsin Sakho Muhammad" MA19s60821 199603 1001
Penguji II
fizzz-a---.u-KUSMANA"MA
t9650424199503 I 001A
Ahmad Rifqi Muchtar. MANrP. 1960822 199703 I 002
Sekretaris
tt2 9199403 I 002
Pembimbing
i
ABSTRAK
NUR LAELI
Pesan Moral Kisah Nabi Yunus Menurut Mufasir Modern Indonesia
Di dalam al-Qur’an terdapat kisah-kisah inspiratif. Salah satu sumber
inspirasi dari kisah-kisah al-Qur’an adalah akhlak para Nabi. Diantara kisah para
Nabi yang menjadi sumber inspirasi tersebut adalah kisah Nabi Yunus. Kisah
Nabi Yunus memiliki pesan moral yang tinggi tentang kesabaran, optimis
terhadap pertolongan Allah, perlunya taubat dari kesalahan yang telah dilakukan.
Nabi Yunus merupakan salah satu Nabi yang kisahnya diceritakan dalam
al-Qur’an dan namanya pun diabadikan menjadi nama salah satu surat di dalam
al-Qur’an. Kisah Nabi Yunus termaktub di dalam al-Qur’an melalui beberapa
ayat, yaitu sebagai berikut: QS. Yūnus ayat 98, QS. Al-Anbiyā’ ayat 87-88, QS.
As-Sâffât ayat 139-148, QS. Al-Qalam ayat 48-50.
Dari ayat-ayat tersebut dikisahkan bahwa Nabi Yunus diutus oleh Allah ke
Negeri Ninawa, Negeri yang penduduknya penuh dengan kemewahan dan juga
kesesatan menyembah berhala. Nabi Yunus mengajak kaumnya dalam waktu
yang lama untuk menyembah dan beriman kepada Allah, tetapi kaumnya tidak
ada yang mengikuti ajakan Nabi Yunus. Kemudian ia pergi dalam keadaan marah
pada kaumnya. Selain itu Nabi Yunus dalam kisahnya mengalami peristiwa yaitu
Nabi Yunus ditelan ikan paus. Dari peristiwa yang fenomenal itu menimbulkan
banyak penafsiran dari semua kalangan mufasir.
Mufasir yang mejadi fokus kajian ini adalah Mufasir modern Indonesia,
yaitu Hamka dan Quraish Shihab. Kedua tafsir tersebut mempunyai corak adabi
ijtima’i yang penulis anggap relevan dengan kajian yang dibahas pada skripsi ini
mengenai pesan moral. Namun penulis tidak mengelakkan dalam penulisan
skripsi ini merujuk juga pada tafsir-tafsir lainnya yang penulis anggap berkaitan
dan untuk memperkaya dalam penulisan skripsi.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode tafsir
maudhu’i atau metode tafsir tematik, dengan menggunakan pendekatan sosio
historis yaitu menekankan pentingnya memahami kondisi aktual dan harfiyah, lalu
memproyeksikan kepada situasi masa kini kemudian membawa fenomena-
fenomena sosial ke dalam naungan tujuan-tujuan al-Qur’an. Melalui pendekatan
ini diharapkan akan mengetahui pesan moral yang terkadung dari kisah Nabi
Yunus. Penulis berusaha mengungkap pesan moral al-Qur’an dalam kisah Nabi
Yunus, yang dikaji dan dianalisa dari mufasir modern Indonesia yaitu Hamka dan
Quraish Shihab.
ii
PEDOMAN TRANSLITERASI
Transliterasi kata-kata Arab yang dipakai dalam penyusunan Skripsi ini
berpedoman pada buku Pedoman Akademik UIN SyarifHidayatullah Jakarta.
Program Strata 1, 2010/2011. Berikut adalah daftar aksara Arab dan padanannya
dalam aksara latin:
Huruf Arab Huruf Latin Keterangan
tidak dilambangkan
b be
t te
ts te dan es
j Je
h h dengan garis bawa
kh ka dan ha
d De
dz de dan dz
r Er
z zet
s Es
sy es dan ye
s es dengan garis di bawah
d de dengan garis di bawah
t te dengan garis di bawah
z zet dengan garis di bawah
‘ koma terbalik di atas hadap kanan
gh ge dan ha
iii
f Ef
q Ki
k Ka
l El
m Em
n En
w We
h Ha
apostrof ׳
y Ye
Vokal
Vocal dalam bahasa Arab, seperti vocal dalam bahasa Indonesia, terdiri
dari vocal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong. Untuk vocal
tunggal, ketentuan alih aksara adalah sebagai berikut:
TandaVokal Arab TandaVokal Latin Keterangan
___ a fathah
i kasrah
u dammah ب
Adapun untuk vokal rangkap, ketentuan alih aksaranya adalah sebagai
berikut:
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
ai a dan i ي
iv
au a dan u و
Vokal Panjang
Ketentuan alih aksara vokal panjang (madd), yang dalam bahasa Arab
dilambangkan dengan harakat dan huruf, yaitu:
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
â a dan topi di atas ىا
î i dan topi di atas ىي
û u dan topi di atas ىو
Kata Sandang
Kata sandang, yang dalam sistem aksara Arab dilambangkan dengan
huruf, yaitu ال dialih aksarakan menjadi huruf / l /, baik diikuti huruf syamsiyyah
maupun huruf qamariyyah, contoh:al-rijâl bukan ar-rijâl, al-dîwân bukan ad-
dîwân.
Syaddah (Tasydîd)
Syaddah atauTasydîd yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan
dengan sebuah tanda (), dalam alih aksara dilambangkan dengan huruf, yaitu
menggandakan huruf yang diberi tanda syaddahitu. Akan tetapi, hal ini tidak
berlaku jika huruf yang menerima tandasyaddahitu terletak setelah kata sandang
yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiyyah. Misalnya,kata ة وو الضر tidak ditulis ad-
darûrah melainkan al-darûrah, demikian seterusnya.
Ta Marbûta
Berkaitan dengan alih aksara ini, jika huruf ta marbûtaterdapat pada kata
yang berdiri sendiri, maka huruf itu dialihaksarakan menjadi huruf / h / (lihat
v
contoh 1 dibawah). Hal yang sama juga berlaku jika ta marbuta diikuti ole h kata
sifat (na’at) (lihat contoh 2). Namun, jika huruf ta marbûtadiikuti kata benda
(ism), maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf / t / (lihat contoh 3).
Contoh :
No . Kata Arab Alih Aksara
يقةة 1 tarîqah طة
al-jâmi’ah al-islâmiyyah الجامعة الإسلامية 2
wahdat al-wujûd وحد الوجود 3
Huruf Kapital
Meskipun dalam sistem tulisan Arab huruf kapital tidak dikenal, dalam
alih aksara ini huruf kapital tersebut juga digunakan, dengan mengikuti ketentuan
yang berlaku dalam Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) bahasa Indonesia, antara
lain untuk menuliskan permulaan kalimat, huruf awal nama tempat, nama bulan,
nama diri, dan lain-lain. Penting diperhatikan, jika nama diri didahului oleh kata
sandang, maka yang ditulis dengan huruf kapital tetap huruf awal nama diri
tersebut, bukan huruf awal atau kata sandangnya. (contoh: Abû Hâmid al-Ghazâlî
bukan Abû Hâmid Al-Ghazâlî, al-Kindi bukan Al-Kindi).
Beberapa ketentuan lain dalam EYD sebetulnya juga dapat diterapkan
dalam alih aksara ini, misalnya ketentuan mengenai huruf cetak miring (italic)
atau ctak tebal (blod), jika menurut EYD, judul buku itu ditulis dengan dicetak
miring, maka demikian halnya dalam alih aksaranya. Demikian seterusnya.
Berkaitan dengan penulisan nama, untuk nama-nama tokoh yang berasal
dari Nusantara sendiri, disarankan tidak dialihaksarakan meskipun asal katanya
bersal dari bahasa Arab. Misalnya ditulis Abdussalam al-Palimbani, tidak Abd al-
Salam al-Palimbânî.
vi
Cara Penulisan Kata
Setiap kata, baik kata kerja (fi’l), kata benda (ism), maupun huruf (harf)
ditulis secara terpisah. Berikut adalah beberapa contoh alih aksara atas kalimat-
kalimat dalam bahasa Arab, dengan pedoman ketentuan-ketentuan di atas:
Kata Arab Alih Aksara
dzahaba al-ustâdu ذهة الأستاد
tsabata al-ajru ثبث الأجر
asyhadu an lâ ilâha illâ allah اشهد أن لا إله إلا الله
al-madzâhir al-‘aqliyyah المظاهر العقلية
Maulânâ Malik al-Sâlih مولا نا ملك الصالح
al-âyât al-kauniyyah الأيات الكونية
vii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat nikmat dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga penelitian
yang dilakukan dalam rangka penulisan skripsi yang berjudu “Pesan Moral Kisah
Nabi Yunus Menurut Mufasir Modern Indonesia”, dalam memenuhi persyaratan
memperoleh gelar Sarjana Theologi Islam dapat diselesaikan.
Skripsi ini dapat diselesaikan tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak,
dengan demikian sudah sepantasnya jika penulis menyampaikan ucapan terima
kasih kepada:
1. Almarhum ayahnda tercinta Nur Yadi dan ibunda terkasih Mashrifah yang
tiada henti memberikan kasih dan sayang serta mendoakan penulis untuk
dapat mencapai kesuksesan meraih gelar S1. Untuk kakak-kakak (A Yudi, A
Maman, Mba Yan, Mba Nung, Bulal), kakak ipar (Mba Neng, Mba Isti, Mas
Dewa, A Ojan), keponakan-keponakan (Byan, Zelda, Aqil, Bahran) dan
semua keluargaku yang telah memberikan bantuan baik moril ataupun
materil. Terimakasih untuk Muhammad Ridwan Haikal, yang setia menemani
dan banyak memberikan bimbingan, dorongan, semangat kepada penulis.
2. Ahmad Rifqi Muchtar, MA selaku dosen pembimbing yang telah
memberikan bimbingan baik bimbingan intelektual maupun bimbingan
motivasi dengan penuh kesabaran, dan banyak meluangkan waktunya dalam
membantu menyelesaikan penulisan skripsi ini.
3. Prof. Dr. Masri Mansoer, MA sebagai Dekan Fakultas Ushuluddin
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
viii
4. Dr. Lilik Ummi Kaltsum, MA sebagai Ketua Jurusan Tafsir Hadis, dan Jauhar
Azizy, MA sebagai sekertaris jurusan. Kepada Dr. Ahsin Sakho M.
Asyrofuddin, MA, Kusmana, MA selaku tim penguji dalam sidang skripsi
penulis. Terima kasih juga untuk seluruh Staf Fakultas Ushuludin yang telah
banyak membantu. Segenap dosen Fakultas Ushuluddin, khususnya dosen-
dosen yang telah mengajar di Jurusan Tafsir Hadis yang telah banyak
memberikan ilmu sehingga penulis menjadi seperti sekarang.
5. Para pengasuh Pondok Pesantren Dar al-Tauhid Arjawinangun Cirebon, yaitu
KH. Ibnu Ubaidillah Syatori, Buya Husein Muhammad, Walid Ahsin Sakho,
Almarhumah Umi Liya Aliyah beserta para ustadz yaitu pa mulyadi, pa bram,
pa imam, pa wasmin, dan semuanya yang penulis tidak bisa sebutkan satu
persatu.
6. Teman-teman satu kosan ( Ka Tami, Ka Opi, Ka Ila, Ka Nurul, Aan, Novi,
Denis, Idoh, Iis, Yanti, Yuni) yang banyak memberikan kritik, saran, dan
motivasi kepada penulis. Teman-teman seperjuangan anak Tafsir Hadis
angkatan 2010 khususnya Grup PPD (Hani, Sari, Popon, Dede, Adah).
Khusus buat Bang Lail dan Nurul yang telah membantu dalam memahami
kitab tafsir.
7. Teman-teman Keluarga Mahasiswa Sunan Gunung Djati (KMSGD). Teman-
teman Himpunan Mahasiswa Cirebon Jakarta Raya (Hima- Cita). Teman-
teman Persatuan Mahasiswa Alumni Dar al- Tauhid (PERMADA).
ix
Kepada semua pihak yang telah disebutkan semoga mendapat imbalan atas
kebaikan yang telah diberikan. Semoga skripsi ini bisa bermanfaat untuk penulis
dan pembacanya.
Jakarta, 19 Desember 2014
Penulis
NUR LAELI
x
DAFTAR ISI
ABSTRAK....................................................................................................... i
PEDOMAN TRANSLITERASI .................................................................... ii
KATA PENGANTAR.................................................................................... vii
DAFTAR ISI.................................................................................................... x
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ................................................................. 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ............................................. 6
C. Tujuan Penelitian............................................................................ 7
D. Tinjauan Pustaka ............................................................................. 7
E. Metodologi Penelitian ..................................................................... 8
F. Sistematika Penulisan ...................................................................... 10
BAB II : LATAR BELAKANG PENAFSIRAN
A. Hamka ....................................................................................... 12
1. Biografi Hamka …................................................................ 12
2. Riwayat Penulisan Tafsir al-Azhar ...................................... 14
3. Metode dan Corak Penafsiran .............................................. 16
B. M. Quraish Shihab ...................................................................... 18
1. Biografi Quraish Shihab ....................................................... 18
2. Riwayat Penulisan Tafsir al-Mishbah .................................. 20
3. Metode dan Corak Penafsiran .............................................. 21
BAB III : NABI YUNUS DALAM SEJARAH DAN TAFSIR
A. Sejarah Nabi Yunus ..................................................................... 25
1. Biografi Nabi Yunus .............................................................. 25
2. Silsilah Nabi Yunus ............................................................... 29
3. Kisah Nabi Yunus .................................................................. 30
B. Kisah Dalam al-Qur’an .......................................................... 35
1. Pengertian Kisah ....................................................................... 35
2. Ruang Lingkup Kisah ................................................................ 38
3. Tujuan Kisah Dalam alQur’an.................................................. 42
4. Pesan Moral Dalam Kisah ........................................................ 44
C. Kisah Nabi Yunus Dalam Penafsiran ............................................. 45
1. QS. Yûnus ayat 98 ..................................................................... 45
2. QS. Al-Anbiyâ’ ayat 87-88 ........................................................ 46
3. QS. As-Sāffât ayat 139-148 ....................................................... 50
4. QS. Al-Qalam ayat 48-50 .......................................................... 52
xi
BAB IV: PESAN MORAL KISAH NABI YUNUS
A. Penafsiran Menurut Hamka dan Quraish Shihab ............................... 55
1. QS. Yûnus ayat 98 ..................................................................... 55
2. QS. Al-Anbiyâ’ ayat 87-88 ........................................................ 58
3. QS. As-Sāffât ayat 139-148 ....................................................... 60
4. QS. Al-Qalam ayat 48-50 .......................................................... 62
5. Pesan Moral Kisah Nabi Yunus ...................................................... 64
1. Sabar ......................................................................................... 65
2. Optimis Terhadap Pertolongan Allah ........................................ 68
3. Taubat dari Kesalahan yang Telah Diperbuat ........................... 72
BAB V: PENUTUP
A. Kesimpulan ...................................................................................... 77
B. Saran ................................................................................................ 78
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................... 79
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam mempelajari Al-Qur’an maka ada yang disebut dengan ayat Makkiyah
yaitu ayat-ayat yang turun di Mekkah sebelum Nabi hijrah yang sebagian berisi
kisah para Nabi dan kaumnya yang menekankan tentang ketauhidan dan
kebenaran atas Rasul yang diutus Allah. Kemudian ada yang disebut dengan ayat
Madaniyah yaitu ayat-ayat yang turun sesudah hijrahnya Nabi. Pelajaran yang
dikandung di dalamnya pun berbeda dengan ayat yang turun di Mekkah. Seperti
pelajaran yang meliputi hukum, syari’at, ibadah, muammalat, sanksi, hubungan
sosial kemasyarakatan, toleransi beragama antar agama. Kisah senantiasa
memberi kesan mendalam ke dalam hati pembaca. Rasa keingintahuan merupakan
faktor paling kuat yang dapat menanamkan kesan peristiwa tersebut ke dalam hati.
Dan nasehat dengan tutur kata kata yang disampaikan tanpa variasi tidak mampu
menarik perhatian akal, bahkan semua isinya pun tidak bisa dipahami.
Di dalam pendahuluan buku “Untaian Kisah Dalam al-Qur’an” terjemahan
dari kitab Qasas al-Qur’an karya Ali Muhammad al-Bajawi dkk dijelaskan kisah-
kisah dalam al-Qur’an ini mencakup tentang akhlak yang dapat menyucikan jiwa,
memperindah tingkah laku, menyebarkan sifat bijak dan adab serta berbagai adab
mendidik. Al-Qur’an menjadikan perjalanan hidup Rasul-rasul Allah ini sebagai
2
contoh dan mengajak manusia untuk mengambil palajaran dan mengagungkan isi
dari al-Qur’an itu sendiri.1
Bentuk kisah yang menggambarkan peristiwa dalam realita kehidupan maka
terwujudlah dengan jelas tujuannya. Orang pun akan merasa senang
mendengarkannya, memperhatikannya dengan penuh kerinduan, rasa ingin tahu,
dan pada gilirannya ia akan terpengaruh dengan nasihat dan pelajaran yang
terkandung di dalamnya.2
Menurut penelitian Ahmad Hanafi, dari keseluruhan ayat al-Qur’an yang
berjumlah 6.342 ayat, kurang lebih terdapat 1600 ayat yang berbicara tentang
kisah para nabi serta rasul terdahulu, dan juga kisah-kisah perumpamaan
(tamsiliat). Jika di bandingkan dengan yang berbicara tentang hukum berjumlah
330 ayat. Maka jelas terlihat bahwa perhatian al-Qur’an terhadap kisah-kisah egitu
besar. Bahkan menurut Jurji Zaidan seorang tokoh kesusastraan Arab modern
bahwa kisah dipandang sebagai cara terbaik bagi orang banyak untuk mengambil
pesan moral yang terkandung di dalamnya.3
Allah SWT. berfirman dalam al-Qur’an QS. Yusuf ayat 111:
Aritnya: Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pelajaran bagi
orang-orang yang mempunyai akal, al-Qur’an itu bukanlah cerita yang
dibuat-buat tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan
menjelaskan segala sesuatu sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang
beriman.
1Ali Muhammad al- Bajawi, dkk., Untaian Kisah Dalam al-Qur’an, (Jakarta: Darul Haq,
2007), h. vii 2 Muhammad Sayyid Thanthawi, al-Qisas fî al-Qur’an al-Karîm, (Qahirah: Dar al-
Nahdlah, 1996), Juz I, h. Muqaddimah 3 Ahmad Hanafi, Segi-segi Kesusastraan Pada Kisah al-Qur’an, (Jakarta: Pustaka al-
Husna, 1984), h. 22
3
Pengetahuan yang dibangun oleh al-Qur’an bertujuan agar memiliki hikmah
yang atas dasar itu dapat membentuk perilaku yang sejalan dengan nilai-nilai
normatif al-Qur’an, baik pada level moral maupun sosial. Untuk membentuk
perilaku yang sejalan dengan nilai normatif al-Qur’an yaitu dengan kontemplasi
terhadap kejadin-kejadian atau peristiwa-peristiwa sejarah yang berisi hikmah
tersembunyi dengan merenungkan dan mengambil pelajaran moral dari peristiwa-
peristiwa empiris yang terjadi dalam sejarah bahwa peristiwa-peristiwa itu
sesungguhnya bersifat universal dan abadi karena lebih mempelajari pesan-pesan
moral al-Qur’an dan sangat pennting guna menciptakan penyempurnaan kepada
kepribadian islam.
Untuk memahami makna ayat-ayat tersebut dibutuhkan interpretasi yang
sesuai atau yang mendekati pada apa yang dikehendaki oleh Allah SWT. Kitab-
kitab tafsir dalam kepustakaan islam sudah banyak terkumpul. Kitab-kitab
tersebut ditulis pada masa dan tempat tertentu. Sementara masa dan tempat
tersebut beda satu sama lain. Perbedaan tersebut dipengaruhi oleh produk
tafsirnya. Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Muhammad Syahrur
yang dikutip oleh Abdul Mustaqim bahwa al-Qur’an harus selalu ditafsirkan
sesuai dengan tuntutan era kontemporer yang dihadapi umat manusia.4
Berkaitan dengan ayat tentang kisah Nabi Yunus banyak diceritakan dalam
tafsir al-Qur’an dan dalam buku kisah-kisah Nabi. Bahwa di dalamnya juga
dijelaskan bahwa Nabi Yunus berputusasa dalam berdakwah. Ia berputus asa
karena tidak satu pun dari kaumnya yang mau mengikuti ajakannya untuk
menyembah Allah. Putus asa adalah salah satu sikap negatif yang muncul pada
4 Abdul Mustaqim dan Sahiron Syamsuddin, Studi al-Qur’an Kontemporer (Yogjakarta:
Tiara Wacana, 2002), h. 7
4
manusia ketika mendapat cobaan yang berat dari Allah Swt. Namun bagaimana
mungkin seorang Nabi mempunyai sifat negatif tersebut dan melakukan perbuatan
dosa karena sudah meninggalkan kaumnya? kemudian bagaimana dengan
pendapat yang menyatakan bahwa semua Nabi Allah itu terjaga dari sifat buruk
(ma’sûm)?
Selain permasalahan yang sudah dikemukakan di atas, alasan lainnya juga
akan penulis jelaskan perihal mengambil penelitian tentang kisah Nabi Yunus
yaitu: Nabi Yunus adalah salah satu Nabi yang kisahnya diceritakan dalam al-
Qur’an dan namanya pun diabadikan menjadi nama salah satu surat di dalam al-
Qur’an. Selain itu Nabi Yunus dalam kisahnya mengalami peristiwa yang sangat
fenomenal yaitu Nabi Yunus dimakan ikan paus.
Kisah Nabi Yunus dan kaumnya menyiratkan pesan-pesan berharga bagi
kehidupan manusia selanjutnya meski kaum tersebut sekarang telah musnah, dan
dari aspek sosial budaya dapat dibandingkan moral bangsa sebelum turun wahyu
ketika masyarakat berada pada masa jahiliyyah dengan periode sesudah turun
wahyu bahkan sampai akhir ini.
Peristiwa yang fenomenal itu menimbulkan banyak penafsiran dari semua
kalangan mufasir, termasuk kalangan mufasir kontemporer. Penulis mendapatkan
suatu kesan bahwa kisah Nabi Yunus kaya akan ajaran-ajaran yang berkaitan
pendidikan moral atau akhlak. Seperti tafsir karya M. Quraish Shihab tafsir al-
Misbah yang menyinggung tentang tentang kandungan moral dari ayat tersebut
untuk lebih memperkaya makna ayat agar memiliki relevansi tersendiri dengan
konteks kekinian yang sesuai dengan misi al-Qur’an sebagai petunjuk yang
membimbing manusia untuk membentuk akhlak yang sempurna. Tafsir al-
5
Mishbah karya M. Quraish Shihab merupakan kitab tafsir yang sangat
representatif dalam dunia tafsir kontemporer. Memiliki berbagai macam disiplin
ilmu serta jangkauan pemahaman yang dinamis dan lebih komprehensif.
Tafsir al-Azhar merupakan salah satu tafsir yang mengambil corak budaya
kemasyarakatan, yakni suatu corak tafsir yang menjelaskan petunjuk-petunjuk
ayat al-Qur’an yang berkaitan langsung dengan kehidupan masyarakat serta
usaha-usaha untuk menanggulangi problmetika masyarakat berdasarkan ayat-ayat
dengan mengemukakan petunjuk-petunjuk tersebut dalam bahasa yang mudah
dimengerti.5
Selain tafsir kedua tafsir di atas, penulis juga mengambil rujukan dari tafsir-
tafsir kontemporer yang bercorak Adabi ‘Ijtima’i yang lainnya. Seperti tafsir fî
Zilâl al-Qur’an karya Sayyid Quthb, tafsir Adwa’ al-Bayân fî Idâh al-Qur’an bi
al-Qur’an karya al-Syinqiti, tafsir al-Manâr karya Rasyid Rida, dan kitab tafsir
lainnya. Hal ini tentu yang berkaitan dengan tema yang penulis bahas. Sehingga
penelitian ini bisa lebih mendalam mengkaji ayat tentang kisah Nabi Yunus dari
segi sosial dan hidayah atau akhlak.
Berdasarkan beberapa permasalah yang sudah diungkapkan diatas, penulis
dengan ini memberi judul untuk skripsi ini dengan, “Pesan Moral Kisah Nabi
Yunus Menurut Mufasir Modern Indonesia” Semoga karya ini bisa menjadi
acuan dan motivasi dalam menyelesaikan permasalah.
5 M. Yunan Yusuf, Corak Pemikiran Kalam Tafsir al-Azhar, h. 6
6
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan
Banyak ayat al-Qur’an yang membicarakan tentang kisah Nabi Yunus.
Penulis sendiri sudah melakukan sebuah penelusuran mengenai kisah Nabi Yunus
dari beberapa indeks al-Qur’an, diantaranya: indeks al-Qur’an digital karya
Ahmad Lutfi, indeks al-Qur’an karya Azha Ruddin Sahil,setelah mengambil
pertimbangan dari pemilihan ayat-ayat tersebut maka ayat yang akan menjadi
perhatian dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:QS. Yûnus ayat 98, QS. Al-
Anbiyâ’ ayat 87-88, QS. As-Sāffāt ayat 139-148, QS. Al-Qalam ayat 48-50.
Rujukan tafsir utama dalam penelitian ini adalah kitab-kitab tafsir al-
Qur’an yaitu tafsir al-Azhar karya Hamka dan tafsir al-Mishbah karya Quraish
Shihab. Keduanya menjadi fokus pembahsan karena, pertama, kedua mufassir dua
penafsiran Indonesia modern yang menggunakan di dalam karya mereka prinsip-
prinsip tafsir adabi ijtima’i. Kedua, karya kedua mufasir tersebut merupakan
representasi kuat penafsiran modern di Indonesia, karena penerimaan masyarakat
atas karya tersebut. Hal tersebut terlihat setidaknya dalam penerbitan ualng karya-
karya mereka. Tafsir al-Azhar sampai saat ini diterbitkan lebih dari lima kali.
Sedangkan tafsir al-Mishbah diterbitkan lebih dari delapan kali. Ketiga, kedua
tafsir tersebut dianggap mudah di pahami oleh masyarakat.
2. Perumusan Masalah
Sedangkan perumusan masalah pada penelitian ini adalah Pesan moral
apa yang dapat diambil dari kisah Nabi Yunus menurut mufasir modern
Indonesia?
7
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui Kisah Nabi Yunus secara mendalam
2. Untuk mengambil pelajaran baik dari kisah Nabi Yunus.
D. Tinjauan Pustaka
Berbagai macam sumber yang penulis kumpulkan, baik berupa buku-buku,
skripsi, tesis, disertasi, makalah, artikel, dan beberapa sumber lainnya yang
berkaitan dengan kisah Nabi Yunus.
Diantara buku-buku yang membahas tentang kisah nabi yunus adalah:
Pertama, Syekh Salim Ibn Ied al-Hilali dengan bukunya yang berjudul Sahīh
Qisas al-Anbiyâ’, diterjemahkan oleh M. Abdul Ghoffar diterbitkan Pustaka
Imam asy-Syafi’i tahun 2009. Di dalam memaparkan tentang Nabi Yunus, dia
hanya mengambil ayat-ayat yang bertema Nabi Yunus kemudian ditafsirkan
dengan pemahamannya sendiri, juga merujuk kepada kitab-kitab tafsir serta kitab-
kitab hadis.
Kedua, Ali Muhammad al-Bajawi, dkk, dengan bukunya Qasas al-Qur’an,
diterjemahkan oleh Abdul Hamid, diterbitkan Darul Haq tahun 2007. Di dalam
bukunya dia hanya merujuk kepada ayat-ayat di dalam al-Qur’an yang berkaitan
dengan kisah Nabi Yunus, tidak ditemukan dalam bukunya merujuk kepada buku-
buku lain.
Sedangkan skripsi yang membahas kisah Nabi Yunus adalah pertama, skripsi
yang ditulis oleh Wihdan Dana Maulidi, mahasiswa Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta Fakultas Ushuludin Jurusan Tafsir Hadis tahun 2004,
yang berjudul “Kisah Dalam al-Qur’an: Studi atas kisah Nabi Yunus dalam QS.
al-Anbiyâ’ ayat 87-88 menurut Ath- Thabari dan Ar-Razi”. Di dalam skripsi ini
8
mengupas kisah nabi yunus dalam al-Qur’an dengan mengambil QS. al-Anbiyâ’’
ayat 87-88 yang kemudian penafsirannya dibandingkan antara Ath-Thabari
dengan Ar-Razi, dengan tidak menjelaskan secara detail mengenai keputusasaan
Nabi Yunus.
Skripsi yang kedua yang berjudul “Kisah Nabi Yunus Dalam al-Qur’an:
Kajian Komperatif Tafsir al-Mizân dan Tafsir Fī Zilâl al-Qur’an. Skripsi ini
ditulis oleh Fuatuttaqwiyah, mahasiswa Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga
Yogjakarta Fakultas Ushuludin Jurusan Tafsir Hadis tahun 2003. Dalam
penelitian ini metode yang digunakan adalah komperatif untuk menganalisa data
yang berbeda agar dapat diketahui persamaan dan perbedaanya dari kedua tafsir
tersebut. Tabâtabâ’î dalam menafsirkan kisah Nabi Yunus menggunakan metode
tafsir al-Qur’an dengan al-Qur’an dan merujuk riwayat dari para imam
sebagaimana metode yang dianut oleh kaum syi’ah. Sementara Sayyid Quthb
tidak menggunakan riwayat namun lebih menggunakan penekanan pada dakwah
dan keimanan.
E. Metodologi Penelitian
1. Jenis Penelitian
Skripsi ini menggunakan al-Qur’an sebagai objek kajian penelitian. Maka
mengambil metode penafsiran yang sudah ditetapkan dalam kajian ilmu tafsir
yaitu metode tahlilî, ijmalî, maudû’i, dan muqaran. Metode yang digunakan
dalam penelitian ini adalah metode tafsir tematik dengan menggunakan
pendekatan sosio historis, atau memahami al-Qur’an dalam konteks sejarahnya
dan harfiyahnya, kemudian merelevansikan pada situasi masa kini dengan
9
mengungkap pesan moral al-Qur’an kisah Nabi Yunus dengan menganalisa kitab-
tafsir modern Indonesia.
Dalam pengambilan ayat-ayat yang berkenaan dengan kisah Nabi Yunus
dengan penulis mengambil dari beberapa indeks al-Qur’an. Diantaranya yaitu al-
Qur’an al-Hadi karya Ahmad Lutfi Fathullah, menurutnya ayat-ayat yang
berkaitan dengan kisah nabi Yunus diantaranya QS. al-Anbiyâ’ ayat 87-88, QS.
As-Saffāt ayat 140-142, QS. Yunus ayat 98.Indeks al-Qur’an karya Azha Ruddin
Sahil memilah ayat yang termasuk dalam kisah nabi Yunus yaitu QS. An-Nisâ’
ayat 163, QS. Al-An’âm ayat 86, QS. Yûnus ayat 98, QS. As-Saffāt ayat 139-148.
Kemudian indeks al-Qur’an karya Sukma Djaja Asyarie mengelompokkan
ayat-ayat al-Qur’an yang berkaitan dengan kisah nabi Yunus yaitu QS. al-Qalam
ayat 48, QS. al-Anbiyâ’ayat 87, QS. al-An’âm ayat 86, QS. As-Saffātayat 140-147,
QS. An-Nisâ’ ayat 163. Dari indeks al-Qur’an tersebut kemudian dikombinasikan
dan tidak semua ayat-ayat al-Qur’an tersebut dimasukkan pada tema ini, sebab
ada beberapa ayat yang penulis anggap tidak koheren dengan pembahasan ini.
Dengan itu penulis memilih ayat yang dianggap lebih sesuai dengan tetap
mengacu pada indeks al-Qur’an tersebut.
2. Metode Pengumpulan Data
Semua jenis data yang dikumpulkan penulis dari berbagai sumber yang
berkaitan dengan pesan moral kisah Nabi Yunus menurut mufasir modern, yaitu
sumber pokok atau data primer adalah al-Qur’an, dan sumber-sumber teks
pendukung (data sekunder) yaitu kitab-kitab tafsir al-Qur’an tafsir al-Azhar karya
Buya Hamka dan tafsir al-Mishbah karya Quraish Shihab. data-data yang
berkaitan dengan kisah Nabi Yunus.
10
Sedangkan teknik penulisan skripsi ini mengacu pada buku pedoman
penulisan Skripsi, Tesis, dan Disertasi yang diterbitkan oleh UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta tahun 2010/2011, dengan pengecualian pada catatan kaki.
Pada catatan kaki yang sama atau catatan kaki yang merujuk pada buku yang
sama maka penulisan catatan kaki yang kedua dan seterusnya hanya menulis
nama belakang penulis buku atau nama populernya, dan mengambil tiga kata dari
judul buku.
F. Sistematika Penulisan
Dalam menyusun skripsi ini, penulis membaginya dalam lima bab, dalam
setiap babnya mempunyai spesifikmengenai topik tertentu. Skripsi yang terdiri
atas lima bab ini yaitu: bab pertama pendahuluan, yang didalamnya meliputi: latar
belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan penelitian,
tinjauan pustaka, metodologi penelitian, sistematika penulisan.
Kemudian, beranjak pada permasalahan mengenai latar belakang mufasir dan
penafsiran, yang akan penulis kupas pada bab kedua. Bagian pertama, Biografi
Hamka, riwayat penulisan tafsir al-Azhar, metode dan corak penafsiran. Bagian
kedua, Biografi Quraish Shihab, riwayat penulisan tafsir al-Mishbah, metode dan
corak penafsiran.
Pada bab ketiga ini akan dibahas mengenai Nabi Yunus dalam sejarah dan
tafsir. Yang kemudian memulai dari pertama, sejarah Nabi Yunus yaitu: biografi
singkat Nabi Yunus, silsilah Nabi Yunus, kemudian adalah kisah Nabi Yunus.
Kedua, teori umum tentang kisah meliputi beberapa poin yang dibahasa yaitu:
definisi kisah, ruang lingkup kisah, tujuan kisah dalam al-Qur’an, pesan moral
11
dalam kisah al-Qur’an. Ketiga, analisis penafsiran ayat tentang kisah nabi Yunus
melalui mufasir modern. Diantara ayat-ayat yang akan dikaji adalah sebagai
berikut: QS. Yûnus ayat 98, QS. Al-al-Anbiyâ’’ ayat 87-88, QS. As-Sâffât ayat
139-148, QS. Al-Qalam ayat 48-50.
Pada bab keempat, menafsirkan ayat-ayat yang bertemakan Nabi Yunus,
setelah mengkaji tafsir ayat tersebut kemudian di bandingkan dengan analisis ayat
dengan merujuk pada tafsir al-Azhar dan tafsir al-Mishbah, kemudian mengambil
pesan moral pada kisah Nabi Yunus menurut Hamka dan Quraish Shihab. Ulasan
ayat-ayat tentang kisah Nabi Yunus, diantara ayat-ayat yang akan dikaji adalah
sebagai berikut: QS. Al-al-Anbiyâ’’ ayat 87-88, QS. As-Sâffât ayat 139-148, QS.
Al-Qalam ayat 48-50, QS. Yûnus ayat 98.dan sub bab yang terakhir yaitu pesan
moral yang dapat diambil dari kisah Nabi Yunus. Yaitu meliputi sabar, optimis
terhadap pertolongan Allah, taubat dari kesalahan yang diperbuat.
Sedangkan bab kelima ini, merupakan bab yang terakhir yang menjadi
penutup dari skripsi. Dan menjadi jawaban pada rumusan masalah skripsi ini.
Semua penelitian yang dilakukan dan saran yang diajukan pada penulis mengenai
hasil penelitian ini. Bab ini terbagi dalam kesimpulan dan saran.
12
BAB II
LATAR BELAKANG PENAFSIRAN
A. Hamka
1. Biografi Hamka
Buya Hamka lahir di Ranah Minang pada penghujung abad 19.1 Nama
aslinya adalah H. Abdul Malik Karim Amrullah. Nama Hamka disebut ketika ia
pulang setelah menunaikan iabadah haji. Beliau dilahirkan di sebuah desa yang
bernama Tanah Sirah Sumatra Barat pada 17 Februari 1908 atau 14 Muharram
1326 H. Nama Ayahnya adalah H. Abdul Karim Amrullah, ia seorang ulama
terkenal pembawa faham-faham islam di Minangkabau. Ibu Buya Hamka
bernama Shofiyah. Ayah Shofiyah punya gelar adat Bagindo Nan Batuah, ketika
muda ia terkenal sebagai guru tari, guru nyanyi, dan pencak silat.2
Hamka mengawali pendidikan membaca al-Qur’an di rumah orang tuanya
ketika keluarganya memutuskan pindah dari Minanjau ke Padang Panjang pada
tahun 1914 M. Ketika Hmaka berumur tujuh tahun ia dimasukkan ke sekolah
Diniyah Putra pada tahun 1916 M. Dan pada tahun 1918 ia belajar juga di
Thawalib School di pagi hari, sore hari di sekolah Diniyah dan malam hari berada
di surau bersama teman-teman sebayanya.3
Sekolah Thawalib School ini didirikan oleh kaum muda4. Mereka juga
menumbuhkan organisasi, baik bercorak sosial kemasyarakatan maupun yang
bercorak politik. Sementara itu Haji Abdullah Ahmad mendirikan sekolah
1 M. Yunan Yusuf, Corak Pemikiran Tafsir al-Azhar, (Jakarta: Penamadani, 2004), h. 33
2 Mafri Amir, Literatur Tafsir Indonesia, (Tangerang Selatan: Madzhab Ciputat, 2013), h.
171 3Mafri Amir, Literatur Tafsir Indonesia,h. 172
4 Kaum muda adalah tiga serangkai: Syekh Muhammad Djamil Djambek, Syekh Abdul
Karim Amrullah (Haji Rasul), dan Haji Abdullah Ahmad.
13
Adabiah di Padang. Organisasi pertama yang didirikan kaum muda adalah
organisasi yang mereka beri nama dengan Sumatera Thawalib. Pada mulanya
organisasi ini beranggotakan pelajar-pelajar Thawalib School, itulah sebabnya
aktivitas yang dilakukan oleh organisasi pada awalnya berbentuk pemenuhan
kebutuhan sehari-hari para pelajar Thawalib School, seperti sabun, pensil, tinta,
dan sebagainya.namun dalam perkembangan berikutnya bukan saja
beranggotakan pelajar-pelajar Thawalib School.5
Namun sistem yang berlaku di Thawalib School adalah sistem klasik,
kurikulum dan materi pelajaran masih menggunakan cara lama. Ini membuat
Hamka cepat bosan. Keseriusan belajar tidak tumbuh dari dalam, tetapi
dipaksakan dari luar. Keadaan inilah kemudian yang membawa Hamka berada di
perpustakaan umum milik Zainuddin Labai El Yunus. Hamka asyik membaca-
baca buku cerita dan sejarah di perpustakaan. Di perpustakaan imajinasinya
sebagai seorang anak-anak dapat bertumbuh. Tapi sayangnya pertumbuhan
imajinasinya sesekali mendapat jegalan dari Ayahnya.6
Pada masa ini Hamka mengalami suatu peristiwa yang menggoncangkan
jiwanya, Ayah dan ibunya bercerai. Akibatnya adalah kehidupan Hamka menjadi
terlantar dan kenakalan Hamka berubah menjadi semacam pemberontakan.
Kenyataan ini membuat Hamka ingin menjauhkan diri dari Ayahnya. Dan
keinginannya untuk pergi ke tanah Jawa menjadi semakin kuat. Pengembaraan
pencarian ilmu di tanah jawa ia mulai dari kota Yogjakarta. Dalam kesempatan ini
5M. Yunan Yusuf, Corak Pemikiran Tafsir al-Azhar, h. 37
6M. Yunan Yusuf, Corak Pemikiran Tafsir al-Azhar, h. 41
14
Hamka bertemu dengan Ki Bagus Hadikusumo, yang dari dia Hamka mendapat
pelajaran tafsir al-Qur’an.7
Dengan modal inetelektual serta semangat pergerakan ia kembali ke
Minangkabau pada usia yang ke tujuh belas. Ia tumbuh menjadi pimpinan di
tengah-tengah masyarakat Minangkabau.
2. Riwayat Penulisan Tafsir al-Azhar
Ada dua alasan Hamka memberi nama tafsir yang telah ditulisnya dengan
tafsir al-Azhar. Pertama, tafsir ini sebagai bahan untuk disampaikan di kuliah-
kuliah di masjid al-Azhar, yaitu nama masjid yang diberikan oleh Mahmud
Syaltut, Syekh Universitas al-Azhar Kaherah pada tahun 1960. Kedua, Hamka
mendapat penghargaan gelar Doktor Honoris Causa dari Universitas al-Azhar
Kaherah.8
Tafsir al-Azhar berasal dari kuliah subuh yang diberikan oleh Hamka di
Masjid Agung al-Azhar sejak tahun 1959. Tidak lama setelah berfungsinya
Masjid al-Azhar, suasana politik yang digambarkan terdahulu mulai muncul.
Agitasi pihak PKI dalam mendiskreditkan orang-orang yang tidak sejalan dengan
kebijaksanaan mereka bertambah meningkat. Masjid al-Azhar dituduh menjadi
sarang “Neo Masyumi” dan “Hamkaisme”.9
Keadaan itu bertambah memburuk ketika pada penerbitan No. 22 tahun
1960, Panji Masyarakat memuat artikel Mohammad Hatta, “Demokrasi Kita”.
Hamka sadar betul akibat apa yang akan diterima oleh Panji Masyarakat bila
memuat artikel tersebut. Namun hal itu dianggap Hamka sebagai perjuangan yang
7M. Yunan Yusuf, Corak Pemikiran Tafsir al-Azhar, h. 43
8Abdul Rauf, Tafsir al-Azhar Dimensi Tafawuf Hamka, (Kuala Selanggor: Piagam Intan
SDN. BHD, 2013), h. 63 9M. Yunan Yusuf, Corak Pemikiran Tafsir al-Azhar, h. 55
15
telah diamanatkan oleh Mohammad Hatta. Ceramah-ceramah Hamka setelah solat
subuh di Masjid al-Azhar yang mengupas tafsir al-Qur’an dimuat secara teratur
dalam majalah, yang berjalan sampai Januari 1964.
Pada hari senin 12 Ramadhan 1383 atau bertepatan dengan 27 Januari
1964 sesaat setelah Hamka memberikan pengajian di Masjid al-Azhar, ia
ditangkap oleh penguasa Orde Lama. Kemudian ia dijebloskan ke dalam tahanan
sebagai tahanan politik. Hamka ditempatkan di beberapa rumah peristirahatan di
kawasan puncak, yakni Bungalow Herlina, Harjuna, Bungalow Brimob
Megamendung, dan kamar tahanan Polisi Cimacan. Di rumah tahanan inilah
Hamka mempunyai kesempatan untuk menulis tafsir al-Azhar.
Disebabkan kesehatannya menurun, Hamka kemudian dipinddahkan ke
Rumah Sakit Persahabatan, Rawamangun Jakarta. Selama di Rumah Sakit ia
meneruskan penulisan tafsir al-Azhar. Ketika Orde Baru bangkit di bawah
pimpinan Soeharto, lantas kekuatan PKI telah ditumpas, kemudian Hamka
dibebaskan dari tahanannya. Pada tanggal 21 Januari 1966 Hamka kembali
menemukan kebebasannya. Kesempatan ini digunakan oleh Hamka untuk
menyempurnakan Tafsir al-Azhar.10
Penerbitanpertama tafsir ini dilakukan oleh Penerbit Pembimbing Masa,
pimpinan Haji Mahmud. Cetakan pertama oleh Pembimbing Masa, menyelesaikan
penerbitan dari jux pertama sampai juz keempat. Kemudian diterbitkan pula juz
lima belas sampai juz tuga puluh oleh Pustaka Islam Surabaya. Dan juz lima
sampai empat belas diterbitkan oleh Yayasan Nurul Islam Jakarta.11
10
M. Yunan Yusuf, Corak Pemikiran Tafsir al-Azhar, h. 56 11
M. Yunan Yusuf, Corak Pemikiran Tafsir al-Azhar, h. 57
16
3. Metode dan Corak Penulisan
Dalam sumber penafsiran, ada dua sumber yang digunakan yaitu bi al-
matsûr dan bi al-ra’yi. Hamka dalam penafsirannya menggunakan sumber bi al-
ra’yi karena dalam hal menafsirkan, beliau mengumakakan pendapat-pendapat
beliau tentang ayat-ayat tersebut. Jika dilihat dari urutan suratnya tafsir al-Azhar
menggunakan tartib mushafi. Karena itu, metodenya disebut dengan metode
tahlili.12
Dalam hal memilih sumber referensi untuk tafsirnya, hamka tidak fanatik
terhadap satu karya tafsir dan tidak terpaku pada satu madzhab pemikiran. Hamka
bukan hanya mengutip kitab tafsir melainkan kitab hadis dan sebagainya yang
menurutnya penting untuk dikutip. Akan tetapi ada beberapa tafsir yang
berpengaruh bukan hanya dari segi pemikiran tetapi juga dalam hal corak
penafsiran. Yaitu Tafsir al-Manâr karya Rasyid Ridha, Tafsir al-Maraghi karya
Mustafa al-Maraghi, Tafsir fi Zilâl al-Qur’an karya Sayyid Qutb, dan kitab tafsir
lainnya.13
Ada persamaan antara tafsir al-Azhar dan tafsir al-Manar dalam proses
penyusunannya. Kedua tafsir ini bermula dalam bentuk ceramah masjid yang
kemudian disusun dalam bentuk tulisan. Hal ini menyebabkan tafsir ini dapat
berkomunikasi dengan pembacanya serta hampir dengan suasana dan
permasalahan yang sedang dihadapi masyarakat. Hanya yang berbeda adalah latar
tempatnya, tafsir al-Manar dihasilkan dengan berlatarbelakang masyarakat Mesir.
12
Mafri Amir, Literatur Tafsir Indonesia, h. 186 13
Mafri Amir, Literatur Tafsir Indonesia, h. 187
17
Sedangkan tafsir al-Azhar dihasilkan dengan berlatarbelakang masyrakat
indonesia.14
Hamka dalam menafsirkan menggunakan contoh-contoh yang ada di
tengah masyarakat, baik masyarakat kelas atas maupun rakyat biasa. Berdasarkan
hal tersebut, Tafsir al-Azhar dalam menjelaskan suatu ayat menggunakan corak
sastra budaya kemasyarakatan atau disebut dengan corak adabi ijtima’i.Adabi
ijtima’i adalah suatu corak tafsir yang menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an yang
mengungkapkan dari segi bahasa dan kemukjizatannya, menjelaskan makna-
makna dan susunan yang dituju oleh al-Qur’an mengungkapkan hukum-hukum
alam dan tatanan masyarakat yang dikandung di dalamnya.15
Dalam langkah penafsiran dalam tafsir ini, hal pertama yang dilakukan
adalah mengemukakan pendahuluan pada setiap juz yang akan dibahas. Kemudian
ia akan mencari munasabah atau korelasi antara juz sebelumnya dengan juz yang
akan dibahas. Selanjutnya Hamka menyajikan beberapa ayat di awal pembahasan
secara tematik. Kemudian ia menafsirkan kelompok ayat yang dianggap memiliki
satu tema untuk memudahkan penafsiran juga untuk memahami kandungannya.
Dalam tafsir ini Hamka juga menjauhkan diri dari uraian dalam
pembahsan arti kata yang berlarut-larut. Karena dianggap tidak cocok dengan
masyarakat indonesia yang banyak tidak memahami bahasa Arab. Walaupun
demikian bukan berarti Hamka tidak pernah menjelaskan artian sebuah kata dalam
al-Qur’an. Sesekali penafsiran atas sebuah kata akan disajikan dalam tafsirnya.
Setelah menerjemahkan ayat, Hamka memulai penafsirannya terhadap
ayat tersebut dengan luas dan terkadang dikaitkan dengan kejadian pada zaman
14
Abdul Rauf, Tafsir al-Azhar Dimensi Tafawuf Hamka, h. 67 15
Mafri Amir, Literatur Tafsir Indonesia, h. 188
18
sekarang, sehingga pembaca dapat menjadikan al-Qur’an sebagai pedoman
sepanjang masa.16
Dengan demikian dapat disimpulakn bahwa Tafsir al-Azhar
tergolong kepada jenis tafsir bi al-ra’yi dengan menggunakan metode tahlili yang
bercorak adabi ijtimai’i.
B. M. Quraish Shihab
1. Biografi Quraish Shihab
Nama lengkapnya ialah Muhammad Quraish Shihab, ia lahir di Rappang,
Sulawesi Selatan pada tanggal 16 Februari 1944 M. atau 21 Safar 1363 H.
Ayahnya adalah Prof. Dr. Abdurrahman Shihab, seorang penggagas sekaligus
pendiri Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar.17
Di samping itu ayahnya
seorang wiraswastawan, dan seorang mubaligh yang sejak muda seringkali
berdakwah dan mengajar ilmu-ilmu keagamaan.18
Sejak kecil ia tumbuh dan berkembang dalam keluarga dan suasana yang
dilingkupi dengan al-Qur’an. Ayahnya selalu membacakan al-Qur’an dan
mengajarkan kitab-kitab tafsir kepada anak-anaknya. Dengan demikian benih
kecintaan kepada studi al-Qur’an mulai mulai tumbuh di jiwa Quraish Shihab.
Kemudian diikutinya dengan pendidikan formal pada bidang tafsir di Universitas
al-Azhar.19
Quraish Shihab menyelesaikan pendidikan dasarnya di Ujung Pandang.
Kemudian melanjutkan pendidikan tingkat menengah di Malang Jawa Timur dan
tinggal di Pesantren Darul-Hadis al- Faqihiyyah. Pada awal tahun 1958 ia
berangkat ke Kairo Mesir dan diterima di kelas II Tsanawiyah al-Azhar.
16
Mafri Amir, Literatur Tafsir Indonesia, h. 189 17
Mafri Amir, Literatur Tafsir Indonesia, h. 269 18
Hamdani Anwar, Telaah Kritis Terhadap Tafsir al-Mishbah Karya Quraish Shihab.
Dalam Mimbar Agama dan Budaya, vol XIX, No.2, 2002, h. 162 19
M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’an, (Bandung: Mizan, 1992), h. 14
19
Kemudian pada tahun 1967 ia meraih gelar Lc pada jurusan Tafsir Hadis Fakultas
Ushuludin Universitas al-Azhar Kairo Mesir.Kemudian ia melanjutkan
pendidikan S2 di fakutas yang sama selama dua tahun. Dan meraih gelar Master
of Arts (MA) untuk spesialisasi bidang tafsir al-Qur’an dengan tesis ya g berjudul
al-I’jaz al-Tasyri’i li al-Qur’an al-Karim.20
Ketika ia kembali ke kota kelahirannya di Ujung Pandang, ia dipercaya
untuk menjabat Wakil Rektor bidang Akademis dan Kemahasiswaan pada IAIN
Alauddin Ujung Pandang. Pada pertengahan 1980 Quraish Shihab kembali ke
Kairo dan melanjutkan pendidikan untuk mengambil program S3 di al-Azhar
Kairo. Tahun 1982 ia meraih gelar doktor dalam bidang ilmu-ilmu al-Qur’an
dengan disertasi yang berjudul Nazhm al-Durar li al-Biqa’iy: Tahqiq wa Dirasah
dan lulus dengan predikat Cum Laude. Pada tahun 1984 Quraish Shihab ia
ditugaskan di Fakultas Ushuluddin dan program pascasarjana IAIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Ia juga menduduki berbagai jabatan di luar kampus. Yaitu
Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) sejak 1984. Anggota Lajnah Pentashih al-
Qur’an Departemen Agama sejak 1989, dan lain lain.
Quraish Shihab juga sangat aktif sebagai penulis. Setiap hari Rabu dia
menulis dalam rubrik Pelita Hati. Selain itu, ia juga tercatat sebagai anggota
Dewan Redaksi majalah Ulumul Qur’an dan Mimbar Ulama. Selain kontribusinya
untuk berbagai buku suntingan dan jurnal-jurnal ilmiah, ia juga menulis buku-
buku, diantaranya: Tafsir al-Manar: Kesitimewaan dan Kelemahannya, Filsafat
Hukum Islam, Mahkota Tuntunan Ilahi, Membumikan al-Qur’an, Tafsir al-
20
Mafri Amir, Literatur Tafsir Indonesia, h. 270
20
Mishbah, Pengantin al-Qur’an, Wawasan al-Qur’an dan masih banyak lagi buku
lainnya.21
2. Riwayat Penulisan Tafsir al-Mishbah
Tafsir karya Quraish Shihab diberi nama al-Mishbah yang berarti lampu,
pelita, lentera. Dengan nama ini diharapkan berbagai persoalan umat dapat
diterangi oleh cahaya al-Qur’an. Quraish Shihab menginginkan agar al-Qur’an
dengan mudah dapat dipahami pembacanya.Tafsir ini merupakan karya besar
seorang mahasiswa Indonesia yang menuntut ilmu di Universitas al-Azhar Kairo
Mesir. Ia mulai menulis tafsirnya pada 18 juni 1999 atau 4 Rabi’ul awal 1420 H.
Tafsir al-Mishbah pertama kali diterbitkan pada tahun 2000 dan disambut
antusias oleh kaum muslimin Indonesia, khususnya para peminat kajian tafsir al-
Qur’an. Tafsir ini menggunakan bahasa yang mudah dipahami sehingga mendapat
tempat khusus di hati khalayak. Al-Mishbah menghimpun lebih dari 10.000
halaman yang memuat kajian tafsir al-Qur’an. Tafsir ini terdiri dari 15 volume,
yang menafsirkan al-Qur’an secara tahlili yaitu ayat per ayat berdasarkan tata
urutan al-Qur’an. Metode ini yang membedakan tafsir al-Mishbah dengan karya
Quraish Shihab lainnya yang menggunakan metode maudhu’i, yakni menafsirkan
ayat-ayat al-Qur’an berdasarkan topik tertentu, bukan berdasarkan tata urutannya
dalam mushaf. Seperti buku karya Quraish Shihab yang berjudul Lentera hati,
Membumikan al-Qur’an, Mukjizat al-Qur’an, Pengantin al-Qur’an, dan lain-
lain.22
Di Indonesia kejumudan kajian islam hampir merata di semua cabang
ilmu. Cabang-cabang ilmu seperti kajian Fiqih, Ushul Fiqih atau Tafsir juga tidak
21
Mafri Amir, Literatur Tafsir Indonesia, h. 272 22
Mafri Amir, Literatur Tafsir Indonesia, h. 274
21
mempunyai perkembangan yang segnifikan. Baik di pesantren atau diperguruan
tinggi.Keadaan kian diperburuk oleh kecenderungan menghakimi pendapat yang
berbeda, terkadang sampai menghakimi kafir kepada segolongan orang.
Di dalam kajian tafsir ada geliat yang cukup menarik. Dalam lima dekade
terkhir ini ada dua tafsir yang ditulis oleh sarjana Indonesia, yakni tafsir al-Azhar
karya Buya Hamka, dan tafsir al-Mishbah karya Quraish Shihab. Kedua tafsir ini
patut mendapat apresiasi karena tafsir ini mencerminkan perkembangan mutakhir
dalam pendekatan terhadap al-Qur’an. Dalam rangka memahami aspek-aspek
Aqidah, Syari’ah, dan akhlak yang terkandung dalam al-Qur’an, Quraish Shihab
menggunakan pendekatan melalui ketelitian dan keindahan redaksi al-Qur’an,
isyarat ilmiah, dan pemberitaan hal gaib masa lalu dan masa mendatang. Ketiga
pendekatan ini sangat dominan mewarnai penafsiran yang dilakukan. Tema yang
diusung oleh tafsir ini adalah Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an.23
3. Metode dan Corak Penulisan
Tafsir al-Mishbah merupakan tafsir yang didasarkan pada karya-karya
ulama modern dan kontemporer. Seperti Sayyid Muhammad Thanthawi
(pemimpin tertinggi al-Azhar), Syekh Mutawalli asy-Sya’rawi, Sayyid Qutb,
Muhammad Thahir ibn Asyur, Sayyid Muhammad Hussein at penafsih-
Thabathaba’i, dan beberapa mufasir lainnya. Selain itu penafsiran yang dilakukan
oleh Quraish Shihab berdasarkan pada pemikirannya sendiri. Maka bisa disebut
bahwa tafsir al-Mishbah merupakan tafsir bi al-ra’yi.24
Kata al-ra’yu berarti kebebasan pemikiran, cenderung berkonotasi pada
rasionalitas ijtihad terhadap bayan al-Qur’an. Al-Qur’an dianggap sebagai teks
23
Mafri Amir, Literatur Tafsir Indonesia, h. 276 24
Quraish Shihab, Muqaddimah Tafsir al-Mishbah, h. xiii
22
yang fleksibel yang memberi ruang gerak secara bebas bagi mufassir untuk
menentukan dan memberi bayan sesuai dengan kepentingannya. Kemampuan tata
bahasa, retorika, etimologi, konsep yurisprudensi, dan pengetahuan tentang hal-
hal yang berkaitan dengan wahyu dan aspek-aspek lainnya menjadi pertimbangan
para mufasir. Dengan demikian latar belakang pendidikan mufasir sangat
mempengaruhi.
Tafsir bi al-ra’yi mempunyai ranah yang cukup luas jika dibandingkan
dengan tafsir bi al ma’tsur. Hal ini disebabkan landasan dan pijakan jenis tafsir ini
adalah ijtihad, tafakkur, dan istinbath yang ada pada masing-masing mufasir.
Menafsirkan al-Qur’an dengan metode ini dikenal juga dengan tafsir al-Qur’an bi
al-Lughah. Sebab al-Qur’an diturunkan dengan bahasa Arab, sehingga
pemahaman yang kuat terhadap bahasa arab menjadi mutlak dibutuhkan. Tetapi
tidak cukup dengan hal itu. Para ulama tafsir telah menyimpulkan berbagai kaidah
untuk model penafsiran ini agar tidak menyimpang dari semestinya. Salah satunya
adalah menjadikan asbab al-Nuzul sebagai panduan dalam memahami teks al-
Qur’an.25
Metodologi tafsir yang digunakan tafsir ini adalah metode tahlili, yaitu
menafsirkan ayat demi ayat sesuai dengan susunannya dalam setiap surat.
Penekanan dalam uraian tafsir itu adalah pada pengertian kosa kata dalam
ungkapan al-Qur’an dengan merujuk kepada pandangan pakar bahasa dan ulama
tafsir, kemudian memperhatikan bagaimana kosa kata atau ungkapan itu
digunakan. Metode ini sengaja dipilih oleh Quraish Shihab karena ia ingin
25
Mafri Amir, Literatur Tafsir Indonesia, h. 281
23
mengungkapkan isi al-Qur’an secara rinci agar petunjuk-ptunjuk yang tergantung
di dalamnya dapat dijelaskan dan dipahami pembacanya.26
Dengan demikian yang dimaksud dengan metode tahlili atau analisis
adalah penjelasan tentang arti dan maksud ayat-ayat al-Qur’an dari sekian banyak
seginya yang ditempuh oleh mufasir dengan menjelaskan ayat demi ayat sesuai
urutannya di dalam mushaf melalui penafsiran kosa kata. Penjelasan asbab al-
nuzul, munasabah, serta kandungan ayat tersebut sesuai dengan keahlian dan
kecenderungan mufasir.Tafsir al-Mishbah tidak menitikberatkan kepada sebuah
madzhab penafsiran saja. Dalam arti bahwa Quraish Shihab sepertinya ingin
tampil dengan gaya penafsiran baru, tafsir madzhab Indonesia.27
Menyadari kelemahan dari metode tahlili, maka Quraish Shihab
memberikan tambahan lain dalam metode tafsrinya, yaitu dengan metode
maudhu’i. Menurutnya metode ini memiliki keistimewaan yaitu menghindarkan
yang terdapat pada metode lain. Dengan dasar tersebut Qurasih Shihab berusaha
menghidangkan bahasan tiap surat dengan menjelaskan tujuan dan tema surat.28
Secara umum dapat dikatakan tafsir di Indonesia banyak terpengaruh oleh
corak tafsir dari Mesir, yaitu banyak memakai corak tafsir adabi ijtima’i (sastra-
kemasyarakatan). Corak ini pertama kali dipandang sebagai corak tafsir
kontemporer. Tafsir dengan corak ini digunakan agar al-Qur’an lebih dekat
dengan masyarakat dan juga dapat menjawab problematika yang umat rasakan.
26
Hamdani Anwar, Telaah Kritis Terhadap Quraish Shihab dalam Mimbar Agama dan
Budaya, h. 182 27
Mafri Amir, Literatur Tafsir Indonesia, h. 286 28
M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’an, h. 117
24
Paham progresif dan modernis inilah yang kemudian muncul di Indonesia yang
ketika itu Indonesia sedang mengalami penjajahan oleh Belanda dan Jepang.29
Begitu juga dengan kitab tafsir al-Mishbah yang mempunyai lima belas
jilid ini mempunyai corak adabi ijtima’i. Dikatakan juga bahwa tafsir ini memiliki
kecenderungan lughawi. Hal ini didasarkan pada banyaknya pembahasan tentang
kata. Contohnya seperti ketika dalam menjelaskan kara ilah (Tuhan). Kata yang
darinya terbentuk kata Allah ini berakar dari kata al-Ilahah, al-Uluhah, dan al-
Uluhuyyah yang semuanya bermakna ibadah atau penyembahan. Sehingga Allah
secara harfiyah bermakna yang disembah.
Sementara ada seorang peneliti yang menulis dalam artikelnya bahwa
corak yang diikuti oleh Muhammad Quraish Shihab dalam corak tafsirnya adalah
tafsir adabi ijtima’i yaitu corak penafsiran al-Qur’an yang tekanannya bukan
hanya tafsir lughawi, tafsir fiqhi, tafsir ilmi, dan tafsir isyari, akan tetapi arah
penafsirannya ditekankan pada kebutuhan sosial masyarakat, yang kemudian
disebut corak tafsir adabi ijtima’i.30
29
Mafri Amir, Literatur Tafsir Indonesia, h. 282 30
Mafri Amir, Literatur Tafsir Indonesia, h. 283
25
BAB III
NABI YUNUS DALAM SEJARAH DAN TAFSIR
A. Sejarah Nabi Yunus
1. Biografi Nabi Yunus
Tidak ditemukan banyak riwayat hidup tentang Nabi Yunus dan nasabnya.
Hanya disebutkan namanya adalah Yunus bin Matta, Beliau mempunyai kunyah
yaitu Dzû al-Nûn.1Julukan ini diberikan karena ia ditelan oleh Nun. Al-Nûn adalah
al-hût (ikan paus).2Seperti yang disebutkan dalam firman Allah QS. al-Anbiyâ’
ayat 87:
Artinya: Dan (ingatlah kisah) Dzun Nun (Yunus), ketika ia pergi dalam
keadaan marah
Nabi Yunus juga disebut oleh Allah dengan lafazh Sâhib al- Hût yaitu
orang yang berada dalam perut ikan. Seperti yang disebutkan dalam firman Allah
QS. Al-Qalam ayat 48:
Artinya: Maka Bersabarlah kamu (hai Muhammad) terhadap ketetapan
Tuhanmu, dan janganlah kamu seperti orang yang berada dalam (perut)
ikan ketika ia berdoa sedang ia dalam keadaan marah (kepada kaumnya).
Yunus disebut dalam al-Qur‟an enam kali, empat kali menggunakan lafazh
yunus, dan dua kali menggunakan sifat, yaitu dzu al-Nûn dan Sâhib al- Hût.3 Nabi
1Hilmi Ali Sya‟bani, Silsilah Qasas al-Anbiyâ’: Yūnus ‘Alaih al-Salâm, (Beirut: Dar al-
Kutub Ilmiyah, t.t.), jilid XI, h. 3 2Al- Qurthubi, al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an, penerjemah Amir Hamzah, (Jakarta: Pustaka
Azzam, 2008), jilid 11, h. 875 3Muhammad Ali Ash Shabuniy, dkk, Kenabian Dan Para Nabi, alih bahasa: Arifin
Jamian Maun, (Yogjakarta: PT Bina Ilmu, 1993), h. 520
26
Yunus berumur 70 tahun, ia hidup pada tahun 820 - 750 SM. Ia diutus ke Negeri
Ninawa dan meninggal disana. Nama atau sebutan untuk kaumnya adalah bangsa
Asyiria di utara Irak. Nabi Yunus sudah menjadi yatim sejak dalam kandungan
ibunya. Ayahnya meninggal ketika Nabi Yunus berumur empat bulan dalam
kandungan.Nabi Yunus disebut dalam Taurat dengan nama Yunan bin Amitai.
Nabi Yunus sejak kecil mempunyai semangat yang tinggi dan pekerja keras tetapi
tingkat kesabarannya sedikit. Beliau dari umur sepuluh sampai dua puluh lima
sudah terkenal ahli ibadah, zuhud, menjauhi maksiat dan kemungkaran.4
Nabi Yunus mempunyai paman yang bernama Zakariya bin Abdan,
setelah pamannya meninggal kemudian Ia dibawa oleh istri pamannya ke Baitul
Maqdis. Disitulah Beliau diutus jadi Nabi pada usia 28 tahun. Beliau diutus oleh
Allah ke Negeri Ninawa atau sekarang dikenal dengan Negara Irak.5
Nabi Yunus hidup dan bertugas sebagai Nabi pada masa pemerintahan raja
Yerobeam II (787-744) di kerajaan utara.6 Ninawa terletak di sebelah timur sungai
Tigris di Mesopotamia utara, yang berhadapan dengan kota Mossul.Dan kota
Niniwa berada dekat dengan dua bukit yaitu bukit Kuyun dyik dan Tell Nebi
Yunus. Menurut tradisi setempat, kuburan nabi yunus terletak di atas bukit tell
nebi Yunus. Tetapi ada juga yang mengatakan letak kuburan Nabi Yunus berada
di kampung halamannya, yaitu di Gat-Hefer, beberapa kilometer dari sebelah
utama Nazaret.7
Niniwa merupakan kota yang penting dalam kerajaan Asyur. Pada abad
kesembilan sebelum masehi, Raja Asyurnasipal (884-859 SM) dan Salmanassar
4Sya‟bani, Silsilah Qasas al-Anbiyâ’, h. 5
5Sya‟bani,Silsilah Qasas al-Anbiyâ’, h. 9
6Wolfgang Bock, Nabi Yunus, (Yogjakarta: Kanisius, 2011), h. 7
7A. Th. Kramer, Tafsiran Alkitab: Kitab Yunus, (PT. BPK Gunung Mulia), h. 12
27
III (859-823 SM) bertahta di Niniwe. Kota Niniwa mengalami zaman
keemasannya pada masa kerajaan Asyur Baru. Selama periode itu, Niniwe
menjadi ibu kota kerajaan Asyur. Raja Sanherib (705-681 SM), Asarhaddon (681-
669 SM), dan Asyurbanipal (669-625 SM) memperkaya kota Niniwa dengan
membangun kuil dan istana. Ahli ilmu purbakala (arkheologi) sudah berhasil
menggali kembali istana raja Asyurbanipal pada tahun 1853. Dalam istana
tersebut ditemukan perpustakaan atau arsip, yang di dalamnya tersimpan loh batu
100.000 lebih.
Yaqut al-Hamawi berpendapat, Irak adalah nama Negeri, sedangkan al-
Irâqâni berarti kota Kufah dan Bashrah. Negeri ini dinamakan Irak karena daerah
ini merupakan dataran terendah di Jazirah Arab. Abu Qasim al-Zujaji mengutip
pandapat Ibnu al-Arabi, Irak adalah Negeri terletak di bawah wilayah Najed dan
lokasinya berdekatan dengan laut. Al-Khalil berpendapat, al-Irâq adalah tepi
pantai, dinamakan irak karena Negeri tersebut berada di tepi sungai Tigris dan
sungai Eufrat yang memanjang hingga bermuara di laut.8
Ninawa adalah ibu kota dari negara Asyiria yang terletak di sebelah
selatan Irak. Kota tersebut termasuk kota yang paling kaya, makmur dan besar
dimasa itu. Namun kelapangan rezeki dan kekayaannya yang luar biasa itu justru
menyebabkan penduduknya berdusta dan tidak mengimani Allah sebagai
Tuhannya. Mereka melakukan perbuatan yang dilarang Allah SWT, mereka juga
senantiasa berbuat kemaksiatan.9
8Muchtar Adam, Ma’rifat al-Rusul Jejak Cahaya Para Rusul,(Bandung: Makrifat Media
Utama, t.t.), h. 38 9Syahruddin El-Fikri, Situs-situs Dalam al-Qur’an, (Jakarta: Republika, 2010), h. 62
28
Di Ninawa mereka menyembah berhala dan tidak mau beriman kepada
Allah SWT. Ditengah bayang-bayang berhala dan ditengah gelap gulita
kebodohan dan kemusyrikan. Disitulah Nabi Yunus diutus untuk membawa
cahaya keimanan dan bendera tauhid. Dan menyeru kaumnya, agar menghargai
akal dan memulaikan kepala dengan tidak menggunakan kepala mereka untuk
bersujud kepada patung. Nabi Yunus menyeru mereka untuk melihat dan
merenungkan bahwa dibalik kebesaran alam yang indah ini ada Tuhan yang maha
besar, Tuhan yang maha Esa, dan tempat bergantung segala urusan. Dialah yang
lebih berhak disembah dan disucikan. Allah mengutus Nabi Yunus untuk
memberi petunjuk dan rahmat bagi kaumnya, dan membimbing untuk senantiasa
ada pada jalan-Nya yang benar. Kebodohan dan kesesatan telah menutupi hati dan
pandangan kaumnya sehingga tidak bisa merenung dan berpikir dengan benar.10
Kisah Nabi Yunus ketika ditelan ikan ini diperkirakan terjadi di
mesopotamia, di sungai ini terdapat sungai tigris yang cukup besar. Banyak ikan
berukuran besar yang tercatat hidup di sungai ini. Akan tetapi kalau pun ada ikan
air tawar berukuran besar di kawasan itu, ikan itu tidak akan cukup besar untuk
dapat menelan manusia dewasa. Ikan air tawar terbesar yang tercatat adalah ikan
arapaima gigas yang hidup di sungai amazon Amerika selatan. Berukuran 2,5
sampai 3 meter.
Ikan yang diduga menelan nabi yunus adalah ikan paus. Ikan paus adalah
mamalia, hewan menyusui yang hidup dilaut yang bernafas dengan paru-paru
seperti manusia. Ikan paus terbesar adalah paus biru. (blue whale) yang memiliki
10
Muhammad Ahmad Jadul Mawla, dkk, Qasas al-Qur’an. Penerjemah: Abdurrahmah
Assegaf, ( Jakarta: Zaman, 2009), h. 372
29
nama latin balaenoptera musculus. Panjang tubuhnya tercatat dapat mencapai 33
meter, dengan berat 180 ton.11
2. Silsilah Nabi Yunus
Garis keturunan Nabi Yunus dimulai dari Benyamin bin Ya‟qub.
Benyamin adalah saudara kandung Yusuf seibu dan sebapak. Benyamin
menurunkan Abumatta, kemudian Matta dan menurunkan Yunus as, rasul yang
ke-21 untuk bangsa Ninawa Irak.
Jika garis keturunan Nabi Yunus dilihat dimulai dari Nabi Adam maka
sebagai berikut:12
11
Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur‟an, Badan Litbang & Diklat Kementrian Agama RI,
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Hewan Dalam Perspektif al-Qur’an dan Sains
(Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur‟an, 2012), h. 300 12
Herdi Ansyah, Nama Nabi dan Rasul yang Wajib Kita Ketahui di Dalam Islam, artikel
ini diakses pada 14 Agustus 2014 dari: ilmuidirimu.blogspot.com/2013/09/25-nama-nabi-rasul-
yang-wajib-kita.html?m=0
30
3. Kisah Nabi Yunus
Yunus ibn Matta lahir di Gats Aifar, Palestina. Masyarakat menolak
ajakannya, sehingga beliau menuju ke Yafa, suatu pelabuhan di Palestina, dan
melaut menuju tempat yang dinamai Yarsyisy, suatu kota disebelah barat
Palestina. Beliau diutus sekitar awal abad kedelapan SM, dan di kuburkan di
Jaljun, suatu desa yang terletak diantara Quds di Palestina dan al- Khalil yang
31
terletak di tepi barat laut mati. Kaum nabi Yunus as. Hidup di kota Ninawa, salah
satu kerajaan Asyûr yang terletak di tepi sebelah kiri dari sungai trigis di irak dan
dibangun pada tahun 2229 SM.13
Nabi Yunus diutus oleh Allah ke negeri Ninawa, tetapi tidak dijelaskan secara
pasti letak negeri tersebut di dalam al-Qur‟an. Namun Sami ibn Abdullah al-
Maghluts yang dikutip dari buku Situs-situs Dalam al-Qur’an mengatakan,
Ninawa adalah ibu kota dari negara Asyiria yang terletak di sebelah selatan Irak.
Kota tersebut termasuk kota yang paling kaya dan besar di masa itu.14
Kelapangan rezeki dan kekayaan yang dimiliki penduduk Ninawa justru
menyebabkan sesat dan tidak beriman kepada Allah SWT. Mereka melakukan
kemaksiatan dengan menyembah berhala yang mereka buat sendiri.15
Di dalam
setiap rumah penduduk Ninawa terdapat berhala-berhala yang mereka jadikan
sesembahan. Oleh sebab itu Allah mengutus Nabi Yunus AS untuk menyadarkan
mereka dan beriman kepada Allah SWT.16
Nabi Yunus dalam dakwahnya memberikan pengertian bahwa tidak ada
gunanya menyembah berhala, yang patut disembah hanya Allah SWT, karena Ia
yang menciptakan langit dan bumi dengan segala isinya. Ajakan Nabi Yunus tidak
dihiraukan oleh mereka, sebab menyembah berhala sudah menjadi tradisi turun
menurun. Ditambah lagi Nabi Yunus adalah orang biasa, bukan dari golongan
bangsawan dan tidak mempunyai kekayaan dan kekuasaan.17
13
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbâh, jilid 12, h. 80 14
Syahruddin el-Fikri, Situs- situs Dalam al-Qur’an, (Jakarta: Republika, 2010), h. 62 15
Syahruddin el-Fikri, Situs- situs Dalam al-Qur’an,h. 62 16
Syamsul Rijal Hamid, Kisah Kesabaran Para Nabi & Rasul, (Jakarta: Penebar Salam,
1999), h. 64 17
Syamsul Rijal Hamid, Kisah Kesabaran Para Nabi & Rasul, h. 64
32
Penduduk Ninawa menyembah berhala-berhala sejak zaman nenek moyang
mereka, dan tidak ada tanda alam yang muncul untuk menjadikan mereka
meninggalkan agama yang telah mereka anut kemudian menganut agama yang
didakwahkan oleh Nabi Yunus.18
Yunus menjelaskan bahwa berhala yang
disembah di pagi dan sore hari tidak dapat memenuhi kebutuhan mereka dan juga
tidak dapat mendatangkan kemanfaatan untuk manusia atau menghilangkan
keburukan manusia. Berhala-berhala itu tidak dapat menciptakan sesuatu,
menghidupkan yang mati, menyembuhkan yang sakit, mengembalikan yang sesat.
Berhala tersebut juga tidak mampu menolak keburukan dari dirinya sendiri, dia
tidak mampu membela dirinya jika ada yang akan menghancurkannya19
Yunus menjelaskan bahwa agama yang ia dakwahkan ini memerintahkan
kepada hal-hal yang baik, meluruskan kepada hal yang benar, agama ini menyeru
kepada hal yang makruf dan melarang dari hal yang mungkar, membenci kepada
kezhaliman, mewajibkan untuk berlaku adil dan damai, menyebarkan keamanan
dan ketentraman. Agama Allah ini memotivasi untuk berlaku lembut terhadap
orang-orang miskin, berlaku santun terhadap orang fakir, memberikan makan
kepada orang-orang yang lapar, melepaskan tawanan. Semua itu merupakan hal-
hal yang mengandung kebaikan.20
Yunus adalah salah seorang bagian dari kaumnya, penduduk Ninawa mengira
bahwa tidak ada gunanya mengikuti seseorang yang martabatnya sama dengan
mereka. Nabi Yunus sungguh telah menyeru dengan lemah lembut, mendebat
dengan cara yang baik. Maka jika tidak mengikuti ajakannya maka ia peringatkan
18
Ali Muhammad al- Bajawi, dkk, Untaian Kisah Dalam al-Qur’an, penerjemah: Abdul
Hamid, (Jakarta: Darul Haq, 2007), h. 292 19
Ali Muhammad al- Bajawi, dkk, Untaian Kisah Dalam al-Qur’an, h. 292 20
Al- Bajawi, dkk, Untaian Kisah Dalam al-Qur’an, h. 292
33
akan datangnya siksaan, bencana dan kahancuran. Menurut Ali ibn Abi Talib,
Yunus diutus sebagai rasul ketika berumur 30 tahun. Dan menurut riwayat dari
Ibnu Abbas bahwa Nabi Yunus telah berdakwah selama 30 tahun.21
Ketika penduduk Ninawa mendengar ancaman akan datangnya siksa, mereka
tidak merasa takut. Kemudian Nabi Yunus tidak sanggup untuk bersabar lagi. Ia
kemudian pergi meninggalkan mereka dalam keadaan marah.22
Yunus pergi
meninggalkan kaumnya, ia berjalan sampai ke tepi sungai. Ia melihat ada
sekelompok orang yang siap berlayar menyeberangi lautan. Nabi Yunus minta
agar diperkenankan ikut berlayar bersama mereka.23
Dalam pelayaran itu, cuaca sangat tidak mendukung. Angin bertiup kencang,
gelombang ombak yang besar sehingga menghantam kapal. Khawatir akan
keselamatan seluruh penumpangnya, nahkoda kapal mengintruksikan untuk
mengurangi mauatan kapal. Barang-barang yanng dianggap tidak begitu penting
dibuang ke laut. Upaya tersebut tidak membuahkan hasil. Kemudian nahkoda
kapal melakukan pengundian agar salah seorang penumpang ada yang kelur dari
kapal.
Ketika pengundian dilakukan, nama yang muncul adalah Nabi Yunus.
Beberapa penumpang keberatan dengan nama tersebut, mengingat Nabi Yunus
adalah orang yang disegani. Kemudian dilakukan pengundian lagi, dan selalu saja
nama Nabi Yunus yang keluar. Setelah dilakukan pengundian sebanyak tiga kali,
21
Ensiklopedi al-Qur‟an : Kajian Kosakata, editor: Sahabuddin, (Jakarta: Lentera Hati, 2007),
jilid 3, h. 1114 22
Al- Bajawi, dkk, Untaian Kisah Dalam al-Qur’an, h. 293 23
Syamsul Rijal Hamid, Kisah Kesabaran Para Nabi & Rasul, h. 66
34
akhirnya Yunus menyadari, semua itu adalah takdir Allah. Maka Nabi Yunus
akhirnya merelakan dibuang di tengah laut.24
Nabi Yunus terombang-ambing oleh gelombang laut. Sesaat kemudian beliau
ditelan ikan besar yang diperintahkan oleh Allah SWT untuk menyelamatkannya.
Nabi Yunus berada dalam kegelapan perut ikan tersebut selama tiga hari tiga
malam. Nabi Yunus tidak berkeluh kesah, ia benar-benar sabar dan senantiasa
berdoa memohon ampunan kepada Allah. Di dalam perut ikan, Yunus menyadari
kesalahannya, yakni tak sabar dalam berdakwah dan meninggalkan kaumnya.25
Menurut Ibnu Hatim, Yunus berada dalam perut ikan itu selama empat puluh
hari, tetapi menurut Ja‟far Ash-Shadiq selama tujuh hari, dan tiga hari menurut
pendapat Qatadah.Sedangkan Asy-Sya‟bi mengatakan bahwa ia masuk kedalam
perut ikan pada pagi hari dan keluar dari mulut ikan pada sore hari.26
Nabi Yunus di dalam perut ikan senantiasa bertasbih dan memohon ampun
kepada Allah atas segala kesalahannya, Nabi Yunus As. juga berdoa berdoa:
Artinya: Tidak ada Tuhan selain Engkau. Maha Suci Engkau, sesungguhnya
aku termasuk orang-orang yang zhalim.
Dengan kemurahan Allah Yunus berada dalam perut ikan itu masih hidup,
karena dalam logika sangat tidak masuk akal seorang yang berada dalam ikan
paus tetapi masih hidup. Ia bertaubat, ia mengakui kesalahannya, ia hanya ingin
mengingat Tuhannya. Maka permohonannya dikabulkan oleh Tuhan. Dia pun
dilepaskan dan dikeluarkan dari dalam perut ikan.27
24
Syahruddin el-Fikri, Situs- situs Dalam al-Qur’an,h. 64 25
Syamsul Rijal Hamid, Kisah Kesabaran Para Nabi & Rasul, h. 66 26
Ensiklopedi al-Qur‟an : Kajian Kosakata, editor: Sahabuddin, (Jakarta: Lentera Hati, 2007),
jilid 3, h. 1114 27
Hamka, Tafsir al-Azhâr, jilid: 29, h. 72
35
Berkat taubatnya dan insafnya akan kesalahan yang diperbuat, maka
termasuklah dia orang pilihan Tuhan, orang yang dinaikkan tingkat martabatnya,
Dan dijadikan Nyalah dia termasuk orang-orang yang saleh. Cobaan yang begitu
pahit yang dialaminya itu menyebabkan ia berputusasa, dan insaf kesalahan
dirinya telah ditingkatkan pula derajatnya termasuk orang-orang saleh. Menurut
Nabi Yunus, kesalahan ini sangat berfaedah bagi dirinya, karena dengan itu beliau
mendapat kepribadiannya kembali.28
Allah SWT mendengar doa Nabi Yunus dan mengampuninya. Nabi Yunus
dapat keluar dari perut ikan atas izin Allah, kemudian oleh ikan itu Nabi Yunus
dilemparkan ke daratan. Kondisi Nabi Yunus sangat lemah, kemudian Allah
memulihkan kondisinya dengan memulihkan sebatang pohon dari jenis labu untuk
dimakan. Setelah beberapa saat akhirnya Nabi Yunus kembali ke Ninawa dan
kaumnya yang telah beriman. Ia kembali dan disambut umatnya yang jumlahnya
mencapai seratus ribu orang.29
B. Kisah Dalam al-Qur’an
1. Definisi Kisah
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia atau disingkat KBBI, kisah berarti
cerita tentang kajadian atau riwayat dalam kehidupan seseorang.30
Dalam Bahasa
Arab kata kisah biasa disebut dengan القصة yang diambil dari قص يقص قصا
adalah bentuk القصة .yang berarti cerita atau peristiwa yang terjadi وقصصا
28
Hamka, Tafsir al-Azhâr, jilid: 29, h. 72 29
Syahruddin el-Fikri, Situs- situs Dalam al-Qur’an,h. 64 30
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:
Balai Pustaka, 1998), h. 443
36
mashdar yang berarti mengikuti jejak.31
Seperti yang terdapat dalam firman Allah
QS. al-Kahfi ayat 64:
Artinya: Musa berkata Itulah (tempat) yang kita cari. lalu keduanya
kembali, mengikuti jejak mereka semula.
Al-Qur‟an juga menamakan pemberitaan tentang keadaan umat-umat
terdahulu dengan kisah. Qasas yang berarti juga berita atau kisah, sebagai bukti
yaitu dalam QS. Yusuf ayat 111:
Artinya: Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran
bagi orang-orang yang mempunyai akal
Dalam ulum al-Qur‟an qasas secara bahasa sama artinya dengan cerita.
Sedangkan secara istilah sama halnya dengan cerita pendek atau novel, yaitu
bentuk narasi dari sastra yang digunakan sebagai media untuk mengungkapkan
kehidupan. Sedangkan kisah dalam al-Qur‟an berarti berita mengenai hal ihwal
umat, nabi dan peristiwa-peristiwa terdahulu yang pernah terjadi.32
Pada tataran terminologi para pakar dan ulama banyak memberikan
definisi tentang kisah. Menurut as-Siba‟i al-Bayyumi yang dikutip dari buku A
Hanafi, kisah adalah setiap tulisan yang bersifat kesusastraan dan indah serta
keluar dari seorang penulis dengan maksud untuk menggambarkan suatu keadaan
tertentu (mengenai sejarah atau kesusastraan atau akhlak atau susunan
masyarakat), dengan suatu cara dimana penulis melepaskan diri dari perasaan
31
Adib Bisri, dan Munawwir A. Fatah, Kamus al-Bisri, (Surabaya: Pustaka Progressif,
1999), h. 600 32
Didin Saefuddin Buchori, Pedoman Memahami Kandungan al-Qur’an, (Bogor:
Granada Sarana Pustaka, 2005), h. 146
37
pribadinya dan fikiran yang timbul dari perasaan tersebut dan dari arah yang
dituju oleh pendapatnya itu yang sesuai dengan perasaan dan fikirannya, sehingga
pribadinya tercermin dalam penggambaran itu yang dapat mengadakannya dari
orang lain yang mempunyai tulisan yang sama.33
Definisi lain diberikan juga oleh Muhammad Khalafullah, ia menyatakan
kisah adalah suatu karya kesusastraan yang merupakan hasil khayal pembuat
kisah terhadap peristiwa-peristiwa yang terjadi atas seorang pelaku yang
sebenarnya tidak ada, atau dari seorang pelaku yang benar-benar ada tetapi
peristiwa yang terjadi pada dirinya tidak nyata terjadi, ataupun peristiwa itu benar
terjadi atas diri pelaku, tetapi dalam kisah tersebut disusun dengan seni yang
indah dimana sebagian peristiwa didahulukan dan sebagian peristiwa lain
dikemudiankan, sebagiannya disebutkan dan sebagian lagi dibuang. Atau terhadap
peristiwa yang benar-benar terjadi itu ditambahkan peristiwa baru yang tidak
terjadi pada peristiwa yang sebenarnya atau dilebih-lebihkan penggambaranya,
sehingga pelaku sejarah keluar dari kebenaran yang biasa dan sudah menjadi para
pelaku khayali.34
Kisah-kisah yang dikemukakan al-Qur‟an merupakan dokumen historis
bernilai sangat tinggi. Tidak ada keraguan sedikit pun terhadap kebenaran
informasi-informasi al-Qur‟an tersebut, serta kesesuaiannya dengan realita sejarah
yang sebenarnya terjadi. Statemen seperti ini boleh jadi tidak disetujui oleh
sementara pihak, mengingat makna atau definisi kisah dalam kajian sastra
33
A. Hanafi, Segi-segi Kesusastraan Pada Kisah-kisah al-Qur’an,(Jakarta: Pustaka
Alhusna). 1984, h. 14 34
Muhammad A. Khalafullah, judul asli; al-Fan al-Qisas al-Qur’an, diterjemahkan Al-
Qur’an Bukan Kitab Sejarah,(Jakarta: Paramadina, 2002), h. 99
38
mencakup informasi atau berita yang dihasilkan oleh khayalan. Tujuannya untuk
membangkitkan emosi, menggugah perasaan, maupun audiensnya.
Sementara itu, kisah-kisah dalam al-Qur‟an semuanya bersandar pada
hakikat yang benar-benar terjadi.35
Fakta yang menunjukkan bahwa kisah al-
Qur‟an memang dibangun secara kokoh diatas landasan peristiwa yang benar-
benar terjadi, bebas dari kebohongan dan kebatilan. Ia tegak di atas realita dan
bukan khayalan. Dengan demikian, kisah-kisah al-Qur‟an adalah pemberitaan
yang dinyatakan sendiri secara tegas oleh Allah SWT sebagai suatu kebenaran.36
Seperti dalam firman-Nya surat Ali Imran ayat 62:
Artinya: Sesungguhnya Ini adalah kisah yang benar, dan tak ada Tuhan
(yang berhak disembah) selain Allah; dan Sesungguhnya Allah, dialah
yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana
2. Ruang Lingkup Kisah
a. Unsur-unsur kisah
Unsur-unsur kisah pada umumnya terwakili pada tiga hal. Pertama, tokoh.
Kedua, peristiwa. Ketiga, dialog. Ketiga unsur ini terdapat pada semua kisah-
kisah di dalam al-Qur‟an, begitu juga terdapat pada kisah-kisah sastra biasa.
Hanya saja semua peranan ketiga unsur tersebut tidaklah sama. Terkadang ada
salah satu unsur yang lebih menonjol sedangkan unsur yang lainnya tidak. Kasus
35
Muhammad Mahmud Hijazi, judul asli; al- Wahdah al-Maudû’iyyah fî al-Qur’an al-
Karîm, diterjemahkan Kesatuan Tema Dalam al-Qur’an, (Jakarta: Gema Insani, 2010), h. 342 36
Hijazi, Kesatuan Tema Dalam al-Qur’an, h. 343
39
seperti ini terjadi juga pada kisah al-Qur‟an, karena pada umumnya kisah al-
Qur‟an bersifat pendek.37
Pertama, Tokoh pada kisah-kisah tidak hanya terdiri dari manusia, tetapi juga
malaikat, jin, hewan, bahkan tumbuhan pun ada. Kedua,peristiwa. Keterkaitan
antara berbagai peristiwa dengan tokoh pada suatu kisah merupakan faktor
terpenting untuk menarik pembaca atau pendengar kisah tersebut. Ketiga, Dialog.
Al-Qur‟an dalam menggambarkan dialognya berdasarkan atas riwayat atau
ungkapan langsung. Dialog tersebut adakalnya antara dua orang, atau satu orang
dengan sekelompok orang atau kaum, seperti kisah rasul dan kaumnya.38
b. Macam-macam kisah dalam al-Qur‟an
Kisah dalam al-Qur‟an dilihat dari segi subyek pelaku sejarah yang
ditampilkan, kisah yang terkandung di dalam al-Qur‟an secara garis besar dapat
dibagi menjadi tiga macam yaitu:39
a. Kisah para Nabi
Kisah para Nabi ini meliputi kegiatan dakwah yang dilakukan oleh para
Nabi, mukjizat dan keistimewaan mereka, perjuangan dan penderitaan yang
dialami para nabi dan pengikutnya, serta hukuman yang ditangguh oleh yang
mendustakan nabi mereka. Misalnya, kisah Nabi Ibrahim, Nabi Yunus, Nabi Nuh,
Nabi Musa, dsb.
b. Kisah tokoh-tokoh yang bukan Nabi
Di dalam al-Qur‟an banyak ditemukan kisah atau peristiwa yang terjadi
pada orang-orang tertentu yang bukan nabi atau tidak jelas kedudukannya apakah
37
A. Hanafi, Segi-segi Kesusastraan pada al-Qur’an, h. 53 38
Hanafi, Segi-segi Kesusastraan pada al-Qur’an, h. 65 39
Didin Saefudin, Pedoman Memahami Kandungan al-Qur’an, h. 147
40
nabi atau bukan. Misalnya, kisah Talut dan Jalut, Qarun, Ashabal-kahfi, Maryam,
Ashab al-Sabt, Ashab al-Ukhdud, Zulqarnain, Ashab al- Fil, dan sebagainya.
c. Kisah tentang Nabi Muhammad SAW
Kisah tentang Nabi Muhammad Saw diungkap juga dalam al-Qur‟an.
Demikian juga peristiwa-peristiwa yang terjadi di masa Nabi, seperti perang
Badar, Hijrah ke Madinah, Isra Mi‟raj dan rumah tangga Nabi.40
Sedangkan dari segi waktunya macam-macam kisah menurut Manna‟ al-
Qaththan ada tiga macam, yaitu sebagai berikut:41
a. Kisah masa lalu atau kisah sebelum Nabi Muhammad, baik tentang
para Nabi, tentang kaum yang mengikuti ajakan Nabi maupun yang
berdusta terhadap Nabi, serta akibat dari sikap masing-masing kaum.
b. Kisah pada zaman Nabi Muhammad, kisah yang dialami oleh Nabi
Muhammad sendiri, seperti kisah perang Badar, perang Hunain,
perang Tabuk, kisah Hijrah, dan kisah Isra‟ dan Mi‟rajnya Nabi.
c. Kisah yang terjadi sesudah Nabi Muhammad, seperti kisah surga dan
neraka, kisah hari kiamat, hari bangkit, dan hari akhirat.
c. Perbedaan Kisah Sastra dengan Kisah al-Qur‟an
Kisah sastra dengan kisah al-Qur‟an sepintas keduanya terlihat memiliki
perbedaan. Namun pada sisi tertentu keduanya juga memiliki persamaan.
Mayoritas kisah al-Qur‟an selalu bersebrangan atau terkadang tidak sesuai dengan
40
Didin Saefudin, Pedoman Memahami Kandungan al-Qur’an, h. 147 41
Manna‟ Khalil al-Qattan, Mabahis fî Ulum al-Qur’an, Penerjemah Muzakir As,
(Jakarta: Pustaka Litera Antar Nusa, 1998), h. 436
41
kaidah sastra yang ditetapkan ahlinya, misalnya perbedaan dalam hal kerangka,
alur dan unsur-unsur kisahnya.42
Seperti pada contoh penyampaian maksud dan tujuan kisah yang
mendahului rangkaian cerita, yaitu pada surat Yusuf ayat 7:
Artinya: Sesungguhnya ada beberapa tanda-tanda kekuasaan Allah pada
(kisah) Yusuf dan saudara-saudaranya bagi orang-orang yang bertanya.
Ayat di atas memperlihatkan maksud dan tujuan dari penyampaian kisah
Yusuf mendahului kisahnya, kemudian pada akhir kisah dijelaskan secara
terperinci maksud dan tujuannya.43
Metode generalisasi seperti itu merupakan corak khas dari kisah al-Qur‟an
dalam menyampaikan maksud dan tujuannya. Jadi dalam kisah al-Qur‟an selalu
berangkat memulai dari yang bersifat khusus menuju sesuatu yang umum. Ini
merupakan kelebihan al-Qur‟an dalam menjalankan logika emosional intuitif
untuk menggerakan jiwa-jiwa pembacanya. Metode seperti ini lebih menyentuh
nurani pembaca dibandingkan dengan metode logika formal yang bersifat
deduktif yang dimulai dari hal umum menuju hal yang khusus.44
Dalam kisah al-
Qur‟an terdapat model penyisipan komentar dan pesan-pesan khusus yang
terdapat di dalam kisah. Pola seperti ini menjadikan suatu perbedaan al-Qur‟an
dengan pola kisah-kisah sastra.45
Teknik al-Qur‟an dalam pemilihan teks pada kisahnya dapat dilihat dari
format dialog, baik dialog langsung maupun tidak langsung, penokohan dalam
42
Sulaiman alth-Tharawanah, Rahasia Pilihan Kata dalam al-Qur’an, (Jakarta: Qisthi
Press, 2004), h. 13 43
Alth-Tharawanah, Rahasia Pilihan Kata dalam al-Qur’an, h. 14 44
Alth-Tharawanah, Rahasia Pilihan Kata dalam al-Qur’an, h. 18 45
Alth-Tharawanah, Rahasia Pilihan Kata dalam al-Qur’an, h. 19
42
kisah, fase cerita, penyampaian kisah, pemilihan kata, ungkapan dan penyusunan
kalimat. Kisah kisah al-Qur‟an juga memiliki kesusastraan yang sangat
menakjubkan, meunyampaikan substansi kisah secara artistik, misalnya abstraksi
artistik melalui personifikasi atau hiperbola. Misalnya pada QS. Yusuf ayat 31:
Maka tatkala wanita-wanita itu melihatnya, mereka kagum kepada
(keelokan rupa) nya, dan mereka melukai (jari) tangannya dan berkata,
Maha sempurna Allah, ini bukanlah manusia. Sesungguhnya ini tidak lain
hanyalah malaikat yang mulia.
Deskripsi kisah di atas menunjukkan bahwa ketampanan Yusuf sulit untuk
digambarkan dengan kata-kata, dengan demikian ketampanan Yusuf dilukiskan
dengan kekaguman pawa wanita yang melihatnya, dilukiskan dengan adegan
dramatis para wanita yang tidak sadar telah memotong jari tangannya ketika
menyaksikan ketampanan wajah Yusuf.46
3. Tujuan Kisah dalam al-Qur’an
Kisah-kisah dalam al-Qur‟an merupakan salah satu cara yang dipakai al-
Qur‟an untuk mewujudkan tujuan-tujuan yang bersifat agama. Dalam
memaparkan tujuan-tujuan kisah dalam al-Qur‟an menurut Muhammad
Khalafullah disini hanya menetapkan tujuan-tujuan terpenting tetapi bukan berarti
membatasi tujuan yang lainnya yang banyak, disini hanya menjelaskan empat,
yaitu:
46
Alth-Tharawanah, Rahasia Pilihan Kata dalam al-Qur’an, h. 24
43
1. Meringankan beban atau tekakan jiwa Nabi dan orang-orang beriman
Dalam berdakwah Nabi banyak menerima cobaan dan tekanan-tekanan, sebab
sikap atau perkataan orang-orang musyrik yang senang mendustakan Nabi dan al-
Qur‟an. Pengaruh perkataan dan perilaku orang yang mendustakan nabi itu tentu
saja menjadi beban yang berat bagi Nabi, hati Nabi merasa sempit dan sesak
mendengar perkataannya. Nabi Muhammad selalu berdoa kepada Allah dalam
keadaaan batin yang tertekan, perasaan sedih, dan kadang kala terbesit muncul
rasa frustasi dan pesimis untuk terus maju.
Maka Allah menurunkan ayat tentang kisah para Nabi terdahulu, seperti Nabi
Yunus, Nabi Nuh, Nabi Ibrahim, dll. Kisah-kisah ini dimaksudkan untuk
menimbulkan rasa sabar dan teguh dalam menghadapi semua cobaan, sebab dari
kisah-kisah tersebut Nabi Muhammad mengetahui bukan hanya dirinya yang
mendapat cobaan tersebut, namun para Nabi sebelumnya pun sama.47
2. Menguatkan keimanan dan keyakinan jiwa orang-orang islam terhadap
akidah islam.
Al-Qur‟an membimbing jiwa manusia untuk mengimani, membela,
mengamalkan norma-norma yang ada di dalam al-Qur‟an. Dan keimanan manusia
tidak akan mudah goyah walaupun banyak godaan yang datang menghadang.
3. Menumbuhkan kepercayaan diri dan ketentraman atau menghilangkan
ketakutan dan kegelisahan.
Kisah-kisah sangat diperlukan dalam perjuangan dakwah islam. Al-Qur‟an
banyak menceritakan kisah kemenangan orang-orang yang berjuang di jalan Allah
47
Khalafullah, al-Qur’an Bukan Kitab Sejarah, h. 162
44
dan orang-orang beriman. Dan juga mengisahkan kekalahan dan kehancuran
orang-orang kafir yang menentang ajaran Allah.48
4. Membuktikan kerasulan Nabi Muhammad dan wahyu yang diturunkan Allah
kepadanya
4. Pesan Moral Dalam Kisah
Muhammad Quraish Shihab membedakan antara istilah etika dan moral
(akhlak) beliau mengatakan bahwa akhlak atau moral dalam ajaran agama tidak
dapat disamakan dengan etika. Sebab akhlak (moral) tidak saja berkaitan dengan
tingkah laku lahiriah. Moral mencakup pula beberapa hal yang tidak merupakan
sifat lahiriah. Misalnya yang berkaitan dengan sikap batin maupun pikiran.
Mencakup dari akhlak terhadap Allah, akhlak terhadap sesama makhluk (manusia,
tumbuh-tumbuhan, dan benda tak bernyawa).49
Menurut khalafullah, ia memberikan batasan bahwa kajian yang berkenaan
dengan norma-norma agama hanya ada tiga pokok utama yang ketiganya adalah
isu krusial yang selalu diangkat oleh kisah-kisah al-Qur‟an sebagai tema dan ide
pokok. Ketiga hal itu adalah ketauhidan (ketuhanan), kerasulan, dan
kemukjizatan. Ketiganya ini sering diangkat menjadi isu utama kisah karena
sangat relevan dengan karakteristik dakwah islam. Mayoritas kisah-kisah al-
Qur‟an termasuk dalam bagian surat-surat Makkiyah. Problem terbesar yang
menjadi sasaran dakwah islam periode Mekkah saat itu adalah isu-isu krusial yang
selalu menjadi wacana utama tiap agama. Yaitu usaha mencari titik temu yang
dapat mempertemukan semua agama.50
48
Khalafullah, al-Qur’an Bukan Kitab Sejarah, h. 171 49
M. Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an: Tafsir Maudhi’i atas Pelbagai Persoalan
Umat (Bandung: Mizan, 2001), h. 261 50
Khalafullah, al-Qur’an Bukan Kitab Sejarah, h. 305
45
Menurut Khalafullah untuk mengkaji norma-norma moral dalam teks al-
Qur‟an memiliki metode tersendiri. Pertama, pelarangan langsung terhadap
perilaku-perilaku amoral yang berlaku umum pada suatu kaum. Contohnya adalah
kebiasaan mengurangi timbangan dan ukuran. Kedua, al-Qur‟an menggunakan
satu ungkapan keheranan dan pertanyaan negatif tentang suatu perbuatan tidak
bermoral yang nyaris menjadi kebiasaan suatu umat. Ketiga, menyampaikan
kondisi moral kaum tertentu dengan menggunakan pemaparan umum. Hal ini bisa
dilihat dalam kisah Nabi Musa yang mendeskripsikan kondisi moral bangsa
Yahudi dan pengikut Fir‟aun.51
Khalafullah menyimpulkan bahwa taraf kehidupan sangat berpengaruh
dalam membentuk kepribadian seseorang. Orang kaya akan cenderung sombong
dan semena-mena sementara orang miskin akan lebih sopan dan rendah hati. Ia
juga mengatakan norma-norma yang menjadi dasar pesan kisah-kisah al-Qur‟an
sangat sedikit.52
C. Kisah Nabi Yunus Dalam Penafsiran
1. QS. Yûnus ayat 98
Surat Yunus di dalam mushaf al-Qur‟an adalah urutan surat ke sepuluh,
yaitu setelah surat at-Taubah dan sebelum surat Hud. Surat Yunus ini tergolong
surat makkiyah karena surat ini menjelaskan tentang teologi dan ideologi. Surat
yunus ayat 98 ini diklasifikasikan pada kelompok IX dari tafsir al-mishbah yaitu
dimulai dari ayat 94 sampai 103. Kelompok ayat sebelum ini mengandung
peringatan dan ancaman kepada kaum musyrikin Mekkah agar mereka tidak
mengalami seperti yang dialami oleh kaum nabi-nabi sebelumnya.Maka pada
51
Khalafullah, al-Qur’an Bukan Kitab Sejarah, h. 308 52
Khalafullah, al-Qur’an Bukan Kitab Sejarah, h. 309
46
kelompok ayat ini dijelaskan kepada mereka bahwa ancaman yang disampaikan
itu benar, dan bukti kebenaran Nabi Muhammad saw. dapat mereka temukan pada
kesaksian ahl al-kitab.53
Artinya: Dan Mengapa tidak ada (penduduk) suatu kota yang beriman, lalu
imannya itu bermanfaat kepadanya selain kaum Yunus? tatkala mereka
(kaum Yunus itu), beriman, kami hilangkan dari mereka azab yang
menghinakan dalam kehidupan dunia, dan kami beri kesenangan kepada
mereka sampai kepada waktu yang tertentu54
Menurut Rasyîd Ridâ, ayat diatas berisi pelajaran yang Allah sampaikan
kepada Nabi Muhammad Saw melalui kisah kaum Nabi Yunus yang diselamatkan
dari siksaan karena beriman kepada ajaran yang dibawa oleh Nabi Yunus. Kata
“laula” menunjukkan arti penyayangan yang meniscayakan adanya pengingkaran
atau perbedaan antara keinginan dan kenyataan. Sedangkan yang dimaksud
redaksi Qaryah adalah penghuni atau penduduk desa, bukan desa sebagai salah
satu tempat tinggal.55
2. QS. Al-Anbiyā’ ayat 87-88
Surat al-Anbiyâ’ adalah surat ke 21 yang berada setelah surat Tâhâ dan
sebelum surat al-Hajj.Pada permulaan surat al-Anbiya‟ ayat-ayatnya menjelaskan
tentang kenabian yang kemudian dilanjutkan tentang keniscayaan hari kiamat.
Surat al-Anbiya‟ ayat 87-88 ini diklasifikasikan pada kelompok ayat ke IV yaitu
kelompok surat al-Anbiya‟ dari ayat 48 sampai 91. Kelompok ayat ini berbicara
tentang kenabian dengan menguraikan kisah kelompok nabi-nabi yang pernah
53
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbâh,(Jakarta: Lentera Hati, 2002), jilid 6, h. 156 54
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbâh, jilid: 8, h. 162 55
Rasyid Ridâ, Tafsir al- Manâr, (Bairut: Dar al-Ma‟rifah,t.t), jilid. 11, h. 482
47
diutus Allah SWT kepada umat manusia.56
Demikian adalah QS. Al-Anbiya’ ayat
87 sampai 88:
Artinya: Dan (ingatlah kisah) Dzun Nun (Yunus), ketika ia pergi dalam
keadaan marah, lalu ia menyangka bahwa kami tidak akan
mempersempitnya (menyulitkannya), Maka ia menyeru dalam keadaan
yang sangat gelap Bahwa tidak ada Tuhan selain Engkau. Maha Suci
Engkau, Sesungguhnya Aku adalah termasuk orang-orang yang zalim.
Maka kami Telah memperkenankan doanya dan menyelamatkannya dari
pada kedukaan. dan Demikianlah kami selamatkan orang-orang yang
beriman.
Dzâ al-Nûn yang di maksud disini adalah Nabi Yunus. Al-Nûn bermakna
al-Hût yang berarti ikan paus. Dan Dzâ bermakna memiliki atau ahli. Allah
menyandarkan Nabi Yunus dengan julukan tersebut karena ikan paus telah
menelan Nabi Yunus.57
Fa Zanna An Lan Naqdira ‘Alaih ayat tersebut di dalam tafsir ada dua
makna, dan keduan makna tersebut tidak saling bertentangan. Makna yang
pertama adalah Allah tidak akan menyempitkan di dalam perut ikan. Kata Qadara
bermakna Ḏayiqa. Seperti yang terdapat dalam firman Allah. ﴿
) yaitu Allah menyempitkan rizki atas segala sesuatu. Kemudian makna yang
kedua adalahLan Naqdiya (Allah tidak menetapkan). Qadara bermakna qaddara
dengan bertasydid. Seperti dalam firman Allah Fa al-Taqâ al-Mâu ‘Alâ Amru
56
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbâh, jilid 8, h. 463 57
Muhammad al-Amin Al-Syinqiti, Adwa’ al-Bayân fî Idâh al-Qur’an bi al-Qur’an,
(Qahrah: Maktabah Ibnu Taimiyah, t.t), jilid. 4, h. 745
48
Qad Qudira, bermakna Allah telah menetapkan. Adapun pendapat yang
mengartikan kata qadara dengan makna al-Qudrah yang berarti kekuasaan atau
kesanggupan itu adalah pendapat yang salah58
Idz dzahaba mughâdiban (ketika ia pergi dalam keadaan marah), ada yang
mengatakan bahwa ia marah terhadap kaumnya karena mereka terus menerus
membangkang dan keras kepala. Maka ia pun pergi melarikan diri dan tidak sabar
terhadap penganiayaan mereka. Padahal Allah memerintahkannya untuk tetap
bersama mereka dan menyeru mereka. Maka dosanya adalah kepergiannya dari
antara kaumnya tanpa seizin Allah.59
Diriwayatkan dari al-Dhahak bahwa Yunus pergi dalam keadaan marah
terhadap kaumnya, karena tidak menerima dakwahnya, padahal ia adalah utusan
Allah, mereka kufur maka layak untuk dimarahi karena setiap orang boleh marah
terhadap kaumnya karena Allah.
Ada juga yang mengatakan bahwa Yunus pergi sebelum menjadi nabi pada
waktu itu, kemudian ia diperintahkan oleh salah seorang raja Bani Israil agar
datang ke Ninawa untuk berdakwah berdasarkan perintah syari‟at. Maka ia
tersinggung karena kepergiannya kepada mereka disebabkan perintah seseorang
yang bukan Allah, maka ia pun marah terhadap sang raja. Tatkala ia selamat dari
perut ikan, Allah mengutusnya kepada kaumnya, lalu ia pun berdakwah dan
mereka beriman.60
Al-Qusyairi mengatakan yang benar adalah kemarahan ini
terjadi setelah Allah mengangkatnya menjadi rasul.61
58
Al-Syinqiti,Adwa’ al-Bayân fî Idâh al-Qur’an bi al-Qur’an, jilid. 4, h. 746 59
Al-Qurthubi, Aljami’ li Ahkâm al-Qur’an, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2008), h. 877 60
Al-Qurthubi, Aljami’ li Ahkâm al-Qur’an, jilid: 11, h. 879 61
Al-Qurthubi, Aljami’ li Ahkâm al-Qur’an, jilid: 11, h. 879
49
Ada yang mengatakan bahwa diantara tradisi kaumnya adalah membunuh
orang yang dituduh berdusta, maka ia khawatir dibunuh, karena Yunus dituduh
berdusta dengan mengaku menjadi Nabi dan membawa agama baru. Maka ia pun
marah. Lalu ia pergi melarikan diri sampai akhirnya ia menumpangi perahu.
Berbeda dengan pendapat al-Syinqiti, ia mengatakan kata mughâdiban
diartikan Nabi Yunus marah kepada kaumnya. Ia bermakna Mufâ’alah (saling)
yaitu Nabi Yunus marah kepada kaumnya dan memisahkan diri karena akan
datangnya azab untuk kaumnya. Dan kaum Nabi Yunus marah ketika diajak untuk
beriman kepada Allah yang kemudian mereka tidak mengikuti Nabi Yunus, dan
Nabi Yunus mengancam akan datangnya azab.62
Pendapat yang lain dari Ibnu Mas‟ud, Hasan, Syu‟bi, Sa‟id Ibnu Jarir
mengartikan kata mughâdiban dengan Nabi Yunus marah karena Allah. Dan
pendapat ini adalah sahih. Dijelaskan bahwa Nabi Yunus Marah kepada kaumnya
karena perbuatannya yang telah kufur kepada Allah dan ingkar kepada Allah.63
Nabi Yunus marah kepada mereka, dan dia menyangka bahwa yang
demikian itu itu adalah boleh. Dia marah karena Allah, dia marah kepada orang
kafir dan ahlinya. Maka kemudian ia mendapat ujian kesabaran dari Allah tatkala
ia meninggalkan kaumnya dan dia ditelan ikan.64
Kata zâlim dalam Kamus Kontemporer Arab-Indonesia berarti, yang tidak
adil, sewenang-wenang, yang melampaui batas.65
Kata al-Mu’min terambil dari
kata amina. Semua kata yang terdiri dari huruf-huruf alif, mim, dan nun,
62
Al-Syinqiti,Adwa’ al-Bayân fî Idâh al-Qur’an bi al-Qur’an, jilid. 4, h. 747 63
Al-Syinqiti,Adwa’ al-Bayân fî Idâh al-Qur’an bi al-Qur’an, jilid. 4, h. 747 64
Muhammad Ali Ash-Shabuny, al-Nubuwwah wa al- Anbiyâ’. Penerjemah Arifin Jamian
Ma‟un, (Surabaya: Bina Ilmu, 1993), h. 126 65
Atabik Ali, dan Ahmad Zuhdi Muhdlor, Kamus Kontemporer Arab-Indonesia,
(Yogjakarta: Yayasan Ali Maksum Pondok Pesantren Krapyak, 1996), h. 1248
50
mengandung makna pembenaran dan ketenangan hati. Seperti iman, amanah, dan
aman. Amanah adalah lawan dari khianat, yang melahirkan ketenangan batin,
serta rasa aman karena adanya pembenaran dan kepercayaan terhdap sesuatu,
sedang iman adalah pembenaran hati dan kepercayaan terhadap sesuatu.
Menurut imam ghazali dalam Ensiklopedia al-Qur’an: Kajian Kosakata,
kata mu’min adalah yang kepadanya dikembalikan rasa aman dan keamanan
melalui anugerah tentang sebab-sebab perolehan rasa aman dan keamanan itu,
serta dengan menutup segala jalan yang menimbulkan rasa takut.
Wa kadzâlika nunjî al-mu’minîn (Dan demikianlah Kami selamatkan
orang-orang yang beriman). Ayat ini mengindikasikan bahwasanya tidaklah dari
seorang mukmin tertimpa kesulitan dan kegalauan sampai ia berdoa kepada Allah
dengan sepenuh hati dan berdoa dengan ikhlas, kemudian Allah akan
menyelamatkannya. Allah menyelamatkan Nabi Yunus adalah merupakan
penyerupaan penyelamatan kepada orang-orang yang beriman.66
3. QS. As-Sāffāt ayat 139-148
Surat as-Saffât ini ada pada urutan surat ke 37 dalam mushaf al-Qur‟an. Ia
berada setelah surat Yâsîn dan sebelum surat Sâd dalam juz ke 23. Surat As-Saffât
ayat 139-148 diklasifikasikan pada kelompok ayat ke sembilan dari tafsir al-
mishbah. Pada kelompok ayat ini diceritakan tentang kisah Nabi Yunus, begitu
juga dengan pengelompokkan sebelum kelompok sembilan, yaitu misalnya pada
kelompok delapan yang membahas kisah Nabi Luth as.67
66
Al-Syinqiti,Adwa’ al-Bayân fî Idâh al-Qur’an bi al-Qur’an, jilid. 4, h. 750 67
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbâh, jilid.12, h. 78
51
Artinya: Sesungguhnya Yunus benar-benar salah seorang rasul.
(Ingatlah) ketika ia lari ke kapal yang penuh muatan. Kemudian ia ikut
berundi lalu dia termasuk orang-orang yang kalah dalam undian.Maka ia
ditelan oleh ikan besar dalam keadaan tercela. Maka kalau sekiranya dia
tidak termasuk orang-orang yang banyak mengingat Allah. Niscaya ia
akan tetap tinggal di perut ikan itu sampai hari berbangkit.Kemudian
kami lemparkan dia ke daerah yang tandus, sedang ia dalam keadaan
sakit.Dan kami tumbuhkan untuk dia sebatang pohon dari jenis labu.Dan
kami utus dia kepada seratus ribu orang atau lebih.Lalu mereka beriman,
Karena itu kami anugerahkan kenikmatan hidup kepada mereka hingga
waktu yang tertentu.
Kata abaqa berarti lari untuk menghindar. Nabi Yunus as yang
meninggalkan kaumnya karena takut ancaman mereka atau merasa tidak mampu
lagi menjalankan tugas. Diperumpamakan kedaannya dengan seorang hamba
sahaya yang lari dari tuannya. Idz Abaqa (tatkala ia lari), orang Arab mengatakan
seperti budak yang melarikan diri. Sebab Nabi Yunus keluar sebelum mendapat
izin dari Allah, dan yang demikian itu dinamakan melarikan diri.68
Nabi Yunus
keluar dan membebaskan diri karena ia takut mendapat hinaan kaumnya, Nabi
Yunus telah mengabarkan bahwa akan datang azab dalam waktu dekat tetapi azab
itu belum juga turun. Maka Nabi Yunus keluar dalam keadaan marah kepada
kaumnya.69
68
Al-Syinqiti,Adwa’ al-Bayân fî Idâh al-Qur’an bi al-Qur’an, jilid. 4, h. 748 69
Muhammad Ali Ash-Shabuny, al-Nubuwwah wa al- Anbiyâ’. Penerjemah Arifin
Jamian Ma‟un, (Surabaya: Bina Ilmu, 1993), h. 126
52
Undian, sejak dahulu digunakan seseorang untuk memutuskan perkara
yang pelik. Namun perlu dicatat bahwa tidak semua permasalahan harus
diselesaikan dengan undian. Ini bisa dilakukan jika semua memiliki hak dan
kemampuan yang sama dan tidak diketehui siapa yang seharusnya diikutkan demi
kemaslahatan. Memngundi siapa yang seharusnya ditenggelamkan dan dibunuh
tidak dibenarkan sama sekali. Yang terjadi pada Yunus as. ini adalah adat dan
kebiasaan masyarkat.
Fa Sâhama diartikan dengan qâri’ yang berarti memilih. Bahwasanya
meletakkan penumpang yang undiannya keluar maka akan dilempar ke laut. Fa
Kâna Min al-Mudhadîn, diartikan maghlûbîn yang berarti tergelincir. Bahwasanya
nama yang keluar dari undian, maka pemilik nama tersebut akan dilempar
kelaut.70
Wa matta’nâhum ilâhîn, yaitu kenikmatan itu bermanfaat sampai pada
zaman ditentukannya, umur dari masing-masing kaum tersebut. Mereka hidup
untuk mempersiapkan kehidupan setelahnya yaitu kehidupan akhirat. Dan
kenikmatan itu tidak lagi didapat pada kehidupan akhirat. Artinya nasib mereka di
kehidupan akhirat ditentukan oleh amalan mereka yang sudah dilakukan di
dunia.71
4. QS. Al-Qalam ayat 48-50
70
Al-Syinqiti,Adwa’ al-Bayân fî Idâh al-Qur’an bi al-Qur’an, jilid. 4, h. 748 71
Rasid Riḍ â, Tafsir al- Manâr, jilid. 11, h. 483
53
Artinya: Maka Bersabarlah kamu (hai Muhammad) terhadap ketetapan
Tuhanmu, dan janganlah kamu seperti orang yang berada dalam (perut)
ikan ketika ia berdoa sedang ia dalam keadaan marah (kepada
kaumnya).Kalau sekiranya ia tidak segera mendapat nikmat dari
Tuhannya, benar-benar ia dicampakkan ke tanah tandus dalam keadaan
tercela.Lalu Tuhannya memilihnya dan menjadikannya termasuk orang-
orang yang saleh.
Surat Al-Qalam sesuai dengan urutan pada mushaf al-Qur‟an yaitu surat ke
68, berada pada ayat setelah surat al-Mulk dan sebelum surat al-hâqqah pada juz
29.Surat al-Qalam termasuk kelompok surat makkiyah yang menitik beratkan
pada pokok-pokok akidah islam dan keimanan. Surat al-Qalam ayat 48-50 ini
berada pada kelompok kedua dalam tafsir al-mishbah. Pada pengelompokkan ayat
ini dijelaskan bahwa tidak ada alasan yang logis untuk kaum musyrikin dapat
menolak al-Qur‟an atau tidak mempercayainya.72
Sedangkan menurut al-Shabuny dalam tafsirnya Safwat al-Tafâsîr bahwa
kandungan pokok Surat al-Qalam membicarakan tiga hal pokok, yaitu:73
1. Masalah risalah dan rintangan yang ditebarkan oleh kafir Mekkah
terhadap dakwah Nabi Muhammad Saw.
2. Kisah pemilik kebun yang ingkar untuk menjelaskan akibat dari
kekafiran kepada nikmat Allah SWT.
3. Situasi kehidupan akhirat dan praharanya serta apa yang disediakan
Allah untuk kedua kelompok; mukmin dan kafir.
Ayat diatas menunjukkan pada kelompok surat pertama. Kisah Nabi
Yunus ini disebutkan untuk dijadikan contoh dan diambil pelajaranya sehingga
dapat menetapkan dan mengukuhkan risalah Nabi Muhammad saw. Nabi
72
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbâh, jilid.14, h. 401 73
Muhammad Ali ash-Shabuny,Safwat al-Tafâsîr, Penerjemah: Yasin, (Jakarta: Pustaka
al- Kautsar, 2001), jilid. 5, h. 435
54
Muhammad diperintahkan untuk bersabar atas gangguan orang kafir. Sebab apa
yang dialaminya dalam menyampaikan dakwah juga dialami Nabi Yunus As.74
Ayat diatas disebutkan untuk ditujukan kepada Nabi Muhammad. Nabi Yunus
diceritakan pergi dan marah kepada kaumnya. Ia tidak bersabar, perintah sabar
tersebut ditujukan untuk Nabi Muhammad. Dan larangan kepada Nabi
Muhammad untuk menjadi seperti Nabi Yunus yang kurang sabar.75
Makzûm diartikan mamlû’ Ghamman artinya kerisauan yang sangat.
Sedangkan menurut Ibnu Abbas dan Mujahid dan dari riwayat „Atâ‟ dan Abu
Malik bahwa kata makzûm diartikan dengan kerisauan dan kesulitan. Menurut al-
Mawardi perbedaan antara gham dengan karb, bahwa gham adanya di hati. Dan
karb adanya dijiwa. Ada juga yang berpendapat makzûm diartikan dengan
tertahan, yaitu menahan emosi dan menahan amarah.76
74
Ash-Shabuny,Safwat al-Tafâsîr, jilid. 5, h. 435 75
Al-Syinqiti,Adwa’ al-Bayân fî Idâh al-Qur’an bi al-Qur’an, jilid. 4, h. 749 76
Al-Syinqiti,Adwa’ al-Bayân fî Idâh al-Qur’an bi al-Qur’an, jilid. 4, h. 749
55
BAB IV
ANALISIS PENAFSIRAN AYAT TENTANG NABI YUNUS
A. Penafsiran Menurut Hamka dan Quraish Shihab
1. QS. Yûnus ayat 98
Artinya: Dan mengapa tidak ada (penduduk) suatu kota yang beriman,
lalu imannya itu bermanfaat kepadanya selain Nabi Yunus? Tatkala
mereka (kaum Yunus) beriman, kami hilangkan dari mereka azab yang
menghinakan dalam kehidupan di dunia, dan kami beri kesenangan
kepada mereka sampai kepada waktu tertentu
Hamka dalam tafsirnya juga menjelaskan bahwa kata Falaulâ adalah
gabungan dari tiga huruf, yaitu dari kata fa artinya maka, lau artinya jikalau, dan
lâ artinya tidak. Tetapi terkadang jika ketiga huruf tersebut digabungkan maka
tidak bermakna “maka jikalau tidak” tetapi ia bermaksud sebagai tahdîd yaitu
anjuran atau penyesalan, yang berarti alangkah baiknya, atau sekiranya. Maka
ayat ini sangat menyayangkan negeri-negeri yang menantang ajaran dan ajakan
Nabi-nabi. Padahal kalau sekiranya mereka mengikuti seruan dan ajakan Nabi-
nabi itu akan bermanfaat bagi mereka, dan mereka terlepas dari adzab.1
Di dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Mawardi dari Ibnu
Mas‟ud bahwasanya Rasulullah Saw pernah menceritakan bahwa Nabi Yunus itu
telah datang pada mulanya kepada kaumnya itu menyampaikan dakwah Allah
agar mereka kembali kepada agama yang benar. Tetapi kaum itu ingkar dan
menolak. Karena iba hati ia melihat keingkaran kaumnya, beliau pergi dan
1Hamka,Tafsir al-Azhâr, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1983), jilid XI, h. 318
56
berlayar. Ia pergi meninggalkan ancaman pada kaumnya bahwa kalau mereka
tidak bertaubat maka akan turun azab dari Allah. Setelah Nabi Yunus pergi
kaumnya merasa menyesal dan bertaubat sehingga Allah tidak menurunkan azab
tersebut kepada kaum Yunus.
Ketika ia berlayar dengan kapal yang penuh muatan, maka nahkoda kapal
mengundi siapa yang akan di lempar kelaut untuk mengurangi muatan kapal.
Kemudian nama Nabi Yunus keluar dari undian tersebut. Lalu ia dilemparkan ke
laut agar kapal bisa meneruskan pelayaran. Kemudian Nabi Yunus ditelan oleh
ikan Paus, dan ia menyesali kesalahan beliau ketika meninggalkan kaumnya.
Kemudian Allah melepaskan ia dari dalam perut ikan. Setelah Nabi Yunus
dimuntahkan oleh ikan ia kembali kepada kaumnya yang telah bertaubat.
Diriwayatkan jumlah kaum Nabi Yunus lebih dari seratus ribu orang. Allah
menghindarkan azab kepada mereka kemudian Nabi Yunus dan kaumnya hidup
bahagia, mengerjakan perintah Allah sampai kepada waktu tertentu yaitu menurut
ajal mereka masing-masing.2
Ayat di atas menyatakan, dan mengapa atau sungguh disayangkan tidak
ada penduduk dari suatu kota, yang Allah telahmengutus seorang rasul kepada
kaumnya untuk beriman sebelum datangnya siksa, sehingga iman tersebut bisa
bermanfaat baginya, kecuali kaum Yunus. Ketika kaum Yunus tersebut melihat
tanda-tanda kehadiran azab, maka mereka segera beriman dan menyadari
kesalahan mereka, maka karena itu azab tersebut diangkat oleh Allah.3
Kata laulâ yang diterjemahkan di atas dengan makna, mengapa adalah
kata yang digunakan untuk mendorong. Tentu saja sesuatu yang didorong adalah
2 Hamka, Tafsir al-Azhar, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1894), h. 318
3M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbâh, jilid: 6, h. 162
57
yang diharapkan terjadi. Ayat di atas membicarakan umat terdahulu yang sudah
binasa. Lafazh laulâ disini tidak mungkin dipahami dengan mendorong, tetapi
lebih sesuai jika dipahami sebagai tanda tanya dan gambaran tentang kecaman dan
penyesalan atas perbuatan yang tidak seharusnya dilakukan dan perbuatan yang
harusnya dilakukan pada masa lalu, karena perbuatan yang di masa lalu adalah
perbuatan yang baik, dan seharusnya seseorang didorong dan mendorong untuk
melakukannya.
Ayat ini merupakan ancaman kepada kaum musyrikin Mekah. Sementara
ulama berpendapat bahwa kaum musyrikin mekah pada zaman Nabi Muhammad
serupa keadaannya dengan kaum Nabi Yunus. Mereka pada akhirnya berduyun-
duyun memeluk islam dan mempercayai Nabi Muhammad saw.
Menurut Quraish Shihab, mengutip pendapat Sayyid Quthb ada dua hal
penting mengenai ayat ini.4
Pertama, ayat ini menghimbau kepada para pendurhaka untuk bertaubat
dari kesalahan yang telah dibuat, semoga mereka pun dapat selamat sebagaimana
keselamatan yang didapatkan oleh kaum Yunus. Kedua, keselamatan yang
dialami kaum Yunus ini tidak berarti sunnatullah, mereka dibiarkan bersenang-
senang untuk sekian lama, karena sunnah Allah adalah menjatuhkan siksa bagi
mereka yang terus membangkang sampai datangnya siksa. Kaum Nabi Yunus
sadar ketika sebelum datangnya siksa itu.
Ayat ini juga berarti peringatan kepada kaum Quraisy, bahwa jika mereka
segera bertaubat dan tidak terus menerus menentang Allah, Allah akan menerima
4 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbâh, , h. 163
58
taubatnya. Ini juga peringatan halus kepada para pemimpin agar jangan patah hati
melihat keingkaran kaumnya.5
2. QS. Al-Anbiyâ’ ayat 87-88
Artinya: Dan (ingatlah kisah) Dzû al-Nûn (Yunus), ketika ia pergi dalam
keadaan marah, lalu ia menyangka bahwa kami tidak akan
mempersempitnya (menyulitkannya), maka ia menyeru dalam keadaan
yang sangat gelap bahwa tidak ada Tuhan selain Engkau. Maha Suci
Engkau, sesungguhnya aku adalah termasuk orang-orang yang zalim.
Maka Kami telah memperkenankan doanya dan menyelamatkanya dari
pada kedukaan. Dan demikianlah Kami selamatkan orang-orang yang
beriman
Pendapat diatas sejalan dengan apa yang dikatakan Quraish Shihab bahwa
Kata naqdir dalam firman-Nya bukan terambil dari kata Qudrah yang berarti
kuasa atau mampu, tetapi ia terambil dari kata al-qadr yang berarti sempit.
Memang mustahil seorang nabi meragukan kodrat dan kuasa Allah. Yang di
maksud qudrah disini adalah beliau meninggalkan kaumnya tanpa izin Allah.
Tetapi kemudian beliau ditelan oleh ikan besar, sehingga selama dalam perut ikan
beliau hidup dalam kesempitan, bukan saja kesempitan ruang, tetapi kesempitan
yang lebih dan kesesakan hati.6
Nabi Yunus pergi dalam keadaan marah kepada kaumnya. Kaumnya
disebutkan berjumlah seratus ribu atau lebih. Yunus menduga bahwa
kesalahannya meninggalkan tugas tersebut tidak dituntut tanggung jawabnya atau
5 Hamka, Tafsir al-Azhâr, jilid: 29, h. 72
6M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbâh,h. 498
59
Allah tidak akan memberi peringatan. Disebutkan bahwa Yunus pergi ke
pelabuhan Jafa, menuju ke Negeri Terbis.7
Nabi Yunus dalam tiga hari tiga malam lamanya berada di dalam ikan
paus. Nabi Yunus marah kepada kaumnya penduduk Ninawa. Ia marah kepada
mereka yang jumlahnya mencapai 100.000 atau lebih sedikit. Karena ketika dia
diutus Tuhan menyampaikan dakwah kepada kaumnya. Mereka tidak mau
menerimanya, mereka masih tetap saja dalam kekafirannya. Maka ia pun pergi
dari tempat itu. Ia meninggalkan tugas dan tanggung jawabnya. Ia menyangka
bahwa kesalahannya meninggalkan tugas itu tidak akan dituntut tanggung
jawabnya atau tidak akan ada peringatan dati Tuhan.
Pada pangkal ayat 88 bahwa permohonannya dikabulkan Allah,
penyesalannya didengar oleh Allah. Bahwa orang yang mengaku beriman, tidak
akan terlepas dari cobaan, meskipun Nabi Yunus mengaku telah termasuk dalam
orang yang zhalim karena marah pada kaumnya, dia telah merasakan bahwa
jatuhnya undian kepada dirinya untuk dilemparkan ke laut adalah peringatan
pertama dari Allah, kemudian datang ikan lalu menelannya adalah peringatan
kedua.8
Tetapi Allah Maha Bijaksana, disebutkan bahwa Yunus bukan termasuk
orang yang zalim melainkan orang yang beriman. Penderitaan yang dialaminya itu
bukan merupakan azab atau peringatan dari Allah melainkan cobaan Allah kepada
hamba-Nya yang beriman, dan Allah selalu menyelamatkan hambanya yang
7Hamka, Tafsir al-Azhâr, jilid: 17, h. 104
8Hamka, Tafsir al-Azhâr, jilid: 17, h. 105
60
beriman. Diperingatkan kejadian Nabi Yunus ini kepada Nabi Muhammad agar
beliau ingat perlakuan yang beliau terima dari kaumnya.9
3. QS. As-Sâffât ayat 139-148
Artinya: Sesungguhnya Yunus benar-benar salah seorang rasul.
(ingatlah) ketika ia lari ke kapal yang penuh muatan. Kemudian ia ikut
berundi lalu ia termasuk orang-orang yang kalah dalam undian. Maka ia
ditelan oleh ikan besar dalam keadaan tercela. Maka kalau sekiranya dia
tidak termasuk orang-orang yang banyak mengingat Allah. Niscaya ia
akan tinggal di perut ikan itu sampai hari berbangkit. Kemudian Kami
lemparkan dia ke daerah yang tandus, sedang ia dalam keadaan sakit.
Dan kami tumbuhkan untuk dia sebatang pohon dari jenis labu. Dan
Kami utus dia kepada seratus ribu orang atau lebih. Lalu mereka
beriman, karena itu anugerahkan kenikmatan hidup kepada mereka
hingga waktu tertentu.
Diantara Nabi-nabi dan Rasul-rasul Allah yang berjumlah banyak itu ada
seorang Rasul Allah yang bernama Yunus. Ketika ia lari ke kapal yang penuh
muatan. Maksud dari ayat tersebut adalah ia lari atau mengelakkan diri dari
kewajiban. Ibarat seorang prajurit yang menghadapi musuh di medan perang, tiba-
tiba menghilang keluar dari barisan entah ke mana. Atau sebagai seorang yang
tengah menjalani hukuman kurung, sebelum masa hukuman habis ia lari. Nabi
9Hamka, Tafsir al-Azhâr, jilid: 17, h. 105
61
Yunus yang diacuhkan kaumnya ketika berdakwah sehingga ia merasa kecewa,
marah, sehingga timbul perasaan untuk meninggalkan Negeri Ninawa.10
Para ulama berbeda pendapat dalam mengungkap tujuan diadakannya
undian tersebut. Ada yang menyatakan untuk menghindari tenggelamnya kapal
yang penuh muatan. Ada juga yang mengatakan karena kapal tersebut diserang
oleh ikan paus, sehingga harus melemparkan seseorang untuk mengelakkan
serangan itu. Ada juga yang mengatakan karena saat itu ada ombak besar, sebagai
suatu petanda adanya salah seorang penumpang yang durhaka dan harus
diturunkan.11
Yunus ditelan ikan besar, kalau sekiranya Yunus itu tidak termasuk
orang-orang yang banyak mengingat dan menyucikan Allah, niscaya ia akan tetap
tinggal di perut ikan itu sampai hari kebangkitan nanti. Tetapi karena ia selalu
menyucikan Allah, maka setelah sekian lama, konon tiga hari, atau sehari
semalam, atau juga beberapa saat kami melemparkannya keluar dari perut ikan
hingga terdampar di daerah yang tandus, sedang ia dalam keadaan sakit fisiknya.12
Menurut Quraish Shihab dalam tafsirnya mengatakan: Peristiwa yang
dialami Nabi Yunus secara hukum alam tidak mustahil terjadi, atau mustahil
hampir tidak pernah terjadi. Mustahil ada dua macam. Ada mustahil menurut akal
seperti jika “anak lahir sebelum bapaknya”, dan ada juga mustahil menurut
kebiasaan, peristiwa yang dialami Nabi Yunus.
Peristiwa seperti ini ada dua kemungkinan. Pertama, bisa jadi ikan paus
itu termasuk jenis paus besar yang bersirip tapi tidak mempunyai gigi seperti yang
ada pada laut tengah. Panjangnya bisa mencapai 20 meter. Nabi Yunus berada di
10
Hamka, Tafsir al-Azhâr, jilid: 23, h. 163 11
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbâh, jilid 12, h. 81 12
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbâh, jilid 12, h. 82
62
langit-langit mulutnya sehingga ia dilempar karena paus tersebut merasakan sesak
pada tenggorokannya. Kedua, bisa jadi paus itu berjenis paus besar yang bergigi
dan panjangnya mencapai 20 meter, yang ditemukan di laut tengah. Ia biasa
memangsa hewan-hewan besar yang panjangnya mencapai tiga meter.13
Nabi Yunus adalah seorang yang selama ini selalu bertasbih kepada
Allah. Begitu juga ketika ia ada dalam perut ikan , ia selalu bertasbih kepada
Allah. Dengan melafalkan doa sebagai berikut:14
Artinya: Tidak ada Tuhan selain Engkau. Maha Suci Engkau,
sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang zhalim.
Doanya didengar oleh Allah, maka ia pun dibebaskan dan dilemparkan
ke tanah tandus. Setelah dilemparkan di daerah tandus, Allah melimpahkan
rahmat-Nya. Kami tumbuhkan untuk kepentingannya sabatang pohon sejenis labu
sehingga daunnya dapat digunakan untuk berlindung dan buahnya dapat beliau
makan.15
4. QS. Al-Qalam ayat 48-50
Artinya: Maka bersabarlah kamu (hai Muhammad) terhadap ketetapan
Tuhanmu, dan janganlah kamu seperti orang yang berada dalam (perut)
ikan ketika ia berdoa sedang ia dalam keadaan marah (kepada kaumnya).
Kalau sekiranya ia tidak mendapat nikmat dari Tuhannya, benar-benar ia
dicampakkan ke tanah tandus dalam keadaan tercela. Lalu Tuhannya
memilihnya dan menjadikannya termasuk orang-orang saleh.
13
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbâh, jilid 12, h. 83 14
Hamka, Tafsir al-Azhâr, jilid: 23, h. 165 15
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbâh, jilid 12, h. 84
63
Maka bersabarlah engkau menunggu ketetapan Tuhanmu. Jangan gelisah
dan jangan marah karena apa yang mereka lakukan kepadamu. Dan janganlah
engkau seperti orang yang masuk perut ikan. Orang yang masuk perut ikan itu
adalah Nabi Yunus. Kaumnya tidak memperdulikan dakwah ajakannya dalam
berdakwah. Dia pun marah kepada kaumnya, ia hendak berlayar meninggalkan
kaumnya. Setelah ia mencoba berlayar, terjadilah angin besar di laut yang hampir
menenggelamkan perahunya. Kemudian diundilah siapa yang akan dilemparkan
ke laut. Maka undian itu jatuh kepada Nabi Yunus lalu ia melompat ke laut dan
ikan paus menelannya tetapi tidak memakannya.16
Ulama berbeda pendapat dalam memaknai )مكظوم( serta kapan doa itu
dipanjatkan oleh Nabi Yunus. Ada yang memahami doa tersebut dipanjatkan
sebelum ia ditelah ikan paus, maka kata makzûm dipahami dalam arti marah
terhadap kaumnya sehingga beliau pergi dan berdoa agar mereka dijatuhi siksa.
Ada juga yang memahami makzhûm dalam arti sesak nafas atau dipahami resah
hati, dan doanya dipanjatkan agar ia dikeluarkan dari perut ikan.17
Fajtabâhu rabbuhu (lalu Tuhannya memilihnya), hal ini menunjukkan
bahwa keterpilihan tersebut terjadi setelah Nabi Yunus as. dikeluarkan dari perut
ikan ke tanah yang tandus. Para ulama memahami keterpilihan tersebut dalam arti
pengangkatan sebagai Nabi. Ada juga yang berpendapat bahwa peristiwa tersebut
setelah kenabian dan pemilihan Tuhan yang dimaksudkan adalah melanjutkan
turunnya wahyu kepada beliau.18
Faja’alahu min al-sâlihîn (maka Dia menjadikannya termasuk dalam
kelompok orang-orang saleh yaitu kelompok para Nabi yang mulia. Nabi Yunus
16
Hamka, Tafsir al-Azhâr, jilid: 29, h. 71 17
M.Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbâh, jilid: 14, h.400 18
M.Quraish Shihab, Tafsir al-Misbâh,, jilid 14, h. 402
64
termasuk Nabi yang terkemuka karena ia adalah salah satu dari dua puluh lima
nabi yang disebut dalam al-Qur‟an dari sekian banyak nabi yang diutus oleh Allah
SWT.19
Karena taubat dan insaf akan kesalahannya, termasuklah ia orang pilihan
Allah, orang yang dnaikkan tingkat martabatnya, lebih bersih dari pada masa
lalunya. Dan cobaan yang begitu pahit yang dia alami yang menyebabkan ia tidak
berputus asa, selalu sabar, dan insaf akan kesalahannya telah dinaikkan pula
tingkatnya menjadi termasuk orang-orang saleh.20
B. Pesan Moral Kisah Nabi Yunus
Kisah Nabi Yunus merupakan suatu kisah di dalam al-Qur‟an tentang seorang
Nabi Allah yang diutus ke Negeri Ninawa dan mengajak untuk beriman kepada
Allah. Dalam kisah ini dipahami bahwa Nabi Yunus berputus asa dalam
berdakwah.
Nabi Yunus cukup lama mengajak umatnya untuk mengikuti agama Allah,
tetapi beliau kurang bersabar dalam berdakwah, kemudian ia pergi tanpa seizin
Allah dari kaumnya dalam keadaan marah, ia pergi ke tepi pantai dan ikut
berlayar bersama nelayan. Allah menguji Nabi Yunus dengan mengirim Ikan Paus
untuk menelannya. Nabi Yunus menyesal, bertaubat dan berdoa memohon ampun
kepada Allah, Yunus bertasbih kepada Allah tiada henti, dan kemudian Allah
mengampuninya dan mengeluarkan Yunus dari perut ikan.
Jalan Nabi Yunus dalam berdakwah tidak mudah. Dengan demikian
dibutuhkan konsistensi, kesabaran, dan optimis yang harus ada pada diri
19
M.Quraish Shihab, Tafsir al-Misbâh, jilid 14, h. 402 20
Hamka, Tafsir al-Azhâr, jilid: 29, h. 71
65
pendakwah. Terkadang ada seseorang yang sekali diseru untuk beriman ia
mengikuti seruan tersebut. Tetapi ada juga suatu kaum yang diajak ribuan kali dan
tidak ada perubahan atau tidak mau mengikuti seruan tersebut. Kisah Dzû al-Nûn
ini harus menjadi pelajaran untuk manusia. Pertaubatan Nabi Yunus kepada Allah
dan pengakuan atas kezhalimannya adalah suatu pelajaran dan harus direnungkan.
Adapaun pesan moral yang terkandung dalam kisah Nabi Yunus adalah:
1. Sabar
Kisah Nabi Yunus dalam al-Qur‟an menyampaikan salah satu pesan
moralnya adalah sabar, seperti yang dijelaskan dalam QS. Al-Qalam ayat 48:
Artinya: Maka Bersabarlah kamu (hai Muhammad) terhadap ketetapan
Tuhanmu, dan janganlah kamu seperti orang yang berada dalam (perut)
ikan ketika ia berdoa sedang ia dalam keadaan marah (kepada kaumnya)
Dijelaskan di dalam tafsir al-Azhar bahwa makna sabar ini berarti jangan
gelisah, dan jangan merajuk sebab kaum Nabi Yunus tidak menerima seruannya
untuk beriman. Nabi Yunus marah kemudian meninggalkan kaumnya dan hendak
berlayar.21
Sedangkan menurut Quraish Shihab bahwa pesan sabar itu ditunjukkan
untuk Nabi Muhammad yang diperintahkan untuk bersabar terhadap ketetapan
Tuhan antara lain menyangkut beban melaksanakan dakwah. Dan jangan seperti
kisah Nabi Yunus yang berada dalam perut ikan dengan keadaan yang resah.22
Pesan moral tentang kesabaran ini terlihat juga dalam kisah Nabi Yunus bahwa ia
21
Hamka, Tafsir al-Azhar, juz 29, h. 71 22
Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah, juz 14, h. 401
66
berdakwah, menyeru ajaran Allah kepada kaumnya selama 30 tahun. Hal tersebut
diriwayatkan oleh Ibnu Abbas.23
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pesan moral dari kisah Nabi
salah satunya adalah tentang kesabaran. Kesabaran yang harus ditanamkan pada
jiwa pendakwah dalam membawa ajaran Allah. Kesabaran juga tidak ditujukkan
untuk seorang pendakwah saja. Namun kepada setiap individu yang
menginginkan atau mencitakan sesuatu dalam hidupnya. Untuk mewujudkan
sesuatu tersebut harus dengan kesabaran dan ketekunan.
Sedangkan sabar secara bahasa berarti al-Habsu wa al-Kaffu (menahan
dan mencegah), sebagaimana pada firman Allah surat al-Kahfi ayat 28:
Artinya: Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang
menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-
Nya
Maksudnya adalah tahanlah dirimu bersama mereka. Jadi, sabar adalah
menahan atau menjauhkan diri dari mengeluh, lisan dari mengadu, dan anggota
tubuh dari menampar pipi, merobek-robek pakaian dan sebagainya. Dalam istilah
syaria‟at, sabar berarti menahan diri untuk melakukan keinginan dan meninggal
larangan Allah SWT. Ketika seorang hamba mampu melakukan hal ini dengan
ikhlas, maka Allah SWT memberikan kompensasi pahala dan surga.24
Sabar dan
kemenangan ibarat dua sisi mata uang, keduanya tidak bisa terpisahkan. Sabar
merupakan jalan kesuksesan dan kemenangan. Sabar sangat diperlukan dalam
23
Ensiklopedi al-Qur‟an: Kajian Kosakata, editor: Sahabuddin, (Jakarta: Lentera Hati,
2007), jilid 3, h. 114 24
Muhammad Shalih al-Munajjid, Jagalah Hati Raih Kemenangan, judul asli: salsah
A’mal al-Qulub, penerjemah: Saat Mubarak dan Nur Kosim, ( Jakarta: Cakrawala Publishing,
2006), h. 215
67
menunaikan perintah yang wajib dilaksanakan dan larangan yang wajib
ditinggalkan.
Kehidupan tidak akan terus menerus berjalan dengan baik jika tidak
diiringi dengan kesabaran, karena sabar bagi kehidupan adalah berperan sebagai
solusi berbagai permasalahan dunia. Sabar adalah bekal pejuang ketika
kemenangan tak kunjung tiba, penawar seorang pendakwah disaat kaum tidak
menyambut seruannya. Jadi sabar merupakan sikap hidup yang bisa dijadikan
pegangan, benteng perlindungan dan langkah dalam meraih kesuksesan.25
Seperti
dalam firman Allah surat âli imrân ayat 200:
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, Bersabarlah kamu dan kuatkanlah
kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga dan bertakwalah kepada Allah
supaya kamu beruntung
Sabar terbagi menjadi dua bagian, yaitu sabar yang berkaitan dengan
ikhtiar, sabar yang tidak berkaitan dengan ikhtiar. Sabar yang berkaitan dengan
ikhtiar terbagi menjadi dua, yaitu sabar terhadap apa yang diperintah oleh Allah
dan sabar terhadap meninggalkan larangan-Nya. Sedangkan sabar yang tidak
berkaitan dengan ikhtiar ialah sabar terhadap penderitaan yang terkait dengan
hukum karena mendapatkan kesulitan.26
Dalam hadis disebutkan bahwa orang-orang miskin yang sangat sabar
adalah tamu-tamu Allah di hari kiamat. Oleh karena itu melatih diri dan jiwa
25
Muhammad Shalih al-Munajjid, Jagalah Hati Raih Kemenangan, h. 213 26
Al-ghazali, Mempertajam Mata Hati, (Mittrapress, 2007), h. 142
68
untuk bersabar akan mengantarkan seseorang mencapai maqam tertinggi yaitu
maqam makrifat. Jika makrifat telah diraihnya, maka mata batin menjadi tajam.27
2. Optimis terhadap pertolongan Allah
Pesan moral lain yang dapat dipetik yaitu optimis terhadap pertolongan
Allah. Nabi Yunus ketika berada dalam perut ikan merasa sempit, tetapi ia
berharap pada pertolongan Allah dengan terus banyak bertasbih, seperti yang
dijelaskan dalam QS. As-Sâffât ayat 143:
Artinya: Maka kalau sekiranya dia tidak termasuk orang-orang yang
banyak mengingat Allah
Nabi Yunus adalah seorang yang selalu bertasbih kepada Allah. Begitu
juga ketika di dalam perut ikan ia selalu bertasbih kepada Allah.28
Menurut
Quraish Shihab ketika Nabi Yunus diselamatkan dan dikeluarkan dari perut ikan
in disebabkan Nabi Yunus banyak dan mantap dalam mengingat dan menyucikan
Allah. Karena ia selalu menyucikan Allah SWT maka setelah sekian lama dalam
perut ikan, dan menurut riwayat ada yang mengatakan tiga hari atau sehari
semalam ia dimuntahkan dari perut ikan hingga terdampar di daerah yang
tandus.29
Kata musabbihîn mengandung makna kemantapan dalam bertasbih.
Sementara ulama berpendapat bahwa ia melakukannya sebelum, sewaktu, dan
27
Al-ghazali, Mempertajam Mata Hati, h. 144 28
Hamka, Tafsir al-Azhar, juz 23, h. 164 29
Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah, juz 12, h. 82
69
setelah keluar dari perut ikan. Tetapi yang lebih ditekankan adalah Nabi Yunus
bertasbih dengan mantap ini terjadi dalam perut ikan.30
Ayat di atas menjelaskan bahwa Nabi Yunus optimis terhadap pertolongan
Allah. Yaitu dibuktikan dengan Nabi Yunus banyak mengingat Allah dengan
membaca tasbih dan berharap datangnya pertolongan Allah. Optimis dalam
bahasa arab disebut juga dengan Raja’, ialah harapan yang pasti dan sempurna
kepada Allah serta rahmat-Nya. Sebab munculnya raja’ adalah berprasangka baik
kepada Allah. Sedangkan pesimis adalah lawan dari optimis, yaitu cara
memandang dunia ini dengan penuh kebencian dan kedengkian. Seorang yang
pesimis tidak memiliki cita, tidak punya asa. Dia menyangka malam akan abadi,
kefakiran akan lestari, kelaparan tak akan henti, di dalam pikirannya adalah
kematian, penyakit, kebinasaan, kegagalan, kehancuran dan kejutan.31
Di dalam tinjauan psikologi, optimis dianggap sangat berharga untuk
kehidupan seseorang. Sebab sikap optimis memberikan energi dan menggali
potensi yang ada pada diri seseorang, dan dapat meningkatkan kesadaran akan
adanya kesempatan. Optimis menunjukkan kekuatan cahaya pada sisi kegelapan
dari diri kita. Optimis dapat mengungkapkan sesuatu yang ada di balik kegelapan
tersebut. Seseorang yang berpikir positif akan menafsirkan sebuah peristiwa dari
segi harapan. Menemukan manfaat dan solusi kreatif dari hal yang terlihat
pesimis.32
Berbeda dengan sikap pesimis. Pesimis akan membawa pikiran negatif
yang menguras energi yang ada pada siri seseorang dan pada orang-orang di
30
Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah, juz 12, h. 82 31
Mahmud al-mishri, Lâ Tahzan For Trouble Solutions, penerjemah: Denis Arifandi,
(Solo: Pustaka Arafah, 2009), h.548 32
Price Pritchett, Hard Optimis,(New York: Library of Congress Catalogging in
Publication Data, 2007),h. 10
70
sekitar. Pesimis akan melemahkan rasa percaya diri. Memperburuk kreatifitas dan
kemampuan memecahkan masalah. Seseorang akan fokus terhadap kendala yang
ada dan mengganggu kemampuan untuk melihat peluang.
Optimis dapat dipelajari, dipraktikan, dan dikembangkan seperti
keterampilan lainnya. Seseorang bisa secara sadar membentuk aktivitas mental
untuk dapat optimis. Berpikir positif sangat dipentingkan, yaitu dengan mengelola
cara berfikir dan menjelaskan situasi untuk diri kita sendiri, terlebih ketika kita
mengalami kesulitan, menghadapi ketidakpastian, atau kerugian. Dan juga
mengelola dan menjelaskan ketika kita menghadapi peluang dan kesuksesan.33
Optimis merupakan kedisiplinan cara berpikir dengan hati-hati tentang
kehidupan apapun yang akan dihadapkan pada kita. Optimis fokus terhadap
kebaikan dari hal-hal yang buruk, menekankan peluang bukanlah hambatan.
Menjelaskan peristiwa untuk diri kita sendiri dengan cara meningkatkan kualitas
diri kita.
Optimis atau pesimis itu pilihan yang akhirnya dikembalikan kepada diri
masing-masing. Sebab dirinya adalah pemegang kendali sikapnya. Masing-
masing dari seseorang adalah insinyur kehidupan emosional dirinya, arsitek
kebahagiaan dirinya sendiri. Semua itu ditentukan dengan bagaimana cara
memutuskan sesuatu, mengartikan sebuah peristiwa, dan menafsirkan suatu
keadaan. manusia hidup dari berbagai pengalaman yang selalu berubah-ubah.
Terkadang baik atau buruk. Tetapi semua itu tidak terlepas dari cara penanganan
seseorang dalam kehidupannya. Optimis adalah psikologis yang tidak ternilai
yang dapat membantu kita untuk sukses.34
33
Price Pritchett, Hard Optimis, h. 11 34
Price Pritchett, Hard Optimis, h. 18
71
Beberapa penelitian mengatakan bahwa sikap optimis yang ada pada
seseorang 25% diwarisi oleh orang tua biologisnya yang terdapat dalam DNA.
Sisanya dikembangkan dan dibentuk oleh diri kita sendiri dari waktu ke waktu.
Ditambah dengan naik turunnya sebuah kehidupan.35
Sedangkan untuk menjadi optimis atauraja’ dianjurkan untuk mengetahui
keluasan rahmat, mengimani keluasan karunia, kesempurnaan asma’ dan sifat.
Hamba yang memiliki makrifat dan mengimani keluasan rahmat dan nikmat
Allah, akan memperoleh kondisi raja’. Kemudian akan menyeru dan mengajak
kepada penjernihan amal perbuatan dan penyucian akhlak serta bersungguh-
sungguh dalam menaati perintah Allah.36
Para ahli raja’ tidak diam berpangku tangan, bahkan kesungguhan mereka
lebih dari yang lain. Dan sandaran mereka bukan pada amal yang telah dilakukan,
tetapi mereka hanya bersandar kepada Allah. Ahli raja’ adalah seperti petani yang
konsisten dengan pekerjaannya. Ia ditaburkan benih kemudian merawatnya, tetapi
untuk masalah pertumbuhan dan perkembangannya ia serahkan kepada Allah, dan
pembuahannya adalah akibat dari Allah dan kuasa-Nya.
Ciri-ciri orang ahli raja’ adalah di dunia mereka selalu bertawakal kepada
Allah, mereka tidak menghindar dari melaksanakan tugas dan pengabdian, bahkan
mereka mendorong pada pengamalan dan mencegah mereka dari penentang.37
Keimanan seorang muslim akan terlihat nyata ketika ada bencana. Dia selalu
berdoa dan tidak berputus asa. Karena mengetahui bahwa Allah lebih tahu
kemaslahatannya maka ia hanya bersabar dan beriman.
35
Price Pritchett, Hard Optimis, h. 19 36
Imam Khomeini, Insan Ilahiah, Penerjemah: M. Ilyas, (Jakarta: Pustaka Zahra, 2004),
h. 147 37
Imam Khomeini, Insan Ilahiah, Penerjemah: M. Ilyas, h. 149
72
Dijelaskan dalam firman Allah SWT surat al-Baqarah ayat 214:
Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk syurga, padahal belum
datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu
sebelum kamu? mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta
digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah
Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: "Bilakah datangnya
pertolongan Allah?" Ingatlah, Sesungguhnya pertolongan Allah itu amat
dekat.
3. Taubat dari kesalahan yang diperbuat
Pelajaran lain yang dapat diambil dari kisah Nabi Yunus adalah taubat dari
kesalahan yang telah diperbuat. Nabi Yunus menyesal dan bertaubat atas apa yang
telah ia perbuat, ia berdoa dan memohon ampun kepada Allah, seperti yang
dijelaskan dalam firman Allah yaitu pada potongan QS. Al-Anbiyâ‟ ayat 87:
Artinya: Maka ia menyeru dalam keadaan yang sangat gelap bahwa tidak
ada Tuhan selain Engkau. Maha Suci Engkau, Sesungguhnya Aku adalah
termasuk orang-orang yang zalim
Nabi Yunus menyeru dan memohon ampun serta berdoa, bahwa tidak ada
Tuhan yang Maha Kuasa mengendalikan alam raya lagi berhak disembah selain
Allah. Maha Suci Allah dari segala kekurangan. Sesungguhnya Aku (Yunus)
termasuk orang-orang yang zalim karena meninggalkan kaumku tanpa seizin-Mu.
73
Maka selamatkanlah aku (Yunus) dari kesulitan yang sedang kuhadapi. Kemudian
permohonannya diperkenankan oleh Allah.38
Ketika seorang manusia terjerumus ke dalam kemaksiatan, maka
hendaknya dianjurkan untuk segera bertaubat, jangan sampai terus berada dalam
kemaksiatan karena putus asa dari rahmat Allah adalah disebut kafir. Adapun
seorang mukmin yang baik dia segera kembali ke jalan Allah dan bertaubat pada
Allah. Rahmat Allah sangat luas, meliputi rahmat kepada orang-orang yang
bertaubat. Allah menyeru mereka agar memiliki harapan, asa, dan keyakinan
terhadap ampunan Allah.39
Menurut Hamka bahwa Nabi Yunus menyeru dalam keadaan gelap namun
jiwanya yang telah dipenuhi dengan keimanan tetap terang dan tidak kehilangan
akal. Dalam keadaan yang seperti ini ia tetap ingat kepada Tuhan. Dan ia pun
ingat tentang kesalahan dirinya. Kemudian ia bertasbih, dengan ucapan tasbihnya
itu terkandunglah keikhlasan, penyerahan diri dan pengakuan kesalahan.
Walaupun mungkin kesalahan itu dianggap kecil sebelumnya, namun melihat
peringatan Allah kepada Nabi Yunus maka bahwa bagi seorang Nabi kesalahan
seperti itu adalah tidak layak. Karena di dalam melakukan dakwah seorang Nabi
tidak boleh cepat marah.40
Para sufi menjelaskan ada tiga jenis taubat, pertama, taubat masa sekarang
yang berarti manusia harus menyesali dosa-dosanya. Kedua, taubat masa lalu
yang mengingatkan manusia atas keharusan memenuhi hak orang lain. Jika
seseorang telah mencela orang lain maka dia harus meminta maaf kepada orang
38
Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah, juz 8, h. 498 39
Mahmud al-mishri, Lâ Tahzan For Trouble Solutions, penerjemah: Denis Arifandi,
(Solo: Pustaka Arafah, 2009), h.770 40
Hamka, Tafsir al-Azhar, juz 17, h. 104
74
tersebut. Jika seseorang telah melakukan perbuatan zina, maka dia harus
memohon ampun kepada Allah. Ketiga, taubat masa depan yang berarti bahwa
orang harus memutuskan untuk tidak berbuat dosa lagi.
Yang terpenting dari taubat adalah bahwa ia tidak berarti tenggelam dalam
penyesalan, meratapi atau merendahkan diri sendiri. Orang yang hanya
memikirkan masa lalu akan terempas ke masa lalu melalui langkah mundur.41
Para
sufi menekankan bahwa tidak perlu berputusasa karena dosa-dosa yang sudah
diperbuat. Semuanya itu dapat memulai dari awal lagi. Namun ketulusan dan
keteguhan hati merupakan syarat utama.42
Kaum sufi memandang taubat sebagai
upaya positif untuk berpaling dari dosa dan megarahkan pandangan hanya pada
Allah. Cara yang ditempuh kaum sufi dalam bertaubat adalah menngerahkan
kemauan untuk berdzikir, berdzikir yang tekun dan bersungguh-sungguh.43
Taubat merupakan pintu pertama yang harus dilewati untuk seseorang
mencapai puncak makrifat. Tahapan ini adalah merupakan perubahan dan
pertanda kehidupan baru, karena taubat sebagai batas antara kehidupan yang gelap
dengan terang. Taubat mengandung makna „kembali‟. Jika seseorang bertaubat
maka ia berniat kembali kepada fitrahnya semula, atau seseorang bertaubat berarti
kembali ke jalan yang benar setelah berada pada jalan kehidupan yang salah.44
Setiap hamba Allah wajib untuk bertaubat atas dosanya. Orang yang mau
bertaubat maka ia akan beruntung. Seperti dalam Firman Allah QS. Al-Nur ayat
31:
41
Seyyed Hossein Nasr, Ensiklopedi Tematis Spiritualitas Islam, (Bandung: Mizan Media
Utama, 2003), h. 401 42
Seyyed Hossein Nasr, Ensiklopedi Tematis Spiritualitas Islam, h. 402 43
Seyyed Hossein Nasr, Ensiklopedi Tematis Spiritualitas Islam, h. 403 44
Al-ghazali, Mempertajam Mata Hati, (Mittrapress, 2007), h. 14
75
Artinya: Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, Hai orang-orang
yang beriman supaya kamu beruntung
Syarat yang pertama dalam bertaubat adalah seseorang menyesal dari dosa
masa lalu, kemudian dari penyesalan timbul niat atau tekad yang kuat. Sedangkan
penyesalan itu tidak akan muncul jika ia tidak menyadari kesalahannya. Jika ia
menyadari masa lalu telah berbuat jahat, maka baru kan muncul niat atau tekad
tersebut.
Tanda-tanda orang menyesal adalah suka merenung, suka berpikir,
menyendiri, menangis. Oleh karena itu perbuatan dosa memang menyenangkan,
tetapi tidak berlangsung lama. Yang tersisa dari perbuatan jahat adalah
penderitaan jiwa, penderitaan jiwa yang tidak bisa berakhir kecuali dengan
bertaubat.45
Setelah menyadari kessalahan di masa lalu, maka harus ada niat untuk
meninggalkannya. Salah satu langkahnya yaitu dengan menjauhi kebiasaan-
kebiasaan buruk yang bisa menimbulkan dosa tersebut. Setelah itu seseorang
harus berpindah dari pergaulan yang merusak dan penuh maksiat. Kemudian
setelah itu seseorang harus menanamkan niat atau tekad yang kuat untuk tetap
berada pada jalan yang benar dan di masa-masa yang akan datang.46
Taubat yang disebutkan diatas adalah taubat kaum awwam atau taubat
pada tingakatan pertama. Pada tingkatan yang berikutnya atau tingkatan kedua,
taubat bermakna kembali dari jalan yang baik menuju ke jalan yang lebih baik.
Tingkatan ini biasa disebut inabah. Pada tingkat pertama dan kedua baru dalam
45
Al-ghazali, Mempertajam Mata Hati, h. 16 46
Al-ghazali, Mempertajam Mata Hati, h. 18
76
rangka melawan hawa nafsu. Sedangkan pada tingkatan ketiga disebut aubah,
yang berarti kembali yang terbaik menuju Allah. Atau disebut juga taubat al-
Rasul karena biasa dilakukan oleh para rasul. Pada tingkat ketiga ini seseorang
dimotivasi bukan karena apa pun (tidak karena takut neraka atau mengharap
surga), tetapi karena kecintaan dan kepatuhan kepada Allah semata.47
47
Al-ghazali, Mempertajam Mata Hati, h. 20
77
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pada bab-bab sebelumnya maka penulis menyimpulkan bahwa
kisah Nabi Yunus mempunyai pesan moral yang tinggi, khususnya mengenai
kesabaran, optimis terhadap pertolongan Allah dan perlunya bertaubat atas
perbuatan yang telah dilakukan.
Pesan moral tentang kesabaran ini dilihat dalam QS. al-Qalam ayat 48. Pesan
sabar itu ditunjukkan untuk Nabi Muhammad yang diperintahkan untuk bersabar
terhadap ketetapan Tuhan antara lain menyangkut beban melaksanakan dakwah.
Artinya jangan cepat marah, dan bersedih terhadap tindakan kaum Nabi
Muhammad, karena apa yang ia alami juga dialami oleh Nabi-nabi sebelumnya
termasuk juga Nabi Yunus.
Sedangkan pesan optimisme terhadap pertolongan Allah ini tergambar pada
QS. as-Sâffât ayat 143. Nabi Yunus banyak bertasbih, mengingat Allah dan
berdoa kepada Allah. Hal itu terlihat bahwa Nabi Yunus berharap akan
pertolongan Allah. Karena sikap optimisnya itu Allah mengabulkan doanya, dan
ia dikeluarkan dari perut ikan.
Al-Qur’an telah memberikan gambaran melalui kisah Nabi Yunus bahwa
untuk dapat berhasil dalam berdakwah diperlukan sikap sabar dan optimis
terhadap pertolongan Allah. Sikap tersebut bukan hanya harus dilakukan dalam
menjalankan dakwah, tetapi juga dalam hal lainya. Seperti halnya ketika dalam
proses menggapai cita-cita atau sesuatu yang diinginkan.
78
Pesan perlunya taubat dari kesalahan yang telah diperbuat ini tergambar
dalam QS. al-Anbiyâ’ ayat 87. Nabi Yunus menyeru dan memohon ampun serta
berdoa, bahwa tidak ada Tuhan yang Maha Kuasa mengendalikan alam raya lagi
berhak disembah selain Allah. Ia menyesal dan menganggap dirinya adalah orang
yang zalim karena telah meninggalkan kaumnya tanpa seizin Allah. Kemudian
Allah mengampuni Yunus karena ia sudah bertaubat.
Manusia wajib taubat dari kesalahan yang telah diperbuat, karena manusia
tidak terlepas dari dosa, dan ketika manusia berada di jalan yang salah maka
diwajibkan untuk segera bertaubat, meskipun dosa yang telah diperbuat adalah
dosa besar. Sebab Allah SWT maha pengampun atas dosa-dosa hamba-Nya. Dan
Allah menyeru kepada manusia agar memiliki harapan, asa, dan keyakinan
terhadap ampunan Allah. Nabi Yunus mengakui atas kesalahan yang telah ia
lakukan. Kesalahan tersebut disertai dengan pengakuan dan penyesalan, tetapi
tidak membuat tingkat kemuliaannya menurun, akan tetapi menjadikan ia lebih
mulia di hadapan Allah SWT.
B. Saran
1. Saran yang penting adalah aktualisasi dan aplikasi pesan-pesan moral dari
kisah Nabi Yunus pada kehidupan sehari-hari.
2. Perlu mengembangkan kajian keilmuan untuk meneliti lebih jauh agar
pemahaman tentang kisah Nabi Yunus dapat lebih baik dan mendalam.
Sebab, penelitian ini merupakan pendahuluan. Banyak aspek yang belum
dikaji secara mendalam, seperti kondisi atau kehidupan Nabi Yunus
ketika berada di dalam perut ikan paus.
79
DAFTAR PUSTAKA
Adam, Muchtar. Ma’rifat al-Rusul Jejak Cahaya Para Rusul. Bandung: Makrifat
Media Utama, t.t.
Ali, Atabik. dan Muhdlor, Ahmad Zuhdi. Kamus Kontemporer Arab-Indonesia.
Yogjakarta: Yayasan Ali Maksum Pondok Pesantren Krapyak, 1996
Amir, Mafri. Literatur Tafsir Indonesia. Tangerang Selatan: Madzhab Ciputat,
2013
Anwar, Hamdani. Telaah Kritis Terhadap Tafsir al-Mishbah Karya Quraish
Shihab. Dalam Mimbar Agama dan Budaya, vol XIX, No.2, 2002
Ansyah, Herdi. Nama Nabi dan Rasul yang Wajib Kita Ketahui di Dalam Islam.
artikel ini diakses pada 14 Agustus 2014 dari:
ilmuidirimu.blogspot.com/2013/09/25-nama-nabi-rasul-yang-wajib-
kita.html?m=0
al- Bajawi, Ali Muhammad. dkk., Untaian Kisah Dalam al-Qur’an. Jakarta: Darul
Haq, 2007
Bisri, Adib dan Fatah, Munawwir A. Kamus al-Bisri. Surabaya: Pustaka
Progressif, 1999
Bock, Wolfgang. Nabi Yunus. Yogjakarta: Kanisius, 2011
Buchori, Didin Saefuddin. Pedoman Memahami Kandungan al-Qur’an. Bogor:
Granada Sarana Pustaka, 2005
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Jakarta: Balai Pustaka, 1998
El-Fikri, Syahruddin. Situs-situs Dalam al-Qur’an.Jakarta: Republika, 2010
Al-ghazali, Imam.Muakâsyafah al-Qulub. Penerjemah Achmad Sunarto.
Bandung: Husaini, 1996
Hamka. Tafsir al-Azhar. Jakarta: PT Pustaka Panjimas, 1984
Hamid, Syamsul Rijal. Kisah Kesabaran Para Nabi & Rasul. Jakarta: Penebar
Salam, 1999
Hanafi, A. Segi-segi Kesusastraan Pada Kisah-kisah al-Qur’an. Jakarta: Pustaka
Alhusna,1984
Hijazi, Muhammad Mahmud. Al-Wahdah al-Maudû’iyyah fî al-Qur’an al-Karîm.
Penerjemah. Abdul Hayyie al-Kattani & Sutrisno Hadi. Jakarta: Gema
Insani, 2010
Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur’an, Badan Litbang & Diklat Kementrian
Agama RI, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Hewan Dalam
80
Perspektif al-Qur’an dan Sains. Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf al-
Qur’an, 2012
Khalafullah, Muhammad A. al-Fann al-Qashashî fî al-Qur’an al-Karîm.
Penerjemah Zuhairi Misrawi dan Anis Maftukhin. Jakarta: Paramadina,
2002
al-Khomeini, Imam. Insan Ilahiah. Penerjemah M. Ilyas. Jakarta: Pustaka Zahra,
2004
Kramer, A.Th. Tafsiran Alkitab: Kitab Yunus. PT. BPK Gunung Mulia
Mawla, Muhammad Ahmad Jadul. dkk Qasas al-Qur’an. Penerjemah
Abdurrahmah Assegaf, Jakarta: Zaman, 2009
al-mishri, Mahmud. Lâ Tahzan For Trouble Solutions. Penerjemah Denis Arifandi
Solo: Pustaka Arafah, 2009
al-Munajjid, Muhammad Shalih. Salsah A’mâl al-Qulûb. Penerjemah. Saat
Mubarak dan Nur Kosim. Jakarta: Cakrawala Publishing, 2006
Nasr, Seyyed Hossein. Ensiklopedi Tematis Spiritualitas Islam. Bandung: Mizan
Media Utama, 2003
Pritchett, Price.Hard Optimis. New York: Library of Congress Catalogging in
Publication Data, 2007
Al-Qattan, Manna’ Khalil. Mabahis fî Ulum al-Qur’an. Penerjemah. Muzakir As.
Jakarta: Pustaka Litera Antar Nusa, 1998
Al- Qurthubi, al-Jâmi’ li Ahkâm al-Qur’an. penerjemah Amir Hamzah. Jakarta:
Pustaka Azzam, 2008
Al- Qutb,Sayyid. Fî Zilâl al-Qur’an.Bairut: Dar al-Syuruq,1971, jilid 13
Rauf,Abdul.Tafsir al-Azhar Dimensi Tafawuf Hamka.Kuala Selanggor: Piagam
Intan SDN. BHD, 2013
Ridâ, Rasyid. Tafsir al-Manâr. Bairut: Dar al-Ma’rifah, t.t jilid. 11
Sahabuddin, ed. Ensiklopedi al-Qur’an : Kajian Kosakata. Jakarta: Lentera Hati,
2007
Ash Shabuniy, Muhammad Ali. Dkk. al-Nubuwwah wa al- Anbiyâ’. Penerjemah
Arifin Jamian Maun. Yogjakarta: PT Bina Ilmu, 1993
ash-Shabuny,Muhammad Ali.Safwat al-Tafâsîr, Penerjemah: Yasin, (Jakarta:
Pustaka al- Kautsar, 2001), jilid. 5, h. 435
Shihab, M. Quraish. Tafsir al-Mishbâh. Jakarta: Lentera Hati, 2002
________. Quraish. Wawasan al-Qur’an: Tafsir Maudhi’i atas Pelbagai
Persoalan Umat. Bandung: Mizan, 2001
81
________. Membumikan al-Qur’an. Bandung: Mizan, 1992
Sudarsono. Kamus Filsafat dan Psikologi. Jakarta: Rineka Cipta, 1993
Sya’bani, Hilmi Ali. Silsilah Qasasal-Anbiyâ’: Yûnus ‘Alaih al-Salâm. Beirut:
Dar al-Kutub Ilmiyah, t.t.
Syibromalisi, Faizah Ali. dan Azizy, Jauhar. Membahas Kitab Tafsir Klasik-
Modren. Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
2011
Al-Syinqiti, Muhammad al-Amin.Adwa’ al-Bayân fî Idâh al-Qur’an bi al-Qur’an.
Qahrah: Maktabah Ibnu Taimiyah, 1988
al-Tharawanah, Sulaiman. Rahasia Pilihan Kata dalam al-Qur’an. Jakarta: Qisthi
Press, 2004
al-Udhaidan, Salwa. Jangan Putus Asa. Bekasi: Daun Publishing, 2012
Yatim, Wildan. Kamus Biologi. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2003
Yusuf, M. Yunan. Corak Pemikiran Tafsir al-Azhar. Jakarta: Penamadani, 2004