Perubahan Sosial Budaya Nias Pasca Tsunami

13
Perubahan Sosial Budaya Studi kasus nias pasca tsunami Afif futaqi dkk Kata “booming” mungkin bisa dijabarkan untuk menggambarkan situasi dua tahun terakhir di kepulauan Nias, dimana dalam sekejap mata semua aspek dan sendi-sendi kehidupan sosial berubah total. Dan perubahan tersebut melaju dengan kecepatan tinggi. Perubahan tadi memiliki konsekuensi dan efek yang tidak mengenal istilah menunggu dan tanpa bisa dikembalikan atau sekedar diputar ulang kembali. Penjabaran perubahan ini tidak bisa dijabarkan satu per satu. Semua perubahan ini bersifat intensif serta memberi tekanan pada masyarakat sekitar bahwa perubahan tersebut pasti berakibat positif. Akibat positif di sini belum bisa dijabarkan, karena membutuhkan kajian dan pembuktian di lapangan, akan tetapi setidaknya melihat fenomena yang terjadi di masyarakat kepulauan Nias saat ini adalah nyata positif dimana terlihat sudah banyak masuk proyek-proyek pasca tsunami melanda pulau ini. BRR (Badan Rekonstruksi dan Rekonstruksi) Aceh-Nias terbentuk karena solidaritas masyarakat Indonesia setelah bencana Tsunami 2004 terjadi. Dan ternyata pada bulan Maret 2005, bencana besar (gempa bumi) kembali menimpa Nias. Dalam hal ini, BRR tidak hanya bertugas

Transcript of Perubahan Sosial Budaya Nias Pasca Tsunami

Page 1: Perubahan Sosial Budaya Nias Pasca Tsunami

Perubahan Sosial Budaya

Studi kasus nias pasca tsunami

Afif futaqi dkk

Kata “booming” mungkin bisa dijabarkan untuk menggambarkan situasi dua

tahun terakhir di kepulauan Nias, dimana dalam sekejap mata semua aspek dan sendi-

sendi kehidupan sosial berubah total. Dan perubahan tersebut melaju dengan kecepatan

tinggi. Perubahan tadi memiliki konsekuensi dan efek yang tidak mengenal istilah

menunggu dan tanpa bisa dikembalikan atau sekedar diputar ulang kembali. Penjabaran

perubahan ini tidak bisa dijabarkan satu per satu. Semua perubahan ini bersifat intensif

serta memberi tekanan pada masyarakat sekitar bahwa perubahan tersebut pasti berakibat

positif. Akibat positif di sini belum bisa dijabarkan, karena membutuhkan kajian dan

pembuktian di lapangan, akan tetapi setidaknya melihat fenomena yang terjadi di

masyarakat kepulauan Nias saat ini adalah nyata positif dimana terlihat sudah banyak

masuk proyek-proyek pasca tsunami melanda pulau ini. BRR (Badan Rekonstruksi dan

Rekonstruksi)

Aceh-Nias terbentuk karena solidaritas masyarakat Indonesia setelah bencana

Tsunami 2004 terjadi. Dan ternyata pada bulan Maret 2005, bencana besar (gempa bumi)

kembali menimpa Nias. Dalam hal ini, BRR tidak hanya bertugas mengeluarkan

kebijakan untuk penanganan korban melainkan juga menangani berbagai perbaikan

infrastruktur. Dalam kunjungan terakhir pada bulan Agustus 2006 sudah terlihat banyak

sekali perubahan yang terjadi dalam infrastruktur yang dibangun bukan hanya oleh BRR

namun juga oleh badan organisasi lainnya. Booming proyek yang tersebut di atas

resminya hingga akhir tahun 2009 terjadi, karena program kerja BRR memang hanya

sampai tahun tersebut. Pastinya perubahan yang terjadi dengan kinerja BRR dalam masa

tugasnya memang baru dapat dievaluasi dan dinilai setelah masa tugas BRR Aceh-Nias

selesai.

Yang terjadi pada perubahan dalam masyarakat Nias sesaat setelah

bencana gempa, diantaranya adalah munculnya beberapa tawaran untuk sekolah kepada

anak-anak asal kepulauan Nias berlimpah. Dalam proyek ini, ada yang berkelanjutan

Page 2: Perubahan Sosial Budaya Nias Pasca Tsunami

namun ada yang diberitakan mengalami beragam masalah dalam sekolah setelah berlalu

sekian bulan. Ribuan proyek besar-kecil, dalam sekejap mata menjadi sarapan pagi utama

dalam perbincangan siapa saja di kepulauan Nias. Mulai dari proyek realistis hingga

proyek manipulasi, mulai dari yang menguntungkan hingga yang merugikan masyarakat

yang ditimpa bencana. Tidak jarang pula, banyak yang mendadak kaya secara materi

karena berbagai peluang (selain proyek bangunan), seperti lapangan pekerjaan dengan

gaji di atas rata-rata, lapangan usaha baru karena pelaku ekonomi sebelumnya tidak aktif

lagi, aksi pendirian berbagai yayasan atau LSM, dll.

Secara langsung atau tidak langsung, arus perputaran roda ekonomi dipaksa

secara tiba-tiba mengikuti kekuatan pasar (aktivitas dari pendatang) menciptakan situasi

pasar yang ada sekarang di kepulauan Nias. Rongsokan besi menjadi bisnis menjanjikan,

sesaat setelah gempa. Bisnis mainan anak luar biasa mendapat respon pasar, karena

memang efek penenangan emosi anak-anak pasca gempa dianggap bisa terwujudkan

dengan memberikan banyak mainan yang menyenangkan mereka. Disamping itu,

bantuan uang tunai yang mengalir deras pada enam bulan pertama dipakai untuk membeli

berbagai barang keperluan rumah tangga, pakaian, perhiasan hingga hal-hal sepele,

sekalipun harga pasar saat itu tidak realistis lagi mahalnya. Hotel, restoran dan cafe

menjamur dengan berbagai macam tawaran menu dan fasilitas.

Singkatnya mekanisme pasar pun ikut berubah.

Secara umum, infrastruktur di kepulauan Nias menjadi sorotan utama dalam

proses perbaikan. Untuk membantu pelaksanaan proyek, tidak terhitung lagi banyaknya

perubahan dan perbaikan sarana infrastruktur seperti jalan raya, sarana air bersih,

sekolah, jembatan, telekomunikasi, dll. Dalam melaksanakan proyek tersebut,

membutuhkan waktu yang tidak singkat dan menjadi prioritas utama yang diperhitungkan

pada pelaksanaan proyek di lapangan karena semua menunggu dan bergantung kepada

infrastruktur yang telah lancar. Seperti pada jalan raya dari jalan Sirao ke arah Sifalaete

Km.3 yang dibuat semewah mungkin untuk menciptakan image bangga bahwa jalan raya

tingkat propinsi dengan kualitas baik pun akhirnya dibuat di ibukota Kabupaten Nias.

Jalan raya yang lebar dan mulus secara tidak langsung mendorong peningkatan

laju kecepatan kendaraan. Bukan hal aneh lagi bila kecelakaan di jalan raya terjadi

setelah itu. Pemakai jalan menjadi takut menyebrang, pejalan kaki menjadi semakin tidak

Page 3: Perubahan Sosial Budaya Nias Pasca Tsunami

dihargai; lebarnya jalanan secara tidak langsung meregangkan hubungan sosial

masyarakat, dimana tetangga depan rumah menjadi sulit untuk dihubungi dengan sekejap

karena jalanan bukan lagi sesuatu yang aman untuk dilewati.

Ribuan kendaraan super besar dan kuantitas yang meningkat lebih dari 100 %

menciptakan suara bising dan partikel debu berbagai ukuran dan memicu hiruk pikuk

kota Gunungsitoli. Suara kendaraan dan debu/asap dari kendaraan bermotor mendorong

penduduk setempat menikmati musik lebih keras lagi, dimana suara tape recorder dari

setiap rumah aktif mulai pkl. 08.00 hingga pkl. 19.00. Sekilas tampaknya ini mengusir

rasa bosan, tetapi masyarakat tidak menyadari, ini bisa meningkatkan agresivitas sosial,

stress dan mengancam keselamatan jiwa di kemudian hari.

Jalanan lebar dan mulus tanpa menyisakan tempat untuk pejalan kaki bahkan

untuk menanam pohon sekalipun terutama di daerah pusat kota dan pesisir pantai yang

terbukti rawan dan tak layak dibangun bukanlah hal yang bijaksana untuk penduduk

setempat di masa mendatang, karena kemungkinan jalanan itu hanya sebagai sarana

sekejap bagi kendaraan roda berat para pelaksana proyek. Hiruk-pikuk dan suara keras

yang intens dari pagi hingga malam bukan lagi sesuatu yang sehat untuk penduduk yang

masih trauma dan stress pasca bencana.

Belum habis protes mengenai kualitas pembangunan rumah, ada hal yang nyaris

luput dari perhatian ketika proyek pembangunan rumah penduduk di sebuah tempat di

Kabupaten Nias dan Kabupaten Nias Selatan direncanakan. Menyamaratakan situasi desa

kendati di sebuah pulau kecil sekalipun berakibat fatal di kemudian hari. Rumah

penduduk desa di daerah selatan umumnya berada dalam satu lingkungan atau berjejer

dalam satu barisan, atau saling berhadapan. Akan tetapi di daerah utara, tidaklah

demikian, rumah-rumah penduduk menyebar tidak beraturan, ada yang terhubungkan

jalan raya beraspal, ada yang tidak.

Ketika proyek dilaksanakan di lapangan, biaya transprotasi pengadaan bahan

bangunan di desa-desa bagian utara Pulau Nias tinggi sekali atau bahkan tidak bisa

terangkut sama sekali. Kontraktor atau Pimpro yang mungkin berasal dari luar Nias

kebingungan bagaimana membangun rumah yang tersebar di satu desa, karena

sangkaannya seperti membangun perumahan saja, sekaligus 50 rumah di satu blok

perumahan, selesai. Hal ini mungkin sepele buat Ono Niha, tapi sebuah pelajaran yang

Page 4: Perubahan Sosial Budaya Nias Pasca Tsunami

baik untuk menyadari betapa pola anutan budaya dan sosial setempat di satu pulau ini

memiliki nilai yang berbeda-beda.

Benar bila kinerja kerja BRR Aceh-Nias harus diawasi dan dikontrol.

Namun, sebagai masyarakat awam, hal lain yang ingin dilihat adalah seberapa banyakkah

hal baru dan penting telah memperluas wawasan Ono Niha dan meningkatkan kualitas

kerja di kemudian hari pasca kontrak dengan BRR Aceh-Nias kelak. Tugas ini menjadi

beban moral BRR Aceh-Nias karena kredibilitas organisasi di mata dunia internasional

sangat dipentingkan. Sebagai contoh nyata, anak-anak muda tidak lebih dari umur 27

tahun begitu aktif dalam proyek pembangunan perumahan atau gedung sekolah. Dahulu,

para orang tua pasti mengelus dada melihat tingkah laku yang dianggap sangat agresiv

untuk ukuran budaya Ono Niha. Tapi dengan etos kerja yang setaraf internasional, kepala

proyek pun harus lipat lengan baju untuk angkat mesin berat dan bicara tanpa omong

besar.

Cara berkomunikasi, disiplin, membina kerjasama yang baik dengan instansi lain,

berinisiatif meraup kontak sebanyak mungkin, bahasa tubuh yang menampilkan strategi

memikat pada pertemuan tender serta penuh keyakinan ketika berjalan bukan lagi budaya

haram bila tidak ingin ditindas atau keluar dari persaingan kerja dengan angkatan kerja

asal luar Nias. Masyarakat Nias sudah menyadari dengan sesadar-sadarnya bahwa dunia

tempat tinggal mereka, yaitu kepulauan Nias, sebenarnya bukanlah tempat yang aman

untuk didiami dan bahwa tingkat ketertarikan yang demikian rendah untuk membangun

Nias sejak dahulu dari pihak pemerintah terjawab sudah hingga saat bencana-bencana

terjadi.

Kesadaran masyarakat ini sangat penting dan menjadi basis untuk

mempertahankan hidupnya di kemudian hari. Namun ada yang terluput dari perhatian,

bahwa nenek moyang Ono Niha senang menciptakan atau merancang sesuatu dan

menjadi anutan atau falsafah hidupnya karena telah disesuaikan dengan situasi tempat

tinggalnya. Belajar dari paham yang telah dianut oleh nenek moyang suku Ono Niha di

Utara dan Selatan dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari, seperti prinsip

membangun rumah, prinsip perawatan pohon besar (yang dahulu sebagai animisme,

tetapi terbukti sebagai penyedia air tanah dan memperkokoh permukaan tanah), dlsb,

jangan lagi dianggap sebelah mata. Dalam hal ini tetua-tetua Ono Niha memegang

Page 5: Perubahan Sosial Budaya Nias Pasca Tsunami

kebenaran hakiki pada penerapan strategi penyelamatan hidup di daerah rawan bencana.

Bila belajar dari sejarah, suku Ono Niha mampu menciptakan keunikan yang

tidak dimiliki oleh suku mana pun di muka bumi, ini sudah semacam “sifat genetis” yang

menetralisir sifat-sifat atau kondisi yang kurang menguntungkan dari suku Ono Niha.

Perubahan ini bersifat lambat tapi pasti bergerak ke arah positif karena dipicu dengan

kesadaran untuk mempertahankan hidup. Nilai moral yang dikuasai oleh cinta kasih

kepada sesama manusia memperkuat strategi mempertahankan hidup ke arah yang lebih

manusiawi. Secara psikologis, masyarakat Ono Niha masih diselimuti dukacita.

Normalnya, dalam situasi dukacita, pemikiran mantap mengenai perencanaan yang

berjangka waktu lama masih berada jauh di fase berikutnya, bukan tepat ketika bencana

baru saja usai. Faktanya, gempa susulan (ataukah gempa tersendiri), hingga tulisan ini

diturunkan, masih tetap terjadi di kepulauan Nias. Perhatian utama adalah, stress atau

tekanan setelah bencana alam dan dukacita jangan dianggap sebelah mata. Sangat patut

dihargai bila BRR dalam pelaksanaan proyek kemanusiaan di lapangan melihat salah sisi

nyata kemanusiaan di tempat kejadian, sehingga setidaknya mengurangi tindakan tidak

terpuji dari karyawan BRR Aceh-Nias, dari masyarakat dan dari mitra kerja BRR Aceh-

Nias.

Nias merupakan salah satu korban tsunami yang terjadi pada 26 Desember 2004.

Pada saat itu terjadi gempa bumi Samudra Hindia 2004 terjadi di wilayah pantai barat

pulau ini sehingga memunculkan tsunami setinggi 10 meter di daerah Sirombu dan

Mandrehe, Nias. Tsunami yang terjadi ini memakan 122 korban jiwa dan ratusan

keluarga kehilangan rumah. Bencana yang terjadi tidak berhenti disitu karena ada gempa

bumi susulan yang terjadi pada 28 Maret 2005, tadinya diyakini sebagai gempa susulan

setelah insiden Desember 2004, peristiwa tersebut merupakan gempa bumi terkuat kedua

di dunia sejak 1965. Sedikitnya 638 orang dilaporkan tewas, serta ratusan bangunan

hancur. Hampir tidak ada bangunan perumahan rakyat di seluruh Pulau Nias yang tidak

mengalami kerusakan akibat gempa itu. Menurut Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi

(BRR) Perwakilan Nias, bencana tersebut telah menyebabkan 13.000 rumah rusak total,

24.000 rumah rusak berat, dan sekitar 34.000 rumah rusak ringan. Sebanyak 12

pelabuhan dan dermaga hancur, 403 jembatan rusak dan 800 km jalan kabupaten dan 266

km jalan provinsi hancur. Sebanyak 723 sekolah dan 1.938 tempat ibadah rusak.

Page 6: Perubahan Sosial Budaya Nias Pasca Tsunami

Perubahan fisik tentunya terjadi setelah tsunami dan gempa bumi melanda Nias dengan

banyaknya bangunan yang hancur karena bencana.

Perubahan social budaya yang terjadi akibat tsunami dan gempa bumi di Nias

cukup terlihat. Apabila menggunakan variable metodologi yang digunakan dalam melihat

perubahan, perubahan yang terjadi di Nias merupakan perubahan yang berdasarkan

waktu yang masuk dalam waktu ekologi atau ecological time, perubahan yang terjadi

pada alam. Waktu menentukan perubahan alam yang terjadi. Sangat terlihat adanya

perbedaan dan perubahan ekologi yang terjadi di Nias yang dapat dilihat pada saat

sebelum tsunami dan sesudah tsunami terjadi. Setelah terjadinya tsunami, wilayah Nias

mulai terkikis dan wilayahnya mengecil, perubahan struktur tanah yang mengubah posisi

lahan sawah dan sebagainya. Perubahan lainnya terlihat dalam perubahan infrastruktur

karena secara umum, infrastruktur di kepulauan Nias menjadi sorotan utama dalam

proses perbaikan.

Untuk membantu pelaksanaan proyek, banyaknya perubahan dan perbaikan

sarana infrastruktur seperti jalan raya, sarana air bersih, sekolah, jembatan,

telekomunikasi, dan lainnya. Perbaikan infrastruktur merupakan proyek-proyek yang

berasal dari luar Nias, ada LSM dalam negri maupun luar negri, perusahaan dan

sebagainya yang ingin membangun infrastruktur yang ada di Nias. Pembangunan kembali

infrastruktur ini merupakan perubahan yang besar bagi masyarakat Nias karena adanya

bentuk infrastruktur yang baru yang ada dalam lingkungan mereka dan juga proyek yang

berasal dari luar yang merubah bentuk lama yang hancur. Perubahan ini berasal dari luar

dengan ide-ide yang juga berasal dari luar. Perubahan ini dapat dikategorikan kedalam

perubahan eksternal-internal dimana adanya agen-agen dari luar yang merubah suatu

masyarakat dan diterima oleh masyarakat tersebut. Hal inilah yang terjadi di Nias dimana

adanya pihak-pihak yang ingin membangun infrastruktur baru setelah bencana alam

terjadi dan hal ini juga dikehendaki oleh masyarakat Nias karena pembangunan memang

dibutuhkan pasca tsunami.

Perubahan lainnya yang juga berasal dari luar terlihat dalam perubahan ekonomi.

Banyak yang mendadak kaya secara materi karena berbagai peluang yang bisa didapat,

seperti lapangan pekerjaan dengan gaji di atas rata-rata, lapangan usaha baru karena

pelaku ekonomi sebelumnya tidak aktif lagi, aksi pendirian berbagai yayasan atau LSM,

Page 7: Perubahan Sosial Budaya Nias Pasca Tsunami

dan sebagainya. Perubahan ekonomi ini berasal dari luar karena banyaknya yayasan atau

LSM yang membuka lapangan kerja bagi masyarakat. Hal ini juga merupakan perubahan

eksternal-internal yang berasal dari luar dan dapat diterima oleh masyarakat setempat.

Perubahan yang terjadi merupakan dampak dari bencana alam yang terjadi.

Bencana alam yang melanda Nias membawa banyak sekali perubahan, tidak hanya

perubahan dalam infrastruktur dan ekonomi tetapi juga adanya perubahan perilaku dari

masyarakatnya. Perubahan yang terjadi terlihat dari masyarakat yang berubah menjadi

materialistis dan juga masyarakat berubah menjadi agresif. Masyarakat berubah menjadi

materialistis karena adanya desakan untuk mendapatkan uang agar dapat bertahan hidup.

Barang-barang yang tidak berguna seperti rongsokan besi, mulai digunakan dan dijual.

Segala hal yang dapat diuangkan mulai digunakan. Semua kesempatan yang ada

digunakan oleh mereka untuk mendapatkan uang dan melakukan bisnis. Dampak lain

yang terjadi pada masyarakat adalah tingkat agresivitas masyarakat yang sedikit demi

sedikit mulai meningkat, yang disebabkan oleh stress akibat dari bencana alam yang

terjadi, seperti menciptakan suara bising dan memicu hiruk pikuk. Suara kendaraan dan

debu/asal knalpot mendorong penduduk setempat menikmati musik lebih keras lagi,

dimana suara tape recorder dari setiap rumah aktif mulai pkl. 08.00 hingga pkl. 19.00.

perubahan perilaku yang membuat agresivitas meningkat ini akibat stress masyarakat

yang disebabkan oleh dampak dari bencana alam

Page 8: Perubahan Sosial Budaya Nias Pasca Tsunami

DAFTAR PUSTAKA

Bee, Robert L. Pattern and Prosess. The free press

2001 Mulyana, Deddy dan Jalaludin Rahmat. Komunikasi Antar Budaya. Bandung:PT.

Remaja Rosda Karya

Hasan Saddly, dkk, Ensiklopedia Indonesia. Jakarta: PT. Ikhtiar Baru Van Houve

www.niasonline.com

http://id.wikipedia.org/wiki/Pulau_Nias

1991 Sudharmono, Ratu E.N. Indonesia Untaian Manikam di Khatulistiwa. Jakarta. PT.

Gramedia Pustaka Utama