Perspektif pengembangan pertanian bioindustri 7 april 2015
-
Upload
iaardbogor-indonesia -
Category
Technology
-
view
224 -
download
0
Transcript of Perspektif pengembangan pertanian bioindustri 7 april 2015
Perspektif Pengembangan Pertanian Bio-Industri
Perspektif PENGEMBANGAN PERTANIAN
BIO-INDUSTRI1
Rachmat HendayanaBalai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian
Jl. Tentara Pelajar 10 Bogor, 16114Emai: [email protected]
PENDAHULUAN
nisiasi pengembangan pertanian bio-industri merupakan langkah antisipatif terhadap adanya kecenderungan akan terjadinya perubahan pertanian dimasa
depan. Pertanian pada masa yang akan datang diprediksi akan menghadapi perubahan mengikuti dinamika lingkungan strategis yang berubah. Kecenderungan terjadinya perubahan itu antara lain dicirikan oleh kondisi makin langkanya energi fosil, dan meningkatnya kebutuhan pangan, pakan, dan serat. Di sisi lain terjadi perubahan iklim global, kelangkaan lahan dan air, dan perubahan permintaan terhadap jasa lingkungan hidup.
I
Trend perubahan tersebut membawa konsekwensi perlunya transformasi ekonomi ke bio-energi, urgensi bioproduk, pola hidup sehat dan pola konsumsi biokultura, kapasitas adaptasi dan mitigasi, keniscayaan efisiensi dan konservasi, pertanian ekologis dan bioservices, pluriculture (Manurung, 2013).
Wacana pengembangan kawasan pertanian bio-industri ini tertuang di dalam Strategi Induk Pembangunan Pertanian (SIPP), yang secara verbal merumuskannya sebagai visi pembangunan pertanian 2013–2045, yakni: “Terwujudnya sistem pertanian Bio-Industri berkelanjutan yang menghasilkan beragam pangan sehat dan produk bernilai tambah tinggi dari sumberdaya hayati pertanian dan kelautan tropika”.
Penetapan visi pembangunan pertanian tersebut sesuai dengan karakter pertanian Indonesia yang dicirikan oleh pertanian tropika yang secara alami merupakan kawasan dengan efektivitas dan produktivitas tertinggi di dalam pemanenan dan transformasi enerji matahari.
Sejalan dengan hal itu, orientasi penelitian dan pengembangan pertanian ke depan diarahkan pada upaya untuk mendukung visi pembangunan pertanian tersebut utamanya mewujudkan sistem pertanian bio-industri berkelanjutan.
Sebagai implikasi dari kebijakan tersebut, maka semua Unit Kerja (UK) dan Unit Pelaksana Teknis (UPT) Lingkup Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan) dituntut untuk senantiasa memahami dan mendalami dengan baik konsep dan pemikiran yang terkait dengan pengembangan pertanian bio-industri.
1 Naskah dipresentasikan Dalam Forum Sosialisasi Pertanian Bio-industri di BBP2TP, 7 April 2015
1
Perspektif Pengembangan Pertanian Bio-Industri
Pengertian
Secara harfiah, istilah pertanian bio-industri mengandung arti sebagai usaha pertanian yang dilakukan dengan berbasis bio-industri. Pendekatan bio-industri dalam bidang pertanian ini merupakan salah satu implementasi konsep pengembangan bio-teknologi.
Secara nasional pengembangan “bioteknologi” digaungkan sejak 1990-an. Implementasinya telah melahirkan terobosan-terobosan dalam berbagai industri pangan dan farmasi, menghasilkan produk baru dengan mutu yang lebih tinggi, dengan biaya yang lebih rendah dan dalam waktu yang lebih singkat dibanding dengan teknologi tradisional. Itulah sebabnya terobosan dalam industri ini dikatakan sebagai revolusi bio-industri, karena dengan bio-teknologi memungkinkan pencapaian prinsip ekonomi, yaitu lebih cepat, lebih hemat, lebih efisien (Rumengan, 2014).
Bio-teknologi secara umum diartikan sebagai teknologi yang diterapkan pada dan/atau menggunakan organisme (atau bagian organisme) hidup atau produknya, untuk menghasilkan suatu produk baru atau memodifikasi suatu produk menjadi lebih bermutu, untuk kepentingan manusia baik secara langsung maupun tidak langsung (Rumengan, 2014).
Kedalam sistem ini terintegrasi berbagai disiplin keilmuwan seperti biologi/genetik, biokimia, dan ilmu-ilmu menyangkut keteknikan/bahan (engineering/material sciences). Selain itu ada pula terminologi teknologi bioindustri yang disinonimkan dengan teknik bio-proses atau teknik bio-kimia yang merupakan cabang ilmu dari teknik kimia yang berhubungan dengan perancangan dan konstruksi proses produksi yang melibatkan agen biologi. Agensia biologis dapat berupa mikroorganisme atau enzim yang dihasilkan oleh mikroorganisme. Mikroorganisme yang digunakan pada umumnya berupa bakteri, khamir, atau kapang.
Pertanian bioindustri secara luas juga dapat diartikan sebagai usaha pengolahan sumber daya alam hayati dengan bantuan teknologi industri untuk menghasilkan berbagai macam hasil pertanian yang mempunyai nilai ekonomi lebih tinggi. Pengolahan itu tidak hanya terbatas pada upaya meningkatkan hasil pertanian saja, akan tetapi bagaimana mengelola hasil pertanian menjadi komoditas yang bervariasi, sehingga dapat meningkatkan perekonomian masyarakat.
Berbagai produk komersial dapat lahir dari bioindustri. Misalnya dari pohon kelapa, dapat dibuat produk turunan yang bernilai ekonomis tinggi, seperti liquid smoke atau asap cair, Virgin Coconut Oil (VCO), biodiesel, minyak goreng, mayones, salad dressing, santan instan, sabun, serat sabut kelapa, beriket arang , nata de coco, karbon aktif, dan lain-lain.
Pertanian bio-industri adalah sistem pertanian yang pada prinsipnya mengelola dan/atau memanfaatan secara optimal seluruh sumberdaya hayati termasuk biomasa dan/atau limbah pertanian, bagi kesejahteraan masyarakat dalam suatu ekosistem secara harmonis (Prastowo, 2013). Dengan demikian, kata kunci sistem pertanian bo-industri ini terletak pada pemanfaatan seluruh sumberdaya hayati, biomasa, dan limbah pertanian, ilmu pengetahuan dan teknologi dan bio-proses, pemanfaatan dan rekayasa genetik.
2
Perspektif Pengembangan Pertanian Bio-Industri
Di dalam pengembangannya, pertanian bio-industri tidak terlepas dari konsep pertanian berkelanjutan, meminimalisasi ketergantungan petani terhadap input eksternal dan penguasaan pasar yang mendominasi sumber daya pertanian.
Tujuan Pertanian Bio-Industri
Pengembangan sistem pertanian bio-industri, secara umum bertujuan untuk:
(1) Menghasilkan pangan sehat, beragam dan cukup. Sebagai negara dengan sumber keanekaragaman hayati sangat tinggi dan masyarakatnya yang sangat plural, maka sistem pertanian pangan harus mampu memanfaatkan pangan yang beragam untuk kebutuhan masyarakat yang beragam sesuai dengan potensi dan karakteristik wilayahnya
(2) Menghasilkan produk-produk bernilai tinggi. Pilihan prioritas pengembangan produk-produk pertanian bio-industri dilandasi pertimbangan nilai tambah tertinggi yang dimungkinkan dari proses bio-refinery. Orientasi pada pengembangan produk-produk bernilai tambah tinggi akan menciptakan daya saing pertanian bio-industri yang tinggi
Daya saing dicirikan oleh tingkat efisiensi, mutu, harga dan biaya produksi, serta kemampuan untuk menerobos pasar, meningkatkan pangsa pasar, dan memberikan pelayanan yang profesional. Pasar berubah dengan cepat sehingga dituntut untuk merubah paradigma orientasi pasar menjadi penuhi kebutuhan pasar (dari ‘market what you can produce’ ke ‘produce what you can market’).
Konsep Pertanian Bio-Industri
Konsep dasar pertanian berkelanjutan ini mengintegrasikan aspek lingkungan dengan sosial ekonomi masyarakat pertanian yang bertujuan mempertahankan ekosistem alami lahan pertanian yang sehat, melestarikan kualitas lingkungan, dan sumber daya alam. Pertanian berkelanjutan dalam hal ini harus memenuhi kriteria keuntungan ekonomi, keuntungan sosial, dan konservasi lingkungan secara berkelanjutan pula.
Konsep ini merupakan sebuah tahapan dalam menata ulang struktur dan sisem pertanian di Indonesia yang membangun sistem ekonomi pertanian secara sinergis antara produksi dan distribusi dalam kerangka pembaruan pertanian. Pertanian berkelanjutan juga merupakan tulang punggung bagi terwujudnya kedaulatan pangan. Konsep pembangunan pertanian berkelanjutan ini ditampilkan dalam Gambar 1.
3
Perspektif Pengembangan Pertanian Bio-Industri
Limbah/ Kotoran hewan
Bioproduk sehat bernilai
tinggi
Biopupuk, pakan baru, bio-energi
Bahan mineral
Photosynthesis/pertanian
Biomasa lainBiomasa
Pangan
Sinar Matahari
Bio-Industri memandang lahan pertanian tidak semata-mata merupakan sumberdaya alam namun juga industri yang memanfaatkan seluruh faktor produksi untuk menghasilkan pangan untuk ketahanan pangan, maupun produk lain yang dikelola menjadi bioenergi serta bebas limbah dengan menerapkan prinsip mengurangi, memanfaatkan kembali dan mendaur ulang (reduce, reuse and recycle). Dengan konsep tersebut, maka hasil pertanian dapat dikembangkan menjadi energi terbarukan sehingga masyarakat tidak lagi terpaku pada energi yang berasal dari fosil.
Pertanian Bio-Industri juga berlandaskan kepada siklus pertanian sebagai penjaga lingkungan alam yang selama ini sudah dipahami masyarakat (Gambar 2). Oleh sebab itu, dalam pengembangan pertanian bio-industri hendaknya selalu mengacu kepada siklus tersebut demi menjaga kelestarian lingkungan alam.
Dengan mengembangkan sistem pertanian bio-industri diharapkan akan memperbaiki kondisi pertanian dan pangan di Indonesia saat ini.
Dinamika Sistem Pertanian
Pertanian bio-industri pada dasarnya merupakan implementasi dari konsep sistem pertanian terpadu. Dalam perspektif sejarah, sistem pertanian terpadu merupakan bagian dari evolusi sistem budidaya pertanian, yang dimulai dari sistem ladang berpindah (mengandalkan keseimbangan ekosistem alam), sistem pertanian menetap monokultur, sistem pertanian tumpang-sari (multi-cropping), dan sistem integrasi
4
Gambar 1. Konsep Holistik Pertanian Berkelanjutan (Kementan, 2013)
Gambar 2. Siklus Pertanian Sebagai Penjaga Lingkungan Alam (Prastowo, 2014)
Perspektif Pengembangan Pertanian Bio-Industri
tanaman-ternak. Seiring dengan degradasi sumberdaya lahan dan air serta makin mahalnya input usaha pertanian (khususnya pupuk anorganik), konsep sistem integrasi tanaman-ternak makin berkembang.
Perkembangan konsep sistem integrasi tanaman-ternak dapat dilihat dari tujuan dan inovasi yang diterapkan. Pada awalnya sistem integrasi tanaman-ternak bertujuan hanya untuk saling memanfaatkan limbah saja, sehingga menghemat biaya pengeluaran untuk pembelian input usahatani (pupuk untuk tanaman dan pakan untuk ternak). Namun seiring dengan perkembangan hasil riset, sistem integrasi ternak akan tetapi dapat lebih dikembangkan lagi. Limbah ternak tidak hanya untuk memprosses limbah saja dapat dimanfaatkan sebagai penghasil energi (biogas) dan sekaligus pupuk organik.
Pada perkembangan inovasi teknologi terkini, limbah tanaman (bio-massa) sudah dimanfaatkan untuk diolah menjadi bahan bakar nabati (bio-fuel) dan berbagai produk turunan yang lain. Upaya pemanfaatan seoptimal mungkin semua hasil tanaman dan ternak (produk utama dan limbah) inilah yang digunakan dalam konsep pertanian bio-industri.
Berdasarkan contoh tersebut, secara prinsip dapat dikatakan bahwa pertanian bio-industri pada hakekatnya merupakan tahapan mutakhir dari serangkaian tahapan dan pengembangan sistem pertanian terpadu, mulai dari sistem pertanian terpadu tanaman-ternak (crop livestock), pengelolaan tanaman terpadu (PTT), sistem integrasi tanaman-ternak (SITT/SIPT), hingga pertanian ramah lingkungan (PRL) dan sistem pertanian efisien karbon (Indonesian Carbon Efficient Farming, ICEF). Dinamika dan perkembangan model atau sistem pertanian terpadu mengikuti atau selaras dengan dinamika tuntutan, tantangan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) pertanian sesuai dengan masanya (Gambar 3).
Sistem pertanian terpadu diawali dengan sistem pola tanam ganda (multiple cropping) yang mengkombinasikan berbagai komoditas dalam satu petakan/hamparan lahan pada saat/musim yang sama. Tujuannya yang utama adalah meningkatkan nilai ekonomi, diversifikasi produk dan perbaikan kesuburan tanah.
Sejalan dengan itu berkembang pula sistem integrasi tanaman dengan ternak dalam model crop livestock system (CLS) dengan tujuan yang mirip namun lebih fokus pada pemanfaatan limbah organik (jerami/brangkasan tanaman) untuk pakan ternak dan sebaliknya memanfaatkan kotoran ternak sebagai pupuk kandang.
5
Perspektif Pengembangan Pertanian Bio-Industri
Sebagai landasan pengembangan, terdapat hal-hal yang dapat dijadikan acuan dalam mengambangkan pertanian Bio-Industri yang ideal. Landasan tersebut adalah :
(1) Pertanian dikembangkan dengan menghasilkan sesedikit mungkin limbah tak bermanfaat sehingga mampu menjaga kelestarian alam atau mengurangi pencemaran lingkungan
(2) Pertanian dikembangkan dengan menggunakan sesedikit mungkin input produksi dari luar sekaligus mengurangi ancaman peningkatan pemanasan global dalam suatu sistem integrasi komoditas pertanian.
(3) Pertanian dikembangkan dengan menggunakan sesedikit mungkin energi dari luar sekaligus mengurangi ancaman peningkatan pemanasan global dalam suatu sistem pertanian integrasi.
(4) Pertanian dikembangkan seoptimal mungkin agar mampu berperan selain menghasikan produk pangan juga sebagai pengolah biomasa dan limbahnya sendiri menjadi bio-produkbaru bernilai tinggi (bahan kosmetik, obat-obatan, pangan fungsional, bahan baku industri, pestida nabati, dan sebagainya).
(5) Pertanian dikembangkan mengikuti kaidah-kaidah pertanian terpadu ramah lingkungan, sehingga produknya dapat diterima dalam pasar global yang makin kompetitif.
(6) Pertanian pada akhirnya dikembangkan sebagai kilang biologi (bio-refinery) berbasis iptek maju penghasil pangan sehat dan non pangan bernilai tinggi sekaligus dalam upaya untuk meningkatkan ekspor produk-produk olahan dan mengurangi impor berbagai komoditas pertanian yang saat ini masih sangat bergantung pada impor (kedele, buah-buahan, beberapa sayuran, pakan ternak, susu, daging, dsb).
Secara teknis, pengembangan pertanian bio-industri agar berlandaskan pada: aspek spesifik lokasi, fokus daerah, sosial ekonomi dan budaya, kelembagaan dan litkaji-bang-rap.
6
Gambar 3. Dinamika Pengembangan Sistem Pertanian Bio-industri
Perspektif Pengembangan Pertanian Bio-Industri
LANDASAN PENGEMBANGAN PERTANIAN BIO-INDUSTRI
Ada beberapa aspek yang perlu dipertimbangkan ketika akan mengembangkan pertanian bioindustri, yaitu: aspek teknologi spesifik lokasi, fokus daerah, sosial ekonomi dan budaya, kelembagaan dan Litkaji-bang-rap
Teknologi Spesifik Lokasi
Sejak perencanaan pengembangan kawasan pertanian bio-industri perlu dikonsepsikan teknologi yang mungkin diterapkan petani.
Rakitan teknologi yang dikembangkan harus spesifik lokasi: sesuai dengan kondisi sosial, ekonomi, teknik dan kenyamanan kerja (ergonomis) petani.
Penyediaan teknologi harus dapat memberikan solusi atau jawaban atas persoalan-persoalan yang dihadapi petani setempat.
Teknologi yang diintroduksikan diprediksi akan mempunyai dampak nyata pada peningkatan pendapatan dan mata pencaharian keluarga tani dan masyarakat sekitarnya.
Daerah yang Representatif
Lokasi penempatan kegiatan pertanian bio-industri harus representative: mewakili sifat-sifat agroekologi seluruh target wilayah kegiatan, mempertimbangkan:
Kesesuaian komoditas dengan agroekosistem. Pertanian bio-industri dapat dilakukan pada agroekosistem lahan sawah irigasi, sawah lebak, pasang surut, gambut, Lahan kering dataran rendah iklim basah, Lahan kering dataran rendah iklim kering, dan Lahan kering dataran tinggi iklim basah.
Tersedianya potensi luasan areal dan areal produksi, dan sesuai dengan regulasi nasional dan daerah, utamanya tata ruang.
Harus ada jaminan bahwa lokasi yang akan dijadikan kawasan pertanian bio-industri berada di kawasan budidaya serta sesuai dengan daya dukung dan daya tampung wilayah
Layak Sosial - Ekonomi
Ciri sosio-ekonomi yang harus menjadi pertimbangan dalam mengembangkan kawasan pertanian bioindustri, di antaranya terkait status penguasaan lahan, cara pengelolaan lahan, pemilikan modal dan peralatan serta tipe usahatani. Posisi petani sebagai pelaku kegiatan harus ditempatkan pada posisi yang proporsional, diikutsertakan sejak perencanaan, pelaksanaan kegiatan hingga evaluasi kegiatan.
7
Perspektif Pengembangan Pertanian Bio-Industri
Pengembangan teknologi harus dapat memberikan kesempatan kepada petani ikut mengembangkan teknologi alternatif dengan cara melibatkan petani dalam pengujian rakitan teknologi pada kondisi lingkungan agroekologi petani setempat dalam skala luas.
Elemen sosial yang perlu dipertimbangkan mencakup, antara lain: akseptabilitas (daya penerimaan) penduduk terhadap inovasi teknologi, basis pendidikan formal penduduk mayoritas, apresiasi dan persepsi penduduk terhadap inovasi, dan mobilitas penduduk.
Dari aspek ekonomi, elemen yang perlu menjadi pertimbangan adalah bahwa inovasi yang dikembangkan di kawasan pertanian bioindustri harus mampu memberikan gambaran keuntungan finansial.
Kelembagaan
Kelembagaan merupakan unsur penting dalam pengembangan pertanian bio-industri. Di dalamnya melekat nilai-nilai, norma, aturan perundangan (formal dan in formal rules) dan organisasi yang mengatur tujuan maupun komitmen bersama dari segenap aktor yang berinteraksi dalam sistem pertanian bio-ndustri.
Aturan/kebijakan dan organisasi dari aktor dimaksud yang berada pada level makro, messo dan mikro tersebut berupa peraturan dan kebijakan formal yang dikeluarkan di tingkat pusat yang disinergikan dengan kebijakan dan relasi-relasi informal pada tataran messo di daerah, maupun tataran mikro aktor petani maupun kelompok tani. Dalam konteks implementasi pengembangan pertanian bio-industri, hal itu saling berhubungan atau berintegrasi dan menjadi dasar bagi setiap individu dalam mencapai tujuan pengembangan sistem pertanian bio-industri
Dalam tataran empiris, diperlukan dukungan yang kondusif hubungan antar kelembagaan seperti UK-UPT terutama BPTP dengan kelembagaan teknis di daerah (Dinas, BKP, Bakorluh, Bappeluh, dan instansi lainnya), hubungan dengan kelompok masyarakat petani dan organisasi sosial lokal.
Strategi Litkajibangrap
Penelitian, pengkajian, pengembangan dan penerapan (litkaji-bang-rap) merupakan salah satu strategi untuk memperderas arus diseminasi atau penyebarluasan teknologi pertanian dari sumbernya kepada pengguna.
Penyediaan komponen teknologi yang diperlukan dihasilkan Balai Penelitian (Balit), Balai Besar (BB), Pusat Penelitian (Puslit), dan Pusat Penelitian dan Pengembangan (Puslitbang)
Sebelum disebarluaskan kepada pengguna, terhadap teknologi tersebut dilakukan pengkajian untuk menguji daya adaptasi teknologi tersebut dari sisi kelayakan teknis, kelayakan sosial dan kelayakan ekonomi
8
Perspektif Pengembangan Pertanian Bio-Industri
Berbasis Iptek dan Hasil Penelitian
Pengembangan pertanian bio-industri harus didasari oleh penerapan IPTEK maju dan inovasi hasil-hasil penelitian sesuai kondisi agroekologi dan sosial-budaya masyarakat. Hal tersebut terutama berkaitan dengan perkembangan IPTEK dalam hal:
Pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya hayati, lahan dan air
Kegiatan bioproses, bioteknologi, dan aplikasi nano teknologi untuk menghasilkan produk bernilai tinggi
Pemanfaatan teknologi informasi untuk kegiatan agribisnis hulu-hilir
Pengembangan bioenergi yang tidak bersaing dengan pangan
Pengelolaan limbah agroindustri, biomasa maupun emisi, dan upaya menjaga kelestarian lingkungan
Basis dan pilar utama IPTEK dan hasil penelitian dalam pengembangan pertanian bioindustri adalah IPTEK yang berkaitan dengan pemanfaatan dan pengelolaan tiga sumber daya, yaitu: (1) Pemanfaatan, pengelolaan dan rekayasan sumberdaya genetik, (2) Pengeloaan dan optimalisasi pemanfaatan sumberdaya lahan, air dan iklim, dan (3) Pengelolaan dan optimalisasi pemanfaatan sumberadaya biomassa (produk utama dan samping/imbah organik).
Teknologi maju dan/atau inovasi yang diperlukan untuk mewujudkan pertanian bioindustri secara berkelanjutan dimulai dari kegiatan hulu, proses budidaya, kegiatan pra dan pasca panen sampai kegiatan untuk menghasilkan produk akhir.
Teknologi maju yang dikembangkan harus mampu mewujudkan bahwa agribisnis dapat dilakukan dengan prinsip: low external input sustainable agriculture (leisa), zero waste, ramah lingkungan, dan berdaya saing tinggi.
9
Perspektif Pengembangan Pertanian Bio-Industri
MODEL PENGEMBANGAN PERTANIAN BIO-INDUSTRI
Dalam tataran operasional, pelaksanaan pengembangan pertanian bio-industri yang dilakukan berbasis agroekosistem akan tampil beragam. Secara keseluruhan terdapat delapan agroekosistem yang dapat dijadikan landasan pengembangan pertanian bio-industri, yaitu :
Lahan sawah irigasi Lahan sawah lebak Lahan sawah pasang surut Lahan gambut Lahan kering dataran rendah iklim basah Lahan kering dataran rendah iklim kering Lahan kering dataran tinggi iklim basah Lahan kering dataran tinggi iklim kering
Dari delapan agroekosistem tersebut, satu di antaranya kurang berpotensi untuk dikembangkan yaitu agroekosistem lahan kering dataran tinggi iklim kering.
Berikut dikemukakan secara terinci inisiasi model pengem-bangan pertanian bio-industri dalam tataran operasional ber-basis agroekosistem, kecuali lahan kering dataran tinggi iklim kering.
Sawah IrigasiPengembangan pertanian bio-industri di lahan sawah irigasi, dengan tanaman
padi sebagai komoditas utama, modelnya dirancang sebagai berikut:
Komoditas Utama: Padi
Komoditas integrasi, terdiri dari : Sapi potong, Unggas (itik/ayam potong) palawija, sayuran
Produk utama: Beras, tepung daging, telur,
Produk bio-industri: Pangan, minyak dedak,Pakan, kompos, asap cair, biogas, minyak dedak, jamur
Teknologi: PTT, Katam, Biokompos, diversifikasi pangan, formulasi pakan, bioproses, Mekanisasi
Luas Kawasan: Minimal 500 ha, 1000-2000 ekor sapi, 5000-10000 ekor unggas)
Sawah Rawa LebakPada sawah rawa lebak, rancangan model pertanian bio-industri sama dengan
yang dilakukan di lawan sawah irigasi, baik dalam hal komoditas utama maupu penetapan komoditas integrasinya. Hal ini dimungkinkan karena karakteristik lebak ketika musim tanam padi mirip dengan sawah irigasi.
Komoditas Utama: Padi
10
Perspektif Pengembangan Pertanian Bio-Industri
Komoditas integrasi, terdiri dari : Sapi potong, Unggas (itik/ayam potong) palawija, sayuran
Produk utama: Beras, tepung daging, telur,
Produk bio-industri: Pangan, minyak dedak, pakan, kompos, asap cair, biogas, minyak dedak, jamur
Teknologi: PTT, Katam, Biokompos, diversifikasi pangan, formulasi pakan, bioproses, Mekanisasi
Luas Kawasan: Minimal 500 ha, 1000-2000 ekor sapi, 5000-10000 ekor unggas)
Sawah Pasang SurutUntuk lokasi sawah pasang surut, meskipun komoditas utamanya bisa sama
dengan yang dilakukan di lahan sawah yaitu padi, namun komoditas integrasinya tidak hanya menggunakan sapi potong tetapi juga kerbau. Model yang dirancang adalah sebagai berikut:
Komoditas Utama: Padi
Komoditas integrasi, terdiri dari : Kerbau, Sapi potong, Itik
Produk utama: Beras, tepung daging, telur,
Produk bio-industri: Pangan, minyak dedak,Pakan, kompos, asap cair, biogas, minyak dedak, jamur
Teknologi: PTT, Katam, Biokompos, diversifikasi pangan, formulasi pakan, bioproses, Mekanisasi
Luas Kawasan: Minimal 500 ha, 500-1000 ekor sapi, 5000-10000 ekor itik
Lahan GambutPada lahan gambut, banyak alternatif integrasi yang dapat dilakukan dalam p
engembangan pertanian bioindustri. Berikut ditampilkan tiga pilihan model pertanian bio-industri yang dapat diterapkan pada agroekosistem lahan gambut.
Model 1
Komoditas Utama: Padi
Komoditas integrasi, terdiri dari : Kerbau, Sapi potong, Itik
Produk utama: Beras, daging, telur,
Produk bio-industri: Pangan, minyak dedak,Pakan, kompos, asap cair, biogas, briket, minyak dedak, jamur
Teknologi: PTT, Katam, Biokompos, diversifikasi pangan, formulasi pakan, bioproses, Mekanisasi
Luas Kawasan: Minimal 500 ha, 500-1000 ekor sapi, 5000-10000 ekor itik)
Model 2
11
Perspektif Pengembangan Pertanian Bio-Industri
Komoditas Utama: Kelapa Sawit
Komoditas integrasi, terdiri dari :, Sapi potong, Itik
Produk utama: CPO, daging, telur,
Produk bio-industri: Pakan, biogas, biodiesel, bio etanol, pupuk, biokompos, briket, minyak goreng
Teknologi:, bioproses, biokompos, formulalsi pakan
Luas Kawasan: Minimal 1000 ha, 1000 ekor sapi.
Model 3
Komoditas Utama: Nenas
Komoditas integrasi, terdiri dari :, Sapi potong, Kambing
Produk utama:.buah, daging, susu kambing
Produk bio-industri: Olahan buah, dagingdan susu,, bromelin, tektil, kompos, biogas
Teknologi:, Formulasi produk olahan buah nenas, daging, dan susu, bio ekstraksi, biokompos dan bioproses
Luas Kawasan: Minimal 600 ha, 600 ekor sapi, 3000 kambing.
Lahan Kering Dataran Rendah Iklim Basah Dapat kondisi lahan kering dataran rendah iklim basah ini ditengarasi masih
banyak memiliki sumberdaya air maka komoditas utama yang dikembangkan dalam pertanian bio-industri juga masih dapat menggunakan padi sebagai komoditas utama. Modelnya dirancang sebagai berikut;
Komoditas Utama: Padi
Komoditas integrasi, terdiri dari : Sapi potong
Produk utama: Beras, daging
Produk bio-industri: Pangan, minyak dedak,Pakan, kompos, asap cair, biogas, briket, minyak dedak, jamur
Teknologi: PTT, Katam, Biokompos, diversifikasi pangan, formulasi pakan, bioproses, Mekanisasi
Luas Kawasan: Minimal 500 ha, 500-1000 ekor sapi
Lahan Kering Dataran Rendah Iklim KeringBerbeda dengan agroekosistem lahan kering dataran rendah iklim basah, pada
agroekosistem lahan kering dataran rendah iklim kering ini kondisi airnya tidak mencukupi untuk mendukung usahatani padi. Komoditas utamanya dipilih tanaman yang tahan kekeringan, yaitu sorgum. Rancangan modelnya dibangun oleh unsur-unsur sebagai berikut:
Komoditas Utama: Sorgum Manis
Komoditas integrasi, terdiri dari : Sapi potong, domba
12
Perspektif Pengembangan Pertanian Bio-Industri
Produk utama: Biji dan Batang, Daging
Produk bio-industri: Bioetanol, gula sorgum, pakan
Teknologi: PTT, Biokompos, formulasi pakan, bioproses, Mekanisasi
Luas Kawasan: Minimal 500 ha, 500-1000 ekor sapi, 3500 ekor domba
Lahan Kering Dataran Tinggi Iklim BasahPada lahan kering dataran tinggi iklim basah, orientasi komoditasnya diarahkan
pada tanaman tahunan. Dalam hal ini komoditas utama yang dipasang adalah Kopi. Jika akan menetapkan ternak sebagai komoditas utama, disarankan menggunakan sa pi perah.
Rancangan model pertanian bio-industri yang dibangun adalah sebagai berkut:
Model 1.
Komoditas Utama: Kopi
Komoditas integrasi, terdiri dari : Kambing
Produk utama: Biji kopi, susu kambing, daging
Produk bio-industri: Biokompos, kopi organic/luwak, kopi rendah kafein, biogas
Teknologi: bioproses, formulasi pakan, mekanisasi
Luas Kawasan: > 150 ha, 2000-4000 ekor kambing
Model 2
Komoditas Utama: Sapi perah
Komoditas integrasi, terdiri dari : Sayuran
Produk utama: Susu dan Sayuran
Produk bio-industri: Bio Urin, pakan, keju, yoghurt
Teknologi: bioproses, mekanisasi
Luas Kawasan: 1000- 2000 ekor /kawasan
13
Perspektif Pengembangan Pertanian Bio-Industri
RANCANGAN MODEL PENGEMBANGAN PERTANIAN BIO-INDUSTRI
Identifikasi Potensi Wilayah, Komoditas dan Produk
Pemilihan lokasi kawasan pengembangan pertanian bio-industri didasarkan pada basis Agro-ecological Zone (AEZ) dan aksesibilitas wilayah pengembangan. Kriteria lokasi untuk pengembangan pertanian bio-industri adalah sebagai berikut:
Lokasi itu merupakan sentra produksi atau kawasan pertanian
Tempatnya strategis, memilikii aksesibilitas tinggi, mudah dijangkau sehingga advokasi kegiatan pertanian bio-industri kepada Pemda dan stakeholder lainnya akan mudah di lakukan.
Dari sisi agroekosistem, pertanian bio-industri dapat dialokasikan di agroekosistem lahan sawah, lahan kering dan lahan rawa. Kondisi agroekosistem tersebut disesuaikan dengan karakteristik inovasi teknologi yang dikembangkan dalam pertanian bio-industri.
Komoditas yang akan dikembangkan disesuaikan dengan karakteristik bio-fisik dan kesesuaian lahan serta preferensi masyarakat dan prospek pemasaran produksi pertaniannya. Disamping itu, komoditas tersebut termasuk unggulan nasional yang telah ditentukan dalam Rencana Strategis Kementan 2014-2019, dan/atau komoditas unggulan daerah sebagai sumberdaya lokal yang potensial untuk dikembangkan.
Komoditas yang dikembangkan dalam suatu model pertanian Bio-Industri dapat lebih dari dua komoditas tergantung dari sasaran atau output yang ingin dicapai. Komoditas tersebut bisa berupa tanaman pangan, hortikultura, tanaman perkebunan, ternak dan ikan atau kombinasinya, tergantung kepada sinergisme hubungan antar komoditas serta preferensi masyarakat dan prospek pemasaran produksi pertaniannya.
Produk utama yang akan dihasilkan dari sistem pertanian bio-industri merupakan produk yang memenuhi standar mutu, baik untuk pangan sehat, pakan berkualitas, maupun sebagai bahan untuk diolah atau diproses lebih lanjut menjadi produk baru. Pasar dan kelembagaan pemasaran diperlukan sebagai komponen dalam subsistem hilir untuk pemasaran produk. Di samping itu, dalam sistem tertutup pertanian bio-industri, biomassa dan limbah yang dihasilkan dapat digunakan kembali sebagai bahan pendukung pembudidayaan komoditas. Sebagai contoh, pada integrasi pembudidayaan kopi dengan kambing, feses yang dihasilkan kambing dapat dikomposkan untuk digunakan dalam pembudidayaan kopi.
Tahapan Kegiatan
Prinsip pertanian bioindustri adalah pada peningkatan kualitas, nilai tambah dan daya saing produk pertanian. Komponen-komponen utama dalam membangun model pertanian bioindustri secara umum terdiri atas : (1) komoditas yang akan dikembangkan, (2) teknologi inovatif yang siap digunakan, (3) dukungan lembaga penelitian, baik pemerintah maupun swasta, (4) lokasi pengembangan dengan kondisi
14
Komoditas Utama
Komoditas Pendukung
Produk Bermutu
Pasar
Pengolahan
Produk Bernilai Tambah
Biomass/ Limbah
Pengolahan
Perspektif Pengembangan Pertanian Bio-Industri
agroekologi tertentu, (3) sarana dan prasarana pendukung, (5) dukungan SDM sebagai pelaku dalam pengembangan pertanian bioindustri, dan (6) ketersediaan pasar untuk produk pertanian yang dihasilkan.
Skema umum pengembangan pertanian bio-industri adalah sebagai berikut (Gambar 3)
Tahapan kegiatan yang dilakukan dalam pengembangan pertanian bio-industri tersebut secara ringkas disajikan dalam Gambar 5.
15
Gambar 4. Skema Umum Pengembangan Pertanian Bio-industri
Perspektif Pengembangan Pertanian Bio-Industri
Gambar 5. Perancangan Model Pertanian Bio-industri
(1) Tentukan Kawasan untuk pengembangan pertanian bio-industri.
Harus ada jaminan bahwa lokasi yang akan dijadikan kawasan pertanian bio-industri berada di kawasan budidaya serta sesuai dengan daya dukung dan daya tampung wilayah
(2) Susun skema relasi atau causal loops. Dalam causal loops tersebut tergambar posisi masing-masing komoditas, yaitu komoditas utama dan pendukung
(3) Identifikasi komoditas yang akan dikembangan. Komoditas yang akan dikembangkan adalah:
o Komoditas unggulan nasional yang ditentukan dalam Rencana Strategis Kementan 2014-2019, dan,
o Komoditas unggulan daerah sebagai sumberdaya lokal yang potensial untuk dikembangkan.
Komoditas yang dikembangkan dalam suatu model pertanian bio-industri dapat lebih dari dua komoditas tergantung dari sasaran atau output yang ingin dicapai.
(4) Identifikasi teknologi inovatif.
Inovasi teknologi inovatif dimaksud, adalah teknologi matang yang siap digunakan pada skala pengembangan, dan mempunyai potensi dampak terhadap penggunaan sumberdaya yang lebih optimal untukmemaksimumkan pendapatan petani
(5) Identifikasi kelembagaan pendukung. Kelembagaan meliputi kebijaka/peraturan yang ada mulai dari tingkat pusat, provinsi, kabupaten dan di level kelompok tani
(6) Sarana prasarana yang diperlukan untuk penerapan teknologi, mulai dari sarana produksi, penyiapan lahan dan penanaman sampai dengan panen dan pasca panen serta pengolahan hasil dan limbah pertanian termasuk budidaya ternak
(7) penyusunan pola pembinaan, pengawalan dan pendampingan Implementasi model pertanian bioindustri spesifik lokasi.
Sasaran yang akan dicapai dalam setiap skema ‘causal loops’ pengembangan pertanian bio-industri spesifik lokasi harus ditentukan secara jelas: bentuk, kualitas dan kuantitas produk akhir dari komoditas, nilai tambah dan daya saingnya.
Teknologi Pendukung
Teknologi inovatif pendukung pertanian bio-industri diutamakan berasal dari UK/UPT Balitbangtan Namun demikian, dapat pula memanfaatkan teknologi inovatif
16
Perspektif Pengembangan Pertanian Bio-Industri
terkait yang diperoleh dari lembaga penelitian nasional lain, perguruan tinggi ataupun lembaga riset swasta.
Komponen teknologi yang masih memerlukan pengkajian lebih lanjut pada kondisi spesifik lokasi, maka pengkajian perlu dilakukan pada kondisi spesifik lokasi. Pengkajian dilaksanakan oleh BPTP yang didukung oleh UK/UPT lingkup Balitbangtan.Dengan demikian, pengembangan sistem pertanian bioindustri spesifik lokasi dilaksanakan secara bertahap dan berkesinambungan.
Untuk jangka pendek, teknologi inovatif yang dihasilkan secara parsial pada subsektor-subsektor tanaman pangan, hortikultura, perkebunan dan peternakan diimplementasikan secara terpadu dalam suatu model pertanian bioindustri spesifik lokasi yang telah ditetapkan melalui penyusunan ‘causal loops’.
DAFTAR PUSTAKA
Diwyanto, K., 2014. Iptek Hasil Penelitian Sebagai Dasar Bio-Industri. Naskah Penyusunan Konsep Pengembangan Kawasan Pertanian Bio-Industri.
Kementerian Pertanian. 2013. Konsep Strategi Induk Pembangunan Pertanian 2013-2045. Pertanian Bio-Industri Berkelanjutan. Solusi Pembangunan Pertanian Indonesia Masa Depan. Kementerian Pertanian
__________________. 2013. Dokumen Pendukung. Strategi Induk Pembangunan Pertanian 2015-2045. Pertanian Bio-Industri Berkelanjutan. Solusi Pembangunan Pertanian Indonesia Masa Depan. Kementerian Pertanian
Manurung, R. 2013. Pengembangan Sistem Pertanian Bio-Industri Berkelanjutan. Materi Sosialisasi Strategi induk Pembangunan Pertanian (SIPP) 2013-2045. Pusat Pelatihan Manajemen dan Kepemimpinan Pertanian.
Prastowo, B. 2010. Bio-fuel Generasi Dua di Indonesia http://penelitianakndakenak.blogspot.com/. Diakses tanggal 28 Februari 2014.
Prastowo, B. 2010. Strategi Pengembangan Energi Biomasa Agar Tidak Terulang Pengalaman Kasus Gas di Indonesia. Makalah di DEN tahun 2010.
Prastowo, B. 2014. Pengembangan Pertanian Boindustri: Konsep, Arah dan Strategi. Makalah Dalam Raker BBSDLP, Bandung 25 – 28 Februari 2014
Prastowo, B., dan Nur Richana. 2014. Biofuel Generasi 1 dan Generasi 2. IAARD Press.
Prastowo, B., Bambang Purwantana, Nur Richana dan Andi Nuralamsyah. 2011. Diversifikasi Tandan Kosong dan Hasil Kelapa Sawit Untuk Biofuel Generasi 2 dan Reduksi 3-MCPD. Puslitbangbun Bogor.
Richana, Nur., Bambang Prastowo. 2012. Teknologi Biofuel Generasi Kedua : Bioetanol dari Lignoselulosa Tandan Kosong Kelapa Sawit. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 34 (3) 2012 : 19-20.
Rumengan, IFM dan F.Fatimah. 2014. Erkembangan Teknologi Bioindustri: Peluang dan Tantangan. Prosiding Seminar Nasional: Inovasi Pertanian Mendukung Bio-Industri. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Kementerian Pertanian.
Subagyo, K., dan Rachmat Hendayana. 2012. Potensi dan Dukungan Teknologi Spesifik Lokasi Dalam Pencapaian Produksi Pangan. Dalam E. Eko Ananto, dkk. (Editor).
17
Perspektif Pengembangan Pertanian Bio-Industri
Kemandirian Pangan Indonesia Dalam Perspektif Kebijakan MP3MI. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Kementerian Pertanian. IAARD Press.
Sumarno dan Subagyono. 2013. Penyediaan Teknologi Pertanian Adaptif. Penelitian Adaptif Berorientasi Pengguna. IAARD Press.
Suswono. 2012. Peraturan Menteri Pertanian No. 50/Permentan/ OT.140/8/2012 Tetang Pedoman Pengembangan Kawasan Pertanian.
18
Biji Sorgum
Pakan Ruminan
Batang sorgum Batang /daun
Ampas
Sorgum Manis
Pakan Unggas
Sapi
Ayam/Itik
Daging telur
Biogas Daging, susu
Pupuk
Nira Sorgum
Gula Cair Sorgum
Bungkil
Pati
CPO TKKS
Biodiesel Minyak Goreng
Batang
Bioetanol
Sapi
Sawit
Pakan
Biogas Pupuk
Daging
Biji sorgum
Pakan Ruminan
Batang Tebu Batang bawah/
atas + daun
Ampas Nira Tebu
Molases
Tebu
Pakan Unggas
Etanol Sapi
Gula Pasir
Ayam/Itik
Daging, telur
MSG Spirtusl
Gas Bakar Biogas Pupuk Daging, susu
Perspektif Pengembangan Pertanian Bio-Industri
Dedak/Bekatul
Pakan Ruminan
Beras JeramiMenir
Minyak bekatul Tepung Beras
Sekam
Briket/Arang aktif
Daging, susu
Ayam
daging ayam, telur
Padi
Pakan Unggas
Sapi
BiogasPupuk
Lampiran:
Inisiasi Causal Loops Pertanian Bio-industri
19
Gambar 8. Causal untuk Model Pertanian Bioindustri Berbasis Sawit
Gambar 6. Causal untuk Model Pertanian Bioindustri Berbasis Padi-Ternak
Gambar 7. Causal untuk Model Pertanian Bioindustri Berbasis Sorgum Manis
Biji sorgum
Pakan Ruminan
Batang Tebu Batang bawah/
atas + daun
Ampas Nira Tebu
Molases
Tebu
Pakan Unggas
Etanol Sapi
Gula Pasir
Ayam/Itik
Daging, telur
MSG Spirtusl
Gas Bakar Biogas Pupuk Daging, susu
Dedak/Bekatul
Pakan Ruminan
Berasan Batang /daun
Minyak Jagung
Tepung Jagung
Jagung
Pakan Unggas
Sapi
Ayam
Daging ayam, telur
Biogas Pupuk
Daging, susu
Biji Sorgum
Pakan Ruminan
Batang sorgum Batang /daun
Ampas
Sorgum Manis
Pakan Unggas
Sapi
Ayam/Itik
Daging telur
Biogas Daging, susu
Pupuk
Nira Sorgum
Gula Cair Sorgum
Perspektif Pengembangan Pertanian Bio-Industri
Gambar 9. Causal untuk Model Pertanian Bioindustri Berbasis Tebu
Gambar 10. Causal untuk Model Pertanian Bioindustri Berbasis Jagung
Gambar 11. Causal untuk Model Pertanian Bioindustri Berbasis Sorgum Manis
20