Persistent Hyperplastic Primary Vitreous
-
Upload
erwin-siregar -
Category
Documents
-
view
370 -
download
37
description
Transcript of Persistent Hyperplastic Primary Vitreous
Makalah
PERSISTENT HYPERPLASTIC PRIMARY VITREOUS
Disusun Oleh:
ERWIN SAHAT HAMONANGAN SIREGAR (070100093)
Supervisor:
dr. ARYANI A. AMRA, SpM
Program Pendidikan Profesi Dokter
Departemen Ilmu Kesehatan Mata
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
RSUP H. Adam Malik
Medan
2012
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena
atas rahmat dan karunia-Nya yang memberikan kesehatan dan keselamatan bagi
penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Aryani.
A. Amra, SpM selaku supervisor dan dr. Sri Marlinda selaku residen pembimbing
yang telah memberikan arahan dalam penyelesaian makalah ini.
Judul makalah ini adalah mengenai “Persistent Hyperplastic Primary
Vitreous”. Adapun tujuan penulisan makalah ini ialah untuk memberikan
informasi mengenai berbagai hal yang berhubungan dengan penyakit ini. Dengan
demikian diharapkan dapat memberikan kontribusi positif dalam sistem pelayanan
kesehatan secara optimal.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, penulis dengan senang hati akan menerima segala bentuk kritikan yang
bersifat membangun dan saran-saran yang akhirnya dapat memberikan manfaat
bagi makalah ini. Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih.
Medan, Juni 2012
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1. LATAR BELAKANG 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2
2.1. DEFINISI 2
2.2. EPIDEMIOLOGI 3
2.3. ETIOLOGI 3
2.4. PATOFISIOLOGI 3
2.5. KLASIFIKASI 5
2.6. GAMBARAN KLINIS 7
2.7. DIAGNOSIS 8
2.8. DIAGNOSA BANDING 9
2.9. PENATALAKSANAAN 11
2.10. KOMPLIKASI 12
2.11. PROGNOSIS 12
BAB III KESIMPULAN 13
DAFTAR PUSTAKA 14
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Persistent Hyperplastic Primary Vitreous (PHPV) adalah keadaan dimana
kegagalan dari vitreous primer untuk beregresi pada waktu embriologi. Etiologi
dan epidemiologi dari penyakit ini belum diketahui dengan pasti. PHPV dianggap
penyakit yang sangat jarang dijumpai. Kondisi ini biasanya unilateral yaitu
sebanyak 90%.1,2,3,4
Sebuah studi tentang penyebab kebutaan pada anak dan penglihatan di
Amerika Serikat menunjukkan bahwa PHPV menyumbang sekitar 5% dari semua
kasus kebutaan. PHPV biasanya dijumpai pada bayi yang cukup bulan. Kelainan
pada anak dapat dideteksi pada waktu lahir atau seminggu setelah lahir.4,5
Tanda-tanda yang paling umum adlah leukoria dan mikroophtalmia. Selain
itu, bisa dijumpai katarak, strabismus, glaukoma, hyphema, dan uveitis. Presentasi
klinis dapat bervariasi. Selain itu, dilatasi pupil sering tidak sempurna dan
mungkin adalah traksi pada jaringan di belakang iris.5,6,9
Diagnosis dari PHPV ini bisa diperoleh dari anamnesa, pemeriksaan
optalmikus yang komprehensif dan dipastikan dengan pemeriksaan penunjang
yaitu pencitraan.1,2,6
Tujuan dalam pengobatan bagi PHPV adalah menyelamatkan mata dari
komplikasi PHPV apabila tidak diobati (terutama glaukoma dan penyakit phthysis
bulbi), mempertahankan ketajaman visual supaya tetap ada dan mencapai hasil
kosmetik yang dapat diterima.1,5,6
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Definisi
PHPV adalah kelainan kongenital pada mata dikarenakan kegagalan
vitreous primer pada waktu embriologi dan pembuluh darah hyaloid untuk
beregresi. Hal ini ditandai dengan persisten dari berbagai bagian vitreous primer
(embrionik sistem vaskular hyaloid termasuk tunika vaskulosa lentis posterior)
dengan hiperplasia dari jaringan ikat pada waktu embrio dan terkait dengan
mikrophtalmia, katarak, dan glaukoma.1,2,5
Gambar 1. Awal perkembangan vitreous primer terdapatnya arteri hyaloid yang
mensuplai nutrisi dan oksigen pada mata.7
Sekarang, istilah Persistent Fetal Vasculature (PFV) sudah mulai
digunakan untuk menggantikan PHPV. Regresi jaringan ini gagal dan
meninggalkan sisa-sisa fibrovaskular yang berkembang baik di belakang lensa
(persisten primer hiperplastik anterior vitreous) atau pada permukaan bagian
dalam peripapillari retina (vitreous hiperplastik persisten posterior vitreous). Pada
beberapa kasus kedua varian mungkin didapatkan. Ini mungkin didapatkan pada
saat lahir atau segera sesudahnya dengan terbentuknya gambaran opak pada lensa
posterior. Hal ini dapat menimbulkan leukokoria.2,4,8
2.2. Epidemiologi1,3,5,6
Meskipun prevalensi yang tepat belum diketahui, PHPV dianggap
penyakit yang sangat jarang dijumpai. Kondisi ini biasanya terjadi secara
unilateral, yaitu sebanyak 90% dan terisolasi (tanpa temuan sistemik yang
berhubungan). Sebuah studi tentang penyebab kebutaan pada anak dan kehilangan
penglihatan di Amerika serikat menunjukkan bahwa PHPV menyumbang sekitar
5% dari semua kasus kebutaan. PHPV biasanya dijumpai pada bayi yang cukup
bulan. Kelainan pada anak dapat dideteksi pada waktu lahir atau seminggu setelah
lahir.
2.3. Etiologi5
Penyebab pasti PHPV sampai sekarang sulit untuk dipahami. PHPV
mungkin terjadi karena cacat dalam regresi vitreous primer atau dalam
pembentukan vitreous sekunder atau kombinasi keduanya. Pembuluh darah dan
jaringan hyaloid yang persisten dan jaringan mesenkim dari vitreous primer
mengarah ke spektrum klinis PHPV.
Pada beberapa pasien dengan PHPV, mutasi gen pada NDP telah
diidentifikasi. Mutasi NDP berhubungan dengan vitreopathies retina pada anak.
Peran patogenetik dari mutasi NDP di PHPV didukung oleh temuan-temuan pada
hewan percobaan yang menunjukkan kegagalan arteri hyaloid primer untuk
beregresi. Satu pasien dengan bilateral PHPV dilaporkan memiliki mutasi gen
NDP dan ibu pasien tersebut merupakan carrier.
2.4. Patofisiologi
Selama perkembangan embriologi mata, kompartemen antara saraf optik
dan belakang dari lensa berisi sistem vaskular (arteri hyaloid) yang memberikan
nutrisi dan oksigen bagi perkembangan mata. Pembuluh darah hyaloid dan
vitreous primer seharusnya mundur pada trimester ketiga sewaktu hamil karena
tidak lagi diperlukan.5,6
Vitreous primer terbentuk antara lapisan dalam dari optic cup dan dengan
sistem vaskular hyaloid bersamaan dengan perkembangan embriologi lensa terjadi
pada kira-kira minggu ke-3 sampai minggu ke-6 yang membentuk serabut-serabut
vitreous dari vitreous primer. Akhirnya vitreous primer terletak di belakang kutub
posterior lensa bersama sisa-sisa pembuluh hyaloid.12
Serabut-serabut dan sel-sel dari vitreous sekunder berasal dari vitreous
primer vaskuler. Di anterior, perlekatan vitreous sekunder yang erat pada
membran limitans interna retina merupakan tahap-tahap awal pembentukan basis
vitreous. Sistem hyaloid mengembangkan pembuluh-pembuluh darah vitreous,
selain dari pembuluh darah pada permukaan kapsula lentis (tunica vasculo lentis).
Sistem hyaloid berkembang dan kemudian beratrofi dari posterior ke anterior.12
Atrofi yang tidak sempurna dapat mengakibatkan hyaloid anterior akan
tersisa yang berhubungan dengan lensa atau terdapat sisa-sisa hyaloid posterior
yang berhubungan dengan saraf optik. Apabila terjadi kegagalan pada regresi
akan terjadi kondisi yang dinamakan Persistent Hyperplastic Primary Vitreous
(PHPV).
Sebuah contoh dari sisa-sisa anterior adalah titik Mittendorf. Papila
Bergmeister mungkin dianggap sebagai sisa-sisa posterior sistem hyaloid. Periode
ketiga pembentukan vitreous dimulai pada akhir bulan ketiga. Vitreous tersier
dimulai sebagai akumulasi serat kolagen antara ekuator lensa dan bagian badan
siliar dan akhirnya berdiferensiasi menjadi dasar vitreous dan zonules lensa.7,12
Gambar 2. Mata pada usia gestasi 3 bulan.7
Gambar 3. Pada perkembangan mata yang normal pada usia gestasi 8 minggu
tunica vasculosa lentis dan arteri hyaloid mulai menghilang hingga pada saat lahir
tidak ditemukan lagi.2
PHPV pada satu mata tidak dianggap sebagai kelainan genetik, oleh
karena itu tidak boleh diturunkan oleh anak-anak yang terkena dampak. Namun,
konseling genetik harus disarankan kepada setiap keluarga dengan anak yang
terkena untuk informasi spesifik.5
2.5. Klasifikasi
PHPV terbagi kepada dua tipe:
a. PHPV anterior1,2,5,6
Pada PHPV anterior, sisa-sisa vaskular terlihat berada pada posterior lensa
tetapi tidak mencapai saraf optik. Varian ini lebih sering, pupil putih (leukokoria)
biasanya akan ditemukan segera setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh membran
fibrous vaskularisasi berada pada posterior lensa. Gangguan penglihatan baik
yang ringan atau berat tergantung pada tingkat keparahan penyakit tersebut.
Pada kasus yang berat, lensa menyerupai membran opak (membranous
cataract) dan bisa menyebabkan kebutaan. Dalam kasus yang jarang, jaringan
lemak akan terbentuk (lipomatous pseudophakia) bisa juga terbentuk tulang
rawan pada lensa tetapi kasusnya jarang. Jaringan parut pada retrolentikular
menarik proses siliar ke tengah dan ini akan terlihat dalam pupil. Pertumbuhan
mata akan terlambat. Hal ini mengakibatkan microphthalmos dan drainase dari
aqueous humor juga terganggu, dimana buphthalmos (hydrophthalmos) juga
dijumpai.
PHPV anterior juga dikenal sebagai persistent tunika vasculosa lentis dan
persistent posterior fibrovascular sheath pada lensa. Keadaan ini biasanya terkait
dengan katarak, glaukoma, dan membran retrolentikular. PHPV anterior
seharusnya didiagnosa banding dengan penyebab leukokoria yang lain.
Membedakan PHPV dengan retinoblastoma sangat penting. Pada retinoblastoma
selalu tidak jelas kelihatan saat lahir, biasanya bilateral dan tidak disertai dengan
mikropthalmus atau katarak.
Gambar 4. PHPV anterior, suatu massa fibrovaskular disuplai oleh arteri hyaloid
yang persisten yang letaknya berdekatan dengan permukaan posterior dari lensa.
Badan siliar dan sudut ruang okuli tidak terganggu.2
Gambar 5. PHPV anterior menunjukkan mikrophtalmus disertai katarak.8
b. PHPV posterior1,3,5,6
Dalam PHPV posterior sisa-sisa serabut vaskular terlihat timbul dari saraf
optik tapi tidak mencapai lensa sehingga biasanya tidak menyebabkan katarak.
PHPV posterior dapat dikaitkan dengan perkembangan abnormal dari retina, saraf
optik, maskula, vitreal stalk, dan membran vitreal. Retina sekitarnya dapat terjadi
parut atau terpisah. Jika ada keterlibatan signifikan dari saraf optik dan/atau
retina, penglihatan yang baik tidak mungkin didapatkan. Presentasi murni
posterior bisa dijumpai ablasio retina dan displasia retina. PHPV posterior harus
dibedakan dengan retinopathy premature, ocular toxocariasis, dan familial
exudative vitreoretinopathy. PHPV anterior dan posterior bisa juga terjadi secara
bersamaan.
Gambar 6. PHPV posterior, terlihat septum linier dari saraf optik ke lensa.
2.6. Gambaran Klinis
Tanda-tanda yang paling umum adalah leukokoria dan mikroptalmia.
Selain itu bisa dijumpai katarak, strabismus, glaukoma, hyphema, dan uveitis.
Presentasi klinis dapat bervariasi. Selain itu, dilatasi pupil sering tidak sempurna
dan mungkin ada traksi pada jaringan dibelakang iris (proses silia).5,6,9
Dalam lebih dari 90% kasus PHPV adalah unilateral. Dilaporkan juga 13%
pasien mempunyai ukuran bola mata yang normal dan hampir 26% mengalami
buphtalmic. Bagian depan mata (ruang anterior) mungkin lebih dangkal dari yang
normal sehingga meninggalkan sedikit ruang antara iris dan kornea. Ini
merupakan faktor predisposisi terjadinya glaukoma pada anak.2,3,5,6,8,9
Traksi dari proses siliari kadang-kadang terlihat di pinggiran pupil yang
berdilatasi. Mata kecil, refleks putih pupil dan pembuluh darah hyaloid terlihat
diatas permukaan anterior iris, papiler margin dan permukaan posterior iris
merupakan parameter diagnostik yang sangat penting. Kadang-kadang perdarahan
intravitreal yang luas dan ablasio retina bisa dijumpai. Ketajaman visual dapat
mendekati normal. Strabismus dapat dijumpai pada saat lahir atau berkembang
tidak lama setelah periode postnatal.5,6
Meskipun penyakit ini biasanya terisolasi, telah dilaporkan terdapat
kombinasi dengan sindrom lainnya yaitu trisomi 13, Norric disease, Walker-
Walburg syndrome, incontinentia pigmenti, cerebro-oculo-dysplasia-muscular
dystrophy, fetal alcohol syndrome, neurofibromatosis 2, dan Axenfeld-Rieger
syndrome. Selain itu, kelainan kongenital lainnya pada retina bisa hampir sama
dengan PHPV dan harus dipertimbangkan ketika kedua mata terlibat.5,6
2.7. Diagnosis
Diagnosis PHPV berdasarkan pada anamnesa, pemeriksaan mata yang
komprehensif dan dikonfirmasi dengan ultrasonografi, CT-scan atau magnetic
resonance imaging (MRI).2,6 Temuan pencitraan tergantung pada ukuran,
ketebalan, dan tingkat vaskularisasi dari massa fibrovaskular. Ultrasonografi pada
PHPV menunjukkan massa ecogenic pada posterior dari lensa dengan sebuah
band hyperechoic memanjang dari bagian posterior dari bola mata ke permukaan
posterior massa retrolental, sesuai dengan kanal Cloquet. Arteri hyaloid dapat
dilihat pada kanal ini dengan pemeriksaan Doppler. Ablasi retina dapat dilihat
sebagai struktur lengkung echogenic didalam gambaran anechoic pada vitreous.
Kadang-kadang gambaran hiperechogenic yang heterogen yang terlihat di dalam
vitreous menandakan perdarahan.1,9
CT-scan hampir selalu menunjukkan gambaran micropthalmos. Pada
bagian apeks, terlihat sebuah band linier atau septum meluas ke posterior dapat
dikatakan sebuah temuan yang memungkinkan diagnosis yakni PHPV.9
Gambar 7. PHPV pada anak usia 2 tahun dengan mata kiri yang abnormal pada
pemeriksaan. Gambaran CT-scan potongan aksial diperoleh setelah pemberian zat
kontras intravena yang menunjukkan septum vertikal posterior lensa kiri yang
meluas ke posterior.9
Kadang-kadang penurunan energi pada sinar radiasi yang melewati pada
vitreous body dapat dilihat, ini selalu dikaitkan dengan jaringan vibrovaskular dan
darah yang berhubungan dengan perdarahan berulang. Lensa tampak abnormal
dan kecil, transparan, atau bulat karena edema. Kalsifikasi tidak ditemukan.1,6,9
CT-scan tidak selalu dapat membedakan PHPV dengan retinoblastoma.
Pemeriksaan MRI lebih unggul dalam membedakan PHPV dari retinoblastoma.
Lensa yang abnormal, elongasi prosessus ciliary, dan massa retrolental bisa
terlihat. Pemberian bahan kontras gadolinium secara intravena biasanya akan
terjadi enhance pada retrolental vitreous primer.9
2.8. Diagnosa Banding1,5
Retinoblastoma yang juga biasanya dijumpai leukokoria dan
micropthalmos harus dipikirkan dalam mendiagnosa banding PHPV. Diagnosa
retinoblastoma dapat disingkirkan berdasarkan pemeriksaan USG atau CT-scan.
Pemeriksaan pencitraan untuk retinoblastoma akan dijumpai massa intraokular
dengan kalsifikasi. PHPV adalah penyebab paling umum kedua setelah
retinoblastoma apabila dijumpai leukokoria.
Kondisi penyakit lain yang dapat hampir sama temuannya dengan PHPV
termasuk Coast disease, retinopathy of prematurity (ROP), microphthalmia,
incontinentia pigmenti, congenital cataract and ocular toxocariasis. Selain itu,
PHPV dapat didiagnosa banding dengan coloboma of optic nerve, coloboma of
posterior pole, uveitis, cataract, myelinated nerve fibers, juvenile
xanthogranuloma, falciform retinal folds.
Diagnosa banding untuk leukokoria
Penyebab Kriteria Banding
Katarak kongenital
(4-8:20.000)
Awal infan, unilateral atau bilateral,
ukuran bola mata normal
Retinoblastoma (1:20.000) Infan, ukuran bola mata normal,
unilateral (2/3 kasus) atau bilateral (1/3
kasus), kalsifikasi
Retinopathy of prematurity, grade V Awal infan, bilateral, lahir preterm
(1:20.000) dengan terapi oksigen
Exudative retinitis ( Coats’disease) Anak-anak, unilateral
Persistent hyperplastic primary
Vitreous
Unilateral, micropththalmos, connatal,
centrally displaced ciliary processes
Tumor Astrocytoma, medulloepithelioma
Exudative retinal detatchment Toxocariasis, angiomatosis retinae
(von Hippel-lindau tumor), diffuse
choroidal hemagioma.
Penyebab lain Norrie’s disease, incontinentia
pigmenti (Bloch-Sulzberger disease),
juvenile retinoschisis, retinal dysplasia,
vitreous abscess, myelinized nerve
fibers, coloboma of the optic disk
(morning glory disk), foreign bodies in
the vitreous chamber.
2.9. Penatalaksanaan
Tujuan dalam pengobatan PHPV adalah menyelamatkan mata dari
komplikasi apabila tidak diobati (terutama glaukoma dan penyakit pthysis bulbi),
mempertahankan ketajaman visual tetap ada, dan mencapai hasil kosmetik yang
dapat diterima.1,5,6,10
Tindakan bedah diindikasikan apabila dijumpai komplikasi berupa kolaps
ruang anterior yang progresif, peningkatan tekanan intraokular, perdarahan pada
vitreous, dan ablasio retina.10
Apabila terapi pada PHPV anterior diperlukan, tindakan bedah harus
dilakukan secepat mungkin. Reese menyatakan terdapat dua tahap dalam tindakan
bedah pada PHPV yaitu lensektomi dan membranektomi. Dengan munculnya alat
pemotong vitreous dan gunting halus intraokular, vitrektomi menjadi satu tahap
prosedur perawatan standar pada masa ini.13,14
Vitrektomi adalah operasi untuk menghilangkan badan kaca atau vitreous
(jelly bening seperti kaca) dari dalam bola mata. Vitrektomi merupakan operasi
mikro yang dilakukan diruang operasi. Anestesi dapat dilakukan secara lokal atau
umum. Untuk prosedur yang lebih rumit dilakukan anestesi umum. Dua atau tiga
sayatan tipis pada sklera akan dibuat agar beberapa alat yang kecil dapat
diselipkan ke mata seperti lampu fibreoptik, pemotong vitreous, gunting halus
intraokular, dan alat laser pada bagian pars plana. Cairan vitreous akan digantikan
bahan lain seperti larutan garam yang mirip dengan cairan tubuh, udara, atau gas.
Cairan vitreous tidak akan terbentuk lagi dan mata dapat berfungsi tanpa vitreous.
Pada akhir operasi sayatan tadi akan dijahit kembali dan akan sembuh perlahan-
lahan. Operasi terdiri dari pengangkatan vitreous dan mengupas jaringan parut
dari permukaan retina. Ini adalah operasi yang halus. Operasi ini dilakukan bila
penglihatan terganggu atau distorsi mengganggu penglihatan mata yang sehat.13,14
Gangguan pada segmen posterior bisa juga terlihat dengan menggunakan
instrumen ini. Tindakan bedah pada kasus PHPV posterior jarang dilakukan
apabila tidak terdapat traksi pada retina dan kapsul lensa.13
Visual rehabilitasi (lensa aphakia dan terapi ambliopia) dilakukan untuk
memperoleh visual yang bagus. dalam kasus kelainan berbagai segmen di
posterior, rehabilitasi visual tidak memungkinkan untuk dilakukan. Pada pasien
yang tidak bisa dioperasi, penggunaan lensa kontak pupil hitam diperlukan.6
Gambar 8. Teknik pembedahan pada PHPV
2.10. Komplikasi6
Komplikasi yang bisa terjadi pada PHPV berupa:
a. glaukoma
b. pendarahan intraokular
c. ablasio retina
d. phthisis bulbi
2.11. Prognosis2,5
Prognosis bergantung pada tingkat keparahan gangguan yang terjadi.
Namun tindakan intervensi bedah yang adekuat sering dapat menyelamatkan mata
dan menstabilkan ketajaman visual.
BAB III
KESIMPULAN
Persistent Hypertrophy Primary Vitreous (PHPV) adalah kondisi dimana
apabila terjadinya kegagalan pada regresi vitreous primer dan pembuluh darah
hyaloid pada waktu embriologi. Penyebab dari penyakit ini masih belum
diketahui.1,6
Tanda-tanda yang paling umum adalah leukokoria dan mikroptalmia.
Selain itu bisa dijumpai katarak, strabismus, glaukoma, hyphema dan uveitis.
Untuk mendiagnosis bisa didapat dari presentasi klinis dan dengan bantuan dari
pemeriksaan penunjang yaitu pencitraan.1,5,6,7,8
Pengobatan bagi PHPV adalah menyelmatkan mata dari komplikasi PHPV
apabila tidak diobati (terutama glaukoma dan penyakit phthysis bulbi),
mempertahankan ketajaman visual supaya tetap ada dan mencapai hasil kosmetik
yang dapat diterima.1,5,6
Prognosis tergantung terutama pada tingkat keparahan gangguan yang
terjadi. Namun tindakan intervensi bedah yaitu vitrektomi dapat menyelamatkan
mata dan menstabilkan ketajaman visual.1,4
DAFTAR PUSTAKA
1. Lang G. K., Abnormal Changes in The Viterous Body. Dalam:
Ophthalmology Short Textbook, 1st ed, 2000, USA: Thieme Stuttgart
Publishing Ltd., 2000; 285-287.
2. Regillo. C, Chang T. S., Disease of Vitreous. Dalam: Retina and Vitreous.
Singapore: American Academy of Ophthalmology Ltd., 3rd Edition, 2007-
2008; 280-283.
3. Sehu K. W, Lee W. R., Development and Malformation. Dalam:
Ophthalmic Pathology. USA: Blackwell Publishing Ltd., 2005; 128-129.
4. Crick R. P, Khaw P. T., Congenital Abnormaities and Genetic Disorders.
Dalam: A Textbook of Clinical Ophthalmology. Singapore: World
Scientific Publishing Co. Pte. Ltd., 3rd Edition, 2003; 427.
5. Persistent Hyperplastic Primary Vitreous. Diunduh dari:
http://www.institutvision.org/index.php?
option=com_content&view=article&id=220&Itemid=75&lang=en&limitst
art=1 [Diperoleh: 16 Juni 2012]
6. Alex V. L., Persistent Hyperplastic Primary Vitreous. Department of
Ophthalmology The Hospital for Sick Children University of Toronto er
2003. Diunduh dari: http://www.pgcfa.org/files/MORIN_03_WINTER.pdf
[Diperoleh: 15 Juni 2012]
7. Scott E. O, Leonard B., Ocular Developmental Anomalies. Vitreous
Differentiation. Diunduh dari:
http://www.oculist.net/downaton502/prof/ebook/duanes/pages/v9/v9c053.
html [Diperoleh: 15 Juni 2012]
8. Parag K. S., Ejournal of Ophthalmology. Persistent Fetal Vasculature
Syndrome. 2011. Diunduh dari:
http://www.eophtha.com/eophtha/ejo28a.html [diperoleh: 16 Juni 2012]
9. Ellen M. C, Charles S. S, Jason W. S., Pediatric Orbit Tumors and Tumor
like Lesions: Neuroepithelial Lesions of The Ocular Globe and Optic
Nerve. Radiological society of North America. 2011. Diunduh dari:
http://radiographics.rsna.org/content/27/4/1159.full [Diperoleh: 16 Juni
2012]
10. Muller-Forell W. S., Orbital Pathology. Dalam: Imaging of Orbital and
Visual Pathway Pathology, 1st Edition, 2006; 149.
11. Kenneth W. W, Peter H. S, Lisa S. T., Embryology of Vitreous. Dalam:
Handbook of Pediatric Eye and Systemic Disease, USA, Springer
Publishing, 1st Edition, 2006; 29-30.
12. Vaughan D. G., Anatomi dan Embriologi Mata. Dalam: Oftalmologi
Umum. Jakarta: 2000: Widya Medika Publishing, 28-29.
13. A. B. D, Micheal T T., Persistent Hyperplastic Primary Vitreous. Diunduh
dari: http://www.associatedretinaconsultants.com/images/Ped%20VR
%20Surg20Handout/PEVS/hyperplastic.pdf [Diperoleh: 15 Juni 2012]
14. Vitrectomy. Diunduh dari: http://www/avcclinic.com/vitrectomy.htm.
[Diperoleh: 16 Juni 2012]