PERSEPSI MAHASISWA TERHADAP FAKTOR-FAKTOR YANG ...digilib.unila.ac.id/60936/20/SKRIPSI TANPA BAB...
Transcript of PERSEPSI MAHASISWA TERHADAP FAKTOR-FAKTOR YANG ...digilib.unila.ac.id/60936/20/SKRIPSI TANPA BAB...
1
PERSEPSI MAHASISWA TERHADAP FAKTOR-FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
KETERAMPILAN KLINIS DI FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMPUNG: SEBUAH STUDI KUALITATIF
(Skripsi)
Oleh
SONIA MAHATVA D.P
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2020
2
PERSEPSI MAHASISWA TERHADAP FAKTOR-FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
KETERAMPILAN KLINIS DI FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMPUNG: SEBUAH STUDI KUALITATIF
Oleh:
Sonia Mahatva D.P
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar
SARJANA KEDOKTERAN
pada
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2020
ABSTRACT
STUDENT PERCEPTIONS OF FACTORS INFLUENCING THE
IMPLEMENTATION OF CLINICAL SKILLS LEARNING AT THE
FACULTY OF MEDICINE LAMPUNG UNIVERSITY:
A QUALITATIVE STUDY
By
SONIA MAHATVA D.P
Background: Clinical skills learning is learning method in medical education that
plays an important role in teaching clinical skills procedures. However, the
implementation is not easy enough, because it requires a lot of human resources,
mannequins, certain settings, etc. This study aim to find related factors that
influence the implementation of learning clinical skills at the Faculty of Medicine
Lampung University.
Methods: This study used a qualitative research design by using a
phenomenological approach. The participants in this study were eighteen
participants from the Faculty of Medicine Lampung University, with four
criterias, namely: student of medical education study program, gender, Grade
Point Average (GPA), and year. Also two lecturers with clinical teaching skills of
at least five-year experience. The data was collected by Focus Group Discussion
(FGD) technique and in-depth interview. The data was analyzed by thematic
analysis.
Results: The results of the study found factors that influence the implementation
of clinical skill learning at the Faculty of Medicine Lampung University, namely;
instructor, supporting equipment, learning environment, student readiness, time
allocation, material, and guidance.
Conclusion: This study showed that students perception of the implementation of
clinical skills learning were already good although there were some shortcomings.
Instructor, supporting equipment, learning environment, student readiness, time
allocation, material, and guidance are factors that influence the implementation of
clinical skills learning at the Faculty of Medicine Lampung University
Keyword: Clinical skills, Implementation, Medical faculty
ABSTRAK
PERSEPSI MAHASISWA TERHADAP FAKTOR-FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
KETERAMPILAN KLINIS DI FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMPUNG: SEBUAH STUDI KUALITATIF
Oleh
SONIA MAHATVA D.P
Latar Belakang: Pembelajaran keterampilan klinis merupakan metode
pembelajaran pada pendidikan kedokteran yang berperan penting untuk
mengajarkan prosedur keterampilan klinis. Akan tetapi dalam pelaksanaannya
tidak cukup mudah sebab, memerlukan SDM yang banyak, manekin, setting
tertentu, dll. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang
mempengaruhi pelaksanaan pembelajaran keterampilan klinis di Fakultas
Kedokteran Universitas Lampung.
Metode: Penelitian ini menggunakan desain penelitian kualitatif dengan
pendekatan fenomenologi. Partisipan dalam penelitian ini adalah mahasiswa
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung sebanyak delapan belas orang dengan
empat kriteria yaitu: program studi pendidikan dokter, gender, indeks prestasi
kumulatif, dan angkatan. Serta dua dosen dengan pengalaman mengajar
keterampilan klinis minimal lima tahun. Teknik pengambilan data dalam
penelitian ini adalah Focus Group Discussion (FGD) dan wawancara mendalam.
Setelah didapatkan data penelitian, data dianalisis dengan cara analisis tematik.
Hasil Penelitian: Hasil penelitian didapatkan faktor-faktor yang mempengaruhi
pelaksanaan pembelajaran keterampilan klinis di Fakultas Kedokteran Universitas
Lampung yakni instruktur, peralatan penunjang, lingkungan belajar, kesiapan
mahasiswa, alokasi waktu, materi, dan panduan.
Kesimpulan: Persepsi mahasiswa terhadap pelaksanaan pembelajaran
keterampilan klinis adalah sudah baik meskipun terdapat beberapa kekurangan.
Instruktur, peralatan penunjang, lingkungan belajar, kesiapan mahasiswa, alokasi
waktu, materi, dan panduan merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi
pelaksanaan pembelajaran keterampilan klinis di Fakultas Kedokteran Universitas
Lampung.
Kata kunci: Fakultas kedokteran, Keterampilan klinis, Pelaksanaan
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di kota Malang pada tanggal 10 September 1997 sebagai anak
kedua dari dua bersaudara, dari bapak Jonson Right Way dan ibu Wahyuning Sri
Suharti.
Pendidikan Sekolah Dasar (SD) diselesaikan di Madrasah Ibtidaiyah Negeri 2
Malang pada tahun 2009, Sekolah Menengah Pertama (SMP) diselesaikan di SMP
Negeri 8 Malang pada tahun 2012, dan Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMA
Negeri 5 Malang pada tahun 2015. Penulis sempat menjadi mahasiswa di
Universitas Brawijaya pada tahun 2015.
Pada tahun 2016 penulis terdaftar sebagai mahasiswa program studi pendidikan
dokter di Fakultas Kedokteran Universitas Lampung melalui jalur Seleksi
Bersama Mahasiwa Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN). Selama menjadi
mahasiswa, penulis mengikuti organisasi FSI IBNU SINA sebagai sekretaris
divisi media dan syiar (2017/2018) dan LUNAR sebagai koordinator divisi media
dan jurnalistik (2018/2019).
“Ihfadzillah Yahfadzka”
Karya ini kupersembahkan kepada keluargaku,
sahabat dan teman-teman sejawat
Terima kasih untuk senyuman, semangat,
dan dukungan yang telah kalian berikan.
“dan aku belum pernah kecewa dalam berdoa kepada
Engkau, ya Rabbku”
(Qs. Maryam 19:4)
SANWACANA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah Azza wa jalla yang telah memberi
kekuatan, kemudahan, rahmat dan karunia-Nya selama pelaksanaan penyusunan
skripsi ini. Sholawat dan salam semoga selalu tercurah pada suri tauladan terbaik
Nabi Muhammad Shallallahu‘alaihi wa sallam. Penulis mengucapkan terimakasih
kepada dosen-dosen pembimbing, keluarga dan sahabat sehingga skripsi dengan
judul “PERSEPSI MAHASISWA TERHADAP FAKTOR-FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI PELAKSANAAN PEMBELAJARAN KETERAMPILAN
KLINIS DI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG:
SEBUAH STUDI KUALITATIF” dapat terselesaikan.
Penulis meyakini penelitian ini tidak akan selesai tanpa dukungan dan bimbingan
dari berbagai pihak. Maka dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan
rasa terimakasih kepada:
1. Prof. Dr. Karomani, M.Si., selaku Rektor Universitas Lampung;
2. Dr. Dyah Wulan Sumekar R.W., SKM., M.Kes., selaku Dekan Fakultas
Kedokteran Universitas Lampung;
3. dr. Merry Indah Sari, S.Ked, M.Med.Ed, selaku Pembimbing I yang telah
meluangkan waktu, memberikan bimbingan, saran, motivasi dan pengarahan
dalam penyusunan skripsi ini;
4. dr. Intanri, S.Ked., Sp.Pk, selaku Pembimbing II yang telah meluangkan
waktu, memberikan bimbingan, motivasi, saran dan pengarahan dalam
penyusunan skripsi ini;
5. dr. Dwita Oktaria, S.Ked, M.Pd.Ked, selaku Penguji Utama yang telah
meluangkan waktu, memberikan saran, ilmu serta nasihat yang dapat
membangun dalam penyusunan skripsi ini;
6. dr. Anggraeni Janar Wulan, S.Ked, M.Sc, selaku Pembimbing Akademik
yang telah memberi motivasi, saran, dan nasehat selama ini;
7. Seluruh dosen Fakultas Kedokteran Universitas Lampung atas ilmu, waktu
dan bimbingan yang telah diberikan dalam proses perkuliahan;
8. Seluruh staf akademik, administrasi, tata usaha Fakultas Kedokteran
Universitas Lampung yang telah sangat membantu, memberikan waktu,
tenaga serta kesabarannya selama proses penyelesaian penelitian ini;
9. Kepada ayah dan ibu tercinta, bapak Jonson dan ibu Wahyuning yang selalu
mendo’akan, mendukung, memberi motivasi dan semangat selama penulis
mengerjakan skripsi dan belajar di fakultas kedokteran ini;
10. Kakak penulis, Sonia Hajar Marophahita yang mendo’akan dan memberi
semangat selama penulis mengerjakan skripsi dan belajar di fakultas
kedokteran ini;
11. Kepada kak Thoriq dan kak Nuha yang memberikan arahan dan ilmunya
terkait penelitian kualitatif ini;
12. Kepada sahabat seimanku DOA IBU, Alvira, Wilda, Dea, Ghina, Rima,
Fatimah, Rani, Bunda Nadya, Anthia, Desti, dan Dinda atas doa, dukungan,
semangat yang selama ini kalian berikan pada penulis;
13. Kepada keluarga langitku MPQ UNILA, Ustadz Hasan, Umi Masyitoh, serta
teman-teman penghafal kalam-Nya atas doa-doa, motivasi dan semangat yang
selalu kalian berikan;
14. Kepada keluarga langitku QLI 3, Kak rosida, Simus, Mbak Khodijah, Dita,
Lilis, dan Rohma atas doa-doa, semangat pagi dan dukungan yang selalu
kalian berikan;
15. Kepada tetangga kos Nada, Fu, Buk Win, Dhanti, Ayu, Ghale, Ghina, Rima,
Fatimah, Alvira, Nia, dan Lian atas bantuan, semangat dan dukungannya;
16. Kepada teman-teman terdekat Hanifah, Mutiara, Neema, Yasmin, Eno, Jihan
F, Jihan NP, Dian, Devio, Naja, dan Mila atas support yang selama ini kalian
berikan;
17. Kepada teman-teman sejawat angkatan 2016, TR16EMINUS atas
kebersamaan yang kalian berikan selama 3.5 tahun ini. Semoga kelak kita
bisa menjadi dokter yang professional, amanah, dan sukses dunia akhirat;
18. Seluruh calon teman sejawat kakak-kakak tingkat Cran14al, Endom15ium,
dan adik-adik V17treous, F18brinogen, dan L19amentum atas kebersamaan
selama ini;
19. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu yang telah
memberikan bantuan dalam penulisan skripsi ini.
Semoga skripsi ini bermanfaat untuk pembacanya.
Bandar Lampung, 23 Januari 2020
Penulis
Sonia Mahatva D.P
i
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI .................................................................................................. i
DAFTAR TABEL .......................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... v
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................ 6
1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................. 6
1.3.1 Tujuan Umum .............................................................................. 6
1.3.2 Tujuan Khusus ............................................................................ 7
1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................... 7
1.4.1 Manfaat bagi Peneliti .................................................................. 7
1.4.2 Manfaat bagi Institusi ................................................................. 7
1.4.3 Manfaat bagi Peneliti lain ........................................................... 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Persepsi .............................................................................................. 9
2.1.1 Definisi ...................................................................................... 9
2.1.2 Proses Pembentukan Persepsi ................................................... 10
2.1.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi ............................. 11
2.2 Pembelajaran Keterampilan Klinis .................................................... 12
2.2.1 Definisi ..................................................................................... 12
2.2.2 Tujuan Pembelajaran Keterampilan Klinis .............................. 13
2.2.3 Peran Pembelajaran Keterampilan Klinis ................................ 13
2.2.4 Proses Pembelajaran Keterampilan Klinis ............................... 14
2.2.5 Pembelajaran Keterampilan Klinis yang Efektif ...................... 16
2.2.6 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Pembelajaran
Keterampilan Klinis ................................................................. 17
2.2.6.1 Materi Keterampilan Klinis .......................................... 18
2.2.6.2 Metode Pengajaran ....................................................... 19
2.2.6.3 Peserta Didik ................................................................ 20
2.2.6.4 Instruktur Klinis ........................................................... 21
2.2.6.5 Peralatan Penunjang ..................................................... 23
2.2.6.6 Lingkungan Pembelajaran ............................................ 24
ii
2.3 Prosedur Pengajaran Keterampilan Klinis ......................................... 25
2.3.1 Karakteristik Instruktur Pada Pembelajaran Keterampilan
klinis .......................................................................................... 26
2.3.2 Cara Meningkatkan Kemampuan Mengajar Keterampilan
Klinis ........................................................................................ 27
2.3.3 Langkah-langkah yang Harus Dilakukan Instruktur Pada
Pembelajaran Keterampilan Klinis ........................................... 30
2.4 Kerangka Teori .................................................................................. 36
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Rancangan Penelitian ......................................................................... 37
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ............................................................ 37
3.3 Populasi dan Partisipan ...................................................................... 37
3.3.1 Populasi ..................................................................................... 37
3.3.2 Partisipan ................................................................................... 38
3.4 Metode Pengumpulan Data ................................................................ 39
3.4.1 Jenis dan Sumber data ............................................................... 39
3.4.2 Instrumen Penelitian.................................................................. 40
3.4.3 Teknik Pengumpulan Data ........................................................ 41
3.4.3.1 Focus Group Discussion (FGD) ................................... 41
3.4.3.2 In-Depth Interview ........................................................ 42
3.5 Analisis Data ...................................................................................... 43
3.6 Uji Keabsahan Data ........................................................................... 46
3.6.1 Uji Kredibilitas .......................................................................... 46
3.6.2 Uji Transferabilitas .................................................................... 47
3.6.3 Uji Dependabilitas ..................................................................... 47
3.6.4 Uji Konfirmabilitas ................................................................... 48
3.7 Alur Penelitian ................................................................................... 49
3.8 Etika Penelitian .................................................................................. 50
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian .................................................................................. 51
4.1.1 Gambaran Umum ...................................................................... 51
4.1.2 Hasil Analisis Tematik .............................................................. 52
4.1.2.1 Persepsi Mahasiswa Terhadap Pelaksanaan
Pembelajaran Keterampilan Klinis di FK UNILA ....... 52
4.1.2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pelaksanaan
Pembelajaran Keterampilan Klinis di FK UNILA ....... 55
4.2 Pembahasan ........................................................................................ 83
4.2.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pelaksanaan
Pembelajaran Keterampilan Klinis di FK UNILA ................... 83
4.2.1.1 Instruktur....................................................................... 83
4.2.1.2 Peralatan Penunjang...................................................... 97
4.2.1.3 Lingkungan Belajar ...................................................... 99
4.2.1.4 Kesiapan Mahasiswa .................................................... 102
4.2.1.5 Alokasi Waktu .............................................................. 104
4.2.1.6 Materi ............................................................................ 105
4.2.1.7 Panduan Keterampilan Klinis ....................................... 106
iii
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan ....................................................................................... 109
5.2 Saran .................................................................................................. 111
5.2.1 Bagi Institusi ............................................................................. 111
5.2.2 Bagi Instruktur .......................................................................... 111
5.2.3 Bagi Mahasiswa ........................................................................ 112
5.2.4 Bagi Peneliti Lain ...................................................................... 112
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 113
LAMPIRAN
iv
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Karakteristik Partisipan Mahasiswa .......................................................... 52
2. Kriteria Partisipan Dosen .......................................................................... 52
3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pelaksanaan Pembelajaran
Keterampilan Klinis .................................................................................. 56
4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pelaksanaan Pembelajaran
Keterampilan Klinis (Instruktur) ............................................................... 58
5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pelaksanaan Pembelajaran
Keterampilan Klinis (Peralatan Penunjang) .............................................. 70
6. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pelaksanaan Pembelajaran
Keterampilan Klinis (Lingkungan) ........................................................... 74
7. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pelaksanaan Pembelajaran
Keterampilan Klinis (Kesiapan Mahasiswa) ............................................ 76
8. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pelaksanaan Pembelajaran
Keterampilan Klinis (Alokasi Waktu) ...................................................... 80
9. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pelaksanaan Pembelajaran
Keterampilan Klinis (Materi) .................................................................... 81
10. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pelaksanaan Pembelajaran
Keterampilan Klinis (Panduan) ................................................................. 82
v
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Kerangka Teori ......................................................................................... 36
2. Alur Penelitian .......................................................................................... 49
3. Hubungan Tema Utama ............................................................................ 57
vi
LAMPIRAN
Lampiran 1. Ethical Clearance
Lampiran 2. Inform Consent Mahasiswa
Lampiran 3. Inform Consent Dokter
Lampiran 4. Pertanyaan FGD Mahasiswa
Lampiran 5. Pertanyaan In-Depth Interview Dosen
Lampiran 6. Dokumentasi FGD 2016
Lampiran 7. Dokumentasi FGD 2017
Lampiran 8. Dokumentasi FGD 2018
Lampiran 9. Dokumentasi In-Depth Interview
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pendidikan sarjana kedokteran di Indonesia telah mengalami perubahan
kurikulum yang sebelumnya menerapkan pembelajaran konvensional berupa
teacher centered sekarang telah beralih menjadi Kurikulum Berbasis
Kompetensi (KBK) dengan metode pembelajarannya menggunakan Problem
Based Learning (PBL). Salah satu aplikasi dari PBL ini adalah pembelajaran
keterampilan klinis (clinical skills learning). Keterampilan klinis merupakan
salah satu dari 7 area kompetensi penting yang harus dikuasai oleh semua
lulusan fakultas kedokteran di Indonesia, dalam Standar Kompetensi Dokter
Indonesia (SKDI) 2012 keterampilan klinis merupakan area kompetensi ke-6
(Saputra dan Lisiswanti, 2015).
Pembelajaran keterampilan klinis merupakan metode pembelajaran pada
pendidikan kedokteran yang berperan penting mengajarkan prosedur
keterampilan klinis bagi peserta didik. Sementara laboratorium keterampilan
klinis menyediakan lingkungan yang aman bagi mahasiswa untuk dapat
melakukan praktik keterampilan klinis sebelum melakukannya di praktik
nyata. Mahasiswa harus memahami mengenai keterampilan tindakan medis
2
dan menilai dengan benar sebelum mempraktikannya ke pasien. Keterampilan
klinis yang harus dikuasai mencakup kemampuan anamnesis, pemeriksaan
fisik, pendekatan klinis, penalaran diagnostik, prosedural yang baik,
komunikasi yang efektif, kerjasana tim dan profesionalitas (Al-Elq, 2007).
Keterampilan klinis menitikberatkan pada metode pembelajaran keterampilan
medis yang sistematis dan terintegrasi mulai dari yang sederhana sampai ke
arah yang lebih kompleks sehingga keterampilan ini berperan dalam
menentukan diagnosis dan menyelesaikan suatu masalah kesehatan (Tjahjono,
2011).
Hasil pembelajaran keterampilan klinis dapat diukur dengan Objective
Structured Clinical Examination (OSCE). OSCE berfungsi untuk menilai
kompetensi dan keterampilan klinis mahasiswa secara objektif dan terstruktur.
Dikatakan objektif karena untuk menguji setiap mahasiswa dilakukan dengan
alat uji berupa daftar tilik yang sama dan dengan kriteria kerja yang terukur.
Sedangkan terstruktur maksudnya setiap mahasiswa diuji dengan jenis tugas
dan alokasi waktu yang sama (Andrianie et al, 2014).
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung sejak tahun 2008 telah
menggunakan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Sejak saat itu juga
telah menerapkan pembelajaran keterampilan klinis dengan metode
penilaiannya mengembangkan metode ujian OSCE (Saputra et al, 2015).
Berdasarkan pernyataan tersebut, seharusnya mahasiswa memiliki kompetensi
melakukan prosedur keterampilan klinis dengan baik. Akan tetapi masih
3
banyak mahasiswa yang tidak berhasil lulus ujian OSCE pada kesempatan
pertama (first taker). Berdasarkan data hasil ujian OSCE yang diperoleh dari
penanggung jawab masing-masing CSL (Clinical Skills Learning), pada CSL
4 angkatan 2016 tahun ajaran 2017/2018 dengan jumlah 244 mahasiswa yang
lulus OSCE first taker berjumlah 99 mahasiswa (40,6%) dan yang harus
mengulang 145 mahasiswa (59,4%). Pada OSCE CSL 3 angkatan 2017 tahun
ajaran 2018/2019 dengan jumlah 239 mahasiswa yang lulus OSCE first taker
berjumlah 54 mahasiswa (22,6%) dan yang harus mengulang 185 mahasiswa
(77,4%). Pada OSCE CSL 2 angkatan 2018 tahun ajaran 2018/2019 dengan
jumlah 200 mahasiswa yang lulus OSCE first taker berjumlah 134 (67%) dan
yang harus mengulang 66 mahasiswa (33%). Berdasarkan data tersebut sekitar
sepertiga sampai tiga perempat mahasiswa harus mengulang ujian OSCE pada
kesempatan pertama.
Hasil pembelajaran yang dicapai peserta didik tersebut dipengaruhi oleh
aktifitas pembelajaran di kelas maupun di laboratorium keterampilan klinis.
Proses pembelajaran keterampilan klinis harus memenuhi standar mutu yang
telah ditetapkan, sehingga bila standar mutu tidak sesuai dengan standar
kurikulum maka akan mempengaruhi hasil belajar dan tidak tercapainya
beberapa tujuan pembelajaran (Fauzi, 2018). Sangat penting bagi peserta didik
untuk menjalani pelatihan keterampilan klinis yang sesuai standar dengan
dipimpin oleh seorang instruktur pelatihan (Bugaj dan Nikendei, 2016). Akan
tetapi ketercapaian hasil ujian OSCE tersebut tidak hanya dipengaruhi oleh
instruktur. Berdasarkan penelitian sebelumnya oleh Hakim (2016) mengenai
4
persepsi mahasiswa tentang Peer-Assisted Learning (PAL) dalam
pembelajaran keterampilan klinis di Fakultas Kedokteran Universitas
Lampung menyimpulkan bahwa metode pembelajaran PAL dalam
pembelajaran keterampilan klinis dapat membantu meningkatkan hasil yang
baik pada ujian OSCE berdasarkan persepsi instruktur dan peserta didik.
Dengan demikian, pembelajaran dengan tutor sebaya juga dapat meningkatkan
ketercapaian hasil pembelajaran.
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi suatu proses pelaksanaan
pembelajaran keterampilan klinis. Faktor-faktor tersebut harus terlaksana
secara baik agar proses pembelajaran keterampilan tersebut bisa mencapai
tujuannya. Suryadi (2008), mengemukakan 3 komponen penting yang
menentukan keberhasilan suatu pelatihan keterampilan klinik diantaranya
konten materi keterampilannya, metode atau strategi pelatihannya, dan peserta
didiknya (trainee). Faktor-faktor lain yang mempengaruhi keberhasilan
keterampilan klinis antara lain instruktur kliniknya, peralatan yang menunjang,
dan lingkungan pembelajarannya baik lingkungan fisik maupun non-fisik
(Saputra dan Lisiswanti, 2015).
Proses pelaksanaan pembelajaran keterampilan klinik pun tidak cukup mudah
sebab, memerlukan Sumber Daya Manusia (SDM) yang banyak, peralatan dan
manekin (model tiruan anggota tubuh), setting tertentu yang memiliki beberapa
kekhususan, partisipasi aktif dari pembelajarnya, waktu yang cukup untuk
5
latihan, umpan balik dan refleksi serta memerlukan penilaian untuk
mengetahui tingkat capaian keterampilan mahasiswanya (Suryadi, 2008).
Penelitian sebelumnya pernah dilakukan oleh Hardisman dan Yulistini (2013),
yang memiliki persamaan desain penelitian kualititatif dengan tujuan
penelitian untuk mengevaluasi pelaksanaan pembelajaran keterampilan klinis.
Perbedaan penelitian yang pertama dari segi lokasi, penelitian sebelumnya
dilakukan di Universitas Andalas sedangkan penelitian ini dilakukan di
Universitas Lampung. Perbedaan lokasi tersebut juga akan memberikan
perbedaan dalam menunjang pelaksanaan keterampilan klinis baik dari segi
jumlah instruktur pengajar, penyusunan materi keterampilan, peralatan
penunjang, dan lingkungan pembelajaran. Kedua dari segi variabel, penelitian
sebelumnya menggunakan variabel hambatan dalam pelaksanaan skills lab.
Sedangkan pada penelitian ini variabel adalah faktor-faktor yang
mempengaruhi pelaksanaan pembelajaran keterampilan klinis, sehingga bisa
didapatkan faktor yang menghambat ataupun faktor yang menunjang
keberhasilan suatu pembelajaran keterampilan klinis. Ketiga dari segi teknik
pengambilan partisipan pada penelitian sebelumnya pengambilan partisipan
dilakukan secara terbuka dan sukarela sedangkan pada penelitian ini dilakukan
dengan maximal variation sampling yakni pengambilan partisipan dengan
perbedaan karakteristik yang sesuai tujuan penelitian. Sehingga diharapkan
dari perbedaan karakteristik tersebut didapatkan beragam perspektif. Keempat
dari segi teknik pengumpulan data pada penelitian sebelumnya dilakukan
dengan In-Depth Interview pada setiap mahasiswa sedangkan pada penelitian
6
ini dilakukan dengan Focus Group Discussion (FGD) pada mahasiswa dan
untuk instruktur pengajar dengan In-Depth Interview.
Menimbang begitu pentingnya peranan pembelajaran keterampilan klinis bagi
profesi kedokteran kedepannya, maka pelakasanaannya harus dilaksanakan
dengan sebaik mungkin. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian lebih
lanjut terkait faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan pembelajaran
keterampilan klinis. Namun, masih sedikit penelitian yang membahas
mengenai pembelajaran keterampilan klinis terutama di Fakultas Kedokteran
Universitas Lampung. Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti tertarik
untuk mengetahui lebih mendalam mengenai persepsi mahasiswa terhadap
faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan pembelajaran keterampilan
klinis di Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka masalah yang ingin dijawab dalam
penelitian ini adalah “Bagaimana persepsi mahasiswa terhadap faktor-faktor
yang mempengaruhi pelaksanaan pembelajaran keterampilan klinis di Fakultas
Kedokteran Universitas Lampung?”
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum dilakukan penelitian ini adalah mengeksplorasi secara
mendalam persepsi mahasiswa terhadap faktor-faktor yang
7
mempengaruhi pelaksanaan pembelajaran keterampilan klinis di
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.
1.3.2 Tujuan Khusus
Mengetahui persepsi mahasiswa terhadap faktor-faktor yang
mempengaruhi pelaksanaan pembelajaran keterampilan klinis di
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.
1.4 Manfaat Penelitan
1.4.1 Manfaat bagi Peneliti
Penulis dapat mengembangkan kemampuan meneliti dan menambah
pengetahuan mengenai faktor- faktor yang mempengaruhi pelaksanaan
pembelajaran keterampilan klinis ditinjau dari segi persepsi mahasiswa
di Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.
1.4.2 Manfaat bagi Institusi
Sebagai masukan bagi Fakultas Kedokteran Universitas Lampung untuk
meningkatkan kualitas pelaksanaan pembelajaran keterampilan klinis
sehingga menghasilkan luaran yang berkompeten terutama dalam
keterampilan klinis.
8
1.4.3 Manfaat bagi Peneliti lain
Sebagi bahan rujukan untuk mengembangkan penelitian selanjutnya
mengenai pelaksanaan pembelajaran keterampilan klinis dan bahan
kajian yang lebih lanjut dalam topik yang sama.
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Persepsi
2.1.1 Definisi
Persepi disebut sebagai inti komunikasi, sebab jika persepsi tidak akurat
maka komunikasi efektif tidak akan tercapai. Sedangkan inti dari
persepsi adalah penafsiran (interpretasi) yang identik dengan penyandian
balik (decoding) dalam proses komunikasi (Mulyana, 2014). Istilah
persepsi sebenarnya memiliki definisi yang beragam. Menurut (Rakmat,
2013) persepsi adalah pengamatan tentang suatu obyek, peristiwa atau
hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi
dan menafsirkan pesan. Persepsi setiap individu dapat sangat berbeda
walaupun hal yang diamati sama. Persepsi didefinisikan sebagai proses
yang digunakan untuk menginterpretasikan data-data sensoris (Severin
dan Tankard, 2008). Menurut (Solso, 2008) persepsi melibatkan kognisi
tinggi dalam penginterpretasian terhadap informasi sensorik, kemudian
informasi tersebut diproses sesuai pengetahuan individu. Hal-hal tersebut
memberikan makna terhadap pengalaman sensorik.
Berdasarkan beberapa pendapat mengenai definisi persepsi dapat
disimpulkan bahwa persepsi merupakan pengamatan terhadap suatu
10
obyek atau peristiwa yang melibatkan kognisi, pengetahuan dan
pengalaman individu dalam menginterpretasikannya sehingga persepsi
individu bisa jadi berbeda dengan individu lain meskipun hal yang
diamati sama.
2.1.2 Proses Pembentukan Persepsi
Menurut Miftah (2003), proses terbentuknya persepsi didasari oleh tiga
tahapan, yaitu:
a. Stimulus atau Rangsangan
Persepsi terjadi diawali dengan individu yang dihadapkan pada suatu
stimulus/ rangsangan yang hadir dari lingkungannya.
b. Registrasi
Pada tahap ini, suatu gejala yang nampak adalah mekanisme fisik berupa
penginderaan dan seorang individu berpengaruh terhadap alat indera
yang dimilikinya. Seseorang dapat mendengarkan atau melihat informasi
yang terkirim kepadanya, kemudian mendaftar semua informasi yang
terkirim kepadanya.
c. Interpretasi
Interpretasi merupakan proses memberikan arti kepada stimulus yang
diterimanya. Proses ini merupakan aspek kognitif karena proses ini
bergantung pada cara pendalaman, motivasi, dan kepribadian masing-
masing individu.
11
2.1.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi
Menurut Bimo (2004), faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi:
a. Objek yang dipersepsi
Obyek yang dipersepsi akan menimbulkan stimulus yang ditangkap oleh
alat indera atau reseptor. Stimulus dapat datang dari luar dan dari dalam
individu yang mempersepsi
b. Alat indera, saraf, dan pusat susunan saraf
Saraf sensoris sebagai alat untuk meneruskan stimulus yang diterima
reseptor ke pusat susunan saraf yakni otak sebagai pusat kesadaran, dan
sebagai alat untuk mengadakan respon diperlukan syaraf motoris.
c. Perhatian
Merupakan langkah awal untuk mengadakan persepsi. Perhatian
merupakan konsentrasi dari seluruh aktifitas individu yang ditujukan
kepada sesuatu atau sekumpulan objek.
Sedangkan menurut Miftah (2003), faktor-faktor yang mempengaruhi
persepsi seorang individu adalah sebagai berikut :
a. Faktor internal
Berupa perasaan, sikap dan kepribadian individu, prasangka, keinginan
atau harapan, perhatian (fokus), proses belajar, keadaan fisik, gangguan
kejiwaan, nilai, kebutuhan, minat, dan motivasi.
12
b. Faktor eksternal
Berupa latar belakang keluarga, informasi yang diperoleh, pengetahuan
dan kebutuhan sekitar, intensitas, ukuran, keberlawanan, pengulangan
gerak, hal-hal baru, dan ketidakasingan suatu obyek.
2.2 Pembelajaran Keterampilan Klinis
2.2.1 Definisi
Pembelajaran keterampilan klinis (Clinical Skills Learning) merupakan
metode pembelajaran pada pendidikan kedokteran yang berperan penting
untuk mengajarkan prosedur keterampilan klinis bagi peserta didik.
Pembelajaran ini memudahkan mahasiswa untuk dapat mempraktekkan
keterampilan klinis sebelum mengaplikasikannya pada pasien nyata.
Keterampilan klinis tersebut meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan penunjang, penalaran diagnostik, kesempurnaan
prosedural, komunikasi yang efektif, kerja tim dan profesionalisme (Al-
Elq, 2007).
Keterampilan klinik merupakan salah satu dari 7 area kompetensi penting
yang harus dikuasai oleh semua lulusan fakultas kedokteran di Indonesia.
Dalam Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI) 2012 keterampilan
klinis merupakan area kompetensi ke-6 (Saputra dan Lisiswanti, 2015).
Keterampilan klinis itu sendiri merupakan kegiatan mental dan atau fisik
yang terorganisir serta memiliki kegiatan yang saling bergantung dari
13
awal hingga akhir sehingga keterampilan ini berperan dalam menentukan
diagnosis dan menyelesaikan suatu masalah kesehatan (Tjahjono, 2011).
2.2.2 Tujuan Pembelajaran Keterampilan Klinis
Tujuan pembelajaran keterampilan klinis adalah menyamakan
pembelajaran dan evaluasi keterampilan klinik dengan menggunakan alat
penilaian yang sama bagi semua mahasiswa dan meningkatkan sikap
mahasiswa dalam memberi pelayanan pada pasien (Mahmoud, 2006).
Pembelajaran keterampilan klinis melatih mahasiswa dengan berbagai
macam keterampilan yang sesuai dengan situasi dan kondisi pasien,
sehingga diharapkan untuk kedepannya mahasiswa benar-benar siap
dalam menghadapi pasien yang nyata (Nurini et al, 2002).
2.2.3 Peran Pembelajaran Keterampilan Klinis
Keterampilan klinis (clinical skills) merupakan hal yang sangat
dibutuhkan dalam profesi kedokteran. Pembelajaran keterampilan klinis
memiliki peran untuk mempersiapkan mahasiswa kedokteran sebelum
memasuki pendidikan profesi dengan melatih keterampilan
berkomunikasi, pemeriksaan fisik, tindakan medik dan prosedur invasif
lainya (Setiawan, Danlen dan Wittingham, 2013). Laboratorium
keterampilan klinis (skills lab) menyediakan lingkungan yang aman bagi
mahasiswa untuk dapat melakukan praktik keterampilan klinis sebelum
melakukannya di praktik nyata (Al-elq, 2007).
14
Keterampilan klinis dalam sistem Kurikulum Berbasis Kompetensi
(KBK) merupakan pilar utama dan elemen penting dari mutu profesional
lulusan pendidikan tinggi kedokteran-kesehatan. Terampil dalam bidang
tertentu dapat sebagai bukti nyata tercapainya sebuah kompetensi
(Saputra dan Lisiswanti, 2015).
2.2.4 Proses Pembelajaran Keterampilan Klinis
Proses pembelajaran keterampilan klinis harus memenuhi standar mutu
yang telah ditetapkan, sehingga bila standar mutu tidak sesuai dengan
standar kurikulum maka akan mempengaruhi hasil belajar dan tidak
tercapainya beberapa tujuan pembelajaran (Fauzi, 2018). Sangat penting
bagi peserta didik untuk menjalani pelatihan keterampilan klinis yang
sesuai standar dengan dipimpin oleh seorang instruktur pelatihan (Bugaj
dan Nikendei, 2016). Standarisasi ini mencakup instruksi yang telah
tersandarisasi misalnya standar Walker dan Peyton (1998) yang terdiri
dari demontrasi, dokonstruksi, komprehensi dan pelaksanaan.
Selanjutnya daftar tilik yang terbukti kondusif untuk menjamin kualitas
peserta didik selama proses pembelajaran keterampilan klinis (Nikendei
et al, 2005).
Standar internal dari fakultas juga berperan dalam menentukan prosedur
dan prinsip-prinsip pada pemeriksaan (Pjontek, Scheibe dan Tabatabai,
2013). Pada akhirnya proses standarisasi memberikan dasar yang
memungkinkan penilaian keterampilan mahasiswa berbasis kompetensi
15
(Bugaj dan Nikendei, 2016). Pembelajaran keterampilan klinis
mencangkup tiga kompetensi yakni knowledge, skill dan attitude yang
harus dimiliki seorang dokter (Dent dan Harden, 2013).
Proses bimbingan keterampilan menurut Balendong dan Dolmans (1999)
dilakukan dalam beberapa tahapan:
1. Mendemonstrasikan keterampilan klinik yang meliputi: menjelaskan
dan menunjukkan keterampilan yang akan dipelajari, menggunakan
video atau slide, dan memperagakan keterampilan pada manekin
(model simulasi).
2. Praktik oleh mahasiswa di bawah pengawasan dosen pada manekin
(model simulasi). Tahapan ini dilakukan dengan cara mahasiswa
mempraktikkan keterampilan pada model/ simulasi/ role play. Dosen
pembimbing atau instruktur meninjau ulang praktik mahasiswa dan
memberikan umpan balik yang konstruktif.
3. Mengevaluasi kompetensi atau keterampilan mahasiswa oleh dosen
pembimbing. Tahap ini dilakukan dengan cara menilai setiap
keterampilan mahasiswa pada manekin menggunakan daftar tilik
yang telah dibuat dan praktik pada manekin di bawah pengawasan
pembimbing.
Menurut Nurini et al (2002), proses pembelajaran keterampilan klinis
dapat dilakukan dengan cara:
16
1) Sebelum praktik keterampilan klinis, mahasiswa mempelajari teori
yang berkaitan dengan keterampilan yang akan dipelajari dan melihat
demonstrasi yang diperagakan oleh instruktur atau melihat audio visual.
2) Mahasiswa berlatih dengan temannya mengenai prosedur yang
sederhana dan tidak menimbulkan resiko.
3) Beberapa keterampilan klinis dilakukan pada manekin misalnya
pemasangan kateter, pemasangan NGT, dan lain-lain.
4) Pada tingkatan yang lebih lanjut, praktik dapat dilakukan pada pasien
simulasi yang telah dididik sebelumnya.
5) Apabila memungkinkan mahasiswa dapat dihadapkan pada pasien
dengan keadaan yang tidak beresiko.
2.2.5 Pembelajaran Keterampilan Klinis yang Efektif
Beberapa syarat untuk melaksanakan suatu pembelajaran keterampilan
klinik (clinical skills learning) yang efektif menurut Roy Remmens
(1999) dalam Ningjanah (2018) antara lain:
1. Pendidikan keterampilan dimulai sejak awal masa pendidikan,
keterampilan ini dimulai dari yang sederhana kemudian meningkat
derajat kesulitannya dan sesuai dengan pendidikan kognitif yang sedang
berlangsung pada mahasiwa.
2. Tujuan pendidikan suatu topik atau tema keterampilan harus jelas
dan terdiskripsi secara rinci.
3. Latihan dilakukan secara teratur (reguler) dan diulang (iterated).
17
4. Bentuk latihan berupa demonstrasi dan praktek yang dibimbing oleh
dosen pembimbing atau instruktur dengan pemberian umpan balik.
5. Dilakukan evaluasi keterampilan baik secara formatif maupun
sumatif.
6. Mahasiswa diberikan kesempatan untuk melakukan latihan ulang,
sampai mahasiswa merasa sudah benar-benar terampil. Mahasiswa diberi
kesempatan untuk mempraktekkan dan mengintegrasikan keterampilan
yang dilatih dalam konteks klinik serta berlatih pemecahan masalah
klinis (clinical problem solving).
2.2.6 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Pembelajaran
Keterampilan Klinis
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi suatu proses pembelajaran
keterampilan klinis. Faktor-faktor tersebut harus terlaksana secara baik
agar proses pembelajaran keterampilan tersebut bisa mencapai
tujuannya. Suryadi (2008), mengemukakan tiga komponen penting yang
menentukan keberhasilan suatu pelatihan keterampilan klinik
diantaranya konten materi keterampilannya, metode atau strategi
pelatihannya, dan peserta didiknya (trainee). Faktor-faktor lain yang
mempengaruhi keberhasilan keterampilan klinis antara lain instruktur
kliniknya, peralatan yang menunjang, dan lingkungan pembelajarannya
baik lingkungan fisik maupun non-fisik (Saputra dan Lisiswanti, 2015).
18
2.2.6.1 Materi Keterampilan Klinis
Konten materi pada pembelajaran keterampilan klinik harus dipecah
menjadi komponen-komponen keterampilan yang lebih kecil dalam
pembelajarannya kemudian seiring dengan pertambahan kemampuan
mahasiswa, komponen keterampilan tersebut diintegrasikan kembali.
Selain itu, konten materi juga menentukan berapa lama waktu yang
dibutuhkan untuk proses latihannya (Amin dan Eng, 2009). Jika
keterampilannya kompleks waktu yang dibutuhkan untuk latihan
juga lebih panjang. Sebagai contoh keterampilan prosedural asuhan
persalinan normal (APN) atau keterampilan pemeriksaan pada pasien
psikiatri membutuhkan waktu latihan yang lebih panjang (Saputra
dan Lisiswanti, 2015).
Secara keseluruhan, konten materi yang dikemas dalam kurikulum
harus sesuai. Kurikulum harus dilakukan secara spiral. Ciri dari
kurikulum yang spiral diantaranya adalah adanya pengulangan
(iterative), adanya penambahan tingkat kesulitan, adanya
pembelajaran terhadap hal yang baru yang akan berkaitan dengan
pembelajaran sebelumnya serta adanya peningkatan capaian
kompetensi dari peserta didik terkait dengan topik tersebut (Dent dan
Harden, 2013).
19
2.2.6.2 Metode Pengajaran
Fakultas kedokteran harus menggunakan berbagai metode
pengajaran yang memungkingkan bagi peserta didiknya untuk
memperoleh pengajaran keterampilan klinis yang baik. Beberapa
metode penting yang mempengaruhi pembelajaran mahasiswa dalam
keterampilan klinis termasuk pembelajaran berbasis simulasi,
pengajaran dengan multimedia misalnya video, PBL (Problem Based
Learning), seminar, dan pembelajaran dialektif seperti kuliah dan
laboratorium (Sahu et al, 2019).
Pembelajaran simulasi didasarkan pada asumsi semakin banyak
konteks pembelajaran yang menyerupai paktik klinis maka akan
semakin baik pembelajarannya. Oleh karena itu, dengan simulasi ini
maka pembelajaran keterampilan klinis bisa dirubah dari
pemahaman metode lama yakni “See One, Do One, Teach One”
menjadi “See One, Practice Many, Do One” untuk mendapat luaran
yang lebih baik. Metode pelatihan simulasi merupakan alat
pembelajaran yang penting dalam pendidikan kedokteran dan
memberi manfaat bagi klinisi untuk menyediakan pelayanan yang
berkualitas (Matson et al, 2007).
Metode dalam menyampaikan latihan keterampilan klinis dikenal
dengan S-T-E-P-S, yakni menggali dan mengaktifkan pengetahuan
sebelumnya (set the foundation), demonstrasi oleh instruktur (tutor
20
demonstration), penjelasan sambil mendemonstrasikan kembali
(explanation), mahasiswa mempraktekkan dibawah supervisi
(practice under supervision) dan melakukan praktek kembali secara
keseluruhan dengan baik (Dent dan Harden, 2013). Metode lain
seperti Menurut Walker dan Peyton (1998) terdapat empat tahap
dalam menyampaikan keterampilan klinis. Pertama demonstrasi
oleh instruktur dengan mengajarkan keterampilan klinis secara
normal tidak terlalu cepat atau pelan tanpa memberi penjelasan.
Kedua dekonstruksi dengan mengajarkan keterampilan klinis secara
pelan dengan memberi penjelasan. Ketiga komprehensi yakni
peserta didik menanyakan instruktur siapa dari peserta didik tersebut
yang akan melakukan keterampilan klinis. Keempat dengan
pelaksanaan dimana peserta didik menunjukkan keterampilan
klinis, mengartikulasi pedoman pada setiap langkah sebelum
melakukan keterampilan klinis.
2.2.6.3 Peserta Didik
Harus dipastikan bahwa peserta didik sudah memahami materi
keterampilan yang akan diajarkan sebelum pembelajaran
keterampilan klinik dimulai. Pengetahuan mengenai keterampilan,
indikasi, kontraindikasi serta semua pengetahuan faktual (factual
knowledge) dari keterampilan tersebut. Mahasiswa juga harus
memahami meskipun sebatas pengetahuan kognitif mengenai
prosedur materi yang akan dilatihkan (procedural knowledge). Hal
21
ini sebagaimana yang dikemukan dalam Piramida Miller (1990),
tentang tingkatan penilaian keterampilan yang secara berurutan
dimulai dari knows, knows how, shows how, dan does.
Berapa faktor yang mempengaruhi peserta didik dalam menguasai
keterampilan klinik antara lain prior knowledge, tingkat kecerdasan
keterampilan atau bakat yang dimiliki mahasiswa, umur mahasiswa,
gaya belajar mahasiswa serta sikap dan motivasi mahasiswa. Pada
pembelajaran keterampilan dengan menggunakan teman sebaya
sebagai pengajar (peer-assisted learning), motivasi mahasiswa
peserta bersifat motivasi eksternal sedangkan motivasi mahasiswa
yang berperan sebagai pengajar lebih bersifat motivasi internal.
Motivasi internal membuat mahasiswa belajar dan berlatih
keterampilan secara lebih mendalam. Hal ini yang juga
mempengaruhi keberhasilan mahasiswa dalam penguasaan suatu
keterampilan klinik (Suryadi, 2008).
2.2.6.4 Instruktur
Seorang instruktur memainkan peran yang penting dalam
mengajarkan keterampilan klinis bagi peserta didiknya, khususnya
dalam mempersiapkan tahapan klinis melalui pengalaman, sikap dan
antusiasme seorang instruktur terhadap materi yang diajarkannya.
Tanggung jawab utama seorang instruktur klinis adalah memastikan
bahwa peserta didiknya menerima pelatihan keterampilan klinis yang
22
efektif melalui berbagai metode pembelajaran (Association of
American Medical College, 2005). Sebelum memberikan pelatihan
keterampilan klinis, seorang instruktur harus mengetahui output
pembelajaran untuk setiap kegiatan pembelajaran. Sangat penting
bagi instruktur untuk memahami apa yang diajarkannya,
pengetahuan dan keterampilan yang harus dimiliki bagi seorang
instruktur seperti pengetahuan mengenai evaluasi keterampilan klinis
mahasiswanya. Selain penguasaan materi keterampilan linis, seorang
instruktur harus memiliki pengetahuan ilmu kedokteran umum,
empati, etika medis, respect pada pasien, dan yang terpenting mampu
memberikan lingkungan belajar yang positif (Burgess, Goulston, dan
Oates, 2015).
Instruktur harus membina rapport dengan peserta didiknya dan
membuat mereka nyaman untuk berpartisipasi aktif dalam
pembelajaran keterampilan klinis. Dengan demikian, penting bagi
seorang instruktur untuk memahami prior knowledge peserta
didiknya, tingkat motivasi, dan mengetahui apa yang dibutuhkan
untuk membuat pengajaran lebih efektif. Instruktur harus
memberikan perhatian pada saat peserta didik melakukan
keterampilan klinis dan memberikannya umpan balik jika terdapat
kesalahan pada saat proses pelaksanaannya (Ledingham, 1998).
23
2.2.6.5 Peralatan Penunjang
Pendidikan kedokteran berbasis simulasi memberikan pelatihan
keterampilan klinis yang aman, lingkungan yang terkontrol dimana
problem based learning diajarkan dan kompetensi dipraktikkan
sesuai standar (Jones, Neto, dan Braghiroli, 2015). Modalitas
simulasi dapat diklasifikasikan menjadi lima kelompok besar (Ziv,
Small, dan Wolpe, 2000):
1. Teknologi rendah: menggunakan model yang relatif murah yakni
dengan manekin yang digunakan untuk mengajarkan
pengetahuan dasar atau keterampilan psikomotorik khusus.
2. Simulator komputer berbasis layar: menggunakan software untuk
pelatihan dan penilaian pengetahuan klinis serta pengambilan
keputusan.
3. Pasien terstandarisasi: aktor yang terlatih untuk berperan menjadi
pasien sehingga peserta didik dapat menganamnesis, melakukan
pemeriksaan fisik, melakukan keterampilan komunikasi, dan
melakukan profesionalitas.
4. Pelatih keterampilan yang kompleks: menggunakan simulator
berbasis komputer untuk pelatihan keterampilan klinis yang
tinggi.
5. Simulator pasien yang realistis: menggunakan manekin berbasis
komputer digunakan untuk melatih keterampilan klinis dengan
resiko tinggi.
24
Beberapa kombinasi dari modalitas simulasi di atas dapat
dikombinasikan bergantung pada tujuan keterampilan tersebut. Di
samping itu sumber daya finansial dapat menjadi batasan dalam
mendefinisikan modalitas, namun yang terpenting pemilihan
modalitas tersebut disesuaikan dengan sumber daya yang tersedia
diikuti dengan partisipasi dari peserta didik. Jumlah dan jenis
peralatan sebaiknya memadai, peralatan berupa manekin dan bahan
habis pakai (Ziv, Small, dan Wolpe, 2000). Kekurangan jumlah
peralatan akan berimbas pada kurangnya kesempatan mahasiswa
untuk berlatih keterampilan (Saputra dan Lisiswanti, 2015).
Manekin harus dalam kondisi baik dan tidak rusak. Kondisi alat
peraga yang kurang baik, akan mempengaruhi minat belajar
mahasiswa (Rizal, 2014).
2.2.6.6 Lingkungan Pembelajaran
Lingkungan pembelajaran dapat berupa lingkungan fisik dan
lingkungan non-fisik (sosial). Lingkungan fisik berupa ruangan,
sarana dan prasarana, pencahayaan ruangan, suhu ruangan, dan
ventilasi udara. Jika lingkungan fisik nyaman maka proses latihan
keterampilan klinis akan berjalan dengan baik serta akan
meningkatkan motivasi mahasiswa dalam berlatih (Saputra dan
Lisiswanti, 2015). Lingkungan non-fisik atau lingkungan sosial
berupa instruktur yang menyediakan lingkungan yang nyaman bagi
peserta didik untuk berlatih, memberikan umpan balik, memberikan
25
dukungan, cara instruktur membawakan materi menarik, pasien
simulasi yang cukup baik dan atraktif, antusiasme dari teman-teman
anggota kelompok, interaksi antar sesama teman anggota kelompok,
dan lain-lain. Kesemuanya dapat membangun motivasi dari peserta
didik serta membuat proses pembelajaran keterampilan berjalan lebih
kondusif (Hutchison, 2003).
3.3. Prosedur Pengajaran Keterampilan Klinis
Pada pembelajaran keterampilan klinis, seorang instruktur membutuhkan skills
untuk memberikan contoh prosedur keterampilan klinis bagi peserta didik
(Wearne, 2011). Keterampilan mengajar keterampilan klinis sangat penting
dimiliki oleh instruktur sebab kemampuan mengajar keterampilan klinis
(clinical teaching) sering diabaikan di antara keseluruhan proses mengajar
(Newble dan Cannon, 2001). Sebagian besar Fakultas Kedokteran masih
menggunakan metode pengajaran keterampilan klinis dan prosedur melalui
observasi, uji coba, dan demontrasi atau biasa disebut “see one, do one, teach
one”. Tetapi metode ini tidak menawarkan pengalaman yang kuat kepada
mahasiswa dan para lulusan untuk mempersiapkan diri saat terjun langsung
dalam menangani pasien (Nutter dan Whitcomb, 2005). Penelitian telah
menunjukkan bahwa mahasiswa yang belajar keterampilan klinis hanya
dengan observasi saja tidak memberikan kepercayaan diri dan kompetensi yang
cukup (Dehmer et al, 2013; Wu et al, 2006; Steward et al, 2007). Fakultas
Kedokteran saat ini telah memulai kurikulum pelatihan keterampilan klinis dan
prosedural yang formal. Hal ini akan membantu mahasiswa untuk
26
mendapatkan pelatihan keterampilan klinis yang formal sehingga dapat
mempertahankan kemampuan pelaksanaannya (Remmen et al, 2001).
2.3.1 Karakteristik Instruktur Pada Pembelajaran Keterampilan Klinis
Menurut Newble dan Cannon (2001) terdapat karakteristik yang harus
dimiliki instruktur untuk mengajar keterampilan klinis yang efektif.
Daftar berikut dapat di check list oleh seorang instruktur untuk
mengetahui sejauh mana karakteristik instruktur yang ideal sudah
diterapkannya.
1. Apakah anda mendorong mahasiswa untuk berperan aktif dan
mencegah mereka hanya berdiam diri saja saat observasi?
2. Apakah anda memiliki dan menunjukkan sikap positif pada saat
mengajar?
3. Apakah perhatian anda saat mengajar dapat diaplikasikan untuk
memecahkan masalah?
4. Apakah anda fokus pada integrasi kedokteran klinis dengan ilmu-ilmu
dasar dan klinis atau anda menghabiskan sebagian besar waktu untuk
pengajaran teoritical/ didactic?
5. Apakah anda mengawasi mahasiwa secara dekat saat mereka
menganamnesis dan memeriksa pasien serta memberikan umpan balik
yang efektif pada kinerja mereka?
6. Apakah anda memberikan peluang bagi mahasiswa untuk melatih
keterampilan klinis mereka?
27
7. Apakah anda memberikan contoh yang baik bagi mahasiswa
khususnya saat membina hubungan interpersonal dengan pasien anda?
8. Apakah pengajaran anda memberikan stimulasi dan tantangan?
9. Apakah pengajaran anda pada umumnya berorientasi pada pasien atau
pada penyakit?
10. Apakah anda ramah, membantu, dan bersedia untuk mahasiswa anda?
Jika jawaban “tidak” lebih sedikit daripada jawaban “ya” maka instruktur
tersebut merupakan tipikal seorang klinisi. Sebab pada banyak penelitian
menunjukkan bahwa semua karakteristik tersebut jarang ada pada
seorang instruktur klinis.
2.3.2 Cara Meningkatkan Kemampuan Mengajar Keterampilan Klinis
Cara untuk meningkatkan kemampuan mengajar keterampilan klinis
berdasarkan Newble dan Cannon (2001) adalah sebagai berikut:
1. Merencanakan pengajaran
Merencanakan pengajaran bisa dilakukan dengan mempelajari kembali
instruksi yang sudah diberikan di modul pembelajaran keterampilan
klinis yang akan diajarkan. Seorang instruktur seharusnya merencanakan
harapan yang harus dicapai mahasiswa saat proses pembelajaran tersebut
berlangsung.
2. Memberikan contoh yang baik
Pada kenyataannya masih jarang mahasiswa mendapat kesempatan untuk
melihat langsung instruktur yang telah berpengalaman dalam
menganamnesis pasien, melakukan pemeriksaan fisik, dan
28
mendiskusikan hasil pemeriksaan dan rencana tindak lanjut dengan
pasien.
3. Melibatkan mahasiswa
Perhatian penting pada saat mengajar keterampilan klinis adalah
memberikan kesempatan mahasiswa untuk mencoba melakukan
prosedur keterampilan klinis dibawah pengawasan instruktur.
4. Mengobservasi mahasiswa
Mengobservasi mahasiswa saat melakukan anamnesis, pemeriksaan
fisik, dan menjelaskan berbagai hal kepada role model. Instruktur
kemudian memberikan masukan mengenai kekurangan pada saat
mahasiswa mencoba memeragakan prosedur keterampilan tersebut.
Pengajaran ini harus dilakukan secara simpatik dan supportif.
5. Memberikan lingkungan pengajaran yang baik
Semakin senior dan prestige seorang instruktur maka akan membawa
pandangan yang berbeda dari sudut pandang mahasiswa, misalnya
mahasiswa cenderung takut dan segan ketika berhadapan dengan
instruktur. Sangat penting bagi instruktur tersebut untuk bersikap ramah
dan mengurangi rasa takut pada mahasiwa sehingga diharapkan tercipta
lingkungan pembelajaran yang nyaman dan tidak menegangkan.
Menurut George dan Daton (2001) jika peserta didik memiliki masalah
dalam pembelajaran keterampilan klinis, maka instruktur perlu
mengidentifikasikan mana dari alasan berikut yang mungkin mendasari
kekurangan dari performa peserta didik:
29
1. Kemampuan karakter peserta didik
Kemampuan sifat peserta didik adalah ketidakmampuan yang
melekat pada peserta didik untuk melakukan tugas karena peserta
didik mungkin tidak memiliki kekuatan, baik dari koordinasi motorik
atau keterampilan motorik halus yang diperlukan untuk melakukan
tugas.
2. Tidak kuatnya deskripsi dan atau demonstrasi
Pelajar mungkin tidak mengetahui bagaimana keterampilan klinis
yang benar. Hal ini dapat terlihat jika ada peserta didik yang tidak
memperhatikan saat instruktur mendemonstrasikan keterampilan
klinis atau terlalu banyak waktu antara demonstrasi berlangsung
dengan saatnya peserta didik tersebut untuk melakukan prosedur
keterampilan klinis.
3. Mencetak peserta didik yang salah
Peserta didik mungkin secara otomatis akan mengulangi apa yang
mereka pelajari meskipun tindakan tersebut tidak benar. Hal ini
sering terjadi dalam prosedur resmi dimana peserta didik telah
berusaha untuk mempelajari suatu prosedur dan tidak diberikan
umpan balik yang tepat dan tindakan koreksi sehingga peserta didik
mengulangi tindakan yang tidak sesuai dengan keterampilan klinis.
4. Koreksi yang tidak benar
Peserta didik mungkin menerima apa yang mereka yakini sebagai
umpan balik yang menunjukkan tindakan mereka benar padahal
tidak.
30
5. Faktor afektif
Faktor afektif ini dapat mencakup rasa takut, intimidasi, gangguan ,
malu, kurangnya kepercayaan pada nilai dari keterampilan klinis,
atau kecemasan pada saat melakukan keterampilna klinis dapat
menyebabkan kekurangan dalam proses pembelajaran keterampilan
klinis.
6. Persepsi peserta didik yang tidak tepat
Peserta didik mungkin tidak bisa mengingat apa yang sudah mereka
lakukan dengan benar dan yang tidak benar.
Jika instruktur mengenali adanya masalah ini maka tindakan koreksi
bisa dilakukan. Pengajaran keterampilan klinis mungkin tidak
memerlukan waktu yang intensif jika instruktur dapat melakukan
pembelajaran lima langkah (George dan Daton, 2001).
2.3.3 Langkah-Langkah yang Harus dilakukan Instruktur Pada
Pembelajaran Keterampilan Klinis
Menurut Walker dan Peyton (1998) terdapat 4 langkah siklus
pembelajaran yang harus dilakukan instruktur ketika mengajarkan
keterampilan klinis yakni:
1. Demonstrasi
Seorang instruktur mengajarkan keterampilan klinis secara normal tidak
terlalu cepat atau pelan tanpa memberi penjelasan.
31
2. Dekonstruksi
Seorang instruktur mengajarkan keterampilan klinis secara pelan dengan
memberi penjelasan.
3. Komprehensi
Peserta didik menanyakan instruktur siapa dari peserta didik tersebut
yang akan melakukan keterampilan klinis.
4. Pelaksanaan
Peserta didik menunjukkan keterampilan klinis, mengartikulasi pedoman
pada setiap langkah sebelum melakukan keterampilan klinis.
Tugas instruktur pada keterampilan klinis menurut Walker dan Peyton
(1998) dan George dan Doto (2001):
1. Menilai keterampilan klinis peserta didik sebelumnya
2. Mengarahkan peserta didik untuk memasuki step siklus pembelajaran
yang sesuai
3. Mengeksplorasi kekhawatiran peserta didik dan memberikan
dukungan yang tepat
4. Mengawasi siklus pembelajaran
5. Memberikan refleksi pembelajaran
6. Memberikan umpan balik pada peserta didik
7. Mengawasi kemampuan peserta didik
Sementara itu, menurut George dan Doto (2001) terdapat lima langkah
metode mengajar keterampilan klinis yang prinsip-prinsipnya didasarkan
32
pada taksonomi domain psikomotor. Prinsip-prinsip dasar tersebut
adalah sebagai berikut:
1. Konseptualilasi: peserta didik harus memahami unsur-unsur kognitif
dari keterampilan yakni mengapa dilakukan, kapan dilakukan, kapan
tidak dilakukan, dan tindakan pencegahan yang dilakukan. Peserta
didik harus mengetahui instrumen yang terlibat dalam pembelajaran
keterampilan klinis.
2. Visualisasi: peserta didik harus melihat keterampilan klinis yang
diajarkan instruktur secara keseluruhan dari awal hingga akhir
sehingga peserta didik memiliki model kinerja yang diharapkan. Hal
ini menyebabkan imitasi peserta didik terhadap pembelajaran
keterampilan klinis.
3. Verbalisasi: peserta didik harus mendengarkan langkah-langkah
keterampilan klinis bersamaan dengan demonstrasi yang kedua. Jika
peserta didik dapat menceritakan kembali langkah-langkah
keterampilan yang sudah diberikan dengan benar sebelum
mendemonstrasikannya maka kemungkinan besar peserta didik dapat
melakukan keterampilan klinis dengan benar. Hal ini akan
mengarahkan peserta didik untuk memanipulasi dalam pembelajaran
keterampilan klinis.
4. Praktik: peserta didik yang telah melihat keterampilan klinis,
mendengar narasi, dan mengulangi narasi, maka sekarang peserta
didik harus melakukan keterampilan klinis tersebut. Keterampilan
33
klinis tersebut dapat dipecah-pecah ke dalam unit-unit untuk
praktiknya yaitu:
1. Praktik sub komponen: berlatih sebagian kecil dari keterampilan
klinis.
2. Praktik yang berkaitan: berlatih sebagian kecil dari keterampilan
klinis yang terkait bersama.
3. Praktik yang berdekatan: mempraktikkan seluruh keterampilan
klinis secara berulang. Hal ini akan mengarahkan peserta didik
untuk mempraktikkan dan pada akhirnya dapat
mengartikulasikan.
4. Koreksi dan penguatan: kesalahan peserta didik dalam melakukan
keterampilan klinis perlu segera dikoreksi. Dukungan positif harus
diberikan agar peserta didik dapat mempraktikan dengan benar.
5. Penguasaan keterampilan: kemampuan peserta didik untuk secara
rutin melakukan urutan keterampilan klinis dalam situasi latihan
tanpa kesalahan. Hal ini akan mengarahkan ke artikulasi dari
peserta didik.
6. Autonomi keterampilan: kemampuan peserta didik untuk secara
teratur melakukan keterampilan klinis sebagai rutinitas dalan
situasi nyata tanpa kesalahan. Hal ini akan mengarah ke
naturalisasi peserta didik dalam melakukan keterampilan klinis.
34
Dengan menggunakan prinsip-prinsip dasar tersebut maka metode
lima langkah dibuat. Metode lima langkah (George dan Daton, 2001)
adalah sebagai berikut:
1. Overview: untuk memotivasi peserta didik dalam pembelajaran
keterampilan klinis, peserta didik harus memahami mengapa
keterampilan tersebut diperlukan dan bagaimana keterampilan
tersebut harus dilakukan.
2. Pengajar harus mendemonstrasikan keterampilan klinis sebagaimana
mestinya dilakukan tanpa berbicara selama melakukan prosedur.
Demontrasi yang bisu ini akan memberikan peserta didik gambaran
mental seperti apa keterampilan klinis itu jika dilakukan dengan
benar. Gambaran ini penting karena peserta didik akan menggunakan
gambaran ini untuk mengevaluasi diri mereka saat berlatih
keterampilan klinis.
3. Pengajar kemudian mengulangi prosedur tetapi membutuhkan waktu
lebih lama daripada langkah kedua karena pengajar harus
mendeskripsikan secara rinci setiap langkah dalam proses
pembelajaran. Hal ini akan membantu peserta didik untuk melihat
bagaimana setiap langkah telah sesuai sehingga bisa dilakukan dengan
optimal dan memberikan waktu bagi peserta didik untuk mengajukan
pertanyaan atau meminta klarifikasi dari setiap langkah atau dari
setiap prosedur.
4. Peserta didik mendeskripsikan step by step bagaimana melakukan
suatu prosedur keterampilan klinis. Pengajar akan memastikan bahwa
35
peserta didik memahami dan mengingat setiap langkah dalam urutan
prosedur keterampilan klinis. Langkah ini akan membantu peserta
didik untuk memindahkan materi tersebut ke memori mereka
sehingga peserta didik dapat mengulangi kembali langkah-langkah
suatu prosedur keterampilan klinis saat prosedur baru mulai dipelajari
lagi.
5. Peserta didik melakukan keterampilan klinis. Peserta didik siap untuk
melakukan keterampilan klinis pertama mereka dibawah obervasi
instruktur dan pemberian umpan balik atau bimbingan jika
dibutuhkan. Setelah langkah tersebut berhasil, peserta didik harus
melanjutkan latihan keterampilan klinis tersebut sampai mereka
mencapai tingkat kemahiran.
36
2.4 Kerangka Teori
Gambar 1. Kerangka Teori (Anwar, Prabandari dan Emilia, 2013; Suryadi, 2008;
Lisiswanti dan Saputra, 2015).
Clinical Skills Learning (CSL)
Pelaksanaan Perencanaan Evaluasi
Materi
Keterampilan
Metode
Pelatihan
Peserta
Didik
Instruktur
Klinik
Peralatan
Penunjang Lingkungan
Pembelajaran
Tercapainya Tujuan
Pembelajaran
Kurikulum Berbasis Kompetensi
(KBK)
Problem Based Learning
(PBL)
Tutorial
37
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Rancangan Penelitian
Jenis penelitian ini adalah kualitatif dengan pendekatan fenomenologi.
Penelitian kualitatif merupakan metode untuk mengeksplorasi dan memahami
makna yang oleh sejumlah individu dianggap sebagai masalah sosial
(Creswell, 2016). Tujuan metode kualitatif untuk menggali lebih dalam suatu
gejala, fakta, atau realita dan tidak hanya sebatas permukaan saja (Raco, 2010).
Pendekatan yang dilakukan pada penelitian ini adalah fenomenologi.
Fenomenologi merupakan strategi penelitian yang mengidentifikasikan
pengalaman manusia mengenai fenomena tertentu. (Creswell, 2016).
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Fakultas Kedokteran Universitas Lampung pada
bulan Oktober hingga Desember 2019.
3.3 Populasi dan Partisipan
3.3.1 Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek
yang memiliki karakteristik tertentu dan sudah ditetapkan oleh peneliti
untuk dipelajari dan ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2016). Populasi
38
dalam penelitian ini adalah seluruh mahasiswa pendidikan kedokteran
Universitas Lampung angkatan 2016, 2017, dan 2018 serta dosen
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.
3.3.2 Partisipan
Sampel dalam penelitian kualitatif disebut partisipan. Penggunaan kata
partisipan karena dalam penelitian ini dibutuhkan peran aktif dari peserta
penelitian (Raco, 2010). Partisipan dalam penelitian ini adalah
mahasiswa dan dosen Fakultas Kedokteran Universitas Lampung dengan
kriteria:
A. Mahasiswa Kedokteran
1. Mahasiswa program studi pendidikan dokter Universitas
Lampung
2. Jenis kelamin laki-laki dan perempuan
3. Angkatan 2016, 2017, dan 2018
4. Indeks Prestasi Kumulatif yaitu IPK < 2,75 (rendah), IPK 2,75 –
3,49 (sedang), dan IPK ≥ 3,5 (tinggi)
5. Bersedia menjadi partisipan dalam penelitian
B. Dosen
1. Merupakan dosen di Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
yang memiliki pengalaman sebagai instruktur dalam
pembelajaran keterampilan klinis selama minimal 5 tahun
2. Bersedia menjadi partisipan dalam penelitian
39
Banyaknya partisipan mahasiswa adalah 18 orang yang dibagi ke dalam
3 kelompok masing-masing 6 orang mahasiswa berdasarkan tahun
angkatan dengan proporsi 3 laki-laki dan 3 perempuan di setiap
kelompok. Jumlah partisipan dapat bertambah sampai didapatkan data
jenuh. Sedangkan untuk triangulasi data menggunakan In-depth
Interview pada 2 dosen instruktur dengan proporsi 1 dosen laki-laki dan
1 dosen perempuan. Sehingga total partisipan dalam penelitian ini
berjumlah 20 orang.
Teknik pengambilan partisipan dosen pada penelitian ini menggunakan
purposive sampling yakni pengambilan partisipan berdasarkan tujuan
penelitian. Sedangkan teknik pengambilan partisipan mahasiswa
dilakukan dengan maximal variation sampling yaitu pengambilan
partisipan dengan perbedaan karakteristik yang sesuai tujuan penelitian
sehingga didapatkan beragam perspektif dari masing-masing
karakteristik tersebut (Creswell, 2016).
3.4 Metode Pengumpulan Data
3.4.1 Jenis dan Sumber Data
Jenis dan sumber data pada penelitian ini adalah:
1. Data primer
Data primer merupakan data yang diperoleh peneliti secara langsung
di lapangan (Sugiyono, 2016). Pada penelitian ini data didapat
melalui catatan lapangan (field notes), kamera, dan rekaman suara
40
saat wawancara dengan Focus Group Discussion (FGD) untuk
mahasiswa dan In-Depth Interview untuk instruktur.
2. Data Sekunder
Data sekunder merupakan data yang diperoleh peneliti dari sumber
yang sudah ada. Data sekunder ini dapat berupa hasil pengolahan
lebih lanjut dari data primer yang disajikan dalam bentuk lain
(Sugiyono, 2016). Pada penelitian ini data sekunder berupa data
mahasiswa dan dosen yang berkaitan dengan penelitian. Data
mahasiswa berupa data Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) yang
diambil di bagian akademik Fakultas Kedokteran Universitas
Lampung.
Pertanyaan-pertanyaan dalam pedoman wawancara pada penelitian
akan memfokuskan pada faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
keterampilan klinis mahasiswa dalam mengikuti proses pembelajaran
keterampilan klinis. Selanjutnya, peneliti akan meminta izin kepada
partisipan untuk mendokumentasikan saat berlangsungnya wawancara
dengan merekam menggunakan tape recorder dan kamera. Transkrip
verbatim dibuat untuk analisis dan akhirnya didapatkan tema- tema
terkait dengan judul peneliti (Emzir, 2008).
3.4.2 Instrumen Penelitian
Instrumen utama dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri. Peneliti
sendiri adalah mahasiswa aktif tingkat keempat Fakultas Kedokteran
41
Universitas Lampung. Peneliti berperan sebagai penggali informasi
sedalam dalamnya dari partisipan terkait tujuan dalam penelitian ini.
Pada saat pengambilan data menggunakan metode Focus Group
Discussion (FGD) dan In-depth Interview, peneliti berperan sebagai
moderator atau interviewer. Peneliti menggunakan recorder, kamera,
buku catatan serta lembar inform consent sebagai alat bukti
pengumpulan data. Instrumen pertanyaan yang akan diajukan dalam
Focus Group Discussion (FGD) kepada mahasiswa dan In-depth
Interview kepada instruktur disusun berdasarkan informasi yang telah
didapatkan dari berbagai literatur yang sesuai dan hasil diskusi dengan
dosen pembimbing penelitian.
3.4.3 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data pada penelitian kualitatif ini menggunakan
metode Focus Group Discussion (FGD) untuk mahasiswa dan
wawancara mendalam atau In-depth Interview untuk dosen instruktur.
3.4.3.1 Focus Group Discussion (FGD)
Focus Group Discussion (FGD) atau diskusi kelompok terfokus
adalah salah satu teknik pengumpulan data yang umum
dilakukan pada penelitian kualitatif dimana sekelompok orang
berdiskusi mengenai fokus masalah tertentu yang dipandu oleh
moderator. FGD bertujuan untuk menemukan tema berdasarkan
pemahaman sebuah kelompok. Hal ini dimaksudkan untuk
42
menghindari kesalahan persepsi dari seorang peneliti terhadap
fokus masalah yang diteliti (Sutopo, 2006).
Pada praktiknya FGD terdiri dari 6 sampai 10 partisipan tetapi
bisa antara 5-10 tergantung pada tujuan penelitian (Hennik,
2014). Dipandu dengan seorang moderator yang memimpin
jalannya diskusi menggunakan wawancara semi struktur kepada
suatu kelompok dengan tatanan informal dan bertujuan
mengumpulkan data atau informasi tentang suatu topik isu
tertentu (Afiyanti, 2008).
Pada penelitian, Focus Group Discussion (FGD) dilakukan
sebanyak tiga kali secara terpisah dengan durasi 30-60 menit
setiap diskusi. Jumlah pertemuan diskusi dapat bertambah
sesuai kebutuhan penelitian sampai didapat titik jenuh. Titik
jenuh merupakan batas akhir perolehan data sebab sudah tidak
ditemukan variasi jawaban atau pendapat baru dari diskusi yang
sudah dilakukan
3.4.3.2 In-Depth Interview
In-Depth Interview atau wawancara mendalam merupakan
teknik pengumpulan data dengan melakukan penggalian
informasi secara mendalam, terbuka, dan bebas terkait dengan
masalah dan fokus penelitian yang diarahkan untuk tujuan
43
penelitian (Moleong, 2014). Dalam penelitian ini, wawancara
mendalam dilakukan pada dua orang dosen instruktur
pembelajaran keterampilan klinis selaku partisipan. Durasi
wawancara berkisar 30 menit untuk masing-masing partisipan.
Wawancara mendalam dilakukan dengan menggunakan
pertanyaan terbuka. Penggalian informasi yang dilakukan untuk
mengetahui pendapat partisipan dalam memandang sebuah
permasalahan.
Teknik wawancara ini dilakukan oleh seorang pewawancara
dengan mewawancarai satu orang secara tatap muka (face to
face). Sebelum dilakukan wawancara, peneliti membuat
pedoman wawancara yang bertujuan agar pelaksanaan
wawancara lebih terarah dan topik yang akan dibahas tidak
menyimpang luas sesuai dengan tujuan penelitian. Akan tetapi
pedoman tersebut bersifat dinamis dalam artian selama
wawancara berlangsung peneliti dapat mengajukan pertanyaan-
pertanyaan tambahan yang muncul sejalan dengan respon dari
partisipan yang diteliti sehingga diharapkan pengumpulan
informasi data bisa lebih mendalam (Creswell, 2016).
3.5 Analisis Data
Pada penelitian kualitatif, analisis data berarti mengatur secara sistematis
bahan hasil wawancara dan observasi, menafsirkannya sehingga menghasilkan
44
sebuah pemikiran, pendapat, teori atau gagasan baru. Hal inilah yang disebut
temuan atau findings. Findings dalam analisis kualitatif berarti mencari dan
menemukan tema, pola, konsep, wawasan, dan pemahaman. Tantangan bagi
analisis kualititatif adalah bagaimana mengartikan data yang banyak (Raco,
2010). Data dapat dianalisis dengan langkah-langkah berikut (Creswell, 2016):
1. Mempersiapkan dan mengolah data untuk dianalisis
Langkah awal ini melibatkan pengumpulan data, transkrip, mengetik data
lapangan, dan menyusun data tersebut ke dalam jenis-jenis yang berbeda
tergantung pada sumber informasi.
2. Membaca keseluruhan data
Merefleksikan maknanya secara keseluruhan. Pada tahap ini peneliti
kualitatif terkadang menulis catatan-catatan khusus atau gagasan-gagasan
umum tentang data yang diperoleh. Beberapa hal yang perlu diperhatikan
seperti gagasan umum yang terkandung dalam perkataan partisipan, intonasi
dari gagasan yang disampaikan, dan kesan dari kedalaman, kredibilitas,
serta penuturan informasi dari partisipan.
3. Menganalisis lebih detail dengan mengkoding data
Koding merupakan proses mengolah materi atau informasi menjadi
segmen-segmen tulisan sebelum memaknainya. Cara pengkodingan
menurut Creswell (2012), adalah sebagai berikut. Pertama mencari arti
keseluruhan lalu pilih yang paling penting dan singkat. Kedua, mencari arti
yang terkandung dalam informasi tersebut. Ketiga, membuat catatan di
setiap statement. Keempat, setelah pengkodean dilanjutkan dengan
membuat daftar dari kode yang sudah dibuat, caranya menyendirikan kode
45
yang memiliki arti serupa dan menghilangkan yang redundant sehingga,
koding natinya akan semakin kecil dan membentuk tema-tema atau pola-
pola. Fungsi kode untuk membuat ide utama. Kelima, menentukan lima
sampai tujuh tema atau pola. Ada beberapa tipe tema yakni tema yang sudah
diduga peneliti, tema yang muncul diluar dugaan dan tema yang susah
diklasifikasikan. Proses pengkodingan ini bisa secara manual atau dengan
program software komputer untuk memudahkan pengkodingan. Pada
penelitian ini, proses pengkodingan dilakukan secara manual.
4. Menerapkan proses koding
Setelah mengidentifikasi tema-tema selama proses koding, peneliti
kualitatif dapat memanfaatkan tema-tema ini untuk membuat analisis yang
lebih kompleks yakni deskripsi umum seperti dalam fenomenologi.
5. Menunjukkan deskripsi dan tema-tema tersebut akan disajikan kembali
dalam narasi/ laporan kualitatif
Pendekatan yang paling sering adalah menerapkan pendekatan naratif dalam
menyampaikan hasil analisis. Pendekatan ini bisa meliputi pembahasan
tentang kronologi peristiwa, tema-tema tertentu, atau tentang
keterhubungan antartema. Peneliti kualitatif juga dapat menggunakan
visual-visual, gambar-gambar, atau tabel-tabel untuk membantu menyajikan
pembahasan ini.
6. Menginterpretasi atau memaknai data
Memaknai data dapat dilakukan dengan mengajukan pertanyaan seperti
“pelajaran apa yang bisa diambil dari semua ini?” dapat membantu peneliti
mengungkapkan suatu gagasan. Dalam hal ini, peneliti menegaskan apakah
46
hasil penelitiannya membenarkan atau justru menyangkal informasi
sebelumnya.
3.6 Uji Keabsahan Data
Uji keabsahan data dalam penelitian kualitatif meliputi 1) uji kredibilitas, 2)
transferabilitas, 3) dependabilitas, dan 4) konfirmabilitas.
3.6.1 Uji Kredibilitas
Uji kredibilitas merupakan sebutan uji validitas pada penelitian
kualitatif. Syarat data yang dianggap memiliki kredibilitas atau tingkat
kepercayaan tinggi yakni terdapat kesesuaian antara fakta di lapangan
yang dilihat dari sudut pandang partisipan dalam penelitian
(Sugiyono, 2016). Pada penelitian ini, peneliti menguji kredibilitas
dengan teknik triangulasi dan member checking.
Peneliti menggunakan triangulasi sumber (data) dan triangulasi
metode untuk menguji keabsahan data. Triangulasi sumber dilakukan
pada mahasiswa dan dosen instruktur sementara triangulasi metode,
penulis menggunakan Focus Group Discussion (FGD) dan In-Depth
Interview. Selain dengan triangulasi, peneliti juga melakukan member
checking. Member checking merupakan proses pengecekan data yang
diperoleh peneliti kepada pemberi data atau partisipan tujuannya agar
informasi yang diperoleh dan yang akan digunakan dalam penulisan
laporan sesuai dengan apa yang dimaksudkan oleh sumber data.
(Bungin, 2001).
47
3.6.2 Uji Transferabilitas
Uji Transferabilitas adalah uji validitas eksternal dalam penelitian
kualitatif. Kriteria transferabilitas merujuk pada tingkat kemampuan
hasil penelitian kualitatif dapat digeneralisasikan kepada setting yang
lain (Emzir, 2008). Penelitian kualitatif dapat meningkatkan
transferabilitas dengan mendiskripsikan konteks penelitian dan
asumsi-asumsi yang menjadi pusat pada penelitian tersebut
(Sugiyono, 2016).
Transferabilitas penelitian kualitatif tidak dapat dinilai sendiri oleh
penelitinya tetapi dinilai oleh pembaca hasil penelitian tersebut. Jika
pembaca memperoleh gambaran dan pemahaman jelas tentang
laporan penelitian (konteks dan fokus penelitian), hasil penelitian itu
dapat dikatakan memiliki transferabilitas tinggi (Bungin, 2001).
3.6.3 Uji Dependabilitas
Uji dependabilitas (dependability) sama dengan uji reliabilitas dalam
penelitian kuantitatif. Dikatakan penelitian relieble apabila orang lain
dapat mengulangi atau mereplikasi proses penelitian tersebut. Adanya
pengecekan atau penilaian akan ketepatan peneliti dalam
mengkonseptualisasikan apa yang diteliti merupakan cerminan dari
ketepatan menurut standar reliabilitas penelitian. Pada penelitian
kualitatif ini, uji dependabilitas dilakukan dengan cara melakukan
audit terhadap keseluruhan proses penelitian. Audit ini dilakukan oleh
48
pembimbing penelitian dengan melakukan review keseluruhan hasil
penelitian, mempelajari serta menilai akurasi hasil dari proses
penelitian yang dilakukan (Sugiyono, 2016).
3.6.4 Uji Konfirmabilitas
Uji objektivitas dalam penelitian kualitatif disebut dengan uji
confirmability atau konfirmabilitas. Penelitian dapat dikatakan
objektif apabila hasil penelitian tersebut telah disepakati banyak
orang. Dalam penelitian kualitatif, standar konfirmabilitas terfokus
pada pemeriksaan kualitas dan kepastian hasil penelitian. Audit data
dilakukan untuk menguji pengumpulan data dan prosedur analisis
serta membuat penilaian tentang hasil penelitian (Sugiyono, 2016).
Pada penelitian kualitatif ini, uji konfirmabilitas dilakukan oleh
auditor yakni dosen pembimbing untuk menguji pengumpulan data
dan prosedur analisis serta membuat penilaian mengenai penelitian
ini. Konfirmabilitas penelitian kualitatif cenderung berasumsi bahwa
setiap peneliti membawa perspektif yang unik kedalam penelitiannya.
49
3.7 Alur Penelitian
Adapun alur penelitian adalah sebagai berikut:
Gambar 2. Bagan Alur Penelitian
Penyusunan Proposal Penelitian
Seminar Proposal Penelitian
Revisi Proposal Penelitian
Pengajuan Ethical Clearance
Pengumpulan Data Penelitian
Focus Group
Discussion (FGD)
(
In-Depth Interview
(
Pengolahan dan Analisis Data
Pengujian Keabsahan Data
Penyusunan Hasil Penelitian
50
3.8 Etika Penelitian
Etika dalam penelitian ini dinyatakan dengan ethical clearance yang
dikeluarkan oleh Komisi Etik Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
dengan No. 3205/UN26.18/PP.05.02.00/2019. Sebelum mengambil data,
peneliti meminta persetujuan partisipan dengan informed consent. Data yang
digunakan dalam penelitian ini hanya diambil dari partisipan yang bersedia
menanda-tangani lembar persetujuan tersebut.
.
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Pada penelitian ini telah didapatkan persepsi mahasiswa terhadap faktor-faktor
yang mempengaruhi pelaksanaan pembelajaran keterampilan klinis di Fakultas
Kedokteran Universitas Lampung yakni:
1. Persepsi mahasiswa tpelaksanaan pembelajaran keterampilan klinis di
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung adalah sudah baik meskipun
terdapat beberapa kekurangan.
2. Persepsi mahasiswa terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi
pelaksanaan pembelajaran keterampilan klinis di Fakultas Kedokteran
Universitas Lampung adalah:
a. Instruktur
- Profesionalitas instruktur, mencakup cara instruktur menyampaikan
materi, ketepatan waktu kehadiran instruktur, instruktur yang
komunikatif, penguasaan materi oleh instruktur, dan pemberian
umpan balik oleh instruktur.
- Jumlah instruktur yang dirasa kurang oleh mahasiswa.
- Perbedaan persepsi antar instruktur yang membuat mahasiswa
merasa bingung terutama saat mendekati ujian OSCE.
110
b. Peralatan penunjang
- Kualitas manekin, mahasiswa berpendapat bahwa banyak dari
manekin yang secara kualitas sudah menurun sehingga perlu
perbaruan.
- Kuantitas alat, mahasiswa berpendapat bahwa jumlah peralatan
penunjang dan manekin kurang lengkap.
c. Lingkungan belajar
- Lingkungan fisik, mahasiswa merasa bahwa suhu ruangan yang
panas mempengaruhi konsentrasi mereka selama pelaksanaan
pembelajaran keterampilan klinis berlangsung.
- Lingkungan non fisik, mahasiswa merasa teman-teman satu
kelompok yang supportif dan kelompok yang bersebelahan kondusif
akan mendukung proses pelaksanaan.
d. Kesiapan mahasiswa, prior knowledge sangat penting untuk dimiliki
mahasiswa sebelum pelaksanaan pembelajaran keterampilan klinis.
e. Alokasi waktu, mahasiswa berpendapat jika waktu yang diberikan
sudah cukup jika dosen instruktur dan mahasiswanya hadir tepat waktu.
f. Materi, mahasiswa berpendapat jika materi yang diajarkan telah sesuai
dengan buku panduan dan standar kompetensi dokter namun dalam
pelaksanaannya, terkadang tidak sesuai dengan blok yang sedang
berjalan.
g. Panduan, mahasiswa merasa puku panduan yang sudah diberikan sudah
baik sedangkan untuk video penuntun keterampilan klinis dinilai masih
111
kurang. Mahasiswa merasa terbantu dengan adanya video penuntun
dalam keterampilan klinis
5.2 Saran
5.2.1 Bagi institusi
a. Institusi dapat menambah jumlah dosen instruktur untuk meminimalisir
terjadinya reschedule dan dosen instruktur yang memegang lebih dari
satu kelompok.
b. Institusi dapat mengadakan pelatihan keterampilan memberikan umpan
balik bagi instruktur secara rutin dan memantau hasil pelatihan tersebut.
c. Institusi dapat mengadakan refreshing instruktur untuk penyamaan
persepsi dosen instruktur.
d. Institusi dapat mengadakan penambahan jumlah dan perawatan
peralatan penunjang dalam pelaksanaan pembelajaran keterampilan
klinis secara berkala.
e. Institusi dapat memperbaiki sarana dan prasana yang kurang berfungsi
dengan baik seperti AC agar jalannya proses pembelajaran
keterampilan klinis berlangsung nyaman dan efektif.
f. Institusi dapat menambah video pembelajaran keterampilan klinis untuk
menunjang pelaksanaan keterampilan klinis.
5.2.2 Bagi instruktur
a. Instruktur dapat memaksimalkan perannya sebagai instruktur
keterampilan klinis dengan meningkatkan profesionalitas instruktur.
b. Instruktur dapat mengefektifkan jalannya pembelajaran keterampilan
klinis dengan meminimalisir faktor-faktor yang menurunkan
112
pelaksanaan yang sudah ditemukan seperti penyampaian materi yang
sesuai panduan, ketepatan waktu kehadiran, komunikatif, penguasaan
materi, dan pemberian umpan balik kepada mahasiswa.
5.2.3 Bagi mahasiswa
a. Mahasiswa dapat lebih memaksimalkan dan mengefektifkan jalannya
keterampilan klinis dengan memaksimalkan perannya sebagai peserta
didik dalam pembelajaran keterampilan klinis, seperti belajar sebelum
pelaksanaan keterampilan klinis
b. Mahasiswa dapat menjaga kekondusifan ruangan sehingga menjaga
kenyamanan dan kelancaran proses pelaksanaan pembelajaran
keterampilan klinis.
5.2.4 Bagi peneliti lain
Peneliti lain dapat melakukan penelitian serupa di waktu dan tempat
yang berbeda untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi
pelaksanaan pembelajaran keterampilan klinis bagi kemajuan
pembelajaran mahasiswa.
113
DAFTAR PUSTAKA
Al-Elq AH. 2007. Medicine and clinical skills learning. Journal of Family and
Community Medicine. 14(2): 59-63.
Alo JM. 2017. Students lived experienced with team teaching, practical return
demonstration, and hospital exposure as strategies towards excellent
clinical nursing practice. International Journal of Sciences: Basic and
Applied Research. 32(3): 194-205.
Amin Z, Eng KH. 2009. Basics in medical education. Second Edition. Singapore:
World Scientific Publishing.
Anderson PAM. 2012. Giving feedback on clinical skills: are we starving our
young?. Journal of Graduate Medical Education. 4(2): 154-8.
Andrianie K, Rani N, Yuni PS, Tina DJ. 2014. Pengaruh karakteristik penguji
terhadap derajat kesesuaian antar-penguji Objective Structured Clinical
Examination (OSCE) di program studi D3 kebidanan fakultas kedokteran
universitas padjajaran. Pustaka UNPAD.
Anwar AI, Prabandari YS, Emilia O. 2013. Motivasi dan strategi belajar siswa
dalam pendidikan pembelajaran berbasis masalah dan collaborative
learning di fakultas kedokteran gigi universitas hasanuddin. Jurnal
Pendidikan Kedokteran Indonesia. 2(3): 233-9.
Association of American Medical Colleges (AAMC). 2005. Recommendations For
clinical skills curricula for undergraduate medical education. UK: AAMC.
Aziz T. 2019. Studi kualitatif: faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi belajar
mahasiswa tingkat akhir dalam proses tutorial fakultas kedokteran
universitas lampung [skripsi]. Bandar Lampung: Universitas Lampung.
Bakar A, Widyandana, Sanussi R. 2014. Pengaruh pelatihan instruktur skills lab
terhadap kemampuan mengajar keterampilan klinik. Jurnal Pendidikan
Kedokteran Indonesia. 3(3): 177-85.
114
Balendong S. 1999. Block construction. maastricht : departmen of educational
development and research Universitaire Pers Maastricht.
Bimo W. 2004. Pengantar psikologi umum. Yogyakarta: Andi Offset.
Bugaj TJ, Nikendei C. 2016. Practical clinical training in skills labs: theory and
practice. Journal for Medical Education. 33(4): 1-21.
Bungin B. 2001. Metodologi penelitian kualitatif. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.
Burgess A, Goulston K, Oates K. 2015. Role modelling of clinical tutors: A focus
group study among medical students. BMC Med Educ. 15:17.
Cahyanto EB, Listyaningsih E. 2010. Implementasi pembelajaran skill
laboratorium. Garuda. 2(1): 20-32.
Cantillon P, Sargeant J. 2008. Giving feedback in clinical settings. British Medical
Journal. 337:a1961.
Creswell JW. 2012. Educational research: planning, conducting, and evaluating
quantitative and qualitative research. Edisi ke-4. Boston: Pearson.
Creswell JW. 2016. Research design: pendekatan metode kualitatif, kuantitatif, dan
campuran. Edisi ke-4. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Dehmer JJ, Amos KD, Farrell TM, Meyer AA, Newton WO, Meyers MO. 2013.
Competence and confidence with basic procedural skills: The experience
and opinions of fourth-year medical students at a single institution.
Academic Medicine. 88: 682-7.
Dent JA, Harden RM. 2013. Practical guide for medical teacher 4 th Edition. UK:
Elseviers Churchil Livingstone.
Emzir. 2008. Metodologi penelitian pendidikan kuantitatif dan kualitatif. Jakarta:
Raja Grafindo Persada.
Fauzi I. 2018. Hubungan mutu pembelajaran skill lab dengan hasil OSCE
(Objective Structural Clinical Examination) pada mahasiswa PSIK FKIK
UMY [skripsi]. Yogyakarta: Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Fawzia FN, Probandari A, Suyatmi. 2017. Persepsi mahasiswa terhadap faktor
penunjang pembelajaran dalam skills lab. Nexus Pendidikan Kedokteran
& Kesehatan. 6(1): 16-29.
115
Firmansyah R. 2012. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan mahasiswa
kedokteran terhadap pelatihan keterampilan klinik di tahap sarjana: studi
kasus di FK Undip. Jurnal Media Medika Muda. 1(1): 1-16.
Fitri DF, Harsono, Suryadi E. 2013. Persepsi mahasiswa dan tutor tentang kejadian
kritis selama diskusi tutorial dan jenis-jenis intervensi terhadap kejadian
tersebut. Jurnal Pendidikan Kedokteran Indonesia. 2(3): 159-173.
George JH, Doto FX. 2001. A simple five-step method for teaching clinical skills.
Fam Med. 33(8): 577-8.
Hakim L. 2016. Persepsi mahasiswa tentang peer-assissted learning dalam
pembelajaran keterampilan laboratorium klinik (Clinical Skills Lab/ CSL)
di fakultas kedokteran universitas lampung [skripsi]. Lampung:
Universitas Lampung.
Hardisman, Yulistini. 2013. Pandangan mahasiswa terhadap hambatan pada
pelaksanaan skill lab di fakultas kedokteran universitas andalas. Jurnal
Pendidikan Kedokteran Indonesia. 2(3): 180-7.
Hasan T, Bani I, Ageely H, Fauzi M. 2011. An ideal medical teacher. J Med Educ.
3(1): e54-e59.
Hennik M. 2014. Focus group discussion. United State of America. Oxford
University Press.
Hutchinson L. 2003. ABC of learning and teaching in medicine. London: BMJ
Publishing Group.
Jang HW, Kim KJ. 2014. Use of online clinical videos for clinical skills training
for medical students: benefits and challenges. BMC Medical Education.
14(56): pp 1-6.
Jones F, Neto CE, Braghiroli OF. 2015. Simulation in medical education: brief
history and methodology. A Global Journal in Clinical Research. 2(1): 56-
63.
Kurniawan B, Oktafany, Angraini DI, Lisiswanti R, Saputra O, Imantika E, et al.
2016. Buku panduan clinical skill laboratory. Bandar Lampung: Fakultas
Kedokteran Universitas Lampung.
Latif HA, Lisiswanti R, Susianti. 2017. Persepsi mahasiswa dan dosen terhadap
peranan dosen pembimbing akademik di fakultas kedokteran universitas
lampung. Medula. 7(4): 147-56.
116
Ledingham IM. 1998. Twelve tips for setting up a clinical skills training
facility. Med Teach. 20: 503–7.
Lisiswanti R, Saputra O. 2015. Refleksi dari pembelajaran laboratorium
keterampilan klinik (A reflection of learning skills clinical laboratory). pp
64–70.
Mahmoud SH. 2006. Clinical skills lab Faculty of Medicine. Suez: Canal
University.
Martens MJC, Duviver RJ, Van Dalen J, Verwijnen GM, Scherpbier AJJA, Van
Der Vleuten CPM. 2009. Student views on the effective teaching of
physical examination skills: A qualitative study. Med Educ. 43(2): 184-91.
Matson CC, Stearns JA, Defer T, Greenberg L, Ullian JA. 2007. Prerequisite
competencies for third-year clerkships: An interdisciplinary
approach. Fam Med. 39: 38–42.
Menachery EP, Knight AM, Kolodner K, Wright SM. 2006. Physician
characteristics associated with proficiency in feedback skills. J Gen Intern
Med. 21: 440-6.
Miftah T. 2003. Perilaku organisasi konsep dasar dan aplikasinya. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada.
Miller GE. 1990. The assessment of clinical skills/competence/performance. Acad
Med. 65: S63–7.
Moleong LJ. 2014. Metode penelitian kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Mulyana D. 2014. Ilmu komunikasi: suatu pengantar. Cetakan ke 18. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya.
Newble D, Cannon R. 2001. A handbook for medical teachers. Ed.4. UK: Kluwer
Academic Publisher.
Nikendei C, Zeuch A, Dieckmann P, Roth C, Schafer S, Volkl M, Schellberg D,
Herzog W, Jünger J. 2005. Role-playing for more realistic technical skills
training. Med Teach. 27(2): 122-6.
Ningjanah SNA. 2018. Gambaran performa trainer pada kegiatan skill lab program
studi pendidikan dokter gigi universitas muhammadiyah semarang
[skripsi]. Semarang: Universitas Muhammadiyah Semarang.
117
Ningsih US, Khoiriyah U. 2016. Peran prior knowledge terhadap kemampuan
kognitif mahasiswa kedokteran dalam tutorial. JK Unila. 1(2): 302-7.
Nurini AA, Suryadi E, Hadianto T, Sutrisno, Yayi SP. 2002. Skills lab. Yogyakarta
: Medika FK UGM.
Nursalam dan Efendi, F. 2008. Pendidikan dalam keperawatan. Salemba Medika :
Jakarta.
Nutter D, Whitcomb M. 2005. The AAMC project on the clinical education of
medical students: clinical skills education. Washington: Association of
American Medical Colleges.
Panggabean AF, Natasha N. 2016. Gambaran performa instruktur skill lab program
studi kedokteran di fakultas kedokteran dan ilmu kesehatan universitas
jambi. Jambi Medical Journal. 4(1): 15-27.
PDDIKTI. 2019. Profil perguruan tinggi universitas lampung [internet]. Tersedia
dari:https://forlap.ristekdikti.go.id/perguruantinggi/detail/RTJCNzA1QTc
tMTczRS00NjRBLTlGQUMtNTA5MTI4NzA5NTE1.
Pjontek R, Scheibe F, Tabatabai J. 2013. Heidelberger standarduntersuchung.
Heidelberg: Medizinische Fakultät Heidelberg.
Pringgoutami Z. 2017. Hubungan persepsi mahasiswa tentang lingkungan belajar
terhadap motivasi belajar pada mahasiswatahap preklinik fakultas
kedokteran universitas lampung [skripsi]. Bandar Lampung: Universitas
Lampung
Raco JR. 2010. Metode penelitian kualitatif. Cikarang: Grasindo.
Radovan M, Makovec D. 2015. Adult learners’ learning environment perceptions
and satisfaction in formal education-case study of four East-European
countries. International Education Studies. 8(2): 101–112.
Remmen R, Scherpbier A, Vleuten CVD, Denekens J, Derese A, Hermann I,
Hoogenboom R, Kramer A, Rossum HV, Van Royen P, Bossaert L. 2001.
Effectiveness of basic clinical skills training programmes: A cross-
sectional comparison of four medical schools. Medical Education. 35: 121-
8.
Ristekdikti. 2016. Persyaratan, kualifikasi dan komposisi NIDN dan NIDK, tata
cara dan proses registrasi pendidik di perguruan tinggi [internet] [diunduh
pada 13 januari 2020]. Tersedia dari:
https://forlap.ristekdikti.go.id/files/download/MTU~
118
Rizal S. 2014. Persepsi mahasiswa pendidikan dokter fakultas kedokteran gadjah
mada terhadap penggunaan manekin di dalam belajar keterampilan klinik
di skills lab [skripsi]. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.
Sahu PK, Chattu VK, Rewatkar A, Sakhamuri S. 2019. Best practices to impart
clinical skills during preclinical years of medical curriculum. J Educ
Health Promot. pp 8:57.
Sandika E. 2012. Identifikasi kebutuhan mahasiswa kedokteran terhadap pelatihan
keterampilan klinik di setiap jenjang pendidikan sarjana [KTI]. Semarang:
Universitas Diponegoro.
Saputra O, Lisiswanti R. 2015. Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan
pembelajaran keterampilan klinik di institusi pendidikan kedokteran.
Jurnal Kedokteran Unila. 5(9): 104-9.
Saputra O, Lisiswanti R, Apriliana E, Zuraida E. 2015. Workshop penulisan soal
ujian kompetensi-objective structured clinical examination (UK-OSCE)
bagi dosen fakultas kedokteran Universitas Lampung. JPM Ruwa Jurai.
1(1): 47-51
Sara G. 2018. Persepsi mahasiswa terhadap umpan balik yang diberikan dalam
diskusi problem based learning di fakultas kedokteran universitas
lampung: sebuah studi kualitatif [skripsi]. Bandar Lampung: Universitas
Lampung.
Setiawan P, Danlen JV, Wittingham J. 2013. Instrument for evaluating didactical
performance of clinical skill laboratory teachers. Jurnal Pendidikan
Kedokteran Indonesia. 2(2):95-85.
Severin WJ, Tankard JW. 2008. Teori komunikasi, sejarah, metode, & terpaan di
dalam media massa. Jakarta: Kecana Prenada Media Grup.
Shafira NNA, A.S Charles, Maharani C. 2018. The influence of video learning
media addition on neuromotoric physical examination clinical skill of
medical student. Jambi Medical Journal. 6(2): 165-170.
Solso R. 2008. Psikologi kognitif edisi delapan. Jakarta: Erlangga.
Sugiyono. 2016. Metode penelitian kuantitatif, kualitatif dan R.D. Bandung:
Afabeta.
Suryadi E. 2008. Pendidikan di laboratorium keterampilan klinik. Yogyakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada.
119
Sutopo. 2006. Metodologi penelitian kualitatif. Surakarta: UNS.
Syakir MA. 2018. Studi kualitatif: persepsi mahasiswa tentang video pembelajaran
sebagai sarana self directed learning di fakultas kedokteran universitas
lampung [skripsi]. Bandar Lampung: Universitas Lampung.
Tim CSL FK UNILA. 2019. Buku panduan clinical skill laboratory csl semester 3.
Ed 2. Bandar Lampung: Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.
Tjahjono CT. 2011. Manual prosedur pembelajaran ketrampilan klinik. Malang:
Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya.
Universitas Lampung. 2011. Pedoman beban tugas dosen unila. Bandar Lampung:
Universitas Lampung.
Walker M, Peyton JWR. 1998. Teaching and learning in medical practice.
Rickmansworth, UK: Manticore Europe.
Wearne S. 2011. Teaching procedural skills in general practice. Australian Family
Physician. 40(1): 63-7.
Ziv A, Small SD, Wolpe PR. 2000. Patient safety and simulation-based medical
education. Med Teach. 22(5): 489–95.