Perp Ajak An

54
PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 PPh Pasal 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honotarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi. Subjek Pajak dalam negeri, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 Pajak Penghasilan. PENGERTIAN 1. Pemotongan PPh Pasal 21 dan atau PPh Pasal 26 adalah Wajib Pajak orang pribadi atau Wajib Pajak Badan, termasuk bentuk usaha tetap, yang mempunyai kewajiaban untuk melakukan pemotongan pajak atau Penghasialn Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 Undang- Undang Pajak Penghasilan. 2. Penyelenggaraan Kegiatan adalah Wajib Pajak orang pribadi atau Wajib Pajak badan sebagai penyelenggara kegiatan tertentu yang melakukan pembayaran imbalan dengan nama dan dalam bentuk apapun kepada orang pribadi sehubungan dengan pelaksanaan kegiatan tersebut. 3. Pegawai adalah orang pribadi yang berkerja pada pemberi kerja, baik sebagai pegawai tetap maupun pegawai tidak tetap/ tenaga kerja lepas berdasarkan perjanjian atau kesepakatan kerja sebagai secara

description

pendidikan

Transcript of Perp Ajak An

PAJAK PENGHASILAN PASAL 21

PPh Pasal 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honotarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi. Subjek Pajak dalam negeri, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 Pajak Penghasilan.

PENGERTIAN1. Pemotongan PPh Pasal 21 dan atau PPh Pasal 26 adalah Wajib Pajak orang pribadi atau Wajib Pajak Badan, termasuk bentuk usaha tetap, yang mempunyai kewajiaban untuk melakukan pemotongan pajak atau Penghasialn Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 Undang-Undang Pajak Penghasilan.2. Penyelenggaraan Kegiatan adalah Wajib Pajak orang pribadi atau Wajib Pajak badan sebagai penyelenggara kegiatan tertentu yang melakukan pembayaran imbalan dengan nama dan dalam bentuk apapun kepada orang pribadi sehubungan dengan pelaksanaan kegiatan tersebut.3. Pegawai adalah orang pribadi yang berkerja pada pemberi kerja, baik sebagai pegawai tetap maupun pegawai tidak tetap/ tenaga kerja lepas berdasarkan perjanjian atau kesepakatan kerja sebagai secara tertulis maupun tidak tertulis, untuk melaksanakan suatu pekerjaan dalam jabatan atau kegiatan tertentu dengan memperoleh imbalan yang dibayarkan berdasarkan periode tertentu, penyelesaian pekerjaan, atau ketentuan lain yang ditetapkan pemberi kerja, termasuk orang pribadi yang melakukan pekerjaan dalam jabatan negeri atau badan usaha milik negara atau badan usah amilik daerah.4. Pegawai tetap adalah pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan dalam jumlah tertentu secara teratur, termasuk anggota dewan komisaris dan anggota dewan pengawas yang secara teratur terus menerus ikut mengelola kegiatan perusahaan secara langsung, serta pegawai yang berkerja berdasarkan kontrak untuk suatu jangka waktu tertentu sepanjang pegawai yang bersangkutan bekerja penuh (full time) dalam pekerjaan tersebut.5. Pegawai tidak tetap/tenaga kerja lepas adalah pegawai yang hanya menerima penghasilan apabila pegawai yang bersangkutan bekerja, berdasarkan jumlah hari berkerja, jumlah unit hasil pekerjaan yang dihasilkan atau penyelesaian suatu jenis pekerjaan yang diminta oleh pemberi kerja.6. Penerima Penghasilan Bukan Pegawai adalah orang pribadi selain pegawai tetap dan pegawai tidak tetap (tenaga kerja lepas) yang memperoleh penghasilan dengan nama dan dalam bentuk apaun dari Pemotong PPh Pasal 21 dan atau PPh Pasal 26 sebagai imbalan atas pekerjaan, jasa atau kegiatan tertentu yang dilakukan berdasarkan perintah atau permintaan dari pemberi penghasilan.PEMOTONG PAJAK PPh PASAL 21Yang termasuk Pemotong pajak PPh Pasal 21 adalah:1. Pemberi kerja yang terdiri dari orang pribadi dan badan, baik merupakan pusat maupun cabang, perwakilan atau unit yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun, sebagai imabalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang dilakukan oleh pegawai atau bukan pegawai;2. Bendahara atau pemegang kas pemerintah, termasuk bendahara atau pemegang kas Pemerintah Pusat termasuk institusi TNI/POLRI, Pemerintah Daerah, instansi atau lembaga pemerintah, lembaga-lembaga negara lainnya, dan Kedutaan Besar Republik Indonesia diluar negeri yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan jasa, dan kegiatan;3. Dana pensiun, badab penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja, dan badan-badan lain yang membayar uang pensiun dan tunjangan hari tua atau jaminan hari tua;4. Orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas serta badan yang membayar;5. Penyelenggara kegiatan, termasuk badan pemerintah, organisasi yang bersifat nasional dan internasional, perkumpulan orang pribadi serta lembaga lain yang menyelenggarakan kegiatan, yang membayar honorarium, hadiah, atau penghargaan dalam bentuk apapun kepada Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri berkenaan dengann suatu kegiatan.Yang tidak termasuk sebagai pemberi kerja yang mempunyai kewajiban untuk melakukan pemotongan pajak PPh Pasal 21 adalah:1. Kantor perwakilan Negara asing;2. Organisasi-organisasi internasional yang telah ditetapkan oleh Menteri Keuangan;3. Pemberi kerja orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang semata-mata memperkerjakan orang pribadi untuk melakukan pekerjaan rumah tangga atau pekerjaan bukan dalam rangka melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas

WAJIB PAJAK PPh PASAL 21Penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 adalah orang pribadi yang merupakan:1. Pegawai;2. Penerima uang pesangon, pensiun atau uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua, atau jaminan hari tua, termasuk ahli warisnya;3. Bukan pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan, antara lain meliputi:a. Tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri dari pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai, dan aktuaris;b. Pemain musik, pembawa acara, penyayi, pelawak, bintang film, bintang sinetron, bintang iklan, sutradara, kru film, foto model, peragawan/peragawati, pemain drama, penari, pemahat,pelukis, dan seniman lainnya;c. Olahragawan;d. Penasehat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh dan moderator;e. Pengarang, peneliti, dan penerjemah;f. Pemberi jasa dalam segala bidang termasuk teknik komputer dan sistem aplikasinya, telekomunikasi, elektronika, fotografi, ekonomi, dan sosial serta pemberi jasa kepada suatu kepanitiaan;g. Agen iklan;h. Pengawas atau pengelola proyek;i. Pembawa pesanan atau yang menemukan langganan atau yang menjadi perantara;j. Petugas penjaja barang dagangan;k. Petugas dinas luar asuransi;l. Distributor perusahaan multilevel marketing atau direct selling dan kegiatan sejenis lainnya;4. Peserta kegiatan yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan keikutsertaannya dalam suatu kegiatan, antara lain meliputi:a. Peserta perlombaan dalam segala bidang, antara lain perlombaan olahraga, seni, ketangkasan, ilmu pengetahuan, teknologi dan perlombaan lainnya;b. Peserta rapat, konferensi, sidang, pertemuan, atau kunjungan kerja;c. Peserta atau anggota dalam suatu kepanitiaan sebagai penyelenggara kegiatan tertentu;d. Peserta pendidikan, pelatihan, dan magang;e. Peserta kegiatan lainnya.TIDAK TERMASUK WAJIB PAJAK PPh PASAL 21Yang tidak termasuk dalam pengertian Penerima Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21:1. Pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat lain dari negara asing, dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang berkerja pada dan bertempat tinggal bersama mereka, dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain diluar jabatan atau pekerjaannya tersebut, serta Negar yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik;2. Pejabat perwakilan organisasi internasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf c Undang-Undang Pajak Penghasilan, yang telah ditetapkan oleh Menteri Keuangan, dengan syarat bukan warga Negara Indonesia dan tidak menjalankan usaha atau kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia.

OBJEK PAJAK PPh PASAL 21Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 adalah:1. Penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai tetap, baik berupa penghasilan yang bersifat teratur maupun tidak teratur;2. Penghasilan yang diterima atau diperoleh penerima pensiun secara teratur berupa uang pensiun atau penghasilan sejenisnya;3. Penghasilan sehubungan dengan pemutusan hubungan kerja dan penghasilan sehubungan dengan pensiun yang diterima secara sekaligus berupa uang pesangon, uang manfaat pensiun, tunjangna hari tua, atau jaminan hari tua, dan pembayaran lain sejenisnya.4. Penghasilan pegawai tidak tetap atau tenaga keraja lepas, berupa upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan atau upah yang dibayarkan secara bulanan;5. Imbalan kepada bukan pegawai, antara lain berupa honorarium, komisi,fee, dan imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan;6. Imbalan kepada peserta kegiatan, antara lain berupa uang saku, uang representasi, uang rapat, honorarium, hadiah atau penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apapun, dan imbalan sejenis dengan nama apapun .7. Penerimaan dalam bentuk natura dan atau kenikmatan lainnya dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diberikan oleh:a. Bukan Wajib Pajak;b. Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final; atauc. Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkan norma penghitungan khusus (deemed profit) Penghasilan sebagaimana tersebut diatas yang diterima atau diperoleh orang pribadi Subjek Pajak dalam negeri merupakan penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21. Sedangkan apabila diterima atau diperoleh orang pribadi Subjek Pajak luar negeri merupakan penghasilan yang dipotong PPh Pasal 26.Catatan:Penghitungan PPh Pasal 21 atas penghasilan berupa penerimaan dalam bentuk natura dan atau kenikmatan lainnya didasarkan pada harga pasar atas barang yang diberikan atau nilai wajar atas pemberian kenikmatan yang diberikan.Dalam hal penghasilan diterima atau diperoleh dalam mata uang asing, penghitungan PPh Pasal 21 didasarkan pada nilai tukar (kurs) yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan yang berlaku pada saat pembayaran penghasilan tersebut atau pada saat dibebankan sebagai biaya.

PENGHASILAN YANG DIKECUALIKAN DARI PENGENAAN PPh PASAL 21Tidak termasuk dalam pengertian penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 adalah:1. Pembayaran manfaat atau santunan asuransi dari perusahaan asuransi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa;2. Penerimaan dalam bentuk natura dan atau kenikmatan dalam bentuk apapun diberikan oleh Wajib Pajak atau Pemerintah, yang diberikan Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final dan yang dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkan norma penghitungn khusus;3. Iuran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendirinya telah disahkan oleh Menteri Keuangan, iuran tunjangan hari tua atau iuran jaminan hari hari tua kepada badan penyelenggara tunjangan hari tua atau badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja yang dibayar oleh pemberi kerja;4. Zakat yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari badan atau lembaga amal zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah, atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui diIndonesia yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah;5. Beasiswa-beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu.

BIAYA JABATAN DAN BIAYA PENSIUNBesarnya biaya jabatan yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto untuk penghitungan pemotongan Pajak Penghasilan bagi pegawai tetap, ditetapkan sebesar 5% dari penghasilan bruto, setingi-tingginya Rp. 6.000.000,00 setahun atau Rp. 500.000,00 sebulan.Besarnya biaya pensiun yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto untuk penghitungan pemotongan Pajak Penghasilan bagi pensiunan, ditetapkan sebesar 5% dari penghasilan bruto, setingi-tingginya Rp. 2.400.000,00 setahun atau Rp. 200.000,00 sebulan.

TARIF PAJAK DAN PENERAPANNYATarif pajak yang berlaku beserta penerapannya menurut ketentuan dalam Pasal 21 Undang-Undang Pajak Penghasilan adalah sebagai berikut:1. Tarif berdasarkan pasal 17 UU PPh, diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak dari:a. Pegawai tetap;b. Penerima pensiun berkala yang dibayarkan secara bulanan;c. Pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas yang dibayarkan secara bulanan;d. Bukan pegawai yang menerima imbalan yang bersifat berkesinambunganPenghasilan Kena Pajak dihitung sebesar:Bagi pegawai tetap:Besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi pegawai tetap adalah sebesar penghasilan neto dikurangi PTKP. Sedangkan Penghasilan neto dihitung seluruh penghasilan bruto dikurangi dengan: Biaya jabatan; Iuran yang terkait dengan gaji yang dibayar oleh pegawai kepada dana pensiun yang pendirinya telah disahkan oleh Menteri Keuangan atau badan penyelenggara tunjangan hari tua atau jaminan hari tua yang dipersamakan dengan dana pensiun yang pendirinya telah disahkan oleh Menteri Keuangan.Secara ringkas dapat digambarkan sebagai berikut:PPh Pasal 21= (Pengfhasilan netto PTKP) x tarif Ps 17 UU PPh=( Penghasilan bruto Biaya Jabatan iuran pensiun dana iuran THT/JHT yang dibayar sendiri PTKP) x tarif Ps 17 UU PPhBagi penerima pensiun berkala:Besarnya Penghasilan Kena Pajak adalah bagi penerima pensiun berkala sebesar penghasilan neto dikurangi PTKP. Besarnya penghasilan neto adalah seluruh jumlah penghasilan bruto dikurangi dengan biaya pensiun.Secara ringkas dapat digambarkan sebagai berikut:PPh Pasal 21= (Penghasilan netto PTKP) x tarif Ps 17 UU PPh= ( Penghasilan bruto Biaya Pensiun PTKP) x tarif Ps 17 UU PPhBagi pegawai tidak tetap yang dibayar secara bulananBagi pegawai tidak tetap yang penghasilannya dibayar secara bulanan atau jumlah kumulatif penghasilan yang diterima selama1 (satu) bulan kalender telah melebihi Rp.1.320.000,00 besarnya Penghasilan Kena Pajak dihitung sebesar penghasilan bruto dikurangi PTKP.PPh Pasal 21= (Penghasilan bruto PTKP) x tarif Ps 17 UU PPh2. Atas penghasilan yang diteriama atau diperoleh pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas berupa upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan, dan uang saku harian, sepanjang penghasilan tidak dibayarkan secara bulanan, tarif lapisan pertama Pasal 17 UU PPh (5%) diterapkan atas:a. Jumlah penghasilan brito sehari yang melebihi Rp. 150.000,00, ataub. Jumlah penghasilan bruto dikurangi PTKP yang sebenarnya dalam hal jumlah penhasilan kumulatif dalam 1 (satu) bulan kalender telah melebihi Rp.1.320.000,00.Dalam hal jumlah penghasilan kumulatif dalam satu bulan kalender telah melebihi Rp. 6.000.000,00, PPh Pasal 21 dihitung dengan menerapkan tarif Pasal 17 UU PPh atas Penghasilan Kena Pajak yang di setahunkan.3. Tarif berdasarkan pasal 17 UU PPh, diterapkan atas jumlah kumulatif dari:a. Penghasilan Kena Pajak sebesar jumlah penghasilan bruto dikurangi PTKP, yang diteriam atau diperoleh bukan pegawai (selain tenaga ahli), yang menerima imbalan yang bersifat berkesinambungan yang memenuhi ketentuan: Yang bersangkutan telah memepunyai NPWP, Hanya memeperoleh penghasilan dari hubungan kerja Pemotongan PPh Pasal 21, Tidak memperoleh penghasilan lainnya.PPh Pasal 21 = (Penghasilan bruto PTKP) x tarif Ps 17 UU PPhApabila tidak memenuhi syarat-syarat tersebut, maka yang dijadikan dasar adalah jumlah penghasialn bruto.PPh Pasal 21 = Penghasilan bruto x tarif Ps 17 UU PPhb. 50% dari jumlah penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri dari pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai, dan akturasi.PPh Pasal 21 = (50% x Penghasilan bruto) x tarif Ps 17 UU PPhc. Jumlah penghasilan bruto berupa honorarium atau imbalan yang bersifat tidak teratur yang diterima atau diperoleh anggota dewan komisaris atau dewan pengawas yang tidak merangkap sebagai pegawai tetap pada perusahaan yang sama.PPh Pasal 21 = Penghasilan bruto x tarif Ps 17 UU PPhd. Jumlah penghasilan bruto berupa jasa produksi , tantimen, gratifikasi, bonus atau imbalan lain yang bersifat tidak teratur yang diterima atau diperoleh mantan pegawai.PPh Pasal 21 = Penghasilan bruto x tarif Ps 17 UU PPhe. Jumlah penghasilan bruto berupa penarikan dana pensiun oleh peserta program pensiun yang masih berstatus sebagai pegawai, dari dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan.PPh Pasal 21 = Penghasilan bruto x tarif Ps 17 UU PPh4. Tarif berdasarkan pasal 17 UU PPh, diterapkan atas jumlah penghasilan bruto:a. Untuk setiap pembayaran imbalan kepada bukan pegawai yang tidak bersifat berkesinambungan;b. Untuk setiap kali pembayaran yang bersifat utuh dan tidak dipecah, yang diterima oleh peserta kegiatan.5. Tarif PPh Pasal 21 ata honorarium atau imbalan lain dengan nama apa pun yang menjadi beban APBN atau APBD adalah sebagai berikut:a. Sebesar 0% (nol persen) dari penghasilan bruto bagi PNS Golongan 1 dan Golongan II, Anggota TNI dan Anggota POLRI Golongan Pangkat Tamtama dan Bintara, dan Pensiunnannya;b. Sebesar 5% (lima persen) dari penghasilan bruto bagi PNS Golongan III, Anggota TNI dan Anggota POLRI Golongan Pangkat Perwira Pertama, dan Pensiunannya;c. Sebesar 15% (lima belas persen) dari penghasilan bruto bagi Pejabat Negara, PNS Golongan IV, Anggota TNI dan Anggota POLRI Golongan Pangkat Perwira Menengah dan Perwira Tinggi, dan Pensiunannya;Catatan:Dalam hal jumlah penghasilan bruto dibayarkan kepada dokter yang melakukan praktik dirumah sakit dan atau klinik maka besarnya jumlah penghasilan bruto adalah sebesar jasa dokter yang dibayar oleh pasien melalui rumah sakit dan atau klinik sebelum dipotong biaya-biaya atau bagi hasil oleh rumah sakit dan atau klinik.

TARIF PEMOTONGAN PPh PASAL 21 BAGI PENERIMA PENGHASILAN YANG TIDAK LAIN MEMPUNYAI NPWPBagi penerima penghasilan dipotong PPh Pasal 21 yang tidak memiliki NPWP, dikenakan pemotongan PPh Pasal 21 dengan tarif lebih tinggi 20% dari pada tarif yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang memiliki NPWP. Artinya jumlah PPh Pasal 21 yang harus dipotong adalah sebesar 120% dari jumlah PPh Pasal 21 yang seharusnya dipotong dalam hal yang bersangkutan memiliki NPWP. Pemotongan PPh Pasal 21 seperti ini hanya berlaku untuk pemotongan PPh Pasal 21 yang bersifat tidak final.

SAAT TERUTANGSaat terutang PPh Pasal 21 dibagi menjadi dua yaitu bagi penerima penghasilan dan Pemotongan Penghasilan. Bagi Penerima Penghasilan adalah pada saat dilakukan pembayaran atau pada saat terutangnya penghasilan yang bersangkutan, sedangkan bagi Pemotong PPh Pasal 21 adalah akhir bulan dilakukan pembayaran atau pada akhir bulan terutangnya penghasilan yang bersangkutan.

CARA MENGHITUNG PPh PASAL 21Penghitungan PPh Pasal 21 untuk Pegawai Tetap dan Penerima PensiunPenghitungan PPh Pasal 21 untuk pegawai tetap dan penerima pensiun berkala dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu:1. Penghitungan masa atau bulanan yang menjadi dasar pemotongan PPh Pasal 21 yang terutang untuk setiap masa pajak, yang dilaporkan dalam SPT Masa PPh Pasal 21, selain masa pajak Desember atau masa pajak dimana pegawai tetap berhenti berkerja;2. Penghitungan kembali sebagai dasar pengisian Form 172 A1 atau 172 A2 dan pemotongan PPh Pasal 21 dan pemotongan PPh Pasal 21 yang terutang untuk masa pajak Desember atau masa pajak dimana pegawai tetap berhenti berkerja;Penghitungan kembali ini dilakukan pada:a. Bulan dimana pegawai tetap berhenti berkerja atau pensiun;b. Bulan Desember bagi pegawai tetap yang berkerja sampai akhir tahun kalender dan bagi penerima pensiun yang menerima uang pensiun sampai akhir tahun kalender.Penghitungan masa atau bulanan selain Masa Pajak Desember atau Masa Pajak dimana pegawai tetap berhenti berkerja:1. Penghitungan PPh Pasal 21 atas Penghasilan TeraturBagi pegawai tetapUntuk menghitung PPh Pasal 21 atas penghasilan pegawai tetap, terlebih dahulu dihitung seluruh penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh selama sebualn, yang meliputi seluruh gaji, segala jenis tunjangan dan pembayaran teratur lainnya, termasuk uang lembur (overtime) dan pembayaran sejenisnya.Untuk perusahaan yang masuk program Jamsostek, Premi Jminan Kecelakaan Kerja (JKK), Premi Jaminan Kematian (JK), dan Premi Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) yang dibayar oleh pemberi kerja merupakan penghasilan bagi karyawan. Ketentuan yang sama diberlakukan juga bagi premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan kerja, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuranasi bea siswa yang dibayarkan oleh pemberi kerja untuk pegawai kepada perusahaan asuransi lainnya. Dalam menghitung PPh Pasal 21, premi tersebut digabungkan dengan penghasilan bruto yang dibayarkan oleh pemberi kerja kepada pegawai.Selanjutnya dihitung jumlah penghasilan neto sebulan yang diperoleh dengan cara mengurangi penghasilan bruto sebulan dengan biaya jabatan, serta iuran pensiun, iuran Jaminan Hari Tua, dan atau Tunjangna Hari Tua yang dibayar sendiri oleh pegawai yang bersangkutan melalui pemberi kerja kepada Dana Pensiun yang pendirinya telah disahkan oleh Menteri Keuangan atau kepada Badan Penyelenggara Program Jamsostek.Apabila pajak yang terutang oleh pemberi kerja tidak didasarkan atas masa gaji sebulan, maka untuk perhitungan PPh Pasal 21, jumlah penghasilan tersebut terlebih dahulu dijadikan penghasilan bulanan dengan menggunakan faktor perkalian sebagai berikut:a. Gaji untuk masa seminggu dikalikan dengan 4b. Gaji untuk masa sehari dikalikan dengan 26Selanjutnya dihitung penghasilan neto setahun, yaitu jumlah penghasilan neto sebulan dikalikan 12.Dalam hal seorang pegawai tetap dengan kewajiban pajak subjektif sebagai Wajib Pajak dalam negeri sudah ada sejak awal tahun, tetapi mulai berkerja setelah bulan Januari, maka penghasilan neto setahun dihitung dengan mengalikan penghasilan neto setahun dengan banyaknya bulan sejak pegawai yang bersangkutan mulai berkerja sampai dengan bulan Desember.Selanjutnya dihitung Penghasilan Kena Pajak sebagai dasar penerapan tarif Pasa 17 UU PPh, yaitu sebesar Penghasilan neto setahun dikurangi dengan PTKP.Setelah diperoleh PPh terutang dengan menerapkan Tarif Pasal 17 ayat UU PPh terhadap Penghasilan Kena Pajak, selanjutnya dihitung PPh Pasal 21 sebulan, yang harus dipotong dan atau disetor ke kas negara, yaitu sebesar:1. Jumlah PPh Pasal 21 setahun dibagi dengan 12; tau 2. Jumlah PPh Pasal 21 setahun dibagi dengan banyaknya bulan yang menjadi faktor pengali dalam hal Wajib Pajak mulai berkerja setelah bulan Januari.PPh Pasal 21 atas penghasilan seminggu dihitung berdasarkan PPh Pasal 21 sebulan dibagi 4, sedangkan PPh Pasal 21 atas penghasilan sehari dihitung berdasarka PPh Pasal 21 sebuan dibagi 26.Jika kepada pegawai disamping dibayar gaji bulanan juga dibayar kenaikan gaji yang berlaku surut (rapel), misalnya untuk 5 (lima) bulan, maka penghitungan PPh Pasal 21 atas rapel tersebut adalah sebagai berikut:a. Rapel dibagi dengan banyaknya bulan perolehan rapel tersebut (dalam hal ini 5 bulan);b. Hasil pembegian rapel tersebut ditambahkan pada gaji setiap bulan sebelumnya adanya kenaikan gaji, yang sudah dikenakan pemotongan PPh Pasal 21;c. PPh Pasal 21 atas gaji untuk bulan-bulan setelah ada kenaikan, dihitung kembali atas dasar gaji baru setelah ada kenaikan;d. PPh Pasal 21 terutang atas tambahan gaji untuk bulan-bulan dimaksud adalah selisih antara jumlah pajak yang dihitung berdasarkan huruf c dikurangi jumlah pajak yang telah dipotong sebagaimana tersebut pada huruf b.Bagi penerima pensiun berkalaPenghitungan PPh Pasal 21 atas uang pensiun bulanan yang diterima atau diperoleh penerima pensiun pada tahun pertama pensiun adalah sebagai berikut:a. Terlebih dahulu dihitung penghasilan neto sebulan yang diperoleh dengan cara mengurangi penghasilan bruto dengan biaya pensiun, kemudian dikalikan banyaknya bulan sejak pegawai yang bersangkutan menerima pensiun sampai dengan bulan Desember;b. Penghasilan neto pensiun sebagaimana tersebut pada huruf a ditambah dengan penghasilan neto dalam tahun yang bersangkutan yang diterima atau diperoleh dari pemberi kerja sebelum pegawai yang bersangkutan pensiun sesuai dengan yang tercantum dalam bukti pemotongan PPh Pasal 21 sebelum pensiun;c. Untuk menghitung Penghasilan Kena Pajak, jumlah penghasilan pada huruf b tersebut dikurangi dengan PTKP, dan selanjutnya dihitung PPh Pasal 21 atas Pengahasilan Kena Pajak tersebut;d. PPh Pasal 21 atas uang pensiun dalam tahun yang bersangkutan dihitung dengan cara mengurangi PPh Pasal 21 dalam huruf c dengan PPh Pasal 21 yang terhutang dari pemberi kerja sebelum pegawai yang yang bersangkutan pensiun sesuai dengan yang tercantum dalam bukti pemotongan PPh Pasal 21 sebelum pensiun;e. PPh Pasal 21 atas uang pensiun bulanan adalah sebesar PPh Pasal 21 seperti tersebut dalam huruf d dibagi dengan banyaknya bulan sebagaiman dimaksud dalam huruf a.Penghitungan PPh Pasal 21 atas uang pensiun bulanan untuk tahun kedua dan selanjutnya adalah sebagai berikut:a. Terlebih dahulu dihitung penghasilan neto sebualan yang diperoleh dengan cara mengurangi penghasilan bruto dengan biaya pensiun;b. Selanjutnya dihitung jumlah penghasilan neto setahun, yaitu jumlah penghasilan neto sebulan dikalikan 12;c. Selanjutnya dihitung Penghasilan Kena Pajak sebagai dasar penerapan Pasal 17 UU PPh, yaitu sebessr Penghasilan neto setahun dikurangi PTKP.d. Setelah diperoleh PPh terutang dengan menerapkan Tarif Pasal 17 ayat UU PPh terhadap Penghasilan Kena Pajak, selanjutnya dihitung PPh Pasal 21 sebulan, yang harus dipotong dan atau desetot kekas negara, yaitu sebesar jumlah PPh Pasal 21 setahun dibagi 12.

2. Penghitungan PPh Pasal 21 atas Penghasilan Tidak Teratur bagi Pegawai TetapApabila kepada pegawai tetap diberikan jasa produksi, tantiem, gratifikasi, bonus, premi, tunjangan hari raya, dan penghasilan lain semacam itu yang sifatnya tidak tetap dan biasanya dibayarkan sekali setahun, maka PPh Pasal 21 dihitung dan dipotong dengan cara sebagai berikut:a. Dihitung PPh Pasal 21 atas penghasilan teratur yang disetahunkan ditambah dengan penghasilan tidak teratur berupa tantiem, jasa produksi dan sebagianya;b. Dihitung PPh Pasal 21 atas penghasilan teratur yang disetahunkan tanpa tantiem, jas produksi, dan sebagainya;c. Selisih antara PPh Pasal 21 menurut penghitungan huruf a dan huruf b adalah PPh Pasal 21 atas penghasilan tidak teratur berupa tantiem, jas produksi, dan sebagainya.Dalam hal ini pegawai tetap yang kewajiban pajak subjektif sudah ada sejak awal tahun, namun baru mulai berkerja setelah bulan Januari, maka PPh Pasal 21 atas penghasilan yang tidak teratur tersebut dihitung dengan cara sebagaimana diatas dengan memperhatikan ketentuan mengenai Penghitungan PPh Pasal 21 Bulanan atas Penghasilan Teratur.

Penghitungan PPh Pasal 21 Terutang pada Bulan Desember atau Masa Pajak Tertentu untuk Pegawai Tetap yang Berhenti Berkerja Sebelum Bulan DesemberPenghitungan PPh Pasal 21 terutang pada bulan Desember atau untuk bulan tertentu untuk pegawai tetap yang berhenti berkerja sebelum bulan Desember adalah sebagai berikut:1. Hitung PPh Pasal 21 terutang atas seluruh penghasilan yang diterima atau diperoleh dari pemotong pajak dalam tahun kalender yang bersangkutan, baik penghasilan yang teratur maupun yang tidak teratur.a. Untuk pegawai tetap yang kewajiban pajak subjekifnya sudah ada sejak awal tahun, namun mulai berkerja setelah bulan Januari atau berhenti berkerja sebelum bulan Desember, PPh Pasal 21 terutang dihitung berdasarkan jumlah seluruh penghasilan yang diterima atau diperoleh, baik yang bersifat teratur maupun tidak teratur, selama pegawai tetap yang bersangkutan berkerja pada pemotong pajak.b. Sedangkan untuk pegawai tetap yang kewajiban pajak subjektifnya baru dimulai setelah bulan Januari atau berakhir sebelum bulan Desember, PPh Pasal 21 terutang dihitung berdasarkan jumlah seluruh penghasilan yang diterima atau diperoleh, baik yang bersifat teratur maupun tidak teratur, yang disetahunkan.2. PPh Pasal 21 terutang yang harus dipotong untuk bulan Desember atau bulan tertentu untuk bulan pegawai tetap yang berhenti berkerja sebelum bulan Desember adalah sebesar selisih antara PPh Pasal 21 terutang atas seluruh penghasilan teratur dan tidak teratur yang diterima dari pemotong pajak dalam tahun kalender yang bersangkutan, sebagimana yang dimaksud dalam angka 1, dengan PPh Pasal 21 yang telah dipotong dalam tahun kalender yang bersangkutan sampai dengan bulan sebelumnya.3. Dalam hal ini jumlah PPh Pasal 21 yang telah dipotong sampai dengan bulan sebelumnya tersebut lebih besar dari pada PPh Pasal 21 terutang atas seluruh penghasilan teratur dan tidak teratur yang diterima dari pemotong pajak dalam tahun kalender yang bersangkutan, misalnya dalam hal pegawai berhenti berkerja pada pertengahan tahun, atas kelebihan pemotong PPh Pasal 21 tersebut dikembalikan pada pegawai tetap yang berhenti berkerja bersamaan dengan pemberi bukti pemotongan PPh Pasal 21. Atas kelebihan pemotongan PPh Pasal 21 untuk pegawai tetap yang bersangkutan, pemotong pajak dapat memperhitungkan dengan PPh Pasal 21terutang atas penghasilan pegawai tetap lainnya dalam masa pajak yang sama, sehingga jumlah PPh Pasal 21 yang harus disetor oleh pemotong pajak untuk masa pajak tersebut telah memepertimbangkan jumlah kelebihan pemotonagn PPh Pasal 21 yang telah diberikan oleh pemotong pajak kepada pegawai tetap yang berkerja.

Penghitungan PPh Pasla 21 untuk Pegawai Tidak Tetap atu Tenaga Kerja Lepas, Pemagang, Calon Pegawai yang Menerima Upah Harian, Upah Mingguan, Upah Satuan, Upah Borongan, Upah Saku Harian atau Mingguan1. Tentukan jumlah upah/uang saku harian, atau rata-rata upah/uang saku yang diterima atau diperoleh dalam sehari:a. Upah/uang saku mingguan dibagi banyaknya hari berkerja dalam seminggu;b. Upah satuan dikalikan dengan jumlah rata-rata satuan yang dihasilkan dalam sehari;c. Upah borongan dibagi dengan jumlah hari yang digunakan untuk menyelesaikan pekerjaan borongan.2. Dalam hal upah/uang saku harian atau rata-rata upah/uang saku harian belum melebihi Rp. 150.000,00 dan jumlah kumulatif yang diterima atau diperoleh dalam bulan kalender yang bersangkutan belum melebihi Rp. 1.320.000,00, maka tidak ada PPh Pasal 21 yang harus dipotong.3. Dalam hal upah/uang saku harian atau rata-rata upah/uang saku harian telah melebihi Rp. 150.000,00 dan sepanjang jumlah kumulatif yang diterima atau diperoleh dalam bulan kalender yang bersangkutan belum melebihi Rp. 1.320.000,00, maka PPh Pasal 21 yang harus dipotong adalah sebesar upah/uang saku harian atau rata-rata upah/uang saku harian setelah dikurangi Rp. 150.000,00 dikalikan 15%.4. Dalam hal jumlah upah kumulatif yang diterima atau diperoleh dalam bulan kalender yang bersangkutan telah melebihi Rp. 1.320.000,00 kurang dari Rp. 6.000.000,00, maka PPh Pasal 21 yang harus dipotong adalah sebesar upah/uang saku harian atau rata-rata upah/saku harian setelah dikurangi PTKP sehari, dikalikan 5%.5. Dalam hal jumlah upah kumulatif yang diterima atau diperoleh dalam satu bulan kalender telah melebihi Rp. 6.000.000,00, maka PPh Pasal 21 dihitung dengan menerapkan Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh atas jumlah upah bruto dalam satu bulan yang disetahunkan setelah dikurangi PTKP, dan PPh Pasal 21 yang harus dipotong adalah sebesar PPh Pasal 21 hasil perhitungan tersebut dibagi 12.

Penghitungan PPh Pasal 21 untuk Pegawai Tidak Tetap atau Tenaga Kerja Lepas, Pemagang dan Calon Pegawai yang Menerima Upah yang Dibayarkan Secara BulananPPh Pasal 21 dihitung dengan menerapkan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh atas jumlah bruto yang disetahunkan setelah dikurangi PTKP, dan PPh Pasal 21 yang harus dipotong adalah sebesar PPh Pasal 21 hasil perhitungan tersebut dibagi 12.

Penghitungan PPh Pasal 21 untuk anggota Dewan Pengawas atau Dewan Komisaris yang Tidak Merangkap Sebagai Pegawai TetapPPh Pasal 21 dihitung dengan menerapkan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh atas jumlah kumulatif jumlah bruto yang diterima atau diperoleh selama 1 (satu) tahun kalender.

Penghitungan PPh Pasal 21 bagi Mantan Pegawai yang Menerima Penghasilan Bunga Jasa Produksi, Tantiem, Gratifikasi, Bonus atau Imbalan Lain yang Bersifat Tidak TeraturPPh Pasal 21 dihitung dengan cara menerapkan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh dari kumulatif jumlah penghasilan bruto yang dibayarkan selama 1 (satu) tahun kalender.

Pemotongan PPh Pasal 21 bagi Tenaga Ahli yang melakukan Pekerjaan BebasPPh Pasal 21 atas penghasilan yang dibayarkan kepada tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas dihitung dengan cara tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh atas jumlah kumulatif 505 (lima puluh persen) dari jumlah penghasilan bruto yang dibayarkan atau terutang dalam 1 (satu) tahun kalender. Dalam hal tenaga kerja ahli tersebut adalah dokter yang melakukan praktik dirumah sakit atau klinik maka besarnya jumlah penghasilan bruto adalah sebesar jasa dokter yang dibayarkan pasien melalui rumah sakit dan atau klinik sebelum dipotong biaya-biaya atau bagi hasi oleh rumah sakit dan atau klinik.

Pemotongan PPh Pasal 21 bagi Orang Pribadi Dalam Negeri Bukan Pegawai, Selain Tenaga Ahli, atas Imbalan yang Bersifat BerkesinambunganBagi yang telah memiliki NPWP dan hanya menerima penghasilan dari Pemotong Pajak yang bersangkutan PPh Pasal 21 dihitung dengan menerapkan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh dari kumulatif jumlah penghasilan bruto dikurangi dengan PTKP perbulan.Bagi yang Tidak Memiliki NPWP atau Menerima Penghasilan Dari Selain Pemotong Pajak yang Bersangkutan PPh Pasal 21 dihitung menerapkan Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh dari kumulatif jumlah penghasilan bruto dalam tahun kalender yang bersangkutan.

Pemotongan PPh Pasal 21 bagi Orang Pribadi Dalam Negeri Bukan Pegawai, Selain Tenaga Ahli, atas Imbalan yang Tidak Bersifat BerkesinambunganPPh Pasal 21 dihitung dengan menerapkan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh atas jumlah penghasilan bruto.

Penghitungan PPh Pasal 21 bagi Peserta KegiatanPPh Pasal 21 dihitung dengan menerapkan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh atas jumlah penghasilan bruto untuk setiap kali pembayaran yang bersifat utuh dan tidak dipecah, yang diterima oleh peserta kegiatan. CONTOH PENGHITUNGAN PPh PASAL 21Penghitungan Pemotongan PPh Pasal 21 Terhadap Penghasilan Pegawai TetapDengan Gaji Bulanan1. Ahmad Zakaria pada tahun 2009 berkerja pada perusahaan PT. Zamrud Abadi dengan memperoleh gaji sebulan Rp. 2.500.000,00 dan membayar iuran pensiun sebesar Rp.100.000,00. Ahmad menikah tetapi belum mempunyai anak. Penghitungan PPh Pasal 21 adalah sebagai berikut:Gaji sebulanRp. 2.500.000,00Pengurangan:1. Biaya Jabatan:5% x Rp. 2.500.000,00Rp. 125.000,002. Iuran pensiunRp. 100.000,00Rp. 225.000,00Penghasilan netto sebulanRp. 2.275.000,00Penghasilan netto setahun adalah:12 x Rp. 2.275.000,00Rp. 27.300.000,00PTKP setahun Untuk WP sendiriRp. 15.840.000,00 Tambahan WP kawinRp. 1.320.000,00Rp. 17.160.000,00Penghasilan Kena Pajak setahunRp. 10.140.000,00PPh Pasal 21 terutang5% x Rp. 10.140.000,00= Rp. 507.000,00PPh Pasal 21 sebulan Rp. 507.000,00 :12=Rp. 42.250,00

Catatan:a. Biaya jabatan adalah biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihar penghasilan yang dapat dikurangkan dari penghasilan setiap orang yang berkerja sebagai pegawai tetap tanpa memandang mempunyai jabatan atau tidak;b. Contoh diatas berlaku apabila pegawai yang bersangkutan sudah memiliki NPWP. Dalam hal ini pegawai yang bersangkutan belum memiliki NPWP, maka jumlah PPh Pasal 21 yang harus dipotong adalah sebesar: 120% x Rp. 42.250,00 = Rp. 50.700,00.

PAJAK PENGHASILAN PASAL 22

PENGERTIANMerupakan pembayaran Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan yang dipungut oleh : Bendahara pemerintah, termasuk bendahara pada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, instansi atau lembaga pemerintah, dan lembaga-lembaga negara lainnya, berkenaan dengan pembayaran atas penyerahaan barang, termasuk juga dalam pengertian bendahara adalah pemegang kas dan ppejabat lain yang menjalankan fungsi yang sama; Badan-badan tertentu, baik badan pemerintah maupun swasta, berkenaan dengan kegiatan dibidang impor atau kegiatan usaha dibidang lain, seperti kegiatan usaha produksi barang tertentu antatar lain otomotif dan semen ; Wajib Pajak badan tertentu untuk memungut pajak dari pembeli atas penjualan barang yang tergolong sangat mewah. Pemungutan pajak oleh Wajib Pajak badan tertentu ini akan dikenakan terhadap pembelian barang yang memenuhi kriteria, tertentu sebagai barang yang tergolong sangat mewah baik dilihat dari jenis barangnya maupun harganya, seperti kapal pesiar, rumah sangat mewah, apartemen dan kondominium sangat mewah, serta kendaraan sangat mewah.

PEMUNGUT PAJAK Pemungut PPh Pasal 22 adalah:1. Badan Devisa dan Direktorat Jendral Bea dan Cukai, atas impor barang;2. Direktorat Jendral Perbendaharaan, Bendahara Pemerintah baik tingkat Pusat ataupun tingkat Daerah, yang melakukan pembayaran atas pembelian barang;3. Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah, yang melakukan pembelian barang dengann dana yang bersumber dari belanja negara (APBN) dan atau belanja daerah (APBD), kecuali badan-badan tersebut pada butir 4;4. Bank Indonesia (BI) , PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA), Perum Badan Urusan Logistik (BULOG), PT Telekomunikasi Indonesia (Telkom), PT Perusahaan Listrik Negara (PLN), PT Garuda Indonesia, PT Indosat, PT Krakatau Steel, PT Pertamina, dan bank-bank BUMN yang melakukan pembelian barang yang dananya bersumber dari APBN maupun non-APBN;5. Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri kertas, industri baja, dan industri otomotif, yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak, atas penjualan hasil produksinya didalam negeri;6. Produsen atau importir bahan bakar minyak, gas, dan pelumas atas penjualan bahan bakar minyak, gas dan pelumas.7. Industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor perhutanan, perkebunan, pertanian dan perikanan yang ditunjuk oleh Direktur Jendreal Pajak atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor mereka dari pedagang pengepul.8. Wajib Pajak badan yang melakukan penjualan barang yang tergolong sangat mewah.

OBJEK PEMUNGUTAN PPh PASAL 22Yang merupakan objek pemungutan PPh Pasal 22 adalah:1. Impor barang2. Pembyaran atas pembelian barang yang dilakukan oleh Direktorat Jendral Anggaran, Bendaharawan Pemerintah baik ditingkat Pusat maupun Pemerintah Daerah.3. Pembayaran atas pembelian barang yang dilakukan Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah yang dananya dari belanja negara dan atau belanja daerah.4. Penjualan hasil produksi didalam negeri yang dilakukan oleh badan usaha yang bergerak dibidang industri semen, industri rokok, industri kertas, industri baja, dan industri otomotif.5. Penjualan hasil produksi yang dilakuakanoleh Pertamina dan badan usaha selain Pertamina yang bergerak dibidang bahan bakar minyak jenis premix dan gas.6. Pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor perhutanan, perkebunan, pertanian dan perikanan dari pedagang pengumpul.7. Penjualan barang yang tergolong sangat mewah. Yang dimaksud barang yang tergolong sangat mewah adalah:a. Pesawat udara pribadi dengan harga jal lebih dari Rp 20.000.000.000,00 (dua puluh miliar rupiah);b. Kapal pesiar dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah);c. Rumah beserta tanahnya dengan harga jual atau harga pengalihannya lebih dari Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dan luas bagunan lebih dari 500 m2 (lima ratus meter persegi);d. Apartemen, kondominium dan sejenisnya dengan harga jual atau harga pengalihannya lebih dari Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dan luas bagunan lebih dari 400 m2 (empat ratus meter persegi);e. Kendaraan bermotor roda empat pengangkutan orang kurang dari 10 orang berupa sedan, jeep, sport utility vechile (SUV), multipurpose vichile (MPV), minibus dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan dengan kapasitas silinder lebih dari 3.000 cc.

Dikecualikan dari pemungutan PPh pasal 22 adalah:1. Impor barang dan atau penyerahan barang yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan tidak terutang Pajak Penghasilan. Pengecualian itu harus dinyatakan dengan Surat Keterangan Bebas (SKB) Pajak Penghasilan Pasal 22 yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak.2. Impor barang yang dibebaskan dari bea masuk:a. Barang perwakilan negara asing beserta para pejabatnya yang bertugas di Indonesia berdasarkan asas timbal balik.b. Barang untuk keperluan badan internasional yang diakui dan terdaftar pada Pemerintah Indonesia beserta pejabatnya yang bertugas di Indonesia dan tidak memegang paspor Indonesia.c. Barang kiriman hadiah untuk keperluan ibadah umum, amal sosial, atau kebudayaan.d. Barang untuk keperluan museum, kebun binatang, dan tempat lain semacam itu yang terbuka untuk umum.e. Barang untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan.f. Barang untuk keperluan khusus tunanetra dan penyandang cacat lain.g. Peti atau kemasan lain yang berisi jenazah atau abu jenazah.h. Barang pindahan.i. Barang pribadi penumpang, awak sarana pengangkut, pelintas batas dan barang kiriman sampai batas nilai pabean dan atau jumlah tertentu.j. Barang yang diimpor oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah yang ditujukan untuk kepentingan umum.k. Persenjataan, amunisi, dan perlengkapan militer, termasuk suku cadang yang diperuntukkan bagi keperluan pertahanan dan keamanan negara.l. Barang dan bahan yang dipergunakan untuk menghasilkan barang bagi keperluan pertahanan dan keamanan negara.m. Vaksin polio dalam rangka pelaksanaan program Pekan Imunisasi Nasional (PIN).n. Buku-buku pelajaran umum, kitab suci dan buku-buku pelajaran agama.o. Kapal laut, kapal angkutan sungai, kapal angkutan danau, kapal angkutan penyebrangan, kapal pandu, kapal tunda, kapal penangkap ikan, kapal tongkang dan suku cadang serta alat keselamatan pelayaran atau alat keselamatan manusia yang diimpor dan digunakan oleh Perusahaan Pelayaran Niaga Nasional atau perusahaan penangkap ikan nasional.p. Pesawat udara dan suku cadang serta alat keselamatan penerbangan atau alat keselamatan manusia, peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan yang diimpor dan diguanakan oleh Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional.q. Kerta api dan suku cadang serta peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan serta prasarana yang diimpor dan digunakan oleh PT Kereta Api Indonesia.r. Peralatan yang digunakan untuk penyediaan data batas dan foto udara wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang dilakukan oleh Tentara Nasional Indonesia.3. Dalam hal impor sementara jika pada waktu impornya nyata-nyata dimaksudkan untuk diekspor kembali.4. Pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah) dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah.5. Pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, listrik, gas, air minum/PDAM dan benda-benda pos.6. Atas impor emas batangann yang akan diproses untuk menghasilkan barang perhiasan dari emas untuk tujuan ekspor. Pengecualin ini harus dinyatakan dengan Surat Keterangan Bebas (SKB) Pajak Penghasilan Pasal 22 yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak.7. Pembayaran/pencairan dana Jaring Pengaman Nasional (JPS) oleh Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara.8. Impor kembali (re-impor), yang meliputi barang-barang yang telah diekspor kemudian diimpor kembali dalam kualitas yang sama atau barang-barang yang telah diekspor untuk keperluan perbaikan, pengerjaan dan pengujian, yang telah memenuhi syarat yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.9. Pembayaran untuk pembelian gabah dan/ atau beras oleh BULOG.

CARA MENGHITUNG PPh PASAL 22Cara Menghitung PPh Pasal 22 Atas Kegiatan Impor BarangBesarnya PPh pasal 22 atas impor:1. Yang menggunakan Angka Pengenal Importir (API), tarif pemungutannya sebesar 2,5% dari nilai impor.

PPh Pasal 22 = 2,5% x Nilai Impor

2. Yang tidak menggunakan Angka Pengenal Importir (API), tarif pemungutannya sebesar 7,5% dari nilai impor.

PPh Pasal 22 = 7,5% x Nilai Impor

3. Yang tidak dikuasai, tarif pemungutannya sebesar 7,5% dari harga jual lelang.

PPh Pasal 22 = 7,5% x Harg Jual Lelang

Catatan: Yang dimaksud dengan nilai impor adalah nilai berupa uang yang digunakan sebagai dasar perhitungan bea masuk. Nilai impor dihitung sebesar Cost Insurance and Freight (CIF) + bea masuk+pungutan pabean lainnya.Contoh 1:PT DELL, memiliki nilai API, melakukan impor komputer dari Ameriak Serikat dengan perincian sebagai berikut:Harga Komputer (cost)US$ 2,.000.00Asuransi (insurance)US$ 1,000.00Biaya Angkut (freight)US$ 4,000.00Harga PabeanUS$ 25,000.00Pungutan: Bea Masuk 20%US$ 5,000.00 Bea Masuk Tambahan 10%US$ 2,500.00NILAI IMPORUS$ 32,0000.00Apabila pada tanggal impor (sesuai dokumen impor: Pemberitahuan Impor Barang) nilai kurs US $ 1.00 = Rp 10.000,00, maka: Dasar Pengenaan PPh Pasal 22: US$ 32,500.00 x Rp 10.000,00 = Rp 325.000.000,00 PPh Pasal 22 yang harus dipungut: Rp 325.000.000,00 x 2,5% = Rp 8.125.000,00Contoh 2:Seperti nomor 1 diatas, tetapi PY Dell tidak memiliki nomor API, maka perhitungan PPh Pasal 22 adalah sebagai berikut: Dasar Pengenaan PPh Pasal 22: US$ 32,500.00 x Rp 10,000.00 = Rp 325.000.000,00. PPh Pasal 22 yang harus dipungut: Rp 325.000.000,00 x 7,5% = Rp 24.375.000,00.Cara Menghitung PPh Pasal 22 Atas Pembelian Barang yang Dibiayai dengan APBN/APBDAtas pembelian barang yang dananya dari belanja negara atau belanja daerah dikenakan pemungutan PPh Pasal 22 sebesar 1,5% dari harga pembelian.

PPh Pasal 22 = 1,5% x Harga Pembelian

Pembayaran yang dikecualikan dari pemungutan PPh Pasal 22 adalah:1. Pembayaran atas penyerahan barang (bukan merupakan jumlah yang dipecah-pecah) yang meliputi jumlah kurang dari Rp 1.000.000,00.2. Pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, listrik, gas, air mineral/ PDAM, dan benda-benda pos.3. Pembayaran atau pencairan dana Jaringan Pengaman Sosial oleh Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara.Contoh 3:PT Bangun Maju melakukan penjualan lemari arsip kepala Departemen Dalam Negeri senilai Rp 220.000.000,00. Pembayaran dilakukan oleh Bendaharawan Departemen Dalam Negeri. Dalam kontak penjualan dengan pemerintah yang didanai oleh APBN/APBD, biasanya harga jual sudah termasuk Pajak Pertambahan Nilai sebesar 10%. Dasar Pengenaan PPh Pasal 22 : (100/110 x Rp 220.000.000,00) = Rp 200.000.000,00. PPh Pasal 22 yang dipungut Bendaharawan Pemerintah dari transaksi pembayaran: 1,5% x Rp 200.000.000,00= Rp 3.000.000,00.Cara Menghitung PPh Pasal 22 Atas Penjualan Hasil Produksi Industri Otomotif di Dalam NegeriBesarnya PPh Pasal 22 atas penjualan semua jenis kendaraan bermotor beroda dua atau lebih didalm negeri adalah sebesar 0,45% dari dasar pengenaan pajak (DPP) Pajak Pertambahan Nilai.

PPh Pasal 22 = 0,45% x DPP PPN

Penjualan kendaraan bermotor yang dikecualikan dari pemungutan PPh Pasal 22 atas industri otomotif ini adalah penjualan kendaraan bermotor kepada:1. Instansi pemerintah.2. Korps diplomatik.3. Bukan Subjek Pajak.Cara Menghitung PPh Pasal 22 Atas Penjualan Hasil Produksi Industri Rokok di Dalam NegeriBesarnya PPh Pasal 22 yang wajib dipungut oleh industri rokok pada saat penjualan rokok didalam negeri adalah 0,15% dari harga bandrol (pita cukai), dan bersifat final

PPh Pasal 22 (Final) = 0,15% x Harga Bandrol

Cara Menghitung PPh Pasal 22 Atas Penjualan Hasil Produksi Industri Kertas di Dalam NegeriBesarnya PPh Pasal 22 yang wajib dipungut oleh industri kertas pada saat penjualan kertas didalam negeri adalah 0,1% dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP) Pajak Pertambahan Nilai.

PPh Pasal 22 = 0,1% x DPP PPN

Cara Menghitung PPh Pasal 22 Atas Penjualan Hasil Produksi Industri Semen di Dalam NegeriBesarnya PPh Pasal 22 yang wajib dipungut oleh industri semen pada saat penjualan semen didalam negeri adalah 0,25% dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP) Pajak Pertambahan Nilai

PPh Pasal 22 = 0,25% x DPP PPN.

Yang dikecualikan dari pemungutan PPh Pasal 22 adalah penjualan dalam negeri oleh PT Indocement, PT Semen Cibinong, dan PT Semen Nusantara kepada distributor utama/ tunggalnya.Cara Menghitung PPh Pasal 22 Atas Penjualan Hasil Produksi Industri Baja di Dalam NegeriBesarnya PPh Pasal 22 yang wajib dipungut oleh industri baja pada saat penjualan hasil produksinya didalam negeri adalah 0,3% dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP) Pajak Pertambahan Nilai.

PPh Pasal 22 = 0,3% x DPP PPN

Cara Menghitung PPh Pasal 22 Atas Pembelian Bahan-bahan untuk Keperluan Industri atau Ekspor oleh Industri yang Bergerak Dalam Sektor Perhutanan, Perkebunan, Pertanian, dan Perikanan dari Pedagang PengumpulBesarnya PPh Pasal 22 yang wajib dipungut oleh industri atau ekspor oleh industri yang bergerak dalam sektor perhutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan yang telah terdaftar sebagai Wajib Pajak adalah sebesar 0,25% (nol koma dua puluh lima persen) dari harga pembelian tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai.

PPh Pasal 22 = 0,25% x Harga Pembelian

Cara Menghitung PPh Pasal 22 yang Dipungut oleh Pertamina dan Badan Usaha Selain PertaminaBesarnya PPh Pasal 22 yang wajib dipungut oleh Pertamina dan badan usaha lainnya yang bergerak dalam bidang bahan bakar minyak jenis premix, super TT dan gas atas penjualan hasil produksinya adalah sebagai berikut:1. Atas penebusan premium, solar, premix/super TT oleh SPBU swastanisasi adalah 0,3% dari penjualan.

PPh Pasal 22 = 0,3% x Penjualan

2. Atas penebusan premium, solar, premix/super TT oleh SPBU Pertamina adalah 0,25% dari penjualan.

PPh Pasal 22 = 0,25% x Penjualan

3. Atas penjualan minyak tanah, gas LPG, dan pelumas adalah 0,3% dari penjualan.

PPh Pasal 22 = 0,3% x Penjualan

Catatan:Pemungutan PPh Pasal 22 ini bersifat final atas penyerahan/penjualan hasil produksi kepada penyalur/agennya. Sedangkan penjualan kepada pembeli lainnya (misalnya pabriakan) pemungutannya tidak bersifat final, sehingga PPh Pasal 22-nya dapat diperhitungkan sebagai kredit pajak.Cara Menghitung PPh Pasal 22 Atas Penjualan Barang yang Tergolong Sangat MewahBesarnya PPh Pasal 22 atas penjualan barang yang tergolong sangat mewah adalah sebesar 5% (lima persen) dari harga jual tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPN dan PPnBM).

PPh Pasal 22 = 5% x harga jual tidak termasuk PPN dan PPnBM5%harga jual tidak termasukPPN dan PPnBM

Besarnya PPh Pasal 22 yang dipungut terhadap Wajib Pajak yang tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak lebih tinggi 100% (seratus persen) dari pada tarif yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang dapat menunjukkan Nomor Pokok Wajib Pajak. Kepemilikan Nomor Pokok Wajib Pajak dibuktikan oleh Wajib Pajak, antara lain, dengan cara menunjukkan kartu Nomor Pokok Wajib Pajak.

PAJAK PENGHASILAN PASAL 23

PENGERTIANKetentuan dalam pasal 23 UU PPh mengatur pemotongan pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau penyelenggaraan kegiatan selain yang telah dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21, yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri, penyelenggaraan kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya.

PEMOTONGAN PPh PASAL 23Pemotongan PPh Pasal 23 adalah pihak-pihak yang membayarkan penghasilan, yang terdiri atas:4. Badan pemerintah.5. Subjek Pajak badan dalam negeri.6. Penyelenggaran kegiatan.7. Bentuk usaha tetap.8. Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya.9. Orang pribadi sebagai Wajib Pajak dalam negeri yang telah mendapat penunjukan dari Direktur Jendral Pajak untuk memotong pajak PPh Pasal 23, yang meliputi:a. Akuntan, arsitek, dokter, notaris, Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) kecuali PPAT tersebut adalah Camat, pengacara, dan konsultan, yang melakukan pekerjaan bebas.b. Orang pribadi yang menjalankan usaha yang menyelenggarakan pembukuan.

YANG DIKENAKAN PEMOTONGAN PPh PASAL 23Yang dikenakan pemotongan PPh Pasal 23 adalah Wajib Pajak dalam negeri atau Bentuk Usaha Tetap yang menerima atau memperoleh penghasilan yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau penyelenggaraan kegiatan selain yang telah dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21.

OBJEK PEMOTONGAN PPh PASAL 23Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 23 adalah:1. Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi;2. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang;3. Royalti;4. Hadiah, penghargaan, bonus, dan sejenisnya selain yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagiamana maksud dalam Pasal 21;5. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali sewa tanah dan atau bangunan; dan6. Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21.

PENGECUALIAN OBJEK PEMOTONGAN PPh PASAL 23Penghasilan yang tidak dikenakan pemotongan PPh Pasal 23 adalah:1. Penghasilan yang dibayarkan atau terutang kepada bank;2. Sewa yang dibayarkan atau terutang sehubungan dengan sewa guna usaha dengan hak opsi;3. Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, badan usaha milik negara, atau badan usaha milik daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat:a. Dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; danb. Bagi perseroan terbatas, badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah yang menerima deviden, kepemilikan saham pada badan yang memberikan deviden paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah modal yang disetor;4. Devien yang diterima oleh orang pribadi;5. Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan atau komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan perkumpulan, firma, dan kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif;6. Sisa hasil usaha koperasi yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggotanya;7. Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada badan usaha atau jasa keuangan yang berfungsi sebagai penyalur pinjaman dan atau pembiayaan yang diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.

TARIF PEMOTONGAN Besarnya PPh pasal 23 yang dipotong adalah:1. Sebesar 15% (lima belas persen) dari jumlah bruto atas:a. Dividen;b. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian uang;c. Royalti; dand. Hadiah, penghargaan, bonus, dan sejenisnya selain yang telah dipotong Pajak Penghasilan pasal 21;2. Sebesar 2% (dua persen) dari jumlah bruto tidak termasuk Pajak Pertambahan Niali, atas:a. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali sewa tanah dan atau bangunan; danb. Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21. Jasa lain terdiri dari:1) Jasa penilai (appraisal);2) Jasa aktuaris;3) Jasa akuntansi, pembukuan, dan atestasi laporan keuangan;4) Jasa perancang (design);5) Jasa pengeboran (drilling) di bidang penambangan minyak dan gas bumi (migas), kecuali yang dilakukan oleh bentuk usaha tetap (BUT);6) Jasa penunjang dibidang penambangan migas;7) Jasa penambangan dan penunjang dibidang penambangan selain migas;8) Jasa penunjang dibidang penerbangan dan bandar udara;9) Jasa penebangan hutan;10) Jasa pengolahan limbah;11) Jasa penyediaan tenaga kerja (outsourching services);12) Jasa perantara dan atau keagenan;13) Jasa dibidang perdagangan surat-surat berharga, kecuali yang dilakukan oleh Bursa Efek, KSEI dan KPEI;14) Jasa custodian/penyimpanan/penitipan, kecuali yang dilakukan KPEI;15) Jasa pengisian suara (dubbing) dan atau sulih suara;16) Jasa mixing film;17) Jasa sehubungan dengan software computer, termasuk perawatan, pemeliharaan dan perbaikan;18) Jasa instalasi/pemasangan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC, dan atau TV kabel, selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya diruang konstruksi dan mempunyai izin dan atau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi;19) Jasa perawatan/perbaikan/pemeliharaan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC, dan atau TV kabel, alat transportasi/kendaraan dan atau bangunan, selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya diruang konstruksi dan mempunyai izin dan atau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi;20) Jasa maklon;21) Jasa penyelidikan dan keamanan;22) Jasa penyelenggaraan kegiatan atau event organizer;23) Jasa pengepakan;24) Jasa penyediaan tempat dan atau waktu dalam media masa, media luar ruang atau media lain untuk penyampaian informasi;25) Jasa pembasmi hama;26) Jasa kebersihan atau cleaning service;27) Jasa catering atau tata boga.Dalam hal Wajib Pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak, besarnya tarif pemotongan adalah lebih tinggi 100% (seratus persen). Kepemilikan Nomor Pokok Wajib Pajak dapat dibuktikan oleh Wajib Pajak, antara lain, dengan cara menunjukkan kartu Nomor Pokok Wajib Pajak.

CARA MENGHITUNG PPh PASAL 23Cara Menghitung PPh Pasal 23 atas DividenAtas Penghasilan berupa dividen akan dikenakan pemotongan PPh pasal 23 sebesar 15% dari jumlah bruto.

PPh Pasal 23 = 15% x Bruto

Contoh1: PT. Sulisindo membayar dividen kepada CV Perkasa pada bulan Maret 2009 sebesar Rp. 200.000.000,00.PPh Pasal 23 dipotong PT.Sulisindo adalah:15% x Rp. 200.000.000,00 = Rp. 30.000.000,00Cara Menghitung PPh Pasal 23 atas Bunga, termasuk Premium, Diskonto, dan Imbalan karena Jaminan Pengembalian UtangAtas Penghasilan berupa bunga dikenakan pemotongan PPh pasal 23 sebesar 15% dari jumlah bruto.

PPh Pasal 23 = 15% x Bruto

Contoh 2:PT Karya Utama membayar bunga atas pinjaman membayarkan bunga kepada PT Indo Jaya sebesar Rp. 80.000.000,00.PPh Pasal 23 dipotong PT Karya Utama adalah:15% x Rp. 80.000.000,00 = Rp. 12.000.000,00Cara Menghitung PPh Pasal 23 atas RoyaltiAtas Penghasilan berupa royalti dikenakan pemotongan PPh pasal 23 sebesar 15% dari jumlah bruto.

PPh Pasal 23 = 15% x Bruto

Contoh 3:CV. Selera Makan membayar royalti kepada ny. Sulastri aras pemakaian merk Ayam Goreng Bu Lastri sebesar Rp.30.000.000,00PPh Pasal 23 yang dipotong CV. Selera Makan adalah:15% x Rp.30.000.000,00 = Rp. 4.500.000,00Apabila ny. Sulastri belum memiliki NPWP, maka PPh Pasal 23 yang dipotong CV. Selera Makan adalah:30% x Rp.30.000.000,00 = Rp. 9.000.0000,00Cara Menghitung PPh Pasal 23 atas Hadiah, Penghargaan, Bonus, dan SejenisnyaAtas hadiah atau penghargaan yang diberikan melalui suatu perlombaan atau adu ketangkasan yang diterima oleh wajib pajak badan termasuk BUT dikenakan pemotongan PPh pasal 23 sebesar 15% dari jumlah bruto.

PPh Pasal 23 = 15% x Bruto

Contoh 4:CV. Perdana mendapat hadiah sebuah mobil senilai Rp.200.000.000,00 atas undian tabungan yang diselenggarakan Bank Artha Raya.PPh Pasal 23 yang dipotong Bank Artha Raya adalah:15% x Rp.200.000.000,00 = Rp.30.000.000,00.Cara Menghitung PPh Pasal 23 atas Sewa dan Penghasilan Lain Sehubungan dengan Penggunaan HartaAtas penghasilan sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta (kecuali sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan persewaan tanah atau bangunan) dikenakan pemotongan PPh Pasal 23 sebesar 2 dari jumlah bruto tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai.

PPh Pasal 23 = 2% x Bruto

Contoh 5:PT.Sejahtera Raya menyewa sebuah traktor milik Susanto dengan nilai sewa sebesar Rp. 10.000.000,00PPh Pasal 23 yang dipotong PT.Sejahtera Raya adalah:2% x Rp. 10.000.000,00 = Rp. 200.000,00Apabila Susanto belum memiliki NPWP, maka PPh Pasal 23 yang dipotong PT.Sejahtera Raya adalah:4% x Rp. 10.000.000,00 = Rp. 400.000,00

Cara Menghitung PPh Pasal 23 atas Imbalan Sehubungan dengan Jasa Teknik, Jasa Manajemen, Jasa Konstruksi, Jasa Konsultasi, dan Jasa LainAtas penghasilan berupa imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultasi, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21 dikenakan pemotongan PPh Pasal 23 sebesar 2% dari jumlah bruto tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai.

PPh Pasal 23 = 2% x Bruto

Contoh 6:a. PT. Pilar Utama yang baru berdiri meminta jasa dari CV.Konsultindo untuk membuat sistem akuntansi perusahaan dengan imbalan sebesar Rp.11.000.000,00 (termasuk PPN Rp.1.000.000,00).PPh Pasal 23 yang dipotong oleh PT.Pilar Utama adalah:2% x Rp.10.000.000,00 = Rp.200.000,00.b. Fa. Duta Bangsa membayar jasa cleaning service kepada PT. Mitra Makmur sebesar Rp.15.000.000,00PPh Pasal 23 yang dipotong oleh Fa. Duta Bangsa adalah sebesar:2% x Rp.15.000.000,00 = Rp.300.000,00.Apabila PT. Mitra Makmur belum memiliki NPWP, maka PPh Pasal 23 yang dipotong oleh Fa. Duta Bangsa adalah:4% x Rp.15.000.000,00 = Rp.600.000,00.