PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP POTENSI INDIKASI …
Transcript of PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP POTENSI INDIKASI …
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP POTENSI INDIKASI GEOGRAFIS KOPI ROBUSTA DI KECAMATAN GANGGA
KABUPATEN LOMBOK UTARA PERSPEKTIF MASHLAHAH
SKRIPSI
oleh Suci Ramadhani Putri
NIM 170201027
PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH FAKULTAS SYARIAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MATARAM MATARAM
2020
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP POTENSI INDIKASI GEOGRAFIS KOPI ROBUSTA DI KECAMATAN GANGGA
KABUPATEN LOMBOK UTARA PERSPEKTIF MASHLAHAH
SKRIPSI
Diajukan kepada Universitas Islam Negeri Mataram untuk melengkapi persyaratan mencapai gelar
Sarjana Hukum
oleh Suci Ramadhani Putri
NIM 170201027
PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MATARAM
MATARAM 2020
iv
v
vii
viii
MOTTO
أتج في يفس في ق يف ر خ في ٱ ي ج إ ق رب إ
ت ي أ ق إ ح بح س ح ء يسف ٱ
Artinya: Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi". Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui". (Qs. Al-Baqarah: 30)1
1 Qs. Al-Baqarah [2]: 30.
ix
Persembahan
Puji syukur kehadirat Allah Swt atas segala karunia-Nya sehingga
penyusunan skripsi ini dapat terselesaikan. Karya ini saya persembahkan untuk:
1. Kedua Orang Tua saya terkasih, Ayah saya H. Juramli, M.Pd. dan Ibu
saya Mustiani, terimakasih untuk segala dukungan dan doa sejak saya
masih di dalam kandungan hingga saat ini.
2. Saudara-saudara saya, kakak pertama saya Muhammad Arif, S.Pd. dan
kakak kedua saya Hasan Ghifari, M.H. juga untuk adik saya Meutya
Zaskya, terimakasih untuk segala doa dan dukungan selama ini.
3. Sahabat-sahabat saya baik dimanapun kalian berada yang tidak bisa
saya sebutkan satu-satu, terutama untuk sahabat-sahabat perjuangan
Hukum Ekonomi Syariah Angkatan 2017, dan sahabat-sahabat saya di
Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Rayon Jamaluddin Al-
Afghani, juga sahabat-sahabat saya di Literasi Ilmiah dan tak lupa pula
sahabat-sahabat saya di Forum Diskusi Muamalah (Fordismu) untuk
dukungan dan semangat selama ini.
4. Semua pihak yang turut membantu saya menyelesaikan skripsi ini,
yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu, terimakasih dan semoga
selalu dalam lindungan Allah Swt.
x
KATA PENGANTAR
Segala puji hanya bagi Allah, Tuhan semesta alam. shalawat serta salam
semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad Saw, juga kepada keluarga,
sahabat, dan semua pengikutnya.
Rasa syukur penyusun haturkan pada Allah Swt karena atas rahmat dan
hidayah-Nya, skripsi yang berjudul “Perlindungan Hukum Terhadap Potensi
Indikasi Geografis Kopi Robusta Di Kecamatan Gangga Kabupaten Lombok
Utara Perspektif Mashlahah” dapat peneliti tuntaskan dengan baik. Peneliti
menyadari bahwa penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bimbingan dan
dukungan dari semua pihak. Untuk itu, peneliti mengucapkan terimakasih kepada
antara lain:
1. Prof. Dr. H. Mutawalli, M. Ag. selaku Rektor UIN Mataram yang telah
memberi tempat bagi peneliti untuk menuntut ilmu dan memberi bimbingan
selama peneliti menempuh studi;
2. Dr. H. Musawwar, M.Ag. selaku Dekan Fakultas Syariah
3. Prof. Dr. H. Miftahul Huda, M.Ag. selaku Pembimbing I dan Dr. Baiq Ratna
Mulhimmah, M.H selaku Pembimbing II yang memberikan bimbingan,
motivasi, dan koreksi mendetail secara terus menerus dan tanpa bosan di
tengah kesibukannya dengan suasana keakraban menjadikan skripsi ini lebih
matang dan selesai;
4. Drs.H. M. Fachrir Rahman, MA selaku Wali Dosen yang telah membimbing
peneliti selama menempuh studi;
5. Saprudin, S.Ag, M.Si. selaku Ketua Program Studi Hukum Ekonomi Syariah;
xi
6. Kedua orang tua dan kakak serta adik yang selalu memberikan arahan dan
bimbingan dalam keseharian peneliti;
7. Semua pihak yang tidak bisa peneliti sebutkan satu persatu, terimakasih untuk
segalanya.
Semoga amal kebaikan dari berbagai pihak tersebut mendapat pahala yang
berlipat ganda dari Allah Swt dan semoga karya ilmiah ini dapat memberikan
manfaat. Amin.
Mataram, Desember 2020
Penulis,
Suci Ramadhani Putri
xii
DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL ..................................................................................... i
HALAMAN JUDUL........................................................................................ ii
HALAMAN LOGO ........................................................................................ ii i
PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................................... iv
NOTA DINAS PEMBIMBING....................................................................... v
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ........................................................ vi
PENGESAHAN DEWAN PENGUJI ........................................................... vii
HALAMAN MOTTO ................................................................................. .viii
HALAMAN PERSEMBAHAN ..................................................................... vii
KATA PENGANTAR ..................................................................................... x
DAFTAR ISI .................................................................................................. xii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xv
ABSTRAK ................................................................................................... xvi
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah........................................................... 1
B. Rumusan Masalah...................................................................... 7
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian................................................... 8
D. Ruang Lingkup dan Seting Penelitian ........................................ 9
E. Telaah Pustaka ........................................................................... 9
F. Kerangka Teori ......................................................................... 13
G. Metode Penelitian ..................................................................... 40
H. Sistematika Pembahasan ........................................................... 45
BAB II PAPARAN DATA DAN TEMUAN ................................................. 48
A. Gambaran Umum Wilayah Kecamatan Gangga Kabupaten
Lombok Utara........................................................................... 48
1. Letak dan Kondisi Geografis Kecamatan Gangga ................ 48
2. Pemerintahan ...................................................................... 48
3. Kependudukan .................................................................... 49
xiii
4. Sosial .................................................................................. 50
5. Pertanian ............................................................................. 51
B. Potensi Indikasi Geografis Kopi Robusta Di Kecamatan Gangga
Kabupaten Lombok Utara ......................................................... 52
1. Karakteristik ....................................................................... 52
2. Sejarah ................................................................................ 53
3. Lingkungan ......................................................................... 55
4. Batas Wilayah ..................................................................... 58
5. Proses Produksi ................................................................... 59
6. Respon Masyarakat Terkait Urgensi Potensi Indikasi
Geografis Kopi Robusta Di Kecamatan Gangga Kabupaten
Lombok Utara ..................................................................... 60
7. Penghambat Perlindungan Hukum Potensi Indikasi
Geografis Kopi Robusta Di Kecamatan Gangga Kabupaten
Lombok Utara ................................................................... 63
BAB III ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP
POTENSI INDIKASI GEOGRAFIS KOPI ROBUSTA DI
KECAMATAN GANGGA KABUPATEN LOMBOK UTARA
........................................................................................................ 66
A. Urgensi Keberadaan Potensi Indikasi Geografis Kopi Robusta
Di Kecamatan Gangga Kabupaten Lombok Utara Bagi
Masyarakat ................................................................................. 66
B. Perlindungan Hukum Terhadap Potensi Indikasi Geografis
Kopi Robusta Di Kecamatan Gangga Kabupaten Lombok
Utara Perspektif Mashlahah ........................................................ 78
BAB IV PENUTUP ........................................................................................ 93
A. Kesimpulan ................................................................................ 93
B. Saran ......................................................................................... 94
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 95
LAMPIRAN ........................................................................................................ 98
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kopi Robusta Di Kecamatan Gangga Kabupaten Lombok Utara
Yang Telah Berwarna Merah, 51.
Gambar 2.2 Kopi Gangga 77, 53.
Gambar 2.3 Biji Kopi Robusta Di Kecamatan Gangga KLU Yang Telah
Berwarna Merah Ceri, 57.
Gambar 2.4 Biji Kopi Robusta Kecamatan Gangga KLU Yang Telah Dijemur,
58.
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Dokumentasi Wawancara, 99.
Lampiran 2 Surat Izin Penelitian Fakultas Syariah, 103.
Lampiran 3 Surat Izin Penelitian Bappeda KLU, 104.
Lampiran 4 Surat Keterangan Plagiasi, 105.
Lampiran 5 Kartu Konsul, 106.
Lampiran 6 Riwayat Hidup, 109.
xvi
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP POTENSI INDIKASI GEOGRAFIS KOPI ROBUSTA DI KECAMATAN GANGGA
KABUPATEN LOMBOK UTARA PERSPEKTIF MASHLAHAH
Oleh:
Suci Ramadhani Putri NIM 170201027
ABSTRAK
Indikasi Geografis adalah salah satu bagian dari rezim Hak Kekayaan Intelektual (HKI) yang memberikan perlindungan terhadap suatu tanda yang menunjukkan daerah asal suatu barang, serta memiliki ciri dan kualitas tertentu. Agar suatu barang dan/atau produk tertentu mendapatkan perlindungan hukum melalui Indikasi Geografis, maka barang dan/atau produk tersebut terlebih dulu harus didaftarkan di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Kopi Robusta Kecamatan Gangga Kabupaten Lombok Utara merupakan salah satu potensi Indikasi Geografis. Namun, sampai saat ini belum terdaftar sebagai bagian dari Indikasi Geografis. Sehingga berpotensi dapat mendatangkan kemudharatan untuk masyarakat di Kecamatan Gangga Kabupaten Lombok Utara, karena tidak terlindungi secara hukum. Islam mensyari‟atkan umatnya untuk mendahulukan menghilangkan kemudharatan daripada menarik kemaslahatan.
Skripsi ini merupakan hasil penelitian tentang “Perlindungan Hukum Terhadap Potensi Indikasi Geografis Kopi Robusta Di Kecamatan Gangga Kabupaten Lombok Utara Perpektif Mashlahah”. Penelitian ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan : bagaimana urgensi keberadaan potensi Indikasi Geografis Kopi Robusta di Kecamatan Gangga Kabupaten Lombok Utara bagi masyarakat dan bagaimana perlindungan hukum terhadap potensi Indikasi Geografis Kopi Robusta di Kecamatan Gangga Kabupaten Lombok Utara perspektif mashlahah.
Dari analisis terhadap hasil penelitian yang dilakukan, diketahui bahwa urgensi keberadaan potensi Indikasi Geografis Kopi Robusta di Kecamatan Gangga KLU bagi masyakat, yaitu keberadaannya tidak terlepas dari kehidupan sosial, ekonomi, maupun budaya masyarakatnya. Selain itu, masyarakatnya merespon positif jika dilakukan upaya pendaftaran terhadap Kopi Robusta di Kecamatan Gangga. Sedangkan Perlindungan hukum terhadap potensi Indikasi Geografis Kopi Robusta di Kecamatan Gangga Kabupaten Lombok Utara perspektif mashlahah, yaitu manifestasi dari perlindungan akal (hifdz al-„aql) dan juga manifestasi terhadap perlindungan harta (ḥifdż al-mal). Kemudian berangkat dari sebuah kaidah fikih yang mengharuskan untuk mendahulukan menghilangkan kemufsadatan daripada menarik kemaslahatan. Upaya dalam mewujudkan konsep mashlahah terhadap potensi tersebut adalah dengan segera didaftarkan menjadi bagian Indikasi Geografis.
Kata kunci : Perlindungan Hukum, Indikasi Geografis, Mashlahah.
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Bangsa Indonesia sudah sepatutnya bersyukur kepada Allah Swt atas
nikmat kekayaan sumber daya alam yang melimpah ruah dari Sabang sampai
Merauke, baik flora maupun fauna. Kekayaan sumber daya alam tersebut
menciptakan keunikannya sendiri sehingga memberikan berbagai macam
potensi anugerah alam yang luar biasa dimana potensi tersebut menimbulkan
hasil yang mencirikan geografis dimana potensi tersebut berasal.
Nusa Tenggara Barat, sebagai salah satu Provinsi di Indonesia bagian
tengah juga dianugerahi sumber daya alam yang melimpah. Nusa Tenggara
Barat telah memiliki beberapa produk Indikasi Geografis, diantaranya:
Kangkung Lombok (ID G 000000011), Susu Kuda Sumbawa (ID G
000000010), Madu Sumbawa (ID G 000000012), dan Kopi Robusta Tambora
(ID G 000000062).2 Dengan telah terdaftarkannya produk-produk tersebut,
maka secara otomatis akan mendapatkan perlindungan hukum.
Indikasi Geografis adalah salah satu bagian dari rezim Hak Kekayaan
Intelektual (HKI) yang memberikan perlindungan terhadap suatu tanda yang
menunjukkan daerah asal suatu barang. Dikarenakan faktor lingkungan
geografis termasuk faktor alam, faktor manusia, atau merupakan kombinasi
dari kedua faktor tersebut, sehingga memberikan ciri dan kualitas tertentu
pada barang dan/atau produk yang dihasilkan. .
2 Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum dan HAM
Republik Indonesia. “Pengenalan Indikasi Geografis”, dalam http://www.dgip.go.id/pengenalan-indikasi-geografis, diakses tanggal 6 Juni 2020, pukul 22.51.
2
Pendaftaran Indikasi Geografis memberikan kesempatan kepada
Masyarakat Pemilik Indikasi Geografis (MPIG) untuk membuktikan bahwa
barang dan/atau produk yang berasal dari wilayah geografis tertentu
memenuhi kualitas dan karakteristik khusus. Masyarakat Pemilik Indikasi
Geografis (MPIG) akan memiliki hak eksklusif untuk menggunakan nama
Indikasi Geografis yang dilindungi hukum. Pendaftaran Indikasi Geografis
dapat dimohonkan untuk barang dan/atau produk yang merupakan hasil
pertanian, produk olahan, hasil kerajinan tangan, atau barang lainnya.
Perlindungan Indikasi Geografis merupakan bagian dari Hak
Kekayaan Intelektual semenjak penandatanganan Persetujuan Trade Related
Aspect of Intelctual Property Rights (TRIPs) di tahun 1994. Sejak saat itu,
haruslah dipandang sangat penting agar suatu Indikasi Geografis bisa benar-
benar memberikan keuntungan bagi masyarakat dan atau perwakilan
masyarakat yang merupakan suatu komunitas yang berhak dari daerah
tertentu.3
Aturan normatif yang mengatur tentang Indikasi Geografis di
Indonesia diatur di dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang
Merek dan Indikasi Geografis dan Peraturan Pemerintah (PP) No. 51 Tahun
2007 yang mengatur secara teknis tentang Indikasi Geografis juga diatur di
dalam Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 12 Tahun
2019 Tentang Indikasi Geografis. Luasnya ruang lingkup Indikasi Geografis
membuatnya diatur juga di dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009
3 Abdul Atzar, Mengenal Lebih Dekat Hukum Hak Kekayaan Intelektual, (Yogyakarta:
Deepublish, 2018), hlm. 63.
3
tentang Perkebunan juncto Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2009
Tentang Perlindungan Wilayah Geografis Penghasil Produk Perkebunan
Spesifik Lokasi (WGPPPSL). Dan kemudian pada tahun 2015 ditandatangi
Nota Kesepahaman di antara enam Kementerian, yaitu Kementerian Hukum
dan HAM, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Pertanian, Kementerian
Perindustrian dan Kementerian Perdagangan tentang Pengembangan Potensi
Produk Indikasi Geografis. Kesepakatan yang dilakukan oleh keenam
Kementerian tersebut bertujuan untuk memberikan perlindungan dan
pengembangan terhadap potensi barang dan/atau produk Indikasi Geografis di
Indonesia agar menjadi lebih baik dan bermanfaat bagi masyarakat.
Diberikannya perlindungan hukum terhadap produk Indikasi
Geografis akan melindungi barang dan/atau produk Indikasi Geografis dari
barang palsu, yaitu produk serupa yang diproduksi di luar kawasan Indikasi
Geografis atau diproduksi di dalam kawasan Indikasi Geografis tetapi dengan
kualitas lebih rendah tetapi dipasarkan dengan menggunakan nama sama.
Pemalsuan bisa berdampak buruk pada suatu barang dan/atau produk, karena
barang dan/atau produk palsu sering kali lebih murah dan kualitasnya kurang
baik serta tidak memiliki karakteristik khusus seperti barang dan/atau produk
asli.4
Tercatat, Indonesia telah beberapa kali lengah dalam melindungi
potensi Indikasi Geografis miliknya, dan menyebabkan kerugian bagi
Indonesia. Pertama, Kasus pendaftaran kopi Toraja oleh Key Coffee Co
4 Peter Damary dan Riyaldi, Modul Pelatihan Indikasi Geografis, (Jakarta: Indonesian
Swiss Intellectual Property Project, 2018), hlm. 15.
4
sebagai merek dagang “Toarco Toraja” berawal dari populernya kopi yang
berasal dari tanah Toraja ini di Jepang. Khawatir persaingan antar sesama
pelaku bisnis terhadap pemakaian nama merek yang sama, maka pemilik Key
Coffee pun mendaftarkan kopi Toraja sebagai merek dagang pribadi miliknya
pada tahun 1974. Dan permohonan ini pun dikabulkan pada tahun 1976.
Kedua, untuk kasus pendaftaran kopi Gayo ini dilakukan oleh
perusahaan asal Belanda yaitu Holland Coffee B.V. Kopi yang berasal dari
Nanggroe Aceh Darussalam ini diklaim sebagai merek dagang pribadi
mereka dan didaftarkan di dunia internasional sebagai nama merek dagang
yaitu “Gayo Mountain Coffee”.
Terjadinya klaim terhadap produk kopi asal Gayo dan Toraja oleh
bangsa asing telah mendatangkan mudharat bagi Indonesia. Padahal, Islam
telah memerintahkan untuk mengindari mudharat dan mendatangkan
maslahat bagi umatnya. Sebagaimana yang disebutkan di dalam sebuah
kaidah fikih berikut.
ح ب ى ج س ف رء
Artinya: Menghilangkan kemafshadatan (mudharat) harus didahulukan
daripada menarik kemaslahatan.
Jumhur ulama‟ berpendapat bahwa Indikasi Geografis merupakan hak
kepemilikan yang dilindungi oleh syariat, baik secara hak moral maupun
secara hak ekonomi. Perlindungan Indikasi Geografis ditinjau dengan
pendekatan maqashid syariah dari sisi hak moral merupakan bentuk
manifestasi dari perlindungan akal (hifdz al-„aql) hak Indikasi Geografis
5
kepada pemiliknya, dan dari sisi hak ekonomi merupakan manifestasi dari
perlindungan harta (hifdz al-mal) yang berupa kebolehan mengambil manfaat
ekonomi bagi pemiliknya.5 Selain itu, Indikasi Geografis jika dilihat dari sisi
Fiqh al-Bi‟ah (fikih lingkungan) yaitu fikih yang menjelaskan tentang aturan
perilaku ekologis manusia dengan mengacu pada teks syar‟i yang mempunyai
tujuan dalam mencapai melestarikan lingkungan dan kemaslahatan.
Menjadikan Indikasi Geografis sebagai hal yang harus juga diupayakan
perlindungannya oleh umat Islam. Menurut Yusuf Qardhawi di dalam
Ri‟ayah al-Bi‟ah fiy Syari‟ah al-Islam, menyatakan bahwa memelihara
lingkungan dan mengelola sumber daya alam adalah sama nilainya dengan
menjaga maqashid syariah.6
Kepemilikan Indikasi Geografis hanya akan dilindungi apabila
diperoleh dengan memperhatikan beberapa prinsip; Pertama, tidak merugikan
pihak lain. Kedua, tidak memperoleh, menggunakan, dan mengembangkan
Indikasi Geografis dengan cara yang tidak diizinkan syariat. Ketiga, tidak
berdampak pada kerusakan alam dan lingkungan. Keempat, tidak
mengeksploitasi dan menggunakan hak Indikasi Geografis secara
berlebihlebihan. Kelima, tidak memproduksi barang dan/atau produk yang
secara zatnya dihukumi haram.
Kecamatan Gangga Kabupaten Lombok Utara adalah salah satu
wilayah penghasil kopi di Indonesia yang sedang disorot oleh dunia.
5 Pandi Yusron, Indikasi Geografis Sebagai Hak Milik Komunal Beserta Perlindungannya
Perspektif Hukum Islam, (Thesis, IAIN Purwokerto: 2019), hlm. 110. 6 Yusuf Al-Qardhawi, Ri‟ayah al-Bi‟ah fiy Syari‟ah al-Islam, (Kairo: Dar Al-Syuruq,
200), hlm. 39.
6
Beberapa negara di dunia tertarik untuk mendatangkan Kopi Robusta dari
Kecamatan Gangga Kabupaten Lombok Utara ini. Salah satunya adalah
Korea Selatan yang pada tahun 2020 ini mengekspor sebanyak 100 ton.7 Hal
ini dikarenakan kopi jenis robusta yang dihasilkan oleh petani di Kecamatan
Gangga Kabupaten Lombok Utara memiliki varian dan cita rasa yang khas.
Hal ini disebabkan karena tanaman kopi sendiri tergolong tanaman yang unik,
karena karakter dan cita rasa buahnya sangat dipengaruhi oleh lingkungan
sekitar tempat kopi itu tumbuh. Faktor lingkungan yang dimaksud berupa
ketinggian tanah dimana kopi tersebut ditanam. Kemudian kondisi cuaca,
letak geografis, kualitas tanah dan yang terpenting adalah tanaman apa yang
ditanam disebelahnya.8
Tidak seberuntung produk-produk sebelumnya yang telah terdaftar
sebagai Indikasi Geografis di Nusa Tenggara Barat, Kopi Robusta Kecamatan
Gangga Kabupaten Lombok Utara ini belum mendapatkan perlindungan
hukum sehingga menjadikannya rentan untuk dapat disalahgunakan dan
menyebabkan kerugian bagi bangsa Indonesia, dikarenakan belum
terdaftarnya produk tersebut di Kementerian Hukum dan HAM atau tepatnya
di Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual. Sebagai wujud
implementasi dari kaidah fikih sebelumnya, yaitu perintah menghilangkan
mudharat harus didahulukan daripada menarik kemaslahatan. Maka,
pendaftaran kopi robusta Kecamatan Gangga Kabupaten Lombok Utara
7 Awaludin, “Korsel Minta Tambahan 100 ton Kopi Lombok Utara”, dalam
https//:antaranews.com/korsel-minta-tambahan-100-ton-kopi-lombok-utara, diakses tanggal 28 Mei 2020, pukul 22.00.
8 Bambang Prastowo, dkk, Budidaya dan Pasca Panen Kopi, (Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan, 2010), hlm. 2.
7
sudah seharusnya untuk dilakukan. Perlindungan hukum akan tetap diberikan
selama ciri dan karakteristik khasnya tetap ada. Dan selama itu pula akan
terhindar dari mudharat ancaman klaim oleh pihak-pihak yang tidak
bertanggungjawab.
Fakta ini menunjukkan arti penting dari penelitian ini untuk
memperoleh kejelasan terkait bagaimana urgensi keberadaan potensi Indikasi
Geografis kopi robusta Kecamatan Gangga Kabupaten Lombok Utara bagi
masyarakat dan bagaimana perlindungan hukum terhadap potensi Indikasi
Geografis Kopi Robusta di Kecamatan Gangga Kabupaten Lombok Utara
perspektif mashlahah. Sehingga disusunlah penelitian ini dengan judul
“Perlindungan Hukum Terhadap Potensi Indikasi Geografis Kopi
Robusta Di Kecamatan Gangga Kabupaten Lombok Utara Perspektif
Mashlahah”.
B. Rumusan Masalah
Agar penelitian ini lebih fokus dan terarah serta hasil dari penelitian
ini sesuai dengan apa yang diharapkan oleh peneliti, maka beberapa rumusan
masalah yang dibahas adalah:
1. Bagaimana urgensi keberadaan potensi Indikasi Geografis Kopi Robusta
di Kecamatan Gangga Kabupaten Lombok Utara bagi masyarakat?
2. Bagaimana perlindungan hukum terhadap potensi Indikasi Geografis
Kopi Robusta di Kecamatan Gangga Kabupaten Lombok Utara perspektif
mashlahah?
8
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai melalui penelitian ini, yaitu:
a. Untuk menjelaskan urgensi keberadaan potensi Indikasi Geografis
Kopi Robusta di Kecamatan Gangga Kabupaten Lombok Utara bagi
masyarakat.
b. Untuk menjelaskan perlindungan hukum terhadap potensi Indikasi
Geografis Kopi Robusta di Kecamatan Gangga Kabupaten Lombok
Utara perspektif mashlahah.
2. Manfaat Penelitian
Secara teoritis, penelitian ini diharapkan berguna dan memberikan
kontribusi positif dalam rangka pembangunan dan pengembangan
khazanah keilmuan. Secara lebih spesifik yakni pada pengembangan studi
Hukum Ekonomi Syariah khsususnya pada persoalan Indikasi Geografis.
Secara praktis, penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi beberapa
pihak, yaitu:
a. Bagi Masyarakat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi penambah
wawasan untuk menyadarkan tentang arti penting perlindungan hukum
potensi Indikasi Geografis yang dimiliki.
9
b. Bagi Pemerintah
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan
analisa dan pertimbangan tambahan dalam penentuan kebijakan dan
keputusan yang berkaitan dengan Indikasi Geografis.
c. Bagi Peneliti Lain
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan
rujukan dan referensi guna mendapat hasil penelitian yang
komperhensif dalam kajian keilmuan yang sama.
D. Ruang Lingkup dan Seting Penelitian
Lokasi penelitian ini dilakukan di Kecamatan Gangga Kabupaten
Lombok Utara. Adapun yang menjadi alasan peneliti memilih Kecamatan
Gangga Kabupaten Lombok Utara ini sebagai lokasi penelitian berdasarkan
pertimbangan sebagai berikut.
1. Karena di Kecamatan Gangga Kabupaten Lombok Utara terdapat barang
dan/atau produk potensi Indikasi Geografis Kopi Robusta.
2. Karena di tempat ini juga layak untuk dijadikan sasaran penelitian karena
belum ada penelitian serupa sebelumnya yang meneliti tentang perspektif
mashlahah terhadap barang dan/atau produk potensi Indikasi Geografis
Kopi Robusta di Kecamatan Gangga Kabupaten Lombok Utara.
E. Telaah Pustaka
Agar penelitian ini mempunyai bobot ilmiah dan dapat
dipertanggungjawabkan keasliannya, maka peneliti terlebih dahulu melakukan
survei literatur terhadap telaah pustaka terhadap hasil penelitian sebelumnya.
10
Telaah pustaka ini juga berfungsi menyediakan informasi tentang penelitian-
penelitian yang berhubungan dengan penelitian yang akan dilakukan. Proses
ini bertujuan untuk menghindari pengulangan pada penelitian-penelitian
terdahulu.
Adapun beberapa penelitian terdahulu yang memiliki kemiripan
dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti diantaranya:
1. Penelitian yang dilakukan oleh Gandung Bagas Kara pada tahun 2018,
dengan judul skripsi Pelaksanaan Pendaftaran Indikasi Geografis Kopi
Robusta Lampung. Dalam penelitian ini peneliti membahas bagaimana
pelaksaan pendaftaran Indikasi Geografis Kopi Robusta di Lampung.
Pelaksanaan pendaftaran Indikasi Geografis Kopi Robusta Lampung
meliputi beberapa tahapan, yaitu memenuhi persyaratan yang terdiri dari
syarat subjektif dan objektif. Kemudian Pemohon Indikasi Geografis
Kopi Robusta Lampung harus melakukan beberapa prosedur pendaftaran
sesuai dengan aturan dalam PP Nomor 51 Tahun 2007 tentang indikasi
geografis, mulai dari pengajuan permohonan sampai dengan tahap akhir.
Kemudian setelah menyelesaikan semua prosedur, sertifikat Indikasi
Geografis Kopi Robusta Lampung diterbitkan oleh Ditjen HKI dengan
nomor sertifikat ID G 000000026 pada tanggal 13 Mei 2014.9
Persamaan penelitian yang dilakukan oleh Gandung Bagas Kara
dengan penelitian yang peneliti lakukan adalah dari sisi objek penelitian
yang sama-sama mengkaji tentang Indikasi Geografis. Adapun letak
9 Gandung Bagas Kara, Pelaksanaan Pendaftaran Indikasi Geografis Kopi Robusta
Lampung, (Skripsi, Universitas Lampung, 2018), hlm. 66.
11
perbedaan penelitian Gandung Bagas Kara dengan penelitian ini terletak
pada perpektif yang digunakan, yaitu pespektif mashlahah sementara
Gandung Bagas Kara tidak. Hanya terfokus pada proses pendaftarannya
saja.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Rifqi Saputra pada tahun 2019, dengan
judul skripsi Pelindungan Hukum indikasi geografis Produk Lada Hitam
Lampung. Dalam penelitian ini peneliti membahas bagaimana
perlindungan hukum Indikasi Geografis produk lada hitam Lampung.
Perlindungan hukum Indikasi Geografis terhadap produk lada hitam
Lampung dilindungi dengan dua cara, pertama berupa perlindungan
hukum secara preventif yaitu lada hitam Lampung didaftarkan menjadi
produk Indikasi Geografis. Kedua, berupa perlindungan hukum secara
represif yaitu penggunaan produk dan logo lada hitam Lampung hanya
dapat digunakan oleh produsen anggota MIG-LHL yang terdaftar,
sedangkan bagi pihak yang menyalahgunakan nama lada hitam Lampung
atau tiruan, akan diajukan gugatan ke Pengadilan Niaga oleh Pemegang
Hak atas indikasi geografis sesuai ketentuan Pasal 69 UU Nomor 20
Tahun 2016 tentang Merek dan indikasi geografis berupa ganti rugi dan
juga penghentian penggunaan serta pemusnahan label Indikasi Geografis
yang digunakan secara tanpa hak atau izin dari pemilik hak. 10
Persamaan penelitian yang dilakukan Rifqi Saputra dengan
penelitian yang peneliti lakukan adalah dari sisi objek penelitian sama-
10 Rifqi Saputra. Perlindungan Hukum Indikasi Geografis Produk Lada Hitam Lampung,
(Skripsi, Universitas Lampung, 2019), hlm. 62.
12
sama mengkaji tentang Indikasi Geografis. Adapun letak perbedaan
penelitian Rifqi Sadiq dengan penelitian ini terletak pada perspektif
mashlahah, sementara Rifqi Sadiq tidak. Hanya terfokus pada
perlindungan hukum menurut hukum positif yang berlaku.
3. Penelitian yang dilakukan oleh Syaiful Bahri pada tahun 2014, dengan
judul skripsi Perlindungan Hukum Terhadap Pengetahuan Tradisional
Sebagai Aset Masyarakat Perspektif Mashlahah Mursalah. Dalam
penelitian ini peneliti membahas bagaimana perlindungan hukum
terhadap pengetahuan tradisional perspektif mashlahah mursalah.
Perlindungan hukum terhadap pengetahun tradisional sebagai aset
masyarakat perspektif mashlahah mursalah sama dengan perlindungan
harta di dalam Islam. Karena pengetahuan tradisional merupakan benda
yang tidak berwujud yang tergategorikan sebagai harta dan jelasnya
memiliki banyak manfaat di dalamnya. Harta termasuk ke dalam lima hal
yang harus dijaga di dalam syariat Islam (kulliyat al-khams). Sehingga
penegetahuan tradisional sebagai aset masyakat perspektif mashlahah
mursalah mendapatkan perlindungan hukum oleh syara‟.11
Persamaan penelitian yang dilakukan oleh Syaiful Bahri dengan
penelitian yang peneliti lakukan adalah dari sama-sama meninjau dari
perspektif mashlahah. Adapun letak perbedaan penelitian Syaiful Bahri
dengan ini terletask pada objek yang dikaji. Walaupun masih sama-sama
membahas Hak Kekayaan Intelektual (HKI), namun rezim yang dibahas 11 Syaiful Bahri, Perlindungan Hukum Terhadap Pengetahuan Tradisional Sebagai Aset
Masyarakat Perspektif Mashlahah Mursalah, (Skripsi, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang, 2014), hlm. 70.
13
berbeda. Jika sebelumnya yang dibahas adalah rezim Pengetahuan
Tradisional, maka kali yang peneliti bahas adalah rezim Indikasi
Geografis.
F. Kerangka Teori
1. Perlindungan Hukum
a. Pengertian Perlindungan Hukum
Teori perlindungan hukum jika di dalam bahasa Inggris
disebut sebagai legal protection theory, sedangkan di dalam
bahasa Belanda disebut sebagai theorie van de wettelijke
bescherming, dan di dalam bahasa Jerman disebut sebagai theorie
der rechlitche schutz.
Perlindungan merupakan upaya pelayanan yang oleh
hukum kepada subjek hukum serta hal-hal yang merupakan objek
yang dilindungi. Sementara itu, hukum merupakan norma yang
dapat dikaji di dalam Undang-Undang maupun hidup dan
berkembang dalam masyarakat.12
Perlindungan hukum menurut Satijipto Rahardjo adalah
memberikan pengayoman terhadap Hak Asasi Manusia (HAM)
yang dirugikan oleh orang lain dan perlindungan itu diberikan
kepada masyarakat agar dapat menikmati semua hak-hak yang
diberikan oleh hukum.13
12 Salim HS dan Erlies Septiana Nurbani, Penerapan Teori Hukum Pada Penelitian Tesis
dan Disertasi, (Jakarta: Raja Grafindo, 2014), hlm. 260. 13 Satijipto Rahardjo, Ilmu Hukum, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2000), hlm. 54.
14
Maria Theresia Geme mendefinisikan perlindungan hukum
adalah berkaitan dengan tindakan negara untuk melakukan sesuatu
dengan (memberlakukan hukum negara secara ekslusif) dengan
tujuan untuk memberikan jaminan kepastian hak-hak seseorang
atau kelompok orang.14
Sedangkan yang dimaksud dengan teori perlindungan
hukum adalah teori yang mengkaji dan menganalisis tentang
wujud atau bentuk atau tujuan perlindungan, subjek hukum yang
dilindungi serta objek perlindungan yang diberikan oleh hukum
kepada subjeknya.15
b. Bentuk Perlindungan Hukum
Secara teoritis, bentuk perlindungan hukum menurut
philipus M. Hadjon dibagi menjadi dua bentuk, yaitu:
Perlindungan yang bersifat preventif; dan Perlindungan refresif.16
Perlindungan hukum preventif merupakan perlindungan
yang sifatnya berupa pencegahan. Tujuan perlindungan hukum
dalam bentuk preventif adalah agar pemerintah berhati-hati dalam
pengambilan keputusan yang berkaitan dengan asas freis ermessen,
karena rakyat dapat mengajukan keberatan terhadap keputusan
tersebut. Sedangkan perlindungan hukum refresif adalah yang
14 Maria Theresia Geme, Perlindungan Hukum Terhadap Masyaraat Hukum Adat dalam
Pengelolaan Cagar Alam Watu Ata Kabupaten Ngada, Provinsi Nusa Tengggara Timur, (Disertasi, Universitas Brawijaya Malang, 2012), hlm. 99.
15 Salim HS dan Erlies Septiana Nurbani, Penerapan…, hlm. 262. 16 Philipus M. Hadjon., Perlindungan Hukum bagi rakyat Indonesia, (Surabaya: PT Bina
Ilmu, 1987), hlm. 2.
15
menyelesaikan jika terjadinya sengketa. Yang dapat diselesaikan
baik melalui Pengadilan dalam lingkup Peradilan Umum maupun
Instansi Pemerintah yang merupakan lembaga banding
administrasi.
Masyarakat akan mendapatkan perlindungan hukum
sebagaimana yang telah tercantum di dalam peraturan perundang-
undangan agar terhindar dari kesewenang-wenangan baik oleh
pemerintah, penguasa, pengusaha ataupun yang lainnya.
c. Teori-teori yang Menganalisis tentang Perlindungan Hukum
Hakikatnya, teori perlindungan hukum adalah teori yang
bertujuan untuk memberikan pelayanan terhadap masyarakat.
Karena salah satu fungsi hukum adalah sebagai alat rekayasa sosial
(law as tool of social engginering).
Kepentingan manusia adalah suatu tuntutan yang harus
dipenuhi dan dilindungi oleh hukum. Roscue Pound membagi
kepentingan manusia tersebut menjadi tigas macam, yaitu:
1) Public interest (kepentingan umum);
2) Social interest (kepentingan masyarakat); dan
3) Privat interest (kepentingan individual).17
Terdapat dua hal yang menjadi kepentingan yang utama
dalam kepentingan umum, yaitu; kepentingan dari negara yang
kedudukannya sebagai badan hukum dalam usahanya
17 Salim HS dan Erlies Septiana Nurbani, Penerapan…, hlm. 267.
16
mempertahankan kepribadian dan substansinya serta kepentingan
dari negara yang kedudukannya sebagai penjaga terpenuhinya
kepentingan masyarakat.
Sedangkan untuk kepentingan masyarakat, terdapat enam
kepentingan yang dilindungi oleh hukum, yaitu; Pertama,
kepentingan masyarakat bagi keselamatan umum. Seperti
keamanan dan kesehatan. Kedua, kepentingan bagi lembaga
sosial. Seperti perlindungan dalam bidang perkawinan dan
ekonomi. Ketiga, kepentingan masyarakat terhadap kerusakan
moral. Seperti korupsi dan perjudian. Keempat, kepentingan
masyarakat dalam pemeliharaan sumber sosial. Seperti menolak
perlindungan hukum bagi penyalahgunaan hak. Kelima,
kepentingan masyarakat dalam kemajuan umum. Seperti
perlindungan hak milik dan penemuan baru. Dan Keenam,
kepentingan masyarakat dalam kehidupan manusia secara
individual. Seperti kehidupan yang layak dan kebebasan berbicara.
Ada tiga macam kepentingan individual yang juga
dilindungi hukum, yaitu; Pertama, kepentingan kepribadian.
Seperti perlindungan terhadap nama baik dan terjaminnya rahasia-
rahasia pribadi. Kedua, kepentingan dalam hubungan rumah
tangga. Seperti perlindungan terhadap perkawinan dan tuntutan
pemeliharaan keluarga. Dan Ketiga, kepentingan substansi.
17
Seperti perlindungan terhadap harta dan kemerdekaan dalam
penyusunan testamen.
Fungsi hukum sebagai pelindung kepentingan manusia
menjadikannya berbeda dengan norma-norma yang lain. Hal ini
karena hukum adalah perintah dan larangan. Sudikno
Mertokusumo mengemukakan bahwa:
Dalam fungsinya sebagai perlindungan kepentingan manusia hukum mempunyai tujuan. Hukum mempunyai sasaran yang hendak dicapai. Adapun tujuan pokok hukum adalah menciptakan tatanan masyarakat yang tertib, menciptakan ketertiban dan kesinambungan. Dengan tercapainya ketertiban di dalam masyarakat diharapkan kepentingan manusia akan terlindungi. Dalam mencapai tujuannya itu hukum bertugas membagi hak dan kewajiban antar perorangan di dalam masyarakat, membagi wewenang dan mengatur cara memecahkan masalah hukum serta memelihara kepastian hukum”.18
2. Mashlahah
a. Pengertian Mashlahah Mursalah
Kata mashlaha berasal dari bahasa Arab ( ح ح - ي - ص
ح ح - ص ) yaitu sesuatu yang mendatangkan kebaikan.
Sedangkan kata mursalah adalah kata kerja yang ditafsirkan
sehingga menjadi isim maf‟ul ( رس رس - يرس - ... - رس )
yaitu diutus, dikirm, atau dipakai (dipergunakan). Perpaduan dua
kata menjadi “mashlahah mursalah” yang berarti prinsip
kemaslahatan (kebaikan) yang digunakan sebagai salah satu
metode istinbat hukum Islam.
18 Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, (Yogyakarta: Liberty,
1999), hlm. 71.
18
Menurut ulama ushul fiqh ada berbagai macam ta‟rif yang
diberikan, diantaranya:
Imam Ar-Razi mena‟rifkannya sebagai:
ي فى حفظ ح ر ش ه تي ق ف ر
س س ف ي
Artinya: ”mashlahah ialah, perbuatan manfaat yang telah
diperintahkan oleh Musyarri‟ (Allah) kepada hamba-
Nya tentang pemeliharaan agamanya, jiwanya, akalnya,
keturunannya, dan harta bendanya”.19
Imam Al-Ghazali mena‟rifkannya sebagai:
ضر ف ف ب ص ج ر فى ي ح ف
Artinya: “mashlahah pada dasarnya ialah meraih manfaat dan
menorak mudarat”.20
Muhammad Hasby As-Siddieqi, mashlahah sebagai:
ق س ف ف ر ب ش ى ف ح
Artinya: “memelihara tujuan syara‟ dengan jalan menolak segala
sesuatu yang merusakkan maskhluk”.21
19 Chaerul Umam, Ushul Fiqh 1, (Bandung: Pustaka Setia, 1998), hlm. 136. 20 Ibid., hlm. 136. 21 Ibid., hlm. 137.
19
Dari definisi-definisi di atas dapat disimpulkan bahwa inti
dari mashlahah adalah perlindungan terhadap lima hal pokok
(kulliyat al-khams).
Kemaslahatan di dunia dikategorikan menjadi dua, baik
yang pencapaiannya dengan cara menarik kemanfaatan ataupun
dengan cara menolak kemudaratan.22
1) Kemaslahatan dharrurriyah (inti/pokok); kemaslahatan
maqashid syar‟iyyah yang berada dalam urutan paling atas.
2) Kemaslahatan ghairu dharurriyah (bukan kemaslahatan
pokok); namun kemaslahatan ini tergolong penting dan tidak
bisa dipisahkan.
Kelima hal maslahat inti adalah:
1) Hifdz ad-din (menjaga agama), diantara syariat yang bertujuan
untuk menjaga agama yaitu; diwajibkannya berperang dan
berjihad, jika ditujukan untuk musuh ataupun yang senada
dengan hal ini.
2) Hifdz an-nafs (menjaga jiwa), diantara syariat yang bertujuan
untuk menjaga jiwa yaitu; diwajibkannya hukum qishahsh,
sebagai balasan yang setimpal.
3) Hifdz al-„aql (menjaga akal), diantara syariat yang bertujuan
untuk menjaga akal yaitu; diharamkannya khamr.
22 Ahmad Al-Mursi Husai Jauhar, Maqashid Syariah, (Jakarta: Amzah, 2013), hlm. xv.
20
4) Hifdz al-mal (menjaga harta), diantara syariat yang bertujuan
untuk menjaga harta yaitu; diharamkannya mencuri.
5) Hifdz an-nasl (menjaga keturunan), diantara syariat yang
bertujuan untuk menjaga keturunan yaitu; diharamkannya zina.
Sedangkan maslahat yang tidak inti dibagi menjadi dua, yaitu:23
1) Hajji (bersifat kebutuhan), yakni kemaslahatan yang
dibutuhkan manusia untuk bisa melakukan pekerjaan dan
memperbaiki penghidupan mereka, seperti jual beli, sewa
menyewa dan lainnya. Diantara pelengkapnya adalah sarana
yang bisa menyampaikan kepada tujuan ini, seperti adanya
tingkat kufu dan mahar mitsli.
2) Tahsini (bersifat perbaikan), yakni kemaslahatan yang merujuk
pada moral dan etika, juga semua hal yang bisa menyampaikan
seseorang menuju muru‟ah dan berjalan di atas metode yang
lebih utama dan jalan yang lebih baik.
Oleh Al-Ghazali membagi al-kulliyat dan maslahat-
maslahat syariat oleh para ahli ushul fiqh ke dalam tiga tingkatan,
yaitu; pertama, adh-dharurriyat, kedua, al-hajiyyat, dan ketiga, at-
tahsiniyyat.24
b. Landasan Hukum Mashlahah Mursalah
Landasan hukum mashlahah mursalah terdapat di dalam
Al-Qur‟an da Sunnah, diantaranya; 23 Ibid., hlm. xvi. 24 Yusuf Qaradhawi, Fiqih Maqashid Syariah. ter. Arif Munandar Riswanto (Jakarta:
Pustaka Al-Kautsaar, 2017), hlm. 29.
21
1) Qs. Yunus: 57
ق ق ك كء ف وشق قك ق ربك ك عقظ كءتك س قد ج ٱن أ ي
قن ق ق ك ى ور ده صدورق و ٱ
Artinya: “Hai manusia, sesungguhnya telah dating kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman “, (Qs. Yunus: 57).25
2) Qs. Yunus: 58
ق قفض ق ق ٱق وب يف ف ق قذ ق ف تق ن ع ق ك خ ا ح
Artinya: “Katakanlah: “Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Karunia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan”, (Qs. Yunus: 58).26
3) Qs. Al-Baqarah: 220
ةق وي خق ي وٱ ق ٱد خ ح إقص ق تم ق ٱ ع ل و قحق ص ٱ ق د ق ف ٱ ع وٱ ك قخو ف قط ن
قي ح قي ع إقن ٱ تك كء ٱ ش
Artinya: “Mereka bertanya kepadamu tentang anak yatim, katakanlah: “Mengurus urusan mereka secara patut adalah baik, dan jika kmau bergaul dengan mereka, maka mereka adalah saudaramu dan Allah mengetahui siapa yang membuat kerusakan dari yang mengadakan perbaikan. Dan jikalau Allah mengehendaki, niscaya dia dapat mendatangkan kesulitan kepadamu. Sesungguhnya Allah Maha
25 Qs. Yunus [10]: 57. 26 Qs. Yunus [10]: 58.
22
Perkasa lagi Maha Bijaksana”. (Qs. Al-Baqarah: 220).27
Sedangkan untuk nash yang bersumber dari sunnah yang
digunakan sebagai landasan untuk mengistinbathkan hukum
dengan metode mashlahah mursalah adalah hadist Nabi Saw. yang
diriwayatkan Ibn. Majah yang berbunyi:
ق ق ج ع ز اقق أ د ا حد ي ق د حد
س ق أ ق إ ع ق عق ق ل اجع ل اق صى ا :ق ل ر ق
ي و ار :ع ق روا ا
Artinya: Muhammad Ibn Yahya bercerita kepada kami, bahwa Abdur Razaq bercerita kepada kita, dari Jabir al-Jufiyyi dan Ikrimah, dari Ibn Abbas: Rasulullah Saw bersabda, “tidak boleh membuat mudharat (bahaya) pada dirinya dan tidak boleh pula membuat mudharat pada orang lain.(Hr. Ibn. Majjah)28
Merujuk kepada dalil nash di atas, menurut Syaikh Izzudin
bin Abdul Salam, bahwa mashlahah mursalah dikembalikan
kepada sebuah kaidah induk fikih, yaitu;
دم ل دق ق ف ق لرء ا قحق ج ص ا
Artinya: “menghilangkan kemafshadatan (mudharat) harus
didahulukan daripada menarik kemaslahatan”.
27 Qs. Al-Baqarah [2]: 220. 28 Abi Abdillah Muhammad Ibn Yazid al-Qazwini, Sunan Ibn Majah, (Bairut: Dar al-
Fikr, tt), Juz 2, hlm. 784.
23
Sementara itu, Prof. Dr. Hasby Asy-Siddieqy menyebutkan
bahwa kaidah tersebut dikembangkan menjadi beberapa kaidah
fikih berikut.29
ضرر ي .1
Sesungguhnya kemudharatan itu harus dihilangkan
ر ر ض ي ي ر ر ض .2
Sesungguhnya kemudharatan itu tidak boleh dihilangkan
dengan membuat kemudharatan pula
ح رء .3 ب ى ج س ف
Sesungguhnya menolak kemudharatan harus didahulukan atas
menarik kemaslahatan
ر .4 ضر يح ر ت ح
Sesungguhnya segala yang dharurat (yang terpaksa dilakukan)
membolehkan yang terlarang
c. Kehujjahan Mashlahah Mursalah
Jumhur ulama sepakat menyatakan bahwa mashlahah
mursalah diakui sebagai salah satu dalil penetapan hukum. Hanya
saja jumhur ulama Hanafiyah dan Syafi‟iyah berupaya
memasukkan maṣhlaḥah ke dalam qiyas. Adapun golongan
29 Hasby Asy-Siddieqy, Falsafah Hukum Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1975), hlm. 373.
24
Malikiyah dan Hanabiyah, menjadikan maṣhlaḥah mursalah
sebagai dalil yang berdiri sendiri.30
d. Objek Mashlahah Mursalah
Objek bahasan dari mashlahah mursalah adalah masalah-
masalah yang terdapat hari ini namun tidak memiliki penjelasan
yang jelas baik oleh Al-Qur‟an maupun As-sunnah. Juga terhadap
masalah-masalah yang belum terdapat ijma‟ maupun qiyasnya.
e. Syarat-syarat Mashlahah Mursalah
1) Sesuatu yang dianggap maslahat itu haruslah berupa maslahat
hakiki, yaitu yang benar-benar akan mendatangkan
kemanfaatan atau menolak kemudaratan, bukan berupa dugaan
belaka dengan hanya mempertimbangkan adanya kemanfaatan
tanpa melihat kepada akibat negatif yang ditimbulkannya.
2) Sesuatu yang dianggap maslahat itu hendaklah berupa
kepentingan umum bukan kepentingan pribadi.
3) Sesuatu yang dianggap maslahat itu tidak bertentangan dengan
ketentuan yang ditegaskan dalam Al-Qur‟an atau sunnah
Rasulullah atau bertentangan dengan ijma‟.
4) Kemaslahatan tersebut harus selaras dan sejalan dengan akal
sehat. Artinya kemaslahatan tersebut tidak bertantangan
dengan akal sehat.
30 Abd. Rahman, Ushul Fiqh, (Jakarta: Amzah, 2014), hlm. 305.
25
5) Pengembalian kemaslahatan tersebut harus untuk
merealisasikan kemaslahatan dharuriyyah bukan kemaslahtan
hajjiyah atau tahsiniyyah.31
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa apa yang
dimaksud dengan mashlahah mursalah adalah setiap manfaat yang
tidak terdapat di dalam nash yang menunjukkan mu‟tabar (diakui)
atau tidaknya sebuah manfaat.
3. Indikasi Geografis
Indikasi Geografis merupakan salah satu jenis dari Hak
Kekayaan Intelektual (HKI). Istilah HKI atau dalam bahasa Inggrisnya
disebut dengan Intelectual Property Rights. Property dapat diartikan
sebagai kekayaan yang berupa hak yang mendapat perlindungan
hukum dimana orang lain dilarang menggunakan hak tersebut tanpa
izin dari pemegang hak.32 Sedangkan kata intellectual dapat diartikan
sebagai hasil cipta dari daya pikir yang terbentuk melalui karya cipta
baik berupa seni maupun ilmu pengetahuan serta penemuan
sebagaimana immaterial.33 Sedangkan secara hematnya, HKI adalah
hak yang diberikan atas hasil pemikiran kreatif atau inovasi yang
dilakukan oleh manusia.
Sejalan dengan definisi HKI di atas, Majelis Ulama Indonesia
juga mengeluarkan fatwa terkait Perlindungan Hak Kekayaan
31 Suwarjin, Ushul Fiqh, (Yogyakarta: Teras, 2012), hlm. 140. 32 Ridwan Khairansy, Pokok-pokok Hukum Dagang Indonesia, (Yogyakarta: FH UII
Press, 2013), hlm. 423. 33 Ibid., hlm 424.
26
intelektual. Yaitu fatwa MUI Nomor : 1/MUNAS VII/MUI/15/2005
Tentang Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual, yang ditetapkan di :
Jakarta Pada Tanggal : 22 Jumadil Akhir 1426 H. 29 Juli 2005 M.
Pada fatwa di atas, bahwa yang dimaksud dengan kekayaan intelektual
adalah kekayaan yang diperoleh dari hasil olah pikir otak manusia
kemudian menghasilkan suatu barang dan/atau produk atau proses
yang berguna untuk manusia, dan diakui oleh Negara berdasarkan
aturan yang berlaku.
Fatwa tersebut dikeluarkan berdasarkan dalil Al-Qur‟an surat
An-Nisa ayat 29.
ء قي ٱ أ ن ي ن تك
ق إقاك أ بطق قٱ ك ي ك و كا أ ك
ا ا ت اه ي رحق قك ن إقن ٱ ك ف
كا أ ت وا ك ق ك اضن ة ع ت قج ت
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.” (Qs. An-Nisa: 29)34
Serta dalam hadis Nabi Saw yang berkaitan dengan harta
kekayaan, hadis riwayat Ahmad.
ل ا ر خط ق ئ ق اء ل ااوا ف و ي ع صى ق ف ق ي قطق ق ا ا شي ي لق اخق
Artinya: Rasulullah Saw menyampaikan khutbah kepada kami, sabdanya: ketahuilah tidak halal bagi seseorang sedikitpun dari harta saudaranya kecuali dengan kerelaan hatinya…” (HR. Ahmad)
34 Qs. An-Nisa [4]: 29.
27
Maksud dari dikeluarkannya fatwa MUI Nomor : 1/MUNAS
VII/MUI/15/2005 tersebut adalah untuk menekankan pentingnya
perlindungan kekayaan intelektual. Karena berangkat dari dalil di atas,
umat muslim dilarang untuk memakan harta orang lain secara bathil
(tanpa hak) serta merugikan hak orang lain.
Kedudukan fatwa dalam kerangka hukum nasional memang
tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. Namun, dengan adanya
fatwa MUI tersebut menegaskan bahwa syariat Islam juga mengenal
konsep Hak Kekayaan Intelektual.35
Hak Kekayaan Intelektual mendapatkan perlindungan
hukumnya dari pendaftaran. Dari pendaftarannya tersebut, akan
diperoleh perlindungan bagi pemilik atau pemegang hak berupa hak
ekslusif. Hak ekslusif mengandung 2 (dua) muatan, yaitu hak moral
dan hak ekonomi. Terhadap hak ekonomi, pemegang hak memiliki
hak dan dilindungi untuk mendapatkan manfaat secara komersial atas
Kekayaan Intelektual miliknya. Sedangkan terhadap hak moral,
pemegang hak memiliki hak dan dilindungi atas Kekayaan
Intelektualnya. Sebab, hak tersebut melekat padanya.
a. Pengertian Indikasi Geografis
Indikasi Geografis adalah suatu tanda yang menunjukkan
daerah asal suatu barang dan/atau produk yang dikarenakan faktor
35 Aunur Rohim Faqih dkk, HKI, Hukum Islam dan Fatwa MUI, (Yogyakarta: Graha
Ilmu, 2010), hlm. 34.
28
lingkungan geografis berupa faktor alam, faktor manusia, ataupun
gabungan antara keduanya, yaitu faktor alam dan manusia
menyebabkan suatu barang dan/atau produk tersebut memiliki
reputasi, kualitas, maupun karakteristik tersendiri untuk setiap
barang dan/atau produk yang dihasilkan. Korelasi diantara faktor-
faktor tersebut disebut juga dengan konsep terroir. Terroir yang
dalam bahasa Inggrisnya berarti kombinasi faktor alam, seperti
tanah, iklim, lingkungan, serta manusia yang memberikan
karakteristik unik pada barang dan/atau produk.36
Faktor alam yang dimaksud oleh Indikasi Geografis adalah
jenis tanah, bentang alam, ketersediaan air, ketinggian tempat, dan
kondisi iklim. Sedangkan faktor manusia adalah kearifan lokal
)praktikdan teknik, termasuk pemilihan varietas tanaman) yang
telah berkembang dalam konteks budaya, sosial, dan ekonomi
tertentu. Hal ini dapat mempengaruhi masyarakat dalam cara
mengelola tanaman atau hewan, atau memproses barang dan/atau
produknya. Terakhir, kombinasi antara faktor alam dan faktor
manusia di atas menghasilkan produk khas yang memiliki kualitas
unik dari tempat asalnya, menyiratkan bahwa produk yang sama
persis, dengan karakteristik yang sama, tidak akan dapat diperoleh
dari lokasi lain.
36 Peter Damary dan Riyaldi, Modul…, hlm. 5.
29
Definisi indikasi geografis diatas mengacu kepada
pengertian Indikasi Geografis menurut TRIPs Article 22 (1)
Geographical indications are, for the purposes of this Agreement,
indications which identify a good as originating in the territory of
a Member, or a region or locality in that territory, where a given
quality, reputation or other characteristic of the good is essentially
attributable toits geographical origin.37
Menurut Tomi Suryo Utomo, kata “Indikasi” tidak harus
selalu merujuk kepada suatu tempat saja, akan tetapi juga dapat
mencakup nama produk yang diasosiasikan dengan sebuah
tempat.38
b. Dasar Hukum Indikasi Geografis
TRIPs adalah salah satu perjanjian yang dihasilkan dalam
putaran Uruguay yang bertujuan untuk menjaga agar perdagangan
internasional dapat terlaksana dengan tanpa gangguan dan
hambatan serta meningkatkan perlindungan atas Hak Kekayaan
Intelektual (HKI). Menjaga agar keberlangsungan perlindungannya
tidak menggaggu lalu lintas perdagangan yang absah. Indonesia
sebagai salah satu negara anggota GATT/WTO yang telah
meratifikasi Persetujuan Pendirian Organisasi Perdagangan Dunia
(Agreement Establising World Trade Organization) yang disahkan
37 Djulaeka, Konsep Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual Perspektif Kajian Filosofis
Haki Perspektif KomunalI, (Malang: Setara Press, 2014), hlm. 3. 38 Utomo. Tomi Suryo, Hak Kekayaan Intelektual (HKI) di Era Global, (Yogyakarta:
Graha Ilmu, 2009),hlm. 219.
30
lewat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994. Dimana salah satu
hal yang unsur kesepakatan yang disepakati adalah terkait Hak
Kekayaan Intektual yang kemudian disebut sebagai Trade Related
Aspect of Intelectual Property Rights (TRIPs).
Dengan disahkannya TRIPs tersebut, menjadi kewajiban
bagi Indonesia untuk memuat aturan terkait Indikasi Geografis di
dalam aturan hukumnya. Sebagai wujud implementasi perjanjian
tersebut, maka di Indonesia aturan hukum Indikasi Geografis diatur
di dalam beberapa peraturan.
Pada tahun 2007, pemerintah mengesahkan Peraturan
Pemerintah Nomor 51 tahun 2017 tentang Indikasi Geografis.
Dilanjutkan pada tahun 2016, pemerintah menggabungkan HKI
rezim Merek dengan Indikasi Geografis ke dalam Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2016 Tentag Merek dan Indikasi Geografis.
Sedangkan untuk tarif PNPB (Penerimaan Negara Bukan Pajak)
terhadap Indikasi Geografis, pemerintah mengaturnya di dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 45 tahun 2016 Tentang Jenis dan
Tarif atas Penerimaan Negara Bukan Pajak dan terbaru
dikeluarkannya Peraturan Menteri Hukum dan Ham Nomor 12
Tahun 2019 Tentang Indikasi Geografis.
Luasnya ruang lingkup indikasi geografis membuatnya juga
diatur di dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang
Perkebunan juncto PP Nomor 31 Tahun 2009 Tentang
31
Perlindungan Wilayah Geografis Penghasil Produk Perkebunan
Spesifik Lokasi (WGPPPSL). Dan kemudian pada tahun 2015
ditandatangi Nota Kesepahaman di antara 6 (enam) kementerian,
yaitu Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Dalam Negeri,
Kementerian Pertanian, Kementerian Perindustrian dan
Kementerian Perdagangan tentang Pengembangan Potensi Produk
Indikasi Geografis. Kesepakatan ini bertujuan untuk memberikan
perlindungan dan pengembangan potensi produk Indikasi
Geografis di Indonesia agar menjadi lebih baik dan bermanfaat
bagi masyarakat.
c. Pendaftaran Indikasi Geografis
Perlindungan terhadap Indikasi Geografis merupakan
perlindungan yang diberikan kepada kolektif atau merupakan hak
kolektif. Diberikan kepada semua pemegang hak yang sah atas
reputasi Indikasi Geografis.39
Indikasi Geografis dapat diperolah setelah melalui proses
pendaftaran. Pemohon yang dapat mengajukan pendaftaran
perlindungan Indikasi Geografis haruslah memenuhi kriteria
sebagaimana diatur di dalam Pasal 53 ayat 3 huruf a dan b.
1) Lembaga yang mewakili masyarakat di kawasan geografis
tertentu yang mengusahakan suatu barang dan/atau produk
produk berupa:
39 Peter Damary dan Riyaldi, Modul…, hlm. 11.
32
a) Sumber daya alam;
b) Barang kerajinan tangan; atau
c) Hasil industri
2) Pemerintah daerah provinsi kabupaten/kota.
Sementara itu, terdapat beberapa hal yang menjadi faktor
penentu apakah pengajuan permohonan perlindungan indikasi
geografis dapat diterima atau ditolak.
1) Bertentangan dengan ideologi negara, peraturan perundang-
undangan, moralitas, agama, kesusilaan, dan ketertiban umum.
2) Menyesatkan atau memperdaya masyarakat mengenai reputasi,
kualitas, karakteristik, asal sumber, proses pembuatan barang,
dan/atau kegunaannya.
3) Merupakan nama yang telah digunakan sebagai varietas
tanaman dan digunakan bagi varietas tanaman sejenis, kecuali
ada penambahanpadanan kata yang menunjukkan faktor
indikasi geografis sejenis.
4) Dokumen indikasi geografis tidak dapat dibuktikan
kebenarannya.
5) Memiliki persamaan pada keseluruhannya dengan indikasi
geografis yang sudah terdaftar.40
40 Tim Redaksi, Himpunan Lengkap Undang-Undang Hak Cipta, Paten, Merek dan
Indikasi Geografis, Serta Hak Kekayaan Intelektual (Hki), (Yogyakarta: Laksana, 2018), hlm. 348-349.
33
Sedangkan tata cara pendaftaran indikasi geografis diatur di
dalam PP Indikasi Geografis. disebutkan bahwa pendaftarannya
terdiri dari 8 (delapan) tahapan, yaitu:
1) Tahap Pertama : Mengajukan Permohonan
2) Tahap Kedua : Pemeriksaan Administrasi
3) Tahap Ketiga : Pemeriksaan Substansi
4) Tahap Keempat : Pengumuman
5) Tahap Kelima : Oposisi Pendaftaran
6) Tahap Keenam : Pendaftaran
7) Tahap Ketujuh : Pengawasan Terhadap Pemakai indikasi
geografis
8) Tahap Kedelapan : Banding41
d. Pelanggaran Indikasi Geografis
Pelanggaran terhadap indikasi geografis dapat terjadi
karena beberapa hal sebagai berikut: 1. Pemakaian Indikasi
Geografis baik secara langsung maupun tidak langsung atas barang
dan/produk yang tidak memenuhi dokumen deskriptif Indikasi
Geografis, 2. Pemakaian terhadap tanda Indikasi Geografis, yang
dilakukan baik secara langsung maupun tidak langsung, atas
barang dan/atau produk yang telah dilindungi oleh Indikasi
Geografis dengan maksud untuk: a. Menunjukkan bahwa barang
dan/atau produk tersebut memiliki karakteristik serta kualitas yang
41 Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2007 Tentang Indikasi Geografis.
34
setara dengan barang dan/atau produk yang dilindungi oleh
Indikasi Geografis, b. Mendapatkan keuntungan dari pemakaian
tersebut; atau, c. Mendapatkan keuntungan atas reputasi Indikasi
Geografis, 3. Penggunaan Indikasi Geografis yang bertujuan untuk
menyesatkan masyarakat luas, sehubungan dengan asal-usul
geografis barang dan/atau produk Indikasi Geografis, 4.
Penggunaan Indikasi Geografis yang dilakukan bukan oleh
pemakai Indikasi Geografis terdaftar, 5. Peniruan atau
penyalahgunaan yang dapat menyesatkan sehubunan dengan asal
tempat barang dan/atau produk atau kualitas barang dan/atau
produk yang terdapat pada: a. Pembungkus atau kemasan; b.
Keterangan dalam iklan; c. Keterangan yang terdapat di dalam
dokumen mengenai barang dan/atau produk Indikasi Geografis;
atau d. Informasi yang dapat menyesatkan mengenai asal-usulnya
dalam kemasan, 6. Dan tindakan-tindakan lain yang dapat
menyesatkan masyarakat luas mengenai kebenaran asal barang
dan/atau produk Indikasi Geografis.42
Apabila terjadi pelanggaran sebagaimana yang telah
diuraikan sebelumnya, maka pemegang hak atas Indikasi Geografis
dapat mengajukan gugatan berupa permohonan ganti rugi dan
pemberhentian pernggunaan serta pemusnahan label Indikasi
Geografis yang digunakan tanpa hak.
42 Ibid., hlm. 349-350.
35
e. Jangka Waktu Perlindungan Indikasi Geografis
Indikasi Geografis dilindungi selama karakteristik khas dan
kua litas yang menjadi dasar bagi diberikannya perlindungan atas
Indikasi Geografis tersebut masih ada. Perlindungan terhadap
Indikasi Geografis akan berakhir apabila:
1) Setiap pihak, termasuk Tim Ahli Indikasi Geografis dapat
menyampaikan kepada Direktorat Jenderal hasil pengamatan
bahwa karateristik khas dan/atau kualitas yang menjadi dasar
bagi diberikannya perlindungan atas Indikasi Geografis telah
tidak ada.
2) Dalam hal hasil pengamatan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) bukan berasal dari Tim Ahli Indikasi Geografis, Direktorat
Jenderal meneruskan hasil pengamatan tersebut kepada Tim
Ahli Indikasi Gografis dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh)
hari terhitung sejak diterimanya hasil pengamatan tersebut.
3) Dalam waktu 6 (enam) bulan terhitung sejak diterimanya hasil
pengamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Tim Ahli
indikasi geografis melakukan pemeriksaan dan
memberitahukan hasil keputusannya serta langkah-Iangkah
yang harus dilakukan kepada Direktorat Jenderal.
4) Dalam waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak diterimanya
hasil keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (3),
Direktorat Jenderal mempertimbangkan hasil keputusan Tim
36
Ahli Indikasi Geografis tersebut dan tindakan-tindakan yang
harus dilakukan, termasuk untuk membatalkan Indikasi
Geografis.
5) Dalam hal Direktorat Jenderal memberikan keputusan
pembatalan terhadap Indikasi Geografis, Direktorat Jenderal
memberitahukan secara tertulis kepada Pemohon atau
Kuasanya dan kepada seluruh Pemakai Indikasi Geografis
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3), atau melalui
Kuasanya dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari
terhitung sejak diterimanya keputusan tersebut.
6) Dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak
diputuskannya hasil pembatalan sebagaimana dimaksud pada
ayat (5), Direktorat Jenderal mengumumkan keputusan tersebut
dalam Berita Resmi Indikasi Geografis.
7) Pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (6) harus
menyatakan pembatalan Indikasi Geografis dan berakhirnya
pemakaian Indikasi Geografis oleh para Pemakai Indikasi
Geografis.
8) Keberatan terhadap pembatalan Indikasi Geografis
sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dapat diajukan kepada
37
Pengadilan Niaga paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak
diterimanya keputusan pembatalan tersebut.43
f. Manfaat Pendaftaran Indikasi Geografis
1) Manfaat bagi Masyarakat Pemilik Indikasi Geografis (MPIG)
Pendaftaran Indikasi Geografis memberikan
kesempatan kepada Masyarakat Pemilik Indikasi Geografis
(MPIG) untuk membuktikan bahwa barang dan/atau produk
yang berasal dari wilayah geografis tertentu, memenuhi
kualitas dan karakteristik khusus. Masyarakat Pemilik Indikasi
Geografis (MPIG) akan memiliki hak ekslusif untuk
menggunakan nama Indikasi Geografis yang dilindungi hukum
Perlindungan hukum tersebut akan melindungi barang
dan/atau produk Indikasi Geografis dari barang palsu, yaitu
produk serupa yang diproduksi di luar kawasan Indikasi
Geografis tetapi dengan kualitas lebih rendah dan dipasarkan
dengan menggunakan nama sama.
2) Manfaat bagi konsumen
Jaminan dari Masyarakat Pemilik Indikasi Geografis
(MPIG) dan organisasi Indikasi Geografis kepada konsumen
bahwa barang dan/atau produk yang diberi nama dan logo
Indikasi Geografis memang asli diproduksi di daerah tersebut
serta memiliki kualitas dan karakteristik khusus yang terkenal.
43 DJKI Kemenkumham RI, Buku Panduan Hak Kekayaan Intelektual, (Jakarta: p, 2003),
hlm. 30.
38
Hal ini memungkinkan konsumen untuk tidak membeli barang
dan/atau produk berkualitas lebih rendah atau palsu.
g. Indikasi Geografis Menurut Islam
Jumhur ulama‟ berpendapat bahwa Indikasi Geografis
merupakan hak kepemilikan yang dilindungi oleh syariat, baik
secara hak moral maupun secara hak ekonomi. Perlindungan
Indikasi Geografis ditinjau dengan pendekatan maqashid syariah
dari sisi hak moral merupakan bentuk manifestasi dari
perlindungan akal (hifdz al-„aql) hak Indikasi Geografis kepada
pemiliknya, dan dari sisi hak ekonomi merupakan manifestasi dari
perlindungan harta (hifdz al-mal) yang berupa kebolehan
mengambil manfaat ekonomi bagi pemiliknya.44
Selain itu, Indikasi Geografis jika dilihat dari sisi Fiqh al-
Bi‟ah (fikih lingkungan) yaitu fikih yang menjelaskan tentang
aturan perilaku ekologis manusia dengan mengacu pada teks syar‟i
yang mempunyai tujuan dalam mencapai melestarikan lingkungan
dan kemaslahatan. Menjadikan Indikasi Geografis sebagai hal yang
harus juga diupayakan perlindungannya oleh umat Islam. Menurut
Yusuf Qardhawi di dalam Ri‟ayah al-Bi‟ah fiy Syari‟ah al-Islam,
menyatakan bahwa memelihara lingkungan dan mengelola sumber
daya alam adalah sama nilainya dengan menjaga maqashid
44 Pandi Yusron, Indikasi…, hlm. 110.
39
syariah.45 Di dalam kaidah Ushul Fiqh disebutkan bahwa ma la
yatimmu alwajib illa bihi fawuha wajibun (Sesuatu yang membawa
kepada kewajiban, maka sesuatu itu hukumnya wajib).
Hal tersebut sejalan dengan kedudukan manusia sebagai
khalifah di muka bumi ini. Manusia memiliki kewajiban untuk
mengurus, memanfaatkan, dan memelihara, baik langsung maupun
tidak langsung amanah tersebut meliputi bumi dan segala isinya.
Seperti, gunung-gunung, laut, air, awan dan angin, tumbuh-
tumbuhan, sungai hingga binatang.46
Kepemilikan Indikasi Geografis hanya akan dilindungi
apabila diperoleh dengan memperhatikan beberapa prinsip;
Pertama, tidak merugikan pihak lain. Kedua, tidak memperoleh,
menggunakan, dan mengembangkan indikasi geografis dengan
cara yang tidak diizinkan syariat. Ketiga, tidak berdampak pada
kerusakan alam dan lingkungan. Keempat, tidak mengeksploitasi
dan menggunakan hak Indikasi Geografis secara berlebih-lebihan.
Kelima, tidak memproduksi barang dan/atau produk yang secara
zatnya dihukumi haram.
Jika dianalisa dengan perspektif hukum Islam, kepemilikan
Indikasi Geografis bagi pemegangnya termasuk dalam kepemilikan
sempurna (al-milk al-tam), yakni kepemilikan terhadap sesuatu
beserta kemanfaatannya, sehingga menjadi legal bagi pemilik 45 Yusuf Al-Qardhawi, Ri‟ayah…, hlm. 39. 46 Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟an, Pelestarian Lingkungan Hidup, (Lajnah
Pentashihan Mushaf Al-Qur‟an, t.tt, 2009), hlm. 27.
40
untuk melakukan perbuatan hukum terhadap sesuatu tersebut
selama tidak ada penghalang syar‟i. Akan tetapi, perlindungannya
secara hukum normatif yang berlaku di Indonesia bergantung pada
kualitas, san karakteristik yang melekat padanya.47
Di antara karakteristik al-milk al-tam adalah:
a) kepemilikannya tidak dibatasi waktu;
b) kepemilikannya tidak dapat digugurkan, tapi dialihkan; dan
c) kepemilikan bersama dua orang atau lebih yang sifatnya
komunal ( ش ) terhadap suatu materi, setiap anggotanya
berwenang terhadap porsi masing-masing selagi tidak ada
penghalang syarʻi.48
G. Metode Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
Penelitian yang peneliti lakukan menggunakan metode
kualitatif, mengingat data-data yang didapat berupa kata bukan angka
seperti dalam penelitian kuantitatif. Sedangkan pendekatan yang
peneliti gunakan adalah yuridis empiris, yaitu pendekatan yang
berupaya untuk melihat hukum dalam artian nyata dan meneliti
bagaimana perilaku hukum masyarakat dan bagaimana bekerjanya
hukum di dalam lingkungan masyarakat.49
47 Pandi Yusron, Indikasi…, hlm. 7. 48 Mustafa Ahmad al-Zarqa‟, al-Madkhal al-Fiqhī al-Āmm, (Damaskus: Dār al-Qalam,
2004), hlm. 359 - 366. 49 Bachtiar, Metode Penelitian Hukum, (Banten: Unpam Press, 2019), hlm. 85.
41
Penelitian ini termasuk ke dalam yuridis empiris, karena
hendak mengetahui perlindungan hukum terhadap potensi Indikasi
Geografis Kopi Robusta Di Kecamatan Gangga Kabupaten Lombok
Utara perspektif mashlahah.
2. Kehadiran Peneliti
Pada penelitian ini, peneliti berperan sebagai pengumpul data
yang berinteraksi langsung dengan informan. Untuk mendapatkan data
yang valid dan akurat, maka yang peneliti lakukan adalah:
a. Melakukan observasi yang mendalam terhadap objek penelitian,
yaitu Kopi Robusta Kecamatan Gangga Kabupaten Lombok Utara.
b. Melakukan wawancara dengan pihak-pihak terkait dengan
penelitian ini, antara lain: masyarakat di Kecamatan Gangga
Kabupaten Lombok Utara dan Dinas Ketahanan Pangan dan
Pertanian Kabupaten Lombok Utara serta Kemenkumham NTB.
c. Selain melakukan observasi dan wawancara, peneliti juga
melakukan pencatatan data-data terutama data-data yang berkaitan
dengan Kopi Robusta Kecamatan Gangga Kabupaten Lombok
Utara.
3. Sumber dan Jenis Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
a. Data primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari masyarakat.
Data ini didapat dari sumber pertama dari individu atau
perseorangan misalnya dengan wawancara. Data yang peneliti
42
peroleh adalah hasil wawancara dan observasi langsung dari
masyarakat di Kecamatan Gangga Kabupaten Lombok Utara juga
Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kabupaten Lombok Utara
serta Kemenkumham NTB.
b. Data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari Al-Qur‟an, Hadis,
buku-buku Fikih, Jurnal, Peraturan Perundang-Undangan, surat
kabar dan lain-lain sebagai data pendukung dalam penelitian ini.
4. Pengumpulan Data
a. Metode Observasi
Observasi adalah pengamatan dan pencatatan secara
sistematik terhadap unsur-unsur yang tampak dalam suatu gejala
atau gejala-gejala dalam objek penelitian.50 Metode ini dipilih oleh
peneliti untuk mengumpulkan data dan mengecek data yang telah
peneliti peroleh.
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan prosedur
observasi nonpartisipan, kehadiran peneliti hanya mengamati yang
terjadi pada objek penelitian tanpa harus berpartisipasi langsung
atas apa yang terjadi terhadap objek penelitian.
b. Metode Wawancara
Wawancara dilakukan untuk mendapatkan informasi secara
langsung dengan mengajukan pertanyaan pada informa, metode ini
50 Afifudin dan Beni Ahmad Saebani, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: CV.
Pustaka Setia, 2012), hlm.134.
43
bertujuan untuk memperoleh informasi dan data-data mengani
objek penelitian.51
Pihak-pihak yang peneliti wawancara antara lain:
masyarakat di Kecamatan Gangga Kabupaten Lombok Utara dan
Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kabupaten Lombok Utara
serta Kemenkumham NTB.
c. Metode Dokumentasi
Teknik dokumentasi adalah salah satu metode
pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian sosial untuk
menelusuri data historis.52
Dengan metode dokumentasi ini, peneliti dapat
memperoleh informasi bukan dari orang sebagai narasumber, tetapi
peneliti memperoleh informasi dari berbagai macam sumber
tertulis atau dari dokumen yang ada terkait objek penelitian.
5. Analisis Data
Data yang telah diperoleh kemudian penting unntuk dianalisis.
Karena tanpa adanya analisis, data yang telah diperoleh sebelumnya
tidak akan berguna apa-apa. Metode analisis data yang peneliti
gunakan adalah metode analisis kualitatif, yaitu melakukan penafsiran
terhadap data primer maupun sekunder kemudian akan ditafsirkan dan
dirumuskan ke dalam kalimat-kalimat yang tersusun secara sistematis
dan akhirnya dapat ditarik sebuah kesimpulan. 51 Nasution S, Metode Penelitian Naturalistik, (Bandung: PT Tarsito, 2003), hlm. 69. 52 Iman Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif Teori dan Praktik, (Jakarta: PT Bumi
Aksara, 2015), hlm. 175.
44
6. Validitas Data
Validitas merupakan derajat ketetapan antara data yang
sesungguhnya terjadi pada objek peneliti dengan data yang dapat
dilaporkan oleh peneliti.53 Upaya yang peneliti lakukan diantaranya
adalah:
a. Ketekunan
Ketekunan dalam penelitian ini dimaksudkan untuk ciri dan
unsur yang relevan selama peneliian ini berlangsung. Terhadap
persoalan terkait bagaimana urgensi keberadaan potensi Indikasi
Geografis Kopi Robusta Kecamatan Gangga Kabupaten Lombok
Utara bagi masyarakatnya dan bagaimana perlindungan hukum
terhadap potensi Indikasi Geografis Kopi Robusta Di Kecamatan
Gangga Kabupaten Lombok Utara perspektif mashlahah. Validitas
data dilakukan dengan amat tekun sehingga dapat menghasilkan
suatu kesimpulan yang dapat dipertanggungjawabkan.
b. Triangulasi
Triangulasi dalam pengujian kredibilitas ini diartikan
sebagai pengecekan data dari berbagi sumber dengan berbagai cara
dan berbagai waktu. Dengan demikian terdapat tringulasi sumber,
tringulasi tekhnik pengumpulan data dan waktu.54
53 Sugiyono, Metode Penelitian Bisnis (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&d),
(Bandung: Alfabeta, 2008), hlm. 455. 54 Ibid., hlm. 273
45
Tringulasi yang penelti gunakan adalah tringulasi sumber,
yaitu peneliti membandingkan derajat kepercayaan informasi yang
diperolah dari berbagai sumber.
c. Kecukupan Referensi
Referensi yang cukup berguna sebagai bahan acuan bagi
peneliti terhadap penelitian yang dilakukan. Dengan referensi yang
mumpuni, peneliti dapat mempertanggungjawabkan kevalidan
hasil penelitian. Oleh karena itu, peneliti memperkaya penelitian
ini dengan referensi yang mumpuni.
d. Pemeriksaan Sejawat dengan Diskusi
Diskusi dengan teman sejawat mengenai hasil sementara
maupun hasil akhir dari penelitian ini dimaksudkan untuk
memperkaya sudut pandang peneliti terhadap persoalan yang
peneliti hadapi.
H. Sistematika Pembahasan
Agar penelitian ini dapat mudah dipahami, peneliti memaparkan
sistematika penulisan yang peneliti gunakan. Sistematika ini merujuk pada
Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri
(UIN) Mataram berikut.
a. Bagian Awal
Pada bagian awal terdiri dari; halaman sampul depan, judul,
persetujuan pembimbing, pernyataan keaslian, halam pengesahan,
motto, persembahan, kata pengantar, daftar isi dan terakhir abstrak.
46
b. Bagian Isi
Pada bagian isi terdiri dari; bab I pendahuluan, bab II paparan
data dan temuan, bab III pembahasan, dan bab IV penutup. Berikut
rincian terkait bagian isi.
1) Bab I Pendahuluan
Di dalam bab I terdapat uraian mengenai latar belakang penelitian
yang peneliti lakukan dan sebagai acuan dalam menjawab
persoalan pada penelitian ini pada bab selanjutnya. Bagian ini
terdiri dari rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, ruang
lingkup dan setting penelitian, telaah pustaka, kerangka teoritik,
metode penelitian, dan sistematika penulisan.
2) Bab II Paparan dan Temuan
Di dalam bab II terdapat uraian mengenai data dan temuan peneliti
selama proses penelitian ini berlangsung, yaitu berupa gambaran
umum lokasi penelitian, Kopi Robusta yang terdapat di Kecamatan
Gangga Kabupaten Lombok Utara dan perspektif mashlahah
mursalah terhadapnya. Paparan pada bagian ini juga digunakan
sebagai landasan untuk menjawab persoalan dari penelitian ini.
3) Bab III Pembahasan
Di dalam bab III terdapat uraian mengenai hasil analisis penelitian.
Pada bagian ini, peneliti akan memaparkan jawaban yang
sebelumnya menjadi persoalan dari penelitian ini.
47
4) Bab IV Penutup
Di dalam bab IV berisi uraian kesimpulan dan saran peneliti terkait
penelitian ini.
c. Bagian Akhir
Pada bagian akhir ini berisi daftar pustaka yang peneliti
gunakan selama proses penelitian dan juga daftar riwayat hidup serta
lampiran-lampiran berupa izin penelitian dan lain-lain.
48
BAB II
PAPARAN DATA DAN TEMUAN
A. Gambaran Umum Wilayah Kecamatan Gangga Kabupaten Lombok Utara
1. Letak dan Kondisi Geografis Kecamatan Gangga
Kecamatan Gangga merupakan wilayah dengan luas sebesar
157,35 km². Terdiri dari 5 Desa, Desa Bentek (37,27 Km2), Desa
Gondang (29,20 Km2), Desa Genggelang (29,21 Km2), Desa Rempek
(30,89 Km2), Desa Sambik Bangkol (30,78 Km2). Kecamatan Gangga
berbatasan langsung dengan Laut Jawa di sebelah utaranya,
Kecamatan Kayangan di sebelah timurnya, Kabupaten Lombok Utara
di sebelah selatannya dan Kecamatan Tanjung di sebelah utaranya.
Kondisi alam di Kecamatan ini masih didominasi oleh tanah kering
dan hanya sebagian kecil saja yang menjadi areal persawahan.
Dari tahun ke tahun, kondisi cuaca di Kecamatan ini tidak
banyak berubah. Jumlah hari hujan maupun curah hujan yang terjadi
sepanjang tahun tidak mengalami banyak perubahan setiap tahunnya.
2. Pemerintahan
Pembagian wilayah administrasi di Kecamatan Gangga dirinci
menurut Desa, dimulai dengan Desa Bentek memiliki 18 Dusun
dengan 44 RT, Desa Gondang memiliki 11 Dusun dengan 57 RT,
Dusun Genggelang memiliki 18 Dusun dengan 108 RT, Desa Rempek
memiliki 17 Dusun dengan 72 RT, dan Desa Sambik Bangkol
memiliki 14 Dusun dengan 64 RT.
49
Sarana perekonomian di Kecamatan Gangga dirinci menurut
Desa, dimulai dengan Desa Bentek yang memiliki 115 toko/kios dan 4
warung. Desa Gondang yang memiliki 1 pasar umum, 96 toko/kios, 17
warung dan 1 KUD. Desa Genggelang yang memiliki 1 pasar umum, 5
hotel/akomodasi lainnya, 60 toko/kios dan 21 warung. Desa Rempek
yang memiliki 1 pasar umum, 54 toko/kios, dan 9 warung. Terakhir
Desa Sambik Bangkol yang memiliki 2 hotel/akomdasi lainnya, 74
toko/kios dan 8 warung.
Jumlah Anggota BPD, LPM, dan PKK di Kecamatan Gangga
dirinci menurut Desa, dimulai dengan Desa Bentek yang memiliki 13
BPD, 10 LPM, dan 30 PKK. Desa Gondang yang memiliki 13 BPD,
13 LPM, dan 22 PKK. Desa Genggelang yang memiliki 13 BPD, 17
LPM, 32 PKK. Desa Rempek yang memiliki 13 BPD, 13 LPM, dan 48
PKK. Terakhir Desa Sambik Bangkol yang memiliki 9 BPD, 15 LPM,
dan 12 PKK.
3. Kependudukan
Jumlah penduuduk Kecamatan Gangga dirinci menurut Desa,
dimulai dengan Desa Benntek yang memiliki 4.158 penduduk laki-laki
dan 4.412 penduduk perempuan. Desa Gondang yang memiliki 4.333
penduduk laki-laki dan 4.599 penduduk perempuan. Desa Genggelang
yang memiliki 5.700 penduduk laki-laki dan 5.830 penduduk
perempuan. Desa Rempek yang memiliki 4.002 penduduk laki-laki dan
50
4.122 penduduk perempuan. Terakhir Desa Sambik Bangkol yang
memiliki 2.818 penduduk laki-laki dan 3.027 penduduk perempuan.
Laju pertunbuhan penduduk di Kecamatan Gangga dirinci
menurut Desa, dimulai dari Desa Bentek yang memiliki laju
pertumbuhan penduduk 0,57. Desa Gondang yang memiliki laju
pertumbuhan penduduk 0,25. Desa Genggelang yang memiliki laju
pertumbuhan penduduk 0,96. Desa Rempek yang memiliki laju
pertumbuhan penduduk 0,37. Terakhir Desa Sambik Bangkol yang
memiliki laju pertumbuhan penduduk 0,12.
4. Sosial
Jumlah sekolah di Kecamatan Gangga dirinci menurut tingkat
pendidikan dan Desa, dimulai dengan Desa Bentek yang memiliki 8
SD, dan 2 SLTP. Desa Gondang yang memiliki 5 SD, 1 SLTP, dan 1
SMU. Desa Genggelang yang memiliki 7 SD, 1 SLTP, 1 SMU dan 1
Perguruan TInggi. Desa Rempek yang memiliki 3 SD dan 1 SLTP.
Terakhir Desa Sambik Bangkol yang memiliki 7 SD dan 1 SLTP.
Jumlah tenaga kesehatan di Kecamatan Gangga dirinci menurut
Desa, dimulai dengan Desa Bentek yang memiliki 3 Mantri
Kesehatan/Perawat, 1 Bidan, dan 2 Dukun Bayi. Desa Gondang yang
memiliki 3 Dokter, 6 Mantri Kesehatan/Perawat, dan 2 Dukun Bayi.
Desa Genggelang yang memiliki 1 Dokter, 1 Manteri
Kesehatan/Perawat, 1 Bidan dan 2 Dukun Bayi. Desa Rempek yang
memiliki 1 Manteri Kesehatan/Perawat, 1 Bidan dan 2 Dukun Bayi.
51
Terakhir Desa Sambik Bangkol yang memiliki 1 Manteri
Kesehatan/Perawat, 1 Bidan dan 2 Dukun Bayi.
Jumlah tempat ibadah di Kecamatan Gangga dirinci menurut
Desa, dimulai dengan Desa Bentek yang memiliki 10 masjid, 13
musholla, 6 pura dan 9 wihara. Desa Gondang yang memiliki 5 masjid
dan 32 musholla. Desa Genggelang yang memiliki 20 masjid, 25
musholla dan 1 pura. Desa Rempek yang memiliki 17 masjid, 17
musholla dan 1 wihara. Terakhir Desa Sambik Bangkol yang memiliki
12 masjid dan 17 musholla.
Jumlah lembaga-lembaga sosial masyarakat di Kecamatan
Gangga dirinci menurut Desa, dimulai dengan Desa Bentek yang
memiliki 1 yayasan dan 1 karang taruna. Desa Gondang yang memiliki
2 yayasan dan 1 karang taruna. Desa Genggelang yang memiliki 2
yayasan dan 1 karang taruna. Desa Rempek yang memiliki 1 yayasan
dan 1 karang taruna. Terakhir Desa Sambik Bangkol yang memilki 1
yayasna dan 1 karang taruna.
5. Pertanian
Jumlah luas tanah sawah di Kecamatan Gangga dirinci menurut
Desa, dimulai dengan Desa Bentek yang memiliki luas 89,87 Ha Desa
Gondang yang memiliki luas 290,15 Ha, Desa Genggelang yang
memiliki luas 262, 78 Ha, Desa Rempek yang memiliki luas 373,33
Ha, dan Desa Sambik Bangkol yang memiliki luas 297, 96 Ha.
52
B. Potensi Indikasi Geografis Kopi Robusta Kecamatan Gangga Kabupaten
Lombok Utara
Kopi Robusta Kecamatan Gangga, agar dapat dikategorikan
sebagai barang potensi Indikasi Geografis, terlebih dahulu haruslah
memenuhi syarat-syarat dan ketentuan yang berlaku.. Syarat-syarat
tersebut diatur oleh Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual yang
tertuang dalam buku persyaratan.
1. Karakteristik
Karakteristik dan kualitas Kopi Robusta Gangga dihasilkan
dari tanaman kopi yang ada di wilayah Kecamatan Gangga. Petani
menanam tanaman kopi dengan cara organik, tanpa menggunakan
pupuk kimia.
Biji Kopi Robusta Gangga dipanen menurut Bapak Wiriahadi
hanya untuk yang sudah berwarna merah/ceri. Kopi selanjutnya diolah
dengan cara natural maupun dikupas basah (honey process). Kemudian
pengupasan kulit cangkang kopi (hooler). Sebelum disangrai/roasting,
biji kopi terlebih dahulu di sortir berdasarkan ukuran maupun
kecaatan. Setelah disangrai/roasting harus diistirahatkan 1-5 hari.
Barulah setelah itu masuk proses penggilangan dan seterusnya
pengemasan.55
55 Wiriahadi (Petani Kopi sekaligus Ketua kelompok tani kopi Temu Taruna),
Wawancara, Genggelang, 18 September 2020.
53
Gambar 2.1
Kopi Robusta Di Kecamatan Gangga Kabupaten Lombok Utara
2. Sejarah
Hadirnya tanaman kopi di tengah-tengah masyarakat
Kecamatan Gangga telah ada sejak dulu sekali. Konon, tanaman
tersebut dibawa oleh para pedagang Cina. Hal ini peneliti ketahui
berdasarkan hasil wawancara bersama dengan Kepala Desa
Genggelang, salah satu Desa di Kecamatan Gangga, yaitu Bapak
Almaudodi, beliau mengungkapkan bahwa:
“Kopi Kecamatan Gangga dahulu konon dibawa oleh orang Cina saat zaman Belanda. Ada tiga warisan orang Cina yang masuk Ke Lombok Utara, Pertama; Leci, Kedua; Kopi dan Ketiga; Kelapa. Dikembangkan oleh orang Cina di saat diberlakukannya sistem Hak Guna Usaha (HGU). Setelah ditanam oleh para pengusaha Cina tanaman-tanaman tersebut, para masyarakat pribumipun ikut ingin untuk bisa mengembangkan tanaman-tanaman tersebut. Maka dimintalah Buah Kopi para pengusaha Cina untuk dijadikan bibit dan untuk kemudian mereka kembangbiakkan di kebun mereka sendiri. Buah Kopi yang diminta adalah biji kopi sisa makanan Luwak. Tanaman Kopi yang coba dikembangkan secara perlahan-lahan oleh masyarakat pribumi, tidak seperti yang terjadi kepada para pengusaha Cina yang maju. Kemudian, setelah para pengusaha Cina ini pergi meninggalkan tanah Gangga, masyarakat pribumi tetap melanjutkan pengembangan
54
tanaman Kopi. Setelah tahun 2000 saat terjadi reformasi, tanah-tanah Hak Milik yang ada berubah menjadi Hutan Negara. Kemudian dikelola oleh masyarakat.“56
Berdasarkan hasil wawancara bersama Bapak Almaudodi juga
peneliti dapat ketahui bahwa, luas hutan yang dikelola oleh masyarakat
mencapai +4000 Ha. Sebelumnya saat tanah letak perkebunan Kopi ini
masih bersifat HGU, yang dikelola hanya seluas -1000 Ha.
Pada perkembangan selanjutnya, masyarakat mengembangkan
tanaman Kopi dengan berbagai varietas, yaitu varietas Lokal dan
varietas Unggulan. Varietas-varietas ini diperoleh dari usaha
masyarakat pribumi menyambung. Dipendekkan tanaman Kopi yang
ada kemudian di ambil tanaman yang dari luar daerah. Untuk jenis
Kopi yang berkembang di Kecamatan Gangga adalah Kopi jenis
Robusta.
Sejak saat itu, produksi Kopi masyarakat pribumi menjadi
meningkat. Selain itu, masyarakat juga mulai mengembangkan
tanaman Kopi menjadi produk-produk olahan. Masyarakatnyapun
telah mengubah kebiasaan yang dulunya petik hijau, kini telah berubah
menjadi hanya petik merah atau petik ceri.
Hal ini dilakukan guna meningkatkan kualitas produk Kopi
yang dimiliki. Diantara produk-produk tersebut yaitu; Kopi Gangga,
Kopi 77, Kopi Pak Yon dan masih banyak lagi. Hari ini Kopi menjadi
salah satu tanaman komoditi oleh masyarakat di Kecamatan Gangga.
56 Almaudodi (Kepala Desa Genggelang), Wawancara, Desa Genggelang, 07 September
2020.
55
Gambar 2.2
Kopi Gangga 77
3. Lingkungan
Dari tahun ke tahun, kondisi cuaca di Kecamatan Gangga tidak
banyak berubah. Jumlah hari hujan maupun curah hujan yang terjadi
sepanjang tahun tidak mengalami banyak perubahan setiap tahunnya.
Berikut sekilas gambaran mengenai keadaan geografis Kecamatan
Gangga.
Kopi Robusta Kecamatan Gangga yang tumbuh di Kecamatan
Gangga hidup di tengah-tengah tanaman perkebunan lain. Yaitu
tanaman Kelapa (Luas tanam; 1.711,15 Ha dan Produksi; 1.116,54
ton), Kapuk (Luas tanam; 10,01 Ha), Cengkeh (Luas tanam; 479,5 Ha
dan Produksi; 44.295,59 ton), Kakao (Luas tanam; 1.485,55 Ha dan
Produksi; 358.596,00 ton), Jambu Mete (Luas Tanam; 1.337, 65 Ha
56
dan Produksi; 168.316,5 ton), Asam (Luas Tanam; 1,75 Ha), dan
Pinang (Luas tanam; 6,25 ha dan Produksi; 2.347,4 ton). Sedangkan
untuk rincian tanaman Kopi secara umum di Kecamatan Gangga
memiliki Luas tanam; 657,0 ha dan produksi 294.024,65 ton.57
Khusus untuk Kopi Jenis Robusta, berdasarkan data yang peneliti
dapatkan dari pihak Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kabupaten
Lombok Utara, sejumlah 672,12 kg/Ha dengan jumlah 1.392
petani/Kepala Keluarga.
Namun, untuk jenis tanaman yang dominan mempengaruhi rasa
Kopi di Kecamatan Gangga dominan terpengaruhi oleh keberadaan
tanaman Kakao. Wawancara bersama dengan pebisnis sekaligus pegiat
kopi Gangga, yaitu Bapak Dodi Adi Wibowo mengungkapkan bahwa:
“rasa dari kopi di Kecamatan Gangga terkenal karena memiliki
rasa yang lembut (soft) dan juga memiliki varian cita rasa khas,
yakni gula merah (Brown Sugar), cokelat, apel dan karamel.”58
Jenis tanah yang ada di Kecamatan Gangga adalah tanah jenis
Litosol/ Ustorthents. Jenis tanah ini menyebar di bagian pinggir Utara
wilayah Kabupaten Lombok Utara (Pemenang, Tanjung, Gangga,
Kayangan, Bayan), 0,5 – 1 km dari pantai ke bagian Selatan (lereng
atas). Tanah ini terbentuk dari bahan induk batu apung pada regim
kelembaban ustic (panas dan kering, bulan hujan <3 bulan). Solum
57 Badan Pusat Statistik Kabupaten Lombok Utara, Kecamatan Gangga Dalam Angka,
(Lombok Utara: BPS Kabupaten Lombok Utara, 2019), hlm. 80. 58 Dodi Adi Wibowo (Pebisnis dan Pegiat Kopi Gangga), Wawancara, Perumahan Kodya
Asri, 23 September 2020.
57
tanah relatif dangkal, horizon A <20 cm di atas 2–3 horizon C
bertekstur kasar dengan batu apung berukuran kecil-kasar. Tanah
berada pada bentang lahan (land form) tua yang dicirikan dengan
topografi datar- bergelombang (kemiringan 2–6 %), bukit kecil-kecil
landai, perubahan kedalaman solum tanah maupun jenis tanah
(kompleks Ustorthets, Dystustepts, dan Ustifluvents) tidak mengikuti
perubahan kontur (kemiringan dan posisi lereng), sehingga batas unit
jenis tanah tersebut sulit di identifikasi berdasarkan perubahan
kemiringan lereng. Berdasarkan kenampakan hamparan lahan
(landform) dan vegetasi alami yang tumbuh pada tanah tersebut, tanah
itu sangat miskin hara dan merupakan residu tanah yang telah
tererosi/terdegradasi selama ratusan-ribuan tahun. Tekstur pasiran,
partikel primer didominasi oleh mineral resisten (silicious, kaya
silikat/kwarsa), miskin unsur makro dan mikro.59
Konon, kondisi tanah di Kecamatan Gangga Kabupaten
Lombok Utara menurut keterangan dari Bapak Almaudodi memiliki
kisah sejarah, sebagai berikut:
“kondisi tanah yang ada di sini didapat dari sisa letusan Gunung Rinjani tahun 1846. Pada saat Gunung Rinjani meletus, karena lokasi Kecamatan Gangga yang cukup jauh dari lokasi Gunung Rinjani, jadi pada saat meletus kawasan Kecamatan Gangga kebagian hanya abu-abu sisa letusan. Karena itu tanah di Kecamatan Gangga jadi subur. Bahkan sudah ada salah satu dari kelompok tani kami yang sudah punya sertifikat tanah organik.” 60
59 Badan Pusat Statistik Kabupaten Lombok Utara, Kecamatan…, hlm. 110. 60 Almaudodi (Kepala Desa Genggelang), Wawancara, Desa Genggelang, 07 September
2020.
58
Kelompok tani tersebut adalah Kelompok Tani Temu Taruna
yang terletak di Desa Genggelang Kecamatan Gangga. Nomor
sertifikat: ICERT-5034/E.1/LSO-009-IDN/VII/19 Tanggal terbit: 1
Agustus 2019 dan mulai berlakunya 31 Juli 2020. Luas tanah yang
telah mendapatkan sertifikat organik seluas; 13,98 Ha. Produk yang
disertifikasi adalah biji kopi HS robusta (parchment) dan untuk
produksi yang disertifikasi adalah produksi kopi robusta dan
pengemasan biji kopi HS robusta.
4. Batas Wilayah
Kecamatan Gangga merupakan wilayah dengan luas 157,35
km². Terdiri dari 5 Desa, Desa Bentek, Desa Gondang, Desa
Genggelang, Desa Rempek, Desa Sambik Bangkol, Gangga
Berbatasan langsung dengan Laut Jawa di sebelah Utaranya. Kondisi
alam di Kecamatan ini masih didominasi oleh tanah kering dan hanya
sebagian kecil saja yang menjadi areal persawahan.
Batas wilayah sebelah utara adalah laut Jawa, Sebelah timur
adalah Kecamatan Kayangan, Sebelah selatan adalah Kabupaten
Lombok Utara, dan untuk sebelah utara adalah Kecamatan Tanjung.
Sedangkan untuk luas wilayah Kecamatan Gangga adalah seluas 157
km². Dengan rincian untuk Desa Bentek seluas 32.27 km², untuk Desa
Gondang seluas 29.20 km², untuk Desa Sambik Bangkol seluas 30.78
km² dan terakhir untuk Desa Rempek seluas 30.89 km².
59
Kecamatan Gangga memiliki 5 (lima) desa. Desa Gondang,
Desa Genggelang, Desa Rempek, Desa Sambik Bangkol dan Desa
Bentek. Ibu Kota Kecamatan Gangga adalah Gondang.
5. Proses Produksi
Biji kopi yang telah siap untuk diproduksi adalah biji kopi yang
dipanen pada waktu biji kopi telah berwarna merah ceri.
Gambar 2.3
Biji Kopi Robusta Di Kecamatan Gangga KLU Yang Telah Berwarna Merah Ceri
Proses panen sebagaimana yang diungkapkan oleh Bapak
Wiriahadi, bahwa:
“panen biasanya kita pada bulan Juli. Setelah biji kopi dipanen, kemudian biji kopi kita rendam dengan air biasa. Kemudian kita pilih antara mana biji kopi yang mengapung dengan yang tenggelam. Yang kami ambil adalah biji kopi yang tenggelam. Proses perendaman dilakukan selama satu hari satu malam. Setelah direndam dan dipilah, biji kopi kemudian masuk ke proses pengupasan basah (pulper). Setelah itu, biji kopi kami proses dengan honey process. Biji kopi yang diproses secara honey process terlebih dahulu dikupas dan dikeringkan dengan lapisan mucilage yang masih menyelimuti biji kopi. Setelah itu, saat proses pengeringan, lapisan ini masih menyerap kelembapan dari udara yang menjadikan kopi semakin lengket yang mirip seperti tekstur madu. Itulah kenapa proses tadi dikasih nama honey process. Sedangkan untuk proses pengeringan kami menggunkan nare. Untuk proses
60
penjemurannya kami lakukan selama 4 (empat) hari. Setelah itu, biji kopi kami kupas untuk kemudian disangrai/roasting, setelah itu harus diistirahatkan 1-5 hari sebelum pengemasan. Setelah didiamkan selama 1-5 hari barulah biji kopi siap untuk dibungkus.”61
Gambar 2.4
Biji Kopi Robusta Kecamatan Gangga KLU yang Telah Dijemur
6. Respon masyarakat terkait urgensi potensi Indikasi Geografis Kopi
Robusta di Kecamatan Gangga Kabupaten Lombok Utara
Sebagaimana yang telah dipaparkan sebelumnya, bahwa
tanaman Kopi Robusta di Kecamatan Gangga Kabupaten Lombok
Utara adalah salah satu tanaman komoditi. Meskipun masyarakatnya
belum memahami terkait keberadaan Indikasi Geografis, dan
manfaatnya bagi mereka, namun ketika peneliti menanyakan terkait
“Bagaimana jika Kopi Robusta di Kecamatan Gangga Kabupaten
Lombok Utara didaftarkan sebagai Indikasi Geografis?” Masyarakat
secara umum dan petani secara khususnya di Kecamatan Gangga
memiliki respon sebagai berikut:
61 Terjemahan: Nyiru (sejenis nampan atau wadah yang dibuat dari anyaman bambu)
61
Pertama, hasil wawancara yang peneliti peroleh dari
masyarakat di Kecamatan Gangga, oleh Inaq Muli‟ memberikan
pernyataan berikut.
“Demen te doang misal kupin ta nene tedaftarang. Apalagi
maraq ling epe bau datangang manfaat bak wilayah ita.”62
Kedua, hasil wawancara yang peneliti peroleh dari petani Kopi
Robusta di Kecamatan Gangga, oleh Inaq Suri memberikan pernyataan
berikut.
“Misal kupin kami tedaftarang bau taek ajin isiq kami jualnya
marak ling epe, kami eleq petani sangat senang. Akah jelapan
poh daftarang ita”.63
Selanjutnya, setelah peneliti sebelumnya memaparkan beberapa
kasus kopi yang ada di Indonesia yang disalahgunakan serta
dimanfaatkan hanya untuk kepentingan pribadi oleh pihak-pihak tidak
bertanggungjawab kepada masyarakat terkhusus petani Kopi Robusta
di Kecamatan Gangga, berikut respon yang peneliti dapatkan.
Pertama, hasil wawancara yang peneliti peroleh dari
masyarakat di Kecamatan Gangga, oleh Amaq Hamzan memberikan
pernyataan berikut.
62 Inaq Muli‟ (Masyarakat di Kecamatan Gangga), Wawancara, Desa Rempek, 22
Desember 2020. Artinya: “kami senang-senang saja jika kopi kami didaftarkan. Apalagi seperti kata Anda
tadi, bisa mendatangkan manfaat untuk wilayah kami” (terjemah oleh peneliti). 63 Inaq Suri (Masyarakat di Kecamatan Gangga), Wawancara, Desa Rempek, 22
Desember 2020. Artinya: “seandainya kopi kami didaftarkan bisa menaikkan harga jualnya seperti yang
Anda katakana, kami dari petani sangat senang. Ayok segerakan daftarkan kami” (terjemah oleh peneliti).
62
“nyempata kami redha misal kupin lk tanaq kami bau sampai
kasus-kasus kupin-kupin saq epe ceritain kami. Nene
masyarakat lek Gangga jari epek”64
Kedua, hasil wawancara yang peneliti peroleh dari petani Kopi
Robusta di Kecamatan Gangga, oleh Ibu Desi memberikan pernyataan
berikut.
“kami petani mana paham hal-hal seperti Indikasi Geografis seperti yang adek ceritakan. Tapi seandai dengan didaftarkannya Kopi Robusta kami dapat mendatangkan manfaat buat kami. Dan terlebih lagi bisa terhindar senasib dengan kopi-kopi yang ada di luar sana yang dapat merugikan kami sebagai petani. Kami sangat mendukung untuk kopi kami didaftarkan.”65
Ketiga, hasil wawancara yang peneliti peroleh dari Kepala
Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kabupaten Lombok Utara
yaitu Bapak Nang Matalala, berikut pernyataannya.
“tentu kami dari pihak Dinas tidak ingin hal tersebut terjadi kepada potensi Indikasi Geografis yang ada di sini, Kopi Gangga seperti yang adek jelaskan tadi. Karena hal itu tentu selain akan merugikan masyarakat kita, juga akan merugikan Pemerintah Daerah atau KLU keseluruhan”66
Berdasarkan hasil wawancara-wawancara yang telah peneliti
paparkan, dapat diketahui bahwa baik masyarakat secara umum
64 Amaq Hamzan (Masyarakat di Kecamatan Gangga), Wawancara, Desa Rempek, 22
Desember 2020. Artinya: “tidak mungkin kami ikhlas jika sampai kopi yang ada di tanah kami tertimpa
kejadian seperti kasus-kasus kopi yang Anda beritahukan kepada kami. Ini adalah kepunyaan daripada masyarakat yang ada di Gangga” (terjemah oleh peneliti).
65 Ibu Desi (Petani Kopi Robusta di Kecamatan Gangga), Wawancara, Desa Rempek, 22 Desember 2020.
66 Nanang Matalata (Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kabupaten Lombok Utara), Wawancara, Kantor Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kabupaten Lombok Utara Gangga, 23 September 2020.
63
maupun petani Kopi Robusta di Kecamatan Gangga tidak bisa terlepas
dari tanaman kopi serta mereka menyatakan Kopi Robusta yang ada di
wilayah mereka harus dilindungi.
7. Penghambat perlindungan hukum potensi Indikasi Geografis Kopi
Robusta di Kecamatan Gangga Kabupaten Lombok Utara
a. Minimnya sikap yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah
Berdasarkan pernyataan dari Kepala Desa Genggelang
yaitu Bapak Almaudodi bahwasanya, dari pihak pemerintah daerah
sendiri selama ini tidak memberi perhatian kepada potensi kopi
robusta yang ada di Kecamatan Gangga Kabupaten Lombok Utara.
Berikut hasil wawancara peneliti bersama Bapak Almaudodi:
“kalau Pemda sendiri selama ini belum ada kontribusi apa-apa kalau untuk memajukan masyarakat kita melalui kopi robusta ini. Selama ini masyarakat kita ya jalan sendiri-sendiri.”67
Untuk mempertegas bahwa Pemerintah Daerah memiliki
peran penting dalam perlindungan hukum potensi-potensi Indikasi
Geografis yang ada di wilayahnya, peneliti juga melakukan
wawancara bersama Bapak I Made Sartana Dita, SH selaku Kepala
Sub Bidang Pelayanan Kekayaan Intelektual kemenkumham NTB.
Berikut peryataan beliau.
“kami dari Kemenkumham adalah sebagai pendorong dalam pendaftaran potensi-potensi Indikasi Geografis yang ada. Tentu, terdapat banyak sekali potensi Indikasi Geografis yang ada di sekitar kita. Salah satunya yang ada di KLU, sudah seharusnya pihak Pemda KLU untuk
67 Almaudodi (Kepala Desa Genggelang), Wawancara, Desa Genggelang, 07 September
2020.
64
mendaftarkan potensi-potensi itu, karena Pemda di sini bisa kita katakan sebagai penting dalam merealisasikan perlindungan hukum terhadap potensi Indikasi Geografis”68
b. Kurangnya pengetahun masyarakat terkait Indikasi Geografis
Ketika peneliti melakukan wawancara terhadap masyarakat
pelaku Kopi Robusta di Kecamatan Gangga, dimulai dari petani,
pengepul maupun masyarakat secara umum, peneliti menemukan
bahwa banyak masyarakat disana yang tidak mengetahui mengenai
keberadaan perlindungan hukum oleh Indikasi Geografis yang bisa
mereka dapatkan atas Kopi Robusta di Kecamatan Gangga. Ibu
Seniatun selaku salah satu petani sekaligus pengepul kopi di
Kecamatan Gangga mengemukakan bahwa:
“kami di sini yang penting ada yang bisa dipakai makan sekarang. Kami senang-senang saja kalau memang kopi di wilayah kami ini banyak yang tau. Berarti akan banyak pembeli. Kita tidak tau kalau ada kayak yang adek bilang tadi, Indikasi Geografis.”69
Selain itu, Bapak Wiriahadi selaku Ketua kelompok tani
kopi Temu Taruna di Kecamatan Gangga mengemukakan bahwa:
“kami sebagai petani tidak tahu menahu terkait adanya
Indikasi Geografis, pemerintah daerah juga tidak pernah
ada konstribusi apa-apa ke kami selama ini.”70
68 I Made Sartana Dita (Kepala Sub Bidang KI Kemenkumham NTB), Wawancara,
Kanwil Kemenkumham NTB, 28 Desember 2020. 69 Seniatun (Petani dan Pengepul Kopi di Kecamatan Gangga), Wawancara, Desa
Selelos, 20 September 2020. 70 Wiriahadi (Petani Kopi sekaligus Ketua kelompok tani kopi Temu Taruna),
Wawancara, Genggelang, 18 September 2020.
65
BAB III
ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP POTENSI INDIKASI
GEOGRAFIS KOPI ROBUSTA DI KECAMATAN GANGGA
KABUPATEN LOMBOK UTARA PERSPEKTIF MASHLAHAH
A. Urgensi Keberadaan Potensi Indikasi Geografis Kopi Robusta Di
Kecamatan Gangga Kabupaten Lombok Utara Bagi Masyarakat
1. Tanaman Kopi
Kopi atau di dalam bahasa Inggris disebut “coffee” adalah kata
yang berasal dari bahasa Arab yaitu “qahwah”, yang berarti kekuatan.
Kemudian kata kopi yang kita kenal saat ini berasal dari Turki yaitu
“kahvah” yang kemudian belakangan menjadi “koffie” dalam bahasa
Belanda dan “coffee” dalam bahasa Inggris. Kata Kopi kemudian
diserap menjadi “kopi”.
Kopi Robusta atau dengan nama ilmiahnya Coffea canephora
tergolong dalam suku Rubiaceae marga Coffea. Sebelumnya, Kopi
Liberika juga digolongkan ke dalam spesies Coffea canephora, namun
belakangan disebut sebagai spesies tersendiri, yakni Coffea liberica.71
Klasifikasi tanaman Kopi Robusta :72
Kerajaan :Plantae
Divisi :Tracheophyta
Kelas :Magnoliopsida
71 Cecep Risnandar, dalam https://jurnalbumi.com/tanaman-kopi/. Diakses pada tanggal
10 Mei 2020, 14.38. 72 Ibid.
66
Suku :Rubiaceae
Marga :Coffea
Spesies :Coffea canephora Pierre ex A. Froehner
Kopi dapat menghasilkan karakteristiik, rasa, dan aroma, yang
beragam. Tergantung proses yang digunakan. Secara umum, ada 4
(empat) faktor utama yang mempengaruhi cita rasa dan aroma dari
sebuah biji kopi.
Pertama, Spesies biji kopi. Kedua, Region berupa Daerah asal
tumbuhnya tanaman kopi dan iklim (curah hujan, kondisi udara dan
sinar matahari suatu daerah akan memberikan keunikan tersendiri dari
kopi yang dihasilkan, sehingga kopi tersebut bersifat unik dan tidak
ada daerah lain yang menyerupainya). Ketiga, Tanah dan air, bila
ditanam di atas tanah vulkanik, humus atau jenis tanah lainnya akan
menghasilkan karakteristik rasa dan aroma yang berbeda. Keempat,
cara pengolahan dan penanganan biji kopi. Dilanjutkan dengan cara
pengeringan. Dan Kelima, Penyimpanan dan penanganan yang
berbeda pun akan memberikan juga kontribusi rasa aroma pada hasil
akhir kopi.
2. Kopi Robusta di Kecamatan Gangga Kabupaten Lombok Utara
sebagai potensi Indikasi Geografis
Kopi Robusta di Kecamatan Gangga Kabupaten Lombok Utara
sebagaimana pemaparan pada bab sebelumnya, bahwa untuk
mendapatkan perlindungan hukum salah satu rezim Hak Kekayaan
67
Intelektual Indikasi Geografis maka suatu barang dan/atau produk
tersebut harus mengajukan permohonan pendaftaran. Dengan
mengikuti syarat-syarat dan ketentuan yang ditetapkan oleh Dirjen Hak
Kekayaan Intelektual.
Permohonan perlindungan hukum terhadap potensi Indikasi
Geografis Kopi Robusta di Kecamatan Gangga Kabupaten Lombok
Utara sebagaimana ketentuan menurut Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis Pasal 53 ayat 3
bahwa: pihak yang dapat mendaftarkan suatu barang dan/atau produk
potensi Indikasi Geografis terdiri dari, lembaga yang mewakili
masyarakat di kawasan geografis tertentu yang mengusahakan suatu
barang dan/atau produk berupa sumber daya alam, barang kerajinan
tangan, maupun hasil industri.73
Dalam hal ini, pendaftaran dapat dilakukan oleh masyarakat
Kecamatan Gangga sendiri melalui lembaga-lembaga masyarakat yang
bergerak di bidang sumber daya alam, barang kerajinan tangan
maupun hasil industri. Dan juga dapat didaftarkan oleh pemerintah
daerah suatu provinsi kabupaten/kota asal geografis barang dan/atau
produk potensi Indikasi Geografis. Kaitannya dengan pendaftaran
potensi Indikasi Geografis Kopi Robusta di Kecamatan Gangga
Kabupaten Lombok Utara, maka pendaftrannya bisa dilakukan oleh
pemerintah daerah Kabupaten Lombok Utara sendiri ataupun juga
73 Pasal 53 ayat 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi
Geografis dimuat dalam Lembaran Negara Nomor 252 Tahun 2016.
68
dapat dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat.
Sebagaimana Mutiara Lombok yang didaftarkan oleh Pemerintah
Provinsi Nusa Tenggara Barat agar mendapatkan perlindungan hukum
Indikasi Geografis pada Desember tahun 2019 silam. Kemudian
diterima pendaftarannya pada Juni tahun 2020 dengan nomer IG
009/E-IG/VI/A/2020.74
Sementara itu, indikator peneliti menetapkan bahwa Kopi
Robusta di Kecamatan Gangga Kabupaten Lombok Utara adalah
produk yang berpotensi untuk mendapatkan perlindungan hukum Hak
Kekayaan Intelektual rezim Indikasi Geografis adalah merujuk pada
syarat-syarat dan ketentuan yang ditetapkan oleh Dirjen Hak Kekayaan
Intelektual melalui Buku Indikasi Geografis. Dimana, suatu barang
dan/atau produk dapat dikategorikan berpotensi untuk mendapatkan
perlindungan hukum Indikasi Geografis, apabila:
Pertama, memiliki karakteristik yang membedakan barang
dan/atau produk lainnya yang serupa. Kopi Robusta di Kecamatan
Gangga Kabupaten Lombok Utara Gangga memiliki karakteristik khas
yang berbeda dengan kopi-kopi lainnya. Sebagaimana yang
dikemukakan oleh pebisnis sekaligus pegiat kopi Gangga, yaitu Bapak
Dodi Adi Wibowo, bahwa:
74 Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum dan HAM
Republik Indonesia. “Pengenalan Indikasi Geografis”, dalam http://www.dgip.go.id/pengenalan-indikasi-geografis, diakses tanggal 6 Juni 2020, pukul 22.51.
69
“rasa dari kopi di Kecamatan Gangga terkenal karena memiliki
rasa yang soft dan juga memiliki varian cita rasa khas, yakni
gula merah (Brown Sugar), cokelat, apel dan karamel”75
Sebagaimana diketahui, bahwa cita rasa kopi dapat dipengaruhi
oleh berbagai faktor. Untuk cita rasa dari Kopi Robusta di Kecamatan
Gangga Kabupaten Lombok Utara sendiri, cita rasanya dipengaruhi
oleh tumbuhan disekitarnya, berupa Kelapa, Kapuk, Cengkeh, Kakao,
Jambu Mete, Asam dan Pinang. Petani Kopi Robusta di Kecamatan
Gangga Kabupaten Lombok Utara menanam tanaman kopi dengan
cara organik, tanpa menggunakan pupuk kimia. Juga biji Kopi Robusta
Gangga yang dipanen hanya akan dipanen jika tingkat kematangannya
telah mencapai kemerah- merahan/ceri. Kopi selanjutnya diolah
dengan cara natural yaitu dengan dikupas basah (honey process).
Kemudian pengupasan kulit cangkang kopi (hooler). Sebelum
disangrai/roasting, biji kopi terlebih dahulu di sortir berdasarkan
ukuran maupun kecacatan. Setelah disangrai/roasting harus
diistirahatkan 1-5 hari. Barulah setelah itu masuk proses penggilangan
dan seterusnya pengemasan.
Kedua, Kopi Robusta di Kecamatan Gangga memiliki nilai
sejarah. Asal mula tanaman Kopi Robusta di Kecamatan Gangga
Kabupaten Lombok Utara dibawa oleh para pedagang asal Cina pada
masa kolonial Belanda. Berawal dari merekalah budidaya tanaman
75 Dodi Adi Wibowo (Pebisnis dan Pegiat Kopi Gangga), Wawancara, Perumahan Kodya
Asri, 23 September 2020.
70
kopi dimulai. Melihat hal tersebut, masyarakat Gangga kala itu juga
ingin untuk bisa membudidayakan tanaman kopi. Maka dimintalah biji
kopi hasil budidaya para pedagang Cina di tanah Gangga untuk
kemudian mereka budidayakan sendiri hingga saat ini. Pada
perkembangan selanjutnya, masyarakat mengembangkan tanaman kopi
dengan berbagai varietas, yaitu varietas lokal dan varietas unggulan.
varietas-varietas ini diperoleh dari usaha masyarakat menyambung.
Dipendekkan tanaman Kopi yang ada kemudian di ambil tanaman
yang dari luar daerah. Untuk jenis kopi yang dominan berkembang di
Kecamatan Gangga adalah kopi jenis Robusta.
Ketiga, lingkungan asal dari Kopi Robusta di Kecamatan
Gangga Kabupaten Lombok Utara. Rasa dan aroma dari kopi
tergantung kondisi lingkungan dimana tempat kopi itu hidup. Untuk
Kopi Robusta di Kecamatan Gangga Kabupaten Lombok Utara juga
hidup tanaman perkebunan lain. Seperti, tanaman kelapa, kapuk,
cengkeh, kakao, jambu mete, asam dan pinang. Namun, untuk jenis
tanaman yang dominan mempengaruhi rasa kopi di Kecamatan
Gangga dominan terpengaruhi oleh keberadaan tanaman kakao. Jenis
tanah yang ada di Kecamatan Gangga adalah tanah jenis Litosol/
Ustorthents. Jenis tanah ini menyebar di bagian pinggir Utara wilayah
Kabupaten Lombok Utara (Pemenang, Tanjung, Gangga, Kayangan,
Bayan), 0,5 – 1 km dari pantai ke bagian Selatan (lereng atas). Tanah
ini terbentuk dari bahan induk batu apung pada regim kelembaban
71
ustic (panas dan kering, bulan hujan <3 bulan). Solum tanah relatif
dangkal, horizon A <20 cm di atas 2–3 horizon C bertekstur kasar
dengan batu apung berukuran kecil-kasar. Tanah berada pada bentang
lahan (landform) tua yang dicirikan dengan topografi datar-
bergelombang (kemiringan 2–6 %), bukit kecil-kecil landai, perubahan
kedalaman solum tanah maupun jenis tanah (kompleks Ustorthets,
Dystustepts, dan Ustifluvents) tidak mengikuti perubahan kontur
(kemiringan dan posisi lereng), sehingga batas unit jenis tanah tersebut
sulit di identifikasi berdasarkan perubahan kemiringan lereng.
Berdasarkan kenampakan hamparan lahan (landform) dan vegetasi
alami yang tumbuh pada tanah tersebut, tanah itu sangat miskin hara
dan merupakan residu tanah yang telah tererosi/terdegradasi selama
ratusan-ribuan tahun. Tekstur pasiran, partikel primer didominasi oleh
mineral resisten (silicious, kaya silikat/kwarsa), miskin unsur makro
dan mikro.76 Konon, kondisi tanah yang ada di Kecamatan Gangga ini
berasal dari sisa letusan Gunung Rinjani yang terjadi pada tahun 1846.
Pada saat Gunung Rinjani meletus, karena lokasi Kecamatan Gangga
yang cukup jauh dari lokasi Gunung Rinjani, sehingga pada saat
meletus kawasan Kecamatan Gangga mendapat hanya abu-abu sisa
letusan. Hal inilah yang membuat tanah di Kecamatan Gangga menjadi
subur.
76 Badan Pusat Statistik Kabupaten Lombok Utara, Kecamatan…, hlm. 80.
72
Keempat, Batas Wilayah asal Kopi Robusta di Kecamatan
Gangga Kabupaten Lombok Utara. Kecamatan Gangga memiliki luas
wilayah 157,35 km². Terdiri dari 5 Desa, Desa Bentek, Desa Gondang,
Desa Genggelang, Desa Rempek, Desa Sambik Bangkol, Gangga
Berbatasan langsung dengan Laut Jawa di sebelah Utaranya. Batas
wilayah sebelah utara adalah laut Jawa, Sebelah timur adalah
Kecamatan Kayangan, Sebelah selatan adalah Kabupaten Lombok
Utara, dan untuk sebelah utara adalah Kecamatan Tanjung.
Kelima, Proses Produksi Kopi Robusta di Kecamatan Gangga
Kabupaten Lombok Utara. Biji kopi yang telah berwarna kemerah-
merahan/ceri tandanya sudah siap untuk dipanen dan diproduksi. Biji
kopi yang telah dipanen kemudian direndam di dalam air biasa. Dipilih
anatara mana biji kopi yang mengapung dengan yang tenggelam. Yang
akan diambil adalah biji kopi yang tenggelam. Proses perendaman
dilakukan selama satu hari satu malam. Setelah direndam dan dipilah,
biji kopi kemudian di kupas basah (pulper). Setelah itu, biji kopi
diproses dengan menggunakan system honey process. Biji kopi yang
diproses secara honey process terlebih dahulu dikupas dan dikeringkan
dengan lapisan mucilage yang masih menyelimuti biji kopi tersebut.
Kemudian, saat proses pengeringan, lapisan ini masih menyerap
kelembapan dari udara sehingga membuatnya lengket yang mirip
seperti tekstur madu. Sedangkan untuk proses pengeringan
menggunakan alat tradisional berupa nyiru. Yaitu sejenis wadah
73
berbentuk lingkaran yang terbuat dari bambu dan dijemur dibawah
sinar matahari. Untuk proses penjemurannya dilakukan selama 4
(empat) hari. Setelah itu, biji kopi dikupas untuk kemudian
disangrai/roasting, setelah itu harus diistirahatkan 1-5 hari sebelum
pengemasan. Setelah didiamkan selama 1-5 hari barulah biji kopi siap
untuk dibungkus. Setelah itu produk dikemas sesuai dengan nama
produk masing-masing Masyarakat Pemilik Indikasi Geografis (MPIG)
yang ada di Kecamatan Gangga. Diantara produk yang dihasilkan dari
Kopi Robusta di Kecamatan Gangga Kabupaten Lombok Utara yaitu:
Kopi Etnik Lombok, Kopi Rempek, Kopi Gangga, Kopi 77, Kopi Pak
Yon dan masih banyak lagi.
3. Urgensi keberadaan potensi Indikasi Geografis Kopi Robusta di
Kecamatan Gangga Kabupaten Lombok Utara bagi masyarakat
Masyarakat yang ada di Kecamatan Gangga sendiri, terkhusus
para petani Kopi Robusta merespon positif dan mendukung jika
potensi Indikasi Geografis yang mereka miliki dapat terdaftar sebagai
salah satu barang dan/atau produk Indikasi Geografis. Mengingat, kopi
bagi mereka masyarakat di Kecamatan Gangga adalah hal yang tidak
dapat terpisahkan. Baik dari aspek kehidupan, sosial, ekonomi,
maupun budaya.
Selain itu, tentu masyarakat di Kecamatan Gangga terkhusus
para petani Kopi Robustanya, tidak ingin jika potensi Indikasi
Geografis di wilayah mereka disalahgunakan oleh pihak-pihak yang
74
tidak bertanggungjawab. Seperti halnya kejadian yang menimpa Kopi
Gayo dan Kopi Toraja.
Dengan dimilikinya barang dan/atau produk yang berpotensi
untuk didaftarkan sebagai Indikasi Geografis, masyarakat di
Kecamatan Gangga memiliki peluang untuk meningkatkan ekonomi
daerah maupun untuk Masyarakat Pemilik Indikasi Geografis (MPIG)
serta konsumen Kopi Robusta di Kecamatan Gangga Kabupaten
Lombok Utara.
Kaitan manfaatnya untuk konsumen Kopi Robusta di
Kecamatan Gangga Kabupaten Lombok Utara adalah kepercayaan
konsumen dapat selalu terjamin. Karena Indikasi Geografis
mengharuskan Masyarakat Pemilik Indikasi Geografis (MPIG) untuk
selalu menjaga reputasi berupa karakteristik serta kualitas produknya.
Dengan begitu, reputasi Kopi Robusta di Kecamatan Gangga
Kabupaten Lombok Utara dapat selalu terjamin. Dengan terjaminnya
reputasi, kualitas serta karakteristik dari Kopi Robusta di Kecamatan
Gangga Kabupaten Lombok Utara juga dapat menjaga lingkungan
untuk tetap lestari.
Selain itu, manfaatnya untuk Masyarakat Pemilik Indikasi
Geografis (MPIG) Kopi Robusta di Kecamatan Gangga Kabupaten
Lombok Utara, bermanfaat untuk mengurangi resiko persaingan tidak
sehat yang dilakukan oleh pelaku usaha lain, selain pelaku usaha dari
Masyarakat Pemilik Indikasi Geografis (MPIG). Belajar dari kasus
75
Kopi Gayo dan Kopi Toraja, seperti yang telah peneliti paparkan di
atas.
Sedangkan jika dilihat dari aspek budaya, arti penting potensi
Indikasi Geografis Kopi Robusta di Kecamatan Gangga Kabupaten
Lombok Utara bagi masyarakat adalah dapat menjaga kelestarian
budaya masyarakatnya. Karena Indikasi Geografis tidak terlepas dari
budaya masyarakat asal barang dan/produk berada.
4. Pengahambat perlindungan hukum terhadap potensi Indikasi Geografis
Kopi Robusta di Kecamatan Gangga Kabupaten Lombok Utara
Faktor penghambat perlindungan hukum terhadap potensi
Indikasi Geografis Kopi Robusta di Kecamatan Gangga Kabupaten
Lombok Utara berasal dari berbagai pihak, yaitu dari masyarakatnya
sendiri dan untuk yang paling disayangkan juga bahkan datang dari
pemerintah daerahnya.
Faktor pertama penghambat perlindungan hukum potensi
Indikasi Geografis Kopi Robusta di Kecamatan Gangga Kabupaten
Lombok Utara, yang disebakan oleh minimnya sikap yang dilakukan
oleh Pemerintah Daerah. Pemerintah Daerah sebagai salah satu pihak
yang dapat memohonkan atas pendaftaran suatu barang dan/atau
produk potensi Indikasi Geografis sebagaimana yang diatur di dalam
Pasal 53 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan
Indikasi Geografis, sudah sepatutnya bersikap aktif untuk melindungi
setiap potensi Indikasi Geografis yang ada di daerahnya.
76
Misalnya, dengan aktif mensosialisasikan kepada masyarakat
tentang keberadaan Indikasi Geografis serta mendaftarakan potensi-
potensi Indikasi Geografis yang terdapat di daerahnya. Ketika potensi
Indikasi Geografis yang ada telah terdaftar, sesungguhnya dapat
memberikan berbagai manfaat bagi Pemerintah Daerah maupun
masyarakat dan terkhusus para petani Kopi Robusta di Kecamatan
Gangga. Serta dapat mencegah kerugian yang diakibatkan oleh pihak
yang tidak bertanggungjawab.
Sebagaimana yang pernah diungkapkan oleh Kepala Sub
Bidang Pelayanan KI Kemenkumham NTB, bahwa Pemerintah Daerah
Kabupaten Lombok Utara sudah seharusnya aktif dalam mendaftarkan
potensi-potensi Indikasi Geografis yang daerahnya miliki. Berikut
pernyataan beliau.
“kami dari Kemenkumham adalah sebagai pendorong dalam pendaftaran potensi-potensi Indikasi Geografis yang ada. Tentu, terdapat banyak sekali potensi Indikasi Geografis yang ada di sekitar kita. Salah satunya yang ada di KLU, sudah seharusnya pihak Pemda KLU untuk mendaftarkan potensi-potensi itu, karena Pemda di sini bisa kita katakan sebagai pihak penting dalam merealisasikan perlindungan hukum terhadap potensi Indikasi Geografis”77
Faktor kedua penghambat perlindungan hukum potensi Indikasi
Geografis Kopi Robusta di Kecamatan Gangga Kabupaten Lombok
Utara, yang disebakan oleh kurangnya pengetahuan masyarakat terkait
Indikasi Geografis. Dampak lanjutan dari minimnya sikap yang
diambil oleh Pemerintah Daerah untuk mengupayakan perlindungan 77 I Made Sartana Dita (Kepala Sub Bidang KI Kemenkumham NTB), Wawancara,
Kanwil Kemenkumham NTB, 28 Desember 2020.
77
hukum potensi-potensi Indikasi Geografis, berupa sosialisasi kepada
masyarakat, terkhusus petani Kopi Robusta di Kecamatan Gangga.
Mengakibatkan masyarakat minim pengetahuan terkait keberadaan
Indikasi Geografis.
Sebagaimana pernyataan Ketua Kelompok Tani Karang
Taruna, bahwa selama ini Pemeirntah Daerah kurang memberikan
kontribusi kepada masyarakat terkhusus para petani Kopi Robusta di
Kecamatan Gangga untuk kemajuan masyarakat. Berikut pernyataan
beliau:
“kami sebagai petani tidak tahu menahu terkait adanya Indikasi
Geografis, pemerintah daerah juga tidak pernah ada konstribusi
apa-apa ke kami selama ini.”78.
B. Perlindungan Hukum Terhadap Potensi Indikasi Geografis Kopi Robusta
Di Kecamatan Gangga Kabupaten Lombok Utara Perspektif Mashlahah
Agar suatu barang dan/atau produk potensi Indikasi Geografis bisa
mendapatkan perlindungan hukum, maka suatu barang dan/atau produk
tersebut harus didaftarkan terlebih dahulu melalui Dirjen Hak Kekayaan
Intelektual. Hal ini dikarenakan Indonesia dalam pengaturan Indikasi
Geografisnya menganut sistem konstitutif, yaitu pendaftaran merupakan
syarat utama diberikannya perlindungan oleh negara. Dari pendaftarannya
tersebut, maka pendaftar adalah satu-satunya pemiliki hak terhadap barang
dan/atau produk yang didaftarkannya, dan pihak lain harus menghormati
78 Wiriahadi (Petani Kopi sekaligus Ketua kelompok tani kopi Temu Taruna),
Wawancara, Genggelang, 18 September 2020.
78
hak tersebut. Berangkat dari hal tersebut, maka jika ingin potensi Indikasi
Geografis Kopi Robusta di Kecamatan Gangga memiliki perlindungan
secara hukum oleh negara, terlebih dahulu produk potensi tersebut harus
didaftarkan. Sebagaimana ketentuan Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis Pasal 53 ayat (1):
Indikasi Geografis dilindungi setelah Indikasi Geografis didaftar
oleh Menteri79
Bentuk perlindungan hukum sebagaimana yang dikemukakan oleh
Philipus M. Hadjon terbagi menjadi perlindungan hukum preventif dan
represif.80 Perlindungan hukum preventif adalah perlindungan hukum yang
sifatnya berupa pencegahan, rakyat diberi kesempatan untuk mengajukan
pendapatnya sebelum keputusan pemerintah mendapat bentuk definitif
agar terhindar dari sengketa. Sedangkan perlindungan hukum represif
adalah perlindungan yang menyelesaikan suatu sengketa.
Kaitannya dengan perlindungan hukum Indikasi Geografis yaitu:
1. Perlindungan hukum preventif bersifat mencegah adanya suatu
pelanggaran terhadap barang dan/produk telah terdaftar, maka
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi
Geografis memberikan perlindungan hukum baik secara perdata
maupun pidana. Sehingga, apabila nantinya potensi Indikasi Geografis
79 Pasal 53 ayat 1 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi
Geografis dimuat dalam Lembaran Negara Nomor 252 Tahun 2016. 80 Philipus M. Hadjon., Perlindungan…, hlm. 2.
79
Kopi Robusta di Kecamatan Gangga telah terdaftar sebagai bagian dari
Indikasi Geografis, setelah itu munculnya pihak-pihak tidak
bertanggungjawab yang ingin merugikan MPIG, maka pihak yang
merasa dirugikan dapat memintakan keadilan kepada negara, karena
memiliki payung hukum yang jelas.
2. Perlindungan hukum represif yang bertujuan untuk menyelesaikan
apabila terjadi suatu sengketa, kaitannya dengan sengketa Indikasi
Geografis, pihak yang merasa haknya dirugikan dapat mengajukan
gugatan ganti rugi kepada Pengadilan Niaga. Apabila nantinya setelah
Kopi Robusta Kecamatan Gangga setelah diaftarkan muncul pihak-
pihak yang merugikan MPIG Kopi Robusta di Kecamatan Gangga,
maka masyarakatnya dapat menyelesaikan perkaranya melalui
Pengadilan Niaga.
Sebagaimana telah dipaparkan sebelumnya, bahwa kemaslahatan
di dunia ini terbagi menjadi 2 (dua) kategori, yaitu; pertama, kemaslahatan
yang sifatnya dharurriyah atau kemaslahatan yang sifatnya inti/pokok
untuk dil indungi. Kelima hal pokok/inti tersebut adalah hifdz ad-din
(menjaga agama), hifdz an-nafs (menjaga jiwa), hifdz al-„aql (menjaga
akal), hifdz al-mal (menjaga harta), dan hifdz an-nasl (menjaga keturunan).
Kedua, kemaslahatan yang sifatnya ghairu dharurriyah atau bukan
kemaslahatan pokok namun kemaslahatan ini tergolong penting dan tidak
bisa dipisahkan. Kemaslahatan ghairu dharurriyah yaitu kemaslahatan
80
hajji atau kemaslahatan yang sifatnya kebutuhan dan kemaslahatan tahsini
atau kemaslahatan yang sifatnya perbaikan.
Konsep Indikasi Geografis, jika dianalisis berdasarkan 2 (dua)
kategori kemaslahatan di dunia ini, maka perlindungan hukum atas
Indikasi Geografis adalah termasuk kemaslatan yang sifatnya dharurriyah
atau kemaslahatan yang sifatnya inti/pokok untuk dilindungi. Sehingga,
sesuai tingkatan al-kulliyat dan maslahat-maslahat syariat, oleh Al-Ghazali
dikategorikan menjadi tiga tingkatan, yaitu; pertama, adh-dharurriyat,
kedua, al-hajiyyat, dan ketiga, at-tahsiniyyat. Mengutip dari Yusuf
Qaradhawi, bahwa:
“adh-dharuriyyat harus didahulukan daripada al-hajiyyat dan at-
tahsiniyyat. Sedangkan al-hajiyyat harus didahulukan daripada at-
tahsiniyyat. Karena, dalam setiap derajat ada hukumnya sendiri”81
Menurut Jumhur Ulama‟ bahwa Indikasi Geografis merupakan hak
kepemilikan yang harus dilindungi oleh syariat, baik secara moral maupun
ekonomi. Dengan alasan Indikasi Geografis jika ditinjau dari maqashid
syariah merupakan manifestasi dari perlindungan akal (hifdz al-„aql) dan
juga manifestasi terhadap perlindungan harta (ḥifż al-mal).82 Dikarenakan
keberadaan Indikasi Geografis merupakan hasil dari intelektual manusia
81 Yusuf Qaradhawi, Fiqih Maqashid Syariah. ter. Arif Munandar Riswanto (Jakarta:
Pustaka Al-Kautsar, 2017), hlm. 29. 82 Pandi Yusron, Indikasi…, hlm. 110.
81
yang dipadukan dengan kondisi alam geografis tertentu. Serta memiliki
manfaat secara ekonomi untuk pemilik haknya.
Manifestasi hifdz al-aql yang terdapat di dalam Indikasi Geografis
adalah akibat dari tidak terlepasnya pengaruh manusia dalam proses
terciptanya suatu barang dan/produk Indikasi Geografis. Selain faktor
alam tentunya, yang tergabung di dalam konsep terroir.83 Faktor manusia
sebagai suatu kearifan lokal yang berpengaruh terhadap Indikasi
Geografis, dikarenakan praktik, teknik serta pemilihan varietas tanaman
yang dilakukannya. Kemudian berkembang dalam konteks budaya, sosial
dan ekonomi. Misalnya, kopi yang dipanen pada saat tingkat kematangan
merah ceri akan memiliki karakterisitik berbeda dengan kopi yang dipanen
sebelum kematangan merah ceri.
Manifestari hifdz al-mal yang terdapat di dalam Indikasi Geografis
adalah terkait kedudukan kekayaan intelektual di dalam Islam sebagai
maal atau harta jika ditinjau menurut pendapat Jumhur Ulama‟kecuali
Imam Hanafi.
Harta atau maal berasal dari akar kata ( ي -يا ( bahasa -ي
berarti “condong”, “cenderung” dan “miring”. Sedangkan Wahbah
Zuhaili mendefinisikan maal sebagai setiap yang dipunyai dan digenggam
atau dikuasai manusia secara nyata baik berupa benda maupun manfaat,
83 Terroir dalam bahasa Inggrisnya berarti kombinasi faktor alam, seperti tanah, iklim,
lingkungan, serta manusia yang memberikan karakteristik unik pada barang dan/atau produk.
82
seperti emas, perak, hewan, tumbuh-tumbuhan atau manfaat barang seperti
manfaat mengendarai, memakai dan menempati.84 Sedangkan Jumhur
Ulama‟ selain Imam Hanafi mendefinikan maal sebagai “Segala sesuatu
yang bernilai dan mesti merusaknya dengan menguasainya” atau “Segala
sesuatu yang mempunyai nilai dan bersifat harta”. Dari pengertian
tersebut, dapat dipahami bahwa oleh Jumhur Ulama‟ manfaat merupakan
harta. Karena yang terpenting adalah manfaat dan bukan dzat.
Berangkat dari definisi maal tersebut, maka Indikasi Geografis
sebagai salah satu rezim Hak Kekayaan Intelektual menurut hukum Islam
dapat dikategorikan sebagai harta atau maal. Sehingga termasuk ke dalam
salah satu maqashid syariah, yaitu hifdz al mal. Hal ini sejalan dengan
prinsip umum yang terdapat pada konsep Hak Kekayaan Intelektual, yaitu
hak ekslusif berupa hak ekonomis atau komersial yang diberikan kepada
pemegang hak.
Konsep maal terhadap Indikasi Geografis di atas juga memiliki
kesamaan konsep dengan salah satu rezim Hak Kekayaan Intelektual
lainnya, yaitu Ekspresi Budaya Tradisional. Dimana Eksperi Budaya
Tradisional merupakan kekayaan yang memiliki nilai ekonomi yang pada
saat ini selalu dikembangkan dan dikreasikan mengikuti perkembangan
84 Baiq Ratna Mulhimmah, Perlindungan Hukum Terhadap Masyarakat Adat Atas Hak
Ekspresi Tradisional Perspektif Maqashid Syariah, (Disertasi, Universitas Brawijya, 2019), hlm. 136.
83
zaman. Bahkan keberadaannya tidak jarang dapat meningkatkan
perekonomian bagi pemanfaatnya.85
Selain itu, Hak Kekayaan Intelektual sebagai grand design dari
Indikasi Geografis, menurut hukum Islam sebagaimana fatwa MUI
Nomor : 1/MUNAS VII/MUI/15/2005 Tentang Perlindungan Hak
Kekayaan Intelektual bahwa: HKI dipandang sebagai salah satu huquq
maliyyah (hak kekayaan) yang mendapat perlindungan hukum (mashu)
sebagaimana maal (kekayaan).
Melalui perspektif Fiqh al-Bi‟ah, bahwa memelihara lingkungan
dan mengelola sumber daya alam adalah sama nilainya dengan menjaga
maqashid syariah. Karena ketika manusia memelihara lingkungan,
terdapat kemaslahatan yang terjaga serta terhindar dari kemudharatan. Hal
ini senada dengan maqashid syariah yang termuat di dalam kulliyat al-
khams berikut; hifdz ad-din (menjaga agama), hifdz an-nafs (menjaga
jiwa), hifdz al-„aql (menjaga akal), hifdz al-mal (menjaga harta), dan hifdz
an-nasl (menjaga keturunan).86
Mengingat kedudukan manusia adalah sebagai khalifah di muka
bumi ini, maka sudah seharusnya manusia berkewajiban untuk mengurus,
memanfaatkan, dan memelihara, baik secara langsung maupun tidak
langsung amanah tersebut, meliputi bumi dan segala isinya. Seperti,
85 Ibid., hlm. 137. 86 Yusuf Al-Qardhawi, Ri‟ayatu…,hlm. 44.
84
gunung-gunung, laut, air, awan dan angin, tumbuh-tumbuhan, sungai
hingga binatang.87
Oleh karena itu, keberadaan potensi Indikasi Geografis ditinjau
dari fiqh al-bi‟ah merupakan suatu keniscayaan untuk dilindungi dan
dilestarikan. Karena bagaimanapun alam akan selalu memiliki keterikatan
terhadap manusia. Lingkungan hidup yang lestari, akan berdampak baik
terhadap manusia. Sebaliknya, lingkungan hidup yang rusak akan
berdampak buruk terhadap manusia
Pendaftaran potensi Indikasi Geografis Kopi Robusta di
Kecamatan Gangga Kabupaten Lombok Utara dapat mendatangkan
berbagai mashlahat atau manfaat serta terhindar dari mudharat. Islam
telah memerintahkan umatnya agar menghindari mudharat dan
mendatangkan mashlahat bagi sekalian alam. Nabi Saw. pernah bersabda
yang diriwayatkan Ibn. Majah berbunyi:
حد ي ق د ز حد د ا ق ق اجع ق ج ع اقق أ
ق ع ق ر عق ضر إب أب ق : ق رس ه م : ضرر
Artinya: Muhammad Ibn Yahya bercerita kepada kami, bahwa Abdur
Razaq bercerita kepada kita, dari Jabir al-Jufiyyi dan Ikrimah, dari Ibn Abbas: Rasulullah Saw bersabda, “tidak boleh membuat mudharat (bahaya) pada dirinya dan tidak boleh pula membuat mudharat pada orang lain.(Hr. Ibn. Majjah)88
Merujuk kepada nash as-sunnah di atas, bersama ayat-ayat di
dalam Al-Qur‟an lainnya seperti; Qs. Yunus ayat 57-88 dan Qs. Al-
87 Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟an, Pelestarian…, hlm. 27. 88 Abi Abdillah Muhammad Ibn Yazid al-Qazwini, Sunan…,hlm. 784.
85
Baqarah ayat 220 Syaikh Izzudin bin Abdul Salam megememukakan
bahwa mashlahah mursalah dikembalikan kepada sebuah kaidah induk
fikih, yaitu:
ح رء ب ى ج س ف
Artinya: Menghilangkan kemafshadatan (mudharat) harus didahulukan
daripada menarik kemaslahatan.
Sementara itu, Prof. Dr. Hasby Asy-Siddieqy menyebutkan bahwa
kaidah tersebut dikembangkan menjadi beberapa kaidah fikih berikut.89
ضرر ي .1
Sesungguhnya kemudharatan itu harus dihilangkan
ر ر ض ي ي ر ر ض .2 Sesungguhnya kemudharatan itu tidak boleh dihilangkan dengan
membuat kemudharatan pula
ب .3 ى ج س ف ح رء
Sesungguhnya menolak kemudharatan harus didahulukan atas
menarik kemaslahatan
ر .4 ضر يح ر ت ح
Sesungguhnya segala yang dharurat (yang terpaksa dilakukan)
membolehkan yang terlarang
89 Hasby Asy-Siddieqy, Falsafah…, hlm. 373.
86
Analisis kaitan antara kaidah fikih di atas terhadap pendaftaran
potensi Indikasi Geografis Kopi Robusta di Kecamatan Gangga Kabupaten
Lombok Utara adalah dengan didaftarkannya potensi Indikasi Geografis
tersebut, maka mencegah datangnya mudharat serta dapat mendatangkan
maslahat terhadap potensi Indikasi Geografis Kopi Robusta di Kecamatan
Gangga.
Diantara kemudharatan yang akan menimpa potensi Indikasi Kopi
Robusta di Kecamatan Gangga apabila tidak didaftarkan, yaitu; adanya
resiko diproduksi dan diperjualbelikan secara bebas produk yang serupa
dengan potensi Indikasi Geografis Kopi Robusta di Kecamatan Gangga
Kabupaten Lombok Utara produk. Produk serupa tersebut diproduksi di
luar kawasan potensi Indikasi Geografis Kopi Robusta di Kecamatan
Gangga. Atau diproduksi di dalam kawasan Indikasi Geografis tetapi
dengan kualitas lebih rendah serta dipasarkan dengan menggunakan nama
sama. Pemalsuan ini tentu akan berdampak buruk terhadap potensi
Indikasi Geografis Kopi Rubusta di Kecamatan Gangga. Bagaimanapun,
barang dan/atau produk palsu sering kali lebih murah dan kualitasnya
kurang baik serta tidak memiliki karakteristik khusus seperti barang
dan/atau produk asli.
Serta berbagai kemudharatan lainnya, yang dapat menyesatkan
publik terkait asal-usul potensi Indikasi Geografis Kopi Robusta di
Kecamatan Gangga Kabupaten Lombok Utara. Sebagaimana yang dimuat
87
di dalam Pasal 66 Undang-Undang No. 20 Tahun 2016 Tentang Merek
dan Indikasi Geografis.
Sedangkan kemaslahatan yang didatangkan dengan pendaftaran
potensi Indikasi Geografis Kopi Robusta di Kecamatan Gangga Kabupaten
Lombok Utara didapat dari berbagi manfaat pendaftaran Indikasi
Geografis, yaitu:
Pertama, manfaat dengan terdaftarnya potensi Indikasi Geografis
Kopi Robusta di Kecamatan Gangga terhadap kepercayaan konsumennya
dapat terjamin. Karena Indikasi Geografis mengharuskan Masyarakat
Pemilik Indikasi Geografis (MPIG) untuk selalu menjaga reputasi berupa
karakteristik serta kualitas produknya.
Kedua, manfaat dengan terdaftarnya potensi Indikasi Geografis
Kopi Robusta di Kecamatan Gangga bagi MPIG adalah bermanfaat untuk
mengurangi resiko persaingan tidak sehat yang dilakukan oleh pelaku
usaha lain, selain pelaku usaha dari MPIG sendiri. Sehingga hal serupa
yang menimpa Kopi Gayo dan Kopi Toraja tidak menimpa pula Kopi
Robusta di Kecamatan Gangga.
Ketiga, sebagai wujud impelementasi prinsip umum dari Hak
Kekayaan Intelektual yaitu hak ekslusif atas Kekayaan Intelektual yang
telah terdaftar. Dimana salah satu muatan hak ekslusif tersebut adalah
perlindungan terhadap hak moral. Jika dikorelasikan dengan salah satu
rezimnya, yaitu Indikasi Geografis, maka MPIG akan mendapatkan
88
perlindungan berupa hak moral yang melekat padanya, atas Kopi Robusta
di Kecamatan Gangga jika telah terdaftar. Mengingat konsep kepemilikan
komunal pada Indikasi Geografis, maka kemaslhatan yang didapatkanpun
akan berdampak secara komunal terhadap para MPIG.
Sebagaimana di dalam hukum Islam, manusia dilarang untuk
memakan harta orang lain secara (bathil) tanpa serta merugikan orang lain.
Dalam hal ini, dilarang bagi pelaku usaha tanpa izin dari MPIG
memanfaaatkan potensi Indikasi Geografis Kopi Robusta di Kecamatan
Gangga. Sebagaimana firman Allah Swt. di dalam Al-Qur‟an surat An-
Nisa ayat 29 berikut:
ن ن تكق إقاك أ بطق قٱ ك ي ك و أ كا ك
ا ت ا ءا قي ٱ أ ي
ه ي رحق قك ن إقن ٱ ك فكا أ ت وا ك ق ك اضن ة ع ت قج ت
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.” (Qs. An-Nisa: 29)90
Kepemilikan di dalam Islam, pada hakikatnya seluruhnya adalah
milik Allah Swt. secara mutlak. Allah-lah pemilik atas segala kepemilikan
dan kekayaan. Sebagaimana firman Allah Swt. di dalam Al-Qur‟an surat
Al-Maidah ayat 17 berikut:
90 Qs. An-Nisa [4]: 29.
89
Artinya: “Kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi serta apa saja
yang ada di antara keduanya” (Qs. Al-Maidah : 17)91
Namun kemudian Allah Swt. juga memberikan wewenang kepada
manusia agar menguasai kepemilikan tersebut dan memberikan izin
kepemilikan kepada manusia tertentu yang sifatnya real. Sebagaimana
firman Allah Swt. di dalam Al-Qur‟an surat An-Nur ayat 33 berikut:
Artinya: “Berikanlah kepada mereka sebagian dari harta Allah yang
dikaruniakan-Nya kepadamu” (Qs. An-Nur: 33)92
Selain itu, kemaslahatan untuk kepentingan pemasaran terhadap
potensi Indikasi Geografis Kopi Robusta di Kecamatan Gangga,
Perlindungan Indikasi Geografis dapat menjadi sarana promosi atau
“paspor” untuk kepentingan ekspor barang. Hal ini dikarenakan
keberadaan Indikasi Geografis dikenal secara internasional (tertera dalam
Perjanjian TRIPs).93 Terlebih, saat ini beberapa negara di dunia tertarik
untuk mendatangkan Kopi Robusta dari Kecamatan Gangga Kabupaten
91 Qs-Al -Maidah [5]: 17. 92 Qs. An-Nur [24]: 33. 93 Sugiono Moeljopawiro dan Surip Mawardi, Perlidungan Indikasi Geografis, dalam
Kepentingan Negara Berkembang Terhadap Hak Atas Indikasi Geografis, Sumber Daya Genetika dan Pengetahuan Tradisional, (Depok: Lembaga Pengkajian Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005), hlm. 178.
90
Lombok Utara ini. Salah satunya adalah Korea Selatan yang pada tahun
2020 mengekspor sebanyak 100 ton.94
Kajian mengenai Hak Kekayaan Intelektual atau Indikasi
Geografis secara khusus, merupakan kajian terhadap isu kontemporer di
dalam Islam dan tidak terdapat nash yang secara eksplisit membahasnya.
Meskipun demikian, menurut Jasser Auda, antara kemaslahatan yang
diungkap di dalam nash (kemaslahatan mu‟tabarah) maupun
kemaslahatan yang tidak diungkap langsung di dalam nash (kemaslahatan
mursal) akan bergabung menjadi satu kategori kemaslahatan yang
disebutkan di dalam nash, baik secara eksplisit maupun implisit, sepanjang
kemaslahatan yang dimaksud mencapai maqashid dalam sistem hukum
Islam.95
Penjelasan oleh Jasser Auda di atas adalah terkait dengan
legitimasi kemaslahatan di dalam hukum Islam. Sesungguhnya
kemaslahatan dapat memiliki legitimasi hukum jika sama dengan
maqashid. Senada dengan konsep kemaslahatan yang diperoleh dari
Indikasi Geografis, maka perlindungan terhadap potensi Indikasi
Geografis Kopi Robusta Kecamatan Gangga Kabupaten Lombok Utara
adalahh suatu Keniscayaan untuk dilakukan agar terwujudnya maqashid
syariah.
94 Awaludin, “Korsel Minta Tambahan 100 ton Kopi Lombok Utara”, dalam
https//:antaranews.com/korsel-minta-tambahan-100-ton-kopi-lombok-utara, diakses tanggal 28 Mei 2020, pukul 22.00.
95 Jasser Auda, Membumikan Hukum Islam Melalui Maqashid Syariah. ter. Rosidin dan „Ali „Abd el-Mun‟im (Bandung: PT Mizan Pustaka, 2015), hlm. 308.
91
Berangkat dari uraian diatas, maka sudah seharusnya dilakukan
pendaftaran terhadap potensi Indikasi Geografis Kopi Robusta di
Kecamatan Gangga Kabupaten Lombok Utara agar mendatangkan
kemaslahatan berupa perlindungan hukum. Karena dengan pendaftaran
tersebut, keberadaanya akan terlindungi secara hukum negara maupun
secara hukum Islam. Secara hukum negara, keberadaan potensi Indikasi
Geogafis Kopi Robusta di Kecamatan Gangga, akan terlindungi secara
represif maupun preventif. Sedangkan secara hukum Islam, keberadaan
potensi Indikasi Geografis Kopi Robusta di Kecamatan Gangga, akan
terlindungi sebagai bagian dari maqashid syariah, yang merupakan
manifestasi beberapa nilai-nilai yang terdapat pada kulliyat al-khams,
yaitu hifdz al-aql dan hifdz al-mal.
Dalam mewujudkan konsep mashlahat terhadap potensi Indikasi
Geografis Kopi Robusta di Kecamatan Gangga Kabupaten Lombok Utara
di atas, maka harus melibatkan semua pihak. Terlebih ketika jalan untuk
mewujudkannya telah memiliki payung hukum yang jelas dalam sistem
hukum Indonesia, karena telah diatur di dalam Undang-Undang Nomor
Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis bersama
dengan perangkat aturan-aturan lainnya. Sehingga, dibutuhkan keterlibatan
tidak hanya dari unsur masyarakat, namun juga keterlibatan dari seluruh
unsur pemerintahan. Baik oleh Kementerian Hukum dan HAM hingga
Pemerintah Daerah Kabupaten Lombok Utara.
92
BAB IV
PENUTUP A. Kesimpulan
Berdasarkan analisis data yang telah peneliti lakukan, dapat
peneliti tarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Urgensi keberadaan potensi Indikasi Geografis Kopi Robusta di
Kecamatan Gangga Kabupaten Lombok Utara bagi masyakat, yaitu
keberadaannya tidak terlepas dari kehidupan sosial, ekonomi, maupun
budaya masyarakatnya. Selain itu, masyarakatnya merespon positif
jika dilakukan upaya pendaftaran terhadap potensi Indikasi Geografis
Kopi Robusta di Kecamatan Gangga. Dikarenakan selain dapat
mendatangkan kemanfaatan, juga dapat terhindar dari kemudharatan.
2. Perlindungan hukum terhadap potensi Indikasi Geografis Kopi
Robusta di Kecamatan Gangga Kabupaten Lombok Utara perspektif
mashlahah, yaitu manifestasi dari perlindungan akal (hifdz al-„aql) dan
juga manifestasi terhadap perlindungan harta (hifdz al-mal). Kemudian
berangkat dari sebuah kaidah fikih yang mengharuskan untuk
mendahulukan menghilangkan kemufsadatan daripada menarik
kemaslahatan. Upaya dalam mewujudkan konsep mashlahah terhadap
potensi tersebut adalah dengan segera didaftarkan menjadi bagian
Indikasi Geografis. Agar mendapatkan perlindungan hukum oleh
negara sebagaimana diatur di dalam Pasal 53 Undang-Undang Nomor
20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis.
93
B. Saran
1. Kementerian Hukum dan HAM NTB
a. Untuk lebih giat lagi dalam mensosialisasikan arti penting potensi
Indikasi Geografis Kopi Robusta di Kecamatan Gangga untuk
Daerah KLU melalui Pemerintah Daerah KLU.
b. Untuk lebih giat lagi dalam mensosialisasikan arti penting potensi
Indikasi Geografis Kopi Robusta di Kecamatan Gangga bagi
MPIG.
2. Pemerintah Daerah
a. Untuk mendaftarkan potensi Indikasi Geografis Kopi Robusta di
Kecamatan Gangga Kabupaten Lombok Utara Dirjen KI
Kemenkumham NTB.
b. Untuk lebih giat lagi dalam mensosialisasikan arti penting Indikasi
Geografis bagi masyarakat.
c. Untuk memberdayakan pihak terkait dengan potensi Indikasi
Geografis Kopi Robusta di Kecamatan Gangga.
3. Masyarakat
a. Meningkatkan kesadaran hukum tentang arti penting pendaftaran
potensi Indikasi Geografis Kopi Robusta di Kecamatan Gangga
Kabupaten Lombok Utara.
b. Aktif dan kreatif dalam mempromosikan potensi Indikasi
Geografis Kopi Robusta di Kecamatan Gangga Kabupaten
Lombok Utara.
94
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Abdul Atzar, Mengenal Lebih Dekat Hukum Hak Kekayaan Intelektual, Yogyakarta: Deepublish, 2018.
Abd. Rahman, Ushul Fiqh, Jakarta: Amzah, 2014.
Abi Abdillah Muhammad Ibn Yazid al-Qazwini, Sunan Ibn Majah, Bairut: Dar al-Fikr, tt.
Afifudin dan Beni Ahmad Saebani, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: CV. Pustaka Setia, 2012.
Ahmad Al-Mursi Husai Jauhar, Maqashid Syariah, Jakarta: Amzah, 2013.
Aunur Rohim Faqih dkk, HKI, Hukum Islam dan Fatwa MUI, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010.
Bachtiar, Metode Penelitian Hukum, Banten: UNPAM Press, 2019.
Badan Pusat Statistik Kabupaten Lombok Utara, Kecamatan Gangga Dalam Angka, Lombok Utara: BPS Kabupaten Lombok Utara, 2019.
Bambang Prastowo, dkk, Budidaya dan Pasca Panen Kopi, Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan, 2010.
Chaerul Umam, Ushul Fiqh 1, Bandung: Pustaka Setia, 1998.
Djulaeka, Konsep Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual Perspektif Kajian Filosofis HaKI Kolektif-Komunal, Malang: Setara Press, 2014.
Hasbi Asy-Siddieqy, Falsafah Hukum Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1975.
Iman Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif Teori dan Praktik, Jakarta: PT Bumi Aksara, 2015.
Jasser Auda, Membumikan Hukum Islam Melalui Maqashid Syariah. ter. Rosidin dan „Ali „Abd el-Mun‟im, Bandung: PT Mizan Pustaka, 2015.
Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟an, Pelestarian Lingkungan Hidup, t.tt: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟an, 2009.
Lexy J. Moelong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2014.
95
Mustafa Ahmad al-Zarqa‟, al-Madkal al-Fikhi al-Amm, Damaskus: Dar al-Qalam, 2004.
Nasution S, Metode Penelitian Naturalistik, Bandung: PT Tarsito, 2003.
Peter Damary dan Riyaldi, Modul Pelatihan Indikasi Geografis, Jakarta: Indonesian Swiss Intellectual Property Project, 2018.
Philipus M. Hadjon., Perlindungan Hukum bagi rakyat Indonesia, Surabaya: PT Bina Ilmu, 1987.
Salim HS dan Erlies Septiana Nurbani, Penerapan Teori Hukum Pada Penelitian Tesis dan Disertasi, Jakarta: Raja Grafindo, 2014.
Satijipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Bandnung: PT Citra Aditya Bakti, 2000.
Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Yogyakarta: Liberty, 1999.
Sugiono Moeljopawiro dan Surip Mawardi, Perlindungan Indikasi Geografis, dalam Kepentingan Negara Berkembang Terhadap Hak Atas Indikasi Geografis, Sumber Daya Genetika dan Pengetahuan Tradisional, Depok: Lembaga Pengkajian Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005.
Sugiyono, Metode Penelitian Bisnis (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&d), Bandung: Alfabeta, 2008.
Suwarjin, Ushul Fiqh, Yogyakarta: Teras, 2012.
Tim Redaksi, Himpunan Lengkap Undang-Undang Hak Cipta, Paten, Merek Dan Indikasi Geografis, Serta Hak Kekayaan Intelektual (HKI), Yogyakarta: Laksana, 2018.
Utomo. Tomi Suryo, Hak Kekayaan Intelektual (HKI) di Era Global, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009.
Yusuf Al-Qardhawi, Ri‟ayah al-Bi‟ah fiy Syari‟ah al-Islam, Kairo: Dar Al-Syuruq, 200.
------------, Fiqih Maqashid Syariah. ter. Arif Munandar Riswanto Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2017.
Peraturan Perundang-Undangan
Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2007 Tentang Indikasi Geografis.
96
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis. Skripsi/Thesis/Disertasi
Baiq Ratna Mulhimmah, Perlindungan Hukum Terhadap Masyarakat Adat Atas Hak Ekspresi Tradisional Perspektif Maqashid Syariah, Disertasi, Universitas Brawijya, 2019.
Gandung Bagas Kara, Pelaksanaan Pendaftaran Indikasi Geografis Kopi Robusta Lampung, Skripsi, Universitas Lampung, 2018.
Maria Theresia Geme, Perlindungan Hukum Terhadap Masyaraat Hukum Adat dalam Pengelolaan Cagar Alam Watu Ata Kabupaten Ngada, Provinsi Nusa Tengggara Timur, Disertasi, Universitas Brawijaya Malang, 2012.
Pandi Yusron, Indikasi Geografis Sebagai Hak Milik Komunal Beserta Perlindungannya Perspektif Hukum Islam, Thesis, IAIN Purwokerto: 2019.
Rifqi Saputra. Perlindungan Hukum Indikasi Geografis Produk Lada Hitam Lampung, Skripsi, Universitas Lampung, 2019.
Syaiful Bahri, Perlindungan Hukum Terhadap Pengetahuan Tradisional Sebagai Aset Masyarakat Perspektif Mashlahah Mursalah, Skripsi, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang, 2014.
Website
https//:antaranews.com/korsel-minta-tambahan-100-ton-kopi-lombok-utara/
http://dgip.go.id/pengenalan-indikasi-geografis
https://jurnalbumi.com/tanaman-kopi/
97
LAMPIRAN
98
Lampiran 1 : Dokumentasi Wawancara
99
100
101
102
Lampiran 2 :
103
Lampiran 3 :
104
Lampiran 4 :
108
Lampiran 6:
RIWAYAT HIDUP
A. Identitas Diri
Nama : Suci Ramadhani Putri
Tempat/Tanggal Lahir : Timika, 29 November 2000
Alamat Rumah : Dusun Pengempus Sari, Desa Pemenang Barat, Kecamatan Pemenang, Kabupaten Lombok Utara.
Nama Ayah : H. Juramli, M.Pd.
Nama Ibu : Mustiani
B. Riwayat Pendidikan
1. SD Inpres Timika V
2. SDN 1 Pemenang Barat
3. MTS Hidayaturrahman NW Menggala
4. MA Hidayaturrahman NW Menggala
C. Pengalaman Organisasi
1. Ketua Forum Diskusi Muamalah (Fordismu)
2. Ketua Divisi Humas & IT UKM Literasi Ilmiah
3. Ketua Bidang Media dan Komunikasi PMII Rayon Jamaluddin Al-
Afghani
4. Wakil Ketua HMPS Hukum Ekonomi Syariah
5. Ketua Departemen PDD Sahabat Museum NTB
6. Anggota Forum Komunikasi Mahasiswa Lombok Utara (FKMLU)
7. Anggota UKM English Study Club