Goran Filipi -Istrorumunjske etimologije.VII.Bacvarska terminologija
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN …/Perbedaan... · memelihara hati dan pikiranmu dalam...
Transcript of PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN …/Perbedaan... · memelihara hati dan pikiranmu dalam...
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN
PERUMAHAN ATAS KUALITAS BANGUNAN
DI PERUMAHAN FAJAR INDAH
SURAKARTA
Penulisan Hukum
(Skripsi)
Disusun dan Diajukan untuk
Melengkapi sebagian Persyaratan guna Memperoleh Derajat Sarjana S1
dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Disusun Oleh
AMANDA MAHARANI SUHARTO
NIM. E1107107
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2011
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Amanda Maharani Suharto
NIM : E1107107
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum (Skripsi) berjudul :
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN PERUMAHAN ATAS
KUALITAS BANGUNAN DI PERUMAHAN FAJAR INDAH SURAKARTA
adalah betul-betul karya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam penulisan
hukum (Skripsi) ini diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila
di kemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima
sanksi akademik berupa pencabutan penulisan hukum (Skripsi) dan gelar yang saya
peroleh dari penulisan hukum (Skripsi) ini.
Surakarta, 4 Oktober 2011
yang membuat pernyataan,
Amanda Maharani Suharto
NIM.E1107107
iv
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
ABSTRAK
Amanda Maharani Suharto, E1107107. 2011. PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN PERUMAHAN ATAS KUALITAS BANGUNAN DI PERUMAHAN FAJAR INDAH SURAKARTA. Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah konsumen perumahan memperoleh perlindungan hukum atas kualitas bangunan di Perumahan Fajar Indah Surakarta dari 2 (dua) peristiwa konkrit atau fakta hukum, yaitu tentang ada tidaknya perlindungan hukum terhadap konsumen perumahan atas kualitas bangunan perumahan dan penyelesaian jika pengembang (developer) menimbulkan kerugian bagi konsumennya.
Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif bersifat preskriptif, menemukan hukum in concreto ada tidaknya perlindungan hukum bagi konsumen perumahan atas kualitas bangunan di Perumahan Fajar Indah Surakarta. Jenis data yang yang digunakan yaitu data sekunder dan sumber bahan penelitian hukum yang digunakan mencakup bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu studi kepustakaan dan cyber media. Kemudian data tersebut dimintakan penjelasan dan konfirmasi dari Staff personalia PT Fajar Bangun Raharja Surakarta dan pihak marketing Perusahaan PT Fajar Bangun Raharja serta penjelasan dari pihak konsumen perumahan. Analisis data yang dilaksanakan dengan interpretasi terhadap peristiwa konkrit atas permasalahan untuk dijadikan peristiwa hukum. Untuk memperoleh jawaban atas permasalahan pertama perlindungan hukum terhadap konsumen perumahan digunakan silogisme deduksi.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dihasilkan kesimpulan, pertama, konsumen perumahan belum sepenuhnya mendapat perlindungan hukum atas kualitas bangunan di Perumahan Fajar Indah Surakarta karena masih ada klaim-klaim atas kualitas bangunan dan sesuai dengan ketentuan Undang-undang No. 8 Tahun 1999, yaitu pengembang bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan bangunan perumahan, ganti rugi itu berupa penggantian uang atau perbaikan atas rusaknya bangunan yang sejenis atau satara nilainya. Klaim diberikan 100 hari sejak penyerahan rumah. Kedua, penyelesaiannya jika pengembang menimbulkan kerugian bagi konsumennya telah diselesaikan secara musyawarah antara para pihak dengan kesepakatan pengembang mengganti hal-hal yang dituntut konsumen dan tidak sampai pada BPSK ataupun Pengadilan.
Kata kunci : Hukum, perlindungan konsumen, Kualitas bangunan, tanggung jawab
v
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
ABSTRACT
Amanda Maharani Suharto, E1107107. 2011. THE LAW PROTECTION FOR THE PROPERTY CONSUMER ON THE QUALITY OF BUILDING IN SURAKARTA FAJAR INDAH HOUSING. Faculty of Law of Sebelas Maret University.
This research aims to find out whether or not the property consumers get law protection on the quality of building in Surakarta Fajar Indah Housing from 2 (two) concrete events or legal facts, namely concerning whether or not there is law protection for the property consumer on the housing building quality and the resolution if the developer results in loss to the consumer.
This study belongs to a normative law research that is prescriptive in nature, finding the law in concreto concerning whether or not there is law protection for the property consumer on the building quality in Surakarta Fajar Indah Housing. The data type used was secondary data and the law material sources used consisted of primary, secondary and tertiary law material. Technique of collecting data used was library study and cyber media. Then the data was verified and confirmed by the personnel staff of PT. Fajar Bangun Raharja Surakarta and the marketing of PT. Fajar Bangun Raharja Surakarta as well as the explanation from the housing (property) consumer. The data analysis was done by interpreting the concrete events over the problem to be made as legal event. In order to get answer for the first problem, namely the legal protection for the property consumer, deductive syllogism method was used.
Based on the result of research and discussion, the following conclusions can be drawn. Firstly, the property consumer has not completely obtained law protection for the building quality in Surakarta Fajar Indah Housing because there are still claims over the quality of building and consistent with the Act No. 8 of 1999, in which the developer is responsible for giving redress for the repair of damaged building with similar building or equivalent value. The claim is given within 100 days after the house handing over. Secondly, the resolution, when the developer results in loss to the consumer, has been solved in kinship principle between the parties with the agreement the developer to replace the things that consumers demanded and not until at BPSK or the court. Keywords: Law, Consumer protection, building quality, responsibility
vi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
MOTTO
“Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah
dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan
ucapan syukur. Damai sejahtera Allah, yang melampaui segala akal akan
memelihara hati dan pikiranmu dalam Kristus Yesus”
(Filipi 4:6&7)
“Bukan pertumbuhan yang lambat yang harus anda takuti, anda harus lebih
takut untuk tidak tumbuh sama sekali. Maka tumbuhkanlah diri anda dengan
kecepatan apapun”
(Mario Teguh)
“Even if you are on the right track, you’ll get run over if you just sit there”
(Will Rogers)
“Mulailah dengan melakukan apa yang diperlukan, lalu apa yang memungkinkan,
dan tiba-tiba Anda dapat melakukan hal-hal yang tidak mungkin”
(Francis of Assisi)
“The successful person is the individual who forms the habit of doing what the failing
person doesn’t like to do”
(Donald Riggs)
“Di mana ada kebenaran di situ akan tumbuh damai sejahtera, dan akibat
kebenaran ialah ketenangan dan ketenteraman untuk selama-lamanya”
(Yesaya 32:17)
“Keberhasilan dan kebahagiaanmu ada di dalam dirimu. Keadaan jasmanimu
adalah kebetulan dalam kehidupanmu. Kenyataan besar yang kekal adalah kasih
dan pelayanan”
(Helen Keller)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
PERSEMBAHAN
Karya kecil ini penulis persembahkan kepada :
v Tuhan Yesus Kristus yang telah memberikan kasihNya
yang begitu besar serta kekuatan, bimbingan,
kelancaran, dan kemudahan kepadaku sehingga dapat
menyelesaikan skripsi ini.
v Papa dan Mama tercinta yang senantiasa mendukung
kuliah, memberikan doa dan nasihat, motivasi, cinta
dan kasih sayang serta kerja keras yang tak ternilai
harganya demi mewujudkan cita-citaku menjadi seorang
Sarjana Hukum dan membuatku lebih menghargai setiap
waktu dan kesempatan di dalam hidupku.
v Kakak-kakak ku terutama Mas Mahar yang selalu
memberikan dukungan doa dalam pendidikanku sampai
menjadi Sarjana Hukum.
v Keluargaku di jakarta maupun di solo yang selalu
memberikan doa.
v Teman-temanku yang selalu mendorong dan memberikan
semangat.
vii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
KATA PENGANTAR
Damai sejahtera bagi kita semua
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah Bapa di dalam Kristus Yesus atas
cinta kasihNya dan berkatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan
penulisan hukum (skripsi) yang berjudul “PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP
KONSUMEN PERUMAHAN ATAS KUALITAS BANGUNAN DI PERUMAHAN
FAJAR INDAH SURAKARTA”.
Penulisan hukum ini disusun untuk memenuhi dan melengkapi sebagian
syarat-syarat untuk memperoleh derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum di Fakultas
Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta, penulis menyadari bahwa
terselesaikannya laporan penulisan hukum (skripsi) ini tidak terlepas dari bantuan
serta dukungan baik meteriil maupun non materiil yang diberikan oleh berbagai
pihak. Dalam kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah memberi dukungan, semangat, doa,
saran dan kritik serta sarana dan prasarana bagi Penulis untuk menyelesaikan
penulisan hukum ini, oleh sebab itu dengan segala kerendahan hati, Penulis
mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ibu Prof.Dr. Hartiwiningsih, S.H., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Sebelas Maret, yang telah memberikan ijin dan kesempatan kepada
penulis untuk dapat melaksanakan Penulisan Hukum ini;
2. Bapak Dr. Hari Purwadi, S.H., M.S.I, selaku Pembantu Dekan I yang telah
membantu dalam pemberian ijin dilakukannya penulisan ini;
3. Bapak Purwono Sungkowo Raharjo, S.H, selaku pembimbing skripsi dalam
penulisan hukum ini yang dengan kesabaran dan kebesaran hati telah
membimbing, mengarahkan, serta membantu penulis dalam menyelesaikan
penulisan hukum ini;
viii
ix
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
4. Bapak Pius Triwahyudi, S.H., MSI., selaku Ketua Penulisan Hukum Fakultas
Hukum UNS yang telah membantu penulis dalam menyusun judul penulisan
hukum ini;
5. Ibu Sunny Ummul F. S.,H.,M.Hum., selaku Pembimbing Akademik Penulis
selama menempuh pendidikan strata satu ini, atas segala dukungan dalam
penulisan hukum ini;
6. Bapak/ Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret yang telah
membekali penulis dengan berbagai ilmu pengetahuan selama masa kuliah;
7. Keluargaku tercinta, Papa, Mama, dan Mas Hizkia, Mas mahar untuk setiap doa,
pengorbanan, dan kasih sayang yang selalu diberikan;
8. Bapak Eka selaku Staff Personalia PT Fajar Bangun Raharja yang senantiasa
membantu penulis dalam mencari data-data untuk pengumpulan penulisan hukum
ini;
9. Bapak Sutrisno selaku pelaksana proyek pembangunan Perumahan Fajar Indah
Surakarta yang telah membantu dalam memberikan data untuk penyempurnaan
penulisan hukum ini;
10. Seluruh Pimpinan dan Staf Administrasi Fakultas Hukun Universitas Sebelas
Maret, atas semua kemudahan, fasilitas serta kesempatan-kesempatan yang telah
diberikan;
11. Pihak-pihak lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, atas semua
bantuan baik materiil maupun imateriil.
Penulis menyadari bahwa Penulisan Hukum ini sangat jauh dari sempurna, Oleh
karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun dalam penulisan hukum ini dan
kedepannya sangat diperlukan dari para pembaca akan penulis terima dengan senang
hati. Akhir kata, semoga penulisan hukum ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Surakarta, 4 Oktober 2011
Penulis,
Amanda Maharani Suharto
x
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .............................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ........................................................ iii
HALAMAN PERNYATAAN ......................................................................... iv
ABSTRAK....................................................................................................... v
MOTTO ........................................................................................................... vi
PERSEMBAHAN............................................................................................ vii
KATA PENGANTAR ..................................................................................... viii
DAFTAR ISI.................................................................................................... x
DAFTAR TABEL............................................................................................ xii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .............................................................. 5
C. Tujuan Penelitian ............................................................... 6
D. Manfaat Penelitian ............................................................. 7
E. Metode Penelitian............................................................... 8
F. Sistematika Penulisan Hukum............................................ 12
xi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori....................................................................... 14
1. Tinjauan Umum Tentang Perumaha................................. 14
a. Pengertian Perumahan ................................................ 14
b. Asas-asas Perumahan dan Kawasan Permukiman...... 15
c. Kualitas Bangunan Perumahan ................................... 16
2. Tinjauan Tentang Perlindungan Konsumen ..................... 21
a. Pengertian Konsumen, Pelaku Usaha, dan Perlindungan
Konsumen................................................................... 21
b. Hak dan Kewajiban..................................................... 28
c. Tanggung Jawab Pelaku Usaha .................................. .34
d. Asas dan Tujuan perlindungan Konsumen ................. 36
3. Tinjauan Tentang Jual Beli Rumah Antara Developer dan
Konsumen......................................................................... 40
a. Bentuk Perjanjian Jual Beli Rumah............................ .40
b. Prinsip Dasar Perjanjian Pengikatan Jual Beli Rumah 41
B. Kerangka Pemikiran ............................................................... 45
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Perumahan Atas
Kualitas Bangunan di Perumahan Fajar Indah Surakarta ....... 47
B. Penyelesaian Jika Pengembang Menimbulkan Kerugian Bagi
Konsumen di Perumahan Fajar Indah Surakarta..................... 57
xii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan.............................................................................. 66
B. Saran ........................................................................................ 69
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 70
xiii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
DAFTAR TABEL
Tabel. Ukuran Spesifikasi Bangunan
xiv
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sejalan dengan jumlah penduduk Indonesia yang makin pesat, tuntutan akan
tersedianya berbagai fasilitas yang mendukung kehidupan masyarakat juga
mengalami peningkatan. Hal tersebut mendorong pihak pemerintah maupun swasta
untuk melaksanakan pembangunan, terutama di bidang perumahan.
Perumahan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia (Basic need)
yang telah ada, seiring dengan keberadaan manusia itu sendiri. Perumahan menjadi
sarana bagi manusia guna melakukan berbagai macam aktifitas hidup dan sarana
untuk memberikan perlindungan utama terhadap adanya gangguan-gangguan
eksternal, baik terhadap kondisi iklim maupun terhadap gangguan lainnya.Saat ini
konsep perumahan telah mengalami penggeseran, tidak hanya sebagai kebutuhan
dasar saja, ataupun sebagai sarana yang memberikan perlindungan, namun
perumahan telah menjadi gaya hidup (life style), memberikan kenyamanan dan
menunjukkan karakteristik atau jati diri, yang merupakan salah satu pola
pengembangan diri serta sarana private, sebagaimana dibutuhkan pada masyarakat
global.
Kata Rumah menjadi sebutan yang teramat mahal, padahal rumah adalah
bangunan dasar, fundamental dan sekaligus menjadi prasyarat bagi setiap orang
untuk bertahan dan hidup serta menikmati kehidupan bermartabat, damai, aman dan
nyaman. Pengertian rumah itu sendiri adalah bangunan yang berfungsi sebagai
tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga.
Seperti tercantum dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 2011 Tentang
Perumahan dan Kawasan Permukiman, yakni pada Pasal 129 huruf d bahwa ;
“Setiap orang berhak untuk menempati dan/atau menikmati dan/atau memiliki dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
atau memperoleh rumah yang layak dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi dan
teratur”. Tujuan pembangunan perumahan pun menekankan pada pembangunan
ekonomi,sosial, budaya dan pada pentingnya lingkungan sehat serta terpenuhinya
kebutuhan akan sarana kehidupan yang memberi rasa aman, damai, tentram dan
sejahtera. Tujuan itu menjadi harapan ideal dari setiap individu konsumen
perumahan.
Pembangunan ekonomi nasional pada era globalisasi, harus dapat
mendukung tumbuhnya dunia usaha, sehingga mampu menghasilkan beraneka
barangdan/ atau jasa yang memiliki kandungan teknologi dan dapat meningkatkan
kesejahteraan banyak orang serta sekaligus mendapatkan kepastian atas barang
dan/atau jasa yang diperoleh dipasar.
Di Indonesia, kebutuhan terhadap perumahan juga telah mengalami
peningkatan, sebagaimana yang terjadi pada masyarakat dunia, terutama pada
masyarakat perkotaan, di mana populasi penduduknya sangat besar, sehingga
memaksa pemerintah untuk berupaya memenuhi kebutuhan akan perumahan di
tengah berbagai kendala seperti keterbatasan lahan perumahan. Sekarang ini tugas
pemerintah untuk menyediakan perumahan bagi rakyat melibatkan peran dari pihak
swasta yang dikenal dengan sebutan pihak pengembang perumahan (developer).
Penjualan rumah yang dilakukan oleh pengembang ada yang secara fisik sudah
dibangun dan siap di huni oleh konsumen, tetapi ada juga rumah yang masih dalam
bentuk rancangan atau ide pengembang dan baru akan dibangun apabila sudah
dipesan dahulu oleh konsumen.
Permasalahan yang kerap muncul dalam pemenuhan kebutuhan terhadap
perumahan adalah aspek-aspek mengenai konsumen, di mana konsumen berada
pada posisi yang dirugikan. Permasalahan tersebut merupakan persoalan yang klasik
dalam suatu sistem ekonomi, terutama pada negara-negara berkembang, karena
perlindungan terhadap konsumen tidak menjadi prioritas utama dalam dunia bisnis,
melainkan keuntungan yang diperoleh oleh produsen atau pelaku usaha, tidak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
terkecuali dalam bidang perumahan. Pengaduan yang masuk di YLKI dalam bidang
perumahan, sangat mencengangkan, menduduki posisi teratas melebihi pengaduan
komoditas yang lainnya, beragam masalah mengenai perumahan diantaranya:
1. Keterlambatan serah terima rumah
2. Sertifikasi
3. Fasos/Fasum
4. Mutu Bangunan
5. Iklan/Pameran/Promosi
6. PPJB/Pengikatan Perjanjian Jual beli, dan
7. Lain-lain seperti sarana dan prasarana, keuangan bermasalah, rumah diminta
developer, kebijakan developer, pembangunan bermasalah, pembatalan
pembelian, HGB diatas HPL, pengalihan rumah, pencemaran nama baik
(MayLimCharity, Kasus Perumahan 2007 YLKI.
http://charity55.multiply.com/Journal/item 2 diakses Jumat 6 Mei 2011).
Konsumen yang membeli rumah dari pengembang tidak sedikit yang
bermasalah, padahal sebelumnya pengembang sudah menjanjikan kepada konsumen
bahwa rumah yang akan dibangun sesuai dengan janji yang disepakati. Masalah
yang banyak dialami oleh konsumen adalah rumah tersebut cacat, cacat yang
tersembunyi ataupun kondisi rumah dan lingkungan tidak sesuai dengan yang
dijanjikan oleh pengembang. Umumnya pihak konsumen tidak berdaya
mempertahankan hak-haknya, karena tingkat kesadaran konsumen terhadap hak-
haknya masih rendah. Hal tersebut disebabkan minimnya tingkat pengetahuan
konsumen itu sendiri, baik terhadap aspek hukumnya yang berlaku saat ini, belum
mampu secara optimal mengatasi permasalahan dalam memberikan perlindungan
terhadap konsumen. Secara umum, posisi konsumen perumahan lemah
dibandingkan pihak pelaku usaha, baik dari segi sosial ekonomi, pengetahuan teknis
maupun dalam mengambil upaya hukum melalui institusi pengadilan, sehingga
konsumen sering tidak menyadari haknya telah dilanggar oleh pelaku usaha.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
Apabila konsumen mengetahui hal tersebut sekalipun, konsumen enggan untuk
melakukan tindakan upaya hukum.
Kasus yang sering timbul di bidang perumahan adalah mengenai kualitas
bangunan perumahan seringkali konsumen dirugikan dalam pelayanan perumahan
ini karena tidak sesuai dengan perjanjian antara konsumen dengan pengembang
(Developer). Sebagai contoh pada kasus Perumahan di Sidoarjo dibawah ini:
“Kualitas Bangunan Perumahan Buruk, Saya membeli Rumah di Perumahan Taman Surya Kencana Sidoarjo. Saya tertarik untuk membeli karena dari pihak marketing menawarkan sebuah perumahan yang berlokasi di Perumahan Taman Surya Kencana Sidoarjo bahwa kualitas bangunannya bagus. Ternyata setelah beberapa bulan realisasi, saya mulai merasa kecewa karena kualitas bangunan di perumahan tersebut tidak seperti yang ditawarkan oleh pihak marketing. Rumah yang saya beli banyak terjadi keretakan di kolom dan dinding. Setelah saya komplain ternyata garansi hanya 90 hari. Kenapa kualitas bangunan perumahan sangat buruk? yang sangat saya dikecewakan karena sudah beli mahal lewat KPR Mandiri 11 tahun eh ternyata kualitas bangunan sangat buruk. Apa dari pihak asosiasi perumahan tidak memberikan standar kualitas bangunan untuk perumahan. Tentu pihak konsumen akan sangat dirugikan. Saya sangat berharap hal seperti ini tidak terjadi lagi di masa mendatang” (Wisnu Darma Kusuma, kualitas bangunan perumahan buruk <http://news.okezone.com> diakses Senin tanggal 23 Mei 2011 pukul 11.36).
Di Surakarta juga banyak dijumpai kasus bidang perumahan yang
menyangkut kualitas bangunan seperti pada kasus di Sidoarjo. Seringkali
pengembang tidak memperhatikan kualitas bangunan yang akan dibuat sehingga
timbul permasalahan pada konsumen di kemudian hari kerena tidak adanya
tanggung jawab dari pengembang, pengembang yang tidak memperhatikan kualitas
bangunan hanya tertuju pada keuntungan yang didapat dengan kata lain pelaku
usaha hanya mencari keuntungan yang besar dengan membuat rumah yang banyak
dan besar seperti real estate dan tidak membuat rumah yang sederhana karena
keuntungan pengembang yang didapat kecil sehingga acapkali kualitas bangunan
rumah tidak diutamakan atau tidak diperhatikan. Dari tindakan tersebut konsumen
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
perumahanlah yang banyak dirugikan, seperti rumah yang dibeli atau sudah di
tempati bobrok atau rusak dan itu bukan kesalahan konsumen.
Persoalan tersebut di atas, mendorong pemerintah untuk mengeluarkan
berbagai macam kebijakan di bidang hukum, untuk mengatur hal-hal yang
berhubungan dengan perlindungan terhadap konsumen perumahan dan
penyediaannya, seperti halnya pada Hukum Administrasi, di dalam Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata dan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Dalam hukum
administratif telah disebutkan mengenai hak-hak konsumen untuk melakukan
penyelesaian sengketa antara pengembang (developer) dan konsumen.
Secara lebih spesifik mengenai perlindungan konsumen, pemerintah juga
telah mengeluarkan kebijakan berupa Undang-Undang Perlindungan Konsumen
Nomor 8 tahun 1999, guna menjembatani kebutuhan akan perlindungan hukum bagi
konsumen.
Berdasarkan uraian dalam latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk
mengadakan penelitian dalam rangka penulisan hukum (Skripsi) yang berkaitan
dengan perlindungan konsumen atas kualitas bangunan perumahan tersebut. Oleh
karena itu penulis membuat penulisan hukum (Skripsi) dengan judul:
“PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN
PERUMAHAN ATAS KUALITAS BANGUNAN DI PERUMAHAN FAJAR
INDAH SURAKARTA”.
B. Rumusan Masalah
Maka berdasarkan uraian latar belakang masalah yang telah disebutkan
diatas, maka permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini dirumuskan
sebagai berikut :
1. Apakah konsumen perumahan di Perumahan Fajar Indah Surakarta sudah
mendapat perlindungan atas kualitas bangunan?
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
2. Bagaimana penyelesaiannya jika pengembang di Perumahan Fajar Indah
Surakarta menimbulkan kerugian bagi konsumennya?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian merupakan sasaran yang ingin dicapai sebagai jawaban
atas permasalahan yang dihadapi (tujuan objektif) maupun untuk memenuhi
kebutuhan (tujuan subjektif).
Secara garis besar tujuan yang ingin dicapai penulis meliputi dua macam
yaitu sebagai berikut:
1. Tujuan Objektif
a. Untuk mengetahui konsumen mendapat perlindungan hukum atas kualitas
bangunan perumahan di Perumahan Fajar Indah Surakarta.
b. Untuk mengetahui penyelesaiannya jika pengembang perumahan Fajar
Indah Surakarta menimbulkan kerugian bagi konsumennya atas kualitas
bangunan perumahan.
2. Tujuan Subjektif
a. Untuk memperluas wawasan penulis dalam bidang hukum perlindungan
konsumen, khususnya tentang proses perlindungan hukum konsumen
perumahan di Perumahan Fajar Indah Surakarta oleh pengembang dan
penyelesaiannya jika konsumen dirugikan, serta untuk menambah
pengalaman dalam melakukan praktik penelitian.
b. Mengembangkan daya pikir dan daya penalaran penulis agar dapat
berkembang sesuai dengan bidang penulis.
c. Sebagai strategi pemberdayaan mahasiswa melalui pengayaan wawasan dan
peningkatan kompetensi dalam rangka mendapatkan pengetahuan bagi
penulis tentang penerapan ilmu-ilmu yang telah didapatkan bila dihadapkan
pada realitas yang ada di lapangan agar memiliki daya saing berkemampuan
untuk tumbuh menjadi wiraswasta mandiri.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
d. Untuk memperoleh data-data yang akan penulis pergunakan dalam
penyusunan skripsi sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar
kesarjanaan dalam bidang ilmu hukum pada Fakultas Hukum Universitas
Sebelas Maret Surakarta.
D. Manfaat Penelitian
Suatu penelitian diharapkan akan memberikan manfaat yang berguna,
khususnya bagi ilmu pengetahuan bidang penelitian tersebut. Adapun manfaat yang
dapat diperoleh dari penelitian ini sebagai berikut :
1. Manfaat Teoritis
a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi
pengembangan pengetahuan ilmu hukum, khususnya Hukum Administrasi
Negara, terutama yang berkaitan dengan perlindungan hukum bagi
konsumen perumahan di Perumahan Fajar Indah Surakarta atas kualitas
bangunan dan penyelesaiannya jika pengembang menimbulkan kerugian
bagi konsumennya di Perumahan Fajar Indah Surakarta.
b. Memberikan masukan ilmu pengetahuan bagi penulis sendiri di bidang
Hukum Administrasi Negara pada khususnya dan Hukum Perlindungan
Konsumen dan Hukum Perumahan yang berkaitan dengan perlindungan
konsumen perumahan.
2. Manfaat Praktis
a. Untuk memberi jawaban terhadap permasalahan yang diteliti.
b. Untuk mengembangkan penalaran, membentuk pola pikir dinamis sekaligus
untuk mengetahui kemampuan penulis dalam menerapkan ilmu yang
diperoleh.
c. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan pemikiran, literatur
maupun pengetahuan bagi semua pihak yang ingin meneliti permasalahan
yang sama, dengan disertai pertanggungjawaban secara ilmiah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
E. Metode Penelitian
Penelitian hukum (Peter Mahmud Marzuki, 2005:35) adalah suatu proses
untuk menentukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin
hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi.
Metode penelitian adalah suatu cara yang dilakukan dalam proses penelitian.
Metode penelitian yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah :
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian dalam penulisan ini menggunakan jenis penelitian
hukum doktrinal atau jenis penelitian hukum normatif. Penelitian hukum
normatif merupakan suatu penelitian dengan kasus tertentu (in concreto) yang
dimaksudkan untuk memecahkan masalah dengan cara mengumpulkan data,
menyusun data, dan kemudian menganalisis serta mengintepretasi untuk
selanjutnya mendapatkan hasil atau dengan melakukan penelitian terhadap
bahan-bahan pustaka, penelitian yang mengkaji hukum sebagai norma.
2. Pendekatan penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian normatif, maka ada
beberapa beberapa pendekatan penelitian hukum normatif antara lain
pendekatan undang-undang (statute approach), pendekatan kasus (case
approach), pendekatan historis (historical approach), pendekatan komparatif
(comparative approach), dan pendekatan konseptual (conceptual approach)
(Peter Mahmud Marzuki, 2005: 93).
Dalam penelitian ini pedekatan yang digunakan adalah pendekatan
perundang-undangan (statute approach), yaitu pendekatan dengan
menggunakan legislasi dan regulasi (Peter Mahmud Marzuki, 2005: 97).
Pendekatan perundang-undangan (statute approach) dalam penulisan
hukum ini dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani. Pendekatan undang-
undang ini akan membuka kesempatan bagi peneliti untuk mempelajari adakah
konsistensi dan kesesuaian antara suatu undang-undang dengan undang-undang
lainnya atau antara undang-undang dengan Undang-Undang Dasar atau antara
regulasi dan undang-undang (Peter Mahmud Marzuki, 2005: 93).
3. Sifat Penelitian
Sifat penelitian hukum ini tentunya sejalan dengan sifat ilmu itu sendiri.
mempunyai sifat penelitian yang bersifat Preskiptif yang artinya ilmu hukum itu
mempelajari tujuan hukum,konsep-konsep hukum, dan norma-norma hukum
(Peter Mahmud marzuki, 2005:22).
Oleh karena itu dalam penelitian ini penulis memberikan Preskiptif
mengenai perlindungan hukum terhadap konsumen perumahan atas kualitas
bangunan di Perumahan Fajar Indah Surakarta dan penyelesaian jika
pengembang menimbulkan kerugian bagi konsumennya atas kualitas bangunan
perumahan.
4. Jenis Data Penelitian
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder,
yaitu data atau fakta yang digunakan oleh seseorang secara tidak langsung dapat
diperoleh melalui bahan-bahan, dokumen-dokumen, peraturan perundang-
undangan laporan, dan sumber-sumber tertulis lainnya yang berkaitan dengan
masalah yang akan diteliti (Soejono Soekanto, 2006:12).
5. Sumber Bahan Hukum
Sumber data merupakan ditemukannya data, sumber data yang akan
digunakan dalam penelitian hukum normatif ini adalah sumber data sekunder
yaitu menggunakan bahan-bahan kepustakaan yang dapat berupa peraturan
perundang-undangan, dokumen, buku-buku, laporan, arsip, literatur yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
berkaitan dengan masalah yang akan diteliti. Sumber data yang digunakan
dalam penelitian hukum ini data sekunder. Dalam buku Penelitian Hukum
karangan Peter Mahmud Marzuki, mengatakan bahwa pada dasarnya penelitian
hukum tidak mengenal adanya data, sehingga yang digunakan adalah bahan
hukum, dalam hal ini adalah bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan
bahan hukum tersier.
a. Bahan hukum primer
Bahan hukum primer dalam penulisan hukum ini adalah norma atau
kaidah dasar dalam hukum di Indonesia dan beberapa peraturan perundang-
undangan yang berlaku di Indonesia seperti Undang-Undang No 8 Tahun
1999 Tentang Perlindungan Konsumen, Undang-Undang No 1 Tahun 2011
tentang Perumahan dan Kawasan Pemukiman, Undang-undang No. 29
Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, Kepmen Kimpraswil
No.403/KPTS/M/2002 tentang Pedoman Teknis Pembangunan Rumah
Sederhana, Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 29/PRT/M/2006
tentang Pedoman Persyaratan Teknis Bangunan Gedung dan keputusan
Mentri Negara Perumahan Rakyat No 09/KPTS/1995 tentang Pedoman
Pengikatan Jual beli Rumah.
b. Bahan Hukum Sekunder
Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang erat kaitannya
dengan bahan hukum primer sehingga dapat membantu memahami dan
menganalisis bahan hukum primer, misalnya buku-buku, literature-literatur,
dokumen resmi, karya ilmiah yang berhubungan dengan penelitian ini.
c. Bahan Hukum Tersier
Bahan hukum tersier adalah bahan-bahan yang memberikan
petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
misalnya kamus hukum, Kamus Besar Bahasa Indonesia, dan bahan-bahan
dari internet yang berkaitan dengan masalah yang akan diteliti.
6. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam suatu penelitian merupakan hal yang penting
dalam penulisan. Teknik pengumpulan data yang akan digunakan dalam
penelitian ini adalah studi kepustakaan merupakan suatu teknik pengumpulan
data dengan cara mengumpulkan peraturan perundang-undangan, dokumen-
dokumen, artikel, literatur, dan pengumpulan data yang diambil melalui internet
(cyber media).
Kemudian dikategorisasikan dan dipergunakan sebagai data yang
menunjang dalam penulisan hukum kemudian data tersebut dimintakan
penjelasan dan konfirmasi dari konsumen Perumahan Fajar Indah Surakarta dan
Staff personalia beserta marketing PT Fajar bangun Raharja.
7. Teknik Analisis Data
Untuk memperoleh jawaban terhadap penelitian hukum ini digunakan
silogisme deduksi dimana deduksi ini suatu prosedur yang berpangkal dari
peristiwa umum yang kebenarannya telah diketahui, dan berakhir pada suatu
kesimpulan baru yang bersifat lebih khusus sedangkan silogisme yaitu menarik
kesimpulan dari dua pernyataan (premis) yaitu premis mayor/umum dan premis
minor/khusus (Peter Mahmud Marzuki, 2005: 47).
Metode silogisme deduksi ini dengan metode interpretasi bahasa
(gramatikal) yaitu memberikan arti kepada suatu istilah atau perkataan sesuai
dengan bahasa sehari-hari. Maka untuk mengetahui makna ketentuan undang-
undang, maka ketentuan undang-undang itu ditafsirkan atau dijelaskan dengan
menguraikannya menurut bahasa umum sehari-hari (Sudikno Mertokusumo,
2004:57).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
Dalam hal ini, Undang-Undang No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen, Undang-Undang No 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan
Permukiman sebagai premis mayor, sedangkan yang menjadi premis minor
adalah :
a. Perlindungan hukum terhadap konsumen perumahan atas kualitas bangunan
di Perumahan Fajar Indah Surakarta.
b. Penyelesaiannya jika pengembang di Perumahan Fajar Indah Surakarta
menimbulkan kerugian bagi konsumen.
F. Sistematika Penelitian
Untuk memberikan gambaran secara menyeluruh yang sesuai dengan aturan
baru dalam penulisan karya ilmiah, maka penulis menyiapkan suatu sistematika
dalam penyusunan penulisan hukum. Adapun penulisan hukum terdiri dari 4(empat)
bab, bab pertama yaitu pendahuluan pada bab ini penulis memberikan gambaran
awal tentang penelitian, yang meliputi latar belakang masalah, perumusan masalah,
tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, dan sistematika penelitian
hukum untuk memberikan pemahaman terhadap isi dari penelitian ini secara garis
besar. Penulis mengambil topik tentang perlindungan terhadap konsumen yang
secara lebih khusus berkaitan dengan perumahan atas kualitas bangunan. Dengan
perlindungan hukum yang diberikan terhadap para konsumen agar nantinya
diharapkan dapat meminimalisir resiko yang timbul dan secara otomatis dapat
mengatasi masalah-masalah yang timbul.
Untuk selanjutnya bab kedua yaitu merupakan tinjauan pustaka yang berisi
landasan teori atau memberikan penjelasan secara teoritik berdasarkan literatur-
literatur yang penulis pergunakan, tentang hal-hal yang berkaitan dengan
permasalahan yang sedang penulis teliti. Hal tersebut meliputi tinjauan tentang
perumahan secara umum, tinjauan tentang perlindungan konsumen, dan tinjauan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
tentang pedoman pengikatan jual beli rumah antara developer dan konsumen. Hal
ini ditujukan agar pembaca dapat memahami permasalahan yang penulis teliti.
Bab selanjutnya bab ketiga merupakan hasil penelitian dan pembahasan,
penulis mengungkapkan dan membahas hasil penelitian berdasarkan sumber data
primer dan sekunder. Untuk mempermudah dalam mengungkapkan dan membahas
hasil penelitian, maka penulis membaginya menjadi 2 (dua) sub bab yaitu :
a. Dalam sub bab ini penulis akan menjelaskan tentang perlindungan hukum
terhadap konsumen perumahan atas kualitas bangunan perumahan di Perumahan
Fajar Indah Surakarta.
b. Dalam sub bab ini penulis akan menjelaskan tentang penyelesaiannya jika
pengembang menimbulkan kerugian bagi konsumen di Perumahan fajar Indah
Surakarta.
Dan yang terakhir merupakan bab keempat yaitu penutup, pada bab ini
penulis memberikan kesimpulan dan saran penulis atas pembahasan setelah
melakukan penelitian atau penulisan hukum.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori
1. Tinjauan umum tentang perumahan
a. Pengertian Perumahan
Bagi masyarakat Indonesia kebutuhan akan rumah sangat penting
karena rumah merupakan kebutuhan pokok selain sebagai tempat tinggal
juga sebagai tempat berteduh yang nyaman dan rumah juga merupakan
tempat yang layak bagi makhluk hidup.
Menurut Undang-undang No 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan
Kawasan Permukiman yang dimaksud dengan perumahan adalah kumpulan
rumah sebagai bagian dari pemukiman, baik perkotaan maupun pedesaan
yang dilengkapi dengan prasarana, sarana, dan utilitas umum sebagai hasil
upaya pemenuhan rumah yang layak huni. Sedangkan Permukiman menurut
Undang-Undang ini juga adalah bagian dari lingkungan hunian yang terdiri
atas satu satuan perumahan yang menpunyai prasarana, sarana, dan utulitas
umum, serta mempunyai penunjang kegiatan fungsi lain di kawasan
perdesaan atau kawasan perkotaan.
Sedangkan kata rumah itu sendiri menurut Undang-undang No 1
Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman adalah bangunan
gedung yang berfungsi sebagai tempat tinggal yang layak huni, sarana
pembinaan keluarga, cerminan harkat dan martabat penghuninya, serta aset
bagi pemiliknya. Sedangkan pengertian rumah yang lain adalah bangunan
yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian yang digunakan untuk
berlindung dari gangguan iklim dan makhluk hidup lainnya, rumah juga
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
merupakan tempat tempat awal pengembangan kehidupan (Siswono
Yudohusodo, Searti Salim, 1991:432).
Dari pengertian perumahan diatas disebutkan perumahan dilengkapi
dengan prasarana, sarana, dan utulitas umum. Yang dimaksud dengan
prasarana menurut Pasal 1 Undang-Undang No 1 Tahun 2011 adalah
kelengkapan dasar fisik lingkungan hunian yang memenuhi standar tertentu
untuk kebutuhan bertempat tinggal yang layak sehat, aman, dan nyaman.
Sedangkan sarana adalah fasilitas dalam lingkungan hunian yang berfungsi
untuk mendukung penyelenggaraan dan pengembangan kehidupan sosial,
budaya, dan ekonomi. Menurut Undang-Undang ini juga utilitas umum
adalah kelengkapan penunjang untuk pelayanan lingkungan hunian.
b. Asas-asas Perumahan dan kawasan permukiman
Perumahan dan kawasan permukiman diselenggarakan dengan
berasaskan Pasal 2 Undang-Undang No 1 tahun 2011 antara lain :
1. Kesejahteraan;
2. Keadilan dan pemerataan ;
3. Kenasionalan;
4. Keefisienan dan kemanfaatan;
5. Keterjangkauan dan kemudahan;
6. Kemandirian dan kebersamaan;
7. Kemitraan;
8. Keserasian dan keseimbangan;
9. Keterpaduan;
10. Kesehatan;
11. Kelestarian dan keberlanjutan; dan
12. Keselamanatan, keamanan, ketertiban, dan keteraturan;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
c. Kualitas Bangunan Perumahan
Kualitas bangunan perumahan merupakan suatu strategi untuk
meningkatkan kepuasan konsumen dalam menikmati atau memakai suatu
produk atau jasa yang dihasilkan oleh pelaku usaha khususnya pada
pengembang yang menghasilkan bangunan yang sesuai dengan harapan
konsumen perumahan. Pembangunan perumahan ditentukan pada spesifikasi
teknis bangunan, dasarnya spesifikasi teknis bangunan dibuat oleh masing-
masing pengembang perumahan antara perumahan yang satu dengan yang
lainnya berbeda-beda, namun disesuaikan dengan standar pembangunan
perumahan.
Pembangunan yang dhasilkan oleh pengembang merupakan kegiatan
mendirikan bangunan rumah yang diselenggarakan melalui tahap persiapan,
perencanaan teknis, dan pengawasan kontruksi baik merupakan penbangunan
baru, perbaikan sebagian atau seluruhnya, maupun perluasan bangunan yang
sudah ada atau yang belum selesai dan atau perawatan. Dalam membangun
perumahan dan permukiman diperlukan kualitas bangunan yang baik agar
dapat dikatakan rumah yang kayak huni sehingga Pembangunan perumahan
harus memenuhi persyaratan bangunan rumah dan itu sesuai dengan Pasal 7
Undang-undang No 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung yang
meliputi:
1) Setiap bangunan gedung harus memenuhi persyaratan administratif dan
persyaratan teknis sesuai dengan fungsi bangunan gedung.
2) Persyaratan administratif bangunan gedung sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) meliputi persyaratan status hak atas tanah, status
kepemilikan bangunan gedung, dan izin mendirikan bangunan.
3) Persyaratan teknis bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) meliputi persyaratan tata bangunan dan persyaratan keandalan
bangunan gedung.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
4) Penggunaan ruang di atas dan/atau di bawah tanah dan/atau air untuk
bangunan gedung harus memiliki izin penggunaan sesuai ketentuan yang
berlaku.
5) Persyaratan administratif dan teknis untuk bangunan gedung adat,
bangunan gedung semi permanen, bangunan gedung darurat, dan
bangunan gedung yang dibangun pada daerah lokasi bencana ditetapkan
oleh Pemerintah Daerah sesuai kondisi sosial dan budaya setempat.
Dalam menilai suatu bangunan perumahan yang layak huni
pengembang memerlukan hal-hal yang mempengaruhi kekuatan konstruksi
bangunan (Achmad Basuki,Menilik Kualitas Bangunan Dan Tips
Penanggulangan Kerusakan Yang Mungkin Terjadi <
http://achmadbasuki.wordpress.com/feed/> diakses Selasa 31 Mei 2011 pukul
20.00) yaitu :
1) Desain mekanika struktur yang berkaitan dengan kestabilan struktur
(termasuk desain pondasinya).
2) Mutu bahan atau material.
3) Cara pelaksanaan konstruksi.
4) Operasional dan pemeliharaan.
Adapun standar-standar yang dapat diterapkan dalam menilai kualitas
kontruksi suatu bangunan menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum
Nomor 29/PRT/M/2006 tentang Pedoman Persyaratan Teknis Bangunan
Gedung antara lain :
1) Standar desain, dimana Lembaga berwenang telah mengeluarkan
beberapa standar desain seperti peraturan kayu, SNI T15-1991-03
tentang standar tata cara perhitungan struktur beton untuk bangunan
gedung adalah beton dengan campuran 1 semen : 2 pasir : 3 split (koral)
lebar 15 sentimeter, tinggi 20 sentimeter, besi beton tulangan utama
menggunakan 4 buah diameter 10 milimeter (4 d 10 ) sedangkan untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
begel menggunakan diameter 8 milimeter berjarak 15 sentimeter ( d 8 –
15), SNI 03-1729-2002 tentang standar tata cara perencanaan struktur
baja untuk bangunan gedung, dsb. Bahkan untuk pengurusan IMB pun
juga perlu dilampirkan perhitungan strukturnya, yang diharapkan dapat
terpantau apakah desain sudah mengacu pada standar-standar atau
peraturan-peraturan.
2) Standar test bahan atau material, kayu, beton dan penyusun beton, baja
dan struktur lainnya. Seperti Balok ring merupakan penutup pada
pasangan batu bata. Menurut SNI T15-1991-03, jarak antara ring sekitar
0,5 meter dan menggunakan tulang dengan diameter 8 milimeter. Standar
nasional untuk kolom bahan yang dipergunakan adalah beton dengan
campuran 1 semen : 2 pasir : 3 split (koral). Dimensi kolom yang sering
digunakan pada bangunan rumah tinggal lantai satu , lebar 15 sentimeter,
tinggi 20 sentimeter, besi beton tulangan utama menggunakan 4 buah
diameter 10 milimeter (4 d 10 ) sedangkan untuk begel menggunakan
diameter 8 milimeter berjarak 15 sentimeter ( d 8 – 15).
3) Dinding merupakan suatu elemen penting sebuah rumah yang berfungsi
untuk memisahkan atau membentuk ruang. Ukuran standar bata merah
adalah 25 x 12 x 5 sentimeter atau kurang dengan campuran bahan untuk
plester 1 semen : 3 kawur : 10 pasir.
Sesuai Kepmen Kimpraswil No.403/KPTS/M/2002 tentang Pedoman
Teknis Pembangunan Rumah Sederhana Sehat pada dasarnya bagian-bagian
struktur pokok untuk bangunan rumah tinggal sederhana adalah :
1) Pondasi
Secara umum sistem pondasi yang memikul beban kurang dari
dua ton (beban kecil), yang biasa digunakan untuk rumah sederhana
dapat dikelompokan kedalam tiga sistem pondasi, yaitu: pondasi
langsung; pondasi setempat; dan pondasi tidak langsung. Sistem pondasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
yang digunakan pada Rumah Inti Tumbuh (RIT) dan pengembangannya
dalam hal ini Rumah Sederhana Sehat (Rs Sehat) ini adalah sistem
pondasi setempat dari bahan pasangan batu kali atau pasangan beton
tanpa tulangan dan sistem pondasi tidak langsung dari bahan kayu ulin
atau galam.
2) Dinding
Bahan dinding yang digunakan untuk RIT dan pertumbuhannya
adalah conblock, papan, setengah conblock dan setengah papan atau
bahan lain seperti bambu tergantung pada potensi bahan yang dominan
pada daerah dimana rumah ini akan dibangun. Ukuran conblock yang
digunakan harus memenuhi SNI PKKI NI-05. Untuk dinding papan
harus dipasang pada kerangka yang kokoh, untuk kerangka dinding
digunakan kayu berukuran 5/7 dengan jarak maksimum 100 cm. Kayu
yang digunakan baik untuk papan dan balok adalah kayu kelas kuat dan
awet II. Apabila untuk kerangka digunakan kayu balok berukuran 5/10
atau yang banyak beredar dipasaran dengan ukuran sepadan. Jarak tiang
rangka kurang lebih 150 cm. Papan yang digunakan dengan ketebalan
minimal 2 cm setelah diserut dan sambungan dibuat alur lidah atau
sambungan lainnya yang menjamin kerapatan.
3) Kerangka Bangunan
Rangka dinding untuk rumah tembok dibuat dari struktur beton
bertulang. Untuk rumah setengah tembok menggunakan setengah rangka
dari beton bertulang dan setengah dari rangka kayu. Untuk rumah kayu
tidak panggung rangka dinding menggunakan kayu. Untuk sloof
disarankan menggunakan beton bertulang. Sedangkan rumah kayu
panggung seluruhnya menggunakan kayu, baik untuk rangka bangunan
maupun untuk dinding dan pondasinya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
4) Kuda-kuda
Rumah sederhana sehat ini menggunakan atap pelana dengan
kudakuda kerangka kayu dengan kelas kuat dan awet II berukuran 5/10
atau yang banyak beredar dipasaran dengan ukuran sepadan. Disamping
sistem sambungan kuda-kuda tradisional yang selama ini sudah
digunakan dan dikemb angkan oleh masyarakat setempat.
Dalam rangka mempercepat pelaksanaan pemasangan kerangka
kuda-kuda disarankan menggunakan sistem kuda-kuda papan paku, yaitu
pada setiap titik simpul menggunakan klam dari papan 2/10 dari kayu
dengan kelas yang sama dengan rangka kuda-kudanya. Khusus untuk
rumah tembok dengan konstruksi pasangan, dapat menggunakan kuda-
kuda dengan memanfaatkan ampig tembok yang disekelilingnya
dilengkapi dengan ring-balok konstruksi beton bertulang.
Kemiringan sudut atap harus mengikuti ketentuan sudut
berdasarkan jenis penutup atap yang digunakan, sesuai dengan
spesifikasi yang dikeluarkan oleh pabrik atau minimal 200 untuk
pertimbangan kenyamanan ruang didalamnya.
Membangun suatu perumahan tidak terlepas dari kerusakan bangunan
dalam pelaksanaan kontruksinya walaupun sudah memenuhi standar-standar
kualitas bangunan, untuk itu diperlukan peningkatan kualitas perumahan.
Peningkatan kualitas perumahan dan permukiman dilakukan untuk
meningkatan mutu kehidupan dan penghidupan, harkat, derajat, dan martabat
yang layak dalam lingkungan yang sehat dan teratur terutama bagi
masyarakat, untuk itu diperlukan penanganan (Peraturan Menteri Pekerjaan
Umum No 14/PRT/M Tahun 2010 tentang Petunjuk Teknis Definisi
Operasional Standar Pelayanan Minimal Bidang Cipta Karya Penanganan
Permukiman Perkotaan) yang meliputi :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
1) Perbaikan, yaitu dengan melaksanakan kegiatan tanpa perombakan yang
mendasar, bersifat parsial, dan dilakukan secara bertahap.
2) Pemugaran, yaitu dengan melakukan perbaikan dan atau pembangunan
kembali rumah dan lingkungan menjadi keadaan asli sebelumnya.
3) Peremajaan, yaitu dengan melakukan perombakan yang mendasar dan
bersifat menyeluruh dalam rangka mewujudkan kondisi rumah dan
lingkungan sekitar menjadi lebih baik.
4) Pemukiman kembali, dengan memindahkan masyarakat yang tinggal di
perumahan yang tidak layak huni, dan
5) Pengelolaan dan pemeliharaan, yaitu dengan mempertahankan dan
menjaga kualitas perumahan dan permukiman agar berfungsi
sebagaimana mestinya, yang dilakukan secara berkelanjutan.
2. Tinjauan Tentang Perlindungan Konsumen
a. Pengertian Konsumen, Pelaku Usaha, dan Perlindungan Konsumen
Menurut ketentuan Pasal 1 angka 2 Undang-undang No 8 Tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen, konsumen adalah setiap orang pemakai
barang dan atau jasa yang tersedia dalam masyarakat baik bagi kepentingan
diri sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk
diperdagangkan. Definisi konsumen mempunyai unsur-unsur sebagai berikut
(Shidharta, 2000:4) :
1) Setiap Orang
Subjek yang dimaksud sebagai konsumen berarti setiap orang
yang berstatus sebagai pemakai barang dan/ atau jasa. Istilah “orang”
sebenarnya menimbulkan keraguan apakah hanya orang individual atau
termasuk juga badan hukum. Hal ini berbeda dengan pengertian pelaku
usaha yang secara eksplisit membedakan keduanya. Yang paling tepat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
tidak membatasi pengertian konsumen itu sebatas pada orang
perseorangan, namun konsumen harus mencakup juga badan usaha
dengan makna lebih luas daripada badan hukum. UUPK berusaha
menghindari penggunaan kata produsen sebagai lawan dari kata
konsumen. untuk itu digunakan kata pelaku usaha yang bermakna lebih
luas.
2) Pemakai
Kata pemakai seperti yang disebutkan pada pasal 1 angka (2)
menekankan, konsumen adalah konsumen akhir (ultimate consumer).
Istilah kata pemakai dalam hal ini tepat digunakan dalam rumusan
ketentuan tersebut, sekaligus menunjukkan barang dan/ atau jasa yang
dipakai tidak serta merta hasil dari transaksi jual beli. Artinya, yang
diartikan sebagai konsumen tidak selalu harus memberikan prestasinya
dengan cara membayar uang untuk memperoleh barang dan/ atau jasa
itu.
Dengan kata lain dasar hubungan hukum antara konsumen dan
pelaku usaha tidak perlu harus kontraktual. Jadi konsumen memang tidak
sekedar pembeli (buyer atau koper) tetapi semua orang (perseorangan
atau badan usaha) yang mengkonsumsi barang dan/ atau jasa termasuk
peralihan kenikmatan dalam menggunakannya. Di Amerika serikat,
konsumen tidak lagi diartikan sebagai pembeli dari suatu barang dan/
atau jasa, tetapi termasuk bukan pemakai langsung, asalkan ia memang
dirugikan akibat penggunaan suatu produk.
3) Barang dan/ atau jasa
Undang-undang Perlindungan Konsumen mengartikan barang
sebagai setiap benda, baik berwujud maupun tidak berwujud, baik
bergerak maupun tidak bergerak, baik dapat dihabiskan maupun tidak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
dapat dihabiskan, yang dapat diperdagangkan, dipakai, dipergunakan,
atau dimanfaatkan oleh konsumen.
Sementara itu jasa diartikan sebagai setiap layanan yang
berbentuk pekerjaan atau prestasi yang disediakan bagi masyarakat untuk
dimanfaatkan oleh konsumen. pengertian “yang disediakan bagi
masyarakat” menunjukkan jasa itu harus ditawarkan kepada
masayarakat. Kata-kata ditawarkan kepada masyarakat berarti lebih dari
satu orang dan harus ditafsirkan sebagai bagian dari suatu transaksi
konsumen, artinya seseorang yang karena kebutuhan mendadak lalu
menjual rumahnya kepada orang lain, tidak dapat dikatakan
perbuatannya sebagai Transaksi konsumen, si pembeli tidak dapat
dikategorikan sebagai konsumen menurut UUPK.
4) Yang tersedia dalam masyarakat
Barang dan/ atau jasa yang ditawarkan kepada masyarakat sudah
harus tersedia di pasaran (bunyi Pasal 9 Ayat 1 Huruf e). Dalam
perdagangan yang makin kompleks, syarat itu tidak mutlak lagi dituntut
oleh masyarakat konsumen. misal pada perusahaan pengembang
(developer) perumahan sudah biasa mengadakan transaksi terlebih
dahulu sebelum bangunannya jadi.
5) Bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, makhluk hidup
Unsur yang diletakkan dalam definisi itu mencoba untuk
memperluas pengertian kepentingan. Kepentingan ini tidak sekedar
ditujukan untuk diri sendiri dan keluarga, tetapi juga barang dan/ atau
jasa itu diperuntukkan bagi orang lain (diluar diri sendiri maupun
keluarganya), bahkan untuk mahluk hidup lain seperti hewan dan
tumbuhan. Oleh sebab itu penguraian unsur ini tidak mempunyai makna
apa-apa karena pada dasarnya tindakan memakai suatu barang dan/ atau
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
jasa terlepas ditujukan untuk siapa dan makhluk hidup lain juga tidak
terlepas dari kpentingan pribadi.
6) Barang dan/ atau jasa tidak untuk diperdagangkan
Pengertian konsumen dalam undang-undang perlindungan
konsumen ini dipertegas, yaitu hanya konsumen akhir. Batasan itu sudah
dipakai dalam peraturan perlindungan konsumen di berbagai negara.
Secara teoritis hal demikian cukup baik untuk mempersempit ruang
lingkup pengertian konsumen, walaupun dalam kenyataanya sulit
menetapkan batas-batas seperti itu.
Pengertian konsumen dalam Undang-undang Perlindungan Konsumen
lebih luas dibandingkan dengan rancangan undang-undang perlindungan
konsumen lainnya, yaitu dalam Rancangan Undang-Undang Perlindungan
Konsumen yang diajukan oleh Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia yang
menentukan bahwa Konsumen adalah pemakai barang dan atau jasa yang
tersedia dalam masyarakat bagi kepentingan diri sendiri atau keluarganya atau
orang lain yang tidak untuk diperdagangkan kembali.
Jadi konsumen perumahan yaitu orang yang memakai barang dan atau
jasa khususnya rumah untuk bertempat tinggal untuk keperluan diri sendiri
maupun keluarga atau orang lain dan tidak diperjualbelikan kembali. Dari
sudut pandang yang lain jika hanya berpegang pada rumusan pengertian
konsumen dalam Undang-Undang Perlindungan konsumen, kemudian
dikaitkan dengan Pasal 45 yang mengatur tentang gugatan ganti kerugian dari
konsumen kepada pelaku usaha, maka keluarga, orang lain dan makhluk
hidup lain, tidak dapat menuntut ganti kerugian karena mereka tidak termasuk
konsumen, tetapi kerugian yang dialaminya dapat menjadi alasan untuk
mrngadakan tuntutan ganti kerugian.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
Adapun pengertian dari pelaku usaha didalam Undang-Undang
Perlindungan Konsumen No 8 Tahun 1999 Pasal 1 angka 3 yaitu pelaku usaha
adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk
badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan
atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Negara Republik Indonesia,
baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian
menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.
Pengertian pelaku usaha dalam Pasal 1 angka 3 Undang-Undang
Perlindungan Konsumen cukup luas karena meliputi grosir, leveransir,
pengecer dan sebagainya. Cakupan luasnya pengetian pelaku usaha didalam
Undang-Undang tersebut memiliki persamaan dengan pengertian pelaku
usaha dalam masyarakat Eropa terutama negara Belanda, bahwa yang dapat
dikualifikasi sebagai produsen adalah pembuat produk jadi (finished product);
penghasil bahan baku; pembuat suku cadang; setiap orang yang
menampakkan dirinya sebagai produsen dengan jalan mencantumkan
namanya, tanda pengenal tertentu, atau tanda lain yang membedakan dengan
produk asli, pada produk tertentu; importir suatu produk dengan maksud
untuk dijualbelikan, disewakan, disewagunakan, atau bentuk distribusi lain
dalam transaksi perdagangan; pemasok dalam hal identitas dari produsen atau
importir tidak dapat ditentukan.
Dengan demikian tampak bahwa pelaku usaha yang dimaksudkan
dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen sama dengan cakupan
produsen yang dikenal di Belanda, karena produsen dapat berupa perorangan
atau badan hukum. Pengertian pelaku usaha yang bermakna luas itu akan
memudahkan konsumen menuntut ganti kerugian. Konsumen yang dirugikan
akibat penggunaan produk tidak begitu kesulitan dalam menemukan kepada
siapa tuntutan diajukan, karena banyak pihak yang digugat, namun akan lebih
baik jika Undang-Undang Perlindungan Konsumen tersebut memberikan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
rincian sebagaimana dalam Directive, sehingga konsumen dapat lebih mudah
lagi untuk menentukan kepada siapa ia akan mengajukan tuntutan jika ia
dirugikan akibat penggunaan produk (Ahmadi Miru & Sutarman Yodo,
2004:8).
Di bidang perumahan pelaku usaha termasuk dalam kategori
pengembang (Developer) Istilah Developer berasal dari bahasa asing yang
menurut kamus bahasa inggris yang artinya adalah pembangun perumahan.
Selain di Indonesia, negara Malaysia ada tiga kategori pengembang yang
terlibat dalam pembangunan perumahan di Malaysia yaitu pengembang
swasta, badan hukum dan koperasi masyarakat. Semua pengembang diatur
oleh Pembangunan Perumahan (Pengendalian dan Perizinan) ketika mereka
melakukan pembangunan perumahan yang melibatkan pembangunan lebih
dari empat unit akomodasi perumahan (Azlinor Sufian and Rozanah AB.
Rahman, Journal of Economics and Management 2(1): 141 – 156 (2008)
ISSN 1823 – 836 http://www.econ.upm.edu.my/ijem/vol2no1/bab07.pdf
diakses selasa 12 juli 13.00 WIB).
Tujuan dari pengembang adalah untuk menyiapkan sebuah hunian atau
produk kelompok bangunan yang siap untuk digunakan baik sebagai hunian,
bisnis atau kavling-kavling yang intinya dapat menarik minat para konsumen,
bahkan beberapa pengembang memberi jasanya hingga memfasilitasi urusan
perijinan dan urusan jual beli.
Konsumen perlu dilindugi oleh hukum oleh karena itu pengertian
perlindungan konsumen dinyatakan pada Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang No
8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, perlindungan konsumen
adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi
perlindungan kepada konsumen. Perlindungan terhadap konsumen diberikan
agar mencapai tujuan hukum yaitu memberikan perlindungan (pengayoman)
kepada masyarakat. Menurut pendapat Az. Nasution, hukum perlindungan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
konsumen merupakan bagian dari hukum konsumen yang memuat asas-asas
atau kaidah-kaidah bersifat mengatur, dan juga mengandung sifat yang
melindungi kepentingan konsumen. Az. Nasution juga mengakui, asas-asas
dan kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan dan masalah konsumen
itu menyebar dalam berbagai bidang hukum, baik tertulis maupun tidak
tertulis (Shidarta, 2000:9). Wiley-Blackwell dalam Internasional Journal of
Consumer Studies menyatakan :
“Consumer protection: empowerment and entitlement, safety,
standards, economic security;Consumer behaviour: goods and
services, business and marketing practices, retailing;The consumer
ecosystem: globalisation, sustainability, technology, ethical
consumption, gender issues, citizenship;Family and household studies:
quality of life, food and nutrition, textiles and clothing, shelter, health
and well being” (Wiley-Blackwell, Internasional Journal of Consumer
Studies. http://www.wiley.com/bw/journal.asp?ref=1470-6423)
diakses Senin,27 Juni 2011 pukul 14.00 WIB.
Terjemahan adalah sebagai berikut :
“Perlindungan konsumen: pemberdayaan dan hak, keselamatan,
standar, keamanan ekonomi; Perilaku konsumen: barang dan jasa,
praktek bisnis dan pemasaran, ritel; Ekosistem konsumen: globalisasi,
keberlanjutan, teknologi, konsumsi etis, isu-isu gender,
kewarganegaraan, keluarga dan rumah tangga studi : kualitas hidup,
pangan dan gizi, tekstil dan pakaian, tempat tinggal, kesehatan dan
kesejahteraan”.
Dengan kata lain pengertian Hukum Perlindungan Konsumen
Perumahan merupakan asas-asas dan kaidah-kaidah yang mengatur dan
melindungi konsumen perumahan dalam hubungan dan masalahnya dengan
para penyedia barang atau jasa terutama penyedia perumahan (Developer).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
b. Hak dan Kewajiban
1. Hak dan Kewajiban Konsumen
Sebagai pemakai barang dan atau jasa, konsumen memiliki hak-
hak dan kewajiban-kewajiban. Secara umum dikenal ada empat hak dasar
konsumen,yaitu:
(a) Hak untuk mendapatkan keamanan (the right to safety).
(b) Hak untuk mendapatkan informasi (the right to be informed).
(c) Hak untuk memilih (the right to choose).
(d) Hak untuk didengar (the right to he heard).
Adapun hak-hak konsumen yang secara eksplisit dituangkan
dalam Pasal 4 Undang-undang Perlindungan Konsumen, antara lain :
(a) Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam
menkonsumsi barang dan atau jasa;
(b) Hak untuk memilih barang dan atau jasa serta mendapatkan barang
dan atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta
jaminan yang dijanjikan;
(c) Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan
jaminan barang dan atau jasa;
(d) Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan atau
jasa yang digunakan;
(e) Hak untuk mendapatkan advokasi,perlindungan, dan penyelesaian
sengketa perlindungan konsumen secara patut;
(f) Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
(g) Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta
tidak diskriminatif;
(h) Hak untuk mendapatkan dispensasi, ganti rugi dan atau penggantian
jika barang dan atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian
dan atau tidak sebagaimana mestinya;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
(i) Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan
yang lain;
Memperhatikan hak-hak konsumen yang telah disebutkan diatas,
maka secara keseluruhan diuraikan 10 macam hak-hak konsumen
(Ahmadi Miru & Sutarman Yodo, 2004: 41). yaitu :
(a) Hak atas keamanan dan keselamatan
Hak atas keamanan dan keselamatan ini dimaksudkan untuk
menjamin keamanan dan keselamatan konsumen dalam penggunaan
barang atau jasa yang diperolehnya, sehingga konsumen dapat
terhindar dari kerugian fisik maupun psikis apabila mengkonsumsi
produk.
(b) Hak untuk memperoleh informasi
Hak atas informasi dimaksudkan agar konsumen dapat
memperoleh gambaran yang benar tentang suatu produk, karena
dengan informasi tersebut konsumen dapat memilih produk yang
diinginkan atau sesuai dengan kebutuhannya serta terhindar dari
kerugian akibat kesalahan dalam penggunaan produk.
(c) Hak untuk memilih
Hak ini dimaksudkan untuk memberikan kebebasan kepada
konsumen untuk memilih produk-produk tertentu sesuai dengan
kebutuhannya, tanpa ada tekanan dari pihak luar. Berdasarkan hak
untuk memilih ini maka konsumen berhak memutuskan untuk
membeli atau tidak terhadap suatu produk, demikian juga keputusan
untuk memilih baik kualitas maupun kuantitas jenis produk yang
dipilihnya.
(d) Hak untuk didengar
Hak untuk didengar merupakan hak dari konsumen agar tidak
dirugikan lebih lanjut, atau hak untuk menghindarkan diri dari
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
kerugian. Hak ini berupa pertanyaan-pertanyaan tentang berbagai hal
yang berkaitan dengan produk apabila informasi yang diperoleh
mengenai produk tersebut kurang memadai, atau berupa pengaduan
atas adanya kerugian yang telah dialami akibat penggunaan suatu
produk, atau berupa pernyataan tentang suatu kebijakan pemerintah
yang berkaitan dengan kepentingan konsumen. Hak ini disampaikan
baik secara perorangan maupun secara kolektif, baik yang
disampaikan secara langsung maupun diwakilioleh lembaga tertentu.
(e) Hak untuk memperoleh kebutuhan hidup
Setiap orang berhak untuk memperoleh kebutuhan dasar
(barang atau jasa) untuk mempertahankan hidupnya secara layak.
(f) Hak untuk memperoleh ganti kerugian
Hak ini dimaksudkan untuk memulihkan keadaan yang telah
menjadi rusak akibat adanya penggunaan barang atau jasa yang tidak
memenuhi harapan konsumen. Untuk merealisasi hak ini harus
melalui prosedur tertentu, baik yang diselesaikan secara damai
maupun diselesaikan melalui pengadilan.
(g) Hak untuk memperoleh pendidikan konsumen;
Hak ini agar konsumen memperoleh pengetahuan maupun
keterampilan yang diperlukan agar terhindar dari kerugian akibat
penggunaan produk. Dengan demikian konsumen menjadi lebih teliti
dan kritis dalam memilih suatu produk yang dibutuhkan.
(h) Hak untuk memperoleh lingkungan hidup yang bersih dan sehat
Hak atas lingkungan yang bersih dan sehat sangat penting bagi
setiap konsumen dan lingkungan.
(i) Hak untuk mendapatkan barang sesuai dengan nilai tukar yang
diberikan
Hak ini dimaksudkan untuk melindungi konsumen dari
kerugian akibat permainan harga secara tidak wajar. Karena dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
keadaan tertentu konsumen dapat saja membayar harga suatu barang
jauh lebih tinggi daripada kegunaan atau kualitas dan kuantitas barang
atau jasa yang diperolehnya.
(j) Hak untuk mendapatkan upaya penyelesaian hukum yang patut
Hak ini untuk memulihkan keadaan konsumen yang telah dirugikan
akibat penggunaan produk dengan melalui jalur hukum
Disamping hak-hak yang disebutkan pada Pasal 4 juga terdapat
kewajiban-kewajiban konsumen khususnya dalam Pasal 5 Undang-
undang Perlindungan Konsumen, yaitu :
(a) Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian
dan pemanfaatan barang dan atau jasa demi keamanan dan
keselamatan;
(b) beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan atau
jasa;
(c) Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;
(d) Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan
konsumen secara patut;
Kewajiban dan hak merupakan antinomi dalam hukum, sehingga
kewajiban pelaku usaha dapat dilihat sebagai hak konsumen yang
disebutkan pada Pasal 7 Undang-undang Perlindungan Konsumen
mengenai hak pelaku usaha.
Selain hak-hak yang disebutkan itu, ada juga hak untuk dilindungi
dari akibat negatif persaingan curang. Hal ini berangkat dari
pertimbangan, kegiatan bisnis yang dilakukan pelaku usaha sering
dikukan secara tidak jujur, yang dalam hukum dikenal dengan
terminologi “Persaingan Curang” (unfair competition). Ketentuan-
ketentuan ini sesungguhnya diperuntukkan bagi sesama pelaku usaha
tidak bagi konsumen langsung, namun demikian kompetisi tidak sehat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
diantara mereka pada jangka panjang pasti berdampak negatif bagi
konsumen pihak yang dijadikan sasaran rebutan adalah konsumen itu
sendiri.
2. Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha
Untuk menciptakan kenyamanan dalam berusaha dan menciptakan
pola hubungan yang seimbang antara pelaku usaha atau pengembang dan
konsumen maka perlu adanya hak dan kewajiban masing-masing pihak.
Adapun hak dari pelaku usaha tersebut diatur dalam Pasal 6 Undang-
Undang No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, yaitu antara
lain :
(a) Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan
mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan atau jasa yang
diperdagangkan.
(b) Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen
yang tidak beritikad baik.
(c) Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya didalam penyelesaian
hukum sengketa konsumen.
(d) Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum
bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan atau
jasa yang diperdagangkan.
(e) Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan
lainnya.
Sedangkan Pasal 7 Undang-Undang Perlindungan Konsumen
mengatur mengenai kewajiban kewajiban pelaku usaha yang meliputi :
(a) Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
(b) Memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi
dan jaminan barang dan atau jasa serta memberi penjelasan,
perbaikan, dan pemeliharaan.
(c) Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta
tidak diskriminatif.
(d) Menjamin mutu barang dan atau jasa yang diproduksi dan atau
diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan atau
jasa yang berlaku.
(e) Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan atau
mencoba barang dan atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan
atau garansi atas barang yang dibuat dan atau yang diperdagangkan.
(f) Memberi kompensasi, ganti rugi dan atau penggantian atas kerugian
akibat penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang dan atau jasa
yang diperdagangkan.
(g) Memberi kompensasi, ganti rugi dan atau penggantian apabila barang
dan atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan
perjanjian.
Bagi pelaku usaha selain dibebani kewajiban yang telah
disebutkan diatas, ternyata juga dikenakan larangan-larangan yang diatur
dalam pasal 8 Undang-undang perlindungan konsumen adapun larangan-
larangan bagi pelaku usaha meliputi :
(a) Larangan mengenai produk itu sendiri yang tidak memenuhi syarat
dan standar yang layak untuk dipergunakan atau dipakai atau
dimanfaatkan oleh konsumen.
(b) Larangan mengenai ketersediaan informasi yang tidak benar, tidak
akurat, dan yang menyesatkan konsumen.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
c. Tanggung jawab Pelaku usaha
Disamping adanya hak dan kewajiban pelaku usaha adanya tanggung
jawab yang harus dipikul oleh developer sebagai bagian dari kewajiban yang
mengikat kegiatannya dalam berusaha, sehingga diharapkan adanya
kewajiban developer (pelaku usaha) untuk selalu berhati-hati dalam
memproduksi barang dan atau jasa yang dihasilkan. Tanggung jawab yang
dimaksud sebagai upaya untuk melindungi konsumen atas pemakaian produk
yang dihasilkan dan atau/ diperdagangkan oleh pelaku usaha, dimana pelaku
usaha harus bertanggung jawab atas produk yang dihasilkan atau
diperdangkan, tanggung jawab tersebut dikenal sebagai tanggung jawab
produk (Product Liability). Tanggung jawab (Product Liability) dapat
diartikan sebagai suatu tanggung jawab secara hukum dari orang atau badan
yang menghasilkan suatu produk (produser, manifacturer), dari orang atau
badan yang bergerak dalam suatu proses untuk menghasilkan suatu poduk
(procecor,assembler), dan mendistribusikan (seller,distributor) dari produk
tersebut (A.Joko Purwoko,2005 “Tanggung Jawab Pelaku Usaha Terhadap
Konsumen Dalam Bisnis Multi Marketing Level”,Kisi Hukum,Vol 8 No 1).
Tanggung jawab merupakan hal yang sangat penting dalam
perlindungan konsumen. Secara umum prinsip tanggung jawab dalam hukum
dapat dibedakan menjadi (Shidarta, 2000:58) :
1) Prinsip tanggung jawab berdasarkan kesalahan (liability based on fault)
yaitu prinsip yang menyatakan bahwa seseorang baru dapat diminta
pertanggung jawaban secara hukum jika ada unsur kesalahan yang
dilakukan.
2) Prinsip praduga untuk selalu bertanggung jawab, menegaskan bahwa
pelaku usaha dianggap bertanggung jawab sampai ia dapat membuktikan
ia tidak bersalah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
3) Prinsip praduga untuk selalu tidak bertanggung jawab, hanya dikenal
dalam lingkup transaksi konsumen yang sangat terbatas, dan pembatasan
demikian biasanya secara common sense dapat dibenarkan. Prinsip ini
kebalikannya dengan prinsip yang kedua.
4) Prinsip tanggung jawab mutlak, yaitu dalam hukum perlindungan
konsumen secara umum digunakan untuk menjerat pelaku usaha,
khususnya produsen barang, yang memasarkan produknya yang
merugikan konsumen. Asas ini dekenal dengan nama product liability
5) Prinsip tanggung jawab dengan pembatasan.
Tanggung jawab pelaku usaha dalam kerugian konsumen dalam
Undang-undang No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen diatur
khusus dalam Bab VI , pasal 19 ayat (1) dapat diketahui tanggung jawab
pelaku usaha meliputi :
1) Tanggung jawab ganti kerugian atas kerusakan.
2) Tanggung jawab ganti kerugian atas pencemaran.
3) Tanggung jawab ganti kerugian atas kerugian konsumen.
Berdasarkan hal ini maka adanya produk barang dan atau jasa yang
rusak bukan merupakan satu-satunya pertanggungjawaban pelaku usaha. Hal
ini berarti bahwa tanggung jawab pelaku usaha meliputi segala kerugian yang
dialami konsumen.
d. Asas dan tujuan perlindungan konsumen
Upaya perlindungan konsumen di Indonesia didasarkan pada asas
yang diyakini memberikan arahan dan implementasinya ditingkatan praktis.
Berdasarkan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen asas yang dimaksud, yaitu :
1) asas manfaat
2) asas keadilan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
3) asas keseimbangan
4) asas keselamatan dan keamanan konsumen
5) asas kepastian hukum.
Adapun penjelasan dari lima asas tersebut adalah :
1) Asas manfaat dimaksudkan untuk mengamanatkan bahwa segala upaya
dalam menyelenggarakan perlindungan konsumen harus memberikan
manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha
secara keseluruhan.
2) Asas keadilan dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat dapat
diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada
konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan
melaksanakan kewajibannya secara adil.
3) Asas keseimbangan dimaksudkan untuk memberikan keseimbangan
antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti
materiil dan spritual.
4) Asas keamanan dan keselamatan konsumen dimaksudkan untuk
memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen
dalam penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang dan/atau jasa
yang dikonsumsi atau digunakan.
5) Asas kepastian hukum dimaksudkan agar pelaku usaha maupun
konsumen menaati hukum dan memperoleh keadilan dalam
menyelenggarakan perlindungan konsumen serta menjamin kepastian
hukum
Kelima asas yang disebutkan dalam pasal tersebut bila diperhatikan
substansinya maka dapat dibagi menjadi tiga asas, yaitu :
1) Asas Kemanfaatan yang didalamnya meliputi asas keamanan dan
keselamatan konsumen.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
2) Asas Keadilan yang didalamnya meliputi asas keseimbangan, dan
3) Asas Kepastian hukum.
Radbruch menyebut keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum
sebagai tiga ide dasar hukum yang berarti dapat dipersamakan dengan asas
hukum namun adanya kesulitan menyebutkan ketiga asas tersebut sebagai
tujuan hukum, Radbruch juga mengajarkan bahwa kita harus menggunakan
asas prioritas dimana prioritas pertama selalu jatuh pada keadilan baru
kemanfaatan, dan yang terakhir kepastian hukum. Pendapat lain juga
dikemukakan oleh Achmad Ali yang tidak menyetujui sepenuhnya pendapat
Radbruch, ia sendiri sependapat menganut asas prioritas, tetapi tidak dengan
telah menetapkan urutan prioritas seperti keadilan dulu baru kemanfaatan
barulah yang terakhir kepastian hukum namun menganut asas prioritas yang
kausatis yang maksudnya adalah tujuan hukum untuk mencapai keadilan,
kemanfaatan, atau kepastian hukum semuanya tergantung dari kondisi yang
ada atau dihadapi didalam setiap kasus (Ahmadi Miru & Sutarman Yodo,
2004:27).
Perlindungan konsumen itu sendiri menurut Undang-Undang
Perlindungan Konsumen bertujuan untuk :
1) Meningkatan kesadaran, kemampuan, dan kemandirian konsumen
untuk melindungi diri;
2) Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara
menghindarkannya dari akses negatif dari pemakaian barang dan atau
jasa.
3) Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih,
menentukan, dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen.
Adapun apabila konsumen merasa dirugikan oleh pelaku usaha atau
pengembang, konsumen dapat mengajukan upaya hukum. Upaya hukum yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
dapat dilakukan konsumen adalah upaya hukum melalui jalur pengadilan dan
upaya hukum jalur luar pengadilan. Upaya hukum penyelesaian sengketa
konsumen antara lain :
1) Upaya hukum melalui luar pengadilan
Penyelesaian di luar pengadilan diselenggarakan untuk mencapai
kesepakatan mengenai bentuk dan besarnya ganti rugi dan/atau mengenai
tindakan tertentu untuk menjamin tidak akan terjadinya kembali kerugian
yang diderita konsumen (pasal 47 Undang-undang Perlindungan
Konsumen). Penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana
dimaksud pada pasal 47 ayat (2) Undang-undang Perlindungan Konsumen
tidak menghilangkan tanggung jawab pidana sebagaimana diatur dalam
Undang-undang.
Konsumen yang ingin menyelesaikan sengketa konsumen dengan
cara di luar pengadilan maka bisa melakukan alternative resolusi masalah
ke Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK). Badan Penyelesaian
Sengketa Konsumen (BPSK) adalah institusi non struktural yang memiliki
fungsi sebagai “institusi yang menyelesaikan permasalahan konsumen
diluar pengadilan secara murah, cepat dan sederhana”. Badan ini sangat
penting dibutuhkan di daerah dan kota di seluruh Indonesia. Anggota-
anggotanya terdiri dari perwakilan aparatur pemerintah, konsumen dan
pelaku usaha. Tugas-tugas utama BPSK diantaranya :
(a) Menangani permasalahan konsumen melalui mediasi, konsiliasi atau
arbitrasi;
(b) Konsultasi konsumen dalam hal perlindungan konsumen;
(c) Mengontrol penambahan dari bagian-bagian standarisasi;
(d) Memberikan sanksi administrasi terhadap pengusaha yang menyalahi
aturan (Abdi Darwis,2010:40).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
Pasal 47 Undang-undang Perlindungan Konsumen juga
menegaskan bahwa penyelesaian sengketa konsumen diluar pengadilan
diselenggarakan untuk mencapai kesepakatan mengenai tindakan tertentu
untuk menjamin tidak akan terjadi kembali atau tidak akan terulang
kembali kerugian yang diderita konsumen.
Dalam hal ini bentuk jaminan yang dimaksud berupa pernyataan
tertulis yang menerangkan bahwa tidak akan terulang kembali perbuatan
yang telah merugikan konsumen tersebut.
Seorang konsumen yang dirugikan dapat mengajukan gugatan
ganti rugi langsung ke pengadilan atau diluar pengadilan melalui lembaga
Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat, sedangkan gugatan yang
dilakukan oleh sekelompok konsumen, lembaga konsumen swadaya
masyarakat maupun pemerintah atau instansi yang terkait hanya dapat
diajukan ke pengadilan.
2) Upaya hukum melalui pengadilan
Pada prinsipnya setiap konsumen yang dirugikan dapat menggugat
pelaku usaha melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa
antara konsumen dan pelaku usaha atau melalui peradilan umum, apabila
telah dipilih upaya penyelesaian sengketa konsumen secara damai dan
penyelesaian di luar pengadilan (melalui Badan Penyelesaian Sengketa
Konsumen), maka gugatan melalui pengadilan hanya dapat ditempuh
apabila upaya tersebut dinyatakan tidak berhasil oleh salah satu pihak atau
oleh para pihak yang bersengketa.
Penyelesaian sengketa di luar pengadilan tidak menghilangkan
tanggung jawab pidana sebagaimana di atur dalam Undang-Undang.
Kewenangan menyelesaikan sengketa konsumen melalui pengadilan
dalam lingkungan peradilan umum dengan mengacu pada ketentuan yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
berlaku di lingkungan peradilan umum tersebut. Hal ini berarti tatacara
pengajuan gugatan dalam masalah perlindungan konsumen mengacu pada
hukum acara perdata yang berlaku.
Pihak-pihak yang dapat mengajukan gugatan atau pelanggaran
pelaku usaha melalui pengadilan menurut Pasal 46 ayat (1) Undang-
Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen meliputi:
(a) Seorang konsumen yang dirugikan atau ahli waris yang bersangkutan.
(b) Sekelompok konsumen yang mempunyai kepentingan yang sama.
(c) Lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat yang
memenuhi syarat yaitu berbentuk badan hukum atau yayasan yang
dalam anggaran dasarnya menyebutkan dengan tegas bahwa tujuan
didirikannya organisasi tersebut adalah untuk kepentingan
perlindungan konsumen dan telah melaksanakan kegiatan sesuai
dengan anggaran dasarnya.
(d) Pemerintah dan/atau instansi terkait apabila barang dan/atau jasa yang
dikonsumsi atau dimanfaatkan mengakibatkan kerugian materi yang
besar dan/atau korban yang tidak sedikit.
3. Tinjauan Tentang Jual Beli Rumah Antara Developer dan Konsumen
a. Bentuk Perjanjian Jual Beli Rumah
Pada prinsipnya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen, tidak melarang developer (Pelaku Usaha) untuk
membuat perjanjian baku yang memuat klausula baku, asal tidak
mencantumkan ketentuan yang dilarang dalam Pasal 18 ayat (1) Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan perjanjian
baku yang dibuat tidak bertentangan dengan Pasal 18 ayat (2) Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
Dokumen-Dokumen Hukum Yang Timbul Dari Perjanjian Jual Beli
Rumah Perjanjian yang dilakukan dalam bidang perumahan akan melahirkan
dokumen-dokumen hukum (legal documents) yang penting antara lain (Yusuf
Shofie, 2003:84) :
1) Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) atau sering pula dikenal dengan
istilah Perjanjian Pendahuluan Pembelian, perjanjian akan jual beli antara
developer (pelaku usaha) dan konsumen. Dokumen ini merupakan
dokumen yang membuktikan adanya hubungan hukum (hubungan
kontraktual) antara developer (pelaku usaha) dan konsumen.
2) Perjanjian Jual Beli yang dibuat dan ditanda tangani di hadapan Pejabat
Pembuat Akta Tanah (PPAT).
3) Perjanjian kredit pemilikan Rumah/Apartemen/Satuan Rumah Susun nama
lain seperti: Persetujuan Pemberian Kredit dari Bank Pemberi Kredit
Pemilikan Rumah (KPR) atau Kredit Pemilikan Apartemen (KPA).
Keberadaan dokumen-dokumen tersebut sangat penting sebagai salah
satu bentuk pelaksanaan perlindungan konsumen di lapangan.
b. Prinsip Dasar Perjanjian Pengikatan Jual Beli Rumah
Perjanjian pengikatan jual beli rumah mempunyai prinsip dasar dan
yang menjadi prinsip dasar itu, antara lain :
1) Uraian obyek pengikatan jual – beli, yang meliputi (NM. Wahyu Kuncoro,
S.H, pedoman-pengikatan-jual-beli-rumah.html diakses tanggal 9 Mei
2011 pukul 19.00 WIB) :
(a) Luas bangunan rumah disertai dengan gambar arsitektur, gambar
denah, dan spesifikasi teknis bangunan.
(b) Luas tanah, status tanah, beserta segala perijinan yang berkaitan
dengan pembangunan rumah dan hak-hak lainnya.
(c) Lokasi tanah dengan mencantumkan nomor kapling, rincian wilayah,
desa atau kelurahan dan kecamatan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
(d) Harga rumah dan tanah, serta tata cara pembayarannya, yang telah
disepakati oleh kedua belah pihak.
2) Kewajiban dan jaminan developer terhadap konsumen
Developer sebagai penjual memiliki kewajiban-kewajiban dalam
perjanjian jual beli rumah, antara lain :
(a) Penjual wajib melaksanakan pendirian bangunan sesuai waktu yang
telah diperjanjikan menurut gambar arsitektur, gambar denah dan
spesifikasi teknis bangunan, yang telah disetujui dan ditanda tangani
bersama oleh kedua belah pihak dan dilampirkan, yang menjadi
bagian tak terpisahkan dalam akta pengikatan jual beli rumah
tersebut.
(b) Penjual wajib menyelesaikan pendirian bangunan dan menyerahkan
tanah dan bangunan rumah tepat waktu seperti yang diperjanjikan
kepada Pembeli, kecuali karena hal-hal yang terjadi keadaan
memaksa (Force Mayeure) yang merupakan hal di luar kemampuan
Penjual antara Iain seperti bencana alam perang pemogokan, huru-
hara, kebakaran, banjir dan peraturan-peraturan/kebijaksanaan
Pemerintah di bidang Moneter.
(c) Penjual sebelum melakukan penjualan dan atau melakukan pengikatan
jual beli rumah wajib memiliki :
(i) Surat ijin persetujuan prinsip rencana proyek dari Pemerintah
Daerah setempat dan surat ijin lokasi dari Kantor Pertanahan
Kabupaten/Kotamadya. Khusus untuk DKI Jakarta surat ijin
Penunjukkan dan Penggunaan Tanah (SIPPT).
(ii) Surat Keterangan dari Kantor Pertanahan
Kabupaten/Kotamadya, bahwa yang bersangkutan (Developer)
telah memperoleh tanah untuk pembangunan perumahan dan
permukiman.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
(iii) Surat ijin Mendirikan Bangunan.
(d) Penjual wajib mengurus pendaftaran perolehan hak atas tanah dan
bangunan rumah, seketika setelah terjadinya pemindahan hak atas
tanah dan bangunan rumah atau jual beli rumah (tanah dan
bengunan) dihadapan PPAT.
(e) Apabila Penjual lalai untuk menyerahkan Tanah dan Bangunan Rumah
tepat waktu seperti yang diperjanjikan kepada Pembeli, diwajibkan
membayar denda keterlambatan penyerahan tersebut sebesar 10/00
(dua perseribu) dari jumlah total harga Tanah dan Bangunan Rumah
untuk setiap hari keterlambatannya.
(f) Apabila Penjual ternyata melalaikan kewajibannya untuk mengurus
pendaftaran perolehan hak atas Tanah dan Bangunan Rumah
tersebut, maka Pembeli mempunyai hak dan dianggap telah diberi
kuasa untuk mengurus dan menjalankan tindakan yang berkenaan
dengan pengurusan pendaftaran perolehan hak atas Tanah dan
Bangunan rumah tersebut kepada instansi yang berwenang.
Selain kewajiban-kewajiban diatas developer juga mempunyai
jaminan bagi konsumen, jaminannya yaitu berupa :
(a) Penjual menjamin bagi kepentingan pihak Pembeli bahwa Tanah dan
Bangunan Rumah yang menjadi obyek pengikatan jual beli adalah
hak penjual sepenuhnya. Dan tidak dalam keadaan sengketa, tidak
dikenakan sita jaminan oleh instansi yang berwenang.
(b) Penjual menjamin serta membebaskan Pembeli dari segala tuntutan
yang timbul dikemudian hari baik dari segi perdata maupun pidana
atas Tanah dan Bangunan Rumah tersebut.
3) Kewajiban konsumen dalam jual beli rumah
Jual beli merupakan suatu persetujuan dengan mana pihak yang
satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu barang dan pihak yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
lain untuk membayar harga yang dijanjikan maka ada kewajiban-
kewajiban yang harus dipenuhi seorang pembeli atau konsumen (NM.
Wahyu Kuncoro, S.H, pedoman-pengikatan-jual-beli-rumah.html diakses
tanggal 31 Mei 2011 pukul 13.00 WIB) seperti :
(a) Pembeli telah menyetujui jumlah total harga Tanah dan Bangunan
Rumah sesuai gambar arsitektur, gambar denah, dan spesifikasi
teknis bangunan yang telah ditetapkan bersama.
(b) Pembeli wajib membayar jumlah total harga Tanah dan Bangunan
Rumah, beserta segala pajak, dan biaya-biaya lain yang timbul
sebagai akibat adanya pengikatan jual beli rumah, dengan tatacara
pembayaran yang disepakati bersama.
(c) Pembeli wajib membayar biaya pembuatan akta notaris, pengikatan
jual beli rumah, biaya pendaftaran perolehan hak atas tanah atas
nama Pembeli, sedangkan biaya pengurusan sertifikat ditanggung
oleh penjual.
(d) Apabila Pembeli lalai untuk membayar angsuran harga Tanah dan
Bangunan Rumah pada waktu yang telah ditentukan, maka
dikenakan denda keterlambatan, sebesar 10/00 (dua perseribu) dari
jumlah angsuran yang telah jatuh tempo untuk setiap hari
keterlambatan.
(e) Apabila Pembeli lalai membayar angsuran harga Tanah dan Bangunan
Rumah, segala pajak, serta denda-denda, dan biaya-biaya lain yang
terhutang selama 3 (tiga) kali berturut-turut, maka pengikatan jual
beli rumah dapat dibatalkan secara sepihak, dan segala angsuran
dibayarkan kembali dengan dipotong biaya Adimistrasi oleh
Penjual.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
B. Kerangka Pemikiran
Hubungan hukum
penerapan hukum
-Keterangan gambar-
-Gambar-
Pelaku usaha/Developer Perum. Fajar Indah Surakarta
Konsumen
Kewajiban&hak dan jaminan developer
Kewajiban&hakdan jaminan konsumen
a. Perlindungan hukum terhadap konsumen
perumahan atas kualitas bangunan
perumahan
b. Penyelesainnya jika
Developer/pengembang Perum.Fajar
Indah Surakarta menimbulkan kerugian
bagi konsumennya
Para pihak mengikatkan diri untuk membuat perjanjian jual beli rumah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
Keterangan gambar :
Para pihak pengembang di Perumahan Fajar Indah Surakarta dan konsumen
mengikatkan diri untuk membuat perjanjian jual beli rumah. Jual beli perumahan
antara pengembang dan konsumen didasarkan suatu kesepakatan bersama yang
dituangkan pada perjanjian yang ditetapkan secara sepihak oleh pengembang
(developer) perumahan atau yang disebut dengan perjanjian/klausula baku atau
standar. Dalam Perjanjian itu adanya hubungan hukum antara kedua belah pihak
yang dituangkan pada kewajiban, hak dan jaminan developer dan kewajiban, hak
jaminan bagi konsumen, adapun dasar hukum yang digunakan adalah Undang-
Undang No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan Undang-Undang
No 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Pemukiman.
Undang-undang No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
merupakan salah satu bentuk upaya Indonesia untuk menghadapi permasalahan-
permasalahan hukum yang terkait dengan permasalahan mengenai konsumen dan
juga pelaku usaha. Khususnya konsumen di bidang perumahan.
Undang-Undang ini juga menjelaskan bagaimana penerapan hukumnya
untuk melindungi konsumen terhadap kualitas bangunan perumahan dan juga
memberitahu bangaimana penyelesaian jika pengembang menimbulkan kerugian
bagi konsumennya atas kualitas bangunan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
BAB III
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Perlindungan hukum terhadap konsumen perumahan atas kualitas
bangunan di Perumahan Fajar Indah Surakarta
Rumah merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia yang sangat
penting bagi kehidupan, seiring dengan perkembangan jaman orang lebih
memilih untuk memenuhi kebutuhan rumah yang baik dan layak huni dalam
bentuk perumahan. Konsumen perumahan tidak perlu mempersulit diri untuk
mempersiapkan keperluan pembangunan perumahan, karena pihak
pengembanglah yang akan mempersiapkan keperluan tersebut dan konsumen
perumahan tinggal menikmati hasil jadi. Apabila masyarakat ingin membeli
perumahan, mereka tinggal mendatangi pengembang (developer) perumahan.
Berbagai penawaran yang dilakukan pengembang untuk
mempromosikan dan memasarkan perumahannya. Pada umumnya, pemasaran
perumahan dilakukan dengan menggunakan sarana iklan atau brosur sebagai
sarana mengkomunikasikan produk-produk yang dibuat dan/atau dipasarkan
oleh pengembang kepada konsumennya. Kegiatan promosi dilakukan oleh
pengembang untuk mengenalkan atau menyebarluaskan informasi dari produk
yang telah dibuat pengembang. Iklan melalui brosur tersebut, juga untuk
menarik minat beli konsumen perumahan terhadap produk perumahan yang
dipasarkan.
Alasan masyarakat membeli perumahan dari pengembang adalah
masyarakat dapat memperoleh perumahan secara lebih cepat, lebih terjangkau,
dan tidak repot. Melalui pengembang, konsumen juga dapat memilih
bangunan rumah yang sesuai dengan keinginan serta mendapatkan fasilitas
umum maupun fasilitas sosial yang melengkapi perumahan yang nantinya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
akan menjadi tempat tinggal konsumen. Namun, kepercayaan masyarakat
seringkali disalahgunakan oleh pengembang.
Dalam melakukan penawaran perumahan tidak jarang informasi yang
diberikan oleh pengembang terlalu berlebihan sehingga membuat konsumen
sangat tertarik atau mungkin bahkan membingungkan bagi konsumen sendiri.
Penawaran yang dilakukan oleh pengembang melalui sarana brosur
penawaran selalu menyampaikan hal-hal yang positif saja tanpa didukung
dengan fakta-fakta yang ada dan relevan dalam masyarakat. Banyak
pernyataan pengembang dalam brosur penawaran tidak sesuai dengan yang
diharapkan konsumen perumahan dan tidak sesuai dengan fakta yang
sesungguhnya. Hal ini dapat dikategorikan sebagai suatu bentuk iklan yang
menyesatkan konsumen perumahan. Informasi penawaran tersebut
mengakibatkan kerugian di pihak konsumen. Apabila hal ini dibiarkan terus-
menerus, pihak konsumen akan semakin dirugikan. Hak-hak konsumen
perumahan harus diperjuangkan, terutama dalam hal informasi penawaran
pengembang yang menyesatkan khususnya pada informasi mengenai kualitas
bangunan perumahan.
Perumahan Fajar Indah Surakarta merupakan perumahan terletak di
Jajar dan direalisasikan oleh PT Fajar Bangun Raharja yang berupa
perumahan eksklusif yang bekerja sama dengan Real Estate Indonesia (REI).
Berdasarkan hasil penelitian di kantor pemasaran Perumahan Fajar Indah
Surakarta maka dapat diketahui bahwa sistem penawaran yang dilakukan
dengan menggunakan brosur penawaran yang isinya berupa denah rumah,
perspektif bangunan, dan spesifikasi bangunan rumah. Pada saat konsumen
membeli rumah kepada pengembang didahului dengan perjanjian jual beli
rumah yang disebut dengan Perjanjian Pengikatan Jual beli Rumah antara
konsumen dan pengembang. Adapun ketentuan-ketentuan yang ada pada jual
beli yang dilakukan oleh pengembang dan konsumen,ketentuan tersebut
antara lain :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
1. Persyaratan untuk mendapat rumah bagi konsumen perumahan di Fajar
Indah Surakarta
Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa konsumen
untuk mendapatkan rumah terlebih dahulu melakukan perjanjian jual beli
rumah, setelah adanya kesepakatan antara konsumen dan pengembang
mengenai perikatan perjanjian jual beli rumah maka perjanjian jual beli
rumah akan dimulai pada saat akan mengajukan permohonan kredit
kepemilikan rumah. Konsumen pada awalnya memperoleh informasi dari
pihak pengembang mengenai persyaratan yang harus dipenuhi oleh
konsumen untuk mendapatkan rumah, persyaratan tersebut antara lain :
a. Melengkapi pas foto suami isteri.
b. Melengkapi dengan fotocopy identitas diri (KTP) suami dan isteri.
c. Melengkapi fotocopy Kartu Keluarga (KK).
d. Melengkapi fotocopy Surat Nikah (bagi yang telah menikah).
e. Melengkapi Surat keterangan bekerja / SK Pengangkatan.
f. Melengkapi Slip gaji terakhir/keterangan penghasilan.
g. Melengkapi NPWP (+ SPT tahunan).
h. Melengkapi SIUP (khusus Wiraswasta).
i. Melengkapi fotocopy Karpeg/ Astek (khusus PNS)
(Brosur Perumahan Fajar Indah Permata Surakarta, 9 Juni 2011).
2. Perjanjian pengikatan jual beli rumah di Perumahan Fajar Indah Surakarta
Dalam praktek di lapangan, perjanjian jual beli rumah antara
developer dengan konsumen didahului oleh perjanjian pengikatan jual beli
(PPJB), yakni suatu perjanjian awal adanya kesepakatan jual beli rumah,
pada umumnya format dan isi dari perjanjian pengikatan jual beli ini
antara satu developer dengan developer yang lain adalah sama, namun
demikian ada juga beberapa perjanjian yang memiliki sedikit isi dan
redaksionalnya berbeda meskipun secara substansi tetap sama, perbedaan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
itu antara lain mengenai konsumen dalam memenuhi kewajiban-kewajiban
yang harus dipenuhi sesuai dengan isi perjanjian yang dibuat oleh
pengembang yaitu yang pada dasarnya mengenai pembayaran rumah yang
akan dibeli oleh konsumen
Berdasarkan hasil penelitian di Perumahan Fajar Indah Surakarta
dapat diketahui bahwa pada saat pengembang menjual rumah melalu
brosur penawaran kepada konsumen, konsumen saat membeli rumah
melihat langsung dalam bentuk perjanjian jual beli rumah dan perjanjian
itu dibuat langsung oleh pengembang PT Fajar Bangun Raharja
perusahaan pembangunan perumahan tersebut, disahkan oleh Notaris dan
disaksikan oleh masing-masing pihak di PPAT. Isi dalam perjanjian itu
berupa kewajiban-kewajiban konsumen mengenai cara pembayaran dan
kewajiban konsumen lainnya yang menyangkut pada saat proses jual beli
dan perjanjian itu tidak ada mengenai kualitas bangunan perumahan.
3. Teknis Spesifikasi Bangunan Rumah di Perumahan Fajar Indah Surakarta
Adapun teknis spesifikasi bangunan rumah di perumahan Fajar
Indah Surakarta disesuaikan menurut tipe-tipe rumah yang akan dibangun,
spesifikasi teknis bangunan pada semua tipe standar sama dengan yang
ada didalam brosur hanya ukuran-ukuran yang dipakai setiap tipe berbeda-
beda (hasil wawancara dengan Bp Sutrisno, bagian pelaksana proyek).
Teknis spesifikasi bangunan yang digunakan antara lain :
a. Bangunan memiliki pondasi berupa pasangan batu kali rollag dan
footplat.
b. Struktur Sloof, Kolom, Ring menggunakan beton bertulang.
c. Dinding bangunan berupa pasangan bata diplester, acian, finishing
cat Mowilex.
d. Kusen dan daun pintu menggunakan kusen kayu jati 6 x15 dan
double Teakwood finishing melamin.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
e. Kontruksi atap bangunan rangkap atap kayu dan baja ringan,
penutup atap, genteng press beton dan finishing cat Shintex.
f. Lantai keramik biasa ukuran 40 x 40
g. KM / WC menggunakan lantai keramik berukuran 30 x 30, dinding
keramik berukuran 25 x 33, closet monoblok dan jongkok.
h. Plafon berupa gipsum dan interior.
i. Sanitasi, sumur + pompa listrik, septictank pasangan bata + peresapan.
j. Pagar belakang dan samping menggunakan pasangan bata yang
tingginya berukuran 3 meter, depan pasangan bata pilar + tralis besi
yang tingginya 1,5 meter.
Secara formal pelaksanaan perjanjian pengikatan jual beli rumah
antara pengembang (developer) dengan konsumen umumnya berjalan dengan
baik. Hal tersebut disebabkan bahwa pelaksanaan perjanjian pengikatan jual
beli rumah lebih mengarah pada proses beralihnya hak kepemilikan atas tanah
dan bangunan dari developer selaku penjual kepada konsumen selaku
pembeli.
Persoalan biasanya baru muncul manakala objek dalam perjanjian
pengikatan jual beli rumah telah diserahkan ternyata kualitasnya tidak sesuai
dengan yang diharapkan konsumen ataupun lingkungan di mana rumah yang
menjadi obyek perjanjian didirikan tidak sesuai dengan yang dipromosikan.
Hal inilah sebenarnya yang perlu dicermati bersama baik oleh developer
sendiri selaku penjual maupun oleh konsumen selaku pembeli.
Dengan demikian setiap konsumen perumahan pada saat akan
membeli rumah harus terlebih dahulu mengerti jelas mengenai rumah yang
akan dibeli apakah layak huni atau tidak? Ini merupakan langkah awal dalam
hal pembelian rumah oleh konsumen sebelum adanya perjanjian pengikatan
jual beli rumah tujuan inipun agar konsumen tidak mendapat kerugian di
kemudian hari misal rumah yang sudah dibeli kualitas bangunannya tidak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
sesuai dengan yang dijanjikan seperti atap bocor, lantai retak-retak,dan masih
banyak lagi. Untuk itu diperlukan pedoman teknis tentang pembangunan
perumahan yang dapat dikatakan berkualitas baik dan layak huni dan
pedoman itu telah sesuai dengan acuan atau ketentuan yang terdapat pada
peraturan perundang-undangan. Berdasarkan hasil penjelasan dari Bapak Eka
dapat diketahui bahwa ukuran-ukuran yang dipakai dalam pembangunan
rumah di Perumahan Fajar Indah Surakarta sudah memenuhi norma-norma
yang berlaku dan sesuai dengan standar-standar bangunan rumah, ukuran-
ukuran yang dipakai pada saat membangun rumah di Perumahan Fajar Indah
Surakarta disesuaikan dengan tipe-tipe rumah seperti tipe 56, 92 dan
seterusnya berbeda-beda dan disesuaikan juga dengan kubutuhan konsumen
(hasil wawancara dengan Bapak Eka Staff Personalia PT Fajar Bangun
Raharja). Namun demikian tidaklah mungkin bagi konsumen yang membeli
rumah merasa puas bahkan seringkali konsumen selalu mengklaim apabila
rumah yang dibeli tidak sesuai dengan yang diinginkan dan banyak juga para
pelaku usaha tidak merespon atau memberi tanggapan atas klaim konsumen
tersebut.
Sehingga pada konteksnya penelitian skripsi ini, dimana tema
perlindungan konsumen perumahan menjadi fokus kajian utama, maka
ketentuan-ketentuan sebagaimana yang diatur di dalam Undang-undang No. 8
Tahun 1999 tetap menjadi acuan utama. Pemberlakuan Undang-undang No. 8
Tahun 1999 memang sebuah manifestasi terserapnya berbagai aspirasi yang
memperjuangkan nasib konsumen. Namun demikian, hal tersebut tidak
memberikan jaminan keberhasilan di dalam pelaksanaannya. Undang–Undang
No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen dalam pasal 8 ayat (1)
telah memuat aturan-aturan yang dapat melindungi konsumen dari berbagai
pelanggaran pelaku usaha. Indikasi penipuan dan pelanggaran Undang-
Undang Perlindungan Konsumen yang dilakukan pelaku usaha itu sudah jelas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
terlihat, seperti kayu yang digunakan untuk rumah tidak sesuai dengan
spesifikasi dan brosur yang ditawarkan. Dalam brosur penawaran developer
mencantumkan kayu yang digunakan adalah borneo super. Tapi setelah rumah
dan bangunan selesai dibuat ternyata kayu yang digunakan adalah karet
jeunjing dan sengon, material kayu di dalam keropos dan hampir terjadi
semua pascaperjanjian pengikat jual-beli diserahkan, padahal jauh sebelum
terjadi kesepakatan antara developer dan konsumen umumnya para developer
dalam menawarkan produk perumahannya membuat brosur-brosur atau iklan
yang diiringi dengan janji-janji bahwa kualitas bangunan terjamin mutunya
dan kualitasnya.
Secara normatif Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen melarang pelaku usaha menjual barang dan/atau jasa
yang tidak sesuai dengan janji atau iklan. Hal ini dapat dilihat dalam
ketentuan Pasal 8 ayat (1) huruf a tentang Perlindungan Konsumen yang
menyatakan pelaku usaha dilarang untuk memproduksi atau
memperdagangkan barang dan/atau jasa yang tidak memenuhi atau tidak
sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan Pasal 8 ayat (1) huruf f
Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang
menyatakan bahwa pelaku usaha dilarang untuk memproduksi atau
memperdagangkan barang dan atau jasa yang tidak sesuai dengan janji yang
dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan atau promosi penjualan
barang dan atau jasa tersebut. Di Perumahan Fajar Indah Surakarta, dimana
para pengembang mengutamakan kepentingan konsumen terlebih dahulu dan
dalam pembuatan rumah selalu sesuai dengan spesifikasi bangunan adapun
apabila pembuatan rumah merubah dari spesifikasi bangunan yang sudah ada
itu merupakan keinginan konsumen dan spesifikasi bangunan yang diinginkan
konsumen harus adanya keseimbangan harga terlebih dahulu atau dikenakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
charge harga ( konfirmasi dari Bapak Eka Staff Personalia PT Fajar Bangun
Raharja).
Apabila seorang konsumen tidak merasa puas dan mendapatkan
kerusakan pada rumah yang sudah dibelinya bisa mengajukan klaim kepada
pihak pengembang, Perumahan Fajar Indah diketahui terdapat kira-kira 100-
an konsumen yang pernah mengajukan klaim dan klaim yang diajukan
menyangkut kualitas bangunan, kerusakan ringan, sebelum ditempati dan
fasilitas perumahan. Pihak PT Fajar Bangun Raharja ternyata memenuhi
semua klaim dari konsumen tersebut, karena disamping itu klaim yang
dilakukan diberikan tenggang waktu, yaitu 100 hari atau 3 bulan sejak
penyerahan rumah, masa komplain diberikan 100 hari tidak tertuang didalam
perjanjian pengikatan jual beli dan hanya diberikan oleh pengembang
berdasarkan kesepakatan bersama, dan juga tidak mempunyai dasar hukum
yang tetap atau tidak terdapat di peraturan perundang-undangan manapun
melainkan hanya merupakan kebiasaan dari pengembang untuk menunjukkan
etiket baik pengembang dalam memberikan pelayanan yang baik kepada
konsumen (hasil Wawancara dengan bapak Eka selaku Staff Personalia,
Senin, 25 Juli 2011). Juga karena kesadaran pihak PT Fajar Bangun Raharja
bahwa kerugian/ kerusakan adalah tanggung jawabnya untuk mengganti.
Keluhan-keluhan itu antara lain :
1. Bp Kasirin Penghuni perumahan Fajar Indah mengajukan klaim atas
rumah sejak penyerahan kunci dilakuan, klaim tersebut meliputi:
a. Kamar belakang bocor.
b. Tembok banyak yang retak.
c. Cat pintu dan jendela warnanya masih belang-belang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
2. Ibu Julie Roosfiana mengajukan klaim 1 minggu (tujuh hari) setelah
penyerahan rumah dari pengembang ke konsumen,klaim tersebut
berupa :
a. Tembok dipagar retak.
b. Jendela ruang tamu tidak bisa ditutup rapat.
c. Pintu kamar anak sebelah bawah rusak (hasil komfirmasi dari ibu
Julie penghuni perumahan Fajar Indah Surakarta, Rabu 13 Juli
2011).
3. Bp Andrew Novianto penghuni perumahan yang mengajukan klaim
sejak dilakukan penyerahan kunci dari pengembang,klaim tersebut
berupa:
a. Lantai keramik retak.
b. Cat tembok tidak rata (hasil wawancara dengan Bp Andrew
penghuni Perumahan Fajar Indah Surakarta, Rabu 13 Juli 2011).
Konsumen-konsumen yang telah disebutkan diatas adalah konsumen
perumahan yang pernah mengajukan keluhan atas rumah yang sudah
dibelinya kepada pihak pengembang, pihak pengembang merespon dengan
cepat atas klaim tersebut dan dalam jangka waktu 1 minggu atau 7 (tujuh) hari
telah dilakukan perbaikan atas kerusakan bangunan dan juga karena adanya
kesadaran pihak PT Fajar Bangun Raharja bahwa kerugian/ kerusakan adalah
tanggung jawabnya untuk mengganti (hasil wawancara dengan ibu Eno selaku
marketing PT Fajar Bangun Raharja, Senin, 18 Mei 2011) . Tanggung jawab
yang ditunjukkan oleh pihak pengembang PT Fajar Bangun Raharja ini
sejalan dengan ketentuan dalam ketentuan Pasal 19 UUPK, yang pada
pokoknya menegaskan bahwa pelaku usaha bertanggungjawab memberikan
ganti rugi atas kerusakan / kerugian konsumen, dan ganti rugi itu dapat
berupa pengembalian uang atau penggantian barang yang serupa atau senilai
harganya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
Selain konsumen yang pernah mengajukan klaim ada juga seorang
konsumen penghuni perumahan Fajar Indah menjelaskan bahwa spesifikasi
teknis bangunan yang ada dalam brosur sama dengan rumah yang sudah
dibuat namun ada beberapa bagian yang tidak sama tetapi masih dalam ukuran
standar kualitas bangunan dan pengembang telah memberitahukan terlebih
dahulu (hasil wawancara dengan Bapak Rudy penghuni perumahan Fajar
Indah). Adapun realita ukuran bangunan di Perumahan tersebut terlihat pada
tabel dibawah ini :
No Bangunan Ukuran Berat
1 Struktur
Beton bertulang :
-berat beban
-berat dinding ½ batu
-berat plafon& penggantung
12 cm
2400 kg/m²
250 kg/m²
18 kg/m²
2 Plat lantai
-berat sendiri plat
-berat plafon&penggantung
Finishing (ditaksir)
288 kg/m² 18 kg/m² 33 kg/m²
3 Kusen (kerangka) 6x15 cm
4 Keramik biasa
Keramik granit (real estate)
40x40 cm
60x60 cm
5 Pondasi :batu kali rollag 60 cm
-Tabel-
Dengan demikian Peraturan perundang-undangan yang dapat dijadikan
landasan hukum bagi perlindungan konsumen sebagai upaya untuk
memperoleh perlindungan hukum yaitu Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
tentang Perlindungan Konsumen. Undang-Undang Perlindungan Konsumen
atau yang disebut dengan UUPK tersebut cukup memadai karena menjamin
adanya kepastian hukum dan diharapkan perlindungan terhadap konsumen itu
sebagai benteng untuk meniadakan tindakan kesewenang-wenangan dari
pelaku usaha.
Perlindungan hukum terhadap konsumen oleh pengembang atau
developer telah dilaksanakan sesuai dengan Undang-Undang, dimana
perlindungan konsumen diwujudkan dalam bentuk perjanjian jual beli antara
konsumen dan developer. Namun dalam pelaksanaannya upaya perlindungan
konsumen di perumahan Fajar Indah Surakarta belum sepenuhnya mendapat
perlindungan hukum karena masih ada komplain-komplain dari pihak
konsumen terutama menyangkut kualitas bangunan perumahan.
B. Penyelesaiannya jika Pengembang Menimbulkan Kerugian bagi
Konsumen
Pada dasarnya pengembang atau developer pada saat membuat rumah
tidak melihat hak-hak konsumen terlebih dahulu, sehingga acapkali terjadi
cacat kualitas yang menimbulkan kerugian bagi konsumennya. adapun Hak-
hak konsumen menurut Undang-undang No 1 Tahun 2011 tentang Perumahan
dan Kawasan Permukiman menyebutkan antara lain :
a. Menempati, menikmati, dan/atau memiliki/memperoleh rumah yang
layak dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi, dan teratur;
b. Melakukan pembangunan perumahan dan kawasan permukiman;
c. Memperoleh informasi yang berkaitan dengan penyelenggaraan
perumahan dan kawasan permukiman;
d. Memperoleh manfaat dari penyelenggaraan perumahan dan kawasan
permukiman;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
e. Memperoleh penggantian yang layak atas kerugian yang dialami secara
langsung sebagai akibat penyelenggaraan perumahan dan kawasan
permukiman; dan
f. Mengajukan gugatan perwakilan ke pengadilan terhadap
penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman yang merugikan
masyarakat.
Tidak ubahnya pada Undang-Undang Perlindungan Konsumen yang
menyatakan bahwa jika pelaku usaha menimbulkan kerugian bagi
konsumennnya, konsumen berhak mendapatkan bantuan hukum, terdapat
pada Pasal 5 UUPK yang menyebutkan aturan mengenai hak-hak konsumen
yang diberikan oleh Undang-Undang Perlindungan Konsumen, di mana salah
satu hak tersebut adalah hak untuk mendapat advokasi, perlindungan, dan
upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut jika pelaku
usaha melakukan pelanggaran.
Di Perumahan Fajar Indah jika pengembang menimbulkan kerugian
bagi konsumennya atau terjadi sengketa selalu diselesaikan secara
musyawarah mufakat dan selalu mencapai kata sepakat antara para pihak dan
belum ada yang sampai pada BPSK maupun pengadilan (hasil konfirmasi dari
Ibu Eno selaku pihak marketing PT Fajar Bangun Raharja). Kesepakatan yang
dilakukan para pihak yaitu pengembang menerima keluhan dari konsumen
dan melakukan penggantian apa yang dikeluhkan oleh konsumen mengenai
bangunan rumah. Penggantian itu dilakukan setelah adanya kesepakatan dan
tidak melebihi apa yang sudah disepakati antar pihak.
Berdasarkan implementasi pada Undang-undang penyelesaian
sengketa konsumen dapat ditempuh melalui jalur pengadilan maupun luar
pengadilan, peraturan perundang-undangan yang dapat dijadikan dasar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
hukum penyelesaian sengketa konsumen adalah Pasal 45 ayat (2) Undang-
Undang Perlindungan Konsumen, yang menyatakan:
”Penyelesaian sengketa konsumen dapat ditempuh melalui pengadilan
atau di luar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang
bersengketa”.
Dalam Hukum Administrasi di kenal adanya badan penyelesaian
sengketa yang disebut dengan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen
(BPSK), BPSK ditujukan apabila penyelesaian sengketa antara konsumen dan
pelaku usaha tidak dapat diselesaikan secara musyawarah antara para pihak.
Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen di dalam Undang-undang
Perlindungan Konsumen termasuk pada penyelesaian sengketa konsumen di
luar pengadilan, penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan menurut
pasal 47 Undang-Undang No 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
diselenggarakan untuk mencapai kesepakatan mengenai bentuk dan besarnya
ganti rugi dan/atau mengenai tindakan tertentu untuk menjamin tidak akan
terjadi kembali atau tidak akan terulang kembali kerugian yang diderita oleh
konsumen.
Adapun tugas dan kewenangan dari Badan Penyelesaian Sengketa
Konsumen (Ahmadi Miru,2004:246) antara lain :
a. Melaksanakan penanganan dan penyelesaian sengketa konsumen,
dengan cara melalui mediasi atau arbitrase atau konsiliasi.
b. Memberikan konsultasi perlindungan konsumen.
c. Melakukan pengawasan terhadap pencantuman klausula baku.
d. Melaporkan kepada penyidik umum apabila terjadi pelanggaran
ketentuan dalam Undang-undang No.8 tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
e. Menerima pengaduan baik tertulis maupun tidak tertulis, dari
konsumen tentang terjadinya pelanggaran terhadap perlindungan
konsumen.
f. Memanggil pelaku usaha yang diduga telah melakukan pelanggaran
terhadap perlindungan konsumen.
g. Memanggil dan menghadirkan saksi, saksi ahli dan/atau setiap orang
yang dianggap mengetahui pelanggaran terhadap Undang-undang
No.8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
h. Meminta bantuan penyidik untuk menghadirkan pelaku usaha, saksi,
saksi ahli, atau setiap orang atau pihak yang tidak bersedia memenuhi
panggilan badan penyelesaian sengketa konsumen.
i. Mendapatkan, meneliti dan/atau menilai surat, dokumen, atau alat
bukti lain guna penyelidikan dan / atau pemeriksaan.
j. Memutuskan dan menetapkan ada atau tidak adanya kerugian di pihak
konsumen.
k. Memberitahukan putusan kepada pelaku usaha yang melakukan
pelanggaran terhadap perlindungan konsumen.
l. Menjatuhkan sanksi administratif kepada pelaku usaha yang
melanggar ketentuan Undang-undang ini.
Lembaga penyelesaian sengketa yang dilaksanakan melalui BPSK ini
memang dikhususkan bagi konsumen perorangan yang memiliki perselisihan
dengan pelaku usaha. Dengan adanya BPSK maka penyelesaian sengketa
konsumen dapat dilakukan secara cepat, mudah, dan murah. Cepat karena
undang-undang menentukan dalam tenggang waktu 21 hari kerja, BPSK wajib
memberikan putusannya. Mudah karena prosedur administratif dan proses
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
pengambilan putusan yang sangat sederhana. Murah terletak pada biaya
perkara yang terjangkau.
Selain itu Secara normatif pelaku usaha bertanggung jawab memberikan
ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat
mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan. Ganti
rugi tersebut dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau
jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau
pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang
berlaku (Pasal 19 ayat 1 dan 2 UUPK). Ketentuan ini merupakan upaya untuk
memberikan perlindungan kepada konsumen.
Adapun ada beberapa tahapan untuk menindaklanjuti penyelesaian
sengketa konsumen melalui BPSK, tahapan-tahapan itu antara lain :
1. Konsiliasi
Konsiliasi yaitu bertujuan untuk menyelesaikan permasalahan,
supaya kedua belah pihak dapat melewati perselisihan tersebut. Karena
proses konsiliasi memperbolehkan kedua belah pihak yang berselisih
untuk membicarakan masalah mereka, maka ini memungkinkan bagi salah
satu pihak untuk mendapatkan pengertian yang lebih baik atas pihak yang
lain. Ini dapat membantu menghilangkan salah pengertian yang
dikarenakan prasangka atau informasi yang tidak benar untuk mencapai
perubahan sikap yang nyata.
Semua informasi yang didapatkan dalam proses konsiliasi akan
dijaga kerahasiaannya dan tidak akan dibuat sebagai bagian dari proses
peradilan.Pertemuan konsiliasi adalah pertemuan suka rela. Jika
pihak yang bersangkutan mencapai perdamaian, maka perjanjian
perdamaian yang ditandatangani oleh pihak yang bersangkutan merupakan
kontrak yang mengikat secara hukum (Muh.Nur Udpa, S.H.,
2009.<ttp://www.scribd.com/doc/55467774/Alur-penyelesaian-Sengketa
Konsumen-Melalui-Bpsk> diakses Selasa 12 Juli 2011 pukul 21:15 WIB).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
2. Mediasi
Mediasi merupakan salah satu alternatif penyelesaian sengketa di
luar pengadilan, di samping sudah dikenal dalam perundang-undangan di
Indonesia juga merupakan salah satu pilihan terbaik diantara sistem dan
bentuk ADR yang ada.
Penyelesaian sengketa melalui mediasi harus didahului dengan
kesepakatan para pihak untuk menyelesaikan sengketanya melalui
mediasi. Kesepakatan ini dapat dilakukan sebelum timbulnya sengketa,
yaitu dengan memasukkan sebagai klausula perjanjian (mediation clause
agreement), atau setelah timbul sengketa kemudian para pihak membuat
kesepakatan untuk menyerahkan penyelesaiannya melalui mediasi
(mediation submission).
Mediasi, juga merupakan cara penyelesaian sengketa yang
fleksibel dan tidak mengikat serta melibatkan pihak netral yaitu mediator,
yang memudahkan negoisasi antara para pihak/membantu mereka dalam
mencapai kompromi atau kesepakatan (Ahmadi Miru&Sutarman Yodo,
2004:255).
3. Arbitrase
Arbitrase merupakan cara penyelesaian sengketa di luar peradilan umum
yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat oleh para pihak
yang bersengketa. Penyelesaian sengketa melalui peradilan arbitrase ini
dapat dilakukan oleh oleh para pihak yang bersengketa, jika para pihak
tersebut telah mencantumkan klausula arbitrase dalam perjanjian yang
menjadi pokok sengketa atau mengadakan perjanjian arbitrase setelah
timbulnya sengketa diantara mereka (Ahmadi Miru& Sutarman
Yodo,2004:249).
Apabila penyelesaian sengketa konsumen melalui mediasi,arbitrasi,
dan konsiliasi tidak dapat menyelesaikan sengketa, maka kedua belah pihak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
dapat mengajukan keluhan kepada pengadilan negeri dalam 14 hari setelah
penyelesaian di informasikan dan Pengadilan negeri dari badan peradilan
berkewajiban memberikan penyelesaian dalam 21 hari kerja (direktorat
perlindungankonsumen,2006<http://pkditjenpdn.depdag.go.id/index.php?page
=sengketa> diakses selasa 12 juli 2011 pukul 20.30 WIB).
Penyelesaian sengketa konsumen melalui pengadilan mengacu pada
ketentuan Pasal 45 Ayat (4) yaitu : “apabila telah dipilih upaya penyelesaian
konsumen di luar pengadilan, gugatan pengadilan hanya dapat ditempuh
apabila upaya tersebut dinyatakan tidak berhasil oleh salah satu pihak atau
oleh para pihak yang bersengketa”. Penyelesaian sengketa melalui pengadilan
dapat ditempuh beberapa tahap yaitu pengajuan gugatan, pemeriksaan dan
pembuktian.
1. Pengajuan gugatan pada perkara perdata diatur dalam 1865 KUH Perdata
yang menyatakan “Setiap orang yang mendalilkan bahwa ia mempunyai
sesuatu hak atau guna meneguhkan haknya sendiri maupun membantah
suatu hak orang lain, menunjuk pada suatu peristiwa, diwajibkan
membuktikan adanya hak atau peristiwa tersebut”. Dengan demikian
rumusan dalam pasal 1865 KUH Perdata mempunyai makna, yang
makna tersebut terdiri dari :
a. Seseorang dapat mengajukan suatu peristiwa, dalam hal ini
wanprestasi atau perbuatan melawan hukum, untuk menunjukkan
haknya.
b. Peristiwa yang diajukan itu harus dibuktikan.
Berdasarkan ketentuan diatas, bahwa di dalam persidangan
perdata para pihak yang merasakan atau mendapatkan kerugian yang
ditimbulkan dari akibat adanya hubungan hukum, berhak mengajukan
penuntutan di depan persidangan dengan memberikan bukti-bukti yang
berhubugan dengan persoalan yang terjadi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
Berbeda dengan ketentuan pada Undang-undang Perlindungan
konsumen yang diatur dalam Pasal 46 Undang-undang Perlindungan
Konsumen Tahun 1999 yang menyebutkan bahwa :
1) Gugatan atas pelaku usaha dapat dilakukan oleh :
(a) Seseorang konsumen yang dirugikan atau ahli waris yang
bersangkutan;
(b) Sekelompok konsumen yang mempunyai kepentingan yang
sama;
(c) Lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat yang
memenuhi syarat, yaitu berbentuk badan hukum atau yayasan,
yang dalam anggaran dasarnya menyebutkan dengan tegas
bahwa tujuan didirikannya organisasi tersebut adalah untuk
kepentingan perlindungan konsumen dan telah melaksanakan
kegiatan sesuai dengan anggaran dasarnya;
(d) Pemerintah dan atau instansi terkait apabila barang dan atau
jasa yang dikonsumsi atau dimanfaatkan mengakibatkan
kerugian materi yang besar dan/atau korban yang tidak sedikit;
2) Gugatan yang diajukan oleh sekelompok konsumen, lembaga
perlindungan konsumen swadaya masyarakat, atau pemerintah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, huruf c, atau huruf d
diajukan kepada peradilan umum.
3) ketentuan lebih lanjut menegenai kerugian materi yang besar
dan/atau korban yang tidak sedikit sebagaimana yang dimaksud
pada ayat (1) huruf d diatur dengan peraturan pemerintah.
2. Pemeriksaan dan pembuktian
Sebagaimana yang ditentukan dalam pasal 1865 KUH Perdata, di mana
peristiwa yang menjadi dasar hak dasar mesti dibuktikan oleh penggugat.
Artinya kalau gugatan atas ganti kerugian didasarkan pada peristiwa
wanprestasi konsumen sebagai penggugat perlu membuktikan (Justice,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
Upaya Hukum yang Ditempuh Konsumen Atas Kerugian yang diakibatkan
dari barang dan /atau Jasa yang ditawarkan pelaku usaha melalui iklan.<
http://online-hukum.blogspot.com/2011/01/upaya-hukum-yang-ditempuh-
konsumen-atas.html> diakses Hari Sabtu,24 September 2011 Pukul 17.00
WIB) :
1. Adanya hubungan perikatan (kontrak, perjanjian);
2. Adanya bagian-bagian dari kerwajiban yang tidak dipenuhi oleh pelaku
usaha; dan
3. Timbulnya kerugian bagi konsumen (penggugat).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan hasil peneltian, maka di peroleh kesimpulan sebagai
berikut :
1. Kualitas bangunan perumahan di Fajar Indah Surakarta yang ditawarkan kepada
kepada konsumen menggunakan brosur penawaran yang spesifikasinya berupa :
a. Pondasi berupa pasangan batu kali rollag dan footplat.
b. Struktur Sloof, Kolom, Ring menggunakan beton bertulang.
c. Dinding bangunan berupa pasangan bata diplester, acian, finishing
cat Mowilex.
d. Kusen dan daun pintu menggunakan kusen kayu jati 6 x15 dan
double Teakwood finishing melamin.
e. Kontruksi atap bangunan rangkap atap kayu dan baja ringan,
penutup atap, genteng press beton dan finishing cat Shintex.
f. Lantai keramik biasa ukuran 40 x 40.
g. KM / WC menggunakan lantai keramik berukuran 30 x 30, dinding
keramik berukuran 25 x 33, closet monoblok dan jongkok.
h. Plafon berupa gipsum dan interior.
i. Sanitasi, sumur & pompa listrik, septictank pasangan bata&
peresapan.
j. Pagar belakang dan samping menggunakan pasangan bata yang
tingginya berukuran 3 meter, depan pasangan bata pilar + tralis besi
yang tingginya 1,5 meter.
Spesifikasi seperti yang disebutkan diatas telah memenuhi standar kualitas
bangunan. spesifikasi dalam brosur dan dalam realita sama namun masih ada
yang sedikit perbedaan dan standar kualitas bangunan belum bisa menjamin
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
71
baik atau tidaknya kualitas karena bergantung pada proses pengerjaan
pembangunan rumah. Melihat pada norma-norma perlindungan konsumen
dimana hak-hak konsumen yang terdapat pada Pasal 4 Undang-Undang
Perlindungan Konsumen harus perlu diperhatikan, di Perumahan Fajar Indah
Surakarta diketahui bahwa :
a. Hak konsumen yang terdapat pada Undang-undang adalah yang pertama
hak atas kenyamanan,keamanan, dan keselamatan. Perumahan Fajar Indah
surakarta belum memenuhi hak tersebut dimana konsumen perumahan
belum mendapatkan kenyamanan,keamanan, dan keselamatan pada saat
bertempat tinggal di perumahan tersebut karena masih ada konsumen yang
mengeluh akan rumah yang ditempati keluhan itu seperti kerusakan pada
bangunan rumah.
b. Yang kedua merupakan hak untuk memilih serta mendapatkan barang atau
jasa yang sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang
dijanjikan. Perumahan Fajar Indah Surakarta sudah memenuhi hak
konsumen tersebut dimana konsumen perumahan berhak mendapatkan
rumah dengan keinginan konsumen sendiri.
c. Yang ketiga merupakan hak konsumen untuk memperoleh informasi,
berdasarkan data di Perumahan Fajar Indah Surakarta saat konsumen ingin
membeli rumah konsumen diberitahu informasi melalui brosur penawaran
yang ada dan juga penjelasan dari pengembang.
d. Hak konsumen selanjutnya hak untuk didengar,dimana pengembang
Perumahan Fajar Indah Surakarta sudah memberi kesempatan untuk
konsumen bertanya mengenai informasi yang diperoleh melalui brosur
penawaran dan informasi dari pengembang.
e. Hak untuk memperoleh ganti kerugian, di Perumahan Fajar Indah Surakarta
hak konsumen untuk mendapatkan ganti kerugian sudah sepenuhnya
dilakukan dengan adanya pengembang melakukan perbaikan atas keluhan
konsumen mengenai bangunan rumah yang merugikan konsumen.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
72
f. Hak Konsumen di Perumahan Fajar Indah Surakarta mengenai konsumen
mendapatkan upaya hukum sudah sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang ada pada Undang-undang Perlindungan konsumen.
Dengan demikian Perumahan Fajar Indah Surakarta belum sepenuhnya
mendapatkan perlindungan hukum atas kualitas bangunan karena masih ada
konsumen yang meng-klaim atas kualitas bangunan di perumahan tersebut.
Keluhan-keluhan konsumen antara lain berupa dinding tembok retak, lantai
keramik retak, genting bocor, pintu rusak, dll. Di perumahan Fajar Indah
Surakarta diketahui bila terdapat konsumen yang meng-klaim atas kualitas
bangunan perumahan, pihak pengembang bertanggung jawab dengan mengganti
atau melakukan perbaikan secara langsung selama 7 (tujuh) hari. Masa komplain
yang diberikan kepada konsumen diberi jangka waktu 100 hari sejak penyerahan
rumah dari pengembang kepada konsumen. Tanggung jawab yang diberikan
pengembang kepada konsumen di Perumahan Fajar Indah Surakarta sesuai
dengan norma yang ada pada peraturan Perundang-undangan yang terdapat pada
Pasal 19 ayat 1 Undang-Undang No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen yang menyatakan Pelaku Usaha bertanggung jawab ganti kerugian
atas kerugian konsumen. Landasan peraturan perundangan-undangan yang
dijadikan dasar hukum adalah Undang-undang No 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen
2. Penyelesaian jika pengembang menimbulkan kerugian bagi konsumennya di
Perumahan Fajar Indah Surakarta diselesaikan secara musyawarah dan mufakat
antara para pihak dengan memperbaiki bangunan atas klaim yang diajukan oleh
konsumen dan belum ada yang sampai pada BPSK atau pengadilan.
Penyelesaian secara musyawarah merupakan suatu upaya untuk memecahkan
persoalan (mencari jalan keluar) guna mengambil keputusan bersama dalam
penyelesaian atau pemecahan masalah. Penyelesaian musyawarah mufakat
dalam perumahan merupakan ganti rugi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
73
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, ada beberapa saran, antara lain :
1. Perlindungan hukum terhadap konsumen perumahan perlu ditingkatkan kembali
terutama menyangkut pada kualitas bangunan perumahan.
2. Dengan banyaknya kasus-kasus yang terjadi di masyarakat khususnya masalah
perumahan, hendaknya konsumen perumahan berhati-hati dalam menbaca dan
mendengar informasi dari pengembang. Informasi yang diperoleh dari
pengembang terutama brosur iklan harus dipahami dengan sungguh-sungguh
agar konsumen tidak menyesal di kemudian hari.
3. Pemerintah perlu membentuk peraturan tentang pedoman teknis kualitas
bangunan rumah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi Miru & Sutarman Yodo. 2004. Hukum Perlindungan Konsumen. Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada.
Peter Mahmud Marzuki. 2005. Penelitian Hukum. Jakarta: Kencana Prenada Media.
Ronny Hanitijo Soemitro.1994. Metodologi Penelitian Hukum dan Jurumetri.
Jakarta: Ghalia Indonesia.
Shidarta. 2004. Hukum Perlindungan Konsumen.Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia.
Siswono Yudohusodo. 1991. Rumah Untuk Seluruh Rakyat.Jakarta: Yayasan Padamu Negeri.
Sudaryatmo. 1996. Masalah Perlindungan konsumen di Indonesia. Bandung: PT Citra Aditya Bakti.
Sudikno Mertokusumo. 2003. Mengenal Hukum Suatu Pengantar. Yogyakarta:
Liberty.
Yusuf Shofie. 2003. Perlindungan Konsumen Dan Instrumen-Instrumen Hukumnya. Bandung : PT. Citra Aditya Bakti.
Peraturan Perundang-Undangan No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman.
Peraturan Perundang-Undangan No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Peraturan Perundang-undangan No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung.
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No 14/PRT/M/2010 tentang Petunjuk teknis Definisi Operasional Standar Pelayanan Bidang Cipta Karya Penanganan Permukiman Perkotaan.
Kepmen Kimpraswil No. 403/KPTS/M/2002 Tentang Pedoman Teknis Pembangunan Rumah Sederhana.
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 29/PRT/M/2006 Tentang Pedoman Persyaratan Teknis Pembangunan gedung.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
A.Joko Purwoko.2005 “Tanggung Jawab Pelaku Usaha Terhadap Konsumen Dalam Bisnis Multi Marketing Level”. Kisi Hukum.Vol. 8 No 1.
Acmad Basuki, Menilik Kualitas Bangunan Dan Tips Penanggulangan Kerusakan Yang mungkin Terjadi http://acmadbasuki.wordpress.com/feed/ diakses Selasa 31 Mei 2011 Pukul 20.00 WIB.
May Lim Charity, Kilasan Kasus Perumahan 2007 YLKI <http://charity55.multiply.com/journal/item/2> diakses Kamis 23 juni 2011
Wiley-Blackwell, Internasional Journal of Consumer Studies. http://www.wiley.com/bw/journal.asp?ref=1470-6423 diakses Senin,27 Juni 2011 pukul 14.00 WIB.
NM. Wahyu Kuncoro, S.H, pedoman-pengikatan-jual-beli-rumah.html diakses Senin tanggal 9 Mei 2011 pukul 19.00 WIB. Azlinor Sufian and Rozanah AB. Rahman, Journal of Economics and Management
2(1): 141 – 156 (2008) ISSN 1823 – 836 http://www.econ.upm.edu.my/ijem/vol2no1/bab07.pdf diakses selasa 12 juli 2011 Pukul 13.00 WIB
Justice, Upaya Hukum yang Ditempuh Konsumen Atas Kerugian yang diakibatkan dari barang dan /atau Jasa yang ditawarkan pelaku usaha melalui iklan.< http://online-hukum.blogspot.com/2011/01/upaya-hukum-yang-ditempuh konsumen-atas.html> diakses Hari Sabtu,24 September 2011 pukul 17.00 WIB).