Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Jasa Pembuatan dan ...

21
Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Jasa Pembuatan dan Pemasangan Gigi Tiruan Cekat Pada Tukang Gigi Berdasarkan Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999 dan Undang-Undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009 Wulan Ariana Lestari, Heri Tjandrasari, Wahyu Andrianto Fakultas Hukum Program Studi Ilmu Hukum Kekhususan Hukum Tentang Kegiatan Ekonomi [email protected] Abstrak Skripsi ini membahas mengenai perlindungan hukum bagi konsumen jasa pembuatan dan pemasangan gigi tiruan cekat pada tukang gigi. Dengan meninjau mengenai tanggung jawab tukang gigi dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999, Undang- Undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009, dan Peraturan Menteri Kesehatan terkait pekerjaan tukang gigi, serta upaya hukum yang dapat dilakukan konsumen yang dirugikan akibat komplikasi pasca perawatan pada tukang gigi. Penelitian yang dilakukan adalah penelitian hukum normatif dengan desain penelitian deskriptif. Hasil penelitian ini menyarankan dilakukan pembinaan dan pengawasan oleh dinas kesehatan terkait serta pentingnya dilakukan edukasi kepada masyarakat agar tidak terjebak pada dilema perawatan yang tidak sesuai standar. Kata kunci: perlindungan konsumen, tukang gigi, gigi tiruan cekat. Law Protection For Consumer Making and Installation Services of Permanent Denture By Dental Worker According to the Consumer Protection Act No. 8 of 1999 and the Health Act No. 36 of 2009 Abstract This thesis discusses about legal protection for consumers services making and installation of permanent denture by dental worker. With the review of the responsibilities of salesman in the Consumer Protection Act No. 8 of 1999, the Health Act Number 36 of 2009, and the regulation of the Minister of health related dental worker. Research conducted is normative legal research in descriptive research. The results of this research suggest that the education to society about dental health is important and also dental worker need to controlled by the Department of health. Keywords: consumers protection, dental worker, denture. Perlindungan hukum..., Wulan Ariana Lestari, FH UI, 2014

Transcript of Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Jasa Pembuatan dan ...

Page 1: Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Jasa Pembuatan dan ...

Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Jasa Pembuatan dan Pemasangan Gigi Tiruan Cekat Pada Tukang Gigi Berdasarkan Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999 dan Undang-Undang

Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009

Wulan Ariana Lestari, Heri Tjandrasari, Wahyu Andrianto

Fakultas Hukum Program Studi Ilmu Hukum Kekhususan Hukum Tentang Kegiatan Ekonomi

[email protected]

Abstrak Skripsi ini membahas mengenai perlindungan hukum bagi konsumen jasa pembuatan dan pemasangan gigi tiruan cekat pada tukang gigi. Dengan meninjau mengenai tanggung jawab tukang gigi dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999, Undang-Undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009, dan Peraturan Menteri Kesehatan terkait pekerjaan tukang gigi, serta upaya hukum yang dapat dilakukan konsumen yang dirugikan akibat komplikasi pasca perawatan pada tukang gigi. Penelitian yang dilakukan adalah penelitian hukum normatif dengan desain penelitian deskriptif. Hasil penelitian ini menyarankan dilakukan pembinaan dan pengawasan oleh dinas kesehatan terkait serta pentingnya dilakukan edukasi kepada masyarakat agar tidak terjebak pada dilema perawatan yang tidak sesuai standar.

Kata kunci: perlindungan konsumen, tukang gigi, gigi tiruan cekat.

Law Protection For Consumer Making and Installation Services of Permanent Denture By Dental Worker According to the Consumer

Protection Act No. 8 of 1999 and the Health Act No. 36 of 2009

Abstract

This thesis discusses about legal protection for consumers services making and installation of permanent denture by dental worker. With the review of the responsibilities of salesman in the Consumer Protection Act No. 8 of 1999, the Health Act Number 36 of 2009, and the regulation of the Minister of health related dental worker. Research conducted is normative legal research in descriptive research. The results of this research suggest that the education to society about dental health is important and also dental worker need to controlled by the Department of health.

Keywords: consumers protection, dental worker, denture.

Perlindungan hukum..., Wulan Ariana Lestari, FH UI, 2014

Page 2: Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Jasa Pembuatan dan ...

Pendahuluan

Gigi tiruan merupakan teknologi di bidang kedokteran gigi yang berfungsi untuk

mengembalikan fungsi gigi yang disebabkan karena kehilangan gigi. Kehilangan gigi dapat

disebabkan oleh adanya karies atau gigi berlubang, penyakit periodontal (penyakit gusi

seperti gusi bengkak), penyakit sistemik (seperti pada penderita Diabetes Melitus), faktor

fisiologis (misalnya, gigi hilang karena usia lanjut) ataupun trauma pada gigi (seperti

serangan pada wajah ketika berolahraga).1 Jika kehilangan gigi tidak diatasi, maka akan

berdampak pada terganggunya fungsi mengunyah, berbicara, dan estetik seseorang.

Dahulu sebelum lembaga kedokteran gigi ada, kebutuhan tenaga kesehatan gigi

(dokter gigi) didatangkan langsung dari Eropa (Belanda). Namun, pada saat itu jumlah dokter

gigi dari Eropa yang dapat bekerja dan mau bekerja di Hindia Belanda sangat terbatas. Itupun

sebagian besar hanya untuk melayani kalangan Eropa yang bermukim di Indonesia. Jika

orang-orang pribumi menderita penyakit gigi, maka mereka memanfaatkan jasa dukun,

tukang gigi, atau tabib dengan pengobatan tradisional dan sebagian lainnya membiarkan

penyakit gigi yang dialaminya untuk sembuh dengan sendirinya. Pada saat itu, masyarakat

menganggap bahwa sakit gigi bukanlah sakit yang dapat menimbulkan kematian dan

kebersihan gigi bukanlah hal penting yang harus dilakukan sepanjang gigi masih bisa untuk

mengunyah makanan dengan baik.2 Pada zaman tersebut, hal yang berhubungan dengan

kesehatan gigi dan mulut merupakan adat dan kebiasaan. Pelayanan yang ada biasanya seperti

mengunyah sirih, melapisi gigi dengan emas atau logam, dan pemotongan gigi atau pangur. 3

Namun sekarang, di saat jumlah dokter gigi yang teregistrasi sudah sampai 19.000

orang,4 masih banyak dijumpai jasa pembuatan dan pemasangan gigi tiruan yang bukan

dilakukan oleh dokter gigi. Contohnya adalah jasa pembuatan dan pemasangan gigi tiruan

oleh ahli gigi pinggir jalan yang sebenarnya adalah tukang gigi. Pengetahuan dan kemampuan

yang diperoleh secara turun temurun menjadi landasan mayoritas tukang gigi berani

membuka praktik secara mandiri.

                                                                                                                         1Ardyan  Gilang  Ramadhan,  Serba-­‐Serbi  Kesehatan  Gigi  dan  Mulut,  (Jakarta:  Bukuné,  2010),  hlm.  85.  2Bimo   Rintoko,   “Sejarah   Pendidikan   Kedokteran   Gigi   di   Indonesia”,   http://bimorintoko-­‐

fkg08.web.unair.ac.id/artikel_detail-­‐44234-­‐Umum-­‐SEJARAH%20PENDIDIKAN%20KEDOKTERAN%  

20GIGI%20DI%20INDONESIA%20.html,  diunduh  tanggal  14  Mei  2014  pukul  21.27  WIB.  3R.Hartono,  Etika  dan  Prostetik  Muthakhir  Kedokteran  Gigi,  (Jakarta:  EGC,  1994),  hlm.  2.    4Persatuan   Dokter   Gigi   Indonesia,   “Tentang   PDGI”,   http://pdgi.or.id/info/get/about_   us,   diunduh   1  

Mei  2014  pukul  07.03  WIB.  

Perlindungan hukum..., Wulan Ariana Lestari, FH UI, 2014

Page 3: Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Jasa Pembuatan dan ...

Berdasarkan wawancara Penulis dengan seorang tukang gigi di wilayah Jakarta Timur,

izin yang diperoleh tukang gigi dalam menjalankan pekerjaannya bukanlah dari Pemerintah,

melainkan dari suatu perkumpulan tukang gigi yang diberi nama Asosiasi Tukang Gigi

Mandiri (Astagiri). Menurut seorang tukang gigi di Jakarta, untuk memperoleh izin membuka

praktik tukang gigi cukup mudah, yakni hanya dengan mendaftarkan diri saja kepada Astagiri.

Setelah itu, surat izin pun sudah dapat diperoleh tukang gigi yang bersangkutan. Terkait

dengan perizinan tukang gigi, Kementerian Kesehatan tidak mengeluarkan izin baru bagi

tukang gigi sejak 6 (enam) bulan setelah dikeluarkannya Peraturan Menteri Kesehatan Nomor

53/DPK/I/K/69 (untuk selanjutnya disebut dengan Permenkes nomor 53 tahun 1969) Tentang

Pendaftaran dan Pemberian Izin Menjalankan Pekerjaan Tukang Gigi. Pasal 2 Permenkes

nomor 53 tahun 1969 menyatakan bahwa semua tukang gigi harus mendaftarkan diri pada

Menteri Kesehatan selambat-lambatnya dalam waktu 6 (enam) bulan setelah peraturan ini

dikeluarkan. Artinya, semua tukang gigi harus mendaftarkan diri pada Menteri Kesehatan

agar dapat menjalankan pekerjaan sebagai tukang gigi yakni selambat-lambatnya pada Maret

1970. Di luar jangka waktu tersebut, maka tidak ada izin baru bagi tukang gigi. Kemudian,

keluarlah Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 339/MENKES/PER/V/1989 (untuk

selanjutnya disebut Permenkes nomor 339 tahun 1989) Tentang Pekerjaan Tukang Gigi yang

menjadikan tidak berlakunya Permenkes nomor 53 tahun 1969. Inti dari Permenkes nomor

339 tahun 1989 adalah pembaruan izin bagi tukang gigi dan pembatasan kewenangan tukang

gigi menjadi membuat dan memasang gigi tiruan lepasan sebagian atau penuh tanpa menutup

sisa akar gigi.

Pada tahun 2011, Kementerian Kesehatan melakukan evaluasi dengan mengeluarkan

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1871/MENKES/PER/IX/ 2011 (untuk selanjutnya

disebut Permenkes nomor 1871 tahun 2011) tentang Pencabutan Permenkes nomor 339 tahun

1989 dengan tujuan melindungi masyarakat dari kelalaian tukang gigi. Alasan

diundangkannya Permenkes nomor 1871 tahun 2011 adalah pelayanan kesehatan gigi dan

mulut hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang berwenang dan bukan merupakan

kewenangan tukang gigi. Pasal 2 ayat (1) Permenkes nomor 1871 tahun 2011 menyatakan

bahwa tukang gigi masih dapat menjalankan pekerjaannya sebagai tukang gigi sampai

berlakunya Peraturan ini (Maret 2012) dan/atau habis masa berlaku izin yang bersangkutan

Perlindungan hukum..., Wulan Ariana Lestari, FH UI, 2014

Page 4: Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Jasa Pembuatan dan ...

dan tidak dapat diperpanjang kembali.5 Jika tukang gigi tidak mengindahkan aturan dalam

Permenkes nomor 1871 tahun 2011, maka akan terancam dengan sanksi pidana penjara 5

(lima) tahun dan denda Rp 150.000.000 (seratus lima puluh juta rupiah) sebagaimana

ditentukan dalam Pasal 78 Undang-Undang Praktik Kedokteran Nomor 29 Tahun 2004.

Tidak lama setelah diundangkannya Permenkes nomor 1871 tahun 2011, muncul

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 026 Tahun 2012 Tentang Perubahan Permenkes nomor

1871 tahun 2011. Alasan diundangkannya Permenkes nomor 026 tahun 2012 adalah

pemberlakukan Permenkes nomor 1871 tahun 2011 membutuhkan persiapan dalam

pelaksanaannya sehingga perpanjangan waktu pemberlakukan Permenkes nomor 1871 tahun

2011 perlu diperbarui. Dengan demikian, tukang gigi hanya boleh melakukan pekerjaannya

sesuai dengan kewenangan yang telah diatur dalam Permenkes nomor 1871 tahun 2011

sampai 30 September 2012 atau sampai habis masa berlaku izin6 tukang gigi yang

bersangkutan.7 Namun, pada tahun 2012, muncul putusan Mahkamah Konstitusi Nomor

40/PUU-X/2012 yang memutuskan bahwa tukang gigi yang memiliki izin dari Pemerintah

sebagaimana diatur dalam Permenkes nomor 53 tahun 1969 tidak akan terkena ancaman

pidana dalam Pasal 73 ayat (2) jo Pasal 78 Undang-Undang Praktik Kedokteran sepanjang ia

menjalankan pekerjaannya sesuai dengan kewenangan yang diberikan peraturan perundang-

undangan bagi tukang gigi.

Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas, pokok permasalahan dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah bentuk perlindungan hukum bagi konsumen jasa pembuatan dan

pemasangan gigi tiruan cekat pada tukang gigi menurut Undang-Undang Perlindungan

Konsumen Nomor 8 Tahun 1999 dan Undang-Undang Kesehatan Nomor 36 Tahun

2009?

                                                                                                                         5Kementerian   Kesehatan   (b),   Peraturan   Menteri   Kesehatan   Nomor   1871/MENKES/PER/IX/2011  

Tentang   Pencabutan   Peraturan   Menteri   Kesehatan   Nomor   339/MENKES/PER/V/1989   Tentang   Pekerjaan  

Tukang  Gigi,  Pasal  2  ayat  (1).  6Izin  yang  dimaksud  merupakan   izin  yang  diberikan  kepada   tukang  gigi  oleh  Kementerian  Kesehatan  

berdasarkan  Peraturan  Menteri  Kesehatan  Nomor.  53/DPK/I/K/69.  7Kementerian   Kesehatan   (c),   Peraturan   Menteri   Kesehatan   Nomor   026   Tahun   2012   Tentang  

Perubahan   Atas   Peraturan   Menteri   Kesehatan   Nomor   1871/MENKES/PER/IX/2011   Tentang   Pencabutan  

Peraturan   Menteri   Kesehatan   Nomor   339/MENKES/PER/V/1989   Tentang   Pekerjaan   Tukang   Gigi   Nomor  

339/MENKES/PER/V/1989  Tentang  Pekerjaan  Tukang  Gigi,  Pasal  I.  

Perlindungan hukum..., Wulan Ariana Lestari, FH UI, 2014

Page 5: Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Jasa Pembuatan dan ...

2. Bagaimanakah bentuk pertanggungjawaban tukang gigi atas tindakannya yang

mengakibatkan komplikasi penyakit yang dialami konsumen jasa pembuatan dan

pemasangan gigi tiruan cekat?

Tujuan umum dari dilakukannya penelitian ini adalah agar konsumen mengetahui hak

yang dimiliki konsumen dan terhindar dari perbuatan pelaku usaha yang merugikan

konsumen.

Tujuan khususnya adalah untuk mengetahui mengenai:

1. Perlindungan hukum konsumen jasa pembuatan dan pemasangan gigi tiruan cekat pada

tukang gigi berdasarkan Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999

dan Undang-Undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009.

2. Pertanggungjawaban tukang gigi kepada konsumen atas tindakannya yang

mengakibatkan komplikasi penyakit yang dialami konsumen jasa pembuatan dan

pemasangan gigi tiruan cekat.

Tinjauan Teoritis

Penerima Jasa Pembuatan dan Pemasangan Gigi Tiruan Cekat Pada Tukang Gigi Sebagai

Konsumen

UUPK tidak menyebutkan secara tegas penerima jasa pemasangan gigi tiruan

termasuk pengertian konsumen. Maka itu, untuk dapat dikatakan sebagai konsumen, penerima

jasa pembuatan dan pemasangan gigi tiruan cekat harus memenuhi unsur dalam Pasal 1 angka

2 UUPK yang mendefinisikan konsumen sebagai berikut: “Setiap orang pemakai barang

dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga,

orang lain maupun makhluk hidup lain, dan tidak untuk diperdagangkan.”

Jika kita uraikan pengertian konsumen tersebut maka akan diperoleh unsur-unsurnya,

yakni:

1) Orang.

Subyek hukum yang disebut sebagai konsumen berarti setiap orang (individu

alamiah) yang berstatus sebagai pemakai barang dan/atau jasa. Dalam hal ini, pemakai

barang dan/atau jasa tukang gigi adalah individu alamiah yang memanfaatkan jasa

pembuatan dan pemasangan gigi tiruan cekat dari tukang gigi.

2) Pemakai.

Perlindungan hukum..., Wulan Ariana Lestari, FH UI, 2014

Page 6: Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Jasa Pembuatan dan ...

Kata “pemakai” menekankan bahwa konsumen yang diatur dalam UUPK adalah

konsumen akhir (ultimate consumer).8 Konsumen akhir adalah pemakai, pengguna

dan/atau pemanfaat barang dan/atau jasa konsumen untuk memenuhi kebutuhan diri

sendiri, keluarga atau rumah tangganya, dan tidak untuk diperdagangkan kembali. Dalam

hal ini, konsumen tukang gigi merupakan pemakai gigi tiruan cekat yang dibuatkan oleh

tukang gigi dan juga pemanfaat jasa tukang gigi dalam hal pembuatan dan pemasangan

gigi tiruan cekat.

3) Barang dan/atau jasa.

UUPK mengartikan barang sebagai setiap benda, baik berwujud maupun tidak

berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak, baik dapat dihabiskan maupun tidak dapat

dihabiskan, yang dapat untukdiperdagangkan, dipakai, dipergunakan, atau dimanfaatkan

oleh konsumen.9 Sementara itu, jasa diartikan sebagai setiap pelayanan yang berbentuk

pekerjaan atau prestasi yang disediakan bagi masyarakat untuk dimanfaatkan oleh

konsumen.10 Dalam hal ini, penerima jasa pembuatan dan pemasangan gigi tiruan

menerima suatu barang yakni gigi tiruan yang berasal dari hasil transaksi dengan tukang

gigi dimana ada proses pemberian jasa pemasangan gigi tiruan cekat yang dilakukan oleh

tukang gigi.

4) Yang tersedia dalam masyarakat.

Barang dan/atau jasa yang ditawarkan kepada masyarakat sudah harus tersedia di

pasaran. Tetapi, dalam perdagangan yang semakin kompleks dewasa ini, syarat ini sudah

tidak mutlak lagi dituntut oleh masyarakat konsumen. Misalnya, perusahaan

pengembangan perumahan sudah biasa mengadakan transaksi terlebih dahulu sebelum

bangunan selesai dibangun. Dalam hal jasa pembuatan dan pemasangan gigi tiruan, gigi

tiruan merupakan barang yang menjadi obyek jual beli antara konsumen tukang gigi dan

tukang gigi yang bersangkutan. Ketika gigi tiruan dipasangkan dalam rongga mulut

konsumen tukang gigi tersebut artinya barang tersebut sudah tersedia baginya.

Berdasarkan keterangan dari salah satu tukang gigi yang penulis wawancarai, biasanya

tukang gigi dapat langsung menbuatkan dan memasangkan gigi tiruan cekat pada

                                                                                                                         8Shidarta,  Hukum  Perlindungan  Konsumen,  cet.1,  (Jakarta:PT  Grasindo,  2000),  hlm.  4.  9Indonesia  (3),  Undang-­‐Undang  Perlindungan  Konsumen,  op.cit,  Pasal  1  butir  4.    10Ibid.,  Pasal  1  butir  5.  

Perlindungan hukum..., Wulan Ariana Lestari, FH UI, 2014

Page 7: Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Jasa Pembuatan dan ...

konsumennya dalam satu kali kunjungan. Namun, untuk satu set gigi tiruan lepasan

biasanya dilakukan pemesananan terlebih dahulu sebelum dipasangkan dalam rongga

mulut konsumennya.11

5) Bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, makhluk hidup lain.

Unsur yang diletakkan dalam definisi konsumen mencoba untuk memperluas

pengertian kepentingan yang tidak sekedar ditujukan untuk diri sendiri dan keluarga, tetapi

juga diperuntukkan bagi orang di luar diri sendiri dan keluarga, bahkan makhluk hidup

lain. Terkait dengan penerima jasa pembuatan dan pemasangan gigi tiruan, termasuk dalam

pemanfaat jasa untuk kepentingan diri sendiri karena peruntukkan gigi tiruan yang

dipakainya memang untuk dirinya sendiri (bersifat individual), yakni gigi tiruan tersebut

dicetak berdasarkan ukuran dan bentuk gigi konsumennya.

6) Barang dan/atau jasa itu tidak untuk diperdagangkan.

Hal tersebut lebih mempertegas lagi pengertian konsumen dalam UUPK, yaitu

konsumen akhir.12 Dalam hal penerima jasa pembuatan dan pemasangan gigi tiruan, gigi

tiruan cekat yang dipasangkan dalam rongga mulut konsumen tukang gigi merupakan

barang yang tidak untuk diperdagangkan kepada orang lain karena peruntukkannya yang

bersifat individual bagi sang pemakai karena gigi tiruan tersebut tercetak sesuai dengan

bentuk dan ukuran konsumennya.

Dengan demikian, penerima jasa pemasangan gigi tiruan merupakan konsumen bagi tukang

gigi karena memenuhi unsur dalam Pasal 1 angka 2 UUPK.

Tukang Gigi Sebagai Pelaku Usaha

Untuk dapat dikatakan sebagai pelaku usaha, tukang gigi harus memenuhi unsur-unsur

dalam Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Pasal 1 angka 3 UUPK

memberikan definisi pelaku usaha yang berbunyi: “Pelaku usaha adalah setiap orang

perorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum

yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Republik

Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan

                                                                                                                         11Wawancara  dengan  seorang  tukang  gigi  (SA)  di  wilayah  Ciracas,  Jakarta  Timur.  Wawancara  dilakukan  

pada  2  Mei  2014  pukul  09.45  WIB.  12Shidarta,  Hukum  Perlindungan  Konsumen,  op.cit.,  hlm.  4.  

Perlindungan hukum..., Wulan Ariana Lestari, FH UI, 2014

Page 8: Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Jasa Pembuatan dan ...

usaha dalam berbagai bidang ekonomi”. Berikut penjabaran unsur dalam Pasal 1 angka 3

UUPK:

1. Setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik badan hukum maupun bukan badan

hukum.

Subjek hukum yang diatur dalam UUPK dapat berupa orang perseorangan atau badan

usaha. Dalam hal ini, tukang gigi tergolong dalam subjek orang perseorangan karena

melakukan kegiatan usahanya secara mandiri. Contohnya, dalam papan jasa sebuah praktik

tukang gigi bertuliskan “Tukang Gigi (Z)”, memiliki maksud bahwa (Z) adalah tukang gigi

yang akan menangani pembuatan dan pemasangan gigi tiruan konsumennya.

2. Didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Negara

Republik Indonesia.

Pelaku usaha yang diatur dalam UUPK merupakan pelaku usaha yang didirikan

dan berkedudukan atau melakukan kegiatan usaha di Indonesia. Dari hasil pengamatan

Penulis, tukang gigi sering dijumpai membuka praktiknya di pinggir jalan, khususnya di

wilayah Jakarta. Dengan demikian, praktik tukang gigi didirikan dan berkedudukan atau

melakukan melakukan kegiatan usaha di wilayah hukum negara Republik Indonesia.

3. Sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam

berbagai bidang ekonomi.

UUPK mengatur bahwa usaha yang dilakukan oleh seseorang atau badan usaha,

harus dilakukan secara sendiri ataupun bersama-sama. Dalam hal ini, tukang gigi

melakukan kegitaan usahanya secara sendiri karena praktik tukang gigi bukanlah badan

usaha. Selain itu, tukang gigi juga mendapatkan imbalan yang biasanya berupa uang dari

konsumennya sebagai hasil dari barang dan/atau jasa yang diberikan kepada konsumennya

sebagai bentuk menyelenggarakan kegiatan dalam bidang ekonomi. Berdasarkan

wawancara Penulis dengan seorang tukang gigi di Jakarta, berawal dari pengetahuan yang

diajarkan sanak saudaranya, tukang gigi biasanya langsung membuka praktik secara

mandiri di depan rumahnya. Namun, di Jakarta terdapat perkumpulan tukang gigi yang

diberi nama Asosiasi Tukang Gigi Mandiri (Astagiri) di mana untuk menjadi anggota

Perlindungan hukum..., Wulan Ariana Lestari, FH UI, 2014

Page 9: Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Jasa Pembuatan dan ...

Astagiri harus mendaftarkan diri sebagai tukang gigi. Kemudian, tukang gigi yang

bersangkutan akan mendapatkan izin dari Astagiri untuk berpraktik sebagai tukang gigi.13

Dengan demikian, tukang gigi dapat dikatakan sebagai pelaku usaha karena memenuhi unsur

dalam Pasal 1 angka 3 UUPK.

Hak-Hak Konsumen

Hak konsumen menurut ketentuan UUPK, antara lain:

1. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang

dan/atau jasa.

Hak ini dimaksudkan untuk menjamin kenyamanan, keamanan, dan

keselamatan konsumen dalam penggunaan barang dan/atau jasa yang diperolehnya

sehingga konsumen dapat terhindar dari kerugian (fisik maupun psikis) apabila

mengonsumsi suatu produk. Misalnya, konsumen membeli suplemen makanan dengan

tujuan meningkatkan stamina, bukan menambah keluhan penyakit akibat suplemen

kadaluarsa.

2. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut

sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan.

Hak untuk memilih dimaksudkan untuk memberikan kebebasan kepada

konsumen untuk memilih produk-produk tertentu sesuai dengan kebutuhannya, tanpa ada

tekanan dari pihak luar. Berdasarkan hak untuk memilih ini pula konsumen berhak

memutuskan untuk membeli atau tidak terhadap suatu produk, demikian pula keputusan

untuk memilih baik kualitas maupun kuantitas jenis produk yang dipilihnya. Hak memilih

yang dimiliki oleh konsumen ini hanya ada jika ada alternatif pilihan dari jenis produk

tertentu karena jika suatu produk dikuasai secara monopoli oleh suatu produsen (baik

barang maupun jasa), atau dengan kata lain tidak ada pilihan lain, maka dengan

sendirinya hak untuk memilih ini tidak akan berfungsi.

Selain itu, konsumen juga diberi hak untuk mendapatkan barang dan/atau jasa

tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan. Hak ini

dimaksudkan untuk melindungi konsumen dari kerugian akibat permainan harga secara

tidak wajar. Karena dalam keadaan tertentu konsumen dapat saja membayar harga suatu

                                                                                                                         13Wawancara  dengan  seorang  tukang  gigi  (SA)  di  wilayah  Ciracas,  Jakarta  Timur.  Wawancara  dilakukan  

pada  2  Mei  2014  pukul  09.45  WIB.    

Perlindungan hukum..., Wulan Ariana Lestari, FH UI, 2014

Page 10: Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Jasa Pembuatan dan ...

barang yang jauh lebih tinggi daripada kegunaan atau kualitas dan kuantitas barang

dan/atau jasa yang diperolehnya.

3. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang

dan/atau jasa.

Hak atas informasi ini sangat penting, karena tidak memadainya informasi

yang disampaikan kepada konsumen ini dapat juga merupakan salah satu bentuk cacat

produk, yaitu yang dikenal dengan cacat instruksi atau cacat karena informasi yang tidak

memadai. Hak atas informasi yang jelas dan benar dimaksudkan agar konsumen dapat

memperoleh gambaran yang benar tentang suatu produk karena dengan informasi

tersebut, konsumen dapat memilih produk yang diinginkan atau sesuai kebutuhannya

serta terhindar dari kerugian akibat kesalahan dalam penggunaan produk.

Informasi yang merupakan hak konsumen tersebut di antaranya adalah

mengenai manfaat atau kegunaan produk; efek samping atas penggunaan produk; tanggal

kadaluwarsa; serta identitas produsen dari produk tersebut. Informasi tersebut dapat

disampaikan baik secara lisan, maupun secara tertulis, baik yang dilakukan dengan

mencantumkan pada label yang melekat pada kemasan produk, maupun melalui iklan-

iklan yang disampaikan oleh produsen, baik melalui media cetak maupun media

elektronik.

Informasi ini dapat memberikan dampak yang signifikan untuk meningkatkan

efisiensi dari konsumen dalam memilih produk serta meningkatkan kesetiaannya

terhadap produk tertentu, sehingga akan memberikan keuntungan bagi perusahaan yang

memenuhi kebutuhannya. Dengan demikian, pemenuhan hak ini akan menguntungkan

baik konsumen maupun produsen.

4. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan.

Hak untuk didengar ini merupakan hak dari konsumen agar tidak dirugikan

lebih lanjut, atau hak untuk menghindarkan diri dari kerugian. Hak ini dapat berupa

pertanyaan tentang berbagai hal yang berkaitan dengan produk-produk tertentu apabila

informasi yang diperoleh tentang produk tersebut kurang memadai, pengaduan atas

adanya kerugian yang telah dialami akibat penggunaan suatu produk, atau berupa

pernyataan atau pendapat tentang suatu kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan

kepentingan konsumen. Hak ini dapat disampaikan baik secara perorangan, maupun

Perlindungan hukum..., Wulan Ariana Lestari, FH UI, 2014

Page 11: Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Jasa Pembuatan dan ...

secara kolektif, baik yang disampaikan secara langsung maupun diwakili oleh suatu

lembaga tertentu, misalnya melalui Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI).

5. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa

perlindungan konsumen secara patut. Hak ini tentu saja dimaksudkan untuk memulihkan

keadaan konsumen yang telah dirugikan akibat penggunaan produk dengan menempuh

jalur hukum.

6. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen.

Hak untuk memperoleh pendidikan konsumen ini dimaksudkan agar konsumen

memperoleh pengetahuan maupun keterampilan yang diperlukan agar dapat terhindar dari

kerugian akibat penggunaan produk. Dengan pendidikan konsumen, diharapkan

konsumen akan dapat menjadi lebih kritis dan teliti dalam memilih suatu produk yang

dibutuhkan.

7. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif,

misalnya setiap orang mendapatkan layanan jasa rumah sakit tanpa dibedakan

berdasarkan suku, agama, maupun ras.

8. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang

dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana

mestinya.

Hak atas ganti kerugian ini dimaksudkan untuk memulihkan keadaan yang

telah menjadi rusak (tidak seimbang) akibat adanya penggunaan barang atau jasa yang

tidak memenuhi harapan konsumen. Hak ini sangat terkait dengan penggunaan produk

yang telah merugikan konsumen, baik yang berupa kerugian materil, maupun kerugian

yang menyangkut diri (sakit, cacat, bahkan kematian) konsumen. Untuk merealisasikan

hak ini tentu saja harus melalui prosedur tertentu, baik yang diselesaikan secara damai (di

luar pengadilan) maupun yang diselesaikan melalui pengadilan.

Perlindungan hukum..., Wulan Ariana Lestari, FH UI, 2014

Page 12: Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Jasa Pembuatan dan ...

9. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.14 Yang

termasuk dalam hak ini yakni, misalnya, hak untuk memperoleh kebutuhan hidup dan hak

memperoleh lingkungan hidup yang bersih dan sehat.15

Dari kesembilan butir hak konsumen di atas dapat dilihat bahwa masalah kenyamanan,

keamanan dan keselamatan konsumen merupakan hal yang paling pokok dan utama dalam

perlindungan konsumen. Barang dan/atau jasa yang penggunaannya tidak memberikan

kenyamanan, terlebih lagi tidak aman atau membahayakan keselamatan konsumen jelas tidak

layak untuk diperjualbelikan dalam masyarakat. Selanjutnya, untuk menjamin kenyamanan,

keamanan, dan keselamatan konsumen, maka konsumen diberi hak untuk memilih barang

dan/atau jasa yang dikehendakinya berdasarkan atas keterbukaan informasi yang benar, jelas,

dan jujur. Jika terdapat penyimpangan yang merugikan maka konsumen berhak untuk

didengar, memperoleh advokasi, pembinaan, perlakuan yang adil, kompensasi hingga ganti

rugi.

Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kepustakaan, yaitu penelitian

yang alat pengumpul datanya adalah studi dokumen dan wawancara. Dengan demikian,

peneliti berusaha untuk mengumpulkan sebanyak mungkin bahan kepustakaan mengenai

hukum perlindungan konsumen dan hukum kesehatan, disamping itu juga menggunakan

pendapat para ahli yang tersebar dalam berbagai buku dan bahan lainnya. Data yang

digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang terdiri atas:

1. Bahan hukum primer

Penulis menggunakan peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan

perlindungan hukum bagi konsumen jasa pembuatan dan pemasangan gigi tiruan pada

tukang gigi seperti Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999,

Undang-Undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009, Peraturan Menteri Kesehatan Nomor

53/DPK/I/K/69 Tentang Pendaftaran dan Pemberian Izin Menjalankan Pekerjaan Tukang

Gigi, Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 339/MENKES/PER/V/1989 Tentang Pekerjaan

Tukang Gigi, Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1871/MENKES/PER/IX/2011 Tentang

                                                                                                                         14  Indonesia  (3),  Undang-­‐Undang  Perlindungan  Konsumen,  op.cit.,  Pasal  4.  15   Ahmadi   Miru, Prinsip-­‐Prinsip   Perlindungan   Hukum   Bagi   Konsumen   di   Indonesia,   Ed.   1,   cet.   2,    

(Jakarta:  Rajawali  Pers,  2013), hlm.  111.

Perlindungan hukum..., Wulan Ariana Lestari, FH UI, 2014

Page 13: Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Jasa Pembuatan dan ...

Pencabutan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 339/MENKES/PER/V/1989 Tentang

Pekerjaan Tukang Gigi, dan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 026 Tahun 2012 Tentang

Perubahan Atas Pencabutan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor

1871/MENKES/PER/IX/2011 Tentang Pencabutan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor

339/MENKES/PER/V/1989 Tentang Pekerjaan Tukang Gigi.

2. Bahan hukum sekunder

Penulis menggunakan bahan-bahan yang akan memberikan penjelasan mengenai

bahan hukum primer berupa buku-buku, artikel, skripsi, serta data-data lainnya yang

mendukung penyusunan skripsi ini. Penulis menggunakan bahan hukum sekunder berupa

buku-buku mengenai hukum perlindungan konsumen dan hukum kesehatan, seperti buku

Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar karya AZ Nasution, buku Prinsip-

Prinsip Perlindungan Hukum Bagi Konsumen di Indonesia karya Ahmadi Miru, dan Bab-

Bab Hukum Kesehatan karya Verbogt dan F. Tengker.

3. Bahan hukum tersier

Bahan hukum tersier adalah bahan-bahan yang memberi petunjuk maupun

penjelasan terhadap bahan hukum primer maupun sekunder, atau disebut juga bahan

penunjang dalam penelitian ini. Penulis menggunakan Kamus Besar Bahasa Indonesia

sebagai pedoman penulisan.

Adapun data yang digunakan sebagai penunjang dalam pembahasan penelitian ini

terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer didapatkan dengan melakukan

wawancara kepada narasumber yang merupakan ahli dalam bidang kedokteran gigi. Tipe

penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif, yaitu suatu penelitian yang bertujuan

menggambarkan secara tepat sifat suatu individu, gejala, atau kelompok tertentu, atau untuk

menentukan frekuensi suatu gejala.16 Penulis akan menjabarkan data yang diperoleh di

lapangan seperti hasil wawancara dengan tukang gigi terkait pekerjaannya dan hasil

wawancara dengan konsumen jasa pembuatan dan pemasangan gigi tiruan cekat pada tukang

gigi yang kemudian akan penulis pergunakan untuk menggambarkan fakta-fakta yang terjadi

di lapangan. Metode analisis data yang digunakan adalah metode analisis data kualitatif, yakni

metode analisis data yang mengelompokkan dan menyeleksi data yang diperoleh dari

penelitian lapangan menurut kualitas dan kebenarannya, kemudian dihubungkan dengan teori-

                                                                                                                         16Sri  Mamudji,  et.al,  Metode  Penelitian  dan  Penulisan  Hukum,  (Depok:  Badan  Penerbit  Fakultas  Hukum  

Universitas  Indonesia,  2005),  hlm.  4.  

Perlindungan hukum..., Wulan Ariana Lestari, FH UI, 2014

Page 14: Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Jasa Pembuatan dan ...

teori, asas-asas, dan kaidah-kaidah hukum yang diperoleh dari studi kepustakaan sehingga

diperoleh jawaban atas permasalahan yang dirumuskan.17

Landasan teori dimanfaatkan sebagai pemandu agar fokus penelitian sesuai dengan

fakta di lapangan. Dalam hal ini penulis memberikan penjelasan atas setiap data yang

didapatkan. Kemudian, hasil penelitian akan disajikan dalam bentuk pemaparan yang bersifat

deskriptif. Selain itu, landasan teori juga bermanfaat untuk memberikan gambaran umum

tentang latar penelitian dan sebagai bahan pembahasan hasil penelitian. Pembahasan

penelitian merupakan jawaban atas masalah yang dirumuskan pada awal penelitian.

Hasil Penelitian

Hasil penelitian dari skripsi ini adalah untuk mengetahui sejauh mana hak-hak bagi

konsumen, baik dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen maupun dalam Undang-

Undang Kesehatan, diterapkan dalam hal perlindungan hukum bagi konsumen jasa

pembuatan dan pemasangan gigi tiruan cekat pada tukang gigi serta pertanggungjawaban dari

pihak tukang gigi atas kerugian yang dialami konsumennya.

Pembahasan

Dalam putusan Mahkamah Konstitusi nomor 40/PUU-X/2012, seorang saksi ahli, drg.

Andreas Adyatmaka, MSc mengungkapkan pekerjaan menyimpang yang dilakukan oleh

tukang gigi. Pada kasus yang ditanganinya, pasien (sebut saja A) datang kepada Ahli dalam

keadaan sakit gigi yang luar biasa. Pasien mengatakan sakit semua, tetapi tidak tahu di mana

sakitnya. Kemudian, Ahli mencoba melihat gigi pasien (A) dan ditemukan hal-hal sebagai

berikut:

1. Terdapat gigi tiruan cekat yang dipasang dengan bahan self-curing acrylic (bahan akrilik

yang dapat mengeras melalui suhu ruang) dan bocor.

2. Ketika dilakukan foto rontgen, gigi-gigi itu disambung dengan kawat. Kemudian, di atas

kawat itu ditaruh akrilik dan di atas akrilik dipasang gigi.

3. Terjadi kebocoran yang menyebabakan pulpitis (radang) yang sangat sakit.

4. Terjadi resorpsi akar (degradasi atau penguraian akar).

                                                                                                                         17Ibid.,  hlm.  5.    

Perlindungan hukum..., Wulan Ariana Lestari, FH UI, 2014

Page 15: Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Jasa Pembuatan dan ...

Setelah mendiagnosis pasien (A), Ahli menawarkan kepada pasien (A) agar gigi tersebut

dibongkar dan pasien (A) menyetujuinya. Setelah dibongkar, ditemukan potongan dari bahan

self-curing acrylic, ada kawatnya, ada gigi, banyak karang giginya, kotoran gigi, dan bau

busuk. Pasien (A) mengatakan kepada ahli bahwa pada waktu gigi tiruan cekat dipasang

langsung bagus, langsung enak, dan meminta kepada tukang gigi (X) supaya memasangkan

gigi tiruan untuk istrinya. Namun, setelah 2 (dua) tahun, pasien (A) dan istrinya tersebut

merasakan sakit yang luar biasa. Berikut Analisisnya.

Pasal 4 UUPK

Pasal 4 huruf (a) UUPK yang menyatakan bahwa konsumen berhak atas kenyamanan,

keamanan, dan keselamatan dalam mengonsumsi barang dan/atau jasa.18 Sakit gigi yang

dialami (A) dapat tergolong sebagai bentuk ketidaknyamanan dan ketidakamanan dalam

pemakaian gigi tiruan cekat buatan tukang gigi (X). Pemasangan gigi tiruan cekat oleh tukang

gigi dapat membahayakan konsumen tukang gigi yang bersangkutan karena banyak tukang

gigi yang melakukan pemasangan gigi tiruan cekat pada sisa akar gigi asli untuk tipe gigi

tiruan mahkota (crown) dan pada gigi yang berada di sebelah gigi yang hilang untuk tipe gigi

tiruan jembatan (bridge). Tindakan ini dapat menyebabkan penumpukan plak (karang gigi)

sehingga menimbulkan iritasi pada jaringan lunak, bau mulut, hingga kematian gigi yang

bersangkutan dan kerusakan tulang rahang. Terkait dengan kasus ini, tukang gigi (X) telah

melanggar hak konsumen sebagaimana diatur dalam Pasal 4 huruf (a) UUPK karena (A)

harus mengalami rasa sakit gigi yang luar biasa akibat kesalahan penanganan yang dilakukan

oleh tukang gigi (X).

Pasal 7 huruf (a) UUPK

Pasal 7 huruf (a) UUPK menyatakan kewajiban yang harus dilakukan oleh pelaku usaha

dalam menjalankan kegiatan usahanya, yaitu beritikad baik dalam melakukan kegiatan

usahanya.19 Dalam kasus dikatakan bahwa tukang gigi (X) melakukan pembuatan dan

pemasangan gigi tiruan cekat pada (A) yang merupakan tindakan melampaui kewenangan

tukang gigi sebagaimana telah diatur dalam dalam Pasal 7 Permenkes nomor 339 tahun 1989.

Kewenangan tersebut yakni membuat gigi tiruan lepasan dari akrilik, sebagian atau penuh dan

                                                                                                                         18Indonesia  (3),Undang-­‐Undang  Perlindungan  Konsumen,  op.cit,  Pasal  4  huruf  (a).  19Indonesia  (3),Undang-­‐Undang  Perlindungan  Konsumen,  op.cit,  Pasal  7  huruf  (a).    

Perlindungan hukum..., Wulan Ariana Lestari, FH UI, 2014

Page 16: Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Jasa Pembuatan dan ...

memasang gigi tiruan lepasan tanpa menutupi sisa akar gigi.20 Sedangkan tukang gigi (X)

telah melakukan tindakan di luar kewenangan tersebut, maka hal ini menjadi bukti bahwa

tukang gigi (X) tidak memiliki itikad baik dalam melakukan pekerjaannya yang tidak sesuai

dengan kewenangan dan kemampuan yang dimilikinya. Dengan demikian, tukang gigi (X)

telah melanggar ketentuan Pasal 7 huruf (a) UUPK yang merupakan wujud itikad tidak baik

terhadap (A).

Pasal 4 Undang-Undang Kesehatan

Pasal 4 Undang-Undang Kesehatan menyatakan bahwa setiap orang berhak atas

kesehatan.21 Dengan adanya aturan dalam Pasal 4 Undang-Undang Kesehatan, maka setiap

orang dilindungi haknya untuk sehat. Pasal 94 Undang-Undang Kesehatan menyatakan bahwa

Pemerintah dan pemerintah daerah wajib menjamin ketersediaan tenaga, fasilitas pelayanan,

alat dan obat kesehatan gigi dan mulut dalam rangka memberikan pelayanan kesehatan gigi

dan mulut yang aman, bermutu, dan terjangkau oleh masyarakat. Artinya Undang-Undang

Kesehatan mengamanatkan kepada Pemerintah untuk menjamin pemenuhan hak atas

kesehatan bagi setiap orang melalui pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau

oleh masyarakat. Atas dasar itulah, maka keluarlah Permenkes nomor 1871 tahun 2011 di

mana dalam bagian pertimbangannya menyatakan bahwa pelayan kesehatan gigi dan mulut

hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang berwenang dan bukanlah merupakan

tukang gigi. Melalui Permenkes 1871 tahun 2011, tukang gigi boleh melakukan pekerjaannya

hanya Maret 2012. Kemudian, setelah dikeluarkannya Permenkes 1871 tahun 2011, keluarlah

Permenkes 026 tahun 2012 di mana tukang gigi mendapatkan perpanjangan waktu dalam

melakukan pekerjaannya sampai 30 September 2012. Dengan demikian, dengan adanya

Undang-Undang Kesehatan sesungguhnya telah ada perlindungan hukum bagi masyarakat.

Terkait dengan pertanggung jawaban bagi tukang gigi untuk mengganti kerugian

terhadap konsumen tukang gigi, UUPK telah mengakomodasi pilihan penyelesaian sengketa

antara konsumen dan pelaku usaha melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa

antara konsumen dan pelaku usaha atau melalui peradilan yang berada di lingkungan

peradilan umum sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 45 ayat (1) UUPK.22 Dalam hal ini,

gugatan yang dapat diajukan kepada tukang gigi (X) adalah gugatan Perbuatan Melawan                                                                                                                          

20   Kementerian   Kesehatan   (a),   Peraturan   Menteri   Kesehatan   Nomor   339/MENKES/PER/   V/1989  

Tentang  Pekerjaan  Tukang  Gigi,  Pasal  7.  21  Indonesia  (2),  Undang-­‐Undang  Kesehatan,  op.cit.,  Pasal  4.  22Indonesia(3),  Undang-­‐Undang  Perlindungan  Konsumen,  op.cit.  Pasal  45  ayat  (1).    

Perlindungan hukum..., Wulan Ariana Lestari, FH UI, 2014

Page 17: Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Jasa Pembuatan dan ...

Hukum melalui Pengadilan. Hal ini dikarenakan putusan pengadilan memiliki daya eksekusi

sehingga pemenuhan ganti rugi sebagai pertanggungjawaban pelaku usaha dapat ditegakkan.

Untuk menentukan apakah suatu perbuatan termasuk melawan hukum atau tidak, maka

terdapat 5 (lima) unsur yang harus dipenuhi, yakni adanya perbuatan, perbuatan tersebut

melawan hukum, adanya kerugian, adanya kesalahan, dan adanya hubungan kausal antara

perbuatan dan kerugian.

Pasal 1365 KUH Perdata

Untuk menentukan apakah suatu perbuatan termasuk melawan hukum atau tidak,

maka terdapat 5 (lima) unsur yang harus dipenuhi, unsur-unsur tersebut adalah:

1. Adanya suatu perbuatan

Unsur perbuatan sebagai unsur yang pertama dapat digolongkan dalam dua bagian

yaitu perbuatan yang merupakan kesengajaan (dilakukan secara aktif) dan perbuatan yang

merupakan kelalaian (dilakukan secara pasif).23 Dalam kasus ini, tukang gigi (X)

melakukan suatu perbuatan kesengajaan dengan melakukan penanganan yang salah dalam

pemasangan gigi tiruan cekat kepada (A) yang berakibat pada kerugian yang dialami oleh

(A) setelah dipasangkan gigi tiruan cekat oleh tukang gigi (X). Dengan demikian unsur

perbuatan bagi tukang gigi (X) dalam kasus ini terpenuhi.

2. Perbuatan tersebut melawan hukum

Perbuatan pada unsur pertama dikatakan memenuhi unsur kedua yaitu melawan

hukum apabila memenuhi ketentuan sebagai berikut :

a. Bertentangan dengan hak subjektif orang lain.

b. Bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku.

c. Bertentangan dengan kesusilaan.

d. Bertentangan dengan kepatutan, ketelitian, dan kehati-hatian (patiha).24

                                                                                                                         23Rosa  Agustina,  dkk.  Hukum  Perikatan  (Law  of  Obligations),Ed.  1,  (Denpasar:  Pustaka  Larasan;  Jakarta:  

Universitas  Indonesia,  Universitas  Leiden,  Universitas  Groningen,  2012),  hlm.  8.  24Ibid,  hlm.  9.  

Perlindungan hukum..., Wulan Ariana Lestari, FH UI, 2014

Page 18: Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Jasa Pembuatan dan ...

Unsur-unsur di atas bersifat alternatif, artinya suatu perbuatan dapat dikatakan

melawan hukum dengan dipenuhinya salah satu unsur dari melawan hukum. Berikut

penjabarannya terkait dengan kasus tukang gigi (X) dan Saudari (A).

Putusan 40/PUU-X/2012 diputuskan pada tahun 2012, artinya kasus pembuatan dan

pemasangan gigi tiruan cekat sebagaimana diungkapkan oleh Drg. Andreas Adyatmaka

terjadi sebelum tahun 2012 dan pasien (A) datang kepada ahli setelah 2 (dua) tahun memakai

gigi tiruan cekat buatan tukang gigi (X). Dengan demikian, tukang gigi (X) terikat dengan

aturan mengenai pekerjaan tukang gigi sebagaimana diatur dalam Permenkes nomor 339

tahun 1989. Pasal 7 Permenkes nomor 339 tahun 1989 menyatakan bahwa kewenangan

tukang gigi hanya sebatas membuat gigi tiruan lepasan dari akrilik (sebagian atau penuh) dan

memasang gigi tiruan lepasan tanpa menutup sisa akar gigi.25 Sedangkan pada kasus ini,

tukang gigi (X) telah membuat gigi tiruan cekat dan memasangkan gigi tiruan cekat kepada

(A). Dengan demikian, tukang gigi (X) melanggar kewenangan yang telah diberikan

Permenkes nomor 339 tahun 1989 tentang Pekerjaan Tukang Gigi.

Selain itu, aturan mengenai larangan bagi tukang gigi juga diatur dalam Pasal 9 huruf

(b) Permenkes nomor 339 tahun 1989 yang salah satunya menyatakan bahwa tukang gigi

dilarang melakukan pembuatan dan pemasangan gigi tiruan cekat atau mahkota atau tumpatan

tuang dan sejenisnya.26 Terkait dengan kasus ini, dikatakan bahwa ketika dilakukan foto

rontgen, gigi-gigi itu disambung dengan kawat. Kemudian, di atas kawat itu ditaruh acrylic

dan di atas acrylic dipasang gigi. Dengan demikian, gigi tiruan yang dibuat oleh tukang gigi

(X) adalah gigi tiruan cekat. Maka, tukang gigi (X) telah melanggar ketentuan dalam Pasal 9

huruf (b) Permenkes nomor 339 tahun 1989.

3. Adanya kesalahan dari pelaku

Unsur kesalahan pada suatu perbuatan sebenarnya tidak berbeda jauh dengan unsur

melawan hukum, unsur ini menekankan pada kombinasi antara kedua unsur di atas di mana

perbuatan (yang meliputi kesengajaan atau kelalaian) yang memenuhi unsur-unsur

melawan hukum. Unsur kesalahan dipakai untuk menyatakan bahwa seseorang

bertanggung jawab terhadap kerugian yang terjadi akibat perbuatannya yang salah.27 Unsur

                                                                                                                         25Kementerian  Kesehatan  (a),  Peraturan  Menteri  Kesehatan  Nomor  339/MENKES/PER/V/1989  Tentang  

Pekerjaan  Tukang  Gigi,  op.cit.,  Pasal  7.    26Ibid.,  Pasal  9  huruf  (b).    27Ibid.,  hlm.  10.    

Perlindungan hukum..., Wulan Ariana Lestari, FH UI, 2014

Page 19: Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Jasa Pembuatan dan ...

kesalahan dalam kasus ini yakni pada tindakan tukang gigi yang telah menimbulkan

kerugian kesehatan bagi (A) akibat pemasangan gigi tiruan cekat yang di luar standar

keilmuan prostodonsia.

4. Ada kerugian bagi korban

Adanya kerugian bagi korban juga merupakan syarat agar gugatan berdasarkan

Perbuatan Melawan Hukum dapat dipergunakan. Dalam kasus ini, (A) harus menanggung

rasa sakit yang luar biasa akibat pemasangan gigi tiruan cekat oleh tukang gigi (X).

Kerugian ini termasuk dalam kerugian immateril. Sementara itu, (A) juga harus

menanggung kerugian materil yakni biaya pemasangan gigi tiruan yang dibayarkan kepada

tukang gigi (X).

5. Adanya hubungan kausal antara perbuatan dengan kerugian

Hubungan kausal antara perbuatan yang dilakukan dengan kerugian yang terjadi juga

merupakan syarat yang harus dipenuhi dari suatu perbuatan melawan hukum. Hubungan

kausal yang terjadi yakni tindakan pemasangan gigi tiruan cekat oleh tukang gigi yang

tidak sesuai dengan standar prosedur keilmuan prostodonti dan di luar batas kewenangan

yang ditetapkan dalam Permenkes nomor 339 tahun 1989 menjadi sebab dari kerugian

yang dialami oleh (A), yakni timbulnya rasa sakit yang luar biasa.

Dengan demikian, tindakan tukang gigi dalam kasus ini memenuhi unsur Perbuatan Melawan

Hukum dan dapat dimintai pertanggungjawabannya.

Pasal 73 ayat (2) Undang-Undang Praktik Kedokteran

Terhadap pertanggungjawaban pidana juga dapat dituntut kepada tukang gigi (X)

karena telah melanggar Pasal 73 ayat (2) Undang-Undang Praktik Kedokteran yaitu larangan

menggunakan alat, metode atau cara lain dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat

yang menimbulkan kesan seolah-olah yang bersangkutan adalah dokter atau dokter gigi yang

telah memiliki surat tanda registrasi dan/atau surat izin praktik.28 Oleh karena pelanggaran itu,

maka sanksi yang dapat diterima pelaku usaha yang dalam hal ini adalah tukang gigi

sebagaimana Pasal 78 Undang-Undang Praktik Kedokteran nyatakan bahwa pelanggaran

Pasal 73 ayat (2) Undang-Undang Praktik Kedokteran dapat dipidana dengan pidana penjara

                                                                                                                         28Indonesia   (1),   Undang-­‐Undang   Tentang   Praktik   Kedokteran,   UU   No.   29   Tahun   2004,   LN   No.116  

Tahun  2004,  TLN  No.4431,  Pasal  73  ayat  (2).    

Perlindungan hukum..., Wulan Ariana Lestari, FH UI, 2014

Page 20: Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Jasa Pembuatan dan ...

paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 150.000.000 (seratus lima puluh

juta rupiah).29

Kesimpulan

1. Perlindungan hukum bagi konsumen, khusunya konsumen jasa pembuatan dan

pemasangan gigi tiruan cekat pada tukang gigi, sesungguhnya telah diakomodir

dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen dan Undang-Undang Kesehatan.

2. Pertanggungjawaban tukang gigi dalam memberikan ganti rugi kepada

konsumennya yakni dapat ditempuh melalui gugatan perbuatan melawan hukum di

Pengadilan Negeri.

Saran

1. Pembinaan tukang gigi dapat dilakukan oleh dinas kesehatan. Kemudian, dilakukan

pengawasan rutin terhadap tukang gigi agar tidak bertindak di luar batas

kewenangannya

2. Edukasi mengenai pentingnya pelayanan kesehatan yang teregistrasi kepada

masyarakat perlu dilakukan melalui berbagai media cetak maupun elektronik agar

masyarakat tahu dampak yang mungkin akan timbul jika memanfaatkan jasa yang

tidak teregistrasi untuk melakukan tindakan di bidang kesehatan.

3. Mewajibkan tukang gigi menempelkan aturan terkait tukang gigi, seperti Permenkes

nomor 53 tahun 1969, Permenkes 339 tahun 1989, Permenkes 1871 tahun 2011, dan

Permenkes 026 tahun 2012. Hal ini dimaksudkan agar masyarakat yang ingin

menggunakan jasa tukang gigi tahu bahwa sesungguhnya tukang gigi tersebut tidak

boleh melakukan hal-hal di luar kewenangannya.

                                                                                                                         29Ibid.,  Pasal  78.    

Perlindungan hukum..., Wulan Ariana Lestari, FH UI, 2014

Page 21: Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Jasa Pembuatan dan ...

Daftar Referensi

Agustina, Rosa. et.al. Hukum Perikatan (Law of Obligations). Ed. 1. Denpasar: Pustaka

Larasan; Jakarta: Universitas Indonesia, Universitas Leiden, Universitas Groningen,

2012.

Ardyan Gilang Ramadhan, Serba-Serbi Kesehatan Gigi dan Mulut, (Jakarta: Bukuné, 2010),

hlm. 85.

Hartono, R. Etika dan Prostetik Muthakhir Kedokteran Gigi. Jakarta: EGC, 1994.

Indonesia. Undang Undang Tentang Praktik Kedokteran. UU No. 29 Tahun 2004. LN No.116

Tahun 2004. TLN No.4431.

Kementerian Kesehatan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 339/MENKES/PER/V/1989

Tentang Pekerjaan Tukang Gigi.

Kementerian Kesehatan. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 026 Tahun 2012 Tentang

Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1871/MENKES/PER/IX/2011

Tentang Pencabutan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 339/MENKES/PER/V/1989

Tentang Pekerjaan Tukang Gigi Nomor 339/MENKES/PER/V/1989 Tentang

Pekerjaan Tukang Gigi.

Kementerian Kesehatan. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1871/MENKES/PER/IX/2011

Tentang Pencabutan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 339/MENKES/PER/V/1989

Tentang Pekerjaan Tukang Gigi.

Kementerian Kesehatan. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 339/MENKES/PER/ V/1989

Tentang Pekerjaan Tukang Gigi.

Mamudji, Sri. et.al. Metode Penelitian dan Penulisan Hukum. Depok: Badan Penerbit

Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005.

Miru, Ahmadi. Prinsip-Prinsip Perlindungan Hukum Bagi Konsumen di Indonesia. Ed. 1. cet.

2. Jakarta: Rajawali Pers, 2013.

Persatuan Dokter Gigi Indonesia, “Tentang PDGI”, http://pdgi.or.id/info/get/about_ us,

diunduh 1 Mei 2014 pukul 07.03 WIB.

Rintoko, Bimo. “Sejarah Pendidikan Kedokteran Gigi di Indonesia”. http://bimorintoko-

fkg08.web.unair.ac.id/artikel_detail-44234-Umum-

SEJARAH%20PENDIDIKAN%20KEDOKTERAN%20GIGI%20DI%20INDONESI

A%20.html. Diunduh tanggal 14 Mei 2014 pukul 21.27 WIB.

Shidarta. Hukum Perlindungan Konsumen. cet. 1. Jakarta: PT Grasindo, 2000.

Perlindungan hukum..., Wulan Ariana Lestari, FH UI, 2014