PERLAKUAN AKUNTANSI TRANSAKSI DALAM MATA UANG ASING … · fluktuasi valuta asing, penyajian...
Transcript of PERLAKUAN AKUNTANSI TRANSAKSI DALAM MATA UANG ASING … · fluktuasi valuta asing, penyajian...
i
PERLAKUAN AKUNTANSI TRANSAKSI DALAM MATA UANG ASING
ATAS
PEMBELIAN AKTIVA TETAP
Studi kasus pada PT. PUPUK KUJANG dan PT. BUDI ACID JAYA, Tbk. pada
tahun 1999
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
Program Studi Akuntansi
Oleh:
Irwan Widiantoro
NIM : 002114027
PROGRAM STUDI AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI
UNIVERITAS SANATA DHARMA
JOGJAKARTA
2007
i
ii
ii
iii
iii
iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
Menuntut ilmu wajib atas tiap muslim (baik muslimin maupun muslimah), (HR. Ibnu Majah) Ilmu Dipelajari Karena Tiga Hal : “Suatu ilmu tidak dipelajari kecuali karena tiga hal. Pertama, Tidak dipelajari karena ingin pandai berdebat. Kedua, tidak pula untuk berbangga diri dan tidak juga untuk dilihat orang lain. Ketiga, tidak ditinggalkan karena malu menuntutnya, tidak juga karena berlaku zuhud, dan tidak pula karena ridha atas kebodohan,” (Umar bin Khattab).
MIKUL DHUWUR MENDHEM JERO (ORANG BIJAK)
Karya tulis ini kupersembahkan untuk: Allah SWT atas segala nikmat, rahmat dan hidayah-Nya. Rasulullah sebagai panutan dan teladan umat Islam, semoga sholawat dan salam tercurah selalu. Bapak dan Ibu yang tiada henti mengingatkan untuk selalu berusaha dan berdoa. Adekku yang sering membuatku jengkel. Para Kyai dan Ulama yang selalu memberikan pengetahuan yang sangat berharga. Keluarga besar kedua orang tuaku, anak-anak punk munggur, teman-teman di Pondok Pesantren dan anak-anak benteng van der burg thank’s ya atas semangat dan doanya.
iv
v
v
vi
ABSTRAK
PERLAKUAN AKUNTANSI TRANSAKSI DALAM MATA UANG ASING ATAS
PEMBELIAN AKTIVA TETAP Studi kasus pada PT. PUPUK KUJANG dan PT. BUDI ACID JAYA, Tbk. pada
tahun 1999
Irwan Widiantoro Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta 2007
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah perlakuan akuntansi dan kebijakan yang dilakukan PT. PUPUK KUJANG dan PT. BUDI ACID JAYA, Tbk. terhadap mata uang asing atas pembelian aktiva tetap telah sesuai dengan PSAK No 10 dan untuk mengetahui apakah pengkapitalisasian selisih kurs yang terjadi dalam pembelian aktiva tetap telah sesuai dengan ISAK No 4.
Metoda penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah metoda deskriptif. Data yang digunakan adalah data primer yang diperoleh dengan melakukan riset secara langsung serta data skunder yang berasal dari peneltian kepustakaan, mempelajari buku-buku mengenai topik-topik yang berhubungan dengan masalah yang diteliti.
Hasil analisa data tersebut adalah pada dasarnya, perusahaan telah mencatat dan mengungkapkan semua perkiraan yang berhubungan dengan transaksi di dalam mata uang asing. Perusahaan telah mengkapitalisasikan selisih kurs ke dalam nilai asset karena tahun 1999 masih dalam kondisi luar biasa dan tidak ekonomis atau praktis untuk dilakukannya hedging. Dikatakan depresiasi luar biasa apabila dalam periode tertentu terjadi kenaikan yang sama atau lebih besar dengan 133% dari rata-rata depresiasi tiga tahun takwin terakhir. Adapun tidak ekonomis atau tidak praktis dilakukan hedging (lindung nilai) apabila tingkat premi hedging mencapai 133% dari rata-rata premi hedging tiga tahun takwin terakhir.
vi
vii
ABSTRACT
ACCOUNTING TREATMENT of FOREIGN CURRENCY TRANSACTION on FIXED ASSET PURCHASE
A Case study at PT. PUPUK KUJANG and PT. BUDI ACID JAYA, Tbk. in the year 1999
Irwan Widiantoro University of Sanata Dharma
Yogyakarta 2007
The purposes of this research were to know wether the treatment of accountancy and policy made by PT. PUPUK KUJANG and PT. BUDI ACID JAYA, Tbk. to foreign currency on fixed asset purchase was already suitable to PSAK No 10 and to know wether the capitalizing of exchange rate difference that happened in purchasing fixed asset was already suitable to ISAK No 4.
The research method in the thesis was descriptive method. The data used were primary data from doing direct research and also secondary data literature from research, learning the books containing topic which relevant the research problem.
The result of the data analysis was that basically, the company had recorded and disclosed all the estimation related to the foreign currency transaction. The company had capitalized the exchange rate difference into asset value because the year of 1999 was still in an condition extraordinary and is was not economic or practical on doing hedging. It was said to be an extraordinary depreciation if in a certain period it happened an increase that was bigger or the same with 133% from the average of depreciation of the last three years. It was to be not economic or practical to do hedging (value covering) if the hedging premium rate reached 133% from the average hedging premium rate of the last three years.
vii
viii
KATA PENGANTAR
Tiada kata yang indah dalam kata pengantar skripsi ini, selain kata syukur
atas segala rahmat dan ma’unah yang diberikan Allah swt. menjadi sebuah
anugerah tersendiri bagi penulis dalam mengerjakan dan meyelesaikan seluruh
proses penelitian ini tanpa suatu aral yang melintang.
Penulis menyadari bahwa tanpa adanya dukungan dan bimbingan dari
berbagai pihak, maka skripsi ini tidak akan terselesaikan dengan baik. Penulis,
tidak lupa terima kasih kami ucapkan kepada pihak-pihak di bawah ini :
1. Drs. Alex Kahu Lantum, M.Si., selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas
Sanata Dharma Yogyakarta.
2. Ir. Drs. Hansiadi Yuli Hartanto, Akt., M.Si., selaku Kepala Program Studi
Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
3. Drs. G. Anto Listianto, M.S.A., Akt., selaku Dosen Pembimbing I yang telah
banyak membimbing penulis dalam menyelesaikan skrisi ini.
4. M. Trisnawati Rahayu, S.E., M.Si.Akt, selaku Dosen Pembimbing II yang
telah banyak membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
5. Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang selama
ini telah membantu penulis dalam proses penulisan sampai selesainya skripsi
ini.
6. Seluruh karyawan Fakultas Ekonomi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
7. Seluruh karyawan perpustakaan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
viii
ix
8. Seluruh karyawan Pojok BEJ Universitas Sanata Dharma dan Universitas
Atma Jaya Yogyakarta.
9. Bapak dan Ibu, Eyang Kakung dan Putri, Paklek dan Bulek serta keluarga
yang selalu memberikan tempaan, dukungan, perhatian, kasih sayang dan
keikhlasannya dalam berdoa sehingga menjadikan aku seperti ini. Adikku
yang aku sayangi, kapan kita berdebat lagi.
10. Irny Syahrida Puteri, yang dengan setia selalu mendampingiku dalam suka
maupun duka.
11. Arif, Bagus, Gatot, Tian, Kuncoro selaku teman di Forum Keluarga Muslim
Universitas Sanata Dharma, jangan patah arang.
12. Guru ngajiku baik dilingkungan tempat tinggal maupun di pondok pesantren.
13. Teman-teman main dari aku kanak-kanak sampai sekarang ini.
14. Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu terima kasih untuk
semuanya.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Maka dari
itu kepada semua pihak, penulis sangat terbuka untuk semua saran dan kritik yang
diberikan. Kepada Allah swt. semua ini kami kembalikan. Semoga Ia berkenan
melimpahkan jaza’-Nya dengan jazaan hasanan. Akhirnya, semoga skripsi ini
bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.
Yogyakarta,
Irwan Widiantoro
ix
x
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL....................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................ ii
HALAMAN PENGESAHAN.......................................................................iii
HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN........................................... iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ........................................................ v
ABSTRAK .................................................................................................... vi
ABSTRACT.................................................................................................vii
KATA PENGANTAR ................................................................................viii
DAFTAR ISI.................................................................................................. x
DAFTAR TABEL.......................................................................................xiii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah......................................................... 1
B. Rumusan Masalah .................................................................. 3
C. Tujuan Penelitian ................................................................... 3
D. Manfaat Penelitian ................................................................. 4
E. Sistematika Penulisan ............................................................ 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .............................................................. 6
A. Konsep Aktiva........................................................................ 6
1. Pengertian Aktiva Tetap................................................... 6
2. Harga Perolehan............................................................... 6
B. Valuta Asing (Foreign Exchange).......................................... 6
1. Pengertian Valas, Kurs dan Nilai Tukar .......................... 6
2. Macam-macam Sistem Penetapan Kurs Valas................. 8
3. Faktor yang Mempengaruhi Valas ................................... 9
4. Faktor yang Mempengaruhi Stabilitas Nilai Tukar.........10
C. Hedging ................................................................................ 12
D. Pengertian Devaluasi ........................................................... 12
x
xi
1. Pengertian Devaluasi...................................................... 12
2. Faktor Penyebab Devaluasi............................................ 13
3. Efek Devaluasi ............................................................... 13
E. Perlakuan akuntansi Atas Selisih Kurs ................................ 14
1. PSAK No 10................................................................... 16
2. Perlakuan Alternatif yang Diizinkan.............................. 20
3. ISAK No 4 ..................................................................... 22
F. Pengaruh Penggunaan Perlakuan Akuntansi
Terhadap Selisih Kurs .......................................................... 26
1. Pengaruh Terhadap Laporan Keuangan ......................... 26
2. Pengaruh Terhadap Laba Rugi....................................... 26
3. Pengaruh Terhadap Neraca ............................................ 28
G. Tinjauan Hasil Penelitian Terdahulu.................................... 29
BAB III METODA PENELITIAN .......................................................... 31
A. Jenis Penelitian..................................................................... 31
B. Teknik Pengumpulan Data................................................... 31
C. Metode Analisa Data............................................................ 32
1. Perlakuan Akuntansi Menurut PSAK No 10
terhadap Transaksi Mata Uang Asing ........................... 32
a. PSAK No 10....................................................... 32
b. Perlakuan Akuntansi Selisih Kurs
Menurut PSAK No 10........................................ 32
2. ISAK No 4 ..................................................................... 33
a. ISAK No 4 ......................................................... 33
b. Perlakuan Akunatnsi Selisih Kurs
Menurut ISAK No 4........................................... 33
3. Mendeskripsikan Perelakuan Akuntansi
Menurut Perusahaan ...................................................... 34
a. PSAK No 10....................................................... 34
b. ISAK No 4 ......................................................... 35
c. Batasan-batasan Untuk Menerapkan
xi
xii
ISAK No 4 ......................................................... 37
4. Membandingkan Perlakuan Akuntansi atas
Selisih Nilai Tukar Mata Uang antara Perusahaan
dengan PSAK No 10 dan ISAK no 4 ............................ 38
BAB IV GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN................................... 40
A. Sejarah dan Gambaran Umum Perusahaan .......................... 40
B. Lokasi Perusahaan................................................................ 42
BAB V ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN................................ 43
A. Perlakuan Akuntansi Menurut PSAK No 10
Terhadap Transaksi Mata Uang Asing................................. 43
B. ISAK No 4 ........................................................................... 44
C. Perlakuan Akuntansi Menurut Perusahaan ......................... 45
1. PSAK No 10................................................................... 45
2. ISAK No 4 ..................................................................... 50
3. Batasan-batasan Untuk Menerapkan ISAK No 4........... 55
D. Membandingkan Perlakuan Akuntansi
atas Selisih Kurs Nilai Tukar Mata Uang antara
Perusahaan dengan PSAK No 10 dan ISAK No 4............... 64
BAB VI PENUTUP.................................................................................. 68
A. Kesimpulan .......................................................................... 68
B. Keterbatasan Penelitian........................................................ 70
C. Saran..................................................................................... 70
xii
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xiii
DAFTAR TABEL Halaman
1. Tabel 5.1.............................................................................................. 50 2. Tabel 5.2.............................................................................................. 51 3. Tabel 5.3.............................................................................................. 52 4. Tabel 5.4.............................................................................................. 54 5. Tabel 5.5.a........................................................................................... 56 6. Tabel 5.5.b........................................................................................... 57 7. Tabel 5.6.a........................................................................................... 58 8. Tabel 5.6.b........................................................................................... 58
xiii
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Petengahan tahun 1997, Indonesia mengalami krisis ekonomi yang
masih berlangsung hingga saat ini. Penyebab krisis ekonomi yang terjadi di
Indonesia antara lain sistem perbankan yang rapuh, defisit neraca berjalan
terus-menerus, melemahnya nilai tukar mata uang, laju inflasi yang tak
terbendung, pendapatan dan produksi menurun, ekspor terganggu sehingga
penerimaan valas menurun terus dan ini menyebabkan struktur hutang luar
negeri semakin membesar.
Globalisasi dalam perdagangan ekonomi mengakibatkan berbagai
perubahan struktural dalam tata ekonomi dunia. Kebutuhan akan perlakuan
akuntansi khusus untuk transaksi mata uang asing semakin dirasakan.. Jika
kontrak perjanjian pembayaran disepakati dalam mata uang asing tentunya
pihak yang memiliki kewajiban harus menukarkan mata uangnya dengan mata
uang asing sesuai dengan kesepakatan dalam kontrak perjanjian pembayaran
transaksi.
Fluktuasi besarnya nilai tukar uang akan menimbulkan resiko
terjadinya laba dan rugi (Machfoedz dan Suciwati, 2002). Permasalahan
tersebut disebabkan oleh fluktuasi nilai tukar uang sebenarnya dapat
ditanggulangi dengan adanya fasilitas hedging. Tetapi saat ini hedging sudah
tidak dimungkinkan lagi karena tingkat kurs rupiah terhadap dollar yang
1
2
belum relatif stabil. Apabila perusahaan mempunyai hutang dengan luar
negeri dan tidak melakukan hedging maka kewajiban perusahaan tersebut
untuk menyelesaikan hutang semakin meningkat akibatnya perusahaan akan
mengalami kerugian yang besar karena hutang atau kewajiban dalam mata
uang asing yang harus dibayar akan semakin besar.
Dari kinerja valuta asing perusahaan-perusahaan papan atas di
Indonesia, terlihat mayoritas perusahaan tidak melakukan lindung nilai
(hedging) yang selama ini dilihat sebagai beban. Berkaitan dengan adanya
fluktuasi valuta asing, penyajian laporan keuangan bagi perusahaan harus
mengikuti standar akuntansi yang berlaku dan ketentuan yang telah ditetapkan
oleh Bapepam. Khusus mengenai transaksi di dalam mata uang asing, diatur
dalam PSAK No 10, termasuk penjelasan mengenai pengakuan selisih kurs
dan perlakuan alternatif yang diizinkan. Interpretasi Standar Akuntansi
Keuangan (ISAK) No 4, yang diterbitkan oleh Komite Standar Akuntansi
Keuangan dari IAI pada tanggal 11 Oktober 1997. Interpretasi ini mengatur
Interpretasi atas paragraf 32 PSAK No 10 tentang alternatif perlakuan yang
diizinkan atas selisih kurs yang terjadi karena devaluasi atau depresiasi luar
biasa. Dalam kondisi normal, selisih kurs yng berasal dari transaksi, mata
uang asing harus diakui langsung pada laporan laba rugi pada periode
berjalan. Berdasarkan perlakuan alternatif yang diizinkan selisih kurs tersebut
dapat dikapitalisasi ke nilai tercatat aktiva yang bersangkutan (Widyastuti,
2001).
3
Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka dalam penyusunan skripsi,
penulis mengambil tema “Perlakuan Akuntansi Transaksi Dalam Mata
Uang Asing Atas Pembelian Aktiva Tetap”.
B. Rumusan Masalah
Pada era krisis moneter pertengahan tahun 1997 sampai sekarang banyak
perusahaan mengalami kebangkrutan. Kebangkrutan yang dialami perusahaan
tersebut disebabkan karena adanya fluktuasi nilai tukar mata uang yang sulit
diprediksi dan tidak adanya fasilitas lindung nilai atau hedging. Berdasarkan latar
belakang masalah tersebut diatas, maka rumusan masalah yang diambil penulis:
1. Bagaimanakah perlakuan akuntansi mata uang asing atas pembelian aktiva
tetap telah sesuai dengan PSAK No 10 ?
2. Apakah pengkapitalisasian selisih kurs dalam aktiva tetap tersebut telah
sesuai dengan ISAK No 4 ?
C. Tujuan Penelitian
Sejalan dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian
adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui perlakuan akuntansi dan kebijakan yang dilakukan PT.
PUPUK KUJANG dan PT. BUDI ACID JAYA Tbk terhadap mata uang
asing atas pembelian aktiva tetap telah sesuai dengan PSAK No 10.
2. Untuk mengetahui pengkapitalisasian selisih kurs yang terjadi dalam
pembelian aktiva tetap telah sesuai dengan ISAK No 4.
4
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pihak-pihak
berikut ini, yaitu:
1. Universitas Sanata Dharma
Penelitian ini dapat menjadi salah satu bahan diskusi bagi
mahasiswa di Universitas Sanata Dharma, khususya mengenai masalah
akuntansi selisih kurs.
2. Peneliti
Penelitian ini sebagai penerapan pengetahuan dan teori-teori
akuntansi yang diperoleh selama belajar dibangku kuliah.
3. Untuk umum
Memperoleh gambaran dan masukan tentang perlakuan akuntansi
yang benar dan yang seharusnya diterapkan sehubungan dengan rugi selish
kurs.
E. Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
Dalam bab ini diuraikan tentang latar belakang permasalahan yang
menerangkan dasar dipilihnya masalah yang hendak diteliti,
rumusan masalah yang berisi masalah utama yang dihadapi, tujuan
penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.
5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Dalam bab ini diuraikan teori-teori yang akan digunakan sebagai
dasar pembahasan permasalahan yang ada.
BAB III METODA PENELITIAN
Dalam bab ini diuraikan tentang sumber data yang digunakan,
teknik pengumpulan data, pemilihan sampel dan teknik analisa
data.
BAB IV GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
Dalam bab ini disajikan data mengenai perusahaan yang sedang di
teliti.
BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
Dalam bab ini hasil penelitian dianalisis berdasarkan teori untuk
menjawab masalah yang telah dikemukakan.
BAB VI PENUTUP
Dalam bab ini berisi tentang kesimpulan yang dapat diambil dari
hasil analisis data yang diperoleh, keterbatasan penelitian beserta
saran mengenai hasil penelitian tersebut.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Aktiva
1. Pengertian Aktiva Tetap
Aktiva tetap adalah aktiva berwujud yang diperoleh dalam bentuk
siap pakai atau dengan dibangun lebih dahulu, yang digunakan dalam
operasi perusahaan, tidak dimaksudkan untuk dijual dalam rangka kegiatan
normal perusahaan dan mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun
(PSAK No 16, 1999: 1).
2. Harga Perolehan Aktiva Tetap
Harga perolehan aktiva tetap adalah biaya yang dikeluarkan sampai
aktiva tersebut di tempat dan siap dipakai (Sinaga, 1992:283).
B. Valuta Asing (Foreign Exchange)
1. Pengertian Valas, Kurs dan Nilai Tukar
Valuta asing (valas) atau foreign exchange (forex) atau foreign
currentcy diartikan sebagai mata uang asing dan alat pembayaran lainnya
yang digunakan untuk melakukan atau membiayai transaksi ekonomi
keuangan internasional dan yang mempunyai catatan kurs resmi pada bank
sentral (Hady, 1999: 15).
6
7
Valuta asing adalah suatu nilai yang menunjukkan jumlah mata
uang dalam negeri yang diperlukan untuk mendapatkan suatu unit mata
uang asing (Sadono, 1996: 358).
Valuta asing (valas), dalam referensi keuangan internasional
disebut juga foreign exchange (forex) atau foreign currency, adalah mata
uang asing atau alat pembayaran lainnya yang digunakan dalam transaksi
ekonomi internasional berdasarkan kurs resmi yang ditetapkan oleh bank
sentral. Sedangkan mata uang itu sendiri dibedakan menjadi dua kelompok
(Khalwaty, 2000:173):
a. Hard currency
Mata uang yang termasuk dalam kelompok hard currency
adalah mata uang yang mempunyai nilai relatif stabil, tidak terlalu
sering mengalami apresiasi (kenaikan nilai) atau depresiasi (penurunan
nilai) jika dibandingkan dengan mata uang Negara lain. Hard currency
merupakan mata uang yang selalu digunakan dan dipilih untuk
digunakan sebagai alat pembayaran serta satuan hitung dalam transaksi
ekonomi dan keuangan internasional.
b. Soft currency
Soft currency adalah mata uang lemah yang kurang laku atau
jarang sekali digunakan sebagai alat pembayaran dan satuan hitung
dalam transaksi ekonomi dan keuangan internasional karena nilainya
relative kurang stabil (inconvertible currency) serta sering terdepresiasi
8
jika dibandingkan dengan mata uang Negara lainnya. Soft currency
pada umumnya berasal dari negara-negara yang sedang berkebang.
Jumlah mata uang tertentu yang diperlukan untuk memperoleh satu
unit valuta asing disebut dengan nilai tukar mata uang (kurs) asing
(Sadono, 1976: 292). Nilai tukar mata uang adalah setara antara satu unit
mata uang dengan jumlah mata uang lain yang setara dengan mata uang
tersebut pada satu waktu (Yusuf, 2000: 468). Pengertian nilai tukar mata
uang menurut FASB adalah rasio antara suatu unit mata uang dengan
sejumlah mata uang lain yang bisa ditukar pada waktu tertentu. SFAS No.
8 tentang standar keseragaman untuk transaksi keuangan. SFAS No. 52
juga menjelaaskan bahwa tujuan dasar pertukaran mata uang asing adalah
untuk memberikan informasi yang secara umum sesuai dengan pengaruh
ekonomi yang diharapkan dari suatu perubahan nilai dalam arus kas dan
ekuitas perusahaan.
Perubahan atau penyesuaian kurs disebut dengan devaluasi.
Devaluasi adalah penurunan mata uang nasional dibandingkan dengan
valuta asing. Devaluasi disebabkan karena mata uang sediri dinilai terlalu
tinggi dibandingkan dengan mata uang asing. Konvertibilitas uang
(currency convertibility) adalah penggunaan mata uang (valuta asing) yang
dapat dengan mudah ditukarkan dengan mata uang Negara lain (Khalwaty,
2000:170).
9
2. Macam-macam Sistem Penetapan Kurs Valas
Kurs valuta asing sangat mempengaruhi jumlah biaya yang harus
dikeluarkan serta besarnya manfaat yang akan diperoleh dalam transaksi
barang, jasa dan surat berharga yang berlangsung dibursa valas. Dalam
perkembangan ekonomi dan keuangan internasional terdapat tiga macam
sistem penerapan kurs valas, yaitu (Khalwaty, 2000:200):
a. Sistem kurs tetap (fixed exchange rate system)
Penentuan nilai tukar mata uang dengan menggunakan emas
sebagai patokannya.
b. Kurs bebas (floating exchange rate system)
Nilai tukar suatu mata uang dapat berubah tergantung pada
permintaan dan penawaran valuta asing dipasar bebas, penentuan kurs
bebas lepas kaitannya dengan emas, sehingga kurs dapat naik turun
dengan bebas sesuai dengan permintaan dan penawaran.
c. Kurs dibuat stabil.
Nilai tukar mata uang ditentukan oleh pemerintah atau bank
sentral dengan menggunakan dollar atau emas sebagai patokannya.
3. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kurs Valas
Salah satu ciri globalisasi yang menonjol saat ini yaitu adanya kurs
uang dan modal dalam bentuk valas atau foreign currency antara berbagai
pusat keuangan di berbagai negara. Aliran valas yang besar dan cepat
untuk memenuhi ketentuan perdagangan, investasi dan spekulasi dari suatu
tempat yang surplus ke tempat yang defisit dapat terjadi karena beberapa
10
faktor atau kondisi yang berbeda sehingga berpengaruh dan menimbulkan
perbedaan kurs valas atau forex rate di masing-masing tempat. Beberapa
faktor atau kondisi yang berbeda dan mempengaruhi kurs valas di masing-
masing tempat tersebut antara lain sebagai berikut (Khalwaty, 2000:200):
a. Supply dan demand foreign currency
b. Posisi balance of payment
c. Tingkat inflasi
d. Tingkat bunga
e. Tingkat pendapatan
f. Pengawasan pemerintah
g. Ekspektasi, spekulasi dan isu atau rumor
4. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Stabilitas Nilai Tukar
Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai tukar suatu negara adalah
sebagai berikut (Madura, 2000: 100):
a. Tingkat inflasi
Perubahan dalam tingkat inflasi dapat mempengaruhi aktivitas
perdagangan Internasional, sehingga dapat mempengaruhi permintaan
dan penawaran suatu negara. Jadi tingkat inflasi dapat mempengaruhi
nilai tukar.
b. Tingkat suku bunga
Perubahan tingkat suku bunga akan mempengaruhi tingkat investasi
pada surat berharga lain yang akan mempengaruhi permintaan dan
11
penawaran mata uang negara tersebut, sehingga akan mempengaruhi
nilai mata uang suatu negara.
c. Tingkat pendapatan
Sehubungan dengan meningkatnya pendapatan penduduk disuatu
negara maka akan mengakibatkan permintaan terhadap mata uang
asing meningkat sebagai akibat dari banyaknya permintaan terhadap
mata uang asing tersebut maka fungsi pasar dimana dengan
meningkatnya permintaan dan tidak meningkatnya penawaran maka
nilai tukar mata uang asing tersebut akan meningkat.
d. Kontrol pemerintah
Suatu negara dapat mempengaruhi titik keseimbangan suatu mata
uang, dengan cara sebagai berikut:
i. Memberikan hambatan dalam transaksi mata uang asing.
ii. Memberikan hambatan dalam perdagangan.
iii. Dengan intervensi di dalam pasar mata uang.
iv. Mempengaruhi variabel-variabel makro, seperti tingkat inflasi,
suku bunga dan tingkat pendapatan.
e. Pengharapan
Nilai pasar suatu mata uang akan dipengaruhi oleh setiap berita atau
informasi yang mempunyai pengaruh dimasa datang. Seperti misalnya
berita akan meningkatnya tingkat inflasi suatu negara tertentu akan
menyebabkan para pedagang valas mencoba melepaskan mata uang
12
negara tersebut sebagai antisipasi menurunnya nilai mata uang negara
tersebut di masa yang akan datang.
C. Hedging (Lindung Nilai)
Hedging adalah suatu tindakan memindahkan resiko keuangan yang
mereka hadapi kepada pihak lain yang mau menerimanya, dimana pihak
tersebut akan memperoleh balas jasa sebagai imbalan berupa premium.
Keuntungan dari transaksi hedging antara lain (Hady, 1998:98):
1. Mengurangi resiko harga yang mungkin terjadi dalam perdagangan
komoditi atau instrumen keuangan.
2. Hedging tidak mempengaruhi operasi normal (tanpa mengharuskan
perubahan dalam komitmen penjualan, kebijakan dalam persediaan).
3. Hedging mempunyai keleluasaan dalam perencanaan karena kontraknya
tersedia dalam berbagai jangka waktu.
4. Hedging memungkinkan pendanaan yang lebih mudah dan dalam jumlah
yang lebih besar.
D. Devaluasi
1. Pengertian Devaluasi
Pengertian devaluasi adalah mata uang suatu negara diturunkan
nilainya terhadap mata uang negara-negara lain (Sadono, 1996: 406).
Devaluasi selalu dianggap sebagai langkah terakhir yang perlu
dijalankan dalam mengatasi masalah di sektor luar negeri. Ini disebabkan
karena ia dapat menimbulkan beberapa efek buruk yang merugikan
13
konsumen (harga barang impor akan naik) dan merugikan pihak-pihak
yang berhutang ke luar negeri. Disamping itu tindakan tersebut adalah
tindakan yang paling tidak disukai oleh negara-negara yang menjadi mitra
dagang negara yang melakukan devaluasi, karena tindakan tersebut akan
merugikan perekonomian mereka.
2. Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Devaluasi
Salah satu faktor yang dapat menyebabkan terjadinya devaluasi adalah
tingkat perekonomian suatu negara yang relatif tinggi apabila
dibandingkan dengan inflasi di negara-negara yang menjadi mitra
dagangnya. Tingkat inflasi yang tinggi ini dapat menyebabkan ekspor
tidak kompetitif dan akhirnya dapat mempengaruhi neraca perdagangan
dan neraca pembayaran (Sadono, 1996: 406).
3. Efek Devaluasi
Efek dari devaluasi adalah (Sadono, 1996: 406):
a. Efek jangka pendek
i. Kenaikan harga-harga dalam negeri.
ii. Dengan kenaikan harga maka konsumsi dapat menurun.
iii. Turunnya konsumsi dapat menyebabkan lesunya aktivitas ekonomi
yang dapat menjurus kepada deflasi dan akhirnya dapat
menyebabkan resesi ekonomi.
iv. Terjadi pergeseran pengeluaran dan konsumsi produk luar negeri
kepada konsumsi produk dalam negeri.
b. Efek jangka menengah
14
i. Dapat terjadi perbaikan posisi Balance of Trade dan Balance of
payment melalui mekanisme elastisitas permintaan ekspor dan
impor sesuai dengan marshal lerner condition.
ii. Dapat terjadi perbaikan posisi BOP melalui mekanisme moneter.
c. Efek jangka panjang
Karena adanya perubahan harga produk dan terjadinya pergeseran
pengeluaran konsumen dalam jangka pendek serta adanya peningkatan
aliran modal atau devisa yang masuk dalam jangka menengah maka
dalam jangka panjang dapat terjadi pergeseran produksi baik yang
menyangkut tradeble goods maupun non tradeble goods sehingga
akhirnya dapat merubah struktur ekonomi nasional.
E. Perlakuan Akuntansi Atas Selisih Kurs
Cara perlakuan akuntansi terhadap selisih kurs haruslah sangat berhati-
hati, karena cenderung untuk membebankan seluruh kerugian kurs valuta
asing dalam laporan laba rugi periode terjadinya devaluasi. Perlakuan
akuntansi ini didasarkan pada pendapat klasik dari teori two transaction
perspectif dimana transaksi yang menimbulkan utang piutang dipandang
terpisah dari kejadian moneter yang menimbulkan selisih kurs (Goedono,
1990 : 43). Perlakuan akuntansi terhadap selisih kurs dengan membebankan
langsung kerugian selisih kurs dibebankan langsung sekaligus sejalan Prinsip
Akuntansi Indonesia 1984. Menurutnya, kerugian selisih kurs akibat devaluasi
harus langsung diperhitungkan dalam laba rugi. Selisih kurs yang terjadi
15
sebagai akibat devaluasi nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing, diakui
saat direalisasikan.
Di dalam pencatatan dan penyajian pada laporan keuangan, perusahaan
telah mencatat dan mengungkapan semua perkiraan yang berhubungan dengan
transaksi di dalam mata uang asing sesuai dengan ketentuan dan dan standar
akuntansi keuangan yang berlaku.
Selisih kurs terjadi karena adanya perubahan kurs antara tanggal
transaksi dan tanggal penyelesaian pos moneter yang timbul dari transaksi
dalam mata uang asing. Perlakuan akuntansi terhadap kerugian yang
ditimbulkan oleh transaksi dalam valuta asing harus disesuaikan dengan
peraturan-peraturan yang ada, yaitu Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan
(PSAK) No 10 dan Interpretasi Standar Akuntansi Keuangan ISAK No 4 dan
aturan-aturan lainnya.
Dalam perlakuan akuntansi terdapat empat masalah pokok yang harus
diselesaikan agar diperoleh informasi yang berguna (PSAK No 10):
a. Pengakuan awal transaksi.
b. Pengakuan akun-akun yang dicatat dalam mata uang asing pada tanggal
pelaporan.
c. Perlakuan terhadap keuntungan kerugian yang berasal dari selisih kurs
tersebut.
d. Pencatatan penyelesaian tagihan dan kewajiban yang dicatat dalam mata
uang asing itu.
16
1. Perlakuan Akuntansi Menurut Pernyataan Standar Akuntansi
Keuangan (PSAK) No 10
Ikatan Akuntansi Indonesia menerbitkan PSAK No 10 tahun 1999
yang mengatur transaksi dalam valuta asing yang meliputi penentuan kurs
yang digunakan dan pengakuan pengaruh keuangan dari perubahan kurs
valuta asing dalam laporan keuangan. Untuk memasukkan transaksi dalam
valuta asing dalam laporan keuangan suatu perusahaan transaksi harus
dinyatakan dalam mata uang pelaporan perusahaan (mata uang yang
digunakan dalam menyajikan laporan keuangan).
Ketentuan yang tercantum dalam PSAK No 10 hanya diterapkan
untuk transaksi mata uang asing dan untuk laporan keuangan mata uang
luar negeri. Untuk transaksi mata uang asing selain kontrak berjangka,
maka (Jusuf , 2000:472):
a. Pada tanggal transakaksi diakui, setiap aktiva, setiap kewajiban,
penerimaan, pengeluaran, keuntungan dan kerugian yang timbul dari
transaksi tersebut harus dinilai dan dicatat dalam mata uang fungsional
dari entitas yang melakukan pencatatan dengan menggunakan kurs
yang berlaku pada tanggal tersebut.
b. Pada setiap tanggal neraca, saldo yang tercatat dalam mata uang selain
mata uang fungsional dari entitas yang melakukan pencatatan harus
disesuaikan untuk mencerminkan kurs sekarang.
c. Pos aktiva dan kewajiban moneter dalam mata uang asing dilaporkan
ke dalam mata uang rupiah dengan menggunakan kurs tanggal neraca.
17
Apabila kesulitan dalam menentukan kurs tanggal neraca maka dapat
digunakan kurs tengah Bank Indonesia.
d. Pos non-moneter tidak boleh dilaporkan dengan menggunakan kurs
tanggal neraca tetapi tetap harus dilaporkan dengan menggunakan kurs
tanggal transaksi.
e. Pos non-moneter yang dinilai dengan nilai wajar dalam mata uang
asing harus dilaporkan dengan menggunakan kurs yang berlaku pada
saat nilai tersebut ditentukan.
Menurut paragraf 07 PSAK No 10 disebutkan bahwa pada saat
pengakuan awal transaksi dalam mata uang asing dibukukan dengan
menggunakan kurs pada saat terjadinya transaksi. Untuk alasan praktis
apabila kurs tidak berfluktuasi secara signifikan maka kurs rata-rata
selama seminggu atau sebulan dapat digunakan untuk seluruh transaksi
dalam setiap mata uang asing yang terjadi selama periode tersebut. Pada
setiap tanggal neraca pos aktiva dan kewajiban (pasiva) moneter
dilaporkan ke dalam mata uang rupiah dengan menggunakan kurs tanggal
neraca atau kurs tengah bank Indonesia.
Pelaporan pada saat tanggal neraca berikutnya menurut paragraf 09
PSAK No 10 adalah sebagai berikut:
a. Pos aktiva dan kewajiban moneter dalam mata uang asing dilaporkan
ke dalam mata uang rupiah dengan menggunakan kurs neraca. Apabila
terdapat kesulitan dalam menentukan kurs pada tanggal neraca, maka
18
dapat digunakan kurs tengah bank Indonesia sebagai indikator
obyektif.
b. Pos non-moneter tidak boleh dilaporkan dengan menggunakan kurs
tanggal neraca tetapi harus dilaporkan dengan menggunakan kurs
tanggal transaksi.
c. Pos non-moneter yang dinilai dengan wajar dalam mata uang asing
harus dilaporkan dengan menggunakan kurs yang berlaku pada saat
nilai tersebut ditentukan.
Dalam paragraf 13 PSAK No 10 disebutkan bahwa selisih
penjabaran pos aktiva dan kewajiban moneter dalam mata uang asing pada
tanggal neraca dan laba rugi kurs yang timbul dari transaksi dalam mata
uang asing dikreditkan atau dibebankan pada laporan laba rugi periode
berjalan. Selisih kurs timbul apabila terjadi perubahan kurs antara tanggal
transaksi dan tanggal penyelesaian pos moneter yang timbul dari transaksi
dalam mata uang asing. Bila timbulnya dan penyelesaian suatu transaksi
berada dalam suatu periode akuntansi yang sama, maka seluruh selisih
kurs diakui dalam periode tersebut. Namun jika timbulnya dan
diselesaikannya suatu transaksi berada dalam beberapa periode akuntansi,
maka selisih kurs harus diakui untuk setiap periode akuntansi dengan
memperhitungkan perubahan kurs untuk masing-masing periode.
Menurut PSAK No 10 paragraf 14 disebutkan bahwa selisih kurs
yang timbul apabila terdapat perubahan kurs antara tanggal transaksi dan
tanggal penyelesaian pos moneter yang timbul dari transaksi dalam mata
19
uang asing, maka ada dua kemungkinan yang akan terjadi dalam
melakukan pencatatan selisih kurs, yaitu:
a. Bila timbulnya dan penyelesaian suatu transaksi berada dalam suatu
periode yang sama, maka seluruh selisih kurs diakui sebagai biaya
dalam periode tersebut.
b. Jika timbul dan diselesaikannya suatu transaksi berada dalam beberapa
periode akuntansi, maka selisih kurs harus diakui sebagai biaya untuk
setiap periode akuntansi dengan memperhitungkan perubahan kurs
untuk masing-masing periode.
Nilai aktiva yang disajikan di neraca adalah harga perolehan
historis. Untuk menyajikan nilai aktiva tersebut menurut nilai sekarang,
dengan pendekatan nilai uang yang konstan dengan menggunakan indeks
harga, diperlukan ssuatu proses menurut tahap-tahap berikut ini (Na’im,
1989 : 45):
a. Mendapatkan laporan keuangan yang disusun berdasarkan harga
perolehan historis.
b. Mendapatkan dan menentukan indeks harga umum yang akan
digunakan untuk penyesuaian, terdiri dari indeks harga yang meliputi
umur aktiva dan pasiva yang paling lama.
c. Mengklasifikasikan pos-pos di laporan keuangan menurut pos-pos
moneter dan pos-pos non-moneter.
20
d. Menyesuaikan pos-pos non-moneter dengan faktor konversi indeks
harga, untuk menyatakan nilai aktiva dengan nilai uang menurut harga
yang berlaku sekarang.
e. Menghitung laba atau rugi yang timbul karena memiliki pos-pos
moneter.
2. Perlakuan Alternatif Yang Diizinkan
Ada dua hal penting yang diatur dalam PSAK No 10 yaitu
mengenai pembukuan dan pelaporan serta pengakuan selisih kurs.
Penjelasan dari kedua hal di atas adalah sebagai berikut (PSAK NO 10):
a. Pembukuan dan pelaporan
Suatu transaksi dalam valuta asing dalam hal pembukuan dan
pelaporan transaksi tersebut dibukukan dengan menggunakan kurs
pada saat terjadinya transaksi. Untuk alasan praktis, jika kurs tidak
berfluktuasi secara signifikan maka kurs rata-rata selama seminggu
atau sebulan dapat digunakan untuk seluruh transaksi dalam setiap
mata uang asing yang terjadi selama periode tersebut PSAK No 10. Di
dalan penyusunan laporan keuangan pada setiap tanggal neraca pos
aktiva dan kewajiban moneter dilaporkan ke dalam mata uang rupiah
dengan menggunakan kurs tanggal neraca atau kurs tengah Bank
Indonesia. Perusahaan dalam penyusunan laporan keuangannya harus
mengungkapkan:
1. Jumlah selisih kurs yang diperhitungkan dalam laba bersih atau
kerugian untuk periode tersebut.
21
2. Selisih kurs bersih yang diklasifikasikan dalam kelompok ekuitas
sebagai suatu unsur yang terpisah dan rekonsiliasi selisih kurs
tersebut pada awal dan akhir periode,
3. Jumlah selisih kurs yang timbul selama periode yang termasuk
dalam nilai tercatat suatu aktiva yang sesuai dengan perlakuan
alternatif yang diijinkan dalam paragrap 32 PSAK No 10.
b. Pengakuan selisih kurs
Selisih pos penjabaran pos aktiva dan kewajiban moneter dalam mata
uang asing pada tanggal neraca dan laba rugi kurs yang timbul dari
transaksi valas dikreditkan atau dibebankan pada laporan laba atau rugi
periode berjalan. Apabila transaksi valas tersebut timbul dan
penyelesaiannya berada dalam suatu periode akuntansi yang sama,
maka seluruh selisih kurs diakui dalam periode tersebut. Namun
apabila penyelesaian transaksi tersebut berada dalam beberapa periode
akuntansi, maka selisih kurs harus harus diakui untuk setiap periode
akuntansi dengan memperhitungkan perubahan kurs untuk masing-
masing periode.
Dalam paragraf 20 PSAK No 10 disebutkan mengenai perlakuan
alternatif yang diizinkan. Perlakuan alternatif yang diizinkan ini dijelaskan
lebih lanjut dalam ISAK No 4 sebagai Interpretasi atas paragraf 32 PSAK
No 10. Paragraf 32 PSAK 10 menyebutkan bahwa:
Selisih kurs dapat disebabkan karena suatu devaluasi atau depresiasi luar biasa suatu mata uang dimana tidak mungkin dilakukan hedging dan menimbulkan kewajiban yang tak terselesaikan akibat perolehan aktiva yang harus dibayar dalam
22
suatu mata uang asing. Selisih kurs tersebut dapat dimasukkan sebagai nilai tercatat (carrying amount) aktiva yang bersangkutan dengan pengertian nilai tercatat yang disesuaikan tersebut tidak melampaui jumlah terendah antara biaya pengganti (replacement cost) dan jumlah yang mungkin diperoleh kembali (amount receivable) dari penjualan atau penggunaan aktiva tersebut. Alternatif yang dipilih harus diungkapkan secukupnya.
Ketentuan selisih kurs dapat dikapitalisasi adalah selisih kurs yang berasal
dari kewajiban valas untuk perolehan aktiva tetap dan persediaan yang
dibayar dengan mata uang asing. Pengkapitalisasian terhadap aktiva tetap
yang diperoleh dalam mata uang asing dapat dilakukan apabila matas
maksimum mana yang lebih rendah antara biaya pengganti (replacement
cost) dan amount recoverable. Biaya pengganti meerupakan jumlah biaya
(kas) yang harus dibayar saat ini untuk memperoleh aktiva yang sama
sedangkan amount recoverable adalah merupakan jumlah kas yang dapat
diperoleh dari penggunaan atau penjualan aktiva.
3. Interpretasi Standar Akuntansi Keuangan (ISAK) No 4 tahun 1999
Dalam paragrap 32 PSAK No 10 terdapat dua syarat yang
keduanya harus terpenuhi bagi penerapan ISAK No 4, yaitu sebagai
berikut:
a. Terjadi depresiasi luar biasa
Yaitu apabila periode tertentu depresiasi rupiah disetahunkan lebih
besar atau sama dengan 133% dari rata-rata depresiasi tiga tahun
takwin terakhir.
23
b. Tidak mungkin dilakukan hedging
Yaitu apabila pada periode tertentu tidak ekonomis atau tidak praktis
dilakukan hedging karena:
1. Tingkat hedging demikian tinggi yaitu lebih besar atau sama
dengan 133% dari rata-rata premi hedging tiga tahun takwin
terakhir.
2. Fasilitas hedging tidak tersedia, karena bank tidak dapat
menentukan premi hedging berhubungan fluktuasi rupiah yang
tinggi.
Dan berakhir sejak saat satu kondisi tersebut diatas tidak lagi dipenuhi.
Sedangkan selisih kurs setelah berakhirnya ”periode tertentu”
diperlakukan sebagai berikut:
1. Keuntungan selisih kurs dilakukan penyesuaian terhadap selisih kurs
yang telah dikapitalisasi, maksimum sejumlah selisih kurs yang telah
dikapitalisasi.
2. Kerugian selisih kurs dibebankan ke periode berjalan.
Alternatif perlakuan akuntansi bagi selisih kurs luar biasa menurut
ISAK No 4 yaitu dapat dikapitalisasi. Namun perlakuan merupakan hal
yang optimal, tidak merupakan suatu kewajiban bagi perusahaan.
Tidak semua selisih kurs dapat dikapitalisasi dan hanya diperbolehkan
bagi:
1. Selisih kurs atas sisa kewajiban dalam mata uang asing.
24
2. Realisasi selisih kurs atas pelunasan kewajiban valuta asing selama
periode tertentu.
Kewajiban valuta asing tersebut harus timbul akibat perolehan aktiva yang
baru dibayar dalam mata uang asing.
Kurs rupiah pada tahun 1999 menguat terhadap mata uang asing,
sehingga menimbulkan keuntungan selisih kurs pada tahun buku 1999.
Pada beberapa perusahaan mingkin masih ada beberapa hutang yang
timbul dari suatu pembelian aktiva dengan valas yang hingga tahun 1999
belum dilunasi. Padahal pada tahun sebelumnya kerugian selisih kurs yang
timbul dari hutang tersebut telah dikapitalisasi sesuai dengan ketentuan
ISAK No 4, dimana dijelaskan tentang alternatif perlakuan yang diizinkan
atas selisih kurs adalah sebagai berikut:
a. Akibat gejolak moneter, depresiasi rupiah terhadap suatu mata uang
asing yang terjadi pada periode tertentu dapat melampaui batas-batas
wajar bila diukur dari tingkat rata-rata depresiasi periode sebelumnya.
Depresiasi rupiah terhadap suatu mata uang asing dianggap melampau
batas-batas wajar dan merupakan depresiasi luar biasa apabila pada
periode tertentu depresiasi rupiah yang disetahunkan 133% dari rata-
rata depresiasi rupiah tiga tahun takwin terakhir.
b. Yang dimaksud tidak mungkin dilakukan hedging adalah apabila pada
suatu periode tertentu tidak ekonomis dan atau tidak praktis dilakukan
hedging, karena kondisi berikut:
25
i. Tingkat premi hedging pada periode tertentu demikian tinggi
sehingga tidak ekonomis untuk melakukan hedging. Tingkat
premi hedging dianggap tinggi apabila mencapai 133% dari rata-
rata premi hedging tiga tahun takwin.
ii. Fasilitas hedging tidak tersedia karena bank tidak dapat
menentukan premi hedging berhubung fluktuasi rupiah yang
tinggi.
c. Selisih kurs yang terjadi sejak awal tahun buku sampai awal periode
tertentu tersebut harus dibebankan langsung keperhitungan laba rugi.
Apabila pada suatu periode tertentu terjadi depresiasi luar biasa dan
tidak mungkin dilakukan hedging sebagaimana dijelaskan tadi diatas,
maka sesuai dengan paragraf 32 PSAK No 10, selisih kurs yang timbul
pada periode tersebut dapat dikapitalisasi. Kerugian selisih kurs yang
timbul atas saldo kewajiban dalam mata uang asing setelah periode
tertentu tersebut dibebankan keperhitungan laba rugi, sedangkan
keuntungan selisih kurs yang timbul harus diperlakukan sebagai
penyesuaian terhadap selisih kurs yang dikapitalisasi. Yang dimaksud
dengan periode tertentu adalah suatu periode yang merupakan bagian
tahun buku yang dimulaui sejak dipenuhinya kondisi yang
dipersyaratkan pada butir 1 dan 2 berakhir sejak kondisi tersebut tidak
lagi dipenuhi.
Dari ketentuan tersebut mengandung pengertian bahwa keuntungan
selisih kurs yang terjadi setelah periode tertentu berakhir (misalnya pada
26
tahun 1999) diakui langsung dalam perhitungan laba rugi tahun berjalan
1999 dan tidak dikompensasikan sebagai pengurang terhadap selisih kurs
yang tidak dikapitalisasi pada periode (tahun) sebelumnya. Kompensasi
keuntungan selisih kurs terhadap selisih kurs yang telah dikapitalisasi
hanya dapat dilakukan jika kapitalisasi kerugian dan keuntungan selisih
kurs terjadi pada periode (tahun buku) yang sama.
F. Pengaruh Penggunaan Perlakuan Akuntansi Terhadap Selisih Kurs
1. Pengaruh Terhadap Laporan Keuangan
Selisih kurs yang timbul akan dapat mempengaruhi perlakuan
akuntansi yang terapkan oleh perusahaan. Hal ini dikarenakan PSAK No
10 dan ISAK No 4 memberikan keleluasaan manajemen untuk memilih
apakah membebankan kerugian itu pada tahun berjalan atau membebankan
secara bertahap (mengkapitalisasi) (Hady, 1998:25).
2. Pengaruh Terhadap Laporan Laba Rugi
Apabila perusahaan memiliki kebijaksanaan untuk membebankan
seluruh kerugian pada tahun berjalan akan sangat buruk bila dibandingkan
dengan mengkapitalisasikannya. Akan tetapi efek dari kerugian selisih
kurs tersebut hanya untuk satu tahun itu saja, sedangkan untuk tahun
berikutnya laporan laba rugi akan terlihat lebih bagus (Manulang, 1992).
Apabila perusahaan memiliki kebijaksanaan untuk
mengkapitalisasikan kerugian tersebut, maka jumlah kerugian yang
dibebankan pada tahun berjalan akan menjadi lebih kecil sehingga laba
27
akan lebih besar. Akan tetapi pengaruh kerugian tersebut akan tetap
dirasakan untuk tahun-tahun berikutnya sehingga membebani penghasilan
masa yang akan datang sehingga laba bersihnya akan menjadi kurang baik
dan pada akhirnya akan berdampak negatif pada harga saham dalam
jangka panjang (Machfoedz dan Suciwati, 2002).
Krisis moneter yang melanda Indonesia pada pertengahan 1997
(nilai mata uang rupiah melemah terhadap dollar AS) membawa pengaruh
pada laba yang diperoleh perusahaan. Sangat labilnya kurs mata uang
asing dan tingkat bunga berdampak buruk terhadap biaya dana yang
nantinya akan berpengaruh terhadap laba perusahaan dan kemampuan
perusahaan untuk melunasi hutang dalam bentuk dollar Amerika Serikat.
Hal ini disebabkan oleh adanya pos luar biasa akibat timbulnya rugi beban
usaha, ditambah atau dikurangi dengan penghasilan atau beban lain-lain
dan dikurangi dengan pos luar biasa (selisih kurs). Dengan demikian,
apabila melihat laporan laba rugi hanya sebatas pada laba operasional,
perusahaan memang untung, tetapi apabila melihat keseluruhan
perusahaan menderita rugi akibat adanya rugi dari pos luar biasa tersebut.
Jelas bahwa adanya fluktuasi valuta asing (dalam hal ini dollar Amerika
Serikat terhadap mata uang rupiah) akan berpengaruh terhadap laba yang
dihasilkan perusahaan terutama karena fluktuasi tersebut akan
menimbulkan rugi selisih kurs (Widyastuti, 2001).
Laporan laba rugi yang dinyatakan atas dasar harga perolehan
sekarang menyajikan tiga macam pendapatan (Naim, 1989 : 23), yaitu:
28
a. Laba rugi operasi
Laba rugi operasi merupakan hasil penjualan dikurangi biaya menurut
harga perolehan sekarang.
b. Laba rugi yang terealisasi, dan
Laba rugi yang terealisasi merupakan laba rugi yang sudah terealisasi,
yaitu selisih dari harga perolehan sekarang dengan harga perolehan
historis pos yang sudah dijual atau yang sudah dikonsumsi selama
periode tertentu.
c. Laba rugi belum terealisasi
Laba rugi belum terealisasi berkaitan dengan asset yang masih dimiliki
perusahaan pada akhir periode.
3. Pengaruh Terhadap Neraca
Apabila manajemen memutuskan kerugian selisih kurs dibebankan
pada periode berjalan, maka kerugian itu akan mengurangi jumlah equitas
(saldo laba ditahan) secara material. Pada akhirnya akan mempengaruhi
rasio antara hutang dengan equitas dan rasio aktiva tetap (Widyastuti,
2001).
Pos-pos neraca disesuaikan atas dasar harga perolehan sekarang
(current entry price) dengan cara menggantikan nilai-nilai historis dengan
harga perolehan sekarang. Pos-pos moneter dinyatakan menurut nilai
nominal. Tidak ada penyesuaian menyangkut saldo awal karena pos-pos
tersebut tidak dinyatakan berdasarkan harga konstan, tetapi harga
perolehan sekarang. Sedangkan pos-pos non-moneter, seperti persediaan
29
barang, peralatan, gedung, mesin dan aktiva tetap lainnya dinyatakan
menurut harga perolehan sekarang (saat pelaporan keuangan) (Na’im ,
1989 : 22).
Rekening moneter membutuhkan penyesuaian terhadap daya beli
baru. Pada pelaporan berdasarkan historical cost, rekening-rekening
tersebut dinyatakan di neraca sebesar daya beli saat perolehannya.
Penyesuaian rekening-rekening non-moneter secara tidak langsung
mempengaruhi laporan laba rugi, karena laba rugi merefleksikan angka-
angka yang dihitung dari jumlah yang disesuaikan (Munawir, 2002 : 316)
G. Tinjauan Hasil Penelitian Terdahulu
Pada dasarnya, perusahaan telah mencatat dan mengungkapkan semua
perkiraan yang berhubungan dengan transaksi di dalam mata uang asing sesuai
dengan ketentuan Bapepam dan standar akuntansi keuangan yang berlaku.
Karena rugi selisih kurs tersebut harus diakui dan dibebankan pada operasi
tahun berjalan menjadi semakin besar sehingga kerugian perusahaan
bertambah besar. Selisih kurs dapat dikapitalisasi ke nilai aset apabila
memenuhi dua persyaratan yang ada di dalam ISAK No 4 , yaitu dalam
kondisi depresiasi luar biasa apabila dalam periode tertentu terjadi kenaikan
yang sama atau lebih besar dengan 133% dari rata-rata depresiasi tiga tahun
takwin terakhir, dan tidak ekonomis atau praktis dilakukan hedging. Adapun
yang dimaksud dengan tidak ekonomis atau tidak praktis dilakukan hedging
ialah tingkat premi hedging sedemikian tinggi, sama atau lebih besar dari
30
133% dari rata-rata premi hedging tiga tahun takwin terakhir dan fasilitas
hedging tidak tersedia (Widyastuti, 2001).
Ikatan Akuntansi Indonesia mengeluarkan Interpretasi Standar
Akuntansi Keuangan Nomor 4 (ISAK No 4) tentang alternatif perlakuan
selisih kurs yang diakibatkan oleh adanya depresiasi yang luar biasa rupiah
terhadap US $. Salah satu alternatif yang diperbolehkan adalah
mengkapitalisasi selisih kurs ke nilai aktiva yang bersangkutan
(Windyatmoko, 2000).
Dalam kondisi normal, selisih kurs yang berasal dari transaksi mata
uang asing harus diakui langsung pada laporan laba rugi pada periode
berjalan. Berdasarkan perlakuan alternatif yang diizikan selisih kurs tersebut
dapat dikapitalisasi ke nilai tercatat aktiva yang bersangkutan atau dengan kata
lain perusahaan boleh memasukkan kerugian selisih kurs tersebut sebagai
bagian dari harga perolehan aktiva (NN, 1997).
31
BAB III
METODA PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Dalam pelaksanaan penelitian ini penulis menggunakan metode
penelitian secara deskriptif. Metode secara deskriptif mempunyai tujuan untuk
memberikan gambaran secara terinci tentang latar belakang dan karakter-
karakter yang khas dari obyek penelitian, menyelidiki kedudukan (status)
suatu fenomena atau faktor dan melihat hubungan antara fenomena yang
diselidiki (Suryabrata, 2006:75).
B. Teknik Pengumpulan Data
Sumber data yang diperoleh penulis yaitu:
Sumber Data Skunder
Data yang digunakan dalam penelitian ini data sekunder yang didapat dari
berbagai sumber, diantaranya adalah Internet, Bank Indonesia, BEJ
Universitas Sanata Dharma dan BEJ Universitas Atma Jaya, Bisnis Indonesia
dan Kompas. Adapun penggunaaan data sekunder dengan pertimbangan data
ini lebih mudah diperoleh, lebih murah dan punya rentang waktu yang luas.
Selain itu penggunaan data sekunder dalam penelitian sudah lazim digunakan
baik di luar negeri maupun di dalam negeri.
31
32
Di sini penulis melakukan penelitian kepustakaan, mempelajari buku-buku
dan majalah-majalah ilmiah mengenai topik yang berhubungan dengan
masalah yang diteliti.
C. Teknik Analisis Data
Setelah semua data yang berhubungan dengan permasalah yang
diperoleh maka penulis mencoba untuk menganalisa data tersebut dengan
metode sebagai berikut:
1. Perlakuan Akuntansi Menurut PSAK No 10 terhadap Transaksi Mata
Uang Asing.
a. PSAK No 10
Dalam PSAK No 10 mengatur mengenai transaksi di dalam mata
uang asing, termasuk penjelasan mengenai pengakuan selisih kurs dan
perlakuan alternatif yang diijinkan.
b. Perlakuan akuntansi selisih kurs menurut PSAK No 10
Selisih kurs dapat disebabkan karena suatu devaluasi atau
depresiasi luar biasa suatu mata uang dimana tidak mungkin dilakukan
hedging dan menimbulkan kewajiban yang tak terselesaikan akibat
perolehan aktiva yang harus dibayar dalam suatu mata uang asing. Selisih
kurs tersebut dapat dimasukkan sebagai nilai tercatat (carrying amount)
aktiva yang bersangkutan dengan pengertian nilai tercatat yang
disesuaikan tersebut tidak melampaui jumlah terendah antara biaya
pengganti (replacement cost) dan jumlah yang mungkin diperoleh kembali
33
(amount receivable) dari penjualan atau penggunaan aktiva tersebut.
Alternatif yang dipilih harus diungkapkan secukupnya
2. ISAK No 4
a. ISAK No 4
ISAK No 4 mengatur interprestasi atas paragraf 32 PSAK No 10.
b. Perlakuan Akuntansi selisih kurs menurut ISAK No 4
1. Terjadi depresiasi luar biasa
Yaitu apabila periode tertentu depresiasi rupiah disetahunkan lebih
besar atau sama dengan 133% dari rata-rata depresiasi tiga tahun takwin
terakhir.
2. Tidak mungkin dilakukan hedging
Yaitu apabila pada periode tertentu tidak ekonomis atau tidak
praktis dilakukan hedging karena:
a. Tingkat hedging demikian tinggi yaitu lebih besar atau sama
dengan 133% dari rata-rata premi hedging tiga tahun takwin
terakhir.
b. Fasilitas hedging tidak tersedia, karena bank tidak dapat
menentukan premi hedging berhubungan fluktuasi rupiah yang
tinggi.
34
3. Mendeskripsikan perlakuan akuntansi menurut perusahaan.
a. PSAK No 10
Untuk mencatat transaksi pembelian aktiva tetap secara kredit dengan
mata uang asing agar sesuai dengan PSAK No 10 maka perusahaan harus
memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1) Perusahaan harus mengakui nilai aktiva tetapnya sebesar harga perolehan
yang meliputi harga beli ditambah dengan biaya lain yang dikeluarkan
agar aktiva tersebut siap operasi.
2) Perusahaan harus mengakui kerugian selisih kurs yang terjadi dan
membebankannya ke perkiraan “kerugian selisih kurs” di sisi debet. Hal
ini sesuai dengan ketentuan yang ada pada PSAK No 10 yang
menghendaki kerugian selisih kurs yang telah terjadi dibebankan pada
periode berjalan.
3) Ayat jurnal penyesuaian untuk penyusutan juga harus sesuai dengan
PSAK, karena PSAK menghendaki perusahaan membuat penyesuaian
terhadap nilai aktivanya dengan mengakui adanya penyusutan.
4) Pada ayat jurnal penyesuaian, untuk mengakui kerugian selisih kurs yang
masih unrealized atas sisa kewajiban valas. Hal ini sesuai dengan
ketentuan yang ada dalam PSAK No 10, yang menyatakan bahwa aktiva
atau kewajiban moneter dalam mata uang asing dilaporkan dalam mata
uang rupiah dengan menggunakan kurs pada tanggal neraca atau kurs
tengah Bank Indonesia. Pernyataan ini juga mengandung arti bahwa suatu
35
entitas harus mengakui selisih kurs yang masih unrealized atas sisa
kewajiban valasnya.
b. ISAK No 4
Kapitalisasi selisih kurs ke nilai aktiva yang dapat dilakukan menurut
ISAK No 4 bila dua syarat dibawah ini terpenuhi:
1. Terjadi depresiasi luar biasa.
Depresiasi luar biasa terjadi bila periode tertentu depresiasi rupiah
yang disetahunkan mencapai 133% dari rata-rata depresiasi rupiah tiga
tahun takwin periode tertentu. Langkah-langkah yang dilakukan:
a. Menghitung depresiasi Rp terhadap US $
Rumus: Dt = [ ( et – eo ) : eo ] x 100%
Keterangan: eo = Kurs rupiah pada waktu eo
et = Kurs rupiah pada waktu et
Dt = Depresiasi rupiah pada waktu t
b. Menghitung rata-rata depresiasi 3 tahun terakhir
Rumus : Wd = ( D1 + D2 + D3 ) : 3
Keterangan: D1 = Depresiasi rupiah pada waktu tahun ke 1
D2 = Depresiasi rupiah pada waktu tahun ke 2
D3 = Depresiasi rupiah pada waktu tahun ke 3
Wd = Rata-rata depresiasi tiga tahun terakhir
c. Menghitung patokan angka depresaisi luar biasa
Rumus : Dpt ≥ 133% x Wd
Keterangan: Wd = Rata-rata depresiasi tiga tahun terakhir
36
Dpt = Depresiasi luar biasa
Jika terjadi suatu peristiwa dimana depresiasi pada titik tertentu
mencapai angka Dpt atau diatasnya, maka dikatakan telah memenuhi
syarat depresiasi luar biasa.
2. Tidak mungkin dilakukan hedging
Kondisi ini muncul apabila tingkat premi hedging pada periode
tertentu demikian tinggi, yaitu mencapai 133% dari rata-rata premi
hedging 3 tahun takwin terakhir.
Langkah-langkah yang akan dilakukan adalah:
a. Menghitung rata-rata premi hedging 3 tahun takwin terakhir.
Rumus : Y = ( TPH1 + TPH2 + TPH3 ) : 3
Keterangan: Y = Rata-rata tingkat premi hedging tiga tahun
terakhir.
TPH1 = Tingkat premi hedging 1 tahun terakhir.
TPH2 = Tingkat premi hedging 2 tahun terakhir.
TPH3 = Tingkat premi hedging 3 tahun terakhir.
b. Menghitung tingkat premi hedging tidak ekonomis
Rumus : TPHpt ≥ ( 133% x Y )
Keterangan: TPHpt = Tingkat premi hedging tidak ekonomis.
Y = Rata-rata tingkat premi hedging tiga tahun
terakhir.
Dari kedua angka diatas dapat diketahui patokan kondisi tidak
ekonomis melakukan hedging bila premi SWAP sama atau lebih besar
37
dari nilai TPHpt untuk jangka waktu 6 bulan dan untuk jangka waktu
12 bulan.
c. Batasan-batasan Untuk Menerapkan ISAK No 4
a. Selain kurs yang dapat dikapitalisasi merupakan selisih kurs atas
kewajiban (hutang) dalam mata uang asing baik realized maupun
unrealized. Yang dimaksud dengan realized adalah realisasi selisih
kurs atas pelunasan kewajiban valuta asing selama periode tertentu.
Sedangkan unrealized adalah sisa kewajiban yang masih ada. Hal ini
mengandung arti bahwa apabila suatu kewajiban telah dilunasi terlebih
dahulu sebelum periode tertentu maka selisih kurs tersebut tidak dapat
dikapitalisasi lagi.
b. Kewajiban valuta asing tersebut timbul dari perolehan aktiva tetap atau
persediaan tertentu yang dibayar dengan mata uang asing. Jika
kewajiban itu timbul bukan untuk memperoleh aktiva tetap tertentu
maka tidak boleh dikapitalisasi.
c. Kapitalisasi harus dilakukan terhadap aktiva yang diperoleh dalam
mata uang asing dengan batas minimum, yang mana yang lebih rendah
antara biaya pengganti (Replacement Cost) dengan Amount
Recoverable. Replacement Cost merupakan jumlah biaya (kas) yang
harus dibayar saat ini untuk memperoleh aktiva yang sama. Sedangkan
Amount Recoverable (jumlah yang dapat diperoleh kembali)
merupakan jumlah kas yang dapat diperoleh dari penggunaan atau
38
penjualan aktiva. Pengukuran Amount Recoverable dapat dilakukan
dengan dua cara:
1. Value in use
Dengan menggunakan nilai sekarang dari arus kas masuk (present
value cash inflow) biasanya diterapkan untuk aktiva tetap yang
tidak akan segera dijual tetapi digunakan untuk operasi perusahaan.
2. Current market value
Digunakan jika aktiva tersebut akan segera dijual. Biasanya dipakai
untuk menilai persediaan yang akan dijual.
Nilai tercatat suatu aktiva setelah dikapitalisasi selisih kurs tidak boleh
melampui nilai terendah antara replacement cost dengan amount recoverable,
maka:
Amount Recoverable < Carrying Amount baru < Replacement Cost
4. Membandingkan perlakuan akuntansi atas selisih nilai tukar mata
uang antara perusahaan dengan PSAK No 10 dan ISAK No 4.
Selisih kurs yang timbul dari perolehan aktiva tetap dalam keadaan
sudah jadi dapat dikapitalisasi (ISAK No 4) atau dibebankan
keperhitungan laba/rugi periode berjalan (PSAK No 10). Perlakuan
akuntansi yang berbeda atas selisih kurs akan mempengaruhi laporan
keuangan perusahaan terutama laporan laba/rugi dan neraca.
a. Pengaruh terhadap laporan laba rugi
39
Perbedaan perlakuan akuntansi selisih kurs pada laporan laba rugi akan
mempengaruhi saldo beban penyusutan aktiva tetap dan saldo rugi
kurs.
b. Pengaruh terhadap neraca
Perbedaan perlakuan akuntansi selisih kurs dalam neraca akan
mempengaruhi saldo nilai tercatat aktiva tetap serta akumulasi
penyusutan aktiva tetap.
40
BAB IV
GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
A. Sejarah dan Gambaran Umum Perusahaan
1. PT. PUPUK KUJANG
Ditahun enam puluhan, pemerintah mencanangkan program
peningkatan produksi pertanian di dalam usaha swasembada pangan.
Demi suksesnya program pemerintah ini maka kebutuhan pupuk
mutlak harus dipenuhi, mengingat produksi PUSRI 1 pada waktu itu
diperkirakan tidak akan mencukupi. Menyusul ditemukannya beberapa
sumber gas alam dibagian Utara Jawa Barat, muncullah gagasan untuk
membuat pabrik urea lainnya di Jawa Barat.
Tanggal 9 Juni 1975, lahirlah PT. PUPUK KUJANG, sebuah BUMN
di lingkungan departemen perindustrian yang mengmban tugas untuk
membangun pabrik pupuk urea di Desa Dawuan, Cikampek Jawa Barat.
Bulan Juli 1976, pembangunan pabrik mulai dilakukan dengan
kontraktor utama Kellog Overseas Corporation (USA) dan Toyo Enginering
Corp (Japan) sebagai kontraktor pabrik urea. Pembangunan berjalan lancer
sehingga pada tanggal 7 November 1978 pabrik sudah mulai berproduksi
dengan kapasitas 570.000 ton/tahun dan ini terjadi tiga bulan lebih awal dari
jadwal.
41
Pada tanggal 12 Desember 1978, Presiden Soeharto berkenan
meresmikan pembukuan pabrik dan pada tanggal 1 April 1979, PT. PUPUK
KUJANG mulai dengan operasi komersial.
PT. PUPUK KUJANG merupakan pabrik pupuk yang memproduksi
urea sebagai produk utama dari amoniak sebagai ekses. Hasil produksi PT.
PUPUK KUJANG yakni, urea yang dipasarkan sebagai an besar di dalam
negeri yaitu ke pertanian oleh PT. PUPUK SRIWIJAYA sebagai distributor
tunggal, ke industri dan perkebunan serta ekspor dilakukan oleh PT. PUPUK
KUJANG sendiri.
2. PT. BUDI ACID JAYA, Tbk
PT Budi Acid Jaya Tbk. (Perusahaan) didirikan pada tanggal 15
Januari 1979 dalam rangka Undang-Undang Penanaman Modal Dalam Negeri
No. 6 tahun 1968 berdasarkan Akta Notaris Henk Limanow, S.H. No. 15
dengan nama PT North Aspac Chemical Industrial Company. Akta pendirian
ini disahkan oleh Menteri Kehakiman Republik Indonesia dalam Surat
Keputusan No. Y.A.5/279/11 tanggal 12 September 1979 dan diumumkan
dalam Lembaran Berita Negara Republik Indonesia No. 12, Tambahan No. 67,
tanggal 8 Februari 1980. Anggaran dasar Perusahaan telah mengalami
beberapa kali perubahan, terakhir diaktakan dengan Akta Notaris
Fauziah Sadeli, S.H., notaris pengganti Koesbiono
Sarmanhadi, S.H., M.H., No. 12 tanggal 13 Agustus 1999, sehubungan dengan
peningkatan modal dasar dan perubahan nilai nominal saham. Perubahan
anggaran dasar tersebut telah disahkan oleh Menteri Kehakiman Republik
41
42
Indonesia dalam Surat Keputusan No. C-15905.HT.01.04.TH.99 tanggal
2 September 1999 dan diumumkan dalam Lembaran Berita Negara Republik
Indonesia No. 94 Tambahan No. 7869 tanggal 23 November 1999 (lihat
Catatan 15b).
Ruang lingkup kegiatan usaha Perusahaan terutama, akan tetapi
tidak terbatas, pada industri pengolahan bahan makanan dan bahan kimia,
beserta semua hasil derivatif (turunannya) yang diproses dari ketela pohon, ubi
manis, ubi jalar, kelapa sawit, kopra dan hasil bumi lainnya dan berbagai
macam industri terutama industri plastik. Aktivitas utama Perusahaan adalah
dalam bidang produksi dan penjualan tapioka, asam sitrat, karung plastik,
asam sulfat dan bahan-bahan kimia lainnya.
B. Lokasi
1. PT. PUPUK KUJANG
Kantor pusat PT. PUPUK KUJANG berlokasi di Jl. Jenderal A. Yani no
39 Kecamatan Cikampek, Kabupaten Karawang, Propinsi Jawa Barat.
Sedangkan kantor cabangnya terletak di Gedung Umawar Lantai II dan III,
Jl. Kapten P. Tendean kav 28 Jakarta Selatan.
2. PT. BUDI ACID JAYA, Tbk
Perusahaan berkantor pusat di Wisma Budi, Lt. 8-9 Jalan H.R. Rasuna
Said Kav. C-6, Jakarta, dan memiliki pabrik yang berlokasi di
Tangerang, Lampung dan Jambi.
43
BAB V
ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
B. Perlakuan akuntansi menurut PSAK No 10 terhadap transaksi mata
uang asing.
Dalam PSAK No 10 mengatur mengenai transaksi di dalam mata
uang asing, termasuk penjelasan mengenai pengakuan selisih kurs dan
perlakuan alternatif yang diijinkan.
1) Perusahaan harus mengakui nilai aktiva tetapnya sebesar harga
perolehan yang meliputi harga beli ditambah dengan biaya lain yang
dikeluarkan agar aktiva tersebut siap beroperasi.
2) Perusahaan harus mengakui kerugian selisih kurs yang terjadi dan
membebankannya ke perkiraan “kerugian selisih kurs” di sisi debet. Hal
ini sesuai dengan ketentuan yang ada pada PSAK No 10 yang
menghendaki kerugian selisih kurs yang telah terjadi dibebankan pada
periode berjalan.
3) Ayat jurnal penyesuaian untuk penyusutan juga harus sesuai dengan
PSAK, karena PSAK menghendaki perusahaan membuat penyesuaian
terhadap nilai aktivanya dengan mengakui adanya penyusutan.
4) Pada ayat jurnal penyesuaian, untuk mengakui kerugian selisih kurs
yang masih unrealized atas sisa kewajiban valas. Hal ini sesuai dengan
ketentuan yang ada dalam PSAK No 10, yang menyatakan bahwa aktiva
atau kewajiban moneter dalam mata uang asing dilaporkan dalam mata
43
44
uang rupiah dengan menggunakan kurs pada tanggal neraca atau kurs
tengah Bank Indonesia. Pernyataan ini juga mengandung arti bahwa
suatu entitas harus mengakui selisih kurs yang masih unrealized atas sisa
kewajiban valasnya.
C. ISAK No 4.
ISAK No 4 mengatur Interpretasi atas paragraf 32 PSAK No 10.
Kapitalisasi selisih kurs ke nilai aktiva yang dapat dilakukan menurut ISAK
No 4 bila dua syarat dibawah ini terpenuhi:
1. Terjadi depresiasi luar biasa.
Depresiasi luar biasa terjadi bila periode tertentu depresiasi rupiah
yang disetahunkan mencapai 133% dari rata-rata depresiasi rupiah tiga
tahun takwin periode tertentu. Langkah-langkah yang dilakukan:
a. Menghitung depresiasi Rp terhadap US $
Rumus: Dt = [ ( et – eo ) : eo ] x 100%
Keterangan: eo = Kurs rupiah pada waktu eo
et = Kurs rupiah pada waktu et
Dt = Depresiasi rupiah pada waktu t
b. Menghitung rata-rata depresiasi 3 tahun terakhir
Rumus : Wd = ( D1 + D2 + D3 ) : 3
Keterangan : D1 = Depresiasi rupiah pada waktu tahun ke 1
D2 = Depresiasi rupiah pada waktu tahun ke 2
D3 = Depresiasi rupiah pada waktu tahun ke 3
45
Wd = Rata-rata depresiasi tiga tahun terakhir
c. Menghitung patokan angka depresaisi luar biasa
Rumus : Dpt ≥ 133% x Wd
Keterangan : Wd = Rata-rata depresiasi tiga tahun terakhir
Dpt = Depresiasi luar biasa
Dpt ≥ 133% x Wd
D. Perlakuan akuntansi menurut perusahaan
1) Perlakuan akuntansi menurut PSAK No 10
Untuk mencatat transaksi pembelian aktiva tetap secara kredit dengan
mata uang asing agar sesuai dengan PSAK No 10 maka PT. PUPUK
KUJANG dan PT. BUDI ACID JAYA, Tbk. harus memperhatikan hal-hal
sebagai berikut:
Untuk melihat apakah akuntansi selisih kurs terhadap pembelian aktiva
tetap yang diterapkan oleh PT. PUPUK KUJANG dan PT. BUDI ACID
JAYA, Tbk. sesuai dengan PSAK No 10, maka penulis memperoleh data
pembelian mesin sebagai berikut:
Pada tanggal 1 Juni 1999, PT. PUPUK KUJANG telah melakukan
pembelian 2 unit mesin Temperature Recorder dengan harga 1 unit
mesin sebesar US $1,250,000.00 pada saat kurs 1 US $=Rp 6.726
harga tersebut sudah termasuk ongkos kirim. Pada tanggal 2 Juni 1999,
dibayar biaya pemasangan mesin sebesar Rp 5.000.000. Perjanjian
pelunasan pinjaman adalah 40% tahun 1999 dan 60% tahun 2000.
46
Pembayaran cicilan dilakukan setiap 3 bulan sekali. Mesin tersebut
mempunyai masa manfaat 10 tahun. Tidak ada hedging yang dilakukan
untuk transaksi tersebut.
Pada tanggal 1 Juli 1999, PT. BUDI ACID JAYA, Tbk. telah
melakukan pembelian mesin dengan harga US $ 6,500,000.00 pada
saat kurs US $= Rp 6.875. Perjanjian pelunasan pinjaman adalah 30%
tahun 1999, 30% tahun 2000, 40% tahun 2001. Pada tanggal 3 Juli
1999, dibayar biaya pemasangan mesin sebesar Rp 12.500.000,00.
Pembayaran cicilan dilakukan setiap 2 bulan sekali dengan umur
manfaat mesin 10 tahun. Dalam melakukan transaksi perusahaan tidak
melakukan hedging.
Jurnal yang dibuat oleh PT. PUPUK KUJANG untuk mencatat transaksi
tersebut adalah (Jusuf , 2000:473):
1. Jurnal pada saat transaksi pembelian mesin dengan kurs US $ 1=Rp 6.726
01/06/99 Mesin Rp 16.815.000.000
Hutang Jangka Panjang
Rp16.815.000.000
(2 x $ 1,250,000) x Rp 6.726 = 16.815.000.000
2. Jurnal untuk biaya pemasangan mesin temperature recorder :
02/06/99 Mesin Rp 5.000.000
Kas Rp 5.000.000
47
3. Jurnal pembayaran cicilan pertama dengan kurs US $=Rp 8.345 :
01/09/99 Hutang Jangka Panjang Rp 3.363.000.000*
Kerugian Selisih Kurs Rp 809.500.000*
Kas Rp
4.172.500.000*
*($ 2,500,000 x 20%) x Rp 6.726 = Rp 3.363.000.000
*($ 2,500,000x20%) x (Rp 8.345 – Rp 6.726)=Rp
809.500.000
*($ 2,500,000 x 20%) x Rp 8.345=Rp 4.172.500.000
4. Jurnal pembayaran cicilan kedua:
01/12/99 Hutang Jangka Panjang Rp 3.363.000.000*
Kerugian Selisih Kurs Rp 187.000.000*
Kas Rp
3.550.000.000*
*($ 2,500,000 x 20%) x Rp 6.726 = Rp 3.363.000.000
*($ 2,500,000x20%) x (Rp 7.100 – Rp 6.726)=Rp
187.000.000
*($ 2,500,000 x 20%) x Rp 7.100=Rp 3.550.000.000
5. Jurnal penyesuaian untuk depresiasi
31/12/99 Beban Penyusutan Rp 1.682.000.000
Akumulasi Depresiasi Rp
1.682.000.000
48
[(Rp 16.815.000.000 + Rp 5.000.000) : 10]=Rp
1.682.000.000
6. Jurnal untuk pengakuan selisih kurs pada tanggal 31 Desember 1999
31/12/99 Kerugian Selisih Kurs Rp 561.000.000
Hutang Jangka Panjang Rp
561.000.000
[US $ 1,500,000 x ( Rp 7.100 – Rp 6.726)]=Rp
561.000.000
Jurnal yang dibuat oleh PT. BUDI ACID JAYA, Tbk. untuk mencatat
transaksi tersebut adalah:
1. Jurnal pada saat transaksi pembelian mesin dengan kurs US $ 1=Rp 6.875
01/07/99 Mesin Rp 44.687.500.000
Hutang Jangka Panjang Rp
44.687.500.000
$ 6,500,000.00 x Rp 6.875 = Rp 44.687.500.000
2. Jurnal untuk biaya pemasangan mesin:
03/07/99 Mesin Rp 12.500.000
Kas Rp 12.500.000
3. Jurnal pembayaran cicilan pertama dengan kurs US $=Rp 8.685 :
01/09/99 Hutang Jangka Panjang Rp 6.703.125.000*
Kerugian Selisih Kurs Rp 1.764.750.000*
Kas Rp
8.136.375.000*
49
*($ 6,500,000 x 15%) x Rp 6.875 = Rp 6.703.125.000
*($ 6,500,000x15%)x(Rp8.685– Rp 6.875)= Rp
1.764.750.000
*($ 6,500,000 x 15%) x Rp 8.685 =Rp 8.136.375.000
4. Jurnal pembayaran cicilan kedua:
01/11/99 Hutang Jangka Panjang Rp 6.703.125.000*
Kerugian Selisih Kurs Rp 536.250.000*
Kas Rp
7.239.375.000*
*($ 6,500,000 x 15%) x Rp 6.875 = Rp 6.703.125.000
*($ 6,500,000 x 15%) x (Rp 7.425–Rp 6.875)=Rp
536.250.000
*($ 6,500,000 x 15%) x Rp 7.425 = Rp 7.239.375.000
5. Jurnal penyesuaian untuk depresiasi
31/12/99 Beban Penyusutan Rp 4.470.000.000
Akumulasi Depresiasi Rp
4.470.000.000
[(Rp 44.687.500.000+Rp 12.500.000) : 10]=Rp
4.470.000.000
6. Jurnal untuk pengakuan selisih kurs pada tanggal 31 Desember 1999
31/12/99 Kerugian Selisih Kurs Rp 1.023.750.000
Hutang Jangka Panjang Rp
1.023.750.000
50
[US $ 4,550,000 x ( Rp 7.100 – Rp 6.875)]=Rp
1.023.750.000
Dengan melihat jurnal di atas dapat disimpulkan bahwa perlakuan
akuntansi yang diterapkan oleh PT. PUPUK KUJANG dan PT. BUDI ACID
JAYA, Tbk. telah sesuai dengan PSAK No 10, karena:
a. PT. PUPUK KUJANG dan PT. BUDI ACID JAYA, Tbk. mengakui nilai
aktiva tetapnya sebesar harga perolehan yang terdiri dari harga beli mesin,
ongkos kirim dan biaya pemasangan.
b. PT. PUPUK KUJANG dan PT. BUDI ACID JAYA, Tbk. telah mengakui
kerugian selisih kurs yang terjadi dan dibebankannya ke dalam rekening
atau perkiraan “Kerugian Selisih Kurs” di sisi debet.
c. PT. PUPUK KUJANG dan PT. BUDI ACID JAYA, Tbk.membuat ayat
jurnal penyesuaian untuk penyusutan, karena PSAK menghendaki
perusahaan membuat penyesuaian terhadap nilai aktivanya dengan
mengakui adanya penyusutan.
d. PT. PUPUK KUJANG dan PT. BUDI ACID JAYA, Tbk. membuat ayat
jurnal penyesuaian untuk mengakui kerugian selisih kurs yang masih
unrealized atas sisa kewajiban valas. Berdaasarkan ketentuan yang ada
dalam PSAK No 10 yang menyatakan bahwa aktiva atau kewajiban
moneter dalam mata uang asing dilaporkan dalam mata uang rupiah
dengan menggunakan kurs pada tanggal neraca atau kurs tengah Bank
Indonesia. Hal ini berarti bahwa kerugian selisih kurs yang masih
51
unrealized atas sisa kewajiban valas telah diakui oleh PT. PUPUK
KUJANG dan PT. BUDI ACID JAYA Tbk.
2. ISAK No 4
a. Depresiasi luar biasa
Bila ingin mengetahui depresiasi pada tahun 1999, maka tiga tahun
takwin terakhir adalah 1996, 1997, 1998
Tabel 5.1
Perkembangan Kurs Tengah Rupiah (1996 – 1998)
Akhir Tahun 1995, 1996, 1997, dan 1998
Depresiasi Akhir tahun Kurs Tengah Rupiah %
30 Desember 1995 Rp 2.308 - - 1996 Rp 2.383 75 3,25 1997 Rp 4.650 2.267 95,13 1998 Rp 8.025 3.375 72,58
Rata-rata 3 tahun takwin terakhir 56,99 133% x 56,99 75,80
Sumber: Bank Indonesia
Dt = [ ( et – eo ) : eo ] x 100%
D96 = [(Rp 2.383 – Rp 2.308) : Rp 2.308] x 100% = 3,25%
D97 = [(Rp 4.650 – Rp 2.383) : Rp 2.383] x 100% = 95,13%
D98 = [(Rp 8.025 – Rp 4.650) : Rp 4.650] x 100% = 72.58%
Wd = ( D1 + D2 + D3 ) : 3
= (3,25% + 95,13% + 72,58%) : 3
= 56,99%
Dpt = 133% x 56,99% = 75,80%
52
Jika terjadi suatu peristiwa dimana depresiasi pada titik tertentu mencapai
angka 75,80% atau diatasnya, maka dikatakan telah memenuhi syarat
depresiasi luar biasa.
Tabel 5.2
Nilai Rp Terhadap US $ Akhir Tahun 1998 dan 1999
Akhir Tahun Nilai Rp Terhadap US $ 1998 Rp 8.025 1999 Rp 7.100
Sumber: Bank Indonesia
Untuk periode 1 tahun (1998-1999)
Dt = [ ( et – eo ) : eo ] x 100%
D99 = [(Rp 7.100 – Rp 8.025) : Rp 8.025] x 100% = -11,53%
Dari pengujian di atas dapat disimpulkan bahwa tahun 1999 sudah
tidak lagi mengalami depresiasi luar biasa karena persentase depresiasi
tahun 1999 di bawah patokan persentase depresiasi luar biasa dalam waktu
3 tahun terakhir.
b. Tidak mungkin dilakukannya Hedging (lindung nilai)
Kondisi ini muncul apabila tingkat premi hedging pada periode
tertentu demikian tinggi, yaitu mencapai 133% dari rata-rata premi
hedging 3 tahun takwin terakhir. Langkah-langkah yang akan dilakukan
adalah:
1. Menghitung rata-rata premi hedging 3 tahun takwin terakhir.
Rumus : Y = ( TPH1 + TPH2 + TPH3 ) : 3
Keterangan:
53
Y = Rata-rata tingkat premi hedging tiga tahun
terakhir.
TPH1 = Tingkat premi hedging 1 tahun terakhir.
TPH2 = Tingkat premi hedging 2 tahun terakhir.
TPH3 = Tingkat premi hedging 3 tahun terakhir.
Bila kita mengetahui apakah tahun 1999 termasuk dalam kondisi
depresiasi luar biasa, maka 3 tahun takwin terakhir adalah 1996, 1997, dan
1998.
Tabel 5.3
Perkembangan Premi SWAP tahun 1996, 1997 dan 1998
Rata-rata Premi SWAP Untuk Jangka Waktu Tahun 6 bulan 12 bulan
1996 7,18 7,1 1997 5,25 5,6 1998 26,5 23,1
Rata-rata 3 tahun takwin terakhir
12,98 11,93
X 133% 17,26 15,87 Sumber: Bank Indonesia
Y = ( TPH1 + TPH2 + TPH3 ) : 3
Y6 bulan = (7,18 + 5,25 + 26,5) : 3 = 12,98
Y12 bulan = (7,1 + 5,6 + 23,1) :3 = 11,93
2. Menghitung tingkat premi hedging tidak ekonomis
Rumus : TPHpt ≥ ( 133% x Y )
Keterangan :
TPHpt = Tingkat premi hedging tidak ekonomis.
54
Y = Rata-rata tingkat premi hedging tiga tahun terakhir.
TPHpt = ( 133% x Y )
TPHpt(6 bulan) = 133% x 12,98 = 17,26
TPHpt(12 bulan) = 133% x 11,93 = 15,87
Dari kedua angka diatas dapat diketahui patokan kondisi tidak
ekonomis melakukan hedging bila premi SWAP sama atau lebih besar dari
17, 26 untuk jangka waktu 6 bulan atau lebih besar dari 15, 87 untuk
jangka waktu 12 bulan.
Pengujian apakah pada tahun 1999 dapat dikatakan tidak ekonomis
melakukan hedging
Tabel 5.4
Perkembangan Premi SWAP Tahun 1999
Rata-rata Premi SWAP Untuk Jangka Waktu Tahun 6 bulan 12 bulan
1999 17,78 16,39 Sumber: Bank Indonesia
Dari data diatas, dapat diketahui bahwa pada tahun 1999 rata-rata
perkembangan premi SWAP jangka waktu 6 bulan dan 12 bulan melebihi
patokan tingkat premi hedging tidak ekonomis.
Sejak tanggal 14 Agustus 1997, Indonesia telah memasuki ”periode
tertentu” sehingga sejak tanggal 14 Agustus 1997 sampai dengan
berakhirnya periode tertentu, dimana tanggal akhir tahun buku PT.
PUPUK KUJANG dan PT. BUDI ACID JAYA, Tbk. yaitu tanggal 31
Desember 1999, periode tertentu belum berakhir. Walaupun pada tahun
1999 tidak mengalami depresiasi luar biasa, akan tetapi pada tahun 1999
55
ini merupakan tahun dimana ”tidak mungkin dilakukan hedging” karena
masih dalam periode tertentu yang tidak ekonomis atau tidak praktis
dilakukan hedging, karena kondisi sebagai berikut:
a. Tingkat premi hedging pada periode tertentu demikian tinggi sehingga
tidak ekonomis untuk melakukan hedging. Tingkat premi hedging
dianggap tinggi apabila mencapai 133% dari rata-rata premi hedging 3
(tiga) tahun takwin terakhir.
b. Fasilitas hedging tidak tersedia karena bank tidak dapat menentukan
premi hedging berhubung fluktuasi rupiah yang tinggi.
Berdasarkan kondisi di atas maka PT. PUPUK KUJANG dan PT.
BUDI ACID JAYA, Tbk. dapat menerapkan perlakuan alternatif yang
diizinkan atas selisih kurs sesuai dengan PSAK No 4 yang menyatakan
bahwa selisih kurs atas kewajiban valuta asing akibat perolehan aktiva
yang dibayar dalam mata uang asing dapat dikapitalisasi ke aktiva
tersebut.
3. Batasan-batasan Untuk Menerapkan ISAK No 4
Selain syarat-syarat yang telah dibahas diatas, masih ada batasan-
batasan untuk menerapkan ISAK No 4, batasan itu antara lain:
1. Selain kurs yang dapat dikapitalisasi merupakan selisih kurs atas
kewajiban (hutang) dalam mata uang asing baik realized maupun
unrealized.
56
Selisih kurs realized adalah realisasi selisih kurs atas pelunasan
kewajiban valuta asing selama periode tertentu. Selisih kurs unrealized adalah
sisa kewajiban yang masih ada. Hal ini mengandung arti bahwa apabila suatu
kewajiban telah dilunasi terlebih dahulu sebelum periode tertentu maka selisih
kurs tersebut tidak dapat dikapitalisasi lagi.
Nilai tercatat suatu aktiva setelah dikapitalisasi selisih kurs tidak boleh
melampui nilai terendah antara replacement cost dengan amount recoverable.
Karena syarat-syarat tersebut telah terpenuhi, maka perusahaan dapat
menerapkan ISAK No 4. Untuk menerapkan ISAK No 4 kelaporan keuangan
PT. PUPUK KUJANG dan PT. BUDI ACID JAYA, Tbk. diperlukan data-data
yang berkaitan dengan saldo hutang akibat pembelian aktiva tetap beserta
kerugian selisih kurs yang terjadi akibat pembelian aktiva tetap tersebut.
Tabel dibawah ini menggambarkan seluruh pembayaran hutang untuk
pembelian aktiva tetap dengan mata uang asing beserta seluruh kerugian yang
diakui oleh PT. PUPUK KUJANG dan PT. BUDI ACID JAYA, Tbk. mulai
dari 1 Juni 1999 sampai dengn 31 Desember 1999.
Tabel 5.5a PT. PUPUK KUJANG
Pembayaran Kerugian Selisih Kurs Atas Pembelian Aktiva Tetap Tahun 1999
Tanggal Keterangan Rp/US $ Jumlah (Rp) Selisih Kurs (Rp)
01/06/99 Pembelian 2 mesin = US $ 2,500,000
6.726
01/09/99 Cicilan I US $ 500,000 8.345 Rp 4.172.500.000 809.500.000 01/12/99 Cicilan II US $ 500,000 7.100 Rp 3.550.000.000 187.000.000
Jumlah kerugian selisih kurs pada 31 Desember 1999 996.500.000
57
Tabel 5.5b PT. BUDI ACID JAYA Tbk
Pembayaran Kerugian Selisih Kurs Atas Pembelian Aktiva Tetap Tahun 1999
Tanggal Keterangan Rp/US $ Jumlah (Rp) Selisih Kurs (Rp)
01/07/99 Pembelian 2 mesin = US $ 6,500,000
6.875
01/09/99 Cicilan I US $ 975,000 8.685 8.467.875.000 1.764.750.000 01/11/99 Cicilan II US $ 975,000 7.425 7.239.375.000 536.250.000
Jumlah kerugian selisih kurs pada 31 Desember 1999 2.301.000.000
Berdasarkan perhitungan yang telah diuraikan pada bagian
sebelumnya, kriteria periode tertentu telah terpenuhi sejak tanggal 14 Agustus
1997 dan belum berakhir sampai dengan 31 Desember 1999. Berdasarkan
ketentuan yang ada pada PSAK No 4 bahwa selisih kurs yang terjdi akibat
transaksi pembelian aktiva tetap pada tanggal 1 Juni 1999 sampai dengan
berakhirnya periode tertentu dapat dikapitalisasi atau dibebankan keperiode
berjalan (optional).
Dari tabel diatas dapat terlihat bahwa PT. PUPUK KUJANG dan PT.
BUDI ACID JAYA, Tbk. pada tahun 1999 telah melakukan dua kali
pembayaran, masing-masing senilai US $ 500,000 dan US $ 975,000 sampai
dengan 31 Desember 1999. Pada tanggal 31 Desember 1999 hutang yang
masih harus dibayar PT. PUPUK KUJANG dan PT. BUDI ACID JAYA, Tbk.
sebesar US $ 1,500,000 dan US $ 4.550.000. Nilai kewajiban dalam mata
uang asing yang outstanding tersebut akan muncul di neraca dengan
menggunakan kurs tengah Bank Indonesia pada tanggal 31 Desember 1999
yaitu US $ 1 = Rp 7.100. Perhitungannya adalah sebagai berikut:
58
Tabel 5.6a PT. PUPUK KUJANG
Perhitungan Sisa Kewajiban Dalam Mata Uang Asing Tahun 1999
Tanggal Keterangan Jumlah 01/06/99 Total kewajiban valas US $ 2,500,000 31/12/99 Jumlah yang telah dicicil (US $ 500,000 x
2) US $ 1,000,000
31/12/99 Sisa kewajiban valas US $ 1,500,000
Tabel 5.6b PT. BUDI ACID JAYA Tbk
Perhitungan Sisa Kewajiban Dalam Mata Uang Asing Tahun 1999
Tanggal Keterangan Jumlah 01/07/99 Total kewajiban valas US $ 6,500,000 31/12/99 Jumlah yang telah dicicil (US $ 975,000 x
2) US $ 1,950,000
31/12/99 Sisa kewajiban valas US $ 4,550,000
Akibatnya PT. PUPUK KUJANG dan PT. BUDI ACID JAYA, Tbk.
akan melaporkan besarnya hutang pembelian aktiva tetap yang berasal dari
pembelian aktiva tetap sebesar Rp 10.650.000.000 (US $ 1,500,000 x Rp
7.100) dan Rp 32.305.000 ( US $ 4,550,000 x Rp 7.100).
Ayat jurnal penyesuaian yang dibuat PT. PUPUK KUJANG dan PT.
BUDI ACID JAYA, Tbk untuk mengakui selisih kurs pada tanggal 31
Desember 1999 untuk sisa kewajiban valas adalah:
31/12/99 Kerugian Selisih Kurs Rp 561.000.000
Hutang Jangka Panjang Rp
561.000.000
[US $ 1,500,000 x ( Rp 7.100 – Rp 6.726)] = Rp
561.000.000]
59
31/12/99 Kerugian Selisih Kurs Rp 1.023.750.000
Hutang Jangka Panjang Rp
1.023.750.000
[US $ 4,550,000 x ( Rp 7.100 – Rp 6.875)] = Rp 1.023.750.000]
2. Kewajiban valuta asing tersebut timbul dari perolehan aktiva tetap atau
persediaan tertentu yang dibayar dengan mata uang asing.
Untuk memenuhi syarat kapitalisasi kerugian selisih kurs yang telah
terjadi (Realized) dan masuk dalam periode tertentu akan ditambahkan dengan
kerugian selisih kurs yang masih unrealized yang berasal dari sisa kewajiban
valas. Perhitungannya sebagai berikut:
Kerugian selisih kurs (Realized) Rp
996.500.000
Kerugian selisih kurs (Unrealized)
US $ 1,500,000 x (Rp 7.100 – Rp 6.726) Rp
561.000.000
Total Kerugian Selisih Kurs 1999
PT. PUPUK KUJANG Rp
1.557.500.000
Kerugian selisih kurs (Realized) Rp
2.301.000.000
Kerugian selisih kurs (Unrealized)
60
US $ 1,500,000 x (Rp 7.100 – Rp 6.726) Rp
1.023.750.000
Total Kerugian Selisih Kurs 1999
PT. BUDI ACID JAYA Tbk Rp
3.324.750.000
Dari jumlah di atas akan dihitung besar kerugian selisih kurs yang
dapat dikapitalisasi ke dalam nilai aktiva tetap yang bersangkutan.
3. Kapitalisasi harus dilakukan terhadap aktiva yang diperoleh dalam mata
uang asing dengan batas minimum, yang mana yang lebih rendah antara
biaya pengganti (Replacement Cost) dengan Amount Recoverable.
Replacement Cost merupakan jumlah biaya (kas) yang harus dibayar
saat ini untuk memperoleh aktiva yang sama. Sedangkan Amount Recoverable
(jumlah yang dapat diperoleh kembali) merupakan jumlah kas yang dapat
diperoleh dari penggunaan atau penjualan aktiva. Pengukuran Amount
Recoverable dapat dilakukan dengan dua cara:
a. Value in use
Dengan menggunakan nilai sekarang dari arus kas masuk (present value
cash inflow) biasanya diterapkan untuk aktiva tetap yang tidak akan segera
dijual tetapi digunakan untuk operasi perusahaan.
b. Current market value
61
Jumlah yang dapat dikapitalisasi dibatasi sebesar jumlah terendah antara
Replacement Cost dengan Amount Recoverable. Untuk itu perlu diketahui
terlebih dahulu Replacement Cost dan Amount Recoverable tersebut:
1. Dari informasi diperoleh dapat diketahui bahwa untuk memperoleh mesin
yang sejenis pada tahun 1999, PT. PUPUK KUJANG harus membayar US
$ 1,500,000 untuk sebuah mesin temperature recorder sedangkan untuk
PT. BUDI ACID JAYA, Tbk. harus membayar US $ 4,550,000. Kurs
rupiah yang terhadap US $ pada 31 Desember 1999 adalah Rp 7.100. Dari
informasi tersebut maka:
Replacement Cost kedua mesin temperature recorder dari PT. PUPUK
KUJANG tersebut adalah:
= 2 x US $ 1,500,000 x Rp 7.100
= Rp 21.300.000.000
Replacement Cost mesin dari PT BUDI ACID JAYA, Tbk. tersebut
adalah:
= US $ 4.550.000 x Rp 7.100
= Rp 32.305.000.000
2. Amount Recoverable
Amount Recoverable merupakan jumlah kas yang dapat diperoleh dari
penggunaan penjualan aktiva. Karena timbul kesulitan untuk
menghitung present value os cash inflow dari penggunaan mesin
temperature recorder tersebut, maka Amount Recoverable dihitung
dengan harga pasar jika mesin tersebut segera dijual. Dari informasi
62
yang diperoleh menunjukkan harga pasar mesin yang sejenis adalah Rp
18.022.000.000, Rp 45.750.000.000.
3. Carrying Amount aktiva yang baru tidak boleh melampai jumlah
terendah antara Replacement Cost dengan Amount Recoverable. Oleh
karena itu harus dihitung terlebih dahulu Carrying Amount yang baru
dengan perhitungan sebagai berikut:
Carrying Amount aktiva tetap PT. PUPUK KUJANG sebelum
kapitalisasi:
= Rp 16.815.000.000 + Rp 5.000.000
= Rp 16.820.000.000
Carrying Amount aktiva tetap PT. BUDI ACID JAYA, Tbk. sebelum
dikapitalisasi:
= Rp 44.687.500.000 + Rp 12.500.000
= Rp 44.700.000.000
Carrying Amount aktiva tetap setelah kapitalisasi:
Carring Amount lama + Total kerugian selisih kurs 1999
PT. PUPUK KUJANG = Rp 16.820.000.000 + Rp 1.557.500.000
= Rp 18.377.500.000
PT. BUDI ACID JAYA, Tbk. = Rp 44.700.000.000 + Rp
3.324.750.000
= Rp 48.024.750.000
Replacement Cost dari kedua mesin tersebut Rp 21.300.000.000 dan
Rp 32.305.000.000 sedangkan Amount Recoverable sebesar Rp
63
18.022.000.000 dan Rp 45.750.000.000 antara kedua angka tersebut yang
lebih rendah adalah Amount Recoverable sehingga yang menjadi patokan
adalah jumlah Amount Recoverable, maka:
Amount Recoverable < Carrying Amount baru < Replacement cost
Rp 18.022.000.000 < Rp 18.377.500.000 < Rp 21.300.000.000
Rp 45.750.000.000 < Rp 48.024.750.000 < Rp 32.305.000.000
Hal ini berarti PT. PUPUK KUJANG dan PT. BUDI ACID JAYA, Tbk.
tidak dapat mengkapitalisasi seluruh kerugian selisih kursnya karena Carrying
Amount (nilai tercatat) yang baru melebihi jumlah Amount Recoverablenya.
Sebagian kerugian selisih kurs yang tidak dapat dikapitalisasi tersebut akan
dibebankan pada periode berjalan, dengan perhitungan sebagai berikut:
Kerugian selisih kurs dibebankan:
Rp 18.377.500.000 – Rp 18.022.000.000 = Rp 355.500.000
Rp 48.024.750.000 – Rp 45.750.000.000 = Rp 2.274.750.000
Kerugian kurs yang dikapitalisasi
PT. PUPUK KUJANG = Rp 1.557.500.000 – Rp 355.500.000
= Rp 1.202.000.000
PT BUDI ACID JAYA Tbk = Rp 3.324.750.000 – Rp 2.274.750.000
= Rp 1.050.000.000
Jurnal yang dibuat oleh PT. PUPUK KUJANG dan PT. BUDI ACID JAYA,
Tbk. untuk mengkapitalisasi tersebut adalah:
31/12/99 Mesin Rp 1.202.000.000
64
Kerugian Selisih Kurs Rp
1.202.000.000
31/12/99 Mesin Rp 1.050.000.000
Kerugian Selisih Kurs Rp
1.050.000.000
Akibat dari adanya kapitalisasi tersebut maka harus ada penyesuaian
untuk penyusutan aktiva tetap yang bersangkutan karena adanya kenaikan
nilai aktiva. PT. PUPUK KUJANG dan PT. BUDI ACID JAYA, Tbk.
menggunakan metode garis lurus untuk menghitung penyusutannya.
Jurnal penyesuaian yang dibuat untuk penyusutan mesin tersebut adalah:
31/12/99 Beban Penyusutan Rp 1.802.200.000
Akumulasi Depresiasi Rp
1.802.200.000
[(Rp 16.820.000.000 + Rp 1.202.000.000) : 10]
31/12/99 Beban Penyusutan Rp 4.575.000.000
Akumulasi Depresiasi Rp
4.575.000.000
[(Rp 44.700.000.000 + Rp 1.050.000.000) : 10]
E. Membandingkan perlakuan akuntansi atas selisih nilai tukar mata uang
antara perusahaan dengan PSAK No 10 dan ISAK No 4.
pada Laporan Keuangan Selisih kurs yang timbul dari perolehan aktiva
tetap dalam keadaan sudah jadi dapat dikapitalisasi (ISAK No 4) atau
65
dibebankan keperhitungan laba/rugi periode berjalan (PSAK No 10).
Perlakuan akuntansi yang berbeda atas selisih kurs akan mempengaruhi
laporan keuangan perusahaan terutama laporan laba/rugi dan neraca.
1. Pengaruh terhadap laporan laba rugi
Perbedaan perlakuan akuntansi selisih kurs pada laporan laba rugi akan
mempengaruhi saldo beban pokok penjualan dan saldo rugi kurs.
a. Beban penyusutan aktiva tetap
Selisih yang terjadi pada Beban Pokok Penjualan PT. PUPUK
KUJANG dan PT. BUDI ACID JAYA, Tbk. Sebesar Rp 120.200.000
dan Rp 105.000.000. Perhitungannya adalah sebagai Berikut:
1. Jika dibebankan :
PT. PUPUK KUJANG = Rp 16.820.000.000 : 10
= Rp 1.682.000.000
PT. BUDI ACID JAYA Tbk = Rp 44.700.000.000 : 10
= Rp 4.470.000.000
2. Jika dikapitalisasi
a. PT. PUPUK KUJANG:
= [(Rp 16.820.000.000 + Rp 1.202.000.000) : 10]
= Rp 1.802.200.000
Maka beban penyusutan tambahan akibat kapitalisasi sebesar:
= Rp 1.802.200.000 – Rp 1.682.000.000
= Rp 120.200.000
b. PT. BUDI ACID JAYA, Tbk.
66
= [(Rp 44.700.000.000 + Rp 1.050.000.000) : 10]
= Rp 4.575.000.000
Maka beban penyusutan tambahan akibat kapitalisasi sebesar:
= Rp 4.575.000.000 – Rp 4.470.000.000
= Rp 105.000.000
b. Rugi Kurs
Dari laporan keuangan PT. PUPUK KUJANG diketahui Rugi Kurs
yang dilaporkan adalah Rp 18.500.600.000 sedangkan jika selisih kurs
akibat perolehan aktiva tetap sebesar Rp 1.202.000.000 dikapitalisasi,
maka rugi kurs yang dilaporkan sebesar Rp 18.500.600.000 – Rp
1.202.000.000 = Rp 17.298.600.000.
Dari laporan keuangan PT. BUDI ACID JAYA, Tbk. diketahui Rugi
Kurs yang dilaporkan adalah Rp 116.847.828.966 sedangkan jika
selisih kurs akibat perolehan aktiva tetap sebesar Rp 1.050.000.000
dikapitalisasi, maka rugi kurs yang dilaporkan sebesar Rp
116.847.828.966 - Rp 1.050.000.000 = Rp 115.797.828.966
2. Pengaruh terhadap neraca
Perbedaan perlakuan akuntansi selisih kurs dalam neraca akan
mempengaruhi saldo nilai tercatat aktiva tetap serta akumulasi penyusutan
aktiva tetap.
a. Nilai tercatat aktiva tetap
67
Dari laporan keuangan PT. PUPUK KUJANG diketahui nilai tercatat
aktiva tetap adalah Rp 204.754.082.000, sedangkan bila menggunakan
ISAK No 4 menjadi sebagai berikut:
Nilai tercatat aktiva + selisih kurs yang dikapitalisasi
= Rp 204.754.082.000 + Rp 1.202.000.000
= Rp 205.956.082.000
Dari laporan keuangan PT. BUDI ACID JAYA, Tbk. diketahui nilai
tercatat aktiva tetap adalah Rp 515.372.530.955, sedangkan bila
menggunakan ISAK No 4 menjadi sebagai berikut:
Nilai tercatat aktiva + selisih kurs yang dikapitalisasi
= Rp 515.372.530.955 + Rp 1.050.000.000
= Rp 515.422.530.955
b. Akumulasi penyusutan
Akumulasi penyusutan aktiva tetap menurut laporan keuangan PT
PUPUK KUJANG dan PT BUDI ACID JAYA, Tbk. adalah Rp
168.496.207.000 dan Rp 166.642.158.710 sedangkan selisih beban
penyusutan antara selisih kurs dikapitalisasi dengan dibebankan
sebesar Rp 120.200.000 dan Rp 105.000.000 maka akumulasi yang
diterapkan ISAK No 4 adalah:
= Rp 168.496.207.000 + Rp 120.200.000
= Rp 168.616.407.000
= Rp 166.642.158.710 + Rp 105.000.000
= Rp 166.747.158.710
68
Apabila PT. PUPUK KUJANG dan PT. BUDI ACID JAYA, Tbk.
menerapkan ISAK No 4 nilai tercatat aktiva tetap dan akumulasi
penyusutan dilaporkan akan lebih besar bila dibandingkan jika PT.
PUPUK KUJANG dan PT. BUDI ACID JAYA, Tbk. menerapkan PSAK
No 10. Pada sisi modal, dengan penerapan ISAK No 4 menyebabkan
kenaikan laba tahun berjalan sehingga terjadi peningkatan modal.
69
BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari analisa data dan pembahasan yang dilakukan penulis, maka dapat
disimpulkan:
Selisih kurs yang disebabkan oleh fluktuasi nilai tukar mata uang (dolar
Amerika Serikat dengan rupiah Indonesia) yang terjadi pada tahun 1999 telah
menyebabkan telah menyebabkan PT. Pupuk Kujang dan PT. Budi Acid Jaya,
Tbk. mengalami kerugian yang cukup besar.
1. PT. Pupuk Kujang
Rugi selisih kurs yang terjadi disebabkan oleh timbulnya kewajiban atas
transaksi untuk memperoleh aktiva tetap pada tahun 1999. Perusahaan
pada tahun 1999 mengalami kerugian selisih kurs yang sudah diakui
sebesar Rp 996.500.000,00 dan Rp 561.000.000,00 kerugian selisih kurs
yang belum diakui. Menurut kebijakan dari perusahaan kerugian selisih
kurs tersebut dikapitalisasikan ke dalam nilai asset. Perusahaan pada tahun
1999 mengakui beban penyusutan meningkat sebesar Rp 120.200.000
karena ada kapitalisasi dan melaporkan nilai aktiva tetap tersebut dalam
neraca sebesar Rp 205.956.082.000,00 dengan akumulasi penyusutan
sebesar Rp 168.616.407.000,00
69
70
2. PT. Budi Acid Jaya, Tbk
Timbulnya Rugi selisih kurs yang terjadi disebabkan oleh kewajiban atas
transaksi untuk memperoleh aktiva tetap pada tahun 1999. Perusahaan
pada tahun 1999 mengalami kerugian selisih kurs yang sudah diakui
sebesar Rp 2.301.000.000,00 dan kerugian selisih kurs yang belum
terealisir sebesar Rp 1.023.750,00. Menurut kebijakan dari perusahaan
kerugian selisih kurs tersebut dikapitalisasikan ke dalam nilai asset.
Perusahaan pada tahun 1999 mengakui beban penyusutan meningkat
sebesar Rp 4.470.000.000,00 karena nilai tercatat akrtiva tetap lebih besar
dari amount recoverable akan tetapi nilai tercatat tersebut lebih besar dari
replacement cost maka perusahaan tidak melakukan kapitalisasi.
Perusahaan mengakui nilai aktiva tetap dalam neraca sebesar Rp
515.422.530.955,00 dengan akumulasi penyusutan sebesar Rp
166.747.158.710,00
Jadi, kedua perusahaan tersebut (PT. Pupuk Kujang dan PT. Budi Acid Jaya,
Tbk.) perlakuan akuntansinya telah sesuai dengan PSAK No 10 dan
mengkapitalisasikan dan membebankan seluruh kerugian selisih kurs ke nilai
assetnya berdasarkan ketentuan ISAK No 4 sebagai interprestasinya.
71
B. Keterbatasan Penelitian
Pada proses pelayanan penyusunan skripsi, penulis menyadari bahwa
skripsi ini jauh dari sempurna. Hal ini dipengaruhi oleh keterbatasan yang
dihadapi pada saat pembuatan skripsi ini. Adapun keterbatasan itu sebagai
berikut:
1. Tidak tersedia data PREMI SWAP yang digunakan untuk melakukan
kontrak lindung nilai dari sebuah transaksi oleh perusahaan, sehingga
menyulitkan bagi pengguna laporan keuangan dari pihak eksternal.
2. Data PREMI SWAP tidak dipublikasikan secara umum oleh pihak bank,
sehingga perusahaan yang akan melakukan hedging mengalami kesulitan
dalam menentukan nilai SWAP tersebut.
3. Dalam menentukan nilai Amount Recoverable dan Replacement Cost
perusahaan mengacu bukan pada Appraisal Company melainkan pada
harga pasar, sehingga dalam penentuan nilai tersebut kurang bisa
dipertanggungjawabkan.
C. Saran
1. Apabila PT. PUPUK KUJANG dan PT. BUDI ACID JAYA, Tbk. sepakat
untuk menerapakan kapitalisasi atas selisih kurs, sebaiknya nilai Amount
Recoverable dan Replacement Costnya dikonsultasikan dengan Appraisal
Company agar nilai aktiava tersebut dapat dinyatakan secara wajar dan
dapat dipertanggungjawabkan.
72
2. Perusahaan harus mengungkapkan perlakuan akuntansi selisih kurs yang
dilakukan, karena perlakuan akuntansi yang berbeda akan menghasilkan
laporan keuangan yang berbeda sehingga menyebabkan pengambilan
keputusan yang berbeda.
73
DAFTAR PUSTAKA
Goedono. (1990). Teori Akuntansi : Isu-isu Kontemporer . Yogyakarta : Andi Offset.
Hady, Hamdy. (1999). Valas Untuk Manager. Jakarta: Ghalia Indonesia. Harahap, Sofyan Safri. (1995). Aktiva Tetap. Jakarta. PT. Raja Grafindo Persada. __________________. (1994). Laporan Keuangan. Jakarta: Bumi Aksara. __________________. (1999). Analisa Kritis Atas Laporan Keuanga. Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada. Ikatan Akuntansi Indonesia. (1999). Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan.
Buku satu. Jakarta: Salemba Empat. Ikatan Akuntansi Indonesia. (1999). Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan.
Buku dua. Jakarta: Salemba Empat. Ikatan Akuntan Indonesia. (1999). ISAK No 4. Jakarta : Devisi Publikasi Ikatan
Akuntansi Indonesia, per September. Khalwaty, Tajul. (2000, Juli). Inflasi dan Solusinya. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama. Madura, Jeff. (2000). International Financial Management. United State Of
America: South Western College Publising. Manullang, L. A. (1992). Pendekatan dan Aplikasi Inflation Accounting dalam
mengevaluasi kinerja riil perusahaan. Skripsi. Diakses dari www.google.co.id tanggal 22 Agustus 2004.
Munawir. (2002). Analisis Informasi Keuangan. Cetakan Keempat. Yogyakarta:
Liberty. Na’im, Ainun. (1989) Akuntansi Inflasi. Cetakan Pertama. Yogyakarta: BPFE. NN. (1997). Selisih Kurs dalam Standar Akuntansi Keuangan. Media Akuntansi.
Edisi 29 Tahun IV, hal. 10-15 Sadono, Sukirno. (1980). Ilmu Ekonomi Makro. Cetakan Pertaman. Jakarta: PT.
Gramedia. Sinaga, Marianus. (1992). Prinsip-prinsip Akuntansi. Cetakan kedelapan.
Jakarta:Erlangga.
73
74
Suciwati, D.P. dan Machfoedz, M. (2002). Pengaruh Risiko Nilai Tukar Rupiah
Terhadap Return Saham: Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di BEJ. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia. Vol. 17, No. 4, hal. 347 – 360.
Suryabrata, Sumadi. (2006). Metodologi Penelitian. Jakarta:PT. Raja Grafindo
Persada. Widyastuti. E. (2003). Pengaruh Selisih Kurs Terhadap Laba Perusahaan Dan
Perlakuan Akuntansinya: Studi Kasus Pada Sebuah Perusahaan Go Public. Jurnal Ekonomi dan Bisnis. Vol. 3, No. 1, hal. 67 – 80.
Widyatmoko, Rinto. Fx. (2000). Perlakuan Akuntansi Terhadap Selisih Kurs.
Skripsi. Yogyakarta : Fakultas Ekonomi Universitas Sanata Dharma. Yusuf, A.B. (2000).Akuntansi Keuangan Lanjutan di Indonesia. Jakarta : Salemba
Empat.
1
2
3
4
5
6
7 7