Perkembangan Pers di Indonesia

64
Akhmad Efendi Perkembangan Pers di Indonesia

Transcript of Perkembangan Pers di Indonesia

Page 1: Perkembangan Pers di Indonesia

i

Akhmad Efendi

PerkembanganPers

di Indonesia

Page 2: Perkembangan Pers di Indonesia

ii

Penyusun : Akhmad EfendiEditor : Usman MunajiDesain Sampul : SuciptoPerwajahan : Adi HaryantoLayout : Neti Puji Hartati

Penerbit : CV. PamularsihJl. Srengseng Raya No. 126Kembangan - Jakarta BaratTelp/Fax. (021) 5842613

Cetakan: 2010ISBN : 978-979-053-128-4

Perkembangan Pers di Indonesia

Page 3: Perkembangan Pers di Indonesia

iii

Segala puji ke hadirat Tuhan Yang Mahakuasa atas segalalimpahan taufik dan hidayah-Nya, sehingga buku yang berjudulPerkembangan Pers di Indonesia dapat tersusun sebagaimana yangtelah direncanakan. Dengan membaca buku ini, kita akanmendapatkan banyak informasi seputar pers dan seluk-beluk yangberkaitan dengannya. Dan lebih khusus berkaitan dengan SejarahPers di Indonesia.

Buku ini terdiri dari dari tiga bab. Bab I, Pendahuluan. Berisitentang pengetahuan dasar pers yang mencakup pengertian, fungsidan tanggung jawab pers. Bab II, Perkembangan Pers di Indonesia.Berisi tentang sejarah pers sejak zaman kolonial Belanda dan jugaJepang, kemudian zaman Orde Lama dan Orde Baru hingga zamanReformasi. Dan Bab III, Arah Kemerdekaan Pers di Indonesia yanglebih menyoroti sosok seorang jurnalis, yang memang menjadi bagiandari pers itu sendiri.

Kehadiran buku ini diharapkan dapat membawa manfaat bagiinsan pers pada khususnya, dan para pembaca pada umumnya,terutama para generasi muda yang menggeluti dunia pers.Selanjutnya, penulis mengucapkan terima kasih kepada penerbit yangtelah berkenan menerbitkan buku ini.

Penyusun

Kata Pengantar

Page 4: Perkembangan Pers di Indonesia

iv

Kata Pengantar ... iii

Bab 1 Pendahuluan ... 1A. Pengertian Pers ... 1B. Fungsi Pers ... 4C. Tanggung Jawab Pers ... 6

Bab 2 Pers Indonesia dari Masa ke Masa ... 9A. Masa Kolonial ... 9B. Masa Soekarno ... 14C. Masa Soeharto ... 19D. Masa Reformasi ... 29

Bab 3 Arah Kemerdekaan Pers Indonesia ... 38A. Kekerasan terhadap Jurnalis ... 39B. Jurnalis yang Terbelah ... 47C. Menimbang Peran Media ... 55

Glosarium ... 59Daftar Pustaka ... 60

Daftar Isi

Page 5: Perkembangan Pers di Indonesia

Perkembangan Pers di Indonesia 1

A. Pengertian Pers

Dalam Kamus Populer, istilah atau kata pers diambil dari bahasaInggris, yakni press yang berarti cetakan. Dalam istilah yang lebihoperasional, kata Pers memiliki dua arti, pertama adalah usahapercetakan. Kedua berarti upaya penyampaian berita melalui mediacetak dan elektronik.

Dari dua pengertian tersebut, makna yang tepat dalam konteksini adalah yang kedua. Usaha penyampaian berita dengan beragambentuk adalah kegiatan pers mulai dari surat kabar, radio, televisi,hingga internet. Bentuk-bentuk penyampaian yang bermacam-macamini tentu semakin memanjakan pembaca dalam menikmati berita.

Dalam penjelasan lain, secara harfiah pers berarti cetak, dansecara maknawiah berarti penyiaran secara tercetak atau publikasisecara dicetak. Pers adalah lembaga sosial (social institution) ataulembaga kemasyarakatan yang merupakan subsistem dari sistempemerintahan di negara dimana ia beroprasi, bersama-sama dengansubsistem lainnya.

Definisi pers yaitu suatu lembaga sosial dan wahana komunikasimassa yang menjalankan kegiatan jurnalistik meliputi mencari,memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan

Pendahuluan

Page 6: Perkembangan Pers di Indonesia

2 Perkembangan Pers di Indonesia

informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dangambar serta data grafik maupun dalam bentuk lainnya denganmenggunakan media cetak, media elektronik dan segala jenis saluranyang tersedia. Penjelasan tersebut berangkat dari kenyataan bahwapers saat ini tidak hanya terbatas pada media cetak maupun mediaelektronik tetapi juga telah merambah ke berbagai medium informasiseperti internet.

Dalam perkembangannya pers mempunyai dua pengertian,yakni pers dalam pengertian luas dan pers dalam pengertian sempit.Pers dalam pengertian luasmeliputi segala penerbitan,bahkan termasuk pers elektro-nik, radio siaran, dan televisisiaran sebagai media yangmenyiarkan karya jurnalistik.Sedangkan pers dalam artisempit hanya terbatas padapers cetak, yakni surat kabar,majalah, tabloid, dan buletinkantor berita.

Bila dikaitkan dengan hal lain, pers juga merupakan suatulembaga kemasyarakatan yang kegiatannya melayani dan mengaturkebutuhan hati nurani manusia selaku makhluk sosial dalamkehidupannya sehari-hari. Sehingga dalam organisasinya, pers akanmenyangkut segi isi dan akibat dari proses komunikasi yangmelibatkannya.

Sementara ditinjau dari sistem, pers merupakan sistem terbukayang probabilistik. Terbuka artinya bahwa pers tidak bebas daripengaruh lingkungan; tetapi di lain pihak pers juga mempengaruhilingkungan probabilistik berarti hasilnya tidak dapat diduga secarapasti. Situasi seperti itu berbeda dengan sistem tertutup yangdeterministik.

Koran Batam PosSumber: eddymesakh.files.wordpress

Page 7: Perkembangan Pers di Indonesia

Perkembangan Pers di Indonesia 3

Hal lain yang perlu dikenali lagi ketika membahas pers adalahmengetahui produk-produknya. Dalam dunia media khusunya me-dia cetak, terdapat berbagai bentuk dan jenis tulisan. Masing-masingtulisan mempunyai tujuan dan sasarannya sendiri.

Jenis yang pertama adalah artikel atau opini adalah tulisan ataukarangan yang berisi gagasan, ulasan, atau kritik terhadap suatupersoalan yang ada di tengah-tengah masyarakat. Jenis yangberikutnya adalah resensi. Kata ini berasal dari bahasa Belanda,recensie. Orang Belanda mengambil dari bahasa latin yakni dari katakerja recensere yang bermakna “memberi penilaian”. Pengertianresensi secara detil adalah memberikan penjelasan, mengungkapkembali isi buku, memberikan ulasan, membahas, mengkritik, ataupunmeringkas.

Jenis tulisan selanjutnya adalah kolom. Bentuk tulisan inimerupakan jenis artikel khas, unik, dan lebih banyak memiliki dayatarik di antara artikel-artikel lain di media massa. Tulisan kolom lebihbersifat personal dalam arti lebih akomodatif dalam memberikankeleluasaan terhadap visi otonomi dan kreativitas penulisnya.

Feature adalah tulisan kreatif yang terutama dirancang untukmemberi informasi sambil menghibur tentang suatu kejadian, situasiatau aspek kehidupan seseorang. Dari definisi tersebut tampak bahwafeature merupakan tulisan yang bisa dianggap lebih ringan dibandingbuku atau artikel opini. Walaupun demikian, penulisan featuremembutuhkan kecermatan dan kemampuan olah kata yang baik.

Jenis tulisan yang berikutnya adalah laporan atau reportase.Reportase adalah tulisan panjang berisi penuturan kejadian berikutpermasalahannya. Tulisan ini biasanya berdasarkan fakta atau datayang dirinci secara rinci dan detail. Tulisan ini adalah menu utamadalam setiap penyajian media baik cetak maupun elektronik. Reportaseyang baik akan mengarahkan pembaca atau pendengar menjadipelanggan media tertentu.

Page 8: Perkembangan Pers di Indonesia

4 Perkembangan Pers di Indonesia

Beberapa produk lain yang biasanya tersaji di media adalah puisi,cerpen, komentar, karikatur. Jenis-jenis tulisan tersebut memilikikarakteristik yang berbeda-beda tetapi memiliki arah atau tujuan yangsama. Pertama memberikan informasi dan yang kedua mengarahkanpembaca untuk melihat realita atau fakta dengan lebih objektif danmendalam.

B. Fungsi Pers

Pers atau media amat dibutuhkan baik oleh pemerintah maupunrakyat dalam kehidupan bernegara. Pemerintah mengharapkandukungan dan ketaatan masyarakat untuk menjalankan program dankebijakan negara. Sedangkan masyarakat juga ingin mengetahui pro-gram dan kebijakan pemerintah yang telah, sedang, dan akandilaksanakan.

Dalam Undang-Undang No-mor 40 Tahun 1999 Pasal 33disebutkan mengenai fungsi pers,dalam hal ini pers nasional.Adapun fungsi pers nasionaladalah sebagai berikut.

Pertama sebagai wahanakomunikasi massa. Pers nasionalsebagai sarana berkomunikasiantarwarga negara, warga negaradengan pemerintah, dan antar-berbagai pihak.

Kedua sebagai penyebarinformasi. Pers nasional dapatmenyebarkan informasi baik daripemerintah atau negara kepada

Koran merupakan sumber informasiSumber: images.setengahmatengcom

Page 9: Perkembangan Pers di Indonesia

Perkembangan Pers di Indonesia 5

warga negara (dari atas ke bawah) maupun dari warga negara kenegara (dari bawah ke atas).

Ketiga sebagai pembentuk opini. Berita, tulisan, dan pendapatyang dituangkan melalui pers dapat menciptakan opini kepadamasyarakat luas. Opini terbentuk melalui berita yang disebarkanlewat pers.

Keempat sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, dankontrol serta sebagai lembaga ekonomi. Dalam UU No. 40 Tahun 1999Pasal 2 menyebutkan: “Kemerdekaan pers adalah salah satu wujudkedaulatan rakyat yang berasaskan prinsip-prinsip demokrasi,keadilan, dan supremasi hukum.”

Dalam penjelasanyang lain, pada dasarnyafungsi pers dapat diru-muskan menjadi limabagian yaitu:

Pertama, pers sebagaiinformasi (to inform).Fungsi pertama dari limafungsi utama pers ialahmenyampaikan informasisecepat-cepatnya kepadamasyarakat yang seluas-luasnya. Setiap informasi yang disampaikan harus memenuhi kriteriadasar: aktual, akurat, faktual, menarik atau penting, benar, lengkap,utuh, jelas, jernih, jujur, adil, berimbang, relevan, bermanfaat, dan etis.

Kedua, pers sebagai edukasi (to educate). Apa pun informasi yangdisebarluaskan pers hendaklah dalam kerangka mendidik (to edu-cate). Sebagai lembaga ekonomi, pers memang dituntut berorientasikomersil untuk memperoleh keuntungan finansial. Namun orientasidan misi komersil itu, sama sekali tidak boleh mengurangi, apalagi

Seorang kakek bekerja sebagai loper koranSumber: wartapraja.wordpress.com

Page 10: Perkembangan Pers di Indonesia

6 Perkembangan Pers di Indonesia

meniadakan fungsi dan tanggung jawab sosial. Seperti ditegaskanWilbur Schramm dalam men, messages, dan media (1973), bagimasyarakat, pers adalah weatcher, teacher, dan forum (pengamat,guru dan forum).

Ketiga, pers sebagai koreksi (to influence). Pers adalah pilardemokrasi keempat setelah legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Dalamkerangka ini, kehadiran pers dimaksudkan untuk mengawasi ataumengontrol kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif agarkekuasaan mereka tidak menjadi korup dan absolut.

Keempat, pers sebagai rekreasi (to entertain). Fungsi keempat persadalah menghibur, pers harus mampu memainkan dirinya sebagaiwahana rekreasi yang menyenangkan sekaligus yang menyehatkanbagi semua lapisan masyarakat. Artinya apa pun pesan rekreatif yangdisajikan mulai dari cerita pendek sampai kepada teka-teki silang dananekdot, tidak boleh bersifat negatif apalagi destruktif.

Kelima, pers sebagai mediasi (to mediate). Mediasi artinyapenghubung atau sebagai fasilitator atau mediator. Pers harus mampumenghubungkan tempat yang satu dengan tempat yang lain,peristiwa yang satu dengan peristiwa yang lain, orang yang satudengan peristiwa yang lain, atau orang yang satu dengan orang yanglain pada saat yang sama.

C. Tanggung Jawab Pers

Berbicara soal tanggung jawab, Louis W. Hodges dalam Respon-sible Journalisme menyatakan bahwa ada tiga kategori tanggungjawab yang bisa diterapkan dalam dunia pers.

Pertama, tanggung jawab yang didasarkan pada penugasan. Disini ada atasan yang memberi tugas pada bawahan bagaikan padahirarki militer, ataupun hubungan guru-murid, majikan-karyawan.Dalam masyarakat tertentu, tanggung jawab pers bisa ditentukanoleh pemerintah. Pers hanya merupakan kepanjangan tangan dari

Page 11: Perkembangan Pers di Indonesia

Perkembangan Pers di Indonesia 7

penguasa. Di pihaklain, wartawan secarapribadi juga dibeban-kan tanggung jawaboleh perusahaan me-dia yang mempeker-jakan mereka, sepertitugas meliput berita.Pada tanggung jawabpertama yang berda-sarkan penugasan, persbertanggung jawabkepada pemerintah,

editor, atau bos. Di sini, tidak mungkin untuk mendapatkan pers yangbebas total sekaligus bertanggung jawab. Pers di sini tidak bisa secarabebas memilih secara sekarela untuk bertindak karena penguasa bisasaja memanggilnya untuk meminta pertanggung-jawaban sepertiyang ditugaskan atau dibebankan kepadanya.

Kedua, tanggung jawab berdasar kontrak (contracted responsi-bilities). Tanggung jawab ini berdasarkan perjanjian tidak langsungdengan masyarakat. Kedudukan kedua belah pihak adalah setara.Perjanjian ini bukanlah kontrak formal atau tertulis, tetapikenyataanya hal ini tidak menjadikannya kurang riil. Masyarakattampaknya menjanjikan kepada pers sebuah kebebasan untukmelaksanakan tugasnya dengan asumsi bahwa pers akan melayanikebutuhan masyarakat akan informasi dan opini. Secara pribadi,wartawan di sini terlibat dalam dua kontrak, satu denganperusahaannya dan yang lain dengan audiencesnya.

Terkait dengan tanggung jawab berdasarkan kontrak dantanggung jawab yang muncul dari dalam diri sendiri, pers itu bersifatbebas dan bertanggung jawab kepada masyarakat untuk menyam-paikan berita-berita yang akurat, menginformasikan kinerja

Para wartawan sedang mewawancarai MenteriKomunikasi dan InformasiSumber: pk-sejahtera.org

Page 12: Perkembangan Pers di Indonesia

8 Perkembangan Pers di Indonesia

pemerintah, tidak masukke masalah pribadi ataumenyakiti seseorang, dansebagainya.

Ketiga, tanggungjawab yang timbul daridalam diri sendiri (self-imposed responsibilities).Wartawan bisa dan war-tawan sejati biasa mela-kukannya, mengembang-kan pengertian tentangapa sebenarnya merekaitu. Mereka dapat membangun dalam jiwa mereka naluri untukberbuat kebaikan. Hal ini dapat mereka laksanakan berkat dorongan,demi prinsip dan layanan kepada orang lain. Mereka melihat inisebagai suatu panggilan (vocatio).

Tampak seorang laki-laki sedang membaca koranyang ada di pinggir jalan

Sumber: wicakep.files.wordpress.com

Page 13: Perkembangan Pers di Indonesia

Perkembangan Pers di Indonesia 9

A. Masa Kolonial

Sejarah perkembangan pers di Indonesia tidak terlepas darisejarah politik Indonesia. Pada masa pergerakan sampai masakemerdekaan, pers di Indonesia terbagi menjadi tiga golongan, yaitupers Kolonial, pers Cina, dan pers Nasional. Pers Kolonial adalah persyang diusahakan oleh orang-orang Belanda di Indonesia pada masakolonial atau penjajahan. Pers kolonial meliputi surat kabar, majalah,dan koran berbahasa Belanda, daerah atau Indonesia yang bertujuanmembela kepentingan kaum kolonialis Belanda.

Pers Cina adalah pers yang diusahakan oleh orang-orangketurunan Tionghoa di Indonesia. Pers Cina meliputi koran-koran,majalah dalam bahasa Cina, Indonesia atau Belanda yang diterbitkanoleh golongan penduduk keturunan Tionghoa. Sedangkan PersNasional adalah pers yang diusahakan oleh orang-orang Indonesiaterutama orang-orang pergerakan dan diperuntukkan bagi orang In-donesia. Pers ini bertujuan memperjuangkan hak-hak bangsa Indone-sia di masa penjajahan. Tirtohadisorejo atau Raden Djokomono, pendirisurat kabar mingguan Medan Priyayi yang sejak 1910 berkembangmenjadi harian, dianggap sebagai tokoh pemrakarsa pers Nasional.

Pers Indonesiadari Masa ke Masa

Page 14: Perkembangan Pers di Indonesia

10 Perkembangan Pers di Indonesia

Lebih detail tentang awal mula dunia persuratkabaran di tanahair kita, Dr. De Haan dalam bukunya, “Oud Batavia” (G. Kolf Batavia1923), mengungkap secara sekilas bahwa sejak abad 17 di Bataviasurat kabar sudah terbit secara berkala. Dikatakannya, bahwa padatahun 1676 di Batavia telah terbit sebuah surat kabar berkala bernamaKort Bericht Eropa (berita singkat dari Eropa). Berkala yang memuatberbagai berita dari Polandia, Prancis, Jerman, Belanda, Spanyol,Inggris, dan Denmark ini dicetak di Batavia oleh Abraham Van denEede tahun 1676. Setelah itu terbit pula Bataviase Nouvelles padabulan Oktober 1744, Vendu Nieuws pada tanggal 23 Mei 1780,sedangkan Bataviasche Koloniale Courant tercatat sebagai surat kabarpertama yang terbit di Batavia tahun 1810.

Sejak abad 17 dunia pers di Eropa memang sudah mulai dirintis.Sekalipun masih sangat sederhana, baik penampilan maupun mutupemberitaannya, surat kabar dan majalah sudah merupakan suatukebutuhan bagi masyarakat di masa itu. Bahkan, para pengusaha dimasa itu telah meramalkan bahwa dunia pers di masa mendatangmerupakan lahan bisnis yang menjanjikan. Oleh karena itu, tidak heranapabila para pengusaha persuratkabaran serta para kuli tinta asalBelanda sejak masa awal pemerintahan VOC, sudah berani membukausaha dalam bidang penerbitan berkala dan surat kabar di Batavia.

Kendati demikian, tujuan mereka bukan cuma sekadar untukmemperoleh keuntungan uang. Namun, mereka telah menyadaribahwa media massa di samping sebagai alat penyampai berita kepadapara pembacanya dan menambah pengetahuan, juga punya peranpenting dalam menyuarakan isi hati pemerintah, kelompok tertentu,dan rakyat pada umumnya. Apalagi, orang Belanda yang selalumengutamakan betapa pentingnya arti dokumentasi, segala hal ihwaldan kabar berita yang terjadi di negeri leluhurnya maupun di negerijajahannya, selalu disimpan untuk berbagai keperluan.

Dengan kata lain, pers di masa itu telah dipandang sebagai alatpencatat atau pendokumentasian segala peristiwa yang terjadi di

Page 15: Perkembangan Pers di Indonesia

Perkembangan Pers di Indonesia 11

negeri kita yang amat perlu diketahui oleh pemerintah pusat diNederland maupun di Nederlandsch Indie serta orang-orang Belandapada umumnya. Dan apabila kita membuka kembali arsip majalahdan persuratkabaran yang terbit di Indonesia antara awal abad 20sampai masuknya tentara Jepang, bisa kita diketahui bahwa betapacermatnya orang Belanda dalam pendokumentasian ini.

Dalam majalah Indie, Nedelandch Indie Oud en Nieuw, KromoBlanda, Djawa, berbagai Verslagen (Laporan) dan masih banyak lagi,telah memuat aneka berita dari mulai politik, ekonomi, sosial, sejarah,kebudayaan, seni tradisional (musik, seni rupa, sastra, bangunan,percandian, dan lain-lain) serta seribu satu macam peristiwa pentinglainnya yang terjadi di negeri kita.

Sampai akhir abad ke-19, koran yang secara berkala terbit diBatavia hanya memakai bahasa Belanda. Dan para pembacanya tentusaja masyarakat yang mengerti bahasa tersebut. Karena surat kabardi masa itu diatur oleh pihak Binnenland Bestuur (penguasa dalamnegeri), kabar beritanya boleh dikata kurang seru dan “kering”. Yangdiberitakan cuma hal-hal yang biasa dan ringan, dari aktivitaspemerintah yang monoton, kehidupan para raja, dan sultan di Jawa,sampai berita ekonomi dan kriminal.

Memasuki abad 20, tepatnya di tahun 1903, kondisi koran mulaimenghangat. Masalahnya soal politik dan perbedaan paham antarapemerintah dan masyarakat mulai diberitakan. Parada Harahap,tokoh pers terkemuka, dalam bukunya “Kedudukan Pers dalamMasyarakat” (1951) menulis, bahwa zaman menghangatnya koranini, akibat dari adanya dicentralisatie wetgeving (aturan yangdipusatkan). Akibatnya beberapa kota besar di kawasan HindiaBelanda menjadi kota yang berpemerintahan otonom sehingga ada parapetinggi pemerintah, yang dijamin oleh hak onschenbaarheid (tidakbisa dituntut), berani mengkritik dan mengoreksi kebijakan atasannya.

Kondisi pers tanah air semakin dinamis ketika terbitnya “MedanPrijaji” pada tahun 1903, sebuah surat kabar pertama yang dikelola

Page 16: Perkembangan Pers di Indonesia

12 Perkembangan Pers di Indonesia

kaum pribumi. Munculnya surat kabar ini bisa dikatakan merupakanmasa permulaan bangsa kita terjun dalam dunia pers yang berbaupolitik. Pemerintah Belanda menyebutnya Inheemsche Pers (PersBumiputra). Pemimpin redaksinya yakni R. M. Tirtoadisuryo yangdijuluki Nestor Jurnalistik ini menyadari bahwa surat kabar adalahalat penting untuk menyuarakan aspirasi masyarakat.

Sikapnya ini telah memengaruhi surat kabar bangsa pribumi yangterbit sesudah itu. Dia membuka mata bangsa bahwa kondisi rakyatIndonesia sebenarnya adalah terjajah. Boleh jadi Tirto terinspirasi olehkebebasan berbicara para pembesar pemerintah tersebut di atas.Tampaknya dia berpendapat, bahwa yang bebas menyampaikanaspirasi bukan hanya para pembesar saja, namun juga rakyat jelataalias kaum pribumi.

Hadirnya Medan Prijaji telah disambut antusias oleh bangsa,terutama kaum pergerakan yang mendambakan kebebasan me-ngeluarkan pendapat. Buktinya, tidak lama kemudian Tjokroaminotodari “Sarikat Islam” telah menerbitkan harian Oetoesan Hindia. NamaSamaun (golongan kiri) muncul dengan korannya yang namanyacukup revolusioner yakni Api, Halilintar dan Nyala. SuwardiSuryaningrat alias Ki Hajar Dewantara juga telah mengeluarkankoran dengan nama yang tidak kalah galaknya, yakni Guntur Bergerakdan Hindia Bergerak. Sementara itu di Padang Sidempuan, ParadaHarahap membuat harian Benih Merdeka dan Sinar Merdeka padatahun 1918 dan 1922. Dan, Bung Karno pun tidak ketinggalan pulatelah memimpin harian Suara Rakyat Indonesia dan Sinar Merdeka ditahun 1926. Tercatat pula nama harian Sinar Hindia yang kemudiandiganti menjadi Sinar Indonesia.

Sementara dalam pembacaan Basilisus Triharyanto, pers padamasa kolonial sangat dipengaruhi oleh satu asas yang mendasarisejarah pers pribumi, yaitu menjadikan pers sebagai alat perjuangan.Ironis barangkali bagi sebagian pihak, jika dengan membaca koran-koran lama yang sudah usang dapat memberikan kesegaran buat

Page 17: Perkembangan Pers di Indonesia

Perkembangan Pers di Indonesia 13

menafsirkan suatu sejarah intelektual sebuah bangsa yang sejakzaman kolonial telah berjuang untuk menyuarakan hak-haknya demipenentuan nasib sebagai bangsa yang gigih memperjuangkankebebasannya.

Menurutnya sejarah pers Indonesia di zaman Kolonial,khususnya di Sumatera Selatan sekaligus berusaha menyeruak ke alampikiran kita tentang betapa pentingnya menjaga kesadaran akansejarah. Jauh sebelum Indonesia diproklamirkan, tepatnya tahun 1920-an, di tanah Palembang, Sumatera Selatan. Muncul surat kabar yangbersuara kritis dan keras terhadap pemerintahan kolonial. Surat kabaritu adalah Pertja Selatan, yang didirikan oleh seorang pengusahapribumi, Kiagus Muhammad Adjir. Pertja Selatan merupakan salahsatu dari sejumlah kecil surat kabar daerah di zaman kolonial yangdapat bertahan lama, yaitu sampai pecahnya Perang Dunia II. Suatutren yang biasa pada masa kolonial adalah usia penerbitan yang amatsingkat sekali dikarenakan hegemoni pemerintah kolonial.

Hiruk-pikuk kekuasaan kolonial menghidupkan perjuanganhidup-matinya bisnis surat kabar dengan merangkul orang-orangyang dikenal sebagai tokoh atau aktivis pergerakan. Organisasipergerakan yang radikal mengokohkan Pertja Selatan bisa tegakdengan kaki yang kuat ketika menghadapi masa-masa sulit di hadapankekuatan pemerintahan kolonial yang refresif. Pers khususnya PertjaSelatan merupakan bagian dari buah pemikiran orang-orang dalamredaksi yang menyuburkan kesadaran antikolonialisme terhadappemerintah Belanda.

Dengan demikian sejarah membuktikan bahwa pers adalahpenyebar gagasan-gagasan kebangsaan. Surat kabar benar-benarberfungsi sebagai corong pergerakan revolusioner yang olehpemerintah terpaksa harus menggunakan tindakan refresif terhadapsurat kabar yang dianggap berbahaya, termasuk Pertja Selatan.Memang, Pertja Selatan tidak sampai dibredel oleh pemerintahkolonial; ia bisa lepas dari jeratan ordonansi pemerintah kala itu.

Page 18: Perkembangan Pers di Indonesia

14 Perkembangan Pers di Indonesia

Meskipun demikian, tidak sedikit jurnalis dan redakturnya yang harusberurusan dengan pengadilan kolonial disebabkan reportase-reportase yang dimuatnya.

B. Masa Soekarno

Pers di era setelah penyerahan kedaulatan Jepang pada 15Agustus 1945 terjadi pengambilalihan semua fasilitas percetakan suratkabar dari tangan Jepang dan berupaya menerbitkan surat kabarsendiri. Surat kabar pertama yang terbit di masa republik itu bernamaBerita Indonesia yang terbit di Jakarta sejak 6 September 1945. Kondisiperpolitikan di Indonesia dalam tahun-tahun 1945-1958 dapatdikatakan masih sangat panas. Pertikaian dengan Belanda ataupunJepang belum lagi tuntas, dan pergolakan di beberapa tempat denganpihak Belanda ataupun Jepang yang belum menarik diri masih terjadi.Sebagai upaya serangan balik terhadap propaganda anti Belanda yangdilancarkan oleh surat kabar-surat kabar republik, maka Belanda jugamenerbitkan surat kabar berbahasa Indonesia, di antaranya Fadjar(Jakarta), Soeloeh Rakyat (Semarang), Pelita Rakyat (Surabaya), sertaPadjajaran dan Persatoean (Bandung). Pada masa itu, sebagian besarsurat kabar terbit dalam empat halaman, dikarenakan kurangnyapendanaan dan percetakan yang masih minim.

Pada Desember 1948 di Indonesia telah terbit 124 surat kabardengan total tiras 405.000 eksemplar. Tetapi pada April 1949, jumlahsurat kabar berkurang menjadi hanya 81 dengan tiras 283.000eksemplar. Ini diakibatkan oleh Agresi Militer Belanda Kedua yangterjadi pada Desember 1948. Sementara, jangkauan tiras berubah dari500 menjadi 5.000 eksemplar. Sepanjang periode ini, pers Indonesiasemakin memperkuat semangat kebangsaan, mempertajam teknik ber-polemik, dan mulai memperlihatkan peningkatan semangat partisan.

Dunia internasional mengakui Indonesia sebagai Negara yangmerdeka dan berdaulat pada Desember 1949. Surat kabar Indonesia

Page 19: Perkembangan Pers di Indonesia

Perkembangan Pers di Indonesia 15

Raya sendiri, kali pertama terbit diJakarta, dengan nomor pertama yangtiba di tangan pembaca, berselang duahari sesudah peristiwa penandata-nganan pengakuan kedaulatan Indo-nesia oleh Belanda pada 27 Desember1949. Sementara, lebih dari setahunsebelumnya yakni 29 Nopember 1948,di Jakarta juga telah terbit harianPedoman yang dibawahi oleh RosihanAnwar, Harian Merdeka yang telahterbit sejak 1 Oktober 1945 dan Indo-nesia Merdeka yang terbit sejak 4Oktober 1945.

Kondisi pers Indonesia sesudah proklamasi, memang jauhberbeda dibanding di masa penjajahan Belanda dan Jepang. Di masaitu orang enggan membaca koran, lantaran beritanya melulu untukkepentingan penguasa. Sedang pada masa kemerdekaan, koran apasaja selalu menjadi rebutan masyarakat. Sehari setelah beberapa koranmengabarkan berita tentang pembacaan teks proklamasi, maka hari-hari berikutnya masyarakat mulai memburunya. Mereka tampaknyatidak mau ketinggalan barang sehari pun dalam mengikuti beritaperkembangan negaranya yang baru merdeka itu. Minat bacasemakin meningkat dan orang mulai sadar akan kebutuhannyaterhadap media massa.

Suasana seperti ini tentunya berdampak positif bagi parapengelola media massa di masa itu. Usaha penerbitan koran pun mulaimarak kembali, yang konon diramaikan oleh irama gemercaknyasuara alat cetak intertype atau mesin roneo. Sementara itu para kulitinta yang sibuk kian kemari memburu berita, semakin banyakjumlahnya. Untuk menertibkan dan mempersatukan mereka, padatahun 1946 atas inisiatif para wartawan telah dilangsungkan kongres

Rosihan Anwar adalah seorangwartawan senior

Sumber:www.google.co.id

Page 20: Perkembangan Pers di Indonesia

16 Perkembangan Pers di Indonesia

di Solo. Dalam kongres itu telah dibentuk persatuan wartawan danMr. Sumanang, ditunjuk sebagai ketuanya. Tercatat beberapaperistiwa penting dalam sejarah pers di masa revolusi yakni di tahunyang sama telah didirikan Sari Pers di Jakarta oleh Pak Sastro dankantor berita Antara dibuka kembali, setelah selama tiga tahundibekukan Jepang. Kantor Sari Pers setiap hari mencetak ratusankoran stensilan yang memuat berbagai berita penting dari seluruhtanah air.

Hanya saja, pada tahun-tahun awal kemerdekaan, pers danwartawan di Indonesia masih diliputi suasana penuh tantanganakibat dari berlarut-larutnya revolusi dan masih manifesnya penjajahuntuk kembali ke Indonesia. Dapat dikatakan bahwa setelahkemerdekaan, semangat yang menjiwai perjuangan kemerdekaanmulai luntur, terjadi persaingan keras antarkekuatan politik. Pers In-donesia ikut larut dalam arus ini, terjadi perubahan watak dari persperjuangan menjadi pers partisipan. Pers sekadar menjadi corongpartai politik. Meskipun pers bersifat partisipan, bisa dikatakan periodeini adalah masa bahagia yang singkat buat kebebasan pers, khususnyauntuk wartawan politik. Inilah akhir periode kebebasan pers di Indo-nesia dan awal rezim Orde lama berkuasa.

Sebagai founding fathers, Soekarnosebenarnya menjamin kebebasan pers dalamPasal 28 UUD 1945. Menteri Peneranganwaktu itu, Amir Sjariffudin, pada Oktober1945 menegaskan kembali melalui maklu-matnya bahwa penyelenggaraan pemerin-tahan harus bersendikan asas pers merdeka.Oleh karena itu, kebijakan komunikasi danpenerangan yang dianut pemerintah dijan-jikan sebagai berikut: “Pikiran masyarakatumum (public opinions) itulah sendi dasarpemerintah yang berkedaulatan rakyat. Pers

Ir. SoekarnoSumber: www.google.co.id

Page 21: Perkembangan Pers di Indonesia

Perkembangan Pers di Indonesia 17

yang tak merdeka tidak mungkin menyatakan pikiran masyarakat,tetapi hanya pikiran beberapa orang yang berkuasa. Maka, asas kitaialah pers harus merdeka.”

Sejarah membuktikan, pers masa perjuangan waktu itu bahu-membahu mendukung pemerintah untuk berjuang mengusirpenjajah. Akan tetapi, setelah Belanda pergi dan pers mulai kritisterhadap pemerintah, pembredelan mulai dilakukan.Tafsir pemerintahatas kemerdekaan pers hanya digunakan untuk memperkuat statusquo dibandingkan membangun keseimbangan sebagai kontrol publikterhadap pemerintah. Surat kabar Indonesia Raya, Pedoman, danNusantara menjadi saksi atas pengingkaran janji pemerintah di masakepemimpinan Soekarno.

Pergolakan politik yang terus terjadi menyebabkan PresidenSoekarno mengubah sistem politik yang berlaku di Indonesia. Pada28 Oktober 1956, Soekarno mengajukan untuk mengubah demokrasiliberal menjadi demokrasi terpimpin. Sepanjang periode DemokrasiTerpimpin dan diberlakukannya Undang-Undang Darurat Perang,pers pun mengalami era terpimpin ini. Presiden Soekarnomemerintahkan pers agar setia kepada ideologi Nasakom sertamemanfaatkannya untuk memobilisasi rakyat. Soekarno tidak ragu-ragu untuk melarang surat kabar yang menentangnya. Di bawahSoekarno, surat kabar yang dikelola oleh kaum komunis tumbuhsubur. Muncul perlawanan dari kelompok surat kabar sayap kanannasionalis, yang mengatasnamakan Badan Pendukung Soekarnoisme(BPS). Konflik antara surat kabar sayap kanan dengan surat kabarkelompok kiri tidak terelakkan. Soekarno ternyata lebih memilih kaumkiri, dan surat kabar kaum kanan yang anti komunis dilarang terbit.

Periode Demokrasi Terpimpin umumnya dikatakan sebagaiperiode terburuk bagi sejarah perkembangan pers di Indonesia. Halini bisa dimaklumi karena persepsi, sikap, dan perlakuan penguasaterhadap pers Indonesia telah melampaui batas-batas toleransi.Penguasa Demokrasi Terpimpin memandang pers semata-mata dari

Page 22: Perkembangan Pers di Indonesia

18 Perkembangan Pers di Indonesia

sudut kemampuannya dalam memobilisasi massa dan opini publik.Pers seakan-akan dilihat sebuah senapan yang siap menembakkanpeluru (informasi) ke arah massa atau khalayak yang tak berdaya.Pers dianggap sebagai alat “revolusi” yang besar pengaruhnya untukmenggerakkan atau meradikalisasi massa untuk menyelesaikansebuah revolusi.

Dalam masa Demokrasi Terpimpin, Soekarno lebih cenderungmemperlakukan pers sebagai extension of power-nya. Tahun-tahuntersebut dapat digambarkan sebagai berkuasanya pers komunis danpers simpatisan-simpatisannya. Sementara, pers lainnya yang beradadalam posisi kontra terhadap rezim Soekarno, menolak Manipol, danpers Liberal, diasingkan atau menuai pembredelan. Dominasi perskomunis dan simpatisan-simpatisannya dalam peta ideologi pers In-donesia tahun 1957-1965 merupakan konsekuensi-konsekuensi logisdari semangat kuat dan meningkatnya pengaruh politik PKI danSoekarno. Namun, posisi pers pada tahun-tahun itu berubah secararadikal sejak peristiwa berdarah G30S/PKI. Karena, dalam masaselanjutnya, terhitung tanggal 1 Otober 1965, seluruh pers yangdianggap sebagai simpatisan PKI dilarang terbit untuk selama-lamanya oleh penguasa rezim baru saat itu di bawah Soeharto.

Kedudukan pers dalam sistem Demokrasi Terpimpin. Sepertiyang kita ketahui, bahwa pada masa Demokrasi Terpimpin, PresidenSoekarno menempati posisi sentral dalam kehidupan politik nasional.Beliau memanfaatkan kharisma yang ia miliki, pertentangan politikdan kepentingan di dalam negeri, serta kemampuan berpidato yangmemukau, untuk memperkokoh kedudukannya.

Terhadap media massa, pemerintah memberikan perhatian yangsangat besar, dalam artian diupayakan untuk mendukung keberadaanpemerintah serta kebijakan-kebijakannya. Hal ini berkaitan denganmisi yang dijalankan oleh pers itu sendiri, yaitu menjadi saluraninformasi bagi pemerintah dan masyarakat. Pers juga dipandangsebagai sarana pembentuk opini publik yang luas. Pada masa

Page 23: Perkembangan Pers di Indonesia

Perkembangan Pers di Indonesia 19

Demokrasi Terpimpin ini, pers diatur secara ketat dan harus berfungsisebagai alat revolusi pemerintah. Berbagai peraturan perundang-undangan dikeluarkan oleh pemerintah untuk menjamin tercapainyamaksud di atas. Langkah-langkah lain yang perlu dilaksanakan untukmenciptakan pers Manipol menuju tercapainya pers sosialis adalah:1. Mendirikan kantor berita nasional yang kuat dan lengkap.2. Membantu organisasi penerbitan pers menyelenggarakan semi-

nar-seminar pers.3. Mengadakan pendidikan dan latihan bagi para pelaksana pers.4. Mengadakan pendidikan wartawan.5. Mendirikan gedung pusat pers.6. Membantu penyediaan kertas koran.7. Menyelenggarakan kunjungan kerja oleh wartawan ke proyek-

proyek pembangunan.8. Menyiapkan undang-undang pers yang mencakup antara lain

penjabaran fungsi-fungsi pers dalam rangka melaksanakanManipol demi kelangsungan revolusi dan pembangunan semestaberencana; penjabaran hak-hak dan kewajiban-kewajiban pers;serta penjabaran kebebasan pers sesuai dengan pasal 28 UUD 1945.

9. Mendorong penerbitan pers, terutama peredarannya di kalanganrakyat pekerja.

10. Membangun pabrik kertas agar impor kertas tidak diperlukan lagi.11. Meningkatkan kesejahteraan pekerja-pekerja pers.

C. Masa Soeharto

Orde Baru (Orba) berlangsung sekitar tahun 1968 hingga 1998.Orba memilih perbaikan dan perkembangan ekonomi sebagai tujuanutamanya. Program-program seperti pengembangan ekonomi ber-kembang pesat, transmigrasi, keluarga berencana, dan memerangibuta huruf pun sukses pada masa itu. Bahkan pendapatan per kapitapun melonjak naik. Hanya saja, dalam sistem pemerintahannya begitu

Page 24: Perkembangan Pers di Indonesia

20 Perkembangan Pers di Indonesia

banyak terjadi kecurangan-kecurangan. Seperti merajalelanya praktikkorupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Kebebasan pers sangat terbatas,dan banyak terjadinya pembredelan media massa.

Pada saat itu terjadi peristiwa yang fenomenal yaitu peristiwaMalari. Peristiwa Malari melibatkan pembredelan 12 media cetak.Kasus Malari yang terjadi pada tanggal 15 Januari 1974 itu mencatatbegitu banyak korban jiwa dan kerusakan terjadi di mana-mana.Namun yang paling fenomenal sepanjang pembredelan media massaadalah pembredelan atau pencabutan SIUPP (Surat Izin UsahaPenerbitan Pers) sejumlah media massa, antara lain Majalah Tempo,Detik, dan Editor. Ketiganya ditutup penerbitannya karena pem-beritaan yang tergolong kritis terhadap pemerintah. Dari begitubanyaknya pembredelan yang terjadi pada masa orde baru, kasuspembredelan Tempo adalah yang paling menarik. Karena meskipunpada waktu itu Tempo dalam keadaan yang sangat sulit, namun iatetap berani berjuang untuk melawan pemerintah saat itu.

Bambang Harimurti, wartawan Tempo,memberikan kesaksian soal kebebasan pers dimasa orde baru. Dia menyatakan bahwa padamasa pemerintah Soeharto, pers terperangkapdalam ranjau dan sensor. Persatuan War-tawan Indonesia (PWI) sebagai organisasi persmalah menjadi sumber pencengkram pers.Karena hilangnya kebebasan pers, pemerintahkehilangan independensi dan fungsi kontrol-nya. Muncullah yang disebut budaya Telepon.Pemerintah mulai menelepon bahkan ber-kunjung ke media cetak, mengatur tentangapa yang boleh dan apa yang tidak bolehditulis. Ada pula surat izin pers yang harus

dilengkapi yang disebut SIUP. Orba membuat paradigma bahwamereka mengontrol pers dan bukan sebaliknya. Majalah Tempo

Bambang HarimurtiSumber: farm1.static.flickr

Page 25: Perkembangan Pers di Indonesia

Perkembangan Pers di Indonesia 21

bahkan dibredel. PWI tidak pernah memprotes. Jelas memang, bahwaPWI sebagai perpanjangan departmen penerangan bukan membelatapi menjadi mesin teror pers. Pers Indonesia terbelenggu kira-kiraselama lebih dari 3 dasawarsa.

Bambang Harimurti juga setuju bahwa kebijakan Soeharto masihbaik hingga tahun 1982. Namun setelah munculnya peristiwa malariperformanya mulai menurun. Majalah Tempo dua kali dibredel, yaitupada 1982 dan 1994. Kebebasan pers yang pertama kali dibungkam,kemudian dilanjutkan dengan pemerasan kebebasan politik, sehinggapraktis tidak ada komponen yang mampu memberi feedback secarajujur. Kebebasan Pers saat ini mulai naik namun perlu diingatsetidaknya ada dua wartawan yang dipenjara saat ini.

Sebenarnya, masa awal kekuasaan orde baru, Indonesiadijanjikan akan keterbukaan serta kebebasan dalam berpendapat.Masyarakat saat itu bersuka-cita menyambut pemerintahan Soehartoyang diharapkan akan mengubah keterpurukan pemerintahan ordelama. Pemerintah pada saat itu harus melakukan pemulihan di segalaaspek, antara lain aspek ekonomi, politik, sosial, budaya, dan psikologisrakyat. Indonesia mulai bangkit sedikit demi sedikit, bahkanperkembangan ekonomi pun semakin pesat.

Namun sangat tragis, bagi dunia pers di Indonesia. Dunia persyang seharusnya bersuka cita menyambut kebebasan pada masa ordebaru, malah sebaliknya. Pers mendapat berbagai tekanan daripemerintah. Tidak ada kebebasan dalam menerbitkan berita-beritamiring seputar pemerintah. Bila ada maka media massa tersebut akanmendapatkan peringatan keras dari pemerintah yang tentunya akanmengancam penerbitannya.

Pada masa orde baru, segala penerbitan di media massa beradadalam pengawasan pemerintah yaitu melalui departemen pe-nerangan. Bila ingin tetap hidup, maka media massa tersebut harusmemberitakan hal-hal yang baik tentang pemerintahan orde baru.Pers seakan-akan dijadikan alat pemerintah untuk mempertahankan

Page 26: Perkembangan Pers di Indonesia

22 Perkembangan Pers di Indonesia

kekuasaannya, sehingga pers tidak menjalankan fungsi yangsesungguhnya yaitu sebagai pendukung dan pembela masyarakat.

Pada masa orde baru pers Indonesia disebut sebagai persPancasila. Cirinya adalah bebas dan bertanggung jawab. Namun padakenyataannya tidak ada kebebasan sama sekali, bahkan yang adamalah pembredelan.

Tanggal 21 Juni 1994, beberapa media massa seperti Tempo, Detik,dan Editor dicabut surat izin penerbitannya atau dengan kata laindibredel setelah mereka mengeluarkan laporan investigasi tentangberbagai masalah penyelewengan oleh pejabat-pejabat Negara.Pembredelan itu diumumkan langsung oleh Harmoko selaku menteripenerangan pada saat itu. Meskipun pada saat itu pers benar-benardiawasi secara ketat oleh pemerintah, namun ternyata banyak me-dia massa yang menentang politik serta kebijakan-kebijakanpemerintah. Dan perlawanan itu ternyata belum berakhir. Tempomisalnya, berusaha bangkit setelah pembredelan bersama parapendukungnya yang anti rezim Soeharto.

Pembredelan 1994 ibarat hujan, jika bukan badai dalam ekologipolitik Indonesia secara menyeluruh. Tidak baru, tidak aneh dan tidakistimewa jika dipahami dalam ekosistemnya. Sebelum dibredel pada21 Juni 2004, Tempo menjadi majalah berita mingguan yang palingpenting di Indonesia. Pemimpin Editornya adalah GoenawanMohammad yang merupakan seorang panyair dan intelektual yangcukup terkemuka di Indonesia. Pada 1982 majalah Tempo pernahditutup untuk sementara waktu, karena berani melaporkan situasipemilu saat itu yang ricuh. Namun dua minggu kemudian, Tempodiizinkan kembali untuk terbit.

Pemerintah Orde Baru memang selalu was-was terhadap Tempo,sehingga majalah ini selalu dalam pengawasan pemerintah. Majalahini memang popular dengan independensinya yang tinggi dan jugakeberaniannya dalam mengungkap fakta di lapangan. Selain itukritikan- kritikan Tempo terhadap pemerintah dituliskan dengan kata-

Page 27: Perkembangan Pers di Indonesia

Perkembangan Pers di Indonesia 23

kata yang pedas dan bombastis. Goenawan pernah menulis di majalahTempo, bahwa kritik adalah bagian dari kerja jurnalisme. MottoTempo yang terkenal adalah “enak dibaca dan perlu.”

Meskipun berani melawan pemerintah, namun tidak berartiTempo bebas dari tekanan. Apalagi dalam hal menerbitkan sebuahberita yang menyangkut politik serta keburukan pemerintah, Tempotelah berkali-kali maendapatkan peringatan. Hingga akhirnya Tempoharus rela dibungkam dengan aksi pembredelan itu.

Orba juga memainkan politik hegemoninya terhadap pers melaluimodel-model pembinaan. Setidaknya, ada dua arah pembinaan yangterjadi. Pertama, mengimbau atau tepatnya melarang persmemberitakan peristiwa atau isu tertentu dengan segala alasan danpembenaran, dan menunjukkan kesalahan-kesalahan yang dilakukanoleh pers. Pada kenyataannya pers pada masa itu sedemikian dekatnyadengan logika self-censorship, baik hal ini dipaksakan oleh negaraataupun keinginan murni dari pemimpinnya.

Goenawan MohammadSumber: kippas.files.wordpress

Page 28: Perkembangan Pers di Indonesia

24 Perkembangan Pers di Indonesia

Bentuk lain dari hegemoni negara atas pers di tanah air adalahmunculnya SIUPP yakni Surat Izin untuk Penerbitan Pers. Orde Barusedemikian ketatnya dalam hal pengawasan atas pers, karena merekatidak menghendaki mana kala pemerintahan menjadi tergangguakibat dari pemberitaan di media-media massa. Sehingga fungsi perssebagai transmisi informasi yang objektif tidak dapat dirasakan.Padahal dengan transmisi informasi yang ada diharapkan persmampu menjadi katalisator bagi perubahan politik ataupun sosial.

Lantas mengapa negara di masa Orba begitu resisten dan represifterhadap pers? Jika mencoba menjawab pertanyaan tersebut, kitaharus menengok bagaimana pemerintahan Orba berdiri. Soehartomemiliki latar belakang militer dalam karir politiknya. Sehingga ketikaia menjadi presiden, ia tidak dapat melepaskan diri dari gaya-gayakepemimpinan model militer. Di awal kepemimpinannya, ketikasituasi dalam negeri sedikit-banyak mengalami kekacauan akibatintrik-intrik politik dari berbagai kelompok kepentingan, misalkanPartai Komunis Indonesia, bisa jadi kepemimpinan model militeradalah yang tepat. Situasi yang darurat, anomali sosial begitu banyak,

maka situasi semacam itu perlu di-stabilkan agar tidak berdampak lebihburuk. Pada titik inilah fungsi militerpada masa Orba adalah stabilisator jugadinamisator. Dengan dua fungsi itu,militer atau tepatnya ABRI dengan dwi-fungsinya ikut terlibat dalam penyu-sunan kebijakan-kebijakan politik Orba.

Sayangnya, model kepemimpinantersebut tetap Soeharto pakai hingga era1980-an. Padahal kondisi masyarakatsaat itu sedikit-banyak sudah berubah.Masyarakat semakin cerdas dan semakinpaham tentang hakikat negara demokra-

SoehartoSumber:upload.wikimedia

Page 29: Perkembangan Pers di Indonesia

Perkembangan Pers di Indonesia 25

tis. Dengan sendirinya model kepemimpinan Soeharto tertolak olehkultur atau masyarakat. Untuk tetap mempertahkan kekuasaanyaSoeharto menggunakan cara-cara represif pada semua pihak yangmelawannya. Model kepemimpinan ini banyak sekali mendapatkritikan dari berbagai pihak, karena secara esensial apa yang diklaimSoeharto dengan demokrasi Pancasilanya tak lain adalah proyekhegemoni dan dominasi besar-besaran atas kesadaran masyarakat.Dalam mewujudkan proyek besar itu, Soeharto menggunakan militersebagai alat yang efektif untuk mengawal setiap kebijakan yang iakeluarkan.

Pada titik itulah, pers melihat bahwa model kepemimpinan yangdigunakan Soeharto akan memberangus kebebasan masyarakat.Artinya juga logika kekuasaan semacam itu pada suatu waktu akanmenghancurkan dirinya (pers), karena pers adalah salah satu pilarpenyusun sistem demokrasi yang memiliki fungsi pentingnya. Artinyapola yang digunakan Soeharto pada esensinya kontradiktif denganlogika pers itu sendiri. Tidak heran jika Orba sedemikian represifnyadengan pers, karena pers adalah penghalang bagi lahirnya demokrasiPancasila yang hegemonik dan dominatif.

Untuk mengoperasikan model kepemimpinannya, maka Orbaharus mengideologisasikan keamanan masyarakat. Artinya, Orbaharus mampu menciptakan kesan bahwa rasa keamanan selaludibutuhkan. Untuk menciptakan perasaan semacam ini padamasyarakat, maka Orba menggunakan logika perpetuation of inse-curity atau mengabadikan rasa ketidakamanan. Dengan mengaba-dikan rasa ketidakamanan ini, Orba akan lancar ketika menggunakankepemimpinan yang militeristik. Sehingga, dengan sendirinyapengabadian rasa ketidakamanan ini menjadikan keamanan layaknyaseperti agama. Keamanan yang dihubungkan dengan pers itu bukankeamanan yang sifatnya fisikal, tetapi keamanan di sana sudahmenjadi suatu ideologi, dan dalam prosesnya terjadi suatu ideologisasikeamanan.

Page 30: Perkembangan Pers di Indonesia

26 Perkembangan Pers di Indonesia

Keamanan menjadi semacam agama, dalam pengertian iniideologi keamanan bekerja seperti dalam arti yang biasa. Ideologikeamanan merumuskan tindakan, mengatur kebijakan negara, danpada gilirannya kebijakan negara tersebut mengatur perilaku aparatdan warga negaranya.

Nasib pers pada masa ideologisasi kemanan ini sangat sulit,karena pers harus bertindak dalam kerangka yang abu-abu.Kerangka yang diterapkan kepada pers adalah bagaimana persmengalami sebuah bentuk tautologi represif. Artinya, pemisahanantara kebebasan dan tanggung jawab. Orba tidak memformulasikankebebasan pers yang bertanggung jawab. Artinya, tanggung jawabadalah garis batas kebebasan dan sebaliknya tidak kurang benarnyayakni kebebasan adalah garis batas tanggung jawab. Tanpa kebebasantidak mungkin menuntut tanggung jawab dan tanpa tanggungjawab tidak mungkin menuntut kebebasan.

Dengan kondisi sepertiitu, yakni sulitnya persbergerak dalam upaya mem-produksi berita-berita yangobyektif juga mempenga-ruhi lembaga lain yangmenaungi para jurnalis.Situasi yang serba tidakmemungkinkan hanya mem-buat Dewan Pers seperti takpunya taring. Hanya sebagaipelengkap semata. Semen-tara fungsi yang dimilikitidak dapat dijalankan.

Dewan pers dalam pengertian teknisnya adalah lembaga yangmenaungi pers di Indonesia. Sesuai UU Pers Nomor 40 tahun 1999,dewan pers adalah lembaga independen yang dibentuk sebagai bagian

Gedung Dewan PersSumber: perskita.files.wordpress

Page 31: Perkembangan Pers di Indonesia

Perkembangan Pers di Indonesia 27

dari upaya untuk mengembangkan kemerdekaan pers danmeningkatkan kehidupan pers nasional. Ada tujuh fungsi dewan persyang diamanatkan UU, di antaranya adalah sebagai berikut.Pertama, melindungi kemerdekaan pers dari campur tangan pihaklain, bisa pemerintah dan juga masyarakat.Kedua, melakukan pengkajian untuk pengembangan kehidupan pers.Ketiga, menetapkan dan mengawasi pelaksanaan kode etik jurnalistik.Keempat, memberikan pertimbangan dan mengupayakan penye-lesaian pengaduan masyarakat atas kasus yang berhubungan denganpemberitaan pers.Kelima, mengembangkan komunikasi antara pers, masyarakat, danpemerintah.Keenam, memfasilitasi organisasi pers dalam menyusun peraturandi bidang pers dan meningkatkan kualitas profesi wartawan.Ketujuh, mendata perusahaan pers yang ada di Indonesia.

Pada masa Orde baru, fungsi dewan pers ini tidaklah efektif.Dewan pers hanyalah formalitas semata. Dewan Pers bukannyamelindungi sesama rekan jurnalisnya, malah menjadi anak buah daripemerintah Orde Baru. Hal itu terlihat jelas ketika pembredelan 1994,banyak anggota dari dewan pers yang tidak menyetujui pembredelan.Termasuk juga Goenawan Mohammad yang selaku editor Tempo jugatermasuk dalam dewan pers saat itu. Namun ironisnya, pada saat itudewan pers diminta untuk mendukung pembredelan tersebut.Meskipun dewan pers menolak pembredelan, tetap saja pembredelandilaksanakan. Menolak berarti melawan pemerintah. Berarti benarbahwa dewan pers hanya formalitas saja.

Istilah pers digunakan dalam konteks historis seperti pada konteks“press freedom or law” dan “power of the press”. Sehingga dalamfungsi dan kedudukannya seperti itu, tampaknya, pers dipandangsebagai kekuatan yang mampu mempengaruhi masyarakat secara

Page 32: Perkembangan Pers di Indonesia

28 Perkembangan Pers di Indonesia

massal sebagaimana diungkapkan John C. Merrill. Seharusnya persselain mempengaruhi masyarakat, pers juga bisa mempengaruhipemerintah. Karena pengertian secara massal itu adalah seluruhlapisan masyarakat baik itu pemerintah maupun masyarakat. Namundi Era Orde Baru, dewan pers memang gagal meningkatkankehidupan pers nasional, sehingga dunia pers hanya terbelenggu olehkekuasaan Orde Baru tanpa bisa memperjuangkan hak-haknya.

Hal yang sama juga terjadi pada Persatuan Wartawan Indonesia(PWI) sebagai organisasi para wartawan Indonesia. PWI yangsemestinya menjadi corong bagi kepentingan kinerja wartawan takberdaya sama sekali. Menanggapi kasus-kasus pembredelan, PWI jugahanya bisa bersikap pasif. Sehingga ada anggapan atau semacamkesimpulan bahwa PWI justru masuk dalam bagian pemerintah untukikut mencengkram kebebasan pers.

Salah satu surat kabar yang menjadi korban dalam kekuasaanOrba adalah Suara Merdeka. Koran yang berbasis di Jawa Tengahitu diulas dalam satu buku yang berjudul “Pers Memihak Golkar?Suara Merdeka dalam Pemilu 1992.” Judul menarik terpampang dibagian pengantar, yakni “Suara Merdeka Takut atau Takluk”menggambarkan bahwa kondisi pers tanah air dalam masa inimemang dalam kondisi tak berdaya.

Pilihan untuk melawan akan menjadi resiko besar denganmenghadapi pembredelan. Sedangkan media-media yang mampubertahan di masa ini hanya menjadi pelengkap tanpa bisa memberikankontrol terhadap proses perjalanan pemerintahan. Memang adasemacam kelumrahan yang dimaklumi masyarakat bahwa persmemang hanya bisa berbuat demikian karena kuatnya intervensi.Sehingga buku yang mengupas soal peran media di era Soeharto pastisudah ada jawabannya, yakni membela pemerintah. Hal tersebut bisadilihat dari produk-produk pemberitaan khususnya di bagian tajukrencana alias politik keredaksian dari media bersangkutan.

Page 33: Perkembangan Pers di Indonesia

Perkembangan Pers di Indonesia 29

D. Masa Reformasi

Perjalanan demokrasi di Indonesia masih dalam proses untukmencapai suatu kesempurnan. Wajar apabila dalam pelaksaannyamasih terdapat ketimpangan untuk kepentingan penguasa semata.Begitu pula kebebasan pers di Indonesia pada masa pemerintahanPresiden Soekarno dan masa pemerintahan Presiden Soeharto sangatdibatasi oleh kepentingan pemerintah. Pers dipaksa untuk memuatsetiap berita harus tidak boleh bertentangan dengan pemerintah, diera pemerintahan Soekarno dan Soeharto, kebebasan pers ada, tetapilebih terbatas untuk memperkuat status quo, ketimbang membangunkeseimbangan antarfungsi eksekutif, legislatif, yudikatif, dan kontrolpublik (termasuk pers). Karenanya, tidak mengherankan bilakebebasan pers saat itu lebih tampak sebagai wujud kebebasan(bebasnya) pemerintah, dibanding bebasnya pengelola media dankonsumen pers, untuk menentukan corak dan arah isi pers

Tak ada demokrasi tanpa kebebasan berpendapat. Kebebasanberpendapat merupakan salah satu hak paling mendasar dalamkehidupan bernegara. Sesuai Prinsip Hukum dan Demokrasi, bahwaperlindungan hukum dan kepastian hukum dalam menegakkanhukum perlu ada keterbukaan dan pelibatan peran serta masyarakat.Untuk itu, kebebasan pers, hak wartawan dalam menjalankan fungsimencari dan menyebarkan informasi harus dipenuhi, dihormati, dandilindungi. Hal ini sesuai dengan UUD 45 Pasal 28 tentang kebebasanberserikat, berkumpul dan berpendapat.

Suatu pencerahan datang kepada kebebasan pers, setelahruntuhnya rezim Soeharto pada tahun 1998. Pada saat itu rakyatmenginginkan adanya reformasi pada segala bidang baik ekonomi,sosial, budaya yang pada masa orde baru terbelenggu. Tumbuhnyapers pada masa reformasi merupakan hal yang menguntungkan bagimasyarakat. Kehadiran pers saat ini dianggap sudah mampu mengisikekosongan ruang publik yang menjadi celah antara penguasa danrakyat. Dalam kerangka ini, pers telah memainkan peran sentral

Page 34: Perkembangan Pers di Indonesia

30 Perkembangan Pers di Indonesia

dengan memasok dan menyebarluaskan informasi yang diperluaskanuntuk penentuan sikap, dan memfasilitasi pembentukan opini publikdalam rangka mencapai konsensus bersama atau mengontrolkekuasaan penyelenggara negara.

Peran inilah yang selama ini telah dimainkan dengan baik olehpers Indonesia. Setidaknya, antusias responden terhadap peran persdalam mendorong pembentukan opini publik yang berkaitan denganpersoalan-persoalan bangsa selama ini mencerminkan keberhasilantersebut.

Setelah reformasi bergulir tahun 1998, pers Indonesia mengalamiperubahan yang luar biasa dalam mengekspresikan kebebasan.Fenomena itu ditandai dengan munculnya media-media baru cetakdan elektronik dengan berbagai kemasan dan segmen. Keberanianpers dalam mengkritik penguasa juga menjadi ciri baru pers Indonesia.

Pers yang bebas merupakan salah satu komponen yang palingesensial dari masyarakat yang demokratis, sebagai prasyarat bagiperkembangan sosial dan ekonomi yang baik. Keseimbangan antarakebebasan pers dengan tanggung jawab sosial menjadi sesuatu halyang penting. Hal yang pertama dan utama, perlu dijaga jangansampai muncul ada tirani media terhadap publik. Sampai padakonteks ini, publik harus tetap mendapatkan informasi yang benar,dan bukan benar sekadar menurut media. Pers diharapkanmemberikan berita harus dengan seobjektif mungkin, hal ini bergunaagar tidak terjadi ketimpangan antara rakyat dengan pemimpinnyamengenai informasi tentang jalannya pemerintahan.

Sungguh ironi, dalam sistem politik yang relatif terbuka saat ini,pers Indonesia cenderung memperlihatkan performa dan sikap yangdilematis. Di satu sisi, kebebasan yang diperoleh seiring tumbangnyarezim Orde Baru membuat media massa Indonesia leluasamengembangkan isi pemberitaan. Namun, di sisi lain, kebebasantersebut juga sering kali tereksploitasi oleh sebagian industri media

Page 35: Perkembangan Pers di Indonesia

Perkembangan Pers di Indonesia 31

untuk mendapatkan keuntungan sebanyak-banyaknya denganmengabaikan fungsinya sebagai instrumen pendidik masyarakat.Bukan hanya sekedar celah antara rakyat dengan pemimpin, tetapipers diharapkan dapat memberikan pendidikan untuk masyarakatagar dapat membentuk karakter bangsa yang bermoral. Hal itu jelassekali terlihat pada media-media yang menyajikan berita politik danhiburan (seks). Media-media tersebut cenderung mengumbar beritaprovokatif, sensasional, ataupun terjebak mengumbar kecabulan.

Berkembangnya kebebasan pers juga membawa pengaruh padamasuknya liberalisasi ekonomi dan budaya ke dunia media massa, yangsering kali mengabaikan unsur pendidikan. Arus liberalisasi yangmenerpa pers, menyebabkan Liberalisasi ekonomi juga makinmengesankan bahwa semua acara atau pemuatan rubrik di mediamassa sangat kental dengan upaya komersialisasi. Sosok idealismenyaris tidak tercermin dalam tampilan media massa saat ini. Sebagaidampak dari komersialisasi yang berlebihan dalam media massa saatini, eksploitasi terhadap semua hal yang mampu membangkitkan minatorang untuk menonton atau membaca pun menjadi sajian sehari-hari.

Ide tentang kebebasan pers kemudian menjadi sebuah akidahpelaku industri pers di Indonesia. Ada dua pandangan besar mengenaikebebasan pers ini. Satu sisi, yaitu berlandaskan pada pandangannaturalistik atau libertarian, dan pandangan teori tanggung jawabsosial.

Menurut pandangan libertarian, semenjak lahir manusia memilikihak-hak alamiah yang tidak dapat diganggu gugat oleh siapa pun,termasuk oleh pemerintahan. Dengan asumsi seperti ini, teori liber-tarian menganggap sensor sebagai kejahatan. Hal ini dilandaskanpada tiga argumen. Pertama, sensor melanggar hak alamiah manusiauntuk berekspresi secara bebas. Kedua, sensor memungkinkan tiranmengukuhkan kekuasaannya dengan mengorbankan kepentinganorang banyak. Ketiga, sensor menghalangi upaya pencarian

Page 36: Perkembangan Pers di Indonesia

32 Perkembangan Pers di Indonesia

kebenaran. Untuk menemukan kebenaran, manusia membutuhkanakses terhadap informasi dan gagasan, bukan hanya yang disodorkankepadanya.

Kebebasan pers sekarang yang dipimpin presiden Susilo BambangYudhoyono dan Wakil Presiden Jusuf Kalla, negara dan bangsa kitamembutuhkan kebebasan pers yang bertanggung jawab (free and re-sponsible press). Sebuah perpaduan ideal antara kebebasan pers dankesadaran pengelola media massa (insan pers), khususnya untuk tidakberbuat semena-mena dengan kemampuan, kekuatan sertakekuasaan media massa (the power of the press). Di bawah PresidenSusilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Jusuf Kalla, kebebasanpers Indonesia idealnya dibangun di atas landasan kebersamaankepentingan pengelola media, dan kepentingan target pelayanannya,tidak peduli apakah mereka itu mewakili kepentingan negara(pemerintah), atau kepentingan rakyat.

Dalam kerangka kebersamaan kepentingan dimaksud, diharapaktualisasi kebebasan pers nasional kita, tidak hanya akan memenuhikepentingan sepihak, baik kepentingan pengelola (sumber), maupunteratas pada pemenuhan kepentingan sasaran (publik media).

Pers harus tanggap terhadap situasi publik, karena ketidak-berdayaan publik untuk mengapresiasikan pendapatnya kepadapemimpin pers harus berperan sebagai fasilitator untuk dapatmengapresiasikan apa yang diinginkan publik terhadap pemimpinnyadapat terwujud.

Hal tersebut sesuai dengan tabiat dasar pers untuk selalu bersikapkritis dan memerankan fungsi kontrol sosialnya. Di negeri ini, sejakreformasi bergulir, era kebebasan pers bisa dibilang memasuki fasebulan madu. Namun, seiring perjalanan waktu, momentum kebebasanpers juga tak luput dari kondisi pasang surut.

Di negeri kampiun demokrasi seperti AS saja, relasi pers-penguasa tak selalu berjalan mulus. Kritik keras pers AS atas peristiwa

Page 37: Perkembangan Pers di Indonesia

Perkembangan Pers di Indonesia 33

11 September 2001, perang Irak, atau kebijakan standar mereka diTimur Tengah, misalnya, telah membuat gerah pemerintah AS. Parapetinggi AS kerap meminta agar pers mereka menulis berita secaralebih patriotik. Di Indonesia era Orde Baru, pemerintah bisa denganmudah menuduh pers sebagai “corong asing” dan tak seganmembungkam media yang kritis. Lihat kasus pembredelan Detik,Tempo, dan Editor tahun 1994 lalu.

Ketika wartawan Sidney Morning, Herald David Jenkin,melaporkan bisnis keluarga Cendana, Menpen Harmoko segeramenyetop peredaran harian Australia itu di Indonesia. Tak cumaHarmoko, para pejabat Orde Baru lainnya juga kerap menuding persasing yang beroperasi di Indonesia mempraktikkan “jurnalismealkohol”, menulis dengan gaya orang mabuk.

Di era Gus Dur, konflik pers-pemerintah muncul lewat kegusaranSyamsul Mu’arif, mantan MenteriNegara Kominfo, yang mewaca-nakanterm “jurnalisme patriotis”. Intinya,pemerintah Gus Dur meminta persnasional untuk lebih bersikap nasionalisdalam mem-beritakan konflik Aceh.Sejak itu, pers mengubah sebutanGerakan Aceh Merdeka (GAM) menjadiGerakan Separatis Aceh (GSA).

Komitmen pemerintah terhadapkebebasan pers kian melemah pada eraMegawati. Hal itu tampak dalam kasushukum yang menimpa Majalah Tempo.

Ketika kantor dan media ini diserbu dan para wartawannya dianiayamassa akibat berita “Ada Tommy di Tanah Abang”, hanya AmienRais (Ketua MPR saat itu), yang datang mengunjungi wartawanTempo. Pejabat lain tak tampak bersimpati, apalagi berempati.

Gus DurSumber: aghofur

Page 38: Perkembangan Pers di Indonesia

34 Perkembangan Pers di Indonesia

Di masa Yudhoyono, intervensi pemerintah atas kebebasan persmuncul dalam bentuk pemangkasan fungsi dan wewenang KomisiPenyiaran Indonesia (KPI) sebagai regulator penyiaran nasional.Melalui paket peraturan pemerintah tentang penyiaran, pemerintahkembali mengoreksi fungsi regulasi penyiaran KPI, seperti tercermindalam revisi UU Penyiaran No. 32/2002 dan UU Pers No. 40/1999.

Faktual, pemihakan sosial pers adalah semacam “tugas suci” (mis-sion sacre). Pers memang hadir untuk misi itu. Dominasi danhegemoni kekuasaan sepanjang sejarah politik Indonesia telahmelahirkan watak kekuasaan yang demikian sentralistik dan sulitdikontrol. Seluruh kekuatan politik alternatif bisa dibilang tiarap.Hanya pers dan segelintir elemen pro-demokrasi yang beranimengontrol perilaku rezim saat itu.

Adagium Napoleon Bonaparte, “pena wartawan lebih tajam daripeluru tentara”, barangkali adalah peribahasa yang hingga kini kerapmendasari hadirnya sikap curiga kekuasaan atas pers. Padahal,berbagai gerakan reformasi dunia yang penyebarannya mendapatdukungan penuh pers, terbukti mampu melahirkan institusi-institusinegara independen (state auxiliary agencies). Di Indonesia, KomisiPemilihan Umum, Komisi Pemberantasan Korupsi, Komisi Yudisial,atau Mahkamah Konstitusi adalah beberapa institusi independen yangkemunculannya tak bisa dilepaskan dari peran pers.

Tanpa kebebasan pers, mungkinkah pemerintah pusat menyadaribahwa warga negara di tiga per empat provinsi negeri ini masihbergizi buruk, tidak memiliki akses kesehatan, miskin saranapendidikan serta belum teraliri listrik? Tanpa keberpihakan pers,bisakah pemerintah mendeteksi secara cepat kasus busung lapar yangmenimpa warga lapis miskin di Papua, NTT, NTB, dan wilayah-wilayah lain di Tanah Air?

Gencarnya pemberitaan pers dalam kasus kelaparan, gempabumi, tanah longsor, banjir bandang, lumpur Lapindo, berbagaikecelakaan transportasi publik, dan sederet tragedi kemanusiaan lain

Page 39: Perkembangan Pers di Indonesia

Perkembangan Pers di Indonesia 35

telah membuat aparatur birokrasi dan unsur-unsur masyarakat disemua level bergerak bahu-membahu membantu para korban.

Benar, reformasi telah melahirkan kemerdekaan pers. Namun,di usia yang relatif muda itu, kita harus tetap waspada menjagadinamika pers nasional dari ancaman intervensi negara dan dominasikepentingan para pemilik kapital. Tak ada jaminan, pers nasionalyang kritis, edukatif, profesional, andal, dan berwibawa bisa bertahandalam konstelasi politik transitif, di mana posisi negara dan pasarcenderung menguat, sementara posisi rakyat (civil society) kianmelemah.

Pers bebas dan merdeka adalah syarat mutlak bagi tegaknyasistem demokrasi. Jika di era reformasi ini kita kembali gagal merawatinstitusi pers yang bebas dan merdeka, dan membiarkan pers beradadalam orbit ancaman dominasi negara dan kendali para pemilikkapital, maka kegagalan proyek demokrasi dalam konteks transisipolitik Indonesia bagai menunggu kotak pandora yang siap terbuka.

Penjelasan berikutnya adalah mengenai perjalanan pers dalammasa reformasi dari era Habibi hingga Susilo Bambang Yudhoyono.Menurut Novel Ali, sebenarnya pemerintahan Indonesia, mulai dibawah kepemimpinan Presiden Soekarno, Soeharto, Habibie, GusDur, Megawati, dan SBY memberi jaminan kebebasan pers. Hanyasaja, pemaknaan aktualisasi kebebasan pers di setiap kurun waktuera pemerintahan, bukan hanya berlainan, tetapi acapkali jugabertentangan.

Menurut Novel Ali, di era pemerintahan Soekarno dan Soeharto,kebebasan pers ada, tetapi lebih terbatas untuk memperkuat statusquo, ketimbang guna membangun keseimbangan antarfungsieksekutif, legislatif, yudikatif, dan kontrol publik (termasuk pers).Karenanya, tidak mengherankan bila kebebasan pers saat itu lebihtampak sebagai wujud kebebasan (bebasnya) pemerintah, dibandingbebasnya pengelola media dan konsumen pers, untuk menentukancorak dan arah isi pers.

Page 40: Perkembangan Pers di Indonesia

36 Perkembangan Pers di Indonesia

Kebebasan pers Indonesia di pemerintahan Habibie, Gus Dur danMegawati, nyaris tidak menunjukkan perbedaan aktual. Aktualisasidan fluktuasi kebebasan pers pada ketiga era pemerintahan terakhirdimaksud, lebih ditentukan perkembangan kepentingan pemerintahan(nasional atau daerah), ketimbang kepentingan insan pers danmasyarakat. Sekalipun performa pers Indonesia dalam pemerintahanketiga Presiden RI yang disebut terakhir bukan lagi corong negara, tetapidalam pengertian relatif-kebebasan pers Indonesia berada dalamkendali (samar) pemerintah.

Penilaian demikian eksis, terutama lantaran berbagai delik perspada kurun waktu tersebut, memosisikan KUHP lebih sebagailandasan hukum penyelesaian kasus konflik pers dengan pihak lain.Padahal, semua orang tahu, filosofi yang melandasi produk hukumbuatan kolonial itu, adalah untuk memperkuat fungsi pemerintahanyang berkuasa. Itu sebabnya, mengapa kendati negara dan bangsakita sudah memiliki UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers (biasa disebutUU Pers), lembaga pengadilan di negeri ini acapkali lebih sukamenggunakan KUHP dibanding UU Pers.

Novel Ali mengungkapkan kalau ada yang menilai di bawahpemerintahan Habibie, Gus Dur, dan Megawati, pers Indonesia tidakmengenal kebebasan itu justru tidak fair. Sebab, justru padapemerintahan Habibie, Gus Dur dan Mega, kebebasan pers seringdinilai terlampau maju. Perkara selama ketiga era pemerintahanterjadi pemberangusan kebebasan pers secara amat halus, (dilakukanaparat negara dan tekanan publik), itu persoalan klasik, yang terjadi,dan nyaris selalu eksis, di bawah (rezim) di banyak negara di planetbumi ini.

Kebebasan pers yang butuh kontrol mutlak perlu ditegakkan dibawah pemerintahan Presiden SBY. Di bawah SBY, negara danbangsa kita membutuhkan kebebasan pers yang bertanggung jawab(free and responsible press). Sebuah perpaduan ideal antara kebebasanpers dan kesadaran pengelola media massa (insan pers), khususnya

Page 41: Perkembangan Pers di Indonesia

Perkembangan Pers di Indonesia 37

untuk tidak berbuat semena-mena dengan kemampuan,kekuatan serta kekuasaanmedia massa (the power ofthe press).

Sudut pandang kepen-tingan ini, dilandasi kajiankomprehensif atas kebe-radaan, fungsi dan perananpers, sebagai landasan idealdan praksis kebebasan pers,yang bermuara dari pe-mahaman teori peluru (thebullet theory) yang dikenal dalam ilmu komunikasi. Teori itumenguraikan kegiatan komunikasi, termasuk pers, berpusatkomunikator.

Ibarat peluru yang dibidikkan penembak (komunikator, mediamassa), akan tepat kena sasaran atau tidak, tergantung kepadakecakapan penembaknya. Penembak jitu, biasanya tidak memu-bazirkan peluru ke arah atau sasaran lain, kecuali ke titik bidik yangdituju. Karenanya, akan sangat sulit bagi sasaran tembak untukmengelak atau menghindarkan peluru yang melesat cepat darimoncong senapan sang penembak.

Demikian pula dengan pers. Kecakapan pengelola media massa,merupakan salah satu prasyarat tercapainya tujuan penerbitan me-dia cetak, dan pengudaraan siaran radio serta televisi.

Susilo Bambang Yodhoyono dan Yusuf KallaSumber: www.google.co

Page 42: Perkembangan Pers di Indonesia

38 Perkembangan Pers di Indonesia

Dalam bagian ini akan diuraikan beberapa hal mengenai kasus-kasus seputar dunia jurnalis kontemporer. Beberapa hal itumenyangkut soal ironi yang masih saja terjadi dalam era reformasimengenai kasus kekerasan terhadap jurnalis, kemudian fakta perangkepentingan antar jurnalis itu sendiri. Pentingnya pembahasan iniadalah untuk mengetahui seberapa parah hal tersebut mewarnaiwajah pers Indonesia.

Manfaat yang mungkinbisa diambil adalah apakahfenomena itu merupakan pro-ses alamiah ataukah sebuah“penyakit” sehingga harusdiupayakan pengobatan. Ten-tunya hal itu dimulai dari kon-trol publik kemudian direnu-ngi oleh para kuli tinta dantentunya diorganisir oleh lem-baga-lembaga semcam PWIdan AJI.

Arah KemerdekaanPers Indonesia

Seorang wartawan sedang melakukan wawancaraSumber:malindokini.files.wordpress

Page 43: Perkembangan Pers di Indonesia

Perkembangan Pers di Indonesia 39

Arah kemerdekaan pers tanah air tentunya mempunyai harapanuntuk ikut mewarnai perjalanan bangsa. Sebagai pilar keempat dalamsistem demokrasi, pers tentunya tidak bisa mengelak dari beban atautugas untuk ikut mengembangkan bangsa. Media sebagai pemroduksikata-kata selain memerankan fungsi-fungsinya dalam UU Pers. Jugamemiliki peran tersembunyi sebagai “guru” atau model bagimasyarakat.

Kemerdekaan pers memang sebuah materi diskusi yang tidakpernah lekang oleh waktu. Ketika di awal perjuangan kemerdekaanrintangan diberikan oleh penjajah, ternyata ketika sudah merdekatidak bisa merasakan bebas begitu saja. Sementara di masa reformasiini, ada yang beranggapan bahwa kebebasan pers sudah kebablasan.Karena itu, makna merdeka tentunya tidak bisa bebas tanpa kontrol.

Ada banyak nilai yang terkandung dalam Indonesia yang tidakbisa dengan seenaknya dilanggar. Ada banyak suku yang memilikicita rasa intelektual yang berbeda. Dengan fakta tersebut, tentunyamenjadi sebuah keniscayaan bagi pelaku media untuk mengenal betulkarakter masyarakat sebagai konsumen.

Langkah-langkah preventif memang harus dilakukan dengansegera. Pasalnya, ketika rasa muak masyarakat semakin tinggi bisajadi ada kecenderungan agar pers dikekang. Ini adalah dampak yangtentunya tidak diharapkan para pelaku media. Pers yang bebas adalahkunci munculnya kebenaran. Tanpa kemerdekaan yang membebaskanpekerja pers mencari, membuat, dan menginformasikan beritatentunya kebenaran yang tersaji hanya setengah-setengah.

A. Kekerasan terhadap Jurnalis

Benyamin Constant (1767-1834) pernah mengatakan, “Dengansurat kabar, kadang muncul kericuhan, tapi tanpa surat kabar akanselalu muncul penindasan”. Kutipan itu adalah sebagai indikasi kuatbahwa keberadaan pers sangat dibutuhkan dalam proses demokrasi.

Page 44: Perkembangan Pers di Indonesia

40 Perkembangan Pers di Indonesia

Hanya saja, sejak reformasi bergulir,era kebebasan pers belum stabil.Memang bisa dibilang masa reformasiadalah fase bulan madu bagi pers.Namun, seiring perjalanan waktu,momentum kebebasan pers juga takluput dari kondisi pasang surut.

Menurut laporan Aliansi JurnalisIndependen (AJI), kekerasan yangmenimpa para jurnalis tetap terjadi diera reformasi ini. Sepanjang Mei 2006hingga April 2007 saja, setidaknyaterjadi 53 kasus kekerasan yangmenimpa para jurnalis dan mediamassa dalam berbagai bentuk, yakni8 kasus ancaman, 8 kasus pengusiran,7 kasus penuntutan hukum, 4 kasus pelecehan, 3 kasus penyensoran,1 kasus pemenjaraan, 1 kasus penculikan, dan 21 kasus penyeranganoleh massa.

Hal yang sama juga diinformasikan detiknews.com. Detikmengungkapkan bahwa kekerasan terhadap pers justru meningkatdi era reformasi. Dalam pemberitaan detik, telah terjadi penyerangankantor surat kabar harian di Jakarta, yakni Indopos, oleh kelompokHercules. Kasus tersebut tentu menambah panjang daftar kekerasanyang dialami insan pers di tanah air. Menurut Ketua Dewan PersIchlasul Amal, kekerasan terhadap pers di era reformasi justrumeningkat dibandingkan pada masa Orde Baru.

“Dengan adanya kebebasan pers, media merasa bisa menulis apasaja, karenanya ancaman kekerasan terhadap pers relatif lebih besar,”ujarnya kepada detik sebelum mengikuti peluncuran buku PanduanHukum Bagi Jurnalis di Jakarta Media Center (JMC). Namunkekerasan terhadap pers yang kini kerap terjadi, menurut Amal, bukan

Seorang wartawan asing ditangkapSumber: eddymesakh.files.wordpress

Page 45: Perkembangan Pers di Indonesia

Perkembangan Pers di Indonesia 41

indikasi kembalinya Orde Baru yang mengekang kebebasan pers,melainkan memang konsekuensi kebebasan pers itu sendiri.

Diakuinya, Dewan Pers belum punya solusi untuk mengatasi danmeminimalisasi ancaman kekerasan terhadap pers. “Kami hanya bisabekerja sama dengan kepolisian dan kejaksaan agar semua kasuskekerasan terhadap wartawan dapat diproses dengan baik dantuntas,” tandas Amal.

Kasus yang paling hangat pada 2009 adalah peristiwapembunuhan wartawan Radar Bali (Grup Jawa Pos). Pembunuhanwartawan Radar Bali yang bernama Narendra Prabangsa berhasildiungkap polisi meskipun para pelaku telah berupaya kerasmenghilangkan jejak. Kapolda Bali Irjen Polisi Teuku Ashikin Huseinmenjelaskan bahwa eksekusi terhadap korban dilakukan di rumahaktor intelektual Nyoman Susrama di Banjar Petak, Bebalang, Bangli,sekitar pukul 16.30 hingga 22.30 Wita, pada 11 Februari 2009.

Detailnya, pada pukul 16.30 Wita, korban dijemput oleh pelakuKomang Gede, Nyoman Rencana, dan Komang Gede Wardana diTaman Bangli menggunakan mobil Honda Civic hijau. Dalam kasusdugaan penyimpangan proyek di Dinas Pendidikan, Komang Gedemenjabat sebagai akunting proyek pembangunan sekolah TKInternasional di Bangli.

Korban dibawa oleh para pelaku ke rumah Susrama di Bangli.Setelah Susrama tiba di rumahnya, korban digelandang ke belakangrumah dengan kedua tangan dilipat dan diikat di belakang.

Di belakang rumah ini, Susrama memerintahkan Nyoman Rencanadan Wardana menghabisi nyawa korban. Pelaku memukul kepala bagiandepan korban berkali-kali hingga terkapar. Setelah tak bernyawa, mayatkorban dimasukkan ke salah satu kamar. Untuk menutupi pembunuhantersebut, Susrama memerintahkan pelaku lainnya, Jampes dan Endy,untuk membersihkan darah yang tercecer di halaman belakang dengancara menyiram dan menimbunnya dengan pasir.

Page 46: Perkembangan Pers di Indonesia

42 Perkembangan Pers di Indonesia

Sekitar pukul 21.30 Wita, mayat korban dibawa keluar rumah.Korban yang sudah tak bernyawa ini diangkut dengan mobil KijangHijau oleh Gede Wardana dan Nyoman Rencana. Mayat korbankemudian dibuang di tengah laut Padangbai, Klungkung.

Pembunuhan terhadap jurnalis Narendra diduga bermotifpemberitaan. Berita yang disajikan korban terkait kasus penyim-pangan proyek Dinas Pendidikan di Kabupaten Bangli. “Motifpembunuhan adalah sakit hati terkait profesi korban, yaitupemberitaan media tentang penyimpangan proyek Dinas Pendidikandi Bangli,” kata Kapolda Bali.

Motif pemberitaan ini sangat kuat karena salah seorang tersangkayang juga berperan sebagai aktor intelektual, Nyoman Susrama,adalah pengawas proyek Dinas Pendidikan. Untuk mengungkapkasus yang ditutup rapi oleh tujuh orang pelaku ini polisi harus bekerjakeras. Bahkan, polisi harus memeriksa sebanyak 30 orang saksi.

Redaktur Pelaksana Radar Bali Made Rai Warsa mengatakanbahwa korban pernah menulis berita tentang penyelewengan proyekDinas Pendidikan di Bali. Korban menulis berita dalam tiga edisi padaakhir tahun 2008. Proyek senilai miliaran rupiah ini terdiri dari 10proyek. “Berita itu menyoroti tentang penyimpangan proyek yangdilakukan dengan penunjukan langsung,” kata Rai Warsa.

Terungkapnya pembunuh wartawan Radar Bali dengan tujuh or-ang tersangka membuktikan bahwa insan pers masih rawan dengankekerasan. Para tersangka yang mengeksekusi adalah adik pejabat. Paratersangka tersebut adalah Nyoma Susrama yang berperan sebagai aktorintelektual yang juga adik pejabat di Kabupaten Bangli, Komang Gedeyang berperan menjemput korban, Nyoman Rencana dan Komang GedeWardana bertugas sebagai eksekutor, Dewa Suwamba sebagai sopir, Endyyang dan Jampes bertugas membersihkan darah korban setelah dibunuh.

Para tersangka ditangkap pada waktu yang hampir bersamaanpada Minggu (24/5/2009). Mereka ditangkap di rumah masing-

Page 47: Perkembangan Pers di Indonesia

Perkembangan Pers di Indonesia 43

masing di Kabupaten Bangli, Bali. Misteri pembunuhan jurnalisPrabangsa berhasil diungkap polisi setelah 99 hari melakukanpenyelidikan. Beberapa tim dilibatkan, seperti Reserse Polda Bali,Laboratorium Forensik.

Fenomena itu bak gunung es. Kemungkinan insan pers mendapatperlakuan kasar terhadap nara sumber memang cukup tinggi. Hanyamemang secara terbuka, artinya sampai kemudian ada yang terluka lebihrendah ketimbang teror yang didapatkan wartawan. Saya ketika masihaktif menjadi wartawan cukup sering mendapatkan teror. Teror terhadapwartawan tentu mengenai pemberitaan yang dilakukan di berbagaielemen mulai wilayah politik, ekonomi, kriminal, hingga olahraga.

Kondisi kekerasan terhadap pekerja pers memang masih sajaterjadi dalam masa reformasi. Hanya, yang memang masih menjadiperdebatan barang kali adalah soal kuantitasnya. Apakah terjadipenurunan ataukah peningkatan. Ketika dalam pemberitaan detikterjadi peningkatan dan di kompas.com justru terjadi penurunan.

Mengutip sumber dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia,Kompas mencatat, terjadi penurunan kekerasan terhadap jurnalis sebanyak30 persen. Angka kekerasan terhadap jurnalis, turun dari 60 kasus menjadi40 kasus. “Kekerasan terhadap jurnalis menurun hampir 30 persen. Pada2009 ada 40 kasus, turun dibandingkan tahun sebelumnya sebanyak 60kasus,” ungkap Ketua AJI Indonesia Nezar Patria.

Jumlah kasus kekerasan terhadap jurnalis tahun 2009 ini adalah40 kasus. Bentuk-bentuk kekerasan tersebut meliputi pembunuhansebanyak 1 kasus, pemukulan sebanyak 20 kasus, larangan meliputsebanyak 4 kasus, tuntutan hukum sebanyak 7 kasus, penyanderaansebanyak 2 kasus, intimidasi 1 kasus, demonstrasi 2 kasus, dan sensorsebanyak 2 kasus.

Sementara itu, pada 2008, terdapat 60 kasus kekerasan terhadapjurnalis. Kasus-kasus tersebut meliputi pemukulan sebanyak 21 kasus,intimidasi sebanyak 19 kasus, larangan meliput sebanyak 9 kasus,

Page 48: Perkembangan Pers di Indonesia

44 Perkembangan Pers di Indonesia

tuntutan hukum 6 kasus, sensor 3 kasus, demonstrasi 1 kasus, dan 1sensor sebanyak 2 kasus.

Secara global, AJI Indonesia mencatat terjadinya 220 kasuskekerasan terhadap pekerja pers terjadi dalam 10 tahun era reformasisejak 1998-2008. “Meski sudah era reformasi, pers di Indonesia belumsepenuhnya bebas berekspresi disebabkan masih adanya berbagaibentuk intimidasi dan kekerasan fisik terhadap pekerja pers,” kataEko Maryadi, Divisi Advokasi AJI.

Eko Maryadi menyebutkan dari 220 kasus kekerasan terhadapwartawan tersebut maka enam wartawan di antaranya meninggaldunia. Sementara sepanjang 2008 hingga pertengahan Desember 2008terjadi 59 kasus kekerasan terhadap pers, yang 24 kasus di antaranyamerupakan bentuk kekerasan fisik. Kekerasan terhadap pers tertinggiterjadi di Jakarta sementara dari jumlah tersebut empat kasus terjadidi Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD).

Para wartawan berdemonstrasiSumber: www.antarasumut

Page 49: Perkembangan Pers di Indonesia

Perkembangan Pers di Indonesia 45

Kebebasan pers di Indonesia menurut Eko masih dihantuiberbagai macam ancaman fisik dan nonfisik terlebih lagi Aceh yangbaru keluar dari masa konflik sehingga masih adanya kecurigaanberlebihan dari pihak yang sebelumnya bertikai.

Kekerasan fisik terhadap pers berupa penyerangan, teror,intimidasi, dan lainnya disebabkan masih kurangnya pemahamanpenegak hukum, pejabat, masyarakat dan pihak lainnya terhadapkebebasan pers. “Keberadaan Pers di Indonesia dilindungi Undang-Undang (UU) No.40/1999 tentang pers. Namun ironisnya parapenegak hukum masih mengabaikan UU itu, khususnya dalammenangani sengketa pers,” ujar Eko.

Para penegak hukum cenderung masih menggunakan pasal-pasalpidana dalam menyelesaikan sengketa pers padahal sudah ada UUyang mengatur tentang itu.

Penegak hukum kerap menggunakan 42 pasal dalam KUHP yangbisa menjerat wartawan khususnya terkait pencemaran nama baik.Eko mencontohkan kasus yang menimpa kontributor Metro TV diMakassar, Upi yang dijadikan tersangka oleh Polda Sulawesi Selatankarena dinilai telah mencemarkan nama baik sang Kapolda.

Terlepas dari perdebatan apakah kekerasan terhadap wartawannaik atau turun dalam masa reformasi ini, yang jelas ada perluasankekerasan yang cukup signifikan. Pada era reformasi saat ini, skalakekerasan dan kriminalisasi terhadap wartawan dinilai meluasdibanding masa Orde Baru. Sekarang setiap orang bisa menyerangwartawan atau mendemo perusahaan pers. Sebelumnya, hal itu jarangterjadi. Hal itu disampaikan Eko Maryadi dalam Pelatihan HukumPers untuk Jurnalis yang digelar di Padang, Sumatra Barat.

Eko menilai, pada masa Orde Baru, kriminalisasi pers dan kekerasanterhadap jurnalis lebih didominasi alat negara. Yakni anggota TNI atauKepolisian RI, Kejaksaan, pejabat atau pihak intelijen. Sedangkan saatini, siapa saja atau kelompok mana saja bisa melakukan kekerasan.

Page 50: Perkembangan Pers di Indonesia

46 Perkembangan Pers di Indonesia

Di sisi lain, seperti diwartakan Antara, ada satu hal yang takterjadi lagi di kalangan jurnalis pada era reformasi. Yaitu, tambahEko, tak ada lagi penahanan terhadap wartawan seperti yang seringterjadi pada era Orde Lama dan Orde Baru.

Sementara itu, Ketua AJI Indonesia Cabang Padang, HendraMakmur mengatakan, salah satu pemicu kriminalisasi terhadapjurnalis yakni minimnya pemahaman dan pengetahuan para jurnalistentang hukum pers. Hukum tersebut diatur dalam Undang-undangNomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

Sedangkan menurut Eko penyebab kekerasan dan kriminalisasiterhadap jurnalis tak lepas dari faktor internal. Ia beranggapan,kapasitas jurnalis memahami hukum dan UU Pers serta hak-haknyayang dijamin hukum masih rendah. Jurnalis umumnya dinilai belummemiliki pengetahuan dan pemahaman yang dalam terhadap hak-hak mereka yang dilindungi hukum.

Berdasar hal itu, memang banyak kemungkinan mengapakekerasan masih saja dialami oleh wartawan. Bahkan semakin meluaswilayah pelakuknya. Tidak hanya kalangan militer, tetapi juga sipil.Sorotan yang utama tentu adalah pemahaman wartawan sendiri yangmasih minim soal UU Pers yang menjadi payung hukum dalammenjalankan tugas-tugas jurnalistik.

B. Jurnalis yang Terbelah

Fenomena baru tersaji dalam dinamika pers dewasa ini. Biasanya,ketika ada jurnalis yang mendapatkan pelecehan baik secara fisikmaupun nonfisik, maka jurnalis lain akan langsung memberikanrespon baik secara pribadi maupun kelembagaan dalam organisasiyang menaungi jurnalis. Pers lantas bersatu menyuarakan ketidakrelaan teman seprofesinya dizalimi. Aksi-aksi yang biasa munculadalah pemboikotam liputan dengan meletakkan peralatan liputandi lokasi kejadian.

Page 51: Perkembangan Pers di Indonesia

Perkembangan Pers di Indonesia 47

Namun, kenyataan lain tersaji ketika artis papan atas, LunaMaya, melakukan penghinaan kepada wartawan infotainment dalamtwitter. Di situ, Luna mengekspresikan kekecewaannya kepadapekerja infotainment yang telah mengganggu ketenangan hidupnya.Luna menyebutkan bahwa pekerja infotainmet lebih rendahketimbang pelacur. Sontak para pekerja infotainment tidak terimadengan kelakuan Luna dan melaporkan pacar Ariel Peterpan itu kePolda Metrojaya karena pencemaran nama baik.

Persoalannya, wartawan yang lain, artinya jurnalis yang tidakmeliput berita-berita infotainment tidak sependapat dengan langkahyang ditempuh wartawan infotainmet yang melaporkan Luna kekepolisian dengan menggunakan Undang-Undang Informasi danTransaksi Elektronik UU ITE. Ini adalah sebab jurnalis terbelah, tidaksatu sikap. Sebab UU ITE adalah sebuah produk UU yang masihmenjadi perdebatan karena memiliki dampak negatif mencengkramkebebasan berpendapat.

Kemudian pertimbangan lain tentunya adalah ketidakkonsis-tenan sikap. Ketika ada warga yang menyuarakan ketidakadilandalam pelayanan publik seperti Prita Mulyasari dan diseret kepengadilan dengan UU ITE, jurnalis menolaknya. Namun, ketika itumenimpa kepada wartawan sendiri lantas menggunakan UU ITE.Terbelahnya para jurnalis ini tidak sekadar secara pribadi. PersatuanWartawan Indonesia (PWI) berada di belakang wartawaninfotainment untuk melaporkan Luna. Sedangkan Aliansi JurnalistikIndependen (AJI) Indonesia menolak langkah tersebut.

Debat keduanya pun terus memanas dan tersaji di program DebatTV One. Argumentasi yang muncul adalah PWI merasa perlubergerak karena kebebasan berbicara tidak bisa liar. Bolehmenggunakan kata-kata kotor. Pelaporan Luna oleh PWI adalah untukmemberikan efek jera kepada Luna dan juga masyarakat agar tidakmengikuti jejak Luna dalam mengeluarkan pendapat di situs jejaringsosial dalam internet.

Page 52: Perkembangan Pers di Indonesia

48 Perkembangan Pers di Indonesia

Sementara AJI menilai bahwa dalam dunia pers ada langkah-langkah yang harus ditempuh sebelum melangkah ke ranah hukum.Ada hak jawab dari Luna. Semestinya wartawan infotainmentmengambil langkah itu terlebih dulu. Mengapa Luna menuliskan kata-kata tersebut? Ada langkah-langkah diskusi sebelum mengambillangkah hukum. Apalagi menggunakan UU ITE yang rawan bisamenjerat wartawan sendiri.

Banyak pihak yang menyayangkan langkah PWI besertawartawan infotainment memang. Tigor Nainggolan, pendiri danadvokat di Lembaga Bantuan Hukum Pers, dengan terbukamengatakan tidak setuju diterapkannya pelanggaran UU ITE danpencemaran nama baik terhadap artis kelahiran Bali tersebut.

Tigor, atau yang kerap disapa Jambul di kalangan wartawan,mengaku prihatin dengan nasib Luna Maya. “Sebenarnya, dalam halini, yang jadi korban bukan para wartawan itu. Lebih tepat jika LunaMaya disebut sebagai objek korban para pekerja infotainment,”ungkapnya. Mengapa? Ketua Forum Warga Kota Jakarta itumembeberkan, ada banyak hal yang harus ditelaah sebelum menjeratLuna Maya dengan undang-undang tersebut. Sebelum berbicara padapokok persoalan, Tigor mengatakan perlu ada pemetaan produkperundangan dan tata cara peliputan.

“Dari segi perundangan, Undang-Undang ITE dan pasalpencemaran nama baik masing-masing adalah cerminan produkpenjajah,” tandasnya. Pasal tentang pencemaran nama baik,lanjutnya, memiliki sifat represif yang pada akhirnya menjadi ajangpemanfaatan kesempatan bagi pihak yang memiliki kekuasaan besar.Sifat itu juga dimiliki Undang-Undang ITE. Selain represif, Undang-Undang ITE bahkan mampu mengebiri kebebasan berekspresi bagisiapapun, tak terkecuali Luna Maya, wartawan, warga biasa dansiapa saja,” tuturnya.

“Karenanya, saya tidak setuju Luna Maya atau siapapun dijeratpelanggaran Undang-Undang ITE dan pencemaran nama baik.

Page 53: Perkembangan Pers di Indonesia

Perkembangan Pers di Indonesia 49

Apalagi dalam kasus ini, penerapan kedua perundangan tersebutsudah salah kaprah,” ungkapnya. Lebih lanjut Tigor menjelaskan,sikap Luna Maya yang meledak secara emosional memang bukancontoh yang baik. Namun jika merunut kasus ke belakang, justru parawartawan infotaiment pemicu masalahnya. “Para pengejar berita itulupa bertanya pada dirinya sendiri, apakah mereka telah melakukanhal mendidik bagi Luna Maya, terlebih bagi pemirsa, pembaca, danpendengar?”

Pasalnya, Tigor menilai ada perbedaan produk jurnalistik antarapara wartawan infotainment di Indonesia, dengan yang di luar negeri.“Seberapa besar aspek pendidikan, manfaat dan informasi positif dariberita gosip yang mereka hasilkan. Inilah beda produk wartawanpeliput artis di Indonesia dan luar negeri,” jelasnya.

Belum lagi dari sisi tanggapan sikap Luna Maya, yang melencengdari jalurnya. “Seharusnya, yang ditempuh lebih dulu adalahklarifikasi, sesuai Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999. Saya tidaktahu apakah PWI Jaya sudah mengklarifikasi pengaduan parawartawan infotainment sebelum membawanya ke penjeratan ataspelanggaran Undang-Undang ITE dan pasal pencemaran nama baik,”kata Tigor.

Sehingga dia menghimbau Dewan Pers untuk menindakpelanggaran kode etik jurnalistik yang terjadi tersebut. “Menindakpermasalahan ini adalah ranahnya Dewan Pers. Semoga ini menjadipelajaran bagi semua,” pungkasnya.

Gerakan jurnalis mendukung Luna Maya juga muncul difacebook. Seperti dilaporkan detik.com, aksi pelaporan artis LunaMaya oleh wartawan infotainment ke Polda Metro Jaya terusmendapat kecaman. Kali ini, organisasi yang menamakan dirinyajurnalis Prestalk, membuat gerakan di situs jejaring sosial Facebookuntuk membebaskan Luna dari UU ITE. “Kami dari jaringan jurnalisPrestalk, menyampaikan kekecewaan mendalam dengan adanyawartawan infotainment melaporkan Luna Maya ke polisi dan

Page 54: Perkembangan Pers di Indonesia

50 Perkembangan Pers di Indonesia

memakai UU ITE pasal 27 ayat 3,” kata Iwan Piliang, salah seoranganggota aliansi.

Menurut Iwan, UU ITE sejak awal bermasalah. Bahkan kini sudahada fraksi di DPR yang akan mengajukan revisi. Selain itu, sejumlahaktivis termasuk dirinya sudah berkali-kali menyuarakan agar aturantersebut dihapus.

“Lebih khusus, dari zaman dulu, wartawan dan organisasiwartawan selalu berupaya menghapus pasal pencemaran nama baikdi UU, ini malah memakainya. Kami sepakat menyebut langkahwartawan itu sebagai perilaku naif dan tidak berwawasan,” tegasnya.

Bentuk dukungan terhadap Luna ini dibuat di Facebook dengannama “Revisi UU ITE Pasal 27 Ayat 3 Saat Ini Juga: Dukung LunaMaya. Tidak hanya itu, muncul juga grup di Facebook bernama'Bebaskan Luna Maya dari Jeratan UU ITE'. Grup yang dipeloporioleh para jurnalis ini lebih banyak pengikutnya.

Bisa disimpulkan bahwa perkaranya adalah pada UU ITE yangkemudian membelah sikap jurnalis karena ada kasus pencemarannama kepada wartawan. Tindakan menjilat ludah sendiri seringdimunculkan publik atas sikapnya melaporkan Luna kepada PoldaMetrojaya dengan menggunakan UU ITE. Sebagaimana diketahuibahwa sebagian besar insan pers sangat alergi dengan keberadaanUU ITE terutama pasal-pasal yang dianggap membelenggu kebebasanberpendapat. Pasal-pasal tersebut antara lain Pasal 27 ayat (3) danPasal 45 ayat (1), yang berbunyi sebagai berikut:

“Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikandan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnyaInformasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memilikimuatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik. “ Pasal 27ayat (3).

“Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksuddalam Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), atau ayat (4) dipidana dengan

Page 55: Perkembangan Pers di Indonesia

Perkembangan Pers di Indonesia 51

pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda palingbanyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).” Pasal 45 ayat (1).

Sikap alergi ini kemudian diwujudkan dalam bentuk pengajuanpermohonan uji materi (judicial review) atas Pasal 27 ayat (3) danPasal 45 ayat (1) UU ITE ke Mahkamah Konstitusi pada awal tahun2009 yang lalu. Persoalannya pasal yang sama digunakan juga olehkalangan media infotainment (yang juga wartawan) melalui PWI Jayaketika mengadukan Luna Maya ke Polda Metro Jaya.

Dengan demikian, apakah bisa disimpulkan bahwa sikapkalangan pers telah mendua atas keberadaan UU ITE ini?Apakah iniberarti media pers tidak konsisten dan menggunakan standar ganda?Di saat keadaan tidak menguntungkan pihak pers, maka pasal-pasaldalam UU ITE ditentang, namun bila ternyata menguntungkan pihakpers justru dijadikan senjata untuk menyerang pihak lain.

Banyak pihak memandang kasus saling mencaci-maki melaluidunia daring (on-line) ini tidaklah terlalu urgen untuk diselesaikanmelalui ranah hukum. Wartawan infotainment haruslah lebih cerdasdan lebih arif menyikapi kasus ini, dengan tidak ikut-ikutan mengikutiephoria saling gugat-menggugat. Masih banyak kasus-kasus lain yanglebih penting dan menyangkut kepentingan masyarakat umum yanglebih besar serta lebih layak untuk diselesaikan melalui jalur hukum.

Wartawan infotainment sebenarnya dapat menggunakan hakjawabnya berdasarkan Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999tentang Pers (UU Pers) dengan memberikan klarifikasi melalui mediadaring atas hujatan yang dilontarkan Luna Maya. Hal itu akanmencerminkan sikap yang lebih arif dan elegan.

Hanya, memang tidak bisa dibenarkan juga sikap-sikap emosionalyang bisa menjadi contoh yang tidak baik. Apalagi hal itu munculdari publik figur. Salah satu hal penting yang dapat diambil sebagaipelajaran dari kejadian Luna Maya ini adalah bahwa diperlukannyasuatu kode etik dalam penggunaan dunia daring. Momentum iniadalah saat yang tepat bagi para pihak yang terkait dengan dunia

Page 56: Perkembangan Pers di Indonesia

52 Perkembangan Pers di Indonesia

daring, termasuk penyelenggara dan pengguna media daring (pemilikblog, situs, social network) untuk mulai menyepakati bersamapenerapan kode etik.

Yakni suatu aturan internal yang mengikat anggotanya, yangantara lain isinya misalnya berupa kesepakatan untuk tidakmenampilkan hal-hal yang berbau rasis, kasar, penghinaan, caci makiatau sejenisnya. Apabila kode etik ini dilanggar maka pihak yangmelanggarnya bisa diberi sanksi internal, tanpa harus diselesaikanmelalui jalur hukum. Dengan demikian kasus-kasus yang miripdengan Luna Maya diharapkan tidak terjadi lagi.

Tidak hanya di ranah itu, jurnalis juga terbelah dalam kenyataanpersaingan pimpinan perusahaan media dalam memperebutkan kursiketua umum Partai Golkar. Surya Paloh dari Metro TV dan AburizalBakri dari TV One bersaing ketat untuk menjadi pengganti Jusuf Kalla.Kampanye hitam yang dilakukan kedua belah pihak membuat banyakkalangan merasa gerah. Inilah yang kemudian memicu banyaklaporan ke Dewan Pers agar persaingan itu tidak membuat citra duniapers tercoreng.

Hanya demi meraih kedudukan di partai, perang antarmediaterjadi dan cenderung saling menjatuhkan. Fakta itu membuatmasyarakat memberikan penilaian bahwa persaingan bakal calonKetum DPP Partai Golkar melalui media massa sudah keterlaluan.Harapannya adalah agar Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) danDepkominfo menindak tegas media massa yang berlebihanmemberitakan kepentingan politik masing-masing pemiliknya.

Ade Armando, mantan anggota KPI menegaskan agar KPImenegur tindakan-tindakan media tersebut. Bahkan sudahdilangsungkan diskusi soal media berpolitik merupakan ancaman bagidemokrasi. Kekhawatiran ini memang sangat jelas alasannya. Ketikamedia sibuk untuk mengurusi kepentingannya sendiri terkait denganpolitik lantas kemana fungsi media untuk memberikan kontrol kepadapenguasa?

Page 57: Perkembangan Pers di Indonesia

Perkembangan Pers di Indonesia 53

Yang lebih mengkhawatirkan tentu saja adalah ketika sudah adaperkawinan antara media dan penguasa maka suara-suara kritis darirakyat bisa jadi tidak terdengar. Inilah kekhawatiran yang munculdalam kasus persaingan Paloh dan Aburizal dalam memperebutkankursi ketua umum Partai Golkar.

Ade Armando melihat dalam kasus ini bagaimana dua televisiswasta yang secara berlebihan menayangkan berita mengenaipersaingan dua bakal calon Ketua Umum Partai Golkar. Kebetulandua orang yang tengah bersaing itu merupakan pemilik dari televisiswasta bersangkutan. “Sudah berlebihan, media digunakan untukkepentingan politik pribadi,” tandas dia.

Lebih mengkhawatirkan, lanjut Ade, masing-masing kandidatsaling menyerang lewat pemberitaan melalui medianya masing-masing. Seharusnya redaksi desk berita masing-masing televisi bisalebih objektif jangan sampai terjadi black propaganda apalagi sampaidimanfaatkan untuk kepentingan politik sempit. “Harus cover bothside, jangan saling menjatuhkan,” harapnya.

Karena itu memang butuh kesadaran seluruh pihak, terutamapemilik media untuk bisa bersikap professional. Mengedepankanprinsip-prinsip jurnalitik tidak sekadar berorientasi pada kepentingankekuasaan semata. Apabila hal itu terjadi pers hanya menjadi alataspek lain tidak menjadi diri sendiri sebagai bagian atau elemenbangsa yang memiliki tugas mencerdaskan bangsa.

Memang, ketika pemberitaan pergantian kursi ketua umumPartai Golkar cukup banyak menyita perhatian publik. Persainganpanas dan “terselubung” antara dua stasiun televisi nasional berbasisberita yang ada di Indonesia ini TV One dan Metro TV, tentu sajabegitu kentara akibat pemberitaan yang dimunculkan keduanya.Memang ada TVRI juga sebagai lembaga penyiaran publik dan sejauhini memang yang tertua dalam memimpin peradaban informasi danpergerakan wacana cakrawala pengetahuan dan informàsi di negeri

Page 58: Perkembangan Pers di Indonesia

54 Perkembangan Pers di Indonesia

ini, seluruh kemasan informasinya memang tidak ditujukan untukmengagung-agungkan pihak tertentu, amat disayangkan kadang-kadang ada kemasan penayangan acara yang terkesan out of date,sehingga untuk menyatu dengan generasi muda membutuhkansentuhan yang tidak hanya sekali, tetapi berkali-kali dalampenyampaian wacananya.

Sesungguhnya Metro TV dan TV One demikian karena netralitasorang-orang yang bekerja di belakang layar patut dipertanyakan,dan seharusnya tidak ada berita-berita yang menguntungkan salahsatu pihak saja, persaingan memang penting sebagai dua stasiuntelevisi yang mempunyai massa dan pemirsa setia dalam menantiinformasi-informasi dan edukasi penting dari program-programacara yang mereka produksi.

Tirani-tirani politik terkadang menghantui pemberitaan, tidakhanya pada media massa cetak tetapi kepentingan dan ideologi-ideologi milik penguasa biasanya tidak akan tinggal diam di mejaredaksi, ia akan menggerayangi jurnalis-jurnalis yang bertugas dilapangan dan bergerilya hingga menyambar ke nara sumber yangdiwawancara, subjektivitas terkadang mengemuka tatkalakepentingan pemilik media yang memiliki orientasi bisnis, jugamewarnai objektivitas media itu.

Begitu juga dominasi ideologi politik penguasa dalampemerintahan negara, tentu tak pernah lepas dari kenyataan yangada. Sekalipun, kini katanya kran demokrasi telah dibuka. Sehinggamedia massa yang disebut sebagai jendela untuk melihat apa yangada di luar kita, dan sekaligus penerjemah yang dapat membantukita memahami pengalaman yang menjanjikan informasi, ternyatatetap tidak bebas dari kepentingan. Kaca jendelanya pun bisa berubahwarna. Menyesuaikan bagaimana ideologi pemilik media dan ideologipolitik penguasa yang sedang berkuasa. Nah, itulah yang ekstrinsik,ibaratnya dalam dunia kesastraan, bahwa 'ditempeli kepentingan'tertentu sehingga pengalaman-pengalaman masyarakat menjadi sulit

Page 59: Perkembangan Pers di Indonesia

Perkembangan Pers di Indonesia 55

untuk dikembangkan dalam ranah publik, sehingga informasi itumenjadi bias.

C. Menimbang Peran Media

Media tidak bisa hidup tanpa iklan. Iklan adalah bahan bakaruntuk bisa terus bertahan. Ketika prosentase iklan masuk semakintinggi, maka keuntungan pun akan berlipat. Bahkan ada surat kabaryang sudah tidak memperhitungkan biaya cetak karena sudahtertutup oleh keberadaan iklan. Iklan yang masuk ke media tidaksekadar iklan yang biasa dilihat berupa penawaran produk, tetapijuga bisa berbentuk berita, biasanya diberi kode adv alias advertotial.

Melihat bahwa aspek bisnis sudah begitu penting dalamperjalanan media, memang butuh kontrol memadai agar tidakkebablasan yang memungkinkan melupakan fungsi utamanya. Dalambagian ini, yang membahas menimbang peran media perlu dilakukankarena media massa tampaknya kian merambah dalam berbagaisektor kehidupan publik. Lantas bagaimana penilaian publik?

Kompas melakukan jajak pendapat untuk melihat seberapapositif peran yang selama ini diemban media massa. Penilaian itumeliputi tiga hal. Pertama, penilaian masyarakat terhadap peranmedia massa dalam berbagai penyajian informasi. Kedua,kecenderungan orientasi kepentingan pemberitaan media massa saatini. Ketiga, media massa rujukan responden dalam pemenuhankebutuhan informasi, hiburan, dan edukasi.

Pada bagian pertama, yakni penilaian masyarakat terhadapperan media massa dalam berbagai penyajian informasi terdapatdelapan unsur yang menjadi penilaian. Unsur pertama adalah sesuaifakta yang terjadi menurut pembaca mayoritas sudah memadai. Unsurkedua adalah menghibur masyarakat dinilai sudah memadai. Unsurketiga adalah mendidik masyarakat mayoritas pembaca menilaikurang memadai. Pada unsur keempat yang berupa mendorong

Page 60: Perkembangan Pers di Indonesia

56 Perkembangan Pers di Indonesia

penegakan hukum dinilai kurang memadai. Unsur kelima, mendorongpemerintahan bersih, menurut pembaca masih kurang memadai.Unsur keenam berupa mendorong pemulihan ekonomi masih kurangmemadai. Unsur ketujuh, mendorong kerukunan masyarakat, jugamasih kurang memadai. Terakhir, unsur mendorong stabilitas Negarasudah cukup memadai.

Pada penilaian pertama ini, baru pada tataran sesuai fakta danmenghibur yang sudah memadai. Sedangkan pada aspek yang lainbelum ada yang memadai. Ini berarti bahwa peran media yang jugabisa melakukan dorongan untuk kebaikan dalam aspek pemerintahan,hukum, dan ekonomi masih belum maksimal. Dengan demikian,adalah tugas yang cukup berat untuk insan pers memperhatikankebutuhan masyarakat. Khususnya adalah pada unsur mendidikmasyarakat. Bagian ini adalah hal vital bagi pengembangan bangsa.Ketika media massa mampu menjalankan peran ini dengan baik, tentubisa diharapkan perkembangan bangsa juga akan semakin baik.

Pada bagian kedua, yakni kecenderungan orientasi kepentinganpemberitaan media massa saat ini, terdapat dua unsur penilaianpublik dengan tiga jenis media massa, yakni pembaca surat kabar,

penonton televisi, danpengakses internet. Dalamorientasi pemberitaan un-tuk kepentingan masya-rakat, di bagian surat kabarsebanyak 38,9 persen, padabagian televisi sebanyak39,3 persen, dan di bagianinternet 33,7 persen. Dalamaspek ini, televisi lebih baikketimbang surat kabar daninternet.Berdirinya warung internet memberikan kemudahan

untuk mengakses berbagai data dan informasi

Page 61: Perkembangan Pers di Indonesia

Perkembangan Pers di Indonesia 57

Sedangkan untuk orientasi pemberitaan untuk kepentingankomersial, di surat kabar penilaiannya sebesar 57,8 persen, di televisisebesar 57,3 persen, dan di internet sebesar 63,4 persen. Dalam soalkepentingan komersial, internet tampaknya mengungguli surat kabardan televisi. Dari satu orientasi bisa dilihat mana yang lebih unggultetapi ketika orientasi itu digabungkan ternyata media massa lebihmengedepankan kepentingan komersial ketimbang kepentinganmasyarakat.

Inilah resiko media yang kemudian berjalin dengan bisnissehingga idealisme yang ada menjadi tidak jelas karena ada tuntutanpenghitungan untung rugi karena harus membiayai operasionalpembuatan berita kepada masyarakat. Karena itu, media harus cermatterhadap berbagai format industri media massa yang selama ini eksisdi negeri ini menunjukkan betapa kuatnya kini pergulatan mediamassa dalam menghadapi tekanan internal maupun eksternal.

Tekanan eksternal tentu saja tidak lagi disamakan dengan zamanorde baru berupa intervensi politik, tetapi lebih berujud bentuk-bentukintervensi teknologi ataupun ekonomi yang muncul dari berbagi lini.Perubahan teknologi yang sangat massif terjadi satu dasawarsaterakhir, misalnya, memaksa media massa di negeri ini mengubahsegenap format industrinya, baik di tataran isi, format, maupunorganisasi media. Sebagai gambaran, tidak ada satu media cetaknasional pun yang tidak mengubah bentuk kemasannya dalam kurunwaktu sepuluh tahun terakhir.

Tidak sedikit media yang harus berkali-kali mengganti, mengubahbentuk dan kemasannya dengan tujuan pencarian format yang sesuaidengan keinginan konsumen. Pada level organisasi media, pola-polaadaptasi pun terjadi. Geliat internal media dalam beradaptasi dengantekanan eksternal semacam ini sangat rentan memunculkan anggapanbahwa media lebih memilih sebagai sosok yang ekonomi ketimbang fungsiataupun peran ideal yang diusungnya. Bagi media, anggapan ini

Page 62: Perkembangan Pers di Indonesia

58 Perkembangan Pers di Indonesia

barangkali tentu tidak boleh terwujud. Karena dalam proses mengahadapitantangan ini setiap media massa harus bisa elegan menyikapinya.

Dalam bagian ketiga, yakni media massa rujukan respondendalam pemenuhan kebutuhan informasi, hiburan, dan edukasi,terdapat tiga jenis media yakni surat kabar, televisi, dan internet. Dibagian informasi, televisi menempati urutan pertama dengan 53,1persen, kemudian surat kabar sebanyak 29,8 persen, dan internetdengan 15,6 persen. Pada bagian hiburan, televisi lagi-lagi di urutanteratas dengan 78,4 persen, disusul internet dengan 11,4 persen, barukemudian surat kabar dengan 7,8 persen. Pada bagian edukasi, suratkabar di tempat teratas dengan 40,3 persen, kemudian televisi 39,1persen, dan terakhir internet 6,8 persen.

Dari hasil tersebut bisa diambil kesimpulan bahwa dengansemakin beragamnya bentuk media massa, tetapi kecederungannyaadalah untuk sarana hiburan. Peran untuk melakukan edukasi masihdidominasi surat kabar yang notabenenya sebagai produk mediamassa tertua. Sedangkan produk media massa yang lahir belakangansudah semestinya berkaca diri untuk membenahi kualitas agar terjadikeseimbangan paling tidak antara informasi, hiburan, dan edukasi.

Page 63: Perkembangan Pers di Indonesia

Perkembangan Pers di Indonesia 59

Adagium : pepatah, peribahasa.Aktual : sedang menjadi pembicaraan orang banyak tentang

peristiwa atau kejadian.Anekdot : cerita singkat yang menarik karena lucu dan

mengesankan, biasanya mengenai orang penting atauterkenal dan berdasarkan kejadian yang sebenarnya.

Faktual : berdasarkan kenyataan; mengandung kebenaran.Hegemoni : pengaruh kepemimpinan, dominasi, kekuasaan suatu

negara atas negara lain.Komersial : untuk diperdagangkan.Opini : pendapat; pikiran; pendirian.Polemik : perdebatan mengenai suatu masalah yang

dikemukakan secara terbuka dalam media masa.Redaksi : badan (pada persuratkabaran) yang memilih dan

menyusun tulisan yang akan dimasukkan ke dalamsurat kabar.

Redaktur : orang yang menangani bidang redaksi; pemimpin(kepala atau penerbit) surat kabar dan sebagaianya.

Stensil : alat untuk merekam tulisan, gambar, dan sebagainya;mesin stensil.

Stensilan : hasil merekam atau mencetak dengan stensil.Tautologi : pengulangan gagasan, pernyataan, atau kata yang

berlebih dan tidak diperlukan.Tiras : oplah (jumlah barang cetakan yang diedarkan).

Glosarium

Page 64: Perkembangan Pers di Indonesia

60 Perkembangan Pers di Indonesia

Abdul Qohar Masud Khasan, Kamus Ilmiah Populer, (Bintang Pelajar,1998).

Bahar Ahmad, Meraih Passive Income dari Menulis, (Jakarta: Pena MultiMedia, 2008).

Wishnu Basuki, Pers dan Penguasa, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan,1995).

DR. Williamson, Feature Writing for Newspaper, (New York: HastingsHouse, 1978).

Buku Putih PWI Jateng, Memahami dan Memaknai Kebebasan Pers,(Semarang: PWI Cabang Jateng, 2002)

Paryati Sudarman, Menulis di Media Massa, (Yogyakarta: PustakaPelajar, 2008).

Bill Kovach dan Tom Rosenstiel, Elemen-Elemen Jurnalisme, Apa yangSeharusnya Diketahui Wartawan dan yang Dibutuhkan Publik,(Jakarta: Institut Studi Arus Informasi, 2003).

Luwi Ishwara, Catatan-catatan Jurnalisme Dasar, (Jakarta: PenerbitBuku Kompas, 2003)

Haryadi Suadi, Pers Indonesia dari Zaman Hindia Belanda Hingga MasaRevolusi, Pikiran rakyat 13 Desember 2006.

Basilius Triharyanto, Pers Perlawanan, Politik Wacana AntikolonialismePertja Selatan, (Yogyakarta: LKiS, 2009)

Fery Puji Lestari, Perkembangan Pers di Kota Semarang Pada MasaDemokrasi Terpimpin Tahun 1959-1965 (Skripsi), (Semarang:Unnes, 2007)

Akhmad Zaini Abar, Kisah Pers Indonesia 1966-1974, (Yogyakarta:LKiS, 1995).

Daftar Pustaka