PERKEMBANGAN INFLASI PERKEMBANGAN INFLASI · Core inflation pada triwulan laporan sebesar 9,71%...
Transcript of PERKEMBANGAN INFLASI PERKEMBANGAN INFLASI · Core inflation pada triwulan laporan sebesar 9,71%...
BAB 2 PERKEMBANGAN INFLASI
BANK INDONESIA | KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN I-2012 17
BAB 2 : PERKEMBANGAN INFLASI
Inflasi Gorontalo pada triwulan I-2012 sebesar 5,90% (y.o.y) lebih tinggi
dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 4,08% (y.o.y). Meningkatnya tekanan inflasi
terutama akibat dari melonjaknya harga komoditas bahan bangunan yaitu semen. Tingginya
permintaan semen untuk pembangunan proyek infrastruktur dan megaproyek swasta tanpa
diimbangi oleh penambahan supply menyebabkan harga semen terdongkrak naik.
Sementara itu, volatile food inflation cenderung meningkat terutama akibat dari pergerakan
harga ikan. Sedangkan inflasi administered price relatif terkendali karena pemerintah belum
melakukan kebijakan untuk merubah harga BBM bersubsidi pada triwulan laporan.
2.1 INFLASI GORONTALO
Inflasi Gorontalo pada triwulan I-2012 sebesar 5,90% (y.o.y) lebih tinggi
dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 4,08% (y.o.y). Meningkatnya tekanan inflasi
terutama akibat dari melonjaknya harga komoditas bahan bangunan yaitu semen. Core
inflation pada triwulan laporan sebesar 9,71% (y.o.y) lebih tinggi dibandingkan triwulan
sebelumnya sebesar 7,23% (y.o.y). Makin ramainya geliat pembangunan fisik di Gorontalo
menyebabkan harga komoditas kategori core inflation yaitu semen melonjak sangat tajam.
Sementara itu, volatile food inflation triwulan I-2012 mengalami inflasi sebesar 1,71% (y.o.y)
lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya yang mengalami deflasi sebesar 0,74% (y.o.y).
Kenaikan inflasi volatile food terutama akibat dari pergerakan harga komoditas ikan.
Tabel 2.1 Disagregasi Inflasi Provinsi Gorontalo
Sumber : Bank Indonesia Gorontalo (Data Diolah)
Harga barang yang ditentukan oleh pemerintah (administered price) sebesar 4,12% (y.o.y)
relatif stabil dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 4,93% (y.o.y). Secara keseluruhan
tahun, pergerakan administered price relatif terkendali karena pemerintah tidak melakukan
kebijakan untuk merubah harga BBM bersubsidi selama periode laporan.
JAN FEB MAR APR MEI JUNI SEPT DES JAN FEB MAR
Total Inflasi 7.13% 5.28% 5.77% 6.17% 6.69% 7.11% 3.27% 4.08% 5.69% 6.51% 5.90%
Core Inflation 2.79% 3.43% 3.53% 4.23% 4.27% 4.64% 6.44% 7.23% 9.24% 9.35% 9.71%
Volatile Food 15.41% 8.40% 8.57% 8.69% 11.35% 12.07% -0.90% -0.74% 1.03% 3.02% 1.71%
Administered Price 4.90% 4.69% 6.52% 6.75% 5.30% 5.47% 2.96% 4.93% 5.36% 5.78% 4.12%
Total Inflasi 0.10% -0.07% -0.01% -0.50% 0.92% 0.60% -0.27% 0.66% 1.65% 0.70% -0.58%
Core Inflation 0.56% 0.55% 0.20% 0.56% 0.12% 0.59% 0.95% 0.28% 2.45% 0.65% 0.53%
Volatile Food -0.32% -0.83% -1.56% -2.49% 2.68% 0.94% -2.20% 1.52% 1.45% 1.12% -2.81%
Administered Price -0.21% -0.20% 1.92% 0.21% 0.08% 0.14% -0.01% 0.25% 0.19% 0.20% 0.33%
Inflasi Bulanan (mtm)
2012Disagregasi
2011
BAB 2 PERKEMBANGAN INFLASI
18 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN I-2012| BANK INDONESIA
Sumber : Bank Indonesia Gorontalo (Data Diolah)
Grafik 2.1 Disagregasi Inflasi Tahunan Provinsi Gorontalo
2.1.1 FAKTOR FUNDAMENTAL
Core inflation atau inflasi inti pada triwulan I-2012 sebesar 9,71% (y.o.y) lebih tinggi
dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 7,23% (y.o.y) seiring dengan meningkatnya
berbagai tekanan faktor fundamental terutama output gap dan ekspektasi inflasi. Output gap
negatif diperkirakan memberi tekanan inflasi terkait dengan meningkatnya permintaan
namun kemampuan produksi belum mampu mencukupi. Hal ini ditunjukkan dengan harga
semen yang terus merangkak naik selama bulan berjalan karena banyaknya permintaan
untuk memenuhi berbagai pembangunan fisik di Gorontalo diantarannya megaproyek
swasta hypermall dan hotel. Sementara itu, saat ini Gorontalo belum mampu memproduksi
semen secara mandiri dan harus mengimpor dari daerah lain dengan kuota tertentu.
Peningkatan permintaan semen yang tidak diimbangi dengan peningkatan pasokan
mengakibatkan harga semen terdongkrak naik.
Sementara itu, ekspektasi inflasi diperkirakan meningkat seiring dengan adanya isu
kenaikan harga BBM bersubsidi. Pemerintah berencana menaikkan harga Premium sebesar
Rp1.500/liter per 1 April 2012. Harga sebelumnya sebesar Rp4.500/liter menjadi sebesar
Rp6.000/liter. Namun, hasil Rapat Paripurna DPR tanggal 30 Maret 2012 memberi
keputusan untuk menangguhkan kebijakan tersebut dan memberikan kewenangan kepada
Pemerintah untuk menyesuaikan harga BBM apabila harga minyak mentah mengalami
kenaikan atau penurunan sebesar 15% dalam waktu 6 bulan berjalan dibandingkan asumsi
harga ICP dalam APBN-P 2012 (USD105/barrel). Meskipun kebijakan kenaikan harga BBM
ditangguhkan, namun ekspektasi inflasi masyarakat yang terbentuk sudah terlanjur naik.
Masyarakat pada umumnya telah memiliki pengalaman bahwa kebijakan kenaikan harga
BBM akan diikuti oleh lonjakan harga-harga. Hal ini membentuk kenaikan ekspektasi inflasi
pada triwulan laporan untuk merespon adanya kebijakan kenaikan harga BBM. Hasil Survei
BAB 2 PERKEMBANGAN INFLASI
BANK INDONESIA | KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN I-2012 19
Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) menunjukkan bahwa Perkiraan Inflasi Tertimbang (Ekpektasi
Inflasi Masyarakat) pada triwulan laporan sebesar 5,51% lebih tinggi dibandingkan triwulan
sebelumnya sebesar 4,59%.
Sumber : SKDU, Bank Indonesia Gorontalo
Grafik 2.2 Perkiraan Inflasi Tertimbang
Pengaruh kenaikan harga-harga barang yang diimpor (imported inflation) dari luar
daerah atau luar negeri relatif minimal. Berdasarkan hasil Survei Pemantauan Harga (SPH),
Harga emas lokal di Gorontalo pada triwulan laporan masih pada kisaran Rp420.000 –
Rp450.000, sama seperti triwulan sebelumnya.
2.1.2 FAKTOR NON – FUNDAMENTAL
Komponen volatile food pada Triwulan I-2012 menunjukkan inflasi sebesar 1,71%
(y.o.y) lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang mengalami deflasi sebesar
0,74% (y.o.y). Peningkatan inflasi volatile food akibat dari naiknya harga komoditas bahan
makanan terutama ikan.
Sementara itu, inflasi administered price pada triwulan I-2012 sebesar 4,12% (yoy)
relatif stabil dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 4,93% (yoy). Inflasi administered
price relatif terkendali karena pemerintah belum melakukan kebijakan untuk merubah harga
BBM bersubsidi pada periode laporan. Namun, adanya isu kenaikan harga BBM bersubsidi
mengakibatkan tren penimbunan Premium di Provinsi Gorontalo menjadi lebih marak.
Spekulasi menjadi motif utama banyaknya kegiatan penimbunan BBM di Gorontalo. Aparat
kemanan telah melakukan upaya yang intensif dalam rangka mengatasi aksi penimbunan.
Berdasarkan anecdotal information, aparat keamanan telah mengamankan sekitar 1,2 kilo
liter dari 4 kasus penimbunan di wilayah Kota Gorontalo selama triwulan laporan.
BAB 2 PERKEMBANGAN INFLASI
20 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN I-2012| BANK INDONESIA
2.2 INFLASI BERDASARKAN KELOMPOK BARANG DAN JASA
2.2.1 INFLASI TAHUNAN
Secara tahunan, inflasi Gorontalo triwulan I-2012 sebesar 5,90% (y.o.y) lebih tinggi
dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 4,08% (y.o.y). Melemahnya tekanan inflasi IHK
dibandingkan tahun sebelumnya terutama disebabkan oleh deflasi kelompok perumahan,
air, listrik, gas dan bahan bakar.
Tabel 2.2
Inflasi Tahunan Kelompok Barang dan Jasa (y.o.y)
Sumber : BPS Provinsi Gorontalo
Peningkatan inflasi Biaya Tempat Tinggal relatif menonjol pada triwulan laporan
mencapai 18,89% (yoy) lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 10,76%
(yoy). Melonjaknya harga semen menjadi penyebab utama tingginya inflasi tempat tinggal.
Berdasarkan hasil SPH, harga Semen Tonasa (pasar lokal) pada triwulan laporan mencapai
Rp80.000/sak jauh lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang berada pada kisaran
Rp65.000/sak – Rp70.000/sak. Hasil rapat Tim Pengendalian Inflasi Daerah mengidentifikasi
bahwa faktor supply-demand mismatch dan distribusi menjadi penyebab melonjaknya harga
semen pada triwulan laporan. Pasokan semen dari Makassar terlambat masuk ke Gorontalo
antara lain karena faktor cuaca. Siklus semen juga dipengaruhi oleh adanya spekulasi
karena banyaknya penyelesaian pembangunan infrastruktur pemerintah dan megaproyek
fisik swasta (hypermall, ruko, hotel, dsb), disamping adanya kuota semen yang dikirim dari
supplier (Makassar).
Tabel 2.3
Inflasi Tahunan Sub-kelompok Perumahan Air, Listrik, Gas&Bahan Bakar (y.o.y)
Sumber : BPS Provinsi Gorontalo
1 2 3 6 9 12 1 2 3
Inflasi Umum 7.13% 5.28% 5.77% 7.11% 3.27% 4.08% 5.69% 6.51% 5.90%
1 Bahan makanan 15.26% 8.33% 8.50% 12.04% -0.70% -0.62% 1.18% 3.19% 1.90%
2 Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau 6.10% 5.56% 8.32% 7.44% 4.82% 7.69% 7.97% 8.09% 6.00%
3 Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar 3.13% 4.44% 4.21% 5.05% 6.58% 7.85% 11.62% 11.82% 12.67%
4 Sandang 3.37% 3.84% 4.14% 5.12% 12.33% 9.78% 9.54% 9.53% 9.44%
5 Kesehatan 3.36% 3.28% 2.22% 3.43% 3.50% 4.64% 4.08% 4.05% 3.81%
6 Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga 0.42% 1.11% 1.18% 0.60% 3.88% 3.96% 4.44% 3.80% 3.72%
7 Transpor, Komunikasi dan Jasa Keuangan 2.16% 1.86% 2.44% 3.36% 1.38% 2.44% 2.86% 3.51% 3.18%
2012No
Inflasi Tahunan 2011
JAN FEB MAR JUNI SEPT DEC JAN FEB MAR
PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS & BAHAN BAKAR 3.13 4.44 4.21 5.05 6.58 7.85 11.62 11.82 12.67
Biaya Tempat Tinggal 3.95 6.23 5.37 6.27 9.17 10.76 16.82 16.98 18.89
Bahan Bakar, Penerangan dan Air 3.04 3.04 3.04 3.10 0.15 0.19 0.42 0.42 0.42
Perlengkapan Rumahtangga 1.56 1.01 1.34 2.29 3.34 4.40 4.89 5.55 5.31
Penyelenggaraan Rumahtangga 0.1 0.1 2.31 4.23 7.26 9.43 9.50 9.62 7.34
20122011
Kelompok / Sub kelompok
BAB 2 PERKEMBANGAN INFLASI
BANK INDONESIA | KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN I-2012 21
Sumber : SPH, Bank Indonesia Gorontalo
Grafik 2.3 Harga Lokal Semen Tonasa
2.2.2 INFLASI TRIWULANAN (q.t.q)
Secara triwulanan, perkembangan harga-harga di Gorontalo pada triwulan I-2012
mengalami inflasi sebesar 1,77% (q.t.q) lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya
sebesar 1,16% (q.t.q). Kenaikan inflasi secara triwulanan terutama disebabkan oleh
melonjaknya harga semen.
Tabel 2.4 Kelompok Barang dan Jasa (q.t.q)
Sumber : BPS Provinsi Gorontalo
Secara triwulanan, inflasi subkelompok sandang pada triwulan I-2012 sangat
dominan dengan inflasi sebesar 6,28% (q.t.q) lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya
sebesar 1,08% (q.t.q). Inflasi kelompok sandang terutama disebabkan oleh melonjaknya
harga semen. Sebaliknya, komoditas bahan makanan mengalami deflasi yang cukup dalam
mencapai -0.20% (qtq). Deflasi terutama disebabkan oleh menurunnya harga komoditas
ikan pada akhir triwulan laporan. Harga komoditas ikan sempat melonjak tinggi pada awal
tahun 2012 namun berangsur menurun karena perbaikan cuaca untuk melaut.
1 2 3 6 9 12 1 2 3
Umum 1.63 0.62 0.02 1.01 1.84 1.16 2.26 3.04 1.77
1 Bahan makanan 3.50 0.03 -2.66 1.12 -0.23 1.20 2.28 4.18 -0.20
2 Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau 0.26 0.25 2.61 0.74 1.69 2.44 0.68 0.44 1.01
3 Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar 1.06 2.13 1.73 1.23 3.60 1.08 5.36 6.12 6.28
4 Sandang 1.10 0.44 0.18 2.28 7.93 -0.73 -0.58 -0.63 -0.13
5 Kesehatan 1.08 1.38 1.57 1.11 0.76 1.13 1.52 1.50 0.76
6 Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga -0.06 0.55 0.62 -0.38 3.52 0.19 0.58 0.38 0.39
7 Transpor, Komunikasi dan Jasa Keuangan 0.68 -0.23 -0.04 0.69 0.94 0.83 0.48 0.79 0.68
2012No
Inflasi Triwulanan2011
BAB 2 PERKEMBANGAN INFLASI
22 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN I-2012| BANK INDONESIA
Tabel 2.5
Survei Pemantauan Harga
Sumber : Bank indonesia
No Komoditas Satuan 9-Jan 24-Jan 6-Feb 20-Feb 5-Mar 19-Mar
1 Beras
Super Win kg 8500 8500 8500 8500 8500 8500
Ciheran kg 8000 8000 8000 8000 8000 8000
IR 64 kg 7500 7500 7500 7500 7500 7500
2 Minyak Goreng
Kemasan Bimoli liter 15000 15000 15000 15000 15000 15000
Curah kg 12000 12000 12000 12000 12000 13000
3 Daging&telur
Daging Sapi kg 75000 75000 75000 75000 75000 75000
Daging Ayam ekor/kg 45000 50000 40000 40000 40000 40000
Telur Ayam Ras butir 1200 1200 1200 1200 1200 1200
4 Cabe Merah
Cabe Rawit kg 12000 12000 12000 14000 18000 20000
Cabe Keriting kg 15000 15000 16000 12000 12000 10000
5 Bumbu-bumbuan
Bawang Merah kg 16000 15000 14000 15000 14000 14000
Bawang Putih kg 12000 12000 12000 12000 12000 12000
Tomat kg 12000 10000 10000 9000 6000 5000
6 Ikan
Ekor Kuning kg 21000 25000 20000 23000 17000 18000
Tude/Oci kg 22500 20000 20000 20000 20000 25000
Malalugis kg 20000 20000 13500 15000 23000 17500
Cakalang Kg 12000 13000 13500 16000 17000 15000
Mujair Kg 32500 32500 32500 35000 35000 35000
7 Gula
Gula Pasir kg 11000 11000 11000 11000 11000 11000
8 Semen
Semen Tonasa sak 80000 80000 70000 70000 70000 70000
BAB 2 PERKEMBANGAN INFLASI
BANK INDONESIA | KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN I-2012 23
BOKS 2 : SIMULASI DAMPAK KEBIJAKAN KENAIKAN HARGA
BBM TERHADAP INFLASI GORONTALO
Isu kebijakan kenaikan BBM bersubsidi (Premium) menjadi isu nasional yang memberikan
berbagai persepsi pro dan kontra di tengah masyarakat. Bertambahnya biaya produksi
akibat kenaikan harga BBM dikhawatirkan akan mendorong peningkatan harga-harga
secara keseluruhan. Di sisi lain, efisiensi dan efektivitas penggunaan anggaran sangat
diperlukan untuk mempertahankan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Studi Kasus Tahun 2005
Berdasarkan pengalaman sebelumnya, kebijakan kenaikan harga Premium akan
direspon oleh naiknya harga-harga barang secara keseluruhan dan tingginya tekanan
inflasi. Studi Kasus Oktober 2005, pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi pada
Oktober 2005 dari Rp2.400/L menjadi Rp4.500/L. Hal ini menyebabkan inflasi bulanan
Gorontalo pada Oktober 2005 mencapai 10,16% (mtm). Inflasi Gorontalo tahun 2005
melonjak hingga 18,56% (yoy) lebih tinggi dibandingkan dibandingkan inflasi nasional
sebesar 11,81% (yoy) maupun inflasi tahun sebelumnya sebesar 8,64% (yoy).
Hasil analisis dampak inflasi menunjukkan bahwa kenaikan harga BBM tersebut
memberikan dampak langsung dan tidak langsung pada pergerakan harga komoditas di
Gorontalo. Dampak langsung berakibat pada kenaikan harga bahan bakar dan biaya
transportasi diantaranya angkutan umum dan bentor. Sementara, dampak tidak langsung
akan mempengaruhi harga-harga komoditas lainnya diantaranya bahan makanan. Hasil
simulasi menunjukkan bahwa komoditas yang menerima dampak lanjutan terbesar adalah
sayur-sayuran dan ikan segar. Sayur-sayuran di Gorontalo pada umumnya merupakan
barang impor dari daerah lain sehingga sangat dipengaruhi oleh naiknya biaya transportasi.
Sementara itu, harga ikan segar sangat dipengaruhi oleh naiknya biaya bahan bakar/ongkos
produksi untuk melaut.
Hasil Keputusan DPR Terhadap Implementasi Kebijakan Kenaikan Harga BBM 2012
Pemerintah berencana menaikkan harga BBM bersubsidi (Premium) sebesar Rp1.500/liter
per 1 April 2012. Harga sebelumnya sebesar Rp4.500/liter akan naik menjadi sebesar
Rp6.000/liter. Namun, hasil Rapat Paripurna DPR tanggal 30 Maret 2012 memberi
keputusan untuk menangguhkan kebijakan tersebut dan memberikan kewenangan kepada
BAB 2 PERKEMBANGAN INFLASI
24 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN I-2012| BANK INDONESIA
Pemerintah untuk menyesuaikan harga BBM apabila harga minyak mentah mengalami
kenaikan atau penurunan sebesar 15% dalam waktu 6 bulan berjalan dibandingkan asumsi
harga ICP dalam APBN-P 2012 (USD105/barrel). Perkembangan ini tetap membuka
peluang yang cukup besar adanya kenaikan harga BBM pada Mei 2012.
Simulasi Dampak Kenaikan Harga Premium
*Dampak kenaikan inflasi Gorontalo 2012 merupakan adjustment dari hasil simulasi dampak inflasi oleh Direktorat Riset
Ekonomi dan Kebijakan Moneter, Bank Indonesia
Gambar 2.1 Simulasi Dampak Kenaikan Harga Premium
Hasil simulasi Bank Indonesia memperkirakan bahwa apabila diimplementasikan kebijakan
kenaikan harga Premium sebesar Rp1.500,- akan memberikan dampak inflasi nasional
sebesar 2,4%. Namun, dampak inflasi untuk Provinsi Gorontalo diperkirakan akan lebih
tinggi yaitu pada kisaran 3-4%.Tekanan inflasi di Gorontalo diperkirakan lebih tinggi karena
Gorontalo merupakan daerah net importir. Sebagian besar komoditas strategis harus
didatangkan dari Jawa atau daerah lain di Sulawesi sehingga dampak ikutan inflasi akan
memberikan tekanan lebih tinggi terkait ongkos biaya angkut.
Langkah Antisipasi Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID)
TPID mengidentifikasi bahwa kebijakan kenaikan harga BBM memberikan sejumlah
tantangan dan opportunity. Salah satu tantangan yang perlu dihindari adalah maraknya
spekulasi dengan memanfaatkan momentum untuk menaikkan harga secara berlebihan.
Tindakan ini dapat menyebabkan efek kenaikan harga-harga barang menjadi berkali-lipat.
Sementara itu, kebijakan kenaikan harga BBM ternyata juga menyimpan sejumlah
opportunity. Pedagang eceran BBM Gorontalo saat ini telah menjual dengan harga
Rp6.000/botol sehingga bila kebijakan kenaikan BBM bersubsidi diimplementasikan
BAB 2 PERKEMBANGAN INFLASI
BANK INDONESIA | KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN I-2012 25
diharapkan tidak menyebabkan goncangan (shock) perekonomian yang berlebihan. Selain
itu, pasca kebijakan kenaikan BBM bersubsidi diharapkan dapat meningkatkan kelancaran
pasokan BBM di Gorontalo. Di sisi lain, peluang dalam pengembangan energi alternatif juga
menjadi terbuka. Pemanfaatan bahan bakar alternatif seperti energi terbarukan (panas
matahari, panas bumi, angin, dsb) dan energi BBG (Bahan Bakar Gas) dapat menjadi solusi.
TPID telah menyusun rekomendasi kebijakan sebagai langkah strategis untuk
mengantisipasi dampak negatif terkait dengan implementasi kebijakan kenaikan harga BBM,
sebagai berikut:
• Melakukan penambahan kuota Premium dari 275 KL/hari menjadi 350 KL/hari dan
penambahan SPBU di Gorontalo hingga 22 unit SPBU pada tahun 2015.
• Penertiban penjual eceran BBM di seluruh kabupaten/kota karena merupakan tindakan
melanggar hukum. Upaya untuk menindak tegas pengecer diharpakan dapat
diberlakuan sama di setiap wilayah kabupaten/kota.
• Mendiseminasikan aturan publik untuk memberi informasi yang jelas kepada masyarakat
dan pihak berwenang mengenai larangan terhadap pelanggaran penimbunan.
• Surat edaran dari Bupati/Walikota kepada aparat desa agar seluruh lapisan masyarakat
(ayahanda, kepala desa, aparat kecamatan, dsb) tidak mendukung/melakukan
penimbunan dan berdagang BBM secara eceran.
• Penertiban pemberian rekomendasi pembelian BBM dengan galon untuk nelayan.
Pemberian rekomendasi BBM tersebut tidak lagi oleh camat atau perangkat desa tetapi
harus diberikan oleh instansi terkait yang dilakukan secara selektif dan komprehensif.
• Pengalihan mata pencarian pengecer dengan peluang usaha yang lain dan prospektif.
Hal ini disertai dengan pelatihan kewirausahaan yang baik untuk menumbuhkan jiwa
entrepreneurship yang bermanfaat untuk ekonomi daerah.
• Pemantauan harga sembako yang mulai merangkak naik, penetapan harga tertinggi,
himbauan kepada distributor, informasi harga, pengamanan stok, mempercepat
penyaluran raskin, dan operasi pasar yang tanggap.
• Pembahasan solusi permasalahan dan antisipasi pengamanan BBM di Gorontalo pada
level Muspida dan Pemilik Kebijakan Daerah.
• Pengembangan energi alternatif BBG untuk bentor dan katinting yang disertai dengan
sosialisasi, penyempurnaan teknologi, dan dukungan anggaran subsidi.
BAB 2 PERKEMBANGAN INFLASI
26 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN I-2012| BANK INDONESIA
Pengembangan Energi Alternatif
Gambar 2.2 Ujicoba Bentor BBG Oleh Gubernur Gorontalo
Dalam menghadapi isu kenaikan harga BBM, TPID merekomendasikan agar
konversi bahan bakar gas (BBG) di Gorontalo terutama untuk usaha mikro-kecil, kapal
katinting, dan bentor perlu digalakan. Rekomendasi ini diapresiasi dan ditindaklanjuti oleh
para pemilik kebijakan di Gorontalo. Bank Indonesia Gorontalo telah melakukan inisiasi
untuk memodifikasi teknologi sederhana kendaraan bentor dengan bahan bakar gas yang
irit dan ramah lingkungan.
Hasil ujicoba menunjukkan bahwa bentor BBG memiliki perbandingan tingkat
penghematan dengan BBM kurang lebih sebesar satu berbanding empat. Bentor dapat
beroperasi penuh kurang lebih selama empat hari dengan menggunakan BBG isi ulang 3 Kg
seharga Rp15.000. Sementara, dengan biaya yang sama sebesar Rp15.000 bentor hanya
bertahan untuk beroperasi selama sehari apabila menggunakan BBM. Penggunaan bentor
BBG juga ramah lingkungan karena tidak mengeluarkan polusi layaknya BBM. Langkah ini
diapresiasi positif oleh Gubernur dengan mencanangkan penggunaan elpiji sebagai bahan
bakar bentor menggantikan bensin yang dilakukan bertepatan dengan HUT Provinsi
Gorontalo ke-11. Para akademisi juga turut aktif untuk terus mengembangkan teknologi ini
agar menjadi lebih efisien, aman, dan mudah diaplikasikan.
BAB 3 PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
BANK INDONESIA | KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN I-2012 27
BAB 3 : PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
Indikator perbankan Gorontalo pada triwulan I-2012 menunjukkan tendensi
peningkatan yang cukup baik. Dana Pihak Ketiga (DPK) yang dihimpun oleh bank umum
tercatat sebesar Rp.2,88 trilliun atau tumbuh secara tahunan (y.o.y) sebesar 22.93%,
sementara itu DPK yang berhasil dihimpun Bank Perkreditan Rakyat (BPR) adalah sebesar
Rp.16,47 milliar atau tumbuh 13,54% (y.o.y). Penyaluran kredit yang dilakukan oleh bank
umum tercatat sebesar Rp.4,74 trilliun atau tumbuh sebesar 22.93% (y.o.y), sementara
pada BPR tercatat Rp.21.46 milliar atau tumbuh 14,40% (y.o.y). Dilihat dari angka tersebut,
terlihat bahwa permintaan kredit di Gorontalo masih cukup tinggi seperti ditunjukkan oleh
angka Loan to Depopsit Ratio (LDR) yang mencapai 164.38% pada bank umum dan
130,29% pada BPR. Di sisi lain, hal yang perlu mendapat perhatian adalah rasio kredit
bermasalah (Non Performing Loans/NPLs), dimana pada BPR tercatat relatif tinggi sebesar
11,66%, sedangkan pada bank umum masih terjaga pada level wajar yaitu sebesar 2,65%.
3.1 FUNGSI INTERMEDIASI
Loan to Deposit Ratio (LDR) yang mencerminkan fungsi intermediasi perbankan di
Provinsi Gorontalo menunjukkan perkembangan yang cukup baik. Hingga triwulan I-2012
indikator Loan to Deposit Ratio (LDR) pada bank umum tercatat sebesar 164,38%,
sementara pada BPR tercatat sebesar 130,29% artinya dana yang berhasil dihimpun oleh
perbankan di Gorontalo telah seluruhnya disalurkan kepada masyarakat Gorontalo. Namun
demikian, satu hal yang menjadi catatan adalah penyaluran kredit pada bank umum masih
didominasi oleh kredit konsumsi yakni sebesar 49.78% dari total kredit yang disalurkan.
Besarnya pangsa kredit konsumsi dibandingkan produksi menunjukkan bahwa sebagian
besar masyarakat Gorontalo cenderung bersifat konsumtif. Sementara itu untuk BPR terlihat
bahwa pangsa terbesar penyaluran kredit adalah kredit modal kerja yaitu 53,42% dari total
kredit yang disalurkan. Sementara itu jika dilihat secara sektoral, kredit terbesar disalurkan
untuk sektor perdagangan, hotel dan restoran (PHR) dengan pangsa sebesar 31,83% pada
bank umum dan 37,44% pada BPR.
3.1.1 PERKEMBANGAN KANTOR BANK
Perkembangan jumlah bank di Gorontalo hingga triwulan I-2012 tercatat sebanyak
17 Bank Umum Konvensional, 3 Bank Umum Syariah dan 4 Bank Perkreditan Rakyat
(BPR). Jumlah bank tersebut sama seperti periode triwulan sebelumnya. Dari jumlah bank
tersebut, jaringan kantor Bank umum di Provinsi Gorontalo terdiri dari 17 kantor cabang, 31
kantor cabang pembantu, 2 kantor fungsional, 13 kantor kas serta 22 kantor unit.Sementara
itu, jaringan kantor BPR terdiri dari 4 kantor pusat, 3 kantor cabang dan 1 kantor kas.
BAB 3 PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
28 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN I-2012| BANK INDONESIA
3.1.2 PENYERAPAN DANA MASYARAKAT
Pada periode triwulan I-2012, Dana Pihak Ketiga (DPK) yang dihimpun bank umum
di Gorontalo tercatat sebesar Rp.2,88 triliun atau tumbuh sebesar 22,93% (y.o.y).
Pertumbuhan DPK tersebut lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan
sebelumnya yang tercatat sebesar 27,81% (y.o.y). Pertumbuhan jumlah DPK tersebut
terutama bersumber dari tabungan dan deposito yang masing-masing mengalami
pertumbuhan sebesar 26,91% dan 21,93% (y.o.y). Dalam grafik 3.2, terlihat bahwa pangsa
tabungan terhadap pembentukan DPK pada triwulan laporan masih sangat tinggi (53,93%),
namun mengalami penurunan dibandingkan triwulan IV-2011 yang tercatat sebesar 61,75%.
Sementara itu simpanan giro masih memiliki pangsa terhadap DPK terkecil yaitu sebesar
15,51%, dengan pertumbuhansebesar 12,51%(y.o.y) seperti ditunjukan dalam grafik 3.1.
Komponen pembentuk DPK lainnya seperti deposito, pada triwulan laporan
menunjukkan pelambatan pertumbuhan sebesar 25,93% (y.o.y), lebih rendah dibandingkan
periode triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 35,46% (y.o.y). Di sisi lain, pangsa
deposito terhadap pembentukan DPK justru mengalami kenaikan yaitu menjadi sebesar
30,56% lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 26,77%.
Sumber : Bank Indonesia
Grafik 3.1 Grafik 3.2 Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) Komposisi Dana Pihak Ketiga (DPK)
Pada Bank Perkreditan Rakyat (BPR), penghimpunan DPK hingga triwulan I-2012
tercatat sebesar Rp 16,47 milliar atau tumbuh sebesar 13,54% (y.o.y). Pertumbuhan
tersebut lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 12,35%
(y.o.y). Peningkatan jumlah penghimpunan dana BPR terutama terjadi karena adanya
peningkatan jumlah deposito sebesar 8,09% (y.o.y) yakni dari Rp 9,23 milliar menjadi Rp
9,55 milliar. Hal yang sama juga terjadi pada tabungan yang meningkat dari Rp 6,43 milliar
BAB 3 PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
BANK INDONESIA | KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN I-2012 29
menjadi Rp 6,91 miliiar atau tumbuh 10,13% (y.o.y) dibandingkan dengan periode yang
sama tahun sebelumnya.
Angka statistik Dana Pihak Ketiga (DPK) di atas, menunjukkan bahwa
penghimpunan dana masyarakat oleh perbankan Gorontalo sudah cukup baik dan perlu
terus diupayakan untuk mendorong kesadaran masyarakat dalam hal menabung atau
menyimpan uang di bank. Dana Pihak Ketiga (DPK) dalam dalam bentuk Deposito dan Giro
agaknya perlu ditingkatkan untuk membantu perbankan dalam menjaga keseimbangan
likuiditas keuangan, khususnya dalam jangka menengah panjang. Hal tersebut penting guna
menunjang pertumbuhan kredit yang masih cukup tinggi di Gorontalo. Oleh sebab itu,
perbankan perlu terus menggalakkan gerakan sosialisasi “Ayo ke Bank” kepada masyarakat
mulai dari kota hingga ke pedesaan.
3.1.3 PENYALURAN KREDIT
Penyaluran dana yang dilakukan oleh bank umum dalam bentuk kredit/pembiayaan
pada triwulan I-2012 masih cukup baik. Hal tersebut tercermin dari jumlah
kredit/pembiayaan yang disalurkan sebesar Rp 4,74 triliun atau mengalami pertumbuhan
sebesar 22,61% (y.o.y) dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Angka tersebut
lebih tinggi dibandingkan triwulan IV-2011 yang tercatat sebesar 22,29% (y.o.y).
Pertumbuhan kredit pada triwulan ini ditopang oleh penggunaan kredit produktif.
Kredit investasi pada triwulan I-2012 tercatat sebesar Rp 238 milliar atau tumbuh 49,12%
(y.o.y). Pertumbuhan tersebut lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat
Rp 752,34 milliar atau tumbuh 108,71% (y.o.y). Sementara itu kredit modal kerja
menunjukkan peningkatan positif yaitu sebesar Rp 1,41 trilliun atau tumbuh 31,25% (y.o.y)
dibandingkan triwulan yang sama tahun sebelumnya.Tidak seperti kredit investasi yang
mengalami perlambatan, angka pertumbuhan kredit modal kerja justru menunjukan
peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 14,71%
(y.o.y). Sementara itu, pertumbuhan kredit konsumsi pada triwulan laporan sedikit menurun
dibandingkan triwulan sebelumnya.Kredit konsumsi hingga triwulan I-2012 tercatat sebesar
Rp 2,36 trilliun dengan pertumbuhan sebesar 11,37% (y.o.y) lebih rendah dibandingkan
triwulan IV-2011 yang tercatat sebesar 11,77% (y.o.y). Pertumbuhan kredit berdasarkan
penggunaan dapat dilihat pada grafik 3.3.
Ditinjau dari penggunaan kredit, pangsa terbesar kredit/pembiayaan di Gorontalo
pada triwulan I-2012 masih didominasi oleh kredit konsumsi yang tercatat sebesar Rp 2,36
trilliun, dengan pangsa sebesar 49,78%. Selanjutnya kredit modal kerja, yang tercatat
sebesar 34,92% dari total kredit di Gorontalo. Pangsa kredit investasi terhadap total
BAB 3 PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
30 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN I-2012| BANK INDONESIA
kredit/pembiayaanmasih yang terendah yaitu sebesar 15,30% dari total kredit perbankan di
Gorontalo sebagaimana ditunjukan dalam grafik 3.4.
Pertumbuhan kredit penggunaan dan pangsa masing-masing jenis kredit terhadap
total kredit di Gorontalo, dapat dilihat pada grafik berikut ini.
Sumber : Bank Indonesia
Grafik 3.3 Grafik 3.4 Pertumbuhan Kredit Penggunaan Komposisi Kredit Penggunaan
Pada BPR, jumlah kredit yang disalurkan hingga triwulan I-2012 tercatat sebesar Rp
21,46 milliar atau tumbuh sebesar 14,40% (y.o.y), dan mengalami peningkatan yang cukup
signifikan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat hanya sebesar -2,04%
(y.o.y). Walaupun pangsa terbesar kredit BPR adalah untuk kredit modal kerja (53,42% dari
total kredit), namun penyumbang pertumbuhan kredit BPR tertinggi adalah kredit konsumsi
dimana pada triwulan laporan tercatat Rp 9,63 milliar atau tumbuh sebesar 21% (y.o.y).
Sementara itu, kredit modal kerja pada BPR tercatat tumbuh sebesar 11% pada triwulan
laporan. Peningkatan tersebut diperkirakan karena adanya geliat usaha di Gorontalo
khususnya pada sektor mikro. Pertumbuhan kredit investasisecara tahunan tercatat negatif,
yaitu sebesar -22,35%. Hal tersebut mencerminkan sebagian besar masyarakat, khususnya
di pedesaan masih belum memanfaatkan pembiayaan BPR untuk kebutuhan investasi
usaha.
Ditilik secara sektoral, sektor usaha yang banyak menerima penyaluran kredit dari
bank umum di Gorontalo adalah pada sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran (PHR).
Hingga triwulan I-2012, baki debet kredit sektor ini tercatat sebesar Rp 1,51 trilliun atau
31,83% dari total kredit sektoral perbankan. Kredit pada sektor tersebut tumbuh sebesar
40,54% (y.o.y), relatif lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan kredit pada triwulan
sebelumnya yang tercatat sebesar 34,23% (y.o.y). Sementara itu pada sektor lainnya
menunjukan perlambatan pertumbuhan pada triwulan I-2012. Perlambatan terbesar terjadi
pada sektor jasa keuangan yang tercatat sebesar -74,50% (y.o.y). Perlambatan tersebut
BAB 3 PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
BANK INDONESIA | KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN I-2012 31
diperkirakan karena jasa keuangan yang ada di Gorontalo, belum sepenuhnya
memanfaatkan fasilitas credit channeling dari perbankan. Adapun rincian pertumbuhan dan
komposisi kredit sektoral pada triwulan I-2012, dapat dilihat pada grafik berikut ini.
Sumber : Bank Indonesia
Grafik 3.5 Grafik 3.6
Pertumbuhan Kredit Sektoral Komposisi Kredit Sektoral
Total kredit yang disalurkanoleh BPR pada triwulan laporan adalah sebesar Rp 21,46
milliar. Baki debet kredit terbesar disalurkan ke sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran
(PHR) yaitu sebesar Rp 8,04 milliar atau 37,44% dari total kredit. Sektor PHR agaknya
masih menjadi sektor yang mendominasi kredit/pembiayaan baik bank umum maupun BPR
di Gorontalo. Sedangkan sektor pertanian, meskipun menjadi penyumbang terbesar bagi
pembentukan PDRB Gorontalo namun penyaluran kredit pada sektor ini masih relatif kecil
yaitu hanya sekitar 2,01% dari total kredit BPR.
Kredit Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) pada bank umum, hingga triwulan
I-2012 tercatat sebesar Rp.1,99 triliun atau mengambil pangsa sebesar 42,18% dari total
kredit di Gorontalo. Jumlah kredit UMKM tersebut mengalami peningkatan dibandingkan
triwulan sebelumnyayang tercatat Rp.1,92 trilliundengan pangsa sebesar 43,26% dari total
kredit. Angka tersebut tentunya cukup menggembirakan karena merefleksikan keberpihakan
perbankan dalam mendorong pengembangan UMKM di Provinsi Gorontalo.Dari ketiga jenis
kredit UMKM (mikro, kecil, menengah) tersebut, pangsa terbesar disumbangkan oleh kredit
skala kecil dimana pada triwulan laporan tercatat sebesar Rp.1,01 trilliun atau 50,71% dari
total kredit UMKM yang disalurkan. Angka tersebut lebih rendah dibanding triwulan IV-2011
yang tercatat sebesar Rp 1,04 trilliun. Untuk kredit skala mikro, jumlah yang tercatat sebesar
Rp 463 milliar atau 23,20% dari total kredit UMKM. Sedangkan skala menengah tercatat
sebesar Rp 521 miliar atau 26,10% dari total kredit UMKM. Kualitas kredit UMKM yang
tercermin dari rasio kredit UMKM bermasalah (Non Performing Loans/NPLs) juga masih
cukup terjaga yaitu total sebesar 3,88%. Kualitas kredit skala mikro dan skala kecil tercatat
cukup baik sebagaimana tercermin dari rasio NPLs dari kedua jenis kredit tersebut yaitu
masing-masing 3,10% dan 2,74%. Sedangkan kredit skala menengah memiliki rasio kredit
BAB 3 PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
32 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN I-2012| BANK INDONESIA
bermasalah (NPLs) yang relatif lebih tinggi sebesar 6,78%. Kualitas kredit yang cukup baik
tersebut tentunya menjadi pertimbangan tersendiri bagi perbankan untuk terus menyalurkan
kredit/pembiayaan kepada UMKM khususnya skala mikro dan kecil sehingga dapat tumbuh
menjadi usaha skala menengah maupun besar yang pada gilirannya dapat menggerakan
perekonomian Gorontalo. Adapun gambaran perkembangan penyaluran kredit UMKM pada
bank umum, secara ringkas dapat dilihat pada grafik berikut ini.
Sumber : Bank Indonesia Grafik 3.7
Pertumbuhan Kredit UMKM
Perkembangan Kredit Usaha Rakyat (KUR) hingga triwulan I-2012 berdasarkan data
dari Kementerian Koordinator Perekononomian menunjukkan outstanding sebesar Rp
176,99 milliar. Angka tersebut meningkat 23,26% dibandingkan posisi yang sama tahun
sebelumnya yang tercatat sebesar Rp.143,59 milliar. Adapun jumlah penerima kredit
program tersebut mencapai 43.928 debitur. Sejak digulirkan oleh pemerintah pada tahun
2008 lalu, jumlah penyaluran KUR menunjukkan peningkatan yang cukup baik seiring
dengan kualitas kredit yang membaik pula. Pertumbuhan KUR di Gorontalo ditunjukan
dengan grafik 3.8 berikut.
Sumber : Kementerian Koordinator Perekonomian
Grafik 3.8 Pertumbuhan Kredit Usaha Rakyat (KUR)
BAB 3 PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
BANK INDONESIA | KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN I-2012 33
3.2 STABILITAS SISTEM PERBANKAN
Risiko kredit bank umum masih terkendali sebagaimana tercermin dari rasio kredit
bermasalah (Non Performing Loans/NPLs) yang pada triwulan I-2012 tercatat sebesar
2,56%. Di sisi lain, risiko likuiditas yang tercermin dari Loan to Deposit Ratio (LDR) tercatat
sebesar 164,38%.
3.2.1 RISIKO KREDIT
Hingga triwulan I-2012, rasio kredit bermasalah atau Non Performing Loans (NPLs)
pada bank umum masih berada pada level wajar yaitu 2,56% (bruto) yang tercatat
mengalami perbaikan dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 2,75%. Rasio NPLs
tersebut menunjukan bahwa perbankan dalam menyalurkan kreditnya di Gorontalo masih
memperhatikan faktor risiko dan senantiasa menerapkan prinsip kehati-hatian (prudential
banking) sebagaimana tercermin dari rasio kredit bermasalah yang masih terjaga pada level
wajar sesuai aturan Bank Indonesia yaitu dibawah 5% (bruto). Secara sektoral, kredit pada
sektor konstruksi dan perantara keuangan masih perlu mendapat perhatian mengingat
hingga posisi Maret 2012 rasio NPLs kedua sektor tersebut tercatat masih cukup tinggi
dimana yaitu masing-masing sebesar 16,66% dan 16,62%. Sementara itu, untuk BPR, rasio
kredit bermasalah (NPLs) hingga triwulan laporan adalah sebesar 11,66%, mengalami
perbaikan (lebih rendah) dibanding triwulan sebelumnya yang tercatat 14,30%. Penurunan
NPLs pada BPR tersebut merupakan tindak lanjut dari upaya BPR untuk menjaga tingkat
risiko kredit bank dan diharapkan angka NPLs tersebut akan terus diperbaiki hingga berada
pada level dibawah 5%.
Sumber : Bank Indonesia
Grafik 3.9 Grafik 3.10 Perkembangan NPL bank umum NPL bank umum per Sektor
BAB 3 PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
34 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN I-2012| BANK INDONESIA
Dipandang dari segikonsentrasi penyaluran kredit pada bank umum, terlihat bahwa
kredit ke sektor lainnya (konsumsi) masih cukup dominan yaitu diatas 50% dari total kredit,
seperti tampak pada grafik di bawah ini. Namun demikian, dalam rangka mendorong
pertumbuhan sektor riil, perbankan Gorontalo senantiasa dihimbau untuk memerhatikan
keseimbangan penyaluran kredit pada sektor produktif.
Sumber : Bank Indonesia Grafik 3.11
Konsentrasi Kredit
3.2.2 RISIKO LIKUIDITAS
Risiko likuiditas perbankan yang tercermin dari indikator jangka waktu komposisi Dana
Pihak Ketiga (DPK) dan Loan Deposit Ratio(LDR) menunjukkan tendensi penurunan, namun
demikian perlu mendapat perhatian karena berkaitan langsung dengan kewajiban jangka
pendek perbankan. Untuk DPK, terlihat bahwa komposisi dana jangka menengah-panjang
(giro-deposito) relatif lebih kecil dibanding dana jangka pendek (tabungan) pada triwulan I-
2012. Komposisi dana jangka panjang yaitu deposito pada triwulan laporan tercatat
mencapai 30,56% dari total DPK, relative meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya
yang tercatat sebesar 26,77% dari total DPK. Sementara itu, dana jangka pendek
khususnya tabungan mencapai 53,93% dalam struktur Dana Pihak Ketiga (DPK). Hal
tersebut menunjukkan bahwa perbankan masih menghadapi risiko likuditas karena
komposisi dana jangka pendek masih mendominasi struktur Dana Pihak Ketiga (DPK).
Adapun gambaran perkembangan portofolio Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan, dapat
dilihat pada tabel berikut.
BAB 3 PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
BANK INDONESIA | KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN I-2012 35
Sumber : Bank Indonesia Grafik 3.12
Perkembangan Portofolio DPK
Sebagian kredit/pembiayaan yang disalurkan oleh perbankan di Gorontalo masih
berasal dari kantor bank di luar wilayah Gorontalo. Hal tersebut nampak dari rasio kredit
terhadap dana simpanan pihak ketiga (LDR) pada triwulan laporan sebesar 164,38% relatif
meningkat dibanding triwulan IV-2011 yang tercatat sebesar 162,98%. Grafik 3.13
menunjukkan bahwa selama setahun terakhir, angka LDR perbankan (khususnya bank
umum) di Gorontalo rata-rata berada diatas 130%. Hal ini menunjukkan bahwa disamping
likuiditas perbankan Gorontalo sangat ketat, juga merefleksikan perlunya upaya peningkatan
kemandirian dalam penyaluran kredit/pembiayaan oleh perbankan di Gorontalo. Angka LDR
sebesar 164,38% mengindikasikan bahwa masih terdapat sekitar 64,38% kebutuhan kredit
masyarakat yang dananya berasal dari perbankan di luar Gorontalo (antar kantor bank
umum). Oleh karenanya perbankan Gorontalo perlumengoptimalkan penghimpunan Dana
Pihak Ketiga (DPK) dari masyarakatsehingga pada akhirnya tercapai tingkat LDR yang
dinilai wajar/optimal yaitu berada pada kisaran 80%-90%. Perkembangan kondisi LDR bank
umum di Gorontalo dapat dilihat pada grafik berikut ini.
Sumber: Bank Indonesia
Grafik 3.13 Perkembangan LDR Perbankan Gorontalo (dalam %)
Sumber: Bank
Indonesia
BAB 3 PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
36 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN I-2012| BANK INDONESIA
3.2.3 RISIKO PASAR
Perbankan menghadapi risiko pasar yang diindikasikan dari volatilitas suku bunga
dan pergerakan kurs rupiah. Suku bunga acuan (BI Rate) pada posisi Maret 2012 ditetapkan
sebesar 5,75% atau tidak mengalami perubahan sejak bulan Februari 2012. Tingkat BI Rate
tersebut dinilai masih konsisten dengan tekanan inflasi Indonesia dari sisi fundamental yang
diperkirakan relatif terkendali. Disamping itu, pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan
masih relatif tinggi seiring perlambatan ekonomi dunia dan kemungkinan implementasi
kebijakan pemerintah terkait harga BBM.
Sementara itu, dalam kurun waktu triwulan I-2012 pergerakan nilai tukar rupiah
mengalami pelemahan. Pada posisi Maret 2012, kurs tengah rupiah mencapai Rp 9.180 per
dolar atau melemah dibanding bulan Februari 2012 yang tercatat sebesar Rp 9.085 per
dolar. Pelemahan tersebut diikuti dengan volatilitas yang meningkat dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya. Tekanan terhadap rupiah tersebut dipicu oleh penyesuaian portofolio
investor asing akibat pengaruh sentimen global dan ekspektasi inflasi yang meningkat di
dalam negeri. Di samping itu permintaan terhadap valas juga cenderung meningkat seiring
dengan menguatnya impor yang dalam hal ini termasuk migas untuk konsumsi BBM di
dalam negeri. Perkembangan kurs rupiah terhadap dolar Amerika dan tingkat BI Rate
ditunjukkan grafik di bawah ini.
Sumber: Bank Indonesia
Grafik 3.14
Perkembangan Kurs Rupiah terhadap USD dan BI-Rate
BAB 3 PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
BANK INDONESIA | KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. GORONTALO TRIWULAN I-2012 37
BOKS 3 : PENGELOLAAN KEUANGAN UMKM DAN AKSEBILITAS
KREDIT PERBANKAN
UMKM sebagai pilar ekonomi suatu negara seringkali menghadapi permasalahan
baik dari segi teknikal maupun manajerial. Diantara permasalahan yang ada, menajerial
keuangan ternyata memiliki porsi yang cukup signifikan dalam pengembangan suatu usaha.
Hal ini dikarenakan tanpa adanya pengelolaan keuangan yang baik, hampir mustahil bagi
UMKM dapat mengetahui perhitungan untung-rugi maupun proyeksi terhadap usahanya ke
depan. Terlebih dalam kaitannya dengan sumber pembiayaan seperti bank misalnya,
pengelolaan keuangan yang baik mutlak diperlukan untuk mengetahui sampai sejauh mana
suatu usaha dapat dikatakan feasible atau berkemampuan untuk dibiayai.
Untuk menjawab permasalahan di atas, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi
Gorontalo pada akhir bulan Januari hingga awal Februari 2012 yang lalu menggelar
pelatihan Pembukuan Sederhana. Pelatihan yang berlangsung selama empat hari tersebut
bertempat di gedung Bele Lo Karawo dan diperuntukan bagi UMKM maupun BMT (Baitul
Maal Wa Tamwil) yang siap berhubungan dengan bank dalam arti memenuhi persyaratan
dasar seperti lama usaha minimal 2 tahun, tidak sedang atau belum pernah memperoleh
pembiayaan bank sebelumnya serta bersedia diberikan pembiayaan apabila
memungkinkan.
Pelatihan yang dilakukan bekerjasama dengan pemerintah daerah dan perbankan
tersebut mengambil silabus materi berupa kebanksentaralan, pengenalan keasliaan uang
rupiah, kebijakan pemerintah dalam pengembangan UMKM serta pengelolaan keuangan
sederhana. Khusus terkait materi pengelolaan keuangan sederhana, perbankan gorontalo
diberikan peran untuk “berbagi’ dari sudut pandangnya masing-masing.
Hal yang menarik adalah terjadinya interaksi antara para peserta yang berjumlah 43
UMKM dan BMT dengan bank pemateri. Bank dari sisi penyedia dana (supply) dan UMKM
selaku pencari dana (demand) bertemu dan bertatap muka secara langsung. Sebagian
besar UMKM yang menganggap birokarsi pembiayaan selama ini rumit dan menyulitkan
akhirnya dapat mengetahui seluk beluk pemberian kredit oleh perbankan, baik dari aspek
5C maupun lainnya Perbankan pun mengetahui bahwasannya kondisi di lapangan perlu
sentuhan “tangan” perbankan terlepas dari business as usual yang dilakukan.
Hasil yang diharapkan dari pelatihan tersebut adalah terciptanya pemahaman UMKM
akan pentingnya pengelolaan keuangan usaha serta terhubungnya sisi penawaran dan
permintaan kredit yang selama ini dirasakan sulitsehingga fungsi intermediasi dan financial
inclusion tercipta.