Peritonitis e

10
Peritonitis e.c apendisitis perforasi 1. Definisi Apendisitis adalah peradangan dari apendiks vermiformis dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering. Apendisitis merupakan penyakit yang jarang mereda dengan spontan, tetapi penyakit ini tidak dapat diramalkan dan mempunyai kecenderungan menjadi progresif dan mengalami perforasi yang dapat menyebabkan terjadinya peritonitis umum. 2. Epidemiologi Laki-laki dan perempuan memiliki resiko yang sama, kecuali antara pubertas dan usia 25 tahun, yaitu pada laki-laki frekuensinya lebih tinggi dengan rasio 3:2. Perforasi relative lebih sering pada bayi dan usia lanjut, selama periode itu angka mortalitasnya paling tinggi. 3. Patofisiologi peritonitis Reaksi awal peritoneum terhadap invasi oleh bakteri adalah keluarnya eksudat fibrinosa. Kantong-kantong nanah (abses) terbentuk di antara perlekatan fibrinosa, yang menempel menjadi satu dengan permukaan sekitarnya sehingga membatasi infeksi. Perlekatan biasanya menghilang bila infeksi menghilang, tetapi dapat menetap sebagai pita-pita fibrosa, yang kelak dapat mengakibatkan obstuksi usus.

description

peritonitis

Transcript of Peritonitis e

Peritonitis e.c apendisitis perforasi 1. Definisi

Apendisitis adalah peradangan dari apendiks vermiformis dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering. Apendisitis merupakan penyakit yang jarang mereda dengan spontan, tetapi penyakit ini tidak dapat diramalkan dan mempunyai kecenderungan menjadi progresif dan mengalami perforasi yang dapat menyebabkan terjadinya peritonitis umum.2. Epidemiologi

Laki-laki dan perempuan memiliki resiko yang sama, kecuali antara pubertas dan usia 25 tahun, yaitu pada laki-laki frekuensinya lebih tinggi dengan rasio 3:2. Perforasi relative lebih sering pada bayi dan usia lanjut, selama periode itu angka mortalitasnya paling tinggi.

3. Patofisiologi peritonitis

Reaksi awal peritoneum terhadap invasi oleh bakteri adalah keluarnya eksudat fibrinosa. Kantong-kantong nanah (abses) terbentuk di antara perlekatan fibrinosa, yang menempel menjadi satu dengan permukaan sekitarnya sehingga membatasi infeksi. Perlekatan biasanya menghilang bila infeksi menghilang, tetapi dapat menetap sebagai pita-pita fibrosa, yang kelak dapat mengakibatkan obstuksi usus.

Peradangan menimbulkan akumulasi cairan karena kapiler dan membran mengalami kebocoran. Jika defisit cairan tidak dikoreksi secara cepat dan agresif, maka dapat menimbulkan kematian sel. Pelepasan berbagai mediator, seperti misalnya interleukin, dapat memulai respon hiperinflamatorius, sehingga membawa ke perkembangan selanjutnya dari kegagalan banyak organ. Karena tubuh mencoba untuk mengkompensasi dengan cara retensi cairan dan elektrolit oleh ginjal, produk buangan juga ikut menumpuk. Takikardi awalnya meningkatkan curah jantung, tapi ini segera gagal begitu terjadi hipovolemia.

Organ-organ didalam cavum peritoneum termasuk dinding abdomen mengalami oedem. Oedem disebabkan oleh permeabilitas pembuluh darah kapiler organ-organ tersebut meninggi. Pengumpulan cairan didalam rongga peritoneum dan lumen-lumen usus serta oedem seluruh organ intra peritoneal dan oedem dinding abdomen termasuk jaringan retroperitoneal menyebabkan hipovolemia. Hipovolemia bertambah dengan adanya kenaikan suhu, masukan yang tidak ada, serta muntah.Terjebaknya cairan di cavum peritoneum dan lumen usus, lebih lanjut meningkatkan tekana intra abdomen, membuat usaha pernapasan penuh menjadi sulit dan menimbulkan penurunan perfusi.

Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum atau bila infeksi menyebar, dapat timbul peritonitis umum. Dengan perkembangan peritonitis umum, aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik; usus kemudian menjadi atoni dan meregang. Cairan dan elektrolit hilang kedalam lumen usus, mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi dan oliguria. Perlekatan dapat terbentuk antara lengkung-lengkung usus yang meregang dan dapat mengganggu pulihnya pergerakan usus dan mengakibatkan obstruksi usus.

Sumbatan yang lama pada usus atau obstruksi usus dapat menimbulkan ileus karena adanya gangguan mekanik (sumbatan) maka terjadi peningkatan peristaltik usus sebagai usaha untuk mengatasi hambatan. Ileus ini dapat berupa ileus sederhana yaitu obstruksi usus yang tidak disertai terjepitnya pembuluh darah dan dapat bersifat total atau parsial, pada ileus stangulasi obstruksi disertai terjepitnya pembuluh darah sehingga terjadi iskemi yang akan berakhir dengan nekrosis atau ganggren dan akhirnya terjadi perforasi usus dan karena penyebaran bakteri pada rongga abdomen sehingga dapat terjadi peritonitis.

Tifus abdominalis adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan kuman S. Typhi yang masuk tubuh manusia melalui mulut dari makan dan air yang tercemar. Sebagian kuman dimusnahkan oleh asam lambung, sebagian lagi masuk keusus halus dan mencapai jaringan limfoid plaque peyeri di ileum terminalis yang mengalami hipertropi ditempat ini komplikasi perdarahan dan perforasi intestinal dapat terjadi, perforasi ileum pada tifus biasanya terjadi pada penderita yang demam selama kurang lebih 2 minggu yang disertai nyeri kepala, batuk dan malaise yang disusul oleh nyeri perut, nyeri tekan, defans muskuler, dan keadaan umum yang merosot karena toksemia.

Perforasi tukak peptik khas ditandai oleh perangsangan peritoneum yang mulai di epigastrium dan meluas keseluruh peritonium akibat peritonitis generalisata. Perforasi lambung dan duodenum bagian depan menyebabkan peritonitis akut. Penderita yang mengalami perforasi ini tampak kesakitan hebat seperti ditikam di perut. Nyeri ini timbul mendadak terutama dirasakan di daerah epigastrium karena rangsangan peritonium oleh asam lambung, empedu dan atau enzim pankreas. Kemudian menyebar keseluruh perut menimbulkan nyeri seluruh perut pada awal perforasi, belum ada infeksi bakteria, kadang fase ini disebut fase peritonitis kimia, adanya nyeri di bahu menunjukkan rangsangan peritoneum berupa mengenceran zat asam garam yang merangsang, ini akan mengurangi keluhan untuk sementara sampai kemudian terjadi peritonitis bakteria.

Pada apendisitis biasanya biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh hiperplasi folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis dan neoplasma. Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan,makin lama mukus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intralumen dan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan oedem, diapedesis bakteri, ulserasi mukosa, dan obstruksi vena sehingga udem bertambah kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti dengan nekrosis atau ganggren dinding apendiks sehingga menimbulkan perforasi dan akhirnya mengakibatkan peritonitis baik lokal maupun general.

Pada trauma abdomen baik trauma tembus abdomen dan trauma tumpul abdomen dapat mengakibatkan peritonitis sampai dengan sepsis bila mengenai organ yang berongga intra peritonial. Rangsangan peritonial yang timbul sesuai dengan isi dari organ berongga tersebut, mulai dari gaster yang bersifat kimia sampai dengan kolon yang berisi feses. Rangsangan kimia onsetnya paling cepat dan feses paling lambat. Bila perforasi terjadi dibagian atas, misalnya didaerah lambung maka akan terjadi perangsangan segera sesudah trauma dan akan terjadi gejala peritonitis hebat sedangkan bila bagian bawah seperti kolon, mula-mula tidak terjadi gejala karena mikroorganisme membutuhkan waktu untuk berkembang biak baru setelah 24 jam timbul gejala akut abdomen karena perangsangan peritoneum4. Gejala Peritonitis

1) Nyeri Abdomen

Nyeri abdomen merupakan gejala yang hampir selalu ada pada peritonitis. Biasanya nyeri dengan onset tiba-tiba dan pada peritonitis dengan perforasi nyerinya didapatkan pada seluruh bagian abdomen.

2) Anoreksia, Mual, muntah

Pada penderita juga sering didapatkan anoreksia, mual dan diikuti dengan muntah. Penderita biasanya juga mengeluh haus dan badan terasa seperti demam sering diikuti dengan menggigil yang hilang timbul.

3) Facies Hipocrates

Pada penderita peritonitis berat dapat ditemukan Fascies Hipocrates . Gejala ini termasuk ekspresi yang tampak gelisah, pandangan kosong, mata cekung dan muka tampak pucat. Pada penderita dengan peritonitis lanjut dengan fascies hipocrates biasanya ditandai dengan posisi mereka berbaring dengan lutut difleksikan dan respirasi interkosta yang terbatas karena gerakan dapat menyebabkan nyeri abdomen. Tanda ini merupakan patognomonik untuk peritonitis berat dengan tingkat kematian yang tinggi, akan tetapi dengan mengetahui lebih awal diagnosis dan perawatan yang lebih baik, angka kematian dapat lebih banyak berkurang.

5. Pemeriksaan Penunjang

1) Laboratorium

Tes yang paling sederhana dilakukan adalah termasuk hitung sel darah dan urinalisis. Pada kasus peritonitis hitung sel darah putih biasanya lebih dari 20.000/mm3.

Analisa gas darah, serum elektrolit, faal pembekuan darah serta tes fungsi hepar dan ginjal dapat dilakukan.

2) Radiologi

Pada radiologi pada kebanyakan kasus peritonitis hanya mencakup foto thorak PA dan lateral serta foto polos abdomen. Pada foto thorak dapat memperlihatkan proses pengisian udara di lobus inferior yang menunjukkan proses intraabdomen. Pada foto abdomen dilakukan dengan dua posisi, yaitu posisi berdiri/lateral decubitus. Foto harus dilihat ada tidaknya udara bebas. Udara harus dievaluasi dengan memperhatikan pola, lokasi dan jumlah udara di usus besar dan usus halus.6. Penatalaksanaan Apendisitis Perforasi dan Peritonitis.

Melakukan BLS dengan menstabilkan ABC (Airway, Breathing, Circulation), lakukan resusitasi cairan dengan menggunakan kristaloid sesuai penilaian drajat dehidrasi yang dialami pasien, jika tidak ada perbaikan gunakan koloid. Rencanakan rujukan ke spesialis bedah untuk dilakukan operasi segera . yang perlu dipersiapkan diantaranya akses intravena, terapi cairan, puasa, pemberian analgetik dan antibiotic, lakukan pemasangan kateter urin, dan NGT. Pada kasus apendisitis perforasi dilakukan pencucian rongga abdomen.

Pre-operatif

Observasi, tirah baring, dan puasa. Pemeriksaan terhadap abdomen, rectal dan darah dilakukan secara periodik. Diberikan antibiotik broad spectrum dan analgetik, serta resusitasi cairan sesuai derajat dehidrasi.

Operatif

Harus dilakukan operasi segera (CITO). Davis-Rockey / McArthur-McBurney.

Pasca-operatif

Observasi tanda vital, antisipasi adanya perdarahan dalam, syok, hipertermia, dan gangguan pernafasan. Posisikan pasien dalam posisi Fowler dan dipuasakan sampai fungsi usus kembali normal. Pemberian makanan dengan konsistensi yang bertahap, minum, makanan saring, makanan lunak, dan makanan biasa.

7. Komplikasi peritonitis :Dibagi menjadi komplikasi dini dan lanjut, yaitu :a. Komplikasi dini Septikemia dan syok septic Syok hipovolemik Sepsis intra abdomen rekuren yang tidak dapat dikontrol dengan kegagalan multisystem Abses residual intraperitoneal Portal Pyemia (misal abses hepar)

b. Komplikasi lanjut Adhesi Obstruksi intestinal rekuren.Sedangkan komplikasi pembedahan dengan laparotomi eksplorasi memang tidak sedikit. Secara bedah dapat terjadi trauma di peritoneum, fistula enterokutan, kematian di meja operasi, atau peritonitis berulang jika pembersihan kuman tidak adekuat.8. Prognosis :Prognosis untuk peritonitis lokal dan ringan adalah baik, sedangkan pada peritonitis umum prognosisnya mematikan akibat organisme virulen. Prognosis ini bergantung kepada: Lamanya peritonitis < 24 jam = 90% penderita selamat 24-48 jam = 60% penderita selamat > 48 jam = 20% penderita selamat. Adanya penyakit penyerta Daya tahan tubuh Usia: Makin tua usia penderita, makin buruk prognosisnya