Peristiwa Lengkong.docx

17
Pertempuran Lengkong (25 Januari 1946) adalah peristiwa bersejarah, nasional dan heroik melawan pasukan Jepang di Desa Lengkong, Serpong - Tangerang Selatan. Kronologis Kejadian Peristiwa berdarah ini bermula dari Resimen IV TRI di Tangerang, Resimen ini mengelola Akademi Militer Tangerang. Tanggal 25 Januari 1946, Mayor Daan Mogot memimpin puluhan taruna akademi untuk mendatangi markas Jepang di Desa Lengkong untuk melucuti senjata pasukan jepang. Daan Mogot didampingi sejumlah perwira, antara lain Mayor Wibowo, Letnan Soetopo, dan Letnan Soebianto Djojohadikusumo . Dengan mengendarai tiga truk dan satu jip militer, mereka berangkat ke Lengkong. Di depan pintu gerbang markas, tentara Jepang menghentikan mereka. Hanya tiga orang, yakni Mayor Daan Mogot, Mayor Wibowo, dan seorang taruna Akademi Militer Tangerang, yang diizinkan masuk untuk mengadakan pembicaraan dengan pimpinan Dai-Nippon. Sedangkan Letnan Soebianto dan Letnan Soetopo ditunjuk untuk memimpin para taruna yang menungggu di luar. Semula proses perlucutan berlangsung lancar. Tiba-tiba terdengar rentetan letusan senapan dan mitraliur dari arah yang tersembunyi. Senja yang tadinya damai jadi berdarah. Sebagian tentara Jepang merebut kembali senjata mereka yang semula diserahkan. Lantas berlangsung pertempuran yang tak seimbang. Karena kalah kuat, korban berjatuhan di pihak Indonesia. Sebanyak 33 taruna dan 3 perwira gugur dalam peristiwa itu. Sedangkan 1 taruna lainnya meninggal setelah sempat dirawat dirumah sakit. Perwira yang gugur adalah Daan Mogot, Letnan Soebianto, dan Letnan Soetopo. Peristiwa berdarah itu kemudian dikenal dengan nama Peristiwa Pertempuran Lengkong. Pada waktu itu Akademi Militer berpusat di Tangerang sehingga banyak yang menjadi korban adalah Taruna. Mengenang Peristiwa Lengkong Untuk mengenang Peristiwa Lengkong tersebut ada dua tempat bersejarah yang pertama adalah Taman Makam Pahlawan (TMP) taruna yang bertempat di Jl. Daan Mogot dan yang kedua adalah monumen Lengkong yang berada di wilayah Serpong. Monumen yang dibangun berdampingan dengan Taman Daan Mogot itu berdiri tahun 1993 di atas lahan seluas 500 meter persegi. Pada dinding prasasti monumen terukir nama-nama taruna dan perwira yang gugur pada peristiwa pertempuran Lengkong. Sedangkan di dalam museumnya, terpampang foto-foto perjuangan para taruna militer di Indonesia berserta akademinya. Monumen Lengkong kini dijadikan sebagai tempat peringatan peristiwa pertempuran Lengkong yang diperingati setiap tanggal 25 Januari. Bahkan, keputusan Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Ryamizard Ryacudu menetapkan peristiwa tersebut sebagai Hari Bakti Taruna Akademi Militer. Hal itu dituangkan lewat Surat Telegram KSAD Nomor ST/12/2005 bertanggal 7 Januari 2005.

Transcript of Peristiwa Lengkong.docx

Pertempuran Lengkong(25 Januari 1946) adalah peristiwa bersejarah, nasional dan heroik melawan pasukan Jepang di Desa Lengkong, Serpong - Tangerang Selatan.Kronologis KejadianPeristiwa berdarah ini bermula dari Resimen IV TRI di Tangerang, Resimen ini mengelola Akademi Militer Tangerang. Tanggal 25 Januari 1946, MayorDaan Mogotmemimpin puluhan taruna akademi untuk mendatangi markasJepangdi Desa Lengkong untuk melucuti senjata pasukan jepang. Daan Mogot didampingi sejumlah perwira, antara lain Mayor Wibowo, Letnan Soetopo, dan LetnanSoebianto Djojohadikusumo.Dengan mengendarai tiga truk dan satu jip militer, mereka berangkat ke Lengkong. Di depan pintu gerbang markas, tentara Jepang menghentikan mereka. Hanya tiga orang, yakni Mayor Daan Mogot, Mayor Wibowo, dan seorang taruna Akademi Militer Tangerang, yang diizinkan masuk untuk mengadakan pembicaraan dengan pimpinan Dai-Nippon. Sedangkan Letnan Soebianto dan Letnan Soetopo ditunjuk untuk memimpin para taruna yang menungggu di luar.Semula proses perlucutan berlangsung lancar. Tiba-tiba terdengar rentetan letusan senapan dan mitraliur dari arah yang tersembunyi. Senja yang tadinya damai jadi berdarah. Sebagian tentara Jepang merebut kembali senjata mereka yang semula diserahkan. Lantas berlangsung pertempuran yang tak seimbang. Karena kalah kuat, korban berjatuhan di pihak Indonesia. Sebanyak 33 taruna dan 3 perwira gugur dalam peristiwa itu. Sedangkan 1 taruna lainnya meninggal setelah sempat dirawat dirumah sakit. Perwira yang gugur adalah Daan Mogot, Letnan Soebianto, dan Letnan Soetopo.Peristiwa berdarah itu kemudian dikenal dengan nama Peristiwa Pertempuran Lengkong. Pada waktu itu Akademi Militer berpusat di Tangerang sehingga banyak yang menjadi korban adalah Taruna.Mengenang Peristiwa LengkongUntuk mengenang Peristiwa Lengkong tersebut ada dua tempat bersejarah yang pertama adalah Taman Makam Pahlawan (TMP) taruna yang bertempat di Jl. Daan Mogot dan yang kedua adalah monumen Lengkong yang berada di wilayah Serpong. Monumen yang dibangun berdampingan dengan Taman Daan Mogot itu berdiri tahun 1993 di atas lahan seluas 500 meter persegi. Pada dinding prasasti monumen terukir nama-nama taruna dan perwira yang gugur pada peristiwa pertempuran Lengkong. Sedangkan di dalam museumnya, terpampang foto-foto perjuangan para taruna militer di Indonesia berserta akademinya.Monumen Lengkong kini dijadikan sebagai tempat peringatan peristiwa pertempuran Lengkong yang diperingati setiap tanggal 25 Januari. Bahkan, keputusan Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNIRyamizard Ryacudumenetapkan peristiwa tersebut sebagai Hari Bakti Taruna Akademi Militer. Hal itu dituangkan lewat Surat Telegram KSAD Nomor ST/12/2005 bertanggal 7 Januari 2005.

Kamis, 24 Januari 1946 Pada tanggal 24 Januari 1946 Mayor Daan Yahya menerima informasi bahwa pasukan NICA Belanda sudah menduduki Parung dan akan melakukan gerakan merebut depot senjata tentara Jepang di depot Lengkong (belakangan diketahui bahwa Parung baru diduduki NICA bulan Maret 1946). Tindakan-tindakan provokatif NICA Belanda itu akan mengancam kedudukan Resimen IV Tangerang dan Akademi Militer Tangerang secara serius. Sebab itu pihak Resimen IV Tangerang mengadakan tindakan pengamanan. Mayor Daan Yahya selaku Kepala Staf Resimen, segera memanggil Mayor Daan Mogot dan Mayor Wibowo, perwira penghubung yang diperbantukan kepada Resimen IV Tangerang.

Jumat, 25 Januari 1946 Tanggal 25 Januari 1946 lewat tengah hari sekitar pukul 14.00, setelah melapor kepada komandan Resimen IV Tangerang Letkol Singgih, berangkatlah pasukan TKR dibawah pimpinan Mayor Daan Mogot dengan berkekuatan 70 taruna MA Tangerang (MAT) dan delapan tentara Gurkha. Selain taruna, dalam pasukan itu terdapat beberapa orang perwira yaitu Mayor Wibowo, Letnan Soebianto Djojohadikoesoemo dan Letnan Soetopo. Kedua Perwira Pertama ini adalah perwira polisi tentara (Corps Polisi Militer/CPM sekarang). Ini dilakukan untuk mendahului jangan sampai senjata Jepang yang sudah menyerah kepada sekutu diserahkan kepada KNIL-NICA Belanda yang waktu itu sudah sampai di Sukabumi menuju Jakarta.Setelah melalui perjalanan yang berat karena jalannya rusak dan penuh lubang-lubang perangkap tank, serta penuh barikade-barikade, pasukan TKR tersebut tiba di markas Jepang di Lengkong sekitar pukul 16.00. Pada jarak yang tidak seberapa jauh dari gerbang markas, truk diberhentikan dan pasukan TKR turun. Mereka memasuki markas tentara Jepang dalam formasi biasa. Mayor Daan Mogot, Mayor Wibowo dan taruna Alex Sajoeti berjalan di muka dan mereka bertiga kemudian masuk ke kantor Kapten Abe. Pasukan Taruna MAT diserahkan kepada Letnan Soebianto dan Letnan Soetopo untuk menunggu di luar.Gerakan pertama ini berhasil dengan baik dan mengesankan pihak Jepang. Di dalam kantor markas Jepang ini Mayor Daan Mogot menjelaskan maksud kedatangannya. Akan tetapi Kapten Abe meminta waktu untuk menghubungi atasannya di Jakarta, karena ia mengatakan belum mendapat perintah atasannya tentang perlucutan senjata. Ketika perundingan berjalan, rupanya Lettu Soebianto dan Lettu Soetopo sudah mengerahkan para taruna memasuki sejumlah barak dan melucuti senjata yang ada di sana dengan kerelaan dari anak buah Kapten Abe. Sekitar 40 orang Jepang disuruh berkumpul di lapangan.Kemudian secara tiba-tiba terdengar bunyi tembakan, yang tidak diketahui dari mana datangnnya. Bunyi tersebut segera disusul oleh rentetan tembakan dari tiga pos penjagaan bersenjatakan mitraliur yang tersembunyi yang diarahkan kepada pasukan taruna yang terjebak. Serdadu Jepang lainnya yang semula sudah menyerahkan senjatanya, tentara Jepang lainnya yang berbaris di lapangan berhamburan merebut kembali sebagian senjata mereka yang belum sempat dimuat ke dalam truk.Dalam waktu yang amat singkat berkobarlah pertempuran yang tidak seimbang antara pihak Indonesia dengan Jepang, Pengalaman tempur yang cukup lama, ditunjang dengan persenjataan yang lebih lengkap, menyebabkan Taruna MAT menjadi sasaran empuk. Selain senapan mesin yang digunakan pihak Jepang, juga terjadi pelemparan granat serta perkelahian sangkur seorang lawan seorang.Tindakan Mayor Daan Mogot yang segera berlari keluar meninggalkan meja perundingan dan berupaya menghentikan pertempuran namun upaya itu tidak berhasil. Dikatakan bahwa Mayor Daan Mogot bersama rombongan dan anak buahnya Taruna Akademi Militer Tangerang, meninggalkan asrama tentara Jepang, mengundurkan diri ke hutan karet yang disebut hutan Lengkong.Taruna MAT yang berhasil lolos menyelamatkan diri di antara pohon-pohon karet. Mereka mengalami kesulitan menggunakan karaben Terni yang dimiliki. Sering peluru yang dimasukkan ke kamar-kamarnya tidak pas karena ukuran berbeda atau sering macet. Pertempuran tidak berlangsung lama, karena pasukan itu bertempur di dalam perbentengan Jepang dengan peralatan persenjataan dan persediaan pelurunya amat terbatas.Dalam pertempuran, Mayor Daan Mogot terkena peluru pada paha kanan dan dada. Tapi ketika melihat anak buahnya yang memegang senjata mesin mati tertembak, ia kemudian mengambil senapan mesin tersebut dan menembaki lawan sampai ia sendiri dihujani peluru tentara Jepang dari berbagai penjuru.Akhirnya 33 taruna dan 3 perwira gugur dan 10 taruna luka berat serta Mayor Wibowo bersama 20 taruna ditawan, sedangkan 3 taruna, yaitu Soedarno, Menod, Oesman Sjarief berhasil meloloskan diri pada 26 Januari dan tiba di Markas Komando Resimen TKR Tangerang pada pagi hari.Pasukan Jepang bertindak dengan penuh kebengisan, mereka yang telah luka terkena peluru dan masih hidup dihabisi dengan tusukan bayonet. Ada yang tertangkap sesudah keluar dari tempat perlindungan, lalu diserahkan kepada Kempetai Bogor. Beberapa orang yang masih hidup menjadi tawanan Jepang dan dipaksa untuk menggali kubur bagi teman-temannya. Sungguh suatu kisah yang pilu bagi yang masih hidup tersebut. Dalam keadaan terluka, ditawan, masih dipaksa menggali kuburan untuk para rekan-rekannya sedangkan nasib mereka masih belum jelas mau diapakan.

Sabtu, 26 Januari 1946Esok hari setelah Peristiwa Lengkong, atau Sabtu, 26 Januari 1946, para tawanan yang masih kuat dipisahkan dari yang luka dan dipindahkan ke suatu gudang kosong yang letaknya tak jauh di bagian bawah kompleks kamp Jepang itu. Mereka sudah tidak diikat lagi. Sejak itu, mereka tinggal di tempat tersebut, suatu tempat yang dirasakan lembab. Pada sore harinya, para tawanan ini diberikan sekop untuk menggali kuburan. Segera terbayang oleh para tawanan ini bahwa, mereka sekarang akan dibunuh dan disuruh membuat lubang kuburannya sendiri. Dengan dikawal, mereka kemudian mulai digiring ke tempat bekas pertempuran kemarin. Ternyata mereka hanya disuruh mengubur kawan-kawannya yang mati.Mayat-mayat yang ditemukan di lokasi-lokasi yang terpencar, masih sempat dapat diidentifikasikan. Pada sore itulah di bawah gerimis, lubang-lubang digali dan mayat-mayat dimasukkan ke dalamnya. Ada mayat-mayat yang sebelum ditimbun dengan tanah sempat dishalatkan dulu. Semua diliputi keterharuan yang sangat mendalam.

Minggu, 27 Januari 1946Pada hari ini, diadakan pertemuan antara pihak TRI dengan pihak Jepang. Mereka berjumpa di suatu tempat di luar kamp dan pembicaraan dilakukan di jalanan sembari berdiri. Dari pihak Indonesia hadir Mayor M.T. Harjono, Mayor Oetarjo, Letnan Wirogo (adik dari Mayor Wibowo yang ditawan), dan Pembantu Letnan Djoko Winarto, semua dari Kantor Penghubung Tentara. Sedangkan dari Resimen IV hadir Mayor Daan Jahja, Kapten Taswin dan beberapa perwira lainnya. Sedangkan dari pihak Jepang hadir Letkol Miyamoto Shizuo dan Kapten Abe. Pertemuan diadakan dalam suasana yang cukup serius, masing-masing pihak mengemukakan argumentasinya, untuk membenarkan tindakannya sendiri.Akhirnya dicapai kesepakatan:Pertama, semua anggota TRI yang ditawan maupun yang gugur dan sudah dikubur akan dikembalikan kepada pihak Indonesia.Kedua, semua senjata kepunyaan TRI akan dikembalikan juga.Ketiga, hanya beberapa orang diantara anggota TRI yang ditawan masih perlu dikirim ke Bogor untuk diperiksa dan didengar keterangannya oleh Staf Brigade Inggris di sana, sebelum mereka dapat dibebaskan.Kenapa ke Bogor, dan kenapa pula oleh Inggris? Menurut R.H.A. Saleh, pasukan Jepang yang ada di Lengkong ini masuk dalam pengawasan dna pengendalian Brigade Inggris yang ada di Bogor, walaupun kamp Jepang di Lengkong sebenarnya berada di dalam daerah kekuasaan Republik Indonesia.

Senin, 28 Januari 1946Implementasi hasil perundingan dengan Letkol Miyamoto dan Kapten Abe di Lengkong, dimulai pada Senin, 28 Januari 1946. Untuk dapat mengetahui lebih dahulu jumlah yang tepat dari semua Taruna MAT yang ditawan, yang luka maupun yang sudah mati dan dikubur, pada pagi hari, Kapten Jopie Bolang bersama Lettu Arie Soepit dari Polisi Tentara dengan mengendarai sebuah sepeda motor pergi ke Lengkong untuk mengadakan peninjauan kamp pasukan Jepang. Namun mereka tidak diizinkan masuk ke dalam kamp dan hanya diterima di pintu gerbang saja. Penerimaan oleh Jepang adalah baik dan mereka mendapat informasi seperlunya. Setelah itu mereka kembali ke Tangerang untuk selanjutnya mempersiapkan tim yang akan diberangkatkan ke Lengkong pada siang harinya.Pada hari yang sama, Jenderal Mayor Didi Kartasasmita, Panglima Komandemen I Jawa Barat, yang membawahi semua satuan TRI di Jawa Barat dan bertanggung-jawab atas Komando Pertahanan wilayah Jawa Barat serta berkedudukan di Purwakarta, dengan melalui Jakarta dan Tangerang, langsung datang ke kamp militer Jepang di Lengkong, tanpa mampir dulu di Markas Resimen IV di Tangerang. Di Lengkong, ia diterima dengan baik oleh Kapten Abe. Di markas pasukan Jepang, ia diberi kesempatan untuk bertemu dan berbicara langsung dengan para Taruna yang ditawan. Ia pun sempat menengok para Taruna yang luka-luka.Menjelang sore hari, datang juga tim pengambil mayat di kamp Jepang di Lengkong. Mereka terdiri dari para Taruna yang tidak turut serta dalam Operasi Lengkong, diantaranya terdapat para Taruna yang baru kembali tanggal 25 Januari dari Bandung mengantarkan perbekalan untuk APWI(Allied Prisoners of War and Internees). Mereka datang dengan beberapa truk dan membawa alat-alat penggali, seperti sekop dan cangkul. Mereka disebar dan dituntun menuju kuburan-kuburan yang terpencar di dalam kebun karet. Dibawah pengawasan serdadu-serdadu Jepang yang bersenjata dan dalam sikap siap tembak, dilakukan penggalian-penggalian kembali.Di atas tiap kuburan ada semavam nisan sederhana dibuat dari sepotong papan kecil, dimana tertulis nama-nama dari yang dikubur itu. Pada umumnya lubang-lubang kuburan meuat lebih dari satu mayat. Kuburan-kuburan yang terpencar itu tidak digali dalam-dalam, sehingga baru beberapa kali menyendok tanah dengan sekop sudah tampak tubuh mayat.Penggalian kembali yang dimulai sore hari, selesai ketika hari sudah akan gelap. Mayat-mayat diangkat dengan beberapa truk dan malam itu juga tiba di Tangerang untuk disemayamkan semalam di sebuah rumah dalam kompleks perumahan para perwira Resimen IV.

Selasa, 29 Januari 1946Mayat-mayat yang disemayamkan semalam di kompleks perumahan perwira Resimen IV di Tangerang, pada esok harinya dimakamkan di sebuah tanah kosong yang terletak di sebelah Markas Resimen IV. Pemakaman ini dilakukan dengan suatu upacara sederhana tapi khidmat., yang dihadiri oleh sejumlah pejabat dari keluarga korban yang berdatangan dari luar kota Tangerang. Diantaranya, hadir Perdana Menteri RISoetan Sjahrir,Haji Agoes Salim(ayahanda dari Taruna Sjewket Salim), danR Margono Djojohadikoesoemo(pendiri BNI 1946 yang merupakan ayahanda dari Lettu Soebianto Djojohadikoesoemo, dan Taruna R.M. Soedjono Djojohadikoesoemo. Kedua kakak-beradik yang gugur ini, tak lain adalah paman dari mantan Danjen Kopassus Prabowo Soebianto dan pengusaha Hashim Djojohadikoesoemo).Suasana hening menyelimuti TMP Taruna, tempat para syuhada Peristiwa Palagan Lengkong dikebumikan. Makam dan nisan yang seluruhnya di-cat berwarna putih, dilengkapi pula dengan topi baja berwarnasilver metallicyang diletakkan tepat di bawah nisan makam. Di sekeliling makam-makam yang berbaris sejajar rapi, terdapat sejumlah pohon kamboja yang banyak menggugurkan bunga putih kekuningan hingga berserakan ke sekeliling makam.Makam Mayor Daan Mogot berada pada barisan pertama, nomor tiga dari sisi sebelah kanan. Makamnya, dipayungi pohon Kamboja, dan dekat dengan monumen yang dilengkapi patung lambang Akademi Militer Tangerang tepat di atasnya.Selain memuat nama para syuhada yang gugur dalam Peristiwa Lengkong, pada tugu monumen terdapat pula sajak yang penuh penghayatan akan sebuah perjuangan dan pengorbanan. Begini sajak yang terpahat pada monumen tersebut:

Kami bukan pembangun candi / Kami hanya pengangkut batu / Kamilah angkatan yang mesti musnah / Agar menjelma angkatan baru / Di atas pusara kami lebih sempurna //

Terdapat pula penjelasan terkait ditemukannya tulisan sajak tersebut di saku salah seorang perwira yang gugur, yakni Lettu Soebianto Djojohadikoesoemo:

Tulisan ini cermin ketulusan dalam masa perjuangan. Ditemukan di saku salah seorang perwira saat gugur, bersama adik-adiknya siswa Akademi Militer Tangerang. Dalam tugas misi damai menerima penyerahan senjata dari tentara Jepang di Lengkong. Dimana tanpa diduga tugas damai tersebut berubah menjadi pertempuran yang tidak seimbang, sehingga membawa banyak korban.

Sebenarnya, sajak yang patut untuk direnungkan maknanya itu adalah merupakan terjemahan dari sajak ciptaanHenriette Goverdine Anna Roland Holst-van der Schalk, seorang penyair dari Belanda (1869-1952). Lengkapnya, sajak asli tersebut adalah:

Wij zijn de bouwers van de tempel niet / Wij zijn enkel de sjouwers van de stenen / Wij zijn het geslacht dat moest vergaan / Opdat een betere oprijze uit onze graven

Pada tahun 1946, oleh tokoh pers nasional yang juga budayawan Rosihan Anwar (1922-2011), sajak Henriette Roland Holst diterjemahkan seperti yang kemudian ditemukan di saku Lettu Soebianto Djojohadikoesoemo, yang memang sangat menyukai sajak tersebut. Kini, lima baris terjemahan sajak itu terukir di tugu monumen TMP Taruna di Kota TangerangSecara keseluruhan, terdapat 48 makam yang ada di TMP Taruna, Kota Tangerang ini. Selain makam ke-37 para syuhada yang gugur di hutan karet, Lengkong, ada pula 8 makam lain yang lengkap dengan identitas namanya, serta 3 makam Pahlawan Tak Dikenal yang juga gugur pada Peristiwa Lengkong Berdarah.

Sumber : Kompasiana Sejarah Merdeka.comIndonesia KaryaFoto Gapey Sandy

PERISTIWA LENGKONGPada Hari Jumat petang, tanggal 25 Januari 1946, telah terjadi Peristiwa Berdarah Lengkong/Serpong, dimana pasukan dari Akademi Militer Tangerang yang dipimpin oleh Mayor Daan Mogot yang tengah merundingkan penyerahan senjata dari pasukan Jepang di Lengkong kepada pasukan T.R.I, secara tiba-tiba sekali telah dihujani tembakan dan diserbu oleh pasukan Jepang sehingga mengakibatkan gugurnya 34 Taruna Akademi Militer Tangerang dan 3 Perwira T.R.I, diantaranya Mayor Daan Mogot sendiri.Untuk mengenangkan para kesuma bangsa yang telah gugur ketika menjalankan tugas untuk negara, pada bulan Maret 1946, telah diciptakan lagu Pahlawan Lengkong :Jauh di sana di balik tembok / Terletak Taman Pahlawan Raya / Terus berjuang di medan Lengkong / Untuk membela nusa dan bangsa /REFF:Selamat tinggallah Ibunda / Selamat tinggallah Ayahanda / Ku pergi jauh ke sana / Mencari bahagia //

Sumber: Sajak yang ditemukan di saku Lettu Soebianto Djojohadikoesoemo, salah seorang perwira TRI yang gugur dalam Peristiwa Lengkong, Serpong, pada 25 Januari 1946. Sajak tersebut kini terukir di Tugu Monumen TMP Taruna di Kota Tangerang. (Foto: Gapey Sandy; Kompasiana Sejarah, 24 Januari 2014)

Sumber : Lambang Negara Kesatuan Republik Indonesia, Burung Garuda, dan pahatan tulisan Peristiwa Lengkong. (Foto: Gapey Sandy; Kompasiana, 25 Januari 2014)

Sumber: Tembok diorama yang menggambarkan suasana pendidikan kemiliteran di Akademi Militer. (Foto: Gapey Sandy, Kompasiana: 25 Januari 2014)

Sumber: Tembok diorama yang menyuguhkan gambaran tentang Peristiwa Lengkong. (Foto: Gapey Sandy; Kompasiana 25 Januari 2014)Description :Pertempuran yang terjadi tanggal 25 Januari 1946 tersebut dipimpin oleh Mayor Daan Mogot saat melucuti senjata pasukan Jepang di markas tentara Jepang di Desa Lengkong, yang menyebabkan 33 taruna Akademi Militer Tangerang dan 3 perwira termasuk Daan Mogot gugur dalam peristiwa itu.

Sumber: Adakah perang di Lengkong pada tanggal 25 Januari 1946? (Foto: Sejarah Kita, 01 Maret 2006)

Sumber :Pertempuran Lengkong, potret heroisme di bawah keterbatasan(Ilustrasi perang Lengkong di Bandung. 2013Merdeka.com/www.crawler.dipity.com)

Sumber : Daan Mogot, Sang Pahlawan Remaja Berusia 17 Tahun (1928-1946)(sumber gambar : www.glowupmagazine.com)

Deskripsi: Saksi Bisu Peristiwa Lengkong, inilah markas tentara Jepang sebelum dilucuti oleh pasukan Indonesia, di Lengkong Wetan Serpong Tangerang Selatan

Sumber: Tugu Monumen gugurnya syuhada Peristiwa Palagan Lengkong dengan lambang Akademi Militer yang ada di atasnya. Lokasi di Taman Makam Pahlawan Taruna, Kota Tangerang. (Foto: Gapey Sandy)

Sumber: Tetap berjajar dan berbaris rapi. Pusara peristirahatan terakhir para syuhada yang gugur saat Peristiwa Lengkong di TMP Taruna, Jalan Daan Mogot No.1 Tangerang. (Foto: Gapey Sandy)

Sumber: Taman Makam Pahlawan Taruna, Kota Tangerang, tempat peristirahatan terakhir para syuhada yang gugur dalam Peristiwa Lengkong, pertempuran melawan pasukan Jepang. (Foto: Gapey Sandy)

Sumber: Di Taman Makam Pahlawan Taruna, Kota Tangerang inilah, bersemayam jasad para syuhada yang gugur dalam Peristiwa Lengkong. (Foto: Gapey Sandy)

Sumber: Terdapat tiga makam Pahlawan Tak Dikenal yang juga gugur pada Peristiwa Lengkong. (Foto: Gapey Sandy)

Deskripsi : Nama: Elias Daniel Mogot; Nama populer : Mayor Daan Mogot; Tempat/tgl lahir : Manado, 28 Desember 1928; Tempat/tgl meninggal : Tangerang, 25 Januari 1946;

Deskripsi: Monumen Peristiwa LengkongKel. Lengkong Karya, Kec. Serpong Utara

Deskripsi: Nama-nama Pahlawan yang terukir pada Monumen Peristiwa Lengkong Kel. Lengkong Karya, Kec. Serpong Utara