Periodontitis Dan Rhinitis Pada Kucing Mix

11
PERIODONTITIS DAN RHINITIS PADA KUCING MIX (JANTAN) Oleh: RIZAL DWI HARDYANA, SKH 1 A!"#!e$" - % S&'!"le#e! Nama : Davis Jenis Hewan/spesies : Kucing Ras/breed :Mix Warna rambut/warna kulit : Kuning Jenis kelamin :Jantan mur : !erat badan : "anda k#usus : Matan kanan tidak ada $enukleasi% S " *$ + e$e! 1 Ke"-""! U#*# &erawatan :!uruk Habitus/tingka# laku : "ulang punggung datar/'inak (i)i :!aik &ertumbu#an badan : *edang *ikap berdiri : "egak pada keempat kaki *u#u tubu# :+, . 0 1rekuensi nadi : .23 kali/menit 1rekuensi napas : 45 kali/menit % A-"+ "$& l&!'.*!'"! : !aik K*l& -"! R"#/* 6spek Rambut : Kusam Ker7nt7kan : "idak ada ker7nt7kan Keb7takan : "idak terdapat keb7takan

description

laporan physical examination

Transcript of Periodontitis Dan Rhinitis Pada Kucing Mix

PERIODONTITIS DAN RHINITIS PADA KUCING MIX (JANTAN)Oleh: RIZAL DWI HARDYANA, SKH

1. Anamnesa-2. Signalement Nama : DavisJenis Hewan/spesies: KucingRas/ breed: MixWarna rambut/warna kulit: KuningJenis kelamin: JantanUmur : Berat badan: Tanda khusus: Matan kanan tidak ada (enukleasi)

3. Status present3.1. Keadaan UmumPerawatan: BurukHabitus/tingkah laku: Tulang punggung datar/jinakGizi: BaikPertumbuhan badan: SedangSikap berdiri: Tegak pada keempat kaki Suhu tubuh: 38,1 CFrekuensi nadi: 150 kali/menitFrekuensi napas: 24 kali/menit

3.2. Adaptasi lingkungan: Baik

3.3. Kulit dan RambutAspek Rambut: KusamKerontokan: Tidak ada kerontokanKebotakan: Tidak terdapat kebotakanTurgor kulit: Buruk (3 detik)Permukaan kulit : HalusBau kulit: Bau khas kucing

3.4. Kepala dan leherInspeksiEkspresi wajah: Jinak, tenangPertulangan kepala : Tegas, simetrisPosisi tegak telinga: Tegak keduanya Posisi kepala: Lebih tinggi dari leher dan tulang punggung PalpasiTurgor kulit: Buruk (3 detik)Mata dan orbita mata kananPalpebrae: EnukleasiCilia : EnukleasiKonjungtiva : EnukleasiMembran nictitans: EnukleasiMata dan orbita mata kiriPalpebrae : Membuka dan menutup sempurnaCilia : Keluar sempurnaKonjungtiva: PucatMembran nictitans: TerlihatBola mata kananSclera: EnukleasiKornea: EnukleasiIris: EnukleasiLimbus: EnukleasiPupil: EnukleasiRefleks pupil: EnukleasiVasa injeksio: Enukleasi

Bola mata kiriSclera: Putih, tidak ada kelainanKornea: Transparan (bening, terang tembus)Iris: Tidak ada perlekatanLimbus: RataPupil: Tidak ada kelainanRefleks pupil: AdaVasa injeksio: Tidak adaHidung dan sinus hidungBentuk: SimetrisCermin hidung: Ada dischargeLubang: Tertutup dischargeAliran udara: TerhambatMulut dan rongga mulutRusak/luka bibir: Tidak adaMukosa : Pucat, hiperemi pada beberapa bagianGigi geligi: Lengkap, banyak karang gigiLidah : Pucat, tidak terdapat lukaTelingaPosisi telinga: Tegak, simetris keduanyaBau: Khas cerumenPermukaan : KotorKrepitasi: Tidak adaRefleks panggilan: Ada

LeherPerototan: KompakTrachea: Teraba, tidak ada respon batukEsofagus: Teraba, kosong (tidak ada makanan)

Sistem pertahanan:Ln. RetropharyngealisUkuran: Bengkak (kanan lebih besar)Lobulasi: JelasPerlekatan: Ada perlekatan (kanan)Konsistensi: KenyalSuhu Kulit: Lebih tinggi dari suhu tubuhKesimetrisan: Tidak simetris

3.5. Thorax : 3.5.1. Sistem PernafasanInspeksiBentuk rongga thorak: SimetrisTipe pernafasan: CostalRitme: Tidak teraturIntensitas: DalamFrekuensi: 24 kali/menitPalpasiPenekanan rongga thorak: Tidak ada reaksi sakit, tidak ada batukPalpasi intercostal: Tidak ada reaksi sakit, tidak ada batukPerkusiLapangan paru-paru: 6,9,11 (tidak ada perluasan dan penyempitan)Gema perkusi: NyaringAuskultasiSuara pernafasan: Bronchial dan vesikular jelasSuara ikutan: Ada

3.5. Thorak: 3.5.2 Sistem Peredaran DarahInspeksiIctus cordis: Tidak terlihatPerkusiLapangan jantung: -AuskultasiFrekuensi : 150 kali/menitIntensitas: Dangkal/lemahRitme: Tidak teraturSuara sistolik & diastolik: Jelas Suara ekstrasistolik: Tidak adaSinkron pulsus & jantung: Sinkron

3.6. Abdomen dan Organ Pencernaan yang BerkaitanInspeksiBesarnya: Tidak ada kelainanBentuknya: SimetrisPalpasi (profundal hewan kecil)Tegangan isi perut: TegangEpigastricus: Ginjal teraba, tidak ada respon sakitMesogatrikus: Usus teraba, tidak ada respon sakitHipogastrikus dorsal: VU teraba (kosong), tidak ada respon sakitAnus Sekitar anus: BersihRefleks spinkter ani: AdaPembesaran kolon-kucing: Tidak adaKebersihan daerah perineal: BersihAlat Perkemihan dan Kelamin (Urogenitalis)JantanPerhatikan preputium: BasahPerhatikan penis, keluarkan glans penisMukosa: PucatBesar: Tidak ada kelainan dan perubahan ukuranBentuk: Tidak ada kelainan bentukSensitivitas: SensitifWarna: PucatKebersihan: BersihScrotum: Tidak ada radang, testis simetris

3.7. Alat GerakInspeksiPerototan kaki depan: Kompak, simetris, tidak ada perubahanPerototan kaki belakang: Kompak, simetris, tidak ada perubahanSpasmus otot: Tidak adaTremor: Tidak adaSudut persendian: Tidak ada kelainanCara bergerak-berjalan: KoordinatifCara bergerak-berlari: KoordinatifPalpasiStruktur pertulanganKaki kiri depan: Kompak, tidak ada kelainanKaki kanan depan: Kompak, tidak ada kelainanKaki kiri belakang: Kompak, tidak ada kelainan Kaki kanan belakang: Kompak, tidak ada kelainanKonsistensi pertulangan: KerasReaksi saat palpasi: Tidak ada rasa sakitPanjang kaki depan ka/ki: Sama panjangPanjang kaki belakang ka/ki: Sama panjang

Pemeriksaan Lanjutan : Pemeriksaan darah, X-ray.Diagnosa : Periodontitis dan rhinitisDiferensial diagnosa: SinusitisPrognosa: Fausta

PEMBAHASANPeriodontitis didefinisikan sebagai suatu infeksi mikrobial yang merangsang respon inflamasi pada jaringan periodontium dan mengakibatkan kerusakan jaringan pendukung gigi. Proses ini dikarakteristikkan dengan adanya destruksi perlekatan jaringan ginggiva, kehilangan tulang alveolar, migrasi epitel penyatu kearah apikal dan pembentukan saku periodontal (Matthews 2002).Penyakit periodontal dimulai dari adanya plak yang terakumulasi dipermukaan gigi. Plak terdiri atas komunitas kompleks dari ratusan spesies bakteri yang berbeda yang saling berkoordinasi. Ada beberapa cara bagaimana bakteri menyebabkan destruksi periodontal yaitu: 1. Bakteri dapat memproduksi senyawa toksik dan enzim yang menyebabkan destruksi periodontal; 2. Bakteri atau produknya merangsang inflamasi yang menyebabkan aktivasi enzim penjamu yang berperan dalam destruksi jaringan (Mealey 2006).Kebanyakan penelitian menyatakan bahwa respon imun lebih berperan terhadap destruksi periodontal pada periodontitis. Bakteri dan produknya memiliki peran secara tidak langsung dalam merangsang inflamasi sehingga menghasilkan mediator inflamasi seperti prostaglandin E2 (PGE2) atau sitokin meliputi Tumor Necrosis Factor-alpha (TNF-) dan Interleukin-1 (IL-1). Mediator inflamasi ini akan merangsang produksi dan aktivasi enzim yang merusak jaringan ikat ginggiva serta produksi osteoklas yang akan meresorpsi tulang. Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dari model hewan dan menusia ditunjukkan bahwa hal yang sama terjadi pada awal kehilangan perlekatan jaringan ikat pada permukaan gigi dan resorpsi tulang alveolar (Mealey 2006).Pada stadium awal, biasanya hewan tidak menunjukkan gejala sama sekali, namun sudah ada halitosis (bau busuk dari mulut) dan lapisan karang gigi. Lapisan gigi paling sering terlihat pada taring dan geraham atas, dan paling tebal pada geraham atas yang besar. Bila penyakit periodontal sudah mengenai tulang (pada staddium kedua dan keempat), hewan merasa nyeri pada waktu makan atau bila moncongnya dipegang. Rasa nyeri menyebabkan nafsu makan berkurang, atau sama sekali hilang, sehingga hewan menjadi kurus. Air liur kental dan berbau busuk terdapat di sekitar geraham atas atau bawah, atau menggantung pada mulut bagian samping. Air liur juga bisa bercampur dengan darah.Jika melihat gejala-gejala yang ditunjukkan oleh kucing yang diperiksa, dan melihat gejala-gejala menurut literatur, maka hewan tersebut menderita periodontitis. Gejala yang ditunjukkan oleh kucing ini adalah banyaknya karang gigi pada bagian taring sebelah kiri atas, dan pada bagian yang sama gusinya juga berwarna merah atau hiperemi yang menandakan adanya peradangan pada bagian tersebut. Selain itu bau mulut (halitosis) juga dapat tercium. Namun periodontitis yang diderita kucing ini masih dalam tahap awal atau belum terlalu parah.Pengobatan yang dapat dilakukan untuk mengatasi penyakit ini tergantung derajat keparahan penyakit. Pada tahap awal, biasanya hanya diperlukan pembersihan karang gigi yang biasa disebut scalling. Scalling gigi kucing dilakukan dengan kucing dalam keadaan terbius total. Diajurkan untuk melakukan scalling ruting 1-2 kali setiap tahunnya. Pada kucing tua atau mengalami gangguan ginjal atau hati sebaiknya tidak dibius karena dapat membahayakan kucing itu sendiri. Pada tingkatan lebih parah, diperlukan tindakan operasi seperti cabut gigi atau membuang sebagian jaringan gusi yang sudah rusak parah (ginggivectomy).Pencegahan yang dapat dilakukan agar kucing tidak menderita periodontitis adalah dengan pembersihan gigi kucing minimal dua kali dalam seminggu, baik untuk kucing dengan jenis makanan yang basah maupun kering. Selain itu dapat juga dilakukan scalling gigi rutin 1-2 kali dalam setahun, dan dilakukan oleh dokter hewan dalam keadaan kucing terbius total.Selain didiagnosa menderita periodontitis, kucing ini juga diduga menderita rhinitis yang ditandai dengan adanya leleran (discharge) kental dari kedua lubang hidungnya. Selain itu limfonodus retrofaringeal mengalami pembengkakkan yang menandakan adanya peradangan di sekitar saluran pernafasan.Rhinitis adalah peradangan pada selaput hidung (Togias 2000). Penyebab terjadinya rhinitis pada kucing dapat berupa virus, bakteri ataupun jamur. Umumnya virus yang dapat menenyerang kucing adalah dari golongan Herpes virus yang meliputi feline viral rhinotracheitis (FVR) (Eldredge et al. 2008). Rhinitis kronis umumnya disebabkan oleh adanya infeksi sekunder bakteri. Infeksi sekunder bakteri ini menyebabkan adanya discharge mukopurulent yang cukup banyak dari sinus-sinus hidung. Penyebab rhinitis kronis juga dapat disebabkan oleh adanya penyakit radang kronis (rhinitis lymphoplasmacytic), trauma, parasit (Cuterebra), benda asing, neoplasia, atau infeksi mikotik (Khan 2011).Rhinitis yang disebabkan oleh virus dapat ditularkan dari kucing ke kucing melalui kontak langsung dengan cara terinfeksi dari mata, hidung, mulut, melalui makanan yang terkontaminasi, mangkuk air, dan tangan menusia, bahkan dapat ditularkan melalui udara. Virus ini stabil di lingkungan selama 24 jam sampai 10 hari, tergantung pada kondisi lingkungan di sekitarnya. Replikasi virus akan terjadi di dalam epitel dari saluran pernafasan. Replikasi virus dalam jaringan epitel ini merugikan terjainya nekrosa jaringan secara lokal. Pengeluaran virus terjadi antara lain melalui sektera hidung, konjungtiva dan urin (Eldredge et al. 2008).Gejala klinis biasanya muncul setelah 2-17 hari setelah paparan virus dalam tubuh kucing. Sering kali infeksi virus ini akan diikuti oleh adanya infeksi sekunder dari bakteri (Eldredge et al. 2008). Infeksi sekunder dapat disebabkan oleh adanya penurunan imunitas dari hewan akibat adanya infeksi virus. Penurunan imunitas ini dapat menyebabkan bakteri dapat berkembang lebih baik dan menyebabkan infeksi yang terjadi semakin parah.Hewan yang menderita rhinitis dapat menunjukkan gejala klinis yang beragam, mulai dari bersin, batuk, demam, mengalami kelainan bernafas (nafas cepat atau lambat), keluarnya discharge dari rongga hidung. Gejala klinis lainnya yang dapat muncul adalah hipersalivasi, kemudian terlihat produksi air mata berlebihan. Kejadian ini juga dapat menyebabkan terjadinya laringitis, faringitis dan tracheitis. Mukosa hidung akan terlihat kemerahan dan diikuti pembengkakkan tonsil (Eldredge et al. 2008).Diagnosa kasus rhinitis dapat dilakukan berdasarkan anamnesa, gejala klinis, pemeriksaan klinis, pemeriksaan darah, pembiakan kultur, ataupun metode rontgen. Pemeriksaan darah atau hematologi berguna untuk meneguhkan diagnosa tentang agen yang menyebabkan infeksi saluran pernafasan (Foster et al. 2011). Diferensial diagnosa pada kasus rhinitis adalah sinusitis. Kadang perbedaan antara kedua jenis penyakit ini tidak begitu jelas dan cukup sulit dibedakan karena gejala yang menyertai kedua penyakit ini tidak berbeda (Khan 2011).Terapi yang dilakukan pada pengobatan rhinitis adalah pemberian antibiotika untuk mencegah atau menghilangkan adanya infeksi sekunder bakteri. Antibiotika spektrum luas seperti tertrasiklin cukup efektif mengatasi bakteri. Selain itu dapat juga dilakukan terapi simptomatis untuk meringankan gejala penyakit yang ada. Pemberian ephedrine 0,25% sebanyak 2 tetes pada setiap lubang hidung sebagai bronkhodilator dan untuk mengurang leleran hidung yang dapat menyumbat aliran udara. Pemberian suplemen makanan juga diperlukan untuk meningkatnkan imunitas tubuh. Pencegahan kasus saluran pernafasan dapat dilakukan dengan melakukan vaksinasi lengkap pada hewan. Vaksinasi dapat dilakukan scara intranasal atau intramuskular pada umur 9-12 minggu. Vaksin FVR dapat dikombinasikan dengan pemberian vaksin untuk melawan infeksi Calicivirus (Khan 2011).

DAFTAR PUSTAKAEldredge DM, Carlson DG, Carlson LD, Giffin JM. 2008. Cat Owner,s Home Veterinary Handbook Third Edition. New Jersey: Wiley Publishing.Foster S, Martin P. 2011. Lower respiratory tract infection in cat reaching beyond empirical therapy. Journal of Feline Medicine and Surgery 13: 313-332.Khan CM. 2011. The Merck Veterinary Manual, Ninth Edition. USA: Merck & Co., Inc.Matthews DC. 2002. The two-way relationship between diabetes and periodontal disease. J of the Canadian Dental Association 68(3): 161-164.Mealey BL. 2006. Periodontal disease and diabetes. J American Dental Association 137.Togias AG. 2000. Systemic immunologic and inflamatory aspects of allergic rhinitis. J Allergy Clin Immunol.