PERILAKU PEMILIH MASYARAKAT SUKU LAUT DI DESA...
Transcript of PERILAKU PEMILIH MASYARAKAT SUKU LAUT DI DESA...
PERILAKU PEMILIH MASYARAKAT SUKU LAUT DI DESA
SUNGAI BULUH KECAMATAN SINGKEP BARAT
KABUPATEN LINGGA TERHADAP PEMILIHAN KEPALA
DAERAH (BUPATI) TAHUN 2015
NASKAH PUBLIKASI
Oleh
INDAH MULYANI
NIM. 110565201069
PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI
2017
1
SURAT PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING
Yang bertanda tangan dibawah ini adalah Dosen Pembimbing Skripsi mahasiswa yang
disebut dibawah ini :
Nama : INDAH MULYANI
NIM : 110565201069
Jurusan/ Prodi : Ilmu Pemerintahan
Alamat : Desa Kote RT/RW 002/004 Singkep Pesisir
Nomor Telp : 0812 7690 9606
Email : -
Judul Naskah : PERILAKU PEMILIH MASYARAKAT SUKU LAUT DI
DESA SUNGAI BULUH KECAMATAN SINGKEP BARAT
KABUPATEN LINGGA TERHADAP PEMILIHAN
KEPALA DAERAH (BUPATI) TAHUN 2015
Menyatakan bahwa judul tersebut sudah sesuai dengan aturan tata tulis naskah ilmiah dan
untuk dapat diterbitkan.
Tanjungpinang, 02 Agustus 2017
Yang menyatakan,
Dosen Pembimbing I
Afizal,S.Ip,M.Si NIP. 198304032015041001
Dosen Pembimbing II
Kustiawan,M.Pol,Sc NIDN. 0507097301
2
PERILAKU PEMILIH MASYARAKAT SUKU LAUT DI DESA
SUNGAI BULUH KECAMATAN SINGKEP BARAT
KABUPATEN LINGGA TERHADAP PEMILIHAN KEPALA
DAERAH (BUPATI) TAHUN 2015
INDAH MULYANI
AFRIZAL
KUSTIAWAN
ABSTRAK
Indonesia merupakan Negara demokrasi, pemilihan umum dianggap lambang,
sekaligus tolak ukur dari demokrasi itu. Hasil pemilihan umum yang diselenggarakan
dalam suasana keterbukaan dengan kebebasan berpendapat dan kebebasan berserikat,
dianggap mencerminkan walaupun tidak begitu akurat, partisipasi dan kebebasan
masyarakat. Perilaku pemilih masyarakat sangat penting bahkan suara rakyat sebagai faktor
penentu maju dan berkembangnya suatu Negara. Namun, banyak kita lihat dan kita ketahui
diberbagai daerah atau pelosok tertentu buta akan hal politik dan pemerintahan, salah
satunya suku laut.
Dalam penelitian ini yang menjadi populasi dan sampel adalah rata-rata
masyarakat suku laut yang telah memili hak suara pada pemilihan kepala daerah tahun 2015
di Desa Sungai Buluh, tercatat sebanyak 174 daftar pemilih tetap dalam masyarakat suku
laut yang berada di TPS II. Oleh dari hal itu penulis menggunakan teori Ari Kunto dimana
jika terdapat jumlah subjek besar dapat diambil antara 5%-10% atau 10%-15% atau lebih,
dari pernyataan itu peneliti mengambil jumlah sampel sebanyak 60 orang. Adapun analisa
data yang digunakan penulis adalah bersifat deskriptif kuantitatif, yaitu bertujuan untuk
meringkas berbagai kondisi, berbagai situasi atau berbagai variable yang timbul
dimasyarakat yang menjadi objek penelitian berdasarkan kejadian yang sesungguhnya,
kemudian mengangkat kepermukaan karakter atau gambaran kondisi, situasi ataupun
variable dan menggunakan hipotesa atau praduga awal terhadap hasil penelitian.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat penulis simpulkan bahwa masyarakat
suku laut di Desa Sungai Buluh dapat dikatakan pemilih tradisional pada saat pemilukada,
karena dengan pemikiran mereka yang sederhana dan sebagian yang memandang kesamaan
agama, asal-usul, sosial-budaya bahkan paham dan lainnya, yang kemudian hal itulah
mereka memilih pasangan calon yang bersangkutan yang menurut mereka berasal dari
tempat yang sama, agama yang sama, bahkan memiliki budaya yang sama dan menjadi
pula daya tarik mereka untuk memberikan hak suara pada pasangan calon.
Kata Kunci : Perilaku Pemilih, Suku Laut
3
ABSTRACT
Indonesian is a state of democracy, the general election considered the epitome of,
once reject progression of democracy it. The results of general elections organized in the
atmosphere of openness with freedom of speech and freedom of association, considered
reflect although not so accurate, the participation and freedom of society. The behavior of
the electorate society is very important even the sound of people as deciding factor forward
and the development of a country. However, many we see and we know a particular area
or the corners of the blind will it political and the government, one of them tribe sea.
In this study is the population and samples is an average of the tribes of the sea
who have had voting rights in the elections 2015 in the village Sungai Buluh, as many as
174 voters list remain in the community tribe sea in TPS II. By the use of it theory Ari Kunto
if there are a number of the subject of can be taken between 5% - 10% or 10% - 15% or
more, from the statement researchers took the number of a sample of a total of 60 people.
As for the analysis of the used writer is a quantitative the descriptive, which aims to sum
up a variety of the condition, a variety of the situation or various variable that occur in
people who become the object research based on the real, then lifting characters or a
picture of the condition, the situation or variable, and use hipotesis or preconceived notions
the beginning of the results of research.
Based on the results of the study can conclude writer that the public tribe sea in
the village a Sungai Buluh it can be said voters traditional at the general election
provincial head, because with their thinking that simple and most who looked in common
religion, source, social-culture, even the figure and other, then that’s what they chose the
candidates concerned that according to their comes from the same plase, the same
religious, even had a culture that the same and be also their fascination to give the right to
vote on a potential partner.
Key words : Voter Behavior, Sea Tribe
4
A. PENDAHULUAN
Indonesia merupakan Negara
demokrasi, pemilihan umum dianggap
lambang, sekaligus tolak ukur, dari
demokrasi itu. Hasil pemilihan umum yang
diselenggarakan dalam suasana keterbukaan
dengan kebebasan berpendapat dan
kebebasan berserikat, dianggap
mencerminkan walaupun tidak begitu akurat,
partisipasi dan kebebasan masyarakat.
Sekalipun demikian, disadari bahwa
pemilihan umum (PEMILU) tidak
merupakan satu-satunya tolak ukur dan perlu
dilengkapi dengan pengukuran beberapa
kegiatan lain yang lebih bersifat
berkesinambungan, seperti partisipasi dalam
kegiatan partai, lobbying, dan sebagainya.
Negara yang sedang berkembang
beberapa kebebasan seperti yang dikenal di
dunia barat kurang diindahkan. Seperti
Indonesia, perkembangan demokrasi di
Indonesia telah mengalami pasang surut.
Ternyata masalah pokok yang kita
hadapi adalah bagaimana dalam masyarakat
yang beraneka ragam pola budayanya dapat
mempertinggi tingkat kehidupan ekonomi
disamping membina suatu kehidupan sosial
dan politik yang demokratis, pada pokok
masalah ini berkisar pada penyusunan suatu
sistem politik dimana kepemimpinan cukup
kuat untuk melaksanakan pembangunan
ekonomi serta nation building, dengan
partisipasi rakyat seraya menghindarkan
timbulnya diktator.
Pemilihan umum (general election)
diakui secara global, sebagai sebuah arena
untuk membentuk demokrasi perwakilan
serta menggelar pergantian pemerintahan
secara berkala. Maka menurut teori
demokrasi minimalis, sebagaimana yang
dijelaskan oleh Joseph Schumpeter
(Schumpeterian) maka pemilihan umum
adalah sebuah arena yang mewadahi
kompetisi (kontestasi) antara aktor-aktor
politik yang meraih kekuasaan partisipasi
politik rakyat untuk menentukan pilihan serta
liberalisasi hak-hak sipil dan polotik warga
Negara. (Robert Dahl, 1971). Dalam
hubungan ini partai politik merupakan aktor
utama yang berkompetisi untuk memperoleh
dukungan massa dan meraih kekuasaan
eksekutif dan legeslatif. (P. Anthonius
Sitepu, 2012)
Pemilihan umum ialah suatu proses
pemilihan orang-orang untuk mengisi
jabatan-jabatan politik tertentu, seperti
presiden, wakil presiden atau wakil rakyat di
berbagai tingkat pemerintahan, sampai yang
paling sederhana atau paling kecil yaitu
kepala desa. Pada konteks yang lebih luas,
pemilihan umum juga dapat berarti proses
mengisi jabatan-jabatan tertentu.
Pemilu merupkan salah satu usaha
untuk mempengaruhi rakyat secara persuasif
(tidak memaksa) dengan melakukan kegiatan
5
retorika, hubungan kemasyarakatan,
komunikasi massa, lobbying, dan lain-lain.
Dalam Negara demokrasi propaganda dan
agitasi sangat dikecam, namun dalam
kampanye pemilu, teknik agitasi dan
propaganda banyak juga dipakai oleh oleh
para kandidat sebagai komunikator.
Praktik penyelenggaraan
pemerintahan lokal di Indonesia telah
mengalami kemajuan sejak masa reformasi,
ini dapat dilihat dari diberlakukannya Perpu
No.02 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah. Dengan diberlakukannya undang-
undang ini, hubungan antara pemerintah
pusat dan daerah menjadi lebih desentralistis,
dalam arti sebagian besar wewenang
dibidang pemerintahan diserahkan kepada
daerah. Secara umum Perpu No. 02 Tahun
2014 tentang Pemerintahan Daerah ini telah
banyak membawa kemajuan bagi daerah dan
juga bagi peningkatan kesejahteraan
masyarakat.
Undang-undang ini dalam
pelaksanaannya juga telah menimbulkan
dampak negatif, antara lain tampilnya kepala
daerah sebagai raja-raja kecil didaerah karena
luasnya wewenang yang dimiliki, tidak
jelasnya hubungan hierarkis dengan
pemerintahan diatasnya, tumbuhnya peluang
korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) di
daerah-daerah akibat wewenang yang luas
dalam pengelolaan kekayaan dan keuangan
daerah serta “money politic” yang terjadi
dalam pemilihan kepala daerah (Abdullah,
2005: 3).
Pilkada ialah pemilihan kepala
daerah secara langsung oleh masyarakat
daerah tersebut untuk memilih kepala
daerahnya yang baru atau Pemilihan Kepala
Daerah baik untuk tingkatan Gubernur,
Bupati, Walikota serta para wakilnya di
tentukan oleh adanya pemilihan secara
langsung oleh rakyat yang berasaskan pada
langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan
adil. Pilkada (Pemilihan Kepala Daerah
Secara Langsung) sudah terjadi di ratusan
tempat di seluruh Indonesia.
Gejala mencolok yang cukup
mengkhawatirkan yang terjadi dalam
masyarakat. Antusiasime publik dan tingkat
partsipasi masyarakat luas dalam pilkada itu
cukup rendah. Ukuran paling mencolok dari
rendahnya keterlibatan publik itu adalah
rendahnya tingkat Voter Turnout (partisipasi
pemilih yang mencoblos di TPS pada hari
pemilihan).
Masalah Pemilihan Kepala Daerah
(PILKADA) yang sesuai dengan peraturan
per-undang-undangan yang berlaku yaitu
Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 yang
mengatur akan tata Pemerintahan Daerah
(PEMDA) dalam mengatur pemerintahan
sendiri terutama dalam hal Pemilihan Kepala
Daerah (PILKADA).
Undang-undang ini sesuai dengan
UUD 1945 yang ada pada UUD 1945
6
perubahan pertama yaitu Pasal 22E UUD
1945. Yaitu bahwa Pemilihan Kepala Daerah
baik untuk tingkatan Gubernur, Bupati,
Walikota serta para wakilnya di tentukan oleh
adanya pemilihan secara langsung oleh
rakyat yang berasaskan pada langsung,
umum, bebas, rahasia, jujur dan adil (Jimlie
Ashshiqie, 2006, hal:792).
Sedangkan dalam pelaksanaan
pemilihan kepala daerah ini dilaksanakan
oleh Komisi Pemilihan Umum Daerah
(KPUD) yang bertempat tugas di daerah
Tingkat I (Provinsi), daerah Tingkat II
(Kabupaten), dan Kota. Komisi ini
melaksanakan tugasnya sebagai badan
pelaksana pemerintah yang mengurusi akan
masalah Pemilihan Kepala Daerah yang ada
di daerah tanggung jawabnya.
Uraian diatas dapat kita simpulkan
bahwa dalam setiap pemilu pilkada, perilaku
pemilih masyarakat sangat penting bahkan
suara rakyat sebagai factor penentu maju dan
berkembangnya suatu Negara. Namun,
banyak kita lihat dan kita ketahui diberbagai
daerah atau pelosok tertentu buta akan hal
politik dan pemerintahan, salah satunya suku
laut.
Suku (Orang) Laut adalah suku yang
berada di pesisir sepanjang kepulauan Riau.
Beberapa sejarah mencatat bahwa suku laut
ini terbentuk dari lima periode kekuasaan.
yakni masa Batin (kepala klan), Kesultanan
Melaka-Johor dan Riau-Lingga, Belanda
(1911-42), Jepang (1942-45), dan Republik
Indonesia (1949 sampai sekarang) (Chou,
2003:25). Adapun yang mengatakan bahwa
suku laut ini asalnya adalah para perompak
yang memiliki pengaruh kuat pada masa
kerajaan Sriwijaya, Kesultanan Malaka dan
Kesultanan Johor.
Keberadaan suku laut dipengaruhi
oleh kebudayaan Melayu dan pengaruh
ajaran Islam yang menyebar lewat lautan dan
perdagangan. Sistem kepercayaan yang
dianut oleh suku Laut sendiri masih
keprecayaan Animisme, meskipun sebagian
yang lain memeluk agama Islam dan itu pun
masih bercampur dengan kepercayaan nenek
moyang.
Sulit untuk menghadapi orang-
orang suku Laut, orang-orang suku Laut
berupa. Dengan tempat tinggal yang
berpindah-pindah sulit untuk menentukan
daerah pilih mana mereka menyumbangkan
hak pilihnya, walaupun sebagian masyarakat
suku laut sudah di beri daerah tersendiri dan
di beri identitas di daerah-daerah tertentu
tetapi tingkat pendidikan mereka yang masih
lemah sangat berpengeruh dalam
berpartispasi dalam politik Indonesia
khususnya dalam pemilihan kepala daerah.
Pran KPU sangat dibutuhkan dalam
menyelesaikan masalah ini demi
mensukseskan pemilihan kepala daerah
khusnya di di kabupaten lingga di desa sungai
buluh.
7
Proses yang rumit juga salah satu
faktor yang membuat rendahnya partispasi
masyrakat suku laut untuk berpartispasi
dalam pemilihan kepala daerah di desa sungai
buluh, apa lagi gejolak sosial yang cenderung
menimbulkan konflik sangat berpengaruh
dalam mensukseskan pemilihan kepala
daerah, lemahnya tingkat pendidikan yang
rendah menyebabkan terjadinya pembodohan
politik yang di lakukan elit politik yang tidak
bertanggung jawab. Masarakat kelas ini
menjadi buruan bagi elit politik untuk
memainkan glombang politik yang tidak
normal.
Minimnya pendidikan masyarakat
suku laut sangat mempengaruhi pengetahuan
dan tingkat partisipasi masyarakat suku laut
itu sendiri. Namun, dari data hasil pemilihan
masyarakat suku laut pada tahun 2015 sangat
besar, dari itulah menimbulkan pertanyaan
peneliti mengapa bisa masyarakat yang
minim akan pendidikan tersebut lebih besar
partisipasinya terhadap pemilihan kepala
daerah. Pada umumnya kita tahu bahwa
masyarakat yang minim akan pendidikan itu
sendiri adalah masyarakat yang kurang akan
pengetahuan. Kurangnya pengetahuan yang
mereka miliki itu akan mempersulit bagi
mereka untuk mengetahui tentang
permasalahan politik bahkan pemerintahan
B. LANDASAN TEORI
Studi tentang perilaku pemilih
merupakan studi mengenai alas an dan faktor
yang menyebabkan seseorang memilih suatu
partai atau kandidat yang ikut dalam
kontestasi politik. Perilaku memilih baik
sebagai konstituen maupun masyarakat
umum disini dipahami sebagai bagian dari
konsep partisipasi politik rakyat dalam
system perpolitikan yang cendrung
demokratis.
1. Perilaku pemilih
Istilah perilaku pemilih merupakan
gabungan antara kata “Perilaku” dan
“Pemilih”. Perilaku didefinisikan sebagai
tindakan, perbuatan, dan sikap. Perilaku
menyangkut sikap manusia yang akan
bertindak sesuatu. Sedangkan pemilih
diartikan sebagai semua pihak yang menjadi
tujuan utama para kontestan untuk mereka
pengaruhi dan yakini agar mendukung dan
memberi suara (memilih) kontestan yang
bersangkutan.
Firmanzah (2012:87) “Perilaku
pemilih diartikan sebagai semua pihak yang
menjadi tujuan utama para kontestan untuk
mereka mempengaruhi dan yakinkan agar
mendukung dan kemudian memberikan
suaranya kepada kontestan bersangkutan.
Pemilih dalam ini dapat berupa konstituen
maupun masyarakat pada umumnya.
Pemilih pada saat ini semakin hari
menjadi sangat kritis dan selalu
mengevakuasikan apa saja yang telah
dilakukan kontestan pemenang pemilu.
Ketika melihat bahwa program kerja yang
8
dilaksanakan kontestan pemenang pemilu
ternyata tidak sesuai dengan janji mereka
ketika kampanye pemilu, pemilih dapat
menghukum kontestan dengan tidak
memilihnya kembali.
Menurut Firmanzah , ada tiga faktor
determinan bagi pemilih dalam menentukan
pilihan politiknya. Ketiga faktor tersebut
sangat mempengaruhi pertimbangan pemilih,
yakni:
1. Kondisi awal pemilih, ini
dimaksudkan bahwa karaktristik yang
melekat dalam diri pemilih. Setiap
individu memiliki sistem nilai,
keyakinan dan kepercayaan yang
berbeda beda dan mewarisi
kemampuan yang berbeda-beda pula.
Kondisi ini jelas sangat
mempengaruhi individu ketika
mengambil keputusan politik.
2. Faktor media massa yang
mempengaruhi opini publik. Media
massa yang memuat data, informasi
dan berita berperan penting dalam
mempengaruhi opini dimasyarakat.
Demikian pula dengan pemaparan
para ahli, iklan politik, hasil seminar,
survey dan berbagai hal yang diulas
dalam media massa akan menjadi
pertimbangan pemilih.
3. Faktor parpol atau
kontestan, pemilih akan menilai latar
belakang, reputasi, citra, ideologi dan
kualitas para tokoh-tokoh partai
politik dengan pandangan mereka
masing-masing. Dalam hal ini
masyarakat lebih sering melakukan
penilaian terhadap figur tokoh partai
politik, sekaligus menjadi barometer
mereka dalam menilai partai politik
yang bersangkutan.
2. Tipe Pemilih
Adapun teori yang digunakan adalah
menurut Firmanzah (2012:120) mengenai
indicator yang dapat mempengaruhi perilaku
pemilih, yaitu:
a. Pemilih Rasional
Pemilih jenis ini memiliki
orientasi tinggi pada policy-problem-
solving dan berorientasi rendah untuk
faktor ideologi. Pemilih dalam hal ini
mengutamakan kemampuan partai
politik atau calon kontestan dalam
program kinerja. Program kerja atau
platform partai bisa dianalisis dalam
dua hal, yaitu: kinerja partai dimasa
lampau dan tawaran program untuk
menyelesaikan permasalahan nasional
yang ada. Pemilih jenis ini memiliki
ciri khas yang tidak begitu
mementingkan ikatan ideology
kepada suatu partai politik atau
seorang kontestan. Faktor seperti
paham asal-usul, nilai tradisional,
budaya, agama, dan psikografis
memang dipertimbangkan juga, tetapi
9
bukan hal yang signifikan. Adapun
indikatornya:
a. Kinerja partai dimasa
lampau
b. Tawaran untuk
menyelesaikan
permasalahan nasional
seperti bidang ekonomi
dan pendidikan
b. Pemilih Kritis
Pemilih jenis ini
merupakan perpaduan antara
tingginya orientasi pada kemampuan
partai politik atau seorang kontestan
dalam menuntaskan permasalahan
bangsa maupun tingginya orientasi
mereka akan hal-hal yang bersifat
ideologis. Pentingnya ikatan ideologis
membuat loyalitas pemilih terhadap
sebuah partai atau seorang kontestan
cukup tinggi dan tidak semudah untuk
berpaling kepartai lain. Proses untuk
menjadi pemilih jenis ini bisa terjadi
melalui mekanisme. Pertama, jenis
pemilih ini menjadikan nilai ideologis
sebagai pijakan untuk menentukan
kepada partai politik mana mereka
akan berpihak dan selanjutnya mereka
akan mengkritisi kebijakan yang akan
atau yang telah dilakukan. Kedua, bisa
juga terjadi sebaliknya, pemilih
tertarik dulu dengan program kerja
yang ditawarkan sebuah partai atau
kontestan baru kemudian mencoba
memahami nilai-nalai dan paham
yang melatarbelakangi pembuatan
sebuah kebijakan. Pemilih jenis ini
adalah pemilih yang kritis. Artinya
mereka akan selalu menganalisis
kaitan antara sistem nilai partai
dengan kebijakan yang di buat.
Adapun indikatornya:
a. Nilai ideologis sebagai
penentu partai mana
yang akan dipilih,
kemudian pemilih
akan mengkritisi
kebijakan yang akan
atau yang telah
dilakukan.
b. Sebaliknya, ada juga
yang tertarik terlebih
dahulu dengan
program kerja yang
ditawarkan, kemudian
pemilih mencoba
memahami nilai-nilai
dan paham yang
melatarbelakangi
kebijakan yang dibuat
oleh partai.
c. Pemilih Tradisional
Pemilih yang memiliki
orientasi ideologi yang sangat tinggi
dan tidak terlalu melihat kebijakan
partai politik atau seorang kontestan
sebagai suatu yang penting dalam
pengambilan keputusan. Pemilih
tradisional sangat mengutamakan
kedekatan, sosial-budaya, asal-usul,
10
paham dan agama sebagai ukuran
untuk memilih sebuah partai politik.
Kebijakan semisal ekonomi,
kesejahteraan, pemerataan pendapat
dan pendidikan, dan pengurangan
angka inflsi dianggap sebagai
parameter kedua.
Salah satu karakteristik mendasar
jenis pemilih ini adalah tingkat
pendidikan yang rendah dan sangat
konservatif dalam memegang nilai
serta paham yang dianut. Loyalitas
tinggi merupakan salah satu ciri khas
yang paling kelihatan bagi pemilih
jenis ini. Secara umum, masyarakat
masih berpegang pada ideologi,
kendati terlihat gejala-gejala semakin
berkurangnya antusiasme para
pendukung yang fanatic terhadap
suatu partai. Adapun indikatornya:
a. Pemilih jenis ini lebih
mengutamakan figur
dan kepribadian
pemimpin, mitos dan
nilai historis sebuah
partai politik atau
seorang kontestan
b. Pemilih jenis ini
mementingkan rekam
jejak seorang calon
kontestan.
d. Pemilih Skeptis
Pemilih skeptic merupakan
pemilih yang tidak memiliki orientasi
ideologi cukup tinggi dengan sebuah
partai politik atau seorang kontestan,
juga tidak menjadikan kebijakan
sebagai suatu yang penting.
Keinginan untuk terlibat dalam
sebuah partai politik pada pemilih
jenis ini sangat kurang, karena ikatan
ideologis mereka memang rendah
sekali. Mereka juga kurang
memedulikan platform dan kebijakan
sebuah partai politik. Golongan putih
di Indonesia atau dimanapun sangat
didominasi oleh pemilih jenis ini.
Ketika banyak pemilih skeptis,
meningkat pula keengganan pemilih
untuk memberikan suaranya dan yang
terjadi adalah tingginya angka golput.
Tingginya angka golput merupakan
salah satu indikasi atas
ketidakpercayaan masyarakat pada
institusi-institusi politik disebuah
Negara. Mereka berkeyakinan bahwa
siapapun dan partai apapun yang
memenangkan pemilu tidak akan bisa
membawa bangsa kearah perbaikan
yang mereka harapkan. Adapun
indikatornya:
a. Golongan putih
(golput) sangat
didominasi pemilih
jenis ini
b. Tidak percaya dengan
pemerintah.
11
3. Pendekatan Pemilih
Menurut Ramlan Subakti
(2007:145) ada beberapa pendekatan untuk
melihat perilaku pemilih:
a. Pendekatan Sosiologis
Pendekatan ini pada dasarnya
menjelaskan bahwa karakteristik sosial dan
pengelompokan-pengelompokan sosial
mempunyai pengaruh yang cukup signifikan
dalam menentukan perilaku pemilih.
Pengelompokan sosial ini misalnya
berdasarkan umur (tua-muda), jenis kelamin
(laki-laki dan perempuan), agama dan
semacamnya, dianggap mempunyai peranan
cukup menentukan dalam membentuk
perilaku pemilih. Untuk itu, pemahaman
terhadap pengelompokan sosial baik secara
formal seperti keangggotaan seseorang
didalam organisasi keagamaan, organisasi
profesi, kelompok-kelompok okupasi dan
sebagainya, maupun kelompok informal
seperti keluarga, pertemanan, ataupun
kelompok-kelompok kecil lainnya. Ini
merupakan sesuatu yang vital dalam
memahami perilaku politik, karena
kelompok-kelompok ini mempunyai peranan
besar dalam bentuk sikap, persepsi dan
orientasi seseorang.
Bisa dikatakan bahwa keangotaan
seseorang kepada kelompok-kelempok soisal
tertentu dapat mempengaruhi seseorang
didalam menentukan pilihnaya pada saat
pemilu. Hal ini tidak terlepas dari seringnya
anggota kelompok, organisasi profesi dan
kelompok okupasi berinteraksi satu sama lain
sehingga timbulnya pemikiranpemikiran
untuk mendukung salah satu dari caleg yang
mengikuti pemilu. Gerald Pomper merinci
pengaruh pengelompokan sosial dalam kajian
voting behavior ke dalam 2 variabel yaitu
predisposisi (kecendrungan) sosial ekonomi
pemilih dan keluarga pemilih. Apakah
preferensi politik ayah atau ibu akan
berpengaruh pada preferensi politik anak,
sedangkan predisposisi sosial ekonomi
berupa agama yang dianut, tempat tinggal,
kelas sosial, karakteristik demografis dan
sebagainya.
Hubungan antara agama dengan
perilaku pemilih nampaknya sangat
mempengaruhi dimana nilai-nilai agama
selalu hadir didalam kehidupan private dan
public dianggap berpengaruh terhadap
kehidupan politik dan pribadi para pemilih.
Di kalangan partai politik, agama dapat
melahirkan dukungan politik dari pemilih
atas 26 dasar kesamaan teologis, ideologis,
solidaritas dan emosional. Fenomena partai
yang berbasis agama dianggap menjadi daya
tarik kuat dalam preferensi politik. Dalam
literatur perilaku pemilih, aspek agama
menjadi pengamatan yang penting. Pemilih
cenderung untuk memilih partai agama
tertentu yang sesuai dengan agama yang
dianut. Di Indonesia faktor agama masih
dianggap penting untuk sebahagian besar
masyarakat, Misalnya seorang muslim
cenderung untuk memilih partai yang
12
berbasis Islam dan sebaliknya seorang non-
muslim cenderung untuk memilih partai non-
muslim.
b. Pendekatan Psikologis
Psikologi adalah ilmu sifat, dimana
fungsi-fungsi dan fenomena pikiran manusia
dipelajari. Setiap tingkah laku dan aktivitas
masyarakat dipengaruhi oleh akal individu.
Sedangkan ilmu politik mempelajari aspek
tingkah laku masyarakat umum sehingga
ilmu politik berhubungan sangat dekat
dengan psikologi. Pendekatan ini muncul
merupakan reaksi atas ketidakpuasan mereka
terhadap pendekatan sosiologis. Secara
metodologis, pendekatan sosiologis dianggap
sulit diukur, seperti bagaimana mengukur
secara tepat sejumlah indikator kelas sosial,
tingkat pendidikan, agama, dan sebagainya.
Pendekatan ini menggunakan dan
mengembangkan konsep psikologi terutama
konsep sikap dan sosialisasi untuk
memperjelaskan perilaku pemilih. Disini
para pemilih menentukan pilihannya karena
pengaruh kekuatan psikologis yang
berkembang dalam dirinya sebagai produk
dari proses sosialisasi, artinya sikap
seseorang merupakan refleksi dari
kepribadian dan merupakan variabel yang
menentukan dalam mempengaruhi perilaku
politiknya. Pendekatan psikologis
menganggap sikap sebagai variabel utama
dalam menjelaskan perilaku politik.
Melalui proses sosialisasi ini
individu dapat mengenali sistem politik yang
kemudian menentukan sifat persepsi
politiknya serta reaksinya terhadap gejala-
gejala politik di dalam kaitannya dengan
pemilihan kepala daerah. Sosialisasi
bertujuan menungkatkan kualitas pemilih.
c. Pendekatan Rasional
Perilaku pemilih bukanlah
keputusan yang dibuat pada saat menjelang
atau ketika berada dibalik suara, tetapi sudah
ditentukan jauh sebelumnya, bahkan jauh
sebelum kampanye dimulai. Karakteristik
sosiologis, latar belakang keluarga,
pembelahan kultural, identifikasi partai
melalui proses sosialisasi, pengalaman hidup,
merupakan variabel yang secara sendiri-
sendiri mempengaruhi perilaku politik
seseorang. Ini berarti variabel lain
menentukan atau ikut menentukan dalam
mempengaruhi perilaku pemilih. Ada faktor
situasional yang ikut mempengaruhi pilihan
politik seseorang. Dengan begitu para
pemilih bukan hanya pasif tetapi juga aktif,
bukan hanya terbelenggu oleh karakteristik
sosiologis tetapi bebas untuk bertindak.
Faktor situasional ini bisa berupa
isu-isu politik pada kandidat yang
dicalonkan. Perilaku pemilih tidak harus
tetap atau sama, karena karakteristik
sosiologis dan identifikasi partai dapat
berubah-ubah sesuai waktu dan peristiwa-
peristiwa politik tertentu. Dengan begitu, isu-
13
isu politik menjadi pertimbangan yang
penting dimana para pemilih akan
menentukan pilihan berdasarkan penilaian
terhadap isu-isu politik dan kandidat yang
diajukan. Artinya para pemilih (masyarakat)
dapat menentukan pilihannya berdasarkan
pertimbangan-pertimbangan rasional.
C. METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan
adalah metode kuantitatif dengan pendekatan
deskriptif. Metode kuantitatif bertujuan
untuk meringkas berbagai kondisi, berbagai
situasi atau berbagai variable yang timbul
dimasyarakat yang menjadi objek penelitian
berdasarkan kejadian yang sesungguhnya.
Kemudian mengangkat ke permukaan
karakter atau gambaran kondisi, situasi
ataupun variable tersebut dan menggunkan
hipotesa atau praduga awal terhadap hasil
penelitian.
Pendekatan deskriptif, yang
diartikan sebagai proses pemecahan masalah
yang diselidiki dengan melukiskan atau
mendeskripsikan keadaan subjek dan objek
penelitian pada saat sekarang berdasarkan
fakta-fakta yang tampak dan analisis
kesimpulan disajikan dalam uraian kata-kata.
Penelitian ini dilakukan di desa
Sungai Buluh kecamatan Singkep Barat
Kabupaten Lingga. Adapun alasan peneliti
memilih lokasi tersebut karna lokasi
penelitian terdapat sekelompok masyarakat
suku laut yang memiliki tingkat partisipasi
yang besar terhadap pemilihan umum kepala
daerah tahun 2015. Jadi, peneliti tertarik
untuk meneliti perilaku masyarakat suku laut
tersebut, faktor apa yang telah mempengaruhi
mereka sehingga memiliki tingkat partisipasi
yang besar dalam pemilihan umum tahun
2015. Sementara kita tahu bahwa masyarakat
suku laut ini pada umumnya sangat primitive,
minim akan pendidikan, buta akan urusan
Negara yang mencakup masalah
pemerintahan dan pemilihan umum untuk
pemimpin daerahnya. Selain itu, akses untuk
kelokasi lebih mudah dijangkau, sehingga
akan lebih mudah bagi peneliti untuk
mendapatkan data baik dari masyarakat
maupun dari instansi yang terkait dengan
penelitian nantinya
Teknik analisa data yang digunakan
adalah teknik analisa deskriptif kuantitatif
agar data tersebut memberikan gambaran
tentang Perilaku Pemilih Masyarakat Suku
Laut di Desa Sungai Buluh Kecamatan
Singkep Barat Kabupten Lingga Terhadap
Pemilihan Kepala Daerah (Bupati) Tahun
2015.
Alat-alat pengumpulan data yang
digunakan dalam penelitian ini meliputi :
a. Observasi (pengamatan langsung)
Observasi dilakukan pada
masyarakat suku laut yang berada di
Desa Sungai Buluh Kecamatan
Singkep Barat Kabupaten Lingga
14
yang menjadi objek penelitin
peneliti. Berdasarkan teknik
pengumpulan data tersebut, maka
jenis data yang diperoleh dapat
bersifat data primer maupun data
sekunder.
b. Wawancara
Sebagaimana yang dijalaskan oleh
Riduwan (2002:29) mengemukakan
bahwa wawancara adalah suatu cara
pengumpulan data yang digunakan
untuk memperoleh informasi
langsung dari sumbernya. Adapun
teknik wawancara ini peneliti
gunakan pada saat peneliti
melakukan studi pendahuluan guna
mengumpulkan informasi mengenai
perilaku pemilih msyarakat suku
laut di desa Sungai Buluh yang telah
penulis kemukakan pada
latarbelakang penelitian ini.
c. Dokumentasi
Pengumpulan data dengan meminta
data-data tertulis kepada pihak yang
menjadi objek penelitian, sebagai
bahan untuk melengkapi penelitian.
D. PEMBAHASAN
1. Analisa Data Perilaku Pemilih
Masyarakat Suku Laut di Desa
Sungai Buluh Kecamatan Singkep
Barat Kabupaten Lingga Terhadap
Pemilihan Kepala Daerah (Bupati)
Tahun 2015
Perilaku pemilih masyarakat suku
laut di Desa Sungai Buluh berkaitan erat
dengan siapa yang akan berkuasa atau
memimpin di daerahnya, karena suara
masyarakat suku laut juga ikut serta
menentukan siapa yang akan menjadi
pemenang dalam suatu Pemilukada.
Agar mengetahui bagaimana
perilaku pemilih masyarakat suku laut di
Desa Sungai Buluh, penulis melakukan
penelitian di lapangan dengan menggunakan
survey dan memberikan kuesioner berupa
petanyaan-pertanyaan terkait dengan
Pemilukada.
Adapun data mengenai bentuk-
bentuk tipologi Perilaku pemilih masyarakat
suku laut di desa sungai buluh kecamatan
singkep barat kabupaten lingga terhadap
pemilihan kepala daerah (bupati) tahun 2015,
dapat dilihat sebgai berikut ini:
a. Pemilih Rasional
Pemilih jenis ini memandang kemampuan
partai ataupun calon kepala daerah tersebut.
15
Adapun yang dilihat adalah kinerja partai
dimasa lalu dan tawaran program
penyelesaian masalah nasional.
b. Pemilih Kritis
Merupakan pemilih yang
mengutamakan ideologis dan mengkritik
kebijakan partai lalu menganalisis antara
sistem nilai partai dengan kebijakan yang
dibuat.
c. Pemilih Tradisional
Pemilih tradisional ini merupakan
pemilih yang memandang atau
mengutamakan sosial-budaya, asal-usul,
paham dan agama. Sedangkan kebijakan
seperti ekonomi, kesejahteraan, dan
pendidikan menjadi parameter kedua.
Adapun indikatornya adalah pemilih yang
lebih mengutamakan figure dan kepribadian
pemimpin seorang kontestan, yakni
masyarakat yang memilih pemimpin dengan
memandang figure, sosial-budaya, serta asal-
usul pada saat pemilukada berlangsung.
d. Pemilih Skeptis
Pemilih ini merupakan pemilih yang
memiliki ideologis rendah, yaitu masyarakat
yang tidak pernah mengekuti pemilukada dan
menarik diri dari kegiatan-kegiatan yang
bersifat politik.
2. Tipologi Perilaku Pemilih
Masyarakat Suku Laut di Desa
Sungai Buluh Kecamatan Singkep
Barat Kabupaten Lingga Terhadap
Pemilihan Kepala Daerah (Bupati)
Tahun 2015
Berdasarkan hasil penelitian
dilapangan yang dilakukan oleh penulis
telah dipaparkan sedemikianrupa pada topik
analisa data diatas. Dimana dapat dijelaskan
bahwa, dengan menggunakan alat
pengumpulan data berbentuk wawancara
dapat dilihat dari 60 responden yang
menjawab wawancara, dalam tipologi
pemilih rasional terdapat hasil data olahan
dari jawaban “Ya” sebanyak 33%, dimana
dalam tipologi pemilih rasional ini memilih
berdasarkan seberapa jauhkah pengetahuan
pemilih terhadap pasangan calon kepala
daerah dalam hal baik atau burukkan kinerja
partai maupun pasangan calon terdahulu,
pemilih tipe ini juga memilih berdasarkan
terpengaruh atau tidaknya pemilih oleh
program-program kerja yang ditawarkan
dalam visi dan misi pasangan calon kepala
daerah, dan pemilih tipe ini juga memandang
solusi yang ditawarkan pasangan calon
kepala daerah dalam penyelesaian
permasalah nasional seperti bidang ekonomi
dan pendidikan.
Dari beberapa pertanyaan
dilontarkan oleh peneliti yang berkaitan
16
dengan tipologi pemilih rasional, dapat pula
disimpulkan berdasarkan analisa “skala
Guttman” dengan titik kesesuaian dimana
hasil perhitungan jawaban “Ya” adalah
sebanyak 33%, maka masyarakat suku laut
di Desa Sungai Buluh “mendekati tidak
rasional” karena rentang pengukuran
berdasarkan “Skala Guttman” dimana 0% -
50% dikatakan “mendekati tidak rasional”
sedangkan 51% - 100% dikatakan
“mendekati rasional” .
Berikutnya berdasarkan penelitian
yang ditemukan dilapangan pada saat
wawancara mengenai keaktifan masyarakat
suku laut dalam mengikuti kegiatan politik
yang berkaitan dengan tepologi Pemilih
Kritis, yaitu peneliti melontarkan pertanyaan
kepada 60 responden seperti halnya sejauh
mana ketertarikan masyarakat suku laut
terhadap permasalahan politik yang ada
didaerah seperti mengkritik kebijakan yang
dibuat oleh partai, memberi masukan atau
pendapat terhadap kebijakan yang dibuat
oleh pemerintah, mengetahui program kerja
terlebih dahulu atau tidaknya dan
keterlibatan langsung dalam anggota partai
pendukung pasangan calon kepala daerah
tersebut. Namun dari topik analisa diatas
dapat dilihat bahwa pada umumnya
masyarakat suku laut dapat dikatakan tidak
kritis, karena hanya sebagian kecil
masyarakat suku laut yang pernah
mengkritik dan memberi saran kepada
kebijakan partai terkait. Dan mereka juga
tidak pernah mengikuti kegiatan politik yang
bersifat fisik dalam menyalurkan aspirasi
mereka.
Dari pertanyaan yang dilontarkan
oleh peneliti yang berkaitan dengan tipologi
pemilih Kritis, dapat pula disimpulkan
berdasarkan analisa “skala Guttman” dengan
titik kesesuaian dimana hasil perhitungan
jawaban “Ya” adalah sebanyak 25%, maka
masyarakat suku laut di Desa Sungai Buluh
“mendekati tidak Kritis” karena rentang
pengukuran berdasarkan “Skala Guttman”
dimana 0% - 50% dikatakan “mendekati
tidak Kritis” sedangkan 51% - 100%
dikatakan “mendekati Kritis” .
Berdasarkan wawancara yang
peneliti lakukan bahwa masyarakat suku laut
di Desa Sungai Buluh yang memilih
berdasarkan atau memandang dan
mengutamakan sosial, budaya, asal-usul,
paham dan agama, bahkan melihat rekam
jejak pasangan calon kepala daerah pada
pemilukada tahun 2015, dapat disimpulkan
berdasarkan analisa “skala Guttman” dengan
titik kesesuaian dimana hasil perhitungan
jawaban “Ya” adalah sebanyak 78,1%, maka
masyarakat suku laut di Desa Sungai Buluh
“mendekati Tradisional” karena rentang
pengukuran berdasarkan “Skala Guttman”
dimana 51% - 100% dikatakan “mendekati
Tradisional” sedangkan 0% - 50% dikatakan
“mendekati tidak Tradisional”.
Selanjutnya, dilihat dari bentuk
pemilih skeptis dimana sebagian besar
17
masyarakat suku laut di Desa Sungai Buluh
tidak setuju adanya golput, menurut mereka
memilih merupakan kewajiban masyarakat
dan wajib dilaksanakan, itu juga karena
perintah dari kepala desa. Namun hanya
sebagian kecil saja yang mengatakan bahwa
siapapun yang memimpin daerah akan
mempengaruhi kelangsungan hidup kearah
yang lebih baik. Bagi masyarakat suku laut
siapapun yang memimpin tidak akan
mempengaruhi kehidupan mereka.
Dari pertanyaan yang dilontarkan
oleh peneliti yang berkaitan dengan tipologi
pemilih Skeptis, dapat pula disimpulkan
berdasarkan analisa “skala Guttman” dengan
titik kesesuaian dimana hasil perhitungan
jawaban “Ya” adalah sebanyak 57%, maka
masyarakat suku laut di Desa Sungai Buluh
“mendekati skeptis” karena rentang
pengukuran berdasarkan “Skala Guttman”
dimana 0% - 50% dikatakan “mendekati
tidak skeptis” sedangkan 51% - 100%
dikatakan “mendekati skeptis”.
Penelitian dan penjelasan-
penjelasan diatas, bentuk perilaku pemilih
masyarakat suku laut di Desa Sungai Buluh
terdapat dua tipologi yaitu tipologi pemilih
tradisional dan tipologi pemilih skeptis
karena terdapat hasil dari data olahan pemilih
tradisoional sebanyak 78,1% dan pemilih
skeptis terdapat data olahan 57%, dimana
dalam skala Guttman 51% - 100% dikatakan
mendekati tipologi pemilih jenis itu sendiri.
Namun dari hal itu masyarakat suku laut
dimasukkan kedalam tipologi pemilih
tradisional karena hasil data olahannya lebih
besar dari pada hasil data olahan pemilih
skeptis dan cenderung mendekati 100%,
dengan tingkat persentase 78,1%
dikarenakan untuk memilih pasangan calon
kepala daerah masyarakat suku laut
memandang dari segi kesamaan sosial-
budaya, etnis, figure, agama dan asal-usul.
Sedangkan tingkat persentase pemilih
rasional 33% dimana dikatakan mendekati
tidak rasional, berikutnya tingkat persentase
pemilih kritis 25% juga dikatakan mendekati
tidak kritis, dan bahkan tingkat persentase
pemilih skeptis 57% dikatakan mendekati
skeptis, walaupun hasil pemilih skeptis
dikatakan mendekati namun hasil data olahan
pemilih tradisional jauh lebih besar.
Masyarakat suku laut juga memiliki
pendidikan yang minim dimana berdasarkan
data yang didapat bahwa masyrakat suku laut
yang telah memiliki hak suara sebagian besar
tidak sekolah.
E. PENUTUP
Berdasarkan hasil penelitian dan
pembahasan yang telah penulis uraikan
sebelumnya tentang Perilaku Pemilih
Masyarakat Suku Laut di Desa Sungai Buluh
Kecamatan Singkep Barat Kabupaten Lingga
terhadap Pemilihan Kepala Daerah Bupati
Tahun 2015, dapat disimpulkan peneliti
berdasarkan observasi yang telah dilakukan
bahwa:
18
1. Masyarakat suku laut di Desa Sungai
Buluh dikatakan tidak Rasional
(Irasional) pada saat pemilukada,
karena menurut pengamatan langsung
oleh peneliti, masyarakat suku laut
pada umumnya tidak paham, bahkan
ada pula yang tidak mau tahu akan
adanya program kerja yang
ditawarkan maupun adanya kinerja
partai ataupun pasangan calon yang
terdahulu. Hal ini terjadi karena
kurangnya ilmu pengetahuan
masyarakat suku laut terhadap
persoalan yang berkaitan dengan
politik, bahkan tidak adanya
ketertarikan masyarakat suku laut
terhadap permasalahan pemerintahan
yang ada di Negara ini.
2. Masyarakat suku laut di Desa Sungai
Buluh dikatakan tidak Kritis pada saat
pemilukada, karena menurut hasil dari
wawancara penenliti kepada
responden, mereka tidak pernah
mengkritik atau memberi masukan
ataupun pendapat terhadap kebijakan
yang dibuat oleh pasangan calon
maupun partai yang bersangkutan.
Hal ini terjadi karena pola pikir
masyarakat suku laut yang masih
primitive dan masih terpengaruh oleh
nilai-nilai budaya yang masih
berlangsung pada kehidupan mereka,
yaitu mereka mementingkan
kehidupan mereka, bagaimana cara
mereka untuk terus menurus hidup,
bekerja dan dapat makan dari hasil
alam sekitar mereka.
3. Masyarakat suku lau di Desa Sungai
Buluh dapat dikatakan pemilih
Tradisional pada saat pemilukada,
karena dengan pemikiran mereka
yang sederhana yang masih menilai
suku dan budaya dan mereka memilih
berdasarkan perintah kepala desa.
Kepala desa dianggap orang yang
berpengaruh dan berperan penting
dalam kehidupan masyarakat suku
laut, karena kepala desa dianggap
sebagai kepala suku, setiap perintah
kepala suku harus dipatuhi.
4. Masyarakat suku laut di Desa Sungai
Buluh dikatan tidak Skeptis, karena
walaupun masyarakat suku laut
sebagian besar beranggapan bahwa
siapapun yang mereka pilih dan
siapapun yang akan memimpin
didaerah, tidak akan mempengaruhi
kehidupan mereka kearah yang lebih
baik, bahkan mereka berkata hidup
mereka akan tetap seperti biasa,
bekerja memanfaatkan hasil alam
sekitar mereka untuk dapat makan dan
memenuhi kelangsungan hidup
mereka. Walaupun masyarakat suku
laut berpendapat demikian, namun
mereka tidak setuju adanya golongan
putih (golput), karena dari hasil
observasi peneliti mereka berkata
bahwa memilih atau memberikan hak
suara adalah kewajiban masyarakat
19
pada saat pemilukada, bahkan orang
yang sakit sekalipun didatangkan
kerumah dan diambil hak suaranya.
DAFTAR PUSTAKA
Buku-buku :
Adman Nursal, Political Marketing; Strategi
Memenangkan Pemilu, Sebuah
Pendekatan BaruKampanye
Pemilihan DPR, DPD, Presiden.
Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta,2004.
Afan Gaffar. 1992, Javanese Voters: A Case
Study Of Election Under
AHegemonis Party System,
Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Arikunto, Suharsimi, 2006, Prosedur
Penelitian Suatu Pendekatan Praktik,
Jakarta: Renika Cipta.
Budiarjo, Miriam. 2008, Dasar-Dasar Ilmu
Politik. Edisi Revisi, Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta.
Firmanzah. (2012), Marketing Politik Antara
Pemahan dan Realitas, Jakarta :
Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
Kusnaedi. (2009), Memenangkan Pemilu
dengan Pemasaran Efektif, Bekasi :
Duta Media Tama.
P. Anthonius Sitepu. 2012, Studi Ilmu Politik,
Yogyakarta : Graha Ilmu.
Prithatmoko, Joko J. (2005), Pemilihan
Kepala Daerah Langsung,
Semarang : Pustaka Pelajar.
Rianto Adi. 2010, Metodologi Penelitian
Sosial dan Hukum, Jakarta: Granit.
Saebani, Beni Ahmad. 2008, Metode
Penelitian, Bandung: Pustaka Setia.
Sugiyono. 2011, Metode Penelitian
Kuantitatif, Kualitatif dan R&D,
Bandung: CV. Alfabetha.
Sugiyono, 2010b, Statistika Untuk
Penelitian, Bandung: Alfabeta.
Sumadi Suryabrata, BA, Drs., Ed.S., Ph.D,
Metodologi Penelitian,Universitas
Gajah Mada.
Jurnal :
Jurnal Prof. Dr. Suryana, M.Si, (2010),
Metode Penelitian Model Prakatis
Penelitian Kuantitatif dan
Kualitatif. Universitas Pendidikan
Indonesia.
Jurnal Mulyawan, Prilaku Pemilih
Masyarakat Dalam Pemilihan
Kepala Desa: Kasus Kubang Jaya
Kecamatan Siak Hulu Kabupaten
Kampar. Pegawai Negri Sipil
Propinsi Riau.
Jurnal Kerjasama Komisi Pemilihan Umum
Kabupaten Sampang Komite
Independen Pemantau Pemilu
20
Kabupaten Sampang Tahun 2015,
Analisa Perilaku Pemilih Dalam
Memilih Calon Atau Peserta Pemilu
Di Kabupaten Sampang (Studi
Kasus Pemilu Legislatif dan Pemilu
Presiden Tahun 2014).
Dokumen:
Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas
Maritim Raja Ali Haji, 2011,
Pedoman Teknik Penulisan Usulan
Penelitian dan Skripsi Serta Ujian
Sarjana Fakultas Ilmu Sosial dan
Politik Universitas Maritim Raja Ali
Haji, Tanjungpinang.
UU Nomor 22 Tahun 2007 tentang
Penyelenggaraan Pemilihan
UU Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan
Umum Anggota Dewan Perwakilan
Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah,
dan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah
UU Nomor 2 Tahun 2015 tentang Penetapan
Peraturan Pemerintah Pengganti UU
No.2 Tahun 2014 Tentang
Perubahan Atas UU No.23 Tahun
2014 Tentang Pemerintah Daerah
Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005
tentang Pemilihan, Pengesahan,
Pengangkatan dan Pemberhentian
Kepala Daerah dan Wakil Kepala
Daerah.
Karya ilmiah:
Eka Purnawan, 2014. Perilaku Pemilih
Masyarakat Di Desa Toapaya
Utara Kecamatan Toapaya
Kabupaten Bintan Dalam
Pemilihan Kepala Daerah
Gubernur Tahun 2010. Program
Pasca Sarjana Universitas Maritim
Raja Ali Haji, Tanjungpinang.
Munawir Widi Firdisa, 2015.
Profesionalisme Pegawai Badan
Pelayanan Perizinan Terpadu
Dalam Pelayanan Penetiban SIUP
Di Kota Tanjungpinang (Studi
Kasus Pada Bulan Juni-Agustus
Tahun 2014). Program Pasca
Sarjana Universitas Maritim Raja
Ali Haji Tanjungpinang.
Tim Peneliti Fakultas Hukum Universitas
Kadiri (UNISKA) Kerja Sama
Dengan Komisi Pemilihan Umum
(KPU), 2015. Perilaku Pemilih
Pemilihan Umum Presiden Tahun
2014 di Kabupaten Kediri.