Les appareils de nettoyage haute performance Sump Shark de ...
perencanaan sump di pit selatan pt. pamapersada nusantara job ...
Transcript of perencanaan sump di pit selatan pt. pamapersada nusantara job ...
PERENCANAAN SUMP DI PIT SELATAN PT. PAMAPERSADA
NUSANTARA JOB SITE BMTB (BARAMARTHA BANJAR) RANTAU
NANGKA, KALIMANTAN SELATAN
JURNAL ILMIAH
Diajukan untuk memenuhi persyaratan
memperoleh gelar Sarjana Teknik
Disusun oleh :
MUSTIKA RAMADANDIKA ANSANI PUTRI
NIM. 115060400111053 – 64
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK PENGAIRAN
MALANG
2015
LEMBAR PERSETUJUAN
PERENCANAAN SUMP DI PIT SELATAN PT. PAMAPERSADA
NUSANTARA JOB SITE BMTB (BARAMARTHA BANJAR) RANTAU
NANGKA, KALIMANTAN SELATAN
JURNAL ILMIAH
Diajukan untuk memenuhi persyaratan
memperoleh gelar Sarjana Teknik
Disusun oleh :
MUSTIKA RAMADANDIKA ANSANI PUTRI
NIM. 115060400111053 – 64
Telah diperiksa dan disetujui oleh :
Dosen Pembimbing I
Dr. Ir. Pitojo Tri Juwono, MT
NIP. 19700721 200012 1 001
Dosen Pembimbing II
Ir. M. Janu Ismoyo, MT
NIP.19580102 198601 1 001
PERENCANAAN SUMP DI PIT SELATAN PT. PAMAPERSADA
NUSANTARA JOB SITE BMTB (BARAMARTHA BANJAR) RANTAU
NANGKA, KALIMANTAN SELATAN Mustika Ramadandika Ansani Putri, Pitojo Tri Juwono
2, M. Janu Ismoyo
2
1Mahasiswa Jurusan Teknik Pengairan Fakultas Teknik Universitas Brawijaya 2 Dosen Jurusan Teknik Pengairan Fakultas Teknik Universitas Universitas Brawijaya
Universitas Brawijaya – Malang, Jawa Timur, Indonesia
Jln. MT Haryono 167 Malang 65145 Indonesia
e-mail: [email protected]
ABSTRAK
Hal yang terpenting dalam perencanaan sump adalah curah hujan, erosi,
sedimentasi dan air tanah. Dalam studi kali ini digunakan uji RAPS untuk menguji
konsistensi data. Untuk menghitung debit air yang masuk ke tambang, dihitung curah
hujan rancangan dengan metode Log Person Tipe III dengan kala ulang 2 tahun, yang
merupakan umur tambang. Perhitungan debit saluran dihitung menggunakan rumus
rasional yaitu Q = 0,278.C.I.A. Agar saluran yang digunakan tetap lancar maka diperlukan
perhitungan sedimentasi pada setiap saluran. Setelah itu menentukan dimensi tiap saluran
yang masuk ke sump dan juga dimensi sump. Untuk mengeluarkan air yang ada di sump
maka diperlukan pompa, yang dipompakan ke settilng pond. Untuk menentukan lamanya
pemompaan maka digunakan simulasi perhitungan pemompaan. Dengan total debit
limpasan 0,4406 m3/dt dengan sedimentasi total sebesar 5,527 m
3 maka dimensi sump yang
dibutuhkan adalah, P = 34 m, L = 15 m, Hsump = 4 m.
Kata kunci: sistem drainase, sump, sedimentasi, pompa
ABSTRACT
The important thing in building design sump are rainfall, erotion, sedimentation
and groundwater. In this study can be used RAPS test for testing data consistency. For
calculate discharge entering on mine, can calculate design rainfall with Log Person Type
III methode at return periode 2 years, which is the age for mine. Channel discharge
calculation is calculated by rational formula that is Q= 0,278.C.I.A. That the channel used
remains smooth, then required calculate of sedimentation on each channel. After that
decide dimension of each channel and dimension sump. To expend the water in the sump
pump is required, which is pumped to settling pond. For determine the length of the
pumping then used simulation calculation pumping. Total discharge runoff 0,4406 m3/dt
with total sediment 5,527 m3 then the required sump dimensions are length= 34 m, widht=
15 m, and high sump= 4 m.
Keywords: drainage system, sump, sedimentation, pumping
1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
PT. Pamapersada Nusantara
sebagai salah satu perusahaan yang secara
konsisten memantapkan untuk ikut serta
berperan dalam proses pembangunan
bangsa, dimana produktifitas perusahaan
ikut menentukan produktifitas Nasional.
PT. Pamapersada Nusantara adalah
salah satu perusahaan yang bergerak di
bidang pertambangan yang menganut
sistem pertambangan terbuka. Kendala air
merupakan aspek vital yang tidak dapat
dipisahkan dari sistem pertambangan
terbuka. Semakin banyak lahan yang akan
ditambang, semakin banyak pula air yang
masuk kedalam tambang.
Oleh karena itu untuk menekan
lebih banyaknya air yang masuk ke dalam
tambang, maka kita perlu mengalirkan air
pada saluran yang terletak pada elevasi
paling rendah. Adapun air yang masuk
kedalam tambang berasal dari air hujan,
limpasan dan air tanah.
Salah satu upaya untuk mengatasi
masalah tersebut adalah menampung air
dalam suatu saluran yaitu sump. Sump
dibangun untuk menampung air sebelum
di pompa keluar tambang dan terletak
pada satu elevasi terendah. Untuk itu perlu
adanya pengoperasian sump yang optimal
agar air yang masuk bisa tertampung
didalam sump dan air yang dipompakan
bisa tertampung di settling pond sesuai
kapasitasnya, serta air yang dikeluarkan
ke sungai harus sesuai untuk debitnya.
Sump atau kolam penampungan
merupakan kolam penampungan air yang
dibuat untuk penampung air limpasan,
yang dibuat sementara sebelum air itu
dipompakan, serta dapat berfungsi sebagai
pengendap lumpur. Pengaliran air dari
sump dilakukan dengan cara pemompaan
atau dialirkan kembali melalui saluran
pelimpah. Tata letak (posisi) sump akan
dipengaruhi oleh sistem drainase tambang
yang disesuaikan dengan geografis dari
daerah tambang dan kestabilan lereng
tambang.
1.2. Identifikasi Masalah
Tujuan utama permasalah yang
dapat diidentifikasi adalah berikut ini:
1. Kurang baiknya saluran drainase yang
ada didalam tambang dan diluar area
tambang.
2. Belum maksimalnya kapasitas sump
sebagai tempat tampungan sementara
didalam tambang.
3. Butuh pengelolaan air yang seimbang.
Pengelolaan air yang seimbang adalah
air yang masuk bisa tertampung di
dalam sump dan air yang dipompakan
bisa tertampung di settling pond sesuai
kapasitasnya, begitu juga dengan air
yang dikeluarkan ke sungai harus
sesuai untuk debitnya.
1.3. Tujuan dan Manfaat
Tujuan dari pembuatan studi ini
adalah agar mendapatkan dimensi saluran
drainase yang sesuai dengan kapasitasnya
dan mengarahkan air menuju sump. Serta
mendapatkan dimensi sump yang cocok
agar air yang masuk bisa tertampung
didalam sump dan air yang dipompakan
bisa tertampung di settling pond sesuai
kapasitasnya, serta air yang dikeluarkan
ke sungai harus sesuai untuk debitnya.
.
2. METODOLOGI PENELITIAN
2.1. Lokasi Studi
Lokasi studi PT. Pamapersada
Nusantara Job Site BMTB (Baramartha
Banjar) terletak di Desa Rantau Nangka,
Kabupaten Banjar Kalimanta Selatan.
Gambar 1. Lokasi studi
2.2. Tahap – Tahap Penelitian
Tahap – tahap dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
Gambar 2. Diagram alir Studi
2.3. Pengumpulan Data
Data adalah replika kondisi yang
dapat menggambarkan dan menjelaskan
suatu kondisi, tempat atau kejadian yang
berguna dalam perencanaan teknis. Data
yang diperoleh dapat berupa peta, grafik,
tabel dan data-data tematik lainnya. Untuk
memperoleh data dapat melalui collecting
data, wawancara, observasi laborat atau
melalui survei langsung dilapangan.
Data yang didapat secara langsung
di lapangan dengan pengamatan visual
atau pengamatan dengan menggunakan
alat bantu ukur disebut data primer.
Begitu pun sebaliknya data yang didapat
dari rekapitulasi yang sebelumnya telah
dilakukan rekapan atau audit dalam skala
waktu tertentu tanpa harus melakukan
pengambilan secara langsung dilapangan
disebut data sekunder. Maka data-data
yang diperlukan adalah sebagai berikut:
Tabel 1. Tabulasi Data yang Dibutuhkan
Sumber: Hasil Pengamatan
2.4. Perencanaan dan Perhitungan
Dimensi Sump
Beberapa hal yang sangat penting
dalam perencanaan sump adalah curah
hujan, erosi, sedimentasi dan air tanah.
Dalam studi kali ini digunakan uji RAPS
untuk menguji konsistensi data. Dan untuk
menghitung debit air yang masuk ke
tambang, dihitung curah hujan rancangan
dengan metode yang dipakai Log Person
Tipe III dengan kala ulang 2 tahun, yang
merupakan umur tambang.
Perhitungan debit saluran dihitung
menggunakan rumus rasional yaitu Q =
0,278.C.I.A. Agar saluran yang digunakan
tetap lancar maka diperlukan perhitungan
sedimentasi pada setiap saluran. Setelah
itu menentukan dimensi tiap saluran yang
masuk ke sump dan juga dimensi sump.
Untuk mengeluarkan air yang ada
di sump maka diperlukan pompa, yang
nantinya akan bekerja memompa air ke
settilng pond. Untuk menentukan lamanya
waktu pemompaan diperlukan simulasi
perhitungan pemompaan.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. Analisa Curah Hujan Daerah
Curah hujan yang diperlukan
untuk merancang sump adalah curah hujan
rata-rata harian disuatu daerah tersebut
yang akan dibuat sump. Curah hujan ini
disebut curah hujan daerah dan dinyatakan
dalam mm.
No Nama Data Jenis Data Sumber Data
1 Peta topografi
daerah studi Sekunder
Dept. Mine
Planning Engineer
2 Data curah hujan Sekunder
Dept.
Monitoring
Control Engineer
3 Data lokasi rencana tambang
Sekunder
Dept. Mine
Planning
Engineer
4 Data air tanah Sekunder Dept. Mine Planning
Engineer
5 Data propertis
tanah Sekunder
Dept. Mine Planning
Engineer
6
Foto
dokumentasi daerah studi
Primer
Dept. Mine
Planning Engineer
Tabel 2. Rekap Hasil Data Curah Hujan
Harian Maksimum (mm)
Sumber: Hasil Perhitungan
3.1.1. Uji Konsistensi Data
Dalam menentukan uji konsistensi
data pada studi ini digunakanlah metode
RAPS (Rescaled Adjusted Partial Sums)
adapun rumus yang dipakai adalah:
So’= 0
Sk` =
Dg k = 1,2,3, …, n
Sk” =
=2
Nilai statistik Q dan R
Q = maks
0 < k < n
R = Maks Sk” – min Sk”
0 < k < n 0 < k < n
Dari rumus tersebut didapat hasil
Perhitungan yang didapat adalah sebagai
berikut: Q/(n0,5
)= 0,597 dan R/(n0,5
)=
1,086.
Jadi, jika nilai Q/(n0,5
)hitung < dari
Q/(n0,5
) rencana maka data yang di uji
layak untuk dipakai. Dari perhitungan
diatas didapat Q/(n0,5
) hitung=0,597< 1,29
maka uji konsistensinya diterima.
Jika didapat nilai R/(n0,5
) hitung <
dari R/(n0,5
)rencana maka data yang di uji
layak untuk dipakai. Dari perhitungan
diatas didapat R/(n0,5
) hitung = 1,086 <
1,38 maka uji konsistensinya diterima.
3.1.2. Analisa Frekuensi
Hasil Perhitungan yang didapat
adalah sebagai berikut: sd = 0,111 dan cs
= -0,215. Analisa frekuensi yan dipakai
adalah Log Person Tipe III karena nilai cs
nya memenuhi untuk menggunakan
metode tersebut. Hasil perhitungan curah
hujan rancangan dapat dilihat pada tabel
dibawah ini: Tabel 3. Hasil Perhitungan Hujan Rancangan
Sumber: Hasil Perhitungan
3.1.3. Uji Kesesuaian Distribusi
Dalam studi ini digunakan metode
Chi Square untuk menentukan kesesuaian
distribusi. Dari hasil perhitungan harga
X2cr = 5,99 dan harga X
2hitung = 3,00.
Karena X2hitung < X
2cr sehingga
pemilihan distribusi Log Person Tipe III
dapat diterima.
3.2. Menghitung Intensitas Hujan
Untuk menghitung intensitas
hujan menggunakan rumus mononobe:
dengan:
I = Intensitas Curah
Hujan(mm/jam)
t = Lamanya curah hujan (jam)
R24 = curah hujan maks dlm 24
jam (mm)
Contoh Perhitungan Intensitas Curah
hujan dengan kala ulang 2 tahun dengan
lamanya curah huajan (t= 24 jam)
Diket Curah Hujan rancangan kala
ulang 2 tahun = 83,119 mm
I
Tahun
Curah
Hujam
Maksimum
2004 64,75
2005 51,85
2006 105,00
2007 80,00
2008 70,00
2009 89,00
2010 97,20
2011 74,00
2012 125,00
2013 91,00
Tr Pr
(%) K K . SD X rancangan
2 50 0,0355 0,0039 83,1194
5 20 0,8504 0,0943 102,3535
10 10 1,2561 0,1393 113,5268
20 5 1,5347 0,1702 121,9007
25 4 1,6745 0,1858 126,3326
50 2 1,9368 0,2149 135,0874
= 3,46 mm/jam
3.3. Perhitungan Dimensi Saluran di
Dalam Tambang
Untuk mengalirkan air yang ada di
tambang, kita memerlukan saluran untuk
mengarahkan ke sump. Biasanya di dalam
tambang dibuat saluran berupa paritan
seperti pengaliran irigasi disebuah sawah.
Berikut perhitungan dimensi saluran di
dalam tambang:
Diketahui:
Intensitas Hujan (I) = 3,46 mm/jam
Catchment area (A) = 0,317 km2
Koef. Limpasan (C) = 0,35
Q = 0,278 C.I.A
= 0,278 x 0,35 x
3,46 x 0,317
= 0,107 m3/dt
b/h = 1,0 ( tabel de vos)
m = 1,0 ( tabel de vos)
Vijin =0,286 m/dt (de vos)
Dari perhitungan debit diatas maka
dimensi yang dapat menampung adalah
sebagai berikut:
Saluran 1: Debit = 0,107 m3/dt; Panjang
saluran = 1021,46 m ; b = 0,432 m ; h =
0,432 m
Saluran 2: Debit = 0,206 m3/dt; Panjang
saluran = 1760,29 m ; b = 0,569 m ; h =
0,569 m
Saluran 3: Debit = 0,060 m3/dt; Panjang
saluran = 1396,09 m ; b = 0,333 m ; h =
0,333 m
Saluran 4: Debit = 0,067 m3/dt; Panjang
saluran = 1876,02 m ; b = 0,351 m ; h =
0,351 m
3.4. Analisa Tingkat Bahaya Erosi
(TBE)
Analisa Tingkat Bahaya Erosi
(TBE) adalah perkiraan jumlah tanah yang
maksimum hilang yang akan terjadi pada
suatu lahan. Besarnya tingkat bahaya erosi
(TBE) ditentukan dari laju erosi tanah
dibagi dengan erosi yang diperbolehkan.
3.4.1. Erosi yang Diperbolehkan
Faktor-faktor yang mempengaruhi
perhitungan erosi yang diperbolehkan (T)
adalah kedalaman efektif tanah, faktor
kedalaman tanah, umur pakai tanah dan
kerapatan massa. Untuk mendapatkan
hasil dari laju erosi yang diperbolehkan
atau T digunakan rumus Hammer (1981),
sebagai berikut:
T =
dengan:
T = Laju erosi yang diperbolehkan
(ton/ha/th)
Eq.D = Faktor kedalaman tanah x
kedalaman efektif tanah (cm)
RL = Resource life (umur pakai tanah)
(400 tahun) (tahun)
Bd = Bulk density (kerapatan massa)
(g/cm3)
3.4.1.1.Faktor Kedalaman Tanah
Untuk mendapatkan nilai faktor
kedalaman tanah dipengaruhi oleh jenis
tanah yang dapat dilihat pada tabel 4 Tabel 4 Nilai Faktor Kedalaman Tanah Pada
Berbagai Jenis Tanah
Sumber: Hardjowigeno, 2007
No USDA Sub Order
dan Kode
Faktor
Kedalaman
Tanah
1. Aqualfs (AQ) 0,9
2. Udalfs (AD) 0,9
3. Ustalfs (AU) 0,9
4. Aquents (EQ) 0,9
5. Arents (ER) 1,0
6. Fluvents (EV) 1,0
7. Orthents (EO) 1,0
8. Psammen
ts
(ES) 1,0
9. Adepts (IN) 1,0
10. Aquepts (IQ) 0,95
11. Tropepts (IT) 1,0
12. Alballs (MW) 0,75
13. Aqualls (MQ) 0,9
14. Rendolls (MR) 0,9
15. Udolls (MD) 1,0
16. Ustolls (MU) 1,0
17. Aquox (OQ) 0,9
18. Humox (OH) 1,0
19. Orthox (OO) 0,9
20. Ustox (OU) 0,9
21. Aquods (SQ) 0,9
22. Ferrods (SI) 0,95
23. Hummod
s
(SH) 1,0
24. Aquults (SO) 0,95
25. Udults (UD) 0,8
26. Ustults (UU) 0,8
27. Uderts (VD) 1,0
28. Ustearts (VU) 1,0
Dari analisa peta jenis tanah pada
lokasi studi didapatkan jenis tanah adalah
latosol (tanah tersebuttermasuk dalam
ordo inceptisol). Dengan diketahui ordo
tanah adalah inceptisol maka sub ordo nya
adalah tropepts. Dari tabel nilai faktor
kedalaman tanah didapat nilai sub ordo
tropepts adalah 1,0.
3.4.1.2.Kedalaman Efektif Tanah
Dari peta jenis tanah pada lokasi
studi didapat jenis tanah latosol (tanah
tersebuttermasuk dalam ordo inceptisol).
Incep yang artinya permulaan adalah
tanah yang belum matang (immature)
yang perkembangan profil yang lebih
lemah disbanding dengan tanah matang
dan masih banyak menyerupai sifat bahan
induknya.
Karakteristik jenis tanah inceptisol
adalah sebagai berikut
a. Memiliki solum tanah agak tebal,
yaitu 1-2 meter (lokasi studi solum
tanah bekisar 1 meter)
b. Warnanya hitam atau kelabu
sampai dengan coklat tua
c. Teksturnya lempung berdebu,
bahkan lempung
3.4.1.3.Bulk Density (Kerapatan Massa)
Kerapatan massa adalah bobot
kering suatu isi tanah dalam keadaan utuh
yang dinyatakan dalam g/cm3. Isi tanah
terdiri dari isi bahan padatan dan isi
ruangan diantaranya. Dan kerapatan jenis
tanah adalah massa (bobot) suatu unit
yang hanya terdiri dari bagian padatan dan
dinyatakan dalam gram per sentimeter
kubik.
Metode penentuan bulk density
atau kerapatan massa yang paling sering
dilakukan adalah dengan ring sampel atau
dengan metode clod. Pada metode clod
ini, gumpalan tanah dicelupkan kedalam
cairan plastic kemudian ditimbang biasa
atau di udara dan juga di dalam air untuk
mengetahui berat volume dari clod ini.
Adapun rata-rata bobot isi pada
jenis tanah dapat dilihat pada tabel 5
berikut ini:
Tabel 5 Penentuan Massa (bobot)
Berdasarkan Jenis Tanah
Jenis Tanah Bobot Isi
(gr/cm3)
Padsolik merah kuning (Ultisol) 1,10 - 1,35
Regosol (Entisol) 1,07 – 1,48
Aluvial (Entisol/Inceptisol) 1,02 – 1,42
Grumusol (Vertisol) 0,98 – 1,37
Mediteran (Alfisol/Inseptisol) 0,97 – 1,48
Latosol (Inceptisol) 0,93 – 1,11
Gley humus rendah (Gleisol) 0,90 – 0,22
Andosil (Inceptisol) 0,68 – 0,86
Sumber: Yuliawan.blogspot.com, 2015
3.4.1.4.Perhitungan Erosi Yang
Diperbolehkan (T)
T =
T = gr/cm3
T = 23,25 ton/ha tahun
3.4.2. Laju Erosi Lahan
Untuk menghitung besarnya laju
erosi dapat menggunakan formula yang
dirumuskan oleh Wischmeier dan Smith
(1978) berupa rumus Universal Soil Loss
Equation (USLE) adalah sebagai berikut:
A = R x K x L x S x C x P
dengan :
A = Laju erosi tanah (ton/ha/tahun)
R = Indeks erosivitas hujan
K = Indeks erodibilitas tanah
L = Indeks panjang lereng
S = Indeks kemiringan lereng
C = Indeks penutupan vegetasi
P =Indeks pengolahan lahan atau tindakan
konservasi tanah
3.4.2.1.Indeks Erosivitas Hujan (R)
Dari tabel perhitungan dengan
menggunakan metode bone, didapatkan
nilai R, sbb: Contoh perhitungan Januari
tahun 2004: Rm = 6,119 (Rainm)
1,21x(Daysm)
-0,47x(max Pm)
0,5
dengan:
Rm = Index erosi hujan bulanan
(KJ/bln)
Rainm = Curah hujan rata2 bulanan
(cm)
Daysm = jumlah hari hujan rata-rata
dalam satu bulan
max Pm = rata-rata curah hujan
maks dalam bulan tsb(cm)
Rm = 6,119 (Rainm)1,21
x
(Daysm)-0,47
x(max Pm)0,5
Rm = 6,119 (2,93) 1,21
x (2,00) -0,47
x
(3,86) 0,5
Rm = 32,65 (kj/bln)
∑Rm = 38649,6
R = ∑Rm / jmlah data
R = 38649,6/10 = 3864,96 Kj/bln
3.4.2.2.Indeks Erodibilitas Tanah ( K )
Dari analisa peta jenis tanah pada
lokasi pekerjaan didapatkan jenis tanah
adalah Latosol (Inceptisol ).
Gambar 3. Peta jenis tanah
Dari peta jenis tanah diatas dapat
ditentukan jenis tanah dalam lokasi studi
adalah (Inceptisol) sehingga mempunyai
nilai K = 0,02 Tabel 6. Faktor erodibilitas
Sumber: Departemen Kehutanan
3.4.2.3.Faktor Lereng ( LS )
Telah dikemukakan sebelumnya
bahwa bentuk lahan, dalam hal ini
kemiringan lahan mempengaruhi erosi
karena pengaruhnya lewat energi. Sifat
lereng penyebab erosi adalah kemiringan
(slope), panjang lereng dan bentuk lereng.
Faktor LS dapat pula ditentukan dengan
menggunakan tabel berikut ini:
Tabel 7. Penilaian Indeks Kemiringan Lereng
(LS)
Sumber: Departemen Kehutanan
Dilihat dari karakteristik daerah
studi yaitu kabupaten Banjarbaru didapat
data kemiringan lahan sebesar 0 – 2 %
dari table penilaian indeks kemiringan
lereng didapatkan nilai LS sebesar 0,4.
3.4.2.4.Pengaruh Jenis Tanaman ( C )
Nilai factor jenis tanaman atau C
dipengaruhi oleh banyak parameter yang
dikelompokkan dalam dua kelompok yaitu
pertama adalah faktor alami dan kedua
adalah parameter yang dipengaruhi oleh
sistem pengolaannya sendiri. Dari data
pemanfaatan ruang, tampak penggunaan
lahan pada lokasi studi adalah tanah
kosong tanpa diusahakan sehingga
memiliki nilai C = 1.
3.4.2.5.Penentuan Faktor P
Pengendalian erosi pada jangka
2014 – 2017 tidak dilakukan, sehingga
faktor P = 1
3.4.2.6.Perhitungan Laju Erosi
A = R x K x LS x C x P
A= 3864,96 x 0,02 x 0,4 x 1,00 x 1,00
= 30,9197 ton/ha/th
3.4.3. Perhitungan Tingkat Bahaya
Erosi (TBE)
Tingkat bahaya erosi atau TBE
ditentukan dengan membandingkan erosi
aktual (A) dibagi dengan erosi yang
diperbolehkan (T) perhitungannya adalah
sebagai berikut rumus (Hammer, 1981):
No Jenis Tanah Faktor K
1 Latosol coklat
kemerahan dan litosol 0,43
2 Latosol kuning
kemerahan dan litosol 0,36
3 Komplek mediteranian
dan filosol 0,46
4 Latosol kuning
kemerahan 0,56
5 Grumusol 0,20
6 Aluvial 0,47
7 Regusol 0,40
Kelas
Lereng
Kemiringan
Lereng
Faktor
LS
I 0 – 8% 0,40
II 8 – 15% 1,40
III 15 – 25% 3,10
IV 25 – 40% 6,80
V > 40% 9,50
TBE =
=
= 1,33
Adapun kriteria tingkat bahaya
erosi dapat dilihat pada tabel 8 sebagai
berikut: Tabel 8. Kriteria Tingkat Bahaya Erosi
Nilai Kriteria/Rating TBE
< 1,0 Rendah
1,10 – 4,0 Sedang
4,01 – 10,0 Tinggi
> 10,01 Sangat Tinggi Sumber: Hammer, 1981
Dari perhitungan tingkat bahaya
erosi (TBE) didapat nilai 1,33. Dan dilihat
dari tabel kriteria tingkat bahaya erosi
(TBE) daerah lokasi studi termasuk dalam
kriteria tingkat bahaya erosi (TBE) yang
sedang.
3.5. Analisis Sedimen
Sedimentasi yaitu pengendapan-
pengendapan butir tanah yang telah
dihanyutkan atau tersangkut pada tempat-
tempat yang lebih rendah dan sungai-
sungai atau waduk. Pendugaan besar
sedimen dengan menghitung Sediment
Delivery Ratio (SDR).
Sediment Delivery Ratio atau SDR
adalah perbandingan antara sedimen yang
dihasilkan dengan erosi lahan atau dengan
kata lain bahwa tanah yang tererosi tidak
semuanya masuk ke sungai dan menjadi
angkutan sedimen. Besarnya sediment
delivery ratio (SDR) dalam perhitungan-
perhitungan erosi ditentukan dengan
menggunakan grafik hubungan luas lahan
atau DAS dan besarnya sediment delivery
ratio (SDR) yang telah dikemukakan oleh
Roehl (1962) dalam Asdak C. (2007).
Hubungan luas DAS dan besarnya SDR dapat dilihat pada Tabel 9
Tabel 9 Hubungan Luas DAS dengan
Sediment Delivery Ratio (SDR)
Luas SDR
Km2 (X) Ha (Y)
0,10 10 0,520
0,50 50 0,390
1,00 100 0,350
Luas SDR
Km2 (X) Ha (Y)
5,00 500 0,250
10,00 1000 0,220
50,00 5000 0,153 Sumber: Asdak, 2007
Untuk menghitung nilai sediment
delivery ratio (SDR )yang terjadi pada
lokasi studi dapat dilakukan dengan cara
interpolasi.
3.5.1. Perhitungan Sediment Delivery
Ratio (SDR)
Dari data tabel 4.18 dapat didapat
nilai sediment delivery ratio (SDR)
dengan cara interpolasi dengan
perhitungan sebagai berikut:
SDR = -
- x (X-X1) + Y1
dengan:
X1= Luas lahan (DAS) 1 yang
diketahui (dilihat pada tabel
9)
X2 = Luas lahan (DAS) 2 yang
diketahui (dilihat pada tabel
9)
Y1 = SDR 1 yang diketahui
(dilihat pada tabel 9)
Y2 = SDR 2 yang diketahui
(dilihat pada tabel 9)
X = Luas lahan (DAS) lokasi
studi
3.5.1.1.Perhitungan Sediment Delivery
Ratio (SDR) pada Tiap Saluran
Diketahui:
X1 = 10 ha
X2 = 50 ha
Y1 = 0,520
Y2 = 0,390
X = 31,7 ha = 0,317 km2
SDR= –
–x(31,7–10) + 0,520
= -
x (21,7) + 0,520
= -0,0705 + 0,520
= 0,449
Erosi Aktual =Luas lahanxF.jenis
tanamanxFaktor Px
Laju erosi
= 31,7hax1x1x30,92
= 980,153 ton/th
Sediment Potensial = Erosi aktual x
SDR
= 980,153x0,449
= 440,08888 ton/th
= 440,09 x 1000
= 440088,88 kg/th
= 440088,88 /2082
= 211,38 m3/th
Vol. Sedimen = 211,38 /365
= 0,579 m3
Adapun rekapan hasil perhitungan
sedimen adalah sebagai berikut:
Sedimen pontensial pada sal.1= 0,579 m3
Sedimen pontensial pada sal.2= 0,948 m3
Sedimen pontensial pada sal.3= 0,359 m3
Sedimen pontensial pada sal.4= 0,397 m3
Jadi volume sedimen adalah 2,283 m3
3.6. Perhitungan dimensi Sump
Vol.Air masuk tambang = Qtotal + vol.
sedimen
= 2018,228 +
2,283
= 2020,511 m3
Maka dimensi sump yang direncanakan
adalah :
Vol.Air masuk tambang = 2020,551 m3
Lebar = 15 m
Kedalaman Air = 3 m
Vol. Air total = PxLx(t+1/3t)
2023,755 = P x 15 x
(3+1/3.3)
2023,755 = Px60
P = 2023,755/60
P = 34 m
Dimensi desain yang memenuhi volume
total sump adalah:
Lebar = 15 m
Panjang = 34 m
h = 3 m
Hsump = h+1/3h
= 3+1 = 4 m
Vol. sump = LxPxHsump
= 15x34x4
= 2040 m3
Jadi dengan kapasitas sump 2040 m3 maka
dimensi yang aman dipakai adalah:
Lebar = 15 m
Panjang = 34 m
H = 4 m
3.7. Menentukan Jenis Pipa yang
Sesuai
Diketahui:
Pajang pipa = 200 m
Diameter pipa = 12 inch dengan PN. 16
Elevasi inlet = 80
Elevasi outlet =160
Dari table MFV420E 12 inch maka
didapat data sebagai berikut: Tabel 10. Data Hasil Perhitungan
Menggunakan Pipa MFV420E
Q
(l/dt) V
(m/dt)
Head
Loss
(m/100m)
Hd
(m) Hs
(m) Ht (m)
0 0 0 0 80 80.00
100 2.01 1.11 2.22 80 82.22
150 3.01 2.35 4.70 80 84.70
200 4.02 4.01 8.01 80 88.01
250 5.02 6.06 12.11 80 92.11
300 6.02 8.49 16.98 80 96.98
350 7.03 11.29 22.59 80 102.59
400 8.03 14.46 28.92 80 108.92 Sumber: Hasil Perhitungan
Contoh perhitungan dengan Q = 100 l/s
V didapat dari hubungan antara
diameter pipa ( 0 ) = 12 inch dan
nominal pressure = 16 (dapat dilihat
pada tabel 11).
Head Loss didapat dari hubungan
antara diameter pipa ( 0 ) = 12 inch dan
nominal pressure = 16 (dapat dilihat
pada tabel 11). Tabel 11. Database HDPE Tyco
PE100
Pipe Size Inch 12
mm 315
315
Nominal Pressure (bar) 20,0
31520,0
Outside
Diameter
(mm)
Min 315,00
Max 317,90
Inside
Diameter
Min 237,20
Max 247,50
Wall
Thickness
(mm)
Min 35,200
Max 38,900
Mass Kg/m 30,879
Vel (m/sec) at
below
flowrate
(ltr/sec)
100 2,26
150 3,39
200 4,53
250 5,66
300 6,79
350 7,92
400 9,05
Head Loss
(m/100m) at
below
flowrate
(ltr/sec)
100 1,46
150 3,09
200 5,26
250 7,95
300 11,14
350 14,82
400 18,98 Sumber: Data Mine Plan PAMA Hd = Panjang pipa/100 x Head Loss
= (200/100) x 1,11
= 2,22 m
Hs = El. Outlet – El. Inlet
= 160 – 80 = 80 m
Ht = Hs – Hd
= 80 – 2,22 =82,22
Dari perhitungan diatas, Ht di plot dalam
sebuah grafik seperti dibawah ini
Gambar 5. Grafik kemampuan pompa Dari grafik diatas debit yang dihasilkan
pompa 290 l/dt atau 1044 m3/hr, efisiensi
70%, RPM 1300
3.8. Simulasi Cara Kerja Pompa
Dengan diketahui kapasitas sump 2040 m3
Panjang sump = 34 m
Lebar sump = 15 m
Tinggi sump = 4 m
Jumlah pompa = 1
Qmsuk pompa = 1044 m3/jam
Vol.Air masuk tambang = 2020,511m3
Jam kerja pompa = Vol.Air masuk
tambang /
Qmasuk pompa
= 2020,511/1044
= 2 jam/jam
Vol.Air yang dipompa= Jam kerja x jmlh
pompa x
Qpompa
= 2 jam x 1 x1044
= 2020,511 m3
Sisa Vol. di sump = kapasitas sump –
Vair yg dipompa
= 2040-2020,511
= 19,49 m3
4. KESIMPULAN DAN SARAN
4.1. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diperoleh dari
studi ini adalah:
a. Sistem drainase yang dibutuhkan
adalah sebagai berikut:
Saluran 1: Panjang saluran =
1021,46 m ; b = 0,432 m ; h =
0,432 m
Saluran 2: Panjang saluran =
1760,29 m ; b = 0,569 m ; h =
0,569 m
Saluran 3: Panjang saluran =
1396,09 m ; b = 0,333 m ; h =
0,333 m
Saluran 4: Panjang saluran =
1876,02 m ; b = 0,351 m ; h =
0,351 m
b. Total debit limpasan air hujan yang
masuk kedalam sump adalah 0,4406
m3/dt dengan rincian sebagai berikut:
Debit saluran 1: 0,107 m3/dt
Debit saluran 2: 0,206 m3/dt
Debit saluran 3: 0,060 m3/dt
Debit saluran 4: 0,067 m3/dt
c. Dari hasil perhitungan perencanaan
sump didapatkan dimensi sump yang
direkomendasikan adalah: P = 34 m,
L = 15 m, Hsump = 4 m.
d. Sedangkan volume sedimen yang
masuk ke sump adalah sebesar 5,527
m3/hari.
e. Waktu yang diperlukan untuk
pemompaan air dari sump ke luar
tambang adalah 2 jam per hari
4.2. Saran
a) Saluran drainase dalam tambang sangat
berperan penting untuk menentukan
berapa dimensi sump nantinya, untuk
itu sebelum perencanaan sump dibuat,
hendaknya dilakukan terlebihan dahulu
perencanaan untuk saluran drainase.
b) Untuk daerah yang digunakan sebagai
sump, harus benar-benar dibuat sesuai
dengan dimensi perencanaan sump,
agar tambang terhindar dari banjir dan
air tidak meluap ke front, sehingga
mengganggu proses penambangan.
c) Agar pemompaan lebih efisien, maka
sebaiknya digunakan efisiensi pompa
70%
DAFTAR PUSTAKA
1. Anonim. 2013. “Penilaian Indeks
Kemiringan Lereng dan Faktor
Erodibilitas”. www.dephut.go.id.
diakses pada tanggal 30 November
2014.
2. Anonim. 2010.” Sedimentasi”.
www.bhupalaka.files.wordpress.com/2
010/12/sedimentasi.pdf diakses pada
tanggal 25 November 2014.
3. Arsyad, S. 1989. Konservasi Tanah
dan Air. Bogor: IPB Press.
4. Hammer, W.I. 1981. Soil Conservation
Consultant Report Center for Soil
Research. LPT Bogor. Indonesia.
5. Kartasapoetra. A.G. 2000.Teknologi
Konservasi Tanah dan Air. Jakarta: PT.
Rineka Cipta.
6. Soemarto, C.D. 1987. Hidrologi
Teknik. Surabaya: Usaha Nasional.
7. Soewarno. 1995. Hidrologi Aplikasi
Metode Statistik untuk Analisa Data
Jilid I. Bandung: Nova.
8. Suripin. 2004. Sistem Drainase
Perkotaan yang Berkelanjutan.
Yogyakarta: Andi.
9. Utomo. W. H. 1989. Erosi dan
Konservasi Tanah. Malang: IKIP
Malang.