PERENCANAAN HUTAN RAWA PAYAU UNTUK EKOWISATA … · 3 RINGKASAN WIDURIYANI DARMAWAN. Perencanaan...
Transcript of PERENCANAAN HUTAN RAWA PAYAU UNTUK EKOWISATA … · 3 RINGKASAN WIDURIYANI DARMAWAN. Perencanaan...
PERENCANAAN HUTAN RAWA PAYAU UNTUK EKOWISATA
DI KOTA BARU BANDAR KEMAYORAN, JAKARTA
Oleh:
Widuriyani Darmawan A 34201013
PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
2
PERENCANAAN HUTAN RAWA PAYAU UNTUK EKOWISATA
DI KOTA BARU BANDAR KEMAYORAN, JAKARTA.
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh
WIDURIYANI DARMAWAN A 34201013
PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
3
RINGKASAN
WIDURIYANI DARMAWAN. Perencanaan Hutan Rawa Payau untuk Ekowisata di Kota Baru Bandar Kemayoran, Jakarta. Dibawah bimbingan NURHAJATI A. MATTJIK.
Hutan Rawa Payau (HRP) Kemayoran merupakan salah satu lahan basah yang berada diperkotaan yang terancam keberadaannya, serta flora dan fauna di dalamnya semakin berkurang. Kehadiran HRP ini mempunyai arti penting sebagai salah satu contoh ekosistem rawa payau daerah tropis yang masih tersisa di Jakarta terutama jenis burung dan mamalia, serta sebagai kantung-kantung air pencegah intrusi air laut dan banjir.
Berdasarkan keputusan gubernur propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta No. 339 Tahun 2002, 4.6 Ha HRP Kemayoran ditetapkan sebagai hutan kota konservasi. Untuk mempertahankan keberadaan rawa payau sebagai salah satu lahan basah perkotaan, perlu dilakukan upaya pengelolaan dan pemanfaatan. Salah satu upaya pemanfaatan hutan mangrove adalah dengan menjadikannya sebagai tempat wisata ekologis. Kondisi HRP Kemayoran telah mengalami kerusakan tingkat sedang, sehingga diperlukan upay rehabilitasi sebagai langkah awal penataan kawasan sebagai areal wisata ekologis.
Penelitian ini bertujuan untuk merencanakan areal Hutan Rawa Payau (HRP) Kemayoran dengan konsep ekowisata sebagai wujud pengelolaan dan pemanfaatan untuk menciptakan keseimbangan antara ekologis tapak dengan penggunaannya sebagai kawasan wisata. Metode yang digunakan mengikuti tahapan perencanaan yang dikemukakan oleh Gold (1980) melalui pendekatan sumberdaya alam.
Konsep dasar perencanaan adalah menciptakan kawasan wisata alternatif di Jakarta dengan konsep ekowisata, dimana aktivitas wisata dikembangkan dengan tetap memperhatikan kelestarian sumberdaya tapak yang mampu memberikan dan meningkatkan pengetahuan serta pengalaman terhadap ekosistem lingkungan lahan basah terutama hutan rawa payau. Pada akhirnya diharapkan mampu meningkatkan rasa kepeduliaan masyarakat untuk menjaga kelestarian sumberdaya alam melalui pemanfaatan potensi alam sebagai tempat berwisata dengan memperhatikan kondisi ekologis tapak. Objek dan atraksi wisata diutamakan pada ekosistem hutan rawa payau sebagai habitat flora dan fauna yang beraneka ragam dan memiliki karakteristik yang khas.
Konsep dasar dikembangkan kedalam konsep ruang, konsep aktivitas wisata dan konsep sirkulasi. Konsep ruang dikembangkan dengan memperhatikan tiga aspek pengembangan ekowisata yaitu alam sebagai modal utama, wisata sebagai aktivitas yang diakomodasikan dan bernilai ekonomi serta manusia. Maka ruang yang dikembangkan terdiri dari ruang wisata, ruang penyangga dan ruang pelayanan. Konsep aktivitas wisata berupa wisata pasif interpretatif yang dapat memberikan hiburan, informasi, pengetahuan dan pengalaman pengunjung pada sumber daya sesungguhnya di alam. Aktivitas wisata diarahkan pada aktivitas kelompok dengan pembatasan waktu kunjungan dan lebih berorientasi pada jalur. Aktivitas wisata dikembangkan dengan paket wisata berdasarkan jarak dan
4
ketersediaan waktu luang. Sedangkan konsep sirkulasi dikembangkan menjaid sirkulasi interpretatif dan sirkulasi pelayanan.
Alokasi rencana tata ruang HRP Kemayoran: 65% ruang wisata, 20% ruang penyangga dan 15% adalah ruang pelayanan. Ruang wisata meliputi areal rawa dan delta, merupakan ruang aktivitas wisata utama dimana terdapat objek dan atraksi wisata berupa vegetasi khas alami rawa payau serta satwa terutama burung. Aktivitas wisata yang direncanakan merupakan aktifitas wisata pasif berupa jalan-jalan mengikuti jalur boardwalk.
Ruang penyangga sebagai ruang perlindungan terhadap keberadaan objek dan atraksi wisata pada ruang wisata utama dari pengaruh negatif masyarakat maupun aktivitas berlebih pengunjung. Sehingga keseimbangan dan kelestarian ekosistem hutan rawa payau dapat terjaga.
Ruang pelayanan merupakan ruang yang mengakomodasikan keperluan pengunjung selama berwisata dan mengakomodasikan kebutuhan masyarakat dilihat dari kepentingan mata pencaharian. Masyarakat sebagai pengelola kawasan wisata seperti tenaga pemandu wisata/interpreter, penyediaan konsumsi dan petugas keamanan, maupun pengelola kios cinderamata.
Sirkulasi dibedakan menjadi sirkulasi interpretatif dan sirkulasi pelayanan. Sirkulasi interpretatif berfungsi sebagai jalur interpretasi wisata baik pendidikan maupun non pendidikan, merupakan jalur yang mengelilingi tapak (loop) berupa boardwalk terapung untuk mengantisipasi fluktuasi debit air rawa akibat hujan maupun pasang surut.
Sirkulasi pelayanan merupakan sirkulasi penunjang aktivitas wisata. Sirkulasi ini dibedakan menjadi pelayanan wisata dan pemeliharaan. Sirkulasi pemeliharaan berfungsi sebagai jalur inspeksi dengan akses dari arah utara tapak, lebar 3 m. Jalur ini dapat digunakan oleh pengunjung diluar hari pemeliharaan.
Aktivitas wisata dibagi kedalam dua paket wisata, paket wisata I dengan jarak tempuh 750.8 m dimulai dari ruang persiapan wisata ke arah selatan tapak. Wisatawan dapat menginterpretasi burung-burung, satwa lain seperti reptil dan serangga serta beberapa vegetasi khas merupakan objek dan atraksi yang menarik.
Paket wisata II jarak tempuh 3. 503 m dimulai dari ruang persiapan wisata ke arah utara tapak. Objek wisata yang dapat dinikmati adalah burung-burung yang jumlah dan jenisnya lebih beragam dari paket I dan vegetasi khas.
Pada kedua area wisata disediakan menara pandang, untuk menikmati perilaku burung-burung dalam tapak, lapangan golf dan waduk. Selain itu, untuk menikmati burung yang bermain di area waduk, disediakan terucuk untuk bertengger burung-burung dan pengunjung menikmati atraksinya dari papan intip yang disertai papan interpretasi mengenai burung-burung yang ada ataupun dari menara pandang.
Pada tapak juga terdapat fasilitas pelayanan yang dapat menunjang kegiatan berwisata yang terdiri dari loket penjualan tiket, tempat parkir, pos jaga, pusat informasi, mushalla, café, kios cinderamata, studio foto mini dan toilet. Fasilitas yang diakomodasikan menggunakan material alami dan diusahakan sedikit mungkin pembangunan fisik.
Perjalanan wisata ditemani oleh seorang interpreter yang akan menceritakan mengenai satwa, vegetasi dan ekologi mangrove. Pada hari sabtu terdapat pelayanan ekstra dengan menyediakan interpreter secara gratis.
5
Judul : Perencanaan Hutan Rawa Payau untuk Ekowisata
di Kota Baru Bandar Kemayoran, Jakarta.
Nama Mahasiswa : Widuriyani Darmawan
NRP : A 34201013
Program Studi : Arsitektur Lanskap
Menyetujui,
Dosen Pembimbing,
Prof. Dr. Ir. Nurhajati A. Mattjik, MS. NIP. 130 367 074
Mengetahui,
Dekan Fakultas Pertanian,
Prof. Dr. Ir. Supiandi Sabiham, MAgr. NIP 130 422 698
Tanggal Lulus :
6
RIWAYAT HIDUP
Widuriyani Darmawan lahir di Sukabumi 22 Desember 1983 merupakan
putri ketiga dari tiga bersaudara pasangan Almarhum Wawan Darmawan dan Ade
Kartini Iskandar.
Pendidikan dasar diselesaikan di SDN Cimahi II Cisaat Sukabumi pada
tahun 1995. Tahun 1998 penulis menyelesaikan pendidikan menengah di SMPN 1
Cisaat Sukabumi dan melanjutkan dengan sekolah menengah atas SMUN 1
Sukabumi dan lulus tahun 2001. Pada tahun yang sama penulis diterima menjadi
mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB
(USMI) pada Program Studi Arsitektur Lankap, Departemen Budidaya Pertanian,
Fakultas Pertanian.
Selama menjadi mahasiswa penulis aktif dalam organisasi kemahasiswaan
kampus diantaranya menjadi Staff Divisi Kemahasiswaan, Himpunan Mahasiswa
Agronomi (HIMAGRON) tahun 2002-2003 dan Staff Divisi Keprofesian,
Himpunan Mahasiswa Arsitektur Lanskap (HIMASKAP) tahun 2004-2005 serta
berperan serta aktif dalam kepanitiaan berbagai kegiatan kemahasiswaan. Penulis
yang biasa disapa akrab Widuri atau d0e juga pernah menjadi Asisten Mata
Kuliah Tanaman Lanskap I tahun 2005-2006, dan pada tahun 2006 menjadi
Relawan Rimbawan Muda Indonesia (RMI) untuk perencanaan penataan ruang
desa Parigi dan desa Nyuncung, Kecamatan Nanggung, Bogor Barat.
7
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas ridho dan
karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi untuk meraih gelar
Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini
berjudul Perencanaan Hutan Rawa Payau untuk Ekowisata di Kota Baru
Bandar Kemayoran, Jakarta.
Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terimasih kepada :
1. Almarhum papa dan mama terkasih atas semua cinta, pengorbanan, derai
tawa dan air mata. You are the best single mother ever!! Semoga engkau
bangga.
2. Kakak-kakak terbaikku, A’Ucing dan Teh Wida dan iparku yang lumayan
bawel :?. Terimakasih dukungan, peringatan dan kasih sayangnya.
3. Bapak Ir. Trian Purwanto, IALI. beserta Staff DP3KK atas kesempatan,
dukungan, informasi serta keakraban yang terjalin.
4. Bapak Dr. Ir. Aris Munandar, MS. Selaku dosen pembimbing akademik atas
pengertian, perhatian dan perasaan nyaman selama berkonsultasi.
5. Ibu Prof. Dr. Ir. Nurhayati A. Mattjik, MS. selaku dosen pembimbing skripsi,
terimakasih atas waktu, pengertian dan bimbingannya.
6. Dr. Ir. Siti Nurisjah, MSLA. dan Ibu Ir. Marietje M. Wungkar, MSi. selaku
dosen penguji yang telah memberikan masukan, kritik dan saran untuk
kesempurnaan skripsi ini.
7. Seluruh keluarga besar Departemen Arsitektur Lanskap atas kerjasama dan
rasa kekeluargaan.
8. Orang-orang yang pernah sangat dekat sekali, terimakasih atas indahnya gelap
terang yang kalian beri. Suatu masa nanti kita akan berterimakasih atas
semuanya.
9. Rinrin, Mia, Inke dan Achie (terimakasih atas semangat dan ’tamparan’ saat-
saat terpuruk).
10. Liza dan Bessy Miss J.Lo, atas kebersamaan pencarian data dan bershadaqoh
ke BMG,,,perjalanan menjadi tanpa rasa takut dan penuh tawa, thanks sist’.
Muti dan Katrin, teman menanti sampai masuk angin… :?
8
11. Ms. Cannon_printernya Icha, Adi Jupree+Davi (Thanx 4 ’midnight ink’).
12. Landcsape 38+ dengan keceriaan, kegilaan, kebersamaan yang begitu berarti,
tiada pujian tanpa celaan :?. semoga bersahabat sampai ke surga. Rida,
Livana, Nina, Tata, tante Rika, Nuning gitu loch,,, Asti (jaga kesehatan
neng,,,), Ani jangkung, Annisa+Fams (sorry lo liat gw nangis, makasih ya
jeng,,,), Rr. Aloen, Faika (makasih tumpangannya), Dine (semoga jadi
anggota dewan PKS), Alma, Iffa (Caiyo jeng!!), Retno, Pimszkoy, Dian,
Imam, Yuki Kasuya dan Ami Takahashi si Jepang error dan Nura, anak angkat
La38. Para boyzband38, Rizky tanpa huruf R biang segalanya, GinGin (mandi
atuh kang,,,), kang Sandi (sukses ya pak Direktur), Aldoko, Angga, Hijrah,
Asril, kang Yayat, The world never b dSame without all of u, iM gonna Miz all
this. Siapa yang dapet piala pertama kali ya,,,:?
13. Serta semua pihak yang membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Semoga karya ini dapat bermanfaat dan menjadi masukan yang berharga
bagi yang berkepentingan.
Bogor, Maret 2006
Penulis
9
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
PENDAHULUAN
Latar Belakang .................................................................................... 1
Tujuan ................................................................................................. 3
Manfaat Penelitian .............................................................................. 4
Kerangka Pikir Penelitian.................................................................... 4
TINJAUAN PUSTAKA
Perencanaan ........................................................................................ 6
Perencanaan Kawasan Wisata ............................................................. 7
Rekreasi dan Wisata ........................................................................... 7
Sumberdaya Kegiatan Wisata ............................................................. 8
Daya Dukung Kegiatan Wisata ........................................................... 9
Hutan Rawa Payau .............................................................................. 10
Ekowisata ............................................................................................ 12
METODOLOGI
Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................... 15
Metode Penelitian ............................................................................... 15
Proses Perencanaan ............................................................................. 16
KONDISI UMUM LOKASI
Letak dan Luas .................................................................................... 19
Riwayat Penunjukkan.......................................................................... 19
Tata Guna Lahan ................................................................................. 21
INVENTARISASI
Data Ekologis ...................................................................................... 24
Data Teknis ......................................................................................... 34
ANALISIS DAN SINTESIS
Data Ekologis
Lahan dan Aksesibilitas ....................................................... 37
10
Topografi .............................................................................. 37
Hidrologi .............................................................................. 38
Vegetasi ................................................................................ 42
Satwa .................................................................................... 46
Tanah.................................................................................... 50
Iklim ..................................................................................... 51
Akustik ................................................................................. 56
Kenyamanan dan Nilai Visual Tapak ................................... 56
Data Teknis ......................................................................................... 57
KONSEP
Konsep Dasar ...................................................................................... 60
Konsep Pengembangan ....................................................................... 61
Konsep Ruang ...................................................................... 61
Konsep Sirkulasi .................................................................. 63
Konsep Aktivitas Wisata ...................................................... 64
PERENCANAAN
Rencana Tata Ruang ........................................................................... 66
Rencana Sirkulasi ................................................................................ 67
Rencana Aktivitas Wisata ................................................................... 69
Rencana Daya Dukung Wisata ............................................................ 74
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan ......................................................................................... 81
Saran .................................................................................................. 82
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 83
LAMPIRAN ................................................................................................... 87
11
DAFTAR TABEL
Nomor Teks Halaman
1. Jenis, bentuk, sumber dan cara pengambilan data ..................................... 18
2. Daftar Nilai Parameter Kualitas Air......................... ................................. 27
3. Daftar Vegetasi di HRP Kemayoran ......................................................... 28
4. Daftar Jenis Burung di HRP Kemayoran .................................................. 29
5. Data Iklim KBBK tahun 2000-2004 ......................................................... 31
6. Perhitungan Nilai THI .............................................................................. 52
7. Kebutuhan Ruang dan Daya Dukung ........................................................ 75
Lampiran
1. Lahan basah di Jawa dan Bali dengan Status Dilindungi ......................... 87
2. Potensi Lokasi Objek Wisata Satwa HRP ................................................ 88
3. Potensi Lokasi Objek Wisata Vegetasi HRP ........................................... 89
4. Ilustrasi Objek Wisata Burung HRP Kemayoran. .................................... 90
5. Ilustrasi Objek WisataVegetasi HRP Kemayoran. ................................... 95
12
DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman
1. Kerangka Pikir Penelitian ......................................................................... 5
2. Peta Orientasi Tapak ................................................................................. 15
3. Tahapan Proses Perencanaan .................................................................... 17
4. Peta Tata Guna Lahan KBBK ................................................................... 23
5. Saluran Suplesi ......................................................................................... 25
6. Peta Inlet dan Outlet ................................................................................. 26
7. Grafik Suhu Tahun 2000-2004 ................................................................. 31
8. Grafik Kelembaban Udara Rata-rata Tahun 2000-2004 ........................... 32
9. Grafik Intensitas Penyinaran Tahun 2000-2004 ........................................ 32
10. Grafik Curah Hujan Tahunan Tahun 2000-2004....................................... 32
11. Grafik Tekanan Udara Tahun 2000-2004 ................................................. 33
12. Grafik Kecepatan Angin Rata-rata Tahun 2000-2004 ............................... 33
13. Ilustrasi Penggunaan Jeruji pada Saluran Maindrain ................................ 39
14. Ilustrasi Pintu Air Berjeruji pada Saluran Suplesi ..................................... 39
15. Siklus Oksidasi pada Badan Air Alami ..................................................... 42
16. Sketsa Tipe Akar Mangrove ..................................................................... 43
17. Regenerasi Pohon Mangrove .................................................................... 44
18. Ilustrasi Vegetasi Sebagai Kontrol Visual ................................................ 54
19. Vegetasi Sebagai Peredam Kebisingan ..................................................... 56
20. Peta Kondisi Eksisting Tapak ................................................................... 59
21. Konsep Ruang .......................................................................................... 63
22. Konsep Sirkulasi ....................................................................................... 63
23. Ilustrasi Stop Area pada Ruang Penyangga .............................................. 68
24. Ilustrasi Alternatif Boardwalk .................................................................. 68
25. Ilustrasi Penataan Gerbang Masuk Kawasan ............................................ 70
26. Ilustrasi Parkir Kendaraan 45˚ (Chiara dan Koppelman, 1997) ............... 71
27. Ilustrasi Beberapa Papan Informasi pada Tapak ....................................... 72
28. Ilustrasi Pengamatan Burung melalui Papan Intip dan Terucuk ................ 73
29. Ilustrasi Pengamatan Burung Melalui Menara Pandang ........................... 73
13
30. Ilustrasi Menara Pandang ......................................................................... 74
31. Rencana Tata Letak Aktivitas ................................................................... 76
32. Rencana Tata Letak Fasilitas .................................................................... 77
33. Site Plan.................................................................................................... 78
34. Touring Plan ............................................................................................. 79
35. Detail Area Pelayanan .............................................................................. 80
14
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Salah satu masalah yang memerlukan pengelolaaan dengan serius disuatu
daerah adalah keberadaan lahan basah. Menurut Konvensi Ramsar (MNLH,
2005), lahan basah merupakan daerah-daerah rawa, payau, lahan gambut, dan
perairan; alami atau buatan; tetap atau sementara; dengan air yang tergenang atau
mengalir; tawar, payau, atau asin; termasuk wilayah laut yang kedalamannya tidak
lebih dari enam meter pada waktu air surut. Selain sebagai sumberdaya alam yang
penting untuk kehidupan ekonomi dan pembangunan, secara ekologi, lahan basah
adalah habitat flora dan fauna.
Lahan basah mempunyai peranan yang sangat penting, diantaranya adalah
merupakan tempat mencari makan bagi ribuan burung pengembara yang
menempuh perjalanannya dari daratan Asia ke Australia dan sebaliknya. Namun
keberadaan lahan basah di Indonesia semakin terdesak akibat alih fungsi menjadi
kawasan pertanian, sentra bangunan produksi ataupun menjadi kawasan
pemukiman elit. Alih fungsi lahan basah dapat diartikan sebagai hilangnya daerah
tangkapan air, kehilangan lahan basah akan mengurangi debit air yang masuk ke
dalam tanah melalui proses infiltrasi dan akan meningkatkan debit air permukaan,
air yang masuk akan serta merta dialirkan kembali kesungai dan menuju kelaut
tanpa adanya proses pengikatan oleh tanah terlebih dulu. Hal ini juga
menyebabkan sumber air didarat menjadi asin (Nainggolan, 1994).
Hutan Rawa Payau (HRP) Kemayoran merupakan salah satu lahan basah
perkotaan yang terancam keberadaannya, serta flora dan fauna di dalamnya
semakin berkurang. Kehadiran HRP ini mempunyai arti penting sebagai salah satu
contoh ekosistem rawa payau yang masih tersisa di Jakarta terutama jenis burung
dan mamalia, serta sebagai kantung-kantung air pencegah banjir.
HRP Kemayoran telah ditetapkan sebagai kawasan yang dilindungi
sebagai Taman Wisata Alam Kemayoran (Tabel Lampiran 8). Menurut Dinas
Pertanian dan Kehutanan DKI (2002), bahwa areal hutan mangrove dan areal
yang berasosiasi dengannya, seperti dataran lumpur dan rawa-rawa di sekitar teluk
Jakarta merupakan areal yang penting bagi burung-burung air yang menghuni
Comment [S1]:
15
Pulau Rambut. Mardiastuti (2005) menambahkan, lahan basah yang masih tersisa
perlu dikonservasi tidak hanya sebagai tempat mencari makan burung air tetapi
juga untuk perlindungan banjir dan intrusi air laut.
Selain itu, berdasarkan keputusan gubernur propinsi Daerah Khusus
Ibukota Jakarta No. 339 Tahun 2002, bahwa dalam rangka meningkatkan kualitas
lingkungan hidup di wilayah perkotaan Daerah Khusus Ibukota Jakarta,
dibutuhkan unsur penghijauan berupa hutan kota yang berfungsi untuk mengatur
tata air, pengendalian pencemaran udara, habitat flora/fauna, sarana kesehatan,
olahraga, pelestarian plasma nutfah, wadah sanctuari satwa burung, wisata, sarana
pendidikan dan penyuluhan, penangkal angin dan gangguan alam lainnya serta
estetika. Maka ditetapkan hutan wisata Kemayoran seluas 4.6 Ha sebagai hutan
kota konservasi.
Kota Baru Bandar Kemayoran (KBBK) Jakarta adalah kota mandiri
dengan luasan 454 Ha. KBBK menyediakan 23.5% (106.5 Ha) dari luas total
wilayah sebagai ruang terbuka, hutan rawa payau sebagai salah satu bentuk ruang
terbuka terletak di ujung utara kawasan ini. Hutan rawa payau ini dipengaruhi
oleh pasang surut air laut yang masuk melalui saluran suplesi yang dihubungkan
melalui sungai Sunter. Keberadaan rawa payau ini sangat penting untuk menjaga
intrusi air laut dan pencemaran kota.
Untuk mempertahankan keberadaan rawa payau sebagai salah satu lahan
basah perkotaan, perlu dilakukan upaya pengelolaan dan pemanfaatan. Salah satu
upaya pemanfaatan hutan mangrove adalah dengan menjadikannya sebagai tempat
wisata. Menurut Labahi dan Udiana (2004), untuk menjaga pemanfaatan
sumberdaya alam hayati perlu dilakukan upaya konservasi agar sumberdaya alam
hayati dan ekosistem terpelihara dan mampu mewujudkan keseimbangan serta
menyatu dengan pembangunan, adapun kegiatannya adalah perlindungan sistem
penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa
beserta ekosistemnya dan pemanfaatan secara lestari dimana diantaranya adalah
dengan mengembangkan wisata ekologis di kawasan hutan konservasi.
Akan tetapi, hutan mangrove merupakan areal yang rentan, sehingga
pemanfaatan areal ini harus memperhatikan kondisi ekologis dan daya dukung.
Selain itu pengelolaan hutan mangrove secara lestari juga menimbulkan masalah
16
antara kepentingan ekologis dan kepentingan sosial ekonomi masyarakat.
Sehingga strategi yang ditetapkan harus mampu mengatasi masalah ekonomi
masyarakat selain tujuan konservasi hutan mangrove yang tercapai. Selain itu
kondisi HRP Kemayoran saat ini sudah mengalami kerusakan tingkat sedang,
dimana diperlukan tindakan rehabilitasi sebagai langkah awal penataan ruang
untuk kegitan wisata ekologis yang berkelanjutan.
Ekowisata merupakan suatu konsep wisata yang mencerminkan wawasan
lingkungan dan mengikuti kaidah keseimbangan dan kelestarian yang bertujuan
mengintegrasikan tujuan konservasi alam dengan tujuan pembangunan ekonomi
dengan melibatkan masyarakat lokal. Untuk dapat mengakomodasikan kebutuhan
wisata dengan meminimalkan dampak negatif bagi lingkungan dan masyarakat
sekitarnya sehingga tercipta keseimbangan antara kapasitas ekologis dan
pemanfaatan tapak diperlukan perencanaan yang mampu memadukan faktor
ekologis dan pengunjung serta masyarakat lokal sebagai faktor ekonomi sehingga
tercipta suatu keseimbangan berdasarkan konsep daya dukung dimana
penggunaan sumberdaya alami tidak boleh melampaui kapasitas lingkungan.
Menurut UU No. 5 Tahun 1990, Konservasi sumber daya alam hayati dan
ekosistemnya dilakukan melalui kegiatan:
• Perlindungan sistem penyangga kehidupan;
• Pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta
ekosistemnya;
• Pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.
Ekowisata juga merupakan model pengembangan wisata yang
bertanggung jawab di daerah yang masih alami atau yang dikelola secara kaidah
alam dimana tujuannya selain untuk menikmati keindahan juga melibatkan unsur
pendidikan, pemahaman dan dukungan terhadap usaha konservasi sumberdaya
alam dan peningkatan pendapatan masyarakat setempat (Direktorat Jenderal
Pembangunan Daerah Depdagri, 2000).
Tujuan Penelitian
Secara umum tujuan dari penelitian ini bertujuan untuk merencanakan
areal Hutan Rawa Payau (HRP) Kemayoran dengan konsep ekowisata sebagai
17
wujud pengelolaan dan pemanfaatan untuk menciptakan keseimbangan antara
ekologis tapak dengan penggunaannya sebagai kawasan wisata.
Tujuan khusus
• Memanfaatkan hutan rawa payau sebagai tempat pendidikan, penelitian
terhadap ekosistem rawa payau serta kegiatan wisata pasif interpretatif dengan
memanfaatkan potensi tapak melalui penataan ruang, kegiatan wisata dan
sirkulasi, sehingga pengunjung mendapatkan pengalaman selama berwisata.
• Membuat suatu perencanaan alternatif berwisata Jakarta berdasarkan konsep
ekowisata sehingga diharapkan kegiatan berwisata dapat berjalan dengan tetap
menjaga kelestarian alam.
Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pengelola
kawasan maupun kawasan ekowisata lainnya yang serupa dalam pengembangan
aktivitas wisata ekologis sebagai bahan pertimbangan dan acuan dalam usaha
melestarikan sumberdaya alam suatu kawasan.
Kerangka Pikir Penelitian
Hutan rawa payau mempunyai potensi sebagai penyumbang
keanekaragaman hayati di perkotaan. Komponen biota dari ekosistem mangrove
adalah komunitas mangrove yang terdiri dari populasi tumbuhan (hutan) dan
fauna mangrove yang berinteraksi dengan komponen abiotik mangrove seperti
tanah, oksigen, nutrisi, angin, arus, air, cahaya, suhu, kelembaban, gelombang dan
salinitas. Selain itu, hutan mangrove merupakan salah satu ekosistem alamiah
yang unik dan mempunyai nilai ekologis dan ekonomis yang tinggi (Bengen dan
Adrianto, 1998).
Hutan Rawa Payau (HRP) Kemayoran yang terletak lebih kearah daratan
belum banyak diketahui kalangan umum, walaupun telah menjadi kawasan taman
wisata alam Kemayoran dengan potensi sumberdaya alam yang mulai terancam
keberadaannya seiring dengan perkembangan pembangunan kota. Keberadaan
hutan ini dapat dimanfaatkan sebagai kawasan wisata yang mencerminkan
wawasan lingkungan dengan tetap mengikuti kaidah keseimbangan dan
18
kelestarian. Akan tetapi upaya rehabilitasi merupakan langkah awal yang harus
dilakukan untuk menjamin kelangsungan HRP Kemayoran.
Dalam rencana pengembangan Badan Pengelola Komplek Kemayoran
(BPKK) menetapkan 23.5% wilayah sebagai daerah hijauan yang di antaranya
adalah pengembangan hutan wisata untuk melindungi keberadaan sumberdaya
alam dari kepunahan. Untuk itu diperlukan suatu perencanaan yang mampu
memanfaatkan keberadaan HRP dengan tetap menjaga kelestariannya. Konsep
ekowisata merupakan salah satu alternatif untuk mengembangkan kawasan
pariwisata dalam suatu wilayah yang tetap memperhatikan konservasi lingkungan
dengan memanfaatkan potensi sumberdaya serta budaya masyarakat lokal.
Konsep perencanaan ekowisata memungkinkan pemanfaatan potensi tapak
yang ada melalui penataan area yang akan dikembangkan yang mampu
mengakomodasikan aktivitas wisata dan menjaga kelestarian. Faktor yang
mempengaruhi tapak dianalisis sesuai dengan konsep yang dikembangkan
sehingga menghasilkan rencana pengembangan yang terdiri dari konsep ruang,
konsep sirkulasi, dan konsep wisata.
Gambar 1. Kerangka Pikir Penelitian
Pelestarian Kebijaka
Hutan Rawa Payau (potensi tapak)
Degradasi Kualitas Ekosistem
Perencanaan Ekowisata untuk Pelestarian Hutan Rawa Payau Kemayoran
Konsep Ekowisata
Kegiatan Wisata Ekologis Interpretatif
Rekreatif Edukatif Objek dan
Atraksi Wisata Jalur
Wisata
Rahabilitasi
19
TINJAUAN PUSTAKA
Perencanaan
Perencanaan adalah mengumpulkan dan menginterpretasikan data,
memproyeksikannya kemasa depan, mengidentifikasi masalah dan memberi
pendekatan yang beralasan untuk memecahkan masalah-masalah tersebut
(Knudson, 1980). Sedangkan menurut Gold (1980), perencanaan adalah suatu alat
yang sistematis, yang digunakan untuk menentukan saat awal suatu keadaan dan
cara terbaik untuk pencapaian keadaan tersebut dimana perencanaan lanskap
dapat dilakukan melalui beberapa pendekatan, antara lain:
1. Pendekatan sumberdaya, yaitu penentuan tipe-tipe serta alternatif aktivitas
wisata berdasarkan pertimbangan kondisi dan situasi sumberdaya.
2. Pendekatan aktivitas, yaitu penentuan tipe dan alternatif aktivitas berdasarkan
seleksi terhadap aktivitas pada masa lalu untuk memberikan kemungkinan apa
yang dapat disediakan pada masa yang akan datang,
3. Pendekatan ekonomi, yaitu penentuan tipe, jumlah, dan lokasi kemungkinan
aktivitas berdasarkan pertimbangan ekonomi.
4. Pendekatan prilaku, yaitu penentuan kemungkinan aktivitas berdasarkan
pertimbangan prilaku manusia dan kejadian-kejadian di waktu luang
mempengaruhi tentang bagaimana, dimana dan kapan orang-orang
menggunakan waktu luangnya.
Siti Nurisjah dan Pramukanto (1995) menambahkan, terdapat hal-hal
penting yang perlu diperhatikan dalam perencanaan suatu kawasan, diantaranya :
• Mempelajari hubungan antara kawasan tersebut dengan lingkungan sekitar.
• Memperhatikan keharmonisan antara daerah sekitarnya dengan kawasan yang
akan direncanakan.
• Menjadikan sebagai objek (wisata) yang menarik.
• Merencanakan kawasan tersebut sehingga dapat menghasilkan suatu kawasan
yang dapat menampilkan kesan masalalunya.
20
Perencanaan Kawasan Wisata
Perencanaan lanskap kawasan wisata, terutama wisata alam adalah
merencanakan suatu bentuk penyesuaian program rekreasi dengan suatu penataan
lanskap untuk menjaga kelestariannya. Program wisata alam dibuat untuk
menciptakan lingkungan fisik luar atau bentang alam yang dapat mendukung
tindakan dan aktivitas rekreasi manusia yang menunjang keinginan, kepuasan, dan
kenyamanannya, dimana proses perencanaan dimulai dari pemahaman sifat dan
karakter serta kebijakan manusianya dalam menggunakan tapak untuk kawasan
wisata (Knudson, 1980).
Untuk menghasilkan suatu rencana dan rancangan areal rekreasi yang
baik, ada beberapa hal yang harus diperhatikan, dipelajari dan dianalisis (Siti
Nurisjah dan Pramukanto, 1995), yaitu: potensi dan kendala tersedia, potensi
pengunjung, kebijakan dan peraturan yang terkait dengan sumberdaya dan
penggunaannya, alternatif dan dampak dari perencanaan dan pelaksanaan yang
dilakukan, dan pemantauan hasil perencanaan dan perancangan.
Perencanaan rekreasi hutan adalah penggunaan sumberdaya rekreasi dalam
menyediakan fasilitas dan area rekreasi yang memuaskan untuk mempertemukan
kebutuhan penduduk sekarang dan masa yang akan datang. Perencanaan
membantu menentukan tipe, kuantitas, lokasi dan waktu dalam pembangunan
rekreasi (Douglass, 1992).
Rekreasi dan Wisata
Menurut Douglass (1992), rekreasi adalah suatu kegiatan yang
menyenangkan dan konstruktif serta menambah pengetahuan dan pengalaman
mental dari sumberdaya alam dalam waktu dan ruang yang terluang. Kesenangan
tersebut dapat diperoleh melalui lima tahap perjalanan rekreasi yaitu, 1) antisipasi,
termasuk perencanaan perjalanan rekreasi, 2) perjalanan ketempat tujuan rekreasi,
3) pengalaman dalam kawasan rekreasi, 4) perjalanan kembali, dan 5) kesan.
Dilihat dari sudut tempat dimana kegiatan rekreasi dilakukan, terdapat rekreasi
yang dilakukan di dalam ruangan (indoor) dan rekreasi luar ruangan (outdoor).
Douglass (1992) mengungkapkan rekreasi alam terbuka adalah semua
kegiatan rekreasi yang dilakukan tanpa dibatasi oleh suatu bangunan, atau
21
rekreasi yang berhubungan dengan lingkungan dan berorientasi pada penggunaan
sumberdaya alam seperti air, hujan, pemandangan alam atau kehidupan bebas.
Wisata merupakan pergerakan orang sementara menuju tempat tujuan
yang berada di luar tempat biasa mereka bekerja dan tinggal, aktivitas yang
dilakukan selama mereka tinggal ditempat tujuan dan fasilitas yang diciptakan
untuk melayani kebutuhan mereka (Gunn, 1994). Holden (2000), menambahkan
bahwa pembangunan wisata ditempat tujuan meliputi penggunaan sumberdaya
fisik dan alam yang kemudian akan berdampak terhadap ekonomi, budaya dan
ekologi di tempat tujuan wisata yang sedang berkembang. Wisata adalah sebuah
sistem, tidak hanya bertemunya bisnis pengunjung, tetapi juga masyarakat dan
lingkungan.
Input penting wisata dipandang dari sudut lingkungan meliputi
sumberdaya alam dan manusia, penggunaan tersebut didorong oleh permintaan
konsumen di sistem pasar wisata (Holden, 2000).
Sumberdaya Kegiatan Wisata
Sumberdaya untuk kegiatan wisata menurut Gold (1980) adalah tempat
tujuan bagi orang yang melakukan wisata yang merupakan suatu kesatuan ruang
tertentu dan dapat menarik keinginan untuk berwisata. Ketersediaan sumberdaya
untuk berwisata dapat dilihat dari jumlah dan kualitas dari sumberdaya yang
tersedia serta dapat digunakan pada waktu tertentu. Untuk mengetahui
sumberdaya yang tersedia dapat dilakukan identifikasi dan inventarisasi kemudian
dianalisis potensi dan kendalanya.
Sedangkan menurut Clawson and Knetsch (1966) suplai rekreasi adalah
kuantitas dan kualitas sumberdaya rekreasi yang tersedia untuk digunakan pada
waktu dan ruang tertentu. Suplai harus dilihat dari 1) penyebaran fisik, 2) status
kepemilikan, pemerintah atau perorangan/swasta, 3) daya dukung, dan 4)
manajemen. Selanjutnya Clawson and Knetsch (1966) menyatakan bahwa tak ada
sesuatupun dalam lingkungan fisik atau bagian dari lahan atau badan air yang
membentuk sumberdaya rekreasi melainkan kombinasi kualitas alami maupun
kemampuan yang menarik manusia untuk menggunakannya sebagai tempat
kegiatan rekreasi.
22
Adapun klasifikasi sumberdaya untuk rekreasi dilihat dari orientasinya
terdiri dari:
1. Orientasi kepada pengunjung (users oriented).
2. Orientasi pertengahan (intermediate), yakni pemenuhan kebutuhan
pengunjung seimbang dengan pengelolaan sumberdayanya.
3. Orientasi kepada sumberdaya (resources based) untuk tujuan pelestarian.
Daya Dukung Kegiatan Wisata
Daya dukung adalah konsep dasar yang dikembangkan untuk kegiatan
pengelolaan suatu sumberdaya alam dan lingkungan yang lestari, melalui ukuran
kemampuannya. Konsep ini dikembangkan, terutama untuk mencegah kerusakan
atau degradasi dari suatu sumberdaya alam dan lingkungan. Sehingga keberadaan,
kelestarian dan fungsinya dapat terwujud dan pada saat dan ruang yang sama juga
pengguna atau masyarakat pemakai sumberdaya tersebut tetap berada dalam
kondisi sejahtera dan/atau tidak dirugikan (Bahar, 2004).
Daya dukung merupakan kemampuan sumberdaya rekreasi untuk
mempertahankan fungsi dan kualitasnya guna memberikan pengalaman rekreasi
yang diinginkan. Daya dukung menyangkut daya dukung fisik lokasi dan daya
dukung sosial (Clawson and Knetsch, 1966). Sedangkan menurut Gold (1980),
daya dukung rekreasi merupakan kemampuan suatu area rekreasi secara alami,
segi fisik dan sosial untuk mendukung penggunaan aktifitas rekreasi dan dapat
memberikan kualitas pengalaman rekreasi yang diinginkan.
Dalam kontek pariwisata, daya dukung didefinisikan sebagai tingkat
keberadaan pengunjung yang menciptakan dampak pada masyarakat, lingkungan
dan perekonomian setempat, yang diterima baik oleh pengunjung, masyarakat
maupun lingkungan serta aktivitas wisata yang berkelanjutan (Undang-undang
No. 23 tahun 1997).
Bengen (2002) dalam Bahar (2004) mengemukakan pengertian daya
dukung :
• Daya dukung : tingkat pemanfaatan sumberdaya alam atau ekosistem secara
berkesinambungan tanpa menimbulkan kerusakan sumberdaya dan
lingkungan.
23
• Daya dukung ekologis : tingkat maksimum (baik jumlah maupun volume)
pemanfaatan suatu sumberdaya atau ekosistem yang dapat diakomodasikan
oleh suatu kawasan atau zona sebelum terjadi penurunan kualitas lingkungan
ekologis.
• Daya dukung fisik : jumlah maksimum pemanfaatan suatu sumberdaya atau
ekosistem yang dapat diadopsi oleh suatu kawasan atau zona tanpa
menyebabkan kerusakan atau penurunan kualitas fisik.
• Daya dukung sosial : tingkat kenyamanan dan apresiasi pengguna suatu
sumberdaya atau ekosistem terhadap suatu kawasan atau zona akibat adanya
penggunaan lain dalam waktu yang bersamaan.
• Daya dukung ekonomi : tingkat skala usaha dalam pemanfaatan suatu
sumberdaya yang memberikan keuntungan ekonomi maksimum secara
berkesinambungan.
Hal-hal yang mempengaruhi daya dukung suatu kawasan rekreasi dapat
dikelompokkan menjadi tiga, yaitu:
1. Karakteristik sumberdaya alam, seperti geologi dan tanah, topografi, vegetasi,
hewan, iklim dan air.
2. Karakteristik pengelolaan, seperti kebijaksanaan dan metode pengelolaan.
3. Karakteristik pengunjung, seperti psikologi, peralatan, perilaku sosial dan
pola penggunaan (Knudson, 1980).
Hutan Rawa Payau
Lahan basah menurut Konvensi Ramsar (MNLH, 2005) merupakan daerah
yang mencakup berbagai jenis habitat dengan komunitas dan ekosistem yang
umumnya sangat dipengaruhi oleh keberadaan perairan didaerah tersebut ataupun
sekitarnya. Menurut Konvensi Ramsar lahan basah adalah daerah-daerah rawa,
payau, lahan gambut, dan perairan; alami atau buatan; tetap atau sementara;
dengan air yang tergenang atau mengalir; tawar, payau, atau asin; termasuk
wilayah laut yang kedalamannya tidak lebih dari enam meter pada waktu air surut.
Definisi tersebut mencakup dataran terumbu karang dan padang lamun didaerah
pesisir, dataran lumpur, hutan bakau, muara sungai, rawa air tawar, hutan rawa
dan danau, juga rawa dan danau bergaram.
24
Dalam Konvensi Ramsar juga dinyatakan bahwa selain sebagai
sumberdaya alam yang penting untuk kehidupan ekonomi dan pembangunan,
secara ekologi, lahan basah adalah merupakan habitat flora dan fauna.
Berdasarkan letaknya lahan basah dikelompokkan menjadi lahan basah pesisir dan
lahan basah daratan.
• Lahan basah pesisir
Lahan basah jenis ini meliputi daerah pesisir yang jenuh atau tergenang air,
yang umumnya payau atau asin, baik secara tetap atau musiman, umumnya
terpengaruh oleh pasang surut air laut dan kondisi lainnya atau limpasan hutan
bakau, daratan lumpur dan pasir, muara, padang lamun dan rawa-rawa daerah
pesisir.
• Lahan basah daratan
Lahan basah ini meliputi daerah yang jenuh atau tergenang oleh air yang pada
umumnya bersifat tawar (dapat pula asin tergantung pada faktor-faktor edafik
dan sejarah geomorfologinya) baik secara permanen maupun musiman,
terletak didarat atau dikelilingi oleh daratan dan tidak terkena pasang surut air
laut. Tipe lahan basah yang termasuk dalam kelompok ini adalah air terjun,
danau, telaga, sungai, rawa air tawar, danau-danau musiman, kolam dan rawa
asin didaratan.
Rawa adalah areal tanah yang rendah dan digenangi air, biasanya banyak
terdapat tumbuhan air, istilah umum yang digunakan untuk menentukan semua
lahan basah bervegetasi, termasuk didalamnya daerah air tawar, daerah air asin
dan payau yang mungkin berhutan atau tergenang hampir sepanjang tahun. Hal itu
berpengaruh pada kondisi tanah yang tergenang secara permanen (Claridges and
Zuwendra, 1991).
Hutan payau merupakan formasi hutan yang khas daerah tropika, terdapat
di pantai yang rendah, tenang, berlumpur atau sedikit berpasir yang mendapat
pengaruh pasang surut air laut dimana tidak ada ombak yang keras. Hutan ini
disebut juga hutan bakau karena dominasi tegakannya jenis bakau atau disebut
juga hutan payau karena dilokasi yang payau akibat mendapat buangan air dari
sungai (Arief, 2001).
25
Lebih lanjut Arief (2001) menyatakan bahwa pada hutan payau terdapat
campuran air tawar dari sungai dan air laut: pohon yang tumbuh umumnya
berdaun tebal dan mengkilat karena adaptasi evapotranspirasi. Tajuk pepohonan
dengan ketinggian umumnya rata-rata dapat mencapai 50 m. komposisi hutan
bakau terdiri atas asosiasi beberapa jenis tanaman yang khas.
Sedangkan hutan rawa adalah hutan yang tumbuh pada tanah aluvial yang
selalu tergenang air tawar dengan ciri-ciri adanya tempat tumbuh beraerasi dan
udara yang buruk. Ciri khas lainnya adalah tumbuhannya banyak yang berakar
lutut yang tunasnya terendam air. Hutan rawa payau adalah gabungan keduanya,
yakni hutan yang letaknya beberapa ratus meter kedaratan dengan vegetasi yang
mirip dengan hutan mangrove dan mendapat pengaruh pasang surut. Nybakken
(1992) dalam Oni (1995) menyatakan, untuk hutan rawa payau yang dipengaruhi
oleh air laut, maka ph yang terdapat di rawa payau juga akan dipengaruhi oleh ph
air laut yang berkisar antara 7.5-8.4.
Berdasarkan keputusan gubernur propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta
No. 339 Tahun 2002, bahwa dalam rangka meningkatkan kualitas lingkungan
hidup di wilayah perkotaan Daerah Khusus Ibukota Jakarta, dibutuhkan unsur
penghijauan berupa hutan kota yang berfungsi untuk mengatur tata air,
pengendalian pencemaran udara, habitat flora/fauna, sarana kesehatan, olahraga,
pelestarian plasma nutfah, wadah sanctuari satwa burung, wisata, sarana
pendidikan dan penyuluhan, penangkal angin dan gangguan alam lainnya serta
estetika. Maka ditetapkan hutan wisata Kemayoran seluas 4.6 Ha sebagai hutan
kota konservasi.
Ekowisata
Ekowisata/pariwisata alam dalam PP No.18/1994 adalah segala sesuatu
yang berhubungan dengan wisata alam, termasuk pengusahaan objek dan daya
tarik wisata alam serta usaha-usaha terkait dibidang tersebut. Secara umum
pariwisata alam dalam kawasan hutan mengandung ciri-ciri utama sebagai
berikut, 1) Meningkatkan kepedulian terhadap lingkungan, 2) Menyediakan
sebuah pengalaman wisata dengan lingkungan yang masih alami dan kesempatan
menambah pengetahuan, 3) Secara aktif melibatkan masyarakat dalam proses
pelaksanaan pariwisata alam, sehingga mereka memperoleh keuntungan,
26
4) Mendidik wisatawan dan masyarakat setempat dalam arti penting konservasi,
dan 5) Peluang pendapatan bagi pemerintah (Subadia, 2003).
Pengembangan pariwisata alam dalam kawasan hutan dikembangkan
dengan tetap memperhatikan 5 prinsip utama ekowisata, yaitu konservasi,
pendidikan, ekonomi, peran serta masyrakat dan rekreasi; dengan melalui kegiatan
wisata alam, kualitas sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya dapat terus
dipertahankan dan ditingkatkan. Melalui rekreasi pengunjung akan dapat
memperoleh kepuasan, pengalaman serta kesegaran jasmani dan kejiwaan, dapat
meningkatkan kepedulian dan apresiasi pengunjung akan arti pentingnya
keberadaan objek wisata alam. Dengan produk wisata alam yang optimal akan
meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap konservasi dan tetap berusaha
untuk mempertahankan objek, sehingga diharapkan dapat meningkatkan
kelestarian sumberdaya alam.
Ekowisata menurut definisi Direktorat Jenderal Pembangunan Daerah
Departemen Dalam Negeri (2000), adalah suatu model pengembangan wisata
yang bertanggungjawab didaerah yang masih alami atau daerah-daerah yang
dikelola secara kaidah alam dimana tujuannya selain untuk menikmati
keindahannya, juga melibatkan unsur pendidikan, pemahaman, dan dukungan
terhadap usaha-usaha konservasi sumberdaya alam dan peningkatan pendapatan
masyarakat setempat.
Aspek pendidikan menjadi bagian utama dalam pengelolaan kawasan
ekowisata karena membawa misi sosial untuk menyadarkan keberadaan manusia,
lingkungan dan akibat yang akan timbul bila terjadi kesalahan dalam manajemen
pemberdayaan lingkungan global. Misi tersebut tidak mudah karena untuk
menjabarkannya dalam suatu paket wisata seringkali bentrok dengan perhitungan
ekonomis atau terjebak dalam metode pendidikan yang kaku (Wiraman, 1998).
Selanjutnya dinyatakan bahwa ekowisata memungkinkan pemanfaatan
potensi keanekaragaman hayati tidak mengganggu apalagi merusak. Para
wisatawan akan mendapatkan pengalaman secara langsung bercengkrama dengan
alam yang masih terjaga, dan yang tak kalah penting mereka dapat memperoleh
pengetahuan tentang rahasia alam, baik vegetasi maupun satwa yang terlihat dan
terdengar sepanjang perjalanan wisata.
27
Adhikerana (1999) menyatakan bahwa ekowisata yang akan
dikembangkan diharapkan dapat memberikan dukungan bagi konservasi
suberdaya alam hayati melalui:
1. Ekowisata memperhatikan kualitas daya dukung alam dan bersifat ramah
lingkungan.
2. Ekowisata merupakan salah satu program pembangunan dan pelestarian
secara terpadu antara upaya konservasi sumberdaya alam dengan
pengembangan ekonomi dan pemberdayaan masyarakat secara berkelanjutan.
3. Keberadaan ekowisata dapat meningkatkan status suatu kawasan menjadi
diakui sebagai kawasan alam yang dilindungi.
4. Ekowisata merupakan alternatif yang dapat dipakai untuk meningkatkan
partisipasi pemerintah, swasta, dan masyarakat dalam konservasi sumberdaya
alam dan keanekaragaman hayati.
5. Kegiatan ekowisata mengusahakan sumbangan dana (Eco-cost) bagi upaya
konservasi sumberdaya alam dan keanekaragaman hayati. Ekowisata juga
meminimalkan dampak negatif terhadap mutu dan kuantitas keanekaragaman
hayati yang disebabkan kegiatan wisata yang bersifat massal/konvensional
(mass-tourism).
28
METODOLOGI
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di areal Hutan Rawa Payau (HRP) Kota Baru
Bandar Kemayoran, Jakarta. Lokasi yang direncanakan seluas 6.3 Ha, yang
dibatasi oleh sungai Pademangan dan rumah pompa disebelah utara, Jl. Griya
Utama disebelah selatan, Sungai Pademangan dan pemukiman disebelah timur
dan waduk pengendali banjir di barat. Inventarisasi data dilakukan bulan Maret
sampai bulan Juni 2005.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode survai dengan mengikuti proses
tahapan perencanaan yang dikemukakan Gold (1980), dengan pendekatan sumber
daya alam, dimana faktor alam lebih diutamakan daripada faktor sosial. Karena
pada dasarnya apabila lingkungan telah teroganisir dengan baik, sosial ekonomi
akan terdukung. Lingkungan cenderung menentukan penambahan dan
pemeliharaan ruang terbuka tanpa menghiraukan keinginan manusia/sumber fiskal
yang harus dikeluarkan untuk ruang tersebut.
Pendekatan ekologis atau pendekatan ekosistem, selain dapat digunakan
untuk mendapatkan gambaran daya dukungnya atau kemampuannya juga dapat
untuk menentukan indikator kerusakan ekosistem atau lingkungan yang
Gambar 2. Peta Orientasi Tapak Kemayoran
Jakarta
Kota Baru Bandar Kemayoran Hutan Rawa Payau Kemayoran
Aparteman Griya Sunter Pratama
Pemukiman Pemukiman
Waduk
Lapangan Golf
Tanpa Skala
Comment [s2]:
29
diakibatkan oleh kegiatan manusia terutama pada tingkat jumlah pemakai yang
berlebihan atau eksploitatif (Siti Nurisjah dan Pramukanto, 2003)
Dengan pendekatan tersebut diharapkan dapat merencanakan kawasan
wisata dengan konsep ekowisata yang dapat menjamin kelestarian kawasan hutan
rawa payau yang direncanakan sebagai area wisata dan pelestarian ekosistemnya.
Proses Perencanaan
Persiapan
Pada tahap ini dilakukan penetapan tujuan perencanaan, pengumpulan
informasi dan perizinan dari instansi terkait serta penetapan konsep awal
perencanaan.
Pengumpulan Data
Merupakan tahap pengambilan data meliputi data ekologis dan data teknis
yang mempengaruhi tapak yang direncanakan sebagai kawasan ekowisata. Data
tersebut terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari
hasil pengamatan di lapang dan dari hasil wawancara dengan pihak-pihak yang
terkait, sedangkan data sekunder diperoleh melalui studi pustaka, laporan-laporan
kegiatan dan informasi dari dinas terkait. Jenis, bentuk, sumber data cara
pengambilan data disajikan dalam tabel 1.
Analisis
Data dan informasi yang dikumpulkan kemudian dianalisis, yang dilakukan
terhadap berbagai aspek dan faktor yang mempengaruhi tapak baik dalam tapak
maupun sekitar tapak. Pengembangan rencana disesuaikan dengan kondisi tapak
dan konsep awal.
Analisis meliputi analisis kualitatif dan analisis kuantitatif. Analisis
kualitatif berdasarkan pada potensi, kendala, amenity dan danger signal tapak.
Sedangkan analisis kuantitatif dengan menghitung daya dukung tapak terhadap
fungsi dan tujuan yang dikembangkan. Analisis ini menghasilkan potensi dan
kendala tapak dan pengembangan berdasarkan kemampuan lahan.
Nilai daya dukung wisata diperhitungkan berdasarkan rata-rata dalam
m2/orang (Boulon dalam WTO dan UNEP, 1992 dalam Siti Nurisjah et. al.,
2003):
DD = A S
DD : Daya Dukung tapak (m2/orang) A : Area yang digunakan sebagai wisata
30
Sintesis
Merupakan tahapan pemaduan hasil analisis baik data ekologis maupun
teknis serta kebijakan pengelola sesuai dengan fungsi yang akan dikembangkan.
Pada tahapan ini diperoleh konsep dasar yang merupakan dasar dari
pengembangan tapak yang meliputi konsep ruang, konsep aktivitas wisata dan
konsep sirkulasi. Aktivitas wisata yang dimaksud dalam perencanaan ini adalah
wisata pasif interpretatif baik bersifat pendidikan maupun non pendidikan.
Perencanaan
Pada tahap ini dihasilkan rencana tapak (site plan) dan rencana sirkulasi
wisata (touring plan), rencana tata letak fasilitas dan rencana tata letak aktivitas.
T = DD x K
K = N R
S : Standar rata-rata individu T : Total hari kunjungan yang diperkenankan K : Koefisien rotasi N : Jam kunjungan per hari yang diijinkan R : Rata-rata waktu kunjungan
Gambar 3. Tahapan Proses Perencanaan
konsep
Site Plan Touring Plan Rencana Aktivitas Wisata Rencana Fasilitas Wisata
Persiapan
Pengumpulan Data (Tabel
Analisis
Sintesis
Perencanaan
Perumusan Masalah dan Tujuan Serta Konsep Awal
Survey Lapang Studi Pustaka Wawancara
• Analisis Kualiatatif Deskriptif (Potensi, kendala, Amenities, dan Danger Signal)
• Analisis Kuantitatif (Daya Dukung Tapak)
Data Karakteristik Tapak Alami (Ekologis dan Teknis)
Data Potensi Pengembangan Tapak
Tata Ruang Wisata Tata Ruang Penyangga Wisata Jalur Wisata
• Pemecahan Masalah dan Alternatif Solusi
• Konsep Ekowisata
Rencana Hutan Rawa Payau Kemayoran untuk Ekowisata
Tahapan Kegiatan Produk/Hasil
31
Tabel 1. Jenis, bentuk, sumber dan cara pengambilan data Jenis data Bentuk data Sumber data Cara pengambilan
DATA EKOLOGIS
1. Lahan 1.1 Lokasi, batas dan
luasan
Sekunder, Primer Dinas terkait
(DP3KK) Studi Pustaka, survey
2. Topografi dan drainase 2.1 Kemiringan lahan 2.2 Drainase alami
Sekunder Sekunder, Primer
Dinas terkait Dinas terkait, lapang
Studi Pustaka Studi Pustaka, survey
3. Hidrologi 3.1 Pola sirkulasi air (pasang surut) 3.2 Kualitas air
Sekunder, Primer Sekunder, Primer
DP3KK DP3KK
Studi Pustaka, survey Studi Pustaka, survey
4. Vegetasi dan Satwa 4.1 Jenis dan penyebaran
Sekunder, primer
DP3KK, lapang
Studi Pustaka, survey
5. Tanah 5.1 Jenis dan kriteria umum
Sekunder
Bakosurtanal, Bappedal
Studi Pustaka
6. Iklim 6.1 Curah hujan 6.2 Suhu rata-rata 6.3 Kelembaban 6.4 Kecepatan dan arah angin 6.5 Radiasi matahari
Sekunder Sekunder Sekunder Sekunder Sekunder
BMG BMG BMG BMG BMG
Studi Pustaka Studi Pustaka Studi Pustaka Studi Pustaka Studi Pustaka
7. Akustik Primer Lapang Survey 8. Kenyamanan Primer Lapang Survey 9. Visual Primer Lapang Survey 10. Aksesibilitas 10.1 Jaringan transportasi
10.2 Sirkulasi
Sekunder, Primer Primer
DP3KK, Lapang Lapang
Studi Pustaka,Survey Survey
DATA TEKNIS Keinginan pengelola, Peraturan dan kebijakan
Sekunder, Primer DP3KK Studi Pustaka, Wawancara
32
KONDISI UMUM KOTA BARU BANDAR KEMAYORAN (KBBK)
Letak dan Luas
Kawasan Kota Baru Bandar Kemayoran (KBBK) merupakan kawasan
bekas bandar udara, luas kawasan Kemayoran berdasarkan sertifikat hak
pengelolaan lahan yang merupakan hasil ukur Departemen Pekerjaan Umum
tahun 1985 dan inventarisasi kembali oleh Direktorat Agraria adalah 420 ha. Luas
total setelah perencanaan kembali komplek Kemayoran sekitar 454 ha. Kawasan
Kemayoran secara administratif terletak dalam dua wilayah yaitu Jakarta Pusat
dengan Jakarta Utara. Wilayah Jakarta Pusat antara lain Kelurahan Gunung
Sahari, Kecamatan Sawah Besar serta Kelurahan Kebon Kosong dan Gunung
Sahari Selatan, Kecamatan Kemayoran dan sebagian lagi masuk wilayah
administrasi Jakarta Utara antara lain Kelurahan Pademangan Timur, Kecamatan
Penjaringan.
Kota Baru Bandar Kemayoran dibatasi oleh:
• Utara, Daerah rekreasi Ancol, Jl. RE Martadinata yang merupakan bagian
dari kelurahan Pademangan Barat, Kecamatan Pademangan Barat, Jakarta
Utara.
• Timur, Sungai Pademangan yang berbatasan dengan Kelurahan Sunter Agung
dan Sunter Jaya, Kecamatan Tanjung Priok, Jakarta Utara.
• Barat, Jl. Angkasa, Jl. Industri dan Jl. Rajawali Selatan yang merupakan
bagian dari Kelurahan Gunung Sahari Utara dan Kelurahan Kemayoran,
Kecamatan Kemayoran, Jakarta Pusat.
• Selatan, Jl. Kolektor Dakota, Kemayoran Gempol yang menerus ke Jl. Garuda
yang berbatasan dengan bagian dari Kelurahan Utan Panjang, Kecamatan
Kemayoran, Jakarta Pusat.
Riwayat Penunjukkan
Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1985 menyatakan bahwa kekayaan
negara yang merupakan sebagian modal Perum Angkasa Pura I berupa tanah
beserta bangunan fasilitas lainnya di Bandara Kemayoran ditarik kembali dan
dipisahkan dari modal perusahaan. Kekayaan tanah dan fasilitas lainnya
33
dikembalikan kepada negara sebagai kekayaan negara. Dalam rangka
pemanfaatan dan pengelolaan komplek Kemayoran, maka dibentuk Badan
Pengelola Komplek Kemayoran (BPKK) berdasarkan Keppres No. 53 tahun 1985
dan berdasarkan SK Mensesneg No. 34 Tahun 1987 sebagai ketua BPKK, telah
dibentuk Direksi Pelaksana Pengendalian Pembangunan Komplek Kemayoran
(DP3KK). Selanjutnya dalam pelaksanaan pengelolaan diserahkan kepada pihak
developer dengan Hak Guna Bangunan antara 20-30 tahun, yang selanjutnya
dapat diperpanjang dengan kesepakatan.
KBBK merupakan kawasan bekas sebuah bandar udara Internasional
pertama di Indonesia. Keberadaan ini mendorong perkembangan kawasan dengan
pembangunan pusat-pusat bisnis dan pemukiman sekitar bandara. Kepadatan
bangunan yang tinggi menyebabkan Kemayoran tidak lagi memenuhi syarat
keamanan sistem penerbangan bandara. Selain itu keinginan untuk memiliki
bandara yang lebih modern dan representatif menjadi pertimbangan lain dalam
pemindahan bandara Kemayoran ini. Pada tanggal 1 Oktober 1985, pemerintah
akhirnya secara resmi memindahkan operasional Bandara Kemayoran ke Bandara
Internasional Soekarno-Hatta.
Kota Baru Bandar Kemayoran (KBBK) merupakan komplek Kemayoran
dengan arah pengembangan “New city in the city”, yang dikembangkan sebagai
pusat niaga antar bangsa. Sesuai dengan paket kebijaksanaan deregulasi dan
debirokratisasi yang dimulai tahun 1985, pemerintah berusaha untuk
meningkatkan ekspor komoditi non migas, dengan meningkatkan hubungan
kerjasama ekonomi internasional.
Sehubungan dengan itu maka salah satu langkah adalah menyelenggarakan
dan meningkatkan prasarana penunjang pemasaran khususnya menyangkut
informasi, pameran dan kerjasama promosi. Sejalan dengan rencana
pengembangan bekas Bandar Internasional Kemayoran, maka KBBK difungsikan
sebagai suatu sentra hunian, bisnis, dan perdagangan berskala internasional.
DP3KK sebagai pelaksana harian, menyediakan lebih dari 23% dari keseluruhan
luas Kemayoran sebagai ruang hijau dengan mempersiapkan kawasan Hutan
Wisata Kemayoran yang terdiri dari :
1. Areal waduk/ danau seluas 15 ha.
34
2. Areal Hutan Rawa Payau seluas 6.3 ha.
3. Areal pemanfaatan berupa Gardu Induk Listrik dan Instalasi Waste Water
Treatment Plan (WWTP) selaus 2.5 ha.
4. Areal terbuka hijau lainnya yang berupa daratan seluas 20.2 Ha.
Pengembangkan kawasan ruang hijau tersebut sebagai sarana kota maupun
keseimbangan ekologis kota. Adapun tujuan dan sasaran pembangunan KBBK ini
adalah:
1. Menciptakan lingkungan yang fungsional dan integral dengan Rencana Umum
Tata Ruang DKI Jakarta tahun 2005, melalui penyediaan sistem transportasi
dan komunikasi terpadu.
2. Menciptakan sebuah sentra baru di dalam kota Jakarta.
3. Membantu menyediakan alternatif perumahan bagi berbagai lapisan penduduk
serta memberikan kesempatan kerja yang lebih luas.
4. Menciptakan suatu lingkungan yang diharapkan akan dapat membantu
mengatasi berbagai masalah kota Jakarta, baik mengenai lalu lintas ataupun
perumahan.
Tata Guna Lahan
Pembangunan KBBK sebagai pusat perdagangan dan jasa bertaraf
internasional, khususnya berfungsi sebagai pusat informasi dan pameran dagang
serta sarana pelayanan perdagangan luar negeri yang menunjang keberadaannya
sebaga Indonesian International Trade Centre (IITC). Untuk itu tingkat pelayanan
kota baik sarana, prasarana, dan utilitas disediakan secara lengkap dan modern
berstandar internasional. Penyediaan sarana yang lengkap diharapkan dapat
memberikan pelayanan “One Stop Service” yang terpadu dan terkoordinir bagi
para pengguna jasa di KBBK
Tata guna lahan KBBK meliputi empat fungsi yang dilaksanakan
(DP3KK, 2001), yaitu:
1. Fungsi Marga (30.1%), meliputi prasarana utama seperti jaringan jalan,
trotoar, jalur utilitas dan saluran-saluran air.
2. Fungsi Karya (26.8%), meliputi pusat kegiatan bisnis perekonomian dan
pelayanan jasa seperti Jakarta trade centre, Kemayoran shopping arcade,
perkantoran, area perdagangan, hotel/restoran, dan lain-lain.
35
3. Fungsi Suaka (23.6%), merupakan ruang terbuka hijau seperti hutan kota,
waduk, taman lingkungan dan penghijauan jalan.
4. Fungsi Wisma (19.5%), meliputi daerah pemukiman dan fasilitasnya. Pada
daerah ini terdapat 3.350 unit rumah mewah, 10.000 unit rumah menengah
dan 16.650 unit rumah sederhana.
DP3KK juga menetapkan penciptaan ruang terbuka yang lebih di antara
bangunan, sehingga pemanfaatan ruang di KBBK berorientasi vertikal dengan
proporsi ruang terbangun dan ruang terbuka 60:40.
Berdasarkan RUTR khusus tahun 2005, kawasan Kemayoran dibagi
dalam empat blok perencanaan, yaitu:
1. Blok A
Terletak di bagian timur-selatan landasan pacu bandara seluas ±73 Ha
(16%). Blok ini merupakan perwujudan dari fungsi wisma yaitu sebagai zona
pengembangan perumahan melalui proses peremajaan (resettlement project)
dengan perubahan dari lingkungan perumahan horisontal, padat, tidak beraturan
menjadi pembangunan perumahan secara vertikal. Pemanfaatan ini diutamakan
untuk golongan masyarakat kecil mengengah.
2. Blok B dan Blok C
Blok B terletak di bagian barat-selatan landasan pacu seluas ±101.4 Ha
(22.3%). Blok C terletak di bagian barat-utara dengan luas ±137 Ha(30.2%).
Kedua blok ini diperuntukkan sebagai zona perdagangan dan jasa (fungsi karya).
Aksesibilitas yang mendukung, serta berdekatan dengan daerah komersil di Jl.
Angkasa, Jl. Garuda dan Jl. Gunung Sahari.
3. Blok D
Terletak di sebelah timur-utara KBBK dengan luas ±186 Ha(31.4%). Blok
ini diperuntukkan bagi zona penghijauan (fungsi suaka), yang didukung pula
dengan keberadaan waduk dan hutan kota yang memiliki kekayaan visual.
Berdasarkan pada pembagian blok perencanaan tersebut, DP3KK
menginginkan adanya pelestarian dan pemanfaatan areal fungsi suaka (Gambar 4).
36
Dep
arte
men
Ars
itek
tur
Lansk
apFa
kultas
Per
tania
nIn
stitut
Pert
ania
n B
ogor
2005
Dip
erik
saD
iset
uju
i
Ori
enta
siW
iduriya
ni D
arm
awan
A 3
4201013
Di G
ambar
Pro
f. D
r. I
r. N
urh
aja
ti A
. M
attj
ik,
MS.
Pem
bim
bin
g
4N
o.
Gam
bar
Tan
pa S
kala
Peta
Tat
a G
una
Lahan
KBBK
Judul G
am
bar
Judul Stu
di
Per
enca
naan
Huta
n R
awa
Paya
u u
ntu
k Eko
wis
ata
di Kota
Bar
u B
andar
Kem
ayor
an,
Jaka
rta
Jalu
r Ja
lan
Sungai
Jalu
r H
ijau
Huta
n W
isat
a Kem
ayo
ran
Huta
n R
awa
Pay
au
Wad
uk
Pusa
t O
lahra
ga
Are
al P
erka
nto
ran
Are
al P
erdag
angan
Jaka
rta
Fair
Are
al P
erum
ahan
Jl. Garuda
Ke
Jl.
Supra
pto
Jl. Angkasa
Jl. Rajawali
Ke
P. G
adung
Sunte
r Po
dom
oro
Ke
Anco
l
Kel
. Pa
dem
angan
Tim
ur
Kel
. G
unung
Sah
ari
Kel
. ke
bon
Kos
ong
37
INVENTARISASI
Data Ekologis Lahan Secara geografis Kota Baru Bandar Kemayoran (KBBK) terletak pada
posisi 06°09' LS dan 106°51' BT. Secara keseluruhan luas kawasan KBBK
menurut SK. Mendagri No. 24/HPL/DA/1982 adalah ± 454 Ha setelah mengalami
perencanaan ulang. Hutan Rawa Payau (HRP) sebagai lokasi penelitian
merupakan kawasan hutan dengan dominasi vegetasi mangrove yang terletak di
ujung utara kawasan ini dengan luas 6.3 Ha, dengan kerusakan tingkat sedang.
Secara administratif HRP termasuk kedalam kawasan kelurahan Pademangan
Timur, kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara. HRP ini dibatasi oleh :
Utara : Sungai Pademangan dan Pemukiman
Selatan : Jalan Griya Utama
Timur : Sungai Pademangan dan Perumahan Sunter Griya Pratama
Barat : Hutan Kota dan Waduk
Lokasi dapat dicapai dari beberapa jalur, antara lain Sunter Podomoro,
Cempaka Putih, Angkasa, Tol Cawang, Tanjung Priok serta Ancol. Ukuran jalan
yang relatif lebih lebar memudahkan akses ke HRP. Selain itu, lokasi yang
strategis karena terletak dekat dengan objek rekreasi seperti Taman Impian Jaya
Ancol dan Pekan Raya Jakarta (PRJ).
Topografi
Topografi HRP relatif datar dengan kemiringan lahan sekitar 1%, sehingga
kawasan ini sangat dipengaruhi oleh pasang surut air laut yang masuk melalui
sungai Sunter dan sungai Pademangan. HRP yang terletak sekitar 1.15 km dari
pantai utara jakarta ini mempunyai ketinggian ± 3.5 m diatas permukaan laut.
Hidrologi
Kawasan HRP pada dasarnya merupakan kawasan hutan rawa mangrove
yang masih tersisa di Jakarta. Sebagai kawasan rawa mangrove, HRP merupakan
lahan basah yang lebih dipengaruhi saluran suplesi dan sungai Pademangan pada
saat pasang surut.
38
Pola Sirkulasi Air
Permukaan air tanah HRP relatif tinggi, berkisar antara 1-2 m dibawah
permukaan tanah dengan kecepatan aliran air permukaan relatif rendah. Disebelah
timur terdapat sebuah badan air alami yaitu sungai Pademangan dengan lebar 15
m, beberapa meter kearah selatan dan barat tapak saluran ini tidak mempunyai
cabang (buntu) yang berfungsi sebagai waduk tunggu.
Sebagian air buangan KBBK ditampung di waduk buatan yang terdapat di
sebelah barat HRP. Air yang ditampung di waduk merupakan air buangan yang
telah mengalami pengolahan melalui WWTP (Waste Water Treatment Plan) yang
dimiliki oleh setiap bangunan di KBBK. Air buangan yang telah bersih dialirkan
melalui saluran utama (maindrain) menuju ke rumah pompa kemudian dialirkan
kepertemuan antara sungai Sunter dan sungai Pademangan serta ke HRP,
tergantung kelimpahan air (Gambar 6.). Air pada pertemuan kali Sunter dan
Pademangan biasanya tidak mengalir kelaut, sehingga air tersebut akan menekan
kesegala arah dan mencari saluran untuk menyalurkan kelebihan air yang akan
dialirkan ke HRP melalui saluran suplesi (Gambar 5.).
Gambar 5. A. Saluran Suplesi kearah Hutan Rawa Payau. B. Saluran Suplesi kearah sungai Sunter.
A B
39
Per
enca
naa
n H
uta
n R
awa
Paya
u u
ntu
k Eko
wis
ata
di Kota
Bar
u B
andar
Kem
ayora
n,
Jaka
rta
Judul Stu
di
Judul G
am
bar
Peta
Inle
t-O
utlet
KBBK
No.
Gam
bar 6
Pem
bim
bin
g
Pro
f. D
r. I
r. N
urh
ajat
i A.
Mat
tjik
, M
S.
Di G
am
bar
Wid
uri
yani D
arm
awan
A 3
4201013
Orien
tasi
Dis
etuju
iD
iper
iksa
Dep
arte
men
Ars
itek
tur
Lansk
apFa
kultas
Per
tania
nIn
stitut
Pert
ania
n B
ogor
2005
5000
Ska
la
1
Jl. Griya Utama
Jl.
Ben
yam
in S
ueb
(R
unw
ay)
Sungai
Huta
n r
awa p
ayau
Main
dra
in
Salu
ran S
uple
si
Rum
ah P
ompa
Ara
h A
liran
Air
Gar
du L
istr
ik
Gard
uu P
LN
Waduk
Lapangan G
olf
Pin
tu A
ir 1
Pin
tu A
ir 2
21
1
2
40
Tipe pasang surut yang mempengaruhi tapak adalah pasang surut harian
tunggal, artinya dalam 24 jam terjadi satu kali pasang dan satu kali surut.
Pengamatan pasang surut air laut yang dilakukan oleh Perum Pelabuhan Tanjung
Priok yang terletak pada 106°52 BT dan 6°6’ LS,
• Kecepatan maksimum arus pada saat surut 1 knot arah 50° dan kecepatan arus
surut 0.3 knot arah 45 °.
• Dan pada saat springtides, kecepatan 1.1 knot arah 150° pada saat surut dan
arah 230° pada saat pasang.
• Tunggang air rata-rata pada saat pasang purnama adalah 86 cm, sedangkan
tunggang air pada saat pasang mati 26 cm.
• Air pasang tertinggi : 1.80 m
• Air pasang terendah : 1.40 m
• Surut terendah : 0.56 m
• Surut tertinggi : 0.23 m
Kualitas Air
Kualitas perairan HRP Kemayoran sangat buruk, air berwarna keruh dan
berbau, telah mengalami pendangkalan serta permukaan perairan tertutup selaput
hitam. Tipe substrat pada perairan HRP merupakan lumpur yang kaya akan bahan
organik pada kedalaman antara 0.1-1 m.
Berdasarkan penelitian Parulian (1995), kualitas air HRP sangat buruk.
Berikut adalah tabel nilai beberapa parameter kualitas air.
Tabel 2. Daftar Nilai Parameter Kualitas HRP Kemayoran.
Parameter Nilai
Oksigen Terlarut/DO Kebutuhan Oksigen Biokimia /BOD Sulfat Amonia
Tidak terdeteksi 5.19 mg/l – 39 mg/l 967.3 mg/l 43.3 mg/l
Vegetasi
Hutan Rawa Payau merupakan ekosistem alami dengan dominasi vegetasi
mangrove. Kekayaan vegetasi yang beragam meliputi vegetasi alami yang masih
dapat dijumpai, antara lain :
41
Tabel 3. Daftar Vegetasi di HRP Kemayoran No. Nama Ilmiah Nama Lokal
1. Acanthus ilicifolius Jeruju Hitam 2. Acrosticum aureum Paku Laut 3. Avicennia marina Api-api 4. Avicennia alba Api-api 5. Bruguiera cylindrica Tanjang Putih 6. Bruguiera gymnorrhiza Tanjang Merah 7. Calophyllum inophyllum Nyamplung 8. Cypirus papyrus Papyrus 9. Imperata cylindrica Alang-alang 10. Ipomea sp. Ipomea 11. Musa paradisiaca Pisang 12. Passiflora foetida Bunga Pulir 13. Pluchea indica Beluntas 14. Samanea saman Kihujan/Trembesi 15. Sonneratia alba Pedada 16. Terminalia cattapa Ketapang 17. Thespia populnea Waru Laut
Sumber: Pengamatan dan DP3KK.
Vegetasi lahan basah mempunyai nilai ekologis yang tinggi sebagai
produsen dan ekosistem. Vegetasi mangrove tersebar hampir merata pada tapak.
Pada pulau paling selatan yang berada dekat dengan aliran suplesi, vegetasi cukup
banyak dan beragam mulai dari mangrove sampai vegetasi bawah/semak. Pulau
ini merupakan pulau terbesar dengan sedikit gangguan dari manusia. Sedangkan
pada pulau-pulau yang berukuran lebih kecil vegetasi kurang beragam selain
karena adanya aktivitas masyarakat sekitar juga dikarenakan adanya pembuatan
jalan sementara pelaksanaan proyek penghutanan area waduk yang membagi
pulau yang berada di tengah. Pulau-pulau lain tersebar sampai kearah utara tapak.
Pulau-pulau tersebut berukuran relatif kecil.
Satwa
Daerah hutan rawa payau dipengaruhi oleh daratan dan lautan, sehingga
sangat subur. Disamping itu termasuk daerah yang fragile, dengan perubahan
sedikit saja maka keseimbangan ekosistemnya akan terganggu. Karena kondisi
tersebut daerah HRP Kemayoran menjadi suatu ekosistem yang sangat penting.
Kawasan HRP kemayoran mempunyai potensi keanekaragaman jenis
burung yang tinggi, yaitu :
42
Sumber: Oni (1995), DP3KK dan Pengamatan.
Jenis-jenis burung dilindungi yang ditemukan di HRP Kemayoran yaitu
Pecuk Ular (Anhinga melanogaster), Kuntul Perak (Egretta intermedia), Raja
Udang Biru (Alcedo caerulescens), Raja Udang (Alcedo athis), Bluwok (Mycterea
cinerea), Roko-roko (Plegadus falcinellus), Mandar Batu (Gallinula chloropus),
Mandar Merah (Porzana fusca) dan Cekakak (Halcyon chloris). Sedangkan
burung-burung yang diperkirakan berbiak di Suaka Margasatwa Pulau Rambut
dan mencari makan di HRP Kemayoran adalah Pecuk Ular (Anhinga
melanogaster), Kuntul (Egretta Sp.) dan Roko-Roko (Plegadis falcinellus).
Berdasarkan penelitian Oni (1995), komposisi burung yang ditemukan di
KBBK adalah burung merandai (26%), burung pantai (4%), dan burung terestrial
(59%) dengan tipe pakan burung tersebut terdiri dari insekta (31%), karnivora
Tabel 4. Daftar Jenis Burung-Burung di HRP Kemayoran No. Nama Ilmiah Nama Lokal Famili
Burung Merandai 1 Phalacrocorax sulcirotris Pecuk Hitam Phalacrocoracidae 2 Phalacrocorax niger Pecuk Kecil Phalacrocoracidae 3 Anhinga melanogaster Pecuk Ular Phalacrocoracidae 4 Egretta intermedia Kuntul Perak Kecil Ardeidae 5 Ardeola Speciosa Blekok Sawah Ardeidae 6 Nycticorax nycticorax Kowak Maling Ardeidae 7 Mycteria cineria Bluwok Ciconiidae 8 Plegadus falcinellus Roko-roko Threskiornithidae
Burung Rawa 9 Gallicrex cinerea Ayam-Ayaman Rallidae 10 Gallinula chloropus Mandar Batu Rallidae 11 Porpyrio porphyrio Mandar Besar Rallidae 12 Porzana fusca Mandar Merah Rallidae
Burung Terrestrial 13 Streptopelia chinensis Tekukur Columbidae 14 Centrofus bengalensis Bubut Alang-alang Curculidae 15 Apus affinis Kepinis rumah Apodidae 16 Alcedo Athis Raja Udang Alcedinidae 17 Alcedo Coerulescens Raja Udang Biru Alcedinidae 18 Halcyon chloris Cekakak Alcedinidae 19 Hirundo rustica Layang-layang asia Hirundinidae 20 Pynonotus aurigaster Kutilang Pycnonotidae 21 Cisticola juncidis Cici Padi Sylvidae 22 Prinia polychroa Prenjak Coklat Sylvidae 23 Prinia familaris Prenjak Sayap Garis Sylvidae 24 Orthotomus sutorius Cinenen biasa Sylvidae 25 Rhipidura javanica Kipasan Monarchidae 26 Passer montanus Burung Gereja Estrililidae 27 Disrurus macrocercus Srigunting Hitam Disciridae
43
(30%), omnivora (24%), granivora (12%), dan nektarivora (3%). Terjadi fluktuasi
jumlah jenis burung pada setiap bulannya, tapi tidak menunjukan perbedaan yang
menyolok, karena sebagian adalah burung penetap (63%), burung pendatang
(19%), burung pengunjung (16%), burung migran (<1%) dan burung eksotis (1%)
dan 4 jenis burung diantaranya burung pendatang yang menetap.
Aktivitas burung paling tinggi dijumpai pada saat pagi hari, kemudian sore
hari dan aktivitas terkecil pada malam hari. Penyebaran satwa paling banyak
terdapat pada area pulau dekat aliran suplesi, karena merupakan delta/pulau yang
paling besar dan berlumpur. Sedangkan pada area pulau lain, satwa yang ada
hanya sedikit.
Satwa lain yang terdapat pada HRP diantaranya adalah Ikan Gabus,
Keting, Mujair, Musang (Paradoxurus hermaprodirus), Berang-berang
(Barchyura sp.), Tupai (Tupaia sp.), Biawak (Varanus salvator), Ular (Phyton
sp.), Katak (Rana sp.), Kadal (Dasin sp.), Kupu-kupu, laba-laba (Nephila
maculata) dan beberapa jenis Macrozobenthos dan Mollusca.
Tanah
Tanah Hutan Rawa Payau Kemayoran termasuk klasifikasi tanah azonal
atau entisol, yaitu tanah yang tidak memiliki diferensiasi horizon dan belum
berkembang. Termasuk jenis tanah aluvial hidromorf tersusun dari bahan induk
aluvium sungai yang bersolum dalam dengan tipe substrat perairan lumpur yang
kaya akan bahan organik pada kedalaman bervariasi antara 0.1-1 m. Tekstur
tanah liat berdebu dan liat berpasir, permeabilitas tergolong lambat sehingga
jumlah aliran air permukaan tanah besar. Kondisi air tanah telah tercemar air laut
sehingga menjadi payau. pH tanah termasuk normal 6.2-7.7 dengan kandungan
bahan organik dan Nitrogen total yang rendah. Tanah disekitar rawa mempunyai
kandungan Al yang juga relatif rendah dengan salinitas yang cukup tinggi.
Tanah di daerah mangrove terbentuk dari akumulasi sedimen yang berasal
dari daerah pantai atau akibat erosi tepian sungai. Tanah jenis ini peka terhadap
erosi, salinitas tinggi, drainase jelek, permeabilitas yang lambat menyebabkan
daya menahan air yang lambat, dan memperbesar jumlah aliran permukaan tanah.
44
Iklim
Data iklim Kemayoran diperoleh dari Badan Metereologi dan Geofisika
(BMG), stasiun 745 Jakarta Pusat. Data diambil pada kisaran waktu 2000-2004,
unsur yang diamati meliputi suhu, curah hujan, kelembaban udara, radiasi
matahari, tekanan udara, kecepatan dan arah angin.
Tabel. 5. Data Iklim Kota Bandar Baru Kemayoran 2000-2004 Bulan Suhu ( C) Kelembaban
Udara (%)
Intensitas Penyinaran
(%)
Curah Hujan (mm)
Tekanan Udara (Mb)
Kecepatan Angin
Rata-rata (Knot)
Maksimum Rata-rata Minimum
Januari 31.1 27.52 24.8 80.24 35.28 1761.3 1009.68 2.96 Februari 29.82 26.52 23.62 79.08 31.64 2129.8 1002.92 3 Maret 31.88 27.9 25.22 78.16 49.68 902.5 1003.6 2.76 April 32.66 27.98 25.3 77.7 63.32 838.6 1009.28 2.28 Mei 32.86 28.78 25.54 76.16 63.78 459.2 1009.6 2.4 Juni 32.4 28.14 24.84 73.96 70.18 279.9 1010.2 2.32 Juli 32.6 28.24 24.82 66.4 76.76 230.1 1010.44 2.38 Agustus 32.7 28.3 25 72.08 73.7 142.8 1010.84 2.36 September 32.94 28.5 25.14 69.54 78.5 68.8 1010.82 2.6 Oktober 33.12 28.74 25.22 73.48 62.62 457.5 1010.24 2.42 November 32.22 28.14 25.14 77.58 34.14 473.7 1009.54 2.34 Desember 31.9 28.08 25.14 77.58 31.43 969.6 1009.96 2.78 Rataan 32.18 28.07 24.98 75.16 55.92 726.15 1008.93 2.55
Suhu berada pada kisaran 24.98˚C -32.18˚C dengan suhu rata-rata 28.07˚C.
Seperti umumnya daerah tepi pantai, terasa adanya hembusan garam (salt spray)
dari pantai Ancol yang hanya berjarak 1.15 Km.
Kelembaban udara KBBK sekitar 66.4% - 80.24% dengan rata-rata
kelembaban tahunan 75.16°C, kelembaban tertinggi bulan Januari dan
kelembaban terendah pada bulan Juli.
Suhu
20253035
Jan Mar Mei JulSept
Nov
Suh
u ( C
) Suhu max
Suhu rata-rataSuhu min
Gambar 7. Grafik Suhu Tahun 2000-2004 (Sumber: BMG, 2005)
45
Intensitas penyinaran adalah lamanya matahari bersinar dalam satu hari
yang turut mempengaruhi terciptanya kelembaban udara dan suhu. Rata-rata
penyinaran bulanan KBBK 31.43%-78.5% dengan intensitas radiasi terbanyak
pada bulan September, intensitas terendah pada bulan Desember.
Kisaran curah hujan tahunan dalam tapak adalah 68.8-2189.8 mm, dengan
rata-rata 726.15 mm. Curah hujan tertinggi pada Februari dan curah hujan
terendah pada bulan September.
Tekanan udara tertinggi pada tapak 1010.84 Mb pada bulan Agustus,
terendah 1002.92 Mb pada bulan Februari dengan rata-rata tekanan udara 1008.93
Mb.
Ke le m b ab an u d ar a r ata -r ata
5060708090
Jan
Mar Mei Jul
Sept
NovKel
emba
ban
uda
ra (%
)
Ke lembaban Udararata- ra ta
Gambar 8. Grafik Kelembaban Udara Rata-rata Tahun 2000-2004
(Sumber: BMG 2005)
In te ns ita s P e nyina ra n
2 53 54 55 56 57 58 5
Jan
Mar Mei Jul
Sept
Nov
Inte
nsita
s (%
)
In ten s itasPe ny ina ra n (% )
Gambar 9. Grafik Intensitas Penyinaran Tahun 2000-2004 (Sumber: BMG, 2005)
Gambar 10. Grafik Curah Hujan Tahun 2000-2004 (Sumber: BMG, 2005)
Curah Hujan
0300600900
1200150018002100
Jan
Mar Mei Jul
Sept
Nov
Cur
ah H
ujan
(mm
)
Curah Hujan
46
Kecepatan angin rata-rata 2.55 Knot (4.59 km/Jam), dimana kecepatan
angin terbesar 3 Knot pada bulan Februari dan kecepatan angin terendah 2.28
Knot terjadi pada bulan April. Arah angin dipengaruhi oleh angin Muson Barat
antara bulan November-April dan angin Muson Timur antar bulan Mei-Oktober.
Akustik
Bunyi yang berpengaruh dalam tapak terdiri dari bunyi alami dan non
alami. Suara kicauan burung, gesekan daun serta semilir angin merupakan bunyi
alami yang terdengar ditapak, sedangkan bunyi non alami adalah bunyi kendaraan
bermotor, bunyi dari aktivitas rumah pompa dan aktivitas penduduk disekitar
tapak yang menimbulkan kebisingan.
Kenyamanan dan Nilai Visual Tapak
Tingginya intensitas penyinaran pada tapak serta area terbuka mengurangi
kenyamanan. Area yang teduh dan banyak vegetasi merupakan area pulau-pulau
yang tidak dapat di akses karena selain tidak ada jalur juga tidak ada aktivitas
manusia. Namun pada sore hari saat intensitas matahari tidak terlalu tinggi,
hembusan angin dari arah pantai Ancol ditambah dengan aktivitas satwa yang
terlihat memberikan kesan tersendiri.
T e k a n a n U d a r a
10001005101010151020
Tek anan Udar a ( Mb)
Gambar 11. Grafik Tekanan Udara Tahun 2000-2004 (Sumber: BMG,2005)
K e c e p a ta n A n g in R a ta - r a ta
01234
Jan
Mar Mei Jul
Sept
NovKec
epat
an A
ngin
(Kno
t)
K e c e p a ta nr a ta - r a ta
Gambar 12. Grafik Kecepatan Angin Rata-rata 2000-2004 (Sumber: BMG, 2005)
47
Secara visual pemandangan kearah tapak merupakan view yang bagus,
dengan vegetasi rindang dan beberapa satwa yang terlihat. Namun pemukiman
penduduk dan sungai Pademangan yang berair hitam serta berbau merupakan hal
yang mengganggu aktivitas. Selain itu pemandangan menjadi terganggu karena
adanya sampah yang terbawa saat pasang dan tertinggal di tapak pada saat surut.
Data Teknis
Kebijakan dan Keinginan Pengelola
Pada awal perkembangannya, DP3KK telah menetapkan bahwa areal
seluas 44 ha yang terdapat di ujung utara kawasan KBBK sebagai hutan wisata
yang mampu memberikan empat fungsi, yaitu:
• Fungsi Waduk, sebagai pengendali banjir, penampung limbah dan untuk
mempertahankan keberadaan hutan rawa mangrove.
• Fungsi Hutan, sebagai daerah penyerapan air, mencegah intrusi air laut,
menciptakan iklim mikro yang nyaman, serta sebagai miniatur formasi hutan
mangrove dan rawa payau di perkotaan.
• Fungsi Rekreasi, mampu mengakomodasikan pengunjung dari semua
tingkatan ekonomi dan usia, kegiatan dan fasilitas rekreasi yang disediakan
harus mempunyai selang alternatif kegiatan.
• Fungsi Konservasi hutan mangrove, sebagai penjaga keseimbangan ekosistem
lahan basah kota Jakarta, sebagai kantung air pencegah banjir dan intrusi air
laut, memberikan sarana edukasi untuk mengakomodasikan kebutuhan
pendidikan, penelitian, pengamatan alam, serta alternatif rekreasi terbatas.
Untuk mewujudkan fungsi ini DP3KK menjadikan area ini sebagai area
konservasi habitat.
Peraturan Terkait • Berdasarkan Convention on Wetlands of International Importance Especially
as Waterfowl Habitat (Konvensi RAMSAR), yang diratifikasi oleh Indonesia
melalui Keputusan Presiden No. 48 Tahun 1991 pada tanggal 19 Oktober
1991. Konvensi ini bertujuan untuk konservasi lahan basah yang memiliki
nilai-nilai ekonomis, budaya, ilmiah dan rekreasi sebagai pengatur tata air dan
48
habitat bagi tumbuhan dan hewan yang khas, khususnya burung air (MNLH,
2005).
• Undang-undang No.5 Tahun 1990 tentang konservasi sumberdaya alam hayati
beserta ekosistemnya.
• Keputusan Gubernur Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta No. 339 Tahun
2002, bahwa dalam rangka meningkatkan kualitas lingkungan hidup di
wilayah perkotaan Daerah Khusus Ibukota Jakarta, dibutuhkan unsur
penghijauan berupa hutan kota yang berfungsi untuk mengatur tata air,
pengendalian pencemaran udara, habitat flora/fauna, sarana kesehatan,
olahraga, pelestarian plasma nutfah, wadah pelestarian satwa burung, wisata,
sarana pendidikan dan penyuluhan, penangkal angin dan gangguan alam
lainnya serta estetika. Maka ditetapkan:
Pasal 1: Hutan Wisata Kemayoran seluas 4.6 Ha sebagai hutan kota
konservasi.
Pasal 2: Pengelolaan oleh Dinas Pertanian dan Kehutanan Propinsi Daerah
Khusus Ibukota Jakarta bekerjasama dengan Direksi Pelaksana Pengendalian
Pembangunan Kompleks Kemayoran (DP3KK) Kemayoran.
Pasal 3: Rancangan teknis pembangunan hutan kota konservasi disusun oleh
Dinas Pertanian dan Kehutanan Propinsi DKI Jakarta bersama instansi terkait.
Pasal 4: Kegiatan pemeliharaan dua tahun pertama menjadi tanggungjawab
Dinas Pertanian dan Kehutanan yang selanjutnya diserahkan kepada pihak
pengelola dengan tetap berkoordinasi dengan Dinas Pertanian dan Kehutanan
Propinsi DKI Jakarta.
Pasal 5: 5 % dari luas areal hutan kota diperbolehkan untuk pembangunan
infrastruktur dan pengamanan.
• PP No. 68 Tahun 1998 tentang Kawasan Suaka Alam dan Kawasan
Pelestarian Alam Pasal 1 dan 8, mengenai lahan basah dengan ciri khas dapat
menjadi bagian kawasan suaka alam yang mempunyai fungsi pokok sebagai
pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya dan
sebagai wilayah sistem penyangga kehidupan.
• Undang-Undang No. 34 Tahun 2002 Pasal 8 mengenai tata hutan pada
kawasan hutan pelestarian alam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf b,
49
terdiri dari:
a. taman nasional;
b. taman hutan raya; dan
c. taman wisata alam.
• UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan dan Penataan Ruang Secara
Terpadu Pasal 8 mengenai pengaturan konservasi dan pengelolaan sumber
daya alam. Dan PP No. 27 Tahun 1991 tentang Rawa Pasal 2, 3, 4, 5, 6, 7,
mengenai konservasi, fungsi, pengelolaan dan wewenang pengaturan rawa
sebagai salah satu sumber daya lahan. Serta PP No. 35 Tahun 1991 tentang
sungai Pasal 7 ayat (2) terkait dengan artikel 3 (1) tentang pelestarian,
peningkatan fungsi, pemanfaatan dan pengendalian sungai (perencanaan &
pelaksanaan pelestarian lahan basah) (MNLH, 2005).
50
ANALISIS dan SINTESIS
Data Ekologis Lokasi dan Aksesibilitas
Secara geografis Kota Baru Bandar Kemayoran (KBBK) terletak pada
posisi 06°09' LS dan 106°51' BT. Kemayoran terletak sekitar 1.15 km dari pantai
utara pulau Jawa
Ukuran jalan beraspal yang relatif lebih lebar memudahkan akses ke HRP.
Tapak dapat di capai melalui beberapa jalur dengan kendaraan pribadi maupun
dengan kendaraan umum, sehingga memberikan beberapa alternatif pencapaian
menuju tapak. Lokasi tapak cukup strategis, karena selain terletak didalam kota
juga dekat dengan objek rekreasi lain seperti Taman Impian Jaya Ancol, Pekan
Raya Jakarta (PRJ) serta beberapa pusat perbelanjaan. Pengembangan tapak
sebagai tempat wisata dalam kota mampu memberikan kontribusi positif terhadap
perekonomian kota dan juga berperan dalam menjaga keseimbangan lingkungan
alamiah perkotaan.
Topografi
Topografi HRP Kemayoran relatif datar dengan kemiringan lahan sekitar
0-1%, sehingga sangat dipengaruhi oleh pasang surut air laut yang masuk melalui
sungai Sunter. Secara visual topografi yang relatif landai kurang menguntungkan
karena kurang bervariasi (monoton) dan kurang dapat dieksploitasi keindahannya.
Selain itu, mempunyai tingkat kecenderungan terjadi banjir yang besar, baik
dikarenakan oleh pasang surut air laut maupun besarnya curah hujan. Namun dari
segi teknis lereng yang landai mempunyai daya dukung yang lebih besar
diantaranya dalam pelaksanaan pekerjaan teknis dalam pembangunan struktur
fasilitas wisata, dan penggunaan berbagai aktifitas. Menurut Laurie (1986),
kelandaian kurang dari 4% memiliki daya pengaliran yang baik, sehingga cocok
untuk segala macam kegiatan.
Untuk menciptakan variasi dapat dibuat bukit-bukit atau gundukan tanah
(mounding) pada beberapa bagian tapak, seperti bagian selatan tapak yang
berbatasan dengan jalan raya, karena selain untuk meningkatkan kualitas visual
juga dapat mereduksi kebisingan yang ditimbulkan oleh kendaraan bermotor.
51
Hidrologi
Kawasan HRP merupakan lahan basah yang lebih dipengaruhi luapan
sungai Sunter melalui saluran suplesi pada saat pasang surut. Sehingga proses
pasang surut yang terjadi di teluk Jakarta mempengaruhi tapak melalui sungai
tersebut.
Pola Sirkulasi Air
Kecepatan aliran air permukaan yang relatif rendah dengan tinggi muka air
tanah berkisar 1-2 m dibawah permukaan tanah memungkinkan air tergenang. Hal
tersebut merupakan potensi untuk mempertahankan genangan air untuk
kelangsungan ekosistem mangrove. Sungai Sunter yang terletak di sebelah Timur
tapak, berpotensi membawa endapan sungai kedalam rawa bersama dengan aliran
air saat pasang, endapan yang terbawa dan terendapkan dalam rawa sebagai
lumpur merupakan habitat yang disukai oleh burung-burung air. Disebelah timur
terdapat sebuah badan air alami yaitu sungai Pademangan dengan lebar 15 m,
sehingga pada saat pasang air bertambah dan pada saat surut air yang ada dipompa
ke laut, sungai ini tidak akan mengalami kekeringan meski laut sedang surut,
karena rumah pompa akan membuka saluran ke HRP.
Dalam perjalanannya, air limbah dari bangunan yang telah diproses
melalui setiap WWTP, akan membawa sampah, tanah/endapan serta daun-daun
kering yang ada disepanjang saluran utama (maindrain) yang akan mempengaruhi
kualitas perairan. Terdapat dua pintu air dari saluran utama ini yang menuju
kewaduk langsung dan menuju rumah pompa. Untuk mengatasi masalah sampah
yang terbawa, Maindrain dilengkapi dengan penyaring/jeruji untuk menyaring
sampah maupun endapan yang terbawa aliran air, sehingga diharapkan air yang
masuk ke waduk tidak kotor. Jeruji dapat dipasang dalam radius tertentu yang
dikontrol secara periodik.
52
Keberadaan pasang surut air laut yang masuk melalui saluran suplesi dari
sungai Sunter sangat penting untuk kehidupan mangrove yang terdapat di HRP
Kemayoran karena mangrove hanya dapat hidup jika akarnya senantiasa dilimpasi
oleh air asin atau payau. Pengaruh pasang surut memungkinkan kehidupan HRP.
Menurut Kusmana (2003), pasang surut menentukan zonasi komunitas flora dan
fauna mangrove, durasi pasang surut berpengaruh besar terhadap perubahan
salinitas pada areal mangrove. Perubahan tingkat salinitas pada saat pasang
merupakan salah satu faktor yang membatasi distribusi spesies mangrove,
terutama distribusi horizontal.
Pengaruh negatif adanya pasang surut yaitu buruknya kualitas air serta
banyak sampah yang terbawa saat pasang. Untuk mencegah masuknya sampah
yang terbawa bersama aliran air maka saluran suplesi dilengkapi dengan pintu air
berjeruji. Jeruji yang digunakan sebaiknya masih mampu mengontrol
sedimen/lumpur, karena lumpur sangat penting untuk kelangsungan hidup
beberapa burung air. Alternatif lain yaitu dengan dibersihkan secara manual dan
teratur, namun cara ini memerlukan banyak tenaga kerja dan apabila penanganan
terlambat sampah terlanjur masuk ke area rawa dan tersangkut pada akar
mangrove dan hal ini lebih menyulitkan.
Gambar 13. Ilustrasi Penggunaan Jeruji pada Saluran Maindrain
Gambar 14. Ilustrasi Pintu Air Berjeruji pada Saluran Suplesi Sumber: http://images.google.co.id/images?q=water+gates&btnG=Cari&svnum=10&hl=id&lr
53
Kualitas Air
Perairan HRP Kemayoran dipengaruhi oleh pasang surut air laut sehingga
memungkinkan terjadinya fluktuasi sifat kimia fisika air yang besar. Keberadaan
oksigen terlarut sangat penting bagi eksistensi flora dan fauna mangrove dan
percepatan dekomposisi serasah sehingga konsentrasi oksigen terlarut berperan
mengontrol distribusi dan pertumbuhan mangrove (Kusmana, 2003). Suatu
perairan tercemar serius bila DO<5 ppm. DO yang rendah bahkan tidak terdeteksi
bukan berarti tidak ada kandungan oksigen dalam perairan, kandungan oksigen
yang kecil disebabkan banyaknya jumlah mikroorganisme yang melakukan proses
respirasi maupun proses kimiawi lainnya yang membutuhkan oksigen.
Selain itu menurut Parulian (1995), DO yang rendah juga disebabkan
kurangnya intensitas sinar matahari yang mencapai perairan akibat tertutup baik
oleh selaput air maupun daun-daun tumbuhan air, seperti pada bagian paling
selatan tapak yang seluruh permukaannya tertutup oleh eceng gondok dan
tanaman lainnya. Konsentrasi oksigen terlarut harian tertinggi dicapai pada siang
hari dan terendah pada malam hari.
BOD merupakan jumlah oksigen terlarut yang dikonsumsi dalam proses
biologi untuk menguraikan bahan organik yang masuk ke perairan. BOD yang
tinggi mengidentifikasikan terdapat banyak bahan organik dalam perairan dan
banyak kebutuhan oksigen untuk menguraikannya. Menurut Hankins and Hankins
(1974), perairan telah tercemar apabila BOD≥5 ppm.
Nilai-nilai tersebut telah melewati ambang batas untuk bahan baku air
minum dan perikanan. Selain itu salinitas air cukup tinggi. Salinitas merupakan
jumlah (berat) garam terlarut dalam setiap liter air atau banyaknya ion-ion yang
bermuatan listrik/garam terlarut perairan. Salinitas yang tinggi menyebabkan daya
hantar listrik yang tinggi.
Perubahan salinitas menyebabkan plasmolisis pada batang dan daun akibat
tekanan osmotik (kadar salinitas untuk mencegah terjadinya plasmolisis adalah
≤4‰). Penurunan salinitas suatu perairan akan meningkatkan tingkat Kadmium
bagi ikan (ambang batas Cd <0,02 ppm). Penumpukan logam Kadmium
mengakibatkan kerusakan insang pada ikan, sedangkan ikan sangat penting
keberadaanny asebagai makanan burung. Salinitas air dan salinitas tanah
54
rembesan merupakan faktor penting dalam pertumbuhan, daya tahan, dan zonasi
spesies mangrove. Tumbuhan manrove tumbuh subur di daerah estuaria dengan
salinitas 10-30 ppt (Kusmana, 2003).
Ketersediaan oksigen terlarut dalam air merupakan syarat utama terjadinya
atau adanya kehidupan dalam air, terutama yang terkait dengan kehidupan biota
(seperti ikan, tanaman air, dan organisme mikro lainnya). Berbagai hal atau
perlakuan yang menghalangi penetrasi sinar matahari terhadap perairan atau yang
menyebabkan berkurangnya ketersediaan oksigen dalam air, seperti
turbiditas/kekeruhan, adanya sampah dan limbah, suhu air yang tinggi,
perkembangan gulma atau jenis-jenis tanaman air yang berlebihan (seperti eceng
gondok, siperus dan ganggang) harus dihindari (Siti Nurisjah 2004).
Menurut Siti Nurisjah (2004), dari banyaknya penyebab kualitas air yang
menurun parameter yang harus diperhitungkan dalam kegiatan analisis
mengembangkan tapak dan lanskap secara arsitektural adalah parameter bau dan
warna air. Kedua parameter ini mempengaruhi segi estetikanya (visual, aroma).
Air HRP Kemayoran berwarna abu-abu sampai hitam dan seringkali
berbau disebabkan oleh masuknya bahan-bahan buangan/limbah organik.
Perubahan warna pada badan air akan menurunkan penetrasi sinar matahari ke
dalam air yang selanjutnya menurunkan kegiatan fotosintesis atau kehidupan biota
air. Bau disebabkan oleh bahan-bahan yang terdapat atau juga terjadi karena
aktivitas manusia. Umumnya bau tidak sedap pada air ini disebabkan karena
terurainya buangan organis yang membusuk, terutama protein atau oleh zat kimia.
Untuk mengatasi hal tersebut maka dibuat penyaringan dengan
penggunaan jeruji besi pada setiap aliran air juga dapat menahan sampah yang
masuk pada saat air pasang yang membawa endapan lumpur dan sampah. Eceng
gondok yang berlimpah karena pengaruh salinitas air yang tawar akibat banyak
penggenangan dari sungai daripada pasang dari laut. Pembersihan ganggang atau
eceng gondok yang populasinya berlebih dapat dilakukan secara manual dan
teratur untuk meningkatkan penetrasi sinar matahari kedalam perairan, selain itu
untuk memperbaiki aerasi perairan digunakan kincir-kincir air yang ditempatkan
pada areal perairan terbuka HRP, adanya pengaturan aliran air yang masuk dan
keluar HRP Kemayoran, sehingga pergerakan air dalam rawa tidak mati.
55
Vegetasi
Hutan rawa payau merupakan ekosistem alami dengan dominasi vegetasi
mangrove. Vegetasi lahan basah mempunyai nilai ekologis yang tinggi sebagai
produsen dan ekosistem. Tumbuhan merupakan sumber energi satu-satunya bagi
berbagai konsumen tingkat satu, itulah sebabnya produktivitas primer dari sebuah
ekosistem diukur dari jumlah bahan organik yang diproduksi tumbuhan dalam
jangka waktu tertentu.
Komponen biota dari ekosistem mangrove adalah komunitas mangrove
yang terdiri dari populasi tumbuhan (hutan) dan fauna mangrove yang berinteraksi
dengan komponen abiotik mangrove seperti tanah, oksigen, nutrisi, angin, arus,
air, cahaya, suhu, kelembaban, gelombang dan salinitas. Secara fisik, vegetasi
mangrove menjaga pantai dari gempuran ombak dan tebing sungai dari abrasi,
menahan angin, mengendapkan lumpur, mencegah intrusi air laut dan sebagai
perangkap zat pencemar dan limbah. Sedangkan secara biologis diantaranya
berfungsi juga sebagai habitat burung air, kelelawar, primata, reptil dan jenis-jenis
insekta; serta sebagai penghasil bahan organik yang merupakan sumber makanan
biota; oleh karenanya manjadi penting dalam rantai makanan pada ekosistem
perairan (BPLHD 2002).
Keberadaan vegetasi mangrove HRP Kemayoran sangat penting untuk
dipertahankan karena fungsi-fungsi tersebut diatas dan karena keberadaanya yang
Gambar 15. Siklus Oksidasi pada Badan Air Alami (Sumber: Siti Nurisjah, 2004)
Sewage
Industri Kimia
Nutrisi AerasiOksigen
Tumbuhan Algae
Fotosintesis
Satwa
Kematian
Dekomposisi (Aerobik)
Dekomposisi (Anaerobik)
Fuel Gases
Pemupukan
56
terbatas. Menurut Dinas Kehutanan DKI Jakarta (1996) dalam BPLHD (2002)
ekosistem mangrove di pesisir Teluk Jakarta terdapat di daerah hutan wisata
Kamal, suaka margasatwa Muara Angke, hutan lindung Angke Kapuk,
Kemayoran dan sekitar Cilincing – Marunda.
Vegetasi mangrove memiliki kemampuan khusus untuk beradaptasi
dengan kondisi lingkungan yang ekstrim seperti tanah tergenang, kadar garam
yang tinggi serta kondisi tanah yang kurang stabil. Dengan kondisi lingkungan
seperti ini, beberapa mangrove mengembangkan mekanisme yang memungkinkan
secara aktif mengeluarkan garam dari jaringan, sementara yang lain
mengembangkan sistem akar nafas untuk membantu mendapat oksigen bagi
sistem perakarannya. Adaptasi terhadap konsentrasi garam yang tinggi dilakukan
melalui sekresi garam pada jaringan daun, mencegah masuknya garam dan
akumulasi garam (Kusmana, 2003). Keunikan vegetasi mangrove ini merupakan
potensi untuk wisata interpretatif .
Tipe perakaran khas vegetasi mangrove :
¤ Akar Tunjang dan udara pada Rhizophora sp. (Rhizophora) dan Ceriops
tagal (Tengar).
¤ Akar nafas pada Avicennia sp. (Api-api) dan Sonneratia sp. (Pedada).
¤ Akar lutut pada Bruguiera sp. (Tunjang), Lumnitzera sp. (Teruntum) dan
Xylocarpus induccensis (Pohon Nyiri).
Dalam beberapa hal beberapa jenis mangrove berkembang dengan buah
sudah berkecambah sewaktu masih di pohon induknya (vivipar) Vegetasi
Akar Papan
Akar LututAkar Tunjang
Akar Nafas
Gambar 16. Sketsa Tipe Akar Mangrove (Sumber : Bengen, 1999)
57
mangrove mampu menyerap dan mengakumulasikan logam berat pada daun dan
akar.
Tumbuhan mangrove mempunyai karakteristik morfologis dan fisiologis
yang tergolong sangat spesifik dan relatif berbeda dengan komunitas tumbuhan di
darat, sehingga merupakan material yang istimewa untuk dikaji dan dijadikan
potensi wisata (Kitamura, et al. dalam Bengen 1999).
Vegetasi mangrove HRP Kemayoran hampir tidak mempunyai anakan,
sehingga kemampuan regenerasinya rendah. Kondisi ini terkait dengan kualitas
perairan yang buruk, banyaknya sampah yang menutupi akar, dan tanah lumpur
yang mengalami pemadatan karena kekurangan limpasan air dan akibat adanya
aktivitas, sehingga saat buah mangrove yang telah berkembang jatuh, ujung
tunasnya tidak mampu tertancap sehingga ujungnya tidak akan tumbuh sebagai
anakan mangrove.
Hutan rawa mangrove mempunyai jumlah jenis yang lebih banyak karena
mempunyai variasi komponen habitat lebih banyak dan stabil, artinya habitat ini
mampu mendukung kehidupan jenis burung secara terus-menerus. Vegetasi HRP
berfungsi sebagai penyerap karbondioksida, penghasil oksigen, pengikat air tanah,
sebagai miniatur hutan yang masih tersisa di Jakarta dan mengurangi intrusi air
laut karena kemampuannya dalam menyerap garam dan toleran pada salinitas
tinggi. Menurut Oni (1995), variasi habitat pada pohon komunitas mangrove di
HRP Kemayoran terbagi menjadi udara, pohon tajuk atas, pohon tajuk bawah,
semak, air, terucuk dan lumpur.
Biji Berkecambah Pada Pohon
Menyentuh Dasar
Masuk ke Perairan
Terapung Tegak Lurus Menancapkan Akar
dan Berdaun
Gambar 17. Regenerasi Pohon Mangrove (Sumber: Bengen, 1999)
Formatted: Font: (Default) Arial, 8 pt
Formatted: Font: (Default) Arial
Formatted: Font: (Default) Arial
Formatted: Font: (Default) Arial
Formatted: Font: (Default) Arial
Formatted: Swedish (Sweden)
58
Vegetasi asli merupakan tempat hidup satwa yang harus dipertahankan
keberadaannya untuk menjaga fungsi ekologis dan sebagai media pendidikan
lingkungan. Penambahan vegetasi dipilih dengan fungsi tertentu dan mampu
beradaptasi dengan lingkungan HRP. Apabila memungkinkan dilakukan
penanaman vegetasi mangrove, untuk mempertahankan regenerasi mangrove
mengingat terbatasnya vegetasi mangrove dalam umur dewasa dipasaran.
Vegetasi yang digunakan dipilih selain karena mampu beradaptasi pada
perairan payau juga harus mempunyai fungsi tertentu seperti barrier terhadap
bising, dan visual yang buruk, seperti tapak bagian selatan yang berbatasan
dengan jalan raya serta bagian timur dan utara yang berbatasan dengan rumah
pompa, sungai dan pemukiman kumuh. Serta sebagai koridor burung-burung dari
arah pantai utara maupun hutan mangrove sekitar tapak seperti Muara angke,
Kamal Muara, Cilincing-Marunda, dan Angke Kapuk.
Setiap aktivitas memberikan perubahan terhadap tapak, meskipun dampak
yang ditimbulkan sedikit. Aktivitas masyarakat di sekitar kawasan HRP
Kemayoran mempengaruhi keberadaannya. HRP Kemayoran terdiri dari beberapa
pulau/delta, pada delta yang terletak hampir ke selatan dekat saluran suplesi
vegetasinya masih rapat dan rimbun namun dikarenakan saluran suplesi berupa
saluran terbuka yang tidak mampu mengkontrol sampah yang terbawa aliran air,
maka banyak terdapat sampah plastik baik pada saluran maupun menutupi
perakaran mangrove. Delta ini merupakan delta terbesar yang dapat dikatakan
utuh, karena sedikitnya gangguan dari manusia. Sedangkan pada pulau-pulau yang
berukuran lebih kecil vegetasi tidak banyak selain karena adanya aktivitas
masyarakat sekitar juga dikarenakan adanya akses kedalam delta seperti
pembuatan jalan sementara pelaksanaan proyek penghutanan area waduk yang
membagi pulau yang berada di tengah.
Pulau-pulau lain tersebar sampai kearah utara tapak. Pulau-pulau tersebut
berukuran relatif sangat kecil dan akibat pemadatan tanah rawa, batas delta
menjadi tidak jelas. Agar terbentuk kesatuan, batas delta diperjelas dengan jalan
mengeruk lumpur rawa dan ditimbunkan ke areal delta-delta sehingga terbentuk
pulau yang memanjang. Melalui penyatuan pulau ini diharapkan habitat satwa
terutama burung menjadi lebih luas, dan tercipta suatu area terbuka ditengah-
59
tengah. Burung air menggunakan habitat pada tanah timbul dan rawang sebagai
tempat mencari makan, sedangkan habitat bervegetasi hutan mangrove digunakan
sebagai tempat istirahat dan berlindung.
Kondisi vegetasi HRP Kemayoran sangat memprihatinkan karena kualitas
perairan yang buruk akibat pencemaran serta kurangnya kontrol terhadap rencana
pengelolaan. Kerusakan pada ekosistem mangrove menimbulkan gangguan
terhadap sifat fisik-kimia yang meliputi peningkatan suhu air, pencemaran
oksigen, nutrien, keseimbangan salinitas, hidrologi, sedimentasi, turbiditas,
bahan-bahan toksik dan erosi tanah. Gangguan terhadap sifat fisik-kimia ini
berdampak terhadap keserasian proses alami pada lingkungan (Kusmana, 2003).
Selain itu gangguan terhadap ekosistem mangrove dapat mengakibatkan
perubahan spesies dominan, kerapatan populasi serta struktur tanaman dan hewan.
Apabila hal ini terjadi maka HRP Kemayoran tidak lagi mempunyai ciri khas
sebagai miniatur lahan basah perkotaan.
Upaya konservasi merupakan salah satu bentuk pemanfaatan sumberdaya
alam hayati agar ekosistemnya terpelihara. HRP Kemayoran perlu dilakukan
upaya rehabilitasi sehingga dapat menjamin keberadaanya serta pemanfaatannya
sebagai tempat wisata ekologis. Menurut UU No. 5 Tahun 1990 wilayah sistem
penyangga kehidupan yang mengalami kerusakan secara alami dan atau oleh
karena pemanfaatannya serta oleh sebab-sebab lainnya diikuti dengan upaya
rehabilitasi secara berencana dan berkesinambungan. Karena kondisi HRP
Kemayoran telah mengalami kerusakan tingkat sedang maka upaya rehabilitasi
merupakan langkah awal yang harus dilakukan untuk menjaga kelestariannya.
Satwa
Hutan rawa payau merupakan ekosistem yang komplek, dinamis dan labil
karena keberadaanya dipengaruhi oleh daratan dan lautan, sehingga sangat subur.
Hutan mangrove merupakan habitat berbagai jenis satwa liar seperti primata,
reptilia dan burung, untuk berlindung, mencari makan dan berkembang biak.
Burung merupakan salah satu (bahkan mungkin satu-satunya) jenis satwa liar
yang sering dijumpai di perkotaan. Burung penting bagi unsur keseimbangan alam
dan memiliki nilai ekonomi. Namun demikian, keberadaan burung di daerah
60
perkotaan semakin terancam karena habitatnya beralih fungsi akibat
pembangunan yang pesat seiring dengan perkembangan kota.
Bagi beberapa jenis burung HRP menyediakan ruang yang memadai untuk
membuat sarang karena minimnya gangguan predator, tenggeran dan sumber
makanan yang berlimpah. Burung air adalah jenis burung yang secara ekologis
kehidupannya bergantung pada keberadaaan lahan basah, burung juga merupakan
indikator mutu lingkungan perairan.
Hamparan tumbuhan bambu (Bambusa sp), merupakan habitat kehidupan
jenis burung sawah seperti blekok, cangak, kuntul dan belibis (BPLHD 1999).
Pada batas sebelah timur terdapat tanaman bambu meskipun hanya beberapa
rumpun, untuk dapat menciptakan habitat untuk beberapa jenis burung dapat
dilakukan penanaman bambu di tepi sungai Pademangan, selain sebagai habitat
bambu mampu mengikat air dan mempertahankan struktur tanah sehingga tidak
mudah tererosi, serta mampu mereduksi kebisinginan.
Fauna yang terdapat pada ekosistem mangrove di pesisir Teluk Jakarta
didominasi oleh burung pantai yang jenisnya hampir sama dengan yang terdapat
di cagar alam Pulau Rambut dimana kawasan tersebut merupakan habitat berbagai
jenis burung, khususnya sebagai tempat berlindung, berbiak dan mencari makan.
Menurut Wiriosoepartho (1979) dalam Purwaningsih (1995), hutan
mangrove merupakan tempat yang paling digunakan untuk melakukan aktivitas
harian bagi burung air. Aktivitas yang dilakukan antara lain pembuatan sarang,
membesarkan anak, beristirahat dan berlindung.
Penyebaran satwa paling banyak terdapat pada area delta dekat aliran suplesi,
karena pada area ini banyak terdapat vegetasi bertajuk rapat, dan merupakan area
berlumpur. Selain itu gangguan dari manusia juga relatif tidak ada karena tidak
ada akses menuju area ini. Sedangkan pada area delta lain satwa sangat sedikit,
selain karena area yang relatif terbuka, juga dikarenakan aktivitas penduduk yang
memanfaatkan tapak cukup tinggi terutama pada sore hari. Penduduk
menggunakan tapak sebagai tempat bermain layang-layang, bersepeda atau
sekedar duduk-duduk dan mengobrol. Hal ini terjadi karena terdapat jembatan dari
pemukiman penduduk ke tapak. Penutupan area terhadap akses masyarakat sekitar
diperlukan untuk meminimalisir dampak gangguan satwa.
61
Pengamatan prilaku satwa terutama burung merupakan atraksi wisata yang
mulai banyak diminati masyarakat Indonesia. Pengamatan burung (Birdwacthing)
merupakan perjalanan kealam bebas dengan penekanan pada apresiasi manusia
terhadap keindahan burung yang hidup bebas di habitatnya. Pengunjung dapat
menikmati keindahan bentuk dan warna tubuh serta keunikan prilaku mandi,
mencari makan ataupun berjemur. Aktivitas birdwacthing merupakan kegiatan
yang murah dan dapat dilakukan dimana saja serta oleh siapa saja.
Lapangan golf Kemayoran yang terdapat di sebelah barat HRP senantiasa
digunakan oleh burung-burung untuk bermain atau sekedar berjemur pada pagi
menjelang petang. Berdasarkan penelitian Nainggolan (1994), padang golf
merupakan areal yang paling banyak didatangi oleh burung-burung terutama jenis
Pecuk. (Phalacrocorax sp.) sedangkan burung jenis Kuntul menyukai danau atau
empang yang dangkal untuk berdiri pada waktu makan. Waduk yang terdapat
disebelah barat HRP merupakan tapak yang potensial untuk mencari makan
beberapa burung pendatang. Untuk memfasilitasi kegiatan ini, direncanakan
adanya menara pandang dan papan intip yang diletakkan dibeberapa titik dengan
aktivitas burung tinggi. Terucuk (tempat bertengger) juga diperlukan burung-
burung. Terucuk dapat berupa batang linier ataupun bongkahan sebuah pohon.
Pelandaian tepian delta berlumpur kearah perairan terbuka menciptakan area yang
dangkal berlumpur tempat burung-burung memperlihatkan aksinya.
Untuk mencegah adanya gangguan dari masyarakat sekitar yang
memanfaatkan tapak, diperlukan adanya pembatasan akses terhadap tapak, maka
dibuat suatu pagar pembatas antara pemukiman dan tapak. Pagar yang digunakan
dapat berupa pagar fisik sebagai batas terluar tapak dan vegetasi sebagai barrier
dan batas dalam ataupun salah satunya. Selain itu untuk mencegah pengikisan
daratan oleh air sungai maka disepanjang aliran sungai ditanami vegetasi yang
mampu mengikat tanah dan menyerap polutan atau tahan terhadap polutan
(sampai aliran sungai yang mengarah ke teluk Jakarta).
Menurut Mardisatuti dan Imanuddin (2003), penyediaan suatu koridor
satwa berupa hutan bakau disepanjang pantai utara pulau jawa merupakan suatu
hal yang perlu diusahakan. Untuk itu disepanjang tepian sungai yang
menghubungkan HRP Kemayoran dan laut ditanami beberapa lapis bakau sebagai
62
penyambung burung-burung air (koridor) terhadap tapak selebar sempadan sungai
yang dianjurkan. Namun dikarenakan sungai Pademangan maupun sungai Sunter
merupakan batas tapak wilayah Kemayoran dan keberadaan sungai yang lebar
sangat penting dalam penanganan saat banjir di Jakarta, maka pengadaan
sempadan sungai tidak memungkinkan. Sehingga alternatif yang dipilih adalah
dengan penanaman beberapa lapis mangrove disepanjang pinggiran perairan HRP.
Pengembangan suatu kawasan untuk wisata, bila tidak terkendali dapat
mengganggu kehidupan satwa yang ada didalamnya. Hal ini terjadi apabila
perkembangan wisata mengganggu habitatnya, dimana ruang gerak dan sumber
makanan berkurang. Di barat HRP Kemayoran telah dibuat hutan kota melalui
proyek penghutanan waduk, keberadaan hutan kota ini merupakan potensi bagi
ketersediaan sumber makanan dan habitat. Satwa liar yang ada dalam tapak
hidupnya sangat tergantung pada keberadaan vegetasi dan juga tergantung pada
perairan atau rawa itu sendiri. Keberadaan beberapa sumber makanan disekitar
tapak merupakan potensi bagi kelangsungan keberadaan burung air di HRP
Kemayoran.
Keberadaan satwa merupakan potensi utama tapak. Alternatif
pengembangannya adalah dengan memelihara habitat alami satwa tersebut,
membuat spot pengamatan dan jalur sirkulasi yang tepat, dimana pengunjung
dapat mengamati satwa tanpa mengganggu satwa tersebut. Sesuai dengan pasal 10
UU No. 5 Tahun 1990 yaitu dilakukan upaya rehabilitasi habitat secara berencana
dan berkesinambungan. Menurut Kusmana (2003), keseimbangan dalam proses
alami seperti regenerasi, pertumbuhan habitat, rantai makanan, ekosistem
mangrove dan ekosistem sekitar pantai dapat terganggu jika hutan mangrove
mengalami kerusakan.
Gangguan keseimbangan akan mengubah distribusi, kerapatan dan struktur
alami spesies yang terdapat di kawasan mangrove yang mengalami kerusakan
tersebut. Dengan terancamnya keseimbangan HRP Kemayoran, maka
pemanfaatan HRP sebagai tempat wisata ekologis tidak dapat berkelanjutan. HRP
Kemayoran dikembangkan secara terbatas dalam arti tidak banyak perubahan
terhadap kondisi alami tapak, diharapkan dapat mendukung kehidupan liar
didalamnya.
Comment [W3]:
Comment [W4R3]:
63
Tanah
Tanah di daerah mangrove terbentuk dari akumulasi sedimen yang berasal
dari daerah pantai atau akibat erosi tepian sungai, atau akibat erosi tanah dari area
yang lebih tinggi yang terbawa melalui sungai. Tempat tumbuh hutan mangrove
merupakan daerah endapan baru dibawah air yang tenang. Oleh karena itu
kebanyakan tanah mangrove merupakaan tanah yang belum matang, berupa
lumpur yang lunak, tekstur halus, serta kandungan liat dan debu umumnya tinggi.
Curah hujan yang tinggi dengan topografi yang datar pada kondisi ini
menyebabkan tanah menjadi becek, lembek, dan berlumpur. Hal tersebut sangat
mengganggu kenyamanan, demi kenyamanan dan melestarikan tanah maka
kontak langsung pengunjung dengan tanah dikurangi dengan membuat dek yang
tahan karat dan pelapukan seperti dek-dek kayu (boardwalk).
Tanah jenis ini peka terhadap erosi, salinitas tinggi, drainase jelek,
permeabilitas yang lambat menyebabkan daya menahan air yang lambat, dan
memperbesar jumlah aliran permukaan tanah. Permeabilitas yang lambat perlu
dilakukan penggemburan dan perbaikan sistem drainase. Keterbatasan kedalaman
tanah dan kadar liat menyebabkan terbatasnya penggunaan jenis tanah ini secara
intensif. Bila dipupuk cukup dan didrainasekan dengan sempurna, tanah jenis ini
cukup produktif (Soepardi, 1983).
Warna kelabu atau biru gelap tanah aluvium menandakan buruknya reaksi
oksidatif. Hal ini biasanya terjadi jika pada dataran rendah terdapat air yang
berlebihan, sukar terbuang dengan cepat. Kecepatan pengaliran air permukaan
relatif rendah karena pori-pori drainase rendah. Sifat fisik tanah seperti ini
plastisitasnya tinggi dan menghambat masuknya air.
Kisaran pH 6.2-7.7 mengindikasikan kondisi netral namun kandungan hara
fungsional seperti besi, mangan dan seng kurang tersedia. Sehingga diperlukan
penambahan pupuk, kapur dan kompos. Tekstur liat berdebu dan liat berpasir
mempunyai plastisitas tinggi, dengan daya menahan air yang besar dan umumnya
berat diolah karena banyak mengandung air, terutama setelah hujan. Dalam
keadaan kering tanah berbentuk bongkahan.
Untuk mencegah pengikisan tepi rawa ataupun delta digunakan retaining
wall atau turap. Penggunaan turap ini juga untuk mencegah agar air rawa tidak
64
tercemar oleh tanah yang tererosi (mengkonservasi kualitas air), sehingga
mengurangi pendangkalan rawa (mengkonservasi kuantitas air rawa), dan yang
tidak kalah penting adalah untuk keamanan dan kenyamanan pengguna tapak.
Turap yang digunakan dengan material alami seperti bambu ataupun kayu untuk
mempertahankan kesan alami tapak.
Iklim
Iklim adalah gabungan dari keadaan cuaca yang diamati dalam jangka
waktu yang lama dan meliputi daerah luas. Pengamatan terhadap iklim dalam
perencanaan suatu lanskap dilakukan untuk menciptakan suasana yang nyaman
bagi aktivitas rekreasi, terutama rekreasi yang dilakukan diluar ruangan (Brooks,
1988).
Suhu rata-rata 28.07˚C. Suhu rata-rata berada dalam kisaran suhu nyaman
manusia yaitu 27°C-28°C (Laurie, 1986). Walaupun berada dalam kisaran suhu
nyaman namun tapak relatif panas dikarenakan kurangnya area bernaungan, baik
buatan maupun alami. Vegetasi dapat dimanfaatkan sebagai pengendali iklim
mikro, dimana vegetasi dapat menurunkan suhu dan menyejukkan udara
sekitarnya karena vegetasi dapat mengurangi intensitas sinar matahari yang masuk
ke tapak. Selain itu vegetasi mampu menyerap panas yang dipantulkan oleh
perkerasan maupun permukaan air.
Badan air yang luas bertindak sebagai buffer terhadap suhu yang ekstrim.
Air memerlukan energi panas yang lebih banyak untuk meningkatkan suhu pada
musim kemarau daripada yang dibutuhkan atmosfer, energi panas tersebut akan
dilepaskan pada musim hujan. Vegetasi mempunyai efek sangat penting terhadap
suhu udara. Lahan kosong atau permukaan yang gelap lebih cepat panas, vegetasi
menghalangi refleksi sebanyak radiasi datang, penghalangan radiasi ini
mengurangi pemanasan tanah. Sehingga dibawah naungan suhu permukaan tanah
lebih dingin dari suhu udara (Carpenter, et. al. 1975).
Selain itu elemen air juga dapat mempengaruhi pembentukan iklim mikro,
uap air yang terbawa angin memberikan efek penyejukan pada area sekitarnya.
Keberadaan air ini juga penting bagi kelangsungan hidup vegetasi dan satwa pada
tapak. Suhu penting dalam proses fotosintesis dan respirasi. Menurut Kusmana
65
(2003), pertumbuhan mangrove yang baik memerlukan suhu rata-rata minimal
>20˚C dan perbedaan suhu musiman tidak melebihi 5˚C.
Kisaran kelembaban nyaman untuk manusia menurut Laurie (1986)
adalah 40%-75%. Kelembaban udara rata-rata tahunan KBBK 75.16°C,
kelembaban tertinggi bulan Januari dan kelembaban terendah pada bulan Juli.
Kelembaban yang terlalu tinggi dapat menimbulkan ketidaknyamanan, karena
kelembaban yang tinggi membuat manusia cepat merasa lelah dalam berbagai
aktivitas. Hal tersebut dapat diatasi dengan pemilihan struktur vegetasi dan
penempatan vegetasi yang memungkinkan masuknya sinar matahari yang cukup
kedalam tapak.
Seperti umumnya daerah tepi pantai, terasa adanya hembusan garam (salt
spray) dari pantai Ancol yang hanya berjarak 1.15 Km. Adanya garam dalam
kandungan udara merupakan salah satu penyebab tingginya kelembaban udara di
kawasan HRP Kemayoran. Vegetasi berdaun jarum dapat digunakan untuk
mengatasi salt spray.
Kenyamanan bersifat subjektif, namun dapat digeneralisir sehingga
diperoleh nilai standar yang dapat dikuantifikasi. Sebagai acuan dalam penataan
lanskap untuk kepentingan pengguna kondisi iklim awal dapat ditinjau melalui
kuantifikasi kenyamanan salah satunya dengan Thermal Humidity Index (THI).
Tabel 6. Perhitungan Nilai THI
Temperatur (°C) Kelembaban (%) THI Keterangan
26.5 28.07 28.78
79.08 75.16 76.16
25.39 26.68 27.4
< 27 < 27 > 27
Dari tabel terlihat bahwa pada suhu rata-rata maksimum menunjukkan
tapak berada dalam kondisi yang kurang nyaman. Tingginya nilai THI
dikarenakan suhu yang relatif tinggi serta adanya elemen air yang cukup dominan
THI= 0.8 T + (RH*T) 500 dimana, T : Temperatur (°C) RH : Kelembaban Relatif (%)
Tapak nyaman THI< 27°C
66
yaitu rawa pada tapak berperan dalam meningkatkan kelembaban. Sedangkan
nilai THI pada suhu rata-rata minimum menunjukkan bahwa tapak berada dalam
kondisi nyaman. Sehingga secara umum tapak berada dalam kondisi nyaman
untuk kegiatan wisata ekologis.
Untuk mengurangi kelembaban udara pada tapak maka dalam perencanaan
mempertimbangkan kemungkinan aliran udara, sehingga dapat mengalirkan uap
air. Pengaturan vegetasi dengan memperhatikan arah angin dapat sebagai filter
garam yang terbawa angin dari laut serta dapat menurunkan suhu dalam tapak.
Arah angin pada siang hari berhembus dari utara, dan pada malam hari angin
berhembus dari selatan. Menurut Brooks (1988), penempatan vegetasi dapat
menciptakan keteduhan tetapi tidak menghambat pergerakan angin dengan cara
membebaskan daerah setinggi 2.5-3 m di bawah cabang terendah sehingga
mendukung aliran udara (area bebas cabang).
Intensitas penyinaran adalah lamanya matahari bersinar dalam satu hari
yang turut mempengaruhi terciptanya kelembaban udara dan suhu. Rata-rata
penyinaran bulanan KBBK 31.43%-78.5% dengan intensitas radiasi terbanyak
pada bulan September, intensitas terendah pada bulan Desember. Tingginya
intensitas penyinaran merupakan potensi, karena Vegetasi mangrove merupakan
vegetasi hari panjang yang membutuhkan intensitas matahari yang tinggi dengan
penyinaran penuh. Kisaran intensitas cahaya optimal untuk mangrove menurut
Kusmana (2003) untuk pertumbuhan mangrove adalah 3000-3800 kkal/m2/hari.
Pertumbuhan mangrove akan terhambat dan laju kematian vegetasi
mangrove akan meningkat apabila lamanya penyinaran matahari tidak seimbang
dengan intensitas penyinaran matahari, hal ini terjadi karena cahaya matahari
mempengaruhi perkecambahan, pembungaan dan pertumbuhan spesies mangrove.
Untuk mencegah kematian vegetasi mangrove, maka habitat ini harus dibiarkan
mendapat penyinaran matahari secara penuh tanpa ternaungi (struktur bangunan
misalnya).
Tapak di sebelah Timur merupakan area terbuka mengakibatkan intensitas
penyinaran matahari lebih dominan daripada bagian lain tapak. Sehingga dapat
mengganggu kenyamanan pengunjung dalam beraktivitas terutama pada tengah
hari. Tapak bagian ini direncanakan sebagai area penyangga ekosistem mangrove,
67
sehingga pada area ini ditanami vegetasi yang berfungsi konservasi tanah dan air.
Selain itu untuk menjaga kenyamanan pengunjung pada saat matahari terik, juga
berfungsi sebagai barrier atau penghalang dari pemukiman kumuh.
Kisaran curah hujan tahunan rata-rata 147.54mm. Curah hujan tertinggi
pada bulan Februari dan curah hujan terendah pada bulan September. Curah hujan
pada tapak relatif rendah sehingga diperlukan adanya pengaturan air agar tapak
tidak kekeringan pada musim kemarau yang akan mengancam keberadaan
mangrove. Rumah pompa dapat mengatur jumlah air yang dialirkan dari dan ke
rawa, namun kualitas dan jumlahnya harus terjaga, oleh karena itu disekitar romah
pompa maupun waduk dapat ditanam vegetasi yang dapat mengikat air. Curah
hujan mempengaruhi faktor lingkungan seperti suhu air dan udara, salinitas air
permukaan tanah dan air tanah yang akan berpengaruh pada daya tahan spesies
mangrove. Dalam hal ini mangrove tumbuh subur didaerah dengan curah hujan
rata-rata 1500-3000 mm/tahun (Kusmana, 2003).
Tekanan udara tergantung pada suhu akibat dari peredaran matahari.
Tekanan udara berbanding terbalik dengan suhu dan berbanding lurus dengan
kelembaban. Pada saat kelembaban tinggi tekanan udara juga tinggi namun suhu
menurun. Tekanan udara tertinggi pada tapak 1010.84 Mb pada bulan Agustus,
terendah 1002.92 Mb pada bulan Februari dengan rata-rata tekanan udara 1008.93
Mb. Pada bulan Agustus kelembaban lebih tinggi dari bulan Februari dan suhunya
lebih kecil dari pada bulan Februari.
Kecepatan angin rata-rata 2.55 Knot, dimana kecepatan angin terbesar 3
Knot pada bulan Februari dan kecepatan angin terendah 2.28 Knot terjadi pada
bulan April. Arah angin dipengaruhi oleh angin Muson Barat antara bulan
November-April dan angin Muson Timur antara bulan Mei-Oktober.
Gambar 18. Ilustrasi Vegetasi sebagai Kontrol Visual
68
Berdasarkan skala Beaufort, angin HRP Kemayoran berada dalam skala 1,
dimana kisaran kecepatannya 2-6 km/jam. Angin jenis ini merupakan angin yang
bertiup sepoi-sepoi, dan merupakan potensi dalam pengembangan wisata. Selain
itu hembusan angin sepoi-sepoi dari arah laut (sebelah utara tapak) pada siang hari
akan memberikan kesegaran bagi wisatawan karena hembusan angin mengandung
uap air sehingga udara menjadi lebih dingin dan segar.
Akan tetapi karena tapak dipengaruhi oleh angin muson barat dan timur,
angin barat berasal dari arah Samudera Hindia, angin ini cukup kencang dan
mengandung uap air dengan kadar garam tinggi. Angin barat ini dapat
mengganggu kenyamanan pengunjung dalam beraktifitas. Sehingga diperlukan
adanya penghalang angin, dapat berupa penghalang fisik atau secara alami dengan
memanfaatkan vegetasi, karena vegetasi dapat mengurangi kecepatan angin di
daerah terbuka sampai 75-80% (Chiara dan Koppelmen, 1997). Angin musim
timur ditandai dengan angin lemah, laut tenang dan terjadi pada musim kemarau.
Angin yang bertiup bersifat kering, sehingga daerah pantai akan terasa panas.
Angin panas ini bertiup ke tapak dan dapat mengganggu kenyamanan. Untuk
mengurangi efek yang terjadi maka keberadaan vegetasi disekitar pantai dan
vegetasi yang ada di HRP Kemayoran harus dipertahankan.
Udara yang tidak mengalir/berputar dalam tapak dapat menggangu
kenyamanan. Vegetasi mempunyai porositas yang memugkinkan melewatkan
angin menembus dedaunan, sedangkan barrier permanen/fisik tidak dapat
melewatkan aliran angin sehingga terjadi turbulensi (Laurie 1986). Tapak berupa
jalur linier yang dapat berfungsi sebagai koridor angin, untuk mencegah terjadinya
turbulensi dibuat jalan untuk angin yang dapat diarahkan ke pusat kegiatan yang
terdapat di tengah tapak.
Angin berpengaruh terhadap gelombang dan arus pantai, yang dapat
menyebabkan abrasi dan mengubah struktur mangrove, meningkatkan
evapotranspirasi dan angin kuat dapat menghalangi pertumbuhan menyebabkan
karakteristik fisiologis abnormal, namun demikian diperlukan untuk proses
polinasi dan penyebaran benih tanaman (Kusmana, 2003).
69
Akustik
Burung-burung sangat peka terhadap suara, gerak dan warna. Prilaku
burung akan berubah apabila kebisingan suara >95 db (Prawoto 1990 dalam Oni
1995). Burung-burung tersebut adalah Ardeola Speciosa (Blekok sawah), Egretta
sp. (Kuntul), dan Phalacrocorax sp.(Pecuk).
Bunyi-bunyian alami seperti kicauan burung, gemerisik daun maupun
semilir angin dalam tapak merupakan potensi tapak sebagai kawasan wisata.
Sedangkan terhadap bunyi-bunyian yang dirasa akan mengganggu seperti
kendaraan bermotor di sebelah selatan dan aktivitas masyarakat dan rumah pompa
di sebelah timur dan utara, alternatif pemecahannya adalah dengan membuat
barrier antara sumber kebisingan dan tapak. Kebisingan dapat diredam dengan
penggunaan vegetasi, vegetasi yang bertajuk rapat, struktur daun rapat atau
mengandung air dapat digunakan untuk meredam kebisingan non alami pada
tapak.
Menurut Laurie (1986), Penggunaan kombinasi semak dan pohon sangat
efektif karena mampu mereduksi bising hingga 50% untuk kendaraan biasa dan
75% untuk truk. Reduksi bising lebih efektif dengan menggunakan kombinasi
antara penghalang solid dan vegetasi. Penghalang solid berupa dinding dengan
struktur tebal dan memantulkan bunyi.
Kenyamanan dan Nilai Visual Tapak Secara visual pemandangan kearah tapak merupakan view yang bagus,
dengan vegetasi rindang dan beberapa satwa yang terlihat. Namun pemukiman
penduduk dan sungai Pademangan yang berair hitam serta berbau merupakan hal
yang mengganggu ativitas wisata. Selain itu pemandangan menjadi terganggu
Gambar 19. Vegetasi sebagai Peredam Kebisingan. (Sumber : Carpenter et. al., 1975)
70
karena adanya sampah yang terbawa saat pasang dan tertinggal di tapak pada saat
surut.
Untuk mengurangi intensitas radiasi yang tinggi dapat digunakan beberapa
vegetasi yang berfungsi naungan selain itu juga dibangun beberapa naungan fisik
untuk berteduh disaat hujan maupun panas terik. Naungan tersebut dapat
merupakan tempat pemberhentian (stop area) untuk beristirahat, berfoto, dan
berdiskusi. Pemilihan vegetasi dengan memperhatikan arah penyinaran, sehingga
terbentuk bayangan vegetasi yang mampu memberikan kesan visual. Selain itu
penggunaan vegetasi eksotik atau berbunga juga dapat dijadikan sebagai alternatif
pengembangan yang mampu beradaptasi dengan lingkungan HRP, vegetasi
eksotik ditanam pada ruang penerimaan ataupun ruang pelayanan. Sedangkan
pada ruang wisata vegetasi yang dipilih merupakan vegetasi alami ataupun
vegetasi yang mampu beradaptasi pada lingkungan rawa sehingga pada saat
memasuki ruang wisata tercipta suasana yang berbeda dengan kehidupan luar atau
dengan kata lain benar-benar memunculkan kesan hutan rawa payau.
Data Teknis
Sesuai dengan keinginan pengelola KBBK dan beberapa peraturan terkait,
untuk menjaga keletarian hutan rawa mangrove yang ada dan untuk mewujudkan
fungsi hutan konservasi burung. Maka, keberadaan Hutan Rawa Payau
Kemayoran ini dimanfaatkan sebagai tempat berwisata terbatas, dimana aktivitas
wisata yang dikembangkan merupakan wisata pasif interpretatif dengan
memperhatikan sumberdaya tapak yang ada dan penggunaan aktivitas dalam batas
daya dukung tapak. Sehingga pemanfaatan tapak untuk memenuhi konsep
ekowisata.
Sesuai dengan konsep ekowisata, pemanfaatan tapak harus berdasarkan
daya dukung sumberdaya, maka masyarakat harus dilibatkan dalam
pengelolaannya. Sehingga masyarakat tidak hanya dijadikan sebagai penonton
tanpa ikut terlibat, hal ini pada akhirnya dapat menimbulkan rasa tidak memiliki
yang cenderung dapat merusak tapak yang ada. Oleh karena itu untuk mengurangi
pengangguran di sekitar HRP, masyarakat dilibatkan sebagai interpreter dan
71
pedagang. Guide/interpreter akan diberi pelatihan secara intensif, sehingga
mampu menjelaskan ekosistem HRP Kemayoran kepada pengunjung.
Akan tetapi, kondisi HRP Kemayoran telah mengalami kerusakan tingkat
sedang yang apabila tidak dilakukan penanganan yang tepat dapat mengancam
keberadaannya. Upaya penetapan sebagai kawasan konservasi yang dilakukan
oleh pemerintah DKI Jakarta melalui Keputusan Gubernur No. 339 Tahun 2002
merupakan upaya perlindungan sistem penyangga kehidupan ditujukan bagi
terpeliharanya proses ekologis yang menunjang kelangsungan kehidupan untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan manusia sesuai
dengan UU No. 5 Tahun 1990 pasal 7. Selain itu diikuti dengan upaya rehabilitasi
secara berencana dan berkesinambungan suatu wilayah sistem penyangga
kehidupan yang mengalami kerusakan secara alami dan atau oleh karena
pemanfaatannya serta oleh sebab-sebab lainnya (Pasal 10).
Konsep pengelolaan untuk HRP ini adalah kawasan wisata terbuka minat
khusus. Pengunjung dibatasi baik jumlah maupun waktu kunjungan (sesuia
konsep aktivitas ekowisata), dipungut biaya, diberi pengarahan dan pemutaran
slide di ruang persiapan wisata, dilarang melakukan aktivitas makan selama
perjalanan wisata serta aktivitas lain yang dapat menganggu keberadaan satwa
maupun vegetasi. Makan dan minum di fasilitasi di ruang pelayanan.
73
KONSEP
Konsep Dasar
Merencanakan kawasan wisata alternatif di Jakarta dengan konsep
ekowisata, dimana aktivitas wisata dikembangkan dengan tetap memperhatikan
kelestarian sumberdaya tapak yang mampu memberikan dan meningkatkan
pengetahuan serta pengalaman terhadap ekosistem lingkungan lahan basah
terutama hutan rawa payau. Pada akhirnya diharapkan mampu meningkatkan rasa
kepeduliaan masyarakat untuk menjaga kelestarian sumberdaya alam melalui
pemanfaatan potensi alam sebagai tempat berwisata dengan memperhatikan
kondisi ekologis tapak. Objek dan atraksi wisata diutamakan pada ekosistem
hutan rawa payau sebagai habitat flora dan fauna yang beraneka ragam dan
memiliki karakteristik yang khas.
Pengelolaan maupun pengembangan hutan rawa payau harus mampu
mengakomodasikan kepentingan masyarakat dengan tanpa mengorbankan
kepentingan ekologis. Sehingga dalam perencanaan hutan rawa payau ini
dikembangkan beberapa fungsi yaitu:
Fungsi Wisata, dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan wisata
masyarakat perkotaan yang dituangkan dalam aktivitas-aktivitas wisata serta
fasilitas penunjangnya yang dapat diakomodasikan dalam tapak.
Fungsi Konservasi, dikembangkan mengingat strategisnya posisi hutan
mangrove sebagai penjaga pantai dan daratan, dengan keanekaragaman hayati
yang tinggi maka kelestarian ekosistem mangrove merupakan prioritas utama
yang harus dijaga dan dipelihara. Pemanfaatan sumber daya alam hayati dilakukan
secara bijaksana untuk menjamin kesinambungan ketersediaannya dengan tetap
memelihara dan meningkatkan kualitas keanekaragaman.
Fungsi Pendidikan, berkaitan dengan pendidikan lingkungan dan rasa
cinta alam yang hendak dicapai melalui kegiatan wisata alam dan pengenalan
ekosistem rawa payau yang diharapkan mampu menggugah pengunjung untuk
lebih memperhatikan dan melindungi alam dan kehidupan didalamnya.
Fungsi Ekosistem, berkaitan dengan kawasan sebagai suatu hutan
mangrove yang bersifat kompleks (hutan mangrove, perairan maupun tanah
74
dibawahnya merupakan habitat berbagai satwa darat dan biota perairan), dinamis
(hutan mangrove dapat terus tumbuh, berkembang dan dapat mengalami suksesi
serta perubahan zonasi sesuai perubahan tempat tumbuhnya) serta bersifat labil
(mudah sekali rusak dan sulit untuk pulih kembali). Fungsi ini erat kaitannya
dengan fungsi konservasi. Fungsi ini dikembangkan untuk menjaga keseimbangan
ekologis kota, apabila salah satu komponen terganggu maka akan mempengaruhi
seluruh ekosistem.
Konsep Pengembangan
Hutan rawa payau merupakan kawasan yang rentan dengan daya dukung
ekologis yang rendah, sehingga tapak dimanfaatkan dengan mengutamakan
kelestarian sumberdayanya. Meskipun begitu, bukan berati objek wisata tidak
dapat dikunjungi sama sekali, tetapi hanya dibatasi penggunaannya. Inti dari
konsep ekowisata adalah penggunaan kawasan/objek yang dibatasi sesuai dengan
kemampuan daya dukungnya. Konsep dasar kemudian dikembangkan kedalam
konsep ruang, konsep sirkulasi dan konsep aktivitas wisata.
Konsep Ruang
Ruang merupakan wadah untuk melakukan aktivitas, program ruang yang
akan diakomodasikan pada tapak didasarkan pada konsep ekowisata, perlindungan
sumber daya alam, keberadaan objek dan atraksi wisata pada tapak serta fungsi
yang akan diterapkan. Terdapat tiga aspek pengembangan ekowisata yaitu alam
sebagai modal utama, wisata sebagai aktivitas yang diakomodasikan dan bernilai
ekonomi serta manusia. Maka tata ruang yang dikembangkan terdiri dari ruang
wisata, ruang penyangga dan ruang pelayanan.
Ruang Wisata
Ruang wisata adalah ruang yang digunakan untuk melakukan aktivitas
utama wisata. Area ini didominasi oleh vegetasi alami dan merupakan habitat
satwa yang keberadaannya perlu dipertahankan. Pada ruang ini terdapat objek
dan atraksi wisata, sehingga ruang ini digunakan sebagai ruang untuk melakukan
aktivitas wisata interpretatif baik wisata pendidikan maupun wisata non
pendidikan. Aktivitas wisata yang dikembangkan berupa aktivitas pasif dan
terbatas seperti jalan-jalan, bersantai, duduk-duduk, fotografi, dan viewing.
75
Fasilitas yang disediakan berupa jalur trekking (boardwalk) dan sudut-sudut untuk
berfoto (photography corner), menara pandang dan papan intip. Ruang ini
mengakomodasikan fungsi wisata, fungsi pendidikan dan fungsi ekosistem.
Ruang Penyangga
Ruang ini merupakan area perlindungan terhadap flora dan fauna HRP.
Ruang ini ditujukan untuk melindungi ruang wisata dari aktivitas negatif
masyarakat dan aktivitas berlebih pengunjung. Pada ruang penyangga dapat
dilakukan aktivitas wisata berupa duduk-duduk, beristirahat dan berdiskusi.
Aktivitas wisata yang dilakukan pada ruang ini dimaksudkan untuk mengurangi
aktivitas wisata yang diakomodasikan pada ruang wisata sehingga kerusakan yang
mungkin timbul pada ruang wisata dapat ditekan. Fasilitas yang disediakan adalah
gazebo/shelter dan tempat duduk untuk beristirahat maupun berdiskusi sesaat
sebelum/setelah melakukan wisata interpretatif. Ruang ini dikembangkan untuk
mendukung fungsi konservasi, fungsi wisata dan fungsi ekosistem. Vegetasi yang
digunakan pada ruang ini merupakan vegetasi yang berfungsi untuk konservasi air
dan tanah serta sebagai sumber kehidupan bagi satwa sehingga pada akhirnya
mampu menjaga kelestarian ekosistem hutan rawa payau.
Ruang Pelayanan
Ruang pelayanan terdiri dari area penerimaan dan area pelayanan wisata.
Area penerimaan merupakan ruang yang pertama didatangi oleh pengunjung.
Sedangkan area pelayanan wisata merupakan ruang yang mengakomodasikan
berbagai fasilitas wisata seperti makan, minum, beristirahat dan memperoleh
informasi. Area pelayanan mencakup juga ruang persiapan wisata, pemutaran
slide, foto-foto, film mengenai ekosistem lahan basah dan aturan berwisata.
Manusia yang dimaksud dalam pengembangan ekowisata adalah masyarakat
sekitar dan pengunjung. Sehingga selain mengakomodasikan kebutuhan
pengunjung, juga mengakomodasikan kebutuhan masyarakat dilihat dari segi
kepentingan masyarakat lokal yaitu mata pencaharian penduduk. Kebutuhan
penduduk tersebut diakomodasikan berupa pengelolaan kios cinderamata dan
fasilitas pendukung wisata lainnya. Vegetasi yang dipilih pada ruang ini
merupakan vegetasi dengan fungsi fisik baik sebagai eksotis-naungan,
pembatas/barrier maupun untuk kontrol visual.
76
Konsep Sirkulasi
Konsep sirkulasi yang direncanakan dalam tapak berfungsi sebagai
penghubung antar ruang dalam tapak atau dalam ruang itu sendiri secara
fungsional. Sirkulasi dikembangkan menjadi sirkulasi interpretatif, dan sirkulasi
pelayanan. Sirkulasi interpretatif berfungsi sebagai jalur interpretasi wisata baik
pendidikan maupun non pendidikan dengan pola tertutup (loop) dengan titik-titik
perhentian untuk menikmati objek dan atraksi wisata, jalur ini berupa boardwalk
terapung, jalan aspal ataupun conblok. Sirkulasi pelayanan pada ruang wisata dan
pelayanan merupakan sirkulasi penunjang aktivitas wisata interpretatif berupa
jalan setapak. Sedangkan sirkulasi pelayanan pada ruang penyangga berfungsi
sebagai jalur pemeliharaan/inspeksi, dimana akses masuk dibedakan dengan akses
wisata. Kelompok pengunjung melakukan briefing di area pelayanan, kemudian
dipandu mengelilingi tapak dalam selang waktu tertentu.
Gambar 21. Konsep
Sirkulasi Pelayanan Wisata Sirkulasi Interpretatif
Gambar 22. Konsep Sirkulasi
65%
20% 15%
Ruang Wisata
Ruang Penyangga
Ruang Pelayanan
Ruang Wisata
Ruang Penyangga
Ruang Pelayanan
Sirkulasi Pemeliharaan
Objek dan Atraksi Akses Wisata
Akses Pemeliharaan
77
Konsep Aktivitas Wisata
Konsep aktivitas wisata yang dikembangkan merupakan wisata pasif
interpretatif, baik aktivitas wisata pendidikan maupun non pendidikan. Sehingga
selain memberikan hiburan, kawasan juga berguna untuk memberikan informasi,
pengetahuan dan pengalaman pengunjung pada sumber daya sesungguhnya di
alam. Aktivitas wisata yang dikembangkan adalah aktivitas wisata pasif terbatas,
mengingat kondisi HRP Kemayoran berupa lahan basah dan kepekaan sumber
daya alamnya terhadap kehadiran dan aktivitas pengunjung. Aktivitas wisata
diarahkan pada aktivitas kelompok dengan pembatasan waktu kunjungan dan
lebih berorientasi pada jalur. Jalur berfungsi sebagai tempat beristirahat,
bersosialisasi dan menikmati pemandangan serta pengamatan sumberdaya alam.
Interpretasi merupakan andalan dalam sebuah ekowisata, karena interpretasi
merupakan jembatan antara pengunjung dengan sumber daya yang dikunjuginya
sehingga dapat dimengerti, memahami dan apabila mungkin dapat ikut melakukan
konservasinya (Muntasib, 2005).
Pengunjung berkeliling mengikuti jalur yang ada untuk menginterpretasi
flora (arsitektur pohon, pengelompokan vegetasi, warna daun, warna buah dan
bunga, kerindangan, jenis dan kekhasan vegetasi) dan fauna (jenis satwa,
kekhasan, waktu terlihat, prilaku, estetika satwa, penyebaran, warna, keunikan,
kelangakaan dan musim kawin) yang terdapat dalam HRP.
Pengunjung dibekali dengan pengetahuan mengenai HRP Kemayoran
terlebih dahulu pada ruang pelayanan persiapan wisata. Pengunjung ditunjukkan
slide, foto-foto serta film mengenai ekosistem HRP. Dan selama perjalanan
interpretatifnya, pengunjung ditemani oleh seorang pemandu/interpreter yang ahli
mengenai ekosistem lahan basah terutama HRP Kemayoran.
Pada radius yang telah ditentukan terdapat stop area/gazebo untuk
melakukan diskusi dan beristirahat, pengunjung mengamati prilaku satwa melalui
papan pengamatan burung/papan intip ataupun menara pandang tanpa
mengganggu aktivitas burung tersebut. Melalui menara pandang dapat dinikmati
prilaku burung tidak hanya didalam tapak (HRP) tetapi juga aktivitas burung yang
berada di luar tapak yang terletak berbatasan dengan tapak seperti danau ataupun
lapangan golf.
78
Wisata dikemas menjadi dua paket wisata. Paket wisata pertama,
diperuntukkan bagi wisatawan yang tidak mampu menempuh perjalanan jauh.
Perjalanannya diawali dari ruang persiapan wisata dan berjalan sepanjang
boardwalk kearah selatan tapak dimana 16.445 m2 merupakan hutan kota
konservasi berdasarkan keputusan gubernur DKI Jakarta. Wisatawan dapat
menginterpretasi burung serta satwa lain seperti reptil dan dan serangga serta
beberapa vegetasi khas rawa payau merupakan objek dan atraksi yang menarik.
Paket wisata kedua merupakan perjalanan hampir menjelajahi seluruh
Hutan Rawa Payau Kemayoran, perjalanan dimulai dari ruang persiapan wisata,
berjalan sepanjang boardwalk hingga ujung utara tapak. Objek wisata yang dapat
dinikmati adalah burung-burung yang jumlah dan jenisnya lebih beragam dari
paket pertama dan vegetasi khas rawa mangrove serta satwa lain.
79
PERENCANAAN
Berdasarkan konsep yang telah dibuat, dikembangkan rencana tapak (site
plan) dan rencana sirkulasi wisata (touring plan) serta rencana tata letak aktivitas
dan tata letak fasilitas wisata. Touring plan, merupakan rencana jalur wisata
dengan objek dan atraksi wisata yang terdapat pada tapak. Rencana tapak meliputi
rencana tata ruang, rencana sirkulasi dan rencana aktivitas wisata beserta fasilitas
yang mendukung kegiatan wisata.
Rencana Tata Ruang
Kawasan HRP Kemayoran dibagi kedalam tiga ruang yaitu ruang wisata,
ruang penyangga dan ruang pelayanan.
Ruang wisata merupakan ruang dengan alokasi luas terbesar (65%)
meliputi areal rawa dan delta-delta dan merupakan ruang aktivitas wisata utama.
Pada ruang ini terdapat objek dan atraksi wisata berupa vegetasi alami khas hutan
rawa payau dan satwa terutama burung-burung. Aktivitas wisata yang
direncanakan merupakan aktifitas wisata pasif berupa jalan-jalan mengikuti jalur
boardwalk.
Ruang penyangga merupakan ruang yang diperuntukkan sebagai ruang
untuk melindungi keberadaan objek dan atraksi wisata pada ruang wisata utama
dari pengaruh negatif masyarakat maupun aktivitas berlebih pengunjung.
Sehingga keseimbangan dan kelestarian ekosistem hutan mangrove dapat terjaga.
Pada ruang ini dilakukan aktivitas wisata berupa duduk-duduk, bersantai,
berdiskusi maupun berfoto. Luasnya (20%) berupa ruang yang relatif lebih
terbuka dan panas. Pada ruang ini ditanami vegetasi yang mampu meningkatkan
dan menjaga kelestarian ekosistem. Vegetasi berfungsi konservasi air dan tanah,
sebagai buffer, baik fisik maupun visual dan ditujukan untuk mendukung habitat
burung. Penanaman vegetasi juga direncanakan sepanjang sempadan sungai
kearah pantai, sebagai koridor yang mampu mendukung perpindahan burung-
burung dari area lahan basah disekitarnya maupun dari pantai. Pada ruang wisata
juga direncanakan penanaman jenis pohon mangrove terutama beberapa lapis
pada bagian tepian HRP sebagai koridor.
80
Ruang pelayanan merupakan ruang yang mengakomodasikan keperluan
pengunjung selama berwisata dan mengakomodasikan kebutuhan masyarakat
dilihat dari kepentingan mata pencaharian. Masyarakat sebagai pengelola kawasan
wisata seperti tenaga pemandu wisata/interpreter, penyediaan konsumsi dan
petugas keamanan, maupun mengelola kios cinderamata.
Rencana Sirkulasi
Tapak hanya dapat dilalui oleh pejalan kaki, karena keberadaan kendaraan
bermotor dalam tapak dapat mengganggu satwa yang ada. Kendaraan bermotor
hanya sampai pada ruang penerimaan. Jalur kendaraan merupakan akses
kendaraan dari gerbang menuju area parkir. Jalur ini berupa jalur dua arah dengan
lebar 4-6 m. Menurut Chiara dan Koppelman (1997) lebar jalan masuk mobil
berkisar antara 9-12 kaki untuk jalan masuk satu kendaraan dan untuk dua
kendaraan minimal 15-18 kaki. Perkerasan dibuat dari bahan yang kuat dan
mampu mengalirkan air, dasar dipadatkan dengan baik dan diberi saluran. Untuk
jalan masuk tapak digunakan beton dengan lapisan permukaan aspal setebal 1-2
inchi.
Sirkulasi dibedakan menjadi sirkulasi interpretatif dan sirkulasi
pelayanan. Sirkulasi interpretatif berfungsi sebagai jalur interpretasi wisata baik
pendidikan maupun non pendidikan, merupakan jalur yang mengelilingi (loop)
tapak berupa boardwalk terapung untuk mengantisipasi fluktuasi debit air rawa
akibat hujan maupun pasang surut.
Sirkulasi pelayanan merupakan sirkulasi penunjang aktivitas wisata.
Sirkulasi ini dibedakan menjadi pelayanan wisata dan pemeliharaan. Sirkulasi
pemeliharaan berfungsi sebagai jalur inspeksi dengan akses dari arah utara tapak,
lebar 3 m. Jalur ini dapat digunakan oleh pengunjung diluar hari pemeliharaan.
Untuk menunjang kenyaman pejalan kaki setiap jarak ± 500 m disediakan
stop area berupa shelter/gazebo. Stop area ini merupakan tempat beristirahat,
santai dan berdiskusi mengenai hasil interpretasi yang telah dan akan dilakukan
berukuran 6x5 m.
Stop area terdapat pada ruang penyangga, hal ini dimaksudkan untuk
mengurangi gangguan terhadap objek wisata. Boardwalk yang digunakan dari
81
material kayu yang tahan rendaman dan salinitas, dengan lebar 1.5 m dan tinggi
0.5-1 m dari permukaan air rawa pada keadaan air normal.
Hal ini berdasarkan penelitian Tim Fakultas Kehutanan dimana perbedaan
saat pasang dan surut sungai Sentiong sekitar 40 cm. Sungai Sentiong adalah
sungai yang direncanakan sebagai masukan air bagi rawa mangrove apabila
sungai Pademangan ditutup. Boardwalk dibuat dengan perbedaan ketinggian pada
selang 0.5-1 m untuk menciptakan kesan petualangan. Boardwalk semakin rendah
pada beberapa bagian objek wisata burung dan vegetasi untuk memudahkan
interpretasi.
Pada bagian HRP yang terlalu sempit boardwalk dibuat satu jalur namun
lebih lebar. Hal ini untuk mengantisipasi kemungkinan bertemunya kelompok
pengunjung dari arah yang berlawanan. Selain itu juga stop area pada bagian ini
jaraknya lebih pendek daripada jalur lain, sehingga pada saat kelompok
pengunjung saling berpapasan salah satu kelompok dapat beristirahat, sehingga
tidak menimbulkan keributan maupun gangguan pada satwa. Lebar boardwalk
pada bagian ini adalah 3 m.
Gambar. 23. Ilustrasi Stop Area
Gambar. 24. Ilustrasi Alternatif Boardwalk Sumber: http://images.google.co.id/images?q=boardwalk+mangroves&btnG=Cari&svnum=10&hl=id&lr
82
Rencana Aktivitas Wisata
Aktivitas wisata yang dikembangkan pada tapak merupakan aktivitas pasif
terbatas. Pengunjung dapat mencapai pemahaman, kesadaran dan apresiasi
terhadap lingkungan yang lebih baik melalui wisata interpretatif. Aktivitas wisata
yang dilakukan berupa wisata kelompok dengan disertai oleh seorang interpreter
yang akan memandu perjalanan wisata interpretatif. Kegiatan wisata dibagi
menjadi paket wisata yang dibedakan berdasarkan jarak tempuh dan ketersediaan
waktu untuk berwisata.
Paket wisata pertama, diperuntukkan bagi wisatawan yang tidak mampu
menempuh perjalanan jauh. Perjalanannya diawali dari ruang persiapan wisata
dan berjalan sepanjang boardwalk kearah selatan tapak dimana 16.445 m2
merupakan hutan kota konservasi berdasarkan keputusan gubernur DKI Jakarta.
Jarak tempuh 750.8 m dengan jalur interpretasi 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, a, b, c, d, e, f
dan g (Gambar 34). Wisatawan dapat menginterpretasi objek dan atraksi I dan II
(Tabel Lampiran 2, 3, 4 dan 5) serta satwa lain seperti reptil dan serangga serta
beberapa vegetasi khas rawa payau merupakan atraksi yang menarik.
Paket wisata kedua merupakan perjalanan hampir menjelajahi seluruh
Hutan Rawa Payau Kemayoran, perjalanan dimulai dari ruang persiapan wisata,
berjalan sepanjang boardwalk hingga ujung utara tapak jarak tempuh 3.503 m.
Jalur interpretasi 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, A, B, C, D, E, F, G, H, I, J, K, L, M, N, O, P,
Q dan R (Gambar 34). Objek dan atraksi wisata yang dapat dinikmati adalah
burung-burung yang jumlah dan jenisnya lebih beragam dari paket pertama dan
vegetasi khas hutan rawa payau. Pada area wisata kedua ini disediakan dua buah
menara pandang, untuk menikmati perilaku burung-burung di tapak, lapangan golf
dan waduk. Selain itu, untuk menikmati burung yang bermain di area waduk,
disediakan terucuk untuk bertengger burung-burung dan pengunjung menikmati
atraksinya dari papan intip yang disertai papan interpretasi mengenai burung-
burung yang ada ataupun dari menara pandang. Objek dan atraksi tersebut adalah
III, IV, V, VI, VII, VIII, IX, X, XI, XII serta satwa lain dan vegetasi yang terdapat
di HRP Kemayoran (Tabel Lampiran 2, 3, 4 dan 5).
Interpreter akan menceritakan mengenai satwa, vegetasi dan ekologi
mangrove. Mempelajari lebih umum dari pohon dan kegunaannya, zonasi hutan
83
mangrove, serta beberapa satwa lain yang terlihat sepanjang boardwalk. Pada hari
sabtu terdapat pelayanan ekstra dengan menyediakan interpreter secara gratis.
Yang hanya diperlukan adalah datang pada waktu yang telah ditetapkan dan
interpreter akan memperkenalkan ekosistem Hutan Rawa Payau Kemayoran.
Pada tapak juga terdapat fasilitas pelayanan yang dapat menunjang
kegiatan berwisata yang terdiri dari loket penjualan tiket, tempat parkir, pos jaga,
pusat informasi, mushalla, café, kios cinderamata, studio foto mini dan toilet.
Fasilitas yang diakomodasikan menggunakan material alami dan diusahakan
sedikit mungkin pembangunan fisik.
Area wisata diawali dengan pintu masuk atau gerbang yang direncanakan
berkesan alami melalui pemilihan material kayu atau paduan kayu dan besi dan
didesain secara menarik. Pintu gerbang merupakan roman pertama yang dilihat
pengunjung dan juga memberikan daya tarik pertama. Lebar gerbang sesuai
dengan lebar jalan masuk dua arah kendaraan dengan median yaitu sekitar 4-6 m
dengan tinggi 4-7 m, dan median selebar 60 cm. Papan nama didesain secara jelas
dan menarik dengan gambar burung sebagai maskot wisata. Pada ujung pintu
masuk terdapat relief berukuran 3.5x2.5 m, yang menggambarkan kehidupan
ekosistem hutan mangrove.
Area parkir disediakan pada ruang penerimaan, tidak jauh dari pintu
masuk. Area parkir direncanakan untuk menampung kendaraan kecil dan sedang
dibuat dengan pola parkir 45˚, dengan jalan antara cukup lebar untuk
memungkinkan masuk langsung tanpa menyulitkan kendaraan lain yang parkir.
Untuk keteraturan dan kejelasan tempat parkir, maka dibuat tanda atau tepi batas
parkir bagi tiap kendaraan untuk menjamin keamanan dan kapasitas parkir yang
Gambar 25. Ilustrasi Penataan Gerbang Masuk Kawasan
Jalur Hijau Jalur Jalan
Median Jalan
84
direncanakan. Untuk parkir bus wisata disediakan tempat parkir dengan luasan 23
m2 per unit bis. Parkir bis terletak letaknya terpisah dengan parkir kendaraan kecil
dan sedang yaitu di ujung selatan dekat pintu gerbang.
Dari tempat parkir, pengunjung menuju loket karcis masuk kawasan.
Loket jalur masuk dan keluar pengunjung dibedakan. Jalur masuk wisata paket
pertama terletak disebelah kiri loket, jalur masuk wisata paket kedua terdapat
disebelah kanan sedangkan jalur keluar dari kedua paket wisata adalah jalur yang
terdapat antara kedua jalur paket wisata, dengan titik pertemuan pada area
hamparan rumput dekat gardu PLN. Hal ini dimaksudkan agar antrian pengunjung
yang masuk dan pengunjung yang akan keluar kawasan tidak saling mengganggu.
Lebar jalur keluar dua kali lebih besar dari jalur masuk. Loket direncanakan
berukuran 4x4.5 m.
Untuk mengetahui informasi tentang kawasan terdapat ruang informasi
yang menyediakan berbagai macam informasi tentang keadaan umum secara
keseluruhan. Selain itu terdapat ruang persiapan wisata, didalam ruang ini
pengunjung dibekali mengenai ekosistem hutan rawa payau melalui pemutaran
film berdurasi singkat, foto-foto dan slide. Sehingga pengunjung mendapatkan
gambaran awal mengenai objek yang dapat ditemui dalam berwisata. Ruang
persiapan wisata berukuran 15x7 m. Baik pada ruang informasi maupun ruang
persiapan wisata, terdapat beberapa papan informasi mengenai objek dan atraksi
wisata ekosistem Hutan Rawa Payau Kemayoran terutama burung-burung yang
dilindungi berikut deskripsinya.
Gambar. 26. Parkir Kendaraan 45˚ (Chiara dan Koppelman, 1997)
16 F
t
198
11 F
t 8 Ft
20
85
Papan informasi berfungsi sebagai identitas, petunjuk arah, peringatan dan
identitas objek. Sebagai identitas tempat, papan informasi diletakkan pada pos
jaga atau pintu masuk, berisi peta ruang, fasilitas penunjang, dan aktifitas yang
dapat dilakukan pengunjung. Sebagai petunjuk arah, menunjukkan jalan yang
dapat ditempuh serta jarak tempuhnya. Ditempatkan pada titik yang diperlukan
pada titik atau jalur sirkulasi. Sebagai peringatan, berisi peringatan atau larangan
bagi pengunjung terhadap aktivitas yang tidak diperkenankan dalam tapak.
Sebagai informasi mengenai suatu objek, berkaitan dengan objek atau fasilitas
yang memberikan informasi singkat mengenai keunikan dan objek, diletakkan
didekat objek.
Pada ruang pelayanan juga terdapat kios-kios cinderamata yang dikelola
oleh masyarakat, studio foto mini, café, wartel, dan toilet. Sehingga pengunjung
dapat berjalan-jalan sambil menunggu giliran berwisata pada tapak apabila jumlah
kunjungan meningkat, mengingat aktivitas wisata yang direncanakan merupakan
wisata terbatas.
Kegiatan pengamatan burung (birdwatching) ataupun pengamatan vegetasi
dilakukan sepanjang boardwalk yang disediakan. Selain itu terdapat tiga buah
menara pengamat yang terletak di ujung utara dekat rumah pompa, di tengah delta
dan pada ujung selatan. Menara pengamat ini untuk mengamati aktivitas burung
yang sedang terbang atau bertengger pada puncak pohon maupun sedang mencari
makan pada area waduk dan lapangan golf. Menara pengamat berukuran 5x5 m
terbuat dari kayu dengan tinggi 20 m dimana setiap 5 m terdapat dek untuk
beristirahat dan pengamatan..
Gambar. 27. Ilustrasi Beberapa Papan Informasi pada Tapak Sumber: http://images.google.co.id/images?q=information%20board&btnG=Cari&hl=id&sa=N&tab=wi
86
Sedangkan untuk mengamati aktivitas burung di rawa dalam jarak dekat,
direncanakan suatu papan intip. Papan ini berupa papan dengan lubang mata
setinggi mata pengamat orang dewasa maupun anak-anak. Melalui papan intip,
aktivitas satwa tidak terganggu dengan kehadiran pengunjung dan pengunjung
dapat menikmati setiap gerak-gerik burung yang ada. Pada area rawa terbuka juga
disediakan terucuk kayu dan bongkahan batang pohon untuk bertengger burung
setelah aktivitas makan atau mandi. Papan intip berukuran 2.5x3x0.2 m, dengan
material kayu atau bahan lain yang dibuat menyerupai kayu sehingga
keberadaannya tidak terlalu ekstrim untuk kehidupan satwa pada tapak. Dekat
papan intip terdapat papan interpretasi mengenai burung yang mungkin dapat
dijumpai pada lokasi tersebut. Selain itu juga tersebar beberapa papan informasi
mengenai kawasan.
Gambar 28. Ilustrasi Pengamatan Burung Melalui Papan Intip dan Terucuk
Tampak Samping
Alternatif 1
Alternatif 2
Gambar 29. Ilustrasi Pengamatan burung Melalui Menara Pandang
87
Rencana Daya Dukung
Daya dukung wisata dihitung berdasarkan penggunaan intensif tapak.
Dimana pengunjung benar-benar melakukan aktivitas pada fasilitas yang
disediakan. Kapasitas pengunjung yang dapat ditampung pada tapak adalah untuk
satu kali pemakaian pada saat yang bersamaan. Daya dukung tapak 5.250
orang/kunjungan. Sedangkan daya dukung wisata sebesar 2.021 orang/hari,
dengan rata-rata waktu kunjungan setiap kelompok adalah 120 menit untuk paket
wisata I dan 240 menit untuk paket wisata II, jam kunjungan perhari yang
diijinkan adalah 8 jam (09.00-17.00 WIB).
Gambar 30. Ilustrasi Menara Pengamat Sumber: http://images.google.co.id/images?q=wacth+tower&btnG=Cari&hl=id&sa=N&tab=wi
88
Tabel 7. Kebutuhan Ruang dan Daya Dukung
Aktivitas
Fasilitas
Standar Kebutuhan
Ruang (m2/orang)
Satuan
Total Luas
(m2 )
Daya Dukung (Orang) ∑ Luas
(m2)
Penerimaan :
Keluar masuk
Retribusi
Parkir Mobil Kecil dan Sedang
Parkir Bus Wisata
Informasi
Gerbang
Loket/pos
Area parkir 45˚
Area Parkir
Pusat informasi
2
2
16
23
2
1
1
1
1
2
11.7
17.55
675
274
-
11.7
17.55
675
274
110
-
8
23 unit
11 unit
55
Pelayanan :
Melihat-lihat
Makan
Kesehatan
Belanja
Keamanan
Ibadah
Komunikasi
MCK
Persiapan wisata
Berfoto
Jalan Setapak
Café/warung makan
Klinik
Kios cinderamata
Pos jaga
Mushalla
Wartel
Toilet
Ruang persiapan
Studio Foto Mini
2
1.5
-
1.5
2
2
-
2.25
2
-
-
8
1
40
3
1
2
4
1
1
454.5
50.9
21
8.025
7.3
60
16.3
4.9
103.5
21
454.5
407
21
321
22
60
32.6
19.6
103.5
21
227
271
10
214
11
30
16
8
52
15
Wisata :
Jalan-jalan
Diskusi Bersantai Viewing
Interpretasi
Duduk-duduk
Boardwalk
Shelter/gazebo
Menara pandang, Papan intip
Tempat duduk
8
-
-
-
-
-
7
3
-
-
7056.6
30.6
25
-
-
7056.6
214.2
75
-
882
142
50
-
-
Sumber : Gold (1980), Chiara dan Koppelman (1994 dan Douglas (1982).
91
Wa
du
k
La
pa
ng
an
Go
lf
Ap
ar t
em
en
Su
nt e
r G
riy
a P
r ata
ma
Pe
mu
kim
an
Sara
na K
om
unik
asi
Sto
p A
rea
Teru
cuk
Dep
arte
men
Ars
itekt
ur L
ansk
apF
akul
tas
Per
tani
anIn
stitu
t Per
tani
an B
ogor
2006
Di G
amba
rD
irenc
anak
an
Per
enca
naan
Hut
an R
awa
Pay
au u
ntuk
Eko
wis
ata
di K
ota
Bar
u B
anda
r K
emay
oran
, Jak
arta
Site
Pla
nJu
dul G
amba
r
Dis
etuj
uiD
iper
iksa
Tan
ggal
Pem
bim
bing
Pro
f. D
r. Ir
. Nur
haja
ti A
. Mat
tjik,
MS
.
32S
kala
Lege
nda
Gar
du L
istr
ik
Pul
au/D
elta
Sal
uran
Sup
lesi
Rum
ah P
ompa
Sun
gai
Gar
du P
LN
Jala
n R
aya
Raw
a M
angr
ove
Judu
l Stu
diN
o. G
amba
rO
rient
asi
Vegeta
si B
arr
ier
(Naungan
)V
egeta
si B
arr
ier
(Kebis
ingan)
Vegeta
si
Ekso
tis(
Naungan)
Vegeta
si E
ksi
stin
g
Tapak
Vegeta
si R
aw
a
Vegeta
si M
angro
ve
Vegeta
si P
enyangga
Vegeta
si B
am
bu
Gerb
ang M
asu
k
Pers
iapan W
isata
Park
ir
Ru
ang I
nfo
rmasi
Stu
dio
Foto
Min
i
Klinik
Pos
Keam
anan
Kio
s C
indera
mata
Waru
ng M
akan
Mush
alla
Menara
Pandang
Loket
Karc
isPapan
Inti
p
Board
walk
79
93
Pro
gram
Stu
di A
rsite
ktur
Lan
skap
Faku
ltas
Per
tani
anIn
stitu
t Per
tani
an B
ogor
2006
Di G
amba
rD
irenc
anak
an
Per
enca
naan
Hut
an R
awa
Pay
au u
ntuk
Eko
wis
ata
di K
ota
Bar
u B
anda
r Kem
ayor
an, J
akar
taD
etil
Rua
ng P
elay
anan
Judu
l Gam
bar
Dis
etuj
uiD
iper
iksa
Tan
ggal
Pem
bim
bing
Pro
f. D
r. Ir.
Nur
haja
ti A
. Mat
tjik,
MS
.
35S
kala
1000
2000
Lege
nda
Judu
l Stu
diN
o. G
amba
rO
rient
asi
81
Vegeta
si B
arr
ier
(Naungan)
Vegeta
si B
arr
ier
(Kebis
ingan)
Vegeta
si
Ekso
tis(
Naungan)
Vegeta
si B
arr
ier
(Naungan)
Vegeta
si E
ksi
stin
g
Tapak
Vegeta
si M
angro
ve
Vegeta
si P
enyangga
Vegeta
si B
am
bu
Vegeta
si M
edia
n
Vegeta
si k
ori
dor
Park
ir K
endara
an
Sedang/K
eci
l
Park
ir B
is W
isata
Waru
ng M
aka
nStu
dio
Foto
Min
i
Ruang info
rmasi
Relie
f K
aw
asa
n
Pos
Keam
anan
Ruang P
ers
iapan
Wis
ata
Klin
ik
Sara
na K
om
unik
asi
Kio
s C
indera
mata
Toile
t
Mush
alla
Wid
uriy
ani D
arm
awan
A 3
4201
013
Wid
uriy
ani D
arm
awan
A 3
4201
013
Gar
du L
istri
k
Pul
au/D
elta
Sal
uran
Sup
lesi
Rum
ah P
ompa
Sun
gai
Gar
du P
LNJe
mba
tan
Raw
a M
angr
ove
Jala
n In
spek
si
94
KESIMPULAN dan SARAN
Kesimpulan
• Pemanfaatan HRP Kemayoran sebagai salah satu alternatif wisata di
Jakarta harus tetap memperhatikan daya dukung ekologis tapak,
mengingat kondisi HRP Kemayoran berupa lahan basah dan kepekaan
sumber daya alamnya terhadap kehadiran dan aktivitas pengunjung.
Wisata yang dikembangkan merupakan wisata ekologis (ekowisata) yang
mencerminkan wawasan lingkungan dan mengikuti kaidah keseimbangan
dan kelestarian yang bertujuan mengintegrasikan tujuan konservasi alam
dengan tujuan pembangunan ekonomi dengan melibatkan masyarakat
lokal.
• Kondisi hutan telah mengalami kerusakan tingkat sedang, sehingga
diperlukan upaya rehabilitasi hutan sebagai langkah awal penataan ruang
untuk kegitan wisata ekologis yang berkelanjutan.
• Program ruang terdiri dari ruang wisata, ruang penyangga dan ruang
pelayanan. Ruang wisata (65%) merupakan ruang terbesar dimana terdapat
vegetasi alami khas hutan rawa mangrove dan habitat satwa terutama
burung, ruang penyangga (20%) adalah ruang yang ditujukan untuk
perlindungan objek dan atraksi wisata utama dari aktivitas berlebih
pengunjung dan aktivitas masyarakat, sedangkan ruang pelayanan (15%)
adalah ruang untuk mengakomodasikan kebutuhan pengunjung dan
kebutuhan ekonomi masyarakat.
• Konsep wisata yang dikembangkan merupakan wisata pasif interpretatif
terbatas, baik aktivitas wisata pendidikan maupun non pendidikan.
Sehingga selain memberikan hiburan, kawasan juga berguna untuk
memberikan informasi, pengetahuan dan pengalaman pengunjung pada
sumber daya sesungguhnya di alam. Aktivitas wisata diarahkan pada
aktivitas kelompok dengan pembatasan waktu kunjungan dan lebih
berorientasi pada jalur.
• Pengunjung berkeliling mengikuti jalur yang ada untuk menginterpretasi
flora (arsitektur pohon, pengelompokan vegetasi, warna daun, warna buah
95
dan bunga, kerindangan, jenis dan kekhasan vegetasi) dan fauna (jenis
satwa, kekhasan, waktu terlihat, prilaku, estetika satwa, penyebaran,
warna, keunikan, kelangkaan dan musim kawin) yang terdapat dalam
HRP.
Saran
• Dalam upaya pengembangan suatu kawasan wisata hendaknya
memperhatikan daya dukung tapak, sehingga keseimbangan ekosistem
yang menunjang kelestarian tapak sebagai tujuan dari perencanaan dapat
tercapai.
• Peran serta pemerintah baik daerah, swasta, maupun pengembang terhadap
kawasan HRP kemayoran sangat penting untuk menghindari konflik
penggunaan lahan. Selain itu pengelolaan kawasan tetap
mengikutsertakan masyarakat sekitar untuk keberlanjutan kawasan wisata
ekologis.
• Perlu adanya manajemen pengunjung kawasan untuk menjaga kelestarian
tapak sesuai dengan daya dukung.
96
DAFTAR PUSTAKA
Adhikerana, A.S.1999. Ekowisata di Indonesia; Antara Angan-angan dan Kenyataan. Makalah Seminar Pengembangan Industri Pariwisata di Indonesia. Bandung. 10 hal.
Arief, A. 2001. Hutan dan Kehutanan. Kanisius. Yogyakarta. 83 hal. Bahar, A. 2004. Kajian Kesesuaian dan Daya Dukung Ekowisata Mangrove untuk
Pengembangan Ekowisata Gugus Pulau Tanakeke Kepulauan Takalar, Sulawesi Selatan. Tesis. Pascasarjana IPB. Bogor. 159 hal.
Balai Penelitian Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD), 1999.
http://bplhd.jakarta.go.id/info/nkld/1999/Docs/Buku-/docs%5C23_10.htm. (23 September 2005).
__________________________________________________________, 2002.
http://bplhd.jakarta.go.id/info/nkld/2002/Docs/Buku-I/docs/3-3155.htm (23 September 2005).
Bengen, D.G dan Luky Adrianto. 1998. Strategi Pemberdayaan Masyarakat dalam
Pelestarian Hutan Mangrove. Makalah Lokakarya Jaringan Kerja Pelestarian Mangrove. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Kelautan IPB. Pemalang, 12-13 Agustus 1998. 22 hal.
Bengen, D. G. 1999. Pengenalan dan Pengelolaan Ekosistem Mangrove. Pusat
Kajian Sumberdaya Pesisr dan Kelautan. IPB. Bogor. 56 hal. Bengen, D.G. 2002. Pengembangan Konsep Daya Dukung dalam Pengelolaan
Lingkungan Pulau-Pulau Kecil [laporan akhir]. Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup dan Fakultas Perikanan dan Kelautan IPB. Bogor. 25 hal.
Brooks, R. G. 1988. Site Planning (Environment, Procces and Development.
Prentice Hall Career & Technology). Englewood Cliffs. New Jersey. 322p. Carpenter, P. L., Theodore D. Walker, and Frederick O. Lanphear. 1975. Plants in
the Landscape. W. H Freemand and Co,. San Francisco. 480 p. Chiara, J dan L.E. Koppelman. 1997. Standar Perencanaan Tapak (Terjemahan).
Penerbit Airlangga, Jakarta. 379 p. Claridges, CP dan GF Hughes Zuwendra. 1991. Pedoman Perlingkupan Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan di Lahan Basah Indonesia. Dirjen Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam. 173 hal.
97
Clawson, M. and J.L Knetsch. 1966. Economics of Outdoor Recreation. The Hopkins Press. Baltimore. USA. 328 p.
Dinas Pertanian dan Kehutanan DKI Jakarta. 2002. Prosiding Seminar Mangrove
DKI Jakarta. Konservasi dan Rehabilitasi sebagai Upaya Pelestarian Ekosistem Mangrove DKI Jakarta. 21 hal.
Direktorat Jenderal Pembangunan Daerah Depdagri. 2000. Pedoman Umum Pengembangan Ekowisata Daerah. Departemen Dalam Negeri RI. Jakarta. 18 hal.
Douglass, R.W. 1992 Forest Recreation. Pergamon Press. New York. 326 p. DP3KK, 2001. Kota Baru Bandar Kemayoran. Jakarta. 71 hal. (tidak
dipublikasikan). Gold, S. M. 1980. Recreation Planning and Design. McGraw Hill Book Co. New
York. 322 p. Gunn, C. A. 1994. Tourism Planning; Basics, Concept, Cases. Taylor and Francis.
Washington. 460 p. Holden, A. 2000. Environment and Tourism. Routledge Introductions to
Environment Series. Taylor and Francis, New York. 225 p. Knudson, J.D. 1980. Outdoor Recreation. MacMillan Pub. Co., Inc. New York.
815 p. Kusmana, C., Sri Wilarso, Iwan Hilwan, Prijanto Pamoengkas, Cahyo Wibowo,
Tatang Tiryana, Adi Triswanto, Yunasfi dan Hamzah. 2003. Teknik Rehabilitasi Mangrove. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 181 hal.
Labahi, P. A dan I Nyoman Udiana. 2004. Potensi Ekowisata di Kawasan
Konservasi. Buletin ANOA (Merajut Citra Konservasi). Balai Konservasi Sumber Daya Alam Sulawesi Tenggara. Edisi IV tahun 2004. 20 hal.
Laurie, M. 1986. An Introduction to Landscape Architecture (terjemahan).
American Elsevier Publishing Co, Inc. New York.134 p. Mardiastuti, A. dan Imanuddin. 2003. Ekologi Bangau Bluwok Mycteria cinerea
di Pulau Rambut, Jakarta. Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan, Fakultas Kehutanan. IPB. Bogor. 58 hal.
Mardiastuti, A. 2005. The Challenge of Wildlife Reserve Near Metropolitan Area Pulau Rambut, Jakarta Bay, Indonesia.
98
http://www.cerc.columbia.edu/training/forum_01cs/AniMardiastuti1CS.html. (23 September 2005).
Menteri Negara Lingkungan Hidup. 2005. Konvensi Ramsar.
http://www.menlh.go.id/kli/?aksi=konvensi&idkonv=7 (23 September 2005).
Muntasib, E.K.S. H. 2005. Pengembangan Ekowisata Indonesia dalam Rangka
Meningkatkan Devisa Negara dari Sektor Pariwisata. Prosiding Seminar Ekowisata, Pekan Ilmiah Kehutanan Nasional 2005. Badan Eksekutif Mahasiswa, Fakultas Kehutanan, IPB. Bogor. 39 hal.
Nainggolan, E. B. 1994. Potensi Kawasan Hutan Angke-Kapuk sebagai Kawasan
Perlindungan Burung Air dan Habitatanya di Wilayah DKI Jakarta. Skripsi. Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan, Fakultas Kehutanan, IPB. 82 hal. (tidak dipublikasikan).
Oni. 1995. Potensi Burung untuk Kegiatan Wisata di Kota Baru Bandar
Kemayoran, Jakarta. Skripsi. Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan, Fakultas Kehutanan, IPB. 96 hal. (tidak dipublikasikan).
Parulian, H. 1995. Tingkat Pencemaran Perairan Mangrove, Non Mangrove dan
Waduk di Hutan Wisata Kota Baru Bandar Kemayoran. Skripsi. Jurusan Konservasi Semberdaya Hutan, Fakultas Kehutanan, IPB. 72 hal. (tidak dipublikasikan).
Purwaningsih, M. S. 1995. Kajian Karakteristik Kawasan Hutan Angke-Kapuk
untuk Pembinaan Habitat Burung Air sebgai Penunjang Kegiatan Wisata di DKI Jakarta. Skripsi. Jurusan Konservasi Semberdaya Hutan. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 100 hal. (Tidak Dipublikasikan).
Siti Nurisjah dan Q. Pramukanto. 1995. Penuntun Praktikum Perencanaan
Lanskap. Program studi Arsitektur Pertamanan Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian IPB. Bogor. 58 hal. (tidak dipublikasikan).
Siti Nurisjah, Q. Pramukanto dan Siswantinah W. 2003. Daya Dukung Dalam
Perencanaan Tapak. Bahan Praktikum Analisis dan Perencanaan Tapak. Program Studi Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. 30 hal. (tidak dipublikasikan).
Siti Nurisjah. 2004. Aspek Hidrologis dalam Analisis Tapak. Program Studi
Arsitektur Lanskap, Departemen Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian IPB. 46 hal. (tidak dipulikasikan).
Subadia, I Made. 2003. Peranan Ekowisata dalam Peningkatan Kualitas
Sumberdaya Alam. Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam. Departemen Kehutanan. 8 hal. Jakarta.
99
Soepardi, G. 1983. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Jurusan Tanah. Fakultas Pertanian, IPB. Bogor. 591 Hal.
Wirawan, N. 1998. Catatan dari Toraja; Pertemuan Nasional Masyarakat
Ekowisata Indonesia. Warta KEHATI. Edisi triwulan Oktober-Desember 1998. 7 hal.
100
LAMPIRAN
Tabel Lampiran 1. Lahan basah di Jawa dan Bali dengan Status Dilindungi (Wibowo dan Suyatno, 1997) No
Nama Lokasi Status
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
Cagar Alam Rawa Danau Cagar Alam Pulau Dua Cagar Alam Pulau Rambut Cagar Alam Muara Angke dan Muara Kamal Telaga Patenggang Leuweng Sancang Cagar Alam Pulau Bawean Cagar Alam Kawah Ijen Merapi Ungup-Ungup Cagar Alam Nusa Barung, Jember Suaka Margasatwa Cikepuh, Sukabumi Suaka Margasatwa Banyuwangi Selatan Taman Nasional Baluran Taman Nasional Meru Betiri Taman Nasional Bali BArat Taman Nasional Ujung Kulon Pananjung Pangandaran Taman Wisata Alam Kemayoran Muara Bobos Mangrove Sedayu
CA CA CA CA CA, TWA CA, HL CA CA CA SM SM TN TN TN TN TWA TWA HL HL
Keterangan : CA: Cagar Alam, SM: Suaka Margasatwa, TN: Taman Nasional, TWA: Taman Wisata Alam, HL: Hutan lindung
101
Tabel Lampiran 2. Potensi Lokasi Objek Wisata Satwa HRP Lokasi Waktu Pengamatan Jenis Satwa yang berpeluang dijumpai
(A/v/AV) I (HRP) 06.00-12.00 Gallinula chloropus (V), Porpyrio porphyrio (V), Porzana
fusca (V), Prinia sp.(AV), Centropus belangensis (V). II (Waduk) 06.00-17.00 Phalacrocorax sulcirotris (V), Phalcarocorax niger (V),
Anhinga melanogaster (V), Egretta intermedia (V), Ardeola speciosa (V), Alcedo coerulescens (AV), Alcedo athis (AV), Halcyon chloris (AV).
III (HRP) 06.00-17.00 Prinia sp. (AV), Sterptopelia chinensis (AV), Disrurus macrocercus (V), Gallinula chloropus (V), Porpyrio porphyrio (V), Porzana fusca (V), Orthothomus sutorius (AV).
IV (HRP) 06.00-17.00 Gallinula chloropus (V), Porpyrio porphyrio (V), Porzana fusca (V), Pynonotus aurigaster (AV), Prinia sp.(AV), Disrurus macrocercus (V), Centropus belangensis (V).
V (Waduk) 06.00-17.00 Phalacrocorax sulcirotris (V), Phalcarocorax niger (V), Anhinga melanogaster (V), Egretta intermedia (V), Ardeola speciosa (V), Alcedo coerulescens (AV).
VI (HRP) 06.00-18.00 Egretta intermedia (V), Phalacrocorax sulcirotris (V), Phalcarocorax niger (V), Anhinga melanogaster (V), Nycticorax nycticorax (V), Rhipidura javanica (V), Gallinula chloropus (V), Porpyrio porphyrio (V), Porzana fusca (V), Gallicrex cinerea (V), Varanus salvator (V), Orthothomus sutorius (AV).
VII (Waduk) 09.00-17.00 Egretta intermedia (V), Phalacrocorax sulcirotris (V), Phalcarocorax niger (V), Anhinga melanogaster (V).
VIII (HRP) 06.00-18.00 Gallinula chloropus (V), Porpyrio porphyrio (V), Porzana fusca (V), Nycticorax nycticorax (V), Rhipidura javanica (V), Ardeola speciosa (V), Alcedo coerulescens (AV), aurigaster (AV), Phalacrocorax sulcirotris (V), Phalcarocorax niger (V), Anhinga melanogaster (V), Alcedo athis (AV).
IX (HRP) 06.00-17.00 Prinia sp.(AV), Pynonotus aurigaster (AV), Rhipidura javanica (V).
X (HRP) 06.00-18.00 Ardeola speciosa (V), Alcedo coerulescens (AV), Egretta intermedia (V), Gallicrex cinerea (V), Prinia sp.(AV), Rhipidura javanica (V), Pynonotus aurigaster (AV), Nycticorax nycticorax (V), Phalacrocorax sulcirotris (V), Phalcarocorax niger (V), Anhinga melanogaster (V), Varanus salvator (V), Alcedo athis (AV), Halcyon chloris (AV).
XI 06.00-18.00 Passer montanus (AV), Cisticola juncidis (A), Sterptopelia chinensis (AV).
XII (Waduk) 06.00-17.00 Phalacrocorax sulcirotris (V), Phalcarocorax niger (V), Anhinga melanogaster (V), Egretta intermedia (V), Apus affinis (V).
Sumber:Oni (1995), DP3KK, Pengamatan. Keterangan: interpretasi Audio (A), Visual (V). Audiovisual (AV).
102
Tabel Lampiran 3. Potensi Lokasi Objek Wisata Vegetasi HRP Lokasi Jenis vegetasi
(HRP_rawa) Pohon:
Soneratia caseolaris, Avicenia marina,
Semak dan alang-alang:
Ipomea sp., Acrostichum aureum,
Pluchea indica, Cypirus papyrus
(HRP_Mangrove) Pohon:
Avicenia marina, Avicenia alba,
Sonneratia alba, Soneratia caseolaris,
Bruguiera sp., Callophyllum inophyllum.
Semak dan alang-alang:
Acrostichum aureum, Acanthus
ilicifolius, Pluchea indica, Imperata
cylindrica, Cypirus papyrus, thespia
populnea, Passiflora foetida,
(HRP_terestrial) Terminalia cattapa, Musa paradisiaca,
Samanea saman.
103
Tabel Lampiran 4. Ilustrasi Objek Wisata Burung HRP Kemayoran.
Objek dan Atraksi Ciri-ciri Dijumpai Waktu terlihat Keterangan
Ardeola Speciosa (Blekok Sawah, Ardeidae)
Berukuran sedang (45), berwarna coklat suram dan bagian bagian bawah putih. Makanan: ikan, kodok, serangga air, berudu.
HRP: Pohon Tajuk Bawah, Terucuk dan tanah atau lumpur.
06.00-17.00 Istirahat, bertengger, makan dan berkicau.
Paket Wisata 1,2
Nycticorax nycticorax (Kowak Maling, Ardeidae)
Ukuran sedang, (60), berwarna hitam putih, kaki kuning, Makanan: Ikan, kodok, serangga, ular kecil, tikus kecil, cecurut.
HRP (mangrove): Pohon Tajuk Atas, Terucuk,
06.00-18.00 Istirahat, bertengger.
Paket Wisata 2
Prinia sp. (Prenjak, Sylvidae)
Prenjak berukuran kecil (18), berwarna coklat bergaris diatas mata warna kuning. Makanan serangga.
HRP Pohon atjuk atas dan bawah, semak/perdu,
06.00-17.00 Makan, istirahat, berkicau.
Paket Wisata 1,2
Phalacrocorax sulcirotris (Pecuk Hitam, Phalacrocoracidae)
Ukuran sedang (62), berwarna hitam. Makanan: ikan,
HRP Pohon Tajuk atas, Terucuk, Air.
06.00-17.00 Istirahat, makan, berenang.
Paket wisata 1,2
Phalcrocorax niger (Pecuk Kecil, Phalacrocoracidae).
Berukuran lebih kecil, (50), berwarna kecil. Makanan: ikan.
HRP, Waduk. Pohon Tajuk
10.00-16.00 Istirahat,
Paket Wisata 1,2
104
Objek dan Atraksi Ciri-ciri Dijumpai Waktu terlihat Keterangan
atas, Terucuk, Air
makan dan berenang.
Anhinga melanogaster (Pecuk Ular, Ardeidae)
Berukuran panjang(84), leher meliuk-liuk seperti ular,berwarna putih hitam. Makanan: ikan.
HRP, Waduk. Pohon Tajuk atas, Terucuk, Air
10.00-16.00 Istirahat, makan dan berenang.
Paket Wisata 1, 2
Gallinula chloropus (Mandar Batu, Rallidae)
Ukuran sedang, warna hitam putih, bersifat akuatik. Makanan: serangga kecil, pucuk daun muda, dan dedaunan.
HRP Pohon Tajuk bawah, tanah/lumpur, air.
Berlindung, Makan, istirahat.
Paket Wisata 1,2
Rhipidura javanica (Kipasan, Monarchidae)
Berukuran sedang (19), warna ekor putih dan hitam, banyak bergerak sambil mengipas-kipaskan ekor dan berjungkir balik. Dan terus bersuara.
HRP (mangrove) Pohon Tajuk atas dan bawah, Terucuk, Air.
06.00-17.00 Istirahat, makan, berkicau.
Paket wisata 1,2
Streptopelia chinensis (Tekukur, Columbidae).
Berukuran sedang (30), warna agak merah jambu, saat terbang ujung ekor berwarna putih. Mempunyai bintik-bintik halus pada leher.
Semak Pohon tajuk atas.
06.00-18.00 Istirahat
Paket Wisata 1,2
Lanjutan Tabel Lampiran 4.
105
Objek dan Atraksi Ciri-ciri Dijumpai Waktu terlihat Keterangan
Egretta intermedia (Kuntul Perak Kecil, Ardeidae).
Berukuran (67-71), berwarna putih. Hidup berkelompok maupun soliter Makanan: ikan, kodok, serangga air dan belalang.
HRP Pohon tajuk atas, tanah/lumpur.
Istirahat, makan dan berenang.
Paket Wisata 1, 2
Gallicrex cinerea (Ayam-ayaman, Rallidae)
Berukuran vesar (40), berwarna coklat kuning tua. Paruh pendek berwarna hijau dan bergaris halus pada bagian bawah. Makanan: Pucuk daun yang lembut, biji rerumputan dan tumbuhan air, serangga dan molusca.
HRP tanah/lumpur
Berlindung, Makan, istirahat.
Paket Wisata 2
Porpyrio porphyrio (Mandar Besar, Rallidae)
Berukuran besar (42), bertubuh tegap. Berwarna biru keunguan paruh pendek dan kokoh berwarna merah, bulu seluruhnya hitam berkilat ungu dan hijau kecuali penutup ekor berwarna putih. Makanan: Rerumputan dan tunas-tunas rumput rawa, serangga dan molusca.
HRP Pohon Tajuk bawah, tanah/lumpur, air.
Berlindung, Makan, istirahat.
Paket wisata 1,2
Porzana fusca (Mandar Merah, Rallidae)
Berukuran kecil (21), berwarna coklat kemerahan dengan paruh pendek, kepala dan dada coklat. Dagu putih. Bagian atas coklat kemerahan, perut dan bawah ekor kehitaman bergaris putih. Mengunjungi belukar sepanjang payau dan danau. Makanan: Cacing, serangga.
HRP Pohon Tajuk bawah, tanah/lumpur, air.
Berlindung, Makan, istirahat.
Paket Wisata 1,2
Centropus bengalensis (Bubut Alang-alang, Curculidae).
Berukuran agak besar (42), coklat kemerahan dan hitam, ekor panjang. Mencari makan ditanah atau terbang jarak pendek mengepak rendah diatas vegetasi. Makanan: Ulat, laba-laba, belalang dan serangga lainnya.
HRP
Istirahat, makan dan berenang.
Paket Wisata 1, 2
Lanjutan Tabel Lampiran 4.
106
Objek dan Atraksi Ciri-ciri Dijumpai Waktu terlihat Keterangan
Apus affinis (Kepinis rumah, Apodidae)
Berukuran menengah (15), berwarna agak hitam dengan keromgkongan dan tungging putih, ekor sedikit bercelah. Berkelompok. Makanan: Serangga terbang yang kecil-kecil.
HRP Tanah dan udara
Terbang, Makan.
Paket Wisata 2
Alcedo athis (Raja Udang, Alcedinidae)
Berukuran sangat kecil (15), berwarna biru menyala kemerahan. Tubuh bagian atas berkilat kehijauan, bagian bawah jingga kemerahan dagu putih.bintik putih pada sisi leher, sering didekat aliran air tawar dan rawa bakau, daerah terbuka. Makanan: Ikan, udang dan serangga.
HRP Pohon Tajuk bawah, terucuk.
istirahat. Paket wisata 1,2
Alcedo coerulescens ( Raja Udang Biru, Alcedinidae)
Berukuran sangat kecil (14), berwarna biru dan putih, tubuh bagian atas dan dada bergaris berkilat biru kehijauan, mahkota dan penutup sayap bergaris hitam kebiruan. Bertengger pada pohon tepi sungai, payau dan hutan bakau, menyelam mencari ikan. Makanan: Ikan kecil, serangga kecil dan krustase
HRP Pohon Tajuk bawah, terucuk.
Istirahat. Paket Wisata 1,2
Halcyon chloris (Cekakak, Alcedinidae)
Ukuran sedang (24) warna putih dan biru besih. Mahkota, sayap, punggung dan ekor biru kehijauan berkilau terang, garis hitam melalui mata, berbintik putih diatas paruh. Makanan: Kadal, serangga besar, katak, ulat kecil dan cacing.
HRP
Istirahat, makan .
Paket Wisata 2
Hirundo rustica (Layang-layang Asia, Hirundinidae)
Berukuran sedang (20) termasuk bulu ekor yang memanjang, Tubuh bagian atas biru baja, dada kemerahan denga tepi bergaris biru. Perut putih. Bertengger pada ranting mati yang ringan, tonggak.
Terbang, Makan.
Paket Wisata 1, 2
Lanjutan Tabel Lampiran 4.
107
Objek dan Atraksi Ciri-ciri Dijumpai Waktu terlihat Keterangan
Makanan; Serangga kecil yan ditangkap saat terbang.
Pynonotus aurigaster (Kutilang, Pycnonotidae)
Berukuran sedang (20), bertopi hitam dengan tungging kepuihan dan perut bawah jingga. Berkelompok, aktif dan ribut, kadang bercampur dengan kelompok campuran atau Srigunting. Makanan: Buah kecil-kecil dan serangga.
HRP Pohon Tajuk atas.
Makan, berkicau, istirahat.
Paket wisata 2
Cisticola juncidis ( Cici padi, Sylviae)
Berukuran kecil (10), bergaris coklat dengan tungging kuning tua agak merah, ujung putih yang khas pada ekor. Bagian bawah lebih putih lagi. Makanan: Serangga kecil.
HRP udara
Terbang, berkicau
Paket Wisata 1,2
Orthotomus sutorius (Cinenen biasa, Sylvidae)
Berukuran kecil (10) dengan mahkota, kemerahan, perut putih dan ekor panjang tegak, bagian sisi kepala kemerahan, pada tengkuk menjadi coklat. Biasa menetap pada bagian bawah atau pada tempat tertutup rapat. Makanan Kumbang, ulat, serangga kecil dan telurnya.
HRP
Paket Wisata 2
Passer montanus (Burung Gereja, Estrillidae)
Berukuran sedang (14), berwarna coklat dengan garis mata dan mahkota coklat. Bagian bawah kuning tua agak abu, tubuh bagian atas berbintik coklat diselingi lurik putih hitam. Makanan: Bulir rumput, butir padi, buah kecil, serangga.
HRP Semak/perdu
Terbang, Makan, istirahat.
Paket Wisata 1, 2
Disrurus macrocercus (Srigunting hitam, Disciridae)
Berukuran lebih kecil (29), seluruhnya berwarna hitam tapi tidak berkilau. Paruh relatif kecil, ekor sangat panjang dan menggarpu sangat dalam, sering menyudut aneh dengan badannya jika angin kuat. Makanan: Capung, belalang, kumbang, rayap dan kupu-kupu.
HRP Pohon Tajuk atas.
Makan, berkicau, istirahat.
Paket wisata 2
Lanjutan Tabel Lampiran 4.
Sumber: Oni (1995)
108
Tabel Lampiran 5. Ilustrasi Objek Wisata Vegetasi HRP Kemayoran.
Objek dan Atraksi Ciri-ciri
Avicennia marina (Api-api)
Pohon, buah seperti namnam bulat pepat, kulit batang coklat muda. Tinggi 30 m, akar nafas tegak dengan lentisel, daun permukaan atas berbintik, elips dan meruncing. Buah agak membulat, hijau keabuan. Terdapat di HRP mangrove.
Avicennia alba (Api-api)
Pohon, mangrove yang tumbuh cepat, baik untuk regenarasi, tinggi 25 m, akar pneumotophore/nafas, daun mengkilat dan berlilin, bunga kuning, buah berupa kapsul datar berisi satu biji.
Sonneratia alba (Pedada)
Pohon, tinggi 15 m, batang berwarna krem hingga coklat dengan garis vertikal terang, akar pneumotophore dengan ujung corong, daun bulat. Bunga putih, mekar hanya untuk satu malam, buah hijau (4cm), dengan dasar berbentuk bintang, berisi 100-150 biji yang kurus.
Achantus ilicifolius (Jeruju hitam)
Semak, terjurai kepermukaan tanah, gaka berkay, tinggi 2m, daun berduri dengan permukaan yang halus, mahkota bunga biru muda hingg aungu lembayung, warna buah hijau, bulat lonjong sperti melinjo. Ekologinya dekat dengan mangrove, jarang tumbuh didaratan.
Calophyllum inpphyllum (Nyamplung)
Pohon berwarna gelap, daun rimbun, tinggi 10-30m, bergetah. Daun berurat dan mengkilap berbentuk elips, bunga menggerombol, dan menggantung. Buah berbentuk bulatdengan tempurung yang kuat. Tumbuh dekat mangrove atau daerah transisi.
Acrostichum aureum (Paku laut)
Ferna berbentuk tandan ditanah, tinggi 4 m,bagian bawah daun penuh dengan spora, berduri, berwarna hitam. Tanpa akar permukaan
Bruguiera cylindrica (Tanjang putih)
Pohon selalu hijau, berakar lutut dan akar papan, tinggi 23 m. kulit kayu abu-abu dan berlentisel. Daun elips, ujung agak meruncing. Bunga putih-coklat. Buah silindris memanjang. Ujungnya hijau keunguan. Tumbuh dibelakang zona avicenia tumbuh pada tanah liat.
109
Lanjutan Tabel Lampiran 5. Objek dan Atraksi Ciri-ciri
Bruguiera gymnorrhiza (Tanjang merah)
Pohon selalu hijau, tinggi 30 m, kulit kayu ada lentisel, akar papan melebar kesamping, dan beberapa akar lutut. Daun hijau kekuningan pada bagian bawah, bentuk elips ujung meruncing. Bunga panjang bergelantungan, berwarna putih-coklat pada mahkota dan kelopak merah.buah melingkar spiral. Akar lutut.
Passiflora foetida (Bunga pulir)
Terna meramabat, panjang 1.5-5 m, dengan alat pembelit spiral. Daun hijau kekuningan dan mengkilat dengan rambut halus. Bunga putih-ungu pucat. Buah seperti kelereng atau agak lonjong.
Terminalia cattapa (Ketapang)
Pohon meluruh, tinggi 10-35m, daun lebar dan berurat, daun beruabah merah saat rontok, bunga berwarna putih atau hijau pucat. Buah seperti almond.
Thespia populnea (Waru laut)
Pohon dengan tinggi 2-10 m, daun tebal, berkulit dengan permukaan yang halus, berbentuk hati dan meruncing. Bunga sperti lonceng, kuning muda-jingga gelap berisi cairan. Buah bulat bersegmen. Tumbuh dibelakang zona avicenia tumbuh pada tanah liat.