PERCOBAAN IV (Analisis Gravimetri)
Click here to load reader
Transcript of PERCOBAAN IV (Analisis Gravimetri)
ABSTRAK
Percobaan Analisis Gravimetri ini bertujuan menentukan Cu dalam Tembaga Sulfat
Pentahidrat, menentukan jumlah besi sebagai besi (III) oksida serta memahami prosedur dan
aplikasi metode gravimetri dalam suatu teknik analisis. Percobaan ini menggunakan metode
pengendapan, penguapan, pemanasan, dan penyaringan. Prinsip percobaan ini adalah
berdasarkan hasil kali kelarutan yaitu dengan mereaksikan CuSO4.5H2O dengan H2SO4 sehingga
terbentuk endapan CuSO4 dan mereaksikan Fe dengan 2 HCl sehingga dapat menentukan jumlah
Fe(III) oksida. Endapan Cu yang diperoleh dalam CuSO4. 5H2O diperoleh sebanyak………..
gram dengan rendemen Cu adalah ………….Massa besi sebagai besi (III) oksida sebanyak
gram dan rendemennya adalah……….
PERCOBAAN IV
ANALISIS GRAVIMETRI
I. TUJUAN PERCOBAAN
1.1 Menentukan Cu dalam Tembaga Sulfat Pentahidrat.
1.2 Menentukan jumlah besi sebagai Besi (III) Oksida.
1.3 Memahami prosedur dan aplikasi metode gravimetri dalam suatu teknik analisis.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Analisis Gravimetri
2.1.1 Pengertian Analisis Gravimetri
Analisis gravimetri adalah suatu cara analisis kuantitatif yang bertujuan untuk
menentukan jumlah suatu zat atau komponen zat, dimana analit direaksikan dan hasil
reaksi ditimbang untuk menentukan jumlah zat atau komponen zat yang dicari.
Analisa gravimetri biasanya berdasarkan reaksi kimia seperti :
aA + rR AaRr
dengan ketentuan a adalah molekul analit A, bereaksi dengan satu molekul pereaksi R.
Hasil AaRr biasanya merupakan zat dengan kelarutan yang kecil yand dapat ditimbang
setelah dikeringkan atau yang dapat dibakar menjadi senyawa lain dengan susunan
yang diketahui dan kemudian ditimbang.
( Harjadi, 1993 )
2.1.2 Syarat keberhasilan analisis gravimetri
1. Proses pemisahan harus cukup sempurna hingga kuantitas analit yang tidak
mengendap secara analit tidak ditemukan.
2. Zat yang ditimbang harus mempunyai susunan tertentu dan harus murni atau
hampir demikian, jika tidak maka hasil yang diperoleh kurang maksimal.
( Underwood, 1988 )
2.1.3 Metode-metode Analisis Gravimetri
Berdasarkan proses pemisahan maka dikenal macam metode penetapan gravimetri :
1. Metode Pengendapan
Zat yang ditetapkan kadarnya diukur dengan seksama, dilarutkan, kemudian
diendapkan dengan pereaksi tertentu. Zat ini mengndap apabila harga Ksp belum
terampaui. Endapan yang terjadi dipisahkan dengan fosfat.
2. Metode Evaporasi
Komponen zat yang ditetapkan kadarnya dengan penguapan atau pemanasan, berat
komponen yang menguap adalah perbedaan dari berat penimbangan zat yang
ditetapkan kadarnya dengan pemanasan pada susu 105 0C dan penetapan CO2
dengan pemijaran pada suhu yang lebih.
3. Metode Penyaringan
Komponen zat yang ditetapkan kadarnya dicari dengan pelarut yang spesifik
dimana sari yang diperoleh diuapkan hingga bobotnya tetap.
4. Metode Elektrogravimetri
Didasarkan pada pelapisan zat pada elektroda melalui proses elektrolisis. Berat
lapisan yang merupakan komponen zat yang ditetapkan kadarnya adalah selisih dari
penimbangan elektroda sebelum dan sesudah elektrolisis.
( Khopkar, 1990 )
2.1.4 Stoikiometri Reaksi Gravimetri
Salah satu hukum dasar adalah kekekalan massa dimana massa tidak dapat diciptakan
atau dimusnahkan. Bila hukum ini digunakan dalam reaksi kimia, maka massa total
dari produk harus sama dengan massa total reaktan. Hubungan antara kuantitas produk
dan reaktan sangat penting karena berguna untuk :
1. memperkirakan jumlah reaktan yang diperlukan untuk menghasilkan sejumlah
produk tertentu.
2. menafsirkan hasil reaksi kimia.
3. memilih cara paling ekonomis dalam melakukan suatu proses komersial.
Dalam prosedur gravimetri yang lazim, suatu endapan ditimbang dan dari nilai bobot
analit dalam sampel dihitung persentase analit adalah
Untuk menghitung bobot analitnya dari bobot endapan, sering digunakan factor
gravimetri. Faktor ini didefinisikan sebagai berapa gram dalam 1 gram ( atau
ekivalennya - 1 gram ) endapan. Perkalian bobot endapan P dengan faktor gravimetri
memberikan banyaknya analit dalam gram dalam sample.
Bobot A = bobot P x faktor gravimetri
maka
( Underwood, 1999 )
2.1.5 Syarat Endapan Gravimetri
1. Kesempurnaan Pengendapan
Pada pembuatan endapan harus diusahakan kesempurnaan pengendapan dengan kata
lain, kelarutan endapan dibuat sekecil mungkin. Hal ini dapat dicapai dengan
mengatur faktor-faktor kelarutan, diantaranya : sifat endapan yang dapat dilihat dari
Ksp-nya, pemberian ion pengendap yang berlebih, pada umumnya dalam suhu tinggi
kelarutan endapan lebih besar dari suhu rendah, kepolaran larutan.
2. Kemurnian Endapan
Endapan murni ialah endapan yang bersih artinya tidak mengandung molekul-
molekul lain (zat-zat lain yang biasanya disebut “pengotor” atau “kontaminan”).
Pengotor oleh zat-zat lain mudah terjadi karena endapan timbul dari larutan yang
berisi macam-macam zat.
3. Susunan Endapan
Endapan harus mengandung susunan konstan dan tertentu atau endapan yang
kemudian dapat diubah menjadi zat yang komposisinya tertentu.
4. Endapan yang kasar
Endapan kasar yaitu endapan yang butir-butirnya tidak kecil, halus, melainkan besar.
Hal ini penting untuk kelancaran penyarinagn dan pencucian endapan. Endapan yang
disaring akan menutupi pori-pori kertas saring, bila endapan halus maka butir-butir
endapan itu dapat masuk ke dalam pori-pori.
5. Endapan yang bulky
Endapan yang dengan volume atau berat yang besar, tetapi berasal dari analat yang
sedikit.
6. Endapan yang spesifik
Pereaksi yang digunakan hanya dapat mengendapkan komponen yang dianalisa.
( Harjadi, 1993 )
2.2 Hasil Kali Kelarutan (Ksp)
Larutan jenuh suatu garam, yang juga mengandung garam tersebut yang tidak terlarut,
dengan berlebihan, merupakan suatu sistem kesetimbangan terhadap mana hukum
kegiatan massa dapat diberlakukan. Misalnya, jika endapan perak klorida ada dalam
dalam kesetimbangan dengan larutan jenuhnya.
Maka kesetimbangan yang berikut terjadi :
AgCl Ag+ + Cl-
Ini merupakan kesetimbangan heterogen karena AgCl ada dalam fase padat, sedangkan
ion-ion Ag+ dan Cl- ada dalam fase terlarut. Tetapan kesetimbangan dapat di tulis :
Konsentrasi perak klorida dalam fase padat tak berubah, dan karenanya dapat dimasukkan
ke dalam suatu tetapan baru, Ksp, yang dinamakan hasil kali kelarutan.
Ksp = [Ag+][Cl-]
( Vogel, 1990 )
Hasil kali kepekatan ion-ion penyusun senyawa sukar larut dipangkatkan dengan faktor
stereokimianya merupakan harga tetapan pada suhu tertentu untuk jenis larutan yang
punya susunan tertentu, makin besar kepekatan suatu ion. Terbentuk endapan dapat
diramalkan dari kepekatan ion-ion penyusunnya. Jika hasil kali kelarutan kepekatan ion-
ion dalam larutan lebih besar dari kelarutan maka endapan akan terbentuk.
( Rivai, 1995)
2.3 Pengendapan
Endapan terjadi melalui dua proses, pada proses pertama terbentuk zarah-zarah yang
kecil ( 1-100 nm ) yang disebut inti. Sedangkan pada proses kedua, inti-inti tersebut
tumbuh menjadi zarah-zarah yang lebih besar. Inti-inti tersebut tidak muncul segera
setelah zat pengendap ditambahkan ke dalam larutan zat yang akan diendapkan, tapi
hampir selalu ada imbas yakni massa antara penambahan zat pengendap dan munculnya
endapan. Massa imbas berbeda untuk setiap endapan, ada yang cepat dan ada yang lama.
Inti-inti tumbuh menjadi zarah-zarah yang lebih besar dengan berbagai cara, tergantung
dari kelarutan endapan dan keadaan pengandapan. Bila kelarutan endapan tidak begitu
rendah, maka pada permukaan zat pengendap selanjutnya sangat sedikit inti baru
terbentuk.
Endapan yang diperoleh berbentuk hablur kasar, yang agak murni dan cocok untuk
pengolahan selanjutnya. Bila kelarutan endapan sangat rendah, sejumlah besar inti baru
akan terbentuk selama proses penambahan zat pengendap. Endapan yang diperoleh
berbentuk hablur halus atau bahkan endapan yang tak terbentuk.
( Rivai, 1995 )
2.3.1 Proses Pengendapan
Apabila tetapan hasil kali kelarutan suatu senyawa dilampaui dan pengendapan mulai
terjadi, maka sejumlah partikel kecil disebut inti telah terbentuk. Pengendapan
selanjutnya akan berlangsung pada partikel-partikel yang terbentuk, dengan makin
bertumbuhnya partikel dalam ukurannya, sehingga cukup besar untuk turun ke dasar
larutan. Distribusi ukuran partikel endapan ditentukan oleh kecepatan relative dari
kedua proses yaitu pembentukan inti yang disebut nukleasi dan pertumbuhan inti.
Jika laju nukleasi kecil dibanding laju pertumbuhan dari ini, sedikit partikel pada
akhirnya dihasilkan dan partikel-partikel mempunyai ukuran relatif besar. Material
demikian lebih mudah disaring dan biasanya lebih murni dari keadaannya dengan
partikel kecil.
( Underwood, 1988 )
2.3.2 Kelarutan Endapan
Endapan adalah zat yang memisahkan diri sebgai suatu fase padat keluar dari larutan.
Endapan dapat berupa kristal, koloid. Endapan terbentuk jika larutan menjadi terlalu
jenuh dengan zat yang bersangkutan. Kelarutan suatu endapan adalah sama dengan
konsentrasi molar dari larutan jenuhnya.
Kelarutan dipengaruhi oleh :
1. temperatur.
2. tekanan.
3. konsentrasi zat terlarut dan pelarut.
4. pengaruh ion senama.
5. adanya ion asing.
( Vogel, 1990 )
2.3.3 Pencucian Endapan
Pencucian endapan digunakan untuk meningkatkan kemurnian suatu endapan.
Pencucian dilakukan beberapa kali hingga dianggap konsentrasi zat pengotor adalah
lebih rendah daripada dalam larutan baru, dan bila endapan kembali terbentuk, maka
akan dihasilkan tingkat kontaminasi yang lebih kecil.
( Khopkar, 1990 )
2.3.4 Pembakaran Endapan
Pada tiap prosedur gravimetri yang mengenai pengendapan, harus dilakukan
pengukuran zat yang dipisahkan ke dalam suatu bentuk yang cocok untuk
penimbangannya. Beberapa endapan ditimbang dalam bentuk kimia yang sama
seperti waktu mengendap, yang lainnya mengalami perubahan kimia sewaktu
pembakaran. Pembakaran pada suhu tinggi diperlukan untuk menghasilkan air secara
lengkap, yang diserap kuat untuk mengubah secara sempurna beberapa endapan
menjadi senyawa yang diinginkan. Air dapat menjadi tercakup dalam suatu partikel
sewaktu pertumbuhan kristal akibat tekanan uap air yang ditimbulkan.
( Underwood, 1988 )
2.3.5 Keadaan Optimum Pengendapan
Aturan-aturan umum yang diikuti :
1. Pengendapan harus dilakukan pada larutan encer, bertujuan untuk memperkecil
kesalahan akibat kopresipitasi.
2. Pereaksi dicampurkan perlahan dan teratur dengan pengadukan yang tetap.
3. Pengendapan dilakukan pada larutan panas bila endapan yang terbentuk stabil
pada temperatur tinggi.
4. Endapan harus dicuci dengan larutan encer.
5. Endapan kristal biasanya dibentuk dalam waktu yang sama.
6. Untuk menghindari postpresipitasi atau kopresipitasi sebaiknya dilakukan
pengendapan ulang.
( Khopkar, 1990 )
2.3.6 Pemisahan dengan pengendapan
Pengendapan merupakan cara yang sangat berharga untuk memisahkan suatu contoh
menjadi bagian komponen-komponennya dan sampai saat ini merupakan teknik
pemisahan yang paling banyak digunakan untuk membuat fase baru yaitu endapan
padatan.
( Underwood, 1988 )
2.4 Reaksi Kimia
Reaksi kimia adalah proses dimana zat pereaksi menjadi zat lain atau pembentukan ikatan
baru karena terjadi pemutusan ikatan lama yang membutuhkan energi.
Reaksi kimia dibedakan menjadi :
1. reaksi penetralan.
2. reaksi pembentukan endapan.
3. reaksi pembentukan gas..
4. reaksi pembentukan kompleks.
5. reaksi pertukaran ion.
Gejala-gejala terjadinya reaksi kimia :
1. timbulnya gas.
2. terjadi perubahan warna.
3. terjadi perubahan suhu dan timbulnya endapan.
( Petrucci, 1992 )
2.5 Analisa Bahan
2.5.1. CuSO4.5H2O
- Sifat fisik : Padatan kristal biru, dibuat dengan mereaksikan, tembaga (II) oksida atau
tembaga (IV) karbonat , dengan H2SO4 encer.
- Sifat kimia : Pentahidratnya kehilangan 4 molekul air pada suhu, 1100 C dan yang
kelimapada suhu 1500 C, membentuk senyawa anhidrat berwarna putih, densitas 3,6.
(Daintith, 1994)
2.5.2. HNO3
- Sifat fisik : Zat cair tak berwarna
- Sifat kimia : Bersifat Korosif, Melepas uap yang menyebabkan orang sulit bernafas.
(Pringgodigdo, 1990)
2.5.3. Larutan ammonia
- Sifat fisik : Titik didih -780 C dan titik leleh -35,20 C.
- Sifat kimia : Bersifat basa dan beracun.
(Daintith, 1994)
2.5.4.Besi (II) ammonium sulfat
- Sifat fisik : Garam mortar, Densitas = 1,86 g/cm3., Titik leleh 2000 C, Kelarutan
dalam air 269 g/mL.
- Sifat kimia : Mudah terbakar
(Pringgodigdo, 1990)
2.5.5.Aseton
- Sifat fisik : Senyawa tidak berwarna, Titik leleh -96,40 C dan titik didih 56,10 C, BM
58,08 g/mol, densitas 0,729 g/cm3 (200C).
- Sifat kimia : - mudah terbakar.
(Basri, 1996)
2.5.6.H2SO4
- Sifat fisik : Berbentuk kental dan tidak berwarna.
- Sifat kimia : Merupakan asam kuat,asam organik, Bersifat sebagai oksidator.
(Daintith, 1994)
2.5.7.Zn
- Sifat fisik : Berwarna abu-abu.
- Sifat kimia : Unsur pelapis besi, 20 % produksinya untuk alloy .
(Pringgodigdo, 1990)
2.5.8.HCl
- Sifat fisik : Mengeluarkan asap putih, Titik didih 1110 C dan Titik leleh 860 C, BM
36,47 g/mol.
- Sifat Kimia : Merupakan asam kuat tak berwarna mengandung, perklorida.
(Daintith, 1994)
2.5.9.Aquades
- Sifat fisik : Merupakan larutan tak berwarna, tak berbau, Titik leleh 00 C dan titik
didih 1000 C, BM 18,016 g/mol dan Indeks bias 1,322.
- Sifat Kimia : Bersifat polar dan pelarut universal.
(Basri, 1996)
III. METODE PERCOBAAN
3.1. Alat
1. Neraca listrik 8. Buret
2. Corong gelas 9. Pipet tetes
3. Gelas arloji 10. Pipet volume
4. Gelas ukur 11. Botol penyimpanan
5. Desikaton 12. Pemanas
6. Gelas beaker 13. Kertas saring
7. Labu takar
3.2. Bahan
1. CuSO4.5H2O 6. Aseton
2. H2SO4 1M 7. Besi (II) ammonium sulfat
3. Zn 8. HNO3 pekat
4. HCl encer 9. Larutan ammonia
5. Aquadest
3.3. Skema Kerja
3.3.1. Penentuan Cu dalam CuSO4.5H2O
Penambahan 25 ml H2SO4 1M Pemanasan dan Pengadukan Pemasukan 0,6 g logam Zn dalam larutan Penutupan dengan gelas arloji Pembukaan tutup, Pengadukan Pengamatan Penambahan 1ml HCl encer bila masih terdapat gas
Pengadukan Pemanasan sampai gas habis
Pendekantasian
Pencucian dengan penambahan 12,5 ml air Pengadukan Pendekantiran
Pencucian dengan aquadest dan 1,5 ml aseton Pendekantiran
Pengevaporasian aseton sisa Penambahan 0,5 ml HCl encer Pemanasan hingga sampel kering
Pengeringan luar bekker Penimbangan Pemindahan sampel dalam dalam kertas saring Penimbangan
0,75 g CuSO4.5H2O
Gelas Bekker
Filtrat ResiduGelas bekker
ResiduGelas bekker
Filtrat
Filtrat ResiduGelas bekker
Hasil
Berat sampel
3.3.2. Penentuan Besi sebagai Besi (III) Oksida
Penambahan 10 ml larutan HCl dan 1-2 ml HNO3
Pendidihan hingga larutan berwarna kuning jerrnih Pengenceran hingga 200 mlPenambahan larutan ammonia sampai terjadi
pengendapan sempurna Fe(OH)3
Penyaringan endapanPencucian endapan dengan dekantasi
Pengeringan endapan
0,8 g cuplikan Besi (III) ammonium sulfatGelas bekker
Filtrat Residu
Hasil
IV. DATA PENGAMATAN
No Perlakuan Hasil
1. Penentuan Cu dalam CuSO4.5H2O
- Penimbangan gelas bekker 250 ml
- Penambahan CuSO4.5H2O + H2SO4 1M
- Dipanaskan dan diaduk
- Ditambah logam Zn lalu tutup dengan gelas arloji
- Ditambah HCl encer
- Pendekantasian campuran Cu dipisahkan dari larutan
- Pencucian dengan 12,5 ml aquades, diaduk dan
dekantasi
- Pencucian dengan 7,5 ml aseton dan
pengevaporasian aseton dalam beker berisi air panas
dan penambahan HCl encer
- Berat gelas beker + berat Cu
- Berat Cu
- Randemen
2. Penentauan besi sebagai Besi (III) Oksida
- 0,8 g besi (III) ammonium sulfat + HCl dipanaskan
- Penambahan HNO3
- Pengenceran sampai dengan 200 ml
- Pendidihan
- Penambahan NH3
- Penyaringan
- Pengeringan endapan
- Berat kertas saring
- Berat sample
- Randemen
V. HIPOTESA
Salah satu metode penentuan kadar suatu zat dalam suatu sampel adalah gravimetri.
Percobaan analisis gravimetri ini bertujuan untuk menentukan Cu dalam Tembaga Sulfat
Pentahidrat, menentukan jumlah besi sebagai besi (III) oksida serta memahami prosedur dan
aplikasi metode gravimetri dalam suatu teknik analisis. Gravimetri dibagi menjadi dua
metode, yaitu metode pengendapan dan penguapan. Prinsip percobaan ini adalah mereaksikan
CuSO4.5H2O dengan H2SO4 sehingga terbentuk endapan CuSO4 dan mereaksikan Fe dengan 2
HCl sehingga dapat menentukan jumlah Fe(III) oksida.
PERHITUNGAN
1. Penentuan tembaga dalam CuSO4.5H2O
Diketahui :
Massa gelas beker kosong : 100,79 g
Massa CuSO4.5H2O : 1,5237 g
Massa Zn : 1,2763 g
Massa gelas beker + endapan : 101,034 g
Jadi,
Massa endapan Cu = (Massa gelas beker + endapan) - Massa beker kosong
= 101,034 g - 100,79 g
= 0,244 g
Massa Cu nyata = 0,244 g
= 0.006 mol
Massa Cu teoritis (Stoikiometri) :
CuSO4.5H2O + Zn Cu(s) + Zn SO4
Mula : 0,006 0,02 - (mol)
Reaksi : 0,006 0,006 0,006 0,006 (mol)
Sisa : - 0,014 0,006 0,006 (mol)
Massa endapan Cu = 0,006 mol x 63,5 g/mol
= 0,381 g
Massa Cu teoritis = 0,381 g
= 64,04%
2. Penentuan besi sebagai besi (III) oksida
Massa kerta saring : 0,8308 g
Massa Fe(NH3) SO4 : 0,8317 g
Massa Fe2O3 murni : 0, 1002 g
= 0,03507 g
= 4,22 %
VI. PEMBAHASAN
Percobaan analisis gravimetri ini bertujuan untuk menentukan Cu dalam Tembaga Sulfat
Pentahidrat, menentukan jumlah besi sebagai besi (III) oksida serta memahami prosedur dan
aplikasi metode gravimetri dalam suatu teknik analisis. Gravimetri dibagi menjadi dua
metode, yaitu metode pengendapan dan penguapan. Prinsip percobaan ini adalah berdasarkan
hasil kali kelarutan yaitu dengan mereaksikan CuSO4.5H2O dengan H2SO4 sehingga terbentuk
endapan CuSO4 dan mereaksikan Fe dengan 2 HCl sehingga dapat menentukan jumlah Fe(III)
oksida.
6.1. Menentukan Cu dalam tembaga sulfat pentahidrat
Tujuan percobaan adalah penentuan kadar Cu dalam tembaga sulfat pentahidrat. Adapun
metode yang digunakan adalah metode gravimetri dengan cara penguapan, dimana
produk yang dihasilkan berupa endapan yang kemudian dicuci, dikeringkan, untuk
selanjutnya ditimbang. Dengan faktor stoikiometri, kadar tembaga tersebut dapat
dihitung.
CuSO4.5H2O merupakan suaru senyawa yang mempunyai 5 molekul H2O, empat
terikat secara kovalen koordinasi dan satu terikat dengan H2O kompleks secara ikatan
hydrogen. H2O yang satu ini terikat sebagai hidrat, yang empat lagi berikatan kovalen
koordinasi, karena itu energy ikatannya lebih tinggi dari pada H2O yang terikat sebagai
hidrat.
CuSO4.5H2O di tambahkan dengan H2SO4, penambahan H2SO4 ini bertujuan agar Cu
cepat larut. Larutan menjadi berwarna biru, kemudian di panaskan. Pemanasan ini
bertujuan untuk mempercepat reaksi pelarutan logam Zn dengan penutupan beker
menggunakan gelas arloji, dan pembukaan gelas arloji sebelum pengadukan bertujuan
agar gas yang dihasilkan selama pemanasan dapat keluar sehinngga mengurangi tekanan
pada gelas beker. Reaksi yang terjadi:
CuSO4.5H2O + H2SO4 → CuSO4(aq) + SO2 ↑ + H2O↑
( Vogel, 1990)
Kemudian ditambah dengan logam Zn. Penambahan logam Zn ini bertujuan untuk
mengubah ion tembaga dalam larutan menjadi logam tembaga. Dalam hal ini terjadi
reaksi redoks antara Cu dan Zn. Reaksi yang terjadi:
Zn(s) + CuSO4(aq) → Cu(s) + ZnSO4(aq)
(Vogel, 1990)
Zn akan teroksidasi menjadi Zn2+ sedangkan Cu2+ terduksi menjadi Cu. Zn sebagai
reduktor dan Cu sebagai oksidator. Cu mengalami reduksi karena potensial reduksi Cu
cenderung lebih besarvdibandingkan Zn, sehingga agar berlangsung reaksi spontan Zn
akan mengalami oksidasi :
Cu2+ + 2e Cu E0 = 0,15
Zn2+ + 2e Zn E0 = - 0,26
(Vogel, 1990)
Dengan adanya Zn maka Cu akan terpisah dan Zn larut membentuk ZnSO4. dalam larutan
terbentuk endapan merah bata. Endapan ini menandakan adanya logam Cu. Pada saat
pemanasan, gelas beker di tutup dengan gelas arloji kemudian setelah beberapa menit di
buka dan di aduk agar endapan yang terbentuk tidak kasar. Pemanasan ini dilakukan
hingga larutan menjadi tak berwarna. Setelah itu sampel tersebut di cuci dengan aquades.
Hal ini bertujuan untuk menghilangkan pengotor-pengotor yang bersifat polar. Kemudian
dicuci dengan aseton untuk menghilangkan pengotor-pengotor yang bersifat nonpolar.
Setelah itu dilakukan evaporasi untuk menghilangkan sisa aseton. Kemudian
ditambahkan HCl encer untuk mencegah terendapkannya air sadah pada endapan Cu
karena dapat menyebabkan endapan Cu tidak murni. Dari hasil percobaan diperoleh
massa endapan Cu gram dan rendemen sebesar Randemen nyata selalu lebih kecil
daripada randemen teoritis karena pada randemen nyata masih terdapat pengotor-
pengotor pada endapan yang diperoleh.
6.2. Menentukan besi sebagai besi (III) Oksida
Percobaan ini bertujuan untuk menentukan besi sebagai besi (III) oksida. Untuk
percobaan ini digunakan metode gravimetri dengan cara pengendapan, yaitu
mengendapkan suatu campuran besi dengan pelarut untuk mengendapkan besi murni.
Penambahan HCl berfungsi untuk melarutkan besi (II) dan gas hidrogen. Reaksinya:
Fe + 2H+ → Fe 2+ + H2↑
Fe + 2 HCl → Fe 2+ + 2 Cl- + H2 ↑
( Vogel, 1990)
Sedangkan fungsi HNO3 dalam reaksi adalah untuk melarutkan besi (Fe) dengan
membentuk gas nitrogen dan ion besi, selain itu HNO3 juga berfungsi unutk
mengoksidasi Fe menjadi Fe 3+. Reaksinya :
Fe + HNO3 + 3 H+ → Fe 3+ + NO ↑+ 2H2O
(Vogel, 1990)
Penambaahan HNO3 pekat dan HCl menyebabkan terjadinya perubahan warna larutan
menjadi kuning pekat. Setelah itu didihkan untuk mempercepat reaksi . Pada saat
pemanasan larutan menjadi kuning jernih. Dalam keadaan panas ditambahkan lagi larutan
ammonia. Penambahan ammonia ini bertujuan untuk membentuk endapan Fe atau
memisahkan Fe dalam bentuk endapan berwarna coklat yang menandakan adanya logam
Fe.
Reaksi:
Fe 2+ + 2 OH- → Fe (OH)3a
Fe (OH)3 → Fe2O3 + 3 H2O
( Vogel, 1990)
Setelah larutan agak dingin, kemudian disaring unutk mendapatkan endapan.
Kemudian endapan yang terdapat pada kertas saring di keringkan untuk membebaskan
dari ion klorida. Setelah kering, kertas saring bersama endapan ditimbang dan di dapatkan
massa murni Fe sebesar gram dan rendemen yang diperoleh sebesar
VII. KESIMPULAN
1. Dalam penentuan Cu dalam CuSO4.5H2O dapat ditentukan dengan metode analisis
gravimetri, berupa metode penguapan.
2. Dalam penentuan Besi (III) Oksida dapat ditentukan dengan metode gravimetri, berupa
metode pengendapan.
3. Logam Cu yang dihasilkan sebanyak gram dengan rendemen sebesar
4. Jumlah logam Fe sebagai Besi (III) Oksida sebanyak dengan rendemen sebesar
VIII. DAFTAR PUSTAKA
Basri, 1996, Kamus Kimia, Rineka Cipta , Jakarta.
Daintith, 1994, Kamus Lengkap Kimia, Erlangga, Jakarta.
Giraldo, 2005, Aplication of Gravimetry, Departement Quindio, Bogota
Harjadi, 1993, Ilmu Kimia Analitik Dasar, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Kaxiras, 2008, Department of Physics and School of Engineering and Applied Sciences,
HarVard UniVersity, Cambridge
Khopkar, 1990, Konsep Dasar Kimia Analitik, UI Press , Jakarta.
Petrucci, 1992, Kimia Dasar , Erlangga , Jakarta.
Pringgodigdo, 1990, Enslikopedia Umum, Yayasan Para Buku Franklin , Jakarta.
Rivai, 1995, Azas Pemeriksaan Kimia, UI Press , Jakarta.
Underwood, 1999, Kimia Analitik Kuantitatif, Erlangga , Jakarta.
Vogel, 1985, Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro, PT.Kaiman
Media Pustaka , Jakarta.
LAMPIRAN
1. Bagaimana penentuan gravimetric dengan cara penguapan dan pengendapan?
Jawab :
a. Cara pengendapan : Zat yang ditetapkan kadarnya diukur dengan seksama, dilarutkan
kemudian dindapkan dengan pereaksi tertentu. Zat ini mengendap apabila harga ksp telah
terlampaui.
b. Cara penguapan : Komponen zat yang ditetapkan kadarnya dengan penguapan atau
pemanasan. Berat komponen yang menguap adalah perbedaan dari berat penimbangan zat
yang ditetapkan kadarnya dengan pemanasan pada suhu 1050 C dan penetapan CO2
dengan pemijaran pada suhu yang belebih.
2. Jelaskan bentuk yang diendapkan dan ditimbang! Nyatakan syarat yang harus dipenuhi
dalam analisis gravimetric!
Jawab :
Bentuk dari zat yang diendapkan dan ditimbang berupa endapan padatan yang butir-
butirnya tidak kecil, halus, melainkan besar. Endapan tersebut memiliki volume atau
berat yang besar. Endapan yang diperoleh harus sudah dimurnikan sehingga endapan
bebas dari pengotor.
Syarat yang harus dipenuhi dalam analisis gravimetric :
a. Kemampuan pengendapan : pada pembuatan endapan harus diusahakan kesempurnaan
pengendapan dengan kelarutan endapan dibuat sekecil mungkin.
b. Kemurnian endapan : endapan murni adalah endapan yang bersih dan tidak
mengandung molekul-molekul lain.
c. Susunan endapan : endapan harus mengandung susnan kelarutan dan tertentu endapan
yang kemudin dapat diubah menjadi zat yang komposisinya tertentu.
d. Endapan yang kasar : endapan yang butir-butirnya besar. Hal ini penting untuk
kelancaran penyaringan dan pencucian endapan. Endapan yang disaring akan
menutupi pori-pori kertas saring.
e. Endapan bulky : endapan dengan volume atau berat yang besar, tetapi 2berasal dari
padatan yang sedikit.
f. Endapan yang spesifik : pereaksi yang digunakan hanya dapat mengendapkan
komponen yang dianalisa.
3. Mengapa penambahan zat pembentuk endapan dibatasi 50% berlebih? Apa yang terjadi
kalau melewati volume yang diperbolehkan ?
Jawab :
Karena dapat menyebabkan larutan menjadi lewat jenuh jika berlebihan menambahkan
pereaksi dan bisa menyebabkan endapan menjadi larut, memperbesar kelarutan endapan
dengan pembentukan kompleks.
4. Apakah senyawa Al(OH)3, Cu(OH)2 dll cocok sebagai bentuk yang dapat ditimbang?
Jawab :
Tidak, karena Al(OH)3, Cu(OH)2 merupakan endapan hidroksida. Endapan tersebut
bukan padatan melainkan berupa gelatin yang memiliki partikel/butir-butir yang sangat
halus, endapan hidroksida sulit untuk disaring dengan kertas saring sehingga tidak dapat
ditimbang.
5. Mana yang paling cocok dari garam berikut sebagai bentuk yang dapat diendapkan?
Jawab :
CaSO4.2H2O( ksp : 6,1.10-9), CaCo3( ksp : 4,8. 10-9), CaC2O4. H2O( ksp : 2,6. 10-9)
Resume jurnal Rosela :
Penggunanaa Photovoltaic: Penyerapan cahaya yang ditingkatkan dan Suntikan Elktron yang
sangat cepat pada bahan serapan alami Tio2 nanowire.
Kita menyelidiki penggabungan yang elektronik antara suatu Tio2 nanowire dan suatu celupan
yang alami sensitizer, menggunakan prinsip kalkulasi. Model mencelup molekul, cyanidin,
adalah deprotonated ke dalam quinonoidal membentuk serapan dengan permukaan kawat. Hasil
ini dalam edar molekul yang diduduki paling tinggi ditempatkan terletak pada pertengahan Tio2
bandgap dan edar molekul yang tak terpakai paling rendah (LUMO) menjadi dekat dengan Tio2
pita hantar yang minimum (CBM), mendorong ke arah tingkatan penyerapan cahaya yang
kelihatan dengan dua puncak yang terkemuka pada 480 dan 650 nm. Kita temukan elktron yang
digairahkan itu disuntik ke dalam Tio2 pita hantar di dalam suatu skala waktu dari 50 f dengan
disipasi energy dan penggabungan-ulang elektron-lubang yang sepele, celupan LUMO terletak
pada 0.1-0.3 eV lebih rendah dari CBM Cbm Tio2 nanowire.
(Kaxiras, 2008)