PERBEDAAN TINGKAT EMPATI ANTAR …digilib.unila.ac.id/56380/3/SKRIPSI TANPA BAB...
Transcript of PERBEDAAN TINGKAT EMPATI ANTAR …digilib.unila.ac.id/56380/3/SKRIPSI TANPA BAB...
PERBEDAAN TINGKAT EMPATI
ANTAR MAHASISWA KEPANITERAAN KLINIK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG
( Skripsi)
Oleh
CHRISTA SELINA
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDARLAMPUNG
2019
ii
ABSTRACT
EMPATHY DIFFERENCE AMONG CLERKSHIP MEDICAL STUDENT IN
MEDICAL FACULTY OF LAMPUNG UNIVERSITY
By
CHRISTA SELINA
Background: Empathy is one of the professionalism characteristics in the doctor
patient relationship. During medical course, the level of empathy can change. One
of the factors that influence this change is medical education level. The purpose of
this study was to find out whether there were differences in the level of empathy
among clerkship students at the Medical Faculty of Lampung University.
Method: This research is a quantitative study with a cross sectional approach. The
sampling technique used is probability sampling with a sample population of 113
clerkship students at the Medical Faculty of Lampung University. The instrument
used for this research was The Jefferson's Scale of Physician Empathy- Student
Version which consisted of 20 statements. The analysis test used is an unpaired t-
test.
Results: In this study, it was obtained that the early yearclerkship students had a
lowermean empathy score (94.25 ± 15.01) than thefinal year clerkship students
(102.82 ± 11.86).The results of unpaired t-test between the level of empathy and the
study level of clerkship student were obtained p-value 0.001 (p <0.05).
Conclusion: There is a statistically significant differencein the level of empathy
amongclerkship students of the Medical Faculty of Lampung University.
Keywords: Clerkship students, empathy,level of empathy, medical education level.
iii
ABSTRAK
PERBEDAAN TINGKAT EMPATI ANTAR MAHASISWA
KEPANITERAAN KLINIK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
LAMPUNG
Oleh
CHRISTA SELINA
Latar belakang: Empati merupakan salah satu ciri profesionalisme dalam
hubungan dokter pasien. Selama menjalankan pendidikan kedokteran, tingkat
empati tersebut dapat berubah. Salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat
empati adalah tingkatan studi mahasiswa. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui apakah terdapat perbedaan tingkat empati antar mahasiswa
kepaniteraan klinik Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan pendekatan cross
sectional. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah probability
sampling dengan populasi sampel sebesar 113 mahasiswa kepaniteraan klinik
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung. Instrumen penelitian yang digunakan
adalah The Jefferson’s Scale of Physician Empathy- Student Versionyang terdiri
dari 20 pernyataan. Uji analisis yang digunakan adalah t-test tidak berpasangan.
Hasil Penelitian: Pada penelitian ini, didapatkan bahwa mahasiswa kepaniteraan
klinik awal memiliki rata-rata skor empati yang lebih rendah (94,25±15,01)
dibandingkan mahasiswa kepaniteraan klinik akhir (102,82±11,86). Hasil uji t
tidak berpasangan antara tingkat empatidengan tingkatan studi mahasiswa
kepaniteran klinikdidapatkan p-value 0,001 (p<0,05).
Simpulan: Terdapat perbedaan tingkat empati yang bermakna secara statistik antar
mahasiswa kepaniteraan klinik Fakultas Kedokteran Universias Lampung.
Kata kunci: Empati, mahasiswa kepaniteraan klinik, tingkat empati, tingkatan
studi.
iv
PERBEDAAN TINGKAT EMPATI
ANTAR MAHASISWA KEPANITERAAN KLINIK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG
Oleh
CHRISTA SELINA
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar
SARJANA KEDOKTERAN
Pada
Fakultas Kedokteran
Universitas Lampung
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2019
v
Judul Penelitian : Perbedaan Tingkat Empati Antar Mahasiswa
Kepaniteraan Klinik Fakultas Kedokteran
Universitas Lampung
Nama Mahasiswa : Christa Selina
Nomor Pokok Mahasiswa : 1518011094
Program Studi : Pendidikan Dokter
Fakultas : Kedokteran
Menyetujui
1. Komisi Pembimbing
dr. Merry Indah Sari, S.Ked., M.Med.Ed dr. Oktafany, S.Ked., M.Pd.Ked
NIP 198305242008122002 NIP 197610162005011003
2. Dekan Fakultas Kedokteran
Dr. Dyah Wulan S. R. Wardani, SKM., M.Kes
NIP 197206281997022001
vi
MENGESAHKAN
1. Tim Penguji
Ketua : dr. Merry Indah Sari, S.Ked., M.Med.Ed
aaaaaaaaaaaaaaaaaaa
Sekretaris : dr. Oktafany, S.Ked., M.Pd.Ked
aaaaaaaaaaaaaaaaaaa
Penguji
Bukan Pembimbing: dr. Dwita Oktaria,S.Ked., M.Pd.Ked
aaaaaaaaaaaaaaaaaaa
2. Dekan Fakultas Kedokteran
Dr. Dyah Wulan S. R. Wardani, SKM., M.Kes
NIP 197206281997022001
Tanggal lulus ujian skripsi:10 April 2019
vii
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan dengan sebenarnya bahwa,
1. Skripsi dengan judul “PERBEDAAN TINGKAT EMPATI ANTAR
MAHASISWA KEPANITERAAN KLINIK FAKULTAS
KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG” adalah benar hasil karya
penulis, dan tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan atas hasil karya
penulis lain.
2. Hak intelektualitas atas karya ilmiah ini diserahkan sepenuhnya kepada
Universitas Lampung.
Atas pernyataan ini, apabila di kemudian hari ternyata ditemukan adanya
ketidakbenaran, saya bersedia menanggung akibat dan sanksi yang diberikan
kepada saya.
Bandar Lampung, 10 April 2019
Penulis
Christa Selina
NPM 1518011094
viii
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Jakarta pada 12 Desember 1997 sebagai anak pertama dari dua
bersaudara, dari Bapak dr. Willy Gunawan, Sp.A dan Ibu Hertaty Tjendra, SE(ak).
Pendidikan Taman Kanak-kanak (TK) diselesaikan di TK Fransiskus
Tanjungkarang tahun 2003, lalu Sekolah Dasar (SD) diselesaikan di SD Fransiskus
Tanjungkarang, tahun 2009. Pada tahun 2012, pendidikan Sekolah Menengah
Pertama (SMP) diselesaikan di SMP Fransiskus dan pada tahun 2015, pendidikan
Sekolah Menengah Atas (SMA) ditamatkan di SMA Xaverius Pahoman.
Pada tahun 2015, penulis terdaftar sebagai mahasiswi Fakultas Kedokteran
Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi
Negeri (SBMPTN). Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif pada organisasi
Lampung University Medical Research (LUNAR) dan pernah menjabat sebagai
ketua divisi Business and Sponsorship pada tahun 2017-2018.
ix
“Pencobaan-pencobaan yang kamu alami ialah pencobaan-
pencobaan biasa, yang tidak melebihi kekuatan manusia. Sebab
Allah setia dan karena itu Ia tidak akan membiarkan kamu
dicobai melampaui kekuatanmu. Pada waktu kamu dicobai Ia
akan memberikan kepadamu jalan ke luar, sehingga kamu dapat
menanggungnya”
1 Korintus 10:13
x
SANWACANA
Puji Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala kasih dan karunia yang telah
diberikan kepada Penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.
Skripsi yang berjudul “Perbedaan Tingkat Empati Antar Mahasiswa Kepaniteraan
Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Lampung” diselesaikan sebagai salah satu
syarat untuk mendapatkan gelar sarjana kedokteran di Universitas Lampung.
Selama penyusunan skripsi, Penulis mendapatkan berbagai dukungan dan bantuan
dari berbagai pihak, dan berkat bantuan mereka, skripsi ini pada akhirnya dapat
diselesaikan. Oleh sebab itu, Penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Tuhan Yesus Kristus yang senantiasa memberikan berkat kesehatan, kekuatan,
dan perlindungan;
2. Prof. Dr. Ir. Hasriadi Mat Akin, M.P., selaku Rektor Universitas Lampung;
3. Dr. Dyah Wulan S.R. Wardani, SKM., M.Kes, selaku Dekan Fakultas
Kedokteran Universitas Lampung;
4. dr. Merry Indah Sari, S.Ked., M.Med.Ed, selaku Pembimbing Utama atas
segala ilmu, waktu, tenaga, dan kebaikan yang telah diberikan selama proses
selama proses penyusunan skripsi;
xi
5. dr. Oktafany, S.Ked., M.Pd.Ked, selaku Pembimbing Pendamping atas waktu
dan kesediannya dalam membimbing Penulis selama proses penyusunan
skripsi;
6. dr. Dwita Oktaria, S.Ked.,M.Pd.Ked, selaku Penguji Utama atas waktu, ilmu,
saran, dan kritik yang membangun selama proses penyusunan skripsi;
7. dr. Novita Carolia, S.Ked., M.Sc, selaku Pembimbing Akademik atas waktu
dan motivasi yang selalu diberikan kepada Penulis sejak awal perkuliahan di
Fakultas Kedokteran;
8. Ibu Ratih Arruum Listiyandini, M.Psi., dan Shira Carol yang selalu membantu
dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan terkait instrumen penelitian yang
digunakan;
9. Papa dan Mama atas segala kasih sayang, dukungan, dan doa yang tak pernah
putus, sehingga Penulis dapat melewati seluruh proses pembelajaran dan
penyusunan skripsi ini;
10. Maria Felicia, my one and only sibling, terima kasih untuk segala bantuan,
dukungan, dan doa yang diberikan kepada Penulis;
11. Seluruh dosen, staff, dan karyawan Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
atas pengembangan wawasan ilmu pengetahuan dan bantuan yang senantiasa
diberikan kepada Penulis;
12. Direktur Utama Rumah Sakit Abdoel Moeloek yang bersedia memberikan izin
penelitian sehingga skripsi ini dapat diselesaikan;
13. Kakak-kakak Ketua Chief dokter muda di Rumah Sakit Abdoel Moeloek atas
kerja sama dan motivasi yang diberikan;
xii
14. Sahabat-sahabat terkasih, Nadhia Khairunnisa, Nurul Fitri Insani, Larasati A.
Basica, Zihan Zetira, Ayu Ningsih, dan Ni Putu Nita Pranita yang selalu
menjadi pelipur lara, memberikan motivasi, dan menemani selama proses
perkuliahan;
15. Teman-teman Permako Medis terkhusus Dea, Lidya, Celine, Hendro, Josi dan
Niko atas segala kebersamaan dan suka duka selama proses perkuliahan;
16. Teman-teman bimbingan, Zhafran, Devi, Mufid, Kak Norman, dan Habibi atas
motivasi yang selalu diberikan kepada satu sama lain;
17. Teman-teman seperjuangan ENDOM15IUM yang tidak dapat disebutkan satu
persatu, terima kasih atas segala suka duka, motivasi, dan kebersaaan selama
proses perkuliahan;
Terima kasih untuk semua pihak yang terlibat dalam proses penyusunan skripsi ini
yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan. Oleh
sebab itu, Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Besar hadapan
Penulis agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.
Bandar Lampung, 10 April 2019
Penulis
Christa Selina
xiii
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI .......................................................................................................... xiii
DAFTAR TABEL .................................................................................................. xv
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. xvi
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xvii
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang ................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................ 4
1.3 Tujuan Penelitian .............................................................................................. 4
1.3.1 Tujuan Umum ............................................................................................ 5
1.3.2 Tujuan Khusus ........................................................................................... 5
1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................................ 5
1.4.1 Manfaat Bagi Peneliti ................................................................................ 5
1.4.2 Manfaat Bagi Institusi ................................................................................ 5
1.4.3 Manfaat Bagi Mahasiswa Fakultas Kedokteran ........................................ 6
1.4.4 Manfaat Bagi Peneliti Lain ........................................................................ 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................. 7 2.1 Tinjauan Pustaka .............................................................................................. 7
2.1.1 Definisi Empati .......................................................................................... 7
2.1.2 Perubahan Empati Mahasiswa Kedokteran ............................................. 11
2.1.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Empati ............................................. 13
2.1.4 Alat Ukur Empati ..................................................................................... 16
2.1.5 Domain JSPE ........................................................................................... 19
2.2 Kerangka Teori ............................................................................................... 23
2.3 Kerangka Konsep ........................................................................................... 24
2.4 Hipotesis ......................................................................................................... 24
2.4.1 Hipotesis Null (H0) .................................................................................. 24
2.4.2 Hipotesis Alternatif (Ha) ......................................................................... 24
BAB III METODE PENELITIAN ....................................................................... 25 3.1 Rancangan Penelitian ..................................................................................... 25
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian .......................................................................... 25
3.3 Subjek Penelitian ............................................................................................ 25
3.3.1 Populasi Penelitian ................................................................................... 25
3.3.2 Sampel Penelitian .................................................................................... 26
xiv
3.4 Identifikasi Variabel Penelitian ...................................................................... 28
3.4.1 Variabel Independen ................................................................................ 28
3.4.2 Variabel Dependen .................................................................................. 28
3.5 Definisi Operasional ....................................................................................... 28
3.6 Metode Pengambilan Data ............................................................................. 29
3.7 Instrumen Penelitian ....................................................................................... 29
3.7.1 Instrumen Penilaian ................................................................................. 29
3.7.2 Validasi Instrumen ................................................................................... 30
3.8 Alur Penelitian ................................................................................................ 30
3.8.1 Tahap Persiapan ....................................................................................... 31
3.8.2 Tahap Pelaksanaan ................................................................................... 31
3.8.3 Tahap Akhir ............................................................................................. 32
3.9 Analisis Data .................................................................................................. 32
3.10 Etika Penelitian ............................................................................................. 32
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................... 34 4.1 Hasil Penelitian ............................................................................................... 34
4.1.1 Hasil Analisis Univariat ........................................................................... 35
4.1.2 Hasil Analisis Bivariat ............................................................................. 38
4.2 Pembahasan .................................................................................................... 39
4.3 Keterbatasan Penelitian .................................................................................. 47
BAB V SIMPULAN DAN SARAN ....................................................................... 49 5.1 Simpulan ......................................................................................................... 49
5.2 Saran ............................................................................................................... 49
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 51
LAMPIRAN ............................................................................................................ 56
xv
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Blueprint kuesioner JSPE (The Jefferson’s Scale of Physician Empathy) ........... 22
2. Penghitungan Jumlah Sampel .............................................................................. 27
3. Definisi Operasional Variabel. ............................................................................. 28
4. Instrumen JSPE .................................................................................................... 29
5.Distribusi tingkatan studi ...................................................................................... 35
6. Gambaran umum tingkat empati .......................................................................... 35
7. Distribusi tingkat empati mahasiswa kepaniteraan klinik .................................... 36
8. Distribusi skor empati berdasarkan tingkatan studi ............................................. 36
9. Rata-rata skor JSPE berdasarkan domain empati................................................. 36
10. Rata-rata skor domain JSPE berdasarkan tingkatan studi .................................. 37
11. Selisih rata-rata skor domain JSPE berdasarkan tingkatan ................................ 37
12. Hasil uji t tidak berpasangan antara tingkatan studi dengan tingkat empati ...... 38
xvi
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Kerangka Teori Perbedaan Tingkat Empati Antar Mahasiswa Kepaniteraan
Klinik. ...................................................................................................................... 23
2. Kerangka Konsep Perbedaan Tingkat Empati Antar Mahasiswa Kepaniteraan
Klinik. ...................................................................................................................... 24
3. Alur Penelitian. .................................................................................................... 31
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat Etik Penelitian
Lampiran 2. Surat Izin Penelitian
Lampiran 3. Lembar Informed Consent
Lampiran 4. Kuesioner
Lampiran 5. Uji Validitas Kuesioner JSPE- SV
Lampiran 6. Tingkat Empati dan Tingkatan Studi Mahasiswa
Lampiran 7. Hasil Uji t Tidak Berpasangan
Lampiran 8. Dokumentasi
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Empati adalah motivator psikologikal potensial dalam menolong orang lain
yang sedang dalam kesulitan (McDonald & Messinger, 2011). Empati dapat
diartikan sebagai atribut kognitif dominan (bukan emosional) yang
melibatkan pemahaman (bukan perasaan), pengalaman, keprihatinan dan
perspektif pasien, dikombinasikan dengan kapasitas untuk
mengkomunikasikan pemahaman ini. Secara singkat, empati didefinisikan
sebagai kemampuan untuk ikut merasakan atau membayangkan perasaan
orang lain(Hojat, 2007b).
Pendidikan kedokteran bukan hanya harus berfokuspada aspek biomedis
penyakit, tetapi juga faktor psikososial penyakit (Hojat et al., 2011). Salah
satu capaian penting pendidikan kedokteran adalah meningkatkan keterlibatan
empati dalam perawatan pasien sebagai salah satu komponen dalam
membangun hubungan dokter-pasien yang baik (Hojat, 2007a; Hojat et al.,
2011).Empati merupakan sikap hidup dan keterampilan yang dapat dipelajari
sehingga dapat digunakan untuk membina hubungan dengan orang lain,
berkomunikasi dan mengerti pengalaman maupun perasaan orang lain
2
(Halpern, 2003). Empati menjadi ciri profesionalisme dalam komunikasi
dokter-pasien sebagai upaya untuk mencapai hasil pengobatan yang lebih
baik (Pembroke, 2007). Seorang dokter yang mampu membangun hubungan
yang baik dengan pasien akan dapat meningkatkan kepatuhan dan kepuasan
pasienterhadap pelayanan yangdiberikan, dan pada akhirnya memberikan
hasil klinis yang lebih baik(Glaser, Markham, Adler, McManus, & Hojat,
2007).Hal ini merupakan salah satu alasan penting bagi penyedia kurikulum
pendidikan kedokteran untuk mengevaluasi tingkat empatipara mahasiswa
agar dapat memberikan pendidikan yang sesuai (Gönüllü & Öztuna, 2012).
Pendidikan dokter adalah pendidikan yang diselenggarakan untuk
menghasilkan dokter yang memiliki kompetensi untuk melaksanakan
pelayanan kesehatan primer dan merupakan pendidikan kedokteran dasar
sebagai pendidikan universitas. Tujuan pendidikan kedokteran adalah untuk
menghasilkan dokter yang kompeten. Pada praktiknya, seorang dokter
dituntut untuk senantiasa memenuhi kompetensinya sebagaimana yang
tercantum dalam Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI). Salah satu
kompetensi yang harus dimiliki lulusan pendidikan kedokteran adalah mampu
berempati secara verbal dan nonverbal agar tercipta hubungan dokter-pasien
yang baik (Konsil Kedokteran Indonesia, 2012).
Penelitian yang dilakukan Hojat (2004) mengungkapkan bahwa tingkat
empati mahasiswa kedokteran dapat berubah selama mengenyam pendidikan.
Penelitian ini mengungkapkan bahwa perubahan tersebut dipengaruhi oleh
3
berbagai faktor (Hojat et al., 2004). Beberapa diantaranya adalah tingkatan
studi, usia, jenis kelamin dan preferensi spesialisasi (Hojat, 2007b).
Tingkat empati mahasiswa kedokteran dapat diukur melalui The Jefferson
Scale of Physician Empathy. Kuesioner ini merupakan pengukuran self-
assesed empathyyang dianggap paling valid dan reliabel dibandingkan
dengan kuesioner pengukuran empati lainnya (Neumann et al., 2011).
Beberapa penelitian terdahulu tentang empati yang menggunakan kuesioner
tersebut, mengungkapkan bahwa empati mahasiswa kedokteran pada setiap
negara memiliki skor yang berbeda-beda. Di dalam penelitian-penelitian
tersebut, juga diuraikan tingkat empati sesuai dengan tingkatan studi
mahasiswa. Pada sebagian penelitian, ditemukan adanya penurunan rata-rata
skor empati selama menjalani masa kepaniteraan klinik, yaitu pada
mahasiswa kedokteran di Bangladesh, Itali, dan Amerika(Hojat et al., 2009;
Lillo, Cicchetti, Scalzo, Taroni, & Hojat, 2009; Mostafa, Hoque, Mostafa,
Rana, & Mostafa, 2014). Sedangkan pada penelitian yang dilakukan di
Jepang dan Korea, ditemukan adanya peningkatan rata-rata skor empati
selama menjalani kepaniteraan klinik(Kataoka, Koide, Ochi, Hojat, &
Gonnella, 2009; Roh, Hahm, Lee, & Suh, 2010). Di Indonesia sendiri,
berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan oleh Listiyandini (2017), tidak
didapatkan adanya perubahan tingkat empati seiring bertambahnya masa
studi(Listiyandini, Sulaeman, & Priatini, 2017).
4
Pada Fakultas Kedokteran Universitas Lampung, terdapat dua tahap
pendidikan dokter, yaitu tahap program sarjana dan tahap program profesi
dokter. Tahap program profesi dokter dilaksanakan minimal 3 semester aktif,
dengan masa studi maksimum 6 semester. Pada tahap ini, mahasiswa
mahasiswa sarjana kedokteran akan menjalani kepaniteraan klinik sebagai
program tahap profesi dokter, dimana dalam proses pembelajarannya, akan
dibimbing oleh dokter-dokter sebagai supervisor di rumah sakit pendidikan.
Setelah selesai menempuh dan memenuhi persyaratan yang ditentukan pada
tahap ini, mahasiswa berhak mendapat gelar dokter (Universitas Lampung,
2015). Oleh sebab itu, penting untuk mengetahui tingkat empati pada
mahasiswa kepaniteraan klinik sebagai bahan evaluasi kurikulum selama
mengenyam pendidikan kedokteran pada Fakultas Kedokteran Universitas
Lampung.
Berdasarkan uraian tersebut, maka peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian Perbedaan Tingkat Empati Antar Mahasiswa Kepaniteraan Klinik
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, rumusan masalah yang diambil
adalah “apakah terdapat perbedaan tingkat empati antar mahasiswa
kepaniteraan klinik Fakultas Kedokteran Universitas Lampung”?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini terbagi menjadi dua tujuan yaitu tujuan umum dan
tujuan khusus yang diuraikan sebagai berikut:
5
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahuiperbedaan tingkat empati antar mahasiswa
kepaniteraan klinik Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui rata-rata skor empati pada mahasiswa
kepaniteraan klinik Fakultas Kedokteran Universitas Lampung tingkat
awal.
2. Untuk mengetahui rata-rata skor empati pada mahasiswa
kepaniteraan klinik Fakultas Kedokteran Universitas Lampung tingkat
akhir.
3. Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan yang bermakna antara
tingkatan studi dengan tingkat empati mahasiswa kepaniteraan klinik
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.4.1 Manfaat Bagi Peneliti
Dapat mengembangkan pengetahuan dan kemampuan peneliti di bidang
penelitian dan menambah pengetahuan peneliti tentangempati pada
mahasiswa kepaniteraan klinik Fakultas Kedokteran Universitas
Lampung.
1.4.2 Manfaat Bagi Institusi
Sebagai bahan evaluasi dan pertimbangan untuk meningkatkan
pengintegrasian pendidikan empati pada mahasiswa Fakultas
Kedokteran Universitas Lampung.
6
1.4.3 Manfaat Bagi Mahasiswa Fakultas Kedokteran
Menambah pengetahuan tentang empatiserta menumbuhkan motivasi
untuk melatih rasa empatipada berbagai aspek kehidupan.
1.4.4 Manfaat Bagi Peneliti Lain
Sebagai acuan kepustakaan untuk penelitian selanjutnya khususnya
mengenai empati pada mahasiswa kepaniteraan klinik.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Pustaka
2.1.1 Definisi Empati
Empati berasal dari bahasa Yunani Kuno yaitu “empatheia” yang
berarti “dalam penderitaan” atau “dalam gairah”.Empati sangat penting
bagi orang yang dalam pekerjaannya bersinggungan dengan orang lain
seperti pekerja sosial, terapis, guru, termasuk dokter (Vrečer,
2015).Gianakos pada tahun 1996 mendeskripsikan empati sebagai
kemampuan dokter untuk membayangkan bahwa mereka adalah pasien
yang datang untuk mencari pertolongan(Gianakos, 1996). Menurut
Morse et al (1992), definisi empati mencakup satu atau beberapa
dimensi berikut:
a. Emotif: kemampuan untuk membayangkan perasaan atau sudut
pandang pasien. Respon empati terjadi ketika seseorang merasakan
tekanan emosional dalam diri orang lain. Identifikasi terhadap
perasaan orang lain membangkitkan perasaan tertentu dalam diri
seseorang. Rangsangan inilah yang memotivasi dokter dalam
membuat keputusan untuk menciptakan hubungan empati atau
untuk memberikan jarak antara dirinya dengan orang lain.
8
b. Moral: motivasi internal dokter untuk berempati. Dimensi moral
empati dapat terjadi karena adanya dorongan spontan untuk
berempati. Hasilnya adalah keputusan secara sadar untuk
berpartisipasi dalam memahami kesulitan orang lain sehingga
pemahaman ini diikuti dengan aspek kognitif dan perilaku empati
atau menolak memahami kesulitan orang lain sehingga tidak terjadi
komunikasi empatik. Berdasarkan penjelasan ini, dapat diartikan
bahwa dimensi kognitif dan perilaku dapat digunakan untuk
mendorong proses empatik, namun tanpa adanya dimensi moral,
dokter tidak dapat benar-benar berempati.
c. Kognitif: kemampuan intelektual untuk mengidentifikasi dan
memahami perasaan atau sudut pandang pasien, dan
memperkirakan apa yang dipikirkan orang tersebut. Empati
kognitif mencakup kekuatan pemahaman, penalaran, analisis, dan
pemikiran kritis tentang perilaku individu lain, pengalaman masa
lalu, dan keadaan saat ini dalam lingkup pengetahuan ilmiah yang
lebih luas.
d. Perilaku: kemampuan untuk menyampaikan kembali pemahaman
terhadap emosi dan sudut pandang pasien. Dibutuhkan komunikasi
verbal dan non-verbal untuk dapat mengerti dimensi perilaku
empati. Kedalaman dan akurasi empati bervariasi antara satu orang
dengan yang lainnya karena adanya perbedaan pengamatan dan
evaluasi seseorang terhadap perilaku empati yang diberikan
kepadanya (Morse et al., 1992; Stepien & Baernstein, 2006).
9
Empati, dalam konteks hubungan dokter-pasien, dapat dideskripsikan
sebagai atribut kognitif atau sikap yang melibatkan pemahaman tentang
minat, pengalaman, perhatian, dan perspektif pasien, dikombinasikan
dengan kemampuan untuk berkomunikasi dalam pemahaman dan niat
untuk membantu pasien (Hojat & LaNoue, 2014).Empati sendiri
memiliki tiga komponen dalam konteks hubungan dokter-pasien yaitu
kognisi, pemahaman, dan komunikasi. Kognisi merupakan komponen
yang membedakan empati dari simpati. Ketika berempati, seseorang
dapat memisahkan perasaannya dengan perasaan orang lain, namun
ketika bersimpati, seseorang kesulitan memisahkan kedua perasaan ini.
Selanjutnya, pemahaman mengenai perasaan orang lain
menggambarkan kemampuan dokter untuk memahami kondisi orang
lain tanpa kehilangan sudut pandang pribadi dan tanggung jawab
profesinya. Terakhir adalah komunikasi. Komponen ini melibatkan
pemahaman tentang kekhawatiran pasien dan keluarganya dan bersama-
sama, ingin membantu pasien mengatasi masalahnya. Komunikasi
menuntut adanya pengertian satu sama lain antara dokter dengan pasien
agar tercipta hubungan yang baik (Hojat, 2007b; Lillo et al., 2009).
Seorang dokter membutuhkan empati agar dapat benar-benar menolong
pasien. Empati memungkinkan dokter menggali pengertian yang
mendalam terhadap pasiennya. Dokter harus berempati untuk
memahami dan menghargai sudut pandang dan nilai-nilai pasien yang
diekspresikan dalam percakapan. Melalui empati, dokter mencoba
10
untuk mengombinasikan keyakinannya tentang pertolongan terbaik
untuk pasiennya dengan keyakinan pasien tentang pertolongan yang
terbaik untuk dirinya. Selain itu, empati melahirkan perasaan kasih
sayang dan perhatian terharap pasien, sehingga mendorong tindakan
kepedulian dan kelembutan yang nantinya membantu perbaikan kondisi
pasien. Memperlakukan pasien dengan perhatian dan kelembutan dapat
menyembuhkan penderitaan emosional pasien sehingga memberikan
hasil perawatan yang lebih baik. Terakhir, pemahaman akan empati
merupakan “kompas” bagi seorang dokter. Empati membantu
mengarahkan kata-kata, sikap, dan perilaku seseorang. Kesadaran
bahwa suatu saat dokter juga mungkin jatuh sakit dan menjadi pasien,
dapat menstimulasi dokter tersebut untuk memperlakukan pasiennya
sebagaimana dirinya ingin diperlakukan (Gianakos, 1996).
Empati adalah faktor utama dalam perawatan pasien, pendidikan
kedokteran, dan orientasi profesional, terutama pada beberapa disiplin
medis seperti bedah dan onkologi; dan seharusnya dibina pada semua
konteks akademis dan budaya. Akan tetapi, belum ada kesepakatan
baku tentang bagaimana mendefinisikan empati. Terdapat beberapa
perdebatan mengenai empati seperti apakah empati merupakan aspek
emosional atau kognitif, subjektif atau objektif, dan apakah empati
mencakup mengkomunikasikan pemahaman yang dihasilkan atau
bertindak sesuai berdasarkan pemahaman ini(Pantovic-Stefanovic et al.,
2015; Pedersen, 2009).
11
2.1.2 Perubahan Empati Mahasiswa Kedokteran
Sebuah penelitian kualitatif dilakukan oleh Winseman et al (2009)
untuk memeriksa pendapat mahasiswa tentang hal-hal yang
mempengaruhi perkembangan empati selama pendidikan kedokteran.
Berdasarkan penelitian ini, diketahui bahwa faktor personal dan
edukasional memiliki peran penting dalam membentuk empati selama
pendidikan kedokteran. Faktor-faktor seperti mentoring, role model,
pengalaman klinis, kesehatan pribadi dan koneksi dengan orang lain,
sikap negatif terhadap pasien, dan terhambatnya pengalaman kerja
dianggap sebagai hal-hal yang terus mempengaruhi empati sejak awal
pendidikan kedokteran (Winseman, Malik, Morison, & Balkoski,
2009).
Beberapa penelitian melaporkan bahwa perubahan karakter mahasiswa
pendidikan kedokteran terjadi secara drastis selama masa pendidikan.
Pada awal perjalanannya, sebagian besar mahasiswa merasa antusias,
penuh dengan idealisme, dan niat tulus untuk melayani mereka yang
membutuhkan bantuan. Akan tetapi, seiring perjalanannya, sinisme
berkembang secara progresif sehingga menyebabkan adanya perubahan
empati. Perubahan ini diseskripsikan sebagai ”traumatic de-
idealization” dan “dehumanization” (Hojat et al., 2009). Mahasiswa
menyadari bahwa mereka menjadi kurang sensitif terhadap penderitaan
pasiennya dan lebih berfokus pada penyakit pasien. Hal ini dapat
menurunkan empati yang dirasakan pasien. Selain itu, seiring dengan
12
berjalannya waktu, mahasiswa menyadari terjadi penurunan
kemampuan untuk melihat sesuatu dari sudut pandang pasien yang
mengarah kepada menurunnya sensitivitas dan hilangnya empati.
Mahasiswa lainnya menyatakan bahwa sepanjang proses pendidikan,
mereka menjadi terlatih untuk memberikan respon rutin terhadap
berbagai situasi emosional, contohnya ketika menerima kabar duka dari
anggota keluarga. Mahasiswa menjadi kurang sensitif dan tidak dapat
memberikan respon empati sebagaimana yang seharusnya diberikan
ketika mendengar kabar duka dari keluarga. Selanjutnya, mahasiswa
juga menyatakan bahwa mereka memiliki waktu yang sangat terbatas
untuk memproses perasaan mereka karena masih banyak hal lainnya
yang harus dikerjakan, seperti belajar (Sheikh, Carpenter, & Wee,
2013).
Walaupun demikian, tidak semua mahasiswa kedokteran merasakan
hilangnya empati selama proses pendidikan. Di penelitian yang sama,
Sheikh et al (2013) juga menemukan beberapa alasan meningkatnya
empati pada mahasiswa kedokteran. Melalui pendidikan kedokteran,
mahasiswa menjadi terpapar dengan pasien secara regular. Hal ini
memungkinkan mereka untuk meningkatkan kemampuan dalam
membaca perasaan dan mendengarkan pasien, serta mempertahankan
umpan balik positif terhadap pasiennya. Sebagai tambahan,
mempelajari tentang dampak psikososial suatu penyakit akan
meningkatkan pengetahuan mahasiswa tentang pengalaman pasien,
13
sehingga meningkatkan kemampuan mereka untuk menempatkan diri
pada posisi pasien dan melihat penyakit tersebut dari sudut pandang
pasien. Terakhir, adanya role model yang positif dapat menjadi
pengingat bagi mahasiswa bahwa dokter yang berempati memiliki
dampak positif dalam kesembuhan pasien (Sheikh et al., 2013).
2.1.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Empati
Berdasarkan jurnal yang dipublikasi oleh Quince et al (2016), terdapat
beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan dan pemeliharaan
empati pada mahasiswa pendidikan kedokteran. Secara garis besar,
faktor-faktor tersebut antara lain meliputi usia, jenis kelamin,
kebudayaan dan kesehatan mental. Aspek-aspek lainnya pada
pendidikan sarjana kedokteran juga harus diperhatikan, seperti
pengalaman klinis, pelajaran tentang empati yang kurang eksplisit,
pelatihan kemampuan komunikasi, dan intervensi edukasional lainnya
yang mungkin memiliki peran yang besar. Walaupun demikian, faktor-
faktor ini belum menjadi fokus utama dalam penelitian tenang empati
mahasiswa kedokteran sampai sekarang(Quince, Thiemann, Benson, &
Hyde, 2016). Berdasarkan penelitian-penelitian tentang empati yang
sudah pernah dilakukan sebelumnya, terdapat beberapa faktor yang
paling sering dikaitkan dengan tingkat empati mahasiswa kedokteran
yaitu tingkatan studi, usia, jenis kelamin, dan preferensi spesialisasi
(Hojat et al., 2018;Hojat, 2007b).
14
2.1.3.1 Tingkatan Studi
Terdapat pengaruh yang bermakna antara tingkatan studi dan
empati. Semakin tinggi tingkatan studi, maka semakin tinggi
pula skor empati yang dimiliki seorang mahasiswa kedokteran.
Hal ini telah dibuktikan melalui beberapa studi yang dilakukan
di negara-negara yang berbeda, yaitu Korea, Jepang, dan
Portugal (Duarte, Raposo, Rodrigues, & Branco, 2016; Kataoka
et al., 2009; Roh et al., 2010). Selain itu, semakin tinggi
tingkatan studi mahasiswa kedokteran, tentu semakin meningkat
pula kompetensi klinisnya. Sesuai dengan yang diungkapkan
dalam penelitian oleh Colliver (1998) dalam Hojat (2003)
menyatakan bahwa empati, sebagaimana dinilai oleh pasien
standar, ditemukan dapat diterapkan lebih baik dalam
pengambilan riwayat dan pemeriksaan fisik oleh mahasiswa
yang memiliki tingkatan studi yang lebih tinggi (Hojat,
Gonnella, Mangione, Nasca, & Magee, 2003). Oleh sebab itu,
tingkatan studi akan menjadi fokus utama dalam penelitian yang
akan dilakukan.
2.1.3.2 Usia
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa usia dan empati
berkorelasi secara positif. Berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh Schwenck et al (2014), ditemukan bahwa usia
dapat mempengaruhi variasi hasil pengukuran empati kognitif
sebesar 33,5% hingga 39,1%(Schwenck et al., 2014; Ze, Thoma,
& Suchan, 2014). Pertambahan usia merefleksikan proses
15
maturasi, baik secara biologis maupun psikologis. Walaupun
empati telah terbentuk pada usia remaja, namun proses maturasi
akan menyebabkan perubahan ciri kepribadian remaja menjadi
ciri kepribadian orang dewasa, seperti meningkatnya
agreeableness (keramahan) dan conscientiousness (ketelitian).
Keramahan dianggap sebagai penentu utama sosialitas, dimana
seseorang yang lebih ramah dianggap lebih peduli terhadap
orang lain dan lebih empati. Selanjutnya, conscientiousness
mengatur respon perilaku dan kognitif terkait empati karena
conscientiousness membantu menghambat perilaku antisosial
dan meningkatkan perilaku yang lebih teratur dan
bertanggungjawab (Caspi, Roberts, & Shiner, 2005).
2.1.3.3 Jenis Kelamin
Salah satu faktor yang juga berperan dalam perbedaan empati
adalah jenis kelamin. Beberapa penelitian pada mahasiswa
kedokteran di berbagai negara menemukan bahwa wanita
memiliki tingkat empati yang lebih tinggi daripada pria
(Kataoka et al., 2009; Lillo et al., 2009; Magalhaes, Salgueira,
Costa, & Costa, 2011). Penelitian lain juga mengungkapkan
bahwa terdapat hubungan antara tingkatan studi mahasiswa
kedokteran dengan jenis kelamin dalam kaitannya dengan
empati (Duarte et al., 2016; Roh et al., 2010).
16
2.1.3.4 Preferensi Spesialisasi
Seseorang yang memiliki tingkat empati lebih tinggi
diperkirakan cenderung memilih spesialisasi yang membutuhkan
pertemuan terus menerus dan berkepanjangan dengan pasien.
Spesialisasi ini disebut dengan istilah “people-oriented” seperti
dokter penyakit dalam, dokter keluarga, dokter anak, dan
psikiater. Sementara itu, dapat diperkirakan bahwa seseorang
yang memiliki tingkat empati lebih rendah akan lebih tertarik
pada spesialisasi yang membutuhkan lebih sedikit interaksi
dengan pasien dan lebih banyak melibatkan prosedur diagnostik
atau terapeutik. Spesialisasi ini digambarkan sebagai
“technology/procedure-oriented”seperti dokter patologi,
radiologi, anastesi, urlogi, dan bedah(Hojat et al., 2018).
Hipotesis ini dapat dikonfirmasi melalui beberapa penelitian
sebelumnya yang memberikan hasil serupa (Chen, Lew,
Hershman, & Orlander, 2007; Hamed, Alahwal, Basri, &
Bukhari, 2015; Hojat et al., 2009; Kataoka et al., 2009).
2.1.4Alat Ukur Empati
Terdapat berbagai instrumen yang dapat digunakan untuk melakukan
pengukuran empati, namun beberapa instrumen yang paling sering
digunakan adalah Hogan’s Empathy Scale, Mehrabian and Epstein’s
Emotional Empathy Scale, David’s Interpersonal Reactivity Index dan
The Jefferson’s Scale of Physician Empathy( Hojat, 2007b). Berikut
17
akan dipaparkan penjelasan singkat mengenai masing-masing
instrumen.
a. Hogan’s Empathy Scale
Skala ini dipublikasikan oleh Robert Hogan (1969) berdasarkan
disertasi doktoralnya di University of California di Barkeley.
Terdapat 64 pertanyaan benar-salah yang diadopsi dari California
Psychological Inventory (CPI), Minnesota Multiphasic Perconality
Inventory (MMPI), dan tes-tes lainnya yang digukanan di Institute of
Personality Assesment and Research. Skala ini dikembangkan
dalam kerangka teori perkembangan moral. Bukti yang mendukung
keabsahan skala ini diberikan dengan menunjukkan bahwa pencetak
skor tinggi lebih mungkin adalah orang yang secara sosial akur dan
peka terhadap nuansa dalam hubungan interpersonal, dan pencetak
skor rendah lebih cenderung menunjukkan sikap bermusuhan,
dingin, dan tidak sensitif terhadap perasaan lainnya. Selain itu,
dalam kelompok mahasiswa kedokteran, Hogan menemukan korelasi
positif dan signifikan antara skor pada skala ini dan ukuran kriteria
sosiabilitas pada CPI (r = 0,58) dan korelasi negatif yang signifikan
dengan introversi sosial pada MMPI (r = -0,65) (Hojat, 2007b).
b. Mehrabian and Epstein’s Emotional Empathy Scale
Skala yang dikembangkan oleh Albert Mehrabian dan Norman
Epstein (1972) ini mencakup 33 pernyataan yang digunakan untuk
18
mengukur empati emosional. Setiap pernyataan dinilai dengan skala
Likert 9 poin dimana +4 menyatakan sangat amat setuju dan -4
menyatakan sangat amat tidak setuju. Berdasarkan pandangan
subyektif mereka, Mehrabian dan Epstein melaporkan bahwa skala
tersebut mencakup komponen berikut dan mengidentifikasi item
yang mengukur masing-masing komponen ini: responsivitas
emosional yang ekstrem, apresiasi terhadap perasaan orang asing dan
orang lain, kecenderungan untuk digerakkan oleh pengalaman
emosional orang lain, dan kecendrungan bersimpati(Hojat, 2007b).
c. David’s Interpersonal Reactivity Index
Sebagai bagian disertasi doktoralnya di University of Texas di
Austin, Mark Davis mengembangkan Interpersonal Reactivity Index
(IRI) pada tahun 1983. Skala ini dibuat untuk mengukur perbedaan
empati setiap individu yang mencakup 28 pertanyaan yang terbagi
atas empat komponen pada domain kognitif dan emosional. Empat
komponen ini direfleksikan dalam empat subkelas yaitu pengambilan
sudut pandang, perhatian terhadap empati, fantasi dan, kecemasan
pribadi. Setiap subkelas terdiri dari tujuh pernyataan yang
dinyatakan dengan skala Likert 5 poin, dari 0 (tidak mendeskripsikan
saya dengan baik) sampai 4 (mendeskripsikan saya dengan sangat
baik). Komponen-komponen ini mulanya ditetapkan sebagai
penilaian subjektif tanpa dukungan statistik (Hojat, 2007b).
19
d. The Jefferson’s Scale of Physician Empathy
TheJefferson Scale of Physician Empathy (JSPE) dipatenkan pada
2001 dan dikembangkan sebagai skala laporan mandiri oleh peneliti
di Jefferson Medical Collage di Amerika Serikat khusus untuk
mahasiswa kedokteran, dokter atau penyedia layanan kesehatan
lainnya. Skala ini dapat digunakan pada 74 negara dan telah
diterjemahkan ke 55 bahasa, salah satunya Bahasa Indonesia.
Terdapat tiga versi JSPE yaitu untuk mahasiswa kedokteran,
professional kesehatan, dan mahasiswa professional kesehatan.
JSPE terdiri dari 20 butir pernyataan yang telah divalidasi secara
psikometri dimana separuhnya merupakan pernyataan negatif.
Melalui skala ini, responden dapat menunjukkan tingkat kesepakatan
mereka terhadap setiap pernyataan yang ada menggunakan skala
Likert tujuh poin sehingga nilainya akan berkisar antara 20 sampai
140. Tingkat empati responden nantinya akan berbanding lurus
dengan nilai yang didapat (Hojat, 2007b). Skala ini merupakan salah
satu skala yang paling valid dan reliabel untuk melakukan penilaian
mandiri empati, dan paling sering digunakan dalam berbagai
penelitian (Hemmerdinger, Stoddart, & Lilford, 2007; Pedersen,
2009).
2.1.5 Domain JSPE
Terdapat tiga faktor dasar yang dapat diukur dengan JSPE yaitu
“perspective taking”, “compassionate care”, dan “ability to stand in
20
patient’s shoes” (Hojat, 2007b). Berikut akan diberikan penjelasan
mengenai masing-masing faktor dasar pada JSPE.
a. Perspective taking
Faktor utama dalam JSPE adalah perspective taking, dimana
faktor ini dianggap sebagai komponen esensial dalam empati
(Hojat et al., 2009). Faktor ini mencerminkan komponen kognitif
dalam empati, sebagaimana yang diterangkan oleh Davis (1983).
Dalam penelitiannya, Davis (1983) menyebutkan bahwa
seseorang yang memiliki skor perspective taking yang tinggi akan
memiliki kemampuan sosial yang lebih baik. Faktor ini
memungkinkan seseorang untuk mengantisipasi perilaku dan
kebiasaan orang lain, sehingga memungkinkan terciptanya
hubungan interpersonal yang lebih baik (Davis, 1983). Faktor
perspective taking dirumuskan kedalam sepuluh pernyataan yang
terdapat dalam JSPE. Kesepuluh pernyataan ini merupakan
kalimat positif. Salah satu contohnya yaitu “Pasien menghargai
dokter yang dapat memahami mereka, karena hal tersebut bersifat
terapeutik terhadap diri pasien” (Hojat, 2007b).
b. Compassionate care
Faktor compassionate care dalam JSPE merefleksikan komponen
afektif dalam empati (Petek & Selič, 2015). Faktor ini merupakan
dimensi esensial dalam hubungan dokter-pasien (Hojat et al.,
2009). Berdasarkan serangkaian laporan yang dipublikasikan
21
oleh Association of American Medical Collages (AAMC) tentang
Medical School Objective Projects, ditekankan bahwa “dokter
harus memiliki belas kasih dan empati dalam merawat pasien”
(AAMC, 1998). Dalam studi lebih lanjut, diterangkan bahwa
terdapat beberapa kualitas yang ditetapkan sebagai tujuan dari
pelajaran berkomunikasi di dunia kedokteran, yaitu “memahami
sudut pandang pasien, mengekspresikan kepedulian, perhatian,
dan empati” (AAMC, 1999). Kepedulian terhadap pasien bukan
hanya sebatas mengobati patofisiologi penyakit, namun juga
melibatkan empati kedalamnya. Pasien yang menerima empati
dari dokter akan memberikan hasil pengobatan yang lebik baik
dalam hal kesehatan fisik, mental, dan sosial (Glaser et al., 2007;
Hojat, 2007b).Faktor kedua ini tercantum dalam delapan
pernyataan pada JSPE. Kalimat yang digunakan berupa
pernyataan negatif sehingga skornya akan dinilai secara terbalik.
Contoh pernyataan yang digunakan adalah “Saat pengambilan
riwayat pasien, tidak penting untuk memperhatikan emosi pasien”
(Hojat et al., 2009).
c. Standing in patient’s shoes
Faktor ketiga ini juga merupakan bagian dari komponen kognitif
empati yang erat kaitannya dalam hubungan dokter-pasien (Hojat
et al., 2002; Šter & Selič, 2015). Faktor ini terdiri dari dua
pernyataan, dimana keduanya adalah pernyataan negatif.
22
Pernyataan yang mencerminkan standing in patient’s shoes dalam
JSPE adalah “Setiap orang berbeda, oleh sebab itu sulit untuk
melihat segala sesuatu dari perspektif pasien” (Hojat, 2007b).
Tabel 1.Blueprint kuesioner JSPE (The Jefferson’s Scale of Physician Empathy)
(Hojat, 2007b) Domain Jumlah Pernyataan
Perspective taking 10 item
Compassionate care 8 item
Standing in patient’s shoes 2 item
23
2.2 Kerangka Teori
Keterangan: : Faktor yang tidak diteliti
: Faktor yang diteliti
(Hojat, 2007b; Sheikh et al., 2013; Stepien & Baernstein, 2006)
Gambar 1. Kerangka TeoriPerbedaan Tingkat Empati Antar Mahasiswa Kepaniteraan
Klinik.
Alat Ukur
Kognitif
Moral
Emotif
Perilaku
Positif Dimensi
Negatif
Tingkat empati
Faktor-faktor
Perubahan
Domain
Perspective taking
Compassionate care
Ability to stand in patient’s
shoes
The Jefferson’s Scale
of Physician Empathy
Tingkatan studi
Preferensi
spesialisasi
Jenis
kelamin
Usia
24
2.3 Kerangka Konsep
Gambar 2. Kerangka Konsep Perbedaan Tingkat Empati Antar Mahasiswa Kepaniteraan
Klinik.
2.4 Hipotesis
Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan sebelumnya, maka didapatkan
hipotesis berupa hipotesis null dan hipotesis alternatif.
2.4.1 Hipotesis Null (H0)
Tidak terdapat perbedaan tingkat empati antar mahasiswa kepaniteraan
klinik Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.
2.4.2 Hipotesis Alternatif (Ha)
Terdapat perbedaan tingkat empati antar mahasiswa kepaniteraan klinik
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.
Variabel bebas Variabel terikat
Tingkat empati Tingkatan studi
25
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Rancangan Penelitian
Metode pada penelitian ini adalah studi observasi dengan pendekatan analitik
cross sectional. Pengukuran data yang dilakukan adalah untuk mencari
perbedaan tingkat empati antar mahasiswa kepaniteraan klinik Fakultas
Kedokteran Universias Lampung. Rancangan penelitian cross sectional
memungkinkan subjek penelitian dan variabelnya diukur dalam satu waktu
saja sehingga studi ini tidak memerlukan pemeriksaan ulangan.
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Abdul Moeloek dan berlangsung
pada bulan November 2018-Februari 2019.
3.3 Subjek Penelitian
3.3.1 Populasi Penelitian
Populasi penelitian ini adalah mahasiswa kepaniteraan klinik di
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.
a. Kriteria inklusi pada penelitian ini diantaranya adalah
- Mahasiswa kepaniteraan klinik aktif Fakultas Kedokeran
Universitas Lampung.
26
b. Kriteria ekslusi pada penelitian ini diantaranya adalah
- Menolak menjadi sampel penelitian dengan tidak menandatangani
lembar informed consent.
- Tidak menjawab paling sedikit empat pertanyaan dari kuesioner.
3.3.2 Sampel Penelitian
Pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan teknik probability
sampling yaitu proportionate stratified random sampling. Probability
sampling merupakan teknik pengambilan sampel yang memberikan
peluang yang setara bagi setiap anggota populasi tersebut untuk dipilih
menjadi anggota sampel (Sugiyono, 2007).
Besarnya sampel minimal yang harus diambil didapatkan dari
perhitungan dengan rumus sebagai berikut:
dimana:
= kesalahan tipe I yang dapat diterima, pada penelitian ini =0,05
sehingga Z =1,96.
= kesalahan tipe II yang dapat diterima, pada penelitian ini =0,1
sehingga Z =1,282.
S = Simpang baku yang diperoleh dari kepustakaan, pada penelitian
ini digunakan simpang baku tingkat empati
S=11,072(Listiyandini et al., 2017).
x1-x2= perbedaan rerata minimal yang dianggap bermakna.
27
Populasi yang terdapat dalam penelitian berjumlah 214 orang dan tingkat
signifikansi 5% atau 0,05, maka besarnya sampel minimal pada
penelitian ini adalah:
n= 103
Untuk mengantisipasi adanya responden yang drop out, maka jumlah
sampel ditambah 10% sehingga menjadi
n = 103 + (10% 103)
n = 113,3
Jadi, jumlah sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah sebanyak
113 orang.
Pada teknik pengambilan sampel proportionate stratified random
sampling, anggota setiap populasi tidak homogen sehingga untuk
menentukan besarnya sampel pada tiap kelas dilakukan alokasi
proporsional dengan cara:
Jumlah sampel tiap kelas =
Tabel 2. Penghitungan Jumlah Sampel
Tingkatan studi Perhitungan Jumlah Sampel
Awal
36
Akhir
77
Jumlah 113
28
3.4 Identifikasi Variabel Penelitian
Variabel penelitian terdiri dari dua jenis, yaitu:
3.4.1 Variabel Independen
Variabel independen dalam penelitian ini adalah tingkatan studi
mahasiswa kepaniteraan klinik Fakultas Kedokteran Universitas
Lampung.
3.4.2 Variabel Dependen
Variabel dependen dalam penelitian ini adalah tingkat empati
mahasiswakepaniteraan klinik Fakultas Kedokteran Universitas
Lampung.
3.5Definisi Operasional
Tabel 3. Definisi Operasional Variabel. Variabel Definisi Alat Ukur Hasil Ukur Skala
Tingkatan Studi Periode perkuliahan yang
dibedakan setiap tahun
-Awal: mahasiswa
kepaniteraan klinik yang
sudah menjalani masa
kepaniteraan < 1 tahun
-Akhir: mahasiswa
kepaniteraan klinik yang
sudah menjalani masa
kepaniteraan 1 tahun
Data identitas
pada kuesioner
Awal
Akhir
Nominal
Empati Atribut kognitif atau sikap
yang melibatkan
pemahaman tentang
minat, pengalaman,
perhatian, dan perspektif
pasien, dikombinasikan
dengan kemampuan untuk
berkomunikasi dalam
pemahaman dan niat
untuk membantu pasien
(Hojat & LaNoue, 2014).
The Jefferson’s
Scale of
Physician
Empathy-
Student
Version(JSPE-
SV)
Skor antara
20-140
Interval
29
3.6 Metode Pengambilan Data
Pengambilan data variabel menggunakan data primer. Data primer merupakan
data yang diperoleh langsung dari responden. Peneliti akan membagikan
kuesiner yang akan diisi oleh responden pada saat tertentu itu saja. Kemudian
data tersebut akan digunakan untuk mencari perbedaan tingkat empati antar
mahasiswa kepaniteraan klinik Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.
3.7 Instrumen Penelitian
3.7.1 Instrumen Penilaian
Instrumen yang digunakan untuk untuk menilai tingkat empati adalah
The Jefferson’s Scale of Physician Empathy- Student Version (JSPE-
SV)yang merupakan kuesioner yang terdiri dari dua puluh pernyataan.
Terdapat tiga domain empati yang dapat diukur melalui kuesioner ini,
yaitu perspective taking, compassionate care, dan standing in patient’s
shoes.
Tabel 4. Instrumen JSPE Domain Nomor Soal Keterangan
Perspective taking 2, 4, 5, 9, 10, 13, 15, 16, 17, dan
20
Positive score
Compassionate care 1, 7, 8, 11, 12, 14, 18, dan 19 Reversed score
Standing in patient’s
shoes
3 dan 6 Reversed score
Responden akan menilai setiap pernyataan yang ada menggunakan
skala Likert tujuh poin, dimana skor 1 menyatakan sangat tidak setuju
terhadap pernyataan tersebut dan skala 7 menyatakan sangat setuju.
Akan tetapi, untuk pernyataan-pernyataan negatif, skor 1 menyatakan
sangat setuju dan skor 7 menyatakan sangat tidak setuju. Setiap skor
dalam pernyataan-pernyataan tersebut akan dijumlahkan sehingga akan
diperoleh hasil akhir berupa skor antara 20 sampai 140.
30
3.7.2 Validasi Instrumen
Instrumen yang digunakandalam penelitian ini merupakan instrumen
penilaian empati dibuat oleh Jefferson Medical Collage di Amerika
Serikat yang telah digunakan oleh 74 negara dan telah diterjemahkan ke
55 bahasa, termasuk Bahasa Indonesia. Berdasarkan penelitian yang
dilakukan Listiyandini et al. (2017), diketahui bahwa kuesioner JSPE-
SV yang telah diadaptasi ke Bahasa Indonesia memiliki nilai
Cronbach’s Alpha 0,766 sehingga dapat dikatakan bahwa kuesioner ini
reliabel (Listiyandini et al., 2017). Akan tetapi, kuesioner ini belum
pernah diuji validitasnya di Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.
Berdasarkan uji yang dilakukan terhadap 30 orang mahasiswa
kepaniteraan klinik Fakultas Kedokteran Universitas Lampung yang
bukan merupakan populasi sampel, ditemukan bahwa semua pernyataan
yang terdapat dalam kuesioner adalah valid yang ditunjukkan dengan
nilai r hitung > r tabel, dengan signifikansi 5% dan n=30, sehingga
digunakan nilai r tabel 0,361. Oleh sebab itu, dapat disimpulkan bahwa
kuesioner valid dan reliabel.
3.8 Alur Penelitian
Penelitian dilaksanakan dalam tiga tahap yaitu (1) tahap persiapan, (2) tahap
pelaksanaan dan (3) tahap pengolahan dan analisis data. Secara garis besar,
langkah-langkah yang dilaksanakan dalam penelitian dapat dilihat pada bagan
berikut:
31
3.8.1 Tahap Persiapan
Gambar 3. Alur Penelitian.
3.8.2 Tahap Pelaksanaan
Tahapan pelaksanaan dilakukan apabila sampel telah mengisi lembar
informed consent dan bersedia menjadi peserta dalam penelitian.
Sampel diambil dari mahasiswa kepaniteraan klinik Fakultas
Kedokteran Universitas Lampung.Setelah data diperoleh dari sampel,
maka dilanjutkan dengan tahap akhir.
Studi pendahuluan
Studi literatur, identifikasi
masalah, penentuan konsep
penelitian
Pembimbingan Seminar proposal (1)
dan revisi
Persiapan instrumen
dan penelitian
Persiapan mahasiswa sampel,
informed consent, dan penjelasan
pada mahasiswa sampel tentang
mekanisme penelitian yang akan
dilakukan
Pengajuan ethical clereance ke
komisi etik FK Unila
Persiapan instrumen penelitian
32
3.8.3 Tahap Akhir
Tahapan akhir penelitian berupa menginput data dan melakukan analisis
data (uji hipotesis).
3.9 Analisis Data
Terdapat beberapa uji yang dilakukan untuk menganalisis data berupa:
3.9.1Uji Normalitas
Uji normalitas digunakan untuk melihat apakah data yang dimiliki
memiliki sebaran yang normal atau tidak. Pada penelitian ini,
digunakan uji Kolmogorov Smirnov.
3.9.2 Analisis Univariat
Tujuan dilakukannya analisis univariat adalah untuk mendefinisikan
karakteristik responden penelitian dalam bentuk distribusi frekuensi (n)
dan persentase (%). Dalam penelitian ini, analisis univariat digunakan
untuk mengetahui karakteristiktingkat empati pada mahasiswa
kepaniteraan klinik Fakultas Kedokteran Universitas Lampung yang
menjadi responden penelitian.
3.9.3 Analisis Bivariat
Analisis bivariat digunakan untuk mencari perbedaan rata-rata antara
kedua variabel, yaitu tingkatan studi dan tingkat empati mahasiswa
kepaniteraan klinik. Pada penelitian ini dilakukan uji bivariat t-test
tidak berpasangan.
3.10 Etika Penelitian
Penelitian ini diakukan pada mahasiswa kepaniteraan klinik Fakultas
Kedokteran Universitas Lampung dengan memperhatikan aspek etika dalam
33
penelitian. Penelitian ini telah disetujui oleh Komite Etik Penelitian
Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Lampung dengan nomor surat
360/UN26.18/PP.05.02.00/2019.
49
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian yang telah dilakukan, maka
dapat disimpulkan bahwa:
1. Rata-rata skor empati mahasiswa kepaniteraan klinik awal Fakultas
Kedokteran Universitas Lampung adalah 94,25.
2. Rata-rata skor empati mahasiswa kepaniteraan klinik awal Fakultas
Kedokteran Universitas Lampung adalah 102,28.
3. Terdapat perbedaan tingkat empati yang bermakna secara statistik antar
mahasiswa kepaniteraan klinik Fakultas Kedokteran Universias Lampung.
5.2 Saran
Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian yang telah dilakukan, maka
terdapat beberapa saran diantaranya:
1. Bagi mahasiswa, diharapkan untuk lebih termotivasi dalam
mempertahankan empati terhadap pasien guna mencegah turunnya
kepuasan pasien terhadap pelayanan yang diberikan.
2. Bagi institusi, dapat dilakukan peningkatan peran role model positif,
peningkatkan paparan awal dalam komunitas bagi mahasiswa pendidikan
sarjana kedokteran, maupunpelatihan komunikasi atau pelatihan empati
50
secara spesifik sebagai upaya untuk meningkatkan dan mencegah
penurunan empati pada mahasiswa kepaniteraan klinik.
3. Bagi penelitian selanjutnya, dapat dilakukan penelitian lanjutan untuk
mengeksplorasi faktor-faktor lainnya yang mempengaruhi tingkat empati
pada mahasiswa kepaniteraan klinik yang belum diteliti dalam penelitian
ini, selain itu dapat juga dilakukan penelitian di tempat lain agar
didapatkan data tingkat empati secara nasional.
51
DAFTAR PUSTAKA
AAMC. 1998. Learning objectives for medical student education-Report I.
Academic Medicine, 74(1): 13–8.
AAMC. 1999. Contemporary issues in medicine: Quality of Care Medical School
Objectives Project: 1–29.
Caspi A, Roberts BW, Shiner RL. 2005. Personality development: stability and
change. Annual Review of Psychology, 56(1): 453–84.
Chen D, Lew R, Hershman W, Orlander J. 2007. A cross-sectional measurement
of medical student empathy. Journal of General Internal Medicine, 22(10):
1434–8.
Davis MH. 1983. Measuring individual differences in empathy: Evidence for a
multidimensional approach. Journal of Personality and Social Psychology,
44(1): 113–26.
Duarte MIF, Raposo MLB, Rodrigues PJF, Branco MC. 2016. Measuring
empathy in medical students, gender differences and level of medical
education: An identification of a taxonomy of students. Investigación En
Educación Médica, 5(20): 253–60.
Gianakos. 1996. Empathy revisited. Arch Intern Med, 158(1): 135–6.
Glaser KM, Markham FW, Adler HM, McManus PR, Hojat M. 2007.
Relationships between scores on the jefferson scale of physician empathy,
patient perceptions of physician empathy, and humanistic approaches to
patient care: A Validity Study. Medical Science Monitor, 13(7): CR291-4.
Gönüllü İ, Öztuna D. 2012. A Turkish adaptation of the student version of the
jefferson scale of physician empathy. Marmara Medical Journal, 25: 87–92.
Halpern J. 2003. What is clinical empathy? Journal of General Internal Medicine,
18(8): 670–4.
52
Hamed OAE, Alahwal AMS, Basri AH, Bukhari BM. 2015. Personal ,cultural and
academic factors affecting empathy score in third year medical student, 3(3):
727–40.
Hemmerdinger JM, Stoddart SDR, Lilford RJ. 2007. A systematic review of tests
of empathy in medicine. BMC Medical Education, 7: 1–8.
Hojat M. 2007a. A definition and key features of empathy in patient care.
empathy in patient care: 77–85.
Hojat M. 2007b. Empathy in patient care: Antecedents, development.
measurement, and outcomes. Pennsylvania: Springer
Science+BusinessMedia.
Hojat M, Axelrod D, Spandorfer J, Mangione S. 2013. Enhancing and sustaining
empathy in medical students, 35: 996–1001.
Hojat M, DeSantis J, Shannon SC, Mortensen LH, Speicher MR, Bragan L, et al.
2018. The jefferson scale of empathy: a nationwide study of measurement
properties, underlying components, latent variable structure, and national
norms in medical students. Advances in Health Sciences Education.
Hojat M, Gonnella JS, Mangione S, Nasca TJ, Magee M. 2003. Physician
empathy in medical education and practice: Experience with the jefferson
scale of physician empathy. Seminars in Integrative Medicine, 1(1): 25–41.
Hojat M, Gonnella JS, Nasca TJ, Mangione S, Vergare M, Magee M. 2002.
Physician empathy: Definition, components, measurement, and relationship
to gender and specialty. American Journal of Psychiatry, 159(9): 1563–9.
Hojat M, LaNoue M. 2014. Exploration and confirmation of the latent variable
structure of the jefferson scale of empathy. International Journal of Medical
Education, 5: 73–81.
Hojat M, Louis DZ, Markham FW, Wender R, Rabinowitz C, Gonnella JS. 2011.
Physiciansʼ empathy and clinical outcomes for diabetic patients. Academic
Medicine, 86(3): 359–64.
Hojat M, Mangione S, Nasca TJ, Rattner S, Erdmann JB, Gonnella JS, Magee M.
2004. An empirical study of decline in empathy in medical school. Medical
Education, 38(9): 934–41.
Hojat M, Vergare MJ, Maxwell K, Brainard G, Herrine SK, Isenberg GA, et al.
2009. The devil is in the third year: A longitudinal study of erosion of
empathy in medical school. Academic Medicine, 84(9): 1182–91.
53
Kataoka H, Iwase T, Ogawa H, Mahmood S, Sato M, DeSantis J, et al. 2018. Can
communication skills training improve empathy? A six-year longitudinal
study of medical students in Japan. Medical Teacher: 1–6.
Kataoka HU, Koide N, Ochi K, Hojat M, Gonnella JS. 2009. Measurement of
empathy among Japanese medical students: Psychometrics and score
differences by gender and level of medical education. Academic Medicine,
84(9): 1192–7.
Konsil Kedokteran Indonesia. 2012. Standar kompetensi dokter Indonesia
(Kedua). Jakarta Pusat, Indonesia: Konsil Kedokteran Indonesia.
Lillo MDi, Cicchetti A, Scalzo ALo, Taroni F, Hojat M. 2009. The jefferson scale
of physician empathy: Preliminary psychometrics and group comparisons in
Italian physicians. Academic Medicine, 84(9): 1198–202.
Listiyandini RA, Sulaeman D, Priatini MR. 2017. Empathy among Indonesian
medical students: A cross sectional study. In Konferensi Nasional III
Psikologi Kesehatan. Jakarta Pusat, Indonesia.
Littlewood S, Ypinazar V, Margolis SA, Scherpbier A, Spencer J, Dornan T.
2005. Early practical experience and the social responsiveness of clinical
education: systematic review. BMJ, 331: 387–91.
Magalhaes E, Salgueira AP, Costa P, Costa MJ. 2011. Empathy in senior year and
first year medical students: A Cross-sectional Study. BMC Med Educ,
11(52): 1–7.
McDonald NM, Messinger DS. 2011. The development of empathy: How, when,
and why. In A. Acerbi, J.A. Lombo, & J.J. Sanguienti (Eds), Free will,
Emotions. Moral Actions: Philosophy and Neuroscience in Dialogue (pp. 1–
36). Florida: IF-Press.
Morse JM, Anderson G, Bottorff JL, Yonge O, O’Brien B, Solberg SM, McIlveen
KH. 1992. Exploring empathy: A conceptual fit for nursing practice: The
Journal of Nursing Scholarship, 24(4): 273–80.
Mostafa A, Hoque R, Mostafa M, Rana M M, Mostafa F. 2014. Empathy in
undergraduate medical students of Bangladesh: Psychometric analysis and
differences by gender, academic year, and specialty preferences. ISRN
Psychiatry, 2014: 1–7.
Neumann M, Edelhäuser F, Tauschel D, Fischer MR, Wirtz M, Woopen C, et al.
2011. Empathy decline and its reasons: A systematic review of studies with
medical students and residents. Academic Medicine, 86(8): 996–1009.
54
Pantovic-Stefanovic M, Dunjic-Kostic B, Gligoric M, Lackovic M, Damjanovic
A, Ivkovic M. 2015. Empathy predicting career choice in future physicians.
Engrami, 37(1): 37–48.
Pedersen R. 2009. Empirical research on empathy in medicine-A critical review.
Patient Education and Counseling, 76(3): 307–22.
Pembroke NF. 2007. Empathy, emotion, and ekstasis in the patient-physician
relationship. Journal of Religion and Health, 46(2): 287–98.
Peng J, Clarkin C, Doja A. 2018. Uncovering cynicism in medical training: a
qualitative analysis of medical online discussion forums. BMJ Open, 8: 1–8.
Petek ŠM, Selič P. 2015. Assessing empathic attitudes in medical students: The
re-validation of the jefferson scale of empathystudent version report.
Zdravstveno Varstvo, 54(4): 282–92.
Quince T, Thiemann P, Benson J, Hyde S. 2016. Undergraduate medical students’
empathy: current perspectives. Advances in Medical Education and Practice,
7(7513): 443–55.
Roh MS, Hahm BJ, Lee DH, Suh DH. 2010. Evaluation of empathy among
Korean medical students: A cross-sectional study using the Korean version
of the jefferson scale of physician empathy. Teaching and Learning in
Medicine, 22(3): 167–71.
Schwenck C, Göhle B, Hauf J, Warnke A, Freitag CM, Schneider W. 2014.
Cognitive and emotional empathy in typically developing children: The
influence of age, gender, and intelligence. European Journal of
Developmental Psychology, 11(1): 63–76.
Sheikh H, Carpenter J, Wee J. 2013. Medical student reporting of factors affecting
pre-clerkship changes in empathy: A Qualitative Study. Canadian Medical
Education Journal, 4(1): 26–34.
Stepien KA, Baernstein A. 2006. Educating for empathy: A review. Journal of
General Internal Medicine, 21(5): 524–30.
Sugiyono. 2007. Statistik untuk penelitian. Bandung: CV. Alfabeta.
Univesitas Lampung. 2015. Panduan penyelenggaraan program pendidikan dokter
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.
van der Cingel M. 2015. Compassion in care: A qualitative study of older people
with a chronic disease and nurses. Nursing Ethic, 18(5): 672–85.
Vrečer N. 2015. Empathy in adult education. Andragoška Spoznanja, 21(3): 65–
73.
55
Wear D, Zarconi J. 2008. Can compassion be taught? Let’s ask our students. J
Gen Intern Med, 23(7): 948–53.
Winseman J, Malik A, Morison J, Balkoski V. 2009. Students’ views on factors
affecting empathy. PsycINFOAcademic Psychiatry, 33(6).
Wündrich M, Schwartz C, Feige B, Lemper D, Nissen C, Voderholzer U, et al.
2017. Empathy training in medical students–a randomized controlled trial.
Medical Teacher: 1–3.
Ze O, Thoma P, Suchan B. 2014. Cognitive and affective empathy in younger and
older individuals. Aging & Mental Health, 18(7): 929–35.