Perbedaan Pengungkapan Diri Dalam Media Sosial Online … · 2017. 1. 23. · berkomunikasi...
Transcript of Perbedaan Pengungkapan Diri Dalam Media Sosial Online … · 2017. 1. 23. · berkomunikasi...
PERBEDAAN PENGUNGKAPAN DIRI DALAM MEDIA SOSIAL
ONLINE (FACEBOOK) DITINJAU DARI JENIS KELAMIN
OLEH
RATIH TRI YULININGSIH
802010107
TUGAS AKHIR
Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk
Mencapai Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2015
Perbedaan Pengungkapan Diri Dalam Media Sosial Online (Facebook)
ditinjau Dari Jenis Kelamin
Ratih Tri Yuliningsih
Jusuf Tjahjo Purnomo, MA. Psi dan Heru Astikasari SM., S. Psi, M. A
Fakultas Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan pengungkapan diri dalam media sosial
online (Facebook) ditinjau dari jenis kelamin. Subyek dalam penelitian ini berjumlah 200
orang. Sampel penelitian adalah anak-anak SMA yang berumur 16-18 tahun di Ambarawa.
Alat pengumpulan data yang digunakan adalah skala self disclosure dengan model skala
Linkert yang terdiri dari 4 alternatif pilihan jawaban. Skala self disclosure yang digunakan
diadaptasi dan diterjemahkan berdasarkan 5 aspek perilaku self disclosure menurut Leung
(2001) yaitu: Depth, Accuracy, Amount, Valence, dan Intent. Metode analisis data yang
digunakan adalah Accidental Sampling. Analisa data menggunakan uji beda t-test yang
dilakukan dengan uji hipotesis one-tailed menunjukkan t- tes sebesar 4, 153 dan nilai
signifikansi sebesar 0,000 dengan kriteria penerimaan hipotesis penelitian adalah P < 0,05.
Hal tersebut menunjukkan ada perbedaan pengungkapan diri dalam media sosial online
(Facebook) antara laki-laki dan perempuan.
Keyword: Sefl Disclosure, Facebook, Jenis kelamin
Difference of Self-Disclosure in Online Social Media Facebook Which in
Terms of Gender
Ratih Tri Yuliningsih
Jusuf Tjahjo Purnomo, MA. Psi dan Heru Astikasari SM., S. Psi, M. A
Faculty of Psychology Satya Wacana Christian University
ABSTRACT
This Present Study was aimed to investigate the difference of self-disclosure in online social
media Facebook which in terms of gender. The sample of this study are 200 senior high
school children in Ambarawa with the age of 16 – 18 years old range. The data collection
which was used in this study was a self-disclosure scale, Linkert scale model, which consist
of four choices of alternative answer. The self-disclosure scales were adapted and translated
based on five behavior aspects of self-disclosure according to Leung (2001): Depth,
Accuracy, Amount, Valence, and Intent. An accidental sampling method is used to analyze
the data. The data analysis used a difference test, T-test, which was conducted with the
hypothesis test, one-tailed, showed T-test for 4.153 and the significance value for 0.000 with
the acceptance criteria research hypothesis is P<0.005. It showed there is a difference of
self-disclosure in online social media Facebook between men and women.
Keyword: Sefl Disclosure, Facebook, Gender
1
PENDAHULUAN
Dunia ini dijuluki sebagai the big village, yaitu sebuah dunia yang besar,
dimana melalui internet masyarakat bisa saling kenal dan saling menyapa satu
dengan yang lainnya (Bugin,2006). Internet menyediakan berbagai media sosial
untuk memuaskan kebutuhan masyarakat dalam persahabatan dan rasa saling
memiliki (Morahan-Martin & Schumacher, 2003). Di sebagian besar
negaraBarat,internettelah menjadisarana pentinguntuk komunikasi antarateman-
teman dekat (Lenhart, Madden, &Hitlin, 2005;Valkenburg&Peter, 2007).
Remaja saat ini menghabiskan lebih banyak waktu di internet daripada kegiatan
lain (Lenhart & Madden, 2007). Mereka juga sering mengungkapkan informasi
pribadi dan mengembangkan hubungan melalui Internet (Peter, Valkenburg, &
Schouten, 2005; Schouten et al., 2007). Hal ini sesuai dengan penelitian
Wartella, O'Keefe, & Scantlin (2000), anak-anak dan remaja sangat menyukai
media online dan menghabiskan banyak waktu luang mereka di internet,
mencari informasi, bermain game, dan berbicara dengan teman-teman setiap
hari. Mereka menikmati membuat teman online, kemampuan untuk
menyamarkan identitas dalam komunikasi tekstual, dan berbicara sepanjang
waktu dengan beragam jenis orang (Leung, 2001). Tidak hanya anak-anak,
survei mengindikasi hampir 10% dari pengguna internet orang dewasa sebagai
pecandu internet (Cooper, Morahan-Martin, Mathy, & Maheu, 2002).
Kebanyakan remaja menggunakan internet, dan pesan singkat (IM) dan situs
jejaring sosial (SNSs) untuk mempertahankan persahabatan mereka, berbagi
pikiran intim, perasaan, dan pengalaman dengan teman-teman (Boneva, Quinn,
2
Kraut, Kiesler, & Shklovski, 2006; Grinter & Palen, 2002; Gross, 2004;
Schouten, Valkenburg, & Peter, 2007).
Media-media sosial online menawarkan berbagai pilihan untuk bertemu
orang baru, berkomunikasi, dan mengembangkan hubungan dekat dengan orang
lain (Pornsakulvanich,2005). Facebook sebagai salah satu produkjejaring sosial,
menyajikan daftar pengguna lain yang secara individu terhubung dengan mereka
dan memudahkan individu menavigasi daftar koneksi mereka dengan koneksi
yang dimiliki pengguna lain. Intinya, individu yang menggunakan situs jejaring
sosial mampu menciptakan profil dan menghubungkan profil mereka kepada
pengguna lain untuk membentuk jaringan personal (Melcombe, 2011). Secara
global, facebook kini memiliki 1,28 miliar pengguna aktif setiap bulan. Jumlah
pengguna facebook di Indonesia kini mencapai 69 juta orang. Indonesia diakui
sebagai salah satu pasar terbesar bagi facebook. Pernyataan resmi tersebut
dikeluarkan kepala facebook Indonesia, Anand Tilak, seperti
dikutip VentureBeat.
Facebook sangat interaktif dan luas mencakup berbagi informasi dan
pengalaman. Selain itu, proses menulis online merangsang seseorang untuk
melakukan pengungkapan diri (McKenna & Bargh, 2000). Pengungkapan diri
mengacu pada informasi tentang diri bahwa seseorang berkomunikasi kepada
orang lain (Joinson, 2001a, 2001b; Joinson & Paine, 2007). Berbagi informasi
pribadi dengan orang lain sangat penting untuk pembentukan hubungan dekat
(Altman & Taylor, 2001). Dari beberapa penelitian (Lenhart, Madden, &Hitlin,
2005;Valkenburg&Peter, 2007, Fehr, 2004) menunjukkan bahwa banyak pra-
remaja dan remaja menggunakan internet untuk mengungkapkan informasi
3
pribadi kepada teman-teman mereka, dan bahwa secara online dapat mendorong
mereka melakukan pengungkapan diri dari waktu ke waktu.
Penggunaan perangkat komputer dan jaringan internet untuk
berkomunikasi mengalahkan bentuk komunikasi tradisional
sehinggapengungkapan diri kini berkembang dalam konteks online. Barak &
Suler (2008 dalam Blau, 2011) menjelaskan bahwa pengungkapan diri online
mirip dengan pengungkapan diri offline dalam beberapa aspek penting yaitu
mempunyai hubungan timbal-balik, pengungkapan diri yang dilakukan secara
personal, sensitif dan intim. Keintiman pengungkapan diri secara langsung atau
tatap muka berdampak pada pengungkapan diri online dimana interaksi yang
terjadi memiliki implikasi dalam membangun hubungan antar pribadi
(Valkenberg & Peter, 2009a, 2009b dalam Schiffrin & Falkenstern, 2010).
Penelitian ini juga telah menunjukkan bahwa pengungkapan diri lebih dalam dan
terjadi lebih cepat pada online dibandingkan dengan lingkungan offline (Barak &
Bloch, 2006; McCoyd & Schwaber Kerson, 2006).Hal tersebut
dikarenakanlingkungan mempengaruhi seseorang dalam mengungkapkan dirinya
(Werner, Altman &Brown, 1992 dalam Greene, Derlega & Matthews 2003). Saat
dalam kondisi onlineseseorang melakukan pengungkapan diri lebih banyak
daripada kondisi tatap muka(Suler, 2004).
Pengungkapan diri merupakan salah satu bentuk komunikasi
interpersonal yang dalam praktiknya dipengaruhi oleh jenis kelamin (Devito,
2011). Perbedaan komunikasi antara pria dan wanita telah dinyatakan (Tannnen
dalam Santrock 2003), bahwa pria dan wanita diperlakukan berbeda sehingga
cara berbicaranya pun menjadi berbeda dan perbedaan budaya pada pria dan
4
wanita juga mencakup perbedaan peran dalam komunikasi yang terjadi saat
berhubungan dengan orang lain. RosedanRudolph(2006) menyatakan bahwa ada
perbedaan pengungkapan diri yang konsisten dari jenis kelaminkepada teman-
temanremaja putrimengungkapkan dirilebih darianak laki-laki. Perbedaanjenis
kelamindalampengungkapan diriini sesuai denganberbagai penelitian lainyang
menyelidikiperbedaan gender dalamkeintiman danpersahabatan(Galambos,
2004). Misalnya, telah diterima secara luasbahwa anak perempuanlebih terfokus
padaintimdekatpersahabatan, sedangkananak laki-lakimenghabiskanlebih
banyak waktu dikelompok yang lebih besardan dasarpersahabatanmereka adalah
kegiatanbersama. (Lenhart, Madden, &Hitlin, 2005;Valkenburg&Peter, 2007)
Menurut Papu (2002), dengan mengungkapakan diri kepada orang lain,
akan membantu seseorang memecahkan berbagai konflik dalam masalah
interpersonal dan meringankan diri dari beban pikiran yang mengakibatkan
ketegangan dan stres. Namun di sisi lain pengungkapan diri memiliki dampak
buruk seperti Indefference. Loss of Control, Betrayal, Rejection Valerian
Derlega (dalam Taylor 2000).
Media sosial saat ini menjadi tempat untuk meluapkan segala macam
unek-unek atau kekesalan hati. Baik kepada seseorang, maupun kepada daerah
tertentu. Ketika unek-unek ini menjadi muncul dan menjadi booming serta
menjadi bahan pembicaraan dikalangan masyarakat, maka unek-unek tersebut
bukan lagi unek-unek pribadi. Malah menjadi sebuah tontonan yang berubah
sebuah boomerang dan tentunya menjadi fenomena sosial.Contohnya saja
seperti kasus Florence Sihombing marah-marah di media sosial karena tidak
mau antre di SPBU.
5
Penelitian yang dilakukan oleh Savicki (dalam Huffaker & Calvert 2005)
tentang 2,692 pesan dalam kelompok diskusi internet menemukan bahwa
kelompok yang didominasi oleh perempuan cenderung untuk terbuka dan
menghindari ataupun mengurangi konflik. Sedangkan kelompok diskusi yang
didominasi oleh laki-laki cenderung kurang memperhatikan kesopanan dan
berbicara secara terus terang. Dalam temuan serupa, Herring dalam Huffaker
dan Calvert (2005) menemukan bahwa perempuan lebih sering berterimakasih,
menghargai dan meminta maaf.Penelitian yang dilakukan Jaffe, Lee, Huang dan
Oshagan (2004) mengindikasikan perempuan lebih banyak menyembunyikan
identitas sebenarnya dibandingkan laki-laki. Dengan penyembunyian identitas
ini, perempuan mempunyai ruang untuk mengekspresikan dirinya secara jujur
dan akrab. Menurut Kramarae (dalam Griffin, 2003),internet memungkinkan
perempuan berinteraksi dengan banyak orang dan membentuk komunitas global.
Dari penelitian Nugroho (2013) dan Tannen (dalam Santrock, 2003,)
bahwa pria dan wanita memiliki tipe pembicaraan yang berbeda. Pria lebih
menguasai kemampuan verbal seperti bercerita, bercanda dan berceramah
tentang informasi, sedangkan wanita lebih menyenangi percakapan pribadi.
Stereotip tentang pria yang mengatakan bahwa pria harus bersikap tidak
emosional, mampu menyembunyikan emosinya dan objektif membuat pria
cenderung menghindari perilaku mengungkapkan diri. Hal ini bertentangan
dengan penelitian (Derlega, dalam Barry, Rhonda, Karen 2011) hasilnya
mengatakan bahwa pada awal perkenalan laki-laki cederung lebih terbuka.
Sedangkan Penelitian Seung (2007) dan Prasetya (2010), antara laki-laki dan
perempuan tidak ada perbedaan yang signifikan karena perbedaan
6
pengungkapan diriantara laki-laki dan perempuan sangat tergantung kepada
bidang / hal yang menjadi topik pengungkapan dirimereka.
TINJAUAN PUSTAKA
1. Pengungkapan Diri Dengan Facebook
Situs jejaring sosial dapat diakses dengan berbagai koneksi internet ya
ng dapat meningkatkan partisipasi dalam kehidupan dunia maya (Ofcom, 200
8). Boyd dan Ellison dalam jurnalnya Social Network Sites: Definition,
History, and Scholarship (2007) mengatakan bahwa situs jaringan sosial
mengijinkan orang untuk membangun profil dirinya untuk umum serta
membuat daftar orang-orang yang menjadi temannya serta melihat profil
orang lain. Situs jejaring sosial yang belakangan
ini paling banyak diminati adalah facebook. Dimana hampir semua orang
memiliki akunnya. Saat ini, siapa yang tidak mengetahui facebook. Individu
masa kini menganggap facebook sebagai santapan sehari-hari. Kecanggihan
teknologi komunikasi membuat facebook dapat diakses kapan saja, dimana
saja, dan melalui apa saja.
Jumlah pengguna facebook di Indonesia kini mencapai 69 juta orang.
Pernyataan resmi tersebut dikeluarkan kepala facebook Indonesia, Anand
Tilak, seperti dikutip VentureBeat. Padahal, enam bulan sebelumnya,
jumlah pengguna facebook di Indonesia hanya 65 juta orang. Ini artinya ada
kenaikan sekitar 6 persen. Indonesia diakui sebagai salah satu pasar terbesar
bagi facebook. Secara global, facebook kini memiliki 1,28 miliar pengguna
aktif setiap bulan. Selain Indonesia, India dan Brasil juga merupakan negara
7
dengan pertumbuhan pengguna yang cukup tinggi. Dari jumlah tersebut, 34
persen di antaranya mengakses facebook dari perangkat bergerak. Menurut
lembaga riset Forester Reasearch, kebanyakan pengguna facebook adalah
mereka yang tergolong usia remaja (Firman, 2014).
Melalui facebook, terciptalah sebuah komunikasi antar pribadi
dengan para pemilik akun facebook yang telah “berteman”. Komunikasi
antarpribadi tersebut berupa sebuah self disclosure atau proses
mengungkapkan informasi pribadi kita kepada orang lain atau sebaliknya.
Salah satu tipe komunikasi dimana informasi mengenai diri (self) yang
biasanya disembunyikan diri orang lain, kini dikomunikasikan kepada orang
lain (Rakhmat, 2004).Pengungkapan diri mengarahkan individu pada sebuah
hubungan yang lebih intim. Proses peningkatan pengungkapan dan
keintiman dalam sebuah hubungan, dimaknai sebagai sebuah penetrasi
sosial. Dalam teori Penetrasi Sosial yang diungkapkan oleh Irwin Altman
dan Dalmas Taylor (2001), disebutkan bahwa semakin hubungan
berkembang maka komunikasi bergerak dari tingkat relatif dangkal dan
tidak intim sampai pada tingkat yang lebih dalam dan pribadi. Sebuah teori
yang telah diterapkan pada konteks komunikasi melalui komputer (CMC)
dan sangat mendukung untuk menjelaskan pengungkapan diri dan keintiman
hubungan dalam situs facebook.
Menurut Schouten (2007), facebook merupakan salah satu media
yang dapat menstimuli terjadinya pengungkapan diri. Semakin sering
seseorang membuka facebook, semakin banyak teman dalam interaksi
sosialnya. Hadirnya facebook sepertinya telah membangkitkan kebutuhan
8
dasar manusia untuk dapat bersosialisasi dengan mengungkapkan diri
mereka kepada orang-orang dilingkungan sekitarnya. Individu dengan
mudah dan bebas mengungkapkan apa saja mengenai diri mereka melalui
facebook tanpa harus bertatap muka langsung dengan orang lain. Individu
seperti menjadi seorang selebriti didunia maya dimana mereka menjelaskan
dirinya melaluistatus, foto, komentar tentang kegiatannya sehari-hari.
2. Pengungkapan Diri Dengan Jenis Kelamin
Menurut Devito (2011), pengungkapan diri adalah jenis komunikasi
dan informasi tentang diri sendiri, tentang pikiran, perasaan dan perilaku
seseorang atau tentang orang lain yang sangat dekat dan yang sangat
dipikirkan. Pengungkapan diri menyangkut informasi yang biasanya dan
secara aktif disembunyikan. Pengungkapan diri melibatkan orang lain.
Menurut (Wrightsman, dalam Dayaksini 2006), pengungkapan diri
adalah proses menghadirkan diri yang diwujudkan dalam kegiatan membagi
perasaan dan informasi dengan orang lain. Lebih lanjut menurut (Marton,
dalam Dayaksini 2006) pengungkapan diri, merupakan kegiatan membagi
perasaan dan informasi yang akrab dengan orang lain. Informasi di dalam
pengungkapan diri ini bersifat deskriptif atau evaluatif. Deskriptif artinya
individu melukiskan berbagai fakta mengenai diri sendiri yang mungkin
belum diketahui oleh pendengar seperti, jenis pekerjaan, alamat dan usia.
Sedangkan evaluatif artinya individu mengemukakan pendapat atau perasaan
pribadinya seperti tipe orang yang kita sukai atau hal-hal yang kita sukai atau
kita benci. Pengungkapan diri ini dapat berupa berbagai topik seperti
9
informasi perilaku, sikap, perasaan, keinginan, motivasi dan ide yang sesuai
dan terdapat di dalam diri orang yang bersangkutan.
Menurut Papu (2002), manfaat pengungkapan diri seperti
meningkatkan kesadaran diri (self-awarenes), membangun hubungan yang
lebih dekat dan mendalam, saling membantu dan lebih berarti bagi kedua
belah pihak, mengembangkan keterampilan berkomunikasi, mengurangi rasa
malu dan meningkatkan penerimaan diri (self acceptance), memecahkan
berbagai konflik dalam masalah interpersonal, memperoleh energi tambahan
dan menjadi lebih spontan. Meringankan diri dari beban pikiran yang
mengakibatkan ketegangan dan stres.
Fungsi-fungsi pengungkapan diri menurut (Derlega dan Grzelak
dalam Dayaksini 2006), ekspresi, penjernihan diri, keabsahan sosial, kendali
sosial, perkembangan hubungan (relationship development). Faktor-faktor
yang mempengaruhi pengungkapan diriDevito(2011) adalah besar
kelompok, perasaan yang menyukai, efek diadik, kompetensi, kepribadian,
topik dan jenis kelamin.
Jenis kelamin merupakan faktor terpenting yang mempengaruhi
pengungkapan diri. Umumnya, pria lebih kurang terbuka daripada wanita.
Judy Pearson dalam Devito (2011) berpendapat bahwa peran Seks-lah (seks
role) dan bukan jenis kelamin dalam arti biologis yang menyebabkan
perbedaan dalam hal Pengungkapan diri. “ Wanita yang maskulin,” misalnya
kurang membuka diri daripada wanita yang nilai dalam skala
maskulinitasnya lebih. Selanjutnya ,”pria feminim” membuka diri lebih
besar daripada pria yang nilai dalam skala feminitasnya lebih rendah. Pria
10
dan wanita juga mengemukakan alasan yang berbeda untuk penghindaraan
mereka terhadap pengungkapan diri.
Jenis kelamin yang dimiliki individu dapat mempengaruhi
pengungkapan dirinya kepada orang lain. Pengaruh jenis kelamin terhadap
pengungkapan diri bermula dari perbedaan perlakuan orang tua terhadap
anak yang disebabkan karena perbedaan jenis kelaminnnya. Pola pengasuhan
yang berbeda tersebut misalnya berupa perbedaan cara orang dewasa
berbicara dengan anak laki-laki dan perempuan. Orang tua, saudara kandung,
teman sebaya, guru dan orang dewasa lain berbicara kepada anak laki-laki
dan perempuan dengan cara yang berbeda karena mereka memiliki harapan
dan kriteria peran yang tidak sama bagi keduanya (Santrock, 2003).
Peran yang dikenakan pada pria dan wanita pada akhirnya bisa
menjadi sebuah stereotip gender, yaitu keyakinan mengenai sekumpulan arti
yang dihubungkan dengan laki-laki dan perempuan (Hurluck, 2005). Arti
tersebut berkaitan dengan penampilan, bentuk tubuh yag sesuai, cara
berperilaku, caramencari nafkah dan cara berbicara yang sesuai. Perbedaan
cara berkomunikasi antara pria dan wanita juga dinyatakan Tannen (dalam
Santrock, 2003) bahwa pria dan wanita memiliki tipe pembicaraan yang
berbeda. Pria lebih menguasai kemampuan verbal seperti bercerita, bercanda
dan berceramah tentang informasi, sedangkan wanita lebih menyenangi
percakapan pribadi.
Stereotip gender bagi pria dan wanita yang telah terbentuk dan
berkembang dalam masyarakat menjadi acuan bagi individu untuk
berperilaku, seperti yang dinyatakan Hurlock (2005) bahwa stereotip gender
11
mengharapkan setiap individu mampu menerima kenyataan bahwa mereka
harus menyesuaikan diri dengan stereotip peran gender yang telah disetujui
bila ingin mendapatkan penerimaan sosial yang baik. Berdasarkan pendapat
tersebut, maka tingkah laku termasuk perilaku mengungkapkan diri pada pria
dan wanita harus disusuaikan juga dengan stereotip gendernya sehingga
pengungkapan diri pria dan wanita akan menunjukkan perbedaan.
Stereotip tentang pria yang mengatakan bahwa pria harus bersikap
tidak emosional, mampu menyembunyikan emosinya dan objektif membuat
pria cenderung menghindari perilaku mengungkapkan diri. Perbedaan
pengungkapan diri pada pria dan wanita dijelaskan oleh Jourard (dalam
Devito 2011), bahwa wanita telah dibiasakan untuk mengungkapkan diri.
Stereotip yang menyatakan wanita lebih banyak bicara dari pria
menunjukkan bahwa wanita pada dasarnya menyenangi pembicaraan dengan
orang lain. Wanita dapat memanfaatkan waktu dengan bercakap-cakap
bersama orang lain dan dalam percakapan tersebut juga terkandung
penyampaian pendapat, perasaan, keinginan, dan ketakutan terhadap sesuatu.
METODE PENELITIAN
Adapun kriteria subjek dalam populasi penelitian ini adalah siswa
siswi SMA dan mempunyai akun facebook dan masih aktif menggunakan
jejaring sosial facebook sampai sekarang. Teknik sampel yang akan
digunakan dalam penelitian ini adalah Accidental Sampling. Accidental
Sampling merupakan teknik pengambilan sampel yang dilakukan terhadap
responden yang secara kebetulan ditemui pada obyek penelitian ketika
observasi sedang berlangsung. (Azwar, 2012). Jumlah sampel yang
12
digunakan dalam penelitian ini berjumlah 200. Terdiri dari 100 laki-laki dan
100 perempuan
Untuk memperoleh data, peneliti menggunakan jenis kuesioner
Revised Self-disclosure Scale. Alat ukur ini dikembangkan oleh Leung
(2011). Dalam penelitian Leung tersebut alat ukur ini memiliki lima dimensi
yang digunakan untuk mengukur self-disclosure online yaitu depth;(contoh:
Aku biasanya berbicara tentang diriku sendiri di FB untuk jangka waktu
yang cukup panjang), accuracy; (contoh: Persepsi diriku tentang perasaan,
emosi dan pengalaman yang aku katakan selalu benar), amount;(contoh:
Aku jarang atau hanya memiliki sedikit waktu ketika aku menceritakan
tentang diriku di FB), valent; (contoh: Secara umum, aku mengungkapkan
tentang diriku sendiri lebih mengarah ke hal negatif daripada positif di
FB)dan intent; (contoh: Ketika aku curhat/ mengungkapakan perasaan
pribadiku di FB, aku selalu sadar tentang apa yang aku lakukan dan aku
katakana). Dalam penelitian ini peneliti mengadaptasi alat ukur yang di buat
oleh Leung dimana dimensi depth ada 12 item pertanyaan, accuracy ada 6
item, amount ada 8 item, valence 11 item dan intent 6 item.Sehingga total
item pada alat ukur ini berjumlah 43 item.
Diukur dengan menggunakan skala Likert dengan empat pilihan
jawaban berkisar dari sangat setuju, setuju, tidak setuju, dan sangat tidak
setuju. Pernyataan mendukung (favorable) menggunakan urutan penilaian
jawaban 4 untuk Sangat sesuai, 3 untuk Sesuai, 2 untuk Tidak sesuai, dan
penilaian 1 untuk pernyataan Sangat Tidak sesuai. Sebaliknya untuk
pernyataan tidak mendukung (unfavorable) menggunakan urutan penilaian
13
jawaban 1 untuk pernyataan Sangat sesuai, 2 untuk Sesuai, 3 untuk Tidak
sesuai, dan 4 untuk pernyataan Sangat tidak sesuai.
Hasil pengujian validitas dan reliabilitas alat ukur menunjukan bahwa
jumlah item valid dalam skala self disclosure sebanyak 30 item dengan nilai
reliabilitas sebesar 0,862. 13 item dalam skala tersebut memiliki nilai
validitas ≤0,25 sehingga tidak digunakan dalam penelitian ini.
HASIL PENELITIAN
Pengujian validitas dan reliabilitas menggunakan teknik korelasi
Product Moment yang diuji dengan menggunakan program SPSS for
Windows 16. Pada pengujian validitas dan reliabilitas skala perilaku
pengungkapan diri yang digunakan dalam penelitian ini dari total 43 item
penyataan terdapat 13 item pernyataan yang tidak valid dengan koefisien
korelasi ≤ 0,25 (Azwar, 2012) sehingga ke 13 item tersebut tidak dapat
digunakan dalam penelitian ini. Nilai validitas skala perilaku pengungkapan
diri bergerak dari angka 0,260 sampai dengan 0,635, dengan nilai reliabilitas
sebesar α = 0, 862.
Penelitian ini juga menggunakan uji normalitas dan homogenitas data
untuk mengetahui normal atau tidaknya data dalam penelitian ini, serta
untuk mengetahui apakah data penelitian ini berasal dari satu variasi
populasi yang homogen. Pengujian normalitas data menggunakan rumus
one sample Kolmogorov-Smirnov dan diketahui memiliki koefisien
normalitas sebesar 0,330 (P>0,05). Sedangkan pengujian homogenitas data
diketahui memiliki koefisen korelasi sebesar 0,088 (P>0,05). Dengan
14
kriteria penerimaan >0,05 maka dapat dikatakan data dalam penelitian ini
berdistribusi normal dan berasal dari satu variasi populasi yang homogen.
Kemungkinan pembagian skor tertinggi dan terendah dari
variabelperilaku pengungkapan diriadalah sebagai berikut:
Skor tertinggi : 4 x 30 = 120
Skor terendah : 1 x 30 = 30
kategorijumlah
terendahskorjumlahtertinggiskorjumlahi
4
30-120i
i = 22,5
Berdasarkan hasil tersebut, maka dapat ditentukan kategori sebagai
berikut:
1. Sangat Tinggi : 97,5≤ x ≤120
2. Tinggi : 75 ≤ x < 97,5
3. Rendah : 52,5 ≤ x <75
4. Sangat Rendah : 30 ≤ x <52,5
15
Tabel. 1
Kategori perbedaan pengungkapan diri pada laki-laki dan perempuan
No Interval Kategori Frekuensi
Laki-laki
% Mean Frekuensi Perempuan
% Mean
1 97,5≤x<120 Sangat Tinggi
4 4%
68
5 5%
74,6
2 75 ≤ x< 97,5 Tinggi 27 27% 47 47%
3 52,5 ≤ x <75 Rendah 60 60% 47 47%
4 30 ≤ x <52,5 Sangat Rendah
9 9% 1 1%
Hasil dari data yang diperoleh mean atau rata-rata untuk laki-laki
adalah 68. Sedangkan mean yang diperoleh untuk perempuan adalah 74,6.
Hal ini menunjukkan bahwa antara laki-laki dan perempuan sama-sama
memiliki rata-rata pengungkapan diri yang rendah. Namun jika dilihat dari
kategori tinggi, perempuan memiliki nilai presentase sebanyak 47% lebih
tinggi dari pada laki-laki yang hanya memiliki nilai 27%.
Tabel. 2
Mean dan Standar Deviasi Pengungkapan Diri Melalui Media Sosial Facebook Ditinjau
Dari Jenis Kelamin
Group Statistics
Jenis
Kelamin N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
Self-
disclosur
e
Wanita 100 105.42 10.822 1.082
Laki-laki 100 98.05 14.066 1.407
16
Independent Samples Test
Levene's Test for Equality of Variances t-test for Equality of Means
F Sig. T Df
Sig. (2-tailed)
Mean Difference
Std. Error Difference
95% Confidence Interval of the Difference
Lower Upper Lower Upper
Lower Upper Lower Upper Lower
Self disclosure
Equal variances assumed
2,948 ,088 4,153 198 ,000 7,370 1,775 3,870 10,870
Equal variances not assumed
4,153 185,79
,000 7,370 1,775 3,889 10,871
Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan pengungkapan diri
melalui media sosial online facebook ditinjau dari jenis kelamin, maka
digunakanlah rumus Independent Sample Test. Analisis data dengan bantuan
SPSS 16 for windows, menemukan hasil perhitungan Independent Sample
Test menunjukan bahwa nilai signifikansi untuk perbedaan pengungkapan
diri ditinjau dari jenis kelamin,memiliki nilai t-test sebesar 4, 153 dengan
signifikansi 0,000 ( p < 0,05) yang berarti terdapat perbedaan pengungkapan
diri melalui media sosial online facebook ditinjau dari jenis kelamin
meskipun dalam kategori yang rendah.
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian tentang perbedaan pengungkapan diri
melalui media social online facebook ditinjau dari jenis kelamin didapatkan
hasil perhitungan Independent Sample Test sebesar 4,153 dengan
signifikansi 0,000 (p < 0,05). Dengan demikian, maka hasil penelitian ini
17
sejalan dengan hipotesis penelitian yang menyatakan bahwa terdapat
perbedaan pengungkapan diri ditinjau dari jenis kelamin. Hal ini
menunjukkan bahwa H1 diterima dan H0 ditolak, artinya ada perbedaan
pengungkapan diri antara laki-laki dan perempuan.
Jika dilihat dari penggolongan kategori perilaku pengungkpan diri
berdasarkan jenis kelamin. Pada siswa laki-laki dan perempuan
menunjukkan perilaku pengugkapan diri dalam prosentase kategori rendah
sebesar 53,5%. Perempuan memiliki kategori rendah 47 % dan laki-laki
sebanyak 60 %. Hal ini bisa terjadi karena para siswa yang menggunakan
facebook masih banyak yang tidak menampilkan identitas mereka yang
sebenarnya seperti nama, jenis kelamin, alamat, foto, dan sebagainya. Hal
ini sesuai dengan penelitian Penelitian yang dilakukan Jaffe, Lee, Huang
dan Oshagan (2004) mengindikasikan perempuan lebih banyak
menyembunyikan identitas sebenarnya dibandingkan laki-laki. Dengan
penyembunyian identitas ini, perempuan mempunyai ruang untuk
mengekspresikan dirinya secara jujur dan akrab. Mereka juga tidak
mengungkapkan yang sedang mereka pikirkan dan rasakan. Mereka masih
menginginkan privasi. Mereka masih bisa mengontrol hal apa dan kepada
siapa saja mereka mengungkapkan diri mereka.
Namun dalam kategori tinggi siswa laki-laki menunjukkan perilaku
pengungkapan diri sebesar 27% sedangkan perempuan menunjukkan
perilaku pengungkapan diri sebesar 47%. Artinya bahwa perempuan
memiliki pengungkapan diri lebih tinggi dari pada laki-laki. Perbedaan cara
berkomunikasi antara pria dan wanita juga dinyatakan Tannen (dalam
18
Santrock, 2003,) bahwa pria dan wanita memiliki tipe pembicaraan yang
berbeda. Perbedaan pengungkapan diripada pria dan wanita dijelaskan oleh
Jourard (dalam Devito 2011) bahwa wanita telah dibiasakan untuk
mengungkapkan diri. Stereotip yang menyatakan wanita lebih banyak bicara
dari pria menunjukkan bahwa wanita pada dasarnya menyenangi
pembicaraan dengan orang lain. Wanita dapat memanfaatkan waktu dengan
bercakap-cakap bersama orang lain dan dalam percakapan tersebut juga
terkandung penyampaian pendapat, perasaan, keinginan, dan ketakutan
terhadap sesuatu.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitianRosedanRudolph(2006)
menyatakan bahwa ada perbedaan pengungkapan diri yang konsisten dari
jenis kelaminkepada teman-temanremaja putrimengungkapkan dirilebih
darianak laki-laki. Penelitian ini juga sesuai dengan penelitian Nugroho
(2013) dan Tannen (dalam Santrock, 2003) bahwa pria dan wanita memiliki
tipe pembicaraan yang berbeda. Bahwa wanita lebih terbuka dari pada pria.
Pria lebih menguasai kemampuan verbal seperti bercerita, bercanda dan
berceramah tentang informasi, sedangkan wanita lebih menyenangi
percakapan pribadi. Stereotip tentang pria yang mengatakan bahwa pria
harus bersikap tidak emosional, mampu menyembunyikan emosinya dan
objektif membuat pria cenderung menghindari perilaku mengungkapkan
diri.
19
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas tentang perbedaan
perilaku asertif remaja awal ditinjau dari jenis kelamin, maka dapat
disimpulkan bahwa ada perbedaan pengungkapan diri melalui media sosial
online (facebook) ditinjau dari jenis kelamin.
SARAN
1. Pengguna internet khususnya Facebook, sekarang ini tidak hanya
pada remaja melaikan digunakan semua kalangan. Oleh sebab itu,
diharapkan kepada peneliti pengungkapan diri selanjutnya tidak
hanya dilakukan pada kalangan remaja SMA namun dikalangan
perguruan tinggi dan kalangan pekerja.
2. Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan masukan positif bagi
orang tua dan guru dalam melakukan interaksi kepada remaja
karena tidak semua remaja bisa mengungkapkan secara langsung
apa yang dipikirkan.
3. Implikasi dari penelitian ini diharapkan bagi peneliti selanjutnya
yang akan melakukan penelitian terkait dengan variable
pengungkapan diri, dapat ditinjau dengan variable lain misalnya
pola asuh, tipe kepribadian, dan konsep diri.
Daftar Pustaka
Altman, I. & Taylor, D. (2001). Social Penetration: Development of Interpersonal
Relationships. New York: Holt, Rinehart and Winston. Azwar, S. (2012). Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Belajar Offset. Barak, A., & Gluck-Ofri, O. (2007). Degree and reciprocity of self-disclosure in online
forums. CyberPsychology & Behavior, 10, 407-417. Berta E. A Prasetya. (2010). Pengaruh Jenis Kelamin Terhadap Tingkat Pengungkapan
diri Pada Mahasiswa di Salatiga. Universitas Kristen Satya Wacana.
Bugin, Burhan.( 2007). Sosiologi Komunikasi Bandung : Kencana
Blau, Ina. (2011). Application use, online relationship types, pengungkapan diri, and internet abuse among children and youth : implikations for education and internet safety programs. J. Educational Computing Research, University of Haifa, Vol 45 (5-116).
Cooper, A., Morahan-Martin, J., Mathy, R., & Maheu, M. (2002). Toward an increased
understanding of user demographics in online sexual activities. Journal of Sex andMarital Therapy, 28, 105-129.
Dayakisni, Tri & Hudaniah. (2006). Psikologi sosial. Malang: UMM Press.
Devito, Joseph A. (2011). Komunikasi Antarmanusia. Jakarta: Professional Book
Dindia, K. (2002). Self-disclosure research: Knowledge through meta-analysis. In M. Allen, R. W. Preiss, B. M. Gayle, &N. Burrell (Eds.), Interpersonal communicationresearch: Advances through meta-analysis (pp. 169-186). Mahwah, NJ: Erlbaum.
Ditya Ardi Nugroho. (2013). Pengungkapan Diri Terhadap Pasangan Melalui Media
Facebook Ditinjau Dari Jenis. Jurnal Online Psikologi Vol. 01 No. 02, http://ejournal.umm.ac.id
Emeritus, B.R., Brandt, R., & Howie K.F. (2011). Effecive Human Relations.
Interpersonal and organizational Application: South Western Galambos, N. L. (2004). Gender and gender role development in adolescence. In R. M.
Lerner & L. Steinberg (Eds.), Handbook of adolescent psychology (pp. 233–262). Hoboken, NJ: Wiley.
Hoffman, A. (2008). The social media gender gap. Bloomberg Businessweek. Retrieved
from http://www.businessweek.com/technology/content/ may2008/tc20080516_580743.htm, September 2012.
Huffaker,D.A., and Calvert,S.L (2005).Gender, Identity, and Language use in teenage blogs,http://jcmc.indiana.edu/vol 10/issue2/huffaker.html.Griffin, Em, 2003, A First Look at Communicatin Theory, New York: Mc.Graw-Hill.
Jaffe, J.Michael et.al, Gender, Pseudonyms,and CMC: Masking Identities and Baring
Souls, ,http://nembers.iworld.net/yesunny/genderps.html.tanggal akses 21 XP November 2013.
Joinson, A. N. (2001a). Knowing me, knowing you: Reciprocal pengungkapan diri and
Internet-based surveys. CyberPsychology & Behavior, 4, 587-591. Joinson, A. N. (2001b). Self-disclosure in computer-mediated communication: The role
of self-awareness and visual anonymity. European Journal of Social Psychology, 31, 177-192.
Joinson, A. N., & Paine, C. B. (2007). Self-disclosure, privacy and the Internet.
In A. Joinson, K. Y. A. McKenna, T. Postmes, & U. D. Reips (Eds.), Oxfordhandbook of Internet psychology (pp. 237-252). Oxford, UK: Oxford University Press.
Leung, L. (2001). College student motives for chatting on “ICQ.” New Media and
Society,3, 1-19. Lenhart, A., Madden, M., Macgill, A., & Smith, A. (2007). Teens & social media.
Washington, DC: Pew Internet & American Life Project. Melcombe, Melissa. (2011).Women’s perceptions of identity construction on Facebook.
A Thesis. Presented to the Faculty in Communication and Leadership Studies School of Professional Studies. Gonzaga Universit.
Pastika Wayan. 2013. Bahasa Media Televisi, Internet dan Surat Kabar. Denpasar Bali: Udayana University Press
Patti M. Valkenburg , Sindy R. Sumter and Jochen Peter (2010). Jurnal Gender differences in online and offline self-disclosure in pre-adolescence and adolescence. Amsterdam School of Communication Research ASCoR, University of Amsterdam.
Papu, J. (2002). Pengungkapan Diri. http://www.epsikologi.com/sosial/ 120702.htm.
Pornsakulvanich, V. (2005). Testing a uses and gratifications model of online relationships. Doctoral dissertation. College of Communication and Information, KentState University.
Rose, A. J., & Rudolph, K. D. (2006). A review of sex differences in peer relationship
processes: Potential trade-offs for the emotional and behavioral development of girls and boys. PsychologicalBulletin, 132, 89–131.
Santrock, J.W. (2003). Adolescence perkembangan remaja. Alih Bahasa: Adelar dan Saragih. Jakarta: Erlangga.
Seung, H.C. (2007). Effects of motivations and gender in adolescents’ self-dislosure in on line chatting. Cyber Psychology& Behavior, 10, 339-359.
Scwartz, M. & Scott, B. (2001). Marriages and Family: Diversity and Change. Available on line: http: cwx.prenhall?com.bookbind/pubbooks/schrz/medialib/schsc04.hatml (18 Juli 2014).
Sprecher,Susan,(2004). Self-Disclosure In Intimate Relationships: Associations With Individual And Relationship Charakteristics Over Time. Journal of Social and Clinical Psychology, Vol. 23, No. 6, pp. 857-877
Suara Merdeka Rabu, 12 Februari 2014 06:04
Suler, J. (2004). The online disinhibition effect. CyberPsychology & Behavior, 7,321-326.
Tempo Jakarta, 29 Juni 2014
Valkenburg, P. M., & Peter, J. (2007a). Preadolescents’ and adolescents’ online
communication and their closeness to friends. Developmental Psychology, 43, 267–277.
Valkenburg, P. M., & Peter, J. (2007b). Adolescents’ online communication and their
well-being:Testing the stimulation versus the displacement hypothesis. Journal of Computer mediatedcommunication, 12 (4), article 2. Retrieved from http://jcmc.indiana.edu/vol12/issue4/ valkenburg.html
Valkenburg, P. M., & Peter, J. (2008). Adolescents’ identity experiments on the
Internet:Consequences for social competence and self-concept unity. Communication Research, 35,208–231.
Valkenburg, P. M., & Peter, J. (2009). Social consequences of the Internet for
adolescents: A decade of research. Current Directions in Psychological Science, 18, 1–5.
Valkenburg, P. M., Peter, J., & Schouten, A. (2006). Friend networking websites and their relationship to adolescents’ social self-esteem and well-being. CyberPsychology & Behavior, 9, 585–590.
Wittkower , D. E. 2010. Facebook and Philosophy. Chicago and la salle illinois
http://tekno.kompas.com/read/2013/10/31/1426203/Facebook.Tembus.1.19.Miliar.Pengguna.Aktif
http://bebmen.com/4027/statistik-internet-sosial-media-dan-mobile-di-indonesia.html
http://www.infoskripsi.com/2013/01/accidental-sampling.html
https://mhs.blog.ui.ac.id/dennie.atika/2012/01/20/pengukuran-perceived-credibility-berdasarkan-profil-facebook/
http://ejournal.unesa.ac.id/index.php/character/article/view/4588/baca-artikel
http://spssindo.blogspot.com/2014/01/uji-normalitas-kolmogorov-smirnov-spss.html
http://lifestyle.kompasiana.com/catatan/2014/09/03/kasus-florence-sihombing-mengingatkanku-akan-iip-wijayanto-kasus-keperawanan-mahasiwi-di-kota-jogja-676930.html