PERBEDAAN HITUNG LIMFOSIT PADA MENCIT BALB/C …/Perbedaan... · Hewan uji mencit Balb/C jantan...
Transcript of PERBEDAAN HITUNG LIMFOSIT PADA MENCIT BALB/C …/Perbedaan... · Hewan uji mencit Balb/C jantan...
PERBEDAAN HITUNG LIMFOSIT PADA MENCIT BALB/C MODEL SEPSIS PAPARAN LIPOPOLISAKARIDA
DENGAN CECAL INOCULUM
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran
Agri Vina Brahmantiani Suryono G 0005041
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
Surakarta 2009
PERNYATAAN
Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah
diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan
sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah
ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam
naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Surakarta, Mei 2009
AGRI VINA BRAHMANTIANI SURYONO
NIM. G0005041
ABSTRAK
Agri Vina B. S., G0005041, 2009. Perbedaan Hitung Limfosit pada Mencit Balb/C Model Sepsis Paparan Lipopolisakarida dengan Cecal Inoculum, Fakultas Kedokteran, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
Sepsis adalah keadaan patologis yang dapat menyebabkan kematian, hal tersebut terjadi karena pada sepsis fase lanjut terjadi penurunan imunitas terutama disebabkan oleh karena apoptosis limfosit. Berbagai penelitian telah dilakukan untuk mendapatkan patofisiologi sepsis yang menyerupai sepsis yang sebenarnya pada manusia dan lebih terjangkau, salah satunya adalah bacterial peritonitis.
Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimental dengan post test only control group design. Hewan uji mencit Balb/C jantan yang dibagi kelompok K sebagai kontrol, kelompok L diberikan paparan LPS intraperitonial, kelompok C diberi cecal inoculum intraperitonial. Hitung limfosit darah tepi menggunakan metode hitung jenis tiap 100 sel darah. Data yang diperoleh dianalisis dengan One Way ANOVA dilanjutkan Post Hoc Test dengan Least Significant Difference (LSD), menggunakan program SPSS for Windows Release 15.0
Hasil penelitian menunjukkan limfosit tiap seratus sel pada kelompok K 89,7±4,6, kelompok L 88,2±2,6, dan kelompok C 68,7±10,6. Dengan Post Hoc Test didapatkan perbedaan yang bermakna antara hitung limfosit kelompok K dengan kelompok C (p=0,000) dan kelompok L dengan C (p=0,003). Sedangkan hitung limfosit kelompok K dengan L perbedaannya tidak bermakna (p=0,114).
Dari hasil penelitian ini disimpulkan bahwa terdapat perbedaan hitung limfosit pada mencit balb/c antara paparan LPS dengan cecal inoculum. Kata kunci : sepsis, LPS, cecal inoculum, limfosit
ABSTRACT
Agri Vina B. S., G0005041, 2009. The difference of lymphocyte count in Balb/C Mice Sepsis Models Inducted by Lipopolysaccharide with Cecal Inoculum, Faculty of Medicine, Sebelas Maret University, Surakarta.
Sepsis is a pathological condition that can cause death, that’s can happen because in further phase occur immunity reduction in main cause of lymphocyte apoptosis. A variety of experimental has been done to get the sepsis pathophysiology that closely the true sepsis in human and more achievable, one of them is bacterial peritonitis.
This was a laboratory experimental with post test only control group design. We used Balb/C mice, they were divided in K group as control group, L group inducted by LPS intaperitonial, C group inducted by cecal inoculum intaperitonial. Lymphocyte counting with blood kind method every one hundred blood cells. The data was analyzed with One Way ANOVA method continued by Post Hoc Test with Least Significant Difference (LSD), used SPSS for Windows Release 15.0 program.
The data showed that rate every one hundred blood cells of K group was 89,7±4,6, L group was 88,2±2,6, and C group was 68,7±10,6. With Post Hoc Test we got result there were significant difference of lymphocyte count between K group and C group (p=0,000), and L group and C group (p=0,003). The difference of lymphocyte count between K group and L group was not significant (p=0,114).
From this experiment we conclude that there were a difference lymphocyte count in balb/c mice inducted by lipopolysaccharide with cecal inoculum. Key words : sepsis, LPS, cecal inoculum, lymphocyte
PRAKATA
Dengan mengucap Alhamdulillahirobbil’alamin kehadirat Alloh SWT, atas izin dan ridho-Nya skripsi dengan judul “Perbedaan Hitung Limfosit pada Mencit Balb/C Model Sepsis Paparan LPS (Lipopolisakarida) dengan Cecal Inoculum” telah terselesai.
Dalam pelaksanaan menyusun skripsi ini penulis tidak terlepas dari berbagai hambatan dan kesulitan. Namun berkat bimbingan dan bantuan berbagai pihak, penulis dapat menyelesaikannya. Untuk itu penulis menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:. 1. Prof. Dr. A.A. Subijanto, dr., MS, selaku Dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Sebelas Maret, Surakarta. 2. Sri Wahjono, dr., MKes, selaku Ketua Tim Skripsi FK UNS. 3. Sri Sutati, Dra., Apt., SU. Pembimbing Utama yang dengan penuh kesabaran
meluangkan waktunya, bimbingan, saran, koreksi dan nasehat kepada penulis. 4. Sarsono, Drs., M Si selaku Pembimbing Pendamping yang telah memberikan
saran, bimbingan, dan koreksi kepada penulis. 5. Diding Heri Prasetyo dr., MSi selaku Penguji Utama yang telah berkenan
menguji sekaligus memberikan saran dan juga koreksi bagi penulis. 6. Ipop Syarifah, Dra., MSi selaku Penguji Pendamping yang telah berkenan
menguji dan memberikan saran yang berarti bagi penulisan skripsi ini. 7. Semua pihak yang tidak dapat penulis tulis satu persatu, atas doa, saran, dan
dukungan yang telah diberikan.
Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi ilmu kedokteran pada khususnya dan masyarakat pada umumnya.
Surakarta, Mei 2009
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .........................................................................................vi
DAFTAR ISI .......................................................................................................vii
DAFTAR TABEL ............................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xi
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................1
A. Latar Belakang Masalah ....................................................................1
B. Perumusan Masalah .......................................................................... 3
C. Tujuan Penelitian .............................................................................. 3
D. Manfaat Penelitian ............................................................................ 3
BAB II LANDASAN TEORI ............................................................................. 4
A. Tinjauan Pustaka ............................................................................... 4
B. Kerangka Pemikiran ..........................................................................12
C. Hipotesis ............................................................................................14
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ............................................................15
A. Jenis Penelitian ..................................................................................15
B. Lokasi Penelitian ............................................................................... 15
C. Subjek Penelitian ...............................................................................15
D. Teknik Sampling ............................................................................... 15
E. Variabel Penelitian ............................................................................ 15
F. Skala Variabel ................................................................................... 16
G. Definisi Operasional ..........................................................................16
H. Rancangan Penelitian ........................................................................ 18
I. Instrumentasi Penelitian .................................................................... 18
J. Cara Kerja ......................................................................................... 19
K. Alur Penelitian .................................................................................. 20
L. Analisis Data...................................................................................... 20
BAB IV HASIL PENELITIAN .......................................................................... 21
A. Data Hasil Penelitian .......................................................................... 21
B. Analisis Data ...................................................................................... 24
BAB V PEMBAHASAN .................................................................................... 26
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN ............................................................ 29
A. Simpulan ........................................................................................ 29
B. Saran ................................................................................................... 29
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 30
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Rata–rata hitung limfosit darah tepi mencit setelah perlakuan
Tabel 2 Analisis Statistik Antar Kelompok Perlakuan
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Skema kerangka pemikiran konseptual
Gambar 2 Skema rancangan penelitian
Gambar 3 Skema alur penelitian
Gambar 4 Histogram rata-rata hitung limfosit dengan kelompok perlakuan
Gambar 5 Pengamatan mikroskopis limfosit masing-masing kelompok
perlakuan
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran A Jadwal penelitian
Lampiran B Foto alat dan bahan penelitian
Lampiran C Foto kegiatan penelitian
Lampiran D Hasil Uji Analisis One Way Anova dan Post Hoc Test dengan
Program SPSS For Windows Release 15.0
Lampiran E Hasil Laboratorium Hitung Limfosit
Lampiran F Hasil Penghitungan Jumlah Limfosit Tiap Seratus Sel
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sepsis adalah suatu sindroma klinik yang terjadi oleh karena adanya
respon tubuh yang berlebihan terhadap rangsangan produk mikroorganisme
(Guntur, 2007). Sepsis merupakan penyebab utama kematian di dunia, dan
sebagai penyebab kematian di intensive care unit (ICU). Diperkirakan sekitar
1.400 pasian meninggal di ICU karena sepsis (Poeze et al, 2004). Di Amerika,
menunjukkan angka kejadian sepsis berat sekitar 0,3 % atau mendekati
750.000 kasus setiap tahunnya, dengan angka kematian sampai 26% (Balk,
2000; Angus et al., 2001). Sedangkan di Indonesia melalui sebuah penelitian
yang dilakukan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr.Moewardi Surakarta,
ditemukan bahwa 130 (97%) dari 135 pasien sepsis dengan syok sepsis
meninggal (Guntur, 2006a).
Produk yang berperan penting terhadap sepsis adalah lipopolisakarida
(LPS). LPS atau endotoksin glikoprotein kompleks merupakan komponen
utama membran luar dari bakteri gram negatif (Guntur, 2008). Bakteri gram
negatif (terutama Escherichia coli, Klebsiella species, Pseudomonas
aeruginosa) dan kokus gram positif (terutama staphylococcus dan
streptococcus) adalah mikroba yang paling banyak terisolasi dari pasien sepsis
dan syok sepsis. Fungi, paling banyak Candida, hanya 5% dari seluruh kasus
sepsis (Bochud dan Calandra, 2003).
Secara alami tubuh memiliki sistem imun yang mempunyai kemampuan
untuk menetralisir dan menginaktivasi molekul asing (molekul yang
dipresentasikan oleh virus, bakteri, dan parasit) dan untuk menghancurkan
mikroorganisme atau sel asing (sel yang diinfeksi virus, sel pada transplantasi
organ, dan sel kanker). Sel imun diedarkan di tubuh pada darah, limpa, epitel,
dan jaringan pengikat. Sel yang ikut dalam respon imun adalah limfosit, sel
plasma, sel mast, neutrofil, eosinofil, dan sel yang berperan pada fagositosis
(Luiz dan Jose, 2005). Limfosit yang merupakan 20% dari semua leukosit
dalam sirkulasi darah orang dewasa terdiri limfosit T dan limfosit B,
merupakan pengontrol sistem imun (Guntur, 2008). Proses patologik yang
utama pada sepsis adalah apoptosis dari sel-sel efektor imunologi, termasuk
limfosit (Chang et al., 2007).
Berbagai model penelitian sepsis telah dikembangkan untuk meneliti dan
mencari patofisiologi sepsis serta mencari penanganan dan pengobatan yang
sesuai. Model-model penelitian sepsis pada hewan coba ada beberapa macam
diantaranya endotoxicosis model, infus live bacteria intravaskuler, bacterial
peritonitis, peritonitis models, cecal ligation and perforation, soft tissue
infection, pneumonia model, dan meningitis model. Model penelitian sepsis
biasanya menggunakan LPS yang dapat menstimulasi berbagai macam
mediator inflamasi, dan bertanggungjawab terhadap awal mula terjadinya
proses sepsis (Alejandra el al., 2004). Namun demikian, penelitian ini
membutuhkan biaya yang relatif mahal (sekitar Rp 2.000.000,00) selain itu
paparan ini hanya menunjukkan reaksi terhadap monomikrobial saja.
Model sepsis yang lain menggunakan bahan fecal atau kultur yang
dimasukkan ke dalam kavitas peritonial (Alejandra el al., 2004). Dari
inoculum ini didapat strain Eschericia coli (E. coli) yang bercampur dengan
material cecal yang lain untuk meniru peritonitis pada manusia (Edwin, 2005).
Cecal inoculum yaitu dengan injeksi material cecal secara intraperitoneal
(Chopra dan Sharma, 2007) yang diperoleh dari isi cecal mencit donor (Ren et
al., 2001). Cecal inoculum ini termasuk peritonitis models. Model ini jauh
lebih murah dibandingkan dengan model LPS, selain itu lebih mendekati
terjadinya sepsis yang sebenarnya pada manusia yang tidak hanya diakibatkan
oleh monomikrobia saja tetepi oleh polimikrobia.
B. Perumusan Masalah
Adakah perbedaan hitung limfosit pada mencit Balb/C model sepsis
paparan LPS dengan Cecal Inoculum?
C. Tujuan penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan hitung limfosit
pada mencit Balb/C model sepsis paparan LPS dengan Cecal Inoculum.
D. Manfaat Penelitian
1. Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan
pertimbangan model-model sepsis dalam hewan coba.
2. Praktis
Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan rujukan untuk
penelitian sepsis lebih lanjut.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Sepsis
Sepsis adalah suatu sindroma klinik sebagai manifestasi proses
inflamasi imunologik yang terjadi karena adanya respon tubuh (imunitas)
yang berlebihan terhadap rangsangan produk mikroorganisme. Manifestasi
klinis yang berupa inflamasi sistemik disebut sistemic inflammation
response syndrome (SIRS). Sesuai dengan pendapat Thijs (1998)
menyatakan bahwa sepsis adalah SIRS dengan dugaan infeksi tersebut
ditandai dengan takipneu (frekuensi respirasi lebih dari 20 kali/menit),
takikardi (frekuensi jantung lebih dari 100 kali/menit), hiperthermia atau
hipothermia (temperature axilar tubuh lebih dari 101 derajat F/38.3 derajat
C atau 96.1 derajat F/35.6 derajat C), leukositosis (>12.000/mm),
leukopenia (<4000/mm) dengan atau tanpa ditemukannya bakteri dalam
darah (Guntur, 2007).
Berdasarkan sindroma klinis tersebut sepsis dibedakan menjadi 5
derajat, yaitu:
a. Systemic Inflammatory Responds Syndrome (SIRS), ditandai dengan
≥2 gejala sbb:
1) Hiperthermia/Hipothermia (>38,3° C/< 35,6° C)
2) Takipneu ( frekuensi respirasi >20 menit)
3) Takikardi ( frekuensi jantung >100/menit)
4) Leukositosis > 12.000/mm atau Leukopenia <4000/mm
5) Leukosit lebih dari 10% imatur
b. Sepsis
Gejala SIRS disertai infeksi
c. Sepsis berat
Sepsis disertai disfungsi organ multipel (MODS)/gagal organ multipel
(MOF), hipotensi, oligouri bahkan anuria
d. Sepsis dengan hipotensi
Sepsis dengan hipotensi (tekanan sistolik < 90 mmHg atau penurunan
tekanan tekanan sistolik > 40 mmHg)
e. Syok sepsis
Syok sepsis adalah subset dari sepsis berat, yang didefinisikan sebagai
hipotensi yang diinduksi sepsis dan menetap kendati telah mendapat
resusitasi cairan disertai hipoperfusi jaringan
(Guntur, 2008).
Reaksi tubuh sebagai tanggapan terhadap mikroorganisme
penginfeksi melibatkan bermacam-macam komponen sistem imun baik
yang bersifat proinflamasi maupun antiinflamasi (Guntur, 2006a).
Lipopolysaccharide-binding protein (LBP) adalah protein yang
berperan pada system imun nonspesifik, yang akan membawa LPS ke
reseptor CD14 pada sel monosit-makrofag (Shahin, et al., 2006). Ikatan
LPS-LBP kompleks kemudian menuju CD14 reseptor di permukaan
seluler dan berinteraksi dengan toll-like receptor 4 (TLR4) untuk
menginduksi nuclear factor κ-B (NFκ-B) sebagai sinyal dan transkripsi
sitokin proinflamasi (Hongwei et al., 2005; Kristine et al., 2007).
Termasuk sitokin proinflamasi antara lain TNF, IL-1, IL-6 dan Interferon,
yang bekerja membantu sel untuk menghancurkan mikroorganisme yang
menginfeksi. Sedang sitokin antiinflamasi adalah interleukin 1 reseptor
antagonis, IL-4, IL-10 yang bertugas memodulasi koordinasi atau represi
terhadap respon yang berlebihan (Guntur, 2006b). Produksi yang
berlebihan sitokin inflamasi menyebabkan aktivasi respon sistemik berupa
Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS) terutama pada paru-
paru, hati, ginjal, usus dan organ lainnya (Arul, 2001) yang mempengaruhi
permeabilitas vaskuler, fungsi jantung dan menginduksi perubahan
metabolik menyebabkan nekrosis jaringan, multiple organ failure (MOF)
serta kematian (Elena et al., 2006; Javier et al., 2005; Arul, 2001).
2. Lipopolisakarida
Lipopolisakarida adalah penyusun utama membran terluar dari
bakteri gram negatif. LPS merupakan komponen penting pada dinding sel
dan digunakan untuk viabilitas bakteri. LPS tidak bersifat toksik jika
masih sebagai bagian dari membran terluar dari bakteri, tetapi setelah
lepas dari dinding sel menjadi bersifat toksik, lipid A yang dikenali oleh
sistem imun yang menyebabkan timbulnya respon inflamasi (Edwin et al.,
2003). Produk yang berperan penting terhadap sepsis terutama kandungan
lipid A dalam LPS tersebut. LPS atau endotoksin glikoprotein kompleks
merupakan komponen utama membran terluar dari bakteri gram negatif
(Guntur, 2006a). LPS bersifat stabil terhadap panas, mempunyai berat
molekul antara 3000 dan 5000 (lipooligosakarida) sampai beberapa juta
(lipopolisakarida). Dalam aliran darah LPS akan terikat pada protein yang
bersirkulasi kemudian berinteraksi dengan reseptor makrofag, limfosit dan
monosit serta sel lain pada sistem retikuloendotelial. Hal ini akan
mengakibatkan pelepasan sitokin dan pengaktifan jalur komplemen dan
koagulasi. Runtutan peristiwa tersebut dapat diamati secara klinis sebagai
demam, leukopenia, hipoglikemia, hipotensi, syok, koagulasi
interavaskuler hingga kematian karena disfungsi organ (Brooks et al.,
2003).
3. Cecal Inoculum
Inoculum merupakan bahan yang dipakai dalam inokulasi. Inokulasi
(inoculation) adalah pemasukan mikroorganisme, bahan infektif, serum,
dan substansi lain ke dalam jaringan organisme hidup atau media biakan;
pemasukan agen penyakit ke dalam individu sehat untuk menimbulkan
bentuk ringan penyakit tersebut yang menimbulkan imunitas. Cecum
adalah bagian pertama dari usus besar, membentuk kantong yang secara
distal melebar ke ileum dan proksimal ke arah kolon, serta melepaskan
apendiks vermiformis (Dorland, 2002). Model sepsis ini dibuat dari cecal
inoculum diperoleh dari isi cecal mencit donor (Ren et al., 2001) yang
dimasukkan ke dalam kavitas peritonial (Alejandra et al., 2004). Dari
model inoculum ini didapat strain Eschericia coli (E. coli) yang bercampur
dengan material cecal yang lain untuk meniru peritonitis pada manusia
(Edwin, 2005).
4. Limfosit
Limfosit merupakan 20% sampai 25% dari leukosit total yang
bersirkulasi. Pada darah tepi bentuknya bulat, tapi saat bermigrasi ke
jaringan bentuknya pleomorfik. Limfosit mempunyai ukuran yang lebih
besar dibandingkan eritrosit dan memiliki sedikit lekukan, inti sel bulat
yang hampir memenuhi sel. Sitoplasma berwarna biru terang dan
mengandung beberapa granula azurofilik (Leslie dan James, 2007). Umur
limfosit bervariasi ada yang hanya berumur beberapa hari tetapi ada juga
yang hidup dalam sirkulasi darah sampai berumur beberapa tahun (Luiz
dan Jose, 2005).
Limfosit berkembang pada jaringan limfoid di dalam tubuh yaitu
pada limfonodus, limpa, dan folikel limfatik pada sumsum tulang.
Maturasi limfosit dibagi dalam 3 tahapan yaitu :
a. Limfoblas mempunyai diameter bervariasi dari 10-20µm,
mempunyai intisel yang bulat dengan besar ±80% dari selnya.
Kromatin jelas dan terdiri dari 2 anak inti. Sitoplasma basofilik
dan agranular.
b. Prolimfosit mempunyai diameter bervariasi dari 10-18µm, intisel
bulat, lebih terang, dan sitoplasma lebih banyak dibandingkan
limfoblas
c. Limfosit (Gillian, 1996)
Secara fungsional limfosit dibedakan menjadi tiga jenis yaitu:
a. Limfosit B
b. Limfosit T
c. Sel null
Meskipun secara morfologi tidak dapat dibedakan satu dengan yang
lainnya, jenis sel limfosit tersebut dapat dikenali secara
immunocytochemically dengan membedakannya menurut petanda pada
permukaannya. Kira-kira 80% yang bersirkulasi adalah sel T, 15% adalah
sel B, dan sisanya adalah sel null. Umur limfosit T bisa hidup selama
beberapa tahun, sedangkan sel B dapat mati dalam beberapa bulan (Leslie
dan James, 2007). Pada manusia limfosit B dimatangkan di sumsum
tulang, sedangkan limfosit T pada timus. Secara umum sel B befungsi
untuk sistem imun humoral, sedangkan sel T bertanggungjawab untuk
sistem imun seluler (Stuart, 2002).
Limfosit T mempunyai 3 kelompok :
a. Sel T Pembantu (Th)
Berperan sebagai pengatur utama bagi seluruh fungsi imun,
melalui serangkain mediator protein yang disebut limfokin. Limfokin
penting yang disekresikan oleh sel-sel T pembantu antara lain IL-2, IL-
3, IL-4, IL-5, IL-6, IFN-γ dan GM-CSFfaktor perangsang koloni
monosit-granulosit (Guyton and Hall, 1997).Mengeliminasi agen asing
melalui aktivasi sel-sel fagositer seperti makrofag dan menyekresikan
mediator inflamasi (Abbas and Litchman, 2005).
b. Sel T Sitotoksik (Tc)
Merupakan sel penyerang langsung yang mampu membunuh
mikroorganisme dan, pada suatu saat, bahkan membunuh sel-sel tubuh
sendiri melalui sebuah mekanisme sekresi protein pembentuk lubang
pada membran sel yang diserang yang disebut perforin. Hal ini
menyebabkan gangguan keseimbangan sel disertai pula oleh substansi
sitotoksik dari sel T tersebut, sehingga dengan segera sel yang diserang
membengkak dan larut (Guyton and Hall, 1997; Abbas and Litchman,
2005).
c. Sel T Supresor (Ts)
Merupakan sel T yang mempunyai kemampuan menekan fungsi
sel T sitotoksik dan sel T pembantu. Fungsi supresor ini menyebabkan
pengaturan aktivitas sel-sel lain dan menjaganya agar tidak berlebihan
dan menimbulkan kerusakan jaringan tubuh, yang disebut toleransi
imun (Guyton dan Hall, 1997).
Limfosit B bertanggung jawab dalam sintesis antibodi yang
bersirkulasi dan dikenal juga dengan nama imunoglobulin. Imunoglobulin
plasma terutama disintesis di dalam sel plasma. Sel plasma merupakan sel
khusus turunan sel B yang mensintesis dan mensekresikan imunoglobulin
ke dalam plasma sebagai respon terhadap pajanan berbagai macam antigen
(Robert dkk, 2003;Guyton dan Hall, 1997).
Terdapat lima golongan umum imunoglobulin yaitu IgA, IgG, IgM,
IgD, IgE. Dua golongan imunoglobulin terpenting adalah IgG yang
merupakan antibodi bivalen dan kira-kira 75% dari seluruh antibodi pada
orang normal, dan IgE yang merupakan antibodi dalam jumlah kecil,
khususnya terlibat dalam peristiwa alergi (Robert dkk, 2003).
Sedang imunoglobulin yang berperan penting dalam imunitas
mukosa adalah IgA (Abbas dan Litchman, 2005). IgA merupakan
pertahanan garis depan terhadap bakteri dan virus (Stryer, 2000). IgA
diproduksi di jaringan limfoid mukosa dan disekresikan melalui epitel
mukosa ke dalam lumen. IgA akan mengikat mikroba dan toksin yang
terdapat dilumen dan menetralisasinya melalui hambatan jalur masuk ke
host (Abbas dan Litchman, 2005).
Keterangan :
: Merangsang
↑↑ : Jumlah meningkat
↓↓ : Jumlah menurun
B. Kerangka Pemikiran
1. Kerangka Berpikir Konseptual
Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran Konseptual
Hiperinflamasi
Limfosit
Lipopolisakarida
Antigen Presenting
Cell
Respon
Proinflamasi ↑↑
Respon
Anti-inflamasi
Systemic Inflamatory Response Sindrome (SIRS)
Sepsis
Apoptosis
Limfosit ↓↓
Cecal Inoculum
Sitokin
2. Kerangka Berpikir Teoritis
Masuknya mikroorganisme penginfeksi ke dalam tubuh akan
difagosit oleh makrofag kemudian akan ditampilkan sebagai Antigen
Presenting Cell (APC). Eksotoksin, virus, dan parasit berperan sebagai
superantigen (Guntur, 2006b), superantigen adalah molekul yang sangat
poten terhadap mitogen sel T (Diding, 2005), akan difagosit oleh monosit
atau makrofag yang berperan sebagai Antigen Processing Cell dan
kemudian ditampilkan dalam APC. APC tersebut memproduksi dan
melepas sitokin yang merangsang limfosit T untuk berproliferasi dan
berdeferensiasi. Antigen ini membawa muatan polipeptida spesifik yang
berasal dari Major Histocompatibility Complex (MHC). Antigen yang
bermuatan peptida MHC kelas II akan berikatan dengan CD4+ (limfosit
Th1 dan Th2) dengan perantaraan TCR (T Cell Receptor), kemudian akan
berfungsi sebagai imunomodulator dan berfungsi untuk mengekpresikan
sitokin proinflamatori yang akan menyebabkan inflamasi sebagai
tanggapan imunitas tubuh terhadap berbagai macam stimulasi imunogen
dari luar dan sitokin anti inflamasi. Apabila terjadi ketidakseimbangan
antara kedua jenis sitokin tersebut dimana sitokin proinflamasi lebih
dominan maka akan terjadi hiperinflamasi. Manifestasi klinis yang berupa
inflamasi sistemik disebut SIRS dan sesuai dengan pendapat bahwa sepsis
adalah SIRS dengan dugaan infeksi.
Pada sepsis limfosit merupakan inti dari sei imun spesifik dan secara
cepat akan bereaksi terhadap rangsangan sitokin dan stimulasi antigen
spesifik. Secara normal apoptosis limfosit adalah sebuah proses untuk
menghilangkan autoreaktif limfosit atau menekan aktivasinya. Apoptosis
merupakan proses penting dimana sel-sel akan dimusnahkan dalam rangka
mengontrol untuk meminimalisir kerusakan jaringan yang diakibatkan
reaksi yang berlebihan (Wesche et al., 2005) sehingga pada sepsis akan
terjadi penurunan limfosit.
C. Hipotesis
Terdapat perbedaan hitung limfosit pada mencit Balb/C model sepsis
paparan LPS dengan cecal inoculum.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini bersifat eksperimental laboratorik dengan post test only
control group design.
B. Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Histologi Fakultas Kedokteran
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
C. Subjek Penelitian
Subjek penelitian berupa 18 ekor mencit Balb/C jantan dengan berat
badan + 20-32 gram, dan berumur 4-6 minggu. Mencit Balb/C diperoleh dari
Universitas Setia Budi, Mojosongo, Surakarta. Bahan makanan mencit
digunakan pakan mencit BR I.
D. Teknik Sampling
Untuk pengambilan sampel digunakan teknik incidental sampling.
E. Variabel Penelitian
1. Variabel Bebas : LPS dan cecal inoculum
2. Variabel Terikat : Hitung limfosit
3. Variabel luar
a. Dapat dikendalikan : Genetik, berat badan, makanan, umur
b. Tidak dapat dikendalikan : Variasi kepekaan mencit terhadap suatu
zat
F. Skala Variabel
Hitung limfosit : skala rasio
Sepsis paparan LPS : skala nominal
Sepsis paparan Cecal inoculum : skala nominal
G. Definisi Operasional
1. Model sepsis
Mencit model sepsis dibuat dengan metode injeksi LPS dan cecal
inoculum secara peritonial.
a. LPS yang digunakan : LPS diperoleh dari Sigma Aldrich
(Deisenhofen, Germany) dengan dosis 0,1 mg/mencit secara
intraperitonial (Wang et al., 2006; Krutzel et al., 2002).
b. Cecal inoculum yang digunakan : Cecal inoculum dibuat setiap hari
dari mencit donor dengan mensuspensikan 200 mg material cecal pada
5 mL dekstrose water 5% (Ren et al., 2002) kemudian diinjeksikan
masing-masing 4 mg/mencit secara intraperitonial (Brahmbhatt et al.,
2005; Chopra dan Sharma., 2007).
2. Hitung Jumlah Sel Limfosit
Darah mencit diambil dari ekor mencit, dibuat apusan darah pada
obyek glass, kemudian diberi pulasan Giemsa yang sebelumnya sudah
difiksasi terlebih dahulu dengan metilalkohol. Leukosit terdiri dari basofil,
eosinofil, netrofil, limfosit, dan monosit. Menghitung jumlah sel limfosit
menggunakan pengelompokan tiap 10 sel yang dihitung sampai terdapat
100 sel. Hasil hitung jenis berdasarkan 100 sel sebenarnya hanya
bermakna pada keadaan normal, jika terdapat leukositosis harus dihitung
lebih banyak; untuk leukositosis antara 10.000-20.000 hitung jenis atas
200 sel; leukositosis antara 20.000-50.000 hitung jenis atas 300 sel;
leukositosis diatas 50.000 hitung jenis atas 400 sel (Gandasoebrata, 2001).
Limfosit merupakan sel yang sferis, garis tengah 6-8um. Limfosit
yang normal memiliki inti relatif besar, berbentuk bulat dengan sedikit
cekungan pada satu sisi, kromatin inti padat, dan anak inti baru terlihat
dengan mikroskop elektron. Sitoplasmanya sangat sedikit, sedikit basofilik
dan mengandung granula-granula azurofilik. Bagian yang berwarna ungu
dengan Romonovsky mengandung ribosom bebas dan poliribisom.
Klasifikasi lainnya dari limfosit ialah dengan ditemuinya tanda-tanda
molekuler khusus pada permukaan membran sel-sel tersebut. Beberapa
diantaranya membawa reseptor seperti imunoglobulin yang mengikat
antigen spesifik pada membrannya. Limfosit dalam sirkulasi darah normal
dapat berukuran 10-12µm. Ukuran yang lebih besar disebabkan
sitoplasmanya yang lebih banyak. Kadang-kadang disebut dengan limfosit
sedang. Sel limfosit besar berada dalam kelenjar getah bening dan akan
tampak dalam darah pada keadaan patologis dengan inti vesikuler dan
anak inti yang jelas (Zukesti, 2003). Pemeriksaan limfosit menggunakan
mikroskop cahaya dengan pembesaran 400x.
H. Rancangan Penelitian
Keterangan : S : Jumlah mencit yang digunakan K : Kelompok kontrol negatif K1 : Kelompok perlakuan 1 (injeksi intra peritonial LPS) K2 : Kelompok perlakuan 2 (injeksi intra peritonial Cecal Inoculum) K : Kelompok kontrol negatif L : Kelompok LPS C : Kelompok Cecal Inoculum
I. Instrumentasi Penelitian
1. Alat penelitian
a. Kandang hewan percobaan ukuran 30x38x15 cm3
b. Timbangan hewan camry
c. Spuit injeksi 0,1ml
d. Labu takar 1ml
e. Beaker glass 5ml
f. Timbangan analisis metler toledo
g. Pinset
Gambar 2. Skema Rancangan Penelitian
S
Uji ANOVA dilanjutkan dengan Post Hoc Test K1
K2
K K
L
C
h. Sarung tangan
i. Masker
j. Kaca objek
k. Mikroskop cahaya Olympus
2. Bahan penelitian
a. Lipopolisakarida (LPS) Sigma Aldrich (Deisenhofen, Germany)
b. Phosphate Buffered Saline (PBS)
c. Cecal inoculum
d. Hewan uji (18 ekor Mencit Balb/C)
e. Hewan donor (6 ekor Mencit Balb/C)
f. Pakan mencit BR I
g. Alkohol 70%
h. Dekstrose water 5%
i. Zat pulas Giemsa
J. Cara Kerja
1. Sebelum perlakuan
a. Hewan uji diadaptasi dengan kondisi laboratorium tempat penelitian
dilakukan.
b. Hewan uji dikelompokkan menjadi 3 kelompok. Masing masing
kelompok terdiri dari 6 ekor mencit.
2. Pemberian perlakuan
Sejak hari ke-0 sampai dengan hari ke-6.
Kelompok K, K1, dan K2 diberi diet standar.
Masing-masing kelompok diberi perlakuan yang berbeda sesuai alur
penelitian.
K. Alur Penelitian
Gambar 3. Skema Alur Penelitian
L. Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisis secara statistik dengan menggunakan uji
ANOVA dan dilanjutkan dengan Post Hoc Test menggunakan program SPSS
for windows release 15.0.
Kelompok K 6 ekor mencit
Kelompok K1 6 ekor mencit
Kelompok K2 6 ekor mencit
+ diet standar ( BR1& air)
+ diet standar (BR1 & air)
+ diet standar (BR1 & air)
Diinjeksi LPS intraperitonial pada hari ke-0
Diinjeksi Cecal Inoculum
intraperitonial setiap hari
Hari ke 7 mencit diambil darahnya
Mencit 18 ekor
Hitung jumlah sel limfosit darah tepi
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Data Hasil Penelitian
Setelah dilakukan penelitian mengenai hitung limfosit model sepsis
paparan lipopolisakarida dan cecal inoculum pada mencit Balb/C, didapatkan
pemberian LPS mampu menurunkan jumlah limfosit tiap 100 sel, hal ini
terlihat pada kelompok L (88,2), selain itu pada CI menunjukkan penurunan
jumlah limfosit yaitu 68,7, dari kelompok kontrol 89,7. Secara umum dapat
dilihat pada tabel 1
Tabel 1. Rata – rata hitung limfosit tiap seratus sel darah tepi mencit setelah perlakuan
Kelompok Rata-rata±SD
Kontrol (K) 89,7±4,6
LPS (L) 88,2±2,6
Cecal Inoculum (C) 68,7±10,6
Keterangan: K : Kelompok kontrol negatif L : Kelompok LPS C : Kelompok Cecal Inoculum
Dari hasil di atas dapat digambarkan dalam histogram di bawah ini :
Gambar 4. Histogram Rata-Rata Hitung Limfosit Tiap Seratus Sel pada Tiap
Kelompok Perlakuan
Pengamatan mikroskop limfosit masing-masing kelompok dapat dilihat
sebagai berikut :
a.
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90
Rata-rata hitung limfosit
tiap seratus
sel
1
Jenis Perlakuan
Kontrol LPS CI
b.
c. Gambar 5. Pengamatan Mikroskopis Limfosit Masing-Masing Kelompok
Perlakuan Keterangan: a. Gambaran limfosit kelompok K pengecatan Giemsa, perbesaran 400x
dengan 3x optical zoom Mpix digital camera. Panah hitam menunjukkan limfosit
b. Gambaran limfosit kelompok L pengecatan Giemsa, perbesaran 400x dengan 3x optical zoom Mpix digital camera. Panah hitam menunjukkan limfosit
c. Gambaran limfosit kelompok C pengecatan Giemsa, perbesaran 400x dengan 3x optical zoom Mpix digital camera. Panah hitam menunjukkan limfosit
B. Analisis Data
Hasil penelitian di atas menunjukkan bahwa rata-rata hitung limfosit tiap
seratus sel dari kontrol (K) 89,67 tiap seratus sel, LPS (L) 88,17 tiap seratus
sel, dan cecal inoculum (C) 68,67 tiap seratus sel. Analisis statistik terhadap
data hasil penelitian di atas dilakukan dengan One Way ANOVA, didaptkan
hasil p = 0.000
Hasil analisis variansi satu jalan terhadap rata-rata hitung limfosit mencit
antar kelompok perlakuan menunjukkan perbedaan yang bermakna dengan
p<0,05. Ini berarti, tiap satu pasang kelompok secara statistik menunjukkan
perbedaan bermakna. Sehingga, dilanjutkan dengan Post Hoc Test (LSD).
Hasil penelitian di atas menunjukkan bahwa rata-rata hitung limfosit
tiap seratus sel dari kontrol (K) adalah 89,67 tiap seratus sel. Setelah
dilakukan pemaparan LPS (L) terjadi penurunan rata-rata hitung limfosit tiap
seratus sel kontrol menjadi 88,17 tiap seratus sel (p=0,114), dan terhadap
kelompok cecal inoculum (C) juga didapatkan penurunan rata-rata hitung
limfosit terhadap seratus sel yaitu 68,67 tiap seratus sel (p=0,000). Hasil
analisis terhadap kelompok L dan C didapatkan hasil p=0,003.
Hasil analisis statistik antar kelompok dapat diringkas dalam tabel
sebagai berikut:
Tabel 2. Analisis Statistik Antar Kelompok Perlakuan Kelompok P value Kemaknaan
K – L 0,114 Tidak Signifikan
K – C 0,000 Signifikan
L – C 0,003 Signifikan
BAB V
PEMBAHASAN
Dari penelitian didapatkan hasil bahwa rata-rata hitung limfosit dari seratus
sel darah kelompok sepsis paparan LPS menunjukkan nilai lebih rendah
dibandingkan dengan kelompok kontrol meskipun secara statistik menunjukkan
nilai yang tidak bermakna (p=0,114). Hal ini sesuai bahwa LPS merupakan
komponen penting penyusun membran luar bakteri gram negatip dan mempunyai
peranan yang sangat penting dalam induksi sepsis (Alexander, 2001), dimana
dalam sepsis akan terjadi disfungsi seluler yang dalam penelitian-penelitian sepsis
menunjukkan adanya apoptosis limfosit (Remick, 2007). Namun pada penelitian
oleh Hotchkiss et al bahwa pada pasien dengan sepsis akan terjadi apoptosis
limfosit yang signifikan (Hotchkiss et al, 2001), dan juga akan menginduksi
secara masif, pelepasan secara cepat beberapa molekul proinflamatori pada hewan
percobaan dan manusia (Copeland et al, 2005) hal ini dimungkinkan terjadi
karena pada penggunaan model endotoksin, dalam hal ini LPS, berdasarkan
peristiwa syok septik dan MODS (Deitch, 2005).
Pada paparan CI hitung limfosit menunjukkan nilai lebih yang rendah
daripada kelompok kontrol dan secara statistik bermakna (p=0,000). Hal ini sesuai
bahwa pada hari ke-3 dan hari ke-7 terjadi kenaikan caspase-3, procaspase-3, dan
Bax tetapi terjadi penurunan BCl2 yang akan menginduksi apoptosis (Chopra dan
Sharma, 2007).
Kematian sel secara apoptosis terjadi melalui 3 jalur utama yaitu: jalur
ekstrinsik (tipe I), jalur intrinsik (mitokondrial) (type II), dan jalur retikulum
endoplasmik (RE) atau stress-induced pathway. Antigen Fas [cell differentiation
antigen 95 (CD95)] adalah protein permukaan sel pada membran reseptor TNF,
yang bertanggungjawab sebagai sinyal apoptosis jalur ekstrinsik pada tipe I. Fas
diekspresisksn oleh berbagai macam tipe sel, termasuk timosit, sel B teraktivasi,
sel T, monosit, makrofag, neutrofil, sebagaimana pula pada berbagai macam non
imun sel pada hati, paru-paru, dan jantung. Ketika Fas berikatan dengan ligannya
yaitu FasL akan menyebabkan trimerisasi dan kemudian membentuk formasi
death-induced signaling complex (DISC), dimana akan terjadi pengerahan
pembentukan molekul adaptor kematian sel, yang akan berikatan dengan
procaspase 8. kemudian jalur ini akan melalui jalur caspase cascade. Ketika
procaspase 8 is membelah dan menjadi caspase 8 aktif, kemudian mengaktivasi
caspase 3, yang akan menjadi inhibitor caspase-aktivasi DNase dan pembelahan
DNA pada nukleus (Aneway, 2001) menyebabkan apoptosis. Alternatif yang lain
adalah tipe II diperankan oleh mitokondria yang akan melepaskan molekul
destruktif, dan sedikit membentuk DISC. Jalur tersebut teraktivasi saat kehilangan
faktor pertumbuhan seperti IL-2, IL-4, atau or granulocyte macrophage-colony
stimulating factor, peningkatan sitokin seperti IL-1 dan IL-6, atau eksogen stresor
seperti steroid, reactive oxygen intermediates (ROIs), peroxynitrite, or NO, yang
akan mengaktivasi pro atau antiapoptosis anggota kelompok Bcl-2. Proapoptotik
Bcl-2 seperti t-Bid atau Bax diperkirakan berlokasi pada sitosol, dimana secara
normal dalam batas tertentu, dalam membran mitokondrial digunakan untuk
mengurangi m. Mitochondrion kemudian melepas sitokrome c, Smac/Diablo,
dan apaf-1, lewat formasi apoptosome, mengaktivasi downstream caspases seperti
caspase 9. Downstream caspase ini menyebabkan kematian sel. Bergantung pada
keseimbangan anggota kelompok Bcl-2, dalam keadaan dominan pada kelompok
antiapoptosis seperti bisa mempertahankan kehidupan sel (Krammer, 2000) RE
mengaktivasi caspese 12 by Ca2+ dan stess oksidan (Oyadomari dan Mori, 2004).
BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Dalam penelitian ini didapatkan CI secara bermakna mampu
menurunkan hitung limfosit dibandingkan LPS.
B. Saran
Untuk penelitian lebih lanjut dapat dilakukan:
1. Perhitungan limfosit secara lebih spesifik misalnya limfosit CD4+
2. Pemeriksaan sitokin-sitokin yang berkaitan dengan patogenesis sepsis
3. Penggunaan cecal inoculum sebagai pertimbangan salah satu model
penelitian sepsis
DAFTAR PUSTAKA
1Abbas A. K. and Lichtman A. H., 2005. Cellular and Molecular Immunology. 5th ed. Philadelphia: Elsevier Saunders, pp : 295-343.
Alexander C., Rietschel E.T. 2001. Bacterial lipopolysaccharides and innate
immunity. J Endotoxin Res. 7:167202. Amersfoort E. S. V., Berkel T. J. C. V., Kuiper J. 2003. Receptors, mediators,
and mechanisms involved in bacterial sepsis and septic shock. Clin Microbiol Rev. 16(3): 379–414.
Angus D. C., Linde Z. W. T., Lidicker J., Clermont G., Carcillo J., Pinsky M.
R. 2001. Epidemiology of severe sepsis in the united state: analysis of incidence and associated costs of care. Crit Care Med. 29: 1303-9.
Aneway C. W., Jr. 2001. How the immune system works to protect the host
from infection: a personal view. Proc Natl Acad Sci. 98: 7461-8. Arul M. C., Markus H. L., Chandan K. S., Terrence R. B., Sunita S. S., Vidya
J. S., Vaishalee A. P., and Peter A.W. 2001. Molecular signatures of sepsis multiorgan gene expression profiles of systemic inflammation. Am J Pathol. 159(4): 1199–1209.
Balk R. A. 2000. Severe sepsis and septic shock: definition, epidemiologi, and
clinical manifestation. Crit Care Clin. 16(2): 179-92. Bochud P. Y., Calandra T. 2003. Science, medicine, and the future,
Pathogenesis of sepsis: new concepts and implications for future treatment. BMJ. 326:262–6.
Brahmbhatt S., Gupta A., Sharma A.C. 2005. Bigendothelin-1 (1-21) fragment
during early sepsis modulates tau, p38-MAPK phosphorylation and nitric oxide synthase activation. molecular and cellular biochemistry. Experimental Cell Research. 271:225–37.
Brooks G. F., Butel J., Morse A.S. 2003. Medical Microbiology. 22th ed.
Singapore: Mc Graw Hill Co, p: 217. Chang K. C., Unsinger J., Davis C. G., Schwulst S. J., Muenzer J. T., Strasser
A., Hotchkiss R. S. 2007. Multiple triggers of cell death in sepsis: death receptor and mitochondrialmediated apoptosis. FASEB J. 21: 708-19.
Chopra M. and Sharma A. C. 2007. Distinct cardiodynamic and molecular characteristics during early and late stages of sepsis-induced myocardial dysfunction. Life Sci. 81(4): 306–16.
Copeland S., Warren H. S., Lowry S. F., Calvano S. E., Remick D. 2005.
Acute inflammatory response to endotoxin in mice and humans. Clin Diagn Lab Immunol. 12: 60–7
Deitch E. A. 2005. Rodent models of intra-abdominal infection. Shock. 24,
Suppl.1: 19-23. Diding H. P. 2005. Imunokimia. Dalam: Kimia Kedokteran. Surakata: Sebelas
Maret University Press, p: 148. Dorland, W.A. 1998. Kamus Saku Kedokteran Dorland. Jakarta: EGC, pp:
199, 559. Fox, S. I. 2002. Human Physiologi. 7th ed. Boston: McGraw Hill Co, p: 452. Gaïni S., Koldkjær O.G., Pedersen C., Pedersen S. S. 2006. Procalcitonin,
lipopolysaccharide-binding protein, interleukin-6 and C-reactive protein in community-acquired infections and sepsis: a prospective study. Critical Care. 10: 1-10. cce
Gandasoebrata, R. 2001. Penuntun Laboratorium Klinik. Jakarta: Dian
Rakyat, p: 33. Garrido A. G., Poli F. F., Silva M. R. 2004. Experimental models of sepsis
and septic shock: an overview. Acta Cir Bras. 19(2): 82-8. Gartner L. P., Hiatt J. L. 2007. Color Textbook of Histology. 3th ed,
International Edition. Philadelphia: Elsevier, pp: 231. Guntur A. H. 2006a. Penyakit tropik dan infeksi, sepsis. Dalam: Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, pp:1840-3.
Guntur A. H. 2006b. Sirs & Sepsis: Imunologi, Diagnosis, Penatalaksanaan.
Surakarta: Sebelas Maret University Press, pp: 1-14. Guntur A. H. 2007. Imunopatobiologik sepsis dan penatalaksanaanya.
Simposium Nasional SEPSIS dan Antimikrobial Terkini. Surakarta: PETRI, pp: 31-6.
Guntur A. H. 2008. Clinical observation of IVIG in management of sepsis. Proseding of National Symposium : The Second Indonesia SEPSIS Forum. Surakarta: PETRI, pp:106-13.
Guyton and Hall, 1997. Resistensi tubuh terhadap infeksi: leukosit, granulosit,
sistem makrofag-monosit, dan inflamasi. Dalam : Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. 9th ed. Jakarta: EGC, pp: 556-66.
Hongwei Q., Cynthia A.W., Sun J.L., Xueyan Z., and Etty N. B. 2005. LPS
induces CD40 gene expression through the activation of NF-κB and STAT-1α in macrophages and microglia. Blood.106(9): 3114–22.
Hotchkiss R. S., Dunne W. M., Swanson P. E., Davis C. G., Tinsley K. W.,
Chang K. C., Buchman T. G., Karl I. E. 2001. Role of apoptosis in Pseudomonas aeruginosa pneumonia. Science. 294:1783.
Junqueira L.C., Carneiro J. 2005. Basic Histology. 11th ed. Boston: McGraw
Hill Co, p: 233. Krammer, P. H. 2000. CD95’s deadly mission in the immune system. Nature.
407: 789-95. Kristine M. J., Sarah B. L., Anncatrine L. P., Jesper E. O., and Thomas B.
2007. Common TNF-α, IL-1β, PAI-1, uPA, CD14 and TLR4 polymorphisms are not associated with disease severity or outcome from Gram negative sepsis. BMC Infect Dis. 7: 108.
Krutzel M. L., Harari Y., Chen C. Y., Castro G. A. 2000. Lactoferin protecs
gut mucosal integrity during endotoxemia induce by lipopolysaccharide in mice. Inflammation. 24: 33-44.
Murray K.R., Granner K. D., Mayes A. P., Rodwell W. V. 2003. Biokimia
Harper. 23th ed. Jakarta: EGC, p :711.
Oyadomari, S., Mori, M. 2004. Roles of CHOP/GADD153 in endoplasmic reticulum stress. Cell Death Differ. 11: 381-9
Poeze M., Ramsay G., Gerlach H., Rubulotta F., Levy M. 2004. An
international sepsis survey: a study of doctors' knowledge and perception about sepsis. Critical Care. 8(6): 409-13.
Remick D. G. 2007. Biological perspectives pathophysiology of sepsis. Am J
Pathol. 170(5). 1435-44.
Ren J., Ren B. H., Sharma, A. C. 2002. Sepsis-induced depressed contractile function of isolated ventricular myocytes is due to altered calcium transient properties [basic science aspects]. Shock. 18(3): pp 285-8.
Rey E. G., Chorny A., Robledo G., Delgado M. 2006. Cortistatin, a new
antiinflammatory peptide with therapeutic effect on lethal endotoxemia. J Exp Med. 203(3): 563–71.
Rozenberg G. 1996. Microscopic Haematology: a Practical Guide for
Laboratory. Amsterdam: Harwood Academica Publisher GmbH, p: 90.
Wang X. L., Li Y., Kuang J. S., Zhao Y., Liu P. 2006. Increase heat shock
protein 70 expression in the pancreas of rats with endotoxic shock. World J Gastroenterol. 12(5): 780-3
Wesche D. E., Lomas-Neira J. L., Perl M., Chung C. S., Ayala A. 2005.
Leukocyte apoptosis and its significance in sepsis and shock. Journal of Leukocyte Biology. 78:325-37.
Zukesti, E. 2003. Peranan Leukosit Sebagai Anti Inflamasi Alergik Dalam
Tubuh. USU Digital Library.
Lampiran A. Jadwal Penelitian
Hari ke- Kelompok
0 1 2 3 4 5
Kontrol
LPS 0,1 mg LPS/ mencit/ i.p
Cecal inoculum
4 mg CI/ mencit/ i.p
4 mg CI/ mencit/ i.p
4 mg CI/ mencit/ i.p
4 mg CI/ mencit/ i.p
4 mg CI/ mencit/ i.p
4 mg CI/ mencit/
Lampiran B. Foto Alat dan Bahan Penelitian
Gambar 1. Mencit Kelompok Kontrol Gambar 2. Mencit Kelompok LPS
Gambar 3. Mencit Kelompok Cecal Inoculum
Gambar 4. Timbangan Camry Gambar 5. Spuit Injeksi
Gambar 6. Gelas Ukur
Lampiran C. Foto Kegiatan Penelitian
Gambar 1. Adaptasi Mencit Gambar 2. Menimbang Mencit Gambar 3. Mengambil Caecum Mencit
Gambar 4. Membuat Caecal Inoculum Gambar 5. Injeksi Intra Peritoneal Gambar 6. Membuat Apusan Darah
Lampiran D. Hasil Uji Analisis One Way Anova dan Post Hoc Test dengan Program SPSS For Windows Release 15.0
Descriptives Hitung Limfosit
N Mean Std. Deviation Std. Error 95% Confidence Interval for
Mean Minimum Lower Bound Upper Bound Kontrol 6 89.67 4.590 1.874 84.85 94.48 LPS 6 88.17 2.563 1.046 85.48 90.86 Cecal Inoculum 6 68.67 10.633 4.341 57.51 79.83 Total 18 82.17 11.759 2.772 76.32 88.01
Test of Homogeneity of Variances Hitung Limfosit
Levene Statistic df1 df2 Sig.
1.882 2 15 .187
Oneway ANOVA Hitung Limfosit
Sum of
Squares df Mean Square F Sig. Between Groups 1647.000 2 823.500 17.559 .000 Within Groups 703.500 15 46.900 Total 2350.500 17
Post Hoc Tests Multiple Comparisons Dependent Variable: jumlah limfosit LSD
(I) perlakuan (J) perlakuan
Mean Difference
(I-J) Std. Error Sig. 95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound kontrol Lps 6.667 3.974 .114 -1.80 15.14 Ci 21.000(*) 3.974 .000 12.53 29.47 lps Control -6.667 3.974 .114 -15.14 1.80 Ci 14.333(*) 3.974 .003 5.86 22.80 ci Control -21.000(*) 3.974 .000 -29.47 -12.53 Lps -14.333(*) 3.974 .003 -22.80 -5.86
* The mean difference is significant at the .05 level.
Lampiran E Hasil Laboratorium Hitung Limfosit
Jenis Sampel Persentase Limfosit Kontrol-1 86% Kontrol-2 92% Kontrol-3 87% Kontrol-4 94% Kontrol-5 84% Kontrol-6 95%
Rata-rata 90%
Jenis Sampel Persentase Limfosit LPS 0,1-1 90% LPS 0,1-2 85% LPS 0,1-3 86% LPS 0,1-4 92% LPS 0,1-5 88% LPS 0,1-6 88%
Rata-rata 88%
Jenis Sampel Persentase Limfosit CI-1 88% CI-2 58% CI-3 60% CI-4 68% CI-5 70% CI-6 68%
Rata-rata 69%
Lampiran F. Hasil Penghitungan Jumlah Limfosit Tiap Seratus Sel
Keterangan: K : Kelompok kontrol negatif L : Kelompok LPS C : Kelompok Cecal Inoculum
No
Kelompok Perlakuan
Jumlah Limfosit
Kelompok Perlakuan
Jumlah Limfosit
Kelompok Perlakuan
Jumlah Limfosit
1 K-1 86 L-1 90 C-1 88
2 K-2 92 L-2 85 C-2 58
3 K-3 87 L-3 86 C-3 60
4 K-4 94 L-4 92 C-4 68
5 K-5 84 L-5 88 C-5 70
6 K-6 95 L-6 88 C-6 68
Jumlah 538 529 412 Rata-rata 89,7 88,2 68,7