PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 3 …
Transcript of PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 3 …
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG
NOMOR 3 TAHUN 2012
PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG
NOMOR 3 TAHUN 2012
TENTANG
PENYELENGGARAAN PERTAMBANGAN WILAYAH LAUT
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI TANGERANG,
Menimbang : a. bahwa potensi pertambangan di wilayah laut daerah
merupakan sumber daya alam yang tak terbarukan,
diperlukan pengaturan dalam pengelolaannya
sehingga cadangan yang tersedia dapat dimanfaatkan
secara optimal dan bijaksana;
b. bahwa pemerintah daerah mempunyai kewenangan
untuk melakukan pengelolaan pertambangan di
wilayah laut daerah yang meliputi kebijakan,
perencanaan, pengaturan, pengurusan, pembinaan,
pengawasan, pengendalian dan reklamasi pasca
tambang;
c. bahwa berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun
2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara
dan Pasal 90 ayat (2) huruf e Peraturan Daerah
Kabupaten Tangerang Nomor 13 Tahun 2011 tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Tangerang,
diperlukan pengaturan untuk memberikan arah,
landasan dan kepastian hukum kepada semua pihak
yang terlibat dalam penyelenggaraan pertambangan;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c di atas,
perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang
Penyelenggaraan Pertambangan Wilayah Laut;
Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1950 tentang
Pembentukan Daerah-Daerah Kabupaten dalam
Lingkungan Propinsi Jawa Barat (Berita Negara Tahun
1950);
3. Undang...
- 2 -
3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang
Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Lembaran
Negara Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 2043);
4. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber
Daya Air (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 32,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 4377);
5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004
Nomor 37, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4437)
sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008
tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 4844);
6. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang (Lembaran Negara Tahun 2007
Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4725);
7. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang
Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran
Negara Tahun 2009 Nomor 4, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 4959);
8. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009
Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4959);
9. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38
Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan
antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran
Negara Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 4737);
10. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 26
Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Nasional (Lembaran Negara Tahun 2008 Nomor 48,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 4833);
11. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22
Tahun 2010 tentang Wilayah Pertambangan
(Lembaran Negara Tahun 2010 Nomor 28, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 5110);
12. Peraturan...
- 3 -
12. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23
Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha
Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran
Negara Tahun 2010 Nomor 29, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 5111) sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2012
tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor
23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha
Pertambangan Mineral dan Batubara;
13. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 55
Tahun 2010 tentang Pembinaan dan Pengawasan
Penyelenggaraan Pengelolaan Usaha Mineral dan
Batubara (Lembaran Negara Tahun 2010 Nomor 85,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 5142);
14. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 78
Tahun 2010 tentang Reklamasi dan Pasca Tambang;
15. Peraturan Daerah Kabupaten Tangerang Nomor 8
Tahun 2006 tentang Penyelenggaraan Reklamasi
untuk Kawasan Pengembangan Perkotaan Baru
(KPPB);
16. Peraturan Daerah Kabupaten Tangerang Nomor 02
Tahun 2010 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup;
17. Peraturan Daerah Kabupaten Tangerang Nomor 8
Tahun 2010 tentang Organisasi Perangkat Daerah
Kabupaten Tangerang;
18. Peraturan Daerah Kabupaten Tangerang Nomor 13
Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Kabupaten Tangerang 2011-2031;
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN TANGERANG
dan
BUPATI TANGERANG
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG
TENTANG PENYELENGGARAAN PERTAMBANGAN
WILAYAH LAUT.
Bab...
- 4 -
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan:
1. Daerah adalah Daerah Kabupaten Tangerang.
2. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan perangkat daerah sebagai unsur
penyelenggara pemerintahan daerah di Kabupaten Tangerang.
3. Bupati adalah Bupati Tangerang.
4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD
adalah lembaga perwakilan rakyat sebagai unsur penyelenggara
pemerintahan daerah.
5. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan
oleh Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
6. Wilayah Laut adalah wilayah laut daerah yang merupakan kewenangan
daerah di laut yang diukur dari garis pantai sepanjang 1/3 dari wilayah
kewenangan provinsi Banten.
7. Pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan di
wilayah laut daerah dalam rangka penelitian, pengelolaan dan
pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi penyelidikan
umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan,
pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta
kegiatan pascatambang.
8. Penyelenggaraan Pertambangan adalah pengelolaan dan pengusahaan
mineral atau batubara yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi,
studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan
pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan
pascatambang.
9. Mineral adalah senyawa anorganik yang terbentuk di alam, yang
memiliki sifat fisik dan kimia tertentu serta susunan kristal teratur
atau gabungannya yang membentuk batuan, baik dalam bentuk lepas
atau padu.
10. Pertambangan Mineral adalah pertambangan kumpulan mineral yang
berupa bijih atau batuan, di luar panas bumi, minyak dan gas bumi,
serta air tanah.
11. Usaha Pertambangan adalah kegiatan dalam rangka pengusahaan
mineral atau batubara yang meliputi tahapan kegiatan penyelidikan
umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan,
pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta
pascatambang.
12. Izin Usaha Pertambangan, yang selanjutnya disebut IUP, adalah izin
untuk melaksanakan usaha pertambangan.
13. IUP...
- 5 -
13. IUP Eksplorasi adalah izin usaha yang diberikan untuk melakukan
tahapan kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, dan studi kelayakan
di wilayah laut daerah.
14. IUP Operasi Produksi adalah izin usaha yang diberikan setelah selesai
pelaksanaan IUP Eksplorasi untuk melakukan tahapan kegiatan
operasi produksi di wilayah laut daerah.
15. Penyelidikan Umum adalah tahapan kegiatan pertambangan untuk
mengetahui kondisi geologi regional dan indikasi adanya mineralisasi di
wilayah laut daerah.
16. Eksplorasi adalah tahapan kegiatan usaha pertambangan untuk
memperoleh informasi secara terperinci dan teliti tentang lokasi,
bentuk, dimensi, sebaran, kualitas dan sumber daya terukur dari
bahan galian, serta informasi mengenai lingkungan sosial dan
lingkungan hidup.
17. Studi Kelayakan adalah tahapan kegiatan usaha pertambangan untuk
memperoleh informasi secara rinci seluruh aspek yang berkaitan untuk
menentukan kelayakan ekonomis dan teknis usaha pertambangan,
termasuk analisis mengenai dampak lingkungan serta perencanaan
pascatambang.
18. Operasi Produksi adalah tahapan kegiatan usaha pertambangan yang
meliputi konstruksi, penambangan, pengolahan, pemurnian, termasuk
pengangkutan dan penjualan, serta sarana pengendalian dampak
lingkungan sesuai dengan hasil studi kelayakan.
19. Konstruksi adalah kegiatan usaha pertambangan untuk melakukan
pembangunan seluruh fasilitas operasi produksi, termasuk
pengendalian dampak lingkungan.
20. Penambangan adalah bagian kegiatan usaha pertambangan untuk
memproduksi mineral dan: atau batubara dan mineral ikutannya.
21. Pengolahan dan Pemurnian adalah kegiatan usaha pertambangan
untuk meningkatkan mutu mineral dan/atau batubara serta untuk
memanfaatkan dan memperoleh mineral ikutan.
22. Pengangkutan adalah kegiatan usaha pertambangan untuk
memindahkan mineral dan/atau batubara dari daerah tambang dan/
atau tempat pengolahan dan pemurnian sampai tempat penyerahan.
23. Penjualan adalah kegiatan usaha pertambangan untuk menjual hasil
pertambangan mineral atau batubara.
24. Badan Usaha adalah setiap badan hukum yang bergerak di bidang
pertambangan yang didirikan berdasarkan hukum Indonesia dan
berkedudukan dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
25. Jasa Pertambangan adalah jasa penunjang yang berkaitan dengan
kegiatan usaha pertambangan.
26. Analisis...
- 6 -
26. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan, yang selanjutnya disebut
amdal, adalah kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha
dan/ atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang
diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang
penyelenggaraan usaha dan/ atau kegiatan.
27. Reklamasi adalah kegiatan yang dilakukan sepanjang tahapan usaha
pertambangan untuk menata, memulihkan, dan memperbaiki kualitas
lingkungan dan ekosistem agar dapat berfungsi kembali sesuai
peruntukannya.
28. Kegiatan pascatambang, yang selanjutnya disebut pascatambang,
adalah kegiatan terencana, sistematis, dan berlanjut setelah akhir
sebagian atau seluruh kegiatan usaha pertambangan untuk
memulihkan fungsi lingkungan alam dan fungsi sosial menurut kondisi
lokal di seluruh wilayah penambangan.
29. Pemberdayaan Masyarakat adalah usaha untuk meningkatkan
kemampuan masyarakat, baik secara individual maupun kolektif, agar
menjadi lebih baik tingkat kehidupannya.
30. Wilayah Pertambangan, yang selanjutnya disebut WP, adalah wilayah
yang memiliki potensi mineral dan/atau batubara dan tidak terikat
dengan batasan administrasi pemerintahan yang merupakan bagian
dari tata ruang nasional.
31. Wilayah Pertambangan Laut yang selanjutnya disebut WP Laut, adalah
wilayah yang memiliki potensi mineral dan/atau batubara yang
merupakan kewenangan daerah di laut yang diukur dari garis pantai
sepanjang 1/3 dari wilayah kewenangan provinsi Banten.
32. Wilayah Usaha Pertambangan, yang selanjutnya disebut WUP, adalah
bagian dari WP yang telah memiliki ketersediaan data, potensi,
dan/atau informasi geologi.
33. Wilayah Izin Usaha Pertambangan, yang selanjutnya disebut WIUP,
adalah wilayah yang diberikan kepada pemegang IUP.
34. Rencana Tata Ruang Wilayah yang selanjutnya disebut RTRW, adalah
rencana tata ruang wilayah Kabupaten Tangerang.
Pasal 2
Pertambangan mineral dan/atau batubara dikelola berasaskan:
a. manfaat, keadilan, dan keseimbangan;
b. keberpihakan kepada kepentingan bangsa;
c. partisipatif, transparansi, dan akuntabilitas;
d. berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.
Pasal...
- 7 -
Pasal 3
Dalam rangka mendukung pembangunan daerah yang berkesinambungan,
tujuan pengelolaan mineral dan batubara adalah:
a. menjamin efektivitas pelaksanaan dan pengendalian kegiatan usaha
pertambangan secara berdaya guna, berhasil guna, dan berdaya saing;
b. menjamin manfaat pertambangan mineral dan batubara secara
berkelanjutan dan berwawasan lingkungan hidup;
c. menjamin tersedianya mineral dan batubara sebagai bahan baku
dan/atau sebagai sumber energi untuk kebutuhan dalam negeri;
d. mendukung dan menumbuhkembangkan kemampuan daerah agar lebih
mampu bersaing di tingkat nasional, regional, dan internasional;
e. meningkatkan pendapatan masyarakat lokal, daerah, dan negara, serta
menciptakan lapangan kerja untuk sebesar-besar kesejahteraan rakyat;
dan
f. menjamin kepastian hukum dalam penyelenggaraan kegiatan usaha
pertambangan mineral dan batubara.
BAB II
PENGUASAAN MINERAL
Pasal 4
Pemerintah daerah dapat menyelenggarakan penguasaan mineral yang
dikuasai oleh negara untuk kepentingan sebesar-besar kesejahteraan
rakyat.
BAB III
KEWENANGAN PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL
Pasal 5
(1) Kewenangan pemerintah daerah dalam penyelenggaraan pertambangan
mineral, antara lain :
a. pemberian IUP, pembinaan, penyelesaian konflik masyarakat, dan
pengawasan usaha pertambangan di wilayah kabupaten termasuk
wilayah laut sampai dengan 4 (empat) mil;
b. pemberian IUP, pembinaan, penyelesaian konflik masyarakat dan
pengawasan usaha pertambangan operasi produksi yang kegiatannya
berada di wilayah kabupaten termasuk wilayah laut sampai dengan 4
(empat) mil;
c. penginventarisasian, penyelidikan dan penelitian, serta eksplorasi
dalam rangka memperoleh data dan informasi mineral;
d. pengelolaan informasi geologi, informasi potensi mineral, serta
informasi pertambangan pada wilayah kabupaten;
e. penyusunan neraca sumber daya mineral pada wilayah kabupaten;
f. pengembangan...
- 8 -
f. pengembangan dan pemberdayaan masyarakat setempat dalam usaha
pertambangan dengan memperhatikan kelestarian lingkungan;
g. pengembangan dan peningkatan nilai tambah dan manfaat kegiatan
usaha pertambangan secara optimal;
h. penyampaian informasi hasil inventarisasi, penyelidikan umum, dan
penelitian, serta eksplorasi dan eksploitasi kepada Menteri dan
Gubernur;
i. penyampaian informasi hasil produksi, penjualan dalam negeri, serta
ekspor kepada Menteri dan Gubernur;
j. pembinaan dan pengawasan terhadap pemulihan lahan
pascatambang;
k. peningkatan kemampuan aparatur pemerintah kabupaten dalam
penyelenggaraan usaha pertambangan.
BAB IV
WILAYAH PERTAMBANGAN LAUT
Bagian Kesatu
Rencana Wilayah Pertambangan Laut
Pasal 6
(1) Bupati melakukan penyelidikan dan penelitian pertambangan dalam
rangka perencanaan wilayah pertambangan laut.
(2) Penyelidikan dan penelitian pertambangan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan pada wilayah laut sampai dengan 4 (empat) mil dari
garis pantai.
(3) Penyelidikan dan penelitian pertambangan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diusulkan kepada Menteri melalui Gubernur sebagai bahan
evaluasi penyusunan rencana wilayah pertambangan laut.
Bagian Kedua
Inventarisasi Potensi Pertambangan Laut
Pasal 7
(1) Inventarisasi potensi pertambangan ditujukan untuk mengumpulkan
data dan informasi potensi pertambangan yang dapat digunakan sebagai
bahan dasar penyusunan rencana penetapan WP Laut.
(2) Data dan informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat:
a. formasi batuan pembawa mineral logam dan/atau batubara;
b. data geologi;
c. interpretasi penginderaan jauh baik berupa pola struktur maupun
sebaran litologi.
(3) Potensi pertambangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dikelompokkan atas:
a. pertambangan mineral; dan
b. pertambangan batubara.
(4) Pertambangan...
- 9 -
(4) Pertambangan mineral dan batubara sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) dikelompokkan ke dalam 5 (lima) golongan komoditas tambang:
a. mineral radioaktif;
b. mineral logam;
c. mineral bukan logam;
d. batuan; dan
e. batubara.
(5) Data dan informasi hasil penyelidikan dan penelitian diolah menjadi peta
potensi pertambangan laut.
Pasal 8
(1) Penyelidikan dan penelitian pertambangan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 6, dalam hal wilayah laut berada di antara 2 (dua) provinsi
yang berbatasan dengan jarak kurang dari 24 (dua puluh empat) mil,
wilayah penyelidikan dan penelitian masing-masing provinsi dibagi sama
jaraknya sesuai prinsip garis tengah.
(2) Kewenangan Bupati pada wilayah laut sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) sejauh 1/3 (sepertiga) dari garis pantai kewenangan Gubernur.
Pasal 9
Penyelidikan dan penelitian pertambangan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 6 dilaksanakan oleh Bupati berkoordinasi dengan Gubernur dan
Menteri sesuai dengan kewenangannya.
Pasal 10
Dalam melakukan kegiatan penyelidikan dan penelitian pertambangan
Bupati dapat mengusulkan suatu wilayah penugasan untuk dilakukan
penyelidikan dan penelitian pertambangan kepada Menteri atau Gubernur.
Bagian Ketiga
Penetapan Wilayah Pertambangan, Wilayah Usaha Pertambangan, dan
Wilayah Izin Usaha Pertambangan
Pasal 11
(1) Menteri menetapkan WP setelah berkoordinasi dengan Gubernur, Bupati
dan berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat Republik
Indonesia.
(2) Bupati dapat mengusulkan perubahan WP Laut kepada Menteri
berdasarkan hasil penyelidikan dan penelitian.
Pasal...
- 10 -
Pasal 12
(1) WP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) dapat terdiri dari:
a. WUP;
b. WPR; dan/atau
c. WPN.
(2) WUP dan WPN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf c
ditetapkan oleh Menteri
(3) Bupati sesuai dengan kewenangannya dapat menyusun rencana
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dengan melakukan
eksplorasi.
(4) Eksplorasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan untuk
memperoleh data berupa peta dan perkiraan sumber daya dan cadangan.
(5) Bupati dalam melakukan eksplorasi sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) wajib berkoordinasi dengan Menteri dan Gubernur.
Pasal 13
(1) Menteri sesuai dengan kewenangannya menetapkan WIUP mineral logam
setelah koordinasi dengan Bupati.
(2) Bupati sesuai dengan kewenangannya dapat menetapkan WIUP mineral
bukan logam dan/atau batuan berdasarkan WUP yang ditetapkan oleh
Menteri.
(3) Penetapan WIUP dalam suatu WUP sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
harus memenuhi kriteria:
a. letak geografis;
b. kaidah konservasi;
c. daya dukung lingkungan;
d. optimalisasi sumber daya mineral dan/atau batubara; dan
e. tingkat kepadatan penduduk.
BAB V
IZIN USAHA PERTAMBANGAN LAUT
Pasal 14
IUP diberikan melalui tahapan:
a. pemberian WIUP; dan
b. pemberian IUP.
Bagian...
- 11 -
Bagian Kesatu
Pemberian WIUP
Pasal 15
(1) Pemberian WIUP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf a terdiri
atas:
a. WIUP mineral logam;
b. WIUP mineral bukan logam; dan/atau
c. WIUP batuan.
(2) WIUP mineral logam sebagimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
diperoleh dengan cara pelelangan.
(3) WIUP mineral bukan logam dan/atau batuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b dan huruf c diperoleh dengan cara mengajukan
permohonan wilayah.
Pasal 16
(1) Dalam 1 (satu) WUP dapat terdiri atas 1 (satu) atau beberapa WIUP.
(2) Setiap pemohon hanya dapat diberikan 1 (satu) WIUP.
(3) Dalam hal pemohon sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan
badan usaha yang telah terbuka (go public), dapat diberikan lebih dari 1
(satu) WIUP.
Pasal 17
(1) Bupati memberikan WIUP mineral logam, mineral bukan logam atau
batuan sesuai dengan kewenangannya.
(2) Untuk mendapatkan WIUP mineral bukan logam atau batuan, badan
usaha, koperasi, atau perseorangan mengajukan permohonan wilayah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3) kepada Bupati untuk
permohonan WIUP yang berada di dalam wilayah kabupaten dan/atau
wilayah laut sampai dengan 4 (empat) mil.
(3) Tata cara pemberian WIUP mineral logam, mineral bukan logam atau
batuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan pasal 15 ayat (2) diatur
lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.
Bagian Kedua
Pemberian IUP
Pasal 18
(1) IUP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf b terdiri atas:
a. IUP Eksplorasi; dan
b. IUP Operasi Produksi.
(2) IUP Eksplorasi terdiri atas:
a. mineral logam;
b. mineral bukan logam; dan/atau
c. batuan.
(3) IUP...
- 12 -
(3) IUP Operasi Produksi terdiri atas:
a. mineral logam;
b. mineral bukan logam; dan/atau
c. batuan.
Pasal 19
(1) Bupati memberikan IUP apabila WIUP berada di dalam wilayah
Kabupaten.
(2) Persyaratan permohonan IUP Eksplorasi dan IUP Operasi Produksi
sebagaimana pada ayat (1) meliputi:
a. administratif;
b. teknis;
c. lingkungan; dan
d. finansial.
Pasal 20
(1) IUP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 diberikan untuk 1 (satu)
jenis mineral logam, mineral bukan logam atau batuan.
(2) Pemegang IUP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang menemukan
mineral lain di dalam WIUP yang dikelola diberikan prioritas untuk
mengusahakannya.
(3) Pemegang IUP yang bermaksud mengusahakan mineral lain sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), wajib mengajukan permohonan IUP baru kepada
Bupati sesuai dengan kewenangannya.
(4) Pemegang IUP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat menyatakan
tidak berminat untuk mengusahakan mineral lain yang ditemukan
tersebut.
(5) Pemegang IUP yang tidak berminat untuk mengusahakan mineral lain
yang ditemukan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), wajib menjaga
mineral lain tersebut agar tidak dimanfaatkan pihak lain.
(6) IUP untuk mineral lain sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5)
dapat diberikan kepada pihak lain oleh Bupati sesuai dengan
kewenangannya.
Pasal 21
IUP tidak dapat digunakan selain yang dimaksud dalam pemberian IUP
Paragraf 1
IUP Eksplorasi
Pasal 22
(1) IUP Eksplorasi untuk pertambangan mineral logam dapat diberikan
paling lama dalam jangka waktu 8 (delapan) tahun.
(2) IUP...
- 13 -
(2) IUP Eksplorasi untuk pertambangan mineral bukan logam dapat
diberikan paling lama dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun dan mineral
bukan logam jenis tertentu dapat diberikan dalam jangka waktu paling
lama 7 (tujuh) tahun.
(3) IUP Eksplorasi untuk pertambangan batuan dapat diberikan dalam
jangka waktu paling lama 3 (tiga) tahun.
Pasal 23
Pemegang IUP Eksplorasi mineral logam, mineral bukan logam dan batuan
diberi WIUP dengan luasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Pasal 24
Bupati memberikan IUP Eksplorasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18
ayat (1) huruf a, apabila WIUP berada dalam wilayah kabupaten dan/atau
wilayah laut sampai dengan 4 (empat) mil dari garis pantai.
Pasal 25
(1) Dalam hal kegiatan eksplorasi dan kegiatan studi kelayakan, pemegang
IUP Eksplorasi yang mendapatkan mineral logam, mineral bukan logam
dan/atau batuan yang tergali, wajib melaporkan kepada pemberi IUP.
(2) Pemegang IUP Eksplorasi yang ingin menjual mineral logam, mineral
bukan logam dan/atau batuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
wajib mengajukan izin sementara untuk melakukan pengangkutan dan
penjualan.
Pasal 26
Izin sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) diberikan
oleh Bupati sesuai dengan kewenangannya.
Pasal 27
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian IUP eksplorasi diatur
dengan Peraturan Bupati.
Paragraf 2
IUP Operasi Produksi
Pasal 28
(1) Setiap pemegang IUP Eksplorasi dijamin untuk memperoleh IUP Operasi
Produksi sebagai kelanjutan kegiatan usaha pertambangannya.
(2) IUP Operasi Produksi dapat diberikan kepada badan usaha, koperasi,
atau perseorangan.
Pasal...
- 14 -
Pasal 29
(1) IUP Operasi Produksi untuk pertambangan mineral logam dapat
diberikan dalam jangka waktu paling lama 20 (dua puluh) tahun dan
dapat diperpanjang 2 (dua) kali masing-masing 10 (sepuluh) tahun.
(2) IUP Operasi Produksi untuk pertambangan mineral bukan logam dapat
diberikan dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) tahun dan dapat
diperpanjang 2 (dua) kali masing-masing 5 (lima) tahun.
(3) IUP Operasi Produksi untuk pertambangan mineral bukan logam jenis
tertentu dapat diberikan dalam jangka waktu paling lama 20 (dua puluh)
tahun dan dapat diperpanjang 2 (dua) kali masing-masing 10 (sepuluh)
tahun.
(4) IUP Operasi Produksi untuk pertambangan batuan dapat diberikan
dalam jangka waktu paling lama 5 (Iima) tahun dan dapat diperpanjang 2
(dua) kali masing-masing 5 (lima) tahun.
Pasal 30
(1) Pemegang IUP Operasi Produksi Mineral Logam diberi WIUP dengan luas
paling banyak 25.000 (dua puluh ribu) hektar;
(2) Pemegang IUP Operasi Produksi Mineral Bukan Logam diberi WIUP
dengan luas paling banyak 5.000 (lima ribu) hektar;
(3) Pemegang IUP Operasi Produksi Batuan diberi WIUP dengan luas paling
banyak 1.000 (seribu) hektar.
Pasal 31
(1) Bupati memberikan IUP Operasi Produksi apabila lokasi penambangan,
lokasi pengolahan dan pemurnian, serta pelabuhan dan berdasarkan
hasil dokumen lingkungan hidup berdampak lingkungan pada wilayah
kabupaten.
(2) IUP Operasi Produksi sebagaimana pada ayat (1) berdasarkan
rekomendasi dari Menteri dan Gubernur.
Pasal 32
IUP Operasi Produksi meliputi kegiatan konstruksi, penambangan,
pengolahan dan pemurnian, serta pengangkutan dan penjualan.
Pasal 33
Dalam hal pemegang IUP Operasi Produksi tidak melakukan kegiatan
pengangkutan dan penjualan dan/atau pengolahan dan pemurnian,
kegiatan pengangkutan dan penjualan dan/atau pengolahan dan
pemurnian dapat dilakukan oleh pihak lain yang memiliki:
a. IUP Operasi Produksi khusus untuk pengangkutan dan penjualan;
b. IUP...
- 15 -
b. IUP Operasi Produksi khusus untuk pengolahan dan pemurnian;
dan/atau
c. IUP Operasi Produksi.
Pasal 34
(1) IUP Operasi Produksi khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33
huruf a diberikan oleh Bupati apabila kegiatan pengangkutan dan
penjualan dalam wilayah kabupaten.
(2) IUP Operasi Produksi khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33
huruf b diberikan oleh Bupati, apabila komoditas tambang yang akan
diolah berasal dari wilayah dan/atau lokasi kegiatan pengolahan dan
pemurnian berada pada wilayah kabupaten.
Pasal 35
Pemegang IUP Operasi Produksi dapat mengajukan permohonan wilayah di
luar WIUP kepada Bupati untuk menunjang usaha kegiatan
pertambangannya.
Pasal 36
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian IUP Operasi Produksi
diatur dengan Peraturan Bupati.
Paragraf 3
Perpanjangan IUP Operasi Produksi
Pasal 37
(1) Permohonan perpanjangan IUP Operasi Produksi diajukan kepada
Bupati paling cepat dalam jangka waktu 2 (dua) tahun dan paling
lambat dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sebelum berakhirnya jangka
waktu IUP.
(2) Permohonan perpanjangan IUP Operasi Produksi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.
Bagian Ketiga
Berakhirnya IUP
Pasal 38
(1) IUP berakhir karena:
a. dikembalikan;
b. dicabut; atau
c. habis masa berlakunya.
(2) Pemegang IUP dapat menyerahkan kembali IUP dengan persyaratan
tertulis kepada Bupati disertai dengan alasan yang jelas.
(3) Pengembalian...
- 16 -
(3) Pengembalian IUP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dinyatakan sah
setelah disetujui Bupati.
(4) IUP dicabut apabila pemegang IUP:
a. tidak memenuhi kewajiban yang ditetapkan dalam IUP,
b. tidak memenuhi persyaratan yang ditetapkan berdasarkan Undang-
undang tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
Pasal 39
Dalam hal jangka waktu yang ditentukan dalam IUP telah habis dan tidak
diajukan permohonan peningkatan atau perpanjangan tahap kegiatan atau
pengajuan permohonan tetapi tidak memenuhi persyaratan, IUP tersebut
dinyatakan berakhir.
Pasal 40
IUP yang berakhir karena alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38
ayat (1) dan Pasal 39 wajib memenuhi dan menyelesaikan segala kewajiban
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB VI
PENCIUTAN WILAYAH IZIN USAHA PERTAMBANGAN LAUT
Pasal 41
(1) Pemegang IUP sewaktu-waktu dapat mengajukan permohonan kepada
Bupati untuk menciutkan sebagian atau mengembalikan seluruh WIUP.
(2) Pemegang IUP dalam melaksanakan penciutan atau pengembalian WIUP
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus menyerahkan:
a. laporan, data dan informasi penciutan atau pengembalian yang
berisikan semua penemuan teknis dan geologis yang diperoleh pada
wilayah yang akan diciutkan dan alasan penciutan atau
pengembalian serta data lapangan hasil kegiatan;
b. peta wilayah penciutan atau pengembalian beserta koordinatnya;
c. bukti pembayaran kewajiban keuangan;
d. laporan kegiatan sesuai status tahapan terakhir; dan
e. laporan pelaksanaan reklamasi pada wilayah yang diciutkan atau
dilepaskan.
Pasal 42
Pemegang IUP Eksplorasi yang akan melakukan penciutan diwajibkan
untuk melepaskan WIUP.
Bab VII...
- 17 -
BAB VII
REKLAMASI DAN PASCATAMBANG
Pasal 43
(1) Bupati melakukan:
a. Penilaian dokumen reklamasi/pemulihan pascatambang yang
diajukan oleh pemegang IUP Eksplorasi pada tahap studi kelayakan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
b. Pemberian persetujuan atas rencana reklamasi/pemulihan
pascatambang dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari
kalender sejak IUP operasi produksi diterbitkan.
c. Penetapan besaran jaminan reklamasi/pemulihan pascatambang.
d. Bentuk jaminan reklamasi/pemulihan pascatambang.
e. Pelaksanaan, penilaian, penetapan dan bentuk jaminan
reklamasi/pemulihan dan penutupan tambang berpedoman pada
ketentuan peraturan perundang-undangan
(2) Pemegang IUP eksplorasi sebelum melakukan kegiatan eksplorasi wajib
menyusun rencana reklamasi/pemulihan pascatambang berdasarkan
dokumen lingkungan hidup sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(3) Rencana reklamasi/pemulihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
mengacu pada RTRW Kabupaten yang dimuat dalam Rencana Kerja dan
Anggaran Biaya eksplorasi.
(4) Pemegang IUP Eksplorasi yang telah menyelesaikan kegiatan studi
kelayakan harus mengajukan permohonan persetujuan rencana
reklamasi/pemulihan pascatambang pada Bupati.
(5) Rencana reklamasi/pemulihan pascatambang sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) diajukan bersamaan dengan pengajuan permohonan IUP
Operasi Produksi.
(6) Rencana reklamasi/pemulihan pascatambang sebagaimana dimaksud
pada ayat (5) harus sesuai dengan :
a. Prinsip pengelolaan lingkungan hidup dan keselamatan dan
kesehatan kerja.
b. Sistem dan metode penambangan berdasarkan studi kelayakan; dan
c. Kondisi spesifikasi wilayah izin usaha pertambangan.
(7) Pelaksanaan reklamasi/pemulihan pascatambang oleh pemegang IUP
Operasi Produksi memenuhi prinsip :
a. Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup pertambangan.
b. Keselamatan dan kesehatan kerja; dan
c. Konservasi mineral dan batuan.
Bab...
- 18 -
BAB VIII
DATA DAN INFORMASI
Pasal 44
(1) Bupati mengelola data dan/atau informasi kegiatan usaha pertambangan
sesuai dengan kewenangannya.
(2) Pengelolaan data dan/atau informasi meliputi kegiatan perolehan,
pengadministrasian, pengolahan, penataan, penyimpanan, pemeliharaan,
dan pemusnahan data dan/atau informasi.
(3) Bupati menyampaikan data dan/atau informasi usaha pertambangan
kepada Menteri melalui Gubernur.
(4) Data dan informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
merupakan milik pemerintah daerah.
(5) Hasil pengelolaan data dan/atau informasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (4) digunakan untuk:
a. penetapan klasifikasi potensi dan WP Laut;
b. penentuan neraca sumber daya dan cadangan mineral logam, mineral
bukan logam dan/atau batuan;
c. pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi mineral logam,
mineral bukan logam dan/atau batuan.
Pasal 45
(1) Bupati mengelola sistem informasi geografis WP Laut, WUP, WIUP, yang
terintegrasi dengan sistem koordinat dan peta dasar.
(2) Sistem koordinat dan peta dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
menggunakan Datum Geodesi Nasional yang ditetapkan oleh instansi
Pemerintah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
survei dan pemetaan nasional.
(3) Sistem informasi geografis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
dapat diakses oleh pemerintah pusat dan pemerintah provinsi.
BAB IX
HAK DAN KEWAJIBAN
Bagian Kesatu
Hak
Pasal 46
Pemegang IUP dapat rnelakukan sebagian atau seluruh tahapan usaha
pertambangan, baik kegiatan eksplorasi maupun kegiatan operasi produksi.
Pasal 47
Pemegang IUP dapat memanfaatkan prasarana dan sarana umum untuk
keperluan pertambangan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal...
- 19 -
Pasal 48
Pemegang IUP berhak memiliki mineral termasuk mineral ikutannya yang
telah diproduksi apabila telah memenuhi kewajiban pembayaran
pajak/retribusi daerah kecuali mineral ikutan radioaktif.
Pasal 49
(1) Pemegang IUP tidak boleh memindahkan IUP-nya kepada pihak lain.
(2) Untuk pengalihan kepemilikan dan/atau saham di bursa saham
Indonesia hanya dapat dilakukan setelah melakukan kegiatan eksplorasi
tahapan tertentu.
(3) Pengalihan kepemilikan dan/atau saham sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) hanya dapat dilakukan dengan syarat:
a. harus memberitahu kepada Menteri, Gubernur, atau Bupati sesuai
dengan kewenangannya; dan
b. sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 50
Pemegang IUP dijamin haknya untuk melakukan usaha pertambangan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Kedua
Kewajiban
Pasal 51
Pemegang IUP wajib:
a. menerapkan kaidah teknik pertambangan yang baik;
b. mengelola keuangan sesuai dengan sistem akuntansi Indonesia;
c. meningkatkan nilai tambah sumber daya mineral;
d. melaksanakan pengembangan dan pemberdayaan masyarakat setempat;
dan
e. mematuhi batas toleransi daya dukung lingkungan.
Pasal 52
Dalam penerapan kaidah teknik pertambangan yang baik, pemegang IUP
wajib melaksanakan:
a. ketentuan keselamatan dan kesehatan kerja pertambangan ;
b. keselamatan operasi pertambangan;
c. pengelolaan dan pemantauan lingkungan pertambangan, termasuk
kegiatan reklamasi dan pascatambang;
d. upaya konservasi sumber daya mineral;
e. pengelolaan...
- 20 -
e. pengelolaan sisa tambang dari suatu kegiatan usaha pertambangan
dalam bentuk padat, cair, atau gas sampai memenuhi standar baku
mutu lingkungan sebelum dilepas ke media lingkungan.
Pasal 53
Pemegang IUP wajib menjamin penerapan standar dan baku mutu
lingkungan sesuai dengan karakteristik suatu daerah.
Pasal 54
Pemegang IUP wajib menjaga kelestarian fungsi dan daya dukung sumber
daya air yang bersangkutan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Pasal 55
Pemegang IUP wajib meningkatkan nilai tambah sumber daya mineral
dalam pelaksanaan penambangan, pengolahan dan pemurnian, serta
pemanfaatan mineral.
Pasal 56
(1) Pemegang IUP Operasi Produksi wajib melakukan pengolahan dan
pemurnian hasil penambangan di dalam negeri.
(2) Pemegang IUP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat mengolah dan
memurnikan hasil penambangan dari pemegang IUP lainnya.
Pasal 57
(1) Untuk pengolahan dan pemurnian, pemegang IUP Operasi Produksi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 dapat melakukan kerja sama
dengan badan usaha, koperasi, atau perseorangan yang telah
mendapatkan IUP.
(2) IUP yang didapat badan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
adalah IUP Operasi Produksi khusus untuk pengolahan dan pemurnian
yang dikeluarkan oleh Bupati.
(3) Pemegang IUP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang melakukan
pengolahan dan pemurnian dari hasil penambangan yang tidak memiliki
IUP.
Pasal 58
(1) Badan usaha yang tidak bergerak pada usaha pertambangan yang
bermaksud menjual mineral yang tergali wajib terlebih dahulu memiliki
IUP Operasi Produksi untuk penjualan.
(2) IUP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat diberikan untuk 1
(satu) kali penjualan oleh Bupati sesuai dengan kewenangannya.
(3) Mineral...
- 21 -
(3) Mineral yang tergali dan akan dijual sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dikenai pajak/retribusi daerah.
(4) Badan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) wajib
menyampaikan laporan hasil penjualan mineral dan/atau batubara yang
tergali kepada Bupati sesuai dengan kewenangannya.
Pasal 59
Pemegang IUP harus mengutamakan pemanfaatan barang, dan jasa dalam
negeri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 60
Dalam melakukan kegiatan operasi produksi, badan usaha pemegang IUP
wajib mengikutsertakan pengusaha lokal yang ada di daerah tersebut sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 61
(1) Pemegang IUP wajib menyusun program pengembangan dan
pemberdayaan masyarakat.
(2) Penyusunan program dan rencana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dikonsultasikan kepada pemerintah daerah dan masyarakat.
Pasal 62
Pemegang IUP wajib menyerahkan seluruh data yang diperoleh dari hasil
eksplorasi dan operasi produksi kepada Bupati sesuai dengan
kewenangannya.
Pasal 63
(1) Pemegang IUP wajib memberikan laporan tertulis secara berkala atas
rencana kerja dan pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan mineral
kepada Bupati sesuai dengan kewenangannya.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk, jenis, waktu, dan tata cara
penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dengan Peraturan Bupati.
Pasal 64
Setelah 5 (lima) tahun berproduksi, badan usaha pemegang IUP yang
sahamnya dimiliki oleh asing wajib melakukan divestasi saham pada
Pemerintah, pemerintah daerah, badan usaha milik negara, badan usaha
milik daerah, atau badan usaha swasta nasional.
Bab...
- 22 -
BAB X
PENGAWASAN, PENGENDALIAN PRODUKSI
DAN PENJUALAN MINERAL
Pasal 65
(1) Pemegang IUP Operasi Produksi harus mengutamakan kebutuhan
mineral untuk kepentingan daerah.
(2) Pemegang IUP Operasi Produksi dapat melakukan ekspor mineral yang
diproduksi setelah terpenuhinya kebutuhan mineral daerah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pasal 66
(1) Pemegang IUP Operasi Produksi mineral yang mengekspor mineral yang
diproduksi wajib berpedoman pada harga patokan.
(2) Harga patokan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh
Bupati untuk mineral logam, mineral bukan logam dan/atau batuan
sesuai dengan kewenangannya.
(3) Harga patokan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan
berdasarkan mekanisme pasar dan/atau sesuai dengan harga yang
berlaku umum di pasar internasional.
(4) Bupati dalam menentukan harga patokan sebagaimana ayat (3) dapat
dibantu oleh tim.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penetapan harga patokan
mineral logam, mineral bukan logam dan/atau batuan diatur dengan
Peraturan Bupati.
Pasal 67
Pemegang IUP harus mengutamakan penggunaan tenaga kerja setempat
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 68
(1) Bupati melakukan pengendalian produksi mineral logam, mineral bukan
logam dan/atau batuan yang dilakukan oleh pemegang IUP Operasi
Produksi mineral logam, mineral bukan logam dan/atau batuan.
(2) Pengendalian produksi mineral logam, mineral bukan logam dan/atau
batuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk:
a. memenuhi ketentuan aspek lingkungan;
b. melakukan konservasi sumber daya mineral logam, mineral bukan
logam dan/atau batuan;
c. mengendalikan harga mineral logam, mineral bukan logam dan/atau
batuan.
Pasal...
- 23 -
Pasal 69
(1) Bupati melakukan penetapan besaran produksi mineral logam, mineral
bukan logam dan/atau batuan.
(2) Dalam melakukan penetapan besaran sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dibentuk tim penetapan besaran produksi.
Pasal 70
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengendalian produksi mineral
logam, mineral bukan logam dan/atau batuan diatur dengan Peraturan
Bupati.
Pasal 71
(1) Bupati melakukan pengendalian penjualan mineral logam, mineral
bukan logam dan/atau batuan yang dilakukan oleh pemegang IUP
Operasi Produksi mineral logam, mineral bukan logam dan/atau batuan.
(2) Pengendalian penjualan mineral logam, mineral bukan logam dan/atau
batuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk:
a. memenuhi pasokan kebutuhan mineral logam, mineral bukan logam
dan/atau batuan daerah; dan
b. stabilitas harga mineral logam, mineral bukan logam dan/atau
batuan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengendalian penjualan
mineral logam, mineral bukan logam dan/atau batuan diatur dengan
Peraturan Bupati.
BAB XI
PENGHENTIAN SEMENTARA KEGIATAN USAHA PERTAMBANGAN
Pasal 72
(1) Kegiatan usaha pertambangan dapat dilakukan penghentian sementara
apabila terjadi:
a. keadaan kahar;
b. keadaan yang menghalangi; dan/atau
c. kondisi daya dukung lingkungan.
(2) Penghentian sementara kegiatan usaha pertambangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tidak mengurangi masa berlaku IUP.
(3) Dalam hal terjadi keadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
dan huruf b, penghentian sementara dilakukan oleh Bupati berdasarkan
permohonan dari pemegang IUP.
(4) Dalam hal terjadi keadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c,
penghentian sementara dilakukan oleh:
a. inspektur tambang;
b. Bupati berdasarkan permohonan dari masyarakat.
Bab...
- 24 -
BAB XII
USAHA JASA PERTAMBANGAN
Pasal 73
(1) Pemegang IUP wajib menggunakan perusahaan jasa pertarnbangan lokal
dan/ atau nasional.
(2) Dalam hal tidak terdapat perusahaan jasa pertambangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), pemegang IUP dapat menggunakan perusahaan
jasa pertambangan lain yang berbadan hukum Indonesia.
(3) Jenis usaha jasa pertambangan meliputi:
a. konsultasi, perencanaan, pelaksanaan, dan pengujian peralatan di
bidang:
1) penyelidikan umum;
2) eksplorasi;
3) studi kelayakan;
4) konstruksi pertambangan;
5) pengangkutan;
6) lingkungan pertambangan;
7) pascatambang dan reklamasi; dan/ atau
8) keselamatan dan kesehatan kerja.
b. konsultasi, perencanaan, dan pengujian peralatan di bidang :
1) penambangan; atau
2) pengolahan dan pemurnian.
Pasal 74
(1) Dalam hal pemegang IUP menggunakan jasa pertambangan, tanggung
jawab kegiatan usaha pertambangan tetap dibebankan kepada pemegang
IUP.
(2) Pelaksana usaha jasa pertambangan dapat berupa badan usaha,
koperasi, atau perseorangan sesuai dengan klasifikasi dan kualifikasi
yang telah ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan.
(3) Pelaku usaha jasa pertambangan wajib mengutamakan kontraktor dan
tenaga kerja lokal.
Pasal 75
Pemegang IUP dilarang melibatkan anak perusahaan dan / atau afiliasinya
dalam bidang usaha jasa pertambangan di wilayah usaha pertambangan
yang diusahakannya.
Pasal 76
Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan usaha jasa pertambangan
diatur dengan Peraturan Bupati.
Bab...
- 25 -
BAB XIII
TATA CARA PENYAMPAIAN LAPORAN
Pasal 77
(1) Pemegang IUP wajib menyerahkan seluruh data yang diperoleh dari hasil
eksplorasi dan operasi produksi kepada Bupati sesuai dengan
kewenangannya.
(2) Pemegang IUP yang diterbitkan oleh Bupati wajib menyampaikan
laporan tertulis secara berkala atas rencana kerja dan anggaran biaya
pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan mineral logam, mineral
bukan logam dan/atau batuan kepada Bupati dengan tembusan kepada
Menteri dan Gubernur.
Pasal 78
Bupati harus menyampaikan laporan tertulis mengenai pengelolaan
kegiatan usaha pertambangan sesuai dengan kewenangannya kepada
Gubernur secara berkala setiap 6 (enam) bulan.
BAB XIV
PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
DI SEKITAR WIUP
Pasal 79
(1) Pemegang IUP wajib menyusun program pengembangan dan
pemberdayaan masyarakat di sekitar WIUP.
(2) Program sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dikonsultasikan
dengan Bupati dan masyarakat setempat.
(3) Masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat mengajukan
usulan program kegiatan pengembangan dan pemberdayaan masyarakat
kepada Bupati untuk diteruskan kepada pemegang IUP.
(4) Pengembangan dan pemberdayaan masyarakat sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diprioritaskan untuk masyarakat di sekitar WIUP yang
terkena dampak langsung akibat aktifitas pertambangan.
(5) Prioritas masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (4) merupakan
masyarakat yang berada dekat kegiatan operasional penambangan
dengan tidak melihat batas administrasi wilayah kecamatan/kabupaten.
(6) Program pengembangan dan pemberdayaan masyarakat sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dibiayai dari alokasi biaya program
pengembangan dan pemberdayaan masyarakat pada anggaran dan biaya
pemegang IUP setiap tahun.
(7) Alokasi biaya program pengembangan dan pemberdayaan masyarakat
sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dikelola oleh pemegang IUP.
Pasal...
- 26 -
Pasal 80
Pemegang IUP setiap tahun wajib menyampaikan rencana dan biaya
pelaksanaan program pengembangan dan pemberdayaan masyarakat
sebagai bagian dari rencana kerja dan anggaran biaya tahunan kepada
Bupati untuk mendapat persetujuan.
Pasal 81
Setiap pemegang IUP Operasi Produksi wajib menyampaikan laporan
realisasi program pengembangan dan pemberdayaan masyarakat setiap 6
(enam) bulan kepada Bupati.
Pasal 82
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengembangan dan pemberdayaan
masyarakat diatur dengan Peraturan Bupati.
BAB XV
PENYIDIKAN
Pasal 83
(1) Selain penyidik pejabat polisi Negara Republik Indonesia, pejabat
pegawai negeri sipil yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di
bidang pertambangan diberi wewenang khusus sebagai penyidik sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Penyidik pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berwenang:
a.melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan
berkenaan dengan tindak pidana dalam kegiatan usaha
pertambangan;
b. melakukan pemeriksaan terhadap orang atau badan yang diduga
melakukan tindak pidana dalam kegiatan usaha pertambangan;
c. memanggil dan/ atau mendatangkan secara paksa orang untuk
didengar dan diperiksa sebagai saksi atau tersangka dalam perkara
tindak pidana kegiatan usaha pertambangan;
d. menggeledah tempat dan/ atau sarana yang diduga digunakan untuk
melakukan tindak pidana dalam kegiatan usaha pertambangan;
e. melakukan pemeriksaan sarana dan prasarana kegiatan usaha
pertambangan dan menghentikan penggunaan peralatan yang diduga
digunakan untuk melakukan tindak pidana;
f. menyegel dan / atau menyita alat kegiatan usaha pertambangan yang
digunakan untuk melakukan tindak pidana sebagai alat bukti;
g. mendatangkan...
- 27 -
g. mendatangkan dan/ atau meminta bantuan tenaga ahli yang
diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara tindak
pidana dalam kegiatan usaha pertambangan; dan/atau
h. menghentikan penyidikan perkara tindak pidana dalam kegiatan
usaha pertambangan.
Pasal 84
(1) Penyidik pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83
dapat menangkap pelaku tindak pidana dalam kegiatan usaha
pertambangan.
(2) Penyidik pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
memberitahukan dimulai penyidikan dan menyerahkan hasil
penyidikannya kepada pejabat polisi negara Republik Indonesia sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Penyidik pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
menghentikan penyidikannya dalam hal tidak terdapat cukup bukti
dan/atau peristiwanya bukan merupakan tindak pidana.
(4) Pelaksanaan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat
(3) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB XVI
SANKSI ADMINlSTRATIF
Pasal 85
(1) Bupati sesuai dengan kewenangannya berhak memberikan sanksi
administratif kepada pemegang IUP atas pelanggaran ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (2), Pasal 49 ayat (3), Pasal
57 ayat (3), Pasal 59, Pasal 65 ayat (1), Pasal 67, Pasal 75, Pasal 79 ayat
(2).
(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
a. peringatan tertulis;
b. penghentian sementara sebagian atau seluruh kegiatan eksplorasi
atau operasi produksi; dan /atau
c. pencabutan IUP.
Pasal 86
Setiap sengketa yang muncul dalam pelaksanaan IUP diselesaikan melalui
pengadilan dan arbitrase sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Pasal...
- 28 -
Pasal 87
Segala akibat hukum yang timbul karena penghentian sementara dan/atau
pencabutan IUP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72 ayat (1) huruf b
dan huruf c diselesaikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
BAB XVII
KETENTUAN PIDANA
Pasal 88
(1) Setiap orang/badan yang melakukan usaha kegiatan penambangan
tanpa IUP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, Pasal 19 ayat (1),
Pasal 24, Pasal 31, dipidana dengan pidana penjara kurungan paling
lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp 50.000.000,00 (lima
puluh juta rupiah).
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelanggaran.
Pasal 89
Selain tindak pidana dimaksud dalam Pasal 88 dapat dikenakan tindak
pidana sesuai dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang
Pertambangan Mineral dan Batubara.
BAB XVIII
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 90
Setiap masalah yang timbul terhadap pelaksanaan IUP yang berkaitan
dengan dampak lingkungan diselesaikan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
BAB XIX
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 91
Peraturan pelaksanaan peraturan daerah ini ditetapkan dalam waktu 1
(satu) tahun sejak peraturan daerah ini diundangkan.
Pasal...
- 29 -
Pasal 92
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah
Kabupaten Tangerang.
Disahkan di Tangerang
Pada tanggal 23 - 7 - 2012
BUPATI TANGERANG,
ttd.
H. ISMET ISKANDAR
Diundangkan di Tangerang
Pada tanggal 23 - 7 - 2012
SEKRETARIS DAERAH
KABUPATEN TANGERANG,
ttd.
H. HERMANSYAH
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG TAHUN 2012 NOMOR 03
- 30 -
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG
NOMOR 3 TAHUN 2012
TENTANG
PENYELENGGARAAN PERTAMBANGAN WILAYAH LAUT
I. UMUM
Pertambangan merupakan potensi sumber daya alam yang tak
terbarukan, diperlukan pengaturan dalam pengelolaannya sehingga
cadangan yang tersedia dapat dimanfaatkan secara optimal dan bijaksana
dengan berpedoman pada pembangunan daerah maupun nasional yang
berkelanjutan dan berwawasan lingkungan agar memperoleh manfaat
sebesar-besarnya bagi kesejahteraan masyarakat.
Hal yang mendasari perlunya kebijakan penyelenggaraan pertambangan
tidak terlepas dari permasalahan yang dihadapi serta peluang yang ada
sehingga penyelenggaraan pertambangan perlu dilakukan secara terpadu
melalui pengelolaan sumber daya mineral, sekaligus guna melindungi
berbagai aspek kehidupan sosial, kependudukan, sarana prasarana,
ekonomi kelembagaan yang tersusun dalam arah kebijakan yang strategis.
Pemerintah daerah berwenang melakukan penyelenggaraan
pertambangan sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007
dan untuk melaksanakan ketentuan Undang-Undang nomor 4 Tahun 2009
tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Peranan Pemerintah daerah
dalam penyelenggaraan pertambangan Mineral dan Batubara adalah dalam
hal pemberian WIUP, pemberian IUP, pembinaan dan pengawasan usaha
pertambangan. Untuk mengatur dan mengarahkan agar tercapai
optimalisasi dalam pengusahaan pertambangan Mineral, perlu ditetapkan
dengan Peraturan Daerah.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas
Pasal 2
Cukup jelas
Pasal 3
Cukup jelas
Pasal 4
Cukup jelas
- 31 -
Pasal 5
Cukup jelas
Pasal 6
Cukup jelas
Pasal 7
Cukup jelas
Pasal 8
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan penawaran WIUP adalah suatu kegiatan
dalam menyampaikan informasi dan potensi mineral logam dan
batubara kepada Badan Usaha, Koperasi atau perseorangan untuk
dapat diusahakan.
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 9
Cukup jelas
Pasal 10
Cukup jelas
Pasal 11
Cukup jelas
Pasal 12
Cukup jelas
Pasal 13
Cukup jelas
Pasal 14
Cukup jelas
Pasal 15
Cukup jelas
- 32 -
Pasal 16
Cukup jelas
Pasal 17
Cukup Jelas
Pasal 18
Cukup jelas
Pasal 19
Cukup jelas
Pasal 20
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat( 2)
Yang dimaksud dengan dapat diperpanjang adalah berupa hasil
evaluasi oleh dinas, bukan merupakan izin baru.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup Jelas
Pasal 21
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan mineral bukan logam jenis tertentu adalah
antara lain : batu gamping untuk industri semen, intan dan batu
mulia.
Ayat (2)
Cukup Jelas
Ayat (3)
Cukup Jelas
Ayat (4)
Cukup Jelas
Pasal 22
Cukup jelas
Pasal 23
Cukup jelas
Pasal 24
Ayat (1)
Cukup Jelas
- 33 -
Ayat (2)
Cukup Jelas
Ayat (3)
Cukup Jelas
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan memberikan persetujuan adalah sesuai
dengan rekomendasi Gubernur dalam hal penerbitan IUP Operasi
Produksi oleh Bupati/Walikota.
Ayat (5)
Cukup Jelas
Pasal 25
Cukup Jelas
Pasal 26
Cukup jelas
Pasal 27
Cukup jelas
Pasal 28
Cukup jelas
Pasal 29
Ayat (1)
Didalam pelaksanaan pematokan batas wilayah pada WUIP wajib
disaksikan oleh Camat/Lurah setempat.
Ayat (2)
Cukup Jelas
Ayat (3)
Cukup Jelas
Ayat (4)
Cukup Jelas
Pasal 30
Cukup jelas
Pasal 31
Cukup jelas
Pasal 32
Cukup jelas
- 34 -
Pasal 33
Cukup jelas
Pasal 34
Cukup jelas
Pasal 35
Cukup jelas
Pasal 36
Cukup jelas
Pasal 37
Cukup jelas
Pasal 38
Cukup jelas
Pasal 39
Cukup jelas
Pasal 40
Cukup jelas
Pasal 41
Cukup jelas
Pasal 42
Cukup jelas
Pasal 43
Cukup jelas
Pasal 44
Cukup jelas
Pasal 45
Cukup jelas
Pasal 46
Cukup jelas
- 35 -
Pasal 47
Cukup jelas
Pasal 48
Yang dimaksud dengan berhak memiliki mineral adalah mineral
logam, mineral bukan logam, dan batuan sesuai dengan IUP yang
dimilikinya.
Pasal 49
Cukup jelas
Pasal 50
Cukup jelas
Pasal 51
Cukup jelas
Pasal 52
Cukup jelas
Pasal 53
Cukup jelas
Pasal 54
Cukup jelas
Pasal 55
Cukup jelas
Pasal 56
Cukup jelas
Pasal 57
Cukup jelas
Pasal 58
Cukup jelas
Pasal 59
Cukup jelas
Pasal 60
Cukup jelas
- 36 -
Pasal 61
Cukup jelas
Pasal 62
Cukup jelas
Pasal 63
Cukup jelas
Pasal 64
Cukup jelas
Pasal 65
Cukup jelas
Pasal 66
Cukup jelas
Pasal 67
Cukup jelas
Pasal 68
Cukup jelas
Pasal 69
Cukup jelas
Pasal 70
Cukup jelas
Pasal 71
Cukup jelas
Pasal 72
Cukup jelas
Pasal 73
Cukup jelas
Pasal 74
Cukup jelas
- 37 -
Pasal 75
Cukup jelas
Pasal 76
Cukup jelas
Pasal 77
Cukup jelas
Pasal 78
Cukup jelas
Pasal 79
Cukup jelas
Pasal 80
Cukup jelas
Pasal 81
Cukup jelas
Pasal 82
Cukup jelas
Pasal 83
Cukup jelas
Pasal 84
Cukup jelas
Pasal 85
Cukup jelas
Pasal 86
Cukup jelas
Pasal 87
Cukup jelas
Pasal 88
Cukup jelas
Pasal 89
Cukup jelas
- 38 -
Pasal 90
Cukup jelas
Pasal 91
Cukup jelas
Pasal 92
Cukup jelas
TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 0312