Perancangan-Unit-Pengolahan-Tepung-Ganyong-Skala-Mikro-...
-
Upload
amyr-de-lyn -
Category
Documents
-
view
123 -
download
5
Transcript of Perancangan-Unit-Pengolahan-Tepung-Ganyong-Skala-Mikro-...
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Skripsi : Perancangan Unit Pengolahan Tepung Ganyong Skala Mikro
(Studi Kasus di Unit Usaha ”X” Desa Tawangsari Kecamatan
Pujon)
Nama : Adinda Laily Mardiyansyah NIM : 0311030003 Jurusan : Teknologi Industri Pertanian Fakultas : Teknologi Pertanian Dosen Penguji I Dosen Penguji II Ir. Nur Hidayat, MP Ir. Sukardi, MS NIP. 131 653 132 NIP.131 574 864
Dosen Penguji III Dosen Penguji IV Dr. Ir. Wignyanto, MS Irnia Nurika, STP. MP NIP. 130 935 074 NIP. 132 232 476
Ketua Jurusan
Dr. Ir. Wignyanto, MS NIP. 130 935 074
Tanggal Lulus Ujian : 1 Februari 2008
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Adinda Laily Mardiyansyah
Nim : 0311030003
Jurusan : Teknologi Industri Pertanian
Fakultas : Teknologi Pertanian
Judul Skripsi : Perancangan Unit Pengolahan Tepung Ganyong Skala Mikro
(Studi Kasus di Unit Usaha “X” Desa Tawangsari Kecamatan
Pujon).
Menyatakan bahwa,
Skripsi dengan judul di atas merupakan karya asli penulis tersebut di atas. Apabila
di kemudian hari pernyataan ini tidak benar, maka penulis bersedia dituntut sesuai
hukum yang berlaku.
Malang, 20 Februari 2008
Pembuat Pernyataan,
Adinda Laily Mardiyansyah NIM. 0311030003
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir pada tanggal 23 September 1985 di Lumajang, Jawa Timur
dengan nama Adinda Laily Mardiyansyah. Penulis merupakan anak kedua dari
Bapak Hasan Ghufron (Alm) dan Ibu Lilik Susianah. Penulis menyelesaikan
pendidikan Sekolah Dasar di SDN Kemasan, Krian pada tahun 1997 dan Sekolah
Lanjutan Tingkat Pertama di SLTPN 1 Krian, Sidoarjo pada tahun 2000.
Selanjutnya penulis melanjutkan ke Sekolah Menengah Atas di SMAN 1 Krian,
Sidoarjo.
Pada tahun 2003 penulis diterima sebagai mahasiswa S1 Jurusan
Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas
Brawijaya Malang melalui program Penjaringan Siswa Berprestasi (PSB) dan
menyelesaikan studi pada Februari 2008. Selama menjadi mahasiswa penulis
pernah menjadi asisten praktikum Mata Kuliah Pengetahuan Bahan Teknologi
Industri Pertanian di Laboratorium Rekayasa Proses Produksi Industri Pertanian,
Mata Kuliah Dasar-dasar Lingkungan dan Teknologi Pengelolaan Limbah Industri
di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Teknologi Industri Pertanian. Penulis juga
aktif di Lembaga Pers Mahasiswa Koperasi Mahasiswa Unibraw.
KATA PENGANTAR
Puji syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena
dengan rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang
berjudul ”Perancangan Unit Pengolahan Tepung Ganyong Skala Mikro (Studi
Kasus di Unit Usaha ”X” Desa Tawangsari Kecamatan Pujon)”.
Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih dan
penghargaan kepada pihak-pihak yang telah membantu penyelesaian Skripsi ini,
yaitu kepada:
1. Irnia Nurika STP, MP dan Dr. Ir. Wignyanto, MS selaku dosen pembimbing
yang telah memberikan bimbingan dan arahan dalam penulisan Skripsi ini
2. Ir. Nur Hidayat, MP dan Ir. Sukardi, MS selaku dosen penguji atas kritik dan
masukannya
3. Bapak Joko Utomo atas kesempatan dan bantuannya di Desa Tawangsari
Kecamatan Pujon, Malang
4. Bapak (Alm), Mama, mbak Pit, Agil dan Buyung serta seluruh keluarga yang
senantiasa mendukung dan mendoakan
5. Mas Joko atas usaha, doa dan kasih sayangnya
6. Teman-teman tim ganyong; mbak Yanti, Hendry, Rossita atas bantuan dan
kerjasamanya
7. Teman-teman TIP (Yeni, Dinik, Mayang, Noer, Ika, mbak Heny, Bhima) atas
bantuannya.
8. Seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu, yang telah
membantu penyelesaian Skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa Skripsi ini masih jauh dari sempurna, sehingga
saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi karya selanjutnya
yang lebih baik. Semoga Skripsi ini bisa memberikan manfaat bagi semua pihak.
Malang, 20 Februari 2008
Penulis
ADINDA LAILY M. 0311030003. Perancangan Unit Pengolahan Tepung Ganyong Skala Mikro (Studi Kasus di Unit Usaha ”X” Desa Tawangsari, Kecamatan Pujon) Pembimbing: 1. Irnia Nurika, STP, MP 2. Dr. Ir. Wignyanto, MS
RINGKASAN
Ketergantungan terhadap terigu menyebabkan ketahanan pangan nasional
rapuh. Oleh karena itu, perlu dikembangkan bahan pangan lain untuk mengurangi konsumsi terigu. Salah satunya adalah ganyong yang telah dibudidayakan di Desa Tawangsari, Pujon, Malang. Produksi ganyong tiap tahunnya mengalami peningkatan sebesar 12,5%. Di desa ini ganyong telah diolah menjadi tepung salah satunya oleh unit usaha ”X”. Permasalahannya, tepung yang dihasilkan berwarna coklat sehingga menurunkan minat konsumen dan berakibat menurunnya jumlah produksi. Penurunan yang terjadi sekitar 16,7 % per tahun.
Tepung ganyong memiliki keunggulan lebih tahan lama, praktis, mudah dicampur, diperkaya zat gizi, dan dibentuk daripada bentuk kukusan atau rebusan. Jika dibandingkan dengan patinya, tepung memiliki nutrisi yang lebih kompleks, pengolahan lebih mudah dan limbah yang dihasilkan lebih sedikit. Berdasarkan ketersediaan bahan baku, permasalahan dan keunggulan tersebut, maka perlu dilakukan perancangan unit pengolahan tepung ganyong. Penelitian ini bertujuan untuk merancang unit pengolahan tepung ganyong skala mikro yang meliputi peningkatan kapasitas produksi, perbaikan proses produksi, penentuan kebutuhan mesin dan peralatan, dan kebutuhan biaya unit pengolahan tepung ganyong. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kapasitas produksi unit usaha ”X” bisa ditingkatkan dari 50 kg ganyong/hari saat panen raya menjadi 70 kg ganyong/hari pada bulan bukan panen raya dan ditingkatkan lagi menjadi 140 kg ganyong/hari pada bulan panen raya. Peningkatan kualitas tepung ganyong didapatkan setelah dilakukan perbaikan proses yaitu dengan perendaman irisan dalam larutan Na-bisulfit 0,2% (b/v) selama 30 menit dilanjutkan dengan pengeringan cabinet drier selama 5 jam suhu 60ºC. Pengolahan tepung ganyong membutuhkan mesin pengering cabinet drier dan penepung Disk mill. Peralatan yang dibutuhkan adalah timbangan, bak, pisau dan pengiris. Perancangan menghasilkan tepung ganyong dengan Harga Pokok Produksi sebesar Rp 3.423,2 dan harga jual sebesar Rp 4.200. Terjadi peningkatan keuntungan sebesar 16,5 % / tahun dibandingkan dengan tepung ganyong produksi Unit Usaha “X”. Break Even Point sebesar Rp 10.963.833 dan 2.611 unit. Kata kunci: perancangan, tepung ganyong, usaha skala mikro
ADINDA LAILY M. 0311030003. The designing Of Processing Unit Of Canna Flour In Micro Scale (Case Study in Processing Unit “X” in Tawangsai Village, Pujon District) Supervisor : 1. Irnia Nurika, STP, MP Co-supervisor : 2. Dr. Ir. Wignyanto, MS
SUMMARY The dependence of wheat flour caused the weakness of national food
stability. So that, it was necessary to develop the other kinds of food in order to decrease wheat flour consumption. One of them was canna that planted regularly in Tawangsari Village, Pujon, Malang. Canna production increased 12,5% annually. In this Village, canna was processed became flour by several households, one of them was processing unit “X”. The problem was the flour its produced was brown so that decreased the consumer interest and the number of production. The decrease was about 16,7 % every year.
Canna flour had advantages, that are more preserve, simple, easier to be mixed, fortificated, and shaped than steamed or boiled form. If it compared with starch, flour had more complex nutrition, easier processing and less waste. Based on raw material availability, the problems, and the advantages, the designing of canna flour processing unit needs to be done. The aim of this research was to design the canna flour processing unit in micro scale, include increasing the capacity production, improving the production process, determining the needs of machines and tools and establishing the cost of canna flour processing unit. The result of this research showed that production capacity of Processing Unit “X” can be increased from 50 kg canna/day became 70 kg canna/day at the time of non-big harvesting and 140 kg canna/day at the time of big harvesting. There was the quality improvement of canna flour after the process improvement, that was done by soaking of canna slices in Na-bisulfite solution 0,2% (b/v), 30 minutes and then drying in cabinet drier 5 hours, 60ºC. Machines that were used in canna flour production are cabinet drier dan disk mill. Tools that were used are balance, vessels, knifes and slicers. The designing resulted canna flour with Production Cost Price was Rp 3.423,20, selling price was Rp 4.200. there was 16,5 % of profit increase every year compared with canna flour produced by processing unit ”X”. Break Even Point was Rp 10.963.833 and 2.611 unit. Key word: the designing, canna flour, micro scale industry
DAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN......................................................................................................i KATA PENGANTAR........................................................................................ii DAFTAR ISI .....................................................................................................iii DAFTAR TABEL ............................................................................................. iv DAFTAR GAMBAR..........................................................................................v DAFTAR LAMPIRAN .....................................................................................vi I. PENDAHULUAN..........................................................................................1 1.1. Latar Belakang..............................................................................................1 1.2. Tujuan Penelitian ..........................................................................................3 1.3. Manfaat Penelitian ........................................................................................3
II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................4 2.1. Perancangan Unit Pengolahan .......................................................................4 2.2. Ganyong............... .........................................................................................7 2.3. Pengolahan Tepung Ganyong........................................................................9 2.4. Industri Skala Mikro ...................................................................................13 2.5. Analisis Finansial.........................................................................................14 III. METODE PENELITIAN..........................................................................16 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian .....................................................................16 3.2. Alat dan Bahan............................................................................................16 3.3. Batasan Masalah ........................................................................................17 3.4. Asumsi .......................................................................................................17 3.5. Pengumpulan Data ......................................................................................17 3.6. Metode Penelitian .......................................................................................19 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................................27 4.1. Potensi Bahan Baku ....................................................................................27 4.2. Potensi Pasar...............................................................................................28 4.3. Kualitas Produk...........................................................................................29 4.4. Perancangan Unit Pengolahan .....................................................................37 4.5 Analisis Biaya..............................................................................................48 V. KESIMPULAN DAN SARAN....................................................................54 5.1 Kesimpulan..................................................................................................54 5.2 Saran............................................................................................................55
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................56
DAFTAR TABEL
No Teks Halaman 1. Kandungan Gizi Dalam Tiap 100 gram Ganyong ...........................................8 2. Perbandingan Kualitas Tepung Ganyong dengan SNI Tepung Terigu No. 01-3751-2006 ........................................................................................29 3. Hasil Analisis Rendemen Tepung Ganyong..................................................30 4. Hasil Analisis Kadar Air Tepung Ganyong...................................................31 5. Hasil Analisis Kadar Abu Tepung Ganyong .................................................33 6. Hasil Analisis Residu Sulfit Tepung Ganyong..............................................34 7. Hasil Analisis Derajat Putih Tepung Ganyong..............................................35 8. Perbandingan Analisis Biaya Unit Pengolahan Tepung Ganyong Hasil
Penelitian dan Unit Usaha ”X” .....................................................................50
DAFTAR GAMBAR
No Teks Halaman 1. Diagram Alir Pembuatan Tepung Ganyong (Margono,dkk (1993) dalam
Anonymous (2000)) .....................................................................................11 2. Prosedur Perancangan Unit Pengolahan Tepung Ganyong............................20 3. Diagram Alir Pembuatan Tepung Ganyong Saat Penelitian ..........................23 4. Diagram Alir Produksi Tepung Ganyong .....................................................40
DAFTAR LAMPIRAN
No Teks Halaman 1. Prosedur Pengujian Produk ...........................................................................59 2. Data Uji Fisik–Kimia Tepung Ganyong .......................................................62 3. Uji t Kualitas Fisik dan Kimia Tepung Ganyong Hasil Penelitian..................63 4. Perencanaan Jadwal Produksi Harian Tepung Ganyong ............................... 65 5. Operation Process Chart (OPC) Pembuatan Tepung Ganyong.......................67 6. Neraca Massa Proses Produksi Tepung Ganyong ..........................................70 7. Perhitungan Kebutuhan Bahan dan Utilitas Hasil Perancangan......................72 8. Perhitungan Biaya Unit Pengolahan Tepung Ganyong Hasil Perancangan.....79 9. Perhitungan Kebutuhan Bahan dan Utilitas Unit Usaha ”X”..........................84 10.Perhitungan Biaya Pengolahan Tepung Ganyong Unit Usaha ”X”.................88 11.Mesin dan Peralatan Pembuatan Tepung Ganyong ........................................93 12.Gambar Proses Pembuatan Tepung Ganyong Pada Saat Penelitian................94
1
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ketergantungan terhadap terigu menyebabkan ketahanan pangan nasional
rapuh. Peningkatan konsumsi terigu memperbesar impor biji gandum (Nasution,
2001). Oleh karena itu, perlu dikembangkan bahan pangan lain untuk mengurangi
konsumsi terigu. Salah satu bahan pangan yang potensial dikembangkan adalah
ganyong yang telah dibudidayakan di Kabupaten Malang, Desa Tawangsari,
Pujon dengan peningkatan produksi ganyong sebesar 12,5% per tahun.
Umbi ganyong bisa diolah menjadi tepung. Produksi tepung ganyong telah
dilakukan di Tawangsari oleh beberapa rumah tangga salah satunya unit usaha
”X”. Namun, tepung yang dihasilkan berwarna coklat sehingga mengurangi minat
konsumen. Ini berdampak pada menurunnya jumlah produksi, yaitu sekitar 16,7
% per tahun. Padahal tepung ganyong memiliki keunggulan yaitu lebih tahan
lama, mudah dicampur, diperkaya zat gizi, dibentuk dan praktis daripada bentuk
kukusan atau rebusan. Jika dibandingkan patinya, tepung ganyong memiliki
nutrisi lebih kompleks, pengolahan lebih mudah dan limbah lebih sedikit.
Berdasarkan ketersediaan bahan baku, permasalahan dan keunggulan
tersebut, perlu dilakukan perancangan unit pengolahan tepung ganyong yang
meliputi penentuan kapasitas produksi, penentuan teknologi proses produksi
termasuk perbaikan proses, penentuan kebutuhan mesin dan peralatan serta
analisis biaya produksi dalam skala industri mikro.
1.2 Tujuan
Secara umum, merancang unit pengolahan tepung ganyong skala mikro.
Secara khusus, meningkatkan kapasitas produksi, memperbaiki proses produksi,
menentukan kebutuhan mesin dan peralatan serta kebutuhan biaya unit
pengolahan tepung ganyong.
1.3 Manfaat
Meningkatkan nilai guna dan nilai jual ganyong, meningkatkan
pendapatan masyarakat, memperkuat ketahanan pangan dan memberi informasi
kepada masyarakat yang berminat mendirikan unit usaha tepung ganyong
2
II. METODE PENELITIAN
2.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan di unit pengolahan tepung ganyong “X” di Desa
Tawangsari Kecamatan Pujon, Laboratorium Technical Supporting Services Unit
(TSSU) Jurusan Teknik Pertanian dan Laboratorium Rekayasa Proses dan Sistem
Produksi Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian
Universitas Brawijaya selama bulan Juni – Oktober 2007.
2.2 Alat dan Bahan
Alat dalam pembuatan tepung ganyong adalah timbangan, pisau, bak
plastik, pengiris, cabinet drier (pengering kabinet) dan disk mill 80 mesh. Alat
analisa meliputi beakerglass, pipet, kertas saring, buret, corong kaca, erlenmeyer,
timbangan digital, eksikator, oven, kurs porselin, desikator, coloreader, labu ukur,
magnetic stirer.
Bahan dalam penelitian adalah ganyong. Bahan pembantu yang digunakan
adalah Natrium bisulfit dan bahan-bahan analisa adalah HCl 5N, Iodin, aquadest,
indikator pati 1%, BaSO4 dan NaOH 5N.
2.3 Batasan Masalah
1. Unit pengolahan adalah mesin, peralatan serta bangunan yang digunakan
untuk pengolahan tepung ganyong
2. Perancangan unit pengolahan dibatasi pada penentuan kapasitas produksi,
pemilihan teknologi proses, penentuan kebutuhan mesin dan peralatan dan
analisis biaya produksi.
3. Analisis biaya produksi dibatasi pada perhitungan harga pokok produksi
(HPP) dan break even point (BEP).
4. Perhitungan spesifikasi mesin dan peralatan berdasarkan neraca massa
dengan kapasitas yang telah ditentukan.
2.4 Asumsi
1. Bahan baku tersedia secara kontinyu.
2. Penentuan kapasitas produksi berdasarkan potensi bahan baku dan potensi
pasar.
3
3. Segmentasi pasar tepung ganyong adalah masyarakat di wilayah Malang
(Kota dan Kabupaten).
2.5 Pengumpulan Data
2.5.1 Sumber Data
1. Data Primer
Jenis data yang diperlukan antara lain jumlah produksi ganyong,
harga ganyong, harga mesin dan peralatan pembuatan tepung ganyong,
dan proses pembuatan tepung ganyong.
2. Data Sekunder
Data yang dibutuhkan antara lain potensi wilayah Malang.
2.5.2 Metode Pengumpulan Data
1. Wawancara
Sasaran wawancara adalah koordinator pengolahan tepung
ganyong unit usaha ”X” di Desa Tawangsari Pujon dan Staff Laboratorium
TSSU Jurusan Teknik Pertanian Universitas Brawijaya.
2. Observasi
Observasi dilakukan pada proses pengolahan tepung ganyong di
unit usaha “X” desa Tawangsari kecamatan Pujon.
3. Studi Kepustakaan
Studi kepustakaan dilakukan dengan cara mempelajari literatur-
literatur yang berhubungan dengan masalah yang diteliti.
2.6 Metode Penelitian
Penelitian menggunakan metode deskriptif analisis. Prosedur dalam
perancangan unit pengolahan tepung ganyong ini terdiri dari studi dasar,
penelitian pendahuluan, perancangan unit pengolahan dan analisis biaya produksi.
2.6.1 Studi Dasar
2.6.1.1 Kondisi Unit Usaha ”X”
Kondisi yang diamati meliputi kapasitas produksi, proses produksi,
penggunaan mesin dan peralatan dan tepung ganyong yang dihasilkan oleh unit
usaha ”X”.
4
2.6.1.2 Potensi Bahan Baku
Studi dasar mengenai potensi bahan baku dilakukan untuk mengetahui
jumlah produksi ganyong secara umum untuk menunjang kecukupan dan
kontinyuitas bahan baku bagi produksi tepung ganyong.
2.6.1.3 Potensi Pasar
Potensi pasar yang digunakan adalah tingkat konsumsi terigu di wilayah
Malang, mengingat tepung ganyong bisa mensubstitusi tepung terigu sampai batas
tertentu.
2.6.2 Seleksi dan Rancangan Produk
2.6.2.1 Pembuatan Tepung Ganyong
Pembuatan tepung ganyong dilakukan berdasarkan kombinasi dari proses
pembuatan tepung ganyong di unit usaha ”X”, penelitian Richana dan Sunarti
(2004) serta penelitian pendahuluan. Tahapan proses pembuatan tepung ganyong
saat penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.
Dicuci
Dikupas (pisau)
Diiris-iris
( ± 2 mm, pengiris)
Direndam (30 menit, bak)
Dikeringkan Dikeringkan (2 hari (@ 6 jam), matahari) (60ºC, 5 jam, cabinet drier)
Digiling (disk mill 80 mesh)
Gambar 1. Diagram Alir Pembuatan Tepung Ganyong saat Penelitian
Ganyong
Kotoran
Kulit
Larutan Na-bisulfit 0,2% (b/v)
Analisa: - rendemen - kadar air - kadar abu - derajat putih - residu sulfit
Air
Tepung ganyong
5
2.6.2.2 Uji Fisik dan Kimia
Tepung ganyong yang dihasilkan kemudian diuji secara fisik dan kimia.
Uji fisik untuk mengetahui rendemen dan kadar air tepung ganyong. Uji kimia
meliputi kadar abu, derajat putih dan residu sulfit.
2.6.3 Perancangan Unit Pengolahan
Perancangan unit pengolahan dilakukan setelah dihasilkan tepung ganyong
dengan kualitas yang dikehendaki dari proses seleksi dan rancangan produk.
Perancangan unit pengolahan mengadopsi dari unit usaha ”X” yang memproduksi
tepung ganyong di desa Tawangsari.
3.6.3.1 Penentuan Kapasitas Produksi
Penentuan kapasitas produksi dilakukan untuk menentukan kemampuan
produksi dari perusahaan dalam menghasilkan tepung ganyong sesuai dengan
bahan baku yang tersedia dan juga potensi pasar yang ada. Pertimbangan lainnya
adalah kemampuan modal usaha unit usaha ”X” dalam skala mikro termasuk
ketersediaan mesin dan peralatan.
2.6.3.2 Pemilihan Teknologi Proses
Jenis teknologi yang diajukan harus cocok dengan persyaratan yang
diperlukan untuk mencapai kapasitas produksi tepung ganyong yang ditentukan,
perhitungan dana yang diperlukan untuk pembelian mesin dan peralatan, dan
pengaruhnya terhadap biaya. Pemilihan teknologi proses mencakup perbaikan dan
pengoptimalan proses produksi, termasuk juga penjadwalan produksi.
2.6.3.3 Penentuan Kebutuhan Mesin dan Peralatan
Kapasitas produksi tepung ganyong yang telah ditentukan menjadi dasar
penentuan spesifikasi mesin dan peralatan. Pemilihan mesin dan peralatan juga
harus memperhatikan karakteristik dari bahan baku dan kemampuan modal usaha
skala mikro.
2.6.4 Analisis Biaya
Analisis biaya dilakukan untuk mengetahui besarnya biaya yang akan
dikeluarkan dan keuntungan yang akan dicapai dari unit pengolahan tepung
ganyong. Analisis biaya meliputi penghitungan Harga Pokok Produksi (HPP) dan
Break Even Point (BEP).
6
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Potensi Bahan Baku
Ketersediaan ganyong di Desa Tawangsari pada 2006 mencapai 500 ton.
Produksi mencapai puncaknya pada periode panen raya, yaitu Juli-September dan
Januari-Maret, yaitu 200 kg umbi per periode panen raya atau sekitar 66,67
ton/bulan. Pada bulan di luar panen raya, ketersediaan ganyong sekitar 16,7
ton/bulan. Selain Desa Tawangsari, ada beberapa desa lain di Kabupaten Malang
yang juga menghasilkan ganyong, antara lain Ngantang, Ngabat, Madingrejo.
3.2 Potensi Pasar
Data BPS menunjukkan, selama tahun 2006 tingkat konsumsi terigu rata-
rata di wilayah Malang sebesar 10,2 kg/kapita/th. Dengan total penduduk
3.256.122 jiwa (Kabupaten: 2.439.905 jiwa, Kota: 816.217 jiwa), maka konsumsi
terigu di Malang sebanyak 33.212.444 kg/th atau 33.212,44 ton/th. Berdasarkan
survey, tepung ganyong mensubstitusi terigu rata-rata 20%. Dengan tingkat
substitusi tersebut, maka potensi pasar tepung ganyong sebesar 6.642,49 ton/th.
3.3 Kualitas Produk
Kualitas produk tepung ganyong dipengaruhi oleh sifat fisik dan kimia
yang mengacu pada standar mutu tepung terigu berdasarkan SNI No.01-3751-
2006. Perbandingan kualitas fisik dan kimia tepung ganyong hasil penelitian, dan
tepung ganyong produksi unit usaha ”X” disajikan dalam Tabel 1 berikut:
Tabel 1. Perbandingan Kualitas Tepung Ganyong dengan SNI Tepung Terigu No.01-3751-2006
Tepung Ganyong Penelitian Jenis uji Satuan P1 (penjemuran matahari)
P2 (pengeringan pengering kabinet)
Tepung Ganyong Unit Usaha “X”
SNI Tepung Terigu
Rendemen (%) 40,4 36,5 35 - Air (b/b) (%) 14,156 12,196 14,220 Maks 14,5 Abu (b/b) (%) 0,192 0,188 0,193 Maks 0,6 Residu sulfit ppm 69,19 63,86 - - Derajat putih (BaSO4
=100%) 77,87 84,45 70,53 Min 85
7
3.3.1 Rendemen
Analisis uji t menunjukkan bahwa antara P1 dan P2 terdapat beda nyata.
Ini menunjukkan bahwa metode pengeringan yang berbeda menghasilkan
rendemen yang berbeda pula. Pada P2, pengeringan berlangsung dalam suhu
yang lebih tinggi dan relatif konstan (60˚C). Sebaliknya, pengeringan P1
berlangsung pada suhu yang lebih rendah dan tidak konstan (± 32˚C). Kondisi
tersebut menyebabkan air bahan P2 menguap lebih sempurna daripada P1
sehingga rendemen P2 pun lebih kecil.
Perbedaan rendemen juga disebabkan perbedaan proses penepungan. Pada
P1, penepungan dilakukan dengan mesin sehingga bahan yang bisa ditepungkan
lebih banyak daripada Kontrol dimana penepungan dilakukan secara manual.
Irisan kering ditumbuk kemudian diayak dan sisa yang tidak terayak dibuang
sehingga memperkecil rendemen.
3.3.2 Kadar Air
Pembandingan antara P1 dengan P2 maupun P2 dengan Kontrol
menghasilkan kadar air yang berbeda nyata. Ini disebabkan metode pengeringan
yang berbeda; P1 dan Kontrol menggunakan sinar matahari sedangkan P2
pengering kabinet. Kadar air dari ketiga metode masih dalam batas standar mutu
yaitu, namun P2 lebih dikehendaki sebab memiliki rerata kadar air terendah.
Pengeringan dengan matahari memerlukan 12 jam yang berlangsung
selama 2 hari. Pengeringan berlangsung pada suhu yang tidak konstan tergantung
dari cuaca dan siklus matahari, waktu lama, tempat relatif luas dan kadar air bahan
masih tinggi.
Pengeringan dengan kabinet memerlukan 5 jam pada 60ºC. Pengeringan
tidak tergantung pada cuaca dan siklus matahari, sehingga proses pengeringan
bisa dilakukan kapan saja. Irisan yang dihasilkan mempunyai kadar air rata-rata
terendah dan warna putih merata. Metode pengeringan ini lebih efektif dan efisien
untuk diterapkan dalam usaha pembuatan tepung ganyong.
3.3.3 Kadar Abu
Menurut Soedarmadji (1989) adanya kandungan abu tinggi menunjukkan
adanya pasir atau kotoran lain. Analisis uji t menunjukkan bahwa terdapat beda
8
nyata kadar abu antara P1 dengan P2 maupun P2 dengan Kontrol sedangkan
antara P1 dan Kontrol tidak terdapat beda nyata.
Metode pengeringan yang berbeda menghasilkan kadar abu yang berbeda
pula. Pengeringan P2 berlangsung dalam pengering kabinet dimana terlindung
dari kontaminasi debu atau kotoran lain dari lingkungan luar sehingga kadar abu
lebih rendah. Sebaliknya, pada P1 dan Kontrol terdapat debu atau kotoran lain
yang mengkontaminasi irisan ganyong pada saat penjemuran sehingga
mempertinggi kadar abu. Kadar abu rata-rata ketiga tepung ganyong tersebut
masih dalam batas kadar abu yang diijinkan menurut SNI Tepung Terigu No.01-
3751-2006 dimana kadar abu maksimal 0,6%.
3.3.4 Residu Sulfit
Pada penelitian terdapat perlakuan perendaman irisan ganyong dalam
larutan Na-bisulfit 0,2% (b/v). Perendaman bertujuan meningkatkan derajat putih
tepung ganyong yang dihasilkan. Proses berlangsung selama 30 menit.
Terdapat beda nyata antara residu sulfit P1 dengan P2. Siagian (2002)
mengemukakan bahwa bahan pangan yang diberi perlakuan sulfit bila
direkonstitusi kandungan sulfuroksidanya banyak yang hilang karena menguap
selama pendidihan dan pemanasan. Pengeringan kabinet berlangsung dengan
panas yang lebih tinggi (60ºC) dan konstan daripada penjemuran (±38ºC)
sehingga kandungan sulfit bahan dari pengeringan kabinet lebih banyak yang
menguap.
Menurut Susanto dan Saneto (1994), residu sulfit pada makanan berpati
dan buah-buahan kering maksimal 200 ppm. Penambahan sulfit sebesar 0,2%
(b/v) menghasilkan tepung ganyong dengan nilai residu sulfit masih dalam taraf
yang diijinkan.
3.3.5 Derajat Putih
Tidak adanya perlakuan perendaman larutan Na-bisulfit pada Kontrol
menyebabkan derajat putihnya berbeda dengan P1 maupun P2. Metode
pengeringan yang berbeda juga menghasilkan derajat putih yang berbeda,
ditunjukkan dari hasil P1 dan P2 meskipun keduanya sama-sama dilakukan
perendaman larutan Na-bisulfit. Ini disebabkan pengeringan dalam kabinet
9
dilakukan pada suhu konstan yang bisa mencegah timbulnya bintik-bintik coklat
pada irisan ganyong.
Berdasarkan SNI, derajat putih tepung minimal 85 (pembanding BaSO4
100%). Ketiga perlakuan masih belum mendapatkan tepung dengan derajat putih
yang sesuai SNI. Namun berdasarkan survey, tepung ganyong P2 lebih diminati
oleh konsumen P1 maupun produksi Unit usaha “X”. Derajat putih sangat
mempengaruhi penerimaan konsumen terhadap tepung ganyong. Selain itu juga
berpengaruh terhadap warna produk jadi yang dihasilkannya. Oleh karena itu,
produksi tepung ganyong selanjutnya menggunakan perendaman dalam larutan
Na-bisulfit 0,2% (b/v) selama 30 menit dan pengering kabinet 60ºC selama 5 jam.
3.4 Perancangan Unit Pengolahan
3.4.1 Penentuan Kapasitas Produksi
Penentuan kapasitas produksi dilakukan dengan dua pendekatan yaitu
ketersediaan bahan baku dan tingkat permintaan potensial produk di pasar.
Pendekatan yang digunakan tergantung pada data yang tersedia. Pertimbangan
lainnya adalah ketersediaan modal untuk usaha mikro.
Pada awal berdirinya (2003), unit usaha ”X” mampu mengolah umbi
ganyong sebanyak 100 kg/hari dan terus menurun hingga pada 2006 hanya sekitar
50 kg/hari. Ini dikarenakan performansi tepung kurang diminati konsumen.
Peningkatan performansi didapatkan setelah dilakukan perendaman dalam larutan
Na-bisulfit 0,2% (b/v), 30 menit dilanjutkan pengeringan cabinet drier 60°C, 5
jam. Tepung yang diperoleh lebih diminati konsumen sehingga memungkinkan
peningkatan produksinya. Pada bukan panen raya kapasitas produksi ditetapkan
sebesar 70 kg umbi/hari. Pada panen raya, ditingkatkan menjadi 140 kg umbi/hari.
Sehingga kapasitas produksi dalam satu tahun adalah 25,2 ton umbi.
Rendemen tepung rata-rata 36,5 %, tergantung tingkat ketuaan umbi.
Berdasarkan rendemen tersebut, maka tepung ganyong yang dihasilkan adalah
sebesar 9.198 kg/tahun (9,198 ton/tahun). Tingkat produksi tersebut memasuki
0,14 % dari potensi pasar untuk tepung ganyong di wilayah Malang.
10
3.4.2 Pemilihan Teknologi Proses
Teknologi proses pembuatan tepung ganyong dipilih sesuai dengan sifat
ganyong, kualitas tepung yang diharapkan, kapasitas produksi, perhitungan
jumlah dana untuk pembelian mesin dan peralatan dan pengaruhnya terhadap
biaya produksi tiap satuan barang yang dihasilkan.
Proses produksi yang dipilih adalah batch process. Batch process
merupakan proses produksi yang terputus-putus, mesin dan peralatan dipersiapkan
untuk menghasilkan suatu barang dan jasa dalam jangka waktu pendek dan
kemudian dapat diubah atau dipersiapkan kembali untuk menghasilkan produk
lain (Assauri, 2004).
Proses produksi direncanakan dua kali dalam satu hari. Pada proses batch,
sering terjadi produksi tidak berjalan baik sehingga diperlukan penjadwalan
produksi harian agar proses produksi berjalan optimal. Jadwal produksi harian
terbagi menjadi saat panen raya dan bukan panen raya. Saat panen raya, waktu
lebih lama sebab umbi yang diolah lebih banyak. Tenaga kerja yang digunakan
adalah 3 orang dengan status tenaga kerja harian. Terjadi rolling pekerjaan setiap
1 minggu sekali agar setiap pekerja memiliki beban kerja yang sama.
Dalam satu tahun terdapat dua periode proses produksi, yaitu periode
bukan panen raya dan periode panen raya. Setiap periode terdapat 120 hari kerja
dimana 1 minggu terdapat 5 hari kerja. Pada periode bukan panen raya, umbi yang
diolah sebanyak 70 kg/hari sehingga satu kali batch mengolah 35 kg umbi. Pada
periode panen raya, umbi yang diolah ditingkatkan menjadi 140 kg/hari sehingga
satu kali batch mengolah 70 kg umbi.
Satu kali proses produksi tepung ganyong terdiri dari pencucian dan
pengupasan, perendaman dalam air, pengirisan, perendaman dalam larutan Na-
bisulfit, pengeringan, penepungan dan pengemasan. Umbi telah disortasi saat
pemanenan di lahan. Pemanenan dilakukan satu kali dalam satu minggu, yaitu hari
Minggu. Sebelum diproses, umbi ditimbang terlebih dahulu. Diagram alir
produksi tepung ganyong terdapat dalam Gambar 2.
11
Dicuci
Dikupas (pisau)
Direndam
(bak plastik)
Diiris-iris ( ± 2 mm, pengiris)
Direndam (30 menit, bak)
Dicuci
Dikeringkan
(60ºC, 5 jam, cabinet drier)
Digiling (disk mill 80 mesh)
Dikemas
Gambar 2. Diagram Alir Produksi Tepung Ganyong
1. Pencucian dan pengupasan
Umbi dicuci dalam bak untuk menghilangkan tanah dan kotoran lain yang
menempel. Setelah dicuci, umbi dikupas untuk menghilangkan kulitnya. Kulit
ganyong menyebabkan warna tepung ganyong coklat. Rata-rata kulit yang
terbuang dari proses pengupasan adalah sebesar 5% dari berat umbi awal.
2. Perendaman
Umbi yang telah dikupas langsung direndam dalam air untuk mengurangi
pencoklatan. Perendaman ini diperlukan sebab setiap umbi yang telah dikupas
tidak langsung diiris melainkan menunggu semua umbi selesai dikupas
Kotoran
Kulit
Larutan Na-bisulfit 0,2% (b/v)
Air
Tepung ganyong
Ganyong
Air
12
terlebih dahulu. Kontak dengan udara secara langsung menyebabkan
pencoklatan pada umbi yang telah dikupas.
3. Pengirisan
Umbi yang telah dikupas diiris dengan alat pengiris. Ketebalan irisan
adalah ± 2 mm. Ketebalan irisan mempengaruhi lama proses pengeringan.
Irisan yang terlalu tebal menyebabkan proses pengeringan lebih lama.
Sementara irisan yang terlalu tipis menyebabkan tingginya tingkat
pengeluaran pati sehingga mengurangi kadar pati tepung. Pengirisan dilakukan
secara melintang untuk meminimalkan keluarnya pati dan getah dari umbi.
Selain itu memudahkan proses pengirisan sebab searah dengan serat umbi.
4. Perendaman dalam larutan Na-bisulfit
Kendala dalam pembuatan tepung ganyong ialah terjadinya warna coklat.
Untuk menghindarinya, diusahakan sesedikit mungkin kontak antara bahan
dengan udara. Caranya dengan merendam umbi yang telah dikupas dalam air
bersih dan menonaktifkan enzim dengan merendam dalam larutan Na-bisulfit.
Tingkat ketuaan umbi juga sangat berperan terhadap warna tepung. Umbi
ganyong yang baik untuk diolah adalah umbi pada tingkat ketuaan optimum
yaitu pada umur 7–12 bulan.
Larutan Na-bisulfit yang digunakan sebesar 0,2 % (b/v) yaitu 2 g Na-
bisulfit untuk setiap liter air. Irisan umbi direndam selama 30 menit. Setelah
itu, irisan dicuci dengan air dan ditiriskan.
5. Pengeringan
Alternatif pengeringan dalam proses produksi tepung ganyong adalah
menggunakan metode atmospheric dehydration dengan menggunakan
pengering kabinet. Metode atmospheric dehydration menggunakan udara
panas dalam proses pengeringannya. Pengeringan dilakukan dengan suhu
60ºC selama 5 jam. Berat irisan ganyong setelah dikeringkan berkurang rata-
rata sebanyak 61% dari berat sebelum dikeringkan.
6. Penepungan
Penepungan menggunakan disk mill 80 mesh. Penepungan bisa juga
dilakukan dengan menumbuk irisan ganyong kering, kemudian mengayaknya.
13
Namun metode ini memerlukan waktu yang lama sebab penumbukan dan
pengayakan dilakukan 2-3 kali untuk mendapatkan tepung yang banyak dan
halus. Metode ini juga menghasilkan rendemen yang lebih sedikit sebab irisan
yang sulit dihancurkan dibuang begitu saja. Oleh karena itu penepungan
menggunakan mesin lebih disarankan sebab lebih praktis, waktu lebih singkat
dan rendemen lebih besar.
7. Pengemasan
Tepung yang telah jadi ditimbang dan dikemas dalam kantong sack. Tiap
kantong berisi 10 kg tepung ganyong. Selanjutnya kantong ditutup dengan
diikat menggunakan tali dan disimpan.
Berdasarkan perhitungan neraca massa, pada periode bukan panen raya
dihasilkan pada periode bukan panen raya dihasilkan 306 kemasan dan pada
panen raya dihasilkan 613 kemasan tepung sehingga dalam satu tahun
dihasilkan 919 kemasan tepung ganyong.
3.4.3 Penentuan Kebutuhan Mesin dan Peralatan
Spesifikasi mesin dan peralatan yang digunakan disesuaikan dengan
kapasitas produksi dan neraca massa yang telah ditentukan. Spesifikasi mesin dan
peralatan produksi tepung ganyong terdapat dalam Tabel 2 berikut:
Tabel 2. Spesifikasi Mesin dan Peralatan Produksi Tepung Ganyong
Peralatan Fungsi Spesifikasi Alat pengiris
Untuk mengiris umbi - Pemasrah - Bagian samping: kayu - Bagian tengah: terdapat pengiris dari besi - Jarak antar pengiris 2 mm
Pengering kabinet
Untuk mengeringkan irisan
- Kapasitas basah 60 – 90 kg - Jumlah pintu 4 buah - Bagian dalam stainless steel - Bagian luar besi atau stainless steel - Rak: stainless steel - Bahan bakar: LPG - Suhu sampai 150C
Disk mill Untuk menepungkan irisan
- Kapasitas 10 – 50 kg/proses - Ukuran output: 70 – 100 mesh - Kecepatan: 700 rpm - Pengumpan: tarikan belt
14
3.5 Analisis Biaya
Hasil analisis biaya unit pengolahan pada perancangan dibandingkan
dengan analisis biaya pada unit usaha “X”. Tujuannya agar dapat diketahui
seberapa jauh perbedaan biaya antara keduanya. Perbandingan antara biaya unit
pengolahan hasil perancangan dan unit usaha “X” terdapat pada Tabel 3 sebagai
berikut:
Tabel 3. Perbandingan Analisis Biaya Unit Pengolahan Tepung Ganyong Hasil Penelitian Dan Unit Usaha “X”
Keterangan Penelitian Unit Usaha “X” Modal awal 39.670.000 16.657.500 Biaya tetap 2.832.300 2.323.800 Biaya operasional 28.626.933 24.154.049 Jumlah produksi 9.190 8.820 HPP 3.423,20 3.005,43 Mark up 0,2 0,2 Harga jual 4.200 3.700 Penerimaan 38.598.000 32.634.000 Keuntungan 7.138.767 6.126.151 BEP unit 2.611 2.449 BEP rupiah 10.963.833 9.058.296,35
Modal awal yang harus disediakan untuk mendirikan rancangan unit usaha
tepung ganyong adalah Rp 39.270.000 sementara pada unit usaha “X” sebesar Rp
16.657.500. Terdapat penambahan biaya sebesar Rp 22.612.500 untuk mendirikan
unit pengolahan tepung ganyong berdasarkan penelitian. Penambahan biaya
disebabkan adanya pengadaan pengering cabinet drier, penepung Disk mill,
kompor dan tabung gas.
Pengadaan mesin dan peralatan baru juga menyebabkan penambahan
biaya tetapnya sebab dibutuhkan biaya tambahan untuk pemeliharaan mesin dan
peralatan baru tersebut. Penambahan juga terjadi pada biaya operasional sebab
pada unit pengolahan hasil perancangan dibutuhkan Na-bisulfit sebagai bahan
larutan perendam, bensin sebagai sumber energi Disk mill, LPG dan listrik sebagai
sumber energi cabinet drier. Selain itu juga disebabkan kenaikan jumlah produksi.
15
Jumlah produksi tepung ganyong hasil perancangan lebih besar daripada unit
usaha “X” sebab rendemen tepung yang dihasilkan lebih besar.
3.5.1 Harga Pokok Produksi (HPP)
HPP tepung ganyong yang direncanakan adalah sebesar Rp 3.423,2
sedangkan unit usaha “X” sebesar Rp 3.005,43. Terjadi kenaikan HPP sebesar
13,9 % dari HPP awal. Namun, kenaikan HPP pada tepung ganyong hasil
perancangan diikuti dengan kenaikan jumlah produksinya sehingga keuntungan
meningkat.
Keuntungan yang akan diperoleh dari produksi tepung ganyong hasil
perancangan adalah sebesar Rp 7.138.767/tahun. Jika dibandingkan dengan
keuntungan tepung ganyong Unit Usaha ”X” yang sebesar Rp 6.126.151/tahun,
maka tepung ganyong hasil perancangan lebih menguntungkan untuk diproduksi.
Terjadi peningkatan jumlah keuntungan sebesar 16,5 %.
Harga jual tepung ganyong direncanakan sebesar Rp 4.200 (tingkat laba
20%). Jika dibandingkan dengan harga awal di Unit usaha “X”, maka terdapat
kenaikan harga sebesar Rp 500/kg. Namun, kenaikan harga diimbangi dengan
perbaikan performansi tepung. Jika dibandingkan dengan harga terigu di pasaran
(Rp 4.500/kg), maka harga tepung ganyong hasil penelitian masih lebih murah.
3.5.2 Break Even Point (BEP)
BEP rupiah usaha tepung ganyong yang direncanakan adalah Rp
10.963.833. BEP unit usaha tepung ganyong sebesar 2.610,4. Berarti produksi
minimum/produk minimum yang terjual harus 2.611 kg agar perusahaan tidak
menderita kerugian sekaligus tidak mendapat keuntungan.
Dalam kondisi nyata, produk tidak selalu terjual seluruhnya. Oleh karena
itu perlu dihitung sampai seberapa jauh penjualan boleh turun sebelum menderita
kerugian, yang disebut margin of safety. Margin of safety dihitung berdasarkan
tingkat penjualan pada BEP dan tingkat penjualan yang diinginkan. Margin of
safety tepung ganyong adalah 71,6 %. Artinya, perusahaan tidak akan menderita
kerugian pada penurunan penjualan sampai sebesar 71,6 %.
16
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
- Kapasitas produksi unit usaha ”X” dalam perancangan ditingkatkan menjadi
70 kg ganyong/hari (bukan panen raya) dan 140 kg ganyong/hari (panen raya).
- Peningkatan mutu tepung ganyong terjadi setelah dilakukan perendaman irisan
dalam larutan Na-bisulfit 0,2% (b/v), 30 menit dilanjutkan pengeringan
cabinet drier 60ºC, 5 jam.
- Mesin dan peralatan yang dibutuhkan dalam produksi tepung ganyong adalah
cabinet drier, Disk mill, timbangan duduk, bak plastik, pisau dan pemasrah.
- HPP tepung ganyong sebesar Rp 3.423,20 dan harga jual Rp 4.200 (mark up
20%). Terjadi peningkatan keuntungan 16,5%/tahun dibandingkan tepung
ganyong Unit Usaha “X”. BEPrupiah: Rp10.963.833 dan BEPunit: 2.611 unit.
4.2 Saran
Penelitian menggunakan perendaman irisan dalam larutan Na-bisulfit
0,2% (b/v), 30 menit. Tepung yang dihasilkan masih mempunyai derajat putih
yang belum memenuhi standar mutu tepung, maka perlu dilakukan penelitian
lebih lanjut mengenai kombinasi yang tepat antara konsentrasi larutan Na-bisulfit
dan lama perendaman sehingga diperoleh tepung ganyong sesuai standar mutu.
DAFTAR PUSTAKA
Assauri. 2004. Manajemen Produksi dan Operasi, Edisi Revisi. Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta
Nasution, M. 2001. Membangun Ketahanan Pangan, Menciptakan Lapangan
Kerja & Kemandirian Nasional. http://www.mma.ipb.ac.id/ docs/event. Tanggal akses 6 Juni 2007.
Sudarmadji, S., H. Bambang, Suhardi. 1997. Prosedur Analisa Untuk Bahan
Makanan dan Pertanian, Edisi Keempat. Liberty. Yogyakarta Susanto, T. dan B. Saneto. 1994. Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian. PT.
Bina Ilmu. Surabaya