Peranan Orangtua Dalam Membina Pergaulan Remaja Yang Islami
-
Upload
muhammad-hunsni -
Category
Documents
-
view
51 -
download
1
Transcript of Peranan Orangtua Dalam Membina Pergaulan Remaja Yang Islami
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pergaulan remaja merupakan salah satu bentuk interaksi yang dilakukan
oleh remaja dengan lingkungannya, baik lingkungan keluarga, lingkungan sekolah
maupun lingkungan masyarakat. Namun pergaulan remaja saat ini telah
dipengaruhi oleh beberapa faktor yang memicu terjadinya degradasi moral remaja.
Fenomena degradasi moral di kalangan remaja diindikasikan dengan
maraknya aksi tindak kriminal, narkoba dan tindakan asusila yang cenderung
melibatkan remaja sebagai pelakunya. Disamping itu, tidak sedikit dari remaja
yang melakukan interaksi tanpa menghormati dan menjunjung tinggi nilai-nilai
pergaulan dan etika yang islami.
Peran orangtua dan lingkungan keluarga yang optimal dalam membimbing
pergaulan anak-anak agar dapat sejalan dengan norma hukum dan norma agama
yang berlaku, akhir-kahir ini tidak berjalan optimal. Karena pengaruh lingkungan
yang begitu luas dan rumit untuk diawasi. Demikian pula halnya dengan
lingkungan tempat mereka tumbuh dan berkembang juga cenderung memberikan
pengaruh yang lebih buruk terhadap perkembangan mental yang pada akhirnya
akan berdampak negatif dalam pergaulan di kalangan remaja.
Interaksi yang dilakukan seharusnya berjalan dengan menghormati dan
menjunjung tinggi nilai-nilai hukum dan akidah yang berlaku, sehingga proses
1
1
interaksi tidak menimbulkan dampak-dampak negatif bagi lingkungan dan
perkembangan remaja itu sendiri pada masa yang akan datang.
Sebagaimana kita sadari, bahwa masa remaja merupakan masa yang paling
rentan untuk dipengaruhi oleh berbagai pengaruh yang dapat merusak tatanan
moral remaja. Oleh karenanya, orangtua harus memainkan perannya secara
optimal dalam mengawasi, membimbing dan membina pergaulan anak agar tidak
bertentangan dengan norma hukum dan norma agama. Remaja seharusnya bisa
menempatkan diri dalam lingkungan sehingga tidak terbawa arus dan pada
akhirnya akan melalaikan mereka dari kewajiban utama, misalnya dalam
meningkatkan prestasi belajar.
Dari pengamatan awal yang penulis lakukan pada Desa Dayah Meunara
Kecamatan Titeu, Kabupaten Pidie, terdapat beberapa persoalan yang dihadapi
berkaitan dengan pergaulan remaja.
Pertama, Remaja usia sekolah telah mengadakan hubungan antara sesama
tanpa mengindahkan etika pergaulan islami, seperti halnya hubungan pacaran
antara remaja usia sekolah sehingga remaja tidak lagi melakukan tugas dan
kewajibannya sebagaimana mestinya, misalnya belajar atau mengaji. Mereka
cenderung lalai untuk kegiatan-kegiatan yang tidak berguna, seperti pacaran,
menyaksikan tontonan yang tidak wajar, dan lain sebagainya.
Kedua, berkembangnya teknologi informasi dalam bentuk HP dan internet
yang tidak dimanfaatkan kegiatan positif, tapi malah sebaliknya, mereka
mengakses informasi yang tidak layak untuk dikonsumsi oleh remaja usia
sekolah. Fenomena ini dapat menyebabkan perubahan pola pikir dan pola
2
pergaulan antara remaja tidak dapat dikontrol secara kasat mata. Artinya,
hubungan yang mereka lakukan berlangsung tertutup bagi orangtua. Kebebasan
informasi yang dapat diakses dari media-media tersebut diatas juga menjadi
mempengaruhi remaja untuk melakukan hal-hal di luar etika pergaulan islami dan
menjerumuskan mereka ke dalam pergaulan bebas dan bahkan perzinahan.
Ketiga, orangtua tidak mengambil tindakan yang efektif bagi anak-anak,
bahkan mereka beranggapan bahwa ini merupakan konsekwensi yang wajar dari
sebuah modernisasi. Mereka tidak selektif terhadap pergaulan anak, padahal
tindakan selektif merupakan suatu upaya preventif untuk meredam fenomena
degradasi moral yang sedang terjadi.
Sejauh pemantauan penulis, belum terdapat suatu penelitian yang mengkaji
secara langsung dan sistematis tentang peran orangtua dalam membina pergaulan
remaja yang islami di Desa Dayah Meunara Kecamatan Titeu Kabupaten Pidie
khususnya, maupun di daerah pedesaan di Aceh pada umumnya. Dan berangkat
dari keprihatinan yang mendalam terhadap fenomena degradasi moral di kalangan
remaja dan rendahnya peran orangtua dalam membina pergaulan remaja yang
islami, penulis tertarikuntuk melakukan penelitian dengan judul “Peranan
Orangtua Dalam Membina Pergaulan Remaja Yang Islami”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas, maka terdapat beberapa hal yang dijadikan
landasan permasalahan dalam penelitian ini, antara laian sebagai berikut:
1. Bagaimana corak pergaulan remaja yang berlaku di Desa Dayah Meunara?
2. Bagaimana peranan orangtua dalam membina pergaulan di kalangan remaja?
3
3. Apa saja kendala-kendala yang dihadapi oleh orangtua dalam membina
pergaulan di kalangan remaja?
4. Apa saja dampak yang ditimbulkan dari pergaulan yang dilakukan oleh remaja
di Desa Dayah Meunara Kecamatan Titeue Kabupaten Pidie?
C. Penjelasan Istilah
Untuk menghindari perbedaan dan kesalahpahaman dalam memahami arah
penelitian, berikut ini dijelaskan beberapa istilah yang dijadikan kata kunci dari
penelitian sebagai berikut.
1. Peranan Orangtua
Satu kemampuan yang dimiliki orangtua baik dari sisi sosial dan ekonomi
maupun dari sisi fisik yang diimplementasikan dalam bentuk tindakan dan
aktivitas yang konstruktif terhadap pembinaan pergaulan anak baik dalam
lingkungan keluarga, dan sosial baik dalam lingkungan teman pergaulan maupun
masyarakat luas.
Dalam penelitian ini, peranan orangtua dibatasi pada berbagai tindakan dan
aktofitas yang dilakukan oleh orangtua untuk membina pergaulan remaja di Desa
Dayah Meunara Kecamatan Titeu Kabupaten Pidie.
2. Pergaulan Remaja yang Islami
Merupakan bentuk interaksi yang dilakukan oleh remaja baik dalam
lingkungan keluarga, sosial masyarakat dan interaksi dalam lingkungan remaja itu
sendiri yang sesuai dengan tuntunan syariah islam.
4
D. Tujuan Penelitian
Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk menggugah perhatian dan kita
sebagai entitas sosial terhjadap berbagai fenomena dalam pergaulan remaja yang
dirumuskan dalam beberapa rumusan tujuan sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui corak pergaulan remaja yang berlaku di Desa Dayah
Meunara.
2. Untuk mengetahui peranan orangtua dalam membina pergaulan di kalangan
remaja di Desa Dayah Meunara Kecamatan Titeu Kabupaten Pidie.
3. Untuk mengetahui kendala-kendala yang dihadapi oleh orangtua dalam
membina pergaulan di kalangan remaja Desa Dayah Meunara Kecamatan
Titeu Kabupaten Pidie.
4. Untuk mengetahui dampak yang ditimbulkan dari berbagai bentuk tindakan
yang dilakukan oleh remaja di Desa Dayah Meunara Kecamatan Titeu
Kabupaten Pidie.
E. Postulat dan Hipotesis.
Postulat (anggapan dasar) sangat penting karena menjadi arah bagi
pelaksanaan penelitian. Winarno Surachmad menyatakan bahwa: “anggapan dasar
atau postulat adalah tumpuan segala pandangan dan kegiatan dalam suatu
penelitian, ia tidak diragukan”.1
Adapun yang menjadi postulat dalam penelitian ini adalah: “Peran orangtua
dalam membina pergaulan remaja yang islami akan memberikan pengaruh yang 1 Winarno Surachmad, Pengantar Metodologi Ilmiah, (Bandung: Tarsito, 1998), hal. 96.
5
bersifat konstruktif terhadap pengembangan moral dan perilaku remaja yang
lebih islami”.
Berdasarkan postulat diatas, maka hipotesis penelitian ini adalah: “terjadinya
fenomena degradasi moral remaja diakibatkan oleh tidak adanya peran aktiv
orangtua dalam pembinaan pergaulan remaja ”.
F. Metode Penelitian
1. Objek Penelitian
Sebagaimana telah disebutkan bahwa penelitian ini menitik beratkan pada
beberapa pokok persoalan yang meliputi; identifikasi fenomena degradasi
moral remaja, identifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi pergaulan remaja,
identifikasi bentuk-bentuk kenakalan remaja dan identifikasi dampak yang
ditimbulkan dari pergaulan remaja .
Untuk itu, penulis melakukan penelitian Desa Dayah Meunara Kecamatan
Titeu Kabupaten Pidie, untuk melihat sejauhmana fenomena-fenomena
tersebut diatas telah berlangsung.
2. Subjek Penelitian
Pengambilan sampel dilakukan secara purposive sampling dengan didasarkan
pada pendapat Suharsimi Arikunto yang mengatakan bahwa :
Apabila subjeknya kurang dari 100, lebih baik diambil semua sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi dan apabila jumlah subjeknya besar (lebih dari 100), maka dapat diambil antara 10 – 15%, atau 20 – 25% atau lebih, tergantung pada kemampuan peneliti dilihat dari segi waktu, dana dan rombongan peneliti.2
2 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: Bina
Aksara, 1993), hal. 120.
6
Berdasarkan data yang dibutuhkan, populasi dari penelitian ini adalah seluruh
masyarakat (orangtua) dan remaja di Desa Dayah Meunara Kecamatan
Keumala Kabupaten Pidie dengan total populasi sebesar 350 orang.
Sedangkan sampelnya adalah 10 % dari total populasi, jadi jumlah sampelnya
adalah 35 orang.
3. Tehnik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data yang dibutuhkan, penulis menggunakan beberapa
pendekatan penelitian, antara lain adalah sebagai berikut:
a. Wawancara, yaitu suatu tehnik pengumpulan data dengan melakukan
komunikasi langsung dengan masyarakat, orang tua dan remaja yang
dijadikan sampel pada penelitian ini.
b. Kajian Dokumentasi, dalam hal ini merujuk pada kajian keterangan-
keterangan tertulis atau fakta-fakta yang erat kaitannya dengan lingkup
masalah yang akan dibahas.
c. Observasi, yaitu melakukan pengamatan terhadap proses interaksi yang
dilakukan remaja serta bentuk-bentuk pengawasan dan pembinaan
pergaulan remaja yang dilakukan secara langsung untuk memperoleh
fakta-fakta real di lapangan yang erat kaitannya dengan lingkup penelitian.
d. Angket, yaitu suatu instrumen penelitian yang digunakan untuk
memperoleh data-data lapangan dengan mengedarkan pertanyaan tertulis
dengan menyediakan alternatif jawaban (opsional) kepada sampel yang
telah ditentukan.
7
4. Tehnik Pengolahan dan Penyajian Data
Semua data yang berhasil dikumpulkan, akan ditabulasikan dalam tabel-tabel
yang sesuai dengan kode faktor penelitian yang ingin dikemukakan
berdasarkan hipotesis. Pengolahan data angket dilakukan dengan
menggunakan rumus persentase:
Keterangan :
P = Persentase
ƒ = Frekwensi
n = Jumlah Sampel
100% = Bilangan Tetap (Konstanta)
Sebagai pedoman penelitian dan penyajian data, penulis berpedoman kepada
“Pedoman Penulisan Karya Ilmiah”, Fakultas Tarbiyah IAIN Ar-Raniry Banda
Aceh Tahun 2004.
BAB II
LANDASAN TEORITIS
A. Pengertian Pergaulan Remaja
Manusia sebagai diciptakan sebagai makhluk individu dan makhluk sosial.
Sebagai makhluk individu, manusia tumbuh dan berkembang untuk
8
ƒ
n=P 100 %
mempertahankan kehidupan dan menjalankan fungsinya sebagai ciptaan yang
selalu dituntut untuk selalu taat kepada sang Khalik. Dalam menjalankan
fungsinya sebagai makhluk ciptaan-Nya manusia akan berusaha untuk bertahan
hidup dengan melakukan adaptasi dan sosialisasi dengan lingkungan sesamanya
dan lingkungan sekitarnya. Karena pada dasarnya manusia memiliki keterbatasan
secara individu dalam mempertahankan kehidupan.
Menurut Sarlito Wirawan, pengertian pergaulan remaja di identikkan dengan
sekumpulan anak yang membentuk suatu kelompok (geng) dengan peraturan-
peraturan tertentu yang beragam tidak sedikit dari remaja yang salah dalam memilih
pergaulan.3
Pergaulan yang dibangun oleh remaja menimbulkan banyak persoalan dan
dinamika kehidupan remaja yang kian meresahkan. Eksistensi remaja dalam
berbagai asosiasi sosial semakin menimbulkan fenomena baru dalam realitas sosial.
Kita dapat melihat dari kasus-kasus yang dewasa ini timbul, baik itu pergaulan
bebas, seks di luar nikah, genk motor, narkoba, dan lain sebagainya. Ini semua
ditimbulkan dari bentuk asosiasi remaja dalam interaksi sosial. Hal ini dilakukan
dalam upaya pencarian jati diri dan menunjukkan eksistensi. Namun sayangnya
tidak dalam bingkai pengawasan dan pembinaan yang baik dari orang tua.
Menurut pendapat Walgito, pengertian hubungan atau interaksi manusia
sebagai berikut:
3 Sarlito Wirawan, Sarwono dkk, Seksualitas dan Fertilitas Remaja, (CV. Rajawali:
Jakarta, 1957), hal. 15.
9
9
Pada dasarnya manusia adalah makluk sosial, individu dan berketuhanan. Dalam kehidupan sehari-hari manusia melakukan interaksi sosial dengan individu lain. Manusia tidak dapat melepaskan diri dari lingkungannya. Lingkungan dalam hal ini baik lingkungan fisik maupun lingkungan psikis. Lingkungan fisik, yaitu alam benda-benda yang konkret, sedangkan lingkungan psikis adalah jiwa raga individu-individu dalam lingkungan, ataupun lingkungan rohaniah.4
Telah menjadi hukum alam bahwa kebutuhan manusia tidak terbatas akan
selalu berhadapan dengan potensi manusia dan sumber daya alam yang terbatas.
Sehingga pada kondisi ini, manusia tidak dapat melepaskan diri dari hubungan
ketergantungan terhadap sesamanya. Manusia akan melakukan adaptasi dengan
lingkungannya baik homogen (sesama manusia) dan heterogen (dengan alam
sekitarnya). Dalam kehidupan nyata, hubungan yang dibangun manusia untuk
memenuhi segala kebutuhannya disebut sebagai interaksi atau pergaulan.
Allah berfirman dalam surat Al-Hujarat ayat 13, yang artinya:
“Hai manusia, sesungguhnya Kami ciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di sisi Allah adalah orang yang bertaqwa. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Melihat”. (QS. Al-Hujarat : 49: 13).
Allah SWT menciptakan manusia dengan suku dan bangsa yang berbeda
semata-mata hanya untuk mengenal satu sama lain dan membangun ukhuwah
islamiyah. Dalam konteks ini, Allah SWT juga menegaskan bahwa ukhuwah yang
4 C. Asri Budiningsih, Faktor-faktor yang berhubungan Dengan Tahap Penalaran Moral
Remaja: Analisis Karakteristik SLTP dan SMU di Jawa (Depdiknas Dirjendikti: URGE, 2001), hal
228.
10
dibangun harus dilandaskan pada rasa taqwa kepada Allah. Dan dalam pengertian
yang lain, ukhuwah merupakan suatu bentuk ibadah yang mencerminkan rasa
taqwa kepada Allah.
Pergaulan atau interaksi sosial merupakan cara seseorang untuk
bersosialisasi dengan lingkungannya. Bergaul dengan orang lain menjadi satu
kebutuhan yang sangat mendasar dan bahkan bisa dikatakan sebagai suatu
kewajiban bagi manusia yang hidup di dunia ini.
Masa remaja merupakan masa peralihan (transisi) dari masa kanak-kanak
menjadi dewasa. Dan dalam membentuk kepribadiannya, remaja akan melakukan
interaksi dengan sesamanya. Dalam hal ini, pengertian remaja sebagaimana
dijelaskan oleh C. Asri Budiningsih adalah sebagai berikut:
Masa remaja adalah masa peralihan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa usia 12-21 tahun”. Secara global masa remaja berlangsung antara umur 12-21 tahun, dengan pembagian umur: 12-15 tahun masa remaja awal, 15-18 tahun masa remaja pertengahan, 18-21 tahun masa remaja akhir.5
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pergaulan remaja
adalah suatu proses alamiah yang dilakukan oleh manusia mulai dari umur 12
tahun sampai dengan 21 tahun untuk memenuhi kebutuhan, baik yang bersifat
lahiriah maupun rohaniah. Hal ini dilakukan sebagai cerminan dari
keterbatasannya dalam memenuhi kebutuhan secara individu. Dengan demikian
untuk membentuk kepribadian, remaja membutuhkan suatu bentuk sosialisasi
5 C. Asri Budiningsih, Faktor-faktor yang berhubungan Dengan Tahap Penalaran Moral
Remaja: Analisis Karakteristik SLTP dan SMU di Jawa (Depdiknas Dirjendikti: URGE, 2001), hal
225.
11
yang sifatnya adaptatif terhadap lingkungan sekitarnya. Dan proses ini cenderung
dikenal sebagai proses pencarian jati diri.
Dalam membangun interaksi, remaja sangat peka terhadap pengaruh-
pengaruh dari luar. Masa remaja merupakan masa pancaroba, pada masa transisi
dari kanak-kanak menjadi dewasa ini ditandai dengan emosi yang labil dan
berusaha untuk menunjukkan identitas diri. Bimbingan dan perhatian orang tua
sangat diperlukan agar remaja tidak terjerumus pada hal-hal yang negatif.
Pendidikan agama yang baik dalam keluarga adalah salah satu contoh perhatian
orang tua terhadap anak agar dapat tumbuh dan berkembang menjadi manusia
yang bermoral.
Hal ini sejalan dengan pendapat Bonner (dalam C. Asri Budiningsih, 2004)
sebagai yang menjelaskan bahwa: interaksi sosial merupakan suatu hubungan
antara dua atau lebih individu manusia, dimana perilaku individu yang satu
mempengaruhi, mengubah atau memperbaiki perilaku individu yang lain, atau
sebaliknya.6
Dari pengertian diatas terlihat bahwa dalam interaksi terdapat hubungan
antara pengaruh lingkungan terhadap perkembangan remaja. Meskipun tidak
digambarkan secara langsung, namun pengertian diatas menegaskan bahwa
interaksi dalam lingkungan remaja akan berdampak pada perubahan perilaku dan
pola hidup remaja itu sendiri. Hal ini disebabkan karakter masa remaja yang labil
dan masih mencari identitas dirinya.
Dengan demikian, dapat dipahami bahwa mengapa pergaulan remaja saat ini
seolah-olah terlepas dari aturan dan norma-norma yang berlaku, baik dari sisi 6 C. Asri Budiningsih, Pembelajaran Moral, (Rineka Cipta : Jakarta, 2004), hal. 56.
12
moral maupun kaidah-kaidah agama. Hal ini berimplikasi dari kompleks nya
beberapa faktor yang memiliki benang merah terhadap perilaku remaja dalam
lingkungannya. Faktor-faktor sebagaimana tersebut diatas adalah faktor
lingkungan pergaulan, faktor sikap remaja yang sangat labil dan faktor
keterlibatan orangtua dalam pembinaan pergaulan remaja.
B. Ciri-Ciri Pergaulan yang Islami
Sebagaimana telah diuraikan diatas bahwa sebagai makhluk sosial, remaja
harus melakukan interaksi untuk memenuhi berbagai kebutuhannya dan mereka
tidak bisa melepaskan diri dari ketergantungan terhadap lingkungan seiring
dengan perkembangannya ke arah kedewasaan. Namun demikian, dalam
melakukan interaksi antar sesamanya, terdapat norma-norma dan kaidah kaidah
hukum yang harus dihormati dan dijunjung tinggi. Sehingga proses interaksi yang
dilakukan tidak menimbulkan kemudharatan baik bagi sesama manusia maupun
alam sekitarnya. Islam sebagai suatu pedoman hidup (way of life) telah
menetapkan berbagai kaidah yang mengatur hubungan antara sesama manusia
(hablum minan naas) dan hubungan manusia dengan Tuhannya (Hablum
minallah).
Hablum minallah, maknanya ialah perjanjian dari Allah. Yaitu masuk Islam
atau beriman dengan Islam sebagai jaminan keselamatan bagi mereka di dunia dan
akherat. Atau tunduk kepada pemerintahan Muslimin dengan jaminan dari
pemerintah itu sebagaimana yang diatur oleh Syari’ah dalam perkara hak dan
kewajiban orang kafir dzimmi (yaitu orang kafir yang menjadi warga negara
13
Islam) untuk mendapatkan jaminan perlindungan hak-haknya sebagai manusia di
dalam kehidupan dunia saja, dan mendapat ancaman adzab di akhirat.7
Sedangkan pengertian hablum minan naas adalah perjanjian dari kaum
Mukminin dalam bentuk jaminan keamanan bagi orang kafir dzimmi dengan
membayar upeti bagi kaum mukminin melalui pemerintahnya untuk hidup sebagai
warga negara Islam dari kalangan minoritas non Muslim. Atau dengan bahasa lain
ialah dalam berinteraksi dengan sesama manusia, maka jaminan yang bisa
dipercaya hanyalah dari kaum Muslimin yang dibimbing oleh Syari’at Allah
Ta’ala.8
Konsep hablum minan naas ini mengatur tentang bagaimana seharusnya
manusia memperlakukan manusia sebagai manusia seutuhnya, tanpa harus melihat
bagaimana ciri lahir manusia itu sendiri. Karena sebaik-baik manusia disisi Allah
adalah manusia yang bertaqwa kepada-Nya. Sedangkan konsep hablum minallah
mengatur hubungan antara manusia dengan Tuhannya, melalui penghambaan diri
manusia sebagai ciptaan-Nya (makhluk) terhadap Penciptanya (khalik).
Untuk lebih rinci, konsep atau karakter pergaulan atau interaksi sosial dalam
islam sebagaimana disebutkan oleh Taufik Ismail adalah: 1. Ta’aruf, 2. Tafahum,
3. Ta’awun.9
1. Ta’aruf
Manusia tidak mungkin dapat membangun dan melakukan hubungan sosial
dengan sesamanya tanpa mengenal satu sama lain. Proses mengenal dalam hal ini
7 Dr. Najah Ahmad Azh Zhihar, Mutiara-mutiara Akhlaq yang Hilang, BlackVeil’s Private Blogs, wordpress.com, Edisi 1 Januari 2009, hal. 2
8 Dr. Najah Ahmad Azh Zhihar, Mutiara-mutiara..., hal. 2. 9 H. Taufik Ismail, Lc, Etika Pergaulan Menurut Islam, http://id.shvoong.com/, hal. 1
14
tidak hanya sebatas mengenal nama atau sebutan yang dilekatkan padanya, akan
tetapi merupakan suatu bentuk identifikasi yang menyeluruh terhadap karakter
yang dibawa oleh manusia. Sehubungan dengan pemenuhan kebutuhan manusia,
melalui proses ta’aruf manusia akan mengetahui sejauhmana kecocokan antar
sesama yang memungkinkan hubungan sosial terjadi. Dengan kata lain, suatu
hubungan sosial cenderung dilandaskan pada suatu ketergantungan terhadap yang
lain dalam rangka pemenuhan kebutuhan
Lebih jelasnya, Taufik Ismail menjelaskan : “Ta’aruf atau saling mengenal
menjadi suatu yang wajib ketika kita akan melangkah keluar untuk bersosialisasi
dengan orang lain. Dengan ta’aruf kita dapat membedakan sifat, kesukuan, agama,
kegemaran, karakter, dan semua ciri khas pada diri seseorang”.10
Dalam Islam, salah satu bentuk sosialisasi dari ta’aruf adalah mengucapkan
salam ketika bertemu dengan orang lain yang sesama muslim. Salam merupakan
media yang paling sederhana untuk menyampaikan rasa simpati dan kepedulian
terhadap sesama. Melalui salam kita juga akan lebih mengenal sesama muslim,
dan kita dapat mengetahui dengan jelas siapa saudara kita sesungguhnya sehingga
hubungan silaturrahim antara sesama muslim dapat terjaga.
2. Tafahum
Memahami, merupakan langkah kedua yang harus kita lakukan ketika kita
bergaul dengan orang lain. Setelah kita mengenal seseorang pastikan kita tahu
juga semua yang ia sukai dan yang ia benci. Inilah bagian terpenting dalam
pergaulan. Dengan memahami kita dapat memilah dan memilih siapa yang harus
10 H. Taufik Ismail, Lc, Etika Pergaulan Menurut Islam, http://id.shvoong.com/, hal. 2
15
menjadi teman bergaul kita dan siapa yang harus kita jauhi, karena mungkin
sifatnya jahat. Sebab, agama kita akan sangat ditentukan oleh agama teman dekat
kita.
Dalam hal ini, Taufik Ismail menggambarkan “Bergaul dengan orang shalih
ibarat bergaul dengan penjual minyak wangi, yang selalu memberi aroma yang
harum setiap kita bersama dengannya. Sedang bergaul dengan yang jahat ibarat
bergaul dengan tukang pandai besi yang akan memberikan bau asap besi ketika
kita bersamanya.” 11
Tak dapat dipungkiri, ketika kita bergaul bersama dengan orang-orang
shalih akan banyak sedikit membawa kita menuju kepada kesalihan. Dan begitu
juga sebaliknya, ketika kita bergaul dengan orang yang akhlaknya buruk, pasti
akan membawa kepada keburukan perilaku (akhlakul majmumah).
Dari pengertian diatas dapat dipahami bahwa tafahum menuntut kita untuk
memilih karakter yang terbaik dalam bergaul, sehingga pergaulan dan interaksi
yang dilakukan dapat memberikan pengaruh yang konstruktif terhadap
pengembangan dan penguatan potensi diri.
3. Ta’awun
Setelah mengenal dan memahami, rasanya ada yang kurang jika belum
tumbuh sikap ta’awun (saling menolong). Karena inilah sesungguhnya yang akan
menumbuhkan rasa cinta pada diri seseorang kepada kita. Bahkan Islam sangat
menganjurkan kepada ummatnya untuk saling menolong dalam kebaikan dan
11 Ibid, hal. 2
16
takwa. Rasullullah SAW telah mengatakan bahwa bukan termasuk umatnya orang
yang tidak peduli dengan urusan umat Islam yang lain.
Bekti Istiyanto menjelaskan bahwa:
Baik ta’aruf dan tafahum akan bermuara pada satu kata “ta’awun” yang mengandung pengertian saling tolong menolong antar sesama. Ta’wun merupakan tujuan dari hubungan sosial dalam Islam, dimana sebuah hubungan akan berdampak konstruktif terhadap perkembangan suatu masyarakat maupun lingkungan apabila terdapat pengaruh negatif yang mewarnai hubungan tersebut. Dengan kata lain, suatu individu akan terasa manfaat dari kehadirannya apabila memberikan pengaruh positif terhadap perkembangan individu yang lainnya. Karena pada dasarnya, budaya sudah menjadi konsekwensi dari suatu interaksi sosial. Hanya saja, kita sebagai individu harus dapat memilih dan memilah pengaruh yang bagaimana seharusnya diberikan dan diterima dari hasil hubungan sosial tersebut.12
Pada akhirnya, konsep pergaulan yang menjadi karakter pergaulan menurut
Islam ini baru mendapat ridha Allah jika dilakukan dengan ikhlas dan semata-
mata mengharapkan ridha dari Allah SWT. Artinya, seberapa besar yang
diberikan dan dikorbankan dalam suatu hubungan sosial harus dilakukan tanpa
pamrih. Dengan kata lain, ikhlas menjadi kunci utama dalam interaksi sosial,
termasuk ketika kita mengenal, memahami dan saling menolong. Selain itu,
tumbuhkan juga rasa cinta karena Allah.
Menurut Bekti Istiyanto, selain konsep pergaulan yang mengatur hubungan
sosial manusia (hablum minan naas) diatas, secara lebih khusus, Islam juga
mengarahkan arah pergaulan yang dibangun oleh generasi muda Islam. Karena
bagi Islam, generasi muda merupakan aset yang memiliki tugas dan tanggung
jawab sebagai berikut:13
12 S. Bekti Istiyanto, S.Sos, Remaja dan Etika Pergaulan Dalam Islam,
http://www.wikipedia.com//, hal. 1-2.13 Ibid, hal. 3.
17
1. Sebagai penyambung generasi kaum beriman, 2. Sebagai pengganti orang-orang yang beriman yang telah terkikis
imannya, 3. Sebagai reformer spiritual terhadap kaum yang telah menyimpang
dari agama, dan 4. Sebagai unsur perbaikan,14
Pertama, remaja sebagai penyambung generasi kaum beriman, Allah SWT
berfirman dalam Surat At-Thur ayat 21, dan 25, sebagai berikut.
Artinya : “Dan orang-orang yang beriman, dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, Kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka, dan Kami tiada mengurangi sedikitpun dari pahala amal mereka. tiap-tiap manusia terikat dengan apa yang dikerjakannya”.(Q.S. At-Thur : 21)
Team penerjemah Mizan mencoba memberikan penafsiran dari ayat tersebut
sebagai berikut.
“Orang yang beriman kepada Allah dan rasul-Nya serta anak cucu mereka turut beriman, maka kami menyusulkan anak cucunya kepada mereka untuk masuk syurga dan dan memperoleh derajat meskipun anak cucunya tidak berbuat seperti mereka perbuat. Hal itu kami perbuat sebagai anugerah untuk bapak-bapak mereka, dengan dikumpulkan anak cucunya bersama mereka serta agar mata mereka terhibur dan mereka menjadi tenang. Kami tidak mengurangi pahala bapak mereka sedikit pun, lalu ditambah pahala amal anak cucu mereka dan memberikan karunia kepada mereka. Pada hari kiamat nanti setiap orang bergantung pada amalnya masing-masing, baik itu amal-amal buruk atau amal-amal yag baik. Oleh karena itu tidak disiksa mereka karena dosa orang lain”.15
Dari tafsir ayat tersebut jelas terlihat bahwa pemuda sebagai generasi
penerus memiliki kewajiban untuk menyampaikan ajaran Islam dalam bentuk 14 Ibid, hal. 3.15 Team Penerjemah Mizan, Qur’an Seven, (Mizan : Bandung, 2007), hal. 419
18
dakwah dan syiar kepada generasi selanjutnya. Dan Allah juga memberikan
balasan setimpal dari setiap dakwah dan syiar yang dilakukan. Selain itu pula
Allah akan meminta pertanggungjawaban dari segala sesuatu yang dilakukan oleh
umat muslim selama hidupnya.
Selanjutnya pada ayat 25 Allah SWT berfirman sebagai
berikut:
Artinya : “Dan sebahagian mereka menghadap kepada sebahagian yang lain saling tanya-menanya”.(Q.S. At-Thur: 25)
Tafsir dari ayat ini adalah “Mereka saling berhadapan disurga dan saling
bertanya tentang keadaan yang pernah dilakukan semasa di dunia”.16
Dari penafsiran ayat tersebut kita dapat mengetahui bahwa Allah
menggambarkan kondisi manusia yang memiliki rasa ingin tahu terhadap sesuatu.
Oleh karenanya, merupakan kewajiban sesama muslim untuk menyampaikan
pengetahuan dan hikmah dalam bentuk pendidikan dan pengajaran baik yang
bersifat formal maupun informal.
Beberapa ayat tersebut diatas menjelaskan bahwa generasi muda atau remaja
dalam Islam memiliki tanggung jawab untuk meneruskan apa yang telah di rintis
oleh generasi sebelumnya. Jika dikaitkan salah satu fungsi manusia didunia
sebagai khalifah, maka dapat dijelaskan bahwa tugas generasi muda islam adalah
meneruskan syiar islam yang telah di jalankan oleh generasi sebelumnya, baik
oleh generasi para Rasul dan sahabatnya maupun syiar yang telah diperjuangkan
oleh para ulama sebelumnya.
16 Ibid, hal. 419.
19
Fungsi yang kedua, generasi muda islam sebagai pengganti orang-orang
yang beriman yang telah terkikis imannya, sebagaimana firman Allah SWT dalam
surat Al-Maidah ayat 54, sebagai berikut:
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, Barang siapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, Maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintaiNya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad dijalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya), lagi Maha mengetahui”.(Q.S. Al-Maidah: 54)
Penafsiran ayat ini adalah ayat bil ayat, artinya tidak ada ambiguitas
(keraguan makna) yang terkandung didalamnya. Oleh karenanya, ayat tersebut
sangat jelas menegaskan bahwa generasi muda berfungsi untuk mengganti
genarasi terdahulu yang telah terkikis imannya karena berbagai pengaruh duniawi.
Dan dalam hal ini generasi muda harus kembali kepada fitrahnya sebagai khalifah
pembawa syiar dalam lingkungannya.
Kita menyadari bahwa manusia memiliki berbagai keterbatasan baik secara
fisik maupun psikis. Semakin bertambah usia, kemampuan manusia untuk
memahami dan men-syiarkan Islam semakin menurun, untuk itu, generasi muda
memiliki peran penting untuk menggantikan generasi sesudahnya melakukan
dakwah dan syiar Islam.
20
Pada sisi yang lain, manusia dengan bertambahnya usia, kondisi
keimanannya akan mengalami degradasi atau penurunan kadar keimanan yang
disebabkan oleh banyak faktor, baik itu ekonomi, rendahnya pendidikan agama
dan sebab-sebab yang lain. Oleh karenanya, generasi muda berfungsi sebagai
“penyegar” bagi generasi sebelumnya. Fungsi ini dapat diimplementasikan
melalui dakwah dan syiar secara nyata dalam kehidupan sehari-hari, misalnya
penyelenggaraan majelis taklim, remaja mesjid, maupun pengembangan program
pemberdayaan masyarakat.
Selanjutnya Allah menegaskan fungsi generasi muda islam ketiga sebagai
reformer spiritual terhadap kaum yang telah menyimpang dari agama,
sebagaimana dalam Surat Al-Maidah ayat 104 sebagai berikut:
Artinya : “Apabila dikatakan kepada mereka: "Marilah mengikuti apa yang diturunkan Allah dan mengikuti Rasul". mereka menjawab: "Cukuplah untuk Kami apa yang Kami dapati bapak-bapak Kami mengerjakannya". dan Apakah mereka itu akan mengikuti nenek moyang mereka walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui apa-apa dan tidak (pula) mendapat petunjuk?”.(Q.S. Al-Maidah: 104)
Tafsir dari ayat tersebut adalah “Apabila orang musyrik diseru untuk
mengikuti hukum Allah dalam Al-Quran dan rasul yang menyampaikan, mereka
menjawab ‘cukup agama nenek moyang kami saja’, dan mereka tidak beriman”.17
17 Ibid, hal. 99.
21
Dari penafsiran ayat diatas terlihat bahwa generasi muda islam memiliki
fungsi untuk meluruskan kembali beberapa persoalan yang menyimpang dari
ketentuan agama yang dilakukan oleh generasi sebelumnya. Dan dari ayat ini pula
terlihat bahwa fungsi syiar merupakan tugas utama dari generasi muda dalam
memperbaiki berbagai bentu perilkau dan karakter manusia, sehingga akan
terwujud suatu tatanan sosial yang baik dan bermartabat baik disisi manusia
maupun di sisi Allah SWT.
Yang terakhir, tugas generasi muda sebagai unsur perbaikan sebagaimana
firman Allah dalam surat Al-Kahfi ayat 13-14.
Artinya : “Kami kisahkan kepadamu (Muhammad) cerita ini dengan benar. Sesungguhnya mereka adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Tuhan mereka, dan Kami tambah pula untuk mereka petunjuk. Dan Kami meneguhkan hati mereka diwaktu mereka berdiri, lalu mereka pun berkata, "Tuhan Kami adalah Tuhan seluruh langit dan bumi; Kami sekali-kali tidak menyeru Tuhan selain Dia, Sesungguhnya Kami kalau demikian telah mengucapkan Perkataan yang amat jauh dari kebenaran".(Q.S. Al-Kahfi: 13-14)
Penafsiran ayat tersebut sebagaimana diberikan oleh team penerjemah
Mizan adalah sebagai berikut.
“Kami menuturkan kisah mereka padamu secara detil, benar dan jujur bahwa mereka adalah pemuda yang beriman kepada Allah, yang bersih dari kemusyrikan dan Kami juga tambahkan keteguhan iman dan taufik kepadanya. Kami kuatkan hati mereka dengan kesabaran menghadapi segala penderitaan, ketika mereka berdiri di depan raja yang otoriter (Dzikyaminus), dia memerintahkan mereka bersujud kepada berhala, tapi mereka menolak seraya berkata "Tuhan Kami adalah Tuhan seluruh langit dan bumi; Kami sekali-kali tidak
22
menyeru Tuhan selain Dia, Sesungguhnya Kami kalau demikian telah mengucapkan Perkataan yang amat jauh dari kebenaran" ”.18
Dari penafsiran dua ayat tersebut, maka jelaslah bahwa generasi muda
memegang peranan penting sebagai unsur perbaikan dan perubahan. Dimana
generasi muda dituntut untuk menjadi agent of change dari generasi sebelumnya
yang telah mengalami kemerosotan nilai dalam berbagai sisi kehidupan, baik
dalam kehidupan pribadinya maupun dalam interaksi sosialnya.
Sayangnya, kebanyakan pemuda tidak memahami tugas berat ini karena
lemahnya pemahaman terhadap Islam yang syamil dan mutakamil. Suatu hal yang
ironis, dikarenakan banyak tugas berat yang tidak mereka sadari karena ketidak
pahaman atas makna dasar kehidupan ini. Seperti dari mana mereka berasal, untuk
apa diciptakan dan akan bagaimana mereka hidup. Jarang jawaban yang dapat kita
ambil dari mereka saat ditanya siapa idolanya, yang menjawab tokoh-tokoh
panutan umat. Tapi justru tokoh glamour yang cenderung hedonisme (keduniaan)
seperti artis, atlit-lah yang kebanyakan mereka agung-agungkan dan dijadikan
teladan hidup.
Satu masalah yang perlu mendapat perhatian serius adalah bebasnya
hubungan antar jenis diantara pemuda yang nantinya menjadi tonggak
pembaharuan. Islam sangat memperhatikan masalah ini dan banyak memberikan
rambu-rambu untuk bisa berhati-hati dalam melewati masa muda. Suatu masa
yang akan ditanya Allah di hari kiamat diantara empat masa kehidupan di dunia
ini.
18 Opcit, hal. 235.
23
Oleh karenanya, Islam memberikan beberapa norma dan tata aturan
pergaulan remaja sebagai berikut:
1. Rambu hati
Hati merupakan sumber dari berbagai tindakan yang dilakukan manusia
dalam hidupnya. Terjaga tidaknya hati manusia tercermin dari tindakan dan
sikapnya. Seseorang akan selalu berbuat kebajikan dan menjauhi larangan Sang
Khalik jika hatinya terjaga dari berbagai godaan dan bujukan setan.
Begitu pula halnya dengan remaja yang kondisi fisik dan psikisnya sedang
berkembang menjadi dewasa. Mereka rentan dengan berbagai rasa ingin tahu
terhadap lingkungannya, baik sosial maupun lingkungan alam. Salah satu
bentuknya adalah sosialisasi remaja dengan sesamanya. Namun, ada satu hal yang
harus diwaspadai dari sosialisasi yang mereka lakukan adalah tumbuhnya zina dan
maksiat yang disebabkan tidak mantapnya kondisi hati.
Zina pada dasarnya adalah segala sesuatu bentuk perbuatan atau perilaku
yang bisa mendatangkan syahwat, baik bagi subjeknya maupun bagi objeknya.
Dalam hal ini, zina hati dimaksudkan sebagai niat untuk melakukan sesuatu yang
memuaskan syahwat.19
Dengan demikian, menjaga dan memelihara kesucian hati wajib hukumnya.
Kegiatan menjaga dan memelihara kesucian hati semata-mata hanya dapat
dilakukan melalui ibadah serta berzikir kepada Allah dan bisa juga diwujudkan
dalam kegiatan belajar serta kajian-kajian keagamaan. Sehingga hubungan dan
sosialisasi yang dibangun diharapkan memberikan hal-hal positif dan bermanfaat
19 S. Bekti Istiyanto, S.Sos, Remaja…, hal. 2.
24
bagi remaja dapat terwujud. Dan sangat disayangkan jika hubungan dan interaksi
yang dilakukan remaja akan berbuah aib dan nista bagi mereka.
2. Rambu mata
Mata merupakan salah satu indera yang digunakan manusia untuk melihat
berbagai fenomena yang terjadi disekitarnya. Segala sesuatu yang dilihat oleh
mata akan direkam dan direspon oleh otak, untuk selanjutnya kita memberikan
reaksi terhadap apa yang kita lihat. Jika yang kita lihat itu menarik perhatian kita,
maka kita akan mencoba menikmatinya dengan menatapnya untuk jangka waktu
yang relatif lama.
Fenomena yang zina dan maksiat yang kini timbul pada kalangan remaja
tidak terlepas dari salah satu indera ini. Pendeknya, remaja merespon pandangan
mereka terhadap lawan jenis. Dan tanpa faktor keimanan yang tinggi, remaja
terobsesi untuk berhubungan dengan lawan jenis.
Namun demikian, Allah SWT masih memberi batas toleransi mata hanya
sebatas pada pandangan pertama. Ini mengindikasikan bahwa betapa indahnya
hukum dan kaidah yang telah ditetapkan dalam islam, hanya saja kita sebagai
umatnya seperti kehilangan pegangan ketika berhadapan dengan berbagai
persoalan yang berhubungan dengan batasan-batasan nafsu syahwat.
3. Rambu telinga
Adanya larangan untuk mendengar perkataan-perkataan yang tidak senonoh
dan jorok. Islam menjaga hubungan pergaulan manusia dari berbagai sisi, salah
satunya adalah menjaga perkataan dan ucapan jorok. Hal ini perlu dilakukan
25
untuk menghindari berbagai konflik yang umumnya dimulai dari ucapan dan kata-
kata yang tidak mengenakkan.
4. Rambu tangan
Menjaga tangan dari berbagai bentuk kejahatan, adalah wajib hukumnya
dalam Islam. Tujuannya adalah untuk menjaga interaksi agar tetap berjalan baik
dan terjaga dari hal-hal terlarang.
Salah satu bentuk zina tangan adalah berbentuk masturbasi. Karena pada
dasarnya masturbasi merupakan perbuatan yang sangat keji dan merendahkan
harkat dan martabat manusia.20
Selain itu, bentuk-bentuk kenakalan remaja yang disebabkan oleh jahilnya
tangan juga akan berdampak terhadap kondisi lingkungannya. Misalnya, ketika
remaja suka mencuri, berkelahi dan sebagainya justru akan menganggu
ketentraman lingkungan sekitarnya. Bahkan pandangan masyarakat terhadap
remaja dimaksud juga tidak baik. Oleh akrenanya, sebagai remaja yang islami
sudah saatnya kita dapat menjaga seluruh indera kita dalam membangun ukhuwah
dan silaturrahim sehingga bernilai ibadah dan mendapat ridha serta ganjaran yang
setimpal dari Allah Swt.
5. Rambu kaki
Larangan untuk melangkahkan kaki ke tempat-tempat maksiat atau tempat
dimana terjadi pembauran laki-laki wanita yang tidak dikehendaki dalam Islam.
Khusus wanita dilarang menghentakkan kaki dengan maksud memperlihatkan
perhiasan.
20 S. Bekti Istiyanto, S.Sos, Remaja…, hal. 5.
26
Bahwa pada dasarnya tubuh wanita merupakan perhiasan yang wajib dijaga,
bukannya dipamerkan keindahannya. Sebagaimana halnya batas aurat dalam
shalat, bagi wanita menutup tubuhnya dengan pakaian yang telah ditetapkan
hukumnya adalah wajib.
6. Rambu suara
Islam melarang dengan tegas bagi wanita muslim untuk mengeksploitasi
suara mereka sehingga dapat menimbulkan syahwat. Sebagaimana disebutkan
dalam firman Allah berikut.
Artinya: “Hai isteri-isteri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti
wanita yang lain, jika kamu bertakwa. Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya dan ucapkanlah Perkataan yang baik”.(Q.S. Al-Ahzab: 32)
Islam dengan jelas menegaskan larangan mengumbar suara yang dapat
memancing syahwat bagi yang mendengarnya. Karena zina tidak hanya dapat
ditimbulkan melalui tindakan anggota badan lainnya. Suara juga dapat merupakan
suatu media untuk mengeksploitasi birahi bagi pendengarnya melalui rayuan,
desahan dan bentuk lainnya. Dan sebagaimana kita temukan dalam media massa
dewasa ini, dimana suara dijadikan suatu pendekatan yang memancing syahwat
(sex appeal) yang menjadi subjek media tersebut. Dan yang sangat disayangkan
adalah adanya pandangan dari publik figur untuk memanfaatkan kemampuan
fisiknya menjadi publik figure (artis).
27
Ayat ini tentu tidak hanya ditujukan buat isteri Rasul semata. Untuk itu kita
perlu berhati-hati terhadap suara yang mendayu, mendesah, merayu seperti sering
dieksploitasi media massa, sehingga akan menimbulkan keinginan lelaki untuk
melakukan zina atau bentuk perbuatan lainnya yang dapat mendatangkan syahwat.
7. Rambu seluruh tubuh,
Dasarnya adalah firman Allah SWT dalam surat An-Nur ayat 1 dan 31 serta
surat Al-Ahzab ayat 59 sebagai berikut:
Artinya : “(ini adalah) satu surat yang Kami turunkan dan Kami wajibkan (menjalankan hukum-hukum yang ada di dalam)nya, dan Kami turunkan di dalamnya ayat ayat yang jelas, agar kamu selalu mengingatinya”.(Q.S. An-Nur : 1)
Ayat diatas merupakan penghulu surat Al-Azhab, yang
menegaskan hukum-hukum menjaga anggota badan bagi
manusia dalam menjalankan hubungan dan interaksi sesamanya
(hablum minan naas). Pada ayat pertama ini Allah menegaskan
bahwa ayat-ayat sesudahnya yang berisi sumber hukum dan
batasan-batasan yang sangat jelas untuk diikuti dan ditaati.
Artinya : :Hai Nabi, Katakanlah kepada isteri-
isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.(Q.S. An-Nur: 59)
28
Ayat di atas mewajibkan wanita muslimah untuk menutup seluruh tubuh
kecuali muka dan telapak tangan, kecuali muhrimnya. Sementara untuk pria
auratnya adalan antara pusar dengan lutut.
Dengan demikian, dalam Islam sudah sangat jelas batasan-batasan dan
sumber hukum yang menyangkut anggota badan baik bagi wanita maupun pria,
baik dalam melakukan hubungan dengan Allah (hablum minallah) dan melakukan
hubungan antara sesama manusia (hablum minan naas). Sehingga tidak ada
keraguan bagi kita dalam memilih dan menentukan pakaian dan sikap yang
seharusnya kita gunakan dalam kehidupan sehari-hari. Mungkin sangat wajar kita
disebut ‘tidak tahu diri’ jika dalam kehidupannya tidak dapat menghormati dan
mentaati hukum-hukum yang telah ditetapkan Allah dalam Al-Qur’an.
Selanjutnya, menurut Bekti Istiyanto, dalam pergaulan remaja menurut
Islam terdapat aturan baku yang harus ditaati, antara lain :
1. Wajib atas pria dan wanita untuk menundukkan pandangannya, kecuali empat hal :a. bertujuan meminangb. belajar-mengajarc. pengobatand. proses pengadilan (At-Tarbiyah Al-Aulad Fil Islam,
Abdullah Nashih Ulwan)2. Menutup aurat secara sempurna, tidak sekadar tutup tapi masih
kelihatan lekuk tubuh dan bentuknya.3. Larangan bepergian buat wanita tanpa muhrim sejauh perjalan
sehari semalam (pendapat lain, seukuran jamak sholat).4. Bagi yang sudah berkeluarga, seorang isteri dilarang pergi tanpa
ijin suami.5. Larangan ber-tabarruj bagi wanita (bersolek/berdandan untuk
memperlihatkan perhiasan dan kecantikan kepada orang lain) kecuali untuk suami.
6. Larangan ber-khalwat (berdua-dua antara pria dan wanita di temapat sepi)
7. Perintah untuk menjauhi tempat-tempat yang subhat, menjurus maksiat.
29
8. Anjuran untuk menjauhi ikhtilat antara kelompok pria dan kelompok wanita.
9. Hubungan ta’awun (tolong menolong) pria dan wanita dilakukan dalam bentuk umum, seperti mu’amalah.
10. Anjuran segera menikah, bila tidak mampu suruhan berpuasa dilaksanakan.
11. Anjuran bertawakkal, menyerahkan segala permasalahan pada Allah.
12. Islam menyuruh pria dan wanita untuk bertakwa kepada Allah sebagai kendali internal jiwa seseorang terhadap perbuatan dosa dan maksiat.21
Kita memahami bahwa masa muda adalah masa yang sangat berat.
Ditambah faktor eksternal yang demikian kuat membelokkan tujuan utama
beribadah mencapai ridha Allah, maka dalam penyampaian kebenaran ini juga
perlu mendapat perhatian yang seksama. Kita tidak bisa saja dengan gampang
memberi peringatan tanpa memahami uslub dan wasilah dakwah dan mengerti
sejauh mana pemahaman yang dipahami teman dan masyarakat kita. Terakhir
dalam dakwah tentang pergaulan Islam, kita dianjurkan untuk tidak ekslusif
artinya justru bergaul hanya kepada orang yang sepaham saja dan meninggalkan
mereka yang awam terhadap Islam. Terpenting untuk menyerahkan diri kepada
Allah segala urusan dan memperkuat ibadah-ibadah yang makin mengeratkan
hubungan dengan Allah sehingga lebih bisa menjaga diri dari perbuatan yang
mendekati zina, yang diharamkan Allah.
C. Peranan dan Fungsi Orang Tua Dalam Membina Pergaulan Remaja
Dalam ajaran Islam, pihak yang paling bertanggung jawab dalam
memberikan pendidikan akhlak terhadap anak-anak adalah orang tuanya sendiri.
Banyak sekali ayat-ayat Al-Quran maupun Hadits menyatakan bahwa anak
merupakan amanah yang harus dijaga dan di tangan orang tua lah tanggung jawab 21 S. Bekti Istiyanto, S.Sos, Remaja..., hal. 6-7
30
yang besar dalam menjaga anak-anaknya agar terhindar dari perilaku dan akhlak
yang buruk. Di dalam Al-Qur’an Allah SWT berfirman:
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan”.(Q.S. At-Tahrim: 6)
Melalui ayat di atas Allah mengingatkan bahwa orang tua (ayah-ibu) yang
beriman dan beramal saleh saja belumlah cukup menjaga dirinya dari azab neraka.
Tetapi, Iman harus dipelihara, dirawat dan dipupuk dengan cara menjaga
keselamatan keluarga dan seisi rumah tangga yang meliputi anak dan istri atau
sanak saudara dari perbuatan yang menyimpang dari ajaran Islam.
Karena Islam memandang bahwa setiap orang adalah pemimpin, termasuk
kepala keluarga, maka di akhirat nanti, setiap kepala keluarga akan diminta
pertanggung-jawabannya atas segala kepemimpinannya dalam keluarga, termasuk
bagaimana ia memberikan perhatian terhadap istri dan anak-anaknya. Bukan
hanya tanggung jawab memberikan nafkah lahir dan batin, tetapi yang lebih
penting adalah tanggungjawab dalam menjalankan ajaran-ajaran Islam.
Pembentukan budi pekerti yang baik adalah tujuan utama
dalam pendidikan Islam. Karena dengan budi pekerti itulah
tercermin pribadi yang mulia, sedangkan pribadi yang mulia itu
adalah pribadi yang utama yang ingin dicapai dalam mendidik
31
anak dalam keluarga. Namun sayangnya, tidak semua orang tua
mampu melakukannya. Buktinya dalam kehidupan di masyarakat
sering ditemukan anak-anak nakal dengan sikap dan perilaku
yang tidak hanya terlibat dalam perkelahian, tetapi juga terlibat
dalam pergaulan bebas, perjudian, pencurian, narkoba, dan
sebagainya.
Perilaku seksual remaja sudah tidak dapat ditoleransi lagi. dalam berpacaran mencium bibir, memegang buah dada, memegang alat kelamin lawan jenis dan bahkan sampai melakukan senggama, sepertinya merupakan hal biasa bagi para remaja. Bahkan ada diantara mereka yang merasa senang melakukannya.22
Ironis memang, tetapi inilah kenyataan objektif dalam
kehidupan dikalangan remaja. Tentu saja masalah ini tidak
berdiri sendiri, tetapi banyak faktor yang menjadi penyebabnya,
yang antara lain karena kurangnya perhatian dari orangtua
terhadap pergaulan anak dalam lingkungan, kurangnya
pendidikan agama, miskinnya pendidikan akhlak, atau karena
kesalahan memilih teman.
Keluarga adalah lingkungan yang pertama kali di kenal anak,
berarti lingkungan ini yang terdekat dengan anak. Di sini peran
orang tua sangat menonjol di bandingkan dengan yang lain. Orang
tua memiliki dasar pemikiran yang berbeda, sehingga pemahaman
dan pengetahuan tentang agama sering menjadi benturan dalam
22 Sarlito Wirawan, Sarwono dkk, Seksualitas dan Fertilitas Remaja, (CV. Rajawali:
Jakarta, 1957), hal. 27.
32
memberikan bekal aqidah yang kuat bagi anak. Orang tua juga
mempunyai kebutuhan lain yang harus di penuhi yang juga menyita
waktunya sehingga mereka hanya mempunyai waktu yang terbatas
untuk membekali anaknya tentang pendidikan moral dan agama.
Hal itu merupakan salah satu alasan mengapa orang tua
menyerahkan pendidikan anaknya pada sekolah Islam. Orang tua
pasti menginginkan agar anaknya kelak menjadi anak yang baik.
Berbagai macam cara dan usahapun mereka lakukan untuk
mewujudkan keinginan tersebut, antara lain yaitu memberikan
bimbingan dan pengarahan tentang agama dengan baik sejak kecil,
mengawasi pergaulan anak dengan teman sebaya, memasukkan
anak ke dalam sekolah yang mengajarkan pendidikan agama lebih
banyak.
Para ahli pendidikan Islam menyatakan bahwa pendidikan akhlak adalah jiwa
pendidikan Islam, sebab tujuan tertinggi pendidikan Islam adalah mendidik jiwa
dan akhlak. Memberikan pendidikan akhlak kepada anak-anak harus disertai
dengan contoh yang baik dari kedua orang tuanya. Pendidikan akhlak yang
diberikan kepada anak-anak tidak akan berarti apabila kedua orang tuanya tidak
bisa memberikan contoh perilaku yang baik.
Dengan demikian, berdasarkan firman Allah, hadits Nabi serta berbagai
pendapat para ahli yang telah dijelaskan diatas, kita dapat menyimpulkan bahwa
dalam perkembangan remaja dalam lingkungan pergaulan sesamanya sangat
membutuhkan perhatian dan pengawasan dari orangtua. Orangtua berkewajiban
memberikan pendidikan dan penanaman budi pekerti yang menjadi bekal moral
33
bagi remaja dalam memasuki dan beradaptasi dalam lingkungannya. Sehingga
dengan moralitas yang tinggi, remaja mampu memilih dan memilah antara
pengaruh yang baik ataupun tidak yang pada akhirnya akan mewarnai sifat dan
karakter remaja. Dan dalam Islam, wajib hukumnya bagi orangtua membina
pergaulan yang dibina oleh remaja agar terhindar dari perilaku serta budaya yang
bertentangan dengan syariat.
Berdasarkan uraian diatas, maka peranan dan fungsi orangtua dalam konteks
hubungan dan interaksi remaja dapat sebagai berikut:
1. Mendidik anak-anak secara islami dengan mengamalkan ajaran dan nilai-
nilai islami dalam konteks individual maupun sosial.
2. Membina hubungan yang dibangun oleh anak-anak agar sesuai dengan nilai-
nilai dan ajaran islam, sehingga pola hubungan yang dibangun tidak keluar
dari koridor islam.
3. Mengawasi hubungan dan interaksi yang dibangun oleh anak-anak baik
dalam lingkungan keluarga maupun lingkungan masyarakat sehingga
senantiasa sejalan dengan tuntunan agama.
4. Melakukan evaluasi terhadap hubungan yang dibangun dengan
memperhatikan berbagai pengaruh yang ditimbulkan dari interaksi remaja
terhadap perkembangan remaja baik secara fisik maupun pisikis. Sehingga
orangtua dapat menentukan dan memperbaiki kerangka interaksi yang
dibangun oleh remaja apabila terdapat gejala-gejala yang tidak diinginkan
dari interaksi dimaksud.
D. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pergaulan Antar Remaja
34
Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju
kedewasaan. Pada fase ini, remaja sangat rentan terhadap berbagai pengaruh
lingkungan, umumnya yang berasal dari lingkungan sekitar tempat dimana remaja
tersebut tumbuh dan berkembang yang pada akhirnya dapat memberi warna dan
membentuk kepribadian remaja.
Salah satu pengaruh lingkungan yang memberikan pengaruh yang sangat
drastis terhadap perkembangan moral dan mental remaja adalah kemajuan
teknologi informasi. Imam Bawani menjelaskan fenomena pengaruh teknologi
terhadap perkembangan remaja sebagai berikut:
Gerakan modernisasi yang meliputi segenap aspek kehidupan manusia menimbulkan terjadinya pergeseran pada pola interaksi antar individu dan berubahnya nilai-nilai dalam kehidupan bermasyarakat. Interaksi antar individu menjadi bertambah longgar dan kontak sosial yang terjadi semakin rendah kualitas dan kuantitasnya. Kemajuan alat komunikasi menyebabkan muculnya alat-alat komunikasi yang memungkinkan manusia berkomunikasi dari jarak jauh secara langsung, sehingga berdampak berkurangnya budaya silaturahmi antar individu.23
Dari pengertian diatas, terlihat bahwa pada satu sisi kemajuan teknologi
sebagai simbol dari gerakan modernisasi memiliki dampak yang berbeda terhadap
perkembangan individu. Pada satu sisi, teknologi dapat memudahkan komunikasi
dan silaturrahmi dan pada sisi kemudahan itu justru membuat hubungan sosial
menjadi semakin longgar dan rendah kualitas atau kuantitasnya. Artinya,
hubungan sosial hanya dilakukan melalui hubungan telepon, tanpa harus
23 Bawani, Imam, Pengantar Ilmu Jiwa Perkembangan, (PT. Bina Ilmu: Surabaya, 1991),
hal. 63.
35
mengunjungi, melihat dan memahami berbagai persoalan yang dihadapi oleh
sesama.
Pada sisi yang lain, H. Sunarto dan Ny. Agung Hartono menjelaskan bahwa:
Remaja merupakan golongan masyarakat yang mudah kena pengaruh dari luar. Hal ini tampak pada kecenderungan untuk lebih mementingkan diri sendiri daripada orang lain. Jadi, tidaklah mengherankan apabila di kota-kota besar tersebut nilai-nilai pengabdian, kesetiakawanan dan tolong-menolong mengalami penurunan sehingga yang nampak adalah perwujudan kepentingan diri sendiri dan rasa individualis. Ini memungkinkan orang tidak lagi mempedulikan orang lain sehingga enggan untuk melakukan tindakan pro-sosial.24
Bentuk perilaku anti sosial yang dilakukan remaja semakin beragam seolah-
olah mengambarkan mulai pudarnya nilai-nilai moral dikalangan remaja. Mereka
berusaha memperoleh manfaat dengan melakukan tindakan yang menguntungkan
atau menyenangkan, tapi dalam kenyataan sering merugikan dan menganggu
keamanan masyarakat dengan berbagai perilaku yang menyimpang. Sejalan
dengan persoalan ini, Gunarsa memberikan penjelasan sebagai berikut:
Remaja tidak lagi hanya mencoret-coret tembok, membolos, kebut-kebutan di jalan raya atau pun berkelahi, tetapi perbuatan remaja yang dilakukan saat ini mulai merambah ke segi-segi kriminal secara yuridis formal, menyalahi ketentuan-ketentuan yang ada didalam kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), seperti pencurian, pencopetan, pemerasan, pemerkosaan, pembunuhan atau penyalahgunaan obat terlarang.25
Lingkungan sosial mempunyai peranan besar terhadap perkembangan
remaja. Lingkungan sosial sebagai bagian dari komunitas sosial memegang
24 H. Sunarto, Ny. Agung Hartono, B, Perkembangan Peserta Didik, (Pusat Perbukuan
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan: Jakarta, 2001), hal. 223.25 Gunarsa, D. Singgih, Psikologi Remaja, (PT. BPK. Gunung Mulia: Jakarta, 1991), hal.
68.
36
peranan yang strategis bagi kehidupan sosial masyarakat. Pada masa remaja
lingkungan sosial yang dominan antara lain dengan teman sebaya.
Menurut Mappiare, kelompok teman sebaya merupakan lingkungan sosial
pertama dimana remaja belajar untuk hidup bersama orang lain yang bukan
anggota keluarganya.26
Lingkungan teman sebaya merupakan suatu kelompok baru yang memiliki
ciri, norma, kebiasaan yang jauh berbeda dengan apa yang ada di lingkungan
rumah. Bahkan apabila kelompok tersebut melakukan penyimpangan, maka
remaja juga akan menyesuaikan dirinya dengan norma kelompok. Remaja tidak
peduli dianggap nakal karena bagi mereka penerimaan kelompok lebih penting,
mereka tidak ingin kehilangan dukungan kelompok dan tidak ingin dikucilkan
dari pergaulan. Sebagian dari remaja mengambil jalan pintas untuk
menghindarkan diri dari masalah sehingga cenderung untuk keluyuran dan
melakukan tindakan pergaulan yang salah dengan teman-temannya. Akibatnya
banyak yang terjerumus dalam tindak kenakalan seperti menipu, berkelahi,
mencuri dan sebagainya.
Pada pengertian lain Hurlock, mengatakan bahwa seseorang yang memiliki
ciri tertentu secara berlebihan bisa menimbulkan penerimaan yang kurang baik,
meskipun ciri itu sendiri merupakan ciri yang sangat dikagumi.27
Sebagai contoh individu akan memiliki peluang yang lebih besar untuk
dapat diterima dalam masyarakat bila dia murah hati daripada bila dia kikir. Akan
26 Andi Mappiare, Psikologi Remaja, (Usaha Nasional : Surabaya, 1982), hal. 76.27 Hurlock, E.B, Perkembangan Anak, Alih Bahasa Meitasari Tjanrasa dan Muchlisah
Zakarsih, (Erlangga : Surabaya, 2001), hal. 128.
37
tetapi, bila dia terlalu murah hati, membagi-bagikan hadiah begitu saja kekanan
kiri, mungkin akan timbul kesan bahwa dia mencoba ‘membeli’ dukungan.
Pergaulan dengan teman sebaya serta akibat yang ditimbulkan merupakan hal
yang sangat penting sebab menciptakan perilaku dan bentuk tingkah laku yang
akan dibawanya ketika dewasa. Remaja mudah terjebak atau terlibat pada
perbuatan-perbuatan yang menyimpang. Banyak remaja yang punya keinginan
tampil beda, namun ada beberapa remaja yang salah jalur dalam menunjukkan jati
dirinya.
Remaja kadang bertingkah laku di luar kewajaran seperti minum-minuman
keras atau terjerumus dalam perkara kriminal, sebagaimana dijelaskan oleh
Hurlock bahwa:
Perilaku anti sosial ini sering terjadi karena dipengaruhi perilaku teman-temannya untuk melakukan tindakan yang tidak baik. Remaja cenderung untuk mengikuti kemauan teman-temannya agar tidak merasa ditolak atau diabaikan oleh kelompok teman sebayanya.28
Pada kehidupan sehari-hari remaja lebih dekat dengan teman sebaya
daripada dengan orangtua karena remaja menginginkan teman yang mempunyai
minat, sikap, yang sama, sehingga banyak melakukan kegiatan bersama, dalam
mengisi waktu luangnya. Hal ini dipertegas oleh Bee (dalam C. Asri Budiningsih,
2001) yang menyatakan bahwa remaja cenderung melakukan hal-hal yang sama
dengan teman-temannya semata-mata agar dapat diterima dan tetap menjadi
anggota kelompok tersebut.29
28 Ibid, hal. 13629 C. Asri Budiningsih, Ibid, hal 232.
38
Persamaan dalam usia, pendidikan, jenis kelamin dan perasaan terabaikan
membuat mereka menjalin persahabatan yang kental dan erat dengan
kesetiakawanan. Akibatnya apabila salah satu dari mereka merasa menderita,
maka yang lainnya akan siap membantu menghilangkan penderitaan itu.
Pada sisi yang lain, perkembangan teknologi informasi yang terjadi dewasa
ini juga memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap perubahan budaya dan
pergaulan remaja. Dimulai dari berubahnya pola pikir dan perilaku remaja
terhadap lingkungan pergaulannya.
Pada dasarnya teknologi informasi ini memiliki dua sisi yang sangat
bertolak belakang tergantung dari para penggunanya. Pada satu sisi teknologi
informasi memudahkan kita untuk mengakses berbagai informasi yang berguna
dalam rangka pengembangan potensi dan karakter positif remaja. Namun pada sisi
lain, bebasnya kemampuan untuk mengakses informasi juga memberikan dampak
negatif dalam pembentukan karakter remaja. Hal ini disebabkan karena rendahnya
kontrol dan pengawasan arus informasi yang diakses oleh remaja. Dan hal ini
justru menjadi penyebab perubahan budaya pergaulan yang sangat massiv dewasa
ini.
Yang terakhir, faktor media massa dengan segala informasi yang
disampaikannya. Dewasa ini banyak pihak yang menilai bahwa media massa
khususnya program televisi sudah sangat jauh dari pendidikan, baik dari sisi
program yang ditawarkan maupun dari pesan-pesan yang ingin disampaikan.
Tidak ada pembelajaran moral yang dapat diambil dari sinetron televisi hari ini.
Hampir seluruhnya berisi tentang hedonisme, dan tidak berakar pada realitas
39
sosial yang terjadi. Sinetron, maupun program televisi lainnya sangat jauh dari
pesan-pesan moral yang sifatnya konstruktif terhadap pembinaan pergaulan
remaja, malah sebaliknya bersifat destruktif.
40