PERAN EKSTRAK ETANOL TEMPE TERHADAP KADAR DNA … · mengetahui pengaruh kinerja ekstrak tempe...
-
Upload
truongthuan -
Category
Documents
-
view
237 -
download
0
Transcript of PERAN EKSTRAK ETANOL TEMPE TERHADAP KADAR DNA … · mengetahui pengaruh kinerja ekstrak tempe...
PERAN EKSTRAK ETANOL TEMPE TERHADAP KADAR
DNA DAN RNA TESTIS TIKUS USIA 70 HARI
ERLANDA SATRIA
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSISI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Peran Ekstrak Etanol
Tempe Terhadap Kadar DNA dan RNA Testis Tikus Usia 70 hari adalah benar
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juni 2015
Erlanda Satria
NIM B4100111
ABSTRAK
ERLANDA SATRIA. Peran Ekstrak Etanol Tempe Terhadap Kadar DNA dan
RNA Testis Tikus Usia 70 Hari. Dibimbing oleh ARYANI SISMIN
SATYANINGTIJAS dan NASTITI KUSUMORINI.
Fitoesterogen merupakan senyawa mirip estrogen yang terkandung didalam
kedelai. Kedelai adalah bahan baku utama pembuatan tempe. Fitoesterogen
termasuk esterogen alami golongan isoflavon. Penelitian ini dilakukan untuk
mengetahui pengaruh kinerja ekstrak tempe terhadap kinerja reproduksi tikus
jantan dewasa. Sebanyak 9 ekor tikus jantan usia 21 hari dibagi menjadi 3
kelompok yaitu kelompok kontrol, kelompok perlakuan 0.25 g/ekor/hari, dan
kelompok perlakuan 0.5 g/ekor/hari yang diberi ekstrak tempe sampai usia 48
hari. Parameter yang diamati meliputi bobot basah testis, bobot kering testis,
kadar DNA, kadar RNA, dan jumlah spermatozoa. Pengambilan data dilakukan
ketika tikus berusia 70 hari. Data yang dihasilkan dianalisis dengan uji ANOVA
dan dilanjutkan dengan uji Duncan dengan selang kepercayaan 95% (a=0.05).
Hasil penelitian pemberian ekstrak tempe terjadi penurunan kadar DNA pada
perlakuan 0.25 g/ekor/hari, peningkatan kadar RNA dan peningkatan jumlah
spermatozoa pada perlakuan 0.5 g/ekor/hari.
Kata kunci: dna, rna, ekstrak tempe, tikus jantan
ABSTRACT
ERLANDA SATRIA. The Role of Tempe Ethanol Extract To DNA and RNA
Content of Rats Testicle Organs of Ages 70 Days . Supervised by ARYANI
SISMIN SATYANINGTIJAS and NASTITI KUSUMORINI.
Phytoestrogen is a subtance in soybean that have similiar structure with
natural estrogen. Soybean is the main raw material of making tempe.
Phytoestrogen are natural estrogen in isoflavon group. This study was conducted
to investigate the role of tempe extract in reproduction performance of adult male
rats. Nine male rats weaning age (21 days) were divided into 3 groups, control,
treatment groups that were given a tempe extract 0.25 g/rat/day and 0.5 g/rat/day
until ages of 48 days. Testicular wet weight, testicular dry weight, concentration
of DNA levels, concentration of RNA levels, and sperms quantity in each group
were measured. Data were collected at the age of 70 days and were analyzed
using ANOVA test and Duncan test with 95% confidence interval (a=0.05).The
results show that tempe extract of 0.25 g/rat/day could decrease the concentration
of DNA levels and 0.5 g/rat/day increase the RNA levels and the sperm quantity.
Keywords: dna, rna, male rats, tempe extract
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan
pada
Fakultas Kedokteran Hewan
PERAN EKSTRAK ETANOL TEMPE TERHADAP KADAR
DNA DAN RNA TESTIS TIKUS USIA 70 HARI
ERLANDA SATRIA
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2014 ini ialah
fitoesterogen, dengan judul Peran Ekstrak Tempe Terhadap Kadar DNA dan RNA
Testis Tikus Usia 70 Hari.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr Drh Aryani Sismin
Satyaningtijas, MSc dan Dr Dra Nastiti Kusumorini (almh) selaku dosen
pembimbing yang telah membimbing penulis selama penelitian dan penulisan
skripsi ini. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof Dr Drh Tutik
Wresdiyati, MS, PAVet selaku dosen pembimbing akademik yang telah
membimbing dan memberi nasihat positif, serta kepada Ibu Sri, Ibu Ida, Pak
Dikdik, dan Pak Gholib yang telah banyak membantu dalam penelitian ini.
Penulis juga mengucapkan terima kasih terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada ayahanda Kadiman Datuak Simarajo Nan Kayo, ibunda Nurfayeni, S.Pd
serta seluruh keluarga tercinta, atas segala doa dan kasih sayangnya. Penghargaan
penulis sampaikan kepada teman satu penelitian Nurul Chotimah, Ghina Indriani,
Retno Tegarsih, Roro Ambarwati, Nur Hasreena, Firman Eka P, Alfonsa, dan
Agung yang telah banyak membantu selama pengumpulan data, dan teman-teman
Acromion.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat
kekurangan, namun penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat.
Bogor, Juni 2015
Erlanda Satria
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 1
Manfaat Penelitian 1
TINJAUAN PUSTAKA 2
Reproduksi Jantan 2
Tempe sebagai Sumber Fitoestrogen 2
METODE 3
Tempat dan Waktu Penelitian 3
Alat dan Bahan 3
Persiapan Penelitian 3
Prosedur Penelitian 3
Metode Pengambilan Data Reproduksi 4
Parameter yang Diamati dan Teknik Pengukuran 4
Analisis Statistik 6
HASIL DAN PEMBAHASAN 6
Peran Ekstrak Tempe Terhadap Kinerja Organ Testis dan Sperma Tikus
Usia 70 Hari 6
SIMPULAN DAN SARAN 9
Simpulan 9
Saran 9
DAFTAR PUSTAKA 9
RIWAYAT HIDUP 12
LAMPIRAN 13
DAFTAR TABEL
Pengaruh ekstrak tempe saat prapubertas terhadap bobot basah testis,
bobot kering testis, konsentrasi DNA dan RNA testis, serta jumlah
spermatozoa tikus usia 70 hari 7
Lampiran 13
DAFTAR GAMBAR
Bagan Prosedur Penelitian 2
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tempe merupakan makanan yang terbuat dari biji kedelai dan beberapa
bahan lain yang diproses melalui fermentasi (BSN 2012). Tempe mengandung
protein, lemak, karbohidrat, kalsium, vitamin, mineral, dan fitoestrogen.
Fitoestrogen merupakan zat yang terkandung dalam kelompok tanaman, baik biji-
bijian, kacang-kacangan, sayuran, dan buah-buahan yang memiliki sifat
menyerupai hormon estrogen atau dapat berinteraksi dengan reseptor estrogen
(Biben 2012). Ekstrak etanol tempe adalah serbuk yang didapatkan dari tempe
yang sudah diekstrak dengan pelarut etanol. Penelitian terdahulu melaporkan
bahwa satu gram (g) ekstrak tempe diekstrak dari 22.2 g tempe menggunakan
pelarut etanol dengan perbandingan satu banding tiga (Puspitasari 2013).
Estrogen merupakan hormon yang turut berperan dalam perkembangan
reproduksi. Reseptor estrogen banyak ditemukan di dalam testis, duktus eferen,
dan epididimis (Hess 2003). Reseptor estrogen dalam jaringan tubuh dibagi
menjadi dua kelompok berdasarkan tempat distribusinya, yaitu reseptor estrogen α
(REα) dan reseptor estrogen β (REβ). REα lebih banyak terdistribusi pada
jaringan penyusun organ reproduksi seperti pada jaringan reproduksi, ginjal,
tulang, jaringan adipose putih, dan hati. Sedangkan REβ lebih terdistribusi di luar
jaringan reproduksi seperti pada prostat, paru, saluran pencernaan, kandung
kemih, sel-sel hematopoietik, dan sistem saraf pusat (Matthews dan Gustafsson
2003). Testis merupakan organ yang paling berperan dalam sistem reproduksi
hewan jantan. Testis terdiri atas sel Sertoli yang berfungsi dalam produksi
spermatozoa dan sel Leydig yang berfungsi dalam menghasilkan hormon
testosteron (Saputra dan Dwisang 2010).
Penelitian sebelumnya melaporkan bahwa ekstrak tempe dengan dosis
pemberian 0,25 g/ekor/hari pada anak tikus jantan usia lepas sapih dapat
menaikkan kadar Ribonucleic Acid (RNA) testis namun tidak berpengaruh pada
kadar testosteron plasma serta Deoxyribonucleic Acid (DNA) testis anak tikus
jantan usia lepas sapih (Yassin 2014). Penelitian ini akan dilakukan untuk melihat
efek fitoestrogen yang terkandung dalam ekstrak tempe dengan dosis 0,25
g/ekor/hari dan 0,5 g/ekor/hari terhadap organ testis anak tikus usia lepas sapih.
Hipotesis dari penelitian ini adalah pemberian ekstrak tempe dosis 0.25
g/ekor/hari dan 0.5 g/ekor/hari akan meningkatkan kinerja reproduksi tikus jantan.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh kinerja 0.25 g/ekor/hari
dan 0.5 g/ekor/hari ekstrak tempe yang mengandung fitoestrogen pada kinerja
reproduksi tikus Rattus norvegicus usia 70 hari meliputi bobot testis, kadar DNA
dan RNA, dan konsentrasi spermatozoa.
2
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi tentang efektivitas
dosis yang berbeda dari fitoesterogen terhadap kadar DNA dan RNA testis tikus
pada usia 70 hari.
TINJAUAN PUSTAKA
Reproduksi Jantan
Testosteron adalah hormon utama testis yang disintesis oleh sel Leydig dan
juga terbentuk dari sekresi kelenjar adrenal. Testosteron berfungsi dalam
membentuk dan mempertahankan sifat kelamin sekunder pada jantan dan
mempertahankan spermatogenesis bersama dengan FSH Follicle-stimulating
hormone (FSH) (Ganong 1995).
DNA merupakan unit paling kecil yang terdapat dalam sel organisme
hidup termasuk pada sel-sel yang terdapat pada testis. DNA bersama dengan
protein dan molekul RNA terdapat dalam inti sel dan saling berikatan membentuk
kromosom yang merupakan komponen yang penting dalam semua makhluk hidup
(Muladno 2002). Peningkatan kadar DNA menggambarkan adanya peningkatan
mitosis sel atau proliferasi sel sedangkan konsentrasi RNA merupakan indikator
aktivitas dari sintesis protein di sel (Guyton dan Hall 1997) yang pada akhirnya
akan berdampak pada bobot dan ukuran organ sebagai indikator kuantitatif
produksi spermatozoa serta DNA dan RNA testis (Melo 2010).
Penurunan kadar hormon FSH dan testosteron menyebabkan gangguan
terhadap perkembangan bobot testis sehingga berdampak pada gangguan proses
spermatogenesis (Wahyuni 2012). Penurunan bobot testis dapat menjadi indikator
awal penurunan kadar hormon FSH dan testosteron (Fatkhawati 2007).
Tempe sebagai Sumber Fitoestrogen
Fitoestrogen merupakan suatu substrat dari tumbuhan yang memiliki
aktivitas mirip estrogen (Glover dan Assinder 2006). Selanjutnya menurut
Jefferson et al. (2002), fitoestrogen merupakan dekomposisi alami yang
ditemukan pada tumbuhan dan memiliki banyak kesamaan dengan estradiol,
bentuk alami estrogen yang paling poten. Fitoestrogen yang terdapat dalam
kedelai termasuk kelompok isoflavon yang paling banyak diteliti (Biben 2012).
Kandungan isoflavon pada kedelai berkisar 2-4 mg/g kedelai (Synder dan Kwon
1987). Senyawa isoflavon tersebut pada umumnya berupa senyawa kompleks atau
konjugasi dengan senyawa ikatan glukosa. Selama proses pengolahan, baik
melalui proses fermentasi maupun proses non-fermentasi, senyawa isoflavon
dapat mengalami transformasi, terutama melalui proses hidrolisa, sehingga dapat
diperoleh senyawa-senyawa isoflavon bebas yang dapat berupa genistein,
glisetein, dan daidzein (Rishi 2002). Genistein dan daidzein terdapat pada semua
makanan asal kedelai sebagai bentuk tidak terkonjugasi (aglikon) atau sebagai
bentuk terkonjugasi (glikosida) (Setchell 1998). Glikosida-glikosida ini siap
3
dihidrolisa menjadi aglikon yang aktif secara estrogenik sebagai hasil proses dan
pengolahan kedelai atau sebagai hasil metabolisme mikroflora usus (Setchell
1998).
METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di kandang Unit Pengelola Hewan Laboratorium
dan Laboratorium Bagian Fisiologi, Departemen Anatomi, Fisiologi, dan
Farmakologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor pada bulan
Februari 2014 sampai dengan bulan Januari 2015.
Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian adalah kandang tikus berpenutup
kawat kasa, timbangan Triple Beam Balance, alat sentrifugasi darah, spoit 3 ml,
spoid 1 ml, mortar, stamper, sonde lambung, tabung reaksi, tabung ependorf,
timbangan analitik, alat bedah tikus, peralatan bedah (skalpel, pinset, gunting), pot
organ, kamar hitung Neubauer chamber , mikroskop, pipet tetes, dan tisu. Bahan
yang digunakan dalam penelitian adalah ekstrak tempe yang diekstraksi etanol
70%, hewan coba yaitu 9 ekor tikus Rattus norvegicus galur Sparague Dawley
jantan ,larutan NaCl fisiologis (0,9%), Normal Buffered Formaldehide, larutan
eter, dan akuades. Dalam pengujian kadar RNA digunakan TCA 5%, KOH 1 N,
H2O, HCl 1 N, FeCl3 0,1%, orcinol dan standar RNA. Dalam pengujian kadar
DNA digunakan TCA 5%, P-nitrofenilhidrazin, n-butilasetat, NaOH 2 N, dan
Geomic DNA Mini Kit (Tissue).
Persiapan Penelitian
Hewan coba
Hewan yang digunakan dalam penelitian adalah tikus Rattus norvegicus
mulai berumur 21 hari. Tikus dipelihara di kandang Unit Pengelola Hewan
Laboratorium, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.
Pemeliharaan dilakukan menggunakan kandang berukuran 30 x 20 x 12 cm,
berbahan plastik, dan berpenutup kawat kasa pada bagian atasnya. Setiap kandang
dialasi dengan sekam yang diganti secara periodik. Pakan dan air minum
diberikan ad libitum.
Ekstrak tempe
Sumber fitoestrogen yang digunakan dalam penelitian berasal dari tempe
yang diekstrak oleh etanol 70% di Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik
(Balitro). Setiap 100 g ekstrak tempe mengandung 87.55 mg isoflavon yang
terdiri atas 83.30 mg daidzein dan 4.25 mg genestein.
4
Prosedur Penelitian
Sembilan ekor tikus jantan lepas sapih berumur 21 hari dibagi menjadi tiga
kelompok, yaitu kelompok kontrol yang tidak diberi ekstrak tempe, kelompok
perlakuan yang diberi ekstrak tempe 0,25 g/ekor/hari, dan kelompok perlakuan
yang diberi ekstrak tempe 0,5 g/ekor/hari, masing-masing kelompok terdiri dari
tiga ekor. Ekstrak tempe diberikan secara force feeding menggunakan sonde
lambung setiap hari selama 28 hari. Pengelompokan hewan coba disajikan pada
Gambar 1.
Metode Pengambilan Data Reproduksi
Tikus dinekropsi dengan membuka rongga perut untuk mencapai organ
reproduksi. Kauda epididimis dipreparir dan diambil dari rongga perut untuk
penetapan konsentrasi spermatozoa. Testis kemudian dipreparir dan dikeluarkan
dari rongga perut untuk penetapan bobot organ reproduksi.
Parameter yang Diamati dan Teknik Pengukuran
Bobot testis
Bobot testis tikus diukur setelah dilakukan nekropsi dengan menggunakan
timbangan. Testis yang telah dikeluarkan dari rongga perut kemudian ditimbang
Gambar 1 Bagan Prosedur Penelitian
Koleksi sampel (testis)
Diukur bobot basah testis, konsentrasi
spermatozoa, bobot kering testis, kadar
DNA dan RNA testis
Perlakuan (P) dicekok ekstrak
tempe 0.25 g/kg BB/hari
selama 49 hari
Kontrol ( K )
3 ekor Perlakuan (p) dicekok ekstrak
tempe 0.5 g/kg BB/hari
selama 49 hari
Tikus jantan usia lepas sapih
(21 hari): 9 ekor
Tikus jantan usia lepas sapih
(21 hari): 9 ekor
Tikus jantan usia lepas sapih
(21 hari): 9 ekor Tikus jantan usia lepas sapih
(21 hari): 9 ekor
Tikus jantan usia lepas sapih
(21 hari): 9 ekor
Perlakuan (P) dicekok ekstrak
tempe 0.25 g/kg BB/hari
selama 49 hari
Perlakuan (p) dicekok ekstrak
tempe 0.5 g/kg BB/hari
selama 49 hari
Tikus jantan usia lepas sapih
(21 hari): 9 ekor
Usia 70 hari
3 ekor
Perlakuan (P) dicekok ekstrak
tempe 0.25 g/ekor/hari
selama 28 hari
Perlakuan (p) dicekok ekstrak
tempe 0.5 g/ekor/hari selama
28 hari
Kontrol ( K )
3 ekor
Tikus jantan usia lepas sapih
(21 hari): 9 ekor
5
menggunakan timbangan analitik. Bobot testis yang didapat dinyatakan sebagai
bobot basah testis dengan satuan gram. Bobot kering testis didapatkan setelah
dilakukan pengeringan testis.
Kadar DNA organ
Metode pengujian konsentrasi DNA dilakukan menggunakan Genomic
DNA Mini Kit (Tissue) (2008) dengan mengikuti instruksi prosedur perusahaan
Geneaid (PT Genetika Science Indonesia). Testis dikeringkan di oven untuk
mendapatkan ekstraksi sampel pada suhu (50–60) ºC, digerus kemudian langsung
dimasukkan ke tabung reaksi. Selanjutnya ditambahkan TCA 5% lalu ditutup dan
dimasukkan ke dalam penangas air selama 20 menit. Sampel lalu didinginkan
selama 5 menit dan dihomogenkan dengan alat sentrifugasi pada kecepatan 1500
rpm selama 20 menit. Supernatan dipisahkan dan pelet yang diperoleh diekstraksi
ulang seperti tata cara di atas. Supernatan hasil ekstraksi pertama dan kedua
dicampur, kemudian diencerkan sampai volume 15 ml dengan TCA 5% dan
disimpan dalam refrigerator 10 ºC selama 24 jam. Selanjutnya dilakukan
pewarnaan dan pengujian konsentrasi DNA menggunakan Genomic DNA Mini Kit
(Tissue). Konsentrasi DNA dibaca menggunakan spektrofotometer U-2001 Merk
Hitachi 560 slit 0.03 pada panjang gelombang 260 µm dan 280 µm yang
dipanaskan terlebih dahulu selama 15 menit sebelum digunakan. Konsentrasi
kadar DNA dinyatakan dalam satuan miligram per gram sampel.
Kadar RNA organ
Metode penentuan kadar RNA dilakukan berdasarkan metode yang
dimodifikasi oleh Manalu dan Sumaryadi (1998).Ekstraksi sampel dilakukan
dengan mengeringkan testis di oven pada suhu (50–60) ºC dan digerus kemudian
langsung dimasukkan ke tabung reaksi. Sebanyak 1 ml KOH 1 N ditambahkan
pada setiap sampel dan diletakkan pada penangas air 37ºC selama 5 jam.
Selanjutnya tabung reaksi ditempatkan dalam wadah yang berisi es dan
ditambahkan 100 µl HCl 6 N. Dalam tempat yang sama, 5 ml TCA 5%
ditambahkan sehingga terbentuk larutan putih keruh. Larutan ini kemudian
disentrifugasi dengan kecepatan 2500 rpm selama 10 menit. Supernatan
dituangkan pada tabung 15 ml dan disimpan. Pelet yang diperoleh diekstraksi
ulang dengan 5 ml TCA 5% dan kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 2500
rpm selama 15 menit. Supernatan hasil ekstraksi pertama dan kedua kemudian
diencerkan sampai volume 15 ml dengan TCA 5%. Selanjutnya dilakukan
pewarnaan dan pengujian kadar RNA dengan mempersiapkan tabung reaksi yang
dilabel untuk blank, standar, dan sampel. Masing–masing tabung reaksi diisi
reagan FeCl3 0.1 % dan 100 µl orcinol 10.75% hingga akan berwarna kuning.
Selanjutnya semua tabung ditutup dengan aluminium foil dan diletakkan
pada penangas air selama 30 menit. Pemanasan diusahakan merata untuk setiap
tabung sehingga larutan akan berwarna hijau. Konsentrasi RNA dalam tabung
dibaca dengan spektrofotometer U-2001 Merk Hitachi 670 µm. Konsentrasi kadar
RNA dinyatakan dalam satuan miligram per gram sampel.
Jumlah spermatozoa
Jumlah didapat dengan melakukan pengenceran spermatozoa pada kauda
epididimis yang telah didapat dengan NaCl fisiologis 0.9%. Salah satu kauda
6
epididimis dihancurkan di dalam mortar setelah diberi 1 ml NaCl fisiologis 0.9%,
kemudian diambil menggunakan pipet leukosit sampai skala 1 dan ditambahkan
dengan NaCl fisiologis 0.9% sampai skala 11, lalu diletakkan pada kamar hitung
Neubauer chamber dan diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran 40x10.
Jumlah spermatozoa pada sampel kemudian dihitung pada 4 kamar besar dimana
setiap kamar memiliki volume 10/4 mm3. Sehingga jumlah spermatozoa dapat
dihitung dengan rumus:
Keterangan: Faktor pengenceran= 10
Analisis Statistik
Hasil parameter yang telah diukur dinyatakan dalam rataan ± simpangan
baku. Perbedaan antar kelompok perlakuan diuji secara statistika dengan uji
ANOVA dan dilanjutkan dengan uji Duncan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Peran Ekstrak Tempe Terhadap Kinerja Organ Testis dan Sperma Tikus
Usia 70 Hari
Estrogen memegang peranan yang penting pada fungsi reproduksi jantan
dan fertilitas. Testis beberapa mamalia memproduksi sejumlah estrogen yang
signifikan melalui suatu proses yang diperantarai oleh enzim aromatase. Kadar
mRNA untuk aromatase pada tikus lebih tinggi pada sel sertoli tikus jantan usia
20 hari dibandingkan dengan tikus usia 10 dan 30 hari, sedangkan pada tikus
dewasa aromatase transkip tidak terdeteksi di sel sertoli. Kadar enzim aromatase
pada sel Leydig dan sel spermatosit lebih tinggi dibandingkan dengan kadarnya
pada sel spermatid ( Royer et al. 2011). Sel sertoli adalah penghasil utama
estrogen pada hewan muda, pada hewan dewasa sel Leydig dan sel germinal juga
menghasilkan hormon erstrogen. Esterogen ini berinteraksi dengan reseptor klasik
nuklear esterogen yang disebut sebagai ERα dan ERβ. Pemberian estrogen alami
salah satunya berbentuk fitoestrogen, Fitoestrogen dapat bersifat sebagai substrat
androgenik dan dapat bersifat sebagai antiandrogenik. Efek antiandrogenik
fitoestrogen ini dapat menghambat sekresi Luteinising Hormone (LH) pada
hipofisis, yang berakibat penurunan konsentrasi sekresi testosteron pada sel
Leydig (Royer et al. 2011)
Peran ekstrak tempe dengan dosis 0.25 g/ekor/hari dan 0.5 g/ekor/hari
terhadap bobot basah testis, bobot kering testis, konsentrasi DNA dan RNA, serta
jumlah spermatozoa tikus usia 70 hari dapat dilihat pada Tabel 1 Hasil yang
diberikan merupakan rataan ± SD.
Jumlah spermatozoa = Jumlah spermatozoa setiap kamar x Faktor pengenceran x
Volume setiap kamar
7
Tabel 1 Pengaruh ekstrak tempe saat prapubertas terhadap bobot basah testis, bobot kering testis,
kadar DNA dan RNA testis, serta jumlah spermatozoa tikus usia 70 hari.
Parameter Kelompok
Kontrol 0.25 0.5
Bobot basah testis (g) 2.10±0.41 2.46±0.32 2.10±0.42
Bobot Kering testis (g) 0.30±0.04 0.33±0.03 0.30±0.06
Kadar DNA tesis /g 16.67±1.86b 12.07±1.11
a 15.45±1.18
b
Kadar RNA testis /g 49.20±1.86ab
47.32±2.47a 56.23±5.75
b
Jumlah Spermatozoa 106 1.35±0.57
a 2.95±1.09
ab 12.30±5.02
b
a,b Superscript berbeda pada baris yang sama menunjukkan nilai berbeda nyata pada taraf uji 5% .
Berdasarkan hasil analisis statistik, pengukuran bobot basah dan bobot
kering testis tikus usia 70 hari kelompok kontrol dan kelompok perlakuan tidak
menunjukkan adanya perbedaan. Namun pemberian ekstrak tempe dosis 0.25
g/ekor/hari cenderung meningkatkan bobot testis dibandingkan dengan kelompok
kontrol dan kelompok dosis 0.5 g/ekor/hari. Tikus mencapai pubertas pada usia
40-60 hari (Smith dan Mangkoewidjojo 1998). Organ reproduksi sudah
berkembang sempurna ketika mencapai usia pubertas, artinya pemberian ekstrak
tempe pada usia 70 hari tidak mempengaruhi bobot testis. Hal ini sesuai dengan
penelitian yang dilakukan oleh Chotimah (2014) bahwa perlakuan dosis 0.5
g/ekor/hari pada usia 56 hari bobot testis tidak mengalami peningkatan. Penelitian
lain menyatakan bahwa pemberian kedelai matang sebanyak 0.05-0.15 mg/120 g
BB pada tikus selama 3 bulan pertama dapat meningkatkan bobot dan diameter
testis secara signifikan (Serag El Din et al. 2011)
Kadar DNA merupakan gambaran dari terjadinya proliferasi sel, pada
penelitian ini konsentrasi kadar DNA kelompok tikus perlakuan dosis 0.25
g/ekor/hari lebih sedikit dibanding dengan kelompok tikus kontrol dan kelompok
tikus perlakuan dosis 0.5 g/ekor/hari (P<0.05). Fitoestrogen mampu berikatan
dengan reseptor estrogen (RE), dengan sifatnya yang agonis ataupun antagonis
(Winarsi 2005). Perlakuan dosis pemberian fitoestrogen sebanyak 0.25 g/ekor/hari
menunjukkan mekanisme feedback negatif atau antagonis terhadap reseptor
estrogen. Konsentrasi kadar DNA tikus kelompok kontrol dan tikus kelompok
perlakuan dosis 0.5 g/ekor/hari tidak berbeda. Hasil ini sejalan dengan bobot testis
tikus yang tidak mengalami peningkatan dengan pemberian ekstrak tempe dosis
0.25 g/ekor/hari dan 0.5 g/ekor/hari. Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh
Tegarsih (2014) melaporkan bahwa perlakuan dosis 0.5 g/ekor/hari cenderung
tidak berpengaruh terhadap konsentrasi DNA ketika tikus berusia 56 hari.
Analisis RNA dilakukan untuk mengetahui terjadinya proses aktivitas
sintesis sel atau akitivitas enzimatisnya. Penurunan kadar RNA menyebabkan
penurunan aktivitas sintesis protein dalam sel yang menyebabkan berkurangnya
hormon testosteron dalam sel Leydig. Menurut Payne dan Hales (2004),
progenitor dan sel Leydig yang belum matang mempunyai kapasitasi untuk
mengaktivasi mitotik, sedangkan sel Leydig yang sudah matang memiliki
kapasitasi penuh pada steroidogenik. Hasil analisis statistik konsentrasi kadar
RNA kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan dosis 0.25 g/ekor/hari tidak
berbeda. Kadar konsentrasi RNA pada kelompok perlakuan dosis 0.5 g/ekor/hari
lebih tinggi dibanding kelompok kontrol dan kelompok perlakuan dosis 0.25
g/ekor/hari (P<0.05). Kadar RNA menggambarkan aktifitas enzimatis dalam sel,
artinya pemberian ekstrak tempe pada dosis 0.25 g/ekor/hari dan 0.5 g/ekor/hari
8
menyebabkan peningkatan enzimatis. Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh
Tegarsih (2014) juga menyatakan bahwa perlakuan dosis 0.5 g/ekor/hari
menyebabkan peningkatan total kadar RNA pada usia 42 hari. Menurut
Dewantoro (2001), Peningkatan kadar RNA ini akan menggambarkan aktivitas
sintesis protein atau enzimatis dalam sel , kemungkinannya termasuk aktivitas
testis dalam proses spermatogenesis. Fungsi dari sintesis protein yang terjadi di
dalam sel terkait erat dengan perubahan konsentrasi RNA.
Spermatozoa di dalam kauda epididimis telah mengalami proses
pematangan sehingga dapat digunakan sebagai alternatif sumber spermatozoa
dalam penerapan aplikasi reproduksi. Kauda epididimis mengandung 75%
spermatozoa dari total spermatozoa dalam epididimis (Hafez dan Hafez 2000).
Jumlah spermatozoa yang diambil dari kauda epididimis tikus usia 70 hari
berbeda diantara kelompok kontrol , kelompok perlakuan dosis 0.25 g/ekor/hari,
dan kelompok perlakuan dosis 0.5 g/ekor/hari. Pemberian dosis ekstrak tempe
yang 0.5 g/ekor/hari menunjukkan jumlah spermatozoa paling tinggi. Jumlah
spermatozoa tikus bertambah seiring dengan aktifitas enzim yang ditandai dengan
peningkatan kadar RNA testis.
Ekstrak tempe yang bersifat estrogenik dapat bekerja terhadap sel-sel yang
terdapat pada testis karena dapat berikatan dengan reseptor esterogen. Reseptor
estrogen dalam jaringan tubuh dibagi menjadi dua kelompok berdasarkan tempat
distribusinya, yaitu reseptor estrogen α (REα) dan reseptor estrogen β (REβ). REα
lebih banyak terdistribusi pada jaringan penyusun organ reproduksi seperti pada
jaringan reproduksi, ginjal, tulang, jaringan adipose putih, dan hati. Sedangkan
REβ lebih terdistribusi di luar jaringan reproduksi seperti pada prostat, paru,
saluran pencernaan, kandung kemih, sel-sel hematopoietik, dan sistem saraf pusat
(Matthews dan Gustafsson 2003). Menurut Tanu (2005), ikatan antara isoflavon
dan reseptor estrogen lebih lemah dibandingkan dengan estrogen endogenous
sehingga dibutuhkan jumlah isoflavon yang relatif banyak untuk memperoleh efek
yang memadai seperti estrogen endogenous. Ikatan ekstrak tempe pada reseptor
estrogen diduga dapat berperan seperti estrogen. Estrogen berperan penting dalam
merangsang proliferasi sel Sertoli pada tikus jantan usia prapubertas. Estrogen
dapat memicu pertumbuhan yang berfungsi dalam metabolisme dan peningkatan
deposit lemak dalam jaringan subkutan. Estrogen juga dapat menyebabkan
peningkatan aktivitas osteoblastik sehingga mempercepat laju pertumbuhan
Guyton dan Hall 1997). Pribadi (2012) menyatakan bahwa substansi yang mirip
estrogen (purwoceng) dapat menyebabkan pertambahan bobot badan karena dapat
mempengaruhi proliferasi sel. Sel Sertoli berperan dalam proses spermatogenesis
khususnya perkembangan sel germinal yang merupakan target kerja hormon
androgen (Lucas et al. 2011). Astuti (2009) menyatakan bahwa pemberian tepung
kedelai kaya isoflavon dengan dosis isoflavon 1.5 mg/ekor/hari dapat
meningkatkan kualitas spermatozoa tikus jantan. Fertilitas tikus jantan dapat
terganggu karena kekurangan reseptor estrogen atau hormon aromatase.
Berdasarkan penelitian tersebut dapat dikatakan bahwa isoflavon dapat
mempengaruhi kualitas maupun kuantitas spermatozoa. Nagao et al. (2001) juga
menambahkan bahwa pemberian genestin dengan dosis 12.5, 25, 50, dan 100
mg/kg pada tikus jantan usia 1 hari tidak menyebabkan kelainan perkembangan
pada organ reproduksi. Penelitian lain menyatakan bahwa pemberian isoflavon
9
kedelai dapat menstimulasi aktivitas proliferasi sel Leydig selama masa
perkembangan (Sherrill et al. 2010)
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Pemberian ekstrak tempe dengan dosis 0.25 g/ekor/hari dan 0.5 g/ekor/hari
pada tikus jantan lepas sapih hingga prapubertas tidak berpengaruh terhadap bobot
basah dan bobot kering testis, namun menurunkan konsentrasi kadar DNA untuk
dosis 0.25 g/ekor/hari. Pemberian ekstrak tempe dengan dosis 0.5 g/ekor/hari
meningkatkan konsentrasi kadar RNA testis dan jumlah spermatozoa.
Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan dosis pemberian ekstrak
tempe lebih banyak dari 0.5 g/ekor/hari pada saat tikus jantan lepas sapih hingga
memasuki usia dewasa kelamin sehingga dapat diketahui secara pasti pengaruh
pemberian fitoestrogen yang terdapat dalam ekstrak tempe terhadap
perkembangan kinerja reproduksi.
DAFTAR PUSTAKA
Astuti S. 2009. Kualitas spermatozoa tikus jantan yang diberi tepung kedelai kaya
isoflavon. J Unpad [Majalah Kedokteran Bandung]. 41(4):180-186.
[BSN] Badan Standar Nasional. 2012. Tempe: Persembahan Indonesia untuk
Dunia. Jakarta (ID): Badan Standardisasi Nasional.
Biben HA. 2012. Fitoestrogen: Khasiat terhadap Sistem Reproduksi, Non
Reproduksi, dan Keamanan Penggunaan. Seminar Ilmiah.30 Maret 2012.
Chotimah N. 2014. Peran pemberian ekstrak tempe terhadap kinerja reproduksi
tikus jantan pada usia lepas sapih [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor
Dewantoro E. 2001. Rasb RNA/DNA, karakter morfometrik dan komposisi
daging ikan mas (Cyprinus carpio L.) strain sinyonya, karper kaca dan
hibridanya [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Fatkhawati I. 2007. Hubungan diameter testis dan epididymis terhadap kualitas
spermatozoa pada sapi [skripsi]. Malang (ID): Universitas Islam Negeri.
Ganong WF. 1995. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Widjajakusumah MD,
Irawati D, Siagian M, Moeloek D, Pendit BU, penerjemah; Widjajakusumah
MD, editor. Jakarta (ID): EGC. Terjemahan dari: Review of Medical
Physiology. Ed ke-17.
Glover A dan Assinder SJ. 2006. Acute exposure of adult male rats to dietary
phytoestrogen reduces fecundity and alters epididymal steroid hormon
receptor expression. J Endocrinol.189: 565-573.
10
Guyton AC dan Hall JE. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed ke-9.
Setiawan J, Tengadi KA, Santoso A, penerjemah; Setiawan I, editor. Jakarta
(ID): EGC.
Hafez HSE, Hafez B [editor]. 2000. Reproduction in Farm Animal. Ed ke-7.
USA: Lippincort Williams & Wilkins.
Hess RA. 2003. Estrogen in the Adult Male Reproductive Tract: a Review.
Reprod Biol Endocrinol. 1: 53.
Jefferson WN., Padilla-Banks E., Clark G., and Newbold R.R. 2002. Assessing
estrogenic activity of phytochemicals using transcriptional activation and
immature mouse uterotrophic responses. J Chromatog. B Analyt Technolog
Biomed Life Sci 777(1-2):179-189.
Lucas TFG, Pimenta MT, Pisolato R, Lazari MFM, Porto CS. 2011. 17β-estradiol
signalling and regulation of Sertoli cell function. Spermatogenesis. 1(4):
318-324.
Manalu W, Sumaryadi MY. 1998. Maternal serum progesterone concentration
during gestation and mammary gland growth and development at parturition
in Javanese thin-tail ewes with carrying a single or multiple fetuses. Small
Rum Res. 27:131-136.
Matthews J, Gustafsson J. 2003. Estrogen signaling: a subtle balance between
ERα and ERβ. Molecular intervention. 3(5): 281-292.
Melo et al. 2010. Patient with chronic myeloid leukimia who maintain a complete
molecular response after stopping imatinib treatment have evidence of
persistent leukimia by DNA PCR. J Blood Cancer 24 : 1719-1724.
Muladno. 2002. Teknologi Rekayasa Genetika. Bogor (ID): Pustaka Wirausaha
Muda.
Nagao T, Yoshimura S, Saito Y, Nakagomi M, Usumi K, Ono H. 2001.
Reproductive effects in male and female rats of neonatal exposure to
genistein.Reproductive Toxicology. 15(4): 399-411.
Payne AH, Hales DB. 2004. Overview of steroidogenic enzymes in the pathway
from cholesterol to active steroid hormones. Endocr Rev. 25:947-970.
Pribadi WA. 2012. Efektifitas ekstrak etanol purwoceng (Pimpinella alpina)
terhadap pertambahan bobot badan tikus betina bunting pada umur
kebuntingan 0 – 13 hari[skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Puspitasari N. 2013. Peran Ekstrak Tempe pada Tikus Jantan Usia Prapubertas
terhadap Perkembangan Reproduksi [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
Rishi RK. 2002. Phytoesterogen in health and illness. J Pharmacol 34:311-320.
Royer C, Lucas TFG, Lazari MFM, Porto CS. 2011. 17Beta-estradiol signaling
and regulation of proliferation and apoptosis of rat sertoli cell. Biol Repro
86(64):108, 1-13.
Saputra L dan Dwisang EL. 2010. Anatomi dan Fisiologi untuk Perawat dan
Paramedis Tangerang (ID): Binarupa Aksara Publisher.
Serag El Din OS, Batta H, Abd El Azim, Abd El Fattah N. 2011.Effect of soybean
on fertility of male and female albino rats.Journal of American Science.7(6).
Setchell KD. 1998. Phytoesterogen: the biochemistry, psyiology, and implication
for human health of soy isoflavones. Am. J Clin. Nutr. 68: 1333S-1346S.
Sherrill JD, Sparks M, Dennis J, Mansour M, Kemppainen BW, Bartol FF,
Morrison EE, Akingbemi BT. 2010. Developmental exposures of male rats
11
to soy isoflavones impact leydig cell differentiation. Biol Reprod. 83: 488-
501.
Smith, Mangkoewidjojo S.1998. Pemeliharaan, Pembiakan dan Penggunaan
Hewan Percobaan di Daerah Tropis Edisi I. Jakarta (ID): UI Press.
Synder HE dan Kwon TW. 1987. Soybean Utilization. New York (USA): Avi
Book.
Tanu I. 2005. Farmakologi dan Terapi. Ed ke-4. Jakarta (ID): Bagian
Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Tegarsih R. Peran ekstrak tempe terhadap kadar DNA dan RNA testis tikus usia
lepas sapih [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Wahyuni RS. 2012. Pengaruh isoflavon kedelai terhadap konsentrasi hormon
testosteron berat testis diameter tubulus seminiferus dan spermatogenesis
tikus putih jantan (Rattus norvegicus). [tesis]. Padang (ID): Universitas
Andalas.
Winarsi, 2005. Isoflavon, Berbagai Sumber, Sifat dan Manfaatnya pada Penyakit
Degeneratif. Yogyakarta (ID): UGM University Press.
Yassin RS. 2014. Peran pemberian ekstrak tempe pada anak tikus jantan usia pra
terhadap kadar testosteron serta konsentrasi DNA dan RNA testis [skripsi].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
12
RIWAYAT HIDUP
Penulis yang bernama lengkap Erlanda Satria merupakan anak kedua dari
tiga bersaudara dari pasangan Kadiman Datuak Simarajo Nan Kayo dan
Nurfayeni, S.Pd. Penulis dilahirkan di Rao-rao, 1 Februari 1993. Penulis
menyelesaikan pendidikan dasar di MIN Puncak Alai, menengah pertama di
MTsN Lawang mandahiling, dan menengah atas di SMA Negeri 1 Salimpaung.
Tahun 2010 diterima di Institut Pertanian Bogor dengan mayor Fakultas
Kedokteran Hewan melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama
menjadi mahasiswa, penulis pernah bergabung dengan Himpro Hewan
Kesayangan dan Satwa Akuatik.
13
LAMPIRAN
Descriptive
Parameter
Mean
Std. Deviation
Std. Error
95% Confidence Interval for Mean Minimum Maximum
Lower Bound
Upper Bound
Bobot Basah
0.5 2.09667 .416453 .240439 1.06214 3.13119 1.620 2.390
0.25 2.46000 .321870 .185831 1.66043 3.25957 2.160 2.800
Kontrol 2.09900 .412615 .238223 1.07401 3.12399 1.670 2.493
Total 2.21856 .380281 .126760 1.92625 2.51087 1.620 2.800
Bobot Kering
0.5 .30793 .061278 .035379 .15571 .46016 .238 .350
0.25 .33367 .026362 .015220 .26818 .39915 .318 .364
Kontrol .29953 .040538 .023404 .19883 .40023 .257 .337
Total .31371 .041959 .013986 .28146 .34596 .238 .364
DNA 0.5 15.44500 1.178846 .680607 12.51658 18.37342 14.250 16.607
0.25 12.06667 1.106771 .638995 9.31729 14.81604 10.867 13.048
Kontrol 16.67100 1.855505 1.071276 12.06167 21.28033 15.136 18.733
Total 14.72756 2.403933 .801311 12.87973 16.57538 10.867 18.733
RNA 0.5 56.22733 5.745115 3.316943 41.95568 70.49899 51.258 62.518
0.25 47.31967 2.475216 1.429067 41.17089 53.46844 45.549 50.148
Kontrol 49.19633 1.864415 1.076421 44.56487 53.82780 47.928 51.337
Total 50.91444 5.214421 1.738140 46.90629 54.92260 45.549 62.518
Test of Homogeneity of Variances
Parameter Levene Statistic df1 df2 Sig.
Bobot Basah .200 2 6 .824
Bobot Kering 1.764 2 6 .250
DNA .760 2 6 .508
RNA 2.524 2 6 .160
14
ANOVA
Parameter Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Bobot Basah Between Groups .262 2 .131 .880 .462
Within Groups .895 6 .149
Total 1.157 8
Bobot Kering Between Groups .002 2 .001 .467 .648
Within Groups .012 6 .002
Total .014 8
Kadar DNA Between Groups 34.116 2 17.058 8.448 .018
Within Groups 12.115 6 2.019
Total 46.231 8
RNA Between Groups 132.303 2 66.152 4.658 .060
Within Groups 85.218 6 14.203
Total 217.522 8
POST HOC TEST
Bobot Basah
Duncan
Perlakuan N
Subset for alpha = .05
1
0.5 3 2.09667
Kontrol 3 2.09900
0.25 3 2.46000
Sig. .307
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000.
Bobot Kering
Duncan
Perlakuan
N
Subset for alpha = .05
1
Kontrol 3 .29953
0.5 3 .30793
0.25 3 .33367
Sig. .404
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000.
15
DNA
Duncan
Perlakuan
Subset for alpha = .05
1 2
0.25 12.06667
0.5 15.44500
Kontrol 16.67100
Sig. 1.000 .331
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000.
RNA
Duncan
Perlakuan
Subset for alpha = .05
1 2
0.25 47.31967
Kontrol 49.19633 49.19633
0.5 56.22733
Sig. .564 .062
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000.
Spermatozoa
Descriptives
Perlakuan
N
Mean
Std. Deviation
Std. Error
95% Confidence Interval for Mean
Minimum
Maximum
Lower Bound Upper Bound
0.5 2 12.30000 5.020458 3.550000 32.80703 57.40703 8.750 15.850
0.25 2 2.95000 1.096016 .775000 -6.89731 12.79731 2.175 3.725
Kontrol 2 1.35000 .565685 .400000 -3.73248 6.43248 .950 1.750
Total 6 5.53333 5.773207 2.356902 -.52528 11.59194 .950 15.850
Test of Homogeneity of Variances
Sperma
Levene Statistic df1 df2 Sig.
18652285407522650.000
2 3 .000
16
ANOVA
Sperma
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 139.923 2 69.962 7.853 .064
Within Groups 26.726 3 8.909
Total 166.650 5
POST HOC TEST
Sperma
Duncan
Perlakuan N Subset for alpha = .05
1 2
Kontrol 2 1.35000
0.25 2 2.95000 2.95000
0.5 2 12.30000
Sig. .629 .052
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. A Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000.
15