Peran bank perkereditan rakyat syariah terhadap UMKM
-
Upload
rifkawardani -
Category
Documents
-
view
1.040 -
download
5
Transcript of Peran bank perkereditan rakyat syariah terhadap UMKM
BAB I
Pendahuluan
A. Latar Belakang
Upaya pengembangan dan pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM)
dewasa ini mendapat perhatian yang cukup besar dari berbagai pihak, baik pemerintah,
perbankan, swasta, lembaga swadaya masyarakat maupun lembaga-lembaga internasional.
Hal ini dilatarbelakangi oleh besarnya potensi UMKM yang perlu diefektifkan sebagai motor
penggerak perekonomian nasional setelah mengalami krisis ekonomi yang berkepanjangan.
Usaha mikro, kecil dan menengah merupakan perluasan pengertian usaha kecil dan
menengah (UKM). Usaha kecil dan menengah (UKM) merupakan salah satu bagian penting dari
perekonomian suatu negara ataupun daerah, tidak terkecuali di Indonesia. Sebagai gambaran,
kendati sumbangannya dalam output nasional (Product Domestic Regional Bruto /PDRB)
hanya 56,7% dan dalam ekspor nonmigas hanya 15 persen, namun UKM memberi kontribusi
sekitar 99% dalam jumlah badan usaha di Indonesia serta mempunyai andil 99,6% dalam
penyerapan tenaga kerja. Namun, dalam kenyataannya selama ini UKM kurang
mendapatkan perhatian. Dapat dikatakan bahwa kesadaran akan pentingnya UKM dapat
dikatakan barulah muncul belakangan ini saja.
Peran UMKM dalam perekonomian domestik semakin meningkat terutama setelah
krisis 1997. Di saat perbankan menghadapi kesulitan untuk mencari debitur yang tidak
bermasalah, UMKM menjadi alternatif penyaluran kredit perbankan.
1
Hasil penelitian Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2009, UMKM (kurang lebih 52 juta
unit) mendominasi lebih dari 90% total unit usaha dan menyerap angkatan kerja dengan
prosentase yang hampir sama. Data BPS juga memperkirakan 55,6% Product Domestic
Bruto (PDB) bersumber dari unit usaha ini dan menyumbang hampir 17% dari ekspor barang
Indonesia. Ditinjau dari reputasi kreditnya, UMKM juga mempunyai prestasi yang cukup
membanggakan dengan tingkat kemacetan kredit yang relatif kecil. Pada akhir 2009, kredit
bermasalah (Non Performing Loan/NPL) gross sebesar 3,8%, penyumbang NPL terbesar
adalah sector UMKM.
Kondisi tersebut mencerminkan bahwa pemberian kredit ke UMKM merupakan salah
satu upaya dalam rangka penyebaran risiko perbankan, sementara suku bunga kredit UMKM
sesuai dengan tingkat bunga pasar sehingga bank akan mempunyai margin yang cukup. Sektor ini
mempunyai ketahanan yang relatif lebih baik dibandingkan dengan usaha besar karena kurangnya
ketergantungan pada bahan baku impor dan potensi pasar yang tinggi mengingat harga produk yang
dihasilkan relatif rendah sehingga terjangkau oleh golongan ekonomi lemah. Namun demikian,
UMKM juga mempunyai karakteristik pembiayaan yang unik, yakni diperlukannya ketersediaan
dana pada saat ini, jumlah dan sasaran yang tepat, prosedur yang relatif sederhana, adanya
kemudahan akses ke sumber pembiayaan serta perlunya program pendampingan (technical
assistance).
Salah satu jalan yang dipakai untuk melaksanakan sistem ekonomi Islam adalah
dengan diberikannya kesempatan bagi pengelola bank dan masyarakat untuk melaksanakan
sistem perbankan yang berdasatkan syariat Islam, yaitu sistem Perbankan syariah. Sistem
perbankan syariah merupakan solusi bagi umat Islam dalam menghadapi perbankan konvensional
yang dijalankan selama ini.
2
Ummat Islam merupakan umat mayoritas yang ada di Indonesia. Sistem perbankan yang
ada selama ini dianggap kurang “islami” karena masih mengandung unsur riba bagi sebagian
umat Islam. Sementara riba dianggap hal yang haram dan dilarang oleh Allah SWT. Dalam
memenuhi kebutuhannya, seseorang kadangkala tidak memiliki uang atau dana yang cukup. Untuk
itu salah satu cara yang ditempuh adalah dengan mengajukan permohonan kredit. Namun secara
konvensional, bank telah menetapkan sejumlah tertentu yang harus dibayar oleh kreditur secara
berkala, misalnya 5% perbulan. Hal ini telah lama berlaku di Indonesia hingga timbulnya UU No.
10 Tahun 1998 tentang Perbankan yang memberikan kesempatan kepada umat Islam untuk
melakukan kegiatan perbankan dengan sistem syariah.
BPR syariah adalah salah satu jenis bank yang diizinkan beroperasi dengan sistem syariah di
Indonesia. Dalam sistem perbankan nasional, BPR (Bank Perkreditan Rakyat) Syariah adalah bank
yang didirikan untuk melayani usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Sektor UMKM ini
yang menjadikan BPR syariah berbeda pangsa pasarnya dengan Bank Umum atau Bank Umum
Syariah. Perkembangan industry BPRS dari tahun ke tahun menunjukkan hal yang cukup baik.
Hampir seluruh indikator keuangan menunjukan pertumbuhan positif walaupun petumbuhan di
tahun 2009 mengalami penurunan dari tahun-tahun sebelumnya.
Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) sebagai sektor yang lekat dengan perbankan
syariah tetap menjadi prioritas penyaluran dana perbankan syariah, hal ini tercermin pada alokasi
pembiayaan baik modal kerja maupun investasi ke sektor tersebut yang mencapai Rp.47,17 triliun
dengan porsi 77,37% dari total PYD bank umum dan unit usaha syariah. Dominasi pembiayaan
kepada sektor UMKM ini tidak mengherankan mengingat nature bank syariah yang dekat ke
UMKM dan potensi pasar sektor tersebut terbesar dan tersebar diseluruh pelosok tanah air.
3
Gambar 1.1. Pembiayaan UMKM oleh Perbankan Syariah
Sumber: Bank Indonesia
Sejalan dengan pertumbuhan PYD yang meningkat, laju pertumbuhan pembiayaan (modal
kerja dan investasi) sektor UMKM juga meningkat pesat dari 19,86% (yoy) pada September 2009
menjadi 44,81% per September 2010. Peningkatan laju pertumbuhanpembiayaan sektor UMKM
sejalan dengan program pemerintah yang semakin memberikan kemudahan pada sektor UMKM
untuk semakin berkembang.
Penyaluran pembiayaan kepada nasabah UMKM dapat dilakukan secara langsung maupun
dengan cara bermitra (linkage program) dengan lembaga keuangan lain seperti BPRS dan koperasi.
Linkage program ini bisa dilakukan melalui skema channeling, executing, atau joint financing.
Disamping itu bank syariah juga menjadi agen pemerintah untuk kredit program bagi nasabah
UMKM seperti Kredit Usaha Kecil (KUK), Kredit Usaha Tani (KUT), dan Kredit Usaha Rakyat
4
(KUR). Dengan demikian diharapkan potensi nasabah UMKM dapat tergarap merata.
Selain itu, dukungan BPRS dalam menyalurkan pembiayaan UMKM semakin kuat seiring
dengan peningkatan jumlah BPRS yang beroperasi di sebagian wilayah nusantara. Per September
2010 jumlah BPRS telah mencapai 146 BPRS, dimana 8 BPRS diantaranya baru beroperasi tahun
ini yaitu BPRS Gunung Slamet, BPRS Amanah Insan Cita, BPRS Artha Pamenang, BPRS Mitra
Harmoni Yogyakarta, BPRS Rahmania Dana Sejahtera, BPRS Rahma Syariah, BPRS Mitra
Harmoni Kota Semarang, BPRS AR Raihan. Total pembiayaan yang disalurkan BPRS bertumbuh
24,76% dengan nilai nominal sebesar Rp.1,98 trilyun dimana 56% diantaranya merupakan
pembiayaan kepada UMKM.
Sedangkan perkembangan lain yang cukup menggembirakan adalah meningkatnya volume
usaha BPRS sebesar 18,84% sehingga total assetnya per September 2010 mencapai Rp.2,52 trilyun
dengan intermediasi yang berfungsi baik tercermin dari rasio Financing to Deposit (FDR) sampai
dengan September 2010 telah mencapai 135,82%. Selain itu kualitas pembiayaan BPRS pada
periode yang sama cenderung membaik dimana rasio NPF net sebesar 6,12%, atau lebih rendah
dibandingkan pada periode yang sama tahun 2009 sebesar 6,65%.
Tabel 1.1 Profil Keuangan BPRS
S
umber: Bank Indonesia
5
Dengan adanya produk-produk perbankan syariah ini maka dapat memberikan
kesempatan bagi umat Islam untuk meningkatkan perekonomian serta menjalankan sistem
perekonomian Islam yang sesuai dengan Al-Qur’an dan Sunnah rasul. Berdasarkan latar belakang di
atas, maka penulis melakukan penelitian dengan judul: “Peran Pembiayaan Bank Perkreditan Rakyat
Syariah (BPRS) Dalam Mengembangkan UMKM”.
B. Perumusan Masalah
1. Bagaimana peran BPRS dalam mengembangkan UMKM?
2. Bagaimana peran BPRS dalam pengaturan pembiayaan UMKM?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui peran BPRS dalam mengembangkan UMKM
2. Untuk mengetahui peran BPRS dalam pengaturan pembiayaan UMKM
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini, yaitu:
a) Secara teoritis
Penulisan ini sebagai bentuk penambahan literatur terhadap pengembangan ilmu pengetahuan
khususnya pengetahuan tentang hal-hal yang berhubungan pemberian kredit perbankan
berdasarkan prinsip syariah.
6
b) Secara praktis
Secara praktis hendaknya hasil dari penelitian ini dapat memberikan jalan keluar bagi
seluruh pihak yang berkepentingan dengan pemberian kredit perbankan dengan system
syariah.
7
BAB II
Tinjauan Pustaka
A. Landasan Teori
A.1. Bank Perkreditan Rakyat Syariah
A.1.1. Pengertian Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Syariah
Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPR-Syariah) adalah salah satu lembaga keuangan
perbankan syariah, yang pola operasionalnya mengikuti prinsip–prinsip syariah ataupun
muamalah islam.
BPRS berdiri berdasarkan UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan dan Peraturan
Pemerintah (PP) No. 72 Tahun 1992 tentang Bank Berdasarkan Prinsip Bagi Hasil. Pada
pasal 1 (butir 4) UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas UU No.7 Tahun 1992
tentang Perbankan, disebutkan bahwa BPRS adalah bank yang melaksanakan kegiatan
usaha berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam
lalu lintas pembayaran.
BPR yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah selanjutnya diatur
menurut Surat Keputusan Direktur Bank Indonesia No. 32/36/KEP/DIR/1999 tanggal 12
Mei 1999 tentang Bank Perkreditan Rakyat Berdasarkan Prinsip Syariah. Dalam hal ini,
secara teknis BPR Syariah bisa diartikan sebagai lembaga keuangan sebagaimana BPR
konvensional, yang operasinya menggunakan prinsip-prinsip syariah terutama bagi hasil.
8
A.1.2. Sejarah Perkembangan
Istilah Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dikenalkan pertama kali oleh Bank Rakyat
Indonesia (BRI) pada akhir tahun 1977, ketika BRI mulai menjalankan tugasnya sebagai
Bank pembina lumbung desa, bank pasar, bank desa, bank pegawai dan bank-bank sejenis
lainnya. Pada masa pembinaan yang dilakukan oleh BRI, seluruh bank tersebut diberi nama
Bank Perkreditan Rakyat (BPR).
Menurut Keppres No. 38 tahun 1988 yang dimaksud dengan Bank Perkreditan Rakyat
(BPR) adalah jenis bank yang tercantum dalam ayat (1) pasal 4 UU. No. 14 tahun 1967
yang meliputi bank desa, lumbung desa, bank pasar, bank pegawai dan bank lainnya.
Status hukum Bank Perkreditan Rakyat (BPR) pertama kali diakui dalam pakto tanggal
27 Oktober 1988, sebagai bagian dari Paket Kebijakan Keuangan, Moneter, dan perbankan.
Secara historis, BPR adalah penjelmaan dari beberapa lembaga keuangan, seperti Bank
Desa, Lumbung Desa, Bank Pasar, Bank Pegawai Lumbung Pilih Nagari (LPN), Lembaga
Perkreditan Desa (LPD), Badan Kredit Desa (BKD), Badan Kredit Kecamatan (BKK),
Kredit Usaha Rakyat Kecil (KURK), Lembaga perkreditan Kecamatan (LPK), Bank Karya
Desa (BKPD) dan atau lembaga lainnya yang dapat disamakan dengan itu. Sejak
dikeluarkannya UU No. 7 tahun 1992 tentang Pokok Perbankan, keberadaan lembaga-
lembaga keuangan tersebut status hukumnya diperjelas melalui ijin dari Menteri Keuangan.
Dalam perkembangan selanjutnya perkembangan BPR yang tumbuh semakin banyak
dengan menggunakan prosedur-prosedur Hukum Islam sebagai dasar pelaksanaannya serta
diberi nama BPR Syariah. BPR Syariah yang pertama kali berdiri adalah adalah PT. BPR
Dana Mardhatillah, kec. Margahayu, Bandung, PT. BPR Berkah Amal Sejahtera, kec.
Padalarang, Bandung dan PT. BPR Amanah Rabbaniyah, kec. Banjaran, Bandung. Pada
9
tanggal 8 Oktober 1990, ketiga BPR Syariah tersebut telah mendapat ijin prinsip dari
Menteri Keuangan RI dan mulai beroperasi pada tanggal 19 Agustus 1991.
Selain itu, latar belakang didirikannya BPR Syariah adalah sebagai langkah aktif dalam
rangka restrukturasi perekonomian Indonesia yang dituangkan dalam berbagai paket
kebijakan keuangan, moneter, dan perbankan secara umum.
Secara khusus mengisi peluang terhadap kebijakan bank dalam penetapan tingkat suku
bunga (rate of interest) yang selanjutnya secara luas dikenal sebagai sistem perbankan bagi
hasil atau sistem perbankan Islam dalam skala outlet retail banking (rural bank).
UU No.10 Tahun 1998 yang merubah UU No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan nampak
lebih jelas dan tegas mengenal status perbankan syariah, sebagaimana disebutkan dalam
pasal 13, Usaha Bank Perkreditan Rakyat. Pasal 13 huruf C berbunyi : Menyediakan
pembiayaan dan penempatan dana berdasarkan prinsip syariah, sesuai dengan ketentuan
yang ditetapkan oleh BI.
Keberadaan BPRS secara khusus dijabarkan dalam bentuk SK Direksi BI No.
32/34/Kep/Dir, tanggal 12 Mei 1999 tentang Bank Umum berdasarkan Prinsip Syariah dan
SK Direksi BI No. 32/36/Kep/Dir, tertanggal 12 Mei 1999 dan Surat Edaran BI No.
32/4/KPPB tanggal 12 Mei 1999 tentang Bamk Perkreditan Rakyat Berdasarkan Prinsip
Syariah.
Perkembangan bank syariah dari awal keberadaannya hingga November 2001 terdapat
81 BPRS. BPRS tersebut distribusi jaringan kantor tersebar pada 18 provinsi yang beradadi
Indonesia.
10
A.1.3. Pendirian BPRS
Ada beberapa hal yang harus dipenuhi dalam pendirian BPRS :
Persyaratan Umum
Memperoleh izin dari Menkeu RI dengan pertimbangan BI
Bentuk badan hukum BPRS, perusahaan daerah, koperasi dan PT
Didirikan dan dimiliki oleh Pemda, koperasi dan PT
Tempat kedudukan BPRS di kecamatan di luar ibu kota negara, ibu kota Dati I
dan Dati II
Wilayah pelayanan mencakup desa – desa dan perkotaan di satu wilayah
kecamatan kedudukan BPRS
Permohonan Izin Arsip
Mengajukan permohonan tertulis ke Menkeu RI dengan melampirkan :
Rencana akte pendirian dan AD BPRS
Rencana kerja BPRS pada tahun pertama
Daftar calon direksi, dewan komisaris dan pengawas Syariah
Photocopy bukti setoran sebesar Rp 15.000.000,- pada rekening Menkeu pada
bank pemerintah
Permohonan Izin Usaha
11
Mengajukan permohonan izin usaha dan diajukan ke Menkeu RI dengan melampirkan :
Photocopy bukti setoran sebesar Rp 35.000.000,- pada rekening Menkeu pada
bank pemerintah
Copy AD BPRS yang telah disahkan Menteri Kehakiman RI
Photocopy NPWP BPRS
Menyampaikan prosedur dan sisitem tata kerja BPRS disertai warkat yang akan
digunakan
Mengirimkan data pengurus BPRS
Photocopy situasi dan kondisi perkantoran dan peralatan BPRS
Persiapan Pra Operasional BPRS
BPRS yang telah memperoleh izin usaha harus ke Pemda setempat untuk
memperoleh WDP ( Wajib Daftar Perusahaan) dan SITU ( Surat Izin tempat Usaha),
serta harus telah melakukan kegiatan operasionalnya selambat – lambatnya tiga bulan
sejak dikeluarkannya izin dimaksud. BPRS pun harus melakukan market development
serta membuat brosur produk bank dan mempersiapkan logo bank.
Laporan Pembukuan
12
Laporan pembukuan BPRS pada hari pertama operasi harus dilaporkan kepada BI
setempat dengan melampirkan Neraca Awal.
A.1.4. Tujuan Pendirian BPRS
Terdapat beberapa tujuan yang dikehendaki dari berdirinya Bank Perkreditan Rakyat
Syariah (BPRS). Di bawah ini disampaikan tujuan-tujuan tersebut beberapa sumber
hanya menyebutkan butir-butirnya saja (Sudarsono, 2004:85; Sumitro, 1997:111)
1. Meningkatkan kesejahteraan ekonomi umat Islam terutama kelompok masyarakat
ekonomi lemah yang pada umumnya berada di daerah pedesaan. Sasaran utama dari
BPRS adalah umat Islam yang berada di pedesaan dan di tingkat kecamatan.
Masyarakat yang berada di kawasan tersebut pada umumnya ternasuk pada
masyarakat golongan ekonomi lemah.
2. Menambah lapangan kerja terutama di tingkat kecamatan, sehingga dapat mengurangi
arus urbanisasi. Kehadiran BPRS di kecamatan-kecamatan ikut memberikan
kesempatan kerja bagi masyarakat yang memiliki potensi perbankan, baik dalam
permodalan maupun dalam hal tenaga ahli. Sehingga semakin banyaknya BPRS di
kecamatan-kecamatan maka akan semakin banyak pula tenaga yang terserap disektor
perbankan. Selain itu, pembiayaan-pembiayaan yang disalurkan BPRS bagi
masyarakat membuka peluang usaha dan kerja yang semakin luas, maka pada
gilirannya kehadiran BPRS akan menjadi penghambat bagi lajunya urbanisasi.
3. Membina ukhuwah Islamiyah melalui kegiatan ekonomi dalam rangka peningkatan
pendapatan per kapita menuju kualitas hidup yang memadai. Hal ini mengandung
makna bahwa dalam BPRS ditumbuhkan nilai ta’awun (saling membantu) antara
13
pemilik modal dengan pemilik pekerjaan. Dengan nilai ta’awun inilah akan tumbuh
kebersamaan antara bank dan nasabah yang merupakan faktor terpenting dalam
mewujudkan Ukhuwah Islamiyah. Melalui kebersamaan tersebut usaha-usaha yang
yang dilakukan masyarakat dengan modal yang diberikan oleh BPRS bisa
meningkatkan pendapatan masyarakat, maka pada tingkat yang lebih tinggi akan pula
meningkatkan perkapita baik lokal maupun nasional.
Djazuli dan Yadi Janwari menjabarkan tiga tujuan diatas menjadi lima tujuan, yaitu
(Djazuli, 2002: 108)
1. Meningkatkan kesejahteraan ekonomi umat Islam, terutama masyarakat golongan
ekonomi lemah yang pada umumya berada di daerah pedesaan.
2. Meningkatkan pendapatan per kapita
3. Menambah lapangan kerja terutama di tingkat kecamatan.
4. Mengurangi urbanisasi.
5. Membina semangat Ukhuwah Islamiyah melalui kegiatan ekonomi.
Untuk mencapai tujuan operasionalnya Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS)
tersebut diperlukan strategi operasional. Pertama, Bank Perkreditan Rakyat Syariah
(BPRS) tidak bersifat menunggu terhadap datangnya permintaan fasilitas, melainkan
bersifat aktif dengan melakukan sosialisasi/penelitian kepada usaha-usaha yang
berskala kecil yang perlu dibantu tambahan modal, sehingga memiliki prospek bisnis
yang baik. Kedua, Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) memiliki jenis usaha
yang waktu perputaran uangnya jangka pendek dengan mengutamakan usaha skala
14
menengah dan kecil. Terakhir, Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) mengkaji
pangsa pasar, tingkat kejenuhan serta tingkat kompetitifnya produk yang akan diberi
pembiayaan.
A.1.5. Kegiatan Usaha
Sebagai lembaga keuangan syariah pada dasarnya Bank Perkreditan Rakyat Syariah
(BPRS) dapat memberikan jasa-jasa keuangan yang serupa dengan bank-bank umum
syariah. Namun demikian, sesuai UU Perbankan No. 10 tahun 1998, BPR Syariah hanya
dapat melaksanakan usaha-usaha sebagai berikut:
1. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa deposito
berjangka, tabungan dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.
2. Memberikan kredit.
3. Menyediakan pembiayaan dan penempatan dana berdasarkan prinsip syariah sesuai
dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
4. Menempatkan dananya dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia, deposito berjangka,
sertifikat deposito, dan atau tabungan pada bank lain.
A.1.6. Produk-Produk BPR Syariah
Produk-produk yang ditawarkan BPR Syariah secara garis besar adalah :
a. Mobilisasi Dana Masyarakat
Bank akan mengerahkan dana masyarakat dalam berbagai bentuk seperti
menerima simpanan wadi’ah, adanya fasilitas tabungan dan deposito berjangka. Fasilitas
15
ini dapat digunakan untuk menitip shadaqah, infaq, zakat, persiapan ongkos naik haji
(ONH), dll.
Simpanan amanah
Bank menerima titipan amanah berupa dana infaq, shadaqah dan zakat. Akan
penerimaan titipan ini adalah wadi’ah yakni titipan yang tidak menanggung resiko.
Bank akan memberikan kadar profit dari bagi hasil yang didapat melalui pembiayaan
kepada nasabah.
Tabungan wadi’ah
Bank menerima tabungan pribadi maupun badan usaha dalam bentuk tabungan
bebas. Akad penerimaan yang digunakan sama yakni wadi’ah. Bank akan
memberikan kadar profit kepada nasabah yang dihitung harian dan dibayar setiap
bulan.
Deposito wadi’ah / deposito mudharabah
Bank menerima deposito berjangka pribadi maupun badan usaha. Akad
penerimaannya wadi’ah atau mudharabah, dimana bank menerima dana yang
digunakan sebagai penyertaan sementara dalam jangka 1 bulan, 3 bulan, 6 bulan, 12
bulan, dst. Deposan yang menggunakan akad wadi’ah mendapat nisbah bagi hasil
keuntungan lebih kecil dari mudharabah bagi hasil yang diterima dalam pembiayaan
nasabah setiap bulan.
16
b. Penyaluran Dana
Pembiayaan mudharabah
Perjanjian antara pemilik dana (pengusaha) dengan pengelola dana (bank) yang
keuntungannya dibagi menurut rasio sesuai dengan kesepakatan. Jika mengalami
kerugian maka pengusaha menanggung kerugian dana, sedangkan bank menanggung
pelayanan materiil dan kehilangan imbalan kerja.
Pembiayaan musyarakah
Perjanjian antara pengusaha dengan bank, dimana modal kedua pihak
digabungkan untuk sebuah usaha yang dikelola bersama-sama. Keuntungan dan
kerugian ditanggung bersama sesuai kesepakatan awal.
Pembiayaan bai bitsaman ajil
Proses jual beli antara bank dan nasabah, dimana bank menalangi lebih dulu
pembelian suatu barang oleh nasabah, kemudian nasabah akan membayar harga dasar
barang dan keuntungan yang disepakati bersama.
Pembiayaan murabahah
Perjanjian antara bank dan nasabah, dimana bank menyediakan pembiayaan untuk
pembelian bahan baku atau modal kerja yang dibutuhkan nasabah, yang akan dibayar
kembali oleh nasabah sebesar harga jual bank (harga beli bank plus margin
keuntungan saat jatuh tempo).
17
Pembiayaan qardhul hasan
Perjanjian antara bank dan nasabah yang layak menerima pembiayaan kebajikan,
dimana nasabah yang menerima hanya membayar pokoknya dan dianjurkan untuk
memberikan ZIS.
Pembiayaan Istishna’
Pembiayaan dengan prinsip jual beli, dimana BPRS akan membelikan barang
kebutuhan nasabah sesuai kriteria yang telah ditetapkan nasabah dan menjualnya
kepada nasabah dengan harga jual sesuai kesepakatan kedua belah pihak dengan
jangka waktu serta mekanisme pembayaran/pengembalian disesuaikan dengan
kemampuan/keuangan nasabah.
Pembiayaan Al-Hiwalah
Penggambil alihan hutang nasabah kepada pihak ketiga yang telah jatuh tempo
oleh BPRS, dikarenakan nasabah belum mampu untuk membayar tagihan yang
seharusnya digunakan untuk melunasi hutangnya. Pembiayaan ini menggunakan
prinsip pengambil alihan hutang, dimana BPRS dalam hal ini akan mendapatkan
ujroh/ fee dari nasabah yang besar dan cara pembayarannya berdasarkan kesepakatan
kedua belah pihak.
18
c. Jasa Perbankan Lainnya
Secara bertahap bank akan menyediakan jasa untuk memperlancar pembayaran
berupa proses transfer dan inkaso, pembayaran rekening air, listrik, telepon, angsuran
KPR, dll.
Bank juga mempersiapkan bentuk pelayanan berupa dana talang berdasarkan
pembiayaan bai salam.
A.1.7. Badan-Badan Pengembang BPRS
Dalam rangka meningkatkan dan mengembankan kegiatam dan pelaksanaan yang ada
dalam badan usaha BPR syariah maka suatu badan dari BPR syariah menyelengarakan
dan membentuk suatu kegiatan yang dapat meningkatkan BPR syariah yakni dengan
memberikan pelatihan, pendidikan dan tehnical asissistance untuk BPR syariah yang
akan tumbuh.
Hingga saat ini minimal sudah terbentuk 2 yayasan yang turut serta dalam
pengembangan kegiatan BPR syariah anatara lain :
1. IESD (institute for syariah economic development)
Dalam hal ini secara bebrkesinambungan IESD akan terus melakanakan
program pendirian/ pemberian bantuan teknis kepada BPR syariah di Indonesia
khsusunya daerah potensial umat islam. Dan ada beberapa program yang yang telah
19
dilaksanakan yakni berupa teknis bagi pendirian BPR syariah diberbagai tempat di
Indonesia.
2. Badan yang yang membantu dalam kegiatan yayasan pendidikan dan pengembangan
bank syariah (YPBS)
Merupakan suatu bentuk kerja sama antara bank muamalat Indonesia dengan
ICMI. Yayasan ini dibentuk dalam rangka membantu perkembangan dan
mengembangkan BPR syariah di seluruh tanah air. Kegiatan – kegiatan YPBS antara
lain :
Pendidikan baik basic untuk para sarjana yang baru lulus dari perguruan
tinggi, maupun intermediate bagi para praktisi yang telah memiliki minimal 2
tahun pengalaman di sector perbankan.
Membantu proses pendirian.
Memberikan technical assistance.
Selain dari beberapa usaha yang telah dilakukan diatas ada hal lain yang di
usahakan untuk meningkatkan kegiatan operasional dalam BPR syariah yang
berkaitan dengan pendidikan yakni berupa pengembangan inkubasi bisnis (INBIS).
20
A.1.8. Laporan yang Wajib Dilaporkan BPRS
a) Dalam Ketentuan Umum
BPRSpelapor bertanggung jawab atas kebenaran dan kelengkapan isi Laporan
Bulanan serta ketepatan waktu penyampaian Laporan Bulanan kepada Bank
Indonesia.
BPRS wajib menyampaikanlaporan BMPK kepadaBank Indonesia yang berisi:
o Fasilitas kredit kepada peminjam dan kelompok peminjam yang
melampaui BMPK
o Seluruh fasilitas kredit kepada pihak-pihak yang terkait dengan BPR
Laporan tersebut wajib disampaikan setiap bulan selambat-lambatnya tanggal 14
setelah berakhirnya laporan yang bersangkutan.
b) Laporan Berkala
Laporan Bulanan
Adalah laporan keuangan dan hasil usaha yang terdiri dari neraca, laba
rugi, rekening-rekening administratif dan daftar rincian pos-pos neraca dimaksud.
Laporan Bulanan BPR wajib disampaikan selambat-lambatnya tanggal 14 (empat
belas) setelah berakhirnya bulan laporan, sementara Laporan Bulanan Gabungan
bagi BPR yang memiliki Kantor Cabang selambat-lambatnya tanggal 16 (enam
belas) setelah berakhirnya bulan laporan yang bersangkutan.
21
Laporan Bulanan BPRS yang selanjutnya disebut Laporan Bulanan adalah
laporan keuangan yang disusun oleh BPRS untuk kepentingan Bank Indonesia,
yang disajikan menurut sistematika yang ditentukan oleh Bank Indonesia dalam
format dan definisi yang seragam serta dilaporkan dengan menggunakan sandi-
sandi dan angka.
Laporan Bulanan yang mencakup seluruh aspek keuangan dalam BPRS
antara lain :
a. Neraca
b. Daftar Rincian Laba Rugi
c. Rekening Administratif
d. Daftar Rincian dari pos-pos dalam neraca dan pos-pos tertentu dari
rekening administratif serta rincian informasi penting lainnya.
Rencana Kerja Tahun
Adalah rencana kegiatan dan anggaran selama 1 (satu) tahun takwim yang
disusun oleh direksi atau yang setingkat serta disetujui oleh dewan komisaris.
Rencana kerja wajib disusun secara realistis dan sekurang-kurangnya
memuat:
a. Rencana penghimpunan dana
b. Rencana penyaluran dana
c. Proyeksi neraca dan perhitungan laba rugi yang dirinci dalam 2 (dua)
semester
d. Rencana pengembangan Sumber Daya Manusia
22
e. Upaya yang dilakukan untuk memperbaiki/meningkatkan kinerja bank
dan upaya untuk menyelesaikan perrmasalahan yang ada
BPR wajib menyampaikan Rencana Kerja Tahunan kepada Bank
Indonesia, selambat-lambatnya pada akhir bulan Januari tahun yang bersangkutan
dan BPRS pelapor adalah kantor pusat BPRS.
Dalam laporan berkala ini masih ada hal lain yang harus di parhatikan
antara lain :
1. BPRS pelapor wajib memiliki sistem dan prosedur konvensi yang di
tuangkan dalam suatu pedoman tertulis dan wajib menunjuk petugas dan
penanggung jawab untuk, menyusun dan menyampaikan laporan bulanan.
2. BPRS dinyatakan terlambat menyampaikan laporan bulanan apabila
malampaui batas waktu yang ditetapkan sampai dengan tanggal 21 bulan
berikutnya.
3. Dalam hal BPRS dibubarkan karena merger atau konsolidasi dengan BPRS
lain sehingga tidak lagi menjadi BPRS pelapor, BPRS tetap wajib
menyampaikan laporan bulanan untuk data akhir bulan sebelum merger atau
konsolidasi.
4. Dalam hal BPRS masih dalam proses akuisisi dan sudah tidak beroperasi lagi,
BPRS pelapor tetap wajib melaporkan laporan bulanan ke Bank Indonesia.
23
A.2. Usaha Mikro, Kecil dan Menengah
A.2.1 Pengertian UMKM
Menurut Soejoedono (2004), pengertian tentang usaha kecil menengah tidak
selalu sama di setiap negara, tergantung konsep yang digunakan oleh negara tersebut.
Seperti halnya pengertian UKM jika dilihat dari kriteria jumlah pekerja yang dimiliki,
akan berbeda antara negara yang satu dengan negara yang lain. Usaha yang termasuk
kriteria UKM di Amerika adalah yang memiliki jumlah karyawan kurang dari 500 orang.
Sementara di Negara Prancis, yang termasuk kategori usaha menengah adalah yang
memiliki jumlah karyawan 10-40 orang, dan yang termasuk kriteria usaha kecil yaitu
usaha yang jumlah karyawannya kurang dari 10 orang.
Definisi atau kriteria yang digunakan untuk usaha kecil dan menengah di
Indonesia sudah tidak sesuai dengan kondisi dunia usaha dan kurang dapat digunakan
sebagai acuan oleh instansi atau institusi lain, sehingga setiap institusi menggunakan
definisi yang berbeda. Institusi yang menggunakan kriteria berbeda antara lain, BPS,
Deperindag, dan Bank Indonesia. Sebagai contoh BPS menggunakan kriteria jumlah
pekerja untuk mendefinisikan UKM. Menurut BPS yang termasuk kategori usaha mikro
adalah jika jumlah karyawannya kurang dari 5 orang, termasuk kategori usaha kecil jika
jumlah karyawan 5-19 orang, dan yang termasuk kategori usaha menengah adalah jika
jumlah karyawan yang dimiliki terdiri atas 20-99 karyawan.
Menurut Undang–Undang kriteria UMKM adalah sebagai berikut:
24
a) Usaha Mikro
Menurut Keputusan Menteri Keuangan No. 40/KMK. 06/ 2003, usaha
mikro adalah usaha produktif milik keluarga atau perorangan Warga Negara
Indonesia dan memiliki hasil yang penjualan mencapai angka Rp. 100.000.000,00
per tahun, dengan pengajuan kredit ke bank maksimal sebesar Rp 50.000.000.
b) Usaha Kecil
Menurut Undang-Undang No. 9 Tahun 1995, usaha kecil adalah usaha
produktif yang bersekala kecil dan memenuhi kriteria kekayaan bersih paling
banyak Rp 200.000.000 tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha atau
memiliki hasil penjualan paling banyak Rp 1.000.000.000 per tahun serta dapat
menerima kredit bank maksimal di atas Rp 50.000.000 – 500.000.000.
c) Usaha Menengah
Menurut Inpres No. 10 tahun 1998, usaha menengah adalah usaha bersifat
produktif yang memenuhi kriteria kekayaan usaha bersih lebih besar dari Rp
200.000.000 sampai dengan Rp 10.000.000.000, tidak termasuk tanah dan
bangunan tempat usaha serta dapat menerima kredit dari bank sebesar Rp
500.000.000 sampai dengan Rp 5.000.000.000.
25
A.2.2 Karakteristik UMKM
Gadeke dan Tootelian dalam Soejoedono (2004), suatu komite untuk pengembangan ekonomi
(Committe of Economic Development) yang bertempat di Amerika Serikat mengajukan konsep
tentang usaha skala kecil/menengah dengan lebih menekankan pada kualitas atau mutu daripada
kriteria kuantitatif untuk membedakan perusahaan, usaha kecil menengah dan besar, ada empat
aspek yang dapat digunakan dalam konsep UMK tersebut, yaitu:
1. Kepemilikan, usaha kecil dan menengah dimiliki oleh individu atau keluarga. Selain
sebagai pemilik usaha, mereka juga bertindak sebagai pengelola usaha tersebut.
2. Operasinya terbatas pada lingkungan atau kumpulan modal. Hal ini dikarenakan karakter
UKM bergantung pada pemasok dan pelanggan di lingkungan sekitarnya.
3. Wilayah operasinya terbatas pada lingkungan sekitarnya, meskipun pemasaran dapat
melampaui wilayah lokalnya.
4. Ukuran dari perusahaan yang bersangkutan lebih kecil dibandingkan dengan perusahaan
lainnya dalam bidang yang sama. Yang dimaksud bisa jumlah pekerja/karyawan atau
satuan lainnya yang signifikan. Menurut Soejoedono (2004), kriteria umum UKM dilihat
dari ciricirinya pada dasarnya bisa dianggap sama, yaitu sebagai berikut:
1. Struktur organisasi yang sangat sederhana, hanya terdiri dari pemilik dan pekerja.
2. Tanpa staf yang berlebihan (jumlah tenaga kerja yang sedikit).
26
3. Pembagian kerja yang kendur, setiap pekerja dapat mengerjakan disemua bagian
produksi.
4. Memiliki hirarki manajerial yang pendek, perintah dari pemilik secara langsung
disampaikan secara lisan, tidak melalui hierarki yang panjang.
5. Aktivitas sedikit formal, dan sedikit menggunakan proses perencanaan.
6. Kurang membedakan asset pribadi dan asset perusahaan.
B. Penelitian Terdahulu
Penelitian ini dimaksudkan untuk menggali informasi tentang penelitian Perbankan Syariah yang
sudah diteliti oleh peneliti lain. Dengan penelusuran penelitian terdahulu maka akan dapat
dipastikan ruang yang didapat oleh peneliti ini.
Beberapa penelitian terdahulu, antara lain:
1. Luh Gede Meydianawathi (2007), melakukan penelitian yang disusun dalam bentuk jurnal
dengan judul “Analisis Perilaku Penawaran Kredit Perbankan Kepada Sektor UMKM
di Indonesia (2002-2006)”. Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji pengaruh beberapa
variable terhadap penawaran kredit investasi dan modal kerja bank umum secara parsial
kepada sektor UMKM di Indonesia dan menguji pengaruh beberapa variabel terhadap
penawaran kredit investasi dan modal kerja bank umum secara serempak kepada sektor
UMKM di Indonesia. Model yang digunakan untuk menganalisis data adalah model
27
ekonometrika dengan teknik analisis data regresi berganda. Teori regresi berganda
digunakan untuk menguji adanya pengaruh variabel DPK, ROA, NPLs, danCAR terhadap
perilaku penawaran kredit investasi dan kredit modal kerja yang dikeluarkan bank
umum kepada sektor UMKM di Indonesia dengan menggunakan model persamaan yang
dapat dirumuskan sebagai berikut :
Keterangan:
KINV = Jumlah kredit investasi sektor UMKM pada Bank Umum (Januari 2002-
Februari 2006).
KMK = Jumlah kredit modal kerja sektor UMKM pada Bank Umum (Januari
2002- Februari 2006).
DPKt = Dana Pihak Ketiga pada Bank Umum (Januari 2002- Februari 2006).
CARt = Capital Adequecy Ratio pada Bank Umum (Januari 2002- Februari 2006).
ROAt = Return on Asset pada Bank Umum (Januari 2002- Februari 2006).
NPLINVt, MKt = Non Performing Loans untuk kredit investasi, kredit modal kerja pada
Bank Umum (Januari 2002- Februari 2006).
Ui = Tingkat kesalahan atau tingkat gangguan
Hasil penelitian ini adalah:
1. Secara umum jumlah kredit investasi dan modal kerja yang disalurkan bank umum
28
kepada UMKM selama periode penelitian menunjukkan angka yang terus meningkat
meskipun dengan nilai yang cukup berfluktuatif.
2. Kebutuhan sektor UMKM akan permodalan yang bersumber dari kredit perbankan
lebih banyak diperuntukkan bagi pengembangan modal usaha produksi daripada
perluasan usaha dengan investasi baru.
3. Hasil uji signifikansi juga menunjukkan bahwa DPK, CAR, ROA, dan NPLs
berpengaruh nyata terhadap perilaku penawaran kredit bank umum, baik berupa
kredit investasi maupun kredit modal kerja kepada sektor UMKM di Indonesia.
2. Lailiatul Masturoh (2009) melakukan penelitian yang disusun dalam bentuk skripsi dengan
judul “Anlisis Hubungan Total Aset dan Pembiayaan Pada Perbankan Syariah di
Indonesia Pada Periode (2004-2007)”. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
hubungan kausalitas antara total asset dengan pembiayaan pada perbankan syariah, untuk
mengetahui hubungan impulse response function dari variable total asset dengan pembiayan
pada perbankan syariah, dan untuk mengetahui hubungan variance decomposition variable
total asset dengan pembiayaan pada bank syariah. Penelitian ini menggunakan model
ekonometrik yang sering digunakan dalam analisis kebijakan makroekonomi dinamik dan
stokastik adalah model Vector Autoregression (VAR). VAR merupakan suatu sistem
persamaan yang memperlihatkan setiap variable sebagai fungsi linier dari konstanta dan nilai
lag (lampau) dari variable itu sendiri dan nilai lag dari variable lain yang ada dalam sistem.
VAR dengan ordo p dan n buah variable tak bebas pada periode t dapat dimodelkan sebagai
berikut:
29
Dimana :
Yᵼ : Vektor variable tak bebas ( Y₁.ᵼ ,Y₂.ᵼ , Y₃.ᵼ )
A₀ : vector intersep berukuran n x 1
A₁ : matriks parameter berukuran n x 1
∑ᵼ : Vektor Residual (∑₁.ᵼ , ∑₂.ᵼ, ∑₃.ᵼ ) berukuran n x 1
Hasil penelitian, yaitu:
1. Dari hasil penelitian, didapat kesimpulan bahwa ada hubungan timbal balik antara variable
total asset dengan variable pembiayaan.
2. Secara umum, Hasil impulse response adanya shock variable pembiayaan selalu
menunjukan respon yang positif, begitu juga sebaliknya.
C. Kerangka Pemikiran
Majunya perekonomian Indonesia tidak lepas dari peran masyarakat yang melakukan usaha
di bidang perekonomian atau bisnis, baik itu usaha dengan ruang lingkup usaha yang besar,
menengah dan kecil. Setiap kegiatan tersebut sebagian besar membutuhkan bantuan pemerintah
melalui jasa-jasa Bank dan Lembaga Keuangan lain seperti bantuan modal, pinjaman, kerjasama
dagang, simpanan dan sebagainya. Permasalahan yang dihadapi dalam sektor perekonomian adalah
30
upaya pemberdayaan dan pengembangan usaha dan perekonomian masyarakat terutama usaha skala
kecil dan menengah sehingga bantuan permodalan dan kredit dirasakan sangat membantu
masyarakat dalam hal pengembangan perekonomian di Indonesia. Dalam hal ini berarti adanya
lembaga keuangan yang dibuat pemerintah seperti BPRS dirasakan dapat membantu masyarakat
untuk mengembangkan usaha mereka baik usaha skala mikro, kecil dan menengah.
Dalam penelitian ini faktor-faktor yang akan diteliti yaitu pembiayaan yang dilakukan Bank
Perkreditan Rakyat Syariah yang diduga mempunyai pengaruh terhadap pengembangan sektor
UMKM. Sehingga dalam penelitian ini diperlukan suatu uji statistik untuk menguji dan
menganalisis apakah benar-benar variabel tersebut mempunyai pengaruh yang signifikan.
Berdasarkan landasan teori pada tinjauan pustaka diatas, maka secara skema
kerangka pemikiran dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 1.2 Kerangka Pemikiran:
D. Hipotesis
Hipotesis adalah pendapat sementara dan pedoman serta arah dalam penelitian yang
disusun berdasarkan pada teori yang terkait, dimana suatu hipotesis selalu dirumuskan dalam
31
Pengembangan
UMKM
Pembiayaan:
1.Mudharabah
2. Musyarakah
3. Murabahah
bentuk pernyataan yang menguhubungkan dua variabel atau lebih (J. Supranto, 1997). Setelah
adanya kerangka pemikiran di atas, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah :
1. Besarnya jumlah Pembiayaan Mudharabah berpengaruh positif dan signifikan terhadap
perkembangan UMKM
H0: ,yaitu tidak ada pengaruh signifikansi variabel Pembiayaan Mudharabah
terhadap variabel perkembangan UMKM
H1: , yaitu terdapat pengaruh positif signifikansi variabel Pembiayaan
Mudharabah terhadap variabel perkembangan UMKM
2. Besarnya jumlah Pembiayaan Murabahah berpengaruh positif dan signifikan terhadap
perkembangan UMKM.
H0: , yaitu tidak ada pengaruh signifikansi variabel Pembiayaan Murabahah
terhadap variabel perkembangan UMKM
H1: , yaitu terdapat pengaruh positif signifikansi variabel Pembiayaan
Murabahah terhadap variabel perkembangan UMKM
3. Besarnya jumlah Pembiayaan Musyarakah berpengaruh positif dan signifikan terhadap
perkembangan UMKM.
32
H0: , yaitu tidak ada pengaruh signifikansi variabel Pembiayaan Musyarakah
terhadap variabel perkembangan UMKM
H1: , yaitu terdapat pengaruh positif signifikansi variabel Pembiayaan
Musyarakah terhadap variabel perkembangan UMKM
4. Secara bersama-sama besarnya jumlah Pembiayaan Murabahah, Mudharabah dan
Musyarakah berpengaruh positif dan signifikan terhadap perkembangan UMKM.
H0: , yaitu tidak ada pengaruh signifikansi secara bersama-sama
variabel Mudharabah, Murabahah dan Musyarakah terhadap variabel perkembangan
UMKM
H1: , yaitu terdapat pengaruh positif signifikansi secara bersama-sama
variabel Mudharabah, Murabahah, dan Musyarakah terhadap variabel perkembangan
UMKM.
33
BAB III
Metodelogi Penelitian
A. Ruang Lingkup
Penelitian ini menggunakan satu variabel dependen (terikat) dan tiga variabel
independen (bebas). Variabel dependen yang digunakan yaitu Perkembangan UMKM.
Sementara tiga variabel independen yang digunakan antara lain yaitu : Pembiayaan pada BPRS,
antara lain: Mudharabah, Murabahah dan Musyarakah.
Data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data sekunder yaitu data yang diperoleh
berdasarkan informasi yang telah disusun dan dipublikasikan oleh instansi tertentu. Dalam
penelitian ini data yang digunakan diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan Bank
34
Indonesia. Penelitian ini bersifat kuantitatif serta menggunakan data time series yaitu data tahun
2008 sampai 2009.
B. Jenis dan Deskripsi Data
1. Data Pembiayaan Mudharabah
2. Data Pembiayaan Murabahah
3. Data Pembiayaan Musyarakah
4. Data-data lain yang mendukung penelitian ini
C. Sumber Data
Sumber data diperoleh dari Badan Pusat Statistik dan Bank Indonesia, serta sumber-sumber
lain yang berhubungan dengan penelitian ini.
D. Metode Analisis
1. Metode Analisis Data
Berdasarkan tujuan penelitian dan pengujian hipotesis yang telah dikemukakan,
akan digunakan model analisis deskriptif, analisis regresi, bentuk model penelitian melalui
pendekatan ekonometrika, serta uji linieritas.
a. Analisis Deskriptif
Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data runtun waktu yang
merupakan data tahunan, dimulai pada tahun 2008 hingga tahun 2009. Penyajian data
mengenai perkembangan UMKM menggunakan data pembiayaan/penyaluran dana
35
oleh BPRS yang berupa mudharabah, murabahah dan musyarakah karena data ini
merupakan indikator tingkat perkembangan UMKM. Metode yang didasarkan pada
analisa ini adalah dengan pendeskripsian faktor-faktor yang berhubungan dengan
permasalahan yang dimaksud sebagai pendukung hasil dari analisis metode kuantitatif.
b. Analisis Regresi
Analisis ini bertujuan untuk mengetahui ada atau tidak pengaruh antara variabel
terikat (untuk selanjutnya disebut dependen variabel) dengan satu atau lebih variabel
bebas (untuk selanjutnya disebut independen variabel). Sebagai variabel dependen
adalah perkembangan UMKM. Sedangkan variabel independennya adalah pembiayaan
Mudharabah, Murabahah, dan Musyarakah.
c. Model yang diusulkan
Model analisis yang diusulkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
Y = F (M₁, M₂, M₃)
ɛ
Keterangan :
36
d. Uji Linieritas
Uji linieritas ini sangat penting, karena untuk melihat apakah spesifiksi model
yang digunakan dalam penelitian ini sudah benar atau tidak. Uji linieritas dalam
penelitian ini menggunakan uji Ramsey, untuk menerapkan uji Ramsey peneliti harus
membuat suatu asumsi atau keyakinan bahwa fungsi yang benar adalah fungsi linear.
2. Alat Uji yang Digunakan
Parameter-paremeter yang diestimasi dapat dilihat melalui dua kriteria. Pertama
adalah statistik, yang meliputi uji signifikansi parameter secara individual (Uji - t), uji
signifikansi parameter secara serempak (Uji – F) dan uji kebaikan sesuai (Goodness of
Fit) atau R2. Pengujian ini disebut dengan uji orde pertama. Kedua adalah kriteria
ekonometrika, yakni untuk menguji tidak adanya penyimpangan-penyimpangan terhadap
asumsi klasik, yaitu autokolerasi, hetroskedastisitas dan multikolinearitas. Penguji
terhadap kriteria kedua ini disebut dengan uji orde kedua. Uji orde kedua digunakan
untuk membuktikan bahwa model yang dijelaskan sudah tidak mengalami gangguan
asumsi klasik, yaitu : (Algifari, 1997 : 73-74)
37
a) Non Multikolinearitas, artinya antara variabel independen yang satu dengan yang lain
dalam model regresi tidak saling berhubungan secara sempurna atau mendekati
sempurna.
b) Non Autokorelasi, yaitu tidak terdapat pengaruh dari variabel dalam model melalui
tenggang waktu (time lag). Misalnya nilai suatu variabel saat ini akan berpengaruh
terhadap nilai variabel lain pada masa yang akan datang. Menurut model klasik, hal
ini tidak mungkin terjadi.
c) Homoskedasitas, artinya varians variabel independen adalah konstan (sama) untuk
setiap nilai tertentu variabel independen
3. Kriteria Statistik
a) Koefisien Determinasi (R2)
Koefisien determinasi (R2) nilainya berkisar antara 0 dan 1. semakin besar R2 berarti
semakin besar variasi variabel dependen yang dapat dijelaskan oleh variasi variabel-
variabel independen. Formula untuk mencari nilai R2 adalah sebagai berikut :
(Catur Sugianto, 1995 : 54-55)
R2 = SSR/SST
atau:
R 2 = 1 - SSE/SST
Keterangan:
R2 = Koefisien determinansi berganda.
SSR = Sum of Square Regression, atau jumlah kuadrat regresi, yaitu merupakan total
variasi yang dapat dijelaskan oleh garis regresi.
38
SST = Sum of Square Total, atau jumlah kuadrat total, yaitu merupakan total variasi
Y.
SSE = Sum of Square Error, atau jumlah kuadrat error, yaitu merupakan total variasi
yang tidak dapat dijelaskan oleh garis regresi.
b) Pengujian Secara Bersama-sama (Uji – F)
Untuk mengetahui apakah variabel-variebel independen secara bersama-sama
mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependen digunakan uji-F.
formulamya adalah sebagai berikut :
(Catur Sugianto, 1995 : 77-78)
F = R2/(k-1)
(1-R2)/(n-k)
Keterangan:
F = nilai F-hitung
R2 = koefisien determinasi berganda
k = jumlah variabel independen
n = jumlah sampel
Perumusan hipotesis :
Ho = b1 = b2 = b3 = b4 = 0, artinya variabel independen secara bersama- sama tidak
berpengaruh terhadap variabel dependen
39
Ha ‚ b1‚ b2 ‚ b3 ‚ b4 ‚ 0, artinya variabel independen secara bersama-sama
berpengaruh terhadap variabel dependen.
c) Pengujian Secara Parsial / Individu (Uji – t)
Untuk mengetahui signifikansi pengaruh variabel indipenden terhadap variabel
dependen secara individu dengan menganggap variabel dependen lainnya tetap
(ceteris pasribus) dapat diestimasi dengan membandingkan antara nilai t-hitung
dengan t-tabel.
Nilai t-hitung dapat dicari dengan menggunakan formula :
t= (b1-b)
Sb1
keterangan:
t = nilai t-hitung
b1 = koefisien variabel independen ke-1
b = nilai hiposis nol
Sb1 = simpangan baku dari variabel independen ke-1
Perumusan hipotesis:
Ho = b1 = 0, artinya variabel independen secara individu tidak berpengaruh terhadap
variabel dependen
Ha = b1 ≠ 0, artinya variabel independen secara individu berpengaruh terhadap
variabel dependen.
Kriteria Pengujian :
Dimana b1 merupakan koefisien dari variabel independen Ke-1
40
a) H0 diterima apabila memenuhi syarat -ttabel ≤ thitung ≤ ttabel, artinya variabel dependen
tidak dipengaruhi oleh variabel independen.
b) H0 ditolak apabila memenuhi syarat thitung > ttabel atau thitung < -ttabel, artinya variabel
dependen dipengaruhi oleh variabel independen.
4. Asumsi Klasik
1. Pengujian Autokorelasi
Autokorelasi adalah korelasi ( hubungan ) yang terjadi antara anggota-anggota
dari serangkaian pengamatan yang tersusun dalam rangkain waktu (time series).
Autokorelasi ini menunjukan hubungan antara nilai-nilai yang berurutan dari
variabel-variabel yang sama. (Gunawan Sumodiningrat, 2001: 231)
Autokorelasi dapat terjadi apabila kesalahan penganggu suatu periode korelasi
dengan kesalahan pengganggu periode sebelumnya. Alat penguji yang digunakan
untuk mendeteksi dan atau tidaknya adalah Durbin – Watson tes (D-W test).
Untuk menguji asumsi klasik ini, maka terlebih dulu harus menentukan besarnya
nilai kritis dari du dan dl berdasarkan jumlah observasi dan variabel independen, jika
hipotesis nol menyatakan tidak adanya autokotrelasi, maka : (Gunawan
Sumodiningrat, 2001 :248)
1) Jika d lebih kecil daripada dL atau lebih besar daripada (4 – dL), maka hipotesis nol
ditolak, dengan pilihan pada alternatif yang berarti terdapat autokorelasi.
2) Jika d terletak antara dU dan (4-dU), maka hipotesis nol diterima, yang berarti tidak
ada autokorelasi.
41
3) Namun jika nilai d terletak antara dL dan dU atau diantara (4 – dL) dan (4 – dL),
maka uji Durbin – Watson tidak menimbulkan kesimpulan yang pasti
(inconclusive). Untuk nilai – nilai ini, tidak dapat (pada suatu tingkat signifikansi
tertentu) disimpulkan ada tidaknya autokorelasi diantara faktor – faktor gangguan.
2. Pengujian Multikolinieritas
Tujuannya untuk menguji ada tidaknya hubungan yang sempurna atau tidak
sempurna diantara beberapa atau semua variabel yang menjelaskan. Multikolinieritas
dapat dideteksi dengan melihat ciri-ciri yaitu adanya R2 yang tinggi.
Klein mengatakan bahwa multikolineritas dapat menjadi masalah bila derajat
multikolinieritasnya tinggi. Jika derajatnya rendah maka multikolinieritas yang terjadi
tidak terlalu serius dan tidak membahayakan bagi interprestasi hasil regresi. Dengan
metode yang dikemukakan oleh Klein, derajat kolinieritas dapat dilihat melalui
koefisien determinasi parsial dari regresi antara variabel independen dengan variabel
independen yang lain dipergunakan dalam metode penelitian. Jika r2 R≤2, maka
tingkat multikolinieritas yang terjadi rendah dan tidak membahayakan bagi
interprestasi hasil regresi.
Salah satu cara untuk mengetahui adanya multikolinier adalah dengan langkah
pengujian terhadap masing –masing variabel independen untuk mengetahui seberapa
jauh korelasinya (r2 ) Produksi padi didapat kemudian dibandingkan dengan R2 yang
didapat dari hasil regresi secara bersama variabel independen dengan variabel
dependen, jika ditemukan nilai melebihi nilai R2 pada model penelitian, maka dari
model persamaan tersebut terdapat multikoinieritas, dan sebaliknya jika R2 lebih besar
42
dari semua r2 maka ini menunjukan tidak terdapatnya multikolinier pada model
persamaan yang diuji.
3. Pengujian Heterokedastisitas
Uji Heteroskedastisitas dilakukan untuk menguji apakah dalam sebuah model
regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual pengamatan satu ke pengamatan
lain. Jika varians dari residual pengamatan satu ke residual ke pengamatan yang lain
tetap, maka telah terjadi heteroskedastisitas. Jika varians berbeda, maka disebut
heteroskedastisitas. Regresi yang baik adalah yang tidak terjadi heteroskedastisitas.
Heteroskedastisitas terjadi bila variabel gangguan mempunyai variabel yang
sama untuk observasi, untuk mendeteksi ada/tidaknya heteroskedestisitas digunakan
uji White. Selanjutnya menentukan hipotesis yang menyatakan jika dari perhitungan
menghasilkan nilai t- hitung yang signifikan/ t- hitung > t- tabel, maka dapat
dikatakan terdapat heteroskedestisitas, jika t- hitung < t- tabel dapat dikatakan dalam
regresi tidak terdapat heteroskedestisitas.
43
Daftar Pustaka
www.bi.go.id
www.bps.go.id
44