Peran Asuhan Antenatal Dalam Upaya Menurunkan Angka Kematian Maternal Di Indonesia
-
Upload
yudha-aulia-achmad -
Category
Documents
-
view
284 -
download
1
description
Transcript of Peran Asuhan Antenatal Dalam Upaya Menurunkan Angka Kematian Maternal Di Indonesia
REFERAT
PERAN ASUHAN ANTENATAL DALAM UPAYA
MENURUNKAN ANGKA KEMATIAN MATERNAL DI
INDONESIA
PENYUSUN
Edham Bin Alias 03007289
Hazirah Bt Azhar 03007292
Hazirah Bt Abd Khalim 03007293
Miss Nurul Affizah Bt Mat Kiah 03007298
Munirah Bt Abdul Malek 03007305
Nazlia Bt Razali 03007309
Norasikin Bt Alias 03007314
Norhana Bt Zawawy 03007317
KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
PERIODE 12 NOVEMBER 2012 – 19 JANUARI 2013
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI1
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang senantiasa melimpahkan rahmat
dan hidayah - Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat dan
salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW.
Adapun judul untuk penulisan ini adalah ”Peran Asuhan Antenatal Dalam Upaya
Menurunkan Angka Kematian Maternal di Indonesia”. Dalam penyusunan makalah ini, kami
telah mencurahkan segala pikiran dan kemampuan yang dimiliki. Namun tetap ada hambatan dan
kendala yang harus dilewati.
Kami mengucapkan terima kasih kepada para dosen pembimbing, teman - teman dan
seluruh pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.
Jakarta, Desember 2012
Penulis
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR…………………………………………………………………………….2
DAFTAR ISI………………………………………………………………………………………3
BAB I : PENDAHULUAN………………………………………………………………………..4
BAB II : ANTENATAL CARE…………………………………………………………………...5
BAB III : ANGKA KEMATIAN MATERNAL………………………………………………...24
BAB IV : PERAN ANTENATAL CARE DALAM
MENURUNKAN ANGKA KEMATIAN IBU …………………………………………………28
BAB V : KESIMPULAN………………………………………………………………………..30
DAFTAR PUSAKA……………………………………………………………………………..31
3
BAB I
PENDAHULUAN
Saat ini dalam setiap menit, setiap harinya, seorang ibu meninggal disebabkan oleh
komplikasi yang berhubungan dengan kehamilan, persalinan, dan nifas. Menurut data Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO), kematian ibu diperkirakan sebanyak 500.000 kematian setiap tahun,
99% diantaranya terjadi di negara berkembang. Menurut Millenium Development Goals (2004),
dari lima juta kelahiran yang terjadi di Indonesia setiap tahunnya, diperkirakan 20.000 ibu
meninggal akibat komplikasi kehamilan atau persalinan. Angka Kematian Ibu (AKI) di
Indonesia masih relatif lebih tinggi jika dibandingkan dengan negara-negara anggota ASEAN
lainnya. Menurut Depkes RI (2003), kondisi derajat kesehatan di Indonesia ini masih harus
ditingkatkan antara lain ditandai dengan tingginya AKI yaitu 307 per 100.000 kelahiran hidup
dan kematian bayi baru lahir 35 per 1.000 kelahiran hidup. Menurut Survey Demografi
Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2003, Angka Kematian Ibu (AKI) adalah 307 per 100.000
(SDKI, 2003) dan turun menjadi 228 per 100.000 pada tahun 2007 (SDKI, 2007). Menurut
Depkes RI (2001), angka kematian ibu dan bayi merupakan tolok ukur dalam menilai derajat
kesehatan suatu bangsa, oleh karena itu pemerintah sangat menekankan untuk menurunkan
angka kematian ibu dan bayi melalui program-program kesehatan. Menurut Depkes RI (1999),
definisi kematian maternal adalah kematian seorang wanita pada waktu hamil atau dalam 42 hari
sesudah berakhirnya kehamilan oleh sebab apapun, terlepas dari tuanya kehamilan dan tindakan
yang dilakukan untuk mengakhiri kehamilan.1
Menurut Sensus yang dilakukan pada tahun 2000, lima penyebab utama kematian ibu
adalah pendarahan, infeksi, eklampsi, partus lama, dan komplikasi abortus.1
Kebijakan Departemen Kesehatan dalam mempercepat penurunan Angka Kematian Ibu
(AKI) pada dasarnya mengacu pada intervensi strategis “Empat Pilar Safe Mother Hood” yaitu;
1) Keluarga berencana, 2) Pelayanan antenatal care, 3) Persalinan yang aman, 4) Pelayanan
obstetric essensial. Pilar yang kedua yaitu pelayanan antenatal care yang tujuan utamanya
mencegah komplikasi obstetri dan memastikan bahwa komplikasi dideteksi sedini mungkin serta
ditangani secara memadai.1
4
BAB II
ANTENATAL CARE
2.1 Definisi Antenatal Care
Antenatal care adalah pengupayaan observasi berencana terhadap ibu hamil pemeriksaan,
pendidikan, pengawasan secara dini terhadap komplikasi penyakit ibu yang dapat mempengaruhi
kehamilan.2
Menurut World Health Organization (WHO) Antenatal Care adalah suatu program yang
terencana berupa observasi, edukasi, dan penanganan medik pada ibu hamil untuk memperoleh
suatu proses kehamilan serta persalinan yang aman dan memuaskan.1
Masalah pengawasan kehamilan merupakan bagian terpenting dari seluruh rangkaian
perawatan ibu hamil. Melalui pengawasan tersebut, dapat dinilai kesehatan ibu hamil, kesehatan
janin,dan hubungan keduanya sehingga dapat direncanakan pertolongan sesegera mungkin.
Dengan ilmu kebidanan (obstetri), diusahakan setiap kehamilan berlangsung dengan
aman, bersih dan bebas dari penyulit sehingga keadaan ibu dan anak terpelihara dengan baik.
Setiap wanita hamil dapat melalui proses persalinan tanpa gangguan dan akhirnya mampu
memelihara bayi dan memberikan ASI.
Proses persalinan yang aman dan bersih dapat diartikan sebagai pelaksanaan persalinan
dengan trauma yang sangat minimal dengan cara:
Spontan kepala belakang
Ekstraksi vakum atau forseps
Seksio Sesaria (jalan terakhir)
Melalui proses diatas, akan tercapai well born baby dan well health mother sebagai titik awal
dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia.
Istilah untuk pemeriksaan dan pengawasan untuk ibu hamil, diantaranya:
Maternity care: pelayanan kebidanan pada ibu hamil
Antenatal care : pengawasan sebelum anak lahir terutama ditujukan pada anak
Prenatal care : pengawasan sebelum janin lahir dan lebih ditekan kepada kesehatan janin
Dalam arti sempit, ketiga bentuk pengawasan tersebut bertujuan untuk:
Mengawasi ibu hamil selama kehamilan sampai melahirkan.
5
Merawat dan memeriksa ibu hamil. Jika didapatkan kelainan yang dapat mengganggu
tumbuh kembang janin, harus diikuti untuk dilakukan penatalaksanaan lebih lanjut dan
diberikan pengobatan.
Menemukan penyakit sedini mungkin pada ibu yang dapat mempengaruhi pertumbuhan
janin serta berusaha mengobatinya.
Mempersiapkan ibu sehingga proses persalinan yang dijalaninya menjadi pengalaman
yang menyenangkan.
Mempersiapkan ibu hamil agar dapat memelihara bayi dan menyusui seoptimal mungkin.
Hal-hal yang dimaksud dan termasuk dalam pengawasan kehamilan adalah:
Prekonsepsi dan prenatal care
Teratologi dan epidemiologi kelainan kongenital
Obat-obat masa hamil dan laktasi
Ultrasonografi untuk mengetahui perkembangan janin
Evaluasi janin antepartum
Terdapat perbedaan pengawasan pada ibu hamil dengan usia di bawah 18 tahun disebabkan
sering terjadinya:
Anemia
Hipertensi yang menuju eklamsi dan preeklampsi
Persalinan dengan berat badan lahir rendah
Kehamilan disertai infeksi
Penyulit proses persalinan sehingga memerlukan tindakan operasi
Aspek sosial yang sering menyertai ibu hamil muda, yaitu:
Kehamilan yang tidak diinginkan
Kecanduan obat atau perokok
Arti dan manfaat antenatal care yang kurang diperhatikan.
Saat ini,sekitar 3-5% wanita yang memiliki pekerjaan dengan pendidikan yang lebih
tinggi cenderung untuk terlambat menikah dan hamil diatas usia 35 tahun, sehingga diperlukan
perhatian khusus karena dapat terjadi:
Hipertensi karena stress pekerjaan yang dapat memicu terjadinya preeklampsi dan
eklampsi
6
Diabetes melitus
Perdarahan antepartum
Abortus dan abortus berulang
Persalinan prematur atau BBLR
Gangguan tumbuh kembang janin dalam rahim (IUGR)
Kelainan kongenital
Antenatal care dijalankan sejak kunjungan wanita hamil pertama sekali dan berlanjut
hingga bayi lahir. Untuk negara di Eropa Timur, Amerika Utara, dan banyak negara maju
lainnya, menyarankan agar antenatal care dilaksanakan sebanyak 12-16 kali kunjungan selama
kehamilan. Sedangkan di negara berkembang pemeriksaan antenatal care cukup dilakukan
sebanyak 4 kali sebagai kasus tercatat yaitu trimester pertama 1 kali, trimester kedua 1 kali dan
trimester ketiga 2 kali.
Menurut Profil Kesehatan Indonesia (2008), Antenatal care adalah pelayanan yang
diberikan kepada ibu hamil oleh petugas kesehatan untuk memelihara kehamilannya, yang
dilaksanakan sesuai standar pelayanan antenatal yang ditetapkan dalam Standar Pelayanan
Kebidanan. Antenatal care (ANC) adalah pemeriksaan kehamilan untuk menyiapkan diri sebaik-
baiknya fisik dan mental, serta menyelamatkan ibu dan anak dalam kehamilan, persalinan, dan
masa nifas sehingga keadaan mereka pasca melahirkan sehat dan normal, tidak hanya fisik, tetapi
juga mental. Perawatan antenatal (PAN) adalah pemeriksaan yang sistematik dan teliti pada ibu
hamil, pada perkembangan/pertumbuhan janin dalam kandungannya serta penanganan ibu hamil
dan bayinya saat dilahirkan dalam kondisi yamg terbaik.
2.2 Tujuan Antenatal Care1, 2
1. Memantau kemajuan kehamilan, memastikan kesejahteraan ibu, dan tumbuh kembang
janin.
2. Meningkatkan dan mempertahankan kesehatan fisik, mental, serta sosial ibu dan bayi.
3. Menemukan secara dini adanya masalah atau gangguan dan kemungkinan komplikasi
yang terjadi selama masa kehamilan.
4. Mempersiapkan kehamilan dan persalinan dengan selamat, baik ibu maupun bayi, dengan
trauma seminimal mungkin.
7
5. Mempersiapkan ibu agar masa nifas dan pemberian ASI eksklusif berjalan normal.
6. Mempersiapkan ibu dan keluarga dapat berperan dengan baik dalam memelihara bayi
agar dapat tumbuh dan berkembang secara normal.
Dahulu, tujuan Perawatan Antenatal (PAN) adalah untuk menjaring kasus kehamilan
risiko tinggi dan risiko rendah. Faktor risiko tersebut sebenarnya bukan merupakan indikator
yang baik bagi ibu hamil yang mengalami komplikasi. Jika kita telaah, mayoritas ibu hamil yang
sebelumnya diidentifikasi “risiko rendah”, malah mengalami komplikasi, sebaliknya sebagian
besar ibu hamil yang dianggap “risiko tinggi” melahirkan bayinya tanpa komplikasi. Oleh karena
itu, tujuan PAN, yaitu:
1. Mempromosikan serta menjaga kesehatan fisik dan mental ibu dan bayi dengan
memberikan pendidikan mengenai nutrisi, kebersihan diri, dan proses persalinan.
2. Mendeteksi secara dini kelainan yang terdapat pada ibu dan janin serta segera
menatalaksanakan komplikasi medis, bedah, ataupun obstetri selama kehamilan dan
menanggulanginya.
3. Mempersiapkan ibu hamil, baik fisik, psikologis, dan sosial dalam menghadapi
kehamilan, persalinan, masa nifas, masa menyusui, serta kesiapan menghadapi komplika
2.3 Fungsi Antenatal Care 1
Salah satu fungsi dari antenatal care (ANC) adalah untuk dapat
mendeteksi/mengkoreksi/menatalaksanakan sedini mungkin segala kelainan yang terdapat pada
ibu dan janinnya. Untuk itu, dilakukan pemeriksaan fisik diagnostik mulai dari anamnesa yang
teliti sampai dapat ditegakkan diagnosa diferensial dan diagnosa sementara beserta prognosanya.
Perlunya mendeteksi penyakit dan bukan penilaian risiko dikarenakan pendekatan risiko bukan
merupakan strategi yang efisien ataupun efektif untuk menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI).
Pendekatan PAN kini mengenalkan pendekatan terbaru, yaitu Antenatal Terfokus (Focused
ANC).
2.4 Antenatal Terfokus (Focused ANC)1
Antenatal terfokus yang mengutamakan kualitas kunjungan daripada kuantitasnya.
Pendekatan ini mengenalkan 2 kunci realitas, yaitu:
8
Pertama, kunjungan berkala tidak serta merta meningkatkan hasil akhir kehamilan, dan di
negara berkembang secara logistik dan finansial adalah mustahil bagi fasilitas kesehatan
dan komunitas yang mereka layani.
Kedua, banyak wanita yang diidentifikasi “berisiko tinggi” tidak pernah mengalami
komplikasi, sementara wanita “berisiko rendah” sering kali mengalami komplikasi.
Antenatal Terfokustergantung pada evidence-based, goal directed interventions yang
layak untuk umur kehamilan dan ditujukan secara khusus pada isu-isu kesehatan yang paling
utama bagi wanita hamil dan jabang bayi. Strategi kunci Antenatal Terfokus (Focused ANC)
lainnya adalah bahwa setiap kunjungan ditangani oleh penyedia tenaga kesehatan yang ahli,
yaitu bidan, dokter, perawat, atau tenaga kesehatan yang mempunyai pengetahuan, ketrampilan,
dan sikap yang dibutuhkan untuk bekerja secara efektif untuk mencapai tujuan PAN. Selain itu,
fungsi dari antenatal care (ANC) adalah untuk mempersiapkan fisik dalam menghadapi
kehamilan, persalinan, dan nifas. Untuk itu, perlu komunikasi, informasi, dan edukasi
sepertipemberian gizi yang baik, “empat sehat lima sempurna” terutama diet tinggi kalori tinggi
protein, vitamin, dan mineral. Kemudian preparat Fe (zat besi) dan asam folat untuk
menanggulangi anemia (Safe Blood Safe Mother).
2.5 Jadwal Antenatal Care 1, 2,3
Menurut Profil Kesehatan Indonesia (2008), K1 adalah kunjungan pertama ibu hamil ke
fasilitas pelayanan kesehatan untuk mendapatkan pelayanan antenatal, yang dilakukan pada
trimester pertama kehamilan. Sedangkan K4 adalah kunjungan ibu hamil untuk mendapatkan
pelayanan antenatal minimal 4 kali, yaitu 1 kali pada trimester pertama kehamilan, 1 kali pada
trimester kedua, dan 2 kali pada trimester ketiga. Setiap wanita hamil menghadapi risiko
komplikasi yang bisa mengancam jiwanya. Oleh karena itu, kunjungan antenatal care (ANC)
minimal 4 kali selama kehamilan, yaitu:
Satu kali pada trimester I (umur kehamilan 0-13 minggu)
Satu kali pada trimester II (umur kehamilan 14-27 minggu)
Dua kali pada trimester III (umur kehamilan 28-36 minggu dan sesudah minggu ke-36)
Menurut referensi dari Kuliah Obstertri, dalam upaya pengawasan ibu hamil di Inggris
tahun 1929, diusulkan gagasan pengawasan secara teratur dengan jadwal sebagai berikut: 2
9
Setiap 4 minggu sampai kehamilan berumur 28 minggu
Setiap 2 minggu sampai kehamilan berumur 36 minggu
Setiap minggu setelahumur kehamilan diatas 36 minggu sampai proses persalinan
dimulai.
Standar Asuhan Kehamilan Sesuai dengan kebijakan Departemen Kesehatan, standar minimal
pelayanan pada ibu hamil adalah tujuh bentuk yang disingkat 7T, antara lain:
1. Timbang berat badan.
2. Ukur tekanan darah.
3. Ukur tinggi fundus uteri.
4. Pemberian imunisasi TT (Tetanus Toksoid) lengkap.
5. Pemberian tablet Fe minimal 90 tablet selama kehamilan dengan dosis 1 tablet setiap
harinya.
6. Lakukan tes penyakit menular seksual (PMS).
7. Temu wicara dalam rangka persiapan rujukan.
2.6 Standar Pelayanan Antenatal yang berkualitas meliputi 1
Menurut Departemen Kesehatan RI tahun (2003):
Memberikan pelayanan kepada ibu hamil minimal 4 kali, 1 kali pada trimester I, 1 kali
pada trimester II, dan 2 kali pada trimester III untuk memantau keadaan ibu dan janin
dengan seksama sehingga dapat mendeteksi secara dini dan dapat memberikan intervensi
secara cepat dan tepat.
Melakukan penimbangan berat badan ibu hamil dan pengukuran Lingkar Lengan Atas
(LLA) secara teratur mempunyai arti klinis penting, karena ada hubungan yang erat
antara pertambahan berat badan selama kehamilan dengan berat badan lahir bayi.
Pertambahan berat badan hanya sedikit menghasilkan rata-rata berat badan lahir bayi
yang lebih rendah dan risiko yang lebih tinggi untuk terjadinya BBLR dan kematian bayi.
Pertambahan berat badan ibu selama kehamilan dapat digunakan sebagai indikator
pertumbuhan janin dalam kandungan. Berdasarkan pengamatan pertambahan berat badan
ibu selama kehamilan dipengaruhi berat badannya sebelum hamil. Pertambahan yang
10
optimal adalah kira-kira 20% dari berat badan ibu sebelum hamil, jika berat badan tidak
bertambah, Lingkar Lengan Atas < 23,5 cm menunjukkan ibu mengalami kurang gizi.
Penimbangan berat badan dan pengukuran tekanan darah harus dilakukan secara rutin
dengan tujuan untuk melakukan deteksi dini terhadap terjadinya tiga gejala preeklampsi
yaitu tekanan darah tinggi, protein urin positif, pandangan kabur atau oedema pada
ekstremitas. Apabila pada kehamilan triwulan III terjadi kenaikan berat badan lebih dari 1
kg, dalam waktu 1 minggu kemungkinan disebabkan terjadinya oedema, apabila disertai
dengan kenaikan tekanan darah dan tekanan diastolik yang mencapai > 140/90 mmHg
atau mengalami kenaikan 15 mmHg dalam 2 kali pengukuran dengan jarak 1 jam. Ibu
hamil dikatakan dalam keadaan preeklampsi jika mempunyai 2 dari 3 gejala preeklampsi.
Apabila preeklampsi tidak dapat diatasi, maka akan berlanjut menjadi eklampsi.
Eklampsi merupakan salah satu faktor utama penyebab terjadinya kematian maternal.
Pengukuran TFU (Tinggi Fundus Uteri) dilakukan secara rutin dengan tujuan mendeteksi
secara dini terhadap berat badan janin. Indikator pertumbuhan berat janin intrauterin,
tinggi fundus uteri dapat juga mendeteksi secara dini terhadap terjadinya mola hidatidosa,
janin ganda atau hidramnion yang ketiganya dapat mempengaruhi terjadinya kematian
maternal.
Melaksanakan palpasi abdominal setiap kunjungan untuk mengetahui usia kehamilan,
letak, bagian terendah, letak punggung, menentukan janin tunggal atau kembar, dan
mendengarkan denyut jantung janin untuk menentukan asuhan selanjutnya.
Pemberian imunisasi tetanus toxoid (TT) kepada ibu hamil sebanyak 2 kali dengan jarak
minimal 4 minggu, diharapkan dapat menghindari terjadinya tetanus neonatorum dan
tetanus pada ibu bersalin dan nifas.
Pemeriksaan Hemoglobine (Hb) pada kunjungan pertama dan pada kehamilan 30
minggu. Saat ini, anemia dalam kandungan ditetapkan kadar Hb <11gr% pada trimester I
dan III atau Hb <10,5 gr% pada trimester II, Hb <8gr% harus dilakukan pengobatan
dengan pemberian 2-3 kali tablet Fe per hari.
Memberikan tablet zat besi, 90 tablet selama 3 bulan, diminum setiap hari, ingatkan ibu
hamil tidak meminumnya dengan teh atau kopi.
11
Pemeriksaan urin dilakukan jika ada indikasi (tes protein dan glukosa), pemeriksaan
penyakit-penyakit infeksi (HIV/AIDS dan PMS).
Memberikan penyuluhan tentang perawatan diri selama kehamilan, perawatan payudara,
gizi ibu selama kehamilan, tanda-tanda bahaya pada kehamilan dan pada janin sehingga
ibu dan keluarga dapat segera mengambil keputusan dalam perawatan selanjutnya.
Jelaskan tentang persalinan kepada ibu hamil, suami/keluarga pada trimester III,
memastikan bahwa persiapan persalinan bersih, aman dan suasana yang menyenangkan,
persiapan transportasi, dan biaya.
Tersedianya alat-alat pelayanan kehamilan dalam keadaan baik dan dapat digunakan,
obat-obatan yang diperlukan, waktu pencatatan kehamilan, dan mencatat semua temuan
pada KMS (kartu menuju sehat) ibu hamil untuk menentukan tindakan selanjutnya.
2.7 Informasi yang Diberikan ketika Memberikan Asuhan Kehamilan1,4
Informasi-informasi yang harus diberikan kepada ibu hamil pada kunjungan
kehamilannya adalah:
1. Trimester I
Menjalin hubungan saling percaya.
Hal ini merupakan langkah paling awal namun akan sangat menentukan kualitas asuhan
di waktu-waktu berikutnya. Hubungan saling percaya antara ibu hamil dan petugas
kesehatan mutlak harus dapat dipenuhi sehingga informasi dan penatalaksanaan yang
diberikan oleh petugas kesehatan dapat selalu sesuai dengan data yang disampaikan oleh
pasien secara jujur.
Deteksi masalah pada tahap awal pemberian asuhan, petugas kesehatan melakukan
deteksi kemungkinan masalah atau komplikasi yang muncul dengan melakukan
penapisan.Beberapa diantaranya adalah penapisan kelainan bentuk panggul pada pasien
dengan tinggi badan kurang dari 145 cm, pre-eklampsi, hipertensi dalam kehamilan,
infeksi, dan sebagainya.
Mencegah masalah (TT dan anemia).
12
Pencegahan masalah anemia merupakan prioritas pertama yang harus dilakukan oleh
petugas kesehatan karena anemia merupakan penyebab utama pendarahan postpartum.
Selain anemia, petugas kesehatan juga harus melakukan pencegahan penyakit tetanus
neonatorum karena penyakit ini memberikan peran yang cukup besar dalam
menyebabkan kematian bayi.
Persiapan persalinan dan komplikasi.
Meskipun proses persalinan masih cukup lama, namun petugas kesehatan tetap harus
menyampaikan informasi ini sedini mungkin sehingga ibu hamil dan keluarga sudah
mempunyai gambaran mengenai apa yang harus direncanakan. Selain itu untuk
memberdayakan ibu hamil dan keluarga, beberapa komplikasi yang mungkin terjadi
dalam kehamilan juga perlu disampaikan sejak dini sehingga ibu hamil dan keluarga
dapat ikut aktif dalam pemantauan perjalanan kehamilannnya.
Perilaku sehat (gizi, latihan/senam, kebersihan, istirahat).
2. Trimester II
Setelah petugas kesehatan menyimpulkan bahwa ibu hamil sudah cukup paham dengan
informasi yang harus diketahui pada Trimester I, maka pada Trimester II petugas kesehatan
memberikan informasi yang berkaitan dengan preeklampsi ringan (pantau tekanan darah dan
evaluasi edema). Petugas kesehatan mengajak ibu hamil dan keluarga untuk aktif dalam
memantau kemungkinan gejala-gejala preeklampsi ringan dalam kehamilannya sehingga timbul
tanggung jawab bagi ibu hamil dan keluarga.
3. Trimester III
Gemeli (28-36 minggu)
Pada usia kehamilan ini, informasi yang perlu disampaikan adalah hasil pemeriksaan
kesejahteraan janin dalam kandungan, salah satunya adalah janin tunggal atau ganda.
Informasi tersebut akan mengurangi beberapa kekhawatiran yang dirasakan oleh ibu
hamil dan keluarga berkaitan dengan janin.
Letak janin (>36 minggu)
Gambaran persalinan yang akan dilalui merupakan salah satu hal yang dikhawatirkan
oleh ibu hamil dan keluarga pada akhir masa kehamilan. Informasi mengenai kepastian
13
letak dan posisi janin akan mengurangi kecemasan pasien. Ibu hamil akan lebih siap jika
diberikan gambaran mengenai proses persalinan secara lengkap.
2.8 Hak-Hak Ibu Hamil dalam Antenatal Care4
Mendapatkan keterangan mengenai kondisi kesehatannya. Informasi harus diberikan
langsung kepada ibu hamildan keluarganya.
Mendiskusikan keprihatinannya, kondisinya, dan harapannya terhadap sistem pelayanan,
dalam lingkungan yang dapat ia percaya. Proses ini berlangsung secara pribadi dan
didasari rasa saling percaya.
Mengetahui sebelumnya jenis prosedur yang akan dilakukan terhadap dirinya.
Mendapatkan pelayanan secara pribadi/dihormati privasinya dalam setiap pelaksanaan
prosedur.
Menerima layanan senyaman mungkin.
Menyatakan pandangan dan pilihannya mengenai pelayanan yang diterimanya.
Hal ini berarti dalam pengawasan wanita hamil, harus diusahakan agar wanita hamil
sampai akhir kehamilan sekurang-kurangnya harus sama sehatnya atau lebih sehat, adanya
kelainan fisik atau psikologik harus ditemukan sedini mungkin dan diobati,danmelahirkan tanpa
kesulitan serta bayi yang dilahirkan sehat fisik dan mental.
2.9 Pemeriksaan Antenatal Care5
Bila seorang wanita datang dengan haid terlambat dan diduga adanya kehamilan, maka
dapat ditentukan tanggal perkiraan partus, jika hari pertama haid terakhir diketahui dan siklus ±
28 hari.Rumus yang dipakai adalah rumus Naegele.Perkiraan partus menurut rumus ini yaitu hari
+ 7, bulan – 3, dan tahun + 1.Misalnya hari pertama haid terakhir adalah tanggal 1-5-2011, maka
perkiraan partus menurut rumus ini yaitu pada tanggal 8-2-2012.
Apabila tanggal hari pertama haid terakhir tidak diingat maka dapat digunakan ukuran
tinggi fundus uteri (TFU) sebagai patokan untuk menentukan usia kehamilan.
14
Gambar 1. Tinggi Fundus Uteri untuk menentukan usia kehamilan
Hal-hal yang memiliki kaitan dengan kehamilan hendaknya ditanyakan dengan teliti
seperti tentang keluhan, napsu makan, tidur, miksi, defekasi,riwayat kehamilan, persalinan, nifas,
ataupun keguguran sebelumnya.Tanyakan juga mengenai penyakit-penyakit yang sedang atau
pernah diderita oleh wanita hamil tersebut seperti penyakit jantung, ginjal, tuberkulosis, diabetes
mellitus, paru, dan sebagainya.
2.10 Pemeriksaan Fisik5
Pada pemeriksaan seluruh tubuh wanita harus diperiksa dengan teliti.Keadaan umum
harus baik.Tekanan darah, nadi, suhu, pernapasan harus diperiksa dan dicatat.Jantung, paru,
mammae dan seluruh abdomen diperiksa dengan teliti dan juga dicatat.Mammae harus
terpelihara dengan baik, papilla mammae sebaiknya dibersihkan secara teratur dan diberi minyak
agar kulit tetap lemas.Bila terdapat putting yang tertarik ke dalam atau retraksi, maka diadakan
koreksi.Bila ringan, dapat dilakukan tarikan, sehingga puting akhirnya menonjol.Apabila terlalu
berat, maka harus diatasi dengan pembedahan.
Jika kehamilan masih muda, pemeriksaan ginekologik diperlukan, dengan menggunakan
spekulum dilihat keadaan vulva, vagina, dan porsio.Pada uterus diperhatikan letak, besar, bentuk,
dan konsistensinya.Adneksa juga perlu diraba dengan seksama.
15
Pemeriksaan panggul untuk mengadakan evaluasi akomodasinya sebaiknya ditunda
karena dapat menimbulkan rasa nyeri, akibat bagian lunak jalan lahir yang masih kaku pada
kehamilan muda.
2.11 Pemeriksaan Obstetri 3
Pasien berbaring telentang, kepala dan bahu sedikit lebih tinggi dengan memakai bantal.
Pemeriksa berdiri di sebelah kanan ibu hamil. Setelah wanita hamil yang akan diperiksa
berbaring, perhatikan terlebih dahulu apakah uterus berkontraksi. Jika berkontraksi maka harus
ditunggu terlebih dahulu.Dinding perut juga harus lemas agar pemeriksaan dapat dilakukan
dengan teliti.Untuk ini maka tungkai ditekuk pada pangkal paha dan lutut kemudian dilakukan
palpasi bimanual pada abdomen.
Palpasi abdomen menentukan
Besar dan konsistensi rahim
Bagian janin, letak, presentasi
Gerakan janin
Kontraksi rahim Braxton Hicks dan his
Terdapat berbagai macam cara palpasi namun yang sering di pakai adalah menurut
Leopold karena telah hampir mencakup semuanya.
Pemeriksaan Leopold I
Tujuan pemeriksaan ini adalah untuk menentukan tinggi fundus uteri dan bagian janin yang
berada pada fundus uteri.
Cara pemeriksaan:
Pemeriksa menghadap ke bagian kepala ibu.
Letakkan sisi lateral telunjuk kiri pada puncak fundus uteri untuk menentukan tinggi
fundus.
Letakkan ujung telapak tangan kiri dan kanan pada fundus uteri dan rasakan bagian janin
yang ada pada bagian fundus dengan jalan menekan secara lembutdan menggeser telapak
tangan kiri dan kanan secara bergantian.
Bila kepala, maka akan teraba bulat dank eras, sedangkan bokong tidak bulat dan lunak.
16
Gambar 2. Pemeriksaan Leopold I
Pemeriksaan Leopold II
Untuk menentukan bagian janin yang berada pada kedua sisi uterus, pada letak lintang tentukan
di mana kepala janin.
Cara pemeriksaan :
Pemeriksa menghadap ke kepala pasien, letakkan telapak tangan kiri pada dinding perut
lateral kanan dantelapak tangan kanan pada dinding perutlateral kiri ibu secara sejajar dan
pada ketinggian yang sama.
Mulai dari bagian atas tekan secara bergantianatau bersamaan (simultan) telapak
tangantangan kiri dan kanan kemudian geser kearah bawah dan rasakan adanya bagian
yang rata dan memanjang (punggung) atau bagian-bagian kecil (ekstremitas).
Gambar 3. Pemeriksaan Leopold II
17
Pemeriksaan Leopold III
Untuk menentukan bagian janin apa yang berada pada bagian bawah dan apakah bagian
terbawah tersebut masih sudah terfiksasi atau masih dapat digoyangkan.
Cara pemeriksaan:
Posisi pemeriksa pada sisi kanan ibu
Letakkan ujung jari tangan kiri pada dimdimg lateral kiri bawah, telapak tangan kanan
pada dinding lateral kanan bawah
Tekan secara lembut bergantian untuk menentukan bagian terbawah janin
Gambar 4. Pemeriksaan Leopold III
Pemeriksaan Leopold IV
Untuk menentukan bagian terbawah janin serta mengetahui berapa bagian kepala telah masuk ke
dalam pintu atas panggul.
Cara pemeriksaan:
Pemeriksa menghadap ke bagian kaki ibu
Letakkan kedua ujung jari tangan pada tepi atas simfisis, rapatkan semua jari untuk
meraba dinding bawah uterus
Perhatikan sudut yang dibentuk oleh jari-jari apakah konvergen atau divergen
Pindahkan ibu jari dan telunjuk kiri pada bagian terbawah janin umtuk memfiksasi bagian
tersebut kearah pintu atas panggul
18
Letakkan jari-jari tangan kanan diantara tangan kiri dan simfisis untuk menilai seberapa
jauh bagian terbawah janin masuk pintu atas panggul
Gambar 5. Pemeriksaan Leopold IV
Dengan pemeriksaan Leopold I sampai IV tersebut di atas dapat diketahui tinggi fundus
uteri, letak janin, letak punggung janin, apakah bagian terbawah janin telah masuk pintu atas
panggul atau belum, dan denyut jantung janin.
Setelah melakukan pemeriksaan dengan lengkap hendaknya perlu juga dijelaskan kepada
ibu tersebut perlunya diadakan pemeriksaan yang teratur ; makin tua umur kehamilannya harus
semakin sering dilakukan pemeriksaan.
Beberapa hal yang harus diperhatikan dan dijelaskan pada antenatal care, meliputi :4
1. Makanan (diet)
Ibu hamil harus mendapat perhatian terutama mengenai jumlah kalori dan protein yang
berguna untuk pertumbuhan janin dan kesehatan ibu. Kekurangan nutrisi dapat
menyebabkan anemia, abortus, partus, dan pendarahan paska persalinan. Jika makan
makanan berlebihan karena beranggapan untuk porsi dua orang dapat menyebabkan
komplikasi seperti kegemukan, preeklampsi, janin terlalu besar, dan sebagainya. Hal penting
yang harus diperhatikan sebenarnya adalah cara mengatur menu dan pengolahan menu
tersebut dengan berpedoman pada Pedoman Umum Gizi Seimbang. Petugas Kesehatan
sebagai pengawas kecukupan gizinya dapat melakukan pemantauan terhadap kenaikan berat
badan selama kehamilan. Pengaruh suplementasi multigizi mikro (MGM) dan Fe-folat
19
terhadap status gizi makro ibu hamil dengan menggunakan penambahan berat badan hamil
(PBBH) sebagai indikator, masih sangat sedikit. Padahal, PBBH merupakan indikator utama
yang menentukan hasil kehamilan, di samping berat badan prahamil (BBpH). Berat badan
sebelum hamil, PBBH, dan indeks massa tubuh (IMT) masih merupakan indikator yang
banyak dipakai untuk menentukan status gizi ibu. Untuk menghindari risiko tersebut, ibu
hamil harus memperhatikan asupan gizi sebelum, ketika, dan setelah kehamilan, karena
rerata PBBH yang dianjurkan di negara berkembang adalah 12,5 kilogram.
2. Merokok
Bayi dari ibuyang merokok mempunyai berat badan lebih kecil, sehingga ibu hamil sangat
tidak diperbolehkan untuk merokok.
3. Obat-obatan untuk ibu hamil
Pemakaian obat-obatan selama kehamilan terutama pada trimester I perlu dipertanyakan,
mana yang lebih besar manfaatnya dibandingkan bahaya terhadap janin. Sebenarnya jika
kondisi ibu hamil tidak dalam keadaan yang benar-benar berindikasi untuk diberikan obat-
obatan, sebaiknya pemberian obat dihindari.
4. Senam Hamil
Menurut Fraser dan Cooper (2003), dianjurkan bagi ibu hamil agar banyak berjalan,
terutama pada pagi hari dalam udara segar dan melakukan senam kehamilan, yang bertujuan
untuk memperlancar sirkulasi darah, meningkatkan nafsu makan, pencernaan lebih baik, dan
tidur menjadi lebih nyenyak.
5. Pakaian Wanita hamil
Wanita hamil harus menggunakan pakaian yang longgar, bersih, dan tidak ada ikatan yang
ketat pada daerah perut. Bahan pakaian usahakan yang mudah menyerap keringat.
6. Kebersihan Tubuh
Kebersihan tubuhperlu diperhatikan selama kehamilan karena dengan perubahan
metabolisme mengakibatkan peningkatan pengeluaran keringat.Keringat yang menempel di
kulit meningkatkan kelembaban kulit dan memungkinkan menjadi tempat berkembangnya
mikroorganisme. Jika tidak dibersihkanmaka ibu hamil akan sangat mudah untuk terkena
penyakit kulit.
20
Perawatan Payudara
Payudara perlu dipersiapkan sejak sebelum bayi lahir sehingga dapat segera berfungsi
dengan baik pada saat diperlukan. Pengurutan payudara untuk mengeluarkan sekresi dan
membuka duktus dan sinus laktiferus, sebaiknya dilakukan secara hati-hati dan benar karena
pengurutan yang salah dapat menimbulkan kontraksi pada rahim. Membasahi areola dan
puting susu secara lembut dapat mencegah retak dan lecet. Untuk sekresi yang mongering
pada puting susu, lakukan pembersihan dengan menggunakan campuran gliserin dan
alkohol. Karena payudara menegang, sensitive, dan menjadi lebih berat, maka gunakan
penopang payudara yang sesuai (brassiere).
Perawatan Gigi
Paling tidak dibutuhkan dua kali pemeriksaan gigi selam kehamilan, yaitu pada trimester
pdertama dan ketiga. Penjadwalan pada trimester pertam dikaitkan dengan hiperemesis dan
ptialisme (produksi air liur yang berlebihan) sehingga kebersihan rongga mulut harus selalu
terjaga. Pada trimester ketiga terkait dengan adanya kebutuhan kalsium untuk pertumbuhan
janin sehingga perlu diketahui apakah terdapat pengaruh yang merugikan pada gigi ibu
hamil. Dianjurkan untuk selalu menyikat gigi setelah makan karena ibu hamil sangat rentan
terhadap terjadinya caries dan gingivitis.
7. Eliminasi
Keluhan yang sering muncul pada ibu hamil berkaitan dengan eliminasi adalah konstipasi
dan sering buang air kecil. Konstipasi terjadi karena adanya pengaruh hormon progesteron
yang mempunyai efek relaksasi tehadap otot polos, salah satunya adalah otot usus. Selain
itu, desakan usus oleh pembesaran janin juga menyebabkan bertambahnya konstipasi.
Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan adalah dengan mengkonsumsi makanan tinggi
serat dan banyak minum air putih, terutama ketika lambung dalam keadaan kosong dapat
merangsang gerakan peristaltik usus. Jika ibu sudah mengalami dorongan, maka segeralah
untuk buang air besar agar tidak terjadi konstipasi. Sering buang air kecil merupakan
kelainan yang umum dirasakan oleh ibu hamil, terutama pada trimester I dan III. Hal
tersebut adalah kondisi fisiologis. Tindakan mengurangi asupan cairan untuk mengurangi
keluhan ini sangat tidak dianjurkan karena akan menyebabkan dehidrasi.
21
8. Pemantauan kesejahteraan janin
Kesejahteraan janin dalam kandungan perlu dipantau secara terus menerus agar bilaterdapat
gangguan pada janin dalam kandungandapat segera terdeteksi dan ditangani. Salah satu
indikator kesejahteraan janin yang dapat dipantau sendiri oleh ibu adalah gerakan janin
dalam 24 jam. Gerakan janin dalam 24 jam minimal 10 kali.
2.11 Penilaian Maturitas Janin
Untuk menilai apakah janin telah cukup matur dapat dipakai beberapa cara pemeriksaan,
diantaranya: 2
1. Pembuatan foto rontgen.
Pada foto tersebut tuanya janin dapat diperkirakan dari panjangnya tulang, adanya pusat-
pusat isifikasi tertentu dan lain-lain. (dewasi ini pemakaian sinar rontgen tidak
dibenarkan bial tidak perlu sekali, berhubung pengaruh tidak baik terhadap janin maupun
ibunya).
2. Ultrasonografi.
Pada kehamilan 6 minggu sesudah haid terakhir dapat dilihat adanya kantong janin dan
mudigah tidak lama sesudah itu. Pada kehamilan 13 minggu kepala janin dapat dideteksi
dan pula denyut jantung janin. Dengan pengukuran dinstansia biparietalis kepala janin,
maka umur janin dapat diramalkan.
3. Amnioskopi.
Melakukan inspeksi likuor amni melalui ketuban yang utuh dengan menggunakan
amniskop yang dimasukan melalui kanalis servikalis. Amnioskopi membantu seleksi
kasus secara cermat untuk dilakukan induksi persalinan bila pada antenatal ditemukan
resiko terhadap janin. Dengan menganalisa air ketuban yang didapatkan melalui
amniosentesis.
Menentukan secara spektroskopik kadar bilirubin. Dasar pemeriksaan ini ialah penemuan
bahwa pigmen menghilang pada minggu ke-36. akan tetapi adanya mekoneum atau darah
di dalam air ketuban dapat menyukarkanpenilaian.
22
4. Kadar kreatinin.
Dengan tuanya janin kadar kreatinin likuor amnni meningkat dan bila ini mencapai 2 mg
per 100 ml,maka dapat dikatakan bahwa janin telah cukup tua.
5. Pengukuran sitologik air ketuban.
Ditemukan sejumlah sel yang dapat dipulas dengan pewarnaan khusus lemak.Sel-sel
tersebut berasal dari glandula sebasea. Bila ditemukan <2 % dari seluruh sel, maka
dikatakan bahwa kehamilan <36 minggu.Bilah ditemukan >20 %,maka kemungkinan
prematuritas kecil sekali.
6. Pemeriksaan kadar enzim alkali fosfatase total dan kadar alkali fosfatase tahan panas.
Mulai kehamilan 26 minggu sampai 42 minggu, kadar alkali fosfatase total dan tahan
panas akan naik terus menerus setiap minggunya. Pada postmaturitaskadar enzim
tersebut menurun.
7. Perbandingan lesitin-sfingomielin.
Di katakana bahwa kosentrasi dari kedua fosfolipid itu padapermulaan kira-kira sama,
akan tetapi pada waktu paru-paru menjadi matang (kehamilan > 35 minggu) ditemukan
kosentrasi lesitin menigkat, sedangkan kosentrasi sfingomielin menurun.
23
BAB III
ANGKA KEMATIAN MATERNAL
Secara definisi, menurut Depkes, Kematian ibu adalah kematian yang terjadi pada ibu
hamil, bersalin dan nifas (sampai 42 hari setelah bersalin), sebagai akibat dari kelainan yang
berkaitan dengan kehamilannya atau penyakit lain yang diperburuk oleh kehamilan, dan bukan
karena kecelakaan. Beberapa ahli menyebut kematian ibu adalah ukuran penting dari kematian
suatu bangsa dan masyarakat serta mengindikasikan kesenjangan dalam kesehatan dan akses ke
pelayanan kesehatan (Daniel, dkk, 2002). Kematian ibu merupakan permasalahan kesehatan
publik global dan penurunan kematian ibu adalah prioritas agenda kesehatan dan politik di setiap
negara (Chichakli, dkk, 2000).
Sementara WHO mendefinisikan kematian ibu sebagai “kematian wanita saat hamil atau
42 hari setelah kehamilan berakhir, tanpa melihat lamanya kehamilan dan lokasi persalinan,
karena sebab apapun terkait atau dipicu oleh kehamilan atau komplikasi dan manajemennya
namun bukan karena sebab-sebab kecelakaan atau insidental”. Sementara terdapat dua alternatif
alat ukur baru kematian ibu terkait dengan kehamilan, yaitu:
1. Kematian maternal lanjut (late maternal death) – Kematian yang diakibatkan penyebab
obstetric langsung dan tidak langsung lebih dari 42 hari namun kurang dari 1 tahun
(antara 42 hari – 1 tahun) setelah melahirkan (after termination of pregnancy).
2. Kematian terkait kehamilan (pregnancy-related death) – Kematian ibu yang terjadi
selama kehamilan atau 42 hari setelah melahirkan, tanpa melihat penyebabnya, obstetric
langsung dan tidak langsung (oleh sebab apapun). Kematian ibu terkait kehamilan
(pregnancy-related death) sangat berguna ketika penyebab kematian sulit ditentukan dan
ketika semua kematian di daerah itu disebabkan karena kehamilan.
Upaya safe motherhood
Upaya untuk menurunkan angka kematian ibu dan bayi baru lahir harus melalui jalan
yang terjal. Terlebih kala itu dikaitkan dengan target Millenium Development Goals (MDGs)
24
2015, yakni menurunkan angka kematian ibu (AKI) menjadi 102 per 100.000 kelahiran hidup,
dan angka kematian bayi (AKB) menjadi 23 per 100.000 kelahiran hidup yang harus dicapai.
Waktu yang tersisa hanya tinggal tiga tahun ini, tidak akan cukup untuk mencapai sasaran itu
tanpa upaya-upaya yang luar biasa.
Menurut hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001, penyebab langsung
kematian ibu hampir 90 persen terjadi pada saat persalinan dan segera setelah
persalinan. Sementara itu, risiko kematian ibu juga makin tinggi akibat adanya faktor
keterlambatan, yang menjadi penyebab tidak langsung kematian ibu. Ada tiga risiko
keterlambatan, yaitu terlambat mengambil keputusan untuk dirujuk (termasuk terlambat
mengenali tanda bahaya), terlambat sampai di fasilitas kesehatan pada saat keadaan darurat dan
terlambat memperoleh pelayanan yang memadai oleh tenaga kesehatan..
Upaya terobosan yang paling mutakhir adalah program Jampersal (Jaminan Persalinan)
yang digulirkan sejak 2011. Program Jampersal ini diperuntukan bagi seluruh ibu hamil, bersalin
dan nifas serta bayi baru lahir yang belum memiliki jaminan kesehatan atau asuransi kesehatan.
Keberhasilan Jampersal tidak hanya ditentukan oleh ketersediaan pelayanan kesehatan namun
juga kemudahan masyarakat menjangkau pelayanan kesehatan disamping pola pencarian
pertolongan kesehatan dari masyarakat, sehingga dukungan dari lintas sektor dalam hal
kemudahan transportasi serta pemberdayaan masyarakat menjadi sangat penting.
Melalui program ini, pada tahun 2012 Pemerintah menjamin pembiayaan persalinan
sekitar 2,5 juta ibu hamil agar mereka mendapatkan layanan persalinan oleh tenaga kesehatan
dan bayi yang dilahirkan sampai dengan masa neonatal di fasilitas kesehatan. Program yang
punya slogan Ibu Selamat, Bayi Lahir Sehat ini diharapkan memberikan kontribusi besar dalam
upaya percepatan penurunan angka kematian ibu dan bayi baru lahir.
Tahun 1990-1991, departemen kesehatan dibantu WHO, UNICEF, UNDP melaksanakan
Assessment Safe Motherhood. Suatu hasil dari kegiatan adalah rekomendasi Rencana Kegiatan
Lima Tahun Departemen Kesehatan menerapkan rekomendasi tersebut dalam bentuk strategi
operasional untuk mempercepat penurunan angka kematian ibu (AKI). Sasarannya adalah
menurunkan AKI dari 450 per 100 000 kelahiran hidup pada tahun 2000.
25
a. Keluarga berencana yang memastikan bahwa setiap orang /pasangan mempunyai akses
ke informasi dan pelayanan KB agar dapat merencanakan waktu yang tepat untuk
kehamilan , jarak kehamilan, jumlah anak . Dengan demikian diharapkan tidak ada
kehamilan yang diinginkan. Kehamilan yang masuk kategori “ 4 terlau”, yaitu termuda
atau terlalu tua untuk kehamilan, terlalu sering hamil dan terbanyak anak.
b. Pelayanan antenatal, untuk mencegah adanya komplikasi obstetric mungkin dan
memastikan bahwa komplikasi dideteksi sedini mungkin serta ditangani secara memadai.
c. Persalinan yang aman , memastikan bahwa semua penolong persalinan mempunyai
pengetahuan, keterampilan dan alat untuk member pertolongan yang aman dan bersih
serta memberikan pelayanan nifas kepada ibu dan bayi
d. Pelayanan obstetric esensial, memastikan bahwa pelayanan obstetric resiko tinggi dan
komplikasi tersedia bagi ibu hamil yang membutuhkannya.
Keempat intervensi strategis perlu dilaksanakan lewat pelayanan kesehatan dasar dan
bersendikan kesetaraan hak dan status bagi wanita.
Kebijaksanaan Departemen Kesehatan dalam penurunan AKI
Tingginya AKI di Indonesia yaotu 390 per 100000 kelahiran hidup tertinggi di ASEAN,
menempatkan upaya penurunan AKI sebagai program prioritas. Penyebab langsung kematian ibu
di Indonesia seperti halnya di negara lain adalah perdarahan, infeksi dan eklampsia. Ke dalam
perdarahan dan infeksi sebagai penyebab kematian, sebenarnya tercakup pula kematian akibat
abortus terinfeksi dan partus lama.
Salah satu upaya terobosan yang cukup mencolok untuk mencapai keadaan tersebut
adalah pendidikan sejumlah 54 120 bidan ditempatkan di desa selama 1989/1990 sampai
1996/1997. Dalam pelaksanaan operasional, sejak tahun 1994 diterapkan strategi berikut:
a. Penggerakan Tim Dati II ( Dinas kesehatan dan seluruh jajarannya sampai ke tingkat
kecamatan dan desa, RS Dati II dan pihak terkait) dalam upaya mempercepat penurunan
AKI sesuai dengan peran dan fungsinya masing-masing.
b. Pembinaan daerah yang intensif di setiap Dati II sehingga pada akhir Pelita VII :
i. Cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan mencapai 80 % atau lebih.
26
ii. Cakupan penanganan kasus obstetric (resiko tinggi dan komplikasi obstetric)
minimal meliputi 10% seluruh persalinan.
iii. Bidan mampu memberikan pertolongan pertama pada kegawatdaruratan
obstetric neonatal dan puskesmas sanggup memberikan pelayanan obstetric-
neonatal esensial dasar ( PONED) , yang didukung oleh RS. Dati II sebagai
fasilitas rujukan utama yang mampu menyediakan pelayanan obstetric-
neonatal esensial komprehensif (PONEK ) 24 jam; sehingga tercipta jaringan
pelayanan obstetric yang mantap dengan bidan desa sebagai ujung tombaknya.
c. Penerapan kendali mutu layanan kesehatan ibu, antara lain melalui penerapan standard
pelayanan, prosedur tetap, penilaian kerja, pelatihan klinis dan kegiatan audit maternal-
perinatal.
d. Meningkatkan komunikasi , informasi dan edukasi untuk mendukung upaya percepatan
penurunan AKI.
e. Pemantapan keikutsertaan masyarakat dalam berbagai kegiatan pendukung untuk
mempercepat penurunan AKI.
27
BAB IV
PERAN ANTENATAL CARE DALAM MENURUNKAN ANGKA KEMATIAN
MATERNAL
Kematian Maternal adalah kematian yang berlangsung selama kehamilan, pada saat
persalinan dan setelah persalinan sampai batas waktu 42 hari (postpartum) tetapi bukan karena
kecelakaan. Di Indonesia kematian ibu melahirkan masih merupakan masalah utama dalam
bidang kesehatan. Sampai saat ini Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia menempati teratas di
Negara-negara ASEAN, yaitu 228 per 100.000 kelahiran hidup (SDKI, 2007). Tingginya angka
kematian ibu di Indonesia terkait dengan banyak faktor, di antaranya kualitas perilaku ibu hamil
yang tidak memanfaatkan Antenatal Care (ANC) pada pelayanan kesehatan, sehingga
kehamilannya berisiko tinggi.
Angka kematian ibu yang masih tinggi ini secara tidak langsung mempunyai dampak
besar dalam kehidupan keluarga karena peran ibu sebagai penerus keturunan, pengasuh dan
pendidik anak. Maka dalam rangka percepatan penurunan Angka Kematian Ibu kebijakan yang
dilakukan ditekankan pada pelayanan dan bayi baru lahir termasuk dalam target untuk perawatan
kehamilan (ANC).
Pada tahun 1999, WHO didukung oleh badan internasional lain seperti UNFPA,
UNICEF, dan World Bank telah meluncurkan strategi MPS (Making Pregnancy Safer). Pada
dasarnya MPS menekankan agar pemerintah dan masyarakat di setiap negara mempertahankan
penyediaan dan peningkatan akses masyarakat terhadap pelayanan kebidanan esensial melalui
upaya menempatkan Safe Motherhood sebagai salah satu prioritas utama dalam pembangunan
nasional dan internasional, menyusun acuan nasional dan standarpelayanan kesehatan maternal
dan neonatal, mengembangkan sistem yang menjamin pelaksanaan standar maternal dan
neonatal serta pengendalian fertilitas pada tingkat keluarga dan lingkungannya, serta
memperbaiki sisitem monitoring pelayanan kesehatan maternal dan neonatal.
Pemeriksaan Antenatal Care (ANC) adalah pemeriksaan kehamilan untuk
mengoptimalkan kesehatan mental dan fisik ibu hamil, hingga mampu menghadapi persalinan,
kala nifas, persiapan pemberiaan ASI dan kembalinya kesehatan reproduksi secara wajar
28
(Manuaba, 2008). Menurut Depkes RI (2004), pemeriksaan kehamilan yang dikenal dengan
Antenatal Care (ANC) bertujuan untuk menjaga agar ibu hamil dapat melalui masa
kehamilannya, persalinan dan nifas dengan baik dan selamat, serta menghasilkan bayi yang
sehat.
Ibu hamil membutuhkan perawatan antenatal yang baik yang merupakan perawatan
kepada ibu selama kehamilannya, dengan pengawasan yang teratur dan berkala apabila timbul
kelainan pada kehamilannya dapat dikenal sedini mungkin sehingga dapat dilakukan perawatan
yang cepat dan tepat.
Peran ANC yang ditujukan kepada ibu adalah :
1. Untuk mengurangi penyulit-penyulit pada masa sebelum kehamilan.
2. Untuk mempertahankan kesehatan jasmaniah dan maupun rohaniah dari ibu.
3. Supaya persalinan dapat berlangsung dengan aman.
4. Supaya ibu sesehat-sehatnya sesudah melahirkan.
5. Supaya ibu dapat memenuhi segala kebutuhan janinnya.
Dari peran yang ditujukan, pemanfatan Antenatal Care (ANC) perlu dilakukan dalam
upaya peningkatan kesehatan ibu saat kehamilan dan melahirkan dan menyiapkan wanita hamil
sebaik-baiknya fisik dan mental serta seterusnya menyelamatkan ibu dan anak dalam kehamilan,
persalinan dan masa nifas, sehingga keadaan mereka pada post partum sehat dan normal, tidak
hanya fisik tetapi juga mental dan menurunkan angka kematian ibu.
29
BAB V
KESIMPULAN
Antenatal Care adalah suatu program yang terencana berupa observasi, edukasi, dan
penanganan medik pada ibu hamil, untuk memperoleh suatu proses kehamilan serta persalinan
yang aman dan memuaskan. Perawatan antenatal (PAN) adalah pemeriksaan yang sistematik dan
teliti pada ibu hamil, pada perkembangan/pertumbuhan janin dalam kandungannya serta
penanganan ibu hamil dan bayinya saat dilahirkan dalam kondisi yang terbaik .
Tujuan antenatal care adalah untuk menjaga agar ibu sehat selama masa kehamilan,
persalinan, dan nifas serta mengusahakan bayi yang dilahirkan sehat, memantau kemungkinan
adanya risiko-risiko kehamilan, dan merencanakan penatalaksanaan yang optimal terhadap
kehamilan risiko tinggi serta menurunkan morbiditas dan mortalitas ibu dan ibu hamil yang tidak
melakukan pemeriksaan kehamilan dipengaruhi oleh beberapa faktor penyebab, antara lain:
faktor pengetahuan, faktor pendidikan, faktor usia, dan faktor ekonomi.
30
DAFTAR PUSTAKA
1. Gambaran Pengetahuan Ibu Hamil tentang Pentingnya Pengawasan Kehamilan
(Antenatal Care) di Poliklinik Ibu Hamil RSU Dr Pirngadi.
http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/21428
2. Ide B. Pengawasan Wanita Hamil dalam : Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta. Penerbit
Buku Kedokteran. EGC. 2007. p187-93.
3. Mochtar, Rustam. Diagnosis, Pemeriksaan , Pengawasan , dan Nasihat-nasihat Untuk Ibu
hamil in ; Sinopsis Obstetric. Jakarta : EGC. 1990. p. 309-81.
4. Notoatmodjo, S., 2003. Antenatal Care in: Ilmu Kesehatan Masyarakat (Prinsip-Prinsip
Dasar). Jakarta: PT. Rineka Cipta, 126-33.
5. Wiknojosastro H, Rachimhadhi T, Saifuddin A.B. Pengawasan Wanita Hamil dalam Ilmu
Kebidanan. Jakarta: YBP-SP. 2005. p 154-63.
31