penyusunan basis data jalan nasional berbasis sistem informasi ...
Transcript of penyusunan basis data jalan nasional berbasis sistem informasi ...
TESIS
PENYUSUNAN BASIS DATA JALAN NASIONAL BERBASIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS
(STUDI KASUS: JALAN NASIONAL PROVINSI BALI DI BAWAH TANGGUNG JAWAB SNVT P2JJ
METROPOLITAN DENPASAR)
I NYOMAN JAGAT MAYA
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR 2011
TESIS
PENYUSUNAN BASIS DATA JALAN NASIONAL BERBASIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS
(STUDI KASUS: JALAN NASIONAL PROPINSI BALI DI BAWAH TANGGUNG JAWAB SNVT P2JJ
METROPOLITAN DENPASAR)
I NYOMAN JAGAT MAYA NIM 0791561001
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR
2011
ii
PENYUSUNAN BASIS DATA JALAN NASIONAL BERBASIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS
(STUDI KASUS: JALAN NASIONAL PROPINSI BALI DI BAWAH TANGGUNG JAWAB SNVT P2JJ
METROPOLITAN DENPASAR)
Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister Teknik pada Program Magister, Program Studi Teknik Sipil,
Program Pascasarjana, Universitas Udayana
I NYOMAN JAGAT MAYA NIM. 0791561001
PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR 2011
iii
Lembar Pengesahan
TESIS INI TELAH DISETUJUI PADA TANGGAL 16 AGUSTUS 2011
Mengetahui,
Pembimbing I,
I P. Alit Suthanaya, ST, MEngSc. Ph.D. NIP. 19690805 199503 1 001
Pembimbing II,
Dw. Md. Priyantha Wedagama, ST, MT, MSc, Ph.D. NIP. 19700303 199702 1005
Ketua Program Studi Magister Teknik Sipil Program Pascasarjana Universitas Udayana,
Prof. Dr. Ir. I Made Alit Karyawan S., DEA NIP. 19620404 199103 1 002
Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana,
Prof. Dr. dr. A. A. Raka Sudewi, Sp. S (K) NIP. 19590215 198510 2 001
iv
Tesis ini telah diuji pada Tanggal 16 Agustus 2011
Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana, Nomor : 1455/UN.14.4/HK/2011, Tanggal 10 Agustus 2011
Ketua : Putu Alit Suthanaya, ST, MEngSc, Ph.D Anggota : 1. Dw. Md. Priyantha Wedagama, ST, MT, MSc, Ph.D. 2. Ir. I Gusti Putu Suparsa, MT. 3. Ir. I Nyoman Arya Thanaya, ME, Ph.D. 4. Ir. Made Sukada Wenten, MT.
v
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT NAMA : I NYOMAN JAGAT MAYA NIM : 0791561001 PROGRAM STUDI : MAGISTER TEKNIK SIPIL JUDUL TESIS : PENYUSUNAN BASIS DATA JALAN NASIONAL
BERBASIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (STUDI KASUS: JALAN NASIONAL PROVINSI BALI DI BAWAH TANGGUNG JAWAB SNVT P2JJ METROPOLITAN DENPASAR)
Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah Tesis ini bebas plagiat. Apabila dikemudian hari terbukti terdapat plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai peraturan Mendiknas RI No. 17 tahun 2010 dan peraturan perundangan yang berlaku. Denpasar, 5 September 2011 Hormat saya, Materai 6000
(I Nyoman Jagat Maya) NIM. 0791561001
vi
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur penulis panjatkan ke hadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa/ Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Penulis menyadari bahwa tesis ini tidak akan terwujud tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak, baik pada waktu kuliah maupun pada waktu penyusunan.
Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak I Putu Alit Suthanaya, ST, MengSc. Ph.D. sebagai pembimbing utama yang telah memberikan dorongan, bimbingan, dan saran kepada penulis dengan penuh kesabaran. Terima kasih yang sebesar-besarnya juga penulis sampaikan kepada Bapak Dewa Made Priyantha Wedagama, ST, MT, MSc, Ph.D. sebagai pembimbing kedua yang selama ini memberikan bimbingan dan saran dengan penuh pengertian kepada penulis.
Ucapan yang sama juga ditujukan kepada segenap staf dan pengajar Program Magister Teknik Sipil atas segala informasi dan dukungannya selama pendidikan maupun selama penyelesaian tesis ini.
Terima kasih juga penulis ucapkan kepada orangtua, keluarga, dan rekan-rekan yang mendukung selama pendidikan ini. Semoga tesis ini dapat memberikan manfaat dan karena keterbatasan penulis, semua kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan oleh penulis demi kesempurnaan tesis ini.
Denpasar, Agustus 2011
Penulis
vii
ABSTRAK
PENYUSUNAN BASIS DATA JALAN NASIONAL BERBASIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS
(STUDI KASUS: JALAN NASIONAL PROVINSI BALI DI BAWAH TANGGUNG JAWAB SNVT P2JJ METROPOLITAN DENPASAR)
Tersedianya sarana dan prasarana kota yang baik merupakan salah satu
langkah fundamental untuk mencapai pencitraan yang baik bagi Propinsi Bali yang terkenal akan daerah wisatanya. Jalan sebagai bagian dari sistem transportasi nasional mempunyai peranan penting mendukung kegiatan perekonomian dan sosial masyarakat. Perlu dilakukan penyusunan suatu basis data jalan nasional berbasis sistem informasi geografis yang mampu mengakomodasi kebutuhan para pemegang kebijakan. Penyusunan basis data berbasis SIG yang dilakukan pada penelitian ini hanya untuk 33 ruas Jalan Nasional di bawah tanggung jawab P2JJ Metropolitan Denpasar, mengingat ruas jalan ini memiliki kepadatan yang relatif lebih besar dari ruas lainnya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis sistem stasioning, kondisi perkerasan, kondisi geometrik, dan kondisi sosial Jalan Nasional serta menyusun program basis data berbasis Sistem Informasi Geografis untuk Jalan Nasional di bawah tanggung jawab P2JJ Metropolitan Denpasar.
Untuk dapat mencapai hasil yang diinginkan maka langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan melakukan studi pendahuluan terlebih dahulu, lalu melakukan persiapan survei, kemudian pengumpulan/survei data primer dan sekunder, analisis data survei, baru kemudian dilakukan penyusunan program basis data berbasis Sistem Informasi Geografis. Simpulan dan saran yang baik dapat diperoleh setelah proses tersebut selesai dilakukan.
Hasil yang diperoleh dari penelitian ini untuk kondisi Jalan Nasional di bawah tanggung jawab P2JJ Metropolitan adalah sebesar 83.09% kondisi perkerasan dalam kondisi baik, sebesar 89.37% kondisi geometrik dalam kondisi baik, dan sebesar 68.12% kondisi sosial dalam kondisi cukup.
Penelitian ini telah menghasilkan program basis data berbasis Sistem Informasi Geografis yang berisikan informasi sistem stasioning, kondisi perkerasan, kondisi geometrik, dan kondisi sosial dari Jalan Nasional di bawah tanggung jawab SNVT P2JJ Metropolitan. Kata kunci : basis data, Sistem Informasi Geografis, Jalan Nasional, P2JJ Metropolitan
viii
ABSTRACT
DATABASE COMPILATION OF NATIONAL ROAD BASED ON GEOGRAPHIC INFORMATION SYSTEM
(CASE STUDY: NATIONAL ROAD IN BALI PROVINCE UNDER RESPONSIBILITY OF SNVT P2JJ METROPOLITAN DENPASAR)
Availability of good structure and infrastructure in city is one of
fundamental step to achievi a good imaging for the Bali Province that has been wellknown as tourism areas. Roads as part of National transportation system plays an important role to support economic activities and social communities. Necessary preparation of a national roads database based on Geographic Information System that able to accommodate the needs of policy holders. Preparation of database based on GIS in this research conducted only for 33 sections of National Roads under responsibility of the P2JJ Metropolitan Denpasar, because this roads has a relatively greater density than others segments. The objective of this study is to analize the system stationing, pavement conditions, geometric conditions, social conditions of National Roads and compiles a database program based on Geographic Information System for National Roads under responsibility of SNVT P2JJ Metropolitan Denpasar.
To achieve the desired results, then the steps must be taken in this study is preliminary study at first, preparing survey, then survey of primary and secondary data, analize survey data, and then do the programming database based on Geographic Information System. Good conclution and advice can be obtained after the process is completed.
Results obtained from this study for the National Roads under responsibility of SNVT P2JJ Metropolitan Denpasar is 83,09% pavements in good condition, amounted 89,37% geometric in good condition, and 68,12% social in sufficient condition.
This study has produced a database program based on Geographic Information System that containing information of stationing system, pavement conditions, geometric conditions, and social conditions for the National Roads under responsibility of SNVT P2JJ Metropolitan Denpasar. Keywords: databased, Geographic Information System, National Roads, P2JJ Metropolitan
ix
DAFTAR ISI Halaman SAMPUL DALAM .................................................................................................. i PRASYARAT GELAR ........................................................................................... ii LEMBAR PERSETUJUAN .................................................................................. iii PENETAPAN PANITIA PENGUJI ...................................................................... iv SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT ........................................................ v UCAPAN TERIMA KASIH .................................................................................. vi ABSTRAK ......................................................................................................... vii ABSTRACT ........................................................................................................ viii DAFTAR ISI .......................................................................................................... ix DAFTAR TABEL ................................................................................................. xii DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xiii DAFTAR SINGKATAN ....................................................................................... xv DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xvii BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... .1 1.1 Latar Belakang .................................................................................................. 1 1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................. 3 1.3 Tujuan Penelitian .............................................................................................. 4 1.4 Batasan Masalah ............................................................................................... 4 1.5 Manfaat Penelitian ............................................................................................ 5 BAB II KAJIAN PUSTAKA .................................................................................. 6 2.1 Klasifikasi Jalan Umum .................................................................................. . 6 2.1.1 Klasifikasi menurut fungsi pada sistem jaringan jalan ................................. 6 2.1.2 Klasifikasi menurut status jalan ................................................................. 13 2.1.3 Klasifikasi menurut kelas jalan .................................................................. 16 2.2 Bagian - bagian Jalan ...................................................................................... 17 2.2.1 Ruang Manfaat Jalan (RUMAJA) .............................................................. 17 2.2.2 Ruang Milik Jalan (RUMIJA) .................................................................... 18 2.2.3 Ruang Pengawasan Jalan (RUWASJA) ..................................................... 19 2.3 Jalan Nasional di Provinsi Bali ....................................................................... 21 2.4 Informasi Kondisi Jalan .................................................................................. 23 2.4.1 Indeks kondisi kekasaran jalan/Road Condition Index (RCI) ....................... 23 2.4.2 Indeks Internasional kekasaran jalan/International Roughness Index(IRI) .. 24 2.4.3 Jenis – jenis kerusakan perkerasan aspal ...................................................... 25 2.4.4 Survei pencacahan lalu lintas terklasifikasi .................................................. 35 2.4.5 Dasar-dasar perencanaan geometrik jalan ..................................................... 38
x
2.5 Basis Data (Data Base) ................................................................................... 53 2.5.1 Umum ........................................................................................................... 53 2.5.2 Sistem Manajemen Basis Data (SMBD) ....................................................... 53 2.5.3 Pelaku basis data ........................................................................................... 56 2.6 Sistem Informasi Geografis (SIG) .................................................................. 59 2.6.1 Fase perancangan SIG ................................................................................... 62 2.6.2 Pembentukan data spasial dengan SIG ......................................................... 65 2.6.3 Model relasional ............................................................................................ 75 2.6.4 Sistem koordinat............................................................................................ 77 BAB III METODE PENELITIAN ............. .............................................................81 3.1 Kerangka Penelitian ........................................................................................ 81 3.2 Lokasi Penelitian ............................................................................................. 83 3.3 Data Primer ..................................................................................................... 84 3.3.1 Stasiun Titik Awal (STA) ............................................................................. 84 3.3.2 Lebar jalur dan bahu jalan ............................................................................. 85 3.3.3 Indeks kondisi jalan/Road Condition Index (RCI) ........................................ 86 3.3.4 Jenis kerusakan perkerasan .......................................................................... 86 3.3.5 Kondisi perkerasan ........................................................................................ 87 3.3.6 Kondisi geometrik ........................................................................................ 87 3.3.7 Kondisi sosial ................................................................................................ 88 3.3.7 Foto kondisi jalan .......................................................................................... 89 3.4 Data Sekunder ................................................................................................. 90 3.4.1 Titik pengenal awal dan akhir ruas ............................................................... 90 3.4.2 Panjang ruas .................................................................................................. 90 3.4.3 Indeks Internasional kekasaran permukaan/ International Roughness Index(IRI) ............................................................. 90 3.4.4 Lalu Lintas Harian Rata-rata Tahunan (LHRT) ............................................ 91 3.5 Penyusunan Basis Data Berbasis SIG ............................................................. 92 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ....... .............................................................93 4.1 Data Primer ..................................................................................................... 93 4.1.1 Sistem stasioning ........................................................................................... 93 4.1.2 Lebar jalur dan bahu jalan ............................................................................ 93 4.1.3 Indeks Kondisi Jalan/Road Condition Index (RCI) ...................................... 93 4.1.4 Jenis kerusakan perkerasan ........................................................................... 94 4.1.5 Kondisi perkerasan ....................................................................................... 94 4.1.6 Kondisi geometrik ........................................................................................ 95 4.1.7 Kondisi sosial ............................................................................................... 97
xi
4.1.8 Foto kondisi jalan ......................................................................................... 98 4.2 Data Sekunder ................................................................................................. 98 4.3 Analisa ............................................................................................................ 99 4.3.1 Lebar Bahu dan Badan Jalan ......................................................................... 99 4.3.2 Jenis Kerusakan Perkerasan .......................................................................... 99 4.3.3 Tampilan Antar Muka Program Pada ”Web Map Aset” ............................. 103 4.3.4 Tampilan Antar Muka Program Pada ”Pengelolaan Aset” ......................... 108 BAB V SIMPULAN DAN SARAN ............ .............................................................109 5.1 Simpulan .................................................................................................... 109 5.2 Saran.............................................................................................................. 111
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 112
xii
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 2.1 Penentuan Nilai RCI Ditinjau Berdasarkan Jenis Permukaan dan Kondisi Secara Visual......... .................................................................... 24 Tabel 2.2 Dimensi Dasar Kendaraan Rencana ....................................................... 39 Tabel 2.3 Nilai Emp Untuk Jalan Perkotaan Terbagi dan Satu Arah .................... 40 Tabel 2.4 Nilai Emp Untuk Jalan Perkotaan Tak Terbagi ..................................... 40 Tabel 2.5 Kecepatan Rencana Sesuai Klasifikasi Fungsi dan Medan Jalan .......... 41 Tabel 2.6 Penentuan Lebar Lajur dan Bahu Jalan .................................................. 42 Tabel 2.7 Panjang Bagian Lurus Maksimum ......................................................... 44 Tabel 2.8 Panjang Jari – jari Maksimum Suatu Tikungan (Dibulatkan) ................ 45 Tabel 2.9 Jari – jari Tikungan yang Tidak Memerlukan Lengkungan Peralihan ... 45 Tabel 2.10 Kelandaian Maksimum yang Diijinkan ............................................... 47 Tabel 2.11 Panjang Kritis Kelandaian Maksimum ................................................ 48 Tabel 2.12 Panjang Minimum Lengkung Vertikal ................................................ 48 Tabel 3.1 Definisi Tiap Kategori Kondisi Perkerasan ........................................... 87 Tabel 3.2 Definisi Tiap Kategori Kondisi Geometrik ............................................ 88 Tabel 3.3 Definisi Tiap Kategori Kondisi Sosial ................................................... 89 Tabel 4.1 Kondisi Perkerasan Segmen Jalan ......................................................... 94 Tabel 4.2 Kondisi Geometrik Segmen Jalan .......................................................... 96 Tabel 4.3 Kondisi Sosial Segmen Jalan ................................................................. 97
xiii
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 2.1 Klasifikasi Jalan Menurut Fungsi ....................................................... 12
Gambar 2.2 Klasifikasi Jalan Menurut Wewenang Pembinaan ............................ 15
Gambar 2.3 Bagian – bagian Jalan ......................................................................... 20
Gambar 2.4 Peta Ruas Jalan Nasional Provinsi Bali............... ................................ 22
Gambar 2.5 Kerusakan Cacat Permukaan: Deliminasi .......................................... 26
Gambar 2.6 Kerusakan Cacat Permukaan: Bleeding ............................................. 27
Gambar 2.7 Karusakan Cacat Permukaan: Pengausan .......................................... 27
Gambar 2.8 Kerusakan Cacat Permukaan: Pelepasan Butir .................................. 28
Gambar 2.9 Kerusakan Cacat Permukaan: Lubang ............................................... 29
Gambar 2.10 Kerusakan Retak: Retak selip .......................................................... 29
Gambar 2.11 Kerusakan Retak: Retak kulit buaya ................................................ 30
Gambar 2.12 Kerusakan Retak: Retak blok ........................................................... 31
Gambar 2.13 Kerusakan Retak: Retak memanjang ............................................... 31
Gambar 2.14 Kerusakan Retak: Retak melintang .................................................. 32
Gambar 2.15 Kerusakan Deformasi: Alur ............................................................. 32
Gambar 2.16 Kerusakan Deformasi: Keriting ...................................................... 33
Gambar 2.17 Kerusakan Deformasi: Defresi (Amblas) ......................................... 33
Gambar 2.18 Kerusakan Deformasi: Pergeseran (Shoving) ................................... 34
Gambar 2.19 Deformasi Plastis.............................................................................. 34
Gambar 2.20 Komponen Tikungan Spiral-Circle-Spiral ....................................... 46
Gambar 2.21 Lajur Pendakian................................................................................ 49
Gambar 2.22 Jarak antara Dua Lajur Pendakian .................................................... 50
Gambar 2.23 Contoh Koordinasi Alinyemen yang Ideal ....................................... 52
Gambar 2.24 Contoh Koordinasi Alinyemen yang Harus Dihindari ..................... 52
Gambar 2.25 Contoh Beberapa Peta yang Direprensentasikan ke Dalam Layer ... 61
Gambar 2.26 Konsep Strategis Perancangan SIG .................................................. 63
Gambar 2.27 Tahapan Pekerjaan Pembentukan Coverage SIG Berbasis Data
Vektor.................. .............................................................................. 66
xiv
Gambar 2.28 Konversi dan Pembentukan Topologi pada Arc/Info ....................... 67
Gambar 2.29 Tampilan Menu Arcedit ................................................................... 68
Gambar 2.30 Pemberian ID pada Arcedit .............................................................. 69
Gambar 2.31 Keluar dari Menu Arcedit dan Pembentukan Kembali Topologi .... 70
Gambar 2.32 Penambahan Item ‘NAMA’ pada Coverage Evakuasi .................... 71
Gambar 2.33 Pemberian Data Atribut pada Field ‘NAMA’ .................................. 72
Gambar 2.34 ID Coverage (lingkaran titik evakuasi) yang Akan Diberikan Data
Atribut........................ ........................................................................ 73
Gambar 2.35 ID yang Telah Dipilih untuk Diberikan Data Atribut ...................... 74
Gambar 2.36 Pemberian Data Atribut dan Keluar dari Menu Arcedit .................. 74
Gambar 2.37 Model Relasional.............................................................................. 77
Gambar 2.38 Posisi Garis Lintang, Bujur, dan Lainnya pada Bumi ...................... 78
Gambar 3.1 Bagan Alir Rancangan Penelitian ...................................................... 82
Gambar 3.2 Ilustrasi STA, Ruas, dan Segmen ....................................................... 84
Gambar 3.3 Lokasi Titik Nol Kilometer Provinsi Bali .......................................... 85
Gambar 4.1 Grafik Persentase Kondisi Perkerasan Segmen Jalan ........................ 95
Gambar 4.2 Grafik Persentase Kondisi Geometrik Segmen Jalan ......................... 96
Gambar 4.3 Grafik Persentase Kondisi Sosial Segmen Jalan ................................ 97
Gambar 4.4 Grafik Persentase Jenis Kerusakan Perkerasan Jalan Tahun 2009 .. 102
Gambar 4.5 Tampilan Antar Muka Program dalam Web Map Aset ................... 103
Gambar 4.6 Ikon dan Nama Toolbar Navigation ................................................ 104
Gambar 4.7 Fasilitas layer yang Tersedia ............................................................ 106
Gambar 4.8 Kondisi Tampilan Peta dengan Layer Perkerasan Aktif .................. 107
Gambar 4.9 Tampilan Antar Muka Program dalam Pengelolaan Aset ................ 108
xv
DAFTAR SINGKATAN ABD = Administrator Basis Data
BT = Bujur Timur
BMS = Bridge Management System
CAD = Computer Aided Designed
DD = Decimal Degree
DMS = Degree Minute Second
EMP = Ekivalensi Mobil Penumpang
FC = Full Circle
GRS80 = Geodetic Reference System of 1980
ID = Identity
IRI = International Roughness Index
IRMS = Integrated Road Management System
Laston = Lapis Aspal Beton
Lasbutag = Lapis Asbuton Agregat
Latasbum = Lapis Tipis Asbuton Murni
LHR = Lalu lintas Harian Rata-rata
LHRT = Lalu lintas Harian Rata-rata Tahunan
LS = Lintang Selatan
MKJI = Manual Kapasitas Jalan Indonesia
NAASRA = National Association of Australian State Road Authorities
NAD27 = North American Datum of 1927
NAD83 = North American Datum of 1983
PM = Penetrasi Macadam
P2JJ = Perencanaan dan Pengawasan Jalan dan Jembatan
RCI = Road Condition Index
RUMAJA = Ruang Manfaat Jalan
RUWASJA = Ruang Pengawasan Jalan
xvi
RUMIJA = Ruang Milik Jalan
SCS = Spiral-Circle-Spiral
SIG = Sistem Informasi Geografis
SMBD = Sistem Manajemen Basis Data
SMP = Satuan Mobil Penumpang
SNVT = Satuan Non Vertikal Tertentu
SS = Spiral-spiral
STA = Stasiun Titik Awal
URMS = Urban Road Management System
WGS84 = World Geodetic System 1984
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
.. Halaman
Lampiran A Tabel Jalan Nasional Provinsi Bali Beserta Penanggung
Jawabnya......... ........................................................................... 114
Lampiran B Tabel Titik Pengenal Awal dan Akhir Ruas Jalan P2JJ
Metropolitan Denpasar Beserta Panjang Ruas......... .................. 117
Lampiran C Peta Jaringan Jalan P2JJ Metropolitan Denpasar......... .............. 121
Lampiran D Formulir Survei Ruas Jalan Nasional......... ................................ 122
Lampiran E Tabel Hasil Survei Kondisi Jalan Nasional di bawah
Tanggung Jawab SNVT P2JJ Metropolitan......... ...................... 124
Lampiran F Tabel Hasil Survey Jenis Kerusakan Perkerasan dan RCI ......... 132
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bali merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang terkenal sebagai
daerah kunjungan wisata dunia. Pencitraan yang baik tentang Bali tentunya akan
menjadi magnet dalam menarik wisatawan mancanegara. Salah satu langkah
fundamental untuk mencapai pencitraan yang baik adalah dengan tersedianya
sarana dan prasarana kota yang baik. Sebagai contoh suatu kota mesti memiliki
berbagai aktivitas pokok (rumah sakit, bandara, sekolah, dan sebagainya) dengan
aksesibilitas yang memadai, dalam hal ini tersedianya prasarana jalan yang
mampu menjangkau berbagai lokasi aktivitas tersebut. Jalan sebagai bagian dari
sistem transportasi nasional mempunyai peranan penting mendukung kegiatan
perekonomian dan sosial masyarakat. Selain itu jalan juga berperan memfasilitasi
upaya pelestarian lingkungan dan pertumbuhan budaya bangsa.
Sesuai peruntukannya, jalan terdiri atas jalan khusus dan jalan umum,
dimana jalan umum dapat dibedakan klasifikasinya menurut beberapa hal.
Berdasarkan wewenang pembinaannya, jalan dapat diklasifikasikan menjadi 6
(enam) jenis, salah satunya adalah Jalan Nasional yang merupakan jenis jalan
dengan tingkat wewenang pembinaan berada pada pemerintah pusat. Apabila
mengacu pada klasifikasi jalan berdasarkan fungsinya, yang dimaksud dengan
jalan nasional adalah jalan arteri primer, kolektor primer, serta jalan yang
2
2
mempunyai nilai strategis terhadap kepentingan Nasional, yakni jalan yang tidak
dominan terhadap pengembangan ekonomi, tapi mempunyai peranan menjamin
kesatuan dan keutuhan Nasional, serta melayani daerah-daerah yang rawan dan
lain-lain. Berdasarkan Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah,
Nomor: 376/KPTS/M/2004 bulan Oktober 2004, tentang Penetapan Ruas-ruas
Jalan Menurut Statusnya Sebagai Jalan Nasional, maka dapat diketahui bahwa
panjang ruas Jalan Nasional di Provinsi Bali adalah 501,64 km dengan 58 ruas
jalan. Instansi yang bertanggung jawab secara langsung terhadap Jalan Nasional di
provinsi Bali adalah Satuan Non Vertikal Tertentu (SNVT) Perencanaan dan
Pengawasan Jalan dan Jembatan (P2JJ) Bali dan SNVT P2JJ Metropolitan
Denpasar di bawah Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina
Marga. SNVT P2JJ Bali bertanggung jawab terhadap 25 ruas jalan nasional
sepanjang 398,34 km, sedangkan P2JJ Metropolitan Denpasar bertanggung jawab
terhadap 33 ruas jalan sepanjang 103,30 km. Selama ini, ruas jalan nasional yang
menjadi tanggung P2JJ Metropolitan Denpasar memiliki kepadatan yang
cenderung lebih besar daripada ruas jalan lainnya.
Secara garis besar bentuk tanggung jawab kedua SNVT tersebut di atas
adalah memantau situasi dan kondisi jalan serta jembatan nasional di Provinsi
Bali. Apabila terjadi permasalahan ataupun potensi masalah, maka kedua SNVT
tersebut akan mengajukan program kegiatan kepada Balai Pengawasan Jalan
Nasional VIII (BPJN VIII) selaku penyetuju kegiatan untuk wilayah Bali, NTB,
dan NTT. Dalam rangka mempermudah kinerjanya, selama ini SNVT P2JJ sudah
memiliki program basis data jalan dan jembatan nasional yang dikembangkan
3
3
sejak tahun 1990-an, yaitu program Integrated Road Management System (IRMS)
dan Urban Road Management System (URMS), yang merupakan basis data jalan,
dan Bridge Management System (BMS) yang merupakan basis data jembatan.
Namun BPJN VIII tentunya juga membutuhkan data kondisi jalan sebagai dasar
dalam pengambilan kebijakan atas usulan kedua SNVT tersebut. Menurut tim
proyek BPJN VIII, secara umum data yang dibutuhkan dalam sistem informasi
adalah sistem stationing, kondisi perkerasan, kondisi geometrik, kondisi sosial,
dimana data tersebut belum terangkum dalam IRMS dan URMS.
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka perlu dilakukan penyusunan suatu
basis data jalan nasional berbasis Sistem Informasi Geografis (SIG) yang mampu
mengakomodasi kebutuhan para pemegang kebijakan. Keputusan yang lebih cepat
dan akurat diharapkan dapat diambil oleh para pemegang kebijakan dengan
terdapatnya basis data berbasis SIG yang informatif. Penyusunan basis data
berbasis SIG yang dilakukan pada penelitian ini hanya untuk 33 ruas Jalan
Nasional di bawah tanggung jawab P2JJ Metropolitan Denpasar, mengingat ruas
jalan ini memiliki kecenderungan lebih padat dari ruas lainnya.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat diuraikan beberapa
permasalahan, yaitu:
1. Bagaimanakah sistem stasioning, kondisi perkerasan, kondisi geometrik, dan
kondisi sosial Jalan Nasional di bawah tanggung jawab P2JJ Metropolitan
Denpasar?
4
4
2. Bagaimanakah Basis Data Jalan Nasional Berbasis Sistem Informasi Geografis
yang mampu mengakomodasi kebutuhan informasi dari pemegang kebijakan?
1.3 Tujuan Penelitian
1. Untuk menganalisis sistem stasioning, kondisi perkerasan, kondisi geometrik,
dan kondisi sosial Jalan Nasional di bawah tanggung jawab P2JJ Metropolitan
Denpasar.
2. Untuk menyusun basis data informasi kondisi Jalan Nasional Provinsi Bali di
bawah tanggung jawab P2JJ Metropolitan Denpasar yang berupa program
berbasis Sistem Informasi Geografis.
1.4 Batasan Masalah
Penyusunan basis data jalan berbasis SIG merupakan sebuah penelitian
dengan cakupan yang luas, untuk itu perlu ditetapkan sejumlah batasan masalah
dan asumsi, antara lain:
1. Informasi kondisi jalan yang dipertimbangkan setiap 500 meter meliputi
sistem stasioning dari titik nol kota Denpasar (STA), lebar jalur lalu lintas,
lebar bahu jalan, IRI & RCI (kondisi perkerasan), jenis kerusakan perkerasan,
kondisi geometrik, kondisi sosial, dan foto kondisi jalan.
2. Informasi kondisi jalan yang dipertimbangkan setiap ruas jalan meliputi titik
pengenal awal dan akhir ruas jalan, panjang ruas, dan nilai LHRT.
3. Data sekunder yang dibutuhkan yaitu titik pengenal awal dan akhir ruas,
panjang ruas, IRI, LHRT yang diperoleh dari P2JJ Metropolitan Denpasar.
5
5
4. Survei lapangan yang dilakukan meliputi survei STA, lebar lajur, lebar bahu,
RCI, jenis kerusakan perkerasan, kondisi geometrik, kondisi sosial, dan foto
kondisi jalan.
5. Pengukuran kondisi geometrik jalan di daerah tikungan dan tanjakan hanya
bersifat justifikasi dan tidak dilakukan pengukuran untuk memenuhi
kebutuhan informasi awal bagi pemegang kebijakan.
6. Sebagian besar penyusunan program ini menggunakan software Arc Info.
1.5 Manfaat
Secara umum terdapat dua buah manfaat yang diharapkan dari penelitian ini,
antara lain:
1. Bagi Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga,
khususnya Balai Pelaksanaan Jalan Nasional VIII Denpasar dan P2JJ
Metropolitan Denpasar, keberadaan basis data Jalan Nasional berbasis SIG ini
diharapkan mempercepat dan meningkatkan akurasi dalam pengambilan
kebijakan terkait pemantauan kondisi jalan nasional di Provinsi Bali.
2. Dapat digunakan sebagai bahan kajian studi lebih lanjut oleh peneliti lainnya.
6
6
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Klasifikasi Jalan Umum
Sesuai peruntukannya jalan terdiri atas jalan umum dan jalan khusus. Jalan
umum merupakan jalan yang diperuntukkan bagi lalu lintas umum, sedangkan
jalan khusus merupakan jalan yang bukan diperuntukkan untuk lalu lintas umum
dalam rangka distribusi barang dan jasa yang dibutuhkan. Menurut Undang
Undang Nomor 38 tahun 2004 dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 34 Tahun 2006 Tentang Jalan, jalan umum dapat diklasifikasikan dalam
sistem jaringan jalan, fungsi jalan, status jalan, dan kelas jalan. Pengetahuan
mengenai klasifikasi jalan menjadi penting pada penelitian ini untuk menerangkan
definisi Jalan Nasional beserta aturannya.
2.1.1 Klasifikasi menurut fungsi pada sistem jaringan jalan
Klasifikasi jalan berdasarkan fungsi mengacu pada UU No.38 tahun 2004
dan PP No.34 tahun 2006, adalah sebagai berikut:
2.1.1.1. Sistem jaringan jalan primer
Sistem jaringan jalan primer terdiri dari jalan arteri primer, jalan kolektor
primer, jalan lokal primer, dan jalan lingkungan primer, dimana disusun
berdasarkan rencana tata ruang dan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk
pengembangan semua wilayah di tingkat nasional, dengan menghubungkan semua
simpul jasa distribusi yang berwujud pusat-pusat kegiatan sebagai berikut:
6
7
7
a) Menghubungkan secara menerus pusat kegiatan nasional, pusat kegiatan
wilayah, pusat kegiatan lokal sampai ke pusat kegiatan lingkungan; dan
b) Menghubungkan antarpusat kegiatan Nasional.
Sistem jaringan primer disusun mengikuti ketentuan pengaturan tata
ruang dan struktur pengembangan wilayah tingkat Nasional yang menghubungkan
simpul-simpul jasa distribusi sebagai berikut:
1) Jalan arteri primer
Jalan ini menghubungkan secara berdaya guna antarpusat kegiatan nasional
atau antara pusat kegiatan nasional dengan pusat kegiatan wilayah, dengan
persyaratan teknis sebagaimana diatur dalam PP No. 34 tahun 2006, sebagai
berikut:
a. Didesain paling rendah dengan kecepatan 60 km/jam;
b. Lebar badan jalan paling sedikit 11 meter;
c. Kapasitas lebih besar daripada volume lalu lintas rata-rata;
d. Lalu-lintas jarak jauh tidak boleh terganggu oleh lalu lintas ulang-alik,
lalu lintas lokal dan kegiatan lokal;
e. Jumlah jalan masuk, ke jalan arteri primer, dibatasi secara effisien
sehingga kecepatan 60 km/jam dan kapasitas besar tetap terpenuhi;
f. Jalan arteri primer yang memasuki kawasan perkotaan dan/atau kawasan
pengembangan perkotaan tidak boleh terputus.
8
8
2) Jalan kolektor primer
Merupakan jalan yang menghubungkan secara berdaya guna antara pusat
kegiatan nasional dengan pusat kegiatan lokal, antarpusat kegiatan wilayah, atau
antara pusat kegiatan wilayah dengan pusat kegiatan lokal. Adapun persyaratan
teknis dari jalan ini, sebagai berikut:
a. Didesain paling rendah dengan kecepatan 40 km/jam;
b. Lebar badan jalan paling sedikit 9 meter;
c. Kapasitas lebih besar dari volume lalu-lintas rata-rata;
d. Jumlah jalan masuk dibatasi, dan direncanakan sehingga dapat dipenuhi
kecepatan paling rendah 40 km/jam;
e. Jalan kolektor primer yang memasuki kawasan perkotaan tidak boleh
terputus.
3) Jalan lokal primer
Merupakan jalan yang menghubungkan secara berdaya guna pusat kegiatan
nasional dengan pusat kegiatan lingkungan, pusat kegiatan wilayah dengan pusat
kegiatan lingkungan, antarpusat kegiatan lokal, atau pusat kegiatan lokal dengan
pusat kegiatan lingkungan, serta antarpusat kegiatan lingkungan. Adapun
persyaratan teknis dari jalan ini, sebagai berikut:
a. Didesain paling rendah dengan kecepatan 20 km/jam;
b. Lebar badan jalan paling sedikit 7,5 meter;
c. Jalan lokal primer yang memasuki kawasan pedesaan tidak boleh
terputus.
9
9
4) Jalan lingkungan primer
Merupakan jalan yang menghubungkan antarpusat kegiatan di dalam
kawasan perdesaan dan jalan di dalam lingkungan kawasan perdesaan. Adapun
persyaratan teknis dari jalan ini, sebagai berikut:
a. Didesain paling rendah dengan kecepatan 15 km/jam;
b. Lebar badan jalan paling sedikit 6,5 meter;
c. Jalan lingkungan primer yang tidak diperuntukkan bagi kendaraan
bermotor beroda tiga atau lebih harus memiliki lebar badan jalan paling
sedikit 3,5 meter.
2.1.1.2. Sistem jaringan jalan sekunder
Sistem jaringan jalan sekunder disusun berdasarkan rencana tata ruang
wilayah kabupaten/kota dan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk
masyarakat di dalam kawasan perkotaan yang menghubungkan secara menerus
kawasan yang mempunyai fungsi primer, fungsi sekunder kesatu, fungsi sekunder
kedua, fungsi sekunder ketiga, dan seterusnya sampai ke persil. Fungsi jalan pada
sistem jaringan jalan sekunder terdiri dari:
1) Jalan Arteri Sekunder
Jalan ini menghubungkan menghubungkan kawasan primer dengan kawasan
sekunder kesatu, kawasan sekunder kesatu dengan kawasan sekunder kesatu, atau
kawasan sekunder kesatu dengan kawasan sekunder kedua. Adapun persyaratan
teknisnya, sebagai berikut:
10
10
a. Didesain berdasarkan kecepatan paling rendah 30 km/jam;
b. Kapasitas sama atau lebih besar dari volume lalu lintas rata-rata;
c. Lebar badan jalan paling sedikit 11 meter;
d. Pada jalan arteri sekunder, lalu-lintas cepat tidak boleh terganggu oleh
lalu-lintas lambat;
e. Persimpangan sebidang dengan pengaturan tertentu harus memenuhi
kecepatan tidak kurang dari 30 km/jam.
2) Jalan kolektor sekunder
Jalan ini menghubungkan menghubungkan kawasan sekunder kedua dengan
kawasan sekunder kedua atau kawasan sekunder kedua dengan kawasan sekunder
ketiga. Adapun persyaratan teknisnya, sebagai berikut:
a. Didesain berdasarkan kecepatan paling rendah 20 km/jam;
b. Lebar badan jalan paling sedikit 9 meter;
c. Memiliki kapasitas yang lebih besar dari volume lalu lintas rata-rata;
d. Lalu lintas cepat tidak boleh terganggu oleh lalu lintas lambat;
e. Persimpangan sebidang dengan pengaturan tertentu harus memenuhi
kecepatan tidak kurang dari 20 km/jam.
11
11
3) Jalan lokal sekunder
Jalan ini menghubungkan kawasan sekunder kesatu dengan perumahan,
kawasan sekunder kedua dengan perumahan, kawasan sekunder ketiga dan
seterusnya sampai ke perumahan. Adapun persyaratan teknisnya, sebagai berikut:
a. Didesain berdasarkan kecepatan paling rendah 10 km/jam;
b. Lebar badan jalan tidak kurang dari 7,5 meter.
4) Jalan lingkungan sekunder
Jalan ini menghubungkan antar persil dalam kawasan perkotaan. Adapun
persyaratan teknisnya, sebagai berikut:
a. Didesain berdasarkan kecepatan paling rendah 10 km/jam, diperuntukkan
bagi kendaraan bermotor beroda tiga atau lebih;
b. Lebar badan jalan tidak kurang dari 6,5 meter;
c. Jalan yang tidak diperuntukkan bagi kendaraan bermotor beroda tiga atau
lebih harus mempunyai lebar badan jalan paling sedikit 3,5 meter.
Secara diagramatis penjelasan mengenai klasifikasi jalan menurut fungsi
dapat dilihat pada Gambar 2.1, halaman 12.
12
12
Keterangan:
Kota Jenjang I (Kota PKN/Pusat Kegiatan Nasional)
Kota Jenjang II (Kota PKW/Pusat Kegiatan Wilayah)
Kota Jenjang III (Kota PKL/Pusat Kegiatan Lokal)
Kota Jenjang dibawahnya, Persil
Arteri Primer
Kolektor Primer
Lokal Primer
Gambar 2.1 Klasifikasi Jalan Menurut Fungsi
Sumber: Saodang, 2004
I I
II II
III III
IV IV
KP
AP
AP AP
KP
KP KP
LP
LP LP
I
II
III
IV
AP
KP
LP
13
13
2.1.2 Klasifikasi menurut status jalan
Berdasarkan PP No. 34 tahun 2006 Pasal 25 sampai 30, jaringan jalan yang
diklasifikasikan menurut statusnya dibedakan menjadi 5 (lima) jenis, yaitu sebagai
berikut:
2.1.2.1 Jalan Nasional
Jalan yang diklasifikasikan dalam jalan nasional adalah jalan arteri
primer; jalan kolektor primer yang menghubungkan antar ibukota provinsi; jalan
tol; serta jalan strategis Nasional.
2.1.2.2 Jalan Provinsi
Jalan yang diklasifikasikan dalam jalan provinsi adalah jalan kolektor
primer yang menghubungkan ibukota Provinsi dengan ibukota Kabupaten/Kota;
jalan kolektor primer yang menghubungkan antar ibukota Kabupaten/Kota; jalan
strategis provinsi; serta jalan di Daerah Khusus Ibukota Jakarta, kecuali jalan
sebagaimana dimaksud dalam Jalan Nasional.
2.1.2.3 Jalan Kabupaten
Jalan yang diklasifikasikan dalam jalan kabupaten adalah jalan kolektor
primer yang tidak termasuk dalam jalan nasional dan kelompok jalan provinsi;
jalan lokal primer yang menghubungkan ibukota kabupaten dengan ibukota
kecamatan, ibukota kabupaten dengan pusat desa, antar ibukota kecamatan,
ibukota kecamatan dengan desa, dan antar desa; jalan sekunder lain, selain
14
14
sebagaimana dimaksud sebagai jalan nasional, dan jalan provinsi; serta jalan yang
mempunyai nilai strategis terhadap kepentingan Kabupaten.
2.1.2.4 Jalan Kota
Jalan yang diklasifikasikan dalam jalan provinsi kota adalah jaringan
jalan sekunder di dalam kota. Penjelasan dalam skema diagram dapat dilihat lebih
lanjut pada Gambar 2.2.
2.1.2.5 Jalan Desa
Jalan yang diklasifikasikan dalam jalan desa adalah jalan lingkungan
primer dan jalan lokal primer yang tidak termasuk jalan kabupaten di dalam
kawasan pedesaan, dan merupakan jalan umum yang menghubungkan kawasan
dan/atau antar pemukiman di dalam desa.
Secara diagramatis, klasifikasi jalan menurut status dapat dilihat pada
Gambar 2.2, halaman 15
15
15
Keterangan:
Ibukota Provinsi Nasional
Ibukota Kabupaten/Kota Provinsi
Ibukota Kecamatan Kabupaten
Kota Lainnya Strategis Nasional
Strategis Provinsi Strategis Kabupaten
Gambar 2.2 Klasifikasi Jalan Menurut Wewenang Pembinaan
Sumber: Saodang, 2004
I I
II II
III III
IV IV
N
N
N/P
P
K K
K
K K
SN
SP
N
P
SK
K
N/P
I N
II
III
IV
P
K
SN
SK SP
16
16
2.1.3 Klasifikasi menurut kelas jalan
Kelas jalan dapat dikelompokkan berdasarkan penggunaan jalan dan
kelancaran lalu lintas dan angkutan jalan, sebagaimana telah diatur sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan di bidang lalu lintas dan angkutan jalan; serta
spesifikasi penyediaan prasarana jalan. Kelas jalan berdasarkan spesifikasi
penyediaan prasarana jalan dibedakan menjadi jalan bebas hambatan, jalan raya,
jalan sedang, dan jalan kecil. Maksud dari spesifikasi di sini meliputi
pengendalian jalan masuk, persimpangan sebidang, jumlah dan lebar lajur,
ketersediaan medan, serta pagar.
2.1.3.1 Jalan bebas hambatan
Spesifikasi yang diatur untuk jalan bebas hambatan meliputi
pengendalian jalan masuk secara penuh, tidak ada persimpangan sebidang,
dilengkapi pagar ruang milik jalan, dilengkapi dengan median, paling sedikit
mempunyai 2 (dua) lajur setiap arah, dan lebar lajur paling sedikit 3,5 (tiga koma
lima) meter.
2.1.3.2 Jalan raya
Spesifikasi untuk jalan raya yang dimaksud adalah jalan umum untuk
lalu lintas secara menerus dengan pengendalian jalan masuk secara terbatas dan
dilengkapi dengan median, paling sedikit 2 (dua) lajur setiap arah, lebar lajur
paling sedikit 3,5 (tiga koma lima) meter.
2.1.3.3 Jalan sedang
Spesifikasi untuk jalan sedang yang dimaksud adalah jalan umum dengan
lalu lintas jarak sedang dengan pengendalian jalan masuk tidak dibatasi, paling
17
17
sedikit 2 (dua) lajur untuk 2 (dua) arah dengan lebar jalur paling sedikit 7 (tujuh)
meter.
2.1.3.4 Jalan kecil
Spesifikasi untuk jalan kecil yang dimaksud adalah jalan umum untuk
melayani lalu lintas setempat, paling sedikit 2 (dua) lajur untuk 2 (dua) arah
dengan lebar jalur paling sedikit 5,5 (lima koma lima) meter.
2.2 Bagian-bagian Jalan
Bagian-bagian jalan meliputi ruang manfaat jalan (RUMAJA), ruang milik
jalan (RUMIJA), dan ruang pengawasan jalan (RUWASJA). Penjelasan mengenai
bagian-bagian jalan menjadi penting pada penelitian ini untuk mengetahui
persyaratan ideal bagi ruang jalan, sehingga kriteria pada informasi kondisi sosial
dapat didefinisikan. Penjelasan dari masing-masing bagian jalan tersebut dapat
dilihat sebagai berikut.
2.2.1 Ruang Manfaat Jalan (RUMAJA)
Ruang manfaat jalan merupakan ruang sepanjang jalan yang dibatasi oleh
lebar, tinggi, dan kedalaman tertentu yang ditetapkan oleh penyelenggara jalan
yang bersangkutan berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh Menteri, yang
meliputi badan jalan, saluran tepi jalan, dan ambang pengamannya. RUMAJA
hanya diperuntukkan bagi median, perkerasan jalan, jalur pemisah, bahu jalan,
saluran tepi jalan, trotoar, lereng, ambang pengaman, timbunan dan galian,
gorong-gorong, perlengkapan jalan, dan bangunan pelengkap lainnya. Dalam
rangka menunjang pelayanan lalu lintas dan angkutan jalan serta pengamanan
18
18
konstruksi jalan, maka badan jalan dilengkapi dengan ruang bebas, dimana ruang
bebas disini maksudnya adanya pembatasan untuk lebar, tinggi, dan kedalaman
tertentu. Ruang bebas untuk jalan arteri maupun kolektor adalah dengan tinggi
paling rendah 5 (lima) meter serta kedalaman paling rendah 1,5 (satu koma lima)
meter dari permukaan jalan.
2.2.2 Ruang Milik Jalan (RUMIJA)
Ruang milik jalan merupakan ruang sepanjang jalan yang dibatasi oleh
lebar, kedalaman, dan tinggi tertentu, dimana terdiri dari ruang manfaat jalan dan
sejalur tanah tertentu di luar ruang manfaat jalan yang dapat dimanfaatkan sebagai
ruang terbuka hijau yang berfungsi sebagai landscape jalan. Ruang milik jalan
diperuntukkan bagi ruang manfaat jalan, pelebaran jalan, dan penambahan jalur
lalu lintas di masa akan datang serta kebutuhan ruangan untuk pengamanan jalan.
Jika mengacu pada PP Nomor 34 Tahun 2006, maka terdapat lebar minimum
RUMIJA, seperti sebagai berikut:
a. Jalan Bebas Hambatan : 30 meter
b. Jalan Raya : 25 meter
c. Jalan Sedang : 15 meter
d. Jalan Kecil : 11 meter
19
19
2.2.3 Ruang Pengawasan Jalan (RUWASJA)
Ruang pengawasan jalan merupakan ruang tertentu di luar ruang milik jalan
yang penggunaannya ada di bawah pengawasan penyelenggara jalan, dimana
diperuntukkan bagi pandangan bebas pengemudi dan pengamanan konstruksi
jalan serta pengamanan fungsi jalan. Terdapat lebar ruang pengawasan jalan
minimum yang ditentukan dari tepi badan jalan dengan ukuran sebagai berikut:
a. Jalan Arteri Primer : 15 meter
b. Jalan Kolektor Primer : 10 meter
c. Jalan Lokal Primer : 7 meter
d. Jalan Lingkungan Primer : 5 meter
e. Jalan Arteri Sekunder : 15 meter
f. Jalan Kolektor Sekunder : 5 meter
g. Jalan Lokal Sekunder : 3 meter
h. Jalan Lingkungan Sekunder: 2 meter
i. Jembatan 100 meter kearah hulu dan hilir.
Untuk informasi lebih jelas mengenai bagian-bagian jalan yang tergolong
dalam RUMAJA, RUMIJA, dan RUWASJA dapat dilihat pada Gambar 2.3,
halaman 20 berikut ini.
20
20
Keterangan:
Ruang Manfaat Jalan (RUMAJA) Ruang Pengawasan Jalan (RUWASJA)
Ruang Milik Jalan (RUMIJA) Bangunan
a = Jalur lalu lintas c = Saluran tepi
b = Bahu jalan d = Ambang pengamanan
x = b + a + a + b = Badan Jalan
Gambar 2.3 Bagian-bagian Jalan
Sumber: PP No. 34 Tahun 2006
20
21
21
Menurut Penjelasan Pasal 35 PP Nomor 34 tahun 2006, yang dimaksud
badan jalan meliputi jalur lalu lintas, dengan atau tanpa jalur pemisah, dan bahu
jalan.
2.3 Jalan Nasional di Provinsi Bali
Jalan nasional merupakan jalan arteri primer; jalan kolektor primer yang
menghubungkan antar ibukota provinsi; jalan tol; serta jalan yang mempunyai
nilai strategis terhadap kepentingan Nasional. Berdasarkan Keputusan Menteri
Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor: 376/KPTS/M/2004, Tentang
Penetapan Ruas-ruas Jalan Menurut Statusnya Sebagai Jalan Nasional, tanggal
19 Oktober 2004, maka pemerintah menetapkan sebanyak 58 ruas jalan di
provinsi Bali sebagai Jalan Nasional. Selain nama ruas jalan yang ditetapkan,
Kepmen tersebut juga menetapkan panjang masing-masing ruas jalan, dimana
panjang total ruas jalan tersebut adalah 501,64 km. Pemerintah membentuk dua
SNVT yang bertanggung jawab atas kondisi ruas tersebut, yaitu SNVT P2JJ Bali
dan SNVT P2JJ Metropolitan Denpasar. Mengingat ruas jalan nasional di bawah
tanggung jawab P2JJ Metropolitan Denpasar yang cenderung lebih padat, maka
dalam penelitian ini hanya meninjau ruas jalan tersebut. Pada Gambar 2.4 dapat
dilihat peta ruas jalan nasional, yangmana ruas jalan nasional ditandakan dengan
garis merah tebal. Peta ruas jalan Nasional di bawah tanggung jawab P2JJ
Metropolitan Denpasar dapat dilihat pada Lampiran C usulan penelitian ini.
23
23
Untuk nama ruas, nomor ruas, dan panjangnya yang bersumber dari
Lampiran 20B Kepmen 376/KPTS/M/2004, serta penanggung jawabnya di
provinsi berdasarkan data sekunder dari SNVT P2JJ, dapat dilihat pada Lampiran
A penelitian ini. Berdasarkan lampiran tersebut, maka ruas jalan nasional yang
berada di bawah tanggung jawab SNVT P2JJ Wilayah Bali adalah sepanjang
398,34 km dengan 25 ruas, sedangkan SNVT P2JJ Metropolitan Denpasar
sepanjang 103,30 km dengan 33 ruas jalan.
2.4 Informasi Kondisi Jalan
2.4.1 Indeks kondisi kekasaran jalan (RCI)
Road Condition Index (RCI) atau indeks kondisi kekasaran jalan
merupakan salah satu parameter yang digunakan untuk menilai suatu kondisi
jalan, dimana survei dilakukan secara pengamatan/visualisasi terhadap ruas jalan.
Rentangan nilai dari RCI ini adalah dari nol sampai sepuluh, dimana nilai nol
mewakili kondisi perkerasan yang paling buruk dan nilai sepuluh mewakili
kondisi perkerasan yang paling baik. Selain memperhatikan kondisi perkerasan,
RCI juga memperhatikan kondisi dari jenis permukaannya. Tabel 2.1 berikut ini
akan menjelaskan mengenai penentuan nilai RCI ditinjau berdasarkan jenis
permukaan dan kondisi secara visual.
24
24
Tabel 2.1 Penentuan Nilai RCI Ditinjau Berdasarkan Jenis Permukaan dan Kondisi Secara Visual
No. Jenis Permukaan Kondisi ditinjau Secara Visual
Nilai RCI
1. Jalan tanah dengan drainase yang jelek, dan semua tipe permukaan yang tidak diperhatikan sama sekali
Tidak bisa dilalui 0-2
2. Semua tipe perkerasan yang tidak diperhatikan sejak lama (4-5 tahun atau lebih)
Rusak berat, banyak lubang dan seluruh daerah perkerasan
2-3
3. PM (Penetrasi Macadam) lama, Latasbum lama, batu kerikil
Rusak bergelombang, banyak lubang
3-4
4. PM setelah pemakaian 2 tahun, Latasbum lama
Agak rusak, kadang-kadang ada lubang, permukaan tidak rata
4-5
5. PM baru, Latasbum baru, Lasbutag setelah pemakaian 2 tahun
Cukup tidak ada atau sedikit sekali lubang, permukaan jalan agak tidak rata
5-6
6. Lapis tipis lama dari Hotmix, Latasbum baru, Lasbutag baru
Baik 6-7
7. Hotmix setelah 2 tahun, Hotmix tipis di atas PM
Sangat baik, umumnya rata 7-8
8. Hotmix baru (Lataston, Laston), peningkatan dengan menggunakan lebih dari 1 lapis
Sangat rata dan teratur 9-10
Sumber: Departemen Pekerjaan Umum, 2007. Panduan Survai Kekasaran Permukaan Jalan
Secara Visual
2.4.2 Indeks Internasional kekasaran jalan (IRI)
International Roughness Index (IRI) atau indeks internasional kekasaran
jalan merupakan indeks internasional yang menunjukkan besaran kekasaran
permukaan jalan dalam satuan m/km, dimana survei dilakukan dengan
25
25
menggunakan alat ukur kerataan roughometer NAASRA (National Association
of Australian State Road Authorities). Tata cara ini berguna untuk menghitung
tebal lapis tambahan bila dilihat dari sisi fungsional jalan dan dilengkapi dengan
formulir-formulir yang aplikatif dan komunikatif. Dalam survei ketidakrataan
permukaan jalan dengan alat ukur roughometer NAASRA diperlukan beberapa
alat bantu lainnya, yaitu: Dipstick Floor Profiler yang digunakan sebagai alat
ukur elevasi, Odometer sebagai alat pengukur jarak tempuh, dua buah beban
masing-masing seberat 50 kg dan alat pengukur tekanan ban.
Berdasarkan buku Panduan Survai Kekasaran Permukaan Jalan Secara
Visual yang dikeluarkan oleh Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal
Bina Marga pada tahun 2007, terdapat rumusan korelasi RCI dengan IRI, yaitu:
, (1)
Dimana:
RCI = Road Condition Index
IRI = International Roughness Index
2.4.3 Jenis-jenis kerusakan perkerasan aspal
Berdasarkan Modul B.1.1. Prasarana Transportasi, Campuran Beraspal
Panas, yang dikeluarkan oleh Departemen Kimpraswil Badan Penelitian dan
Pengembangan pada tahun 2003, maka terdapat beberapa kelompok kerusakan
yang terjadi pada perkerasan aspal.
2.4.3.1 C
1) D
D
d
a
b
c
d
2) B
diseb
terla
a
b
c
Cacat permu
Deliminasi
Deliminasi
disebabkan o
a. permukaa
b. pemasang
. pemadata
d. rembesan
Bleeding, y
babkan seb
alu banyak.
a. pengguna
b. pengguna
. ekses dari
ukaan
merupakan
oleh :
an perkerasa
gan lapis pe
an saat hujan
n air pada re
Gambar 2.5 K
Sumber: De
yaitu merup
agian atau
Penyebab t
aan aspal be
aan lapis per
i lapisan ba
n suatu jen
an lama kot
erekat tidak
n;
etakan.
Kerusakan Cac
epartemen Kim
pakan suat
seluruh agr
terjadinya b
erlebihan;
rekat (tack c
awahnya yan
nis kerusak
tor;
merata;
cat Permukaan
mpraswil, 200
tu jenis k
egat dalam
leeding ada
coat) berleb
ng bleeding
an perkera
n: Deliminasi
03
kerusakan y
campuran t
alah sebagai
bihan;
g.
asan yang
yang dipre
terselimuti
i berikut :
26
26
dapat
ediksi
aspal
S
3) P
P
a
b
G
umber: Pione
content/
Pengausan
Penyebab ter
a. pengguna
b. pengguna
Ga
Gambar 2.6 Ke
eer Valley Plan
/graphics/imag
rjadinya pen
aan agregat
aan agregat
ambar 2.7 Ker
Sumber: D
erusakan Caca
nning Commi
ges/trans/ pav
ngausan ada
tidak tahan
(kerikil) su
rusakan Cacat
Departemen K
at Permukaan:
ssion. t.t. http
ve_gif/bleed.gi
alah sebaga
aus;
ngai.
t Permukaan: P
Kimpraswil, 2
Bleeding
p://www.pvpc.
if, Maret 2010
ai berikut :
Pengausan
2003
.org/web-
0
27
27
4) P
P
a
b
c
d
e
f.
5) L
P
a
b
c
d
Pelepasan bu
Penyebab ter
a. pengguna
b. pengguna
. pengguna
d. pelapukan
. pemadata
. temperatu
Gamb
Lubang
Penyebab ter
a. pengguna
b. pengguna
. pengguna
d. rembesan
utir
rjadinya pel
aan agregat
aan agregat
aan aspal ku
n (aging) as
an lintasanny
ur pemadata
bar 2.8 Kerus
Sumber: D
rjadinya lub
aan aspal ku
aan agregat
aan agregat
n para retaka
lepasan but
kotor;
pipih (mud
urang;
spal;
ya kurang;
an rendah.
akan Cacat Pe
Departemen K
bang adalah
urang;
kotor;
pipih (mud
an.
ir adalah se
ah pecah);
ermukaan: Pel
Kimpraswil, 2
h sebagai be
ah pecah);
ebagai berik
lepasan Butir
2003
erikut :
kut :
28
28
2.4.3.2 R
1) R
P
a
b
G
Retak
Retak selip
Penyebab ter
a. pengguna
b. pengaruh
rendah.
Gambar 2.9 Ke
Sumber: D
rjadinya ret
aan tack coa
terdorong/
Gambar 2.1
Sumber: D
erusakan Caca
Departemen K
tak selip ada
at kurang;
/terseret ole
10 Kerusakan
Departemen K
at Permukaan
Kimpraswil, 2
alah sebaga
eh paver dim
n Retak: Retak
Kimpraswil, 2
n: Lubang
2003
i berikut :
mana temp
k selip
2003
eratur camp
29
29
puran
2) R
P
a
b
c
3) R
P
a
b
c
Retak kulit b
Penyebab ter
a. pelapukan
b. pengguna
. ketebalan
G
Retak blok
Penyebab ter
a. pelapukan
b. pengguna
. ketebalan
buaya
rjadinya ret
n aspal;
aan aspal ku
n kurang.
Gambar 2.11 K
Sumber: D
rjadinya ret
n aspal;
aan aspal ku
n kurang.
tak kulit bua
urang;
Kerusakan Re
Departemen K
tak blok ada
urang;
aya adalah s
etak: Retak ku
Kimpraswil, 2
alah sebagai
sebagai beri
ulit buaya
2003
i berikut :
ikut :
30
30
4) R
P
a
b
c
Retak mema
Penyebab ter
a. refleksi d
b. sambunga
. tanah das
G
Gambar 2.
Sumber: D
anjang
rjadinya ret
dari retak da
an pelaksan
ar ekspansi
Gambar 2.13 K
Sumber: D
12 Kerusakan
Departemen K
tak memanj
ari lapisan b
naan kurang
f.
Kerusakan Re
Departemen K
n Retak: Retak
Kimpraswil, 2
ang adalah
awah;
baik;
tak: Retak me
Kimpraswil, 2
k blok
2003
sebagai ber
emanjang
2003
rikut :
31
31
5) R
P
a
b
2.4.3.3 D
1) A
P
a
b
Retak Melin
Penyebab ter
a. sambunga
b. retak refle
G
Deformasi
Alur
Penyebab ter
a. daya duku
b. pemadata
ntang
rjadinya ret
an pelaksan
eksi atau su
Gambar 2.14
Sumber: D
rjadinya alu
ung tanah d
an rendah.
Gambar 2
Sumber: D
tak melintan
naan kurang
usut pada lap
Kerusakan Re
Departemen K
ur adalah se
dasar rendah
.15 Kerusakan
Departemen K
ng adalah se
baik;
pisan bawah
etak: Retak m
Kimpraswil, 2
bagai beriku
h;
n Deformasi:
Kimpraswil, 2
ebagai berik
h.
melintang
2003
ut :
Alur
2003
kut :
32
32
2) K
P
a
b
3) D
P
dukung lap
Keriting
Penyebab ter
a. pengguna
b. pemadata
Depresi/amb
Penyebab te
pisan ponda
Ga
rjadinya ker
aan aspal be
an tidak baik
Gambar 2.1
Sumber: D
blas
erjadinya d
asi dan tana
ambar 2.17 Ke
Sumber: D
riting adalah
erlebih;
k.
6 Kerusakan D
Departemen K
depresi/amb
ah dasar tida
erusakan defor
Departemen K
h sebagai b
Deformasi: K
Kimpraswil, 2
blas adalah
ak seragam.
rmasi: Depres
Kimpraswil, 2
erikut :
eriting
2003
h pemadata
.
si (Amblas)
2003
an rendah,
33
33
daya
4) P
P
a
b
5) D
P
atau kualit
Pergeseran (
Penyebab ter
a. stabilitas
b. pemasang
Gamb
Deformasi p
Penyebab te
tasnya rend
(shoving)
rjadinya per
lapisan bera
gan tack coa
bar 2.18 Keru
Sumber: (D
plastis
rjadinya de
dah (penetra
Gamb
Sumber: (D
rgeseran (sh
aspal renda
at tidak baik
usakan Deform
Departemen K
eformasi pla
asi tinggi).
bar 2.19 Defo
Departemen K
hoving) ada
h;
k.
masi: Pergeser
Kimpraswil, 2
astis adalah
ormasi Plastis
Kimpraswil, 2
alah sebagai
ran (Shoving)
2003)
h penggunaa
2003)
berikut :
an aspal ber
34
34
rlebih
35
35
Mengingat penelitian ini lebih terkait pada penanganan kerusakan, maka
jenis kerusakan yang akan disurvei dapat digolongkan menjadi 5 jenis, yaitu
bleeding, pengausan dan atau pelepasan butir, lubang dan atau deliminasi, retak,
dan deformasi.
2.4.4 Survei pencacahan lalu lintas terklasifikasi
2.4.4.1 Maksud dan tujuan
Tujuan survei adalah untuk memperoleh jumlah volume pengguna
prasarana (jalan) terklasifikasi, dalam satuan tertentu serta pada selang waktu
tertentu. Survei ini bermaksud untuk mendapatkan data yang berguna dalam
perencanaan maupun rekayasa lalu lintas. Berdasarkan data ini, nanti dapat
diperoleh nilai LHR (Lintas Harian Rata-rata) maupun LHRT (Lintas Harain
Rata-rata Tahunan). LHR merupakan jumlah rata-rata kendaraan yang melewati
suatu titik pengamatan pada suatu ruas jalan dalam waktu 1 hari (24 jam),
sedangkan LHRT merupakan jumlah rata-rata kendaraan yang melewati suatu titik
pengamatan pada suatu ruas jalan dalam waktu 1 hari (24 jam), selama setahun
(365 hari) atau jumlah lalu lintas setahun yang dibagi 365.
LHRT = LHR x Fkh x Fkb (2)
Fkh : Faktor koreksi variasi arus lalu lintas harian (bisa didapat di PU)
Fkb : Faktor koreksi variasi arus lalu lintas bulanan (bisa didapat di PU)
2.4.4.2 Ruang lingkup
Panduan ini meliputi persiapan, pelaksanaan dan pengolahan data yang
biasa dilakukan untuk survei pencacahan lalu lintas dengan metoda manual, yaitu
dengan mencatat jumlah kendaraan menurut klasifikasinya secara manual.
36
36
2.4.4.3 Persiapan
Surveyor harus diberi informasi pada saat pengarahan mengemai
bagaimana berbagai kelas kendaraan dapat dikenali. Untuk itu, ilustrasi dengan
menggunakan gambar perlu diusahakan. Surveyor menempati suatu titik yang
tetap di tepi jalan, sedemikian sehingga diperoleh pandangan yang jelas dan
sedapat mungkin agar petugas terhindar dari panas dan hujan. Surveyor mencatat
setiap kendaraan yang melewati titik yang telah ditentukan pada formulir
lapangan.
2.4.4.4 Alat yang digunakan
Alat yang diperlukan untuk survei pencacahan lalu lintas manual
terklasifikasi adalah :
a. handy tally counter;
b. formulir survei;
c. alat tulis;
d. jam/stop watch.
2.4.4.5 Pengambilan contoh/sampling
Dari jenis/klasifikasi kendaraan yang disurvei biasanya diusahakan agar
semua kendaraan yang lewat dihitung. Jadi, diusahakan 100% kendaraan tercacah.
Pencatatan data umumnya dilakukan secara terpisah untuk masing-masing arah
lalu lintas, dan kemudian menjumlahkannya pada tahap analisis untuk
memperoleh volume total 2 arah.
Jangka waktu pelaksanaan survei tergantung dari maksud pelaksanaan
survei dan kondisi lalu lintas yang dipecahkan. Survei dapat berlangsung mulai
37
37
dari 1 jam hingga satu hari penuh atau bahkan untuk beberapa hari. Jika menjadi
masalah adalah kemacetan pada saat jam sibuk, maka pencacahan volume lalu
lintas pada jam sibuk perlu dilakukan survei yang lebih rinci, yaitu dengan
melakukan pencacahan volume dengan interval waktu 5 menit, selain itu juga
diperlukan data volume selama sehari.
Dalam rangka survei untuk memperoleh suatu arus lalu lintas sehari
penuh, maka survei harus dilakukan selama 24 jam. Akan tetapi, porsi terbesar
arus lalu lintas terjadi antara jam 06.00 pagi hingga jam 22.00 malam. Oleh
karena itu untuk keperluan desain, biasanya waktu pelaksanaan survei dibatasi
hanya pada jam-jam tersebut saja (16 jam).
2.4.4.6 Organisasi Survei
Secara umum, penentuan jumlah surveyor dan organisasi pelaksana
survei pencacahan lalu lintas sangat dipengaruhi oleh :
1) Tingkat volume ruas
Untuk volume ruas yang cukup tinggi, dengan kecepatan yang tinggi
pula, akan menyulitkan surveyor untuk menghitung semua klasifikasi kendaraan
yang lewat. Sehingga pencacahan dapat dilakukan oleh lebih dari satu surveyor,
yang masing-masing bertanggung jawab mencacah suatu jenis klasifikasi
kendaraan tertentu.
2) Rentang waktu survei
Umumnya surveyor dapat melakukan pencacahan secara non stop tidak
lebih dari 4 jam (juga tergantung tingkat volume dan kecepatan lalu lintas),
38
38
sehingga bila dilakukan pencacahan yang lebih dari 4 jam dari sehari, maka perlu
dilakukan penggantian surveyor (dengan sistem shift).
3) Jumlah ruas (cakupan survei)
Seringkali pencacahan lalu lintas diusahakan agar dapat dilakukan secara
serentak (kecuali dengan pertimbangan lain), sehingga jumlah surveyor yang
dibutuhkan sebanding dengan jumlah ruas yang akan di-survei.
2.4.5 Dasar-dasar perencanaan geometrik jalan
Pengetahuan mengenai dasar-dasar perencanaan geometrik jalan dibutuhkan
pada penelitian ini untuk dapat mendefinisikan kriteria penilaian pada informasi
kondisi geometrik. Dasar-dasar tersebut seperti sebagai berikut:
2.4.5.1 Kendaraan rencana
Kendaraan rencana adalah kendaraan yang dimensi dan radius putarnya
dipakai sebagai acuan dalam perencanaan geometrik. Kendaraan rencana
dikelompokkan ke dalam 3 kategori, yaitu:
a. Kendaraan kecil, diwakili oleh mobil penumpang;
b. Kendaraan sedang, diwakili oleh truk 3 as tandem atau oleh bus besar 2 as;
c. Kendaraan besar, diwakili oleh truk-semi-trailer.
Dimensi dasar untuk masing-masing kategori Kendaraan Rencana dapat
dilihat pada Tabel 2.2 berikut ini.
39
39
Tabel 2.2 Dimensi Dasar Kendaraan Rencana
Kategori Kendaraan
Rencana
Dimensi Kendaraan (cm)
Tonjolan (cm) Radius Putar Radius Tonjolan
(cm) Tinggi Lebar Panjang Depan Belakang Minimum Maksimum
Kendaraan Kecil
130 210 580 90 150 420 730 780
Kendaraan Sedang
410 260 1210 210 240 740 1280 1410
Kendaraan Besar
410 260 2100 120 90 290 1400 1370
Sumber: Dirjen Bina Marga. 1997. Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota No.
038/TBM/1997
2.4.5.2 Satuan Mobil Penumpang (SMP)
SMP adalah angka satuan kendaraan dalam hal kapasitas jalan, dimana
mobil penumpang ditetapkan memiliki 1 (satu) SMP. Terdapat suatu nilai
konversi untuk berbagai tipe kendaraan dibandingkan kendaraan ringan
sehubungan dengan pengaruhnya terhadap kecepatan kendaraan ringan dalam arus
lalu lintas, yang disebut dengan Ekivalen Mobil Penumpang (emp). Menurut
Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) Nomor: 036/TBM/1997, terdapat
sedikit perbedaan nilai emp untuk tiap tipe/jenis perencanaan. Berikut akan
ditampilkan tabel nilai emp untuk perencanaan jenis Perencanaan Jalan Perkotaan,
baik yang terbagi (pada Tabel 2.3) maupun yang tak terbagi (pada Tabel 2.4).
40
40
Tabel 2.3 Nilai Emp Untuk Jalan Perkotaan Terbagi dan Satu Arah
Tipe Jalan: Jalan satu arah dan jalan terbagi
Arus lalu lintas per lajur
(kend/jam)
Emp
HV MC Dua-lajur satu-arah (2/1) dan Empat-lajur terbagi (4/2D)
0
≥1050
1,3
1,2
0,40
0,25
Tiga-lajur satu-arah (3/1) dan Enam-lajur terbagi (6/2D)
0
≥1100
1,3
1,2
0,40
0,25
Sumber: Dirjen Bina Marga. 1997. MKJI 1997
Tabel 2.4 Nilai Emp Untuk Jalan Perkotaan Tak Terbagi
Tipe Jalan: Jalan tak terbagi
Arus lalu lintas total dua
arah (kend/jam)
emp HV MC
Lebar jalur lalu lintas Wc (m)
≤ 6
> 6
Dua-lajur tak-terbagi (2/2 UD)
0 ≥1800
1,3 1,2
0,50 0,35
0,40 0,25
Empat-lajur tak-terbagi (4/2 UD)
0 ≥3700
1,3 1,2
0,40 0,25
Sumber: Dirjen Bina Marga. 1997. MKJI 1997
2.4.5.3 Kecepatan rencana
Kecepatan rencana (VR) pada suatu ruas jalan adalah kecepatan yang
dipilih sebagai dasar perencanaan geometrik jalan yang memungkinkan
kendaraan-kendaraan bergerak dengan aman dan nyaman dalam kondisi cuaca
yang cerah, lalu lintas yang lengang, dan pengaruh samping jalan yang tidak
41
41
berarti. Kecepatan rencana untuk masing-masing fungsi jalan dapat dilihat pada
tabel berikut.
Tabel 2.5 Kecepatan Rencana Sesuai Klasifikasi Fungsi dan Medan Jalan
Fungsi Kecepatan Rencana, VR (km/jam)
Datar Bukit Pegunungan
Arteri 70-120 60-80 40-70
Kolektor 60-90 50-60 30-50
Lokal 40-70 30-50 20-30
Sumber: Dirjen Bina Marga. 1997. Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota No.
038/TBM/1997
Untuk kondisi medan yang sulit (VR) suatu segmen jalan dapat diturunkan
dengan syarat bahwa penurunan tersebut tidak lebih dari 20 km/jam.
2.4.5.4 Jalur lalu lintas
Jalur lalu lintas adalah bagian jalan yang dipergunakan untuk lalu lintas
kendaraan yang secara fisik berupa perkerasan jalan, dimana jalur dapat terdiri
atas beberapa lajur. Batas jalur lalu lintas dapat berupa median, bahu, trotoar,
pulau jalan, dan separator. Lebar jalur sangat ditentukan oleh jumlah dan lebar
jalur peruntukkannya. Lebar jalur minimum untuk jalan umum adalah 4,5 meter,
sehingga memungkinkan 2 kendaraan besar yang terjadi sewaktu-waktu dapat
menggunakan bahu jalan. Jalur lalu lintas terdiri atas beberapa tipe, yaitu:
a. 1 jalur-2 lajur-2 arah (2/2 UD);
b. 1 jalur-2 lajur-1 arah (2/1 UD);
c. 2 jalur-4 lajur-2 arah (4/2 D);
d. 2 jalur-n lajur-2 arah (n12 D), dimana n = jumlah lajur.
42
42
Berikut ini terdapat informasi lebar jalur dan bahu minimum, seperti pada Tabel 2.6 di bawah ini.
Tabel 2.6 Penentuan Lebar Jalur dan Bahu Jalan
Keterangan:
**) = Mengacu pada persyaratan ideal
*) = 2 jalur terbagi, masing-masing n x 3,5m, dimana n=jumlah lajur per jalur
- = tidak ditentukan
Sumber: Dirjen Bina Marga. 1997. Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota No. 038/TBM/1997
VLHR (smp/hari)
ARTERI KOLEKTOR LOKAL Ideal Minimum Ideal Minimum Ideal Minimum
Lebar jalur (m)
Lebar bahu (m)
Lebar jalur (m)
Lebar bahu (m)
Lebar jalur (m)
Lebar bahu (m)
Lebar jalur (m)
Lebar bahu (m)
Lebar jalur (m)
Lebar bahu (m)
Lebar jalur (m)
Lebar bahu (m)
< 3.000 6,0 1,5 4,5 1,0 6,0 1,5 4,5 1,0 6,0 1,0 4,5 1,0
3.000-10.000
7,0 2,0 6,0 1,5 7,0 1,5 6,0 1,5 7,0 1,5 6,0 1,0
10.001-25.000
7,0 2,0 7,0 2,0 7,0 2,0 **) **) - - - -
> 25.000 2nx3,5*) 2,5 2x7,0*) 2,0 2nx3,5*) 2,0 **) **) - - - -
42
43
2.4.5.5 Lajur lalu lintas
Lajur adalah bagian jalur lalu lintas yang memanjang, dibatasi oleh
marka lajur jalan, memiliki lebar yang cukup untuk dilewati suatu kendaraan
bermotor sesuai kendaraan rencana. Jumlah lajur ditetapkan dengan mengacu
kepada MKJI berdasarkan tingkat kinerja yang direncanakan, di mana untuk suatu
ruas jalan dinyatakan oleh nilai rasio antara volume terhadap kapasitas yang
nilainya tidak lebih dari 0.80. Untuk kelancaran drainase permukaan, lajur lalu
lintas pada alinyemen horizontal memerlukan kemiringan melintang normal.
Besaran kemiringan untuk perkerasan aspal dan beton sebaiknya 2-3%, sedangkan
untuk perkerasan kerikil sebesar 4-5%. Pada tabel berikut dapat dilihat lebar lajur
yang tergantung pada kecepatan dan kendaraan rencana, dimana dalam hal ini
dinyatakan dengan fungsi jalan.
2.4.5.6 Alinyemen horisontal
Merupakan proyeksi sumbu jalan pada bidang horizontal, dimana dikenal
juga dengan nama “situasi jalan” atau “trase jalan”. Alinyemen horizontal terdiri
dari garis-garis lurus (biasa disebut tangen), yang dihubungkan dengan garis-garis
lengkung (tikungan). Garis lengkung tersebut dapat terdiri dari busur lingkaran
ditambah dengan lengkung peralihan atau busur-busur peralihan ataupun busur
lingkaran saja.
1) Bagian garis lurus (tangen)
Dengan mempertimbangkan faktor keselamatan pemakai jalan, ditinjau
dari segi kelelahan pengemudi, maka panjang maksimum bagian jalan yang lurus
44
harus ditempuh dalam waktu tidak lebih dari 2,5 menit (sesuai VR). Panjang
bagian lurus untuk setiap fungsi jalan dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 2.7 Panjang Bagian Lurus Maksimum
Fungsi Panjang Bagian Lurus Maksimum (m) Datar Perbukitan Pegunungan
Arteri 3.000 2.500 2.000
Kolektor 2.000 1.750 1.500
Sumber: Dirjen Bina Marga. 1997. Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota No.
038/TBM/1997
2) Bagian garis lengkung (tikungan)
Bentuk bagian garis lengkung dapat berupa Spiral-Circle-Spiral (SCS);
Full Circle (FC); dan Spiral-Spiral (SS). Diantara bagian lurus jalan dan bagian
lengkungjalan berjari-jari tetap R terdapat lengkung yang disebut dengan
Lengkung Peralihan. Lengkung ini berfungsi berfungsi mengantisipasi perubahan
alinemen jalan dari bentuk lurus (R tak terhingga) sampai bagian lengkung jalan
berjari jari tetap R sehingga gaya sentrifugal yang bekerja pada kendaraan saat
berjalan di tikungan berubah secara berangsur-angsur, baik ketika kendaraan
mendekati tikungan maupun meninggalkan tikungan.
45
Pada Tabel 2.8 terdapat pangjang jari-jari minimum (dibulatkan) yang
harus dipenuhi oleh suatu tikungan sesuai dengan kecepatan rencananya dan pada
Tabel 2.9 akan ditampilkan mengenai tikungan dengan jari-jari tertentu yang tidak
memerlukan lengkung peralihan.
Tabel 2.8 Panjang Jari-jari Minimum Suatu Tikungan (Dibulatkan)
VR
(km/jam)
120 100 80 60 50 40 30 20
Jari-jari
minimum,
Rmin (m)
600 370 210 110 80 50 30 15
Sumber: Dirjen Bina Marga. 1997. Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota No.
038/TBM/1997
Tabel 2.9 Jari-jari Tikungan yang Tidak Memerlukan Lengkungan Peralihan
VR
(km/jam)
120 100 80 60 50 40 30 20
Jari-jari
minimum,
Rmin (m)
600 370 210 110 80 50 30 15
Sumber: Dirjen Bina Marga. 1997. Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota No.
038/TBM/1997
Untuk dapat memahami komponen tikungan, maka berikut ini terdapat
contoh gambar komponen tikungan Spiral-Circle-Spiral.
2.4.5.7 A
A
lengkung
dapat beru
nol (datar
lengkung
Gam
Alinyemen V
Alinyemen
vertikal. D
upa landai
r). Bagian
cembung.
Circle Spiral Tangen
mbar 2.20 Kom
S
Vertikal
vertikal te
Ditinjau dar
positif (tanj
lengkung
mponen Tikun
Sumber: Saoda
erdiri atas
ri titik awa
njakan), atau
vertikal d
ngan Spiral-C
ang, 2004
bagian la
al perencana
u landai ne
dapat berup
Circle-Spiral
andai vertik
aan, bagian
egatif (turun
pa lengkun
kal dan b
n landai ve
nan), atau l
ng cekung
46
bagian
ertikal
landai
atau
47
1) Landai maksimum
Kelandaian maksimum dimaksudkan untuk memungkinkan kendaraan
bergerak terus tanpa kehilangan kecepatan yang berarti. Kelandaian maksimum
didasarkan pada kecepatan truk yang bermuatan penuh yang mampu bergerak
dengan penurunan kecepatan tidak lebih dari separuh kecepatan semula tanpa
harus menggunakan gigi rendah. Kelandaian maksimum untuk berbagai VR
ditetapkan dapat dilihat dalam Tabel 2.11.
Tabel 2.10 Kelandaian Maksimum yang Diijinkan
Sumber: Dirjen Bina Marga. 1997. Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota No.
038/TBM/1997
Panjang kritis yaitu panjang landai maksimum yang harus disediakan
agar kendaraan dapat mempertahankan kecepatannya sedemikian sehingga
penurunan kecepatan tidak lebih dari separuh VR. Lama perjalanan tersebut
ditetapkan tidak lebih dari satu menit. Panjang kritis dapat ditetapkan dari Tabel
2.11.
VR
(km/jam)
120 110 100 80 60 50 40 <40
Kelandaian
maksimum
(%)
3 3 4 5 8 9 10 10
48
Tabel 2.11 Panjang Kritis Kelandaian Maksimum
Kecepatan pada awal tanjakan (km/jam)
Panjang Kritis Untuk Kelandaian (m)
4% 5% 6% 7% 8% 9% 10%
80 630 460 360 270 230 230 200
60 320 210 160 120 110 90 80
Sumber: Dirjen Bina Marga. 1997. Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota No.
038/TBM/1997
2) Lengkung vertikal
Lengkung vertikal harus disediakan pada setiap lokasi yang mengalami
perubahan kelandaian dengan tujuan mengurangi goncangan akibat perubahan
kelandaian dan menyediakan jarak pandang henti. Panjang lengkung vertikal bisa
ditentukan langsung sesuai Tabel 2.12 yang didasarkan pada penampilan,
kenyamanan, dan jarak pandang.
Tabel 2.12 Panjang Minimum Lengkung Vertikal
Kecepatan Rencana
(km/jam)
Perbedaan Kelandaian
Memanjang (%)
Panjang Lengkung (m)
<40 1 20-30
40-60 0,6 40-80
>60 0,4 80-150
Sumber: Dirjen Bina Marga. 1997. Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota No.
038/TBM/1997
3) L
L
bermuatan
kendaraan
kendaraan
arah berl
mempuny
padat. Pen
berikut: d
terlampau
Lajur pen
serongan
dengan se
Gambar 2
Sumber:
Lajur pendak
Lajur pend
n berat atau
n lain pada
n lambat ter
awanan. L
yai kelandai
nempatan l
disediakan
ui, jalan mem
ndakian dim
sepanjang 4
erongan sep
.21.
Dirjen Bina M
kian (climbi
dakian dim
u kendaraa
umumnya,
rsebut tanp
Lajur penda
ian yang be
lajur penda
pada jalan
miliki LHR
mulai 30 m
45 meter da
panjang 45
Gam
Marga. 1997. T
ing lane)
maksudkan
an lain yang
agar kenda
pa harus ber
akian haru
esar, mener
akian harus
n arteri ata
R > 15.000 S
meter dari
an berakhir
meter. Un
mbar 2.21 Laju
Tata Cara Per
038/TBM/
untuk me
g berjalan le
araan kenda
rpindah laju
us disediak
rus, dan vo
dilakukan
au kolektor
SMP/hari, d
awal peru
r 50 meter
ntuk lebih j
ur Pendakian
rencanaan Ge
/1997
enampung
ebih lamba
araan lain d
ur atau me
an pada r
olume lalu
dengan ke
r; apabila
dan persenta
ubahan kel
sesudah pu
jelasnya da
eometrik Jalan
truk-truk
at dari kend
apat menda
enggunakan
ruas jalan
lintasnya r
etentuan se
a panjang
ase truk > 1
landaian de
uncak kelan
apat dilihat
n Antar Kota N
49
yang
daraan
ahului
lajur
yang
relatif
ebagai
kritis
15 %.
engan
ndaian
pada
No.
Jara
pendakian
gambar be
Sumber:
2.4.5.8 K
A
adalah ele
sedemikia
memudahk
nyaman.
memberik
k minimum
n sama deng
erikut.
Dirjen Bina M
Koordinasi a
Alinyemen v
emen-eleme
an rupa sehi
kan penge
Bentuk ke
kan kesan at
m antara 2 l
gan lebar laj
Gambar 2.22
Marga. 1997. T
alinyemen
vertikal, alin
en jalan seb
ingga meng
emudi men
esatuan ke
tau petunjuk
ajur pendak
jur rencana,
Jarak antara D
Tata Cara Per
038/TB
nyemen hor
bagai keluar
ghasilkan su
ngemudikan
etiga eleme
k kepada pe
kian adalah
, dimana ilu
Dua Lajur Pen
rencanaan Ge
BM/1997
rizontal, da
ran perenca
uatu bentuk
n kendaraa
en jalan t
engemudi a
1,5 km, de
ustrasinya d
ndakian
eometrik Jalan
an potongan
naan harus
jalan yang
annya deng
tersebut di
akan bentuk
engan lebar
dapat dilihat
n Antar Kota N
n melintang
dikoordina
baik, dalam
gan aman
iharapkan
k jalan yang
50
r lajur
t pada
No.
jalan
asikan
m arti
dan
dapat
g akan
51
dilalui di depannya sehingga pengemudi dapat melakukan antisipasi lebih awal.
Koordinasi alinyemen vertikal dan alinyemen horizontal harus memenuhi
ketentuan sebagai berikut:
a. Alinyemen horisontal sebaiknya berimpit dengan alinyemen vertikal, dan
secara ideal alinyemen horizontal lebih panjang sedikit melingkupi
alinyemen vertikal;
b. Tikungan yang tajam pada bagian bawah lengkung vertikal cekung atau
pada bagian atas lengkung vertikal cembung harus dihindarkan;
c. Lengkung vertikal cekung pada kelandaian jalan yang lurus dan panjang
harus dihindarkan;
d. Dua atau lebih lengkung vertikal dalam satu lengkung horisontal harus
dihindarkan; dan
e. Tikungan yang tajam di antara 2 bagian jalan yang lurus dan panjang
harus dihindarkan.
Sebagai ilustrasi, Gambar 2.23 merupakan koordinasi yang ideal antara
alinyemen horisontal dan alinyemen vertikal yang berhimpit.
Sumber:
Seda
dihindarka
puncak a
alinyemen
Sumber:
Gam
Dirjen Bina M
angkan pa
an, dimana
alinyemen
n di balik pu
Gambar 2
Dirjen Bina M
mbar 2.23 Con
Marga. 1997. T
ada Gamb
pada bagian
vertikal, se
uncak terseb
2.24 Contoh K
Marga. 1997. T
ntoh Koordina
Tata Cara Per
038/TB
bar 2.24
n yang luru
ehingga pe
but.
Koordinasi Ali
Tata Cara Per
038/TBM/
asi Alinyemen
rencanaan Ge
BM/1997
merupakan
s pandangan
engemudi
inyemen yang
rencanaan Ge
/1997
n yang Ideal
eometrik Jalan
koordina
n pengemud
sulit memp
g Harus Dihin
eometrik Jalan
n Antar Kota N
asi yang
di terhalang
perkirakan
dari
n Antar Kota N
52
No.
harus
g oleh
arah
No.
53
2.5 Basis Data (Data Base)
2.5.1 Umum
Data merupakan sekumpulan dari lambang-lambang yang teratur dan
mewakili/merepresentasikan sebuah obyek atau benda. Sedangkan yang dimaksud
dengan data base atau basis data adalah gabungan dari beberapa data yang diolah
dan diorganisasikan sedemikian rupa, sehingga didapatkan suatu hubungan atau
relasi antara kedua data tersebut serta dapat dipakai secara bersama oleh beberapa
pengguna aplikasi. Terdapat dua cara yang dilakukan dalam menggunakan basis
data, yaitu :
a. Modus langsung, dilakukan dengan mengetikkan perintah langsung setelah
munculnya dot prompt;
b. Modus Program : dilakukan dengan menuliskan rangkaian perintah dalam
program.
Basis data diperlukan karena data dapat diterjemahkan kedalam sebuah
aplikasi program, dibandingkan terpisah atau diolah masing-masing. Kontrol
akses luas dan manipulasi pada data dapat dilakukan oleh sebuah aplikasi
program. Sebuah basis data dapat di-generate atau di-maintain secara manual
atau terkomputerisasi. Contoh kartu katalog perpustakaan. Basis data yang
terkomputerisasi data dibuat dan dimaintain oleh program aplikasi yang secara
khusus ditulis untuk itu atau oleh sistem manajemen basis data.
2.5.2 Sistem Manajemen Basis Data (SMBD)
Sistem manajemen basis data (basis data management system, DBMS), atau
kadang disingkat SMBD, adalah suatu sistem atau perangkat lunak yang
54
dirancang untuk mengelola suatu basis data dan menjalankan operasi terhadap
data yang diminta banyak pengguna. SMBD merupakan sistem software general-
purpose yang memiliki fasilitas proses define, construct dan manipulate basis data
untuk aplikasi yang bervariasi, dengan penjelasan sebagai berikut:
a. Define adalah spesifikasi tipe data, struktur dan constraint data yang akan
disimpan dalam basis data.
b. Construct adalah proses menyimpan data itu sendiri ke dalam beberapa
media penyimpanan yang dikontrol SMBD.
c. Manipulate adalah fungsi seperti query basis data untuk memanggil data
khusus, update basis data dan generate laporan dari data.
Software SMBD general-purpose tidak selalu dibutuhkan untuk
mengimplementasikan basis data yang terkomputerisasi, namun dapat juga
sekumpulan program yang dibuat sendiri (dinamakan software SMBD special-
purpose). Contoh tipikal SMBD adalah akuntansi, sumber daya manusia, dan
sistem pendukung pelanggan, SMBD telah berkembang menjadi bagian standar di
bagian pendukung (back office) suatu perusahaan. Contoh SMBD adalah Oracle,
SQL server 2000/2003, MS Access, MySQL dan sebagainya. SMBD merupakan
perangkat lunak yang dirancang untuk dapat melakukan utilisasi dan mengelola
koleksi data dalam jumah yang besar. SMBD juga dirancang untuk dapat
melakukan masnipulasi data secara lebih mudah. Sebelum adanya BMS maka data
pada umumnya disimpan dalam bentuk flatfile, yaitu file teks yang ada pada
sistem operasi. Sampai sekarangpun masih ada aplikasi yang menyimpan data
dalam bentuk flat secara langsung. Menyimpan data dalam bentuk flat file
55
mempunyai kelebihan dan kekurangan. Penyimpanan dalam bentuk ini akan
mempunyai manfaat yang optimal jika ukuran file-nya relatif kecil, seperti file
passwd. File passwd pada umumnya hanya digunakan untuk menyimpan nama
yang jumlahnya tidak lebih dari 1000 orang. Selain dalam bentuk flat file,
penyimpanan data juga dapat dilakukan dengan menggunakan program bantu
seperti spreadsheet. Penggunaan perangkat lunak ini memperbaiki beberapa
kelemahan dari flat file, seperti bertambahnya kecepatan dalam pengolahan data.
Namun demikian metode ini masih memiliki banyak kelemahan, diantaranya
adalah masalah manajemen dan keamanan data yang masih kurang. Penyimpanan
data dalam bentuk SMBD mempunyai banyak manfaat dan kelebihan
dibandingkan dengan penyimpanan dalam bentuk flat file atau spreadsheet,
diantaranya :
a. Performance yang didapat dengan penyimpanan dalam bentuk SMBD
cukup besar, sangat jauh berbeda dengan performance data yang disimpan dalam
bentuk flat file. Selain itu disamping memiliki unjuk kerja yang lebih baik, akan
didapatkan juga efisiensi penggunaan media penyimpanan dan memori;
b. Integritas data lebih terjamin dengan penggunaan SMBD. Masalah
redudansi sering terjadi dalam SMBD. Redudansi adalah kejadian berulangnya
data atau kumpulan data yang sama dalam sebuah basis data yang mengakibatkan
pemborosan media penyimpanan. Beberapa masalah yang timbul yaitu pertama
kebutuhan untuk update secara logika menjadi berulang-ulang, kedua adalah
ruang penyimpanan yang besar ketika data yang sama disimpan berulang-ulang.
File yang berisi data yang sama, menjadi tidak konsisten. Meskipun update
56
diaplikasikan ke seluruh file yang sesuai, data tetap tidak konsisten karena update
dilakukan bebas oleh setiap kelompok user. Dalam pendekatan basis data, view
dari kelompok user yang berbeda diintegrasikan selama desain basis data. Untuk
konsistensi, perlu desain basis data yang menyimpan setiap item data logika
dalam hanya satu lokasi pada basis data. Dengan redudansi yang terkontrol
memungkinkan kinerja dari query meningkat;
c. Independensi. Perubahan struktur basis data dimungkinkan terjadi tanpa
harus mengubah aplikasi yang mengaksesnya sehingga pembuatan antarmuka ke
dalam data akan lebih mudah dengan penggunaan SMBD;
d. Sentralisasi. Data yang terpusat akan mempermudah pengelolaan basis data.
kemudahan di dalam melakukan bagi pakai dengan SMBD dan juga
kekonsistenan data yang diakses secara bersama-sama akan lebih terjamin dari
pada data disimpan dalam bentuk file atau worksheet yang tersebar;
e. Sekuritas. SMBD memiliki sistem keamanan yang lebih fleksibel daripada
pengamanan pada file sistem operasi. Keamanan dalam SMBD akan memberikan
keluwesan dalam pemberian hak akses kepada pengguna.
2.5.3 Pelaku basis data
Terdapat beberapa pelaku yang terlibat dalam suatu lingkungan basis data,
seperti yang tersebut di bawah ini:
1. Basis data administrator
Dalam lingkungan basis data, sumber utama adalah basis data itu sendiri
dan sumber kedua adalah SMBD dengan software-nya. Pengaturan sumber ini
dilakukan oleh seorang Administrator Basis Data (ABD/DBA). ABD
57
bertanggungjawab atas otorisasi akses ke basis data, mnegkoordinir dan
memonitor penggunaannya dan mendapatkan sumber hardware dan software
yang dibutuhkannya. ABD bertanggungjawab atas masalah-masalah seperti
pelanggaran keamanan atau waktu respon sistem yang buruk. Dalam organisasi
yang lebih besar, ABD dibantu oleh seorang staf yang menyelesaikan fungsi-
fungsi ini.
2. Basis data designer
Basis data designer bertanggungjawab atas identifikasi data yang disimpan
dalam basis data dan pemilihan struktur yang sesuai untuk mewakili dan
menyimpan data ini. Tugas-tugas ini perlu dilakukan sebelum basis data yang
sebenarnya diimplementasikan dan berisi data. Selain itu juga bertanggungjawab
untuk mengkomunikasikan semua user basis data untuk memahami
kebutuhannya, dan mencapai desain yang sesuai dengan kebutuhan user. Dalam
banyak kasus, desainer adalah seorang staf dari ABD dan kemungkinan
ditugaskan untuk hal lain jika desain basis data selesai dibuat. Desainer basis data
secara khusus berinteraksi dengan setiap kelompok user dan membangun view
dari basis data yang sesuai dengan data dan memproses kebutuhan kelompok
tersebut. View ini kemudian dianalisis dan diintegrasikan dengan view dari
kelompok user yang lain. Desain basis data akhir mampu mendukung kebutuhan
dari semua kelompok user.
58
3. End users
End user merupakan orang-orang yang pekerjaannya membutuhkan akses
ke basis data untuk query, update dan generate laporan. Beberapa kategori dari
user :
a. Casual end user : yang mengakses basis data, tetapi mereka membutuhkan
informasi yang berbeda setiap saat. Mereka menggunakan bahasa query basis data
yang canggih untuk menspesifikasikan permintaan dan mereka adalah manajer
tingkat tinggi atau menengah.
b. Naïve atau parametric end user : fungsi pekerjaaan utama mereka adalah
berkisar pada query dan update basis data, menggunakan tipe standar dari query
dan update (disebut canned transaction) yang perlu diprogram dan diuji secara
hati-hati.
c. Sophisticated end users : mencakup ahli teknik, ilmuwan, analis bisnis,
dan lainnya yang terbiasa dengan fasilitas dari SMBD untuk
mengimplementasikan aplikasi sesuai kebutuhannya.
d. Stand-alone end users : memaintain basis data personal dengan
menggunakan paket program yang sudah jadi yang menyediakan menu yang easy
user dan interface tab berbasis grafik.
4. System analysts and application programmers (software engineers)
Analis sistem menentukan kebutuhan user, khususnya end user yang naive
dan parametric, dan membuat spesifikasi untuk canned transaction yang sesuai
dengan kebutuhan. Pemrogram aplikasi mengimplementasikan spesifikasi ini
sebagai program; kemudian diuji, di-debug, dan didokumentasikan. Software
59
engineers ini perlu terbiasa dengan kemampuan DBMS dalam menyelesaikan
tugas-tugasnya.
5. Pelaku lainnya:
a. DBMS system designers and implementers;
b. Tools developers : orang-orang yang mendesain dan mengimplementasikan
tool sebagai paket software, dimana disesuaikan dengan yang menyediakan
dan menggunakan desain sistem basis data dalam meningkatkan kinerja;
c. Operators and maintenance personnel : bertanggung jawab atas hardware
dan software dari sistem basis data yang dioperasikan dan dimaintain.
2.6 Sistem Informasi Geografis (SIG)
Sistem Informasi Geografis (Geographic Information System/GIS) atau
sering juga disebut dengan Sistem Informasi Geospasial merupakan suatu sistem
informasi yang digunakan untuk menyusun, menyimpan, merevisi dan
menganalisis data dan atribut yang bereferensi kepada lokasi atau posisi obyek-
obyek di bumi. Data atau informasi yang bereferensi kepada lokasi atau posisi
obyek-obyek di bumi diistilahkan sebagai data atau informasi spasial, sementara
atribut menggambarkan karakteristik dari data spasial tersebut. Lebih detail,
komponen-komponen data spasial meliputi posisi/lokasi geografis, data atribut,
hubungan spasial (spatial relatioship) dan waktu (time period).
SIG memungkinkan pemakainya untuk menyusun data, melakukan revisi
atau editing data, memetakan data spasial ke dalam bentuk peta dijital,
memperoleh dan menganalisis informasi spasial secara interaktif dengan cara
60
‘interactive queries’, dan menampilkan semua data atau informasi spasial
tersebut. SIG ini antara lain dapat digunakan untuk keperluan riset di bidang
keilmuan (scientific investigations), manajemen sumber daya, manajemen aset,
analisis dampak lingkungan, perencanaan kota, kartografi, kriminologi, sejarah,
pemasaran dan logistik. Sebagai ilustrasi, SIG banyak digunakan dalam
perencanaan situasi darurat yaitu di dalam perhitungan waktu respon oleh instansi
yang berwenang pada saat terjadi bencana alam, analisis cakupan daerah yang
terkena polusi udara akibat pergerakan lalu lintas, serta analisis penempatan lokasi
bisnis yang baru berdasarkan aksesibilitas pasar atau konsumen.
Pada saat dimunculkan tahun 1960-an, penggunaan SIG masih terbatas pada
sejumlah kecil penelitian dan aplikasi. Saat ini, SIG merupakan salah satu
teknologi yang berkembang secara cepat. Motivasi dari pesatnya peningkatan
penggunaan SIG ini adalah akibat meningkatnya permintaan akan informasi di
segala bidang dan peningkatan kemampuan teknologi komputer yang mampu
menyediakan kemampuan manajemen pemrosesan data secara efektif dan efisien.
Secara konseptual, SIG dapat dilihat sebagai suatu kumpulan beberapa peta
yang direpresentasikan ke dalam layer-layer, dimana setiap layer terkait dengan
layer lainnya. Setiap layer memuat tema atau data geografis yang bersifat unik
(tunggal). Sebagai ilustrasi, dalam Sistem Informasi Geografis untuk suatu
wilayah, layer yang pertama akan memuat khusus mengenai letak pelanggan
(customer) suatu perusahaan, layer kedua mengenai jalan, layer ketiga mengenai
kaplingan, layer keempat mengenai elevasi, dan layer kelima mengenai tata guna
lahan seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.25.
G
Sumber: Sm
Sem
(overlay)
pemakai (
berdasarka
Pertanahan
atau pem
kepemilik
Di d
dari suatu
Gambar 2.26 C
mile Group. 20
mua layer da
satu denga
(user) sistem
an tipe dat
n merupaka
merintah da
kan tanah.
dalam prose
u analisis pe
Contoh Beber
009. http://ww
alam SIG te
an yang la
m tersebut.
ta dari siste
an suatu ap
aerah kabup
es yang leb
eta. Sebaga
apa Peta yang
ww.smilejogja
gis.jpg, M
ersebut dapa
ainnya sesu
Dalam be
em informa
plikasi SIG
paten untu
bih sederhan
ai contoh, a
g Direpresenta
a. com/wp-con
Maret 2010
at dikombin
uai dengan
eberapa kasu
asi. Sebagai
yang digun
uk manajem
na, SIG me
analisis tum
asikan ke Dala
ntent/uploads/2
nasikan atau
keinginan
us, SIG dap
i contoh, S
nakan oleh
men inform
emungkinka
mpang tindih
pelangga
jalan
kaplinga
elevasi
TGL
dunia nyata
am Layer
2009/ 05/pala
u tumpang t
pengguna
pat didefini
Sistem Infor
pemerintah
masi persil
an versi oto
h (map ove
an
an
i
61
atihan-
tindih
atau
isikan
rmasi
h kota
atau
omatis
erlay)
62
merupakan fungsi dari SIG yang paling umum dan banyak digunakan. Di dalam
analisis peta secara manual atau secara optis, analisis ini dilakukan dengan cara
meletakkan dua buah peta yang berisi dua tema yang berbeda diatas meja yang
dilengkapi dengan lampu, kemudian dilihat daerah mana saja yang bertampalan
satu dengan yang lainnya. Dengan cara manual analisis tersebut hanya dapat
dilakukan dengan jumlah peta yang terbatas karena kemampuan mata seorang
analis sangat terbatas. Akan tetapi dengan bantuan SIG jumlah peta yang
dianalisis jumlahnya tidak terbatas dan hasil analisis yang dihasilkan jauh lebih
presisi dan cepat karena dilakukan dengan bantuan teknologi informasi. SIG
terdiri dari beberapa subsistem atau fungsi-fungsi yang meliputi data masukan,
kompilasi, penyimpanan, manipulasi dan keluaran.
2.6.1 Fase perancangan SIG
Mengingat keuntungan yang ditawarkan oleh SIG maka penggunaannya
semakin meningkat. Beberapa organisasi dan individu tertarik untuk
menggunakan teknologi informasi ini. Adapun konsep strategis dari perancangan
SIG ini digambarkan pada Gambar 2.26. Setiap fase dalam gambar tersebut
relevan dengan pendekatan yang berorientasi pada data, seperti yang telah
diuraikan pada bab sebelumnya.
1) Fase
Pros
Tahapan i
dan inform
menginfor
saat kebut
selanjutny
2) Fase
Taha
dari SIG y
perangkat
atribut. Ba
sistem ko
sumber d
lainnya m
harus dia
G
e 1 – Perenc
ses perenca
ni meliputi
masi yang
rmasikan m
tuhan dari p
ya adalah de
e 2 - Desain
apan desain
yang akan d
lunak dan
agian dari d
ordinat. Sej
data, akuras
mengenai se
antisipasi m
Gambar 2.26
Sum
canaan/plan
anaan meru
tinjauan sis
diperlukan
mengenai bia
pengguna su
esain sistem
n sistem/des
n menyesua
dikembangk
n perangkat
desain basis
ejarah data
si, waktu p
tiap detail
mengenai im
Konsep Strate
mber: Hasil An
nning
upakan taha
stematis me
. Tahapan
aya dan ma
udah secara
m.
sign
aikan kebutu
kan. Desain
keras tetap
data termas
juga harus
pengumpula
data yang
mplementas
egis Perancan
nalisa, 2011
apan pertam
engenai siap
ini juga m
anfaat dari S
jelas dapat
uhan pengg
system tida
pi juga des
suk spefisik
diketahui
an data da
dikumpulka
si dari tek
gan SIG
ma dalam
pa calon pen
merupakan s
SIG yang ak
didefinisika
guna terhad
ak hanya me
sain basis d
kasi skala, p
secara past
an hal-hal
an. Juga da
knologi SIG
siklus fase
ngguna SIG
suatu fase u
kan dibuat.
an maka tah
dap fungsi-f
eliputi pemi
data spasia
proyeksi pet
ti yang me
atau ketera
alam tahapa
G ini. Bias
63
e ini.
G, data
untuk
Pada
hapan
fungsi
ilihan
al dan
ta dan
eliputi
angan
an ini
sanya
64
sebelum dibuat sistem dalam skala besar dibuat terlebih dahulu prototipe atau
pilot project sehingga metode pembelajaran dapat diterapkan sebelum
mengimplementasikan sistem yang sesungguhnya.
3) Fase 3 - Implementasi/implementation
Pada tahapan implementasi, perhatian kepada semua kebutuhan pengguna
harus diberikan melalui pendidikan dan latihan. Pengguna harus diberikan
pendidikan dan latihan agar mampu mengutilisasi, memelihara dan mengelola
sistem secara penuh. Semua pengguna harus memahami bagaimana SIG akan
mempengaruhi mereka di dalam mengerjakan pengelolaan data. Pengguna juga
harus memahami bagaimana SIG dapat membawa perubahan pada pengelolaan
informasi dan cara pengambilan keputusan.
4) Fase 4 – Pemeliharaan/maintenance
Terakhir, aplikasi SIG harus dipelihara dan dikelola secara baik. Dalam
beberap kasus, SIG didesain untuk keperluan yang sangat spesifik. Dalam kasus
yang demikian SIG akan selesai dipergunakan jika keperluan yang bersifat
spesifik tersebut sudah selesai dilakukan dan pemeliharaan tidak diperlukan lagi.
Akan tetapi meskipun sistemnya sudah tidak dapat dipergunakan lagi, data pada
sistem tersebut kemungkinan dapat digunakan untuk proyek atau keperluan yang
lain. Kegiatan-kegiatan yang termasuk ke dalam pemeliharaan adalah
pemutakhiran perangkat keras dan lunak, penambahan data baru untuk
pemutakhiran data.
65
2.6.2 Pembentukan data spasial dengan SIG
Dalam sub bab ini diperlihatkan cara pembentukan data spasial SIG dengan
menggunakan perangkat lunak Arc/Info. Tahapan pembentukan data spasial
diperlihatkan pada Gambar 2.30. Suatu layer atau peta yang memuat obyek
dengan tema khusus di dalam Arc/Info disebut dengan istilah ‘Coverage’.
Misalkan terdapat file gambar peta dijital dengan nama Evakuasi.dxf pada
direktori d:\gambar. File inilah yang digunakan sebagai data masukan ke dalam
Sistem Informasi Geografis.
File data yang digunakan adalah berasal dari data sekunder eksisting dari
perangkat lunak AutoCad. Konversi dari file gambar (drawing/ *.dwg) ke file
drawing interchange (*.dxf) adalah dengan menggunakan perintah ‘dxfout’ di
AutoCad. Di dalam pemberian data atribut di ArcInfo adalah hampir menyerupai
pada perangkat lunak basisdata DBASE. Sehingga mengenal kedua jenis
perangkat lunak tersebut (AutoCad) dan DBASE (seperti DBASE III+, atau
DBASE IV) dan prinsip-prinsip penggunaannya merupakan suatu keuntungan
tersendiri sebelum memulai menggunakan perangkat lunak GIS khususnya
ArcInfo dan Arcview.
Perangkat lunak ArcInfo digunakan utamanya untuk pembentukan data
spasial, pendefinisian topologi, editing data spasial dan melakukan fungsi analisis
spasial. Sementara itu perangkat lunak ArcView lebih ditujukan untuk tampilan
data, peremajaan (updating) data atribut dan proses ‘query’.
66
Gambar 2.27 Tahapan Pekerjaan Pembentukan Coverage SIG berbasis Data Vektor
Sumber: Hasil Analisa, 2011
Data Grafis - file gambar CAD - file koordinat (X, Y)
Konversi data grafis
Pendefinisian Topologi
Input Data
Data Atribut
Konversi data atribut
Pemberian ID unik untuk relasi data grafis - atribut
Penggabungan data grafis dan atribut
Editing data - grafis - atribut
- Analisis - Display - Cetak
Pendefinisian Topologi
a. Perinta
perintah
b. Kemud
terdapa
c. Perinta
coverag
Gambar
ah ’workspa
h dir pada D
dian perinta
at pada file d
ah ’dxfarc’
ge di Arc/
2.28 Konvers
Sum
ace’ untuk s
DOS).
ah ’dxfinfo
dxf.
adalah unt
Info. Dalam
si dan Pemben
mber: Hasil An
setting temp
o’ adalah u
tuk mengko
m kasus in
ntukan Topolo
nalisa, 2011
pat direktor
untuk men
onversi dar
ni nama co
ogi pada Arc/In
ri kita beker
ngetahui na
ri file dxf k
overage ya
nfo
rja (sama se
ama layer
ke pembent
ang ingin d
67
eperti
yang
tukan
dibuat
mempu
diatas,
ingin d
dalam
menyim
kemung
d. Covera
polygon
poligon
selanju
hanya u
unyai nama
extension
dimasukkan
pilihan la
mpan infor
gkinan koor
age sebelum
n, line ata
n, sehingga
utnya adalah
untuk topolo
a evakuasi.
*.dxf harus
ke dalam
ayer, Layer
rmasi koor
rdinat cover
m diedit (di
u point). D
a pada sa
h ’clean’ (
ogy ’line’ d
Gambar
Sum
Perhatikan
s diikutsert
konversi (i
r 0 biasan
rdinat gamb
rage tidak s
igunakan) h
Dalam kasu
aat ’build’
(ingat perin
dan ’poly’ sa
2.29 Tampila
mber: Hasil An
n bahwa d
takan (evak
ngat bahwa
nya oleh A
bar, jika t
esuai denga
harus diben
us ini cove
pilihannya
ntah clean
aja (tidak u
an Menu Arce
nalisa, 2011
i dalam ke
kuasi.dxf). P
a layer 0 m
AutoCad d
tidak diiku
an yang kita
ntuk topolo
erage evak
a adalah
digunakan
untuk point
edit
egiatan kon
Pilih layer
mutlak selalu
digunakan u
utsertakan
a inginkan).
ginya (enta
kuasi merup
’poly’. Per
n setelah ’b
t).
68
nversi
yang
u ada
untuk
maka
ah itu
pakan
rintah
build’
e. Kegiata
Masukl
f. Ingat u
akan d
jika kit
(yang i
an selanjutn
lah ke ’arce
untuk jika k
diedit (‘Edit
ta ingin men
ni tidak terd
nya adalah
edit’, maka
Gambar 2
Sum
kita bekerja
tfeature’ dis
ngedit garis
dapat pada c
h pemberian
diperoleh ta
2.30 Pemberian
mber: Hasil An
a untuk pen
singkat ‘Ed
pada gamb
contoh kasu
n nomor ID
ampilan sep
n ID pada Arc
nalisa, 2011
ngeditan na
ditfea’) haru
bar maka ‘ed
us diatas).
D pada cov
perti pada G
cedit
ama ID ma
uslah label.
ditfea’ menj
verage evak
Gambar 2.30
aka feature
Contoh la
jadi ‘editfea
69
kuasi.
0.
yang
innya
a arc’
g. Masukk
lingkar
1,2,3 ds
h. Jika sem
untuk k
i. Kemud
coverag
G
kan perinta
ran, perhatik
st (pada gam
mua lingkar
keluar (QUI
dian keluarl
ge yang bar
Gambar 2.31 K
ah ‘add’ unt
kan bahwa A
mbar diatas
ran telah dik
IT).
ah dari arc/
ru diedit, sep
Keluar dari M
Sum
tuk member
Arc/Info me
{Label} Use
klik, maka t
/info dan ja
perti ditunju
Menu Arcedit d
mber: Hasil An
ri nomor ID
emberi seca
er-ID: 1 Co
tekan angka
angan lupa u
ukkan pada
dan Pembentuk
nalisa, 2011
D, letakkan
ara otomatis
oordinate, d
a 9 pada key
untuk mem
Gambar 2.3
kan Kembali T
kursor di d
s nomor ID
dst).
yboard kom
m ‘build’ kem
31.
Topologi
70
dalam
yaitu
mputer
mbali
j. Misalk
item ba
terlebih
ditunju
k. Perhati
evakua
yaitu N
l. Pada co
string (
Gambar 2
an coverag
aru yaitu na
h dahulu
ukkan oleh G
ikan bahw
asi# dan eva
NAMA.
ontoh diata
(c=character
2.32 Penamba
Sum
e evakuasi
ama titik eva
item datab
Gambar 2.3
a arcinfo
akuasi-id. S
as lebar item
r)
ahan Item ‘NA
mber: Hasil An
akan ditam
akuasi (mis
base harus
3.
otomatis
Sementara k
m nama ada
AMA’ pada Co
nalisa, 2011
mbah databa
alkan titik e
ditambah
memberika
kita mendef
alah sebany
overage Evaku
asenya deng
evakuasi A,
hkan dahul
an item a
finisikan ite
yak 30 kara
uasi
gan membe
, B, C dst),
u seperti
area, perim
m database
akter dengan
71
erikan
maka
yang
meter,
e baru
n tipe
m. Pember
nomor
(disingk
tambah
n. Tanda
menem
yang di
Gamb
rian item d
ID pada co
kat ‘drawen
h tempat ID
tambah p
mpatkan kur
itunjukkan p
bar 2.33 Pemb
Sum
database p
ontoh sebel
nv’ ditamba
masing-ma
pada lingka
rsor pada sa
pada Gamb
berian Data A
mber: Hasil An
ada arcedit
umnya. Ha
ahkan ‘Labe
asing lingka
aran tsb m
aat menam
bar 2.35.
Atribut pada Fi
nalisa, 2011
t prinsipny
anya pada p
el On’ agar
aran diatas).
mempunyai
mbahkan item
ield ‘NAMA’
ya sama se
perintah ‘Dr
arcedit mem
fungsi ag
m database
eperti pemb
rawenvironm
munculkan
gar kita m
tersebut se
72
berian
ment’
tanda
mudah
eperti
Gamba
o. Pilihlah
yang di
Enter P
ar 2.34 ID Co
h satu persa
itunjukkan
Point)
overage (lingk
Sum
atu ID yang
pada Gamb
karan titik evak
mber: Hasil An
g akan dima
bar 2.35. (K
kuasi) yang A
nalisa, 2011
asukkan nam
Klik pada ta
Akan Diberikan
ma titik eva
anda tambah
n Data Atribu
akuasinya se
h setelah mu
73
ut
eperti
uncul
Gambar 2
Gambar 2
2.35 ID yang
Sum
.37 Pemberian
Sum
Telah Dipilih
mber: Hasil An
n Data Atribu
mber: Hasil An
h untuk Diberi
nalisa, 2011
ut dan Keluar d
nalisa, 2011
kan Data Atri
dari Menu Arc
ibut
cedit
74
75
p. Arcedit memberikan pesan bahwa satu ID telah anda klik, dan sekarang siap
untuk diberi nama.
q. Kegiatan selanjutnya adalah memberikan nama titik evakuasi tersebut seperti
yang ditunjukkan pada Gambar 2.37. Perintah yang digunakan adalah
‘Moveitem’. ‘Titik A’ adalah definisi dari kita sendiri dengan asumsi adalah
pada titik tersebut merupakan titik A evakuasi, bisa saja kita berikan nama lain
seperti ‘Titik Berkumpul’ dan lain-lain. Demikian seterusnya sampai semua
titik atau ID diberikan nama.
r. Setelah itu kita keluar dari arc-info (dengan perintah ‘quit’) dan coverage
tersebut diberikan topologi lagi.
Data atribut/non spasial data berupa teks/string dan bilangan (nominal,
ordinal, interval, rasio). Agar data atribut dapat diolah secara analitis (diolah
dengan rumusan atau formula tertentu) maka data atribut harus dibuat dalam
bentuk bilangan. Data spasial dan atribut secara bersama-sama dapat digunakan
dengan bantuan bahasa ‘query’ yang terstruktur (SQL/ Structure Query
Languange). Hal ini dimungkinkan karena data spasial dan non spasial
dihubungkan dengan metode basisdata relasional (relational database).
2.6.3 Model relasional
Model basisdata relasional dikelola dalam bentuk tabel. Setiap tabel
diidentifikasi menggunakan nama tabel yang unik (tunggal) dalam format baris
dan kolom. Setiap kolom dalam tabel juga mempunyai nama yang unik (tunggal).
76
Kolom menyimpan nilai atribut yang spesifik, sementara baris menyimpan satu
‘record’ dalam tabel. Di dalam SIG setiap baris dalam tabel terhubung dengan
bentuk spasial yang terpisah menggunakan suatu identifier kunci (key) yang
bersifat unik. Setiap baris terdiri dari beberapa kolom dimana setiap kolomnya
memiliki nilai yang spesifik dari bentuk geografis (spasial) tersebut. Jika ditinjau
kembali contoh model relasional yang telah digambarkan seperti yang terlihat
pada Gambar 2.37, maka model relasional dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Poligon nomer 14 merupakan bentuk spasial (geografis), dapat diandaikan
seperti suatu area yang mempunyai ID dengan nomor 14.
b. Area (ID = 14) tersebut dihubungkan (direlasikan) dengan tabel yang
mempunyai nama yang spesifik yaitu atribut 1, pada baris dengan ID = 14. ID
= 14 dalam hal ini merupakan identifier kunci yang bersifat unik.
c. Baris tersebut mempunyai beberapa kolom yang mempunyai nilai atribut yang
spesifik pula (kolom Luas Area (ha) dan No). Dalam hal ini kolom Luas Area
mempunyai nilai 75 dan No = 3.
d. Tabel Atribut 1 juga direlasikan dengan tabel lain yang juga mempunyai nama
yang spesifik yaitu Atribut 2. No = 3 dalam hal ini merupakan identifier kunci
yang bersifat unik.
77
Gambar 2.37 Model Relasional
Sumber: Hasil Analisa, 2011
2.6.4 Sistem koordinat
Bentuk bumi yang tidak bulat sempurna disebut dengan ellipsoid atau
spheroid, sedangkan data hasil pengukuran tentang perbedaan diameter atau
radius Bumi di Kutub dan di Khatulistiwa ini disebut dengan datum. Pada tahun
1927, pemetaan di Amerika menggunakan nilai datum Clarke dan diadopsi
sebagai NAD27 (North American Datum of 1927). Sejak tahun 1983, dimana
pengukuran radius bumi dapat dilakukan lebih akurat dari hasil riset yang
menggunakan GPS (Global Positioning System), maka nilai datum di Amerika
diperbaiki dan dikenal dengan nama NAD83. Namun dunia luar selain Amerika
menggunakan datum dari hasil pengukuran pada tahun 1980 yang dikenal dengan
nama GRS80 (Geodetic Reference System of 1980). Datum ini kemudian
Id Luas Area (Ha) No
11 100 1
12 200 2
14 75 3
Umur
(Tahun)
Nama
Pemilik No
66 ADI 3
PETA Tabel Atribut 1
Tabel Atribut 2
14
1312
78
disempurnakan pada tahun 1984 dan diadopsi secara international, dikenal dengan
nama WGS84 (World Geodetic System 1984).
Lembaga yang berwenang dalam membuat peta dasar di Indonesia adalah
BAKOSURTANAL (Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional) dengan
menggunakan datum yang diberi nama Datum Geodetik Nasional Indonesia
dalam membuat peta rupa Indonesia. Nilai pada datum ini mengadopsi nilai datum
NAD27. Posisi suatu tempat dialamatkan dengan nilai koordinat garis bujur
(longitude) dan lintang (latitude) yang melalui tempat itu. Garis bujur (longitude),
sering juga disebut garis meridian, yaitu merupakan garis lurus yang
menghubungkan Kutub Utara dan Kutub Selatan bumi. Keterangan lebih lanjut
dapat dilihat pada Gambar 2.38.
Gambar 2.38 Posisi Garis Lintang, Bujur, dan Lainnya pada Bumi
Sumber: Zuhdi, t.t. http://www.angelfire.com/mo/zuhdi/Kuliah2.pdf., Maret 2010
Nilai koordinat garis bujur dimulai dari bujur 00 yaitu di Greenwhich,
kemudian membesar kearah Timur dan Barat sampai bertemu kembali di Garis
79
batas tanggal Internasional yaitu terletak di selat Bering dengan nilai 1800. Garis
bujur 00 sering juga disebut prime meridian atau meridian Greenwhich. Garis
bujur kearah barat diberi nilai negative dan disebut Bujur Barat (West
Longitude) serta disingkat BB. Sedangkan garis bujur yang kearah Timur diberi
nilai positif dan disebut Bujur Timur (East Longitude) serta disingkat BT.
Adapun nilai koordinat Lintang dimulai dari garis lingkaran Khatulistiwa yang
diberi nilai 00. Selanjutnya garis-garis lintang yang lain berupa lingkaran-
lingkaran pararel (sejajar) khatulistiwa berada di sebelah Utara dan Selatan
Khatulistiwa. Lingkaran pararel di Selatan disebut garis Lintang Selatan (LS) dan
diberi nilai negatif, sedangkan lingkaran pararel di Utara diberi nilai positif dan
disebut garis Lintang Utara (LU). Nilai maksimum koordinat garis Lintang adalah
900 yaitu terletak di Kutub-kutub Bumi.
Besarnya sudut dalam sistem koordinat geografik dapat dinyatakan dalam
dua cara, yaitu dengan satuan DMS (Degree Minute Second) dan satuan DD
(Decimal Degree).
a. Degree Minute Second (DMS)
Dalam sistem satuan DMS, setiap derajat sudut dibagi menjadi 60 menit dan
setiap menitnya dibagi lagi menjadi 60 detik. Penulisannya dinyatakan sebagai
ddomm’ss”. Konversi dari DMS ke DD atau sebaliknya diperlukan karena tidak
semua sistem ini dapat diakomodir pada kebanyakan software SIG, walaupun
pada penyajian data, baik DMS maupun DD dapat ditampilkan. Kebanyakan pada
proses input data, software SIG hanya bisa menerima data koordinat dalam satuan
DD. Berikut adalah contoh konversi koordinat dari satuan DMS ke satuan DD:
80
Terdapat suatu koordinat dengan satuan DMS yang berlokasi di
103025’38”BT; 2036’53”LS, maka koordinat DD-nya adalah
103025’38”BT 2036’53”LS
= (103 + 25/60 + 38/3600)0 = (-2 - 36/60 – 53/3600)0
= (103 + 0,416667 + 0,010556)0 = (-2 – 0,6 – 0,014722)0
= 103,4272220 = -2,6147220
Jadi koordinat DD-nya adalah 103,4272220; -2,6147220
Dalam konversi DMS ke DD, perlu diperhatikan bahwa untuk koordinat
yang bernilai negatif (Lintang Selatan atau Bujur Barat), penjumlahan komponen
menit dan detiknya juga harus merupakan penjumlahan bilangan negatif.
b. Decimal Degree (DD)
Dalam sistem satuan DD, setiap derajatnya dinyatakan dalam pecahan
desimal. Berikut ini terdapat contoh konversi dari satuan DD ke DMS:
Koordinat suatu lokasi dinyatakan dengan 107,426540 ; -6,853200, maka
koordinat dalam DMS adalah
Nilai derajat : 1070 ; 60
Nilai menit : (107,42654 - 107) x 60’ ; (6,85320 - 6) x 60’
0,42654 x 60’ ; 0,85320 x 60’
25,5924’ → 25’ ; 51,1920’→51’
Nilai detik : (25,5924 – 25) x 60” ; (51,1920 – 51) x 60”
0,5924 x 60” ; 0,1920x60”
35,5440” ; 11,52”
Jadi koordinat DMS-nya adalah 107025’35,544”BT ; 6051’11,52”LS
81
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Kerangka Penelitian
Terdapat langkah-langkah yang dirancang sebelum penelitian dilakukan
agar penelitian dapat berlangsung secara terstruktur dan terintegrasi. Dengan
adanya rancangan penelitian diharapkan kesalahan dalam penelitian dapat
diminimalkan. Rancangan penelitian pada kasus ini dapat dilihat pada gambar
diagram alir berikut.
Mulai
Studi Pendahuluan: - Identifikasi pustaka - Survei pendahuluan - Identifikasi lokasi penelitian
Perumusan Pendahuluan: - Latar belakang - Rumusan masalah - Tujuan penelitian
Kajian Pustaka
A
81
82
Gambar 3.1 Bagan Alir Rancangan Penelitian
Sumber: Hasil Analisa, 2011
Persiapan Survei: - Perumusan form survei beserta alat - Pembuatan panduan survei bagi surveyor
Selesai
Data Sekunder: - Titik pengenal awal dan
akhir ruas - Panjang ruas - IRI - LHRT
Pengumpulan Data
Penyusunan basis data berbasis SIG
Data Primer Melalui survei lapangan: - STA - Lebar jalur dan bahu - RCI - Jenis kerusakan perkerasan - Kondisi geometrik - Kondisi sosial - Foto kondisi jalan
Analisis data survei
A
Data spasial: Peta, foto-foto
Data atribut: Data primer, data sekunder
Simpulan dan Saran
83
Langkah awal dari penelitian ini melakukan studi pendahuluan terhadap
kebutuhan informasi dan beberapa program basis data yang digunakan oleh
instansi terkait, langkah ini meliputi identifikasi pustaka, survei pendahuluan, dan
identifikasi lokasi penelitian. Setelah itu perumusan pendahuluan dapat dibuat.
Perumusan form survei beserta panduannya dengan memperhatikan kajian
pustaka dan metode penelitian diharapkan mampu meminimalisir kesalahan dalam
pengumpulan data, baik data primer maupun sekunder. Analisis data hasil survei
dilakukan untuk membuat data kondisi Jalan Nasional menjadi lebih informatif.
Setelah informasi jalan tersebut dianalisis, maka basis data jalan berbasis SIG
dapat disusun. Simpulan dan saran dapat dibuat setelah itu.
3.2 Lokasi Penelitian
Penelitian akan dilakukan di seluruh ruas jalan nasional provinsi Bali yang
menjadi tanggung jawab SNVT P2JJ Metropolitan Denpasar. Terdapat 33 dari 58
ruas jalan nasional yang menjadi tanggung jawab P2JJ Metropolitan Denpasar
dengan panjang 103,30 km menurut Kepmen Nomor: 376/KPTS/M/2004. Namun
berdasarkan data sekunder yang didapat dari P2JJ Metropolitan Denpasar,
terdapat perbedaan panjang ruas antara data yang diperoleh dari Kepmen Nomor:
376/KPTS/M/2004 dengan data yang diperoleh dari SNVT P2JJ Metropolitan
Denpasar pada beberapa ruasnya. Berdasarkan informasi yang diperoleh, saat ini
SNVT P2JJ Metropolitan Denpasar sudah melakukan usulan perubahan mengenai
panjang ruas jalan tersebut ke pemerintah pusat. Selain data mengenai panjang
ruas, terdapat juga data mengenai titik pengenal awal dan titik pengenal akhir dari
ruas jalan tersebut. Salah persepsi dalam pengenalan awal dan akhir suatu ruas
84
dapat menyebabkan domino effect of error, karena hampir semua titik akhir ruas
suatu jalan menjadi titik awal ruas jalan lainnya. Keterangan lebih lanjut
mengenai ruas jalan yang disurvei dapat dilihat pada Lampiran B.
3.3 Data Primer
Data ini diperoleh melalui survei lapangan. Formulir survei untuk data
primer dapat dilihat pada Lampiran D usulan penelitian ini. Adapun data primer
yang dibutuhkan, yaitu:
3.3.1 Stasiun Titik Awal (STA)
Titik nol kilometer provinsi Bali terletak di daerah Taman Monumen
Perjuangan (Puputan), di kota Denpasar. Posisi patok DPS-0 tepatnya berada pada
koordinat 08039’22,1’’ LS dan 115013’04,1’’ BT. Informasi STA tiap awal dan
akhir segmen pada ruas jalan berguna untuk memberikan gambaran lokasi dari
segmen ruas, karena patok STA terdapat di tiap kelipatan 100 meter ruas jalan
Nasional. Gambar 3.2 berikut merupakan ilustrasi STA, ruas, dan segmen.
Gambar 3.2 Ilustrasi STA, Ruas, dan Segmen
Sumber: Hasil Analisa, 2011
Titik Awal Ruas X
Titik Nol (STA)
0 m 500 m 900 m
Titik Akhir Ruas X
Jarak dari STA ke segmen 0 ruas X
Segmen 0-500 ruas X
Segmen 500-900 ruas X
Jarak dari STA ke segmen 500 ruas X
Ruas X
Gam
kurang leb
provinsi B
3.3.2 Leba
Peng
mengguna
500 mete
mbar 3.3 be
bih 400 me
Bali.
Ga
ar jalur da
gukuran le
akan metera
r) yang d
erikut meru
eter dari pe
ambar 3.3 Lok
Sum
an bahu jala
ebar salura
an kain seti
dilakukan p
upakan foto
ermukaan a
kasi Titik Nol
mber: Google
an
an, jalur
iap awal da
pada saat l
o udara, yan
air laut, lok
Kilometer Pro
Earth, 2010
dan bahu
an akhir seg
lalu lintas
Titik No
ng diambil
kasi dari titi
ovinsi Bali
jalan dil
gmen (tiap
relatif sep
l
dari ketin
ik nol kilom
lakukan de
segmen ber
pi. Informas
85
ggian
meter
engan
rjarak
si ini
86
berfungsi untuk mengetahui lebar badan jalan dan mengetahui ruas jalan yang
tidak memenuhi syarat lebar minimal sesuai UU No.38 tahun 2004 dan PP No.34
tahun 2006. Cara penulisan pada form adalah lebar saluran kiri, lebar bahu kiri,
lalu lebar jalur, lebar bahu kanan, dan lebar saluran kanan. Untuk jalan dengan
median, maka lebar median ditulis diantara lebar jalur.
3.3.3 Indeks kondisi jalan (RCI)
Secara garis besar, teknis pelaksanaan survei kondisi jalan dapat dilihat pada
berikut ini:
a. Survei dilaksanakan oleh 3 orang surveyor dengan menggunakan satu
kendaraan pada ruas-ruas jalan yang harus disurvei, dimana masing-masing
melakukan pengamatan dan menentukan nilai RCI-nya. Keterangan mengenai
penentuan nilai RCI dapat dilihat pada tabel 2.1.
b. Untuk survei yang dilakukan pada suatu ruas jalan yang mempunyai jalur
pemisah (median, saluran atau lainnya) maka survei dilakukan pada jalur yang
diperkirakan mempunyai nilai kekasaran lebih besar.
3.3.4 Jenis kerusakan perkerasan
Informasi jenis kerusakan akan ditampilkan tiap segmen dengan jarak
persegmen adalah 500 meter, dimana dalam penelitian ini jenis kerusakannya
akan digolongkan menjadi 5 jenis berdasarkan penanganannya. Golongan jenis
kerusakan tersebut yaitu bleeding, pengausan dan atau pelepasan butir, lubang dan
atau deliminasi, retak, dan deformasi. Langkah yang dilakukan dalam survei jenis
kerusakan adalah dengan menghitung perkiraan luas dari tiap kerusakan yang
87
ditemui, kemudian luasan kerusakan tersebut dijumlahkan setiap segmennya.
Maka akan didapat luasan tiap jenis kerusakan pada tiap segmen.
3.3.5 Kondisi perkerasan
Jenis kerusakan perkerasan dalam survei ini digolongkan menjadi 5
kelompok, yaitu bleeding, terkelupas, lubang, retak, dan deformasi. Kondisi
perkerasan dalam penelitian ini dikategorikan ke dalam 4 (empat) jenis, yaitu
baik,sedang, rusak ringan, rusak berat. Definisi dari masing-masing kategori
tersebut dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 3.1 Definisi Tiap Kategori Kondisi Perkerasan
Kondisi Definisi
Baik Kerusakan kurang dari 1% luas permukaan
Sedang Kerusakan antara 1% sampai kurang dari 20% luas permukaan
Rusak Ringan Kerusakan antara 20% sampai kurang dari 60% luas permukaan
Rusak Berat Kerusakan lebih dari 60% luas permukaan
Sumber: BPJN VIII, 2011
3.3.6 Kondisi geometrik
Survei ini dilakukan secara pengamatan dengan kendaraan. Kondisi
geometrik pada penelitian ini akan digolongkan menjadi 3 (tiga) jenis, yaitu baik,
cukup, dan kurang. Definisi dari masing-masing kategori tersebut dapat dilihat
pada tabel berikut.
88
Tabel 3.2 Definisi Tiap Kategori Kondisi Geometrik
Kondisi Definisi
Baik Kelandaian datar dan tikungan yang lebar
Cukup Kelandaian tidak terlalu besar dan tikungan tidak terlalu tajam
Kurang Kelandaian besar, panjang, serta tidak ada climbing lane, dan
tikungan yang tajam
Sumber: BPJN VIII, 2011
Dengan dibekali pengetahuan dasar mengenai geometrik jalan, maka
surveyor diharapkan mampu menilai kondisi geometrik secara visual.
3.3.7 Kondisi sosial
Survei ini dilakukan secara pengamatan dengan kendaraan untuk
mengetahui kondisi kegiatan sosial di sekitar jalan, yang tentunya kondisi ini
berpengaruh terhadap analisis para pemegang kebijakan. Kondisi sosial pada
penelitian ini akan digolongkan menjadi 3 jenis, yaitu baik, cukup, dan kurang.
Pada kondisi sosial yang menjadi ukuran adalah bangunan yang terdapat dalam
RUMIJA (25 meter) dan kegiatan ekonomi yang dapat memberikan gangguan
pada lalu lintas. Definisi dari masing-masing kategori tersebut dapat dilihat pada
tabel berikut.
89
Tabel 3.3 Definisi Tiap Kategori Kondisi Sosial
Kondisi Definisi
Baik Tidak ada bangunan yang terletak dalam RUMIJA (25 meter)
dan tidak ada kegiatan ekonomi yang mengganggu lalu lintas
Cukup Terdapat bangunan yang sebagian terletak dalam RUMIJA (25
meter) dan terdapat kegiatan ekonomi yang memberikan
gangguan terbatas terhadap lalu lintas (misalnya terdapat
warung, dan sebagainya)
Kurang Terdapat bangunan yang terletak dalam RUMIJA (25 meter)
dan terdapat kegiatan yang mengganggu lalu lintas (misalnya
terdapat pasar, pusat pertokoan, mal, dan sebagainya)
Sumber: BPJN VIII, 2011
3.3.8 Foto kondisi jalan
Foto kondisi jalan diambil minimal 3 buah per segmen. Prioritas
pengambilan foto adalah untuk nilai kondisi yang kurang, baik kondisi
perkerasan, geometrik, maupun sosial. Hal ini bertujuan untuk menggambarkan
kondisi real di lapangan, dimana juga dapat sebagai kontrol terhadap penilaian
yang dilakukan oleh surveyor.
90
3.4 Data Sekunder
Data sekunder yang dibutuhkan dalam penelitian ini sudah tersedia pada
SNVT P2JJ Metropolitan Denpasar, yaitu :
3.4.1 Titik pengenal awal dan akhir ruas
Informasi mengenai titik pengenal awal dan akhir suatu ruas jalan sangatlah
penting untuk menghindari terjadinya domino effect of error, mengingat hampir
semua titik akhir suatu ruas menjadi titik awal ruas berikutnya. Jadi, jika terjadi
kesalahan persepsi terhadap titik akhir suatu ruas, maka sudah tentu terjadi
kesalahan penentuan titik awal pada ruas berikutnya, dan demikian juga untuk
ruas berikutnya. Data mengenai titik awal dan akhir ini dapat diperoleh di SNVT
P2JJ Metropolitan Denpasar.
3.4.2 Panjang ruas
Panjang masing-masing ruas Jalan Nasional sudah didata oleh P2JJ,
sehingga panjang ruas yang digunakan pada penelitian ini merupakan kutipan dari
survei yang dilakukan P2JJ. Hal ini dilakukan untuk mengontrol panjang ruas
yang didapat dari hasil pengukuran surveyor penelitian ini, sehingga dapat
diketahui secepat mungkin apabila terjadi kesalahan dalam persepsi titik awal dan
akhir ruas jalan.
3.4.3 Indeks Internasional kekasaran permukaan (IRI)
Sebelum melakukan survei ketidakrataan permukaan jalan, maka harus
ditentukan persamaan korelasi antara Dipstick Floor Profiler dengan alat ukur
NAASRA terhadap nilai IRI. Persamaan korelasi ini didapatkan dengan membuat
Seksi Percobaan (SP), paling sedikit dilakukan 8 SP yang dipilih dari jalan yang
91
permukaannya sangat rata sampai yang sangat tidak rata, panjang SP adalah 300
meter ditambah masing-masing 50 meter pada kedua ujungnya, kemudian
dilakukan pengukuran profil memanjang dengan alat Dipstick Floor Profiler,
selanjutnya menjalankan kendaraan survei dengan kecepatan 30 km/jam untuk
mencatat ketidakrataan permukaan jalan. Pada penelitian ini akan digunakan data
IRI dari P2JJ Metropolitan Denpasar mengingat keterbatasan alat yang dimiliki
dalam penelitian ini.
3.4.4 Lalu lintas Harian Rata-rata Tahunan (LHRT)
Berikut akan dijelaskan mengenai langkah-langkah pelaksanaan survei
pencacahan lalu lintas terklasifikasi untuk mendapatkan nilai Lalu lintas Harian
Rata-rata Tahunan (LHRT). Petugas mencatat setiap kendaraan yang melintasi
titik yang telah ditentukan pada formulir lapangan atau dengan “handy tally”
(yaitu suatu alat kecil yang dapat menjumlahkan secara kumulatif) dan
menjumlahkan nilai totalnya pada formulir lapangan.
Cara melakukan pencacahan volume lalu lintas terklasifikasi secara manual
serupa dengan pencacahan volume lalu lintas, namun diperlukan formulir
lapangan yang berbeda atau beberapa buah handy tally. Pada dasarnya, tidak ada
kerugian untuk membedakan banyak kelas kendaraan, karena pada tahapan
analisis, data tersebut dapat digabungkan kembali jika dikehendaki. Data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dari P2JJ Metropolitan
Denpasar, mengingat keterbatasan waktu dan biaya survei.
92
3.5 Penyusunan Basis Data Berbasis SIG
Tahapan penyusunan basis data dibagi menjadi dua, yaitu penyusunan data
spasial dan data atribut. Data spasial terdiri dari peta provinsi Bali dan juga foto-
foto, sedangkan data atribut terdiri dari data primer dan sekunder. Basis data
disusun sedemikian rupa sehingga dapat dilakukan analisis data spasial. Secara
umum, langkah-langkah penyusunan yang dilakukan dengan bantuan program
Arcinfo ini, dapat dilihat pada Bab II.
93
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Data Primer
4.1.1 Sistem stasioning
Tampilan data mengenai sistem stasioning, yang merupakan jarak setiap
awal maupun akhir segmen terhadap Stasiun Titik Awal pada ruas Jalan Nasional
di bawah tanggung jawab P2JJ Metropolitan, dapat dilihat pada lampiran E dan
juga program basis data. Data ini akan sangat membantu dalam mengenali dan
persamaan persepsi terhadap segmen setiap ruas yang dimaksud dalam laporan
ini.
4.1.2 Lebar jalur dan bahu jalan
Data mengenai lebar saluran, bahu, dan jalur hanya akan ditampilkan pada
lampiran laporan saja dan tidak pada program. Hal ini dikondisikan agar tampilan
data dalam program basis data tidak terlalu banyak.
4.1.3 Indeks kondisi jalan/Road Condition Index (RCI)
Informasi mengenai data RCI (Road Condition Indext) setiap segmen jalan
dapat dilihat pada Lampiran F, namun tidak ditampilkan dalam program ini
mengingat sudah terdapat data kondisi perkerasan dan IRI (International
Roughness Index).
93
94
4.1.4 Jenis kerusakan perkerasan
Informasi jenis kerusakan setiap segmen ruas Jalan Nasional di bawah
tanggung jawab P2JJ Metropolitan dapat dilihat pada lampiran F laporan ini. Data
ini bermanfaat selain dalam mengetahui jenis kerusakan perkerasan juga
bermanfaat dalam penentuan kondisi perkerasan. Data ini juga tidak ditampikan
dalam program basis data ini.
4.1.5 Kondisi perkerasan
Kondisi perkerasan pada Jalan Nasional di bawah tanggung jawab
Metropolitan pada tahun 2009 dapat dikatakan dalam kondisi baik. Hal tersebut
dapat kita lihat dari tabel dan grafik berikut ini.
Tabel 4.1 Kondisi Perkerasan Segmen Jalan
KONDISI PERKERASAN JUMLAH SEGMEN
Baik 172
Sedang 25
Rusak Ringan 7
Rusak Berat 3
JUMLAH 207
Sumber: Hasil Analisa, 2011
Data
terdapat p
perkerasan
Metropoli
4.1.6 Kon
Data
secara det
geometrik
dilihat pad
0,00
10,00
20,00
30,00
40,00
50,00
60,00
70,00
80,00
90,00
Gambar
a lebih lan
pada program
n pada Ja
tan sebagia
ndisi geome
a mengenai
tail tiap seg
k segmen j
da tabel dan
83
0%
0%
0%
0%
0%
0%
0%
0%
0%
0%
B
4.1 Grafik Pe
Sum
njut menge
m juga terd
alan Nasio
an besar ada
etrik
kondisi geo
gmenya dap
alan secara
n grafik beri
,09%
Baik
ersentase Kon
mber: Hasil An
enai kondis
dapat pada la
onal di ba
alah kerusak
ometrik jala
pat dilihat d
a umum ad
ikut.
12,08%
Sedang
ndisi Perkerasa
nalisa, 2011
si perkerasa
ampiran E l
awah tangg
kan jenis ret
an yang dip
dalam progr
dalah baik,
3,3
Rusak R
an Segmen Jal
an tiap se
laporan ini.
gung jawa
tak.
eroleh mela
ram basis d
dimana k
8%
Ringan
lan
egmennya s
Jenis kerus
ab SNVT
alui survei v
data ini. Ko
ondisi ini
1,45%
Rusak Berat
95
selain
sakan
P2JJ
visual
ondisi
dapat
Untu
terdapat p
0,00%
10,00%
20,00%
30,00%
40,00%
50,00%
60,00%
70,00%
80,00%
90,00%
100,00%
KOND
Baik
Cukup
Kuran
Gambar
uk lebih len
ada program
8
%
%
%
%
%
%
%
%
%
%
%
Tabel 4.2 K
DISI GEOM
p
ng
JUMLAH
Sum
r 4.2 Grafik Pe
Sum
ngkapnya m
m juga dapa
89,37%
Baik
Kondisi Geom
METRIK
H
mber: Hasil An
ersentase Kon
mber: Hasil An
mengenai ko
at dilihat pad
S
metrik Segmen
JUMLAH
1
2
nalisa, 2011
ndisi Geometri
nalisa, 2011
ondisi geom
da lampiran
8,21%
Sedang
Jalan
H SEGMEN
188
18
5
207
ik Segmen Jal
metrik tiap se
n E laporan
2
K
N
lan
egmennya s
ini.
2,42%
Kurang
96
selain
4.1.7 Kon
Kon
baik, cuku
lebih jelas
1
2
3
4
5
6
7
8
ndisi sosial
ndisi sosial
up, dan kura
snya seperti
KO
Baik
Cukup
Kuran
Gamb
0,00%
10,00%
20,00%
30,00%
40,00%
50,00%
60,00%
70,00%
80,00%
pada penel
ang. Kondis
terlihat pad
Tabel 4.3
ONDISI SO
p
ng
JUMLAH
Sum
bar 4.3 Grafik
Sum
25,12%
Baik
itian ini ak
si sosial jala
da tabel dan
3 Kondisi Sos
OSIAL
H
mber: Hasil An
Persentase K
mber: Hasil An
kan digolong
an ini secar
n grafik di b
ial Segmen Ja
JUMLAH
1
2
nalisa, 2011
ondisi Sosial
nalisa, 2011
68,12%
Sedang
gkan menja
ra umum ad
bawah ini.
alan
H SEGMEN
52
141
14
207
Segmen Jalan
adi 3 jenis,
dalah cukup
N
n
6,76%
Kurang
97
yaitu
yang
98
Data lebih lengkap mengenai kondisi sosial tiap segmennya dapat dilihat
lebih lanjut pada program dan pada Lampiran E laporan ini.
4.1.8 Foto kondisi jalan
Foto kondisi jalan yang minimal 3 buah per segmen ini dapat dilihat lebih
lengkapnya pada program basis data ini. Foto ini bermaksud untuk dapat
memberikan gambaran secara langsung terhadap kondisi di lapangan.
4.2 Data Sekunder
Data mengenai informasi titik pengenal awal dan akhir suatu ruas jalan
merupakan informasi penting yang digunakan sebagai acuan dalam survei. Data
ini tidak dimunculkan dalam program, namun dapat dilihat lebih lanjut pada
lampiran B laporan ini.
Berdasarkan hasil survey lapangan dan koordinasi yang dilakukan dengan
instansi terkait mengenai pangjang ruas Jalan Nasional, terdapat beberapa
perbedaan pangjang ruas jalan dengan panjang yang tertulis dalam Kepmen.
Panjang total ruas Jalan Nasional di bawah tanggung jawab P2JJ Metropolitan
berdasarkan Kepmen 376/KPTS/M/2004 adalah 103,30 km, sedangkan
berdasarkan hasil pengukuran di lapangan adalah 104,20 km. Jadi terdapat selisih
sebesar 0,90 km lebih panjang dari Kepmen, yang mana detailnya tersaji dalam
lampiran B laporan ini.
Data mengenai IRI (International Roughness Index) dan Lalu Lintas Harian
Rata-rata Tahunan (LHRT) pada ruas Jalan Nasional di bawah tanggung jawab
P2JJ Metropolitan selain dapat dilihat pada program basis data ini.
99
4.3 Analisa
4.3.1 Lebar Bahu dan Badan Jalan
Berdasarkan PP No. 34 tahun 2006, yang dimaksud dengan Jalan Nasional
adalah jalan arteri primer; jalan kolektor primer yang menghubungkan antar
ibukota provinsi; jalan tol; serta jalan strategis Nasional. Dalam PP No. 34 tahun
2006 juga menyebutkan mengenai lebar minimum badan jalan kolektor primer,
yaitu paling sedikit 9 meter. Jadi berdasarkan PP tersebut seluruh ruas jalan
Nasional di bawah tanggung jawab SNVT P2JJ Metropolitan adalah memenuhi
persyaratan lebar minimum badan jalan tersebut.
4.3.2 Jenis Kerusakan Perkerasan Jalan
Dalam penelitian ini jenis kerusakan perkerasan jalan akan digolongkan
menjadi 5 jenis berdasarkan penanganannya. Golongan jenis kerusakan tersebut
yaitu bleeding, pengausan dan atau pelepasan butir, lubang dan atau deliminasi,
retak, dan deformasi. Kerusakan jenis bleeding, sering juga disebut kegemukan
merupakan suatu jenis kerusakan yang diprediksi disebabkan sebagian atau
seluruh agregat dalam campuran terselimuti aspal terlalu banyak. Pada temperatur
tinggi, aspal dapat menjadi lunak dan akan terjadi jejak roda jika dilalui oleh
kendaraan, hal ini juga tentunya akan membuat perkerasan menjadi licin.
Kerusakan ini dapat ditangani dengan cara menaburkan agregat panas dan
kemudian dipadatkan, atau dengan mengangkat lapisan aspal dan kemudian diberi
lapisan penutup. Pada ruas Jalan Nasional di bawah tanggung jawab SNVT P2JJ,
kerusakan jenis bleeding ditemui sebesar 0.08% dari semua jenis kerusakan.
100
Kerusakan jenis pengausan dan atau pelepasan butir pada perkerasan dapat
disebabkan oleh penggunaan agregat yang tidak tahan aus, penggunaan agregat
yang kotor, penggunaan agregat yang pipih, penggunaan aspal yang kurang,
pelapukan aspal (aging), pemadatan lintasan yang kurang, maupun akibat
temperatur pemadatan yang rendah. Kerusakan jenis ini dapat diatasi dengan
memberikan lapisan tambahan, baik berupa lapisan latasir, buras, atau latasbun, di
atas lapisan lama yang telah dibersihkan dan dikeringkan terlebih dahulu.
Pengausan dan atau pelepasan butir terjadi pada 17.08% ruas Jalan Nasional di
bawah tanggung jawab SNVT P2JJ Metropolitan.
Kerusakan lubang dan atau deliminasi merupakan kerusakan perkerasan
yang disebabkan oleh permukaan perkerasan lama yang kotor, pemasangan lapis
perekat yang tidak merata, pemadatan saat hujan, rembesan air pada retakan,
penggunaan aspal yang kurang, penggunaan agregat yang kotor, maupun akibat
penggunaan agregat yang pipih yang mudah pecah. Cara memperbaiki kerusakan
jenis ini adalah dengan langkah sebagai berikut:
1) Membersihkan lubang dari air dan material yang lepas;
2) Membongkar bagian lapisan permukaan dan pondasi sedalam-dalamnya
sehingga mencapai lapisan yang keras;
3) Memberi lapisan tack coat sebagai lapisan pengikat;
4) Mengisi campuran aspal dan agregat dengan hati-hati agar tidak terjadi
sekresi;
5) Memadatkan lapis campuran tadi dan membentuk permukaan sesuai
dengan lingkungannya.
101
Berdasarkan hasil survei, pada ruas jalan kerusakan jenis lubang dan atau
deliminasi terjadi sebesar 0.61%.
Kerusakan jenis retak merupakan kerusakan yang terjadi sebagai akibat dari
pelapukan aspal, penggunaan aspal yang kurang, ketebalan dari perkerasan yang
kurang, refleksi dari retak di lapisan bawahnya, sambungan pelaksanaan yang
kurang baik, drainase sekitar yang kurang baik, serta dapat juga karena tanah
dasar yang ekspansif. Cara untuk mengatasi kerusakan jenis ini adalah dengan
memperbaiki drainase agar tidak ada air yang menggenangi perkerasan,
menambah tebal perkerasan jika memang karena beban lalu lintas yang berlebih,
mengisi celah retakan dengan campuran aspal cair dan pasir jika kondisi belum
parah, dapat memberi lapisan burtu; burda; ataupun lataston utnuk pemeliharaan
sementara, membongkar dan memberi lapisan baru lagi apabila retakan telah
meluas. Hasil survei menyatakan bahwa sebesar 80.88% atau sebagian besar
kerusakan yang terjadi pada perkerasan ini adalah jenis retak.
Kerusakan jenis deformasi pada perkerasan dapat disebabkan oleh daya
dukung tanah dasar yang rendah, pemadatan yang rendah, daya dukung lapisan
pondasi dan tanah dasar yang tidak seragam, stabilitas lapisan aspal berkualitas
rendah (penetrasi tinggi), penggunaan aspal berlebih. Cara memperbaiki
kerusakan jenis ini dapat dilakukan dengan :
1) Jika deformasi yang terjadi ≤5cm, bagian yang berdeformasi dapat diisi
dengan lapisan yang sesuai seperi lapen, lataston, laston;
2) J
di
te
Keru
1.35%, ya
Nasional d
Graf
pada gamb
G
0,00%
10,00%
20,00%
30,00%
40,00%
50,00%
60,00%
70,00%
80,00%
90,00%
Jika deform
ibongkar da
erjadi.
usakan jeni
ang artinya
di bawah tan
fik mengen
bar berikut
Gambar 4.4 Gr
0,08%
Bleeding
masi yang te
an diberi la
s deformas
a kerusakan
nggung jaw
ai jenis ker
ini.
rafik Persenta
Sum
17,0
g Terke
erjadi ≥5cm
apisan kem
i yang terja
n ini terma
wab SNVT P
rusakan yan
ase Jenis Keru
mber: Hasil An
08%
elupas L
m, bagian ya
mbali yang
adi pada ru
asuk jarang
P2JJ Metrop
ng terjadi p
usakan Perkera
nalisa, 2011
0,61%
Lubang
ang berdefo
sesuai den
uas jalan in
g ditemui p
politan.
pada jalan
asan Jalan Tah
80,88%
Retak
ormasi seba
gan beban
ni adalah se
pada ruas
ini dapat d
hun 2009
1,35%
Deform
102
iknya
yang
ebesar
Jalan
dilihat
m.
103
4.3.3 Tampilan Antar Muka Program Pada “Web Map Aset”
Tampilan antar muka pada program ini disusun sedemikan rupa sehingga
program berbasis Sistem Informasi Grafis dapat terlihat lebih atraktif dengan
menggabungkan data grafis dan data atribut. Hal ini akan membuat program lebih
mudah dipahami dan digunakan bagi end user, baik para pejabat pemegang
kebijakan maupun masyarakat umum. Secara umum tampilan program ini terdiri
dari kepala (header), badan/isi (content), dan kaki (footer). Pada gambar berikut
dapat dilihat mengenai tampilan dan fasilitas dari program basis data berbasis
Sistem Informasi Grafis ini.
Gambar 4.5 Tampilan Antar Muka Program dalam Web Map Aset
Sumber: Hasil Analisa, 2011
Bagian A merupakan bagian kepala yang terdiri dari 2 kelompok menu bar,
yaitu menu bar atas dan menu bar bawah. Pada menu bar atas, terdapat tiga
D
A
B C
E
F
104
pilihan menu yang umum terdapat dalam website, yaitu home,contact, dan help.
Pilihan home digunakan untuk memudahkan para user dalam kembali ke tampilan
awal apabila tersesat dalam mencari jalan kembali ke tampilan awal. Pilihan
contact disediakan untuk para pembaca yang ingin melakukan surat menyurat
elektronik dengan pengelola asset, termasuk pula bagi yang ingin menyampaikan
kritik dan sarannya. Pilihan help dapat digunakan dalam menggali informasi
mengenai tata cara penggunaan program ini.
Bagian B termasuk dalam bagian isi (content) dalam tampilan program ini.
Dalam bagian B terdapat skala dalam angka, skala dalam garis, tampilan Peta
(Map Window), serta tombol untuk mengeprint peta. Bagian C yang merupakan
bagian isi (content) dari program ini adalah toolbar navigation, dimana nama dari
masing-masing toolbar ini dapat dilihat pada gambar 4.6. Toolbar Navigation ini
disusun sedemikian rupa sehingga mudah untuk dipahami dan digunakan.
Gambar 4.6 Ikon dan Nama Toolbar Navigation
Sumber: Hasil Analisa, 2011
---Zoom Extend
---Back
---Forward
---Zoom in
---Zoom out
---Pan
---Indentify
---Multiple Select
---Tool tip/Auto Identify
---Measure
---Refresh
105
Berikut ini akan diuraikan mengenai fungsi dari masing-masing toolbar yang
diurut dari atas. Tombol zoom extend berfungsi untuk menampilkan semua
cakupan peta, setelah itu ada tombol back yang berfungsi untuk kembali ke
tampilan peta sebelumnya, kemudian di bawah itu ada tombol forward yang
fungsinya untuk kembali ke tampilan peta ke depan. Tombol zoom in berfungsi
untuk memperbesar tampilan peta, di bawah itu ada zoom out yang berfungsi
untuk memperkecil tampilan peta, kemudian ada tombol pan yang berguna dalam
menggeser tampilan peta kea rah yang diinginkan. Berikutnya ada tombol identify
yang bermanfaat untuk mendapatkan informasi detail dari obyek yang dipilih, di
bawah itu ada multiple select yang berfungsi untuk memilih obyek di peta dengan
cara membingkai atau membatasi obyek tersebut. Tombol tool tip digunakan
untuk menampilkan data foto dari obyek yang dipilih secara cepat, berikutnya ada
tombol measure berfungsi untuk mengukur jarak garis lurus yang dibuat maupun
polyline. Terakhir adalah tombol refresh yang berguna untuk meregenerasi
tampilan peta.
Bagian D merupakan layer properties yangmana adalah bagian isi dari
tampilan program ini. Seperti pada kebanyakan program yang berbasis Sistem
Informasi Geografis, layer properties berfungsi untuk menampilkan layer/lapisan
apa saja yang tersedia dalam program ini sehingga memudahkan para pengguna
untuk memanfaatkan sesuai kebutuhan. Pada gambar berikut dapat dilihat lebih
jelas mengenai layer yang tersedia dalam program ini.
Pada
akan mem
masing w
perkerasan
oranye be
kondisi p
perkerasan
melihat ko
tanggung
fungsi lay
a bagian se
munculkan i
warna mem
n jalan, wa
erarti kondi
perkerasan
n adalah rus
ondisi yang
jawab SN
er tersebut
Gambar 4
Sum
egmen jalan
informasi m
miliki arti
arna hijau
isi perkera
rusak ring
sak berat. P
g terjadi sec
NVT P2JJ M
dapat diliha
.7 Fasilitas lay
mber: Hasil An
n terdapat t
mengenai ar
berbeda. M
berarti ko
san adalah
gan, dan
Perbedaan w
cara umum t
Metropolita
at pada gam
yer yang Ters
nalisa, 2011
tanda positi
rti warna d
Misalkan s
ondisi perke
sedang, w
warna hita
warna ini me
terhadap ru
an. Penjelas
mbar berikut
sedia
if (+) yang
alam peta,
aja untuk
erasan adal
warna mera
am memili
emudahkan
uas Jalan Na
san lebih l
ini.
g apabila di
dimana ma
informasi
lah baik, w
ah memilik
iki arti ko
pengguna u
asional di b
lanjut men
106
itekan
asing-
pada
warna
ki arti
ondisi
untuk
bawah
ngenai
107
Gambar 4.8 Kondisi Tampilan Peta dengan Layer Perkerasan Aktif
Sumber : Hasil Analisa, 2011
Bagian E disediakan di sini adalah sebagai Map Reference, yang maksudnya
untuk mengetahui posisi tampilan peta yang dipilih terhadap tampilan peta
globalnya. Misalnya saja seorang pengguna yang dalam kondisi melihat ruas jalan
daerah Nusa Dua, maka dalam Map Reference akan telihat posisi kotak merah
yang menunjukkan daerah Selatan pulau Bali.
Bagian F yang merupakan bagian kaki (footer) dari program ini hanya
berisikan mengenai informasi dari koordinat X dan Y pada sebelah kiri layarnya.
Sumbu X merupakan sumbu garis lintang, dan sumbu Y merupakan sumbu garis
bujur. Pada sebelah kanan layarnya terdapat informasi mengenai program ini yang
merupakan milik Balai Pelaksanaan Jalan Nasional VIII.
108
4.3.4 Tampilan Antar Muka Program Pada “Pengelolaan Aset”
Tampilan dalam menu bar “Pengelolaan Aset” haruslah mudah dipahami
dan digunakan oleh pengguna, karena dalam menu ini terdapat data atribut yang
memiliki kecenderungan paling sering dilihat oleh para pengguna. Tampilan menu
ini dapat dilihat pada gambar sebagai berikut.
Gambar 4.9 Tampilan Antar Muka Program dalam Pengelolaan Aset
Sumber : Hasil Analisa, 2011
Pada menu daftar ruas jalan, masing-masing ruas dapat dipilih untuk
kemudian dilihat informasi data setiap segmennya. Foto-foto lapangan juga
terdapat dalam setiap segmen ruas jalan. Informasi yang disajikan dalam program
ini didesain sedemikian rupa sehingga informatif sesuai kebutuhan dan mudah
dipahami secara globalnya.
109
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Berdasarkan dari hasil analisa dan pembahasan yang dilakukan sebelumnya,
maka dapat diambil beberapa simpulan seperti sebagai berikut:
1) Terdapat dua buah sistem stasioning yang dirumuskan dalam penelitian ini,
yang pertama adalah jarak segmen jalan terhadap awal ruas dan jarak segmen
jalan terhadap titik nol provinsi Bali. Hal ini tentunya akan mempermudah
pihak lain dalam mendeskripsikan lokasi segmen yang dimaksud oleh penulis.
Kondisi perkerasan Jalan Nasional di bawah tanggung jawab SNVT P2JJ
pada tahun 2009 dalam laporan ini dibedakan menjadi 4 jenis. Kondisi
perkerasan dikatakan “sedang” apabila kerusakan yang terjadi diantara 1%
hingga di bawah 20% dari luas permukaan segmen jalan. Kondisi perkerasan
dikatakan “rusak ringan” apabila kerusakan yang terjadi diantara 20% hingga
di bawah 60% dari luas permukaan segmen jalan. Kondisi perkerasan
dikatakan “rusak berat” apabila kerusakan yang terjadi diantara 60% hingga
100% dari luas permukaan segmen jalan. Persentase kondisi perkerasan jalan
adalah 83.09% baik, 12.08% sedang, 3.38% rusak ringan, dan 1.45% rusak
berat. Berdasarkan hasil survei dapat diketahui juga jenis kerusakan yang
terjadi pada perkerasan, yaitu 0.08% karena bleeding, 17.08% karena
109
110
terkelupas dan atau pengausan, 0.61% karena lubang dan atau deliminasi,
80.88% karena retak, dan 1.35% karena deformasi.
Kondisi geometrik jalan dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu kategori baik
merupakan suatu kondisi geometrik dengan kelandaian yang datar; dan
tikungan yang lebar. Kategori cukup merupakan suatu kondisi dengan
kelandaian yang tidak terlalu besar; dan tikungan tidak terlalu tajam. Kategori
kurang merupakan suatu kondisi dimana kelandaian besar, panjang serta tidak
terdapat climbing lane; dan tikungan yang tajam. Berdasarkan hasil survei,
maka dapat diketahui persentase kondisi geometrik jalan, yaitu sebesar 89.37%
dalam kondisi baik, 8.21% dalam kondisi sedang, dan 2.42% dalam kondisi
kurang.
Kondisi sosial jalan dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu kategori baik
merupakan suatu kondisi dimana tidak ada bangunan yang terletak dalam
RUMIJA (25 meter); dan tidak ada kegiatan ekonomi yang mengganggu lalu
lintas. Kategori cukup merupakan suatu kondisi dimana terdapat bangunan
sebagian berada di dalam RUMIJA (25 meter); dan terdapat kegiatan ekonomi
yang memberikan gangguan terbatas terhadap lalu lintas (misalnya terdapat
warung, dsb). Kategori kurang merupakan suatu kondisi dimana terdapat
bangunan yang terletak pada RUMIJA (25 meter); dan terdapat kegiatan
ekonomi yang mengganggu lalu lintas. Persentase kondisi sosial pada ruas
jalan adalah sebesar 25.12% dalam kondisi baik, 68.12% dalam kondisi cukup,
dan 6.76% dalam kondisi kurang.
111
2) Telah disusun program basis data berbasis Sistem Informasi Geografis
yang berisikan informasi yang dibutuhkan namun tidak terdapat dalam
program IRMS dan URMS seperti sistem stasioning, kondisi perkerasan,
kondisi geometrik, dan kondisi sosial dari Jalan Nasional di bawah tanggung
jawab SNVT P2JJ Metropolitan. Namun dalam program ini tetap terdapat
informasi yang terdapat dalam program IRMS dan URMS.
5.2 Saran
Saran yang dapat diberikan dari Penyusunan Basis Data Jalan Nasional
Berbasis Sistem Informasi Geografis ini adalah sebagai berikut:
1) Pematangan organisasi survei yang lebih baik dibutuhkan untuk
menghindari pengambilan data berulang untuk dapat menghemat biaya
dan waktu.
2) Perlunya penggodokan koordinasi antara instansi terkait sehingga
program ini dapat segera dibuat online.
112
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 1992. Tata Cara Pelaksanaan Survai Kondisi Jalan Beraspal, SNI 03-2844-1992. Jakarta: Departemen Pekerjaan Umum.
Anonim. 1994. Consulting Services for Urban Transportation Studies for
Cities of Semarang and Denpasar, Technical Report No. 1 Field Survey Plan. Semarang: China Engineering Consultants, Inc.
Anonim. 1994. Tata Cara Pelaksanaan Survai Kerataan Permukaan
Perkerasan Jalan dengan Alat Ukur Kerataan NAASRA, SNI 03-3426-1994. Jakarta: Direktorat Jenderal Bina Marga.
Anonim. 1997. Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) 1997. Jakarta:
Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga. Anonim. 1997. Modul Pelatihan, Metode Survei Lalu Lintas dan
Transportasi. Bandung: Institut Teknologi Bandung. Anonim. 1997. Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota No.
038/TBM/1997. Jakarta: Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga.
Anonim. 1999. Pedoman Pengumpulan Data Lalu Lintas Jalan. Jakarta:
Direktorat Bina Sistem Lalu Lintas dan Angkutan Kota. Anonim. 2003. Modul B.1.1 Prasarana Transportasi Campuran Beraspal
Panas. Jakarta Selatan: Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah. Anonim. 2004. Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah
Nomor: 376/KPTS/M/2004 Tentang Penetapan Ruas-ruas Jalan Menurut Statusnya Sebagai Jalan Nasional. Jakarta: Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah.
Anonim. 2004. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2004
Tentang Jalan. Jakarta: Pemerintah Republik Indonesia. Anonim. 2006. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34 Tahun
2006 Tentang Jalan. Jakarta: Pemerintah Republik Indonesia. Anonim. 2007. Panduan Survai Kekasaran Permukaan Jalan Secara
Visual. Jakarta: Departemen Pekerjaan Umum.
113
Anonim. 2007. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 42/PRT/M/2007 Tentang Petunjuk Teknis Penggunaan Dana Alokasi Khusus Bidang Infrastruktur. Jakarta: Departemen Pekerjaan Umum.
Anonim. 2009. Palatihan-gis.jpg. Available from URL:
http://www.smilejogja. com/wp-content/uploads/2009/05/palatihan-gis.jpg. Anonim. t.t. Bleed.gif. Available from: URL: http://www.pvpc.org/web-
content/graphics/ images/trans/pave_gif/bleed.gif. Anonim. t.t. Data Base Management System. Available from URL:
www.dewiar.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/424/M1%2B-%2BDBMS.pdf Anonim. t.t. Kerusakan-kerusakan Permukaan Jalan dan Pemeliharaannya.
Available from URL: www.elearning.gunadarma.ac.id/.../bab8_ kerusakankerusakan_permukaan_jalan_dan_pemeliharaannya.pdf.
Anonim. t.t. Pengenalan Basis Data. Available from URL:
http://ilmukomputer.org/wp-content/uploads/2009/03/subhan - pengenalanbasis data.pdf.
Anonim. t.t. Pengenalan Basis Data. Available from URL: http://orita.staff.
gunadarma.ac.id/Downloads/files/13839/Pengenalan+Basis data(1).ppt. Anonim. t.t. Sistem Koordinat Geografik. Available from URL:
http://www.angelfire.com/mo/zuhdi/Kuliah2.pdf. Anonim. t.t. Sistem Manajemen Basis Data. Available from URL:
http://id.wikipedia.org/wiki/ Sistem_manajemen_basis_data. Anonim. t.t. Studi IRI. Available from:
http://jurnal.uajy.ac.id/jts/download/58/ > IRI. Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bandung.
Hendi Indelarko, Prilnali, Riyanto. 2009. Pengembangan Aplikasi Sistem
Informasi Geografis. Yogyakarta: Penerbit Gava Media. Prahasta, Ir. Eddy, MT. 2004. Sistem Informasi Geografis: ArcView Lanjut.
Bandung: Penerbit Informatika Bandung. Saodang, Ir. Hamirhan, MSCE. 2004. Konstruksi Jalan Raya, Buku I
Geometrik Jalan. Bandung: Penerbit Nova.
114
LAMPIRAN A Tabel Jalan Nasional Provinsi Bali Beserta Penanggung Jawabnya
NO. NOMOR
RUAS NAMA RUAS PANJANG RUAS (KM)
PENANG-GUNG
JAWAB
1 001 CEKIK - GILIMANUK 3,50 Wilayah
2 002 NEGARA - CEKIK 27,44 Wilayah
3 002 11 K JLN. A.YANI - JLN. UDAYANA - BTS. KOTA (NEGARA) 2,83 Wilayah
4 003 PEKUTATAN - NEGARA 20,79 Wilayah
5 003 11 K JLN. SUDIRMAN, GAJAHMADA - BTS. KOTA (NEGARA) 4,21 Wilayah
6 004 ANTOSARI - PEKUTATAN 30,13 Wilayah
7 005 TABANAN - ANTOSARI 16,89 Wilayah
8 005 13 K SIMP. KEDIRI - PESIAPAN 4,10 Metro
9 006 MENGWITANI - TABANAN 1,83 Metro
10 006 15 K JLN. A. YANI - BTS. KOTA (TABANAN) 1,68 Metro
11 007 BTS. DENPASAR - MENGWITANI 7,45 Metro
12 007 11 K JLN. COKROAMINOTO (DPS) 2,52 Metro
13 007 12 K JLN. COKROAMINOTO (DPS) 2,00 Metro
14 007 13 K JLN. SUTOMO (DPS) 0,93 Metro
15 007 14 K JLN. GAJAH MADA (DPS) 0,73 Metro
16 007 15 K JLN. SURAPATI (DPS) 0,09 Metro
17 007 16 K JLN. SETIABUDI (DPS) 0,80 Metro
18 007 17 K JLN. WAHIDIN (DPS) 0,22 Metro
19 008 11 K JLN. THAMRIN (DPS) 0,38 Metro
20 008 12 K JLN. HASANUDIN - UDAYANA (DPS) 1,03 Metro
21 008 13 K DENPASAR - TUBAN 10,15 Metro
22 009 11 K JLN. KAP. AGUNG - KAP. REGUG - SUGIANYAR - BELITON (DPS) 0,85 Metro
23 009 12 K DENPASAR - SIMP. PESANGGARAN 6,82 Metro
24 009 13 K SIMP. PESANGGARAN - GERBANG BENOA 0,53 Metro
25 011 SP. TOHPATI - SAKAH 13,68 Metro
115
26 012 SAKAH - BLAHBATUH 3,02 Metro
27 013 BLAHBATUH - SEMEBAUNG 3,56 Metro
28 018 SEMEBAUNG - GIANYAR 1,99 Metro
29 018 11 K JLN. CIUNG WANARA (GIANYAR) 0,44 Metro
30 018 12 K JLN. ASTINA UTARA (GIANYAR) 0,32 Metro
31 019 GIANYAR - SIDAN 1,72 Metro
32 019 11 K JLN. NGURAH RAI (GIANYAR) 0,76 Metro
33 019 12 K JLN. ASTINA TIMUR (GIANYAR) 0,54 Metro
34 026 1 MENGWITANI - SINGARAJA 61,07 Wilayah
35 026 11 K JLN. JELANTIK GINGSIR - VETERAN (SINGARAJA) 3,23 Wilayah
36 026 2 BERINGKIT - MENGWITANI 0,42 Wilayah
37 027 SERIRIT - CEKIK 62,98 Wilayah
38 027 11 K JLN. A. YANI - JLN. S. PARMAN (SERIRIT) 0,98 Wilayah
39 031 SINGARAJA - SERIRIT 18,90 Wilayah
40 031 11 K JLN. GAJAHMADA - DR. SUTOMO - A. YANI (SINGARAJA) 3,90 Wilayah
41 032 KUBUTAMBAHAN - SINGARAJA 6,28 Wilayah
42 032 11 K
JLN. NG. RAI SELATAN PRAMUKA - DIPONOGORO - AIRLANGGA-SURAPATI - WR. SUPRATMAN (SINGARAJA)
5,72 Wilayah
43 033 AMLAPURA - KUBUTAMBAHAN 77,22 Wilayah
44 033 11 K JLN. UNTUNG SURAPATI (AMLAPURA) 2,61 Wilayah
45 034 11 K JLN. SUDIRMAN - A. YANI (AMLAPURA) 4,20 Wilayah
46 034 ANGENTELU - AMLAPURA 19,25 Wilayah
47 036 ANGENTELU - PADANGBAI 2,30 Wilayah
48 037 KLUNGKUNG - ANGENTELU 13,70 Wilayah
49 037 11 K JLN. DIPONEGORO (SEMARAPURA) 0,79 Wilayah
50 039 SIDAN - KLUNGKUNG 7,36 Wilayah
51 039 11 K JLN. UNTUNG SUROPATI, FLAMBOYAN (SEMARAPURA) 1,64 Wilayah
52 040 11 K SIMPANG TOHPATI - SIMPANG SANUR 4,05 Metro
53 041 11 K SIMPANG SANUR - SIMPANG PESANGGARAN 8,47 Metro
116
54 042 11 K SIMP. PESANGGARAN - SIMP. KUTA 3,75 Metro
55 042 12 K SIMP. KUTA - TUGU NGURAH RAI 2,74 Metro
56 042 13 K TUGU NGURAH RAI - NUSA DUA 9,82 Metro
57 047 11 K SIMP. LAP. TERBANG - TUGU NGURAH RAI (DPS) 0,38 Metro
58 056 11 K SP. COKROAMINOTO - SP. TOHPATI (JL. G. SUBROTO TIMUR) 5,95 Metro
JUMLAH 501,64
Sumber: Kepmen 376/KPTS/M/2004
117
LAMPIRAN B
Tabel Titik Pengenal Awal dan Akhir Ruas Jalan P2JJ Metropolitan Denpasar Beserta Panjang Ruasnya
NO. NOMOR
RUAS NAMA RUAS
TITIK PENGENAL PANJANG RUAS
(KM)
AWAL AKHIR KEPMEN
(KM)
USULAN PERU-
BAHAN (P2JJ)
1 005 13 K SIMP. KEDIRI - PESIAPAN Sp. A. Yani Kediri/ Patung Patung Sapi/ Sp. Tabanan-Antosari
4,10 4,10
2 006
MENGWITANI - TABANAN Sp. Mengwitani-Singaraja Batas Kota Tabanan 1,83 1,50
3 006 15 K JLN. A. YANI - BTS. KOTA (TABANAN) Sp. Kediri, Sp. Tanah Lot/Patung
Batas Kota Tabanan 1,68 2,35
4 007
BTS. DENPASAR - MENGWITANI Batas Kota Denpasar/ Pom Bensin
Sp. Mengwitani-Singaraja 7,45 7,60
5 007 11 K JLN. COKROAMINOTO (DPS) Sp. Cokroaminoto/ Patung Bung Tomo
Batas Kota Denpasar 2,52 3,90
6 007 12 K JLN. COKROAMINOTO (DPS) Sp. Sutomo, Setiabudi Sp. Cokroaminoto/ Patung Bung Tomo
2,00 1,00
118
7 007 13 K JLN. SUTOMO (DPS) Sp. Wahidin, Gajah Mada, Thamrin
Sp. Cokroaminoto, Setiabudi 0,93 0,93
8 007 14 K JLN. GAJAH MADA (DPS) Sp. Veteran, Udayana, Surapati
Sp. Wahidin, Sutomo, Thamrin
0,73 0,73
9 007 15 K JLN. SURAPATI (DPS) Sp. Veteran, G. Mada, Udayana
Sp. Kapten Agung Hayam Wuruk
0,09 0,30
10 007 16 K JLN. SETIABUDI (DPS) Sp. G. Agung, Wahidin, Bk. Tunggal
Sp. Sutomo, Cokroaminoto 0,80 0,80
11 007 17 K JLN. WAHIDIN (DPS) Sp. Sutomo, G. Mada, Thamrin
Sp. Setiabudi, B. Tunggal, G. Agung
0,22 0,22
12 008 11 K JLN. THAMRIN (DPS) Sp. Sutomo, G. Mada, Sutomo
Sp. Hasanuddin, Imam Bonjol, Bk. Tunggal
0,38 0,40
13 008 12 K JLN. HASANUDIN - UDAYANA (DPS) Sp. Thamrin, Bk. Tunggal, Imam Bonjol
Sp. G. Mada, Surapati, Veteran
1,03 1,20
14 008 13 K DENPASAR - TUBAN Sp. Thamrin, Bk. Tunggal, Imam Bonjol
Sp. Lap. Terbang/ Patung Arjuna
10,15 10,15
15 009 11 K JLN. KAP. AGUNG - KAP. REGUG - SUGIANYAR - BELITON (DPS)
Sp. Surapati Sp. Sumatra, Kalimantan 0,85 0,78
16 009 12 K DENPASAR - SIMP. PESANGGARAN Sp. Hasannudin Sp. Pesanggaran, Kuta, Sanur, Gerbang Benoa
6,82 7,25
17 009 13 K SIMP. PESANGGARAN - GERBANG BENOA Sp. Pesanggaran, Kuta, Sanur, Gerbang Benoa
Gerbang Benoa 0,53 0,62
119
18 011
SP. TOHPATI - SAKAH Sp. Sanur, Gatsu Timur, Jl. WR. Supratman
Patung Bayi 13,68 13,00
19 012
SAKAH - BLAHBATUH Patung Bayi Sp. Bone, Jl. Belahpane 3,02 3,02
20 013
BLAHBATUH - SEMEBAUNG Sp. Bone, Jl. Belahpane Patung Dewi Sri 3,56 3,70
21 018
SEMEBAUNG - GIANYAR Patung Dewi Sri KM. 27 Astina Utara/KM. 27 Semebaung
1,99 2,10
22 018 11 K JLN. CIUNG WANARA (GIANYAR) Sp. Jl. Patih Jelantik Jl. Ngurah Rai/ Patung 0,44 0,54
23 018 12 K JLN. ASTINA UTARA (GIANYAR) KM. 27 Astina Utara/KM. 27 Semebaung
Jl. Ciung Wanara 0,32 0,33
24 019
GIANYAR - SIDAN Jl. Astina Timur, Sp. Bukit Jati
Sp. Sidan Bangli/ Tugu 1,72 1,25
25 019 11 K JLN. NGURAH RAI (GIANYAR) Jl. Ciung Wanara Jl. Astina Timur, SP. Dalem Puri
0,76 0,84
26 019 12 K JLN. ASTINA TIMUR (GIANYAR) Jl. Ngurah Rai, SP. Dalem Puri
SP. Bukit Jati/ Traficlight 0,54 0,79
27 040 11 K SIMPANG TOHPATI - SIMPANG SANUR Sp. Gatsu Timur, WR. Supratman
Sp. Hangtuah, Pantai Sanur 4,05 4,10
28 041 11 K SIMPANG SANUR - SIMPANG PESANGGARAN Sp. Hangtuah, Pantai Sanur Sp. Gerbang Benoa, Pesanggaran
8,47 8,54
120
29 042 11 K SIMP. PESANGGARAN - SIMP. KUTA Sp. Gerbang Benoa, Pesanggaran
Patung Dewa Ruci 3,75 3,70
30 042 12 K SIMP. KUTA - TUGU NGURAH RAI Patung Dewa Ruci Patung Ngurah Rai, Sp. Lap. Terbang
2,74 2,76
31 042 13 K TUGU NGURAH RAI - NUSA DUA Patung Ngurah Rai, Sp. Lap. Terbang
Gerbang Nusa Dua 9,82 9,82
32 047 11 K SIMP. LAP. TERBANG - TUGU NGURAH RAI (DPS) Sp. Denpasar Tuban/ Patung Patung Ngurah Rai 0,38 0,38
33 056 11 K SP. COKROAMINOTO - SP. TOHPATI (JL. G. SUBROTO TIMUR)
Patung Bung Tomo, Sp. Cokroaminoto, Gatsu Barat
Sp. Tohpati Sanur, Jl. WR. Supratman
5,95 5,50
JUMLAH 103,30 104,20
Sumber: SNVT P2JJ Metropolitan Denpasar
121
LAMPIRAN C Peta Jaringan Jalan P2JJ Metropolitan Denpasar
Sumber: SNVT P2JJ Metropolitan Denpasar
122
LAMPIRAN D Formulir Survei Ruas Jalan Nasional
IDENTIFIKASI RUAS
SURVEYOR RUTE SURVEI
RUAS JALAN
No: Nama: Panjang: Lebar:
IDENTIFIKASI RUAS
Titik Awal: Titik Akhir:
KETERANGAN
123
• NAMA RUAS/ Lebar : / SURVEYOR :
• STA : ……………… + ……………… POSISI GPS
L=
• TGL/JAM (WITA) : / B=
• KONDISI PERKERASAN
Bleeding (m²)
Terkelupas (m²)
Lubang (m²)
Retak (m²)
Deformasi (m²)
• KONDISI GEOMETRIK Baik Cukup Kurang
[ ] Kelandaian datar [ ] Kelandaian tidak terlalu besar [ ] Kelandaian besar, dan panjang serta tidak ada climbing lane
[ ] Tikungan lebar [ ] Tikungan tidak terlalu tajam [ ] Tikungan tajam
• KONDISI LINGKUNGAN SOSIAL Baik Cukup Kurang
[ ] Letak bangunan tidak berada di
dalam RUMIJA (25m) [ ] Letak bangunan sebagian berada di dalam RUMIJA (25m) [ ] Letak bangunan berada di
dalam RUMIJA (25m)
[ ] Tidak ada kegiatan ekonomi yang
mengganggu lalu lintas [ ] Kegiatan ekonomi memberikan gangguan terbatas [ ] Kegiatan ekonomi
mengganggu lalu lintas
CATATAN:
124
*) Keterangan Kondisi Perkerasan : *) Keterangan Kondisi Lainnya: 1= Baik 2= Sedang 3= Rusak Ringan 4 = Rusak Berat
1= Baik 2= Cukup 3= Kurang
No. nm_segmen nm_ruas kondisi
km perkerasan geometrik fisik sosial
1 500 MENGWITANI - TABANAN ( -/-/-/-/- ) 1 3 1 2 015+080 2 1000 MENGWITANI - TABANAN ( -/-/-/-/- ) 1 3 1 3 015+580 3 1500 MENGWITANI - TABANAN ( -/-/-/-/- ) 1 3 1 2 016+080 4 2000 MENGWITANI - TABANAN ( -/-/-/-/- ) 1 3 1 2 016+580 5 500 JLN. A. YANI – BTS. KOTA (TABANAN) ( -/-/-/-/- ) 1 3 1 2 014+390 6 1000 JLN. A. YANI – BTS. KOTA (TABANAN) ( -/-/-/-/- ) 1 2 1 2 014+890 7 1500 JLN. A. YANI – BTS. KOTA (TABANAN) ( -/-/-/-/- ) 2 2 1 2 015+390 8 500 TUGU NGURAH RAI - NUSA DUA ( - /1,3 / 7,4+ - +7,4 /1,6 /2,8 ) 1 1 1 1 024+950 9 1000 TUGU NGURAH RAI - NUSA DUA ( 2,8 /1,3 / 7,4+ - +7,4 /1,6 /2,8 ) 1 2 1 2 025+450
10 1500 TUGU NGURAH RAI - NUSA DUA ( 2,8 /1,3 / 7,4+ - +7,4 /1,6 /2,8 ) 1 1 1 1 025+950 11 2000 TUGU NGURAH RAI - NUSA DUA ( 2,8 /1,3 / 7,4+ - +7,4 /1,6 /2,8 ) 1 1 1 1 026+450 12 2500 TUGU NGURAH RAI - NUSA DUA ( 2,8 /1,3 / 7,4+ - +7,4 /1,6 /2,8 ) 1 1 1 2 026+950 13 3000 TUGU NGURAH RAI - NUSA DUA ( 2,8 /1,3 / 7,4+ - +7,4 /1,6 /2,8 ) 1 1 1 2 027+450 14 3500 TUGU NGURAH RAI - NUSA DUA ( 2,8 /1,3 / 7,4+ - +7,4 /1,6 /2,8 ) 1 1 1 2 027+950 15 4000 TUGU NGURAH RAI - NUSA DUA ( 2,8 /1,3 / 7,4+ - +7,4 /1,6 /2,8 ) 1 1 1 1 028+450 16 4500 TUGU NGURAH RAI - NUSA DUA ( 2,8 /1,3 / 7,4+ - +7,4 /1,6 /2,8 ) 1 1 1 2 028+950 17 5000 TUGU NGURAH RAI - NUSA DUA ( 2,8 /1,3 / 7,4+ - +7,4 /1,6 /2,8 ) 1 1 1 2 029+450 18 5500 TUGU NGURAH RAI - NUSA DUA ( 2,8 /1,3 / 7,4+ - +7,4 /1,6 /2,8 ) 1 1 1 2 029+950
LAMPIRAN E Tabel Hasil Survei Kondisi Jalan Nasional di bawah Tanggung Jawab SNVT P2JJ Metropolitan
125
*) Keterangan Kondisi Perkerasan : *) Keterangan Kondisi Lainnya: 1= Baik 2= Sedang 3= Rusak Ringan 4 = Rusak Berat
1= Baik 2= Cukup 3= Kurang
19 6000 TUGU NGURAH RAI - NUSA DUA ( 2,8 /1,3 / 7,4+ - +7,4 /1,6 /2,8 ) 1 1 1 1 030+450 20 6500 TUGU NGURAH RAI - NUSA DUA ( 2,8 /1,3 / 7,4+ - +7,4 /1,6 /2,8 ) 1 1 1 1 030+950 21 7000 TUGU NGURAH RAI - NUSA DUA ( 2,8 /1,3 / 7,4+ - +7,4 /1,6 /2,8 ) 1 1 1 2 031+450 22 7500 TUGU NGURAH RAI - NUSA DUA ( 2,8 /1,3 / 7,4+ - +7,4 /1,6 /2,8 ) 1 1 1 2 031+950 23 8000 TUGU NGURAH RAI - NUSA DUA ( 2,8 /1,3 / 7,4+ - +7,4 /1,6 /2,8 ) 1 1 1 2 032+450 24 8500 TUGU NGURAH RAI - NUSA DUA ( 2,8 /1,3 / 7,4+ - +7,4 /1,6 /2,8 ) 1 1 1 1 032+950 25 9000 TUGU NGURAH RAI - NUSA DUA ( 2,8 /1,3 / 7,4+ - +7,4 /1,6 /2,8 ) 1 1 1 1 033+450 26 10000 TUGU NGURAH RAI - NUSA DUA ( 2,8 / / / / ) 1 1 1 1 033+950 27 500 1 1 1 1 029+450 28 500 JLN. COKROAMINOTO (DPS) ( 1,3 / / / / ) 1 1 1 3 003+200 29 1000 JLN. COKROAMINOTO (DPS) ( -/-/-/-/- ) 1 2 1 3 003+700 30 1500 JLN. COKROAMINOTO (DPS) ( -/-/-/-/- ) 1 1 1 3 004+200 31 2000 JLN. COKROAMINOTO (DPS) ( -/-/-/-/- ) 2 1 1 3 004+700 32 2500 JLN. COKROAMINOTO (DPS) ( -/-/-/-/- ) 2 1 1 3 005+200 33 3000 JLN. COKROAMINOTO (DPS) ( -/-/-/-/- ) 1 1 1 3 005+700 34 3500 JLN. COKROAMINOTO (DPS) ( -/-/-/-/- ) 1 1 1 2 006+200 35 500 BTS. DENPASAR - MENGWITANI ( -/-/11,7/-/- ) 4 1 1 2 008+150 36 1000 BTS. DENPASAR - MENGWITANI ( -/-/11,9/-/- ) 3 1 1 2 008+650 37 1500 BTS. DENPASAR - MENGWITANI ( -/-/6,5/-/- ) 3 1 1 2 009+150 38 2000 BTS. DENPASAR - MENGWITANI ( -/-/11,8/-/- ) 3 1 1 2 009+650 39 2500 BTS. DENPASAR - MENGWITANI ( -/-/11,9/-/- ) 4 2 1 2 010+150 40 3000 BTS. DENPASAR - MENGWITANI ( -/-/11,3/-/- ) 3 1 1 2 010+650 41 3500 BTS. DENPASAR - MENGWITANI ( -/-/11,4/-/- ) 3 1 1 2 011+150 42 4000 BTS. DENPASAR - MENGWITANI ( -/-/-/-/- ) 4 1 1 2 011+650 43 4500 BTS. DENPASAR - MENGWITANI ( -/-/-/-/- ) 3 1 1 2 012+150 44 5000 BTS. DENPASAR - MENGWITANI ( -/-/-/-/- ) 3 1 1 2 012+650 45 5500 BTS. DENPASAR - MENGWITANI ( -/-/-/-/- ) 2 1 1 2 013+150 46 6000 BTS. DENPASAR - MENGWITANI ( -/-/-/-/- ) 2 1 1 2 013+650 47 6500 BTS. DENPASAR - MENGWITANI ( -/-/-/-/- ) 1 1 1 2 014+150
126
48 7000 BTS. DENPASAR - MENGWITANI ( -/-/-/-/- ) 1 1 1 2 014+650 49 1000 JLN. COKROAMINOTO (DPS) ( -/-/-/-/- ) 1 1 1 2 001+700 50 500 JLN. COKROAMINOTO (DPS) ( -/-/-/-/- ) 1 1 1 1 002+200 51 500 DENPASAR - TUBAN (1/1,2/9,8/1,5/1 ) 1 1 1 2 001+650 52 1000 DENPASAR - TUBAN (1/1,2/8,3/1,5/1 ) 1 1 1 2 002+150 53 1500 DENPASAR - TUBAN (1/1,2/9,8/1,5/1 ) 1 1 1 2 002+650 54 2000 DENPASAR - TUBAN (1/1,2/9,6/1,5/1 ) 1 1 1 2 003+150 55 2500 DENPASAR - TUBAN (1/1,2/9,2/1,5/1 ) 1 1 1 2 003+650 56 3000 DENPASAR - TUBAN (1/1,2/11,1/1,5/1 ) 1 1 1 2 004+150 57 3500 DENPASAR - TUBAN (1/1,2/8,9/1,5/1 ) 1 1 1 2 004+650 58 4000 DENPASAR - TUBAN (1/1,2/7/1,5/1 ) 1 1 1 2 005+150 59 4500 DENPASAR - TUBAN (1/1,2/7/1,5/1 ) 1 1 1 2 005+650 60 5000 DENPASAR - TUBAN (1/1,2/7/1,5/1 ) 1 1 1 2 006+150 61 5500 DENPASAR - TUBAN (1/1,2/7/1,5/1 ) 1 1 1 2 006+650 62 6000 DENPASAR - TUBAN (1/1,2/7/1,5/1 ) 1 1 1 1 007+150 63 6500 DENPASAR - TUBAN (1/1,2/7/1,5/1 ) 1 1 1 1 007+650 64 7000 DENPASAR - TUBAN (1/1,2/7/1,5/1 ) 1 1 1 2 008+150 65 7500 DENPASAR - TUBAN (1/1,2/7/1,5/1 ) 1 1 1 2 008+650 66 8000 DENPASAR - TUBAN (1/1,2/7/1,5/1 ) 2 1 1 2 009+150 67 8500 DENPASAR - TUBAN (1/1,2/7/1,5/1 ) 2 1 1 3 009+650 68 9000 DENPASAR - TUBAN (1/1,2/7/1,5/1 ) 2 1 1 2 010+150 69 9500 DENPASAR - TUBAN (1/1,2/7/1,5/1 ) 1 1 1 2 010+650 70 10000 DENPASAR - TUBAN (1/1,2/7/1,5/1 ) 1 1 1 2 011+150 71 10500 DENPASAR - TUBAN (1/1,2/7/1,5/1 ) 1 1 1 2 011+650 72 11000 DENPASAR - TUBAN (1/1,2/7/1,5/1 ) 1 1 1 2 011+850 73 500 JLN. HASANUDIN – UDAYANA (DPS) ( -/-/-/-/- ) 2 1 1 2 000+800 74 500 DENPASAR - SIMP.PESANGGARAN ( -/-/-/-/- ) 1 1 1 2 000+903 75 1000 DENPASAR - SIMP.PESANGGARAN ( -/-/-/-/- ) 1 1 1 2 001+403 76 1500 DENPASAR - SIMP.PESANGGARAN ( -/-/-/-/- ) 1 1 1 2 001+903
127
*) Keterangan Kondisi Perkerasan : *) Keterangan Kondisi Lainnya: 1= Baik 2= Sedang 3= Rusak Ringan 4 = Rusak Berat
1= Baik 2= Cukup 3= Kurang
77 2000 DENPASAR - SIMP.PESANGGARAN ( -/-/-/-/- ) 1 1 1 2 002+403 78 2500 DENPASAR - SIMP.PESANGGARAN ( -/-/-/-/- ) 1 1 1 2 002+903 79 3000 DENPASAR - SIMP.PESANGGARAN ( -/-/-/-/- ) 1 1 1 2 003+403 80 3500 DENPASAR - SIMP.PESANGGARAN ( -/-/-/-/- ) 1 2 1 2 003+903 81 4000 DENPASAR - SIMP.PESANGGARAN ( -/-/-/-/- ) 1 1 1 2 004+403 82 4500 DENPASAR - SIMP.PESANGGARAN ( -/-/-/-/- ) 1 1 1 2 004+903 83 5000 DENPASAR - SIMP.PESANGGARAN ( -/-/-/-/- ) 1 1 1 2 005+403 84 5500 DENPASAR - SIMP.PESANGGARAN ( -/-/-/-/- ) 1 2 1 2 005+903 85 6500 DENPASAR - SIMP.PESANGGARAN ( -/-/-/-/- ) 1 2 1 2 006+903 86 6000 DENPASAR - SIMP.PESANGGARAN ( -/-/-/-/- ) 1 1 1 2 006+403 87 500 SP. COKROAMINOTO - SP. TOHPATI ( - /1,5 /12,5 /1,5 /1,2 ) 1 2 1 1 003+600 88 1000 SP. COKROAMINOTO - SP. TOHPATI ( 1,2 /1,5 /12,5 /1,5 /1,2 ) 1 1 1 1 004+100 89 1500 SP. COKROAMINOTO - SP. TOHPATI ( 1,2 /1,5 /12,5 /1,5 /1,2 ) 1 1 1 1 004+600 90 2000 SP. COKROAMINOTO - SP. TOHPATI ( 1,2 /1,5 /12,5 /1,5 /1,2 ) 1 1 1 2 005+100 91 2500 SP. COKROAMINOTO - SP. TOHPATI ( 1,2 /1,5 /12,5 /1,5 /1,2 ) 1 1 1 2 005+600 92 3000 SP. COKROAMINOTO - SP. TOHPATI ( 1,2 /1,5 /12,5 /1,5 /1,2 ) 1 1 1 1 006+100 93 3500 SP. COKROAMINOTO - SP. TOHPATI ( 1,2 /1,5 /12,5 /1,5 /1,2 ) 1 1 1 1 006+600 94 4000 SP. COKROAMINOTO - SP. TOHPATI ( 1,2 /1,5 /12,5 /1,5 /1,2 ) 1 1 1 2 007+100 95 4500 SP. COKROAMINOTO - SP. TOHPATI ( 1,2 /1,5 /12,5 /1,5 /1,2 ) 1 1 1 1 007+600 96 5000 SP. COKROAMINOTO - SP. TOHPATI ( 1,2 /1,5 /12,5 /1,5 /1,2 ) 1 1 1 1 008+100 97 5500 SP. COKROAMINOTO - SP. TOHPATI ( 1,2 /1,5 /12,5 /1,5 /1,2 ) 1 1 1 1 008+600 98 500 SIMPANG TOHPATI - SIMPANG SANUR ( 1,2 /5 / 9,5+2+9,5 /5 /0 ) 1 1 1 1 005+580 99 1000 SIMPANG TOHPATI - SIMPANG SANUR ( 0 /5 / 9,5+2+9,5 /5 /0 ) 1 1 1 1 006+800
100 1500 SIMPANG TOHPATI - SIMPANG SANUR ( 0 /5 / 9,5+2+9,5 /5 /0 ) 1 1 1 1 006+580 101 2000 SIMPANG TOHPATI - SIMPANG SANUR ( 0 /5 / 9,5+2+9,5 /5 /0 ) 1 1 1 2 007+800 102 2500 SIMPANG TOHPATI - SIMPANG SANUR ( 0 /5 / 9,5+2+9,5 /5 /0 ) 1 1 1 1 007+580 103 3000 SIMPANG TOHPATI - SIMPANG SANUR ( 0 /5 / 9,5+2+9,5 /5 /0 ) 1 1 1 1 008+800 104 4000 SIMPANG TOHPATI - SIMPANG SANUR ( 0 /5 / 9,5+2+9,5 /5 /0 ) 1 1 1 1 009+800 105 3500 SIMPANG TOHPATI - SIMPANG SANUR ( 0 /5 / 9,5+2+9,5 /5 /0 ) 1 1 1 2 008+580
128
106 500 SIMPANG SANUR - SIMPANG PESANGGARAN ( 0 /1,3 / 7,4+1,9+11,4 /1,6 /2,8 ) 1 1 1 1 009+910
107 1000 SIMPANG SANUR - SIMPANG PESANGGARAN ( 2,8 /1,3 / 7,4+1,9+11,4 /1,6 /2,8 ) 1 2 1 1 010+410
108 1500 SIMPANG SANUR - SIMPANG PESANGGARAN ( 2,8 /1,3 / 7,4+1,9+11,4 /1,6 /2,8 ) 1 2 1 1 010+910
109 2000 SIMPANG SANUR - SIMPANG PESANGGARAN ( 2,8 /1,3 / 7,4+1,9+11,4 /1,6 /2,8 ) 1 1 1 2 011+410
110 2500 SIMPANG SANUR - SIMPANG PESANGGARAN ( 2,8 /1,3 / 7,4+1,9+11,4 /1,6 /2,8 ) 1 1 1 1 011+910
111 3000 SIMPANG SANUR - SIMPANG PESANGGARAN ( 2,8 /1,3 / 7,4+1,9+11,4 /1,6 /2,8 ) 1 1 1 2 012+410
112 3500 SIMPANG SANUR - SIMPANG PESANGGARAN ( 2,8 /1,3 / 7,4+1,9+11,4 /1,6 /2,8 ) 1 1 1 2 012+910
113 4000 SIMPANG SANUR - SIMPANG PESANGGARAN ( 2,8 /1,3 / 7,4+1,9+11,4 /1,6 /2,8 ) 1 1 1 1 013+410
114 4500 SIMPANG SANUR - SIMPANG PESANGGARAN ( 2,8 /1,3 / 7,4+1,9+11,4 /1,6 /2,8 ) 1 1 1 1 013+910
115 5000 SIMPANG SANUR - SIMPANG PESANGGARAN ( 2,8 /1,3 / 7,4+1,9+11,4 /1,6 /2,8 ) 1 1 1 1 014+410
116 5500 SIMPANG SANUR - SIMPANG PESANGGARAN ( 2,8 /1,3 / 7,4+1,9+11,4 /1,6 /2,8 ) 1 1 1 1 014+910
117 6000 SIMPANG SANUR - SIMPANG PESANGGARAN ( 2,8 /1,3 / 7,4+1,9+11,4 /1,6 /2,8 ) 1 1 1 1 015+410
118 6500 SIMPANG SANUR - SIMPANG PESANGGARAN ( 2,8 /1,3 / 7,4+1,9+11,4 /1,6 /2,8 ) 1 1 1 1 015+910
119 7000 SIMPANG SANUR - SIMPANG PESANGGARAN ( 2,8 /1,3 / 7,4+1,9+11,4 /1,6 /2,8 ) 1 1 1 1 016+410
120 8000 SIMPANG SANUR - SIMPANG PESANGGARAN ( 2,8 /1,3 / 7,4+1,9+11,4 /1,6 /2,8 ) 1 1 1 1 017+410
121 7500 SIMPANG SANUR - SIMPANG PESANGGARAN ( 2,8 /1,3 / 7,4+1,9+11,4 /1,6 /2,8 ) 1 1 1 1 016+910
122 500 SP PESANGGARAN - GERBANG BENOA ( 2,8 /0 / 8,1+4,9+7 /0 /3 ) 2 1 1 1 017+410
129
*) Keterangan Kondisi Perkerasan : *) Keterangan Kondisi Lainnya: 1= Baik 2= Sedang 3= Rusak Ringan 4 = Rusak Berat
1= Baik 2= Cukup 3= Kurang
123 500 SIMP. PESANGGARAN - SIMPANG KUTA ( 3 /1,3 / 7,4+1,9+7,4 /1,6 /2 ) 1 1 1 1 022+400 124 1000 SIMP. PESANGGARAN - SIMPANG KUTA ( 2 /1,3 / 7,4+1,9+7,4 /1,6 /2 ) 1 1 1 2 022+900 125 1500 SIMP. PESANGGARAN - SIMPANG KUTA ( 2 /1,3 / 7,4+1,9+7,4 /1,6 /2 ) 1 1 1 1 023+400 126 2000 SIMP. PESANGGARAN - SIMPANG KUTA ( 2 /1,3 / 7,4+1,9+7,4 /1,6 /2 ) 1 1 1 2 023+900 127 2500 SIMP. PESANGGARAN - SIMPANG KUTA ( 2 /1,3 / 7,4+1,9+7,4 /1,6 /2 ) 1 1 1 2 024+400 128 3500 SIMP. PESANGGARAN - SIMPANG KUTA ( 2 /1,3 / 7,4+1,9+7,4 /1,6 /2 ) 1 1 1 1 025+400 129 3000 SIMP. PESANGGARAN - SIMPANG KUTA ( 2 /1,3 / 7,4+1,9+7,4 /1,6 /2 ) 1 1 1 1 024+900 130 500 SIMP. KUTA - TUGU NGURAH RAI ( 2 /1,3 / 7,4+2+7,4 /1,6 /2,8 ) 1 1 1 1 022+900 131 1000 SIMP. KUTA - TUGU NGURAH RAI ( 2,8 /1,3 / 7,4+2+7,4 /1,6 /2,8 ) 1 1 1 2 023+400 132 1500 SIMP. KUTA - TUGU NGURAH RAI ( 2,8 /1,3 / 7,4+2+7,4 /1,6 /2,8 ) 1 1 1 1 023+900 133 2000 SIMP. KUTA - TUGU NGURAH RAI ( 2,8 /1,3 / 7,4+2+7,4 /1,6 /2,8 ) 1 1 1 1 024+400 134 3000 SIMP. KUTA - TUGU NGURAH RAI ( 2,8 /1,3 / 7,4+2+7,4 /1,6 /2,8 ) 1 1 1 1 025+350 135 2500 SIMP. KUTA - TUGU NGURAH RAI ( 2,8 /1,3 / 7,4+2+7,4 /1,6 /2,8 ) 1 1 1 2 024+900 136 500 SP TOHPATI - SAKAH ( 2,8 /5 / 9,5+2+9,5 /5 /0 ) 1 1 1 2 005+500 137 1000 SP TOHPATI - SAKAH ( - /5 / 9,5+2+9,5 /5 /0 ) 1 1 1 2 006+000 138 1500 SP TOHPATI - SAKAH ( - /5 / 9,5+2+9,5 /5 /0 ) 1 1 1 2 006+500 139 2000 SP TOHPATI - SAKAH ( - /5 / 9,5+2+9,5 /5 /0 ) 1 1 1 2 007+000 140 2500 SP TOHPATI - SAKAH ( - /5 / 9,5+2+9,5 /5 /0 ) 1 1 1 2 007+500 141 3000 SP TOHPATI - SAKAH ( - /5 / 9,5+2+9,5 /5 /0 ) 1 2 1 2 008+000 142 3500 SP TOHPATI - SAKAH ( - /5 / 9,5+2+9,5 /5 /0 ) 1 1 1 2 008+500 143 4000 SP TOHPATI - SAKAH ( - /5 / 9,5+2+9,5 /5 /0 ) 1 2 1 2 009+000 144 4500 SP TOHPATI - SAKAH ( - /5 / 9,5+2+9,5 /5 /0 ) 1 1 1 2 009+500 145 5000 SP TOHPATI - SAKAH ( - /5 / 9,5+2+9,5 /5 /0 ) 1 1 1 2 010+000 146 5500 SP TOHPATI - SAKAH ( - /5 / 9,5+2+9,5 /5 /0 ) 1 1 1 2 010+500 147 6000 SP TOHPATI - SAKAH ( - /5 / 9,5+2+9,5 /5 /0 ) 1 1 1 2 011+000 148 6500 SP TOHPATI - SAKAH ( - /5 / 9,5+2+9,5 /5 /0 ) 1 1 1 1 011+500 149 7000 SP TOHPATI - SAKAH ( - /5 / 9,5+2+9,5 /5 /0 ) 1 1 1 1 012+000 150 7500 SP TOHPATI - SAKAH ( - /5 / 9,5+2+9,5 /5 /0 ) 1 1 1 2 012+500 151 8000 SP TOHPATI - SAKAH ( - /5 / 9,5+2+9,5 /5 /0 ) 1 1 1 2 013+000
130
*) Keterangan Kondisi Perkerasan : *) Keterangan Kondisi Lainnya: 1= Baik 2= Sedang 3= Rusak Ringan 4 = Rusak Berat
1= Baik 2= Cukup 3= Kurang
152 8500 SP TOHPATI - SAKAH ( - /5 / 9,5+2+9,5 /5 /0 ) 1 1 1 2 013+500 153 9000 SP TOHPATI - SAKAH ( - /5 / 9,5+2+9,5 /5 /0 ) 1 1 1 3 014+000 154 9500 SP TOHPATI - SAKAH ( - /5 / 9,5+2+9,5 /5 /0 ) 1 1 1 3 014+500 155 10000 SP TOHPATI - SAKAH ( - /5 / 9,5+2+9,5 /5 /0 ) 1 1 2 2 015+000 156 10500 SP TOHPATI - SAKAH ( - /5 / 9,5+2+9,5 /5 /0 ) 1 1 1 2 015+500 157 11000 SP TOHPATI - SAKAH ( - /5 / 9,5+2+9,5 /5 /0 ) 1 2 1 2 016+000 158 11500 SP TOHPATI - SAKAH ( - /5 / 9,5+2+9,5 /5 /0 ) 1 1 1 2 016+500 159 12000 SP TOHPATI - SAKAH ( - /5 / 9,5+2+9,5 /5 /0 ) 1 1 1 2 017+000 160 500 SAKAH - BLAHBATU ( - /5 / 9,5+2+9,5 /5 /0 ) 1 1 1 2 018+625 161 1000 SAKAH - BLAHBATU ( - /5 / 9,5+2+9,5 /5 /0 ) 1 1 1 2 019+125 162 1500 SAKAH - BLAHBATU ( - /5 / 9,5+2+9,5 /5 /0 ) 1 1 1 2 019+625 163 2000 SAKAH - BLAHBATU ( - /5 / 9,5+2+9,5 /5 /0 ) 1 1 1 1 020+125 164 2500 SAKAH - BLAHBATU ( - /5 / 9,5+2+9,5 /5 /0 ) 1 1 1 2 020+625 165 3000 SAKAH - BLAHBATU ( - /5 / 9,5+2+9,5 /5 /0 ) 1 1 1 2 021+125 166 500 BLAHBATU - SEMEBAUNG ( -/-/-/-/- ) 1 1 1 2 021+225 167 1000 BLAHBATU - SEMEBAUNG ( -/-/-/-/- ) 1 1 1 2 021+725 168 1500 BLAHBATU - SEMEBAUNG ( -/-/-/-/- ) 1 1 1 2 022+225 169 2000 BLAHBATU - SEMEBAUNG ( -/-/-/-/- ) 1 1 1 2 022+725 170 2500 BLAHBATU - SEMEBAUNG ( -/-/-/-/- ) 1 1 1 2 023+225 171 3000 BLAHBATU - SEMEBAUNG ( -/-/-/-/- ) 1 1 1 2 023+725 172 3500 BLAHBATU - SEMEBAUNG ( -/-/-/-/- ) 1 1 1 2 024+225 173 4000 BLAHBATU - SEMEBAUNG ( -/-/-/-/- ) 1 2 1 2 024+725 174 500 JL. ASTINA TIMUR (GIANYAR) ( -/-/-/-/- ) 1 2 1 2 029+375 175 1000 GIANYAR - SIDAN ( -/-/-/-/- ) 1 1 1 2 029+660 176 1500 GIANYAR - SIDAN ( -/-/-/-/- ) 1 1 1 2 030+160 177 500 JLN. NGURAH RAI (GIANYAR) ( - / / / / ) 1 1 1 2 030+910 178 500 SIMP.KEDIRI - PESIAPAN ( - /1,5 /7 /1,5 /1,5 ) 2 1 1 3 017+400 179 1000 SIMP.KEDIRI - PESIAPAN ( 1,5 /1,5 /7 /1,5 /1,5 ) 2 1 1 3 017+900 180 1500 SIMP.KEDIRI - PESIAPAN ( 1,5 /1,5 /7 /1,5 /1,5 ) 2 1 1 2 018+400
131
*) Keterangan Kondisi Perkerasan : *) Keterangan Kondisi Lainnya: 1= Baik 2= Sedang 3= Rusak Ringan 4 = Rusak Berat
1= Baik 2= Cukup 3= Kurang
181 2000 SIMP.KEDIRI - PESIAPAN ( 1,5 /1,5 /7 /1,5 /1,5 ) 2 1 1 2 018+900 182 2500 SIMP.KEDIRI - PESIAPAN ( 1,5 /1,5 /7 /1,5 /1,5 ) 2 1 1 2 019+400 183 3000 SIMP.KEDIRI - PESIAPAN ( 1,5 /1,5 /7 /1,5 /1,5 ) 2 1 1 2 019+900 184 3500 SIMP.KEDIRI - PESIAPAN ( 1,5 /1,5 /7 /1,5 /1,5 ) 2 1 1 2 020+400 185 4000 SIMP.KEDIRI - PESIAPAN ( 1,5 /1,5 /7 /1,5 /1,5 ) 2 1 1 2 020+900 186 500 JLN. SUTOMO (DPS) ( -/-/-/-/- ) 2 1 1 2 002+200 187 1000 JLN. SUTOMO (DPS) ( -/-/-/-/- ) 2 1 1 2 002+700 188 1000 JLN. HASANUDIN – UDAYANA (DPS) ( -/-/-/-/- ) 2 1 1 2 001+300 189 500 JLN. GAJAH MADA (DPS) ( -/-/-/-/- ) 2 1 1 2 000+724 190 1000 JLN. GAJAH MADA (DPS) ( -/-/-/-/- ) 2 1 1 2 000+924 191 500 JLN. SURAPATI (DPS) ( -/-/-/-/- ) 1 1 1 2 006+650 192 500 JLN. KAP. AGUNG – KAP. REGUG – SUGI ( -/-/-/-/- ) 1 1 1 2 007+150 193 1000 JLN. KAP. AGUNG – KAP. REGUG – SUGI ( -/-/-/-/- ) 1 1 1 3 007+650 194 500 JLN. THAMRIN (DPS) ( -/-/-/-/- ) 1 1 1 2 008+150 195 500 JLN. WAHIDIN (DPS) ( -/-/-/-/- ) 2 1 1 2 008+650 196 500 JLN. SETIABUDI (DPS) ( -/-/-/-/- ) 1 1 1 2 009+150 197 1000 JLN. SETIABUDI (DPS) ( -/-/-/-/- ) 1 1 1 2 009+650 198 500 BERINGKIT - MENGWITANI ( -/-/-/-/- ) 1 1 1 2 014+650 199 500 SEMEBAUNG - GIANYAR ( - /5 / 9,5+2+9,5 /5 /0 ) 1 1 1 2 025+440 200 1000 SEMEBAUNG - GIANYAR ( - /5 / 9,5+2+9,5 /5 /0 ) 1 1 1 2 025+940 201 1500 SEMEBAUNG - GIANYAR ( - /5 / 9,5+2+9,5 /5 /0 ) 2 1 1 2 026+440 202 2000 SEMEBAUNG - GIANYAR ( - /5 / 9,5+2+9,5 /5 /0 ) 1 1 1 2 026+940 203 2500 SEMEBAUNG - GIANYAR ( - /5 / 9,5+2+9,5 /5 /0 ) 1 1 1 2 027+400 204 500 JLN. ASTINA UTARA (GIANYAR) ( -/-/-/-/- ) 1 1 1 2 030+330 205 500 JLN. CIUNG WANARA (GIANYAR) ( -/-/-/-/- ) 1 1 1 2 030+730 206 1000 JLN. NGURAH RAI (GIANYAR) ( - /1,2 /11 /1,2 /1 ) 1 1 1 3 031+330 207 500 GIANYAR - SIDAN ( - / /1 / / ) 1 2 1 2 030+160
Sumber: Hasil Analisa, 2011
132
NO NO. RUAS NAMA RUAS NAMA Kerusakan Perkerasan (%)
*)RCI SEGMEN Bleeding Terkelupas Lubang Retak Deform. Total
1 005 13 K Sp Kediri-Pesiapan 00000 2 005 13 K Sp Kediri-Pesiapan 00500 0.00% 6.45% 0.00% 0.63% 0.19% 7.27% 6 3 005 13 K Sp Kediri-Pesiapan 01000 0.00% 1.83% 0.01% 0.00% 0.00% 1.84% 7 4 005 13 K Sp Kediri-Pesiapan 01500 0.00% 9.14% 0.00% 8.54% 0.00% 17.68% 6 5 005 13 K Sp Kediri-Pesiapan 02000 0.00% 1.57% 0.00% 6.44% 0.00% 8.02% 7 6 005 13 K Sp Kediri-Pesiapan 02500 0.00% 0.13% 0.00% 5.86% 0.00% 5.99% 7 7 005 13 K Sp Kediri-Pesiapan 03000 0.00% 0.06% 0.00% 4.92% 0.00% 4.98% 7 8 005 13 K Sp Kediri-Pesiapan 03500 0.00% 2.20% 0.00% 1.32% 0.00% 3.53% 7 9 005 13 K Sp Kediri-Pesiapan 04000 0.00% 1.44% 0.02% 5.88% 0.00% 7.34% 7
10 005 13 K Sp Kediri-Pesiapan 04500 0.00% 10.13% 0.03% 0.49% 0.00% 10.65% 6 11 005 13 K Sp Kediri-Pesiapan 05000 0.00% 1.24% 0.00% 0.58% 0.02% 1.84% 7 12 005 13 K Sp Kediri-Pesiapan 05300 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 10 1 006 Mengwitani-Tabanan 00000 2 006 Mengwitani-Tabanan 00500 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 10 3 006 Mengwitani-Tabanan 01000 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 10
LAMPIRAN F Tabel Hasil Survei Jenis Kerusakan Perkerasan Jalan dan RCI (Road Condition Index)
*) Informasi lebih lanjut mengenai RCI dapat dilihat pada halaman 24
133
4 006 Mengwitani-Tabanan 01500 0.00% 0.00% 0.00% 1.26% 0.00% 1.26% 8 1 006 15 K Jl. A. Yani-Bts Kota Tabanan 00000 2 006 15 K Jl. A. Yani-Bts Kota Tabanan 00500 0.00% 0.30% 0.00% 3.10% 0.00% 6.70% 8 3 006 15 K Jl. A. Yani-Bts Kota Tabanan 01000 0.00% 0.00% 0.00% 1.86% 0.09% 5.29% 8 4 006 15 K Jl. A. Yani-Bts Kota Tabanan 01500 0.00% 0.05% 0.00% 4.38% 0.00% 1.64% 8 5 006 15 K Jl. A. Yani-Bts Kota Tabanan 02000 0.00% 0.73% 0.00% 6.25% 0.00% 5.16% 7 1 007 Bts Denpasar-Mengwitani 00000 2 007 Bts Denpasar-Mengwitani 00500 0.00% 0.00% 0.00% 79.94% 0.00% 79.94% 6 3 007 Bts Denpasar-Mengwitani 01000 0.00% 0.00% 0.00% 52.35% 0.12% 52.48% 7 4 007 Bts Denpasar-Mengwitani 01500 0.00% 0.01% 0.00% 52.66% 0.00% 52.66% 7 5 007 Bts Denpasar-Mengwitani 02000 0.00% 0.00% 0.00% 48.40% 0.00% 48.40% 7 6 007 Bts Denpasar-Mengwitani 02500 0.00% 0.02% 0.00% 89.29% 0.00% 89.31% 6 7 007 Bts Denpasar-Mengwitani 03000 0.00% 0.08% 0.00% 28.79% 0.32% 29.19% 7 8 007 Bts Denpasar-Mengwitani 03500 0.00% 7.69% 0.00% 41.31% 0.00% 49.00% 7 9 007 Bts Denpasar-Mengwitani 04000 0.00% 1.62% 0.00% 66.18% 0.38% 68.18% 6
10 007 Bts Denpasar-Mengwitani 04500 0.00% 0.00% 0.00% 21.99% 0.00% 21.99% 7 11 007 Bts Denpasar-Mengwitani 05000 0.00% 0.11% 0.00% 21.44% 0.10% 21.65% 7 12 007 Bts Denpasar-Mengwitani 05500 0.00% 1.32% 0.00% 17.11% 0.00% 18.43% 7 13 007 Bts Denpasar-Mengwitani 06000 0.00% 0.79% 0.00% 9.03% 0.00% 9.81% 7 14 007 Bts Denpasar-Mengwitani 06500 0.00% 0.23% 0.00% 0.36% 0.00% 0.59% 9 15 007 Bts Denpasar-Mengwitani 07000 0.00% 0.00% 0.00% 1.24% 0.00% 1.24% 8 16 007 Bts Denpasar-Mengwitani 07430 0.00% 0.00% 0.00% 0.01% 0.00% 0.01% 10
134
1 007 11 k Jln. Cokroaminoto (Dps) 00000 2 007 11 k Jln. Cokroaminoto (Dps) 00500 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 10 3 007 11 k Jln. Cokroaminoto (Dps) 01000 0.00% 0.03% 0.00% 0.45% 0.00% 0.48% 9 4 007 11 k Jln. Cokroaminoto (Dps) 01500 0.00% 0.56% 0.00% 2.27% 0.00% 2.83% 8 5 007 11 k Jln. Cokroaminoto (Dps) 02000 0.00% 3.41% 0.00% 8.24% 0.00% 11.65% 7 6 007 11 k Jln. Cokroaminoto (Dps) 02500 0.00% 3.11% 0.00% 0.72% 0.00% 3.83% 7 7 007 11 k Jln. Cokroaminoto (Dps) 03000 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 10 8 007 11 k Jln. Cokroaminoto (Dps) 03500 0.00% 0.00% 0.00% 5.45% 0.00% 5.45% 8 9 007 11 k Jln. Cokroaminoto (Dps) 03750 0.00% 0.11% 0.00% 5.26% 0.00% 5.37% 8 1 007 12 k Jln. Cokroaminoto (Dps) 00000 2 007 12 k Jln. Cokroaminoto (Dps) 00500 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 10 3 007 12 k Jln. Cokroaminoto (Dps) 01000 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 10 1 007 13 k Jln Sutomo (Dps) 00000 2 007 13 k Jln Sutomo (Dps) 00500 0.00% 10.06% 0.09% 0.14% 0.04% 10.33% 6 3 007 13 k Jln Sutomo (Dps) 00900 0.00% 3.36% 0.00% 0.00% 0.00% 3.36% 7 1 007 14 k Jln. Gajah Mada (Dps) 00000 2 007 14 k Jln. Gajah Mada (Dps) 00500 0.00% 1.32% 0.01% 1.95% 0.00% 3.28% 7 3 007 14 k Jln. Gajah Mada (Dps) 00700 0.00% 10.00% 0.38% 1.03% 0.00% 11.41% 6 1 007 15 k Jl. Surapati (Dps) 00000 2 007 15 k Jl. Surapati (Dps) 00500 0.00% 0.00% 0.01% 0.00% 0.40% 0.40% 9 3 007 15 k Jl. Surapati (Dps) 00600 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 10
*) Informasi lebih lanjut mengenai RCI dapat dilihat pada halaman 24
135
1 007 16 k Jln. Setiabudi (Dps) 00000 2 007 16 k Jln. Setiabudi (Dps) 00500 0.00% 0.00% 0.00% 0.04% 0.00% 0.04% 9 3 007 16 k Jln. Setiabudi (Dps) 00800 0.00% 0.00% 0.01% 0.00% 0.00% 0.01% 9 1 007 17 k Jln. Wahidin (Dps) 00000 2 007 17 k Jln. Wahidin (Dps) 00220 0.00% 5.59% 0.06% 0.90% 0.00% 6.55% 7 1 008 11 k Jln. Thamrin (Dps) 00000 2 008 11 k Jln. Thamrin (Dps) 00400 0.00% 1.20% 0.01% 0.17% 0.00% 1.38% 8 1 008 12 k Jln Hasanudin-Udayana (Dps) 00000 2 008 12 k Jln Hasanudin-Udayana (Dps) 00500 0.00% 4.74% 1.09% 0.24% 0.00% 6.07% 6 3 008 12 k Jln Hasanudin-Udayana (Dps) 01000 0.00% 0.94% 0.11% 0.21% 0.00% 1.26% 6 1 008 13 k Denpasar Tuban 00000 2 008 13 k Denpasar Tuban 00500 0.00% 0.00% 0.02% 0.74% 0.00% 0.76% 9 3 008 13 k Denpasar Tuban 01000 0.00% 0.00% 0.08% 0.35% 0.00% 0.43% 9 4 008 13 k Denpasar Tuban 01500 0.00% 0.00% 0.03% 0.01% 0.01% 0.05% 9 5 008 13 k Denpasar Tuban 02000 0.00% 0.00% 0.03% 0.01% 0.01% 0.05% 9 6 008 13 k Denpasar Tuban 02500 0.00% 0.00% 0.04% 0.03% 0.49% 0.56% 9 7 008 13 k Denpasar Tuban 03000 0.00% 0.61% 0.02% 0.17% 0.00% 0.80% 9 8 008 13 k Denpasar Tuban 03500 0.00% 0.14% 0.00% 0.73% 0.00% 0.87% 9 9 008 13 k Denpasar Tuban 04000 0.00% 0.03% 0.00% 0.05% 0.00% 0.08% 9
10 008 13 k Denpasar Tuban 04500 0.00% 0.00% 0.01% 0.28% 0.00% 0.29% 9
*) Informasi lebih lanjut mengenai RCI dapat dilihat pada halaman 24
136
11 008 13 k Denpasar Tuban 05000 0.00% 0.00% 0.00% 0.24% 0.02% 0.26% 9 12 008 13 k Denpasar Tuban 05500 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 10 13 008 13 k Denpasar Tuban 06000 0.00% 1.18% 0.00% 0.06% 0.00% 1.24% 8 14 008 13 k Denpasar Tuban 06500 0.00% 0.00% 0.00% 0.12% 0.00% 0.12% 9 15 008 13 k Denpasar Tuban 07000 0.00% 0.33% 0.00% 0.00% 0.00% 0.33% 9 16 008 13 k Denpasar Tuban 07500 0.00% 0.89% 0.00% 0.04% 0.00% 0.93% 9 17 008 13 k Denpasar Tuban 08000 0.00% 0.31% 0.67% 0.03% 0.00% 1.02% 7 18 008 13 k Denpasar Tuban 08500 0.00% 2.73% 0.28% 0.12% 0.00% 3.12% 7 19 008 13 k Denpasar Tuban 09000 0.00% 4.65% 0.09% 4.13% 4.42% 13.29% 7 20 008 13 k Denpasar Tuban 09500 0.00% 1.66% 0.01% 0.00% 2.77% 4.44% 8 21 008 13 k Denpasar Tuban 10000 0.00% 0.67% 0.13% 0.00% 0.17% 0.97% 9 22 008 13 k Denpasar Tuban 10500 0.00% 0.00% 0.13% 0.00% 0.00% 0.13% 9 23 008 13 k Denpasar Tuban 10700 0.00% 0.00% 0.04% 0.15% 0.00% 0.19% 9
1 009 11 k Jln. Kap. Agung-Kap. Regug-Sugianyar-Beliton (Dps) 00000
2 009 11 k Jln. Kap. Agung-Kap. Regug-Sugianyar-Beliton (Dps) 00500 0.00% 1.64% 0.05% 0.18% 0.34% 2.21% 8
3 009 11 k Jln. Kap. Agung-Kap. Regug-Sugianyar-Beliton (Dps) 00900 0.04% 2.02% 0.12% 0.00% 0.00% 2.18% 8
1 009 12 k Denpasar - Simp. Pesanggaran 00000 2 009 12 k Denpasar - Simp. Pesanggaran 00500 0.00% 0.00% 0.01% 0.00% 0.00% 0.01% 10 3 009 12 k Denpasar - Simp. Pesanggaran 01000 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 10 4 009 12 k Denpasar - Simp. Pesanggaran 01500 0.00% 1.64% 0.04% 0.02% 0.00% 1.69% 8 5 009 12 k Denpasar - Simp. Pesanggaran 02000 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 10
*) Informasi lebih lanjut mengenai RCI dapat dilihat pada halaman 24
137
6 009 12 k Denpasar - Simp. Pesanggaran 02500 0.00% 0.00% 0.02% 0.00% 0.01% 0.03% 9 7 009 12 k Denpasar - Simp. Pesanggaran 03000 0.00% 0.00% 0.01% 0.00% 0.03% 0.04% 9 8 009 12 k Denpasar - Simp. Pesanggaran 03500 0.00% 0.00% 0.08% 0.01% 0.00% 0.10% 9 9 009 12 k Denpasar - Simp. Pesanggaran 04000 0.00% 0.00% 0.07% 0.11% 0.05% 0.24% 9
10 009 12 k Denpasar - Simp. Pesanggaran 04500 0.00% 0.00% 0.00% 0.30% 0.01% 0.31% 9 11 009 12 k Denpasar - Simp. Pesanggaran 05000 0.00% 0.00% 0.02% 0.73% 0.14% 0.89% 9 12 009 12 k Denpasar - Simp. Pesanggaran 05500 0.00% 0.00% 0.23% 0.33% 0.02% 0.58% 9 13 009 12 k Denpasar - Simp. Pesanggaran 06000 0.00% 0.00% 0.03% 1.24% 0.04% 1.31% 8 14 009 12 k Denpasar - Simp. Pesanggaran 06500 0.00% 0.00% 0.07% 0.51% 0.00% 0.58% 9 15 009 12 k Denpasar - Simp. Pesanggaran 07000 0.00% 0.00% 0.09% 2.74% 0.35% 3.18% 8 16 009 12 k Denpasar - Simp. Pesanggaran 07250 0.00% 0.18% 0.00% 0.00% 0.00% 0.18% 9 1 009 13 k Simp. Pesanggaran-Gerbang Benoa 00000 2 009 13 k Simp. Pesanggaran-Gerbang Benoa 00500 0.00% 4.64% 0.06% 0.07% 0.06% 4.83% 8 3 009 13 k Simp. Pesanggaran-Gerbang Benoa 00620 0.00% 0.00% 0.00% 0.07% 0.00% 0.07% 9 1 011 Sp. Tohpati - Sakah 00000 2 011 Sp. Tohpati - Sakah 00500 0.00% 0.04% 0.06% 0.01% 0.00% 0.11% 9 3 011 Sp. Tohpati - Sakah 01000 0.00% 0.03% 0.00% 0.35% 0.00% 0.38% 9 4 011 Sp. Tohpati - Sakah 01500 0.00% 0.05% 0.00% 0.32% 0.00% 0.37% 9 5 011 Sp. Tohpati - Sakah 02000 0.00% 0.00% 0.00% 0.01% 0.00% 0.01% 9 6 011 Sp. Tohpati - Sakah 02500 0.00% 0.00% 0.00% 0.59% 0.00% 0.59% 9 7 011 Sp. Tohpati - Sakah 03000 0.00% 0.00% 0.00% 0.05% 0.00% 0.05% 9 8 011 Sp. Tohpati - Sakah 03500 0.00% 0.17% 0.00% 0.02% 0.00% 0.19% 9 9 011 Sp. Tohpati - Sakah 04000 0.00% 0.02% 0.00% 0.01% 0.00% 0.03% 9
*) Informasi lebih lanjut mengenai RCI dapat dilihat pada halaman 24
138
10 011 Sp. Tohpati - Sakah 04500 0.00% 0.00% 0.00% 0.10% 0.00% 0.10% 9 11 011 Sp. Tohpati - Sakah 05000 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 10 12 011 Sp. Tohpati - Sakah 05500 0.00% 0.01% 0.00% 0.00% 0.00% 0.01% 9 13 011 Sp. Tohpati - Sakah 06000 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 10 14 011 Sp. Tohpati - Sakah 06500 0.00% 0.16% 0.00% 0.01% 0.00% 0.17% 9 15 011 Sp. Tohpati - Sakah 07000 0.00% 0.03% 0.00% 0.00% 0.00% 0.03% 9 16 011 Sp. Tohpati - Sakah 07500 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 10 17 011 Sp. Tohpati - Sakah 08000 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 10 18 011 Sp. Tohpati - Sakah 08500 0.00% 0.00% 0.00% 0.56% 0.00% 0.56% 9 19 011 Sp. Tohpati - Sakah 09000 0.00% 0.00% 0.00% 0.01% 0.01% 0.02% 9 20 011 Sp. Tohpati - Sakah 09500 0.00% 0.01% 0.00% 0.00% 0.00% 0.01% 9 21 011 Sp. Tohpati - Sakah 10000 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 10 22 011 Sp. Tohpati - Sakah 10500 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 10 23 011 Sp. Tohpati - Sakah 11000 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 10 24 011 Sp. Tohpati - Sakah 11500 0.00% 0.00% 0.00% 0.25% 0.00% 0.25% 9 25 011 Sp. Tohpati - Sakah 12000 0.00% 0.00% 0.00% 0.03% 0.00% 0.03% 9 26 011 Sp. Tohpati - Sakah 12500 0.00% 0.00% 0.00% 0.05% 0.00% 0.05% 9 27 011 Sp. Tohpati - Sakah 13000 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 10 28 011 Sp. Tohpati - Sakah 13500 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 10 1 012 Sakah-Blahbatuh 00000 2 012 Sakah-Blahbatuh 00500 0.00% 0.00% 0.00% 0.15% 0.00% 0.15% 9 3 012 Sakah-Blahbatuh 01000 0.00% 0.06% 0.00% 0.01% 0.00% 0.07% 9 4 012 Sakah-Blahbatuh 01500 0.00% 0.01% 0.00% 0.00% 0.00% 0.01% 9 5 012 Sakah-Blahbatuh 02000 0.00% 0.00% 0.00% 0.09% 0.00% 0.09% 9
139
6 012 Sakah-Blahbatuh 02500 0.00% 0.00% 0.00% 0.43% 0.07% 0.50% 9 7 012 Sakah-Blahbatuh 03000 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.06% 0.06% 9 8 012 Sakah-Blahbatuh 03100 0.00% 0.00% 0.00% 0.03% 0.00% 0.03% 9 1 013 Blahbatuh-Semebaung 00000 2 013 Blahbatuh-Semebaung 00500 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 10 3 013 Blahbatuh-Semebaung 01000 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 10 4 013 Blahbatuh-Semebaung 01500 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 10 5 013 Blahbatuh-Semebaung 02000 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.05% 0.05% 9 6 013 Blahbatuh-Semebaung 02500 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 10 7 013 Blahbatuh-Semebaung 03000 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 10 8 013 Blahbatuh-Semebaung 03500 0.00% 0.01% 0.00% 0.02% 0.00% 0.03% 9 9 013 Blahbatuh-Semebaung 03700 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 10 1 018 Semebaung-Gianyar 00000 2 018 Semebaung-Gianyar 00500 0.00% 0.01% 0.00% 0.05% 0.16% 0.22% 9 3 018 Semebaung-Gianyar 01000 0.00% 0.02% 0.00% 0.96% 0.00% 0.98% 9 4 018 Semebaung-Gianyar 01500 0.00% 0.06% 0.00% 3.12% 0.00% 3.18% 8 5 018 Semebaung-Gianyar 02000 0.00% 0.02% 0.00% 0.41% 0.00% 0.43% 9 6 018 Semebaung-Gianyar 02100 0.00% 0.00% 0.00% 0.18% 0.00% 0.18% 9 1 018 11 K Jln. Ciung Wanara (Gianyar) 00000 2 018 11 K Jln. Ciung Wanara (Gianyar) 00500 0.00% 0.05% 0.00% 0.01% 0.02% 0.08% 9 3 018 11 K Jln. Ciung Wanara (Gianyar) 00550 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 10
*) Informasi lebih lanjut mengenai RCI dapat dilihat pada halaman 24
140
1 018 12 K Jln. Astina Utara (Gianyar) 00000 2 018 12 K Jln. Astina Utara (Gianyar) 00330 0.00% 0.00% 0.00% 0.18% 0.05% 0.23% 9 1 019 Gianyar-Sidan 00000 2 019 Gianyar-Sidan 00500 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 10 3 019 Gianyar-Sidan 01000 0.59% 0.07% 0.00% 0.20% 0.10% 0.96% 9 4 019 Gianyar-Sidan 01250 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 10 1 019 11 K Jln. Ngurah Rai (Gianyar) 00000 2 019 11 K Jln. Ngurah Rai (Gianyar) 00500 0.00% 0.05% 0.00% 0.04% 0.02% 0.11% 9 3 019 11 K Jln. Ngurah Rai (Gianyar) 00840 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 10 1 019 12 K Jln. Astina Timur (Gianyar) 00000 2 019 12 K Jln. Astina Timur (Gianyar) 00500 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.11% 0.11% 9 3 019 12 K Jln. Astina Timur (Gianyar) 01000 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 10 1 040 11 K Sp Tohpati-Sp Sanur 00000 2 040 11 K Sp Tohpati-Sp Sanur 00500 0.00% 0.02% 0.00% 0.18% 0.00% 0.21% 9 3 040 11 K Sp Tohpati-Sp Sanur 01000 0.00% 0.22% 0.00% 0.19% 0.00% 0.41% 9 4 040 11 K Sp Tohpati-Sp Sanur 01500 0.00% 0.04% 0.00% 0.00% 0.00% 0.04% 9 5 040 11 K Sp Tohpati-Sp Sanur 02000 0.00% 0.03% 0.00% 1.51% 0.00% 1.54% 8 6 040 11 K Sp Tohpati-Sp Sanur 02500 0.00% 0.01% 0.00% 2.20% 0.00% 2.22% 8 7 040 11 K Sp Tohpati-Sp Sanur 03000 0.00% 0.00% 0.00% 1.16% 0.00% 1.16% 8 8 040 11 K Sp Tohpati-Sp Sanur 03500 0.00% 0.80% 0.04% 2.99% 0.00% 3.84% 8 9 040 11 K Sp Tohpati-Sp Sanur 04000 0.00% 0.03% 0.00% 3.17% 0.00% 3.20% 8
*) Informasi lebih lanjut mengenai RCI dapat dilihat pada halaman 24
141
10 040 11 K Sp Tohpati-Sp Sanur 04500 0.00% 0.00% 0.00% 4.42% 0.00% 4.42% 8 11 040 11 K Sp Tohpati-Sp Sanur 04700 0.00% 0.01% 0.00% 4.31% 0.00% 4.32% 8
1 041 11 K Sp Sanur-Sp Pesanggaran 00000
2 041 11 K Sp Sanur-Sp Pesanggaran 00500 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 10
3 041 11 K Sp Sanur-Sp Pesanggaran 01000 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 10
4 041 11 K Sp Sanur-Sp Pesanggaran 01500 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 10 5 041 11 K Sp Sanur-Sp Pesanggaran 02000 0.00% 0.00% 0.00% 0.01% 0.00% 0.01% 9 6 041 11 K Sp Sanur-Sp Pesanggaran 02500 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 10 7 041 11 K Sp Sanur-Sp Pesanggaran 03000 0.00% 0.00% 0.00% 0.02% 0.00% 0.02% 9 8 041 11 K Sp Sanur-Sp Pesanggaran 03500 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 10 9 041 11 K Sp Sanur-Sp Pesanggaran 04000 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 10
10 041 11 K Sp Sanur-Sp Pesanggaran 04500 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 10 11 041 11 K Sp Sanur-Sp Pesanggaran 05000 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 10 12 041 11 K Sp Sanur-Sp Pesanggaran 05500 0.00% 0.00% 0.01% 0.00% 0.01% 0.02% 9 13 041 11 K Sp Sanur-Sp Pesanggaran 06000 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 10 14 041 11 K Sp Sanur-Sp Pesanggaran 06500 0.00% 0.47% 0.00% 0.00% 0.00% 0.47% 9 15 041 11 K Sp Sanur-Sp Pesanggaran 07000 0.00% 1.11% 0.00% 0.00% 0.00% 1.11% 8 16 041 11 K Sp Sanur-Sp Pesanggaran 07500 0.00% 0.02% 0.00% 0.44% 0.00% 0.46% 9 17 041 11 K Sp Sanur-Sp Pesanggaran 08000 0.00% 2.19% 0.00% 0.12% 0.00% 2.32% 8 18 041 11 K Sp Sanur-Sp Pesanggaran 08500 0.00% 0.01% 0.00% 0.41% 0.00% 0.41% 9 19 041 11 K Sp Sanur-Sp Pesanggaran 08950 0.00% 0.14% 0.00% 0.30% 0.00% 0.44% 9
*) Informasi lebih lanjut mengenai RCI dapat dilihat pada halaman 24
142
1 042 11 K Sp Pesanggaran-Sp Kuta 00000 2 042 11 K Sp Pesanggaran-Sp Kuta 00500 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 10 3 042 11 K Sp Pesanggaran-Sp Kuta 01000 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 10 4 042 11 K Sp Pesanggaran-Sp Kuta 01500 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 10 5 042 11 K Sp Pesanggaran-Sp Kuta 02000 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 10 6 042 11 K Sp Pesanggaran-Sp Kuta 02500 0.00% 0.01% 0.00% 0.21% 0.00% 0.22% 9 7 042 11 K Sp Pesanggaran-Sp Kuta 03000 0.00% 0.11% 0.00% 0.78% 0.00% 0.89% 9 8 042 11 K Sp Pesanggaran-Sp Kuta 03500 0.00% 0.00% 0.00% 0.75% 0.00% 0.75% 9 9 042 11 K Sp Pesanggaran-Sp Kuta 03900 0.00% 0.00% 0.00% 0.19% 0.00% 0.19% 9 1 042 12 K Sp Kuta-Tugu Ngurah Rai 00000 2 042 12 K Sp Kuta-Tugu Ngurah Rai 00500 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 10 3 042 12 K Sp Kuta-Tugu Ngurah Rai 01000 0.00% 0.02% 0.00% 0.04% 0.00% 0.06% 9 4 042 12 K Sp Kuta-Tugu Ngurah Rai 01500 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 10 5 042 12 K Sp Kuta-Tugu Ngurah Rai 02000 0.00% 0.06% 0.00% 0.00% 0.00% 0.06% 9 6 042 12 K Sp Kuta-Tugu Ngurah Rai 02500 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 10 7 042 12 K Sp Kuta-Tugu Ngurah Rai 02950 0.00% 0.00% 0.00% 0.01% 0.00% 0.01% 10 1 042 13 K Tugu Ngr Rai-Nusa Dua 00000 2 042 13 K Tugu Ngr Rai-Nusa Dua 00500 0.00% 0.00% 0.00% 0.78% 0.00% 0.78% 9 3 042 13 K Tugu Ngr Rai-Nusa Dua 01000 0.00% 0.00% 0.00% 0.13% 0.00% 0.13% 9 4 042 13 K Tugu Ngr Rai-Nusa Dua 01500 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 10 5 042 13 K Tugu Ngr Rai-Nusa Dua 02000 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 10 6 042 13 K Tugu Ngr Rai-Nusa Dua 02500 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 10
*) Informasi lebih lanjut mengenai RCI dapat dilihat pada halaman 24
143
7 042 13 K Tugu Ngr Rai-Nusa Dua 03000 0.00% 0.21% 0.00% 0.46% 0.00% 0.67% 9 8 042 13 K Tugu Ngr Rai-Nusa Dua 03500 0.00% 0.10% 0.00% 1.34% 0.00% 1.44% 8
9 042 13 K Tugu Ngr Rai-Nusa Dua 04000 0.00% 0.01% 0.00% 0.00% 0.00% 0.01% 10
10 042 13 K Tugu Ngr Rai-Nusa Dua 04500 0.00% 0.04% 0.00% 0.05% 0.00% 0.09% 9
11 042 13 K Tugu Ngr Rai-Nusa Dua 05000 0.00% 0.37% 0.00% 0.10% 0.00% 0.47% 9
12 042 13 K Tugu Ngr Rai-Nusa Dua 05500 0.00% 0.11% 0.00% 0.03% 0.00% 0.13% 9
13 042 13 K Tugu Ngr Rai-Nusa Dua 06000 0.00% 0.00% 0.00% 0.02% 0.00% 0.02% 9
14 042 13 K Tugu Ngr Rai-Nusa Dua 06500 0.00% 0.48% 0.00% 0.08% 0.00% 0.57% 9
15 042 13 K Tugu Ngr Rai-Nusa Dua 07000 0.00% 0.00% 0.06% 0.00% 0.00% 0.06% 9
16 042 13 K Tugu Ngr Rai-Nusa Dua 07500 0.00% 0.49% 0.00% 0.00% 0.00% 0.49% 9 17 042 13 K Tugu Ngr Rai-Nusa Dua 08000 0.00% 0.72% 0.00% 0.17% 0.00% 0.88% 9 18 042 13 K Tugu Ngr Rai-Nusa Dua 08500 0.00% 0.04% 0.00% 0.00% 0.00% 0.04% 9 19 042 13 K Tugu Ngr Rai-Nusa Dua 09000 0.00% 0.00% 0.00% 0.05% 0.00% 0.05% 9 20 042 13 K Tugu Ngr Rai-Nusa Dua 09500 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 10 21 042 13 K Tugu Ngr Rai-Nusa Dua 10000 0.00% 0.04% 0.00% 0.08% 0.00% 0.12% 9 22 042 13 K Tugu Ngr Rai-Nusa Dua 10300 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 10
*) Informasi lebih lanjut mengenai RCI dapat dilihat pada halaman 24
144
1 047 11 k Sp Lap.Terbang-Tugu Ngr Rai 00000 2 047 11 k Sp Lap.Terbang-Tugu Ngr Rai 00380 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 10 1 056 11 k Sp Cokroaminoto-Sp Tohpati 00000 2 056 11 k Sp Cokroaminoto-Sp Tohpati 00500 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 10 3 056 11 k Sp Cokroaminoto-Sp Tohpati 01000 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 10 4 056 11 k Sp Cokroaminoto-Sp Tohpati 01500 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 10 5 056 11 k Sp Cokroaminoto-Sp Tohpati 02000 0.00% 0.00% 0.00% 6.99% 0.00% 6.99% 8 6 056 11 k Sp Cokroaminoto-Sp Tohpati 02500 0.00% 0.00% 0.00% 4.74% 0.00% 4.74% 8 7 056 11 k Sp Cokroaminoto-Sp Tohpati 03000 0.00% 0.03% 0.00% 1.71% 0.00% 1.74% 8 8 056 11 k Sp Cokroaminoto-Sp Tohpati 03500 0.00% 0.00% 0.00% 1.03% 0.00% 1.03% 8 9 056 11 k Sp Cokroaminoto-Sp Tohpati 04000 0.00% 0.00% 0.00% 0.83% 0.04% 0.87% 9
10 056 11 k Sp Cokroaminoto-Sp Tohpati 04500 0.00% 0.00% 0.00% 0.19% 0.10% 0.29% 9 11 056 11 k Sp Cokroaminoto-Sp Tohpati 05000 0.00% 0.00% 0.00% 0.07% 0.00% 0.07% 9 12 056 11 k Sp Cokroaminoto-Sp Tohpati 05500 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 10 13 056 11 k Sp Cokroaminoto-Sp Tohpati 05600 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 10
*) Informasi lebih lanjut mengenai RCI dapat dilihat pada halaman 24