Penyuluhan Devita.doc
-
Upload
afrilya-christy-sitepu -
Category
Documents
-
view
9 -
download
0
Transcript of Penyuluhan Devita.doc
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Diabetes Mellitus sering disebut sebagai the great imitator, karena
penyakit ini dapat mengenai semua organ tubuh dan menimbulkan berbagai
macam keluhan (1). Diabetes menjadi salah satu penyakit yang paling sering
diderita dan penyakit kronik yang serius di Indonesia saat ini. Setengah dari
jumlah kasus Diabetes Melitus (DM) tidak terdiagnosa karena pada umumnya
diabetes tidak disertai gejala sampai terjadinya komplikasi. Prevalensi penyakit
diabetes meningkat karena terjadi perubahan gaya hidup, kenaikan jumlah kalori
yang dimakan, kurangnya aktifitas fisik dan meningkatnya jumlah populasi
manusia usia lanjut (2).
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Indonesia (2003) diperkirakan
penduduk Indonesia yang berusia di atas 20 tahun adalah sebesar 133 juta jiwa.
Dengan prevalensi DM pada daerah urban sebesar 14,7% dan daerah rural sebesar
7,2%, maka diperkirakan pada tahun 2003 terdapat penyandang diabetes sejumlah
8,2 juta di daerah urban dan 5,5 juta di daerah rural. Selanjutnya, berdasarkan pola
pertambahan penduduk, diperkirakan pada tahun 2030 nanti akan ada 194 juta
penduduk yang berusia di atas 20 tahun dan dengan asumsi prevalensi DM pada
urban (14,7%) dan rural (7,2%) maka diperkirakan terdapat 12 juta penyandang
diabetes di daerah urban dan 8,1 juta di daerah rural (3).
Dalam Diabetes Atlas 2000 (International Diabetes Federation) tercantum
perkiraan penduduk Indonesia di atas 20 tahun sebesar 125 juta dan dengan
0
asumsi prevalensi DM sebesar 4,6% diperkirakan pada tahun 2000 pasien DM
akan berjumlah 5,6 juta. Berdasarkan pola pertambahan penduduk seperti ini,
diperkirakan tahun 2020 nanti akan ada sejumlah 178 juta penduduk diatas usia 20
tahun dan dengan asumsi prevalensi DM sebesar 4,6% akan didapatkan 8,2 juta
pasien DM, suatu jumlah yang sangat besar dan merupakan beban yang sangat
berat (3).
Walaupun Diabetes mellitus merupakan penyakit kronik yang tidak
menyebabkan kematian secara langsung, tetapi dapat berakibat fatal bila
pengelolaannya tidak tepat. Pengelolaan DM memerlukan penanganan secara
multidisiplin yang mencakup terapi non-obat dan terapi obat (4).
Berbagai cara untuk meningkatkan pengelolaan diabetes di puskesmas
yaitu memberikan konseling dan bekerja sama erat dengan penderita dalam
penatalaksanaan diabetes sehari-hari khususnya dalam terapi obat, selain itu
petugas puskesmas juga dapat membantu penderita menyesuaikan pola diet
sebagaimana yang disarankan ahli gizi, mencegah dan mengendalikan komplikasi
yang mungkin timbul, mencegah dan mengendalikan efek samping obat,
memberikan rekomendasi penyesuaian rejimen dan dosis obat yang harus
dikonsumsi penderita bersama dengan dokter yang merawat penderita, yang
kemungkinan dapat berubah dari waktu ke waktu sesuai dengan kondisi penderita
(5,6).
Penyuluhan kesehatan pada penderita DM merupakan suatu hal yang amat
penting dalam regulasi gula darah penderita DM dan mencegah atau setidaknya
menghambat munculnya penyulit kronik maupun penyulit akut yang ditakuti oleh
1
penderita. Oleh sebab itu, atas dasar inilah penulis merasa tertarik untuk
membahasnya dalam bentuk makalah dengan judul “Diabetes melitus”.
B. Sasaran Penyuluhan
Pasien yang datang berobat ke Posyandu Lansia Bumi Cahaya Bintang.
C. Tujuan Penyuluhan
Setelah dilakukan pendidikan kesehatan dengan penyuluhan diharapkan
pasien yang berobat terutama lansia mampu mengenali kencing manis (Diabetes
Mellitus), mengenali gejalanya serta mencegah komplikasinya lebih lanjut,
memahami cara hidup lebih sehat.
D. Tempat Pelaksanaan
Posyandu Lansia Bumi Cahaya Bintang
E. Pelaksana
Dokter muda Fakultas Kedokteran UNLAM yang sedang menjalani stase
Ilmu Kesehatan Masyarakat.
F. Metode
Ceramah
G. Media
Leaflet dan Slide
2
BAB II
ISI
1. DEFINISI DIABETES MELLITUS
Kencing manis atau Diabetes Melitus (DM) adalah suatu penyakit gangguan
kesehatan kronis di mana kadar gula dalam darah seseorang menjadi tinggi karena
gula dalam darah tidak dapat digunakan oleh tubuh. Diabetes Mellitus merupakan
suatu kelompok penyakit metabolik yang ditandai oleh hiperglikemia kronik
akibat dari kekurangan sekresi insulin atau gangguan kerja insulin atau kedua-
duanya (7,8). Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan dengan kerusakan
jangka panjang, disfungsi atau kegagalan beberapa organ tubuh, terutama mata,
ginjal, saraf, jantung dan pembuluh darah. World Health Organization (WHO)
sebelumnya telah merumuskan bahwa DM merupakan sesuatu yang tidak dapat
dituangkan dalam satu jawaban yang jelas dan singkat tetapi secara umum dapat
dikatakan sebagai suatu kumpulan problem anatomik dan kimiawi akibat dari
sejumlah factor di mana didapat defisiensi insulin absolute atau relative dan
gangguan fungsi insulin (8,9).
2. PREVALENSI DIABETES MELITUS
WHO memprediksi adanya peningkatan jumlah penyandang diabetes yang
cukup besar untuk tahun-tahun mendatang. Untuk Indonesia, WHO memprediksi
kenaikan jumlah pasien dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta
pada tahun 2030. Laporan dari hasil penilitian di berbagai daerah di Indonesia
yang dilakukan pada dekade 1980 menunjukkan sebaran prevalensi DM tipe-2
3
antara 0,8% di Tanah Toraja, sampai 6,1% yang didapatkan di Manado. Hasil
penelitian pada era 2000 menunjukkan peningkatan prevalensi yang sangat tajam.
Sebagai contoh penelitian di Jakarta (daerah urban) dari prevalensi DM 1,7%
pada tahun 1982 menjadi 5,7% pada tahun 1993 dan kemudian menjadi 12,8%
pada tahun 2001 di daerah sub-urban Jakarta (3).
3. KLASIFIKASI DIABETES MELITUS
WHO mengklasifikasikan diabetes melitus menjadi 3, yaitu: (10)
- Diabetes tipe 1
Dikenal juga sebagai insulin dependent diabetes melitus. Ditandai dengan
defisiensi produksi insulin dan memerlukan insulin setiap hari. Gejalanya
antara lain poliuria, polidipsia, rasa cepat lapar, berat badan menurun,
gangguan penglihatan, dan mudah lelah.
- Diabetes tipe 2
Dikenal juga sebagai non insulin dependent diabetes melitus. Terjadi akibat
tubuh tidak dapat menggunakan insulin secara efektif. Gejala yang timbul
sama dengan gejala diabetes tipe 1, akan tetapi kurang jelas. Hal ini
menyebabkan diagnosis seringkali terlambat hingga komplikasi muncul.
- Diabetes gestasional
Merupakan hiperglikemia yang timbul pada waktu hamil dan menghilang
setelah melahirkan.
Berikut ini adalah klasifikasi etiologis DM menurut Konsensus Pengelolaan
dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia 2006 (3)
4
4. FAKTOR RESIKO DIABETES MELITUS
Faktor risiko diabetes sama dengan faktor risiko untuk intoleransi glukosa
yaitu : (4)
1. Faktor risiko yang tidak bisa dimodifikasi :
Ras dan etnik
Riwayat keluarga dengan diabetes (anak penyandang diabetes)
Umur. Risiko untuk menderita intoleransi glukosa meningkat seiring
dengan meningkatnya usia. Usia > 45 tahun harus dilakukan pemeriksaan
DM.
Riwayat melahirkan bayi dengan BB lahir bayi > 4000 gram atau riwayat
pernah menderita DM gestasional (DMG).
Riwayat lahir dengan berat badan rendah, kurang dari 2,5 kg. Bayi yang
lahir dengan BB rendah mempunyai risiko yang lebih tinggi dibanding
dengan bayi lahir dengan BB normal.
5
2. Faktor risiko yang bisa dimodifikasi;
Berat badan lebih (IMT > 23 kg/m2).
Kurangnya aktivitas fisik.
Hipertensi (> 140/90 mmHg).
Dislipidemia (HDL < 35 mg/dL dan atau trigliserida > 250 mg/dL)
Diet tak sehat (unhealthy diet). Diet dengan tinggi gula dan rendah serat
akan meningkatkan risiko menderita prediabetes dan DM tipe-2.
5. GEJALA UMUM DIABETES MELITUS
DM sering disebut sebagai the great imitator, karena penyakit ini dapat
mengenai semua organ tubuh dan menimbulkan berbagai macam keluhan.
Gejalanya sangat bervariasi. DM dapat timbul secara perlahan-lahan sehingga
pasien tidak menyadari akan adanya perubahan seperti minum yang menjadi lebih
banyak, buang air kecil ataupun berat badan yang menurun. Gejala-gejala tersebut
dapat berlangsung lama tanpa diperhatikan, sampai kemudian orang tersebut pergi
kedokter dan diperiksa kadar glukosa darahnya (11).
Manifestasi klinis yang khas pada DM yaitu “Triaspoli” polidipsi (banyak
minum), poli phagia (banyak makan) & poliuri (banyak kencing). Selain itu
didapatkan keluhan berupa: Letih, lesu, penurunan berat badan yang tidak dapat
dijelaskan sebabnya, lemah badan, kesemutan, gatal, pandangan kabur, disfungsi
ereksi pada pria, dan pruritus vulvae pada wanita (12).
Penyakit DM terkadang pula gambaran klinisnya tidak jelas, asimtomatik
dan diabetes baru ditemukan pada saat pemeriksaan penyaringan atau
pemeriksaan untuk penyakit lain. Dari sudut pasien diabetes mellitus sendiri, hal
6
yang sering menyebabkan pasien datang berobat ke dokter dan kemudian
didiagnosis sebagai diabetes mellitus dengan keluhan yaitu terjadi kelainan pada
kulit seperti gatal-gatal, bisulan. Selain itu juga terjadi kelainan ginekologis
seperti keputihan dan lain-lain (11).
Gambar 1. Gejala dari diabetes mellitus
6. Strategi Pengelolaan Diabetes Mellitus
Dalam strategi pengelolaan kesehatan bagi pasien DM, peran dokter umum
sangat penting dengan prioritas jangka pendek untuk menghilangkan gejala dan
mencegah terjadinya komplikasi untuk jangka panjang. Kasus diabetes melitus
sederhana tanpa penyulit dapat dikelola dengan tuntas oleh dokter umum. Apalagi
kalau kemudian kadar glukosa darah ternyata dapat terkendali baik dengan
pengelolaan di tingkat pelayanan kesehatan primer. Tentu saja harus ditekankan
pentingnya tindak lanjut jangka panjang pada para pasien tersebut. Pasien yang
7
potensial akan menderita penyulit DM perlu secara periodik dikonsultasikan
kepada dokter ahli terkait ataupun kepada tim pengelola DM pada tingkat lebih
tinggi di rumah sakit rujukan. Kemudian mereka dapat dikirim kembali kepada
dokter yang biasa mengelolanya. Demikian pula pasien DM yang sukar terkendali
kadar glukosa darahnya, pasien DM dengan penyulit, apalagi penyulit yang
potensial fatal, perlu dan harus ditangani oleh instansi yang lebih mampu dengan
peralatan yang lebih lengkap, dalam hal ini Pusat DM di Fakultas Kedokteran /
Rumah Sakit Pendidikan / RS Rujukan Utama (3,4,7).
Diabetes melitus adalah penyakit menahun yang akan diderita seumur
hidup, sehingga yang berperan dalam pengelolaannya tidak hanya dokter, perawat
dan ahli gizi, tetapi lebih penting lagi keikutsertaan pasien sendiri dan
keluarganya. Penyuluhan kepada pasien dan keluarganya akan sangat membantu
meningkatkan keikutsertaan mereka dalam usaha memperbaiki hasil pengelolaan
DM (3).
Untuk mendapatkan hasil pengelolaan yang tepat guna dan berhasil guna
bagi pasien DM dan untuk menekan angka penyulit, diperlukan suatu standar
pelayanan minimal bagi pasien DM. Penyempurnaan dan revisi berkala standar ini
perlu disesuaikan dengan kemajuan-kemajuan ilmu mutakhir, kondisi, dan
masukan dari para pengelola DM, sehingga dapat diperoleh manfaat yang
maksimal bagi pasien DM (3).
7. DIAGNOSIS DIABETES MELITUS
Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah.
Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria. Guna penentuan
8
diagnosis DM, pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan
glukosa secara enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Penggunaan bahan
darah utuh (whole blood), vena ataupun kapiler tetap dapat dipergunakan dengan
memperhatikan angka-angka kriteria diagnostik yang berbeda sesuai pembakuan
oleh WHO. Sedangkan untuk tujuan pemantauan hasil pengobatan dapat
dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler (3).
Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang diabetes. Kecurigaan
adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik DM seperti tersebut
di bawah ini (3)
Keluhan klasik DM berupa : poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan
berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.
Keluhan lain dapat berupa : lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur dan
disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita.
Diagnosis DM dapat ditegakkan melalui tiga cara. Pertama, jika keluhan
klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma sewaktu >200 mg/dL sudah
cukup untuk menegakkan diagnosis DM. Kedua, dengan pemeriksaan glukosa
plasma puasa yang lebih mudah dilakukan, mudah diterima oleh pasien serta
murah, sehingga pemeriksaan ini dianjurkan untuk diagnosis DM. Ketiga dengan
TTGO. Langkah diagnostik DM dapat dilihat pada bagan 1 (3).
9
Bagan 1. Langkah diagnostik DM (3)
Tabel 2. Kadar gula darah sewaktu dan puasa sebagai diagnosis DM (2)
Ada perbedaan antara uji diagnostik DM dan pemeriksaan penyaring. Uji
diagnostik DM dilakukan pada mereka yang menunjukan gejala/ tanda DM,
sedangkan pemeriksaan penyaring bertujuan untuk mengidentifikasikan mereka
yang tidak bergejala, yang mempunyai resiko DM. Serangkaian uji diagnostik
akan dilakukan kemudian pada mereka yang hasil pemeriksaan penyaringnya
positif, untuk memastikan diagnosis definitive.
10
Pemeriksaan penyaring dikerjakan pada kelompok dengan salah satu risiko
DM sebagai berikut: (13)
1. Usia Usia > 45 tahun
2. Berat badan lebih : BBR > 110% BB idaman atau IMT > 23 kg/m2
3. Hipertensi (≥ 140/90 mmHg)
4. Riwayat DM dalam garis keturunan
5. Riwayat abortus berulang, melahirkan bayi cacat atau BB lahir bayi >
4000 gram
6. Kolesterol HDL 35 mg/dl dan atau trigliserida ≥ 250 mg/dl
Untuk kelompok risiko tinggi yang hasil pemeriksaan penyaringnya
negative, pemeriksaan penyaring ulang dilakukan tiap tahun; sedangkan bagi
mereka yang berusia > 45 tahun tanpa factor risiko, pemeriksaan penyaring dapat
dilakukan setiap 3 tahun (13).
Pemeriksaan penyaring yang khusus ditujukan untuk DM pada penduduk
umumnya (mass screening) tidak dianjurkan karena disamping biaya yang mahal,
rencana tindak lanjut bagi mereka yang positif belum ada. Bagi mereka yang
mendapat kesempatan untuk pemeriksaan penyaring bersama penyakit lain
(general check up)adanya pemeriksaan penyaring untuk DM dalam rangkaian
pemeriksaan teraebut sangat dianjurkan (13)
Pemeriksaan penyaring berguna untuk menjaring pasien DM, toleransi
glukosa terganggu (TGT) dan glukosa darah puasa terganggu (GDPT), sehingga
dapat ditentukan langkah yang tepat untuk mereka. Pasien dengan TGT dan
GDPT merupakan tahapan sementara menuju DM. Setelah 5-10tahun kemudian
11
1/3 kelompok TGT akan berkembang menjadi DM, 1/3 tetap TGT dan 1/3 lainnya
kembali normal. Adanya TGT sering berkaitan dengan resistensi insulin. Pada
kelompok TGT ini risiko terjadinya aterosklerosis lebih tinggi dibandingkan
kelompok normal. TGT sering berkaitan dengan penyakit kardiovaskular,
hipertensi dan dislipidemia. Peran aktif pada pengelolaan kesehatan sangat
diperlukan agar deteksi DM dapat ditegakan sedini mungkin dan pencegahan
primer dan sekunder dapa segera diterapkan (13).
Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan melalui pemeriksaan kadar glukosa
darah sewaktu atau kadar glukosa darah puasa, kemudian dapat diikuti dengan tes
toleransi glukosa oral (TTGO) standard (13).
Pada pasien dengan keluhan khas, pemeriksaan gula darah sewaktu > 200
mg/dl sudah cukup menegakan diagnosis DM. Hasil pemeriksaan kadar glukosa
darah puasa > 126 mg/dl juga digunakan untuk patokan diagnosis DM. Untuk
kelompok tanpa keluhan khas DM, hasil pemeriksaan glukosa darah yang baru
satu kali saja abnormal, belum cukup kuat untuk menegakan diagnosis DM.
Diperlukan pemastian lebih lanjut dengan mendapat sekali lagi angka abnormal,
baik kadar glukosa darah puasa > 126 mg/dl, kadar glukosa darah sewaktu > 200
mg/dl pada hari yang lain, atau dari hasil tes toleransi glukosa oral (TTGO)
didapatkan kadar glukosa darah pasca pembebanan > 200 mg/dl (13).
8. KOMPLIKASI DIABETES MELITUS
Penyulit akut DM: (3)
1. Ketoasidosis diabetik
2. Hiperosmolar non ketotik
12
3. Hipoglikemia
Penyulit menahun DM: (3)
1. Makroangiopati :
Pembuluh darah jantung
Pembuluh darah tepi
Penyakit arteri perifer sering terjadi pada penyandang diabetes. Biasanya
terjadi dengan gejala tipikal intermittent claudicatio, meskipun sering tanpa
gejala. Terkadang ulkus iskemik kaki merupakan kelainan yang pertama muncul.
Pembuluh darah otak
2. Mikroangiopati:
Retinopati diabetik
Kendali glukosa dan tekanan darah yang baik akan mengurangi risiko dan
memberatnya retinopati. Terapi aspirin tidak mencegah timbulnya
retinopati
Nefropati diabetik
Kendali glukosa dan tekanan darah yang baik akan mengurangi risiko
nefropati. Pembatasan asupan protein dalam diet (0,8 g/kg BB) juga akan
mengurangi risiko terjadinya nefropati
3. Neuropati
Yang tersering dan paling penting adalah neuropati perifer, berupa
hilangnya sensasi distal. Berisiko tinggi untuk terjadinya ulkus kaki dan amputasi.
Gejala yang sering dirasakan kaki terasa terbakar dan bergetar sendiri, dan lebih
terasa sakit di malam hari. Apabila diketemukan adanya polineuropati distal,
13
perawatan kaki yang memadai akan menurunkan risiko amputasi. Semua
penyandang diabetes yang disertai neuropati perifer harus diberikan edukasi
perawatan kaki untuk mengurangi risiko ulkus kaki.
9. PENGOBATAN DIABETES MELITUS
Tujuan penatalaksanaan DM secara umum adalah meningkatnya kualitas
hidup penyandang diabetes.(3)
Jangka pendek: hilangnya keluhan dan tanda DM, mempertahankan rasa
nyaman dan tercapainya target pengendalian glukosa darah.
Jangka panjang: tercegah dan terhambatnya progresivitas penyulit
mikroangiopati, makroangiopati dan neuropati. Tujuan akhir pengelolaan
adalah turunnya morbiditas dan mortalitas DM.
Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian glukosa
darah, tekanan darah, berat badan dan profil lipid, melalui pengelolaan pasien
secara holistik dengan mengajarkan perawatan mandiri dan perubahan perilaku.(3)
Pengobatan bahkan pencegahan terhadap DM tipe 2 secara rasional
haruslah mengacu pada konsep menghindari hiperglikemia secara dini dan
optimal. Semua jenis pengobatan DM tipe 2 yang ada pada saat ini, baik bersifat
farmakologis maupun non farmakologis.(3)
Dalam Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di
Indonesia tahun 2006, terdapat 4 pilar penatalaksanaan DM, yaitu: (3)
1. Edukasi
Diabetes tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan perilaku
telah terbentuk dengan mapan. Pemberdayaan penyandang diabetes memerlukan
14
partisipasi aktif pasien, keluarga dan masyarakat. Tim kesehatan mendampingi
pasien dalam menuju perubahan perilaku. Untuk mencapai keberhasilan
perubahan perilaku, dibutuhkan edukasi yang komprehensif dan upaya
peningkatan motivasi. Untuk mendapatkan hasil pengelolaan diabetes yang
optimal dibutuhkan perubahan perilaku. Perlu dilakukan edukasi bagi pasien dan
keluarga untuk pengetahuan dan peningkatan motivasi. Hal tersebut dapat
terlaksana dengan baik melalui dukungan tim penyuluh yang terdiri dari dokter,
ahli diet, perawat, dan tenaga kesehatan lain. Edukasi dengan tujuan promosi
hidup sehat, perlu selalu dilakukan sebagai bagian dari upaya pencegahan dan
merupakan bagian yang sangat penting dari pengelolaan DM secara holistik.
2. Terapi gizi medis/ Pengaturan makanan
Istilah pengaturan makan sengaja lebih dipopulerkan sebagai pengganti diet,
karena diet berkonotasi lebih sukar untuk dilaksanakan ketimbang yang pertama.
Konsep dasar pengaturan makan, tidaklah harus kaku, namun tetap mengacu
kepada upaya menghindari ”glucose toxicity” seminimal mungkin. Pendekatannya
adalah dalam segi kuantitas berupa jumlah kalori, dan dari kualitas berimbang
dalam hal proporsi, namun harus disesuaikan dengan kebutuhan. Konsep dasarnya
adalah bahwa pengaturan diet jangan mengurangi kualitas hidup penederita.
Sasaran yang ingin dicapai dengan pengaturan makanan adalah terkendalinya
diabetes secara komprehensif, disertai secara bertahap tercapainya berat badan
ideal pada penderita. Penurunan berat badan terbukti dapat memperbaiki toleransi
tubuh terhadap glukosa, bahkan dapat mencegah munculnya DM tipe 2 bila
dilakukan lebih dini pada tahap pradiabetik. Khusus bagi para penderita yang
15
masih pada tahap awal, dengan terapi diet saja sering memberikan hasil baik.
Penggunaan terapi farmakologis pada tahap ini seringkali tidak diperlukan,
bahkan dapat memberi efek negatif. (3)
Keberhasilan menerapkan pengaturan makan akan sangat ditentukan oleh
keberhasilan edukasi oleh para tenaga medis disatu pihak, dan tingkat kepatuhan
penderita dipihak lain. Kenyataan membuktikan bahwa pengaturan makan, jauh
lebih mudah untuk dimengerti ketimbang untuk dilaksanakan oleh penderita.
Apalagi ini merupakan sesuatu yang harus dijalani seumur hidup. Edukasi yang
berkesinambungan diperlukan dalam hal ini. (3)
Komposisi makanan yang dianjurkan bagi penderita DM terdiri dari:
Protein
Hanya sedikit data ilmiah untuk membuat rekomendasi yang kuat tentang
asupan protein orang dengan diabetes. ADA pada saat ini menganjurkan
mengkonsumsi 10% sampai 20% energi dari protein total. Menurut konsensus
pengelolaan diabetes di Indonesia kebutuhan protein untuk orang dengan
diabetes adalah 10 – 15% energi. Perlu penurunan asupan protein menjadi 0,8
g/kg perhari atau 10% dari kebutuhan energi dengan timbulnya nefropati pada
orang dewasa dan 65% hendaknya bernilai biologi tinggi. (3)
Total Lemak
Asupan lemak dianjurkan < 10% energi dari lemak jenuh dan tidak lebih 10%
energi dari lemak tidak jenuh ganda, sedangkan selebihnya yaitu 60 – 70%
total energi dari lemak tidak jenuh tunggak dan karbohidrat. Distribusi energi
dari lemak dan karbohidrat dapat berbeda-beda setiap individu berdasarkan
16
pengkajia gizi dan tujuan pengobatan. Anjuran persentase energi dari lemak
tergantung dari hasil pemeriksaan glukosa, lipid, dan berat badan yang
diinginkan. Untuk individu yang mempunyai kadar lipid normal dan dapat
mempertahankan berat badan yang memadai (dan untuk pertumbuhan dan
perkembangan normal pada anak dan remaja) dapat dianjurkan tidak lebih dari
30% asupan energi dari lemak total dan < 10% energi dari lemak jenuh. Dalam
hal ini anjuran asupan lemak di Indonesia adalah 20 – 25% energi. Apabila
peningkatan LDL merupakan masalah utama, dapat diikuti anjuran diet
dislipidemia tahap II yaitu < 7% energi total dari lemaj jenuh, tidak lebih dari
30% energi dari lemak total dan kandungan kolesterol 200 mg/hari. Apabila
peningkatan trigliserida dan VLDL merupakan masalah utama, pendekatan
yang mungkin menguntungkan selain menurunkan berat badan dan
peningkatan aktivitas adalah peningkatan sedang asupan lemak tidak jenuh
tunggal 20% energi dengan < 10% masing energi masing-masing dari lemak
jenuh dan tidak jenuh ganda sedangkan asupan karbohidrat lebih rendah.
Perencanaan makan tinggi lemak tidak jenuh tunggal dapat dilakukan antara
lain dengan penggunaan nuts, alpukat dan minyak zaitun. Namun demikian
pada individu yang kegemukan peningkatan asupan lemak dapat memperburuk
kegemukannya. Pasien dengan kadar trigliserida > 1000 mg/dl mungkin perlu
penurunan semua tipe lemak makanan untuk menurunkan kadar lemak plasma
dalam bentuk kilomikron. (3)
17
Lemak Jenuh dan Kolesterol
Tujuan utama pengurangan konsumsi lemak jenuh dan kolestrol adalah untuk
menurunkan resiko penyakit kardiovaskuler. Oleh karena itu < 10% asupan
energi sehari seharusnya dari lemak jenuh dan asupan makanan kolesterol
makanan hendaknya dibatasi tidak lebih dari 300 mg perhari. Namun demikian
rekomendasi ini harus disesuaikan dengan latar belakang budaya dan etnik. (3)
Karbohidrat dan Pemanis
Ada 2 golongan karbohidrat sebagai diet yakni karbohidrat kompleks dan
karbohidrat sederhana. Bila mengkonsumsi karbohidrat kompleks seperti pada
roti, nasi, atau kentang, zat ini akan diuraikan menjadi rantai tunggal glukosa,
kemudian baru diserap ke dalam aliran darah. Kadar gula memang akan naik,
tapi tidak dengan cepat atau banyak (14,15).
Bila mengkonsumsi makanan yang mengandung karbohidrat sederhana seperti
selai, jeli, sirup, limun, es krim, maka zat yang sudah berupa rantai tunggal
glukosa ini segera diserap dan memasuki sistem darah yang mengakibatkan
kadar gula darah meningkat dengan cepat. Sebab itu penderita DM dianjurkan
untuk tidak mengkonsumsi makanan berkarbohidrat sederhana. Sebaliknya,
untuk diet dianjurkan mengkonsumsi sumber karbohidrat berserat alami seperti
roti, biji gandum, biskuit berserat, sayuran, kacang-kacangan dan buah segar
(kadar gula rendah) (15,16).
Rekomendasi tahun 1994 lebih menfokuskan pada jumlah total karbohidrat
dari pada jenisnya. Rekomendasi untuk sukrosa lebih liberal, menilai kembali
fruktosa dan lebih konservatif untuk serat. Buah dan susu sudah terbukti
18
mempunyai respon glikemik menyerupai roti, nasi dan kentang. Walaupun
berbagai tepung-tepungan mempunyai respon glikemik yang berbeda, prioritas
hendaknya lebih pada jumlah total karbohidrat yang dikonsumsi dari pada
sumber karbohidrat. Anjuran konsumsi karbohidrat untuk orang dengan
diabetes di Indonesia adalah 60-70% energi. (14)
Sukrosa
Bukti ilmiah menunjukkan bahwa penggunaan sukrosa sebagai bagian dari
perencanaan makan tidak memperburuk kontrol glukosa darah pada individu
dengan diabetes tipe 1 dan 2. Sukrosa dan makanan yang mengandung sukrosa
harus diperhitungkan sebagai pengganti karbohidrat makanan lain dan tidak
hanya dengan menambahkannya pada perencanaan makan. Dalam melakukan
substitusi ini kandungan zat gizi dari makanan-makanan manis yang pekat dan
kandungan zat gizi makanan yang mengandung sukrosa harus
dipertimbangkan, demikian juga adanya zat gizi-zat gizi lain pada makanan
tersebut seperti lemak yang sering dimakan bersama sukrosa. Mengkonsumsi
makanan yang bervariasi memberikan lebih banyak zat gizi dari pada makanan
dengan sukrosa sebagai satu-satunya zat gizi. (14)
Pemanis
Fruktosa menaikkan glukosa plasma lebih kecil dari pada sukrosa dan
kebanyakannya karbohidrat jenis tepung-tepungan. Dalam hal ini fruktosa
dapat memberikan keuntungan sebagai bahan pemanis pada diet diabetes.
Namun demikian, karena pengaruh penggunaan dalam jumlah besar (20%
energi) yang potensial merugikan pada kolesterol dan LDL, fruktosa tidak
19
seluruhnya menguntungkan sebagai bahan pemanis untuk orang dengan
diabetes. Penderita dislipidemia hendaknya menghindari mengkonsumsi
fruktosa dalam jumlah besar, namun tidak ada alasan untuk menghindari
makanan seperti buah dan sayuran yang mengnadung fruktosa alami ataupun
konsumsi sejumlah sedang makanan yang mengandung pemanis fruktosa.
Sorbitol, mannitol dan xylitol adalah gula alkohol biasa (polyols) yang
menghasilkan respon glikemik lebih rendah dari pada sukrosa dan karbohidrat
lain. Penggunaan pemanis tersebut secra berlebihan dapat mempunyai
pengaruh laxatif. Sakarin, aspartam, acesulfame adalah pemanis tak bergizi
yang dapat diterima sebagai pemanis pada semua penderita DM. (14)
Serat
Rekomendasi asupan serat untuk orang dengan diabetes sama dengan untuk
orang yang tidak diabetes. Dianjurkan mengkonsumsi 20 – 35 g serat makanan
dari berbagai sumber bahan makanan. Di Indonesia anjurannya adalah kira-kira
25 g/hari dengan mengutamakan serat larut. (14)
Natrium
Anjuran asupan untuk orang dengan diabetes sama dengan penduduk biasa
yaitu tidak lebih dari 3000 mg, sedangkan bagi yang menderita hipertensi
ringan sampai sedang, dianjurkan 2400 mg natrium perhari.(14)
Ada beberapa cara untuk menentukan jumlah kalori yang dibutuhkan
penyandang diabetes. Di antaranya adalah dengan memperhitungkan kebutuhan
kalori basal yang besarnya 25-30 kalori / kg BB ideal, ditambah atau dikurangi
20
bergantung pada beberapa faktor yaitu jenis kelamin, umur, aktivitas, berat badan,
dll.(14)
Perhitungan berat badan Ideal (BBI) dengan rumus Brocca yang
dimodifikasi adalah sbb:
Berat badan ideal = 90% x (TB dalam cm - 100) x 1 kg.
Bagi pria dengan tinggi badan di bawah 160 cm dan wanita di bawah 150 cm,
rumus dimodifikasi menjadi :
Berat badan ideal (BBI) = (TB dalam cm - 100) x 1 kg.
BB Normal : BB ideal ± 10 %
Kurus : < BBI - 10 %
Gemuk : > BBI + 10 %
Perhitungan berat badan ideal menurut Indeks Massa Tubuh adalah sbb:
IMT = BB(kg)/TB(m2)
Klasifikasi IMT:
- BB Kurang <18,5
- BB Normal 18,5-22,9
- BB Lebih >23,0
Dengan risiko 23,0-24,9
Obes I 25,0-29,9
Obes II >30
Faktor-faktor yang menentukan kebutuhan kalori antara lain :
21
o Jenis Kelamin. Kebutuhan kalori pada wanita lebih kecil daripada pria.
Kebutuhan kalori wanita sebesar 25 kal/kg BB dan untuk pria sebesar 30 kal/kg
BB.
o Umur. Untuk pasien usia di atas 40 tahun, kebutuhan kalori dikurangi 5%
untuk dekade antara 40 dan 59 tahun, dikurangi 10% untuk usia 60 s/d 69
tahun dan dikurangi 20%, di atas 70 tahun.
o Aktivitas Fisik atau Pekerjaan. Kebutuhan kalori dapat ditambah sesuai dengan
intensitas aktivitas fisik penambahan sejumlah 10% dari kebutuhan basal
diberikan pada kedaaan istirahat, 20% pada pasien dengan aktivitas ringan,
30% dengan aktivitas sedang, dan 50% dengan aktivitas sangat berat.
o Berat Badan. Bila kegemukan dikurangi sekitar 20-30% ber-gantung kepada
tingkat kegemukan. Bila kurus ditambah sekitar 20-30% sesuai dengan
kebutuhan untuk meningkatkan BB. Untuk tujuan penurunan berat badan
jumlah kalori yang diberikan paling sedikit 1000 - 1200 kkal perhari untuk
wanita dan 1200-1600 kkal perhari untuk pria.
Makanan sejumlah kalori terhitung dengan komposisi tersebut di atas
dibagi dalam 3 porsi besar untuk makan pagi (20%), siang (30%) dan sore (25%)
serta 2-3 porsi makanan ringan (10-15%) di antaranya. Untuk meningkatkan
kepatuhan pasien, sejauh mungkin perubahan dilakukan sesuai dengan kebiasaan.
Untuk penyandang diabetes yang mengidap penyakit lain, pola pengaturan makan
disesuaikan dengan penyakit penyertanya.(14)
22
Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang
seimbang dalam hal karbohidrat, protein, dan lemak, sesuai dengan kecukupan
gizi baik sebagai berikut : (15,16)
▪ Karbohidrat 60 - 70%
▪ Protein 10 - 15%
▪ Lemak 20 - 25%
Pada dasarnya, diet diabetes terdiri atas 3 kali makan utama dan 3 kali
makan antara (snack) dengan jarak 3 jam. Contohnya: (15-16)
Pukul 06.30 - makan pagi.
Pukul 09.30 - makanan kecil atau buah.
Pukul 12.30 - makan siang.
Pukul 15.30 - makanan kecil atau buah.
Pukul 18.30 - makan malam.
Pukul 21.30 - makanan kecil atau buah.
Penderita DM disarankan agar berolah raga 6 hari seminggu dalam porsi
sedang. Jenisnya berupa aerobik seperti jalan kaki atau senam, paling tidak 20 –
45 menit/hari. Namun jangan lupa melakukan pemanasan dan cooling down
(menurunkan intensitas latihan secara bertahap). Satu sampai tiga jam sebelum
berolahraga makan secukupnya. Kalau berolahraga berat yang berlangsung lama,
dianjurkan menyantap snack setiap 30 menit. Juga banyak minum air
putih(17,18). Dianjurkan latihan jasmani secara teratur (3–4 kali seminggu)
selama kurang lebih 30 menit, yang sifatnya sesuai CRIPE (continuous,
rhythmical, interval, progressive, endurance training). Sedapat mungkin
23
mencapai zona sasaran 75–85% denyut nadi maksimal (220 – Umur),
disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi penyakit penyerta. Antara 60% -
80% denyut nadi maksimal ini disebut zone latihan. Sebagai contoh olahraga
ringan adalah berjalan kaki biasa selama 30 menit, olahraga sedang adalah
berjalan cepat selama 20 menit dan olahraga berat misalnya jogging (17,18).
Jika pasien telah menerapkan pengaturan makan dan kegiatan jasmani
yang teratur namun pengendalian kadar glukosa darahnya belum tercapai,
dipertimbangkan pemakaian obat-obatan. Obat-obatan dibagi menjadi 2 golongan
yaitu obat anti diabetes oral (OADO) atau Obat Hiperglikemik Oral (OHO) dan
Insulin. Obat anti diabetes oral sendiri dibagi lagi menjadi 4 golongan yaitu
sekretagoga insulin, biguanid (metformin), α–glucosidase inhibitor dan insulin
sensitizer. Sekretogoga insulin terdiri atas golongan sulfonilurea dan golongan
glinide. Golongan glinide merupakan pemacu sekresi insulin dengan aksi kerja
cepat dan keberadaan di dalam tubuh yang singkat (fast on–fast off). Golongan
insulin sensitizer dapat meningkatkan sensitivitas insulin sehingga dapat
mengurangi resistensi insulin. Pengontrolan nilai kadar gula dalam darah adalah
kunci program pengobatan diabetes mellitus (19).
3. Latihan jasmani
Kegiatan olah raga atau latihan jasmani, merupakan upaya pendamping dari
pengaturan makan dalam rangka mengendalikan diabetes. Ada beberapa sasaran
yang ingin dicapai dengan latihan jasmani dalam kaitan pengobatan diabetes.
Pertama, latihan jasmani dengan dosis yang terukur dapat bermanfaat membentuk
berat badan ideal. Kedua, latihan jasmani yang teratur terbukti dapat
24
meningkatkan sensitifitas jaringan terhadap insulin. Hal ini dapat terjadi melalui
stimulasi terhadap translokasi GLUT 4 dalam sel otot dan lemak.(14)
Penerapan latihan jasmani terhadap penderita sudah barang tentu sangat
bersifat individual. Status gizi, kondisi kesehatan, dan adanya komplikasi
merupakan data penting yang harus diketahui sebelum menetapkan jenis dan
intensitas latihan jasmani pada seorang penderita. Kontinuitas serta keteraturan
latihan, merupakan kunci keberhasilan dari program ini. Peningkatan secara
berkala dari intensitas latihan, sangat bermanfaat bila kondisi memang
memungkinkan. (14)
Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali
seminggu selama kurang lebih 30 menit), merupakan salah satu pilar dalam
pengelolaan DM tipe 2. Kegiatan sehari-hari seperti berjalan kaki ke pasar,
menggunakan tangga, berkebun harus tetap dilakukan. Latihan jasmani selain
untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat badan dan memperbaiki
sensitivitas insulin, sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan
jasmani yang dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat aerobik seperti:
jalan kaki, bersepeda santai, jogging, dan berenang. Latihan jasmani sebaiknya
disesuaikan dengan umur dan status kesegaran jasmani. Untuk mereka yang relatif
sehat, intensitas latihan jasmani bisa ditingkatkan, sementara yang sudah
mendapat komplikasi DM dapat dikurangi. Hindarkan kebiasaan hidup yang
kurang gerak atau bermalasmalasan.(15)
25
Tabel 3. Aktivitas fisik sehari-hari(2)
4. Intervensi farmakologi
Intervensi farmakologis ditambahkan jika sasaran glukosa darah belum
tercapai dengan pengaturan makan dan latihan jasmani.(3)
a. Obat hipoglikemik oral (OHO)
Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 4 golongan: (3)
- pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue): sulfonilurea dan glinid
- penambah sensitivitas terhadap insulin: metformin, tiazolidindion
- penghambat glukoneogenesis (metformin)
- penghambat absorpsi glukosa: penghambat glukosidase alfa.
b. Insulin
Insulin diperlukan pada keadaan: (3)
- Penurunan berat badan yang cepat
- Hiperglikemia berat yang disertai ketosis
- Ketoasidosis diabetik
- Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik
- Hiperglikemia dengan asidosis laktat
- Gagal dengan kombinasi OHO dosis hampir maksimal
26
- Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke)
- Kehamilan dengan DM/diabetes melitus gestasional yang tidak terkendali
dengan perencanaan makan
- Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
- Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO
c. Terapi Kombinasi
Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah, untuk
kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respons kadar glukosa
darah. (3)
10. KOMPLIKASI
Diabetes mellitus jangka panjang dapat menyebabkan: (3)
Stroke
Penyakit jantung koroner
Ulkus/gangren
Kerusakan pembuluh darah retina
Gangguan pada ginjal
Menyerang saraf
11. PENCEGAHAN
Untuk mengetahui cara mencegah DM, perlu diketahui faktor risiko
penyakit ini. Pencegahan dapat dilakukan dengan tidak kegemukan melalui cara
menjaga berat badan ideal, makan makanan yang sehat dan menjauhi makanan
dengan kadar lemak tinggi, perbanyak gerak fisik (3,9).
27
BAB III
KESIMPULAN
Dari uraian di atas dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Prevalensi penyakit diabetes meningkat karena terjadi perubahan gaya hidup,
kenaikan jumlah kalori yang dimakan, kurangnya aktifitas fisik. Saat ini
menjadi penyakit yang banyak dijumpai dengan prevalensi diseluruh dunia
4%. Prevalensinya akan terus meningkat dan diperkirakan pada tahun 2025
akan mencapai 5,4% WHO memperkirakan di Cina dan India pada tahun
jumlahnya akan mencapai 50 juta.
2. Diagnosis Diabetes Mellitus (DM) harus didasarkan atas pemeriksaan kadar
glukosa darah. Dalam menentukan diagnosis DM harus diperhatikan asal
bahan darah yang diambil dan cara pemeriksaan yang dipakai. Untuk
diagnosis, pemeriksaan yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa darah
dengan cara enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Untuk memastikan
diagnosis DM, pemeriksaan glukosa darah seharusnya dilakukan di
laboratorium klinik yang terpercaya
3. Penyuluhan kesehatan pada penderita DM merupakan suatu hal yang amat
penting dalam regulasi gula darah penderita DM dan mencegah atau
setidaknya menghambat munculnya penyulit kronik maupun penyulit akut
yang ditakuti oleh penderita.
4. Materi edukasi meliputi perjalanan penyakit DM, perlunya pengendalian dan
pemantauan DM, penyulit DM dan risikonya, intervensi non-farmakologis
dan farmakologis.
28
DAFTAR PUSTAKA
1. Hiswani. Peranan gizi dalam diabetes mellitus. Fakultas kedokteran universitas sumatera utara. 2003.
2. Hiswani. Penyuluhan kesehatan pada penderita diabetes mellitus. 2006. Available from : http:// repository.usu.ac.id .
3. PERKENI. Konsensus Pengelolaan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia 2002. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2002.
4. American Diabetes Association. Standards of Medical Care for Patients With Diabetes Mellitus. Diabetes Care, 26: S33-S50.
5. Zulhaimi hadi. Pedoman Pengobatan Dasar Diabetes Melitus di Puskesmas. Penatalaksanaan Diabetes melitus terpadu, Jakarta, 2005.
6. Direktorat jenderal pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan. Departemen kesehatan RI. Pedoman Teknis Penemuan dan Tata Laksana Penyakit Diabetes Melitus. Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular. Jakarta, 2008.
7. ________. Informasi Kencing Manis/Diabetes Mellitus. 2006. Available at: http://organisasi.org.
8. Waspadji S. Komplikasi Kronik Diabetes Melitus : Pengenalan dan Penanganan. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi Ketiga. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 1999: 597-600.
9. Soegondo S. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus Terkini. Dalam: Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2004: 17-28.
10. Anonymous. Diabetes melitus. 2010. Available from: http:// www.who.int .
11. Hiswani. Peranan gizi dalam diabetes mellitus. 2006. Available from : http:// repository.usu.ac.id
12. Anonymous. Peran Diit dalam penanggulangan diabetes. Direktur gizi masyarakat direktorat jendral bina kesehatan masyarakt departemen kesehatan RI.2003.
13. Sudoyo A.W, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit dalam edisi keempat jilid III. Jakarta;pusat penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI.2007.
29
14. Waspadji S. Diabetes Melitus : Mekanisme Dasar dan Pengelolaannya yang Rasional. Dalam: Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2004: 29-42.
15. Suyono S. Diet pada Diabetes. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi Ketiga. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 1999: 631-641.
16. Sukardji K. Penatalaksanaan Gizi pada Diabetes Melitus. Dalam: Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2004: 43-66.
17. Asdie AH. Olahraga/Latihan Jasmani : Sebagai Terapi dan Bagian Kehidupan pada Diabetes Melitus. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi Ketiga. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 1999: 642-647.
18. Ilyas EI. Latihan Jasmani bagi Pasien Diabetes Melitus. Dalam: Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2004: 67-110.
19. Soegondo S. Prinsip Pengobatan Diabetes, Insulin dan Obat Hipoglikemik Oral. Dalam: Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2004: 111-130.
30
LAMPIRAN
31
Lampiran 1. Dokumentasi Penyuluhan Posyandu Bumi Cahaya Bintang
32
33