PENYESUAIAN DIRI SANTRI DI PONDOK PESANTREN …
Transcript of PENYESUAIAN DIRI SANTRI DI PONDOK PESANTREN …
PENYESUAIAN DIRI SANTRI DI PONDOK
PESANTREN TERHADAP KEGIATAN
PESANTREN
Studi Kasus di Pondok Pesantren Darunnajah
Oleh
RAHMAT IRFANI
NIM : 9919016078
Skripsi ini diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam
memperoleh gelar Sarjana Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1425 H / 2004 M
l?'ENYESUAIAN nuu SANTJU DI PONDOK PESANTREN TERHADAP
KEGIATAN l'ESANTREN
Studi Knstrn di Pomlok Pcsantren Danmnajah
Skripsi :
Diajuk:rn Kepaiia Falwltas l'silw!ogi Untuk Mcmenuhi Syarat-Syarat Mencapai
Ge!ar Sarjana l'sikologt
Oleh:
nahmat Irfani
9919016078
Di bawah bimbiugan :
i'embimbing r, Pemhimbint~ H,
t;\bdul Mujib JH. Ag
NH'. 150 238 773 NIP. 150 283 344
FAKlJLTAS PSlKOLOGI
UIN SYARlF H1HAYATULLAH JAKARTA
1425 HI 2004 M
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi yang berjudul "PENYESUAIAN DIR! SANTRI DI PONDOK PESANTREN TERHADAP KEGIATAN PESANTREN: Studi Kasus di Pondok Pesantren Darunnajah " telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Psikologi UJN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 7 juni 2004. skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar strata 1 (S1) pada Fakultas Psikologi.
Sidang Munaqasyah i I gkap Anggota, Sekretaris
Anggota
Penguji I
Ors. Ch . luddin. AS. MA
Jakarta, 7 Juni 2004
h M. Psi.
Pembimbif19 II
Ab ul Mujib M. Ag NIP. 150 283 344
e guji II
. M.si
KATA PENGANTAR
Puja dan puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang dengan
rahamat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Tak Jupa
shalawat s,erta salam kita sampaikan kepada junjungan kita yang telah
membawa kita dari kegelapan, Nabi Besar Muhammad SAW.
Penulis menyadari banyak sekali mengalami kesulitan, hambatan serta
halangan yang dihadapi dalam rangka meyelesaikan studi dan juga skripsi
ini. Karena itulah penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak
pihak yang telah membantu penulis menyelesaika studi dan skripsi ini.
lzinkanlah penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Dekan Fakultas Psikologi, lbu Dra. Hj. Netty Hartaty
2. Jbu Dra. Hj. Zahrotun Nihayah selaku Pudek Fakultas psikologi dan
juga pembimbing 1 skripsi, terima kasih atas waktu dan bimbingannya.
3. Abdul Mujib M.Ag selaku dosen pembimbing 2 yang sangat sabar dan
selalu menyemangati penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
4. Seluruh keluarga, apa, ibu atas kesabarannya serta perjuangan serta
kerja kerasnya demi tercapai cita-cita ini.
5. saudara-saudaraku Aa Hilman Te Fitri, Te amah, ka dadang, te
eneng, ka wildan, aka, ajid, obi, eva, yang selalu memberi keceriaan
dan kegembiraan. Juga pada ponakanku yang Lucu Aa Jan dan Aa
Gib cepet gede ya sayang.
6. Bapak Abdul Rahman selaku pembimbing akademik yang siap
mendengarkan keluh kesah dari penulis.
7. Bu Tya makasih atas saran dan diskusinya sehinggga telah
membuka cakrawala pemikiran penulis.
8. Dosen-dosen fakultas Psikologi serta para staff.
9. Untuk "my tweety" terimakasih untuk kebersamaannya, kesabaran
dan dorongan yang diberikan kepada penulis. Now I wan to say that
yu're the best for me. Ft forever.
1 O. untuk ustadz Rasyud Syakir terima kasih atas do' a dan dukungannya.
11. untuk adik-adik kelasku di DN, terima kasih atas tumpangan dan
datanya moga sukses aja ya ... ma anak IKPDN karim buyung hafidz
uu., aYouk , Pay ros (di tunggu undangnannya)
12. Lilis & Edho, (q'ta tunggu undangannya yah), moef ma reni kapan
konser lagi, wat risa & eva (manajer). Dewi makasih ya.... Hari
makasih beseknya, lyunk, Husni.S, Pipih, Anne, lta, LD M, Yani
makasih juga ya ... Daniel, Hudan makasih instalannya, ma Kembaran
gw moga bahagia ma Aa-nya. semua angkatan 99 terima kasih untuk
kebersamaan yang indah.
13. Buat anak kos usman (Aldi, Kodir, Awan, deni, dani) makasih atas
kebersamaannya.
14.Akhirnya terima kasih untuk semua teman -teman di fakultas psikologi
yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan sebagaimana
layaknya, baik dari segi bahasa maupun materi yang tertuang di dalamnnya.
Besar harapan penulis laporan ini dapat berguna untuk menambah
wawasan baru dan membuka cakrawala yang lebih luas bagi pembaca
sekalian. Amien
Jakarta september 2003
Penulis
ABSTRAK
Rahmat lrfani, Penyesuaian diri santri di pondok pesantren terhadap kegiatan pesantren'. studi kasus di pondok pesantren Darunnajah Jakarta, Fakultas Psikologi, Juni 2004.
Latar belakang : Penelitian ini berawal dari banyaknya santri baru yang kurang dapat menyesuaikan diri dalam lingkungan pesantren. penyesuaian diri ini terkait dengan kegiatan, peraturan, rutinitas dan sosialisasi dengan teman-teman di pondok pesantren. Hal yang paling utama dalam penyesuaian diri anak adalah penerimaan dari teman teman sebaya.
Tujuan ; Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana cara santri baru dalam menyesuaiakan diri dengan kegiatan pesantren yang harus dijalaninya selama bermukim di pondok pesantren.
Subyek penelitian : subyek penelitian ini adalah santri pondok pesantren dengan usia 11-14 tahun, menetap di pondok pesantren, baru menetap di pondok pesantren maksimal 1 tahun, dan santri yang memiliki prestasi belajar di kelas dengan kriteria tinggi sedang dan rendah dengan rujukan dari raport sekolah.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif deskriptif dengan menggunakan studi kasus. Wawancara merupakan instrumen utama dalam pengumpulan data. Sedangkan metode penunjangnya adalah observasi dan skala penilaian berbentuk check list.
Hasil : Dalam proses penyesuaian diri santri membutuhkan waktu yang cukup lama untuk dapat menyesuaikan diri terhadap kegiatan pesantren itu terbukti pada awal masuk kepesantren banyak santri yang melanggar peraturan pesantren, namun pasa akhirnya hal tersebut berkurang dengan sendirinya seiring dengan proses belajar yang mereka lakukan.
Bahan bacaan 23 ( 1968-2002)
DAFTAR ISi
KATA PENGANTAR
ABSTRAK
DAFTAR ISi
DAFTAR TABEL
BABI
BAB II
PENDAHULUAN
1. 1. Latar Belakang
1.2. ldentifikasi Masalah
1.2.1. Pembatasan Masalah
1.2.2. Perumusan Masalah
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1. Tujuan Penelitian
1.3.2. Manfaat Penelitian
1.4. Sistematika Penulisan
KAJIAN TEORI
iv
v
viii
1-9
1
7
7
7
8
8
8
9
10-41
2.1. Penyesuaian Diri. 10-32
2. 1. 1. Pengertian Penyesuaian Diri 10
2.1.2. Macam-m~!;ll Penyesuaian Diri 14
2.1.3. Faktor Yang Mempengaruhi Penyesuaian 18
BAB Ill
BABIV
2.1.4. Pendekatan Aliran Psikologi terhadap
Penyesuaian 20
2.2. Kegiatan Santri di Pondok Pesantren 32-41
2.2.1. Pengertian 32
2.2.2. Kegiatan di Pondok Pesantren 37
2.3. Penyesuaian Diri Santri di Pondok Pesantren. 38
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Desain Penelitian
3.1.1. Pendekatan
3.2. Tehnik Pengumpulan Data
3.2.1. Metode Pengumpulan Data
3.2.2. Prosedur Pengumpulan Data
3.2.3. Tehnik Analisa Data
3.3. Subjek Penelitian
3.4. Etika Penelitian
HASIL PENELITIAN
4.1. Gambaran Umum Subyek
4.2. Riwayat dan Anailis Kasus
4.2. 1. ldentifikasi dan Latar Belakang
Subjek Masuk Pondok Pesantren
42-50
42-43
42
43-48
43
47
48
48
49
51-75
51
52-74
52
4.2.2. Kesimpulan
4.3. Analisis Antar Kasus
BABV PENUTUP
5.1. Kesimpulan
5.1.1. Gambaran Penyesuaian Diri
T erhadap Kegiatan Pesantren
5.1.2. Faktor yang Mempengaruhi
Penyesuaian Diri Santri
5.2. Diskusi
5.3. Rekomendasi
DAFTAR PUSTAKA
LAMPI RAN
71
74
76-80
76-78
76
78
79 :''l(.:
80
1. Tabel 4.1
2. Tabel 4.2
DAFTAR TABEL
52
74
1.1. Latar Belakang
BAB 1
PENDAHULUAN
Keluarga merupakan lembaga pendidikan pertama bagi anak. Meskipun
keluarga bukan sebuah lembaga pendidikan formal namun pelajaran yang
didapatkan oleh anak dari keluarga pasti akan membentuk watak dan
kepribadian anak . Hal ini terjadi karena dari keluarga anak akan belajar
mengenai hal-hal yang mendasar seperti sopan santun, agama dan
bagaimana bersikap dengan lingkungan sekitar. Nilai-nilai yang ditanamkan
oleh keluarga itu akan terpola dan tertanam di dalam diri anak dan menjadi
suatu kebiasaan. Penanaman nilai-nilai atau pelajaran dari orang tua
biasanya lebih banyak terjadi melalui proses modeling di mana anak akan
mengikuti tingkah laku atau sikap orang tuanya.
Proses modelling yang terjadi terkadang tidak disadari orang tua sehingga
anak akan meniru hal tersebut tanpa tahu apakah hal itu baik atau buruk. Hal
ini membutuhkan perhatian orang tua agar perilaku anak tidak melenceng
dari norma-norma agama dan sosial. Seiring berkembangnya usia anak
semakin bertambah pula kebutuhan anak baik secara fisik maupun psikis.
Mereka akan lebih kritis dalam menanggapi suatu hal, mereka juga akan
lebih memaksa jika menginginkan sesuatu. Ada orang tua yang akan tidak
langsung menuruti keinginan anaknya, dan ada juga yang langsung
memberikan segala keinginan anaknya tanpa dipikirkan terlebih dahulu.
Hal ini akan membuat anak menjadi bergantung pada orang tua dan terbiasa
untuk dipenuhi segala keinginannya yang akan menjadikan anak jadi manja ,
2
dan tidak mandiri. Sehingga pada masa perkembangan awal anak tidak akan
mudah untuk tinggal berjauhan dengan orang tuanya.
Seiring dengan perkembangan dan pertumbuhan anak, kebutuhan anak pun
semakin meningkat. Salah satunya adalah kebutuhan akan pendidikan. Hal
ini pun akan menjadi pertimbangan orang tua, orang tua harus jeli dalam
memberikan pendidikan yang tepat bagi anaknya agar anak mampu dan siap
untuk mengikuti pelajaran yang diterimanya. Pendidikan yang diberikan pada
anak bisa melalui otodidak ataupun melalui pendidikan formal di sekolah baik
itu di TK, SD dan SL TP dan seterusnya.
Pada awal masa pembelajaran di sekolah anak akan sulit berinteraksi namun
apabila orang tua dan guru dapat mengarahkan hal tersebut terasa mudah
bagi anak. Di sekolah anak akan lebih banyak berinteraksi dengan guru dan
teman-teman hal ini yang menjadikan anak dapat bersosialisasi dengan
lingkungannya.
Masa-masa sulit bagi anak dalam berinteraksi sosial adalah ketika
perpindahan dari sekolah dasar (SD) ke sekolah menengah tingkat pertama
(SLTP). Menurut Ellias, Tobias dan Friedlander (1999) dalam bukunya cara
efektif mengasuh anak dengan EQ, "beranjak dari SD ke SMP membawa
perubahan kalau di SL TP biasanya sekolahnya lebih besar, ada anak
disekeliling mereka yang lebih besar-sebagian jauh lebih besar- jumlah
gurunya lebih banyak, mata. pelajarannya pun banyak sehingga tugas yang
diembannya pun lebih banyak dibanding sewaktu di SD" (Ellias, Tobias dan
Friedlander, 1999 ).
Hal inilah menjadikan anak harus menyesuaikan diri dengan lingkungan
baru, teman baru baik yang sebaya maupun yang lebih dewasa. Untuk
menyesuaikan diri dengan lingkungan dan teman yang baru dibutuhkan
keterampilan anak dalam membuat keputusan dan memecahkan masalah
dari tugas y13ng harus ia selesaikan.
3
Jika orang tua memasukan anaknya ke sekolah menengah umum atau yang
sederajat kegiatannya yang dilakukan oleh anak biasanya hanya terbatas
pada kegiatan sekolah ataupun kegiatan yang berkaitan dengan pelajarannya
di sekolah. Sedangkan kegiatan yang ia lakukan di rumah adalah pekerjaan
sekolah yang dibawa pulang kerumah. Sedangkan kegiatan rumah tangga
seperti mencuci, menyetrika, merapikan rumah dan sebagainya biasanya
sudah dilakukan oleh ibunya ataupun orang lain yang membantu di rumah
tersebut. Dan bagi sebagian anak ada juga yang melakukannya sendiri
namun masih dalam bimbingan orang tua. Bahkan ada juga yang tidak
melakukannya sama sekali sehingga untuk merapikan kamar tidurnyapun
masih membutuhkan orang lain untuk melakukannya.
4
Alternatif lain bagi orang tua dalam memilih pendidikan yang tepat bagi
anaknya adalah pendidikan dalam pondok pesantren, baik itu pesantren salaf
maupun pesantren modern. Pendidikan dalam pondok pesantren pada
dasarnya adalah sama dengan pendidikan di madrasah atau di sekolah
umum lainnya, namun yang membedakan adalah pelajaran yang didapat
oleh sisiwanya lebih banyak pada ajaran agama dan kebanyakan para
sisiwanyapun menetap di asrama yang telah disediakan oleh pesantren.
Dalam pondok pesantren salaf, pendidikan yang ditawarkan adalah
pendidikan agama seperti membaca Al-Quran, tafsir, hadits, fiqh, bahasa
Arab dan lain sebagainya. Biasanya metode yang digunakan adalah metode
ceramah secara klasikal atau yang di kenal dengan sorogan.
Sedangkan dalam pondok pesantren modern pendidikan yang ditawarkan
lebih beragam, karena biasanya dalam pesantren modern memakai tiga
kurikulum yaitu kurikulum Departemen Pendidikan Nasional (DEPDIKNAS) ,
kurikulum Departemen Agama (DEPAG) dan kurikulum pesantren salaf.
Hal tersebut di alas merupakan salah satu aspek yang membedakan antara
pesantren modern dan pesantren salaf, dan hal tersebut jugalah yang
memungkinkan orang tua dalam memilih pondok pesantren sebagai sarana
untuk memenuhi kebutuhan akan pendidikan bagi anaknya, karena di dalam
pondok pesantren anak akan mendapatkan pelajaran umum -yang didapat
juga pada sekolah lain- selain itu anak juga mendapat pelajaran agama dan
langsung dipraktikan sehingga anak akan terbiasa melakukan ibadah yang
harus dilakukannya sehari-hari.
5
Kegiatan yang dilakukan dalam pondok pesantren juga sangat beragam,
mulai kegiatan kurikuler seperti sekolah dan ekstrakurikuler seperti organisasi
intrasekolah , pramuka, dan kegiatan lainnya, sampai pada kegiatan umum
yang biasa dilakukan sehari-hari di rumah seperti shalat, mengaji, mencuci
pakaian dan lain-lain. Sementara di rumah biasanya anak membutuhkan
perhatian dan bantuan orang tuanya dalam hal pengerjaan kegiatan rumah
seperti mencuci, menyetrika atau menyiapkan pakaian sekolah sampai
menyiapkan buku-buku pelajaran dan alat-alat tulisnya. Namun di pondok
pesantren hal tersebut harus dilakukannya sendiri tanpa ada perhatian dan
bantuan dari orang tuanya, sehingga anak di tuntut untuk mandiri.
6
Dalam mencapai suatu tingkat kemandirian dalam pondok pesantren seorang
anak harus dapat menyesuaiakan diri dengan kehidupan pesantren terlebih
dahulu, baik itu secara fisik maupun secara psikis.
Menurut Murai yang dikutip oleh Budi Harjo dalam anima Vol VII des 91 agar
anak memiliki kemampuan yang baik dalam hat penyesuaian diri, diperlukan
suatu pola relasi antara anak dan orang tua yang tidak menghambat
pemenuhan kebutuhan anak, dan terhambatnya pemenuhan kebutuhan anak
menimbulkan frustasi. Dan frustasi memungkinkan timbulnya indelequency,
inferior, ataupun insecurity yang mengarah pada timbulnya tingkahlaku yang
agresif, rasa bermusuhan dan menarik diri dari lingkungan.
Dalam hat penyesuaian diri yang dilakukan anak yang berasal dari rumah
dan hanya mendapat pelajaran umum sewaktu di sekolah dasar kemudian
harus belajar ke pesantren yang mempelajari pelajaran agama yang
memakai bahasa yang berbeda, dan memiliki aturan yang berbeda, dengan
orang-orang yang berbeda, dan harus berinteraksi dengan orang orang yang
relatif lebih dewasa dan lebih besar, juga membutuhkan kemandirian yang
tinggi dalam hal manajemen diri tentunya membutuhkan suatu penyesuaian
yang relatif lama dan sulit. Dan hat ini yang menarik peneliti untuk melakukan
penelitian ini. Dengan judul "PENYESUAIAN DIRI SANTRI DI PONDOK
PESANTREN TERHADAP KEGIATAN PESANTREN: STUDI KASUS DI
PONDOK PESANTREN DARUNNAJAH"
1.2. ldentifikasi Masalah
1.2.1. Pembatasan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka timbul permasalahan yang menarik
bagi peneliti, dan agar memudahkan penelitian ini maka kiranya perlu ada
pembatasan masalah sebagai berikut:
Penyesuian diri santri baru di pondok pesantren ini meliputi penyesuaian diri
terhadap kegiatan, tata tertib, rutinitas, dan teman teman di lingkungan
pesantren. Penelitian ini di fokuskan pada anak kelas satu madrasah
Tsanawiyah usia 11-14 tahun.
1.2.2. Perumusan Masalah
Masalah yang akan kami teliti dalam pene"litian ini adalah:
Bagaimana cara santri baru dalam menyesuaikan diri terhadap kehidupan di
pondok pesantren. Faktor apa saja yang mempengaruhi penyesuaian diri
3nak di pondok pesantren.
7
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana cara santri baru dalam
menyesuaiakan diri dengan kegiatan pesantren yang harus dijalaninya
selama bermukim di pondok pesantren.
1.4.2. Manfaat Penelitian
Secara teoritis penulis berharap agar penelitian ini dapat menambah
khasanah keilmuan bagi bidang psikologi pendidikan khususnya di pondok
pesantren. Dan berguna bagi penelitian selanjutnya.
Secara praktis penulis berharap agar penelitianan ini dapat membantu
pembimbing di pondok pesantren dalam mengidentifikasi anak dan
mengatahui masalah-masalah yang terjadi dalam diri anak khususnya
penyesuaian diri . Membantu orang tua dalam hal penyesuaian diri anak di
pondok pesantren.
1.5. Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan penulisan skripsi ini maka penulis membagi skripsi
kedalam lima bab :
8
9
Bab I Pendahuluan yang meliputi penulisan latar belakang masalah,
pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan dan
manfaat penelitian serta sistematika penulisan.
Bab II
Bab Ill
Bab IV
Bab V
Kajian teori yang meliputi definisi penyesuaian diri, pengertian
penyesuaian diri, macam-macam penyesuaian diri, faktor-faktor
yang mempengaruhi penyesuaian diri, pendekatan aliran
psikologi terhadap penyesuaian, pengertian pondok pesantren,
macam-macam pondok pesantren, kegiatan dalam pondok
pesantren, penyesuian diri dalam pondok pesantren.
Metodologi penelitian yang meliputi d~ain penelitian, tehnik
pengumpulan, metode pengumpulan data prosedur
pengumpulan data dan tehnik analisis data, subjek penelitian,
serta etika penelitian.
Hasil penelitian gambaran umum subjek , riwayat dan analisis
kasus, analisis antar kasus.
Penutup yang meliputi kesimpulan, diskusi dan rekomendasi.
BAB2
KAJIAN TEORI
Dalam bab dua ini di sajikan beberapa kajian teori mengenai penyesuaian
diri, macam-macamnya, penyesuaian menurut mazhab-mazhab psikologi,
serta beberapa definisi tentang pondok pesantren, macam macam dan
kegiatan-kegiatan yang biasa dilakukan di pesantren.
2.1. Penyesuaian Diri
2.1.1. Pengertian Penyesuian Diri
Menurut poerwadaminta (1976) Ada dua kata dalam bahasa asing yang
kalau diartikan ke dalam bahasa Indonesia mempunyai arti yang sama yaitu
penyesuaian diri, kata tersebut adalah adjustment dan adaptation.
Pandangan yang berbeda dikemukakan oleh Lazarus (1969) dalam bukunya
patterns of adjustment, tentang kedua istilah tersebut Lazarus mengartikan
istilah adaptation sebagai suatu konsep biologis yaitu suatu struktur dan
proses biologis yang memudahkan individu untuk bertahan di lingkungannya.
Namun konsep adaptation ini kemudian mulai dikembangkan oleh para
psikolog dan akhirnya muncul istilah baru yaitu adjustment dan meciurut
Lazarus adjustment adalah :
11
"Adjustment consist of psychological proses by means of which the individual
manages or copes with various demand on pressures" ~Lazarus, 1969 h. 18)
Penyesuaian diri adalah proses psikologi yang merupaJan alat bagi individu
untuk mengatur atau mengatasi tekanan dan tuntutan.
Sedangkan menurut Prof. Dr. Musthafa Fahrni dalam bukunya At-Takawuf
An-nafsiy yang diterjemahkan oleh prof. Dr. Zakiah Daradjat (1982) dalam ,
bukunya yang berjudul penyesuaian diri pengertian dan peranannya dalam
kesehatan mental, proses penyesuaian diri adalah dinamika yang berlujuan
untuk mengubah kelakuan agar terjadi hubungan yang lebih sesuai antara
dirinya dan lingkungannya (Muthafa Fahrni; ZakiahDaradjat, 1981 h. 14).
Sedangkan menurut Schneiders (1964) seperti yang dikutip oleh tanara
(1991) dalam anima vol VII penyesuaian diri organisasi, penyesuaian diri
adalah suatu proses yang mencakup respon mental dan tingkah laku, yaitu
individu berusaha keras agar mampu mengatasi konflik dan frustasi karena
terhambat kebutuhan da/am dirinya dan tuntutan luar dirinya atau
lingkungannya (Schneider 1964; Tanara, 1991 h. 23)
Menurut Haber dan Ruyon (1984) seperti yang dikutip oleh Nita Pandriani
Nainggolan (2000) dalam skripsinya penyesuaian diri dan dukungan pada
orang tua yang mempunyai anak autisma: studi kualitatif pada em pat orang
tua anak , "adjusment is an angoing proses that will continue throughout the
12
life"(Haber dan Ruyon, 1984; Nita, 2000 h. 10) penyesuaian diri adalah suatu
proses yang berkelanjutan sepanjang hidup.
Sedangkan menurut Grasha dan Kirschenbaum {1980) dalam bukunya
psychology of adjustment and competence: an applied approach, "adjusment
is our ability to cope with the problem and demands of our
environment".(grasha dan kirschenbaum, 1980 h. 12), penyesuaian diri
adalah kemampuan kita untuk mengatasi masalah yang kita hadapi dan
tuntutan lingkungan.
Dan menu rut Atwater ( 1983) dalam bukunya psychology of adjustment ,
seperti yang dikutip Tanara (1991) dalam anima vol VII penyesuaian diri
organisasi menyebutkan bahwa penyesuaian diri terdiri dari perubahan dalam
diri dan lingkungan di sekitar kita yang kesemuanya ini diperlukan untuk
memuaskan hubungan dengan lingkungan sekitar kita dan orang lain.
Menurut Atwater perubahan semacam ini berkaitan dengan dua hal yang
timbal balik yang pertama perubahan dalam diri kita agar sesuai dengan
lingkungan dan yang kedua perubahan lingkungan agar sesuai dengan cara
kita dalam memenuhi kebutuhan kita (Atwater 1983; Tanara 1991 h. 24)
Sedangkan menurut Watson dan Tharp (1972) dalam bukunya self-direction
behavior; self modification for personal adjustment, "to arrange, compose,
harmonize; to come to terms; to arrange the parts suitably to themselves and
to something else; and to do this according to the laws which govern this
harmony". (Watson and tharp, 1972 h. 10) Definisi penyesuaian diri adalah
menata , mengubah dan menyeimbangkan sehingga mencapai persetujuan;
menata kembali bagian bagian sehingga sesuai dengan dirinya dan orang
lain. Dan menyesuaikan tingkah laku dengan peraturan yang telah
ditetapkan.
13
Menurut Lazarus (1969) ada dua tuntutan yang membutuhkan penyesuaian
diri yaitu tuntutan eksternal dan tuntutan internal. Tuntutan eksternal antara
lain tuntutan fisik yang datang dari lingkungan seperti sakit, bahaya dan lain
lain; dan tuntutan sosial seperti tuntutan orang lain agar seseorang secara
nyata atau tidak melakukan, memikirkan dan merasakan sesuatu. Dan
tuntutan yang kedua yaitu tuntutan internal yaitu tuntutan kebutuhan jaringan
tubuh seperti makan,minum dan lain-lain serta tuntutan motif sosial seperti
menyayangi dan disayangi, dihormati dan lain-lain. Dan ketika tuntutan
aksternal dan internal tersebut melewati batas kemampuannya maka akan
imbul dengan apa yang dinamakan stress (Lazarus, 1969 h. 161-166)
)ari beberapa definisi di atas dapat diambil kesimpulan bahwa penyesuaian
liri adalah suatu proses psikologis, merupakan kemampuan kita untuk
nengatasi masalah dan tekanan yang berasal dari lingkungan, merupakan
emenuhan kebutuhan dari dirinya dan lingkungannya. Dan merupakan
roses yang berkelanjutan sepanjang hidup kita.
2.1.2. Macam-Macam Penyesuaian Diri
Penyesuaian yang baik (good adjusment)
14
Menurut Abe Arkoff ( 1968) dalam bukunya adjustment and mental health, "a
person who has made good adjusment or one who is called mental healthy
demonstratesa patterns of behavior or person characteristics wich are valued
or considered considerable" (Arkoff, 1968 h. 206). Seseorang yang
mempunyai pola penyesuaian diri yang baik atau orang yang disebut sebagai
orang yang sehat mentalnya menunjukan pola tingkah laku atau karakteristik
yang sesuai dengan yang diinginkannya.
Menurut Haber dan Ruyon (1984) seperti yang dikutip oleh Nita Pandriani
Nainggolan (2000) dalam skripsinya penyesuaian diri dan dukungan pada
orang tua yang mempunyai anak autisma: studi kualitatif pada empat orang
tua anak , mengatakan bahwa seseorang dapat dikatakan mempunyai pola
penyesuaian diri yang baik apabila memiliki beberapa kriteria dibawah ini
Yang pertama yaitu mempunyai persepsi yang akurat terhadap realitas.
Persepsi yang akurat terhadap kenyataan ini merupakan syarat munculnya
penyesuaian diri yang baik , persepsi ini biasanya diwarnai dengan keinginan
dan motivasi. Untuk mencapai hal tersebut dalam kehidupan sehari-hari
individl! pada kenyataannya harus memodifikasi tujuan yang ingin dicapainya
sehingga ia dapat mencapai tujuan tersebut.sehubungan dengan itu aspek
yang terpenting bagi individu adalah kemampuan individu untuk mengenali
konsekuensi dari tindakannya dan kemampuan mengarahkan tingkah
lakunya sehingga sesuai dengan norma yang ada dalam lingkungannya.
Yang kedua yaitu kemampuan mengatasi stress dan kecemasan. Dalam ,
kehidupan sehari-hari biasanya setiap individu akan menghadapi suatu
masalah. Masalah yang dihadapi tersebut ada yang dapat terselesaikan
dengan mudah dan ada yang tidak dapat diselesaikan dengan mudah, dan
ketika masalah yang dihadapinya sulit untuk terselesaikan maka biasanya
15
akan menimbulkan stress, dan apabila individu tersebut tidak dapat
mengatasi stress yang datang maka ia dapat disebut dengan individu yang
kurang dapat menyesuaikan diri.
Kriteria yang ketiga yaitu memiliki citra diri positif. Citra diri merupakan salah
satu indikator dari penyesuaian diri, dan persepsi merupakan salah satu
indikator dari citra diri, ketika persepsi tidak disetujui dan individu tidak
mampu mengharmonisasikan persepsi tersebut maka ia akan menjadi
maladjustment tetapi apabila individu tersebut dapat mengharmonisasikan
persepsi tersebut maka ia dapat dikatakan sebagai orang yang mampu
menyesuaikan diri.
Yang keempat yaitu kemampuan mengekspresikan perasaan. Dalam
mengekspresikan perasaannya biasanya individu yang mempunyai pola
16
penyesuaian diri yang baik mampu mengontrol emosi atau perasaannya
sehingga apabila ia bergembira iapun tidak terlalu larut dalam kegembiraan
dan begitu juga sebaliknya apabila ia bersedih iapun tidak terlalu larut dalam
kesedihannya. Biasanya orang seperti ini mempunyai kontrol diri yang baik,
yang tidak mengontrol secara berlebihan dan tidak juga membiarkan dirinya
tanpa kontrol sama sekali.
Yang kelima yaitu mempunyai hubungan interpersonal yang baik. orang
yang mempunyai pola penyesuaian diri yang baik akan mampu mencapai
keakraban yang mudah dalam hubungannya dengan kelompok sosial. Dan
biasanya ia mampu membuat orang lain merasa nyaman ketika berinteraksi
dengannya dan dia pun akan merasa nyaman bila berinteraksi dengan
individu atau kelompok sosial yang lainnya. (Haber dan Ruyon 1984; Nita
Pandriani Nainggolan, 2000 h. 26-28)
, Maladjusment
Menurut Buss seperti yang dikutip Adam E. Henry (1972) dalam bukunya
psychology of adjusment, ada beberapa kriteria dalam menetukan
penyesuaian yang buruk yaitu discomfort, bizarrenes, dan inefficiency.
Discomfort atau ketidaknyamanan dapat di sebabkan oleh beberapa faktor
antara lain indisposition, worry, depresion dan lain sebagainya. Kurang enak
badan atau indisposition dapat di sebabkan oleh rasa lelah, sakit, mual dan
rasa muak yang di sebabkan oleh faktor biologis atau faktor lainnya.
Kecemasan atau worry dapat di sebabkan oleh rasa takut yang tidak
realistis, khawatir akan masa depan yang tidak pasti dan gelisah. Depresi
atau depresion dapat di sebabkan oleh berbagai sebab antara lain gaga!
dalam ujian, kekacauan dalam menangani pekerjaan atau bisa juga
disebabkan oleh kehilangan seseorang yang dicintai.
17
Bi=arrenes are Unusual deviation from sosial norm or reality, prilaku yang ganjil
adalah tingkah laku yang menyimpang dari norma sosial dan kenyataan.
Beberapa penyakit yang menyimpang atau yang termasuk dalam bizarrenes
antara lain adalah delusi, halusinasi, amnesia, phobia serta kompulsif.
Termasuk juga diantaranya kenakalan remaja yang kronis atau chronic
delinquency dan penyimpangan seksual
lneficiency atau ketidak berdayaan, banyak cara bagi individu untuk
menyelesaikan masalahnya, dan banyak pula pola respon yang tercipta
dalam mengerjakan masalahnya. Terkadang pola respon tertentu kurang
praktis sehingga masalah tidak dapat terselesaikan. Ketidak berdayaan
dalam menyelesaikan masalah secara ekstrim dianggap abnormal oleh
lingkungan sosial. Ada dua cara dalam mengukur ketidak berdayaan
seseorang yaitu membandingkan potensi individu dengan kemampuannya
dan membandingkan kemampuannya dengan tugas yang diembannya
(Adam E. Henry, 1972. h 11 ).
Yang dimaksud maladjustment di sini bukan berarti individu tersebut tidak
dapat menyesuaikan diri sama sekali, sebenarnya dia dapat menyesuaikan
diri namun tidak seperti kebiasaan orang normal sehingga orang lain
mengangap dia mempunyai pola penyesuaian diri yang buruk.
2.1.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyesuaian Diri
Menurut Prof. Dr. Zakiah Daradjat (1993) dalam bukunya kesehatan mental,
faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri adalah:
frustrasi
Frustrasi adalah proses yang menyebabkan orang merasa akan adanya
hambatan terhadap terpenuhinya kebutuhan kebutuhan atau menyangka
bahwa akan terjadinya sesuatu hal yang menghalangi keinginannya.
Frustrasi ini terkait dengan stress, stress sendiri terbagi dua stress yang
positif atau austress dan stress yang negatif atau distress. Apabila orang
tersebut mampu mengatasi stress maka sebut dengan austress dan orang
yang demikian dapat dikatakan orang yang mempunyai penyesuaian diri
yang baik dan apabila orang tersebut tidak mampu mengatasi stress yang
datang maka ia disebut dengan distress dan orang yang demikian itu dapat
dikatakan dengan orang yang tidak mampu menyesuaikan diri.
konflik
18
konflik atau pertentangan batin adalah terdapatnya dua macam dorongan
atau lebih, yang berlawanan atau bertentangan satu sama lain.
19
Menurut Zakiahkonflik itu terbagi tiga yang pertama yaitu konflik terhadap dua
hal yang diingini, yang tidak mungkin di ambil keduanya, misalnya seorang
gadis yang dilamar oleh dua orang pemuda yang sama-sama di cintainya,
jika ia memilih A maka ia akan kehilangan yang B begitu juga sebaliknya.
Yang kedua yaitu konflik terhadap dua hal yang bertentangan, contohnya
adalah seorang anak yang ingin naik gunung tetapi oleh sang ibu dilarang, di
satu sisi sang ibu tidak ingin kalau anaknya tidak mempunyai pengalaman
yang menarik di saat Ii bu ran, tetapi di sisi yang lain ibu tersebut juga takut
kalau anaknya mengalami kecelakaan di jalan. Yang ketiga yaitu konflik
terhadap dua hal yang tidak diingini contohnya adalah seorang militer yang
turun ke medan perang ia tidak ingin membunuh lawannya tetapi kalau ia
tidak membunuh maka ia akan dibunuh oleh lawannya.
kecemasan
kecemasa~ adalah manifestasi dari berbagai proses emosi yang bercampur
baur, yang terjadi ketika orang sedang mengalami tekanan perasaan
(frustasi) dan pertentangan batin (konflik).
Kecemasan itu mempunyai segi yang di sadari seperti rasa takut, terkejut,
tidak berdaya, rasa berdosa, juga ada segi-segi yang terjadi di luar
kesadaran dan tidak bisa menghindari perasaan yang tidak menyenangkan.
20
Kecemasan pun menurut Zakiahdapat di sebabkan oleh beberapa hal yang
pertama yaitu rasa cemas yang timbul akibat melihat dan mengetahui ada
bahaya yang mengancamnya. Contohnya adalah seorang pejalan kaki yang
melihat moibil berkecepatan tinggi datang menuju kearahnya seakan-akan
ingin menabraknya tentunya ia akan merasa takut dan mencoba untuk
menyelamatkan diri. Yang kedua rasa cemas berupa penyakit dan terlihat
dalam beberapa bentuk yaitu takut terhadap hal yang tidak jelas, tidak tentu,
dan tidak ada hubungannya dengan apa-apa, serta takut itu mempengaruhi
kepribadian seseorang. Bentuk yang lainnya adalah kecemasan yang
ditimbulkan oleh benda-benda yang ada kaitan dengan dirinya.' Yang ketiga
kecemasan yang disebabkan oleh rasa berdosa atau bersalah karena
melakukan sesuatu yang bertentangan dengan hati nuraninya. Cemas ini
juga dapat diikuti denngan beberapa gejala baik itu fisik seperti jantung
berdebar-debar, ujung jari berkeringat, dan lain-lain; dan gejala psikis seperti
tidak nyaman, rasa takut yang berlebihan, gelisah, tidak percaya diri, merasa
rendah diri dan lain-lain. (ZakiahDaradjat, 1993 h. 24-28)
2.1.4 Pendekatan Aliran Psikologi Terhadap Penyesuaian
Di bawah ini merupakan pendekatan dari aliran psikologi terhadap
penyesuaian yang dikutip dari Calhoun dan Acocella (1990) dalam bukunya
psychology of adjustment and human relationship yang diterjemahkan oleh
R.S Satmoko (1995) psikologi tentang penyesuaian dan hubungan
kemanusiaan
21
Psikoanalisa
Tidak dapat dipungkiri bahwa Freud merupakan tokoh psikoanalis yang
sangat berpengaruh pada pemikiran tentang psikologi bagi para psikolog
sesudahnya, oleh karena itu penulis tertarik untuk membahas pemikirannya
tentang penyesuaian.
Menurut Freud (1920) proses penyesuaian pada orang dewasa itu dapat
terjadi tergantung dari terpuaskan atau tidaknya naluri pada fase
perkembangan awal manusia, apabila pada masa-masa awal tersebut terjadi
pengalaman yang tidak menyenangkan di waktu menyusui atau diwaktu
berlatih bersih-bersih (toilet training), atau terjadi pemanjaan, keadaan
tertekan dan kekurang konsistenan orang tua dalam menerapkan pelatihan
yang sesuai bagi anak, biasanya anak akan mengalami konflik yang berat
dan hal ini dapat melemahkan ego, menghambat kedewasaan anak dan anak
akan mengalami fiksasi dan regresi. Dalam proses yang disebut fiksasi anak
akan mengalami kemunduran pada fase sebelumnya, sehingga ego untuk
menyenangkan id kembali jatuh pada ukuran infantil dan tidak menemukan
kedewasaan. Contohnya adalah individu yang mengalami fiksasi atau
kembali dari fase sebelumnya dari fase anal ke fase oral biasanya individu
tersebut terlihat sering memainkan bibir atau Iidahnya, bertingkah laku biasa
tergantung dan terlihat seperti kelaparan. Akibat lain dari kemunduran
perkembangan adalah regresi yaitu kembalinya perkembangan rnanusia
kepada fase-fase manapun sesudahnya. Contohnya adalah orang dewasa
yang selalu jengkel apabila ada orang yang menghalangi keinginannya
walaupun orang yang menghalangi tersebut bermaksud baik.
22
Sebaliknya penyesuaian yang baik dapat terjadi, bila terdapat keseimbangan
yang rasional, pada waktu anak-anak dari pemuasan dan dorongan yang
datang. Contoh apabila orang tersebut mencapai keselarasan antara id, ego
dan superego biasanya apabila ia diajak berkelahi, maka ia akan menolak
ajakan itu, karena dorongan yang digunakan orang tersebut untuk
menyerang biasanya terbentur oleh superego yang melarang untuk berbuat
kejahatan. Sebaliknya ia akan menjadi hakim atau atlit beladiri untuk
dijadikan pemuas dorongan tersebut sehingga lebih bernilai dan lebih diakui.
Kesimpulannya bahwa orang yang menyesuaikan diri pada dasarnya terkait
oleh id akan tetapi dengan bantuan ego yang sehat individu mampu
mengatasi konflik tersebut. (J.F. Calhoun dan J.S. Acocella 1990; R.S.
Satmoko, 1995 h. 19-21)
Neo-psikoanalis
Frued memiliki sejumlah pengikut yang brilian yang memisahkan diri dari
Frued karena menurut mereka ada beberapa kekeliruan dari pemikiran Frued
diantaranya adalah Freud memandang id sebagai motivator dasar di dalam
tingkah laku manusia, ego mengatur id tetapi hal tersebut tidak mampu
23
menggantikan tiap dorongan itu sendiri. Oleh karena itu sekalipun fungsinya
mungkin rumit, ego tidak mampu menjelaskan kepribadian manusia yang
sebenarnya dan inilah hak istimewa dari id. Pandangan yang bertentangan
dengan itu, penganut neo-fruedian memberi argumentasi tentang fungsi ego
persepsi, memori, problem solving, kreativitas- sama pentingnya dengan id,
karena menurut mereka ego mempunyai kekuatan sendiri untuk mengatur.
Pertentangan yang lainnya adalah pertentangan mengenai penyesuaian
sosial menurut Freud penyesuaian diri terjadi apabila anak mampu menjalani
lima tahap perkembangan manusia dengan baik . Sedangkan para neo
psikosnslis memandang bahwa penyesuaian diri adalah suatu kemampuan
dan maladjustment adalah suatu ketidak mampuan, membentuk kasih
sayang dan keakraban dengan orang lain. Untuk menggambarkan kedua
pertentangan tersebut, kita akan tinjau pemikiran dari Erich Fromm dan Erik
Erikson.
Fromm (1947) menekankan pentingnya masyarakat bagi penyesuaian
manusia. dalam pandangan Freud kepribadian manusia dewasa dibentuk
oleh pemuasan biologis tidak terlalu banyak dibentuk oleh watak masyarakat,
sedangkan menurut Fromm, pribadi yang pasif dan tergantung merupakan
pembentukan dari masyarakat yang otoriter, masyarakat kapitalis membentuk
manusia menjadi pribadi seperti robot yang tidak tahu mawas-diri ataupun
orang lain dan memandang segala sesuatunya sebagai komoditi yang
diperjual-belikan, sedangkan pribadi yang produktif hanya dapat diciptakan
oleh masyarakat yang idealistis, pribadi yang produktif adalah pribadi yang '
mampu menyayangi dan mengerahkan diri sehingga dapat meningkatkan
24
kemampuannya, pribadi yang produktif inilah menurut Fromm yang
mempunyai penyesuaian yang bagus. Karena menurut Fromm tidak hanya
masyarakat yang menciptakan kepribadian tetapi melalui kepribadian kita kita
juga dapat membina masyarakat.
Sedangkan menurut Erikson (1963) penyesuaian dapat terjadi berdasarkan
kemelut yang mengikuti hubungan individual dengan orang lain. Pada tahun
pertama perkembangan manusia misalnya keharmonisan dan
ketidakharmonisan hubungan orang tua dan anak menghasilkan
kepercayaan dan ketidak percayaan terhadap orang lain. Pada tahun kedua
masa perkembangan anak bila latihan bersih-bersih dan belajar berjalan
yang dilakukan anak berlangsung dengan baik maka anak akan mampu
otonomi dan mempunyai kepercayaan diri yang baik, dengan begitu dapat
dipastikan anak akan mampu melakukan penyesuaian dengan baik.
Menurut Erikson (1963) setiap fase perkembangan manusia mempunyai
kemelut yang dapat diselesaikan oleh individu secara konstruktif ataupun
destruktif. Penyelesaian dari kemelut yang tidak baik pada fase tertentu dari
perkembangan manusia akan melemahkan ego, sehingga individu tersebut
kurang mampu menyesuaikan diri, tetapi manusia tersebut tetap melakukan
penyesuaian, kadang berjalan lumayan sukses.
Teori ini berbeda dengan teori Freud dalam beberapa hal yang pertama,
dalam sistem Erikson, ego berfungsi lebih sulit dari pada id yang hanya
25
dijadikan pemuas nafsu seperti yang dikemukakan Freud. Karena ego
menurut Erikson mempunyai kekuatan untuk berdiri sendiri yang bertugas
untuk menyelesaikan masalah. Kedua, dalam sistem Erikson kemelut dan
jalan keluarnya dinyatakan secara umum dengan istilah sosial. Pada Freud
fase-fase tersebut dinyatakan dengan fase psikoseksual namun pada Erikson
dinyatakan dengan fase psikososial. Jadi senada dengan Fromm, Erikson
pun mengungkapkan penyesuaian merupakan kapasitas untuk membentuk
hubungan yang hangat dan dapat dipercaya dengan orang lain (J.F. Calhoun
dan J.S. Acocella 1990; R.S. Satmoko, 1995 h.21-24).
Teori Behavioral
Psikologi behavioral dikembangkan sebagai reaksi terhadap teori psikoanalis, '
para behaviorisme merasa tidak puas terhadap teori psokoanalis yang
cenderung subjektif, menurut psikologi behavioris kepribadian manusia tidak
bisa diterangkan hanya dengan hal yang tidak dapat diamati dan tidak dapat
diukur {id, ego, dan super ego). Untuk memperbaiki situasi ini, mereka
mengajukan bahwa psikologi ini harus dipelajari berdasarkan rumusan yang
khusus, tingkah laku yang dapat diukur-benda yang dapat dilihat, dan
sebab-sebab yang dapat dilihat dari tingkah laku tersebut.
26
Berdasarkan behaviorisme klasik, orang yang terlibat dengan tingkah laku
tertentu mereka akan mempelajarinya melalui pengalaman-pengalaman
tedahulu, dan menghubungkan tingkah laku tersebut dengan hadiah-hadiah.
Seperti pada kejadian orang yang menghentikan tingkah laku tertentu akibat
tidak mendapatkan hadiah dari lingkungannya.
Namun, seiring dengan meluasnya teori behavioris, maka pemikiran tentang
teori ini pun semakin beragam, sehingga banyak ahli psikologi sekarang
merasa bahwa tingkah laku manusia tidak hanya dapat dijelaskan dengan
hadiah dan hukuman eksternal saja, pikiran dan perasaan atau kejadian
internal lainnya harus diperhitungkan juga.
Behaviorisme Kognitif
Menurut behaviorisme kognitif penyesuaian yang baik merupakan
kemampuan untuk mengartikan kejadian-kejadian secara nyata dengan aka!
yang positif, sehingga menghasilkan yang dapat lebih menyempumakan
penyesuaian diri pada menghancurkan dirinya sendiri.
Menurut Walter Mischel (1973) tingkah laku merupakan hasil sating
berhubungan antara karakteristik pribadi dengan lingkungan. Menurut
27
Mischel bagaimanapun individu sama pentingnya dengan situasi disatu sisi
ada variabel situasional contohnya dengan siapa anda bicara, di mana anda
bicara, dan bagaimana kondisi udara disekitar anda. Dan variable personal
seperti kemampuan-kemampuan anda, harapan- harapan, nilai-nilai dan
kebiasaan anda berpikir. Saling berkaitan dalam hal penyesuaian diri.
Teori Mischel ini memiliki kelebihan dan kekurangan antara lain,
kekurangannya kaum behavioris di satu pihak memperhatikan proses mental
yang tidak dapat diamati, dan membuang peraturan-peraturan yang sangat di
junjung tinggi oleh behavioris klasik. Dan kelebihannya adalah karena kaum
behavioris kognitif nampaknya menyajikan penjelasan tentang kegiatan
tingkah laku manusia yang lebih lengkap dan karena itu juga kaum behavioris
kognitif ini lebih realistis dalam memandang tingkah laku manusia (J.F.
Calhoun dan J.S. Acocella 1990; R.S. Satmoko, 1995 h. 24-25).
Teori Humanistik
Kaum humanistik berpendapat bahwa penyesuaian yang ideal merupakan
lebih dari sekedar penyelesaian secara sederhana, atau juga penyelesaian
yang berhasil dengan keadaan yang nyata yang terdapat dalam kehidupan
anda. Untuk dapat mengetahui teori humanistik kita perlu melihat pada
humanistis yang sangat berpengaruh yaitu Abraham Maslow dan Carl Roger.
Sumbangan yang sangat berpengaruh dari Abraham maslow adalah teori
hierarki kebutuhan. Menurut maslow (1954) penyesuaian yang diajarkan oleh
teori psikologi sebelumnya yaitu psikodinamika dan behavioris- pemenuhan
28
kebutuhan biologis, mendapatkan teman, belajar menghargai diri sendiri
sebenarnya hanyalah persiapan untuk menghadapi tantangan yang lebih
tinggi yaitu aktualisasi-diri sebagai pemenuhan secara sempuma potensi unik
seseorang.
Maslow mengurutkan kebutuhan manusia atas 5 tahap,
Pertama yaitu kebutuhan fisik seperti lapar, haus dan dorongan seksual.
Kedua yaitu kebutuhan akan rasa aman seperti bebas dari bahaya dan
merasa tentram.
Ketiga yaitu kebutuhan akan rasa cinta seperti dapat mencintai dan dicintai,
mempunyai anggota keluarga, dapat berhubungan dengan orang lain, dan
menjadi anggota suatu kelompok.
Keempat yaitu kebutuhan akan kepercayaan diri, merasa mampu, mendapat
kepercayaan dan pengakuan.
Kelima yaitu aktualisasi diri atau kebutuhan untuk mencapai kemampuan unik
seseorang. Menurut maslow (1954) setiap tipe kebutuhan harus terpenuhi
terlebih dahulu sebelum kebutuhan berikutnya diupayakan.
29
Menurut ma slow ( 1954) penyesuaian yang optimal baru terjadi apabila orang
tersebut telah memenuhi keempat kategori kebutuhannya terdahulu
secukupnya, untuk selanjutnya mengarah pada aktualisasi diri: suatu
ekspresi yang bebas dan sempurna dari kemampuan dasar serta
kemampuan-kemampuan selanjutnya yang telah dimiliki.
Rogers, sama halnya dengan maslow yang memberi batasan tentang
penyesuian diri dengan aktualisasi diri, menurut Rogers (1951) kunci dari
aktualisasi diri adalah konsep diri, yang merupakan sebagian besar
pengalaman kita pada waktu kecil, khususnya dengan orang tua kita sendiri.
Sumbangan khusus dari teori konsep diri ini adalah telah dapat menjelaskan
mengapa sebagian orang berhasil dalam mencapai aktualisasi diri dan
mengapa sebagian lagi tidak berhasil.
Semua anak secara alamiah mendambakan kehangatan dan penerimaan
dari orang tuanya, namun banyak dari orang tua hanya mau menerima
anaknya dengan kondisi suatu tingkahlaku tertentu seperti yang mereka
harapkan. Dan kondisi ini yang menurut rogers akan menjadi penyebab
terjadinya konsep diri anak tidak lumrah dan terbatasi.
Bila orang tua menuntut anaknya menjadi baik maka anak akan
menggambarkan dirinya agar menjadi baik, baik di sini adalah baik menurut
orang tuanya, sehingga dia akan menghapus dari kesadarannya setiap
pengalaman yang bertentangan dengan kebaikan dirinya. Kerugian yang di
dapat adal"!h bahwa kekuatan orang tersebut disia-siakan bagi pertahanan
konsep-diri yang tidak realistis yang seharusnya dapat digunakan untuk
mengekspresikan secara sempurna sesuatu ysebenarnya merupakan
pengalaman yang sangat bermacam macam bagi dirinya di dunia. Bagi
Rogers pra syarat yang terpenting untuk tercapainya aktualisasi-diri adalah
konsep-diri yang luas dan fleksibel, sehingga kita dapat menyerap semua
pengalaman dan mengekspresikan diri kita secara penuh (J.F. Calhoun dan
J.S. Acocella 1990; R.S. Satmoko, 1995 h26-29).
Teori eksistensial
30
Seperti halnya kaum Humanis teori eksistensial pun mempelajari suatu
kepribadian yang dinamis dalam memandang manusia. Namun yang
membedakannya dari kaum humanis adalah prosesnya. Pada teori humanis
manusia akan mencapai aktualisasi diri setelah semua kebutuhan yang di
bawahnya terpenuhi tetapi pada eksistensialis manusia akan mencapai
kebermaknaan hidup dengan cara pengembangan diri pribadi yang sesuai
dengan cita-cita orang tersebut.
Para eksistensialis sependapat dengan para humanis yang memandang
tingkah laku sebagai hasil dari pilihan yang bebas. Mereka juga sependapat
dengan para humanis bahwa persepsi dan kesanggupan kemampuan tiap
orang adalah sama sekali unik dan bahwa penyesuaian yang baik berarti
31
suatu realisasi penuh tentang kesanggupan seseorang. Namun yang
membedakan antara para humanis dan para eksisitensialis adalah dalam hal
bagaimana mereka mencapainya. Bagi para humanis, aktualisasi-diri
merupakan suatu hal yang agak otomatis seperti halnya bunga, manusia
akan mencapai perkembangan penuh apabila telah mencapai tahap
perkembangan di bawahnya. Sedangkan bagi para eksistensialis,
perkembangan penuh potensi seseorang merupakan proses yang lebih
sukar, membutuhkan perjuangan yang menyakitkan, dalam kesepian dan
ketakutan.
Menurut Frankl (1962) kekuatan motivasi yang utama dari kehidupan
manusia bukanlah keinginan untuk bersenang-senang atau keinginan untuk
berkuasa, melainkan keinginan untuk bermakna. Satu-satunya jalan untuk
mencapai kebermaknaan hidup adalah dengan jalan mengikuti nilai-nilainya,
apa yang kita lakukan beberapa untuk mencapai tujuan, memperhatikan
orang lain, dan mencoba meruml,lskannya dengan kesulitan.
Frankl (1962) berpendapat bahwa psikologi tradisional akan menghasilkan
gambaran yang rancu dari keadaan manusia apabila meninggalkan
kehidupan rohani. Menurut-nya pernyataan spiritual tersebut merupakan
kebutuhan mutlak untuk kesehatan psikis. (Calhoun dan Acocella, 1990; R.S.
Satmoko, 1995 h. 29-30)
2.2. Kegiatan santri di Pondok Pesantren
2.2.1. Pengertian
Pondok Pesantren
32
Menurut Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam, Bidang Pendidikan
Keagamaan dan Pondok Pesantren, Departemen Agama Republik Indonesia
(2002) dalam Pedoman pondok pesantren, definisi pondok pesantren pada
umumnya tergambar pada beberapa ciri khas yang biasa ada dalam pondok
pesantren yaitu adanya pengasuh pondok pesantren (kyai/ ajengan/ tuan
guru/ tengku/ ustadzl buya), adanya masjid sebagai pusat kegiatan ibadah
dan tempat belajar, adanya santri yang belajar, serta adanya asrama sebagai
tempat tinggal santri. Disamping empat komponen tersebut hampir setiap
pesantren juga menggunakan kitab kuning (kitab klasik tentang ilmu-ilmu
keislaman yang menggunakan bahasa Arab yang disusun pada abad
pertengahan sebagai sumber kajian.
Selain itu dalam pedoman yang ditulis oleh Departemen Agama RI membagi
pondok pesantren dalam dua macam yang pertama pondok pesantren
Khalafiyah atau 'Ashriyah yaitu pondok pesantren yang mengadopsi sistem
madrasah atau sistem sekolah, kurikulumnya disesuaikan dengan kurikulum
pemerintah, dalam hal ini departemen pendidikan nasional dan departemen
agama, melalui penyelenggaraan SD, SL TP, dan SMU, atau Ml, MTS, dan
MA bahkan ada juga yang sampai perguruan tinggi. Dan pondok pesantren
33
Salafiyah yaitu pondok pesantren yang masih tetap mempertahankan sistem
pendidikan khas pondok pesantren, baik kurikulum maupun metode
pendidikannya, bahan pelajarannyapun meliputi ilmu-ilmu agama islam,
dengan mempergunakan kitab-kitab klasik berbahasa Arab, sesuai dengan
tingkat kemampuan masing-masing santri. Pembelajaran dengan sistem
badongan dan sorogan masih tetap dipertahankan, tetapi sudah banyak yang
menggunakan sistem klasikal. (Depag RI, 2000 h. 6-7)
Menurut Marwan Saridjo (1983) dalam bukunya sejarah pondok pesantren di
indosesia secara singkatnya yang dimaksud dengan pesantren adalah
lembaga pendidikan islam yang sekurang-kurangnya mempunyai tiga unsur
yaitu kyai yang mendidik dan mengajar , santri yang belajar dan rnasjid
tempat mengaji.
Lebih lanjut lagi menurut Marwan Saridjo (1983} yang dimaksud dengan
pondok pesantren adalah lembaga pendidikan dan pengajaran agama islam
yang pada umumnya pendidikan dan pengajaran tersebut diberikan dengan
cara non-klasikal (sistem badongan dan sorogan) di mana seorang Kyai
mengajar santri-santrinya berdasarkan kitab yang ditulis dalam bahasa Arab
oleh ulama-ulama besar sejak abad pertengahan, sedangkan para santri
biasanya tinggal di dalam asrama yang disediakan oleh pesantren. Dan yang
dimaksud dengan pesantren adalah lembaga pendidikan dan pengajaran
34
agama Islam yang pada dasarnya sama dengan pondok pesantren tersebut
di atas tetapi para santrinya tidak disediakan asrama sehingga para santrinya
tinggal rumah dan pemukiman warga sekitar pesantren. Di mana cara dan
metode pendidikan dan pengajaran agama Islam diberikan dengan sistem
wetonan yaitu para santri datang kepada gurunya pada waktu-waktu tertentu.
(Marwan Saridjo, 1983 h. 9-10)
Santri
Seorang alim hanya akan dapat disebut kyai apabila mempunyai pesantren
dan santri yang tinggal di dalam pesantren tersebut untuk mempelajari kitab
kuning. Oleh karena itu santri merupakan elemen penting bagi terciptanya
sebuah pondok pesantren.
Menurut Zamakhsyari Dhofier (1982) dalam bukunya tradisi pesantren; studi
tentang par'1dangan hidup kyai, dalam suatu lembaga pesantren santci terbagi
menjadi dua macam yang pertama, santri mukim yaitu murid-murid yang
berasal dari luar daerah tersebut atau dari daerah tersebut dan menetap
dalam asrama yang disediakan oleh pesantren untuk belajar dalam pondok
pesantren tersebut. Ada beberapa alasan mengapa santri memilih menetap
di pesantren, pertama yaitu ingin membahas kitab-kitab yang lain di bawah
bimbingan kyai yang memimpin pesantren tersebut; yang kedua ingn
memperoleh pengalaman kehidupan di dalam pesantren, baik itu system
pengajaran, sitem pengorganisasian, sampai hubungan dengan pesantren
lain; yang ketiga yaitu ingin memusatkan studinya di pesantren tanpa di
sibukan oleh kegiatan sehari-hari di rumah keluarganya. Dan santri yang
pulang pergi dan tidak menetap di pondok pesantren atau biasa disebut
santri kalong yaitu santri yang yang dalam kesehariannya tidak menetap
dalam pesantren untuk mengikuti pelajaran di pesantren melainkan pulang
pergi dari rumahnya sendiri, biasanya santri yang seperti ini mempunyai
rumah yang dekat dengan lokasi pesantren. (Zamakhsyari Dhofier, 1985 h.
51-52)
Tugas Perkembangan Santri Pada Masa Kanak Kakak Akhir "fang Terkait
Dengan Penyesuaian Diri
Menurut hurlock (1980) pada masa ini tugas perkembangan yang diemban
oleh anak adalah "belajar menyesuaikan diri dengan teman-teman
sebayanya, mulai mengembangkan peran sosial antara pria dan wanita,
mengembangkan hati nurani, moral serta etika dan mulai mengembangkan
sikap solidaritas terhadap kelompoknya"(Hurlock 1980; h 10).
35
Dalam menyesuaikan diri dengan teman sebayanya kadang anak takut akan
ditolak oleh kelompoknya, dengan demikian anak berusaha mati-matian
untuk menyamai standar kelompoknya walaupun itu terkadang harus
melawan standar orang tua mereka. Motivasi inilah yang merupakan
sosialisasi pada akhir masa kanak-kanak walaupun terkadang harus
memperbudak dirinya agar diterima oleh kelompoknya.
36
Sedangkan dalam peranan sosial dimulai segera setelah kelahiran namun
pada masa,kanak-kanak akhir mulai muncul kekuatan-kekuatan baru yang
memainkan peranan penggolongan peran sosial. Anak biasanya banyak
belajar dari pelajaran di sekolah dan aktivitas gurunnya, namun kebanyakan
anak laki-laki lebih banyak belajar dari media massa mengenai pentingnya
laki-laki disbanding dengan perempuan dan ank perempuan lebih banyak
belajar dari ibunya mengenai tugas tugas yang di lakukan oleh anak
perempuan.
Dalam hal penanaman moral pada masa kanak-kanak akhir cenderung
mengikuti moral orang dewasa sehingga pada masa ini moral anak mulai
sama dengan standar moral yang ditetapkan orang dewasa, dan penilaian
tentang moral anak perempuan cenderung lebih matang dibandingkan
dengan panilaian tentang moral anak laki-laki karena anak perempuan lebih
banyak mendapatkan bimbingan dan lebih diawasi oleh orang tuanya.
Perkembangan solidaritas anak biasanya ditandai dengan keikut sertaan
anak pada kelompoknnnya atau geng anak-anak yang biasanya lebih
mekedepankan kesenangan bukannya mengacau atau malkukan perilaku
yang amoral.
37
2.2.2. kegiatan di pondok pesantren
Kegiatan yang biasa dilakukan santri sehari hari tidak jauh dari masjlis dan
madrasah seperti mengaji kitab klasik (kitab kuning) baik itu dengan metode
sorogan atau badongan, dan belajar formal di madrasah atau sekolah umum.
Selebihnya adalah kegiatan ekstra seperti pramuka, olah raga dan kegiatan
kesenian seperti qosidah, marawis, teater, bela diri dan lain lain, adapun
kegiatan yang biasa dilakukan di asrama adalah belajar kosa kata bahasa
arab dan inggris atau mufrodaat serta kegiatan individual sehari-hari seperti
mencuci memasak dan membersihkan asrama.
Adapun beberapa kegiatan sehari-hari yang biasa dilakukan se-waktu hari
sekolah menurut hasil penelitian Sudjoko Prasodjo Dkk (1974) dari tim LP3S
dalam profil pesantren; laporan hasil penelitian pesantren al-falak dan
delapan pesantren lainnya di Bogor adalah sebagai berikut : shalat Subuh
berjamaah di masjid, setelah itu tadararus AJ-Quran, dilanjutkan dengan olah
raga (hari libur), persiapan sekolah dan makan pagi, sekolah, shalat Dzuhur
berjama'ah, makan siang, istirahat (ada beberapa pesantren yang
melaksanakan idhofah atau sekolah siang) , shalat Ashar berjamaah, mengaji
kitab, berolah raga, persiapan shalat magrib, mengaji Al-Quran, makan
malam, shalat lsya berjama'ah, belajar kitab kuning, mufrodaat, belajar, dan
istirahat. ke esokan harinya kegiatan tersebut terulang kembali (Sudjoko dkk,
1974 h ).
Sedangkan kegiatan sehari-hari di pondok pesantren Darunnajah tidak jauh
berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sudjoko Prasodjo dkk
(1974), adapun kegiatannya antara lain:
Shalat shubuh berjama'ah, tadarus al-quran, muhadatsah, olah raga
pagi,persiapan sekolah, mandi, makan pagi, sekolah, shalat dzuhur, makan
siang, idhofah (sekolah siang), shalat ashar, ekstrakurikuler ( PRAMUKA,
Tapak Suci, Jamiyyatuh Tahfidz, Jamiyyah Qurro', Jamiyyah Muballighiin,
olah raga), mandi, shalat maghrib, mengaji Al-Quran, makan malam, shalat
isya, mengaji Al-Quan dan kitab kuning, mufroda'at, belajar dan istirahat,
keesokan harinya kegiatan tersebut terulang kembali.
2.3 Penyesuaian Diri Santri Di Pondok Pesantren
ketika individu memasuki lingkungan yang baru tentunya ia perlu
menyesuaikan diri, baik itu lingkungan fisik seperti suhu udara maupun
lingkungan sosial seperti teman, hukum dan peraturan dan sebagainya,
sehingga individu tersebut mampu memenuhi kebutuhannya.
Begitu juga seorang santri yang baru memasuki pesantren dan tinggal di
dalamnya ia harus menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial yang baru,
teman yang baru, peraturan yang berbeda, kegiatan yang berbeda, dan
usaha terhadap pemenuhan kebutuhan yang berbeda dengan di rumah,
38
karena di pesantren ia harus melakukan pemenuhan kebutuhannya sendiri,
sehingga ia dapat mangembangkan potensi yang dimilikinya, dan
mengaplikasikan potensi tersebut.
Bagi santri yang baru memasuki pesantren tentunya ia akan mengalami
pergantian 'teman dan akan menemukan teman-teman yang berbeda dari
temannya di rumah. Pergantian teman ini merupakan pelajaran berharga
yang diterima oleh anak dan memainkan peranan penting yang dalam
proses penyesuaian diri anak di lingkungan sosialnya. Menurut Hurlock
(1978) dalam bukunya child development yang diterjemahkan dr. Med.
Neitasari Tjandrasa dan Ora. Muslichah Zarkasih dalam bukunya
perkembangan anak; edisi keenam, menyatakan bahwa dalam proses
pergantian teman anak akan belajar:
39
Yang pertama yaitu, karena pergantian teman hapir selalu menimbulkan hal
yang kurang menyenangkan dan menimbulkan kesepian maka anak akan
mempelajari sejauhmana makna akan pentingnya teman bagi mereka. Hal ini
akan memberikan motivasi bagi mereka untuk belajar menampilkan tingkah
laku yang akan mencegah terjadinya pergantian teman atau setidaknya
mengurangi hal tersebut.
Yang kedua yaitu, akan mempelajari karakter teman yang dapat memenuhi
kebutuhannya dan ia akan mencari teman seperti yang ia inginkan. Dan
ketika ia mempelajari jenis karakteristik teman seperti apa yang dapat
memenuhi'kebutuhannya maka ia akan selektif mencari teman.
40
Yang ketiga yaitu, ketika ia memilih teman, maka dengan sendirinya ia akan
belajar menyesuaikan diri dengan kelompok sosialnya, dan ia berusaha untuk
mendahulukan kepentingan kelompoknya sehingga ia tidak egosentris.
(Hurlock 1978; dr. Med. Neitasari Tjandrasa dan Dra. Muslichah Zarkasih, h.
292).
Dan lebih lanjut lagi menurut Hurlock (1978) usaha penyesuaian diri sosial itu
merupakan keberhasilan individu dalam dalam menyesuaikan diri dengan
orang lain dan dengan kelompoknya. Di bawah ini adalah kriteria yang baik
dari pola penyesuaian diri, antara lain:
Mempunyai penampilan yang nyata. Maksud dari penampilan yang nyata
adalah seorang anak yang ingin diterima oleh kelompoknya maka ia harus
bisa memenuhi harapan kelompoknya dan mampu bertingkah faku sesuai
dengan standar kelompoknya.
Mampu menyesuaikan diri dengan kelompok lain. lndividu yang mampu
menyesuaikan diri dengan kelompok lain (kelompok yang lebih dewasa)
dianggap mempunyai pola penyesuaian yang baik karena ia mampu
ketika ia mempelajari jenis karakteristik teman seperti apa yang dapat
memenuhi kebutuhannya maka ia akan selektif mencari teman.
40
Yang ketiga yaitu, ketika ia memilih teman, maka dengan sendirinya ia akan
belajar menyesuaikan diri dengan kelompok sosialnya, dan ia berusaha untuk
mendahulukan kepentingan kelompoknya sehingga ia tidak egosentris.
(Hurlock 1978; dr. Med. Neitasari Tjandrasa dan Ora. Muslichah Zarkasih, h.
292).
Dan lebih lanjut lagi menurut Hurlock (1978) usaha penyesuaian diri sosial itu
merupakan keberhasilan individu dalam dalam menyesuaikan diri dengan
orang lain dan dengan kelompoknya. Di bawah ini adalah kriteria yang baik
dari pola penyesuaian diri, antara lain:
Mempunyai penampilan yang nyata. Maksud dari penampilan yang nyata
adalah seorang anak yang ingin diterima oleh kelompoknya maka ia harus
bisa memenuhi harapan kelompoknya dan mampu bertingkah laku sesuai
dengan standar kelompoknya.
Mampu menyesuaikan diri dengan kelompok lain. lndividu yang mampu
menye,suaikan diri dengan kelompok lain (kelompok yang lebih dewasa)
dianggap mempunyai pola penyesuaian yang baik karena ia mampu
mengharmonisasikan perbedaan persepsi yang ada di dalam kelompoknya
dengan persepsi yang ada dikelompok lain.
41
Mempunyai sikap sosial. Anak harus dapat menunjukan sikap yang mampu
diterima oleh kelompok sosialnya, dan mampu berpartisipasi dalam kelompok
sosialnya, serta mengetahui perannya dalam kelompok sosial sehingga dapat
dikatakan orang yang dapat menyesuaikan diri dengan baik.
Kepuasan pribadi. Untuk dapat menyesuaikan diri dengan baik, maka anak
harus dapat merasa puas terhadap peran yang dimainkannya dalam situasi
sosial baik sebagai anggota maupun sebagai pemimpin kelompok.
Dari beberapa hal di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa di dalam pondok
pesantren anak akan di hadapkan dengan masalah- masalah penyesuaian
diri, baik itu fisik maupun sosial. Untuk itu dorongan dari orang tua dan
lingkungan mutlak sangat diperlukan supaya anak dapat mandiri.
Penyesuian diri merupakan hal yang dinamis sehingga sewaktu-waktu dapat
berubah dengan cepat. Dalam proses perubahan ini menuntut semua pihak
yang terkait (orang tua, pengasuh, dan santri senior) untuk dapat
memberikan bimbingan sehingga anak dapat berinteraksi dengan baik di
lingkungannya.
BAB3
METODOLOGI PENELITIAN
Pada bab tiga ini penulis akan mengemukakan metodologi yang digunakan
dalam penelitian ini, juga akan dibahas mengenai jenis dan metode
penelitian, serta metode dan instrumen yang dipakai dalam pengumpulan
' data. Data yang diperoleh akan menjawab pertanyaan dalam penelitian ini
yaitu bagaimanakah penyesuaian diri santri di pondok pesantren terhadap
kegiatan pesantren.
Pada bab ini juga penulis akan mengemukakan mengenai subjek penelitian,
termasuk bagaimana seleksi dan kriteria dalam menentukan subjek yang
ada. Kemudian akan dijelaskan beberapa prosedur yang dipakai, analisa
data yang diperoleh dan akan disajikan pula etika dalam penelitian.
3.1 Desain Penelitian
Pendekatan
Dua pendekatan yang biasa dilakukan oleh peneliti dalam menjawab
masalah penelitiannya yaitu pendekatan kuantitatif dan pendekatan kualitatif.
Dalam penelitian ini penulis akan menggunakan pendekatan kualiatif,
dipilihnya pendekatan ini agar didapatkan gambaran secara mendalam dan
43
lebih akurat mengenai penyesuaian diri san!ri di pondok pesan!ren terhadap
kegiatan pesantren.
Selain itu juga pada penelitian ini penulis akan menggunakan metode
deskriptif yang bertujuan untuk menggambarkan suatu fenomena secara
sistematis, faktual dan akurat mengenai penyesuaian diri santri di pondok
pesantren terhadap kegiatan pesantren. Jadi pendekatan yang dipakai pada
penelitian ini adalah kualitatif deskriptif jenis studi kasus, yaitu
mendeskrifsikan dengan rinci mengenai prilaku penyesuaian diri santri di
pondok pesantren selama kurun waktu tertentu.
3.2 Teknik Pengumpulan Data
3.2.1 Metode Pengumpulan Data.
Seperti telah disebutkan sebelumnya, metode pengumpulan data yang akan
digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara dan observasi sebagai
pelengkap data Maka disini akan diuraikan lebih lanjut mengenai hal
terse but.
Wawancara
Pada penelitian kali ini penulis menggunakan tehnik wawancara mendalam
sebagai metode utama dalam pengumpulan data. Penulis menggunakan
44
tehnik wawancara agar didapat data yang lebih mendalam mengenai
penyesuaian diri santri di pondok pesantren. Adapun pengertian wawancara
menurut Kerlinger "Wawancara adalah situasi peran antar pribadi bersemuka
(face to face) ketika seseorang -yakni pewawancara- melakukan pertanyaan
yang dirancang untuk memperoleh jawaban yang relevan dengan masalah
penelitian, kepada seseorang yang diwawancara atau responden". (Kerlinger,
2000: 770)
Dari definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa metode wawancara adalah
suatu situasi di mana terjadi hubungan secara langsung ( dengan bertatap
muka) antara dua orang, dimana seorang berperan sebagai interviewer
yang bertugas menanyai orang yang sedang diinterview, dan yang seorang
lagi berperan sebagai responden atau interviewee ( dalam penelitian disebut
sebagai subyek penelitian), yang bertugas untuk menjawab pertanyaan
pertanyaan tertentu yang terdapat dalam masalah-masalah penelitian.
Sedangkan menurut kartini kartono (1996) "wawancara adalah suatu
percakapan tanya jawab lisan antara dua orang atau lebih yang duduk
berhadapan secara fisik dan diarahkan pada suatu masalah". ( Kartini
Kartono, 1996: 187).
Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa wawancara adalah proses
tanya jawab yang dilakukan dua orang atau lebih ( satu orang bertugas
sebagai penanya dan yang lainnya bertugas menjawab pertanyaan) yang
saling berhadapan dan diarahkan pada suatu masalah penelitian. Pada
penelitian kali ini proses wawancara dilakukan dengan cara individual atau
satu responden bukan kalsikal atau banyak responden.
45
Menurut Patton (1980) dalam Moleong (2002) metode penelitian kualitatif,
secara umum ada tiga pendekatan dasar dalam memperoleh data melalui
wawancara, yaitu: Wawancara pembicaraan informal. Pada jenis wawancara
ini pertanyaan yang diajukan sangat bergantung pada pewawancara itu
sendiri, jadi bergantung pada spontanitas dalam mengajukan pertanyaan
kepada yang diwawancarai. Wawancara demikian dilakukan pada latar
alamiah.
Pendekatan menggunakan petunjuk umum wawancara. Jenis wawancara ini
mengharuskan pewawancara membuat kerangka dan garis besar pokok
pokok yang ditanyakan dalam proses wawancara. Penyusunan pokok-pokok
itu dilakukan sebelum wawancara dilakukan. Pokok- pokok yang dirumuskan
tidak perlu ditanyakan secara berurutan. Petunjuk wawancara hanyalah
berisi petunjuk secara garis besar tentang proses dan isi wawancara untuk
menjaga agar pokok-pokok yang direncanakan dapat tercakup seluruhnya.
Pelaksanaan wawancara dan pengurutan pertanyaan disesuaikan dengan
keadaan responden dalam konteks wawancara yang sebenarnya.
46
Wawancara baku terbuka. Jenis wawancara ini adalah wawancara yang
menggunakan seperangkat pertanyaan baku. Urutan pertanyaannya , kata-
katanya, dan cara penyajiannya pun sama untuk setiap responden.
Keluwesan mengadakan pertanyaan mendalam terbatas, dan hal itu
bergantung pada situasi wawancara dan kecakapan pewawancara. (Patton,
1980; Moleong, 2002: 135-136)
Pada penelitian ini akan digunakan metode wawancara baku terbuka dengan
seperangkat pertanyaan baku. Namun sebelum wawancara digunakan telah
diuji cobakan (try out) terlebih dahulu sehingga bisa diketahui jenis
pertanyaan dan urutan pertanyaan yang lebih cocok dan akurat. Jadi
pertanyaan yang diajukan sesuai dengan topik penelitian dan pertanyaan
juga telah dirumuskan.
lnstrumen yang digunakan adalah pedoman wawancara. Pedoman
wawancara adalah sebuah daftar pertanyaan mengenai tema-tema atau topik
yang harus tercakup dalam proses wawancara dalam hal ini tema mengenai
penyesuaian diri santri di pondok pesantren. Pesoman wawancara yang telah ,
dibuat berdasarkan teori yang telah dikemukakan pada bab dua.
Untuk membantu penulis dalam mencatat setiap jawaban pada saat
wawancara, peneliti menggunakan alat bantu berupa tape recorder.
47
Penggunaan ala! ini dimaksudkan agar peneliti dapat konsentrasi pada
proses wawancara tanapa dosibukan oleh kegiatan lain. Penggunaan alat ini
menimbulkan kegelisahan dan menghambat jawaban yang jujur dan terbuka ,
oleh karena itu penggunaan ini juga atas persetujuan responden. Sehingga
proses wawancara dapat berjalan dengan baik.
Observasi
Pada penelitian ini digunakan juga metode observasi yang berfungsi sebagai
metode pendukung. Adapun observasi menurut kartini kartono (1996) dalam
bukunya pengantar metodologi riset sosial, menyatakan bahwa "obsevasi
adalah studi yang disengaja dan sistematis tentang fenomena sosial dan
gejala-gejala alam dengan jalan pengamatan" (Kartini Kartono 1996, 1957)
Sedangkan menurut Chaplin (1981) "observasi adalah pengujian secara
intensional atau bertujuan sesuatu hal, khususnya untuk maksud
pengumpulan data. Merupakan suatu verbalisasi terhadap suatu yang
diamati" (Chaplin 1981; Kartini kartono 1996, 157).
3.2.2 Prosedur Pengumpulan Data
untuk mendapatkan data dalam penelitian ini maka penulis melakukan
beberapa hal yaitu membuat angket (daftar pertanyaan) yang sesuai dengan
48
teori yang di pergunakan pada penelitian kali ini. kemudian diuji validitas dan
reliabelitasnya, kemudian membuat pedoman observasi.
3.2.3. Tehnik Analisa Data
menurut patton (1980) analisa data adalah proses mengatur urutan data,
mengorganisasikannya kedalam suatu pola, kategori, dan suatu uraian dasar.
Patton membedakan antara analisa data dan penafsiran, sedangkan
penafsiran ialah memberi arti yuang signifikan terhadap analisis, menjelaskan
pola uraian, dan mencari hubungan diantara dimensi-dimensi uraian (patton,
1980; moleong, 2002: 103)
dalam melakukan analisis data, ada beberapa hal yang mesti dilakukan oleh
penulis. Pertama yaitu membuat daftar pertanyaan, pedoman observasi dan
pedoman analisis dokumen. kemudian daftar pertanyaan tersebut ajukan
kepada dosen pembimbing untuk mendapat saran dan masukan. Setelah itu
baru dilakukan proses wawancara. Ketika data sudah terkurnpul baru
dianalisa yng tertuang dalam bab empat.
3.3 Subjek Penelitian
penelitian menggunakan pendekatan studi kasus yang dalam proses
pengumpulan tidak ada pembatasan dalam menentukan jumlah responden.
49
Sehingga peneliti harus benar-benar yakin bahwa subjek yang dipilihnya
telah memenuhi kriteria yang telah di tetapkan.
Dalam menentukan subjek penelitian peneliti menggunakan tehnik purposive
sample atau sample bertujuan, yaitu pengambilan subjek yang menurut
peneliti sangat mewakili dan sesuai dengan kriteria yang ditetapkan. Adapun
klasifikasinya adalah: santri pondok pesantren dengan usia sebelas sampai
empat belas tahun, menetap di pondok pesantren Darunnajah , baru
menetap di pondok pesantren Darunnajah maksimal satu tahun, dan santri
yang memiliki prestasi belajar di kelas dengan kriteria tinggi, sedang dan
rendah dengan rujukan dari raport sekolah.
3.6. Etika Penelitian
Etika merupakan kumpulan norma yang digunakan masyarakat untuk
mengatur anggota kelompoknya. Sedangkan etika penelitian adalah
"Norma yang digunaka oleh peneliti agar menjunjung tinggi nilai ilmiah yang berlaku. Persoalan etika akan timbul apabila peneliti tidak meng!;Jormati, mematuhi dan mengindahkan nilai-nilai masyarakat dan pribadi tersebut. Apabila terjadi benturan nilai, konflik, frustasi dan semacamnya akan berdampak besar pada kemurnian pengumpulan data". ( Moleong, 2002: 92)
Selanjutnya beberapa segi praktis yang perlu dilakukan peneliti dalam
menghadapi persoalan etika menurut Bogdan dan Biklen (1982) dalam
Moleong (2002) metodologi penelitian kualitatif, akan diuraikan dibawah ini:
ketika kita berhadapan dengan orang-orang pada latar penelitian,
beritahukan secara jujur dan secara terbuka maksud dan tujuan. Hal itu
hendaknya diajukan kepada mereka yang memberikan izin, kepada pejabat
setempat, kepada subjek yang akan diamati atau diwawancarai.
50
Menghargai orang-orang yang akan diteliti bukan sebagai subjek, melainkan
sebagai orang yang sama derajatnya dengan peneliti.
Hargai, hormati, patuhi, semua peraturan, norma, nilai masyarakat,
kepercayaan, adat istiadat, kebiasaan, kebudayaan, tabu yang hidup didalam
masyarakat tempat penelitian dilakukan.
Memegang kerahasiaan segala sesuatu yang berkenaan dengan informasi
yang diberikan oleh subjek. Jika informasi yang diberikan oleh mereka tidak
dikehendaki untuk dipublikasikan, hendaknya peneliti menghormatinya.
Nama- nama subjek juga sebaiknya tidak disebutkan dalam laporan
penelitian kecuali jika subjek tidak berkeberatan. Atau jika dipandang perlu,
nama-nama tersebut diganti dengan nama lain atau inisial.
Menulis segala kejadian, peristiwa, cerita, dan lain-lain secara jujur, benar
dan nyatakanlah sesuai aslinya. Memoles atau "memproses data dalam
pabrik" ataupun "mengubah data" akan merupakan dosa terakhir bagai
seorang ilmuwan (Bogdan dan Biklen, 1982: 50; maleong , 2002: 93) .
BAB4
HASIL PENELITIAN
Pada bab empat ini peneliti akan memaparkan hasil pengolahan data yang
meliputi ga'mbaran umum subjek penelitian, riwayat kasus, analisis kasus
dan perbandingan antar kasus.
4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian
Dalam penelitian ini subyek seluruhnya berjumlah tiga orang. Usia subjek
rata-rata dua belas tahun. Usia dua belas tahun menurut Hurlock adalah
masa kanak-kanak akhir yang merupakan usia berkelompok
"Pada usia ini ditandai dengan adanya minat terhadap aktivitas teman-teman dan meningkatnya keinginan yang kuat untuk diterima sebagai anggota suatu kelompok, dan merasa tidak puas bi/a tidak bersama teman-temannya . anak tidak lagi puas bermain di rumah atau dengan saudara-saudara kandung atau melakukan kegiatan anggota keluarga. Anak ingin bersama teman-temannya dan akan merasa kesepian bi/a tidak bersama teman-temannya" (Hurlock, 1980 h 155-156)
inti dari pada perkembangan pada masa ini adalah penyesuaian diri anak
terhadap kelompoknya, sehingga anak akan berusaha mati-matian agar
diterima oleh kelompoknya hal inilah yang membuat anak akan
menghabiskan waktu, bermain bersama teman-temannya dan rnengikuti
standar yang di tetapkan oleh kelompoknya sehingga terkadang
mengabaikan standar dari orang tuanya.
52
Pada penelitian ini nama-nama subyek diganti dengan nama tokoh-tokoh
pewayangan untuk menjaga kerahasiaan subyek yang merupakan kode etik
penelitian. Pada tabel 4.1. dibawah ini diuraikan gambaran umum subyek.
Tabel 4.1
No Nam a Usia Jen is Anak ke Asal sekolah
kelamin
1. Bi ma 11 tahun Laki-laki 6 dari 11 Ml Nurul
3 bulan bersaudara hidayah
Jeruk purut
3 Laksmana 11 tahun Laki-laki 1 dari 4 SD kenari
2 bulan bersaudara 08 pagi
4. Yudhistira 12 tahun Laki-laki 3 dari 7 Ml
bersaudara Darunnajah
4.2. Riwayat dan analisis kasus.
4.2.1. ldentifikasi dan latar belakang subyek masuk pondok pesantren
Penelitian ini berusaha mendapatkan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan
penelitian , yaitu bagaimana cara santri baru menyesuaikan diri dengan
kegiatan-kegiatan yang ada di pesantren, masalah masalah apa saja yang
timbul ketika mereka mulai menjalani kehidupan di pesantren serta faktor
faktor apa yang mempengaruhi penyesuaian diri mereka.
Bi ma
Sima merupakan anak ke-enam dari sebelas bersaudara saat ini usia Sima
belum genap dua belas tahun. Sima mempunyai kulit yang putih bersih,
tubuhnya terlihat kecil dengan tinggi badan sekitar seratus empat puluh
centimeter. Ayahnya adalah seorang pegawai sedangkan ibunya adalah
seorang ibu rumah tangga dengan pendidikan S 1.
Saat diwawancara Sima mengenakan kemeja dan celana panjang, ia juga
terlihat sangat rapih. Dahulu sebelum masuk pesantren ia lebih suka
memakai kaos dan celana pendek, sekarang ia lebih senang mengenakan
baju koko dan celana panjang atau sarung, Sima ketika masuk pesantren
sudah biasa memakai sarung karena ayahnya sudah mengajarkannya
memakai sarung ketika di SD. Mengomentari perubahan gaya
berpakaiannya Sima mengatakan bahwa itu terjadi karena peraturan serta
suasana lingkungan.
Sima pertama kali mengetahui tentang pondok pesantren dari kakaknya
yang kebetulan juga pernah bersekolah di pondok pesantren Darunnajah.
Pada awalnya Sima sudah mempunyai keinginan untuk masuk pesantren,
tetapi karena terpengaruh oleh teman-temannnya yang mengajak untuk
53
54
masuk ke SMP membuat Sima menolak untuk masuk pesantren. Hal ini
membuat kakaknya harus membujuk Sima terlebih dahulu agar mau masuk
ke pesantren, Sima diberi pengetahuan mengenai pesantren yang akhirnya
membuat Sima memilih untuk masuk pesantren setelah lulus dari Madrasah
lbtidaiyah.
Sima mau masuk pesantren karena ia ingin melanjutkan sekolah keluar
negeri ia beralasan di pesantren ada program bahasa serta ada kesempatan
beasiswa bagi siswa yang berprestasi untuk belajar di luar negeri. Kini
setelah masuk di dalam pondok pesantren Sima mempunyai keinginan agar
setelah keluar dari pesantren ia bisa membantu orang tuanya.
Pertama kali membaca peraturan yang ada di pesantren Sima merasa berat
dan ia meragukan apakah ia bisa mengiku!i peraturan tersebut, namun
setelah menjalani selama kurang lebih dua bulan ia merasa biasa saja
bahkan ia merasa nyaman dengan peraturan -peraturan yang ada. la
merasakan bahwa dengan adanya peraturan ia merasa segalanya menjadi
lebih teratur, ia juga merasa bahwa ia !idak lagi bertindak semaunya sendiri.
Pada awal masuk pesantren Sima sering merasa kangen dengan rumah
karena orang tuanya menjenguk satu minggu sekali, sehingga bila ia merasa
"indu ia sering menelpon ke rumah dan meminta orang tuanya untuk
55
menjenguk. Bima merasa senang sekali saat orang tuanya menjenguk Bima
karena saat itu Bima dapat melepas kerinduan terhadap orang tuanya dan
mendapatkan uang saku. Bima juga menelpon orang tuanya saat sakit,
tetapi sebelumnya ia akan pergi ke klinik pesantren dahulu bila sakitnya tidak
terlalu berat, biasanya teman-temannya akan merawatnya. Namun bila dirasa
Penyakitnya agak berat Bima akan menelpon orang tuanya.
Kegiatan Bima diawali sejak pukul empat kurang lima belas menit, ia harus
bangun pagi untuk melaksanakan shalat subuh, menurut Bima paling berat
adalah untuk bangun shalat subuh. la harus bangun pagi sekali sehingga
tak heran pada awal bermukim di pesantren ia jarang bangun sendiri, ia
selalu dibangunkan oleh keamanan. Sekarang sesekali Bima sudah mulai
bisa bangun sendiri tanpa harus dibangunkan oleh keamanan terlebih
dahulu.
Bima termasuk santri yang selalu tepat waktu saat shalat biasanya ia sudah
ada di masjid sebelum adzan, biasanya sambil menunggu waktu shalat ia
kan melaksanakan shalat sunnah dan membaca Qur,an. Bima merasa
ketika masuk pesantren ia sudah bisa mengaji karena ia sudah bisa mengaji
sejak usia 8 tahun, ternyata banyak sekali bacaan-bacaannya yang masih
salah terutama pada makhraj hurufnya. Hal itu membuat Bima selalu
56
membaca qur'an paling sedikit lima ruku.t agar bacaan qur'annya semakin
lama semakin baik. Bima lebih senang membaca qur'an bersama-sama '
dibandingkan sendiri, karena menurut Bima bila bersama-sama ada ustadz2
yang akan membenarkan bacaannya bila salah.
Setelah shalat shubuh diharuskan mengikuti olah raga, ia merasa senang
dengan olah raga tetapi bila sedang tidak ingin ia lebih senang untuk mencuci
pakaian atau membaca buku di kamar karena biasanya ia mencuci sebagian
bajunya dan sebagian lagi dibawa pulang oleh ibunya untuk dicucikan di
rumah. Bima akan menjadi sangat bersemangat bila bermain sepak bola saat
olahraga karena ia sangat menyukai permainan tersebut. la merasa senang
dengan sepak bola karena pemainnya banyak , selain agar badannya sehat
ia juga bisa, mendapatkan banyak teman saat bermain sepak bola. Bila
lapangan yang biasa ia gunakan bermain sepak bola sedang dipakai
biasanya ia akan menunggu giliran atau bergabung dengan kakak kelas.
Meskipun memiliki banyak teman ia mempunyai seorang sahabat yang
sangat dekat dengannya yaitu Fu'ad. la merasa nyaman berteman baik
dengan Fu'ad karena menurutnya Fu'ad baik, serta tidak pernah marah.
Menjelang waktu makan biasanya ia akan mencari Fu'ad atau Fu'ad yang
mencarinya. Bila Bima memiliki masalah biasanya ia kan berusaha
1 Ruku' : batas pembahasan ayat dalam AJ-Quran 2 ustadz : guru dalam bahasa Arab
menyelesaikan sendiri terlebih dahulu, bila masalah tersebut tidak
terselesaikan ia akan meminta bantuan Fu' ad atau ustadz yang dekat
dengannya yaitu ustadz lwan.
57
Sekolah masuk pukul tujuh kurang lima belas, biasanya setelah olah raga
Bima langsung mandi, ia rela antri lebih lama agar bisa mandi dekat keran
karena tempat itu lebih bersih. Setelah antri mandi Bima akan antri untuk
makan, pada awalnya Bima sering merasa kesal ketika antri, tetapi untuk
sekarang ia sudah terbiasa antri meskipun antriannya cukup panjang Bima
tetap antri sampai dapat giliran. Hal yang ia tidak sukai saat antri adalah bila
ada temannya yang baru datang langsung "nyelak", biasanya ia akan
langsung menegur temannya itu, hal ini mungkin karena ia tidak pemah
memotong barisan.
Bima termasuk anak yang gampang dalam hal makanan, mesk.ipun
terkadang menunya tidak ia sukai ia akan tetap makan-makanan tersebut,
karena ia hanya diberikan uang saku sekitar lima belas ribu untuk satu
minggu. Bima sering kehabisan uang saku, biasanya uang itu habis
digunakan untuk kegiatan-kegiatan yang ia ikuti dan untuk jajan. Biasanya
bila kehabisan uang, ia akan meminjam kepada temannya atau menelpon
orang tuanya. Hal itu yang membuat kakak Bima mengajarkan Bima untuk
mengatur uang saku dengan cara menjatahkan uang jajan perhari, sehingga
58
ia hanya boleh jajan sebanyak uang yang sudah ditentukan. Ternyata hal itu
cukup berhasil, saat ini Bima sudah bisa menabung dari sisa uang jajannya
tersebut. Dari tabungan tersebut ia bisa mengikuti kegiatan-kegiatan tanpa
harus meminta uang dari orang tuanya, bahkan ia bisa meminjamkan uang
kepada temannya bila ada temannya yang kurangan.
T erhadap pelajaran di pondok pesantren Bima sudah tidak asing lagi karena
ia berasal dari madrasah lbtidaiyah. Pelajaran yang disukai Bima adalah
pelajaran Bahasa, Matematika dan Fisika. la seorang siswa yang berotak
sangat cemerlang ini terbukti dari ranking yang didapatnya menduduki lima
besar dikelas. Untuk mencapai hal itu bukanlah hal yang mudah Bima selalu
belajar setiap malam mulai pukul delapan sampai jam sepuluh malam Bima
lebih suka belajar dengan ustadz di masjid karena bila ada yang salah ada
ustadz yang akan membenarkan, ia juga selalu meluangkan waktu setiap hari
selama dua jam untuk membaca.
Dalam berbahasa Bima lebih menyukai berbahas arab karena ia merasa
lebih mengenal dengan bahasa arab, tetapi itu bukan berarti Bima tidak bisa
berbahas inggris, karena saat minggu bahasa inggris ia tetap berkomunikasi
dengan teman-temannya menggunakan bahasa inggris. Keahliannya dalam
berbahasa tentu mendukungnya dalam pelajaran pidato, ia saat ini sudah
bisa berpidato dalam dua bahasa, dan tentunya ia sangat menyukai pidato
59
dalam bahasa arab. Pada masa awal masuk Sima sering mendapatkan
hukuman dari bagian bahasa karena ia sering menggunakan kata "gua" atau
"elu" , saat ini ia sudah tidak pernah lagi mendapatkan hukuman dari bagian
bahasa. Sima juga tidak pernah mendapatkan hukuman dari bagian
keamanan gejak awal masuk pesantren. Hukuman tidak pernah didapat
karena Sima termasuk anak yang taat pada peraturan , termasuk dalam hal
membereskan kamar. la selalu membereskan tempat tidur setelah bangun
tidur, hal yang pada awalnya ia lakukan karena takut dihukum. Tetapi kini ia
melakukan hal itu karena ia sudah terbiasa dengan tempat yang bersih dan
rapih.
Jadwal Bima di pesantren sangat padat dari pagi hingga sore, ia termasuk
anak yang cukup aktif, ia juga mengikuti dua kegiatan ekstrakurikuler
sekaligus yaitu pramuka dan tapak suci, ia mengikuti kegiatan tersebut
dengan tujuan agar dapat menambah nilai. Disamping itu ia juga berharap
dengan mengikuti pramuka ia dapat membaca sandi, sedangkan untuk
ekstrakurikuler tapak suci ia berharap bisa menjaga kesehatan dan jaga diri.
Jadwal Sima yang padat mengakibatkan antara kegiatan yang satu dengan
yang lainnya bentrok. Siasanya Sima akan mendahulukan kegiatan yang
berhubungan dengan pelajaran terlebih dahulu.
' '
60
Kegiatan Bima berakhir pukul sepuluh malam. Biasanya mudabbir-nya yang
akan mengingatkan dia untuk tidur. Bima akan berusaha untuk tidur
meskipun belum bisa tidur, Karena ia pernah tidur di kelas. Hal itu terjadi
karena ia kurang tidur.
Laksmana
Laksmana seorang remaja berusia sebelastahun dua bulan, ia merupakan
anak sulung dari empat bersaudara. Laksmana bertubuh agak gemuk
dengan tinggi badan 150 cm. Laksmana berku/it putih, pipinya agak tembem,
dengan hidung mancung .. sehingga ia terlihat seperti seorang anak mama
yang manis. Ayah Laksmana seorang wiraswasta yang bergerak dibidang
perniagaan, sedangkan ibunya seorang ibu rumah tangga. Pendidikan
terakhir kedua orang tuanya adalah sarjana.
Awai Laksamana mengetahui tentang pesantren dari om-nya yang
merupakan alumni dari pesantren Darunnajah. Laksmana saat itu tidak
mempunyai keinginan sama sekali untuk masuk ke pondok pesantren, hal ini
karena Laksmana mempunyai persepsi yang salah tentang pesantren. Pada
awalnya ia berpikir bahwa pesantren adalah tempat yang kotor, jorok dan
berisi anak-anak yang naka/, tetapi hal itu sirna ketika orang tuanya
1 mudahhir: pembimbing kamar
61
lihat jauh berbeda dari apa yang ia bayangkan. Setelah itu ia berubah pikiran
dan menerima tawaran kedua orang tuanya untuk masuk pesantren.
Motivasi Laksmana masuk pesantren adalah untuk belajar agama, dan dapat
mampu berbahasa dengan lancar baik itu bahasa Arab maupun bahasa
lnggris. Sama halnya dengan Bima, Laksmana pun berkeinginan untuk
melanjutkan belajarnya keluar negeri, namun bedanya Bima belajar keluar
negeri apabila ia mampu berprestasi di pesantren, sedangkan Laksmana
melanjutkan belajar keluar negeri atas janji ibunya yang akan menyekolahkan
Laksmana keluar negeri apabila ia berprestasi.
Ketika pertama kali disosialisasikan peraturan pesantren Laksrnana menjadi
tidak betah dan takut. Namun sekarang ia merasa lebih baik karena ia
berkesimpulan bahwa yang membuat ia tidak betah dan takut bukan
peraturan tetapi perasaan kita ketika melanggar jadi apabila tidak melanggar
peraturan maka tidak akan merasa takut dan tertekan. Ketika ditanya
Laksmana pernah melanggar atau tidak, la menjawab pernah melanggar dua
kali jenis pelanggarannya yaitu berbahasa daerah sehingga ia mendapat
hukuman botak. Lewat proses belajar dari pengalaman inilah ia mengetahui
bagaimana caranya menghadapi peraturan sehingga ia tidak merasa takut
dan merasa tertekan.
Pada awal masuk pesantren ia merasa rindu dengan kamarnya di rumah,
menurutnya ia tidak bisa tidur karena lampunya terang dan apabila
62
lampunya ia, matikan maka ia akan dihukum karena terkait dengan peraturan
bagian keamanan untuk tidak mematikan lampu ketika tidur malam. Selain itu
juga ia rindu dengan orang tuanya, karena selama ini ia tidak pernah
menginap di tempat lain selain dengan orang tuanya. Dan apabila sedang
rindu dengan orangtuanya maka ia akan menelpon dan meminta orang
tuanya untuk datang menjenguk. Laksmana sangat senang sekali ketika
orang tuanya datang menjenguknya karena dengan begitu ia dapat melepas
kerinduan dengan kedua orang tuanya. Namun setelah enam bulan orangtua
Laksmana mulai jarang menjenguk dan apabila menjenguk sebulan sekali
serta dalam memberi jajan orangtuanya pun langsung memberi dalam jangka
waktu sebulan. Kadang Laksmana merasa kesal dengan orang tuanya
sehingga lebih baik tidak datang, karena apabila orang tuanya datang
biasanya Laksmana akan dimarahi, sehingga ia lebih memilih pembantunya
yang datang dibanding dengan orang tuanya.
Laksmana biasanya akan memeriksakan diri ke dokter pesantren sebulan
sekali, namun apabila ia sedang tidak enak badan maka ia akan berobat
sampai ia sembuh, dan apabila sakitnya dirasakan berat maka ia akan
menelpon orangtuanya.
'
63
Laksmana termasuk anak yang aktif, itu terbukti dengan 5 jenis kegiatan
yang ia ikuti antara lain PRAMUKA, tapak suci, teater, jam'iyatul mubalighiin4,
dan klub olah raga wall climbing. la mengikuti kegiatan tersebut dengan
harapan ia dapat mandiri dan lebih terfokus dengan kegiatan di pesantren
dari pada ia bengong dan diam. Ketika PRAMUKA ia lebih suka belajar sandi
dan morse serta tali temali dibandingkan baris-berbaris, sedang pada tapak
suci ia berharap dapat menjaga dirinya sendiri tanpa harus bergantung pada
orang lain ketika ia diserang orang, ia lebih suka belajar jurus yang
menggunakan tangan kosong dibanding dengan yang menggunakan alat. la
juga termasuk anak yang menyukai seni, sehingga ia juga mengikuti teater
tropis. Ketika awal masuk pesantren ia pernah diminta untuk pidato namun
ketika itu ia tidak bisa sehingga ia merasa malu, dari situlah ia mulai belajar
pidato dan mengikuti klub pidato. Dalam berpidato ia lebih suka
' menggunakan bahasa Indonesia karena menurutnya ia bisa lebih memahami
apa yang ia bicarakan. Dalam berolah raga ia lebih menyukai olah raga yang
menantang maka ia masuk klub wall climbing, menurut dia dengan ikut
olahraga tersebut badannya akan lebih lentur dan lebih kuat sehingga tidak
mudah sakit,. Menurut dia apabila da kegiatan yang bentrok maka ia akan
memilih yang terpenting, misalkan pada PRAMUKA ada kenaikan tingkat
sedangkan pada tapak suci hanya latihan biasa maka ia akan memilih
pramuka dan meminta izin pada pelatih untuk mengukuti latihan PRAMUKA.
4 klub pidato
64
Kegiatan Laksmana bangun pagi pada pukul empat kurang lima belas WIB.
la bangun pagi untuk melaksanakan shalat shubuh, ketika pertama kali
bangun shubuh ia merasa kesal karena biasanya paling pagi ia dibangunkan
jam setengah enam oleh orang tuanya. Untuk bangun shubuh sampai
sekarang ia masih dibangunkan oleh kakak kelasnya karena biasanya ia baru
tidur jam sebelas atau jam dua belas malam, sehingga pada waktu shubuh ia
masih terasa mengantuk, dan sering terlambat untuk berangkat kemasjid
pada waktu shubuh. Karena sering telat untuk bangun sholat subuh,
membuat Laksmana tidak sempat untuk membereskan tempat tidurnya
terlebih dahulu. Sehingga ia membereskan tepat tidurnya setelah shalat
shubuh.
Laksmana sebenarnya termasuk orang yang tepat waktu biasanya ia hanya
terlambat untuk pergi kemasjid hanya waktu shalat shubuh. Sedangkan untuk
shalat yang lainnya biasanya ia berangkat sebelum iqomah. Laksmana
belajar mengaji dari neneknya, om dan ustadz private yang didatangkan oleh
orang tuanya ke rumah. Sehingga ketika masuk pesantren ia sudah mampu
membaca Al-Quran dan mampu menghapal surat yang pendek kurang lebih
sebanyak sepuluh surat pendek. Menurutnya ia lebih suka mengaji bersama
ustadz karena apabila ada bacaannya yang salah maka ustadz akan
memberitahu bagaimana cara membaca yang benar.
Setelah mengaji biasanya ia di haruskan untuk berolah raga tetapi apabila
malas berolah raga maka ia akan membaca buku atau membereskan buku
pelajaran untuk sekolah setelah itu bergegas untuk mandi. Pada awalnya
Laksmana mencuci dan menyetrika pakaiannya sendiri namun apabila ia
mencuci sendiri pakaiannya ia sering kehilangan pakaiannya tersebut,
sehingga ia, memutuskan untuk mencuci di laundry atau dibawa pulang
sebulan sekali.
65
Laksmana mempunyai dua teman akrab yaitu Saddam dan Dias, ia suka
berteman dengan Saddam dan Dias karena mereka baik , humoris, tidak
pemarah, tidak nakal dan bisa jaga rahasia, Sehingga tidak jarang ia
menceritakan masalahnya kepada kedua temannya itu. Apabila masalahnya
mudah maka ia akan menyelesaikan masalahnya sendiri sedangkan apabila
masalahnya berat maka ia akan meminta bantuan kedua temannya atau
meminta bantuan ustadz, ustadz yang paling sering ia minta bantuan adalah
ustadz Udin karena menurutnya ustadz Udin baik dan perhatian terhadap
anak muridnya.
Biasanya Laksmana masuk sekolah pada jam tujuh kurang lima belas,
biasanya setelah membereskan buku, Laksmana langsung mandi. Laksmana
biasa mandi di tempat yang kosong dan bersih, jadi baginya lebih baik mandi
di tempat kosong dan bersih dari pada di tempat yang yang ada kerannya
namun antri, tetapi apabila airnya kurang maka ia lebih memilih antri dari
pada sakit gatal. Sehabis mandi biasanya ia langsung antri makan, pada
awalnya ia merasa risih dan kesal karena harus antri mengambil makan
sehingga terkadang ia "menye/ak" temannya tetapi sekarang sudah tidak
lagi. Ketika makan biasanya Laksmana melihat menunya terlebih dahulu,
apabila menu makanannya tidak ia sukai maka biasanya ia membeli di
kantin pesantren.
Hal ini bukanlah masalah yang besar bagi laksamana karena ia
mendapatkan uang saku sebesar seratus enam puluh ribu rupiah perbulan,
yang berarti dalam satu minggu ia mendapatkan uang saku sebesar empat
puluh ribu Pada awal masuk ia sering kekurangan, hal ini terjadi karena ia
sering ikut kegiatan-kegiatan yang ada serta Laksmana termasuk boros
dalam jajan. Hal itu berlangsung tidak lama karena setelah itu ibunya
menyarankan agar uang bulanan yang diberikan hanya untuk jajan saja
sedangkan uang untuk ikut kegiatan diberikan lagi oleh ibunya oleh ibunya.
Laksamana terbiasa tidur sekitar pukul sebelas sampai pukul duabelas
malam karena ia belajar hingga pukul sebelas malam. ketika belajar ia lebih
senang belajar sendiri dari pada belajar dengan ustadz karena menurutnya
bila ia belajar dengan ustadz ia tidak bisa berkonsentrasi, maklumlah bila
66
dengan ustadz ia belajar beramai-ramai dengan teman-temannya yang
lruku'sehingga konsentrasinya berkurang.
Yudhistira
Yudhistira saat ini berusia dua belas tahun ia merupakan anak ke tiga dari
tujuh bersaudara. Yudhistira mempunyai kulit coklat gelap dengan tinggi
badan sekitar seratus empat puluh lima cm, tubuhnya agak kecil dengan
mata yang besar dan hidung agak pesek. Ayah dari Laksmana
berpendidikan SMP, sedangkan ibunya berpendidikan SD. Saat ini mereka
mempunyai usaha perniagaan dibidang pertekstilan.
Sama halnya dengan Bima, Yudhistira mengetahui tentang pesantren dari
kakaknya yang memang merupakan alumni Darunnajah. Yudhistira sendiri
tamatan Ml Darunnajah, sehingga keinginan ia untuk masuk persantren
sangat kuat. la berfikiran bahwa dengan masuk pesantren ia akan
mempunyai banyak teman serta mendapatkan pengalaman yang
menyenangkan. Hal ini sangat didukung oleh kedua orangtuanya yang
memang menginginkan anaknya untuk masuk pesantren.
Saat Yudhistira melihat peraturan untuk pertama kali Yudhistira merasa
kaget, was-was serta takut perasaan itu bercampur jadi satu. Setelah itu ia
mulai merasa nyaman dengan adanya peraturan karena ia termasuk anak
67
yang sering dijahili oleh teman-temannya. Dengan adanya peraturan teman
temannya tidak bisa menjahili ia lagi.
68
Hal lain yang membuat Yudhistira nyaman selain peraturan adalah saat
orang tuanya menjenguk, ia merasa sangat senang ketika bertemu dengan
orang tuanya orang tuanya. Bila orang tuanya belum menjenguk tetapi
Yudhistira sudah merasa kangen biasanya ia akan menelpon orang tuanya
atau menjenguk. Biasanya orang tuanya menengok empat sampai lima kali
sebulan, sedangkan ia biasanya pulang kerumah satu bulan sekali. Lain
halnya bila ia sakit, biasanya bila ia sakit ia akan istirahat di kamar dan
dirawat oleh mudabbir. Bila merasa sakitnya cukup berat ia akan pulang
kerumah. Hal itu akan dia lakukan terhadap temannya yang sakit, biasanya ia
akan membantunya merawat dengan mengambilkan makanan dan menelpon
orangtua temannya jika sakit temannya itu cukup parah.
Yudhistira tidak mempunyai jadwal kegiatan yang tertulis, tetapi ia sudah
terbiasa dengan rutinitas yang ia jalani sehari-hari. Kegiatannya diawali sejak
pukul empat kurang lima belas dengan bantuan kentongan dari mudabbir
nya, setelah bangun ia langsung menuju masjid untuk shalat. Setelah selesai
shalat shubuh apabila tidak ada olah raga ia biasanya akan tidur kembali.
Bila ia tidak bisa tidur kembali ia akan membereskan buku, mandi kemudian
makan. Yudhistira lebih menyukai antri dari pada mendapat tempat yang
69
kotor, meskipun itu kemungkinan akan berakibat ia kehabisan makanan atau
terlambat sekolah.
Dalam urusan makan, bila menunya tidak sesuai ia lebih memilih untuk
makan di kantin sebelum ia berangkat sekolah. Tidak heran jika uangnya
paling banyak dihabiskan untuk jajan. la biasa mendapat uang saku sebesar
dua puluh lima ribu rupiah untuk seminggu. Biasanya uang tersebut diberikan
oleh orangtuanya saat menjenguk Yudhistira. Karena boros Yudhistira sering
kehabisan uang, namun saat ini tidak lagi karena ia sudah di ajarkan oleh
kakaknya untuk mengatur uangnya agar cukup untuk satu minggu. Hal yang
masih jadi kebiasaan buruk Yudhistira adalah tidur di kelas. la sering tertidur
di kelas .saat jam-jam pelajaran terakhir, atau ketika pelajarannya menu rut
, Yudhistira tidak enak yaitu pelajaran matematika atau fisika. Sedangkan '
pelajaran favoritnya adalah sejarah dan kebudayaan Islam.
Untuk kegiatan di luar pelajaran sekolah ia mengikuti ekstrakurikuler pramuka
dan tapak suci, ketika ditanya kenapa memilih dua ekstrakurikulertersebut ,
Yudhistira mengatakan ia ingin belajar beladiri dengan menggunakan senjata
dan belajar mengenai tali temali dan morse. Dan ketika kedua kegiatannya
bentrok ia akan memilih yang lebih penting.
70
Dalam berbahasa Yudhistira lebih menyukai bahasa arab karena menurutnya
bahasa Arab itu lebih mudah dan lebih "familier' dibandingkan dengan
bahasa lnggris. Saat minggu bahasa lnggris Yudhistira lebih banyak diam,
hal itu membuat Yudhistira tidak pernah melanggar bahasa. Kesukaannya
pada bahasa arab sedikit banyak mempengaruhi keahlian yudhisitra dalam
berpidato, ia lebih suka berpidato dalam bahas arab dibandingkan bahasa
inggris. Tetapi bahasa yang paling ia sukai adalah bahasa Indonesia,
Yudhistira lebih sering melanggar bagian pengajaran seperti bercanda di
masjid, bercanda saat shalat dan tidak menggunakan peci. Hal itu
mengakibatkan rambutnya tidak pernah panjang atau selalu cepak, namun
hal itu berlangsung saat ia masih baru masuk pesantren saat ini ia sudah
tidak pernah terkena hukuman lagi.
Seperti santri santri lainnya Yudhistira diharuskan membaca Qur'an sehabis
shalat. Biasanya ia membaca empat sampai lima ruku', awalnya ia agak
kesulitan dengan tata cara membaca Al-Qur'an terutama dalam hal tajwid
atau hukum bacaan. Namun berkat bimbingan dari ustadz iwan halwani ia
sudah bisa membaca qur'an dengan lebih baik.
Dalam berteman Yudhistira termasuk anak yang supel dan mudah bergaul, ia
mempunyai dua teman akrab yaitu ismet dan asir karena teman-temannya itu
humoris dan tidak pernah jahil terhadapnya. Keduia temannya itu pula yang
71
pertamakali ia ceritakan ketika ia mendapatkan masalah. Bila tidak
: mendapatkan pemecahan masalah dari temannya biasanya ia akan langsung
bercerita kepada mudabbirnya.
Bila malam hari tiba Yudhistira tidak lupa untuk belajar, ia biasa belajar pukul
delapan malam sampai jam sepuluh malam. la lebih menyukai belajar ,
dengan ustadz karena ada tempat untuk bertanya. Setelah selesai belajar ia
langsung menuju tempat tidur untuk beristirahat dan bersiap untuk menjalani
kegiatan pada keesokan harinya.
4.2.2. Kesimpulan
Dari ketiga subyek penelitian hanya satu orang yang merupakan anak
pertama yaitu Laksmana, sedangkan dua orang lainnya merupal<an anak
tengah. Pendidikan orang tua dari subjek penelitian adalah sarjana kecuali
orang tua Yudhistira yang ayahnya berpendidikan SMP dan ibunya
berpendidikan SD.
Motivasi awal untuk masuk pondok pesantren pada Bima awalnya sudah
timbul dari dirinya sendiri, karena ia sering mendengar cerita dari kakaknya
betapa menyenangkan pesantren itu. Bima juga berfikir bahwa ia bisa
mendapatkan banyak teman serta dapat keluar negeri bila ia masuk
pesantren, namun karena saat itu teman-temannya mempengaruhi untuk
masuk SMP ia jadi ikut-ikutan ingin masuk pesantren. Ternyata bujukan
kakaknya lebih kuat dari pada pengaruh teman-temannya.
72
Lain halnya dengan Sima yang sejak awal sudah bercita-cita untuk masuk
pesantren, Laksmana pada awalnya sama sekali tidak pernah berfikir untuk
masuk pondok pesantren. la pertama kali mengetahui mengenai pesantren
dari om-mya yang merupakan alumni Darunnajah. Laksmana saat itu
mempunyai asumsi bahwa pesantren adalah tempat buangan untuk anak
anak yang nakal ia juga berfikir bahwa pesantren adalah tempat yang kotor
dan kumuh.
Dari ke tiga subyek yang terlihat mempunyai kemauan yang kuat untuk
masuk pesantren adalah Yudhistira. Hal ini terjadi karena kakaknya yang
merupakan alumni Darunnajah dan ia sendiri berasal dari Ml Darunnajah.
Melihat kegiatan kakaknya dan kegiatan yang ia lihat sehari-hari ternyata
menarik mi,natnya untuk masuk pesantren.
Motivasi yang dimiliki Sima bisa dibilang cukup kuat karena ia mampu
menyesuaikan diri secara cepat dengan kegiatan pesantren. Dalam hal
peraturan pesantren hanya pada awal masuk pesantren saja ia terkena
sanksi itupun bukan sanksi yang berat, selanjutnya ia hampir tidak pernah
73
melanggar. Rasa kangen dengan orang tuanya pun bisa ia atasi dengan cara
menelpon orang tuanya.
Dalam hal kemampuan mengatasi stress dan kecemasan, kita dapat melihat
bahwa dari ke tiga subyek hanya dua orang yang mampu mengatasi rasa itu
yaitu Bima dan Laksmana. Sedangkan pada yudhistira ia mengalami
discomfort atau ketidak nyamana dengan lingkungan sekitarnya terutama
teman-temannya. lni terlihat dari pernyataannya yang mengatakan bahwa ia
sering merasa cemas karena selalu menjadi bahan ejekan oleh teman
temannya. Hal itu membuat ia merasa tidak betah, hal yang membuat ia
bertahan adalah karena ia memiliki seorang teman baik yang selalu
membelanya bila ia sedang diganggu oleh teman-temannya yang lain.
Persepsi yang akurat terhadap realitas, bisa kita lihat pada Bima ketika
motivasi awal ia adalah keinginan untuk bisa keluar negeri. Hal itu belum
memungkinkan untuk saat ini sehingga ia harus memodifikasi tujuannya
menjadi belajar dengan tekun sehingga mendapatkan nilai yang bagus
dengan harapan agar prestasinya yang bagus bisa memudahkan atau
mewujudkan cita citanya belajar ke luar negeri.
Pada ketiga subyek kemampuan untuk mengekspresikan perasaan terlihat
baik. Hal ini dapat kita lihat pada saat mereka dijenguk orang tua mereka
74
merasa senang, dan bila mereka melanggar peraturan mereka cukup
khawatir memikirkan sanksi yang akan didapat oleh mereka. Pada ketiga
subyek tidak terlalu berlebihan dalam mengekspresikan perasaan.
Hubungan ii1terpersonal ketiga subyek pada dasarnya bagus, hanya
yudhistira yang interpersonalnya kurang bagus. Hal itu terjadi bukan karena
keinginanya sendiri, hal itu karena ia selalu menjadi bahan ejekan atau
celaan saat bermain atau bergaul dengan teman-temannya, sehingga ia
merasa hanya mempunyai seorang teman yang baik yang benar-benar dapat
dipercaya.
4.3. Analisis antar kasus
Selanjutnya pada bagian ini akan dilakukan analisis antar kasus setelah
pada bagian sebelumnya sudah dilakukan analisis intern kasus. Pada skema
di bawah ini komponen dari masing masing kasus dimasukkan ke dalam
skema sehingga nantinya akan terlihat perbedaan, persamaan, hal yang
saling melengkapi serta hal yang saling bertolak belakang.
Tabel 4.2
Komponen Bi ma Laksmana Yudhistira
Berasal dari madrasah ibtidaiyah x - x
Masuk pesantren atas kemauan sendiri x - x Mengetahui tentang pesantren sebelum masuk x x x
75
Sudah bisa shalat sendiri x x x
Sering terlambat ke masjid - x -
Sudah bisa mengaji dengan lancar x x x Pernah melanggar peraturan x x x Lebih suka belajar dengan ustadz x - x Prestasi bagus di sekolah x - -Mempunyai teman dekat x x x Sering terlambat masuk sekolah - - x
Sering tidur di kelas - x x Sering menyisakan uang jajan x x -Lebih menyukai bahasa Arab x - x Lebih menyukai bahasa inggris - x -Orang tua menjenguk satu minggu sekali x - x Dekat dengan ustadz x x x Selalu makan makanan dari pesantren x - -kemampuan mengatasi stress dan kecemasan x x x
' ' persepsi yang akurat terhadap realitas x x x citra diri positif x x x kemampuan mengekspresikan perasaan x x x mempunyai hubungan interpersonal yang baik - - x discomfo1i x - -bizarreness ,
- - -
inefficiency - - -
BABS
PENUTUP
Pada bab lima ini peneliti akan menyajikan diskusi-diskusi mengenai hasil
yang sudah diperoleh dari penelitian, serta rekomendasi apabila ada yang
ingin melakukan penelitian serupa agar pada penelitian selanjutnyamenjadi
lebih baik dan data yang diperoleh menjadi lebih dalam dan akurat.
5.1. Kesimpulan
5.1.1. Gambaran penyesuaian diri terhadap kegiatan di pesantren
Berdasarkan perolehan data dan analisis kasus, gambaran penyesuaian
santri baru pada umumnya mereka membutuhkan waktu yang cukup lama
uintuk menyesuaikan diri terhadap kegiatan di lingkungan pesantren. Ketika
pertama kali mereka melihat peraturan-peraturan mereka merasa peraturan
yang ada sangat berat. Mereka merasa tidak yakin bisa melaksanakan
semua itu. Lama kelamaan setelah mereka sudah cukup lama tinggal di
pesantren mereka merasa peraturan yang ada biasa saja.
Pada penyesuaian diri pada santri baru mereka banyak melakukan
perubahan tingkah laku mereka agar sesuai dengan tuntutan lingkungan.
Mereka membutuhkan waktu untuk mempelajari kebiasaan-kebiasaan yang
baru untuk mereka. lni tercermin dari banyaknya pelanggaran yang mereka
lakukan pada awal mereka masuk pesantren. Mereka harus merubah
kebiasan-kebiasaan mereka di rumah agar sesuai dengan lingkungan baru
mereka. Setelah lama mereka di pesantren intensitas pelanggaran yang
mereka lakukan berkurang.
5.1.2.Faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri santri
77
Faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri pada mereka yang pertama
adalah tuntutan dari lingkungan atau peraturan. Pada awalnya tingkah laku
mereka serta kebiasaan mereka dilakukan semata-mata untuk memenuhi
tuntutan pesantren atau peraturan yang sudah ditetapkan. Hal ini sesuai
dengan definisi penyesuaian diri menurut para ahli psikologi yang
mengatakan bahwa penyesuaian diri adalah perubahan pada diri sehingga
tercapai hubungan yang serasi dengan orang-orang dan lingkungan sekitar
kita.
Faktor kedua yang mempengaruhi penyesuaian diri adalah motivasi dari
dalam diri santri baru tersebut. Dua dari subyek penelitian mempunyai
motivasi untuk bisa belajar keluar negeri, sehingga pada awal masuk
meskipun mereka merasa berat dengan peraturan yang ada di lingkungan
pesantren mereka mampu bertahan dan menyesuaikan diri dengan kegiatan
dan lingkungan pesantren.
78
Faktor ketiga yang mempengaruhi penyesuaian diri adalah adanya seorang
mudabbir atau pendamping yang bertanggung jawab terhadap santri baru.
Kehadiran mudabbir sangat membantu santri baru untuk menyesuaikan diri
terhadap kegiatan pesantren karena dari mudabbir inilah mereka
mendapatkan pengetahuan dan keahlian yang mereka butuhkan untuk
memudahkan para santri beradaptasi terhadap kegiatan maupun lingkungan
pesantren. Mudabbir juga menjadi pengganti orang tua bagi para santri, para
santri dapat belajar, bertanya dan meminta bantuan dari para mudabbir
mereka.
Faktor keempat yang mempengaruhi penyesuaian diri pada santri baru
adalah terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan para santri baik kebutuhan fisik
maupun kebutuhan psikologis. Pada kebutuhan fisik para santri sudah
dipenuhi melalui kantin yang ada di sekolah. Apabila mereka tidak tidak
menyukai makanan yang disediakan mereka bisa membelia diluar.
Sedangkan untuk pemenuhan kebutuhan psikologis seperti rasa dihormati
disayangi, mereka mencari pengganti keluarga mereka di rumah. Biasanya
mereka mencarinya dalam diri ustadz, mudabbir atau teman-teman mereka
yang menurut mereka baik dan bisa memahami diri mereka. Sehingga
mereka dapat mencari kasih sayang yang biasanya mereka dapatkan setiap
hari dari orang tua mereka.
79
5.2. Diskusi
Hasil penelitian ini mampu menggambarkan penyesuaian diri santri baru
terhadap kegiatan-kegiatan di pondok pesantren. lni terlihat dari hasil yang
mampu dicapai oleh santri-santri baru tersebut bertahan di pondok pesantren
sampai menjelang kenaikan kelas.
Penyesuaian diri para santri tersebut berhasil jika mereka mampu memenuhi
tuntutan yang berasal dari dalam diri mereka seperti makan, minum, kasih
sayang dan tuntutan dari luar diri mereka seperti peraturan, norma agama
dan norma sosial yang berlaku di lingkungan pesantren. Pada penelitian ini
para santri baru mampu memenuhi tuntutan tersebut dengan cara yang
masuk kategori adjustment yaitu: kemampuan mengatasi stress dan
kecemasan, ketika mereka mengalami kesulitan keuangan mereka berusaha
meminjam dari teman atau menelpon orang tua untuk minta tambahan.
Ketika melanggar mereka juga mengalami rasa cemas , tetapi setelah itu
mereka sudah melupakannya dan bersikap seperti biasa kembali.
Kemampuan mengekspresikan perasaan, terlihat saat mereka merasa
kangen mereka menelpon ke rumah, dan bila dijenguk mereka merasa
senang.
Mempunyai hubungan interpersonal yang baik dan citra positif, dari ketiga
subyek penelitian ketiganya mempunyai teman baik dan mempunyai banyak
teman mereka senang berbaur dan mencari teman-teman sebanyak-
banyaknya termasuk kakak kelas mereka. Bahkan mereka juga mempunyai
satu ustadz yang biasanya dekat dengan mereka.
5.3 Rekomendasi
80
Berdasarkan uraian diskusi diatas, maka penulis menganjurkan saran
saran untuk perbaikan dan pengembangan penelitian ini selanjutnya sebagai
berikut:
Pada penelitian ini peneliti mengambil sampel sebanyak tiga orang, pada
penelitian selanjutnya jumlah sampel dapat ditambah agar mendapatkan hasil
yang lebih baik serta lebih dapat mewakili penyesuaian diri pada semua
santri baru.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan
studi kasus, sehingga penelitian ini tidak dapat dijadikan tolak ukur atau
digeneralisasikan terhadap semua santri baru di pondok pesantren. Untuk
penelitian selanjutnya dapat digunakan pendekatan kuantitatif dengan jumlah
sampel yang lebih besar.
Pada penelitian ini digunakan interview sebagai instrument pengumpul
utama, pada penelitian selanjutnya ada baiknya jika ditunjang dengan
instrumen lain seperti kuesioner atau skala sikap sebagai metode penunjang
sehingga data yang didapat lebih valid dan reliabel.
DAFTAR PUSTAKA
. Arkoff, Abe. (1968). Adjustment and mental Health. New York: McGraw Hill
Book Company.
Bogdan, Robert C. & Sari Knopp Biklen, (1982), Qualitatif Research for
Education: An lntoduction to Theory and Methods, Boston: Allyn and Bacon,
· Inc. Lexy. J. Maleong, (2002) Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT .
Remaja Rosda Karya.
· Calhoun, James F dan Acocella, Joan Ross (1990). A psychology of
adjustment an human relationships. Psikologi tentang penyesuaian dan
hubungan kemanusiaan. R.S. satmoko (terj) (1995). Semarang, IKIP Press.
Echols, Jhon M dan Hasan Sadily (1996). Kamus lnggris Indonesia. Jakarta:
Gramedia.
Elias, Maurice J. Tobias, Steven S. and Friedlander, Brian (1999). Emotional
inte/ligent parenting; how to raise a self-disciplined, responsible, socially
skilled child Cara efektif mengasuh anak dengan EQ; mengapa penting
membina disiplin anak, tanggung jawab, dan kesehatan emosional anak pada
masa kini. M. jauharul fuad (terj). (2002). Bandung, Kaifa.
, Grascha, Anthony F. and Kirschenbaum, Daniel S, (1980). Psychology of
adjustment and competence; an applied approach, Cambridge:
Massachusetts. Winthrop publishers, Inc.
, Henri, adam. E. (1972). Psychology of Adjustment. New York: The Roland
Press Company. LTD.
1 Hurlock, B Elizabeth (1980). Developmental Psycology; A Life-Span
Approach, Fifth Edition, Psikologi Perkembangan ; Suatu Pendekatan
Sepanjang Rentang Kehidupan. lstiwidayati ; Soedjarwo (terj). Jakarta,
Erlangga
, Kartini Kartono ( 1996). Pengantar metodologi riset sosial. Bandung: CV.
Mandaar Maju.
, Kerlinger. Fred N .. Foundation Of Behavioral Research ,Asas-Asas Penelitian
Behavioral. Lindung R. Simatupang (terj).1990. Yogyakarta: Gajah Mada
University Press.
, Kristi Poerwandari. (2001). Pendekatan Kualitatif Untuk Penelitian Perilaku
Manusia. Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan
Psikologi. Fakultas Psikologi Ul.Jakarta.
Lazarus, Richard. S. (1969) Pattern of Adjustment. Tokyo: McGraw Hill
Kogakusha, LTD.
, Lazarus, Richard. S. (1976) Pattern of Adjustment. Third Edition. Tokyo:
McGraw Hill Kogakusha, LTD.
Lexy. J. Moleong, (2002) Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT
Remaja Rosda Karya.
M Dawam, raharjo, Sudjoko Prasodjo, M Zamroni, M Mastuhu, Sardjono
Goenari, Nurcholish Majid (1982). Profit pesantren; laporan hasil penelitian
pesantren al falak dan delapan pesantren lain di Bogor. Jakarta, LP3S.
Marwan Saridjo. (1983). Sejarah Pondok Pesantren Di Indonesia. Jakarta :
Penerbit Dharma Bhakti.
, Nita Pandriani Nainggolan (2000). Penyesuaian diri dan dukungan pada
orang tua yang mempunyai anak autisma; studi kualitatif pada empat orang
tua anak . Depok ; skripsi sarjana, Fakultas Psikologi Universitas lndosesia.
Rosenthal, R and Rosnow, E (1984). Essential of behavioural research;
method and analysis, New York , McGraw Hill.
Suharsimi Arikunto. (1992). Prosedur Penelitian; Suatu Pendekatan Praktik.
Jakarta :Rineka Cipta.
Watson, David Land Tharp, Roland G (1972). Self modification for personal
adjustment. Belmount, California, Woodsworth Publishing Company, Inc.
, Yusak Burhanuddin (1999). Kesehatan Mental. Jakarta : Penerbit Pustaka
Setia.
• Zakiyah Daradjat (1993). Kesehatan Mental. Jakarta: CV Haji Masagung.
Zamakhsyari Dhofier. (1985). Tradisi Pesantren : Studi Tentang Pandangan
Hidup Kyai. Jakarta : LP3S.
DAFTAR LAMPIRAN
l. Lampiran 1 : Surat pernyataan kesediaan.
2. Lampiran 2 : Verbatim
3. Lampiran 3 : Pedoman Wawancara
4. Lampiran 4 : Pedoman Observasi
PERNYATAAN KESEDIAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa saya :
Nama
T.T.L
Jenis Kelamin
Alamat.
Telepon
Menyatakan kesediaan ikut dalam penelitian yang dilakukan oleh saudara
Rahmat lrfani yang berjudul "penyesuaian diri santri di pondok pesantren
terhadap kegiatan pesantren"
Adapun data pribadi saya dan hasil wawancara merupakan rahasia dan
semata-mata untuk keperluan skripsi. Apabila ditemukan data yang masih
kurang lengkap, saya bersedia di wawancarai kembali.
Interviewee
Nama lengkap
Jakarta Juli 2003
Interviewer
Rahmat lrfani
VERBATIM WAWANCARA
Wawancara ini dilakukan di kamarnya ustadz pembimbing Bima di gedung
Rimba lantai tiga pada tanggal 25 Mei 2004. Wawancara dimulai pada siang
hari setelah makan siang. Saat itu cuaca sangat cerah dan angin bertiup
kencang sehingga suasana terasa nyaman dan memungkinkan untuk
dilakukan wawancara.
Bima merupakan anak ke enam dari sebelas bersaudara saat ini usia Bima
belum genap dua betas tahun. Bima mempunyai kulit yang putih, tubuhnya
terlihat kecil dengan tinggi badan sekitar seratus empat puluh centimeter,
dan berat sekitar tiga puluh kilogram. Ketika wawancara ia memakai baju
koko warna putih dipadukan dengan celana panjang dengan warna yang
sama. Ketika wawancara berlangsung ia terlihat begitu antusias terhadap
pertanyaan yang diajukan interviewer.
p : Kamu tahu pesantren dari siapa ?
s : Dari kakak
p : Memang kakak kamu pernah belajar di pesantren?
s ; lya dulu, pernah di sini selama enam_ tahun
p : Atas kemauan siapa sih kamu masuk pesantren ?
s : Atas kemauan sendiri
p : Ada enggak dorongan dari orang tua ?
s : Ada, dulu awalnya saya ingin masuk pesantren seperti kakak tapi
temen-temen saya banyak yang ke SMP maka nya saya jadi ingin ke
SMP, terus, kakak membujuk saya, agar saya masul< ke pesantren.
Setelah itu di ceritakan mengenai pengalaman kakak saya sewaktu
di pesantren. Akhirnya saya jadi tertarik untuk masuk pesantren.
P : Alasan kamu masuk pesantren apa sih?
S : Saya ingin belajar keluar negeri.
P : Memang ada hubungannya antara belajar di sini dengan keluar
negeri?
S : kata kakak kalau saya berprestasi dan bisa bahasa Arab, saya
akan di kirim keluar negeri lewat bea sisiwa dari pesantren.
P : Oh gitu, adalagi enggak alasan kamu masuk pesantren?
S : Biar bisa Bantu orang tua?
P : Memang pekerjaan orang tua kamu apa?
S : Guru di madarasah.
P : Sekarang kakak mau tanya masalah peraturan , kamu tahu enggak
peraturan di pesantren ?
S : Tahu!
P : Apa aja?
S : Tidak boleh kabur dari pesantren, kalau ingin keluar pondok izin dulu
sama ustadz, tidak boleh merokok, harus berbahasa dan banyak lagi
kak!
P : Sekarang gimana perasaan kamu ketika pertama kali tahu peraturan
pesantren?
S : Takut, ngerasa susah ngejalaninnya, tapi pas sekarang biasa aja.
P : Kamu nyaman enggak dengan adanya peraturan pesantren?
S : Pada awalnya sih enggak tapi sekarang nyaman
P : Kenapa?
S : Karena lebih bisa teratur dan enggak semaunya sendiri
P : Ketika awal masuk kamu kan bermalam di pesantren, bagaimana
perasaan kamu ketika pertama kali bermalam di pesantren?
S : Enggak betah, kangen sama orang tua di rumah, pengen ketemu
sama mama.
P : Sekarang gimana?
S : Sekarang udah enggak lagi.
P : Terus, gimana perasaan kamu ketika orang tua datang menjenguk?
S : Seneng! Jadi pengen pulang, tapi nggak boleh sama orang tua
P : Terus gimana perasaan kamu ketika orang tua kamu pulang?
S : Sedih lagi tapi enak sih dikasih uang banyak sama orang tua,
P : Terus kamu nangis enggak?.
S : Enggak, kata mama anak laki itu enggak boleh nangis.
P : Kamu pernah sakit nggak di sini?
S : Pernah, sakit demam.
P : Kaiau kamu sakit di pesantren kamu ngapain?
S : Kalau saya sakit biasanya saya pergi ke klinik terus istirahat dikamar.
T api kalau sakit saya parah saya telpon orang tua minta datang terus
pulang ke rumah.
P : Sekarang masalah kegiatan, kamu punya jadwal kegiatan harian
enggak?
S : Enggak punya.
P : Kamu bangun pagi jam berapa?
S : Biasanya saya bangun jam empat kurang lima belas menit,
P : Siapa yang bangunkan?
S : Awal-nya kakak mudabbir, tapi sekarang saya kadang bangun
sendiri.
P : Waktu di rumah kamu biasa bangun jam berapa?
S : Saya kalau di rumah bangun jam lima tiga puluh
P : Waktu pertama kali di bangunkan jam empat kurang lima belas,
gimana perasaan kamu?
S : Kesel !
P : Kok kamu mau bangun?
S : Awalnya saya susah bangunnya, tapi sekarang udah biasa.
P : Pagi sebelum shubuh biasanya apa yang kamu lakukan?
S : Saya pergi ke masjid terus shalat sunnah, kalau masih ada waktu
saya ngaji Al-Quran.
P : Kalau setelah shubuh?
S : Kalau habis shubuh biasanya saya ngaji Al-quran, habis itu olah raga
mandi makan deh.
P : Kalau ngaji biasanya sendiri apa sama ustadz?
S : Kadang sama ustadz kadang sendiri?
P : Mana yang kamu suka ngaji sama ustadz apa ngaji sendiri?
S : Ngaji sama ustadz karena kalau salah ada yang benerin.
P : Kapan kamu bisa ngaji lancar?
S : Bisa ngaji dengan lancar kira-kira usia delapan tahun?
P : Berarti dari rumah udah lancar?
S : lya
P : Kalau di rumah siapa yang ngajarin?
S : Cak mul.
P : Kalau kamu ngaji berapa ruku' sih sehari?
S : Ruku' itu apa?
P : Kan, kalau kamu ngaji suka ada huruf 'ain di pinggir nya, itu
namanya ruku'. Berapa ruku' sehari?
S : Kalau sehari biasanya paling sedikit lima ruku', karena kata ustadz
saya masih kurang fasih jadi harus banyak latihan.
P : Tadi kamu bilang habis ngaji biasanya kamu olah raga. Kamu suka
olah raga apasih?
S : Sepak bola
P : Kenapa?
S : Karena lebih banyak pemainnya jadi lebih asyik, udah gitu kan kalau
sepak bola banyak gerak jadi lebih sehat udah gitu jadi banyak temen,
kan pemainnya banyak
P : Sekarang begini, kamu pengen main bola tapi lapangannya di pakai
semua, gimana kamu olah raganya?
S : Biasanya saya gantian kalo nggak, ikut main aja sama tim yang
sudah ada.
P : Kamu ikut klub sepak bola nggak?
S : Nggak.
P : Kalu kamu malas olah raga ngapain?
S : Biasanya nyuci kalo nggak baca buku.
P : Kalau main bola biasanya sama siapa?
S : Sama Fuad
P : Fuad siapa?
S : Teman saya?
P : Kenapa kamu berteman sama Fuad?
S : Dia orangnya baik, enggak pemarah dan bisa dipercaya.
P : Terus, kalau kamu ada masalah cerita sama dia?
S : Biasanya saya cerita sama dia tap,i kalau dia enggak bisa Bantu,
saya cerita sama ustadz lwan.
P : Kalau habis olah raga biasanya kamu ngapain?
S : Mandi habis itu makan.
P : Kalau mandi biasa di kamar mandi yang mana?
S : Di kamar mandi pojok yang ada kerannya.
P : Emang ada yang nggak ada kerannya?
S : Ada, kan baknya panjang udah gitu di kasih pembatas jadi yang di
sebelahnjya gak ada kerannya.
P : Kenapa kok mandi di tempat yang ada kerannya?
S : Karena lebih bersih, bisa langsung ngambil di keran pakai ember.
P : Terus antri enggak?
S : Biasanya antri banget.
P : Terus kamu tetap mandi di situ?
S : lya.
P : Tadi kamu bilang kalu habis mandi, kamu langsung makan.
Makannya di mana?
S : Di bawah
P : Sama siapa?
S : Sama Fuad
P : Kalau menu makanannya enggak kamu suka, apa yang kamu
lakukan?
S : T etap makan
P : Kamu pernah enggak makan?
S : Hampir nggak pernah
P : Siapa sih yang ngingetin kamu?
S : Ya biasanya saya makan sama Fuad, kalo mau makan saya nyari
dia, kalau enggak dia yang nyari saya.
P : Kalau makan kan antri, gimana perasaan kamu ketika pertama kali
antri?
S : kesel!
P : Kalau antriannya panjang apa yang kamu lakukan?
S : Tetap antri
P : Pernah ada yang nyelak enggak?
S : Pernah tapi biasanya kalau ketahuan di hukum
P : Kamu pernah nyelak enggak?
S : Nggak pernah
P : Kamu kalau di kasih uang perminggu apa perbulan? Berapa?
S : Perminggu, biasanya lima belas ribu Rupiah
P : Biasanya habis untuk apa?
S : Buat ikut kegiatan sama jajan.
P : Pernah kurang enngak, kalau kurang apa yang kamu lakukan?
S : Awalnya pernah tapi sekarang jarang. Kalau kurang biasanya pinjam,
kalau enggak telepon orang tua biar nanti minggunya di bawain
P : Kalau lebih biasanya diapakan?
S : Di tabung
P : Awalnya kan kurang terus sekarang sering lebih. Memang ada yang
mengajarkan kamu untuk mengatur uang, Kalau ada siapa?
S : Ada kakak saya
P : Bagaimana caranya?
S : Di jatah perhari berapa, habis itu kalau sisa di tabung.
P : nah sekarang kalau ada temen yang butuh uang, apa yang kamu
lakukan?
S : Pinjemin.
P : Kalau tabungannya udah banyak buat apa sih?
S : Buat bayar kegiatan jadi enggak usah minta lagi sama orang tua.
P : Kalau habis makan biasanya ngapain?
S : Berangkat ke sekolah.
P : Jam berapa sih kamu berangkat ke sekolah?
S : Jam tujuh kurang lima belas menit.
P : Di sekolah pelajaran apa sih yang kamu suka?
S : Bahasa, matematika, fisika.
P : Selain di sekolah, kapan biasanya kamu belajar?
S : Malam, jam delapan sampai jam sepuluh.
P : Kalau belajar sama siapa sih?
S : Ka~ang sendiri, kadang sama fuad, kadang sama ustadz.
P : Kalau belajar di mana?
S : Di masjid
P : Mana yang kamu suka belajar sendiri apa belajar sama ustadz?
S : Belajar sama ustadz, karena kalau salah ada yang benerin.
P : Kalau ada waktu luang biasanya kamu ngapain sih?
S : Nyuci kalau nggak baca buku.
P : kaalu baca buku bisanya berapa jam sehari?
S : Biasanya dua jam sehari.
P : Kalau berbahasa kamu lebih suka bahasa apa sih?
S : Bahasa Arab
P : Kenapa?
S : Lebih saya kenal karena saya pernah belajar waktu di madarasah
dulu
P : Misalkan sekarang minggu lnggris, apa yang kamu lakukan dalam
berkomunikasi?
S : lkutin pakai bahasa lnggris, tapi lebih banyak diamnya, karena saya
kurang bisa.
P : Kalau belajar pidato biasanya kamu lebih suka pakai bahasa apa?
S : Bahasa Arab.
P : Kamu pernah melanggar peraturan enggak?
S : Pernah, melanggar bahasa, waktu itu saya ngomong "gua sama elu"
P : Hukumannya apa?
S : Push up
P : Kamu biasa membersihkan kamar berapa kali seminggu?
S : Biasanya dua kali
P : Yang beresin tempat lemari sama tempat tidur siapa?
S ; Saya sendiri
P : Kamu ikut akstrakulikuler apa sih?
S : Saya ikut Tapak Suci sama PRAMUKA
P : Apa yang kamu harapkan ikut ekstrakulikuler tersebut?
S : Kalu PRAMUKA biar bisa sandi-sandi, terus biar bisa mandiri. Kalau
Tapak Suci biar bisa jaga diri.
P : Kalau PRAMUKA latihannya hari apa aja sih?
S .: Kalau PRAMUKA latihannya hari Minggu sama Selasa sore
P : Kalau Tapak Suci hari apa?
S : Kalau Tapak Suci hari Senin sore sama Jum'at pagi.
P : Kalau kegiatan yang kamu ikuti bentrok, bagaimana?
S : Pilih yang berhubungan dengan belajar dan yang paling penting.
P : Kalau tidur jam berapa sih ?
S : Jam sepuluh malam.
P : Ka!au nggak bisa tidur biasanya ngapain ?
S : Paksain, soalnya takut kesiangan besoknya
P : Yang mengingatkan buat tidur siapa sih?
S : Kakak mudabbir
P : Kamu pernah tidur di kelas nggak?
S : Pernah, waktu itu habis perkemahan, cape banget akhirnya tidur di
kelas.
P : Ok, selesai terima kasih banyuak atas bantuannya.
S : Sama-sama kak.
Nama
Tanggal
Jam
No Pertanyaan
1. Shalat berjamaah
2. Mengaji
3. Berbusana muslim
4. Bela jar
5. Muhadarah
6. Mengatur keuangan
7. Manajemen waktu
PEDOMAN WAWANCARA
sld
r Shalat fardu berjamaah di masjid
,. Mengaji al-qur' an
r Berbusana yang muslim
r Berbusana yang bersih dan rapi
,. Belajar malam
,. Belajar bersama ustadz
r Belajar sendiri
>-- Membaca buku
,. Menjadipenceramah
>-- Hanya melihat
,. Sela! u menabung
:i-- Jajan yang berlebihan
y Selalu berangkat kemasjid sebelum iqomah
:i-- Berangkat kesekolah sebelum bel masuk
,. Tidur tepat waktu
~ Mengisi waktu kosong dengan kegiatan
8. Disiplin y tidak pernah melanggar
9. Olah raga }I;- Olah raga setiap hari
);-- Mengikuti klub olah raga
10. Mengukiti ekstra :;.. Mengikuti salah satu ekstrakulikuler
kulikuler •!• Pramuka
•!• Teater
•!• Pencak silat
•!• Klubbahasa
•!• Jam'iyyah Quro'
•!• Jam'iyyah Tahfidzul Qur'an
•!• Jam'iyyah Mubalighiin
11. Membersihkan y Membersihkan asrama
asrama/ go tong );-- Membersihkan kamar
royong
12. Budaya antri );-- Antri dalam menggunakan fasilitas pesantren
13. Berbahasa asing > Selalu berbahasa arab dan inggris yang sudah
dipelajari
);-- Tidak pernah melanggar peraturan bagian
bah as a
14. Mencari teman );-- Mempunyai lebih dari satu teman akrab
p Kena\ dengan kakak kelas
:» Kenai dengan dewan guru
~ Kenai dengan teman sekelas/ sekamar
15. Kesehatan ,. ,.. Memeriksakan diri ke dokter pesantren
16. Jauh dari orang tua ~ Menelpon orang tua dikala kangen
:» Dijenguk orang tua di kala bingung
17. Kebersihan dan :» Lernari tertata rapih
kerapihan diri p Mencuci dan mensetrika sendiri
:» Memakai baju yang sudah di setrika
,, Mandi pagi dan sore hari ,..
I 18. Makan dan minum :» Makan pagi, siang dan sore sore hari tepat
waktu
19. lstirahat :» Menggunakan waktu luang dengan istirahat ,
p Tidur tepat waktu
Lembar Observasi
)ubyek
l\/awancara Ke
·empat
:atatan lapangan
Tanggal: ...................... .
Jam : ........... s/d ......... .
1. Keadaan tempat wawancara, cuaca, dan kehadiran pihak lain
disekitar tempat wawancara.
2. Gambaran fisik penampilan subyek.
3. Ringkasan awal dan akhir wawancara (yang tidak direkam apa saja
yang dilakukan interviewer dan subyek).
4. Ringkasan sikap subyek selama jalannya wawancara ( suara. intonasi,
sikap tubuh, antusiasme, sikap kepada interviewer dll).
5. Gangguan atau hambatan selama wawancara.
6. Catalan khusus selama wawancara.