PENYELESAIAN TUNGGAKAN KREDIT DI PT. BANK …... · PENYELESAIAN TUNGGAKAN KREDIT DI PT. BANK...
Transcript of PENYELESAIAN TUNGGAKAN KREDIT DI PT. BANK …... · PENYELESAIAN TUNGGAKAN KREDIT DI PT. BANK...
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
i
PENYELESAIAN TUNGGAKAN KREDIT DI PT. BANK PERKREDITAN
RAKYAT ARTHA MERTOYUDAN SALATIGA MELALUI
ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA
Penulisan Hukum
(Skripsi)
Disusun dan Diajukan untuk
Melengkapi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Derajat Sarjana S1
dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret
Oleh:
Andhika Budi Prasetyo
NIM. E0006069
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2011
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Penulisan Hukum (Skripsi)
PENYELESAIAN TUNGGAKAN KREDIT DI PT. BANK PERKREDITAN
RAKYAT ARTHA MERTOYUDAN SALATIGA MELALUI
ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA
Oleh:
Andhika Budi Prasetyo NIM. E0006069
Disetujui untuk dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Penulisan Hukum (Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Surakarta,
Dosen Pembimbing
Pujiyono, S.H., M.H. NIP. 197910142003121001
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
PENGESAHAN PENGUJI
Penulisan Hukum (Skripsi) PENYELESAIAN TUNGGAKAN KREDIT DI PT. BANK PERKREDITAN
RAKYAT ARTHA MERTOYUDAN SALATIGA MELALUI
ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA
Oleh:
Andhika Budi Prasetyo
NIM. E0006069
Telah diterima dan dipertahankan di hadapan
Dewan Penguji Penulisan Hukum (Skripsi)
Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Pada :
Hari : Rabu
Tanggal : 2 November 2011
DEWAN PENGUJI
1. Moch. Najib Imanullah, S.H.,M.H.,PhD : ………………………
Ketua
2. Hernawan Hadi, S.H.,M.Hum. : ………………………
Sekretaris
3. Pujiyono, S.H.,M.H. : ....................................
Anggota
Mengetahui
Dekan,
Prof. Dr. Hartiwiningsih, M.H., M.Hum
NIP.195702031985032001
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
PERNYATAAN
Nama : Andhika Budi Prasetyo
NIM : E0006069
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum (skripsi)
berjudul : PENYELESAIAN TUNGGAKAN KREDIT DI PT. BANK
PERKREDITAN RAKYAT ARTHA MERTOYUDAN SALATIGA
MELALUI ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA adalah betul-
betul karya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam penulisan hukum
(skripsi) ini diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.
Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya
bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan penulisan hukum
(skripsi) dan gelar yang saya peroleh dari penulisan hukum (skripsi) ini.
Surakarta, 2 November 2011
Yang membuat pernyataan
Andhika Budi Prasetyo
NIM. E0006069
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
ABSTRAK
Andhika Budi Prasetyo, E0006069. 2011. PENYELESAIAN TUNGGAKAN KREDIT DI PT. BANK PERKREDITAN RAKYAT ARTHA MERTOYUDAN SALATIGA MELALUI ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA. Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret. Penulisan hukum ini bertujuan untuk mengetahui jenis-jenis Alternatif Penyelesaian Sengketa yang digunakan oleh PT. BPR Artha Mertoyudan Salatiga dalam menyelesaikan tunggakan kredit dan untuk mengetahui Alternatif Penyelesaian Sengketa yang paling efektif dan efisien yang digunakan oleh PT. BPR Artha Mertoyudan Salatiga dalam menyelesaikan tunggakan kredit. Penulisan hukum ini merupakan penulisan hukum empiris yang bersifat deskriptif, menggambarkan mengenai penyelesaian tunggakan kredit di PT. BPR Artha Mertoyudan Salatiga melalui jalur Alternatif Penyelesaian Sengketa. Jenis data yang digunakan adalah data primer dan sekunder. Sumber data primer dan sekunder yang digunakan mencakup bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Teknik pengumpulan datanya adalah wawancara dengan pegawai PT. BPR Artha Mertoyudan Salatiga, Studi Pustaka, dan cyber media. Analisis data yang digunakan adalah analisis data kualitatif dengan model analisis interaktif. Berdasarkan pembahasan dihasilkan simpulan, Kesatu, jenis-jenis Alternatif Penyelesaian Sengketa yang digunakan oleh PT. BPR Artha Mertoyudan Salatiga untuk menyelesaikan tunggakan kredit adalah negosiasi dan negosiasi via mediator. Sedangkan Alternatif Penyelesaian Sengketa yang paling efektif dan efisien adalah negosiasi via mediator. Penyelesaian tunggakan kredit dengan negosiasi via mediator merupakan model penyelesaian yang paling efektif karena model ini dinilai oleh PT. BPR Artha Mertoyudan Salatiga merupakan cara penyelesaian tunggakan kredit yang menguntungkan kedua belah pihak (win-win solution). Hal ini dikarenakan dalam proses tunggakan kredit yang diinginkan oleh kedua belah pihak adalah keputusan yang adil tanpa menimbulkan kerugian bagi masing-masing pihak. Kata kunci : Tunggakan Kredit dan Alternatif Penyelesaian Sengketa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
ABSTRACT Andhika Budi Prasetyo, E0006069. 2011. SOLVING OF ARREARS CREDIT IN PT. BANK PERKREDITAN RAKYAT ARTHA MERTOYUDAN SALATIGA THROUGH ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION. Law Faculty of Surakarta Sebelas Maret University. The objectives of this research to know alternative dispute resolution types used by PT. BPR Artha Mertoyudan Salatiga in handling credit arrears and to know the most efficient and effective alternative solving of dispute which used by PT. BPR Artha Mertoyudan Salatiga in handling credit arrears. The objective of this research represent writing of empirical law having the caracter of this descriptive, depicting to regarding the solving of credit arrears in PT. BPR Artha Mertoyudan Salatiga through alternative band is solving of dispute. The used data are primary data and secondary data. Source of primary data and secondary data used include cover material punish primary, secondary, and tertiary. Technique data collecting are interview with officer of PT. BPR Artha Mertoyudan Salatiga, study book, and cyber media. Data analysis the used is data qualitative with model analyse interactive. Pursuant to solution yielded by node, alternative dispute resoluiton types used by PT. BPR Artha Mertoyudan Salatiga to handling credit arrears are negotiation and negotiation via mediator. The most efficient and effective dispute is negotiation via mediator. Solving of credit arrears with negotiation via mediator represent model is most effective because this model assessed by PT. BPR Artha Mertoyudan Salatiga represent the way of the solving of beneficial credit arrears of both parties (win-win solution). This matter because of in course of credit arrears wanted by both parties is fair decision without generating loss to each side. Keyword : Arrears Credit and Alternative Solving of Dispute
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang senantiasa melimpahkan rahmat-
Nya dan pertolongan dari-Nya, sehingga Penulis dapat menyelesaikan penulisan
hukum (Skripsi) yang berjudul “PENYELESAIAN TUNGGAKAN KREDIT DI
PT. BANK PERKREDITAN RAKYAT ARTHA MERTOYUDAN SALATIGA
MELALUI ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA.”
Penyelesaian tunggakan kredit di PT. BPR Artha Mertoyudan
menggunakan jalur Alternatif Penyelesaian Sengketa yaitu negosiasi dan
negosiasi via mediator. Penggunaan Alternatif Penyelesaian Sengketa merupakan
cara yang efisien dan efektif dalam penyelesaian kasus tunggakan kredit. Manfaat
Alternatif Penyelesaian Sengketa adalah hasil dari penyelesaian atas kasus
tunggakan kredit dapat memberikan keuntungan yang baik dan tidak
menimbulkan kerugian bagi kedua belah pihak yang sedang bersengketa.
Skripsi ini dibuat sebagai salah satu persyaratan guna memperoleh gelar
Sarjana Srata (S1) pada jurusan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret.
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menyadari sepenuhnya bahwa tanpa
bantuan dan bimbingan dari berbagai fihak, skripsi ini tidak akan terwujud.
Dalam penyusunan penulisan hukum (Skripsi) ini, Penulis menyadari
sepenuhnya, bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak maka
penulisan hukum (Skripsi) ini tidak dapat terselesaikan dengan baik. Sehingga
dalam kesempatan ini Penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang
sebesar-besarnya bagi semua pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungan
doa kepada Penulis kepada:
1. Ibu Prof. Dr. Hartiwiningsih, S.H., M.Hum. selaku dekan Fakultas Hukum
Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah berkenan memberikan izin dan
kesempatan kepada Penulis untuk menyelesaikan penulisan hukum (Skripsi)
ini.
2. Bapak Pujiyono, S.H., M.H selaku pembimbing penulisan hukum (Skripsi)
yang dengan sabar dan berkenan menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
dalam memberikan pengarahan dan bimbingan kepada Penulis sehingga
Penulis dapat menyelesaikan penulisan hukum (Skripsi) ini.
3. Ibu Ambar Budi S, S.H., M.Hum selaku Ketua Bagian Hukum Acara Perdata
yang telah membantu dalam penulisan hukum (Skripsi) ini.
4. Ibu Adriana Grahani Firdausy, S.H., M.Hum selaku pembimbing akademik
yang telah memberikan nasehat dan pengarahan dalam bidang akademik yang
sangat bermanfaat bagi Penulis selama menimba ilmu di Fakultas Hukum
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
5. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret
Surakarta yang telah memberikan ilmu pengetahuan pada bidang hukum,
sehingga dapat dijadikan acuan oleh Penulis dalam penyusunan penulisan
hukum (Skripsi) ini.
6. Bapak dan Ibu Karyawan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret
Surakarta yang telah memberikan bantuan dan kemudahan bagi Penulis
selama menimba ilmu di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
7. Mama Tri Palupi Dyah H. dan Papa Ir. Prayitno selaku orang tua yang Penulis
cintai yang memberikan dukungan, doa, dan kasih sayang kepada Penulis
sehingga Penulis dapat menyelesaikan pendidikan dan penulisan hukum
(Skripsi) ini.
8. Andhita selaku adikku tersayang yang memberikan dukungan doa dan kasih
sayang bagi Penulis dalam menyelesaikan penulisan hukum (Skripsi) ini.
9. Bapak/Ibu/Staf dari Perpustakaan Universitas Sebelas Maret Surakarta.
10. Sahabat tercintaku Hanifah Endah Setyowati yang telah memberikan masukan
serta menemani Penulis saat senang dan susah, dan bersedia menyediakan
waktu untuk menemani Penulis dalam mencari data yang dibutuhkan dalam
penulisan hukum (Skripsi) ini.
11. Handono Agung Widodo dan Elmina Listiani yang banyak sekali membantu
Penulis dalam menyelesaikan penulisan hukum (Skripsi) ini.
12. Teman-teman di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret yang tidak bisa
Penulis sebutkan satu per satu.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
13. Teman-teman dan orang-orang baru yang tidak bisa Penulis sebutan satu per
satu di sini. Terima kasih telah memberikan masukan dan saran yang sangat
bermanfaat bagi Penulis.
Surakarta, 2 November 2011
Penulis
(Andhika Budi Prasetyo)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL........................................................................................ i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .............................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ........................................................ iii
HALAMAN PERNYATAAN ......................................................................... iv
ABSTRAK ....................................................................................................... v
KATA PENGANTAR ..................................................................................... vii
DAFTAR ISI .................................................................................................... ix
DAFTAR BAGAN .......................................................................................... xi
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ............................................................. 1
B. Rumusan Masalah ...................................................................... 4
D. Tujuan Penelitian ........................................................................ 4
E. Manfaat Penelitian ....................................................................... 5
F. Metode Penelitian ........................................................................ 6
G. Sistematika Penulisan Hukum .................................................... 11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................. 13
A. Kerangka Teori ........................................................................... 13
1. Tinjauan Umum Tentang Bank ............................................... 13
a. Pengertian Asas, Fungsi, dan Tujuan Bank ........................ 13
1) Pengertian Bank .............................................................. 13
2) Asas, Fungsi, dan Tujuan Perbankan ............................. 14
b. Jenis–Jenis dan Usaha Bank ............................................... 16
1) Jenis Bank ....................................................................... 16
2) Usaha Bank ..................................................................... 17
c. Bank Perkreditan Rakyat..................................................... 19
2. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian ....................................... 22
a. Pengertian Perjanjian .......................................................... 22
b. Syarat Syahnya Perjanjian .................................................. 23
c. Perjanjian Sebagai Undang-undang .................................... 24
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
d. Berakhirnya Perjanjian........................................................ 24
3. Tinjauan Umum Tentang Kredit ............................................. 27
a. Pengertian Kredit ................................................................ 27
b. Unsur-unsur Kredit ............................................................. 29
c. Jenis dan Penggolongan Kredit ........................................... 30
d. Kredit Macet ....................................................................... 31
4. Tinjauan Umum Tentang Alternatif Penyelesaian Sengketa .. 38
a. Pengertian Alternatif Penyelesaian Sengketa ...................... 38
b. Alasan Pemilihan Alternatif Penyelesaian Sengketa .......... 39
c. Jenis Alternatif Penyelesaian Sengketa ............................... 41
d. Alternatif Penyelesaian Sengketa di Berbagai Negara ....... 43
5. Tinjauan Umum Tentang Nasabah ......................................... 47
a. Pengertian Nasabah ............................................................. 47
b. Hubungan Bank dengan Nasabah ....................................... 47
6. Tinjauan Umum Tentang Efektif dan Efisien ......................... 48
a. Pengertian Efektif ................................................................ 48
b. Pengertian Efisien ............................................................... 48
B. Kerangka Pemikiran .................................................................... 49
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ............................... 53
A. Hasil Penelitian .......................................................................... 53
1. Deskripsi Singkat Lokasi PT. BPR Artha Mertoyudan ......... 53
2. Struktur Organisasi ................................................................ 54
3. Bagian Penanganan Kasus Kredit .......................................... 59
4. Aktivitas Operasional ............................................................ 60
B. Pembahasan ............................................................................... 62
1. Jenis Alternatif Penyelesaian Sengketa yang Digunakan
di PT. BPR Artha Mertoyudan Salatiga ................................ 62
2. Jenis Alternatif Penyelesaian Sengketa yang Paling
efektif yang digunakan di PT. BPR Artha Mertoyudan Salatiga78
BAB IV PENUTUP ....................................................................................... 87
A. Simpulan .................................................................................... 87
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
B. Saran ........................................................................................... 88
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
DAFTAR BAGAN
Bagan 1: Bagan Kerangka Pemikiran ................................................ 49
Bagan 2: Bagan Struktur Organisasi PT. Bank Perkreditan Rakyat
Artha Mertoyudan Salatiga ................................................. 55
Tabel 1: Tabel Tunggakan Kredit atas nama “KP” .......................... 63
Tabel 2: Tabel Tunggakan Kredit atas nama “W” ............................ 66
Tabel 3: Tabel Tunggakan Kredit atas nama “MS” .......................... 70
Tabel 4: Tabel Tunggakan Kredit atas nama “MG”.......................... 73
Tabel 5: Tabel Tunggakan Kredit atas nama “S” ............................. 76
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia sebagai mahkluk hidup yang selalu ingin mencukupi
kebutuhannya secara layak sering terbentur oleh keadaan ekonominya.
Sebagaimana diketahui, keberadaan status sosial ekonomi suatu masyarakat
bervariasi. Ada golongan ekonomi bawah, golongan ekonomi menengah, dan
golongan ekonomi atas. Suatu hal yang tidak dipungkiri apabila manusia selalu
merasa serba kekurangan. Kebutuhan suatu dana tidak saja dimiliki oleh
masyarakat golongan ekonomi bawah, melainkan golongan ekonomi menengah
dan atas pun juga merasa kekurangan dana atau modal.
Bagi golongan ekonomi bawah, kebutuhan akan dana digunakan untuk
mencukupi kebutuhan mereka sehari-hari, seperti membeli beras, membeli
sandang, papan, dan sebagainya. Sedangkan bagi golongan ekonomi menengah
dan atas kebutuhan dana biasanya digunakan untuk memperlebar usahanya supaya
lebih berkembang. Guna menambah dana tentulah dibutuhkan suatu sumber dana
yang besar. Dan salah satu sumber dana yang dapat digunakan untuk mencukupi
kebutuhan hidup dan meningkatkan usaha tersebut adalah bank.
Sebagai suatu lembaga kepercayaan masyarakat, perbankan memegang
peranan yang penting dalam sistem perekonomian, sehingga bank sering disebut
sebagai jantung dari sistem keuangan. Di dalam suatu perbuatan perekonomian
modern, adanya bank di tengah-tengah masyarakat merupakan suatu hal yang
tidak asing lagi. Masyarakat sangat biasa menggunakan fasilitas bank untuk
aktivitas perkonomiannya (Awalil Rizky dan Nasyith Majidi, 2008: 25).
Perbankan menerima simpanan dari puluhan juta orang, badan usaha milik
negara dan badan usaha swasta maupun mengelola keuangan pemerintah. Dalam
melaksanakan tugas tersebut bank memfasilitasi aliran barang dan jasa dari
produsen kepada konsumen serta melakukan berbagai aktivitas keuangan untuk
kepentingan pemerintah, badan usaha milik negara dan swasta maupun untuk
keperluan rumah tangga. Bahkan dengan semakin banyaknya servis yang
1
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
ditawarkan oleh bank, masyarakat bisa membayar tagihan telepon, tagihan listrik,
dan membayar belanja di supermarket lewat servis yang disediakan bank (Sundari
Arie, 2003-2005: 36).
Those in financial difficulty are still turning to loans as a means of
obtaining credit. In fact, the figures amongst those in distress who turn lending
are markedly on the up.Yang artinya, masyarakat yang berada dalam kesulitan
keuangan beralih kepada pinjaman sebagai saran untuk memperoleh kredit. Dan
pada kenyataannya, masyarakat tersebut yang berada di dalam kesulitan berbaik
kepada pinjaman. (http://www.emeraldinsight.com diakses tanggal 22 Juni 2011
jam 16.17 WIB).
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 Pasal 1 butir
11 tentang Perbankan menyebutkan pengertian kredit dirumuskan bahwa
penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan
pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak
peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan
pemberian bunga. Setiap bank pasti menghadapi masalah kredit macet. Bank
tanpa kredit macet merupakan hal yang aneh, (kecuali bank-bank yang baru
tentunya).
Membicarakan kredit macet, sesungguhnya membicarakan risiko yang
terkandung dalam setiap pemberian kredit, dengan demikian bank tidak mungkin
terhindar dari kredit macet. Kemacetan kredit adalah suatu hal yang merupakan
penyebab kesulitan terhadap bank itu sendiri, yaitu berupa kesulitan terutama
yang menyangkut tingkat kesehatan bank, karenanya bank wajib menghindarkan
diri dari kredit macet. The financial crisis and the subsequent distrust of the
existing banks have created an opportunity for new competitors to enter the
market for financial services, artinya selain kredit macet, bank juga mengalami
krisis keuangan dan ketidakpercayaan dari nasabah yang ada, sehingga
menciptakan kesempatan bagi pesaing-pesaing baru untuk memasuki pasar jasa
keuangan (http://www.emeraldinsight.com diakses tanggal 22 Juni 2011 jam
16.30 WIB).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
PT. BPR Artha Mertoyudan Salatiga merupakan salah satu lembaga
keuangan yang memanfaatkan dana dari masyarakat yang berupa Tabungan
Masyarakat Desa (Tamades) dan deposito, kemudian menyalurkan kembali dana
tersebut kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau pinjaman. PT. BPR Artha
Mertoyudan didirikan dengan maksud agar pembangunan desa dapat lebih
berkembang dalam segala bidang misalnya perkembangan dari segi perekonomian
masyarakat supaya semakin makmur dan sejahtera guna meningkatkan taraf
hidup, maka diperlukan adanya penanganan khusus untuk peningkatan kredit,
karena kredit mempunyai peranan yang sangat penting dalam kegiatan ekonomi.
Suatu lembaga keuangan atau bank akan memberikan kredit kepada
peminjam, jika betul-betul yakin bahwa si penerima kredit akan mengembalikan
pinjaman yang diterimanya sesuai dengan jangka waktu dan syarat yang telah
disetujui oleh kedua pihak. Bila ada satu atau beberapa debitur PT. BPR Artha
Mertoyudan Salatiga yang tidak menaati aturan tersebut, maka dapat
menimbulkan dampak dikemudian hari, yaitu kredit yang diberikan tidak sesuai
dengan waktu yang telah diberikan atau kredit yang diberikan pembayarannya
menunggak. Timbulnya tunggakan kredit tersebut dipengaruhi oleh beberapa
faktor, baik faktor intern maupun faktor ekstern antara debitur dengan kreditur itu
sendiri.
Dalam penyelesaian permasalahan-permasalahan kredit tersebut, PT. BPR
Artha Mertoyudan Salatiga selama ini menggunakan jalur di non litigasi
(Alternatif Penyelesaian Sengketa), walaupun sebenarnya pihak PT. BPR Artha
Mertoyudan Salatiga dapat menempuh jalur pengadilan mengingat kasus-kasus
tunggakannya sudah sampai tahap somasi pengadilan. Menurut Pasal 1 butir 10
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan
Alternatif Penyelesaian Sengketa, Alternatif Penyelesaian Sengketa adalah
lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang
disepakati para pihak, yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara
konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli. Di sini para pihak
yang bersengketa masing-masing tidak merasa kalah ataupun menang (win-win),
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa keputusan melalui Alternatif
Penyelesaian Sengketa dapat memberi keadilan bagi kedua belah pihak.
Berdasarkan uraian di atas, maka Penulis bermaksud untuk melakukan
penelitian lebih lanjut mengenai Alternatif Penyelesaian Sengketa terhadap
tunggakan kredit yang terdapat pada PT. BPR dalam bentuk penulisan hukum
dengan judul ”PENYELESAIAN TUNGGAKAN KREDIT DI PT. BANK
PERKREDITAN RAKYAT ARTHA MERTOYUDAN SALATIGA MELALUI
ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA.”
B. Perumusan Masalah
Perumusan masalah dalam suatu penelitian sangat diperlukan agar dapat
mempermudah penulis dalam membahas permasalahan yang akan diteliti. Bertitik
tolak dari latar belakang masalah yang telah dijabarkan di atas, maka dapat
dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
1. Apa sajakah model Alternatif Penyelesaian Sengketa di luar pengadilan yang
digunakan dalam menyelesaikan tunggakan kredit di PT. BPR Artha
Mertoyudan Salatiga?
2. Apakah model Alternatif Penyelesaian Sengketa di luar pengadilan yang
paling efektif dan efisien dalam menyelesaikan tunggakan kredit di PT. BPR
Artha Mertoyudan Salatiga?
C. Tujuan Penelitian
Dalam suatu penelitian pada dasarnya memiliki suatu tujuan tertentu yang
hendak dicapai. Tujuan penelitian juga harus jelas sehingga dapat memberikan
arah dalam pelaksanaan penelitian tersebut. Adapun tujuan dari penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Tujuan Obyektif
a. Untuk mengetahui model Alternatif Penyelesaian Sengketa di luar
pengadilan dalam menyelesaikan tunggakan kredit di PT. BPR Artha
Mertoyudan Salatiga.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
b. Untuk mengetahui model Alternatif Penyelesaian Sengketa di luar
pengadilan yang paling efektif dan efisien dalam menyelesaikan
tunggakan kredit di PT. BPR Artha Mertoyudan Salatiga.
2. Tujuan Subyektif
a. Untuk memenuhi persyaratan akademis guna memperoleh derajat sarjana
dalam bidang Ilmu Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
b. Untuk menambah pengetahuan dan wawasan penulis dalam bidang
Hukum Perdata, khususnya mengenai Alternatif Penyelesaian Sengketa
dalam menyelesaikan tunggakan kredit di PT. BPR.
D. Manfaat Penelitian
Suatu penelitian akan sangat berguna bila hasil penelitian tersebut dapat
memberikan manfaat, tidak hanya bagi penulis tetapi juga bermanfaat bagi orang
lain. Adapun manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini antara lain:
1. Manfaat Teoritis
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat berupa
masukan atau sumbangan pemikiran bagi pengembangan ilmu
pengetahuan di bidang ilmu hukum pada umumnya dan hukum perdata
pada khususnya.
b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya referensi dan literatur
dalam dunia kepustakaan tentang Alternatif Penyelesaian Sengketa dalam
menyelesaikan tunggakan kredit di PT. BPR.
2. Manfaat Praktis
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan penalaran,
membentuk pola pikir sistematis dan dinamis sekalipun untuk mengetahui
sejauh mana kemampuan dalam menerapkan ilmu yang diperoleh selama
menimba ilmu di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu dan memberi masukan
serta tambahan pengetahuan bagi para pihak yang terkait dan berguna bagi
para pihak yang berminat pada masalah yang sama.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
E. Metode Penelitian
Penelitian hukum dimulai dengan melakukan penelusuran terhadap bahan-
bahan hukum sebagai dasar suatu keputusan hukum (legal decision making)
terhadap kasus-kasus hukum yang konkret. Pada sisi lainnya, penelitian hukum
juga merupakan kegiatan ilmiah untuk memberikan refleksi dan penilaian
terhadap keputusan-keputusan hukum yang telah dibuat terhadap kasus-kasus
hukum yang pernah terjadi atau akan terjadi (Johnny Ibrahim, 2006: 299). Metode
penelitian yang digunakan adalah sebagai berikut:
1. Jenis Penelitian
Berdasar dengan judul dan permasalahan dalam penulisan hukum ini,
maka penelitian ini merupakan penelitian empiris atau socio-legal research.
Penelitian yang bersifat socio-legal research ini menempatkan hukum sebagai
gejala sosial. Dalam penelitian ini penulis menggunakan data primer yang
berupa hasil wawancara dengan pegawai PT. BPR Artha Mertoyudan Salatiga
mengenai kenyataan yang terjadi di masyarakat, yaitu dari Alternatif
Penyelesaian Sengketa dalam menyelesaikan tunggakan kredit di PT. BPR
Artha Mertoyudan Salatiga. Penelitian ini dilakukan dengan cara meneliti data
primer atau data dasar yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum
sekunder, dan bahan hukum tersier. Bahan-bahan tersebut disusun secara
sistematis, dikaji, kemudian ditarik kesimpulan dalam hubungannya tentang
masalah yang diteliti.
2. Sifat Penelitian
Sesuai dengan judul dan permasalahan dalam penelitian ini maka
penelitian ini bersifat deskriptif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang
bersifat pemaparan dan bertujuan untuk memperoleh gambaran lengkap
tentang keadaan yang berlaku di tempat tertentu atau mengenai gejala yuridis
yang ada, atau peristiwa hukum yang terjadi di masyarakat (Abdulkadir
Muhammad, 2004: 50). Penelitian deskriptif dimaksudkan untuk memberikan
data yang seteliti mungkin tentang manusia, keadaan atau gejala-gejala
lainnya. Maksudnya adalah terutama untuk mempertegas hipotesa-hipotesa,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
agar dapat membantu di dalam memperkuat teori-teori lama atau di dalam
kerangka menyusun teori-teori baru.
Berdasarkan pengertian tersebut maka penelitian ini termasuk dalam
penelitian deskriptif. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif karena
penelitian ini dimaksudkan untuk mendeskripsikan tentang Alternatif
Penyelesaian Sengketa dalam menyelesaikan tunggakan kredit di PT. BPR
Artha Mertoyudan Salatiga.
3. Lokasi Penelitian
Lokasi Penelitian yang diambil oleh Penulis bertujuan untuk
memperjelas ruang lingkup, sehingga penelitiannya menjadi terarah dan dapat
dibatasi. Dalam penelitian ini penulis mengambil lokasi penelitian di PT. BPR
Artha Mertoyudan Salatiga.
4. Pendekatan Penelitian
Pendekatan-pendekatan yang digunakan di dalam penelitian hukum
adalah pendekatan perundang-undangan (Statute Approach), pendekatan kasus
(Case Approach), pendekatan historis (Historical Approach), pendekatan
perbandingan (Comparative Approach), dan pendekatan konseptual
(Conceptual Approach) (Peter Mahmud Marzuki, 2005: 93). Pendekatan yang
digunakan oleh Penulis dalam penelitian ini adalah pendekatan kasus (Case
Approach). Pendekatan kasus dilakukan dengan cara melakukan telaah
terhadap kasus-kasus yang berkaitan dengan isu yang dihadapi yang telah
menjadi putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
5. Jenis Data
Jenis data yang Penulis pergunakan dalam penelitian ini adalah data
primer, data sekunder, dan data tersier. Data primer adalah data yang
diperoleh secara langsung di lokasi penelitian, yaitu wawancara dengan Bapak
Handono Agung Widodo sebagai Kepala Bagian Kredit PT. BPR Artha
Mertoyudan Salatiga. Sedangkan data sekunder yaitu berkas-berkas dokumen
yang mendukung data primer seperti perjanjian kredit antara debitur dan
kreditur atau informasi hasil penelaahan dokumen penelitian serupa yang
pernah dilakukan sebelumnya, bahan kepustakaan seperti buku-buku, literatur,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
koran, majalah, jurnal, perundang-undangan, internet, dan bahan lainnya yang
mendukung penelitian ini. Sedangkan data tersier yaitu data yang mendukung
data primer dan data sekunder berupa kamus hukum dan kamus besar bahasa
Indonesia.
6. Sumber Data
Sumber data merupakan tempat di mana dan ke mana data dari suatu
penelitian dapat diperoleh. Sumber data yang digunakan Penulis dalam
penelitian adalah:
a. Sumber Data Primer
Sumber data primer adalah pihak yang terkait langsung dengan
permasalahan yang diteliti, yaitu Bapak Handono Agung Widodo sebagai
Kepala Bagian Kredit PT. BPR Artha Mertoyudan Salatiga.
b. Sumber Data Sekunder
Sumber data sekunder ini diperoleh dari perjanjian kredit PT. BPR Artha
Mertoyudan Salatiga, buku-buku, majalah, artikel, jurnal hukum, arsip,
hasil penelitian ilmiah, dokumen, peraturan perundang-undangan yaitu
Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 jo Undang-undang Nomor 10
Tahun 1998 tentang Perbankan dan Undang-undang Nomor 30 Tahun
1999 tentang Alternatif Penyelesaian Sengketa, laporan, media massa,
internet, dan data kepustakaan lainnya yang mendukung data primer.
c. Sumber Data Tersier
Sumber data tersier diperoleh dari kamus hukum dan kamus bahasa
Indonesia yang mendukung data primer dan data sekunder.
7. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dimaksudkan sebagai cara untuk
memperoleh data dalam penelitian. Teknik pengumpulan data yang diambil
oleh Penulis dalam penelitian ini adalah:
a. Wawancara (Interview)
Wawancara adalah bentuk komunikasi antara dua orang, melibatkan
seseorang yang ingin memperoleh informasi dari seorang lainnya dengan
mengajukan pertanyaan-pertanyaan berdasarkan tujuan tertentu (Deddy
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
Mulyana, 2006: 180). Dalam penelitian ini Penulis akan melakukan
wawancara dengan Bapak Handono Agung Widodo sebagai Kepala
Bagian Kredit PT. BPR Artha Mertoyudan Salatiga.
b. Studi Dokumen
Studi dokumen merupakan metode pengumpulan data yang dilakukan
dengan mengumpulkan data tertulis, yaitu dengan cara membaca dan
mempelajari perjanjian kredit dan perjanjian-perjanjian lain yang terkait
dengan masalah Alternatif Penyelesaian Sengketa di PT. BPR Artha
Mertoyudan Salatiga, peraturan perundang-undangan yaitu Undang-
undang Nomor 7 Tahun 1992 jo Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998
tentang Perbankan dan Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang
Alternatif Penyelesaian Sengketa, dan literatur yang sesuai dengan dasar
penyusunan penulisan hukum ini.
8. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data dalam penelitian merupakan hal yang penting
karena menentukan kualitas dari penelitian tersebut. Setelah data terkumpul,
maka data tersebut dapat diolah dan dianalisis sedemikian rupa sampai pada
tahap penarikan kesimpulan yang dapat digunakan untuk menjawab persoalan-
persoalan yang dikemukakan dalam penelitian ini.
Dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis kualitatif dengan
model analisis interaktif (interactive model). “Menurut Miles dan Huberman
sebagaimana dikutip HB. Sutopo dalam proses analisis terdiri dari komponen
utama yaitu reduksi data (data reduction), sajian data (data display), dan
penarikan kesimpulan (conclusion drawing)” (HB Sutopo, 1988: 34). Ketiga
komponen tersebut dilakukan bersama dengan pengumpulan data, selanjutnya
setelah data terkumpul maka dibuat suatu penarikan kesimpulan (conclusion
drawing) dan verifikasi. Ketiga komponen tersebut dapat diuraikan sebagai
berikut:
a. Reduksi Data
Reduksi data merupakan suatu proses seleksi, pemfokusan,
penyederhanaan, dan abstraksi data yang ada dalam fieldnote. Proses ini
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
berlangsung terus sepanjang pelaksanaan riset, yang dimulai dari bahkan
sebelum pengumpulan data dilakukan.
b. Sajian Data
Sajian data merupakan suatu rakitan organisasi informasi, deskriptif dalam
bentuk narasi yang memungkinkan kesimpulan penelitian dapat dilakukan.
Sajian data juga dapat berupa matriks, gambar atau skema, jaringan kerja
berkaitan kegiatan dan tabel. Seluruhnya dirancang guna merakit informasi
secara teratur supaya mudah dilihat dan dimengerti dalam bentuk yang
kompak.
c. Penarikan Kesimpulan dan Verifikasi
Penarikan kesimpulan dilakukan oleh penulis sendiri, agar menghasilkan
suatu kesimpulan yang dapat dipertanggungjawabkan dapat diadakan
verifikasi terhadap kesimpulan tersebut. Untuk lebih jelasnya Penulis
menggambarkan model analisis interaktif (interactive model) sebagai
berikut :
Gambar : analisis Data Kualitatif Interaksi Model
(HB Sutopo, 1988: 37)
Ketiga komponen ini berinteraksi dengan komponen pengumpulan data
sebagai proses siklus. Sebelum proses pengumpulan data, Penulis
membuat reduksi data dan sajian data. Pada proses pengumpulan data
PENGUMPULAN DATA
REDUKSI DATA
PENARIKAN KESIMPULAN VERIFIKASI
SAJIAN DATA
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
berakhir, penulis melakukan penarikan kesimpulan dan verifikasinya
berdasar pada reduksi dan sajian data yang ada.
F. Sistematika Penulisan Hukum
Untuk memberikan gambaran secara menyeluruh mengenai sistematika
penulisan hukum yang sesuai dengan aturan baru penulisan hukum, maka Penulis
menggunakan sistematika penulisan hukum. Adapun sistematika penulisan hukum
ini terdiri dari empat bab yang tiap-tiap bab terbagi ke dalam sub-subbab yang
dimaksudkan untuk memudahkan pemahaman terhadap keseluruhan hasil
penelitian ini. Sistematika penulisan hukum tersebut adalah sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Dalam bab ini diuraikan mengenai latar belakang masalah,
perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode
penelitian, dan sistematika penulisan hukum.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Dalam bab ini diuraikan mengenai tinjauan pustaka yang terdiri
dari:
A. Kerangka Teori
1. Tinjauan Umum Tentang Bank
Tinjauan umum tentang bank terdiri dari pengertian bank,
asas bank, funfsi dan tujuan bank, jenis-jenis dan usaha-
usaha bank, dan bank perkreditan rakyat itu sendiri.
2. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian
Tinjauan umum tentang perjanjian terdiri dari pengertian
perjanjian, syarat sahnya perjanjian, perjanjian sebagai
undang-undang, dan berakhirnya perjanjian.
3. Tinjauan Umum Tentang Kredit
Tinjauan umum tentang kredit terdiri dari pengertian kredit,
unsur-unsur kredit, jenis dan penggolongan kredit, dan
kredit macet.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
4. Tinjauan Umum Tentang Alternatif Penyelesaian Sengketa
Tinjauan umum tentang Alternatif Penyelesaian Sengketa
terdiri dari pengertian Alternatif Penyelesaian Sengketa,
alasan memilih Alternatif Penyelesaian Sengketa dalam
menyelesaikan tunggakan kredit, Alternatif Penyelesaian
Sengketa di beberapa negara, dan jenis Alternatif
Penyelesaian Sengketa.
5. Tinjauan Umum Tentang Nasabah
Tinjauan umum tentang nasabah terdiri dari pengertian
nasabah dan hubungan nasabah dengan bank.
6. Tinjauan Umum Tentang Efektif dan Efisien
Tinjauan umum tentang efektif dan efisien terdiri dari
pengertian efektif dan pengertian efisien.
B. Kerangka Pemikiran
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Dalam bab ini diuraikan mengenai hasil penelitian yang membahas
tentang Deskripsi lokasi penelitian, jenis Alternatif Penyelesaian
Sengketa yang digunakan dalam menyelesaikan tunggakan kredit
di PT. BPR Artha Mertoyudan Salatiga dan jenis Alternatif
Penyelesaian Sengketa yang paling efektif dan efisien yang
digunakan dalam menyelesaikan tunggakan kredit di PT. BPR
Artha Mertoyudan Salatiga.
BAB IV PENUTUP
Dalam bab ini diuraikan mengenai kesimpulan dari hasil
pembahasan dan saran-saran terkait permasalahan yang ada.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori
1. Tinjauan Umum Tentang Bank
a. Pengertian, Asas, Fungsi, dan Tujuan Bank
1) Pengertian Bank
Lembaga perbankan merupakan inti dari sistem keuangan dari
setiap negara. Bank adalah lembaga keuangan yang menjadi tempat
bagi orang perseorangan, badan-badan usaha swasta, badan-badan
usaha milik negara, bahkan lembaga-lembaga pemerintahan
menyimpan dana-dana yang dimilikinya. Melalui kegiatan perkreditan
dan berbagai jasa yang diberikan, bank melayani kebutuhan
pembiayaan serta melancarkan mekanisme sistem pembayaran bagi
semua sektor perekonomian.
Di Indonesia masalah yang terkait dengan bank diatur dalam
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1992 tentang
Perbankan sebagai diubah dalam Undang-undang Republik Indonesia
Nomor 10 Tahun 1998. Dalam Black’s Law Dictionary, bank
dirumuskan sebagai :
“an institution, usually incopated, whose business to receive
money on deposit, cash, checks or drafts, discount commercial
paper, make loans, an issue promissory notes payable to
bearer known as bank notes”. Yang artinya adalah bank
merupakan sebuah lembaga yang biasanya memiliki bisnis
menerima, menyimpan uang tabungan, uang tunai, cek atau
perjanjian, surat bisnis disconto, pinjaman, nota surat
kesanggupan atas pinjaman sebagai catatan bank (Hermansyah,
2005: 7).
Tidak jauh berbeda dengan rumusan tersebut, menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia, bank adalah badan usaha di bidang keuangan
13
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
yang menarik dan mengeluarkan uang di masyarakat, terutama
memberikan kredit dan jasa di lalu lintas pembayaran dan peredaran
uang. Rumusan mengenai pengertian bank yang lain dapat juga kita
temui dalam kamus istilah hukum Fockema Andreas yang mengatakan
bahwa bank adalah suatu lembaga atau orang pribadi yang
menjalankan perusahaan dalam menerima dan memberikan uang dari
dan kepada pihak ketiga. Berhubung dengan adanya cek yang hanya
dapat diberikan kepada bankir sebagai tertarik, maka bank dalam arti
luas adalah orang atau lembaga yang dalam pekerjaannya secara
teratur menyediakan uang untuk pihak ketiga (Hermansyah, 2005: 8).
Berdasarkan dari beberapa pengertian di atas dapat dikatakan
bahwa pada dasarnya bank adalah badan usaha yang menjalankan
kegiatan menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya
kembali kepada pihak-pihak yang membutuhkan dalam bentuk kredit
dan memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Berkaitan dengan
pengertian bank, Pasal 1 butir 2 Undang-undang Republik Indonesia
Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan merumuskan bahwa Bank
adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam
bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam
bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka
meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
2) Asas, Fungsi, dan Tujuan Perbankan
Mengenai asas perbankan yang dianut di Indonesia dapat
diketahui dari ketentuan Pasal 2 Undang-undang Republik Indonesia
Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan yang mengemukakan
bahwa, “ Perbankan Indonesia dalam melakukan usahanya berasaskan
demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-hatian.”
Menurut penjelasan resminya yang dimaksud dengan demokrasi
ekonomi adalah demokrasi ekonomi berdasarkan Pancasila dan UUD
1945.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
Berkaitan dengan itu, untuk memperoleh pengertian mengenai
makna demokrasi ekonomi Indonesia itu, dalam ceramahnya di
Gedung Kebangkitan Nasional Tanggal 16 Mei 1981, ahli ekonomi
Universitas Gadjah Mada Mubyarto sebagimana dikutip oleh
Hermansyah merumuskan bahwa demokrasi ekonomi Indonesia
sebagai demokrasi ekonomi Pancasila mempunyai ciri-ciri sebagai
berikut: pertama, dalam sistem ekonomi Pancasila koperasi ialah soko
guru perekonomian; kedua, perekonomian Pancasila digerakkan oleh
rangsangan-rangsangan ekonomi, sosial, dan yang paling penting ialah
moral; ketiga, perekonomian Pancasila ada hubungannya dengan
Tuhan Yang Maha Esa, sehingga dalam Pancasila terdapat solidaritas
sosial; keempat, perekonomian Pancasila berkaitan dengan persatuan
Indonesia, yang berarti nasionalisme menjiwai tiap kebijakan ekonomi.
Sedangkan sistem perekonomian kapitalis pada dasarnya
kosmopolitanisme, sehingga dalam mengejar keuntungan tidak
mengenal batas-batas negara; kelima, sistem perekonomian Pancasila
tegas dan jelas adanya keseimbangan antara perencanaan sentral
(nasional) dengan tekanan pada desentralisasi di dalam pelaksanaan
kegiatan ekonomi (Hermansyah, 2005: 18-19).
Prinsip kehati-hatian disebutkan dalam ketentuan Pasal 2
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 tentang
Perbankan tidak terdapat penjelasan secara resmi, tetapi dapat
dikemukakan bahwa bank dan orang-orang yang terlibat di dalamnya,
terutama dalam membuat kebjiaksanaan dan menjalankan kegiatan
usahanya wajib menjalankan tugas dan wewenangnya masing-masing
secara cermat, teliti, dan professional sehingga memperoleh
kepercayaan masyarakat. Selain itu, bank dalam membuat
kebijaksanaan dan menjalankan kegiatan usahanya harus selalu
mematuhi seluruh peraturan perundang-undangan yang berlaku secara
konsisten dengan didasari oleh itikad baik. Kepercayaan masyarakat
merupakan kata kunci utama bagi berkembang atau tidaknya suatu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
bank, dalam arti tanpa adanya kepercayaan dari masyarakat suatu bank
tidak akan mampu menjalankan kegiatan usahanya.
Mengenai fungsi perbankan dapat dilihat dalam ketentuan
Pasal 3 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998
tentang Perbankan yang menyatakan bahwa fungsi utama perbankan
Indonesia adalah sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat.
Dari ketentuan ini tercermin fungsi bank sebagai perantara pihak-pihak
yang memiliki kelebihan dana (surplus of funds) dengan pihak-pihak
yang kekurangan dan memerlukan dana (lacks of funds).
Perbankan di Indonesia mempunyai tujuan yang strategis dan
tidak semata-mata berorientasi ekonomis, tetapi juga berorientasi
kepada hal-hal yang nonekonomis seperti masalah yang menyangkut
stabilitas nasional yang mencakup antara lain stabilitas politik dan
stabilitas sosial. Secara lengkap mengenai hal ini diatur dalam
ketentuan Pasal 4 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 10
Tahun 1998 tentang Perbankan yang berbunyi, ”Perbankan Indonesia
bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam
rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi, dan
stabilitas nasional ke arah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak”.
b. Jenis-Jenis dan Usaha-Usaha Bank
1) Jenis-Jenis Bank
Dalam praktik perbankan di Indonesia saat ini terdapat
beberapa jenis perbankan yang diatur dalam Undang-undang
Perbankan. Jika kita melihat jenis perbankan sebelum keluar Undang-
undang Republik Indonesia Perbankan Nomor 10 Tahun 1998 dengan
sebelumnya yaitu Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14
Tahun 1967, maka terdapat beberapa perbedaan. Namun kegiatan
utama atau pokok bank sebagai lembaga keuangan yang menghimpun
dana dari masyarakat dan menyalurkan dana tidak berbeda satu sama
lainnya (Kasmir, 2004: 32).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
Menurut Pasal 5 ayat 1 Undang-undang Republik Indonesia
Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, jenis bank ada dua jenis,
yaitu Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat. Yang dimaksud
dengan Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha
secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam
kegiatannya memberikan jasa lalu lintas pembayaran, sedangkan yang
dimaksud dengan Bank Perkreditan Rakyat adalah bank yang
melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau
berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan
jasa dalam lalu lintas pembayaran.
Selain itu Bank Umum dapat mengkhususkan diri untuk
melaksanakan kegiatan tertentu atau memberikan perhatian yang lebih
besar kepada kegiatan tertentu. Yang dimaksud dengan
“mengkhususkan diri untuk melaksanakan kegiatan tertentu” adalah
antara lain melaksanakan kegiatan pembiayaan jangka panjang,
kegiatan untuk mengembangkan koperasi, pengembangan pengusaha
ekonomi lemah/pengusaha kecil, pengembangan ekspor nonmigas, dan
pengembangan pembangunan perumahan.
2) Usaha-Usaha Bank
Menurut ketentuan Pasal 6 Undang-undang Republik Indonesia
Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, kegiatan usaha yang dapat
dilakukan oleh Bank Umum adalah sebagai berikut:
a) menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan
berupa giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan,
dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu;
b) memberikan kredit;
c) menerbitkan surat pengakuan utang;
d) membeli, menjual atau menjamin atas resiko sendiri maupun
untuk kepentingan dan atas perintah nasabahnya;
e) memindahkan uang baik untuk kepentingan sendiri maupun
untuk kepentingan nasabah;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
f) menempatkan dana pada, meminjam dana dari, atau
meminjamkan dana kepada bank lain, baik dengan menggunakan
surat, sarana telekomunikasi maupun dengan wesel unjuk, cek,
atau sarana lainnya;
g) menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan
melakukan perhitungan dengan atau antarpihak ketiga;
h) menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat
berharga;
i) melakukan kegiatan penitipan untuk kepentingan pihak lain
berdasarkan suatu kontrak;
j) melakukan penempatan dana dari nasabah kepada nasabah
lainnya dalam bentuk surat berharga yang tidak tercatat di bursa
efek;
k) dihapus;
l) melakukan kegiatan anjak piutang, usaha kartu kredit, dan
kegiatan wali amanat;
m) menyediakan pembiayaan dan atau melakukan kegiatan lain
berdasarkan prinsip syariah, sesuai dengan ketentuan yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia; dan
n) melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan oleh bank
sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-undang dan
peraturan peraturan perundang-undangaan yang berlaku.
Berdasarkan uraian di atas, menunjukkan bahwa Bank Umum
dapat melakukan berbagai macam bentuk kegiatan usaha yang sangat
luas, namun demikian Undang-undang Republik Indonesia Nomor 10
Tahun 1998 tentang Perbankan telah pula menentukan mengenai
kegiatan usaha yang dilarang dilakukan oleh Bank Umum
sebagaimana diatur dalam Pasal 10, yaitu:
a) melakukan penyertaan modal, kecuali sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 7 huruf b dan huruf c;
b) melakukan usaha perasuransian;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
c) melakukan usaha lain di luar kegiatan usaha sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6 dan Pasal 7.
c. Bank Perkreditan Rakyat
BPR adalah lembaga keuangan bank yang menerima simpanan
hanya dalam bentuk deposito berjangka, tabungan, dan/atau bentuk
lainnya yang dipersamakan dengan itu dan menyalurkan dana sebagai
usaha BPR. BPR mempunyai asas-asas dalam menjalankan usahanya.
Asas tersebut adalah demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip
kehati-hatian, kemanan, keuntungan, dan efisiensi yang diharapkan dapat
menunjang kekuatan dan pertumbuhan sistem perbankan serta
mengakomodasi perkembangan kebutuhan pemerintah dan masyarakat.
Demokrasi ekonomi adalah sistem ekonomi Indonesia yang dijalankan
sesuai dengan Pasal 33 UUD 1945.
BPR mempunyai fungsi sebagai penghimpun dan penyalur dana
masyarakat. Di mana pihak bank melakukan penghimpunan dana dari
masyarakat dan akan disalurkan untuk masyarakat itu sendiri guna
memenuhi kebutuhan hidup dan pengembangan usahanya. Selain
mempunyai fungsi, BPR juga mempunyai tujuan untuk menunjang
pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan
pemerataan, penumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional ke arah
peningkatan kesejahteraan rakyat banyak.
Berbeda halnya dengan Bank Umum yang bisa melakukan
berbagai kegiatan usaha sebagaimana dikemukakan di atas, maka di BPR
kegiatan usaha yang dapat dilakukannya terbatas. Usaha BPR hanya
meliputi:
1) menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa
deposito berjangka, tabungan, dan atau bentuk lainnya yang
dipersamakan dengan itu;
2) memberikan kredit;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
3) menyediakan pembiayaan dan penempatan dana berdasarkan prinsip
syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia;
dan
4) menempatkan dananya dalam bentuk sertifikat Bank Indonesia,
deposito berjangka, sertifikat deposito, dan atau tabungan pada bank
lain.
Berkaitan dengan itu, Undang-undang Republik Indonesia Nomor
10 Tahun 1998 tentang Perbankan mengatur juga mengenai kegiatan usaha
yang dilarang dilakukan oleh BPR sebagaimana ditentukan dalam Pasal
14, yaitu:
1) menerima simpanan berupa giro dan ikut serta dalam lalu lintas
pembayaran;
2) melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing;
3) melakukan penyertaan modal;
4) melakukan usaha perasuransian; dan
5) melakukan usaha lain di luar kegiatan usaha sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 13.
BPR mempunyai alokasi dalam menjalankan usaha-usahanya.
Dalam mengalokasi kredit, ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh
BPR, yaitu:
1) dalam memberikan kredit, BPR wajib mempunyai keyakinan atas
kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi utangnya sesuai
dengan perjanjian;
2) dalam memberikan kredit, BPR wajib memenuhi ketentuan Bank
Indonesia mengenai batas maksimum pemberian kredit, pemberian
jaminan, atau hal lain yang serupa, yang dapat dilakukan oleh BPR
kepada peminjam atau sekelompok peminjam yang terkait, termasuk
kepada perusahaan-perusahaan dalam kelompok yang sama dengan
BPR tersebut. Batas maksimum tersebut adalah tidak melebihi 30%
dari modal yang sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan Bank
Indonesia; dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
3) dalam memberikan kredit, BPR wajib memenuhi ketentuan Bank
Indonesia mengenai batas maksimum pemberian kredit, pemberian
jaminan, atau hal lain yang serupa, yang dapat dilakukan oleh BPR
kepada pemegang saham (dan keluarga) yang memiliki 10% atau lebih
dari modal disetor, anggota dewan komisaris (dan keluarga), anggota
direksi (dan keluarga), pejabat BPR lainnya, serta perusahaan-
perusahaan yang di dalamnya terdapat kepentingan pihak pemegang
saham (dan keluarga) yang memiliki 10% atau lebih dari modal
disetor, anggota dewan komisaris (dan keluarga), anggota direksi (dan
keluarga), pejabat BPR lainnya. Batas maksimum tersebut tidak
melebihi 10% dari modal yang sesuai dengan ketentuan yang
ditetapkan Bank Indonesia.
Pendirian BPR mempunyai ijin-ijin tertentu. Perijinan tersebut
antara lain:
1) usaha BPR harus mendapatkan ijin dari Menteri Keuangan, kecuali
apabila kegiatan menghimpun dana dari masyarakat diatur dengan
undang-undang tersendiri;
2) ijin usaha BPR diberikan Menteri Keuangan setelah mendengar
pertimbangan Bank Indonesia;
3) untuk mendapatkan ijin usaha, BPR wajib memenuhi persyaratan
tentang susunan organisasi, permodalan, kepemilikan, keahlian di
bidang perbankan, kelayakan rencana kerja, hal-hal lain yang
ditetapkan Menteri Keuangan setelah mendengar pertimbangan Bank
Indonesia, dan memenuhi persyaratan tentang tempat kedudukan
kantor pusat BPR di kecamatan. BPR dapat pula didirikan di ibukota
kabupaten atau kotamadya sepanjang di ibukota kabupaten dan
kotamadya belum terdapat BPR;
4) pembukaan kantor cabang BPR di ibukota negara, ibukota propinsi,
ibukota kabupaten, dan kotamadya hanya dapat dilakukan dengan ijin
Menteri Keuangan setelah mendengar pertimbangan Bank Indonesia.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
Persyaratan dan tata cara pembukaan kantor tersebut ditetapkan
Menteri Keuangan setelah mendengar pertimbangan Bank Indonesia;
5) pembukaan kantor cabang BPR di luar ibukota negara, ibukota
propinsi, ibukota kabupaten, dan kotamadya serta pembukaan kantor di
bawah kantor cabang BPR wajib dilaporkan kepada Bank Indonesia.
Persyaratan dan tata cara pembukaan kantor tersebut ditetapkan
Menteri Keuangan setelah mendengar pertimbangan Bank Indonesia;
dan
6) BPR tidak dapat membuka kantor cabangnya di luar negeri karena
BPR dilarang melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing (transaksi
valas).
2. Tinjauan Umum tentang Perjanjian
a. Pengertian Perjanjian
Pengertian perjanjian menurut Pasal 1313 KUH Perdata suatu
perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih
mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Pengertian
perjanjian ini mengandung unsur:
1) Perbuatan
Penggunaan kata “perbuatan” pada perumusan tentang Perjanjian ini
lebih tepat jika diganti dengan kata perbuatan hukum atau tindakan
hukum, karena perbuatan tersebut membawa akibat hukum bagi para
pihak yang memperjanjikan.
2) Satu orang atau lebih terhadap satu orang lain atau lebih
Untuk adanya suatu perjanjian, paling sedikit harus ada dua pihak yang
saling berhadap-hadapan dan saling memberikan pernyataan yang
cocok/pas satu sama lain. Pihak tersebut adalah orang atau badan
hukum.
3) Mengikatkan dirinya
Di dalam perjanjian terdapat unsur janji yang diberikan oleh pihak
yang satu kepada pihak yang lain. Dalam perjanjian ini orang terikat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
kepada akibat hukum yang muncul karena kehendaknya sendiri
(Endang Mintorowati, 1994: 1).
b. Syarat Sahnya Perjanjian
Agar suatu perjanjian dapat menjadi sah dan mengikat para pihak,
perjanjian harus memenuhi syarat-syarat sebagaimana ditetapkan dalam
Pasal 1320 KUH Perdata, yaitu:
1) Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya
Sepakat diartikan sebagai persetujuan kehendak, seiya sekata
pihak-pihak mengenai pokok-pokok perjanjian, apa yang dikehendaki
oleh pihak yang satu dikehendaki pula oleh pihak yang yang lainnya.
Persetujuan itu sifatnya sudah mantap, dan tidak lagi dalam
perundingan. Persetujuan kehendak itu sifatnya bebas, artinya tidak
ada paksaan, tekanan dari pihak manapun juga, betul-betul atas
kemauan sukarela para pihak. Dalam pengertian persetujuan kehendak
termasuk juga tidak ada kekhilafan dan tidak ada penipuan.
2) Cakap untuk membuat perikatan
Pada prinsipnya semua orang dinyatakan cakap untuk membuat
perjanjian apabila ia oleh undang-undang tidak dinyatakan tak cakap,
hal ini diatur dalam Pasal 1329 KUH Perdata. Perkecualian atas
prinsip yang ada dalam Pasal 1329 KUH Perdata yang terdapat dalam
Pasal 1330 KUH Perdata menentukan yang tidak cakap untuk
membuat perikatan, yaitu:
a) orang-orang yang belum dewasa;
b) mereka yang ditaruh dibawah pengampuan;
c) orang-orang perempuan, dalam hal-hal yang ditetapkan oleh
undang-undang; dan
d) pada umumnya semua orang kepada siapa undang-undang telah
melarang membuat perjanjian-perjanjian tertentu.
3) Suatu hal tertentu
Perjanjian harus menentukan jenis objek yang diperjanjikan,
jika tidak perjanjian itu batal demi hukum. Pasal 1332 KUH Perdata
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
menentukan hanya barang-barang yang dapat diperdagangkan yang
dapat menjadi obyek perjanjian, dan berdasarkan Pasal 1334 KUH
Perdata barang-barang yang baru akan ada di kemudian hari dapat
menjadi obyek perjanjian kecuali jika dilarang oleh undang-undang
secara tegas.
4) Suatu sebab atau causa yang halal
Sahnya causa dari suatu persetujuan ditentukan pada saat
perjanjian dibuat. Perjanjian tanpa causa yang halal adalah batal demi
hukum, kecuali ditentukan lain oleh undang-undang.
c. Perjanjian Sebagai Undang-Undang
Perjanjian atau kontrak adalah suatu peristiwa di mana seorang
atau satu pihak berjanji kepada seorang atau pihak lain atau di mana dua
orang atau dua pihak itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal
(Pasal 1313 KUH Perdata). Pasal 1338 ayat 1 KUH Perdata, yang
menyatakan bahwa semua kontrak atau perjanjian yang dibuat secara sah
berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya (Munir
Fuady, 1999: 17). Dari Pasal ini dapat disimpulkan adanya asas kebebasan
berkontrak, akan tetapi kebebasan ini dibatasi oleh hukum yang sifatnya
memaksa, sehingga para pihak yang membuat perjanjian harus menaati
hukum yang sifatnya memaksa. Suatu perjanjian tidak dapat ditarik
kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak, atau karena alasan-
alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu. Perjanjian
tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan di
dalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian,
diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan atau undang-undang. Suatu
perjanjian tidak diperbolehkan membawa kerugian kepada pihak ketiga.
d. Berakhirnya Perjanjian
Menurut Pasal 1381 KUHPerdata menyebutkan bahwa berakhirnya
perjanjian disebabkan karena:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
1) Pembayaran
Terpenuhinya kontra prestasi yang dilakukan oleh nasabah
debitur adalah dengan melakukan pembayaran atas kredit yang
diterimanya. Mengenai pembayaran ini dapat dilakukan oleh siapa saja
yang berkepentingan, seperti turut berutang maupun seorang
penanggung utang, termasuk juga pihak ketiga yang tidak mempunyai
kepentingan, dengan syarat bertindak atas nama debitur dan untuk
melunasi kredit (Badriyah Harun, 2010: 63).
2) Penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan atau
penitipan
Penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan atau
penitipan terjadi bila kreditur (bank) menolak pembayaran kredit
secara tunai. Terhadap pembayaran tunai yang ditawarkan oleh
nasabah debitur ternyata ditolak oleh bank, maka nasabah debitur
dapat menyimpan atau menitipkannya pada pengadilan (Badriyah
Harun, 2010: 63).
3) Pembaruan utang
Pembaruan utang disebut juga novasi. Dikatakan pembaruan
utang karena utang yang ada pada perjanjian lama dihapus pada waktu
yang bersamaan dengan adanya utang dengan perjanjian yang baru.
Terdapat tiga cara dalam membuat pembaruan utang, yaitu:
a) kredit yang lama hapus karena kredit yang baru;
b) kreditur membebaskan diri dari piutangnya dan menunjuk bank
yang baru sebagai kreditur, baik dilakukan tanpa atau dengan
sepengetahuan debitur; dan
c) terjadi perubahan objek perjanjian (Badriyah Harun, 2010: 64).
4) Perjumpaan utang
Perjumpaan utang disebut juga kompensasi. Terjadinya
kompensasi dikarenakan dua orang saling berutang. Cara melakukan
kompensasi dapat dilakukan dengan cara otomatis di mana para pihak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
saling melepaskan haknya guna menunaikan kewajibannya terhadap
utang, maupun dilakukan dengan cara mengadakan pembicaraan
terlebih dahulu. Untuk melakukan kompensasi terdapat persayaratan
sebagaimana dimuat dalam Pasal 1427 KUHPerdata yang
mensyaratkan bahwa:
b) kedua utang harus mengenai uang atau barang yang berasal dari
jenis dan kualitas yang sama; dan
c) kedua utang harus sama besar dan seketika dapat ditagih dalam
waktu yang sama.
5) Percampuran utang
Percampuran utang dapat terjadi karena para pihak baik debitur
maupun kreditur berkumpul menjadi satu. Dengan tercampurnya
debitur dan kreditur pada satu pihak, maka utang yang ada dapat
terhapus apabila terdapat tanggung-menanggung antara kreditur dan
debitur (Badriyah Harun, 2010: 64).
6) Pembebasan utang
Dalam pembebasan utang yang dilakukan oleh kreditur,
kreditur wajib secara tegas memberitahukan kepada debitur bahwa
kreditur telah membebaskan piutangnya. Debitur yang menyetujui
pembebasan utang tersebut wajib menjawabnya. Hal tersebut sesuai
dengan Pasal 1438 KUHPerdata yang menyatakan bahwa pembebasan
suatu utang tidak boleh dipersangkakan, tetapi harus dibuktikan,
dengan demikian baik kreditur maupun debitur harus secara tegas
menyatakannya (Badriyah Harun, 2010: 65).
7) Musnahnya barang terutang
Debitur dapat membebaskan dirinya dari utang apabila barang
yang diperjanjikan hilang atau musnah di luar kekuasannya. Hilang
atau musnahnya barang bukan berasal dari kelalaian debiturdan debitur
dapat membuktikannya. Namun sebagaimana yang disebutkan dalam
Pasal 1445 KUHPerdata, jika bukan karena kesalahan debitur
kemudian barang tersebut jadi musnah, tidak dapat diperdagangkan,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
atau hilang, maka debitur, jika ia mempunyai hak-hak atau tuntutan
ganti rugi mengenai barang tersebut, diwajibkan memberikan hak dan
tuntutan tersebut kepada kreditur. Dengan demikian Pasal 1445
menghendaki adanya ganti kerugian oleh kreditur bila debitur
menuntutnya (Badriyah Harun, 2010: 65).
8) Pembatalan
Pembatalan dapat menghapus suatu utang apabila tidak
terpenuhinya persyaratan sebagaimana dimaksud Pasal 1320
KUHPerdata. Pasal 1449 juga membolehkan pembatalan apabila
perikatan tersebut mengandung paksaan, kekhilafan, atau penipuan
(Badriyah Harun, 2010: 66).
9) Berlakunya suatu syarat batal
Berlakunya syarat batal hanya terdapat pada perjanjian
bersyarat yang menyaratkan suatu keadaan atau peristiwa yang terjadi
pada masa mendatang dan peristiwa itu masih belum terjadi. Misalnya
bila jaminan ternyata tidak sesuai dengan apa yang diperjanjikan, maka
bank berhak untuk membatalkan perjanjian (Badriyah Harun, 2010:
66).
10) Lewatnya waktu
Dasar hukum berakhirnya perjanjian yang melewati waktu
(kadaluarsa) sebagaimana diatur dalam Pasal 1946 KUHPerdata.
Kadaluarsa merupakan sebuah upaya untuk memperoleh atau
membebaskan suatu perikatan dengan lewatnya waktu dengan syarat-
syarat sebagaimana ditetapkan oleh Undang-undang (Badriyah Harun,
2010: 66).
3. Tinjauan Umum Tentang Kredit
a. Pengertian Kredit
Istilah kredit berasal dari bahasa latin, yaitu credere yang berarti
kepercayaan. Kepercayaan yang dimaksud adalah kepercayaan dalam
penundaan pembayaran, baik penundaan utang piutang maupun penundaan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
jual beli. Debitur tidak wajib membayar utangnya secara langsung atau
tunai, melainkan ia diberikan kepercayaan oleh Undang-undang dalam
perjanjian kredit untuk membayar belakangan secara bertahap atau
mencicil. Karena utang tersebut dibayar dengan dicicil, maka resiko
selama utang tersebut belum dilunasi harus ditanggung oleh si pemberi
kredit (Badriyah Harun, 2010: 2).
Menurut Pasal 1 butir 11 Undang-undang Republik Indonesia
Nomor 10 Tahun 1998, kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang
dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan
pinjam meminjam antara bank dan pihak lain yang mewajibkan pihak
meminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu
dengan pemberian bunga. Kredit adalah merupakan kemampuan untuk
melaksanakan suatu pembelian atau mengadakan suatu pinjaman dengan
satu janji pembayarannya akan dilakukan atau ditangguhkan pada suatu
jangka waktu disepakati.
Dalam perkembangan perbankan modern pengertian perkreditan
tidak terbatas pada peminjaman kepada nasabah semata atau kredit secara
tradisional, melainkan lebih luas lagi serta adanya flektibilitas kredit yang
diberikannya. Hal tersebut terlihat dari pengertian cakupan kredit yang
terdapat pada lampiran Pedoman Penyusunan Kebijaksanaan Perkreditan
Bank (PPKPB) sebagaimana dikutip oleh Muhamad Djumhana yang
tertuang dalam Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor
27/162/KEP/DIR tanggal 31 Maret 1995. Pengertian kredit dalam PPKPB
tidak terbatas hanya pada pemberian fasilitas kredit yang lazim dibukukan
dalam pos kredit pada aktiva dalam neraca bank, namun termasuk pula
pemberian surat berharga yang disertai note purchase agreement atau
perjanjian kredit, pembelian surat berharga lain yang diterbitkan nasabah,
pengambilan tagihan dalam rangka anjak piutang dan pemberian jaminan
bank yang diantaranya meliputi akseptasi, endosemen, dan awal-awal surat
berharga (Muhamad Djumhana, 2000: 368-369).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
b. Unsur-Unsur Kredit
Sebagaimana diketahui bahwa unsur essensial dari kredit bank
adalah adanya kepercayaan dari bank sebagai kreditur terhadap nasabah
peminjam sebagai debitur. Kepercayaan tersebut timbul karena
dipenuhinya segala ketentuan dan persyaratan untuk memperoleh kredit
bank oleh debitur antara lain jelasnya tujuan peruntukan kredit, adanya
benda jaminan atau agunan dan lain-lain.
Kredit dilihat dari sisi keuntungan maka pandangan antara kreditur
dan debitur secara jelas mempunyai perbedaan, namun demikian mereka
terikat dalam satu kepentingan atas kondisi yang ada, maksudnya bahwa
dari sisi kreditur kegiatan kredit yaitu untuk mengambil keuntungan dari
modalnya dengan mengharapkan kontra prestasi, sedangkan pandangan
dari sisi debitur yaitu bahwa kredit memberikan bantuan bagi dirinya
untuk menutupi kebutuhannya dan menjadi beban bagi dirinya untuk
membayar di masa depan hal mana beban itu merupakan kewajiban
baginya yang berupa hutang (Muhamad Djumhana, 2000: 370).
Dalam bukunya yang berjudul Dasar-Dasar Perkreditan, Drs
Thomas Suyatno mengemukakan bahwa unsur-unsur kredit terdiri atas:
1) Kepercayaan
Kepercayaan adalah suatu keyakinan dari pemberi kredit bahwa
prestasi (uang, jasa atau barang) yang diberikannya baik dalam bentuk
uang, barang, atau jasa, akan benar-benar diterimanya kembali dimasa
tertentu yang akan datang.
2) Tenggang Waktu
Waktu adalah bahwa antara pemberi prestasi dan pengembaliannya
dibatasi oleh suatu masa atau waktu tertentu. Dalam unsur waktu ini
terkandung pengertian tentang nilai agio uang bahwa uang sekarang
lebih bernilai dari uang dimasa yang akan datang.
3) Degree of Risk
Degree of Risk adalah pemberian kredit menimbulkan suatu tingkat
resiko, dimasa-masa tenggang adalah masa yang abstrak. Resiko
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
timbul bagi pemberi karena uang/jasa/barang, jasa atau prestasi telah
lepas kepada orang lain.
4) Prestasi atau objek kredit
Prestasi adalah objek kredit itu tidak saja diberikan dalam bentuk uang,
tetapi juga dapat bentuk barang atau jasa. Namun karena kehidupan
modern sekarang ini didasarkan kepada uang, maka transaksi-transaksi
kredit yang menyangkut uanglah yang sering kita jumpai dalam
praktek perkreditan (Thomas Suyatno, 1995: 14).
c. Jenis dan Penggolongan Kredit
Istilah penggolongan kredit adalah istilah yang digunakan untuk
menunjukkan penggolongan kredit berdasarkan kolektibilitas kredit yang
menggambarkan kualitas kredit tersebut. Mengenai pengaturan
penggolongan kolektibilitas kredit terdapat dalam Surat Keputusan Direksi
Bank Indonesia No. 23/68/KEP/DIR tentang Penggolongan Kolektibilitas
Aktiva Produktif dan Pembentukan Cadangan atas Aktiva. Ketentuan
tersebut selanjutnya diubah dengan Surat Keputusan Direktur Bank
Indonesia No. 26/22/KEP/DIR tanggal 29 Mei 1993 tentang Kualitas
Aktiva Produktif dan Pembentukan Penyisihan Penghapusan Aktiva
Produktif, kemudian diubah kembali dengan Surat Keputusan Direktur
Bank Indonesia No. 30/267/KEP/DIR tanggal 27 Februari 1998 tentang
Kualitas Aktiva Produktif.
Penggolongan kualitas kredit menurut Surat Keputusan Direktur
Bank Indonesia No. 30/267/KEP/DIR tersebut adalah sebagai berikut:
1) Kredit lancar, yaitu apabila memenuhi kriteria:
a) pembayaran angsuran pokok dan atau bunga tepat;
b) memiliki mutasi rekening yang aktif; atau
c) bagian dari kredit yang dijamin dengan agunan tunai.
2) Kredit dalam perhatian khusus, yaitu apabila memenuhi kriteria:
a) terdapat tunggakan angsuran pokok dan atau bunga yang belum
melampaui 90 hari; atau
b) kadang-kadang terjadi cerukan; atau
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
c) mutasi rekening relatif rendah; atau
d) jarang terjadi pelanggaran terhadap kontrak yang diperjanjikan;
atau
e) didukung oleh pinjaman baru.
3) Kredit kurang lancar, yaitu apabila memenuhi kriteria:
a) terdapat tunggakan angsuran pokok dan atau bunga yang telah
melampaui 90 hari; atau
b) sering terjadi cerukan; atau
c) frekuensi mutasi rekening relatif rendah; atau
d) terjadi pelanggaran kontrak yang diperjanjikan lebih dari 90 hari;
e) terdapat indikasi masalah keuangan yang dihadapi debitur; atau
f) dokumentasik pinjaman yang lemah.
4) Kredit yang diragukan, yaitu apabila memenuhi kriteria:
a) terdapat tunggakan angsuran pokok dan atau bunga yang telah
melampaui 180 hari; atau
b) sering terjadi cerukan yang bersifat permanen; atau
c) terjadi wanprestasi lebih dari 180 hari; atau
d) terjadi kapitalisasi bunga; atau
e) dokumentasi hukum yang lemah baik untuk perjanjian kredit
maupun peningkatan jaminan.
5) Kredit macet, apabila memenuhi kriteria:
a) terdapat tunggakan angsuran pokok dan atau bunga yang telah
melampaui 270 hari;
b) kerugian operasional ditutup dengan pinjaman baru; atau
c) dari segi hukum maupun kondisi pasar, jaminan tidak dapat
dicairkan pada nilai wajar (Hermansyah, 2005: 62-63).
5) Kredit Macet
Kredit macet adalah kredit yang dinilai sudah tidak bisa ditagih
kembali. Bank akan menanggung kerugian atas kredit yang sudah
diberikan. Dengan ketentuan sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
1. terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga yang telah
melampaui 270 hari;
2. kerugian operasional ditutup dengan pinjaman baru; atau
3. dari segi hukum maupun pasar, jaminan tidak dapat dicairkan pada
nilai wajar (Badriyah Harun, 2010: 116).
Kredit bermasalah dalam jumlah besar dapat mendatangkan
dampak yang tidak menguntungkan bagi bank pemberi kredit, dunia
perbankan pada umumnya, dan juga terhadap kehidupan ekonomi dan
moneter dalam suatu negara. Bagi bank pemberi kredit akan membuat
menurunnya keuntungan bank yang dapat berpengaruh pada kesehatan dan
kelayakan bank untuk beroperasi. Hal tersebut juga berpengaruh pada
perputaran dana bank di masyarakar. Dana segar yang seharusnya berputar
di masyarakat akan terhenti akibat minimnya dana yang tersedia. Dampak
secara langsungnya, masyarakat tidak dapat mendapatkan dana segar
sehingga segala kegiatan usaha masyarakat yang membutuhkan dana
perbankan akan terhenti. Dengan demikian kelumpuhan usaha
menyebabkan tingkat pengangguran dan kemiskinan akan menjadi
semakin meningkat (Badriyah Harun, 2010: 117).
Menurut Thomas Suyatno penyebab terjadinya suatu kredit macet
adalah kesulitan keuangan yang dialami oleh debitur itu sendiri. Adapun
penyebab kesulitan keuangan dapat dikategorikan menjadi 2, yaitu:
1. Faktor-faktor Intern (managerial factor).
Faktor-faktor Intern adalah faktor-faktor yang ada dalam diri
perusahaan sendiri. Dari segi managerial factor terjadinya kredit macet
disebabkan oleh:
a) Aspek pemasaran
Aspek pemasaran merupakan penyebab kesulitan yang
sering sulit diatasi. Ada suatu ungkapan yang mengatakan menjual
lebih sulit dari pada membuat. Jadi kurang lakunya produk yang
dihasilkan dapat disebabkan karena kondisi di luar perusahaan,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
misalnya kejenuhan, kondisi umum (resesi) tenaga beli memang
menurun.
b) Aspek pengaturan keuangan
Kebijaksaan yang kurang serasi dalam mengatur alat likuid
perusahaan dan permodalan, khususnya modal pihak ketiga dapat
menimbulkan kesulitan yang dapat mengganggu likuiditas ataupun
rentabilitas, misalnya sebagai berikut:
(1) perusahaan terlalu banyak memakai modal dari luar sehingga
jumlah biaya bunga yang harus dibayar terlalu besar yang
akhirnya akan menekan rentabilitas dan likuiditas
perusahaan;
(2) ketimpangan antara jangka waktu dana luar yang diterima
dan lamanya penggunaan dapat pula merupakan sumber
kesulitan;
(3) perusahaan terlalu banyak mengadakan investasi tetap seperti
gedung, pabrik, tanah, dan sebagainya yang sebenarnya tidak
perlu untuk tingkat optimum aktivitas perusahaan; dan
(4) kebijaksanaan penjualan atau pemberian kredit nasabah bank
kepada nasabahnya berupa piutang dagang yang tidak sesuai
dengan kebutuhan dana likuid.
c) Aspek dana
Kesulitan keuangan mungkin disebabkan kekurangan dana
untuk skala perusahaan tersebut, baik dana untuk keperluan modal
kerja maupun untuk tambahan investasi. Hal ini perlu diteliti lebih
dahulu. Jika skala perusahaan terlalu kecil untuk dapat berusaha
dalam batas-batas yang wajar, maka diperlukan tambahan
investasi. Akan tetapi dalam hal perusahaan belum beroperasi
sesuai dengan kapasitas, maka yang diperlukan adalah tambahan
dana untuk modal kerja.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
d) Aspek teknis
Hal-hal yang menyebabkan kesulitan perusahaan di dalam
kaitan dengan teknis ini dapat merupakan kondisi intern misalnya
desain, model, dan sebagainya yang tidak menarik lagi serta
kekuatan mesin, sedangkan kondisi eksternnya adalah
perkembangan teknologi dan kesulitan bahan baku.
e) Aspek manajemen
Kesulitan yang diakibatkan oleh organisasi dan manajemen,
antara lain berupa:
(1) konflik di antara pimpinan;
(2) tenaga yang kurang terampil dan kurang berpengalaman;
(3) itikad yang tidak baik, seperti manipulasi dan korupsi; dan
(4) tidak efisien, pemborosan bahan, kelebihan tenaga kerja, dan
sebagainya.
2. Faktor-faktor ekstern
Faktor-faktor ekstern adalah faktor-faktor yang berasal dari luar
perusahaan. Faktor-faktor ekstern meliputi:
a) Kebijaksanaan pemerintah
(1) Devaluasi atau menurunnya rupiah dapat mengakibatkan
kenaikan harga, terutama pada perusahaan-perusahaan yang
banyak menggunakan barang impor sebagai bahan
baku/bahan penolong. Hal ini menyebabkan perusahaan
kekurangan modal kerja.
(2) Revaluasi atau menaiknya nilai rupiah akan mengakibatkan
penerimaan rupiah para eksportir menuru, artinya bisa
mengalami kekurangan rupiah untuk mendapatkan barang
yang akan dieskpor, dengan demikian akan kekurangan
likuiditas dan pada akhirnya memperkecil volume usaha.
(3) Kenaikan harga BBM akan mendorong biaya produksi, baik
langsung maupun tidak langsung.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
(4) Peraturan pemerintah dalam rangka peremajaan alat-alat
produksi akan mengakibatkan kebutuhan dana untuk
melakukan penggantian.
b) Perkembangan teknologi
Perusahaan akan mengalami kesulitan yang berpokok
pangkal pada kekuatan alat produksi yang digunakan. Hal ini dapat
mengakibatkan produk yang dipasarkan tidak disukai lagi, ongkos
produksi meningkat, dan pemborosan bahan baku.
c) Bencana alam
Untuk rehabilitasi perusahaan dari kerusakan karena
bencana alam membutuhkan dana jangka panjang. Dalam
mempertimbangkan jumlah kredit investasi yang diperlukan agar
diperhitungkan pula kemungkinan ganti rugi dari pihak asuransi
(Thomas Suyatno, 1995: 117-122).
Melihat dampak yang sedemikian besar terhadap kredit
bermasalah, maka hal tersebut harus segera ditangani. Dalam penanganan
kredit bermasalah adalah kecepatan pengembalian biaya yang seminimal
mungkin menjadi bagian yang tidak dapat terpisahkan dalam upaya bank
mengatasi permasalahan kredit bermasalah. ( Badriyah Harun, 2010: 117).
Salah satu upaya penyelamatan kredit melalui jalur nonhukum
adalah restukturisasi kredit. Dasar hukum restrukturisasi kredit adalah
Surat Direksi Bank Indonesia nomor 31/150/KEP/DIR tanggal 12
November 1998. Restukturisasi merupakan upaya yang dilakukan bank
dalam rangka membantu nasabah agar dapat menyelesaikan kewajibannya,
antara lain melalui:
1) Penjadwalan Kembali (rescheduling)
Penjadwalan kembali yaitu perubahan jadwal pembayaran
nasabah atau jangka waktunya. Penjadwalan kembali dapat dilakukan
dengan berbagai cara, yaitu:
a) perpanjangan jangka waktu pelunasan utang;
b) perpanjangan jangka waktu pelunasan tunggakan bunga;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
c) perpanjangan jangka waktu pelunasan utang pokok dan tunggakan
angsuran kredit sesuai dengan dana yang mengalir;
d) perpanjangan jangka waktu pelunasan utang pokok dan atau
tunggakan angsuran, tunggakan bunga, serta perubahan jumlah
angsuran;
e) perpanjangan jangka waktu pelunasan utang pokok, tunggakan
angsuran dan tunggakan bunga kredit sesuai dengan dana yang
mengalir;
f) perpanjangan jangka waktu pelunasan utang pokok dan tunggakan
bungga kredit sesuai aliran dana yang mengalir;
g) pergeseran atau perpanjangan rencana pelunasan;
h) pergeseran dan perpanjangan jangka waktu kredit; dan
i) kombinasi bentuk-bentuk rescheduling di atas.
Tindakan rescheduling dapat diberikan kepada debitur yang
masih menunjukkan itikad baik untuk melunasi kewajibannya. Faktor-
faktor yang mendukung diberikannya tindakan rescheduling misalnya,
pemasaran dari produk debitur masih baik, usaha debitur dikelola oleh
tenaga yang profesional dan terampil, bahan baku untuk keperluan
produksi debitur cukup tersedia di pasar, dan proses produksinya
menggunakan teknologi yang memadai (Badriyah Harun, 2010: 118).
2) Persyaratan kembali (reconditioning)
Persyaratan kembali yaitu perubahan sebagian atau seluruh
persyaratan pembiayaan, antara lain perubahan jadwal pembayaran,
jumlah angsuran, jangka waktu, dan pemberian potongan sepanjang
tidak menambah sisa kewajiban nasabah yang harus dibayarkan
kepada bank. Persyaratan kembali dapat dilakukan dengan berbagai
cara, yaitu:
a) perubahan tingkat suku bunga;
b) perubahan tata cara perhitungan bunga;
c) pemberian keringanan tunggakan bunga;
d) pemberian keringanan denda;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
e) pemberian keringanan ongkos/biaya;
f) perubahan struktur permodalan perusahaan debitur;
g) bank ikut dalam penyertaan modal;
h) perubahan kepengurusan perusahaan debitur biasanya bank ikut
memberikan pendapat dalam pembentukan susunan pengurus baru
tersebut;
i) perubahan syarat-syarat kredit;
j) perubahan syarat-syarat lain;
k) penambahan agunan;
l) perubahan bentuk hukum dari CV ke PT, sehingga menambah
modal efektif disetor; dan
m) kombinasi antara bentuk-bentuk reconditioning di atas (Badriyah
Harun, 2010: 119).
3) Penataan kembali (restructuring)
Penataan kembai yaitu perubahan persyaratan pembiayaan
tidak terbatas pada rescheduling atau reconditioning, antara lain
meliputi:
a) penurunan suku bunga kredit;
b) pengurangan tunggakan bunga kredit;
c) pengurangan tunggakan pokok kredit;
d) perpanjangan jangka waktu kredit;
e) penambahan fasilitas kredit;
f) pengambilalihan agunan atau aset debitur;
g) jaminan kredit dibeli oleh bank;
h) konversi kredit menjadi modal sementara dan pemilikan saham;
i) alih manajemen;
j) pengambilalihan pengelolaan proyek;
k) pembaruan utang;
l) debitur menjual sendiri barang jaminan; dan
m) bank menjual barang-barang jaminan di bawah tangan; dan
penghapusan piutang (Badriyah Harun, 2010: 120).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
4. Tinjauan Umum Tentang Alternatif Penyelesaian Sengketa
a. Pengertian Alternatif Penyelesaian Sengketa
Pranata Alternatif Penyelesaian Sengketa pada dasarnya
merupakan suatu bentuk penyelesaian sengketa di luar pengadilan, yang
didasarkan pada kesepakatan para pihak yang bersengketa. Sebagai
konsekuensi dari kesepakatan para pihak yang bersengketa tersebut,
Alternatif Penyelesaian Sengketa bersifat sukarela dan karenanya tidak
dapat dipaksakan oleh salah satu pihak kepada pihak lainnya yang
bersengketa. Walau demikian, sebagai suatu bentuk perjanjian kesepakatan
yang telah dicapai oleh para pihak untuk menyelesaikan sengketa melalui
forum di luar pengadilan harus ditaati oleh para pihak. Sampai seberapa
sejauh kesepakatan untuk menyelesaikan sengketa di luar pengadilan ini
mengikat dalam sistem hukum positif yang berlaku, ternyata tidak dapat
kita temukan suatu persamaan yang berlaku secara universal untuk semua
aturan hukum yang berlaku (Gunawan Widjaja, 2002: 1-2).
Menurut Pasal 1 butir 10 Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999
tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, Alternatif
Penyelesaian Sengketa adalah lembaga penyelesaian sengketa atau beda
pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian
di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi,
atau penilaian ahli. Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa
Alternatif Penyelesaian Sengketa merupakan suatu cara penyelesaian
sengketa yang dilakukan di luar pengadilan dan pelaksanaannya
diserahkan sepenuhnya kepada para pihak dan para pihak dapat memilih
penyelesaian sengketa yang akan ditempuh yakni melalui konsultasi,
negosiasi, konsiliasi, atau meminta penilaian dari ahli. Hal ini menjadi
kehendak bebas sepenuhnya dari para pihak. Kebebasan untuk memilih
bentuk penyelesaian yang membedakan antara penyelesaian sengketa di
luar pengadilan dan penyelesaian sengketa melalui pengadilan (Jimmy
Joses Sembiring, 2011: 11).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
b. Alasan Pemilihan Alternatif Penyelesaian Sengketa
Semakin maraknya kegiatan bisnis, tidak dipungkiri bahwa dalam
perkembangan usaha bisnisnya sering mengalami sengketa antara pihak-
pihak yang terlibat. Secara konvensional sengketa diselesaikan melalui
jalur pengadilan, di mana posisi para pihak berlawanan satu sama lain.
Kondisi ini dirasakan oleh para pebisnis sangat tidak efektif dan menyita
banyak waktu serta biaya yang relatif mahal. Selain itu putusan pengadilan
bersifat win lose solution yang mengakibatkan hubungan yang tidak baik
terhadap kedua pihak di masa yang akan datang.
Alasan lain PT. BPR Artha Mertoyudan Salatiga tidak
menggunakan pengadilan atau melalui jalur litigasi tetapi menggunakan
jalur non litigasi adalah:
1) penyelesaian sengketa melalui litigasi dapat dikatakan sebagai
penyelesaian sengketa yang memaksa salah satu pihak untuk
menyelesaikan sengketa dengan perantaraan pengadilan, sedangkan
penyelesaian sengketa melalui non litigasi dilakukan dengan berdasar
pada kehendak dan itikad baik dari para pihak untuk menyelesaikan
sengketa;
2) penyelesaian sengketa melalui litigasi memiliki sifat eksekutorial
dalam arti pelaksanaan terhadap putusan dapat dipaksakan oleh
lembaga yang berwenang, sedangkan dalam penyelesaian sengketa
melalui non litigasi tidak dapat dipaksakan pelaksanannya sebab
bergantung pada kehendak dan itikad baik dari para pihak;
3) penyelesaian sengketa melalui litigasi pada umumnya dilakukan
dengan menyewa jasa dari advokat/pengacara sehingga biaya yang
harus dikeluarkan tentunya besar;
4) penyelesaian sengketa melalui litigasi tentu harus mengikuti
persyaratan-persyaratan dan prosedur-prosedur formal di pengadilan
dan sebagai akibatnya jangka waktu untuk menyelesaikan suatu
sengketa menjadi lebih lama, sedangkan penyelesaian suatu sengketa
melalui non litigasi tidak mempunyai prosedur-prosedur atau
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
persyaratan-persyaratan formal sebab bentuk dan tata cara
penyelesaian sengketa diserahkan sepenuhnya kepada para pihak; dan
5) penyelesaian sengketa pada proses litigasi yang bersifat terbuka
mengandung makna bahwa siapa saja dapat menyaksikan jalannya
persidangan, terkecuali untuk perkara tertentu, misalnya perkara
asusila, sedangkan sifat rahasia dari penyelesaian sengketa melalui non
litigasi berarti hanya pihak-pihak yang bersengketa yang dapat
menghadiri persidangan dan bersifat tertutup untuk umum sehingga
segala hal yang diungkap pada pemeriksaan, tidak dapat diketahui oleh
khalayak ramai dengan maksud menjaga reputasi dari para pihak yang
bersengketa (Jimmy Joses Sembiring, 2011: 9-10).
Pada umumnya asas-asas yang berlaku pada Alternatif
Penyelesaian Sengketa adalah sebagai berikut:
1) Asas itikad baik
Yaitu keinginan dari para pihak untuk menentukan penyelesaian
sengketa yang akan maupun sedang mereka hadapi.
2) Asas kontraktual
Yaitu adanya kesepakatan yang dituangkan dalam bentuk tertulis
mengenai cara penyelesaian sengketa.
3) Asas mengikat
Yaitu para pihak wajib untuk mematuhi apa yang telah disepakati.
4) Asas kebebasan berkontrak
Yaitu para pihak dapat dengan bebas menentukan apa saja yang
hendak diatur oleh para pihak dalam perjanjian tersebut selama tidak
bertentangan dengan Undang-undang dan kesusilaan.
5) Asas kerahasiaan
Yaitu penyelesaian atas suatu sengketa tidak dapat disaksikan oleh
orang lain karena hanya pihak yang bersengketa yang dapat
menghadiri jalannya pemeriksaan atas suatu sengketa (Jimmy Joses
Sembiring, 2011: 11-12).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
c. Jenis-jenis Alternatif Penyelesaian Sengketa
Penyelesaian sengketa alternatif pranata arbitrase telah diatur
dalam suatu peraturan perundang-undangan tersendiri, yaitu Undang-
undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan
Alternatif Penyelesaian Sengketa. Dalam Undang-undang Republik
Indonesia Nomor 30 Tahun 1999 tersebut, dapat ditemukan sekurangnya
ada enam macam tata cara penyelesaian sengketa di luar pengadilan, yaitu:
1) Konsultasi
Tidak ada suatu rumusan ataupun penjelasan yang diberikan
dalam Undang-undang Republik Indonesia No. 30 Tahun 1999
mengenai makna maupun arti dari konsultasi. Jika melihat pada
Black’s Law Dictionary dapat kita ketahui bahwa yang dimaksud
dengan konsultasi adalah act of consulting or conferring; e.g. patient
with doctor, cilent with lawyer. Deliberation of persons on some
subject, yang artinya konsultasi merupakan suatu tindakan yang
bersifat personal antara suatu pihak tertentu, yang disebut dengan klien
dengan pihak lain yang merupakan pihak konsultan, yang memberikan
pendapatnya kepada klien tersebut untuk memenuhi keperluan dan
kebutuhan kliennya tersebut (Gunawan Widjaja, 2002: 86).
2) Negosiasi dan perdamaian
Ketentuan mengenai perdamaian diatur dalam Pasal 1851-1864
Bab 18 Buku III KUH Perdata tentang Perdamaian. Berdasarkan
definisi yang diberikan dikatakan bahwa perdamaian adalah suatu
persetujuan dengan mana kedua belah pihak, dengan menyerahkan,
menjanjikan atau menahan suatu barang, mengakhiri suatu perkara
yang sedang bergantung atau mencegah timbulnya suatu perkara.
Dalam buku Business Law, Principles, Cases and Policy karya
E. Roszkowski sebagaimana dikutip oleh Gunawan Widjaja dikatakan
bahwa negotiation is a process by which two parties, with differing
demands reach an agreement generally through compromise and
concession, yang artinya bahwa negosiasi merupakan suatu pranata
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
penyelesaian sengketa yang bersifat informal, meskipun dilakukan
secara formal. Tidak ada suatu kewajiban bagi para pihak untuk
melakukan pertemuan secara langsung pada saat negosiasi dilakukan,
pun negosiasi tersebut tidak harus dilakukan oleh para pihak sendiri.
Melalui negosiasi para pihak yang bersengketa dapat melakukan suatu
proses penjajakan kembali akan hak dan kewajiban para pihak dengan
suatu situasi yang sama-sama menguntungkan (win-win) dengan
melepaskan kelonggaran (concession) atas hak-hak tertentu
berdasarkan pada asas timbal balik (Gunawan Widjaja, 2002: 2).
3) Mediasi
Mediasi adalah suatu proses penyelesaian sengketa alternatif di
mana pihak ketiga yang dimintakan bantuannya untuk membantu
proses penyelesaian sengketa bersifat pasif dan sama sekali tidak
berhak atau berwenang untuk memberikan suatu masukan, terlebih lagi
untuk memutuskan perselisihan yang terjadi (Gunawan Widjaja, 2002:
2).
4) Konsiliasi
Konsiliasi adalah suatu proses penyelesaian sengketa alternatif
yang melibatkan seorang pihak ketiga atau lebih, di mana pihak ketiga
yang diikutsertakan untuk menyelesaikan sengketa adalah seseorang
yang secara profesional sudah dapat dibuktikan kehandalannya.
(Gunawan Widjaja, 2002: 3).
5) Pemberian pendapat hukum
Pemberian opini atau pendapat hukum tersebut dapat
merupakan suatu masukan bagi para pihak dalam menyusun atau
membuat perjanjian yang akan mengatur hak-hak dan kewajiban para
pihak dalam perjanjian, maupun dalam memberikan penafsiran
ataupun pendapat terhadap salah satu atau lebih ketentuan dalam
perjanjian yang telah dibuat oleh para pihak untuk memperjelas
pelaksanannya (Gunawan Widjaja, 2002: 3).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
6) Arbitrase
Arbitrase adalah suatu proses penyelesaian sengketa alternatif
yang melibatkan pengambilan putusan oleh satu atau lebih hakim
swasta, yang disebut dengan arbiter (Gunawan Widjaja, 2002: 3).
d. Alternatif Penyelesaian Sengketa di Beberapa Negara
1) Alternatif Penyelesaian Sengketa di Indonesia
Alternatif Penyelesaian Sengketa di Indonesia belum
berkembang secara pesat, hal ini dikarenakan budaya Indonesia sangat
beraneka ragam. Keanekaragaman budaya Indonesia mengakibatkan
penyelesaian sengketa yang terjadi lebih terpusat pada masing-masing
daerah. Seiring dengan perkembangan zaman, penyelesaian sengketa
pada masyarakat Indonesia secara perlahan-lahan mulai dipengaruhi
oleh budaya barat yang menekankan bahwa penyelesaian sengketa
harus ditempuh melalui pengadilan. Tentunya hal ini berbeda dengan
budaya bangsa Indonesia yang bersifat komunal, dalam arti masyarakat
yang hidup secara bersama dan bergotong royong dan menggunakan
musyawarah untuk mencapai mufakat.
Saat ini, dengan semakin sadarnya masyarakat akan hukum,
ada kecenderungan untuk menggunakan pengadilan untuk
menyelesaikan sengketa yang terjadi antara para pihak. Hal ini selain
memiliki pengaruh positif juga menimbulkan dampak negatif, yakni
perkara yang harus ditangani oleh pengadilan menumpuk sehingga
penyelesaiannya menjadi lama. Oleh karena itu, saat ini mulai
diperkenalkan alternatif lain untuk menyelesaikan sengketa di luar
pengadilan yakni negosiasi, arbitrase, mediasi, dan konsiliasi (Jimmy
Joses Sembiring, 2011: 8-9).
2) Alternatif Penyelesaian Sengketa di Singapura
Alternatif Penyelesaian Sengketa sedang tumbuh dengan pesat
dari segi urgensinya di Singapura, sebagai cara penyelesaian sengketa
berbagai masalah mulai dari konflik-konflik dalam negeri dan sosial
hingga sengketa-sengketa hukum lintas batas negara berskala besar.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
Alternatif Penyelesaian Sengketa dengan negotiation, mediation, dan
arbitration sebagai cara-cara utama yang dipraktekkan di Singapura,
telah dipromosikan secara luas sebagai cara yang efektif, efisien dan
ekonomis untuk menyelesaikan sengketa berspektrum luas dalam
berbagai jenis keadaan. Alternatif Penyelesaian Sengketa telah dimulai
pada tahun 1980-an pada saat Pemerintah telah melihat kemungkinan
Singapura menjadi pusat penyelesaian sengketa yang penting, sehingga
mengambil manfaat posisi geografisnya serta mewujudkan cita-cita
membangun Singapura menjadi pusat bisnis satu titik (one-stop
business centre) secara total. Tujuan nyata lainnya adalah untuk
mencegah agar Singapura tidak menjadi masyarakat yang terlalu cepat
atau terlalu mudah menggugat ke pengadilan. Mediasi terpilih sebagai
cara yang sesuai dengan tradisi dan budaya Asia Singapura.
Bersamaan dengan misi Singapura untuk menjadi pusat bisnis
secara total, upaya-upaya besar pun telah dilakukan agar Singapura
dapat menjadi pusat penyelesaian sengketa yang penting. Pemerintah
Singapura merupakan promotor kuat Alternatif Penyelesaian Sengketa
dan telah menyiapkan kerangka kerja substantif dan infrastruktural
untuk mendukung upaya-upaya tadi. Badan Yudikatif pun secara
mantap berdiri di belakang inisiatif-inisiatif Alternatif Penyelesaian
Sengketa dalam menyelesaikan sengketa-sengketa dan aturan-aturan
Pengadilan. Berbagai cara Alternatif Penyelesaian Sengketa dapat
tetap diandalkan meskipun proses persidangan litigasi telah dimulai.
Pada tahun 1986, Singapura telah meratifikasi Konvensi New
York 1958 tentang Pengakuan dan Pelaksanaan Keputusan Arbitrase
Asing (The 1958 New York Convention on the Recognition and
Enforcement of Foreign Arbitral Awards). Berdasarkan Konvensi ini,
setiap negara anggota diharuskan mengakui dan melaksanakan
keputusan-keputusan arbitrase yang dikeluarkan di negara anggota
lainnya. Keputusan arbitrase yang dikeluarkan di Singapura dapat
diberlakukan di 120 negara/yurisdiksi. Undang-undang tentang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
Arbitrase Internasional (International Arbitration Act, Cap 143A, 2002
Rev Ed), yang memasukkan Komisi PBB tentang Hukum Perdagangan
Internasional sebagai Model Hukum tentang Arbitrase Niaga
Internasional (The United Nations Commission on International Trade
Law. Pada tahun 1991, didirikanlah Pusat Arbitrase Internasional
Singapura (Singapore International Arbitration Centre – SIAC).
Diikuti kemudian dengan pembentukan Pusat Mediasi Singapura
(Singapore Mediation Centre – SMC) pada tahun 1997. Mediasi
sengketa perdata pertama kali diperkenalkan di Subordinate Courts
melalui Pusat Mediasi Pengadilan (Court Mediation Centre) pada
tahun 1994. Sejak itu, mediasi secara rutin dilaksanakan di Tribunal
Gugatan Kecil (Small Claims Triubunals), Pengadilan Keluarga
(Family Courts), Pengadilan Anak-anak (Juvenile Courts), dan
Kementerian Pembinaan Masyarakat Pemuda dan Olah Raga dari
Tribunal Orangtua (Ministry of Community, Youth and Sports’
Maintenance of Parents Tribunal, Cap 167B)
(http://www.singaporelaw.sg/content/legalsystind.html diakses tanggal
9 Juni 2011 jam 16.52 WIB).
3) Alternatif Penyelesaian Sengketa di Amerika
Dalam perkembangan Alternatif Penyelesaian Sengketa
khususnya di Amerika terdapat beberapa cara lagi yang umum dipilih
oleh para pihak disana untuk menyelesaikan sengketa yang mereka
hadapi. Cara-cara tersebut adalah:
a) Summary Jury Trial, sesuai dengan sistem peradilan di sana yang
menggunakan juri, para pihak sepakat memilih beberapa orang
sebagai juri dan hakim untuk memberikan beberapa pandangan
agar proses persidangan yang akan digelar benar-benar mirip
dengan proses peradilan yang sesungguhnya. Masing-masing
pengacara akan membela kliennya dengan sungguh-sungguh di
hadapan para juri dan disaksikan juga oleh hakim yang disewa
tersebut. Perbedaannya dengan peradilan yang sebenarnya hanya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
terletak pada dibatasinya jumlah saksi yang dipanggil, serta
lamanya proses persidangan yang waktunya juga dibatasi.
b) Minitrial, para pihak yang bersengketa akan memanggil eksekutif
perusahaannya (high level executive) yang tidak terlibat langsung
di dalam sengketa ini beserta seorang penasehat yang netral untuk
mendampinginya. Mereka akan menukarkan dokumen yang
mereka miliki sebelum mereka menetapkan tentang prosedur,
waktu, dan bentuk persidangan mini yang akan diadakan. Setiap
pihak akan diberi kesempatan untuk mempresentasikan kasusnya
dan peserta yang hadir diperbolehkan untuk menyanggah, bertanya,
atau memberi komentar tentang materi presentasi tersebut.
Akhirnya, eksekutif dibantu penasehatnya tadi harus mengambil
keputusan berdasarkan proses persidangan tersebut. Biasanya
semua proses ini hanya memakan waktu 1 sampai 4 hari saja.
c) Early Neutral Evaluation, segera setelah para pihak mendaftarkan
perkaranya ke pengadilan, hakim menunjuk pengacara yang netral
dan berpengalaman untuk menilai materi atau pokok perkara
tujuannya agar kepada pihak yang berperkara diberikan pandangan
objektif mengenai perkara masing-masing pihak menurut
perspektif si pengacara yang netral tadi.
d) Neutral fact finding, pertimbangannya adalah pada perkara yang
benar-benar kompleks sebenarnya para pihak tidak bersengketa
mengenai hukumnya atau penerapan hukum pada fakta, tetapi
murni sengketa mengenai fakta-fakta yang ada. Untuk menghindari
pertikaian saksi-saksi ahli yang dipanggil, sebelum proses litigasi
dimulai, hakim atau para pihak menunjuk seorang ahli yang netral.
Ia diberikan kesempatan melakukan penelitian lalu melaporkan
temuan-temuannya. Temuan ini kemudian dijadikan dasar untuk
kembali merundingkan penyelesaian sengketa tersebut. Kalau
sampai harus diselesaikan melalui litigasi, maka temuan itu masih
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
dapat dipakai untuk membantu mencapai proses penyelesaian
sengketa di depan pengadilan.
e) Rent a judge, merupakan prosedur resmi di beberapa negara bagian
di Amerika yang prosesnya adalah berdasarkan atas usulan dan
rekayasa dari para pihak akan ditunjuk pihak ketiga yang netral
untuk memutus perkara pengadilan yang masih tertunda.
Keputusannya berkekuatan hukum seperti sebuah putusan
pengadilan dan dapat diajukan banding menurut prosedur peradilan
biasa (http://asaad36.blogspot.com/2010/11/alternative-dispute-
resolution.html diakses pada tanggal 22 Juni 2011 jam 16.01 WIB).
5. Tinjauan Umum Tentang Nasabah
a. Pengertian Nasabah
Pengertian Nasabah menurut Pasal 1 angka 16 Undang-undang
Perbankan adalah pihak yang menggunakan jasa bank. Adapun jenis
nasabah menurut Undang-undang Perbankan adalah: pertama, nasabah
penyimpan dana adalah nasabah yang menemoatkan dananya di bank
dakam bentuk simpanan berdasarkan perjanjian bank dengan nasabah yang
bersangkutan. Kedua, nasabah debituradalah nasabah yang memperoleh
fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah atau yang
dipersamakan dengan itu berdasarkan perjanjian baik dengan nasabah
yang bersangkutan. Nasabah yang dimaksud dalam hal ini adalah nasabah
debitur yang menggunakan fasilitas kredit di PT. BPR Artha Mertoyudan
Salatiga.
b. Hubungan Bank dengan Nasabah
Hubungan yang paling utama dan yang paling lazim antara bank
dengan nasabah adalah sebuah hubungan kontraktual. Hal ini berlaku
hampir terhadap semua nasabah, baik nasabah debitur, nasabah deposane,
ataupun nasabah nondebitur-nondeposane. Hal yang terjadi terhadap
nasabah debitur adalah sebuah hubungan kontraktual yang dibuat antara
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
bank sebagai kreditur (pemberi dana) dengan pihak debitur (peminjam
dana) (Munir Fuady, 2003: 100).
6. Tinjauan Umum Tentang Efektif dan Efisien
a. Pengertian Tentang Efektif
Efektif menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah cara yang
diambil dengan tepat atau sesuai untuk mengerjakan atau menghasilkan
sesuatu dengan tidak membuang waktu, tenaga, dan biaya. Efektif disini
adalah cara yang digunakan oleh PT. BPR Artha Mertoyudan Salatiga
untuk menyelesaikan tunggakan kredit yang dilakukan oleh nasabah. Cara
yang efektif yang digunakan oleh PT. BPR Artha Mertoyudan Salatiga
dalam menyelesaikan tunggakan kredit adalah menggunakan model
Alternatif Penyelesaian Sengketa di luar pengadilan yang dapat
menghemat biaya, waktu, dan tenaga baik dari PT. BPR Artha
Mertoyudan dan nasabah itu sendiri.
b. Pengertian Tentang Efisien
Efisien menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah pencapaian
hasil yang sesuai dengan tujuan seperti yang telah ditetapkan. Efisien
disini adalah cara yang digunakan oleh PT. BPR Artha Mertoyudan
Salatiga dalam menyelesaikan tunggakan kredit dengan nasabahnya. PT.
BPR Artha Mertoyudan Salatiga menggunakan negosiasi dan negosiasi via
mediator karena cara tersebut dalam menghasilkan solusi yang baik yang
tidak menimbulkan kerugian bagi kedua belah pihak.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
B. Kerangka Pemikiran
Bagan 1 : Bagan Kerangka Pemikiran
UU NO 10 Tahun1998 (PERBANKAN)
TEORI KOMUTATIF
Arbitrase
NON LITIGASI
PERJANJIAN
Mediasi
RESOLUSI
LANCAR
LITIGASI
MACET
BANK NASABAH DEBITUR
KREDIT
UU NO 30 Tahun 1999 (ARBITRASE & APS)
Negosiasi Konsiliasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
Keterangan:
Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan dan Undang-
undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian
Sengketa merupakan dasar hukum bagi penyelesaian tunggakan kredit yang
terjadi pada suatu bank, baik Bank Umum maupun Bank Perkreditan Rakyat.
Bank sebagai salah satu lembaga keuangan yang paling penting peranannya dalam
kehidupan masyarakat. Dalam menjalankan peranannya maka bank bertindak
sebagai salah satu bentuk lembaga keuangan yang bertujuan memberikan kredit
dan jasa-jasa keuangan lainnya kepada debitur atau nasabah yang ingin
mengembangkan usahanya. Adapun pemberian kredit itu dilakukan dengan modal
sendiri, atau dengan dana-dana yang dipercayakan oleh pihak ketiga maupun
dengan jalan memperedarkan alat-alat pembayaran baru berupa uang giral
(Muhamad Djumhana, 2000: 82).
Suatu pemberian kredit oleh bank kepada nasabah debitur dilakukan
dengan dasar suatu perjanjian atau akad yang dapat menjadikan pemberian kredit
tersebut terikat. Kemudian kesepakatan antara bank dengan nasabah penerima
kredit sesuai dengan perjanjian yang telah dibuat. Dalam perjanjian kredit
tercakup hak dan kewajibannya masing-masing pihak, termasuk jangka waktu
serta bunga yang ditetapkan bersama dan sanksi apabila debitur ingkar janji
terhadap perjanjian yang telah dibuat (Kasmir, 2004: 92). Menurut Undang-
undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, kredit
adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu,
berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan
pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam melunasi utangnya setelah jangka
waktu tertentu dengan pemberian bunga
Pemberian kredit tanpa dianalisis terlebih dahulu akan sangat
membahayakan bank. Nasabah dalam hal ini dengan mudah memberikan data-
data fiktif sehingga kredit tersebut sebenarnya tidak layak untuk diberikan.
Akibatnya jika salah dalam menganalisis, maka kredit yang disalurkan akan sulit
untuk ditagih alias macet. Namun faktor salah analisis ini bukanlah merupakan
penyebab utama kredit macet walaupun sebagian terbesar kredit macet
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
diakibatkan salah dalam mengadakan analisis. Penyebab lainnya mungkin
disebabkan oleh bencana alam, peperangan, perubahan kondisi perekonomian,
perubahan tekonologi, bahkan kesalahan dari pihak debitur sendiri yang
mengingkari janji untuk melakukan prestasi.
Jika terjadi kredit macet maka dilakukan tindakan penyelesaian atau
resolusi atas kredit itu sendiri. Pemilihan strategi resolusi merupakan hal yang
kritikal karena strategi tersebut ditujukan untuk meningkatkan kepercayaan publik
terhadap sistem perbankan, mengatasi gangguan sistem pembayaran, memperkecil
kerugian deposan, pemerintah atau dana penjamin simpanan dan memperkecil
efek negatif terhadap perekonomian. Jadi tujuan resolusi bank adalah menjaga
kepercayaan sekaligus memperkecil kerugian kredidur akibat kegagalan bank.
Ada 4 elemen utama yang diperlukan dalam menyusun strategi resolusi perbankan
yaitu cara untuk menjamin adanya kecepatan dana kepada deposan, strategi untuk
memperkecil kerugian dari jasa perbankan yang tersedia, cara untuk memberikan
kredit secara cepat kepada bank gagal dan suatu rencana untuk menjamin
transparansi proses. Hal yang paling sulit adalah adalah memutuskan strategi
resolusi yang tepat secara cepat. Pengalaman menunjukkan bahwa kelambatan
penanganan akan meningkatkan biaya resolusi bank dan menimbulkan distorsi
pasar dengan membiarkan bank-bank gagal bersaing dengan bank-bank yang
ditekankan untuk memenuhi kecukupan permodalan
Penyelesaian tersebut dapat dilakukan dengan jalur litigasi dan non
litigasi. Dalam penggunaan jalur non litigasi dapat diterapkan Teori Komutatif
yang dikemukakan oleh Adam Smith. Teori Komutatif tersebut mengatur tentang
hubungan yang adil antara orang yang satu dengan yang lain atau warga negara
yang satu dengan warga negara yang lainnya. Selain itu menuntut agar dalam
mengadakan interaksi sosial antara warga yang satu dengan warga yang lain tidak
ada pihak yang dirugikan hak dan kepentingannya. Teori Komutatif yang
dikemukakan oleh Adam Smith mempunyai tiga prinsip, yaitu prinsip no harm, di
mana dalam prinsip no harm menjelaskan bahwa suatu hubungan yang terjadi
tidak boleh merugikan orang lain, prinsip non intervention menjelaskan bahwa
dalam suatu hubungan tidak terdapat campur tangan pihak lain yang tidak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
berkepentingan dengan hal terkait, dan prinsip keadilan tukar menjelaskan bahwa
terjadi pertukaran dagang yang fair antara pihak yang satu dengan pihak yang lain
(http://annisaputrisuya.blogspot.com/2010/12/teori-dalam-hukum diakses tanggal
22 Juni 2011 jam 16.20 WIB). Dengan jalur non litigasi, bank menggunakan
Alternatif Penyelesaian Sengketa. Menurut Pasal 1 butir 10 Undang-undang
Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 1999 mendefinisikan Alternatif
Penyelesaian Sengketa adalah lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat
melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian di luar
pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian
ahli.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
BAB III
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Deskripsi Singkat Lokasi PT. BPR Artha Mertoyudan Salatiga
Penulis melakukan penelitian di kantor PT. BPR Artha Mertoyudan
Salatiga. PT. BPR Artha Mertoyudan Salatiga yang berlokasi di Jalan A. Yani
Nomor 22-22A Salatiga dengan pendiri dua orang, yaitu David James (Wang
King) dan Bambang Handoyo. Pada awalnya PT. BPR Artha Mertoyudan
Salatiga berasal dari pemegang saham sebesar 1 Milyar selanjutnya
berdasarakan SK RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham) bahwa modal dasar
PT. BPR Artha Mertoyudan Salatiga ditetapkan sebesar 1 Milyar yang terbagi
atas 50%, 20%, 15% dan 15%, berdasarkan RUPS (Rapat Umum Pemegang
Saham) ditetapkan pula bahwa modal yang setor sebesar 300 juta. Pemegang
saham secara bertahap menambah sisa modal disetor yaitu sebesar 700 juta
melalui RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham) dalam rangka menyesuaikan
dengan kondisi usaha dan perkembangan bank pada saat itu.
Gedung kantor ini mempunyai beberapa fasilitas kantor pada
umumnya seperti tempat parkir, mushola, alarm sistem, dan ruang kerja yang
terdiri dari:
a. Lantai 1: Customer Service, Teller Service, Ruang Accounting, Ruang
Processing, dan bagian Marketing;
b. Lantai 2 : Ruang Branch Manager atau Kepala Cabang, Ruang Rapat, dan
Ruang Administrasi; dan
c. Lantai 3 : Ruang pinjaman atau kredit dan aula.
PT. BPR Artha Mertoyudan Salatiga merupakan perpanjangan kantor
pusat di mana PT. BPR Artha Mertoyudan Salatiga pertama kali berdiri pada
tahun 2003 yang merupakan cabang dari PT. BPR Artha Mertoyudan
Magelang. Selain di Salatiga, PT. BPR Artha Mertoyudan juga membuka
cabang di Semarang, Purworejo, Temanggung, Yogyakarta, Kodya Magelang,
dan Kebumen. Pertimbangan pembukaan kantor cabang Salatiga karena dinilai
53
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
mempunyai potensi pertumbuhan ekonomi yang cukup. Hal ini dikarenakan
sejak PT. BPR Artha Mertoyudan Magelang yang berdiri pertama kali pada
tahun 1997 dapat bermanfaat bagi masyarakat pada umumnya.
Adapun Visi dari berdirinya PT. BPR Artha Mertoyudan Salatiga,
yaitu:
a. Profit yaitu kegiatan yang dilakukan oleh PT. BPR Artha Mertoyudan
Salatiga adalah untuk mencari keuntungan yang sebesar-besarnya.
b. Profesional yaitu PT. BPR Artha Mertoyudan Salatiga dapat membuka
lapangan kerja atau kesempatan kerja yang seluas-luasnya.
c. Prestige yaitu PT. BPR Artha Mertoyudan Salatiga melakukan kegiatan
untuk mendapatkan penghargaan atau gengsi.
d. Public Orientage (tujuan/orientasi public) yaitu kegiatan yang dilakukan
oleh PT. BPR Artha Mertoyudan Salatiga bertujuan untuk membantu
msyarakat di sekitarnya.
Sedangakan misi dari berdirinya PT. BPR Artha Mertoyudan Salatiga,
yaitu:
a. Memberikan pelayanan unggul dalam pembiayaan kredit yang terkait serta
menyediakan produk dan jasa perbankan lainnya.
b. Menyiapkan dan mengembangkan sumber daya manusia yang berkualitas
dan profesional serta memiliki integritas yang tinggi.
c. Meningkatkan keunggulan kompetitif melalui inovasi berkelanjutan sesuai
dengan kebutuhan nasabah.
d. Melaksanakan manjemen perbankan yang sehat dengan prinsip kehati-
hatian.
e. Mempedulikan kepentingan masyarakat dan lingkungan.
2. Struktur Organisasi PT. BPR Artha Mertoyudan Salatiga
Struktur organisasi perusahaan menunjukkan tingkat hierarki dan
merupakan suatu sumber informasi dimana didalam struktur tersebut diketahui
hubungan antara bagian yang satu dengan yang lainnya serta dapat diketahui
tugas, wewenang, dan tanggung jawab dari masing-masing pegawai. Untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
kegiatan operasional telah ditetapkan suatu struktur organisasi yang dapat
menjamin kelancaran operasionalnya.
PT. BPR Artha Mertoyudan Salatiga dipimpin langsung oleh direktur
utama yang dibantu oleh direktur dan kepala satuan pengawasan intern yang
dalam melaksanakan tugasnya bertanggung jawab penuh terhadap aktivitas
operasional bank. Struktur organisasi dan deskripsi jabatan pada PT. BPR
Artha Mertoyudan Salatiga terdiri atas:
Bagan 2 : Bagan Struktur Organisasi PT. BPR Artha Mertoyudan Salatiga
Tugas dari masing-masing bagian struktur organisasi di atas adalah:
a. Komisaris
1) sebagai pemegang hak suara dalam mengambil keputusan;
2) memberikan tanggung jawab atas berbagai keputusan yang telah
ditetapkan;
3) mengawasi pelaksanaan tugas direktur;
4) memberikan pengarahan demi kemajuan usaha bank; dan
5) melaporkan hasil pemeriksaan kepada RUPS.
b. Direktur
1) bertanggung jawab atas jumlah pemutusan pemberian kredit kepada
nasabah;
Komisaris
Direktur III Direktur II Direktur I
Pimpinan Cabang
Koord. Operasional Koord. Pemasaran
Dana Penagihan Kredit Adm/Lap/Umum
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
2) bertanggung jawab secara keseluruhan atas jalannya perusahaan;
3) bertanggung jawab atas seluruh tata usaha perusahaan baik secara
internal maupun eksternal;
4) menerima tamu, seluruh tamu perusahaan ataupun di luar urusan
perusahaan yang berhubungan dengan pekerjaan dan tanggung
jawabnya;
5) menandatangani surat-surat berharga bagi perusahaan dari bilyet
deposito, tabungan atau yang lain;
6) mengetahui dan menyetujui seluruh permohonan dan penyaluran
kredit;
7) menandatangani surat-surat keluar;
8) mengatur seluruh policy perusahan, dengan konsultasi penuh tanggung
jawab bersama direktur untuk sampai batas wewenangnya dan dengan
komisaris sesuai dengan wewenangnya;
9) urusan organisasi seprofesi semacam Perbarindo Hipber, Hipberta dan
yang lain dalam jenis saham;
10) analis perusahaan secara tetap dan pasti dari neraca harian, mutasi dan
lain-lain;
11) pengaturan likuiditas dan perencanaannya; dan
12) setiap hari secara khusus mengadakan pembicaraan dengan direktur
perihal rencana dan policy yang dijalankan.
c. Pimpinan Cabang
1) mewakili direksi pusat menjalankan perusahaan di cabang itu;
2) memberikan laporan kemajuan cabang kepada direksi pusat termasuk
keuangannya;
3) mengambil semua tindakan yang diperlukan agar cabang berjalan
lancar;
4) menjalankan program perusahaan untuk mengejar target;
5) berhak atas promosi dan bonus jika cabang maju melebihi target
perusahaan;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
6) mengemban amanat dari kantor pusat demi koordinasi dan sinkronisasi
kinerja perusahaan;
7) mengemban amanat dari perusahaan pusat yang bertujuan meluaskan
jaringan di suatu wilayah yang secara tidak langsung akan menambah
income untuk perusahaan pusat;
8) kepala cabang juga mempunyai wewenang membuat kebijakan-
kebijakan menguntungkan untuk perusahaan dan semua kebijakan
yang telah dibuat oleh cabang bisa dipertanggungjawabkan ke
perusahaan pusat;
9) mengatur perusahaan tersebut di cabang yang menjadi tanggung
jawabnya. Di mana yang diatur adalah berkaitan dengan manusia,
uang/modal, perlengkapan/inventaris, mesin mesin, metoda/cara kerja
apabila perusahaan tersebut mengolah barang pabrikan;
10) kepala cabang bertanggung jawab atas jalannya operasi perusahaan,
dia berwenang membuat berbagai kebijakan yang menguntungkan
perusahaan.
d. Pemasaran
1) bertanggung jawab atas pengerahan dana dan penyaluran dana;
2) mengkoordinir pekerjaan pada bagian kredit, dana dan penagihan;
3) mengatur perencanaan penyaluran maupun pengerahan dana;
4) membuat dan melaporkan seluruh perencanaan, pelaksanaan, dan
kegiatan dalam penyaluran dan pengerahan dana kepada direktur;
5) bertanggung jawab dan mengatur semua pekerjaan kinerja di
bawahnya;
6) mengarahkan dan memberi tugas secara jelas dan lugas kepada
personalia kinerja di bawahnya, yakni bagian dana, kredit, dan
penagihan baik secara langsung maupun tidak langsung; dan
7) bertanggung jawab kepada direktur.
e. Operasional
1) mengontrol pelaksanaan pemasaran dan bertanggung jawab atas
kelancaran proses pemasaran;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
2) mengawasi pekerjaan bagian pembelian dan gudang;
3) menyusun rencana dan strategi pemasaran perusahaan; dan
4) menentukan target penjualan dan bagaimana cara mencapainya.
f. Kredit
1) menyalurkan dan memasarkan kredit kepada masyarakat secara umum,
akurat, dan baik;
2) mengkoordinasikan penyaluran dan penarikan kembali kredit yang
telah disalurkan;
3) menugaskan, mengarahkan, dan mengontrol para petugas pemasaran
kredit tentang cara/sistem penyaluran, penagihan, dan secara kinerja;
4) controling dan checking atas kredit yang disalurkan baik sebelum, saat
akan, dan sesudah kredit disalurkan;
5) mengadakan analisa, meneliti hasil analisa petugas,
menyetujui/menolak kredit yang diajukan sampai dengan batasan yang
ditentukan;
6) mengajukan/menyampaikan permohonan kredit yang akan dilayani
oleh kepala bagian marketing/direktur untuk persetujuan/penolakan di
luar batas kewenangannya;
7) membuat laporan secara periodik atas semua pekerjaannya secara
tertulis baik diminta maupun tidak kepada kepala bagian
marketing/direktur;
8) mengkondisikan kelancaran penyaluran kredit; dan
9) bertanggung jawab kepada kepala bagian marketing/direktur.
g. Dana
1) mengusahakan tercapainya target pengumpulan dana dengan
memberikan pelayanan terbaik terhadap nasabah dalam hal
penyimpanan dana tabungan maupun deposito berjangka;
2) menerima penyimpanan dana berupa tabungan maupun deposito;
3) menilai dan memilih nasabah yang mempunyai kondite baik, agar
bagian dana yang di lapangan memberikan pelayanan dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
pengambilan setoran/penarikan tabungan, bunga deposito atau
pengambilan deposito;
4) membuat rekap transaksi harian;
5) mengisi buku besar untuk simpanan dan deposito;
6) mencetak nominatife per kolektor dana;
7) berhak tanya dan menegur kolektor dana apabila setoran tidak sesuai
antara rekap dengan fisik uang;
8) menyetorkan uang ke kasir;
9) memblokir dan menutup rekening deposito dan tabungan, setelah
mendapat otorisasi dari direktur operasional;
10) membuat laporan dana yang masuk;
11) bertanggungjawab terhadap hasil sortiran dan dana yang diterima
sebelum disetor ke kasir; dan
12) membuat laporan kerja harian.
h. Penagihan
1) menagih angsuran kepada debitur yang tidak dan/atau belum terbayar;
dan
2) bertanggung jawab terhadap kepala bagian administrasi;
i. Adm/Lap/Umum
1) bertugas mengatur segala sesuatu yang berkaitan dengan karyawan
sejak dari lamaran, pengangkatan, pemberhentian, surat-surat
keputusan, dan semua pengarsipan;
2) menjaga, mencatat, memeriksa seluruh inventaris setiap harinya;
3) menjaga kedisiplinan pegawai sehingga dapat untuk menilai
produktivitasnya;
4) mengurusi pengadaan dan pengamanan alat-alat kebutuhan
perusahaan; dan
5) bertanggung jawab kepada kepala bagian dana dan direksi.
3. Bagian Penanganan Kasus Kredit Macet
Dari bagan struktur organisasi pada PT. BPR Artha Mertoyudan
Salatiga di atas, yang bertugas mengurusi masalah yang berkaitan dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
kredit macet adalah Kepala Bagian Kredit. Hal ini dikarenakan semua hal
yang berkaitan dengan masalah perkreditan yang paling menguasai adalah
Kepala Bagian Kredit, sehingga Kepala Bagian Kredit mempunyai tanggung
jawab yang besar terhadap nasabah dan direktur. Tugas dari Kepala Bagian
Kredit itu sendiri adalah:
a. memberikan pengawasan terhadap nasabah yang melakukan pinjaman
kredit;
b. melakukan penilaian dan persetujuan dari nasabah yang akan melakukan
pinjaman kredit; dan
c. mengambil keputusan mengenai layak atau tidaknya suatu nasabah yang
akan melakukan pinjaman kredit.
Penanganan masalah kredit maacet dilakukan oleh PT. BPR Artha
Mertoyudan Salatiga dengan cara:
a. PT. BPR Artha Mertoyudan memberikan somasi berupa surat peringatan
dari kantor;
b. Apabila dari pihak nasabah tidak menanggapi dengan baik, maka nasabah
harus melakukan penitipan barang jaminan atas kreditnya di PT. BPR
Artha Mertoyudan Salatiga;
c. PT. BPR Artha Mertoyudan memberikan perpanjangan waktu kepada
nasabah guna melunasi semua hutang-hutangnya;
d. Karena terdapat kuasa menjual pada saat pembuatan perjanjian kredit
antara PT. BPR Artha Mertoyudan dengan nasabah, maka barang jaminan
yang dititipkan kepada PT. BPR Artha Mertoyudan Salatiga dapat dijual
sesuai harga taksiran; dan
e. Apabila harga jual melebihi harga taksiran, maka sisa hasil penjualan
dikembalikan kepada nasabah, tetapi sebaliknya akan dianggap sebagai
hutang.
4. Aktivitas Operasional
PT. BPR Artha Mertoyudan Salatiga pada awal pendiriannya memiliki
latar belakang mengabdi kepada masyarakat dan memperoleh keuntungan. PT.
BPR Artha Mertoyudan Salatiga mempunyai aktivitas atau produk yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
ditawarkan kepada petani, pedagang, dan pengusaha kecil di pasar maupun
desa di sekitar wilayah Salatiga. Aktivitas tersebut meliputi penghimpunan
dana melalui kredit. Bentuk dari produk yang dihasilkan adalah:
a. Tabungan
PT. BPR Artha Mertoyudan Salatiga menerima simpanan berupa
Tabungan Persada. Tabungan persada merupakan tabungan yang
diselenggarakan untuk perorangan. Tabungan persada menetapkan saldo
minimum Rp 100.000,- dan bunga sebesar 9% per tahun.
b. Deposito
Simpanan dalam bentuk deposito di PT. BPR Artha Mertoyudan Salatiga
berjangka waktu 1 bulan, 3 bulan, 6 bulan, dan 12 bulan dengan ketentuan
suku bunga sebagai berikut:
1) Jangka waktu 1 bulan dengan suku bunga sebesar 6%;
2) Jangka waktu 3 bulan dengan suku bunga sebesar 6,5%;
3) Jangka waktu 6 bulan dengan suku bunga sebesar 7%; dan
4) Jangka waktu 12 bulan dengan suku bunga sebesar 7,5%.
c. Kredit
Kredit yang diberikan oleh PT. BPR Artha Mertoyudan Salatiga diarahkan
untuk sektor-sektor usaha perdagangan, peternakan, industri kecil,
pertanian, dan usaha produktif lain khususnya untuk pengembangan
ekonomi pedesaan. Adapun jenis kredit yang diberikan adalah:
1) Kredit umum
Kredit umum biasanya digunakan oleh para pedagang, pengusaha
kecil, pengrajin, peternak untuk membiayai kegiatan usaha mereka.
Suku bunga yang ditetapkan sebesar 3% per bulan dihitung secara flat
rate, artinya bunga dihitung dari pokok pinjaman mula-mula.
2) Kredit Mingguan
Kredit mingguan merupakan kredit yang dapat diangsur secara
mingguan dengan suku bunga 1,5 % per minggu. Kredit ini biasanya
digunakan oleh pedagang pasar.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
3) Kredit Pegawai
Kredit pegawai merupakan kredit yang diberikan kepada pegawai
negeri sipil dan TNI maupun pegawai swasta yang gajinya dibayarkan
lewat juru bayar atau bendaharawan gaji dari suatu dinas atau unit
kerja tempat pegawai yang bersangkutan bekerja. Bunga yang
dikenakan untuk kredit ini sebesar 2,1% per bulan.
B. Pembahasan
1. Jenis-Jenis Alternatif Penyelesaian Sengketa yang Digunakan dalam
Menyelesaikan Tunggakan Kredit di PT. BPR Artha Mertoyudan Salatiga
a. Negosiasi
1) Kasus Tunggakan Kredit atas Nama ”KP”
a) Kasus Tunggakan Kredit
”KP” adalah seorang warga Dliko Indah Kelurahan
Blotongan Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga yang mempunyai
pekerjaan sehari-hari sebagai pedagang kelontong keliling. Seperti
yang terlihat dalam surat perjanjian kredit Nomor:
130.30.S01125/07623 tertanggal 25 September 2008 ”KP”
mendapatkan pinjaman dari PT. BPR Artha Mertoyudan Salatiga
sebesar RP 20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah) yang akan
digunakan untuk melakukan pengembangan usaha dagangnya.
Jumlah pinjaman ”KP” tidak termasuk bunga dan biaya provise
atau biaya administrasi. Dengan jaminan satu unit Mitsubishi L300
Pick Up Box Tahun 1995 warna cokelat atas nama ”KP”. Karena
alasan ”KP” bangkrut dalam usaha dagangnya, ”KP” tidak mampu
melakukan pembayaran angsuran kredit yang telah disepakati
dengan PT. BPR Artha Mertoyudan Salatiga dalam jangka waktu
yang telah ditentukan yaitu 48 bulan dengan 48 x angsuran dan
bunga 12,70 % pertahun. Adapun tunggakan kredit ”KP” di PT.
BPR Artha Mertoyudan Salatiga dengan rincian sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
Tabel 1 : Tabel Tunggakan Kredit atas nama ”KP” Tanggal Angsuran Tunggakan Denda Total
24-10-2008 628.300 0 0 628.300
27-11-2008 628.300 0 0 628.300
31-12-2008 628.450 0 7.550 636.000
27-01-2009 628.300 0 0 628.300
02-03-2009 1.550 628.150 6.300 636.000
27-03-2009 626.800 0 0 626.800
01-05-2009 1.200 628.250 7.550 637.000
13-07-2009 0 415.925 84.075 500.000
14-07-2009 0 213.300 1.700 215.000
20-07-2009 2.500 626.175 21.325 650.000
29-09-2009 0 322.125 127.875 450.000
30-09-3009 0 304.875 3.125 308.000
30-10-2009 0 633.375 21.625 715.000
25-11-2009 0 629.975 65.025 695.000
28-12-2009 635.150 1.248.650 86.200 1.970.000
28-01-2010 622.250 0 3.750 626.000
30-04-2010 0 629.150 131.850 761.000
31-05-2010 0 629.650 85.350 715.000
29-06-2010 0 632.250 77.750 710.000
31-07-2010 0 710.000 0 710.000
29-09-2010 13.323.445 1.796.250 276.700 15.396.395
Sumber: PT. BPR Artha Mertoyudan Salatiga
Dari data di atas dapat simpulkan bahwa jumlah tunggakan
dari ”KP” adalah sebagai berikut:
Tunggakan Pokok : Rp 9.415.850,00
Denda : Rp 1.007.750,00
: Rp 10.423.600,00
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
b) Proses Penyelesaian Tunggakan Kredit
Klasifikasi obyek penelitian ini adalah “KP” menerima
pinjaman kredit dari PT. BPR Artha Mertoyudan Salatiga sebesar
Rp 20.000.000,- (dua puluh juta rupiah) yang digunakan untuk
melakukan pengembangan usaha dagangnya. Karena alasan
bangkrut, “KP” tidak mampu membayar cicilan atau angsuran
tunggakan sebesar Rp 10.423.600,00 (sepuluh juta empat ratus dua
puluh tiga ribu rupiah).
Dalam hal ini ”KP” sudah menandatangani dan memahami
betul isi dari perjanjian kredit yang dibuat antara PT. BPR Artha
Mertoyudan Salatiga dengan ”KP”. Dalam penandatanganan
perjanjian kredit tersebut, ”KP” dalam keadaan sadar tanpa
mendapat paksaan dari pihak manapun. Artinya, PT. BPR Artha
Mertoyudan Salatiga telah memenuhi kriteria dalam pembuatan
perjanjian sesuai dengan Pasal 1320 KUH Perdata yang telah
dijelaskan pada Bab II di atas dalam penulisan hukum ini.
Dikarenakan terdapat masalah tersebut, PT. BPR Artha
Mertoyudan Salatiga mencoba menyelesaikan kasus tunggakan
kredit atas nama ”KP” dengan cara:
i) PT. BPR Artha Mertoyudan Salatiga melakukan pemanggilan
terhadap ”KP” dengan surat panggilan;
ii) PT. BPR Artha Mertoyudan Salatiga setelah melakukan
pemanggilan terhadap ”KP” kemudian melakukan pertemuan
di kantor PT. BPR Artha Mertoyudan Salatiga tanpa
melibatkan pihak manapun.
iii) Dalam pertemuan tersebut PT. BPR Artha Mertoyudan Salatiga
mencoba memberikan pengertian dan penjelasan kepada ”KP”
dengan tujuan agar ”KP” mau melakukan pelunasan terhadap
hutang kredit yang telah ”KP” ambil di PT. BPR Artha
Mertoyudan Salatiga.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
iv) Kemudian PT. BPR Artha Mertoyudan Salatiga memberikan
pendekatan-pendekatan terhadap ”KP” dan menjelaskan duduk
permasalahan guna mendapatkan solusi pemecahan dari
masalah tersebut.
Dalam melakukan pendekatan-pendekatan terhadap ”KP”
dalam pertemuan yang dilakukan beberapa kali antara PT. BPR
Artha Mertoyudan Salatiga dengan ”KP”, PT. BPR Artha
Mertoyudan Salatiga tidak menemukan kesulitan yang berarti. Hal
ini dikarenakan ”KP” sangat kooperatif dalam penyelesaian kasus
tunggakan kredit yang sedang menimpa dirinya. Dengan beberapa
kali pertemuan yang sudah dijadwalkan oleh PT. BPR Artha
Mertoyudan Salatiga, tercapailah kesepakatan dari ”KP” untuk
melakukan pelunasan atas tunggakan kredit tersebut.
c) Hasil Penyelesaian Tunggakan Kredit
Hasil dari pendekatan-pendekatan dalam pertemuan yang
dilakukan oleh PT. BPR Artha Mertoyudan Salatiga dengan ”KP”
untuk pelunasan tunggakan kredit adalah penjualan barang jaminan
berupa satu unit Mitsubishi L300 Pick Up Box Tahun 1995 warna
cokelat atas nama ”KP”. Hal ini sesuai dengan isi kesepakatan
dalam perjanjian kredit yang telah dibuat oleh PT. BPR Artha
Mertoyudan dengan ”KP”. Setelah keputusan disepakati dan
ditandatangani oleh kedua belah pihak dengan disaksikan pihak
ketiga, maka keputusan tersebut dianggap final. Sehingga salah
satu pihak tidak bisa mengajukan keberatan ataupun memilih
bentuk penyelesaian lain. Hal ini dikarenakan penyelesaian yang
ditempuh oleh PT. BPR Artha Mertoyudan Salatiga adalah sah dan
tidak bertentangan dengan ketertiban umum.
2) Kasus Tunggakan Kredit atas Nama ”W”
a) Kasus Tunggakan Kredit
”W” adalah seorang warga Randusari Kelurahan
Nongkosawit Kecamatan Gunungpati Kabupaten Semarang yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
mempunyai pekerjaan sehari-hari sebagai pegawai swasta dan
istrinya sebagai pengusaha kertas. Seperti yang terlihat dalam surat
perjanjian kredit Nomor: 130.30.S01096/S06194 tertanggal 02
September 2008 ”W” mendapatkan pinjaman dari PT. BPR Artha
Mertoyudan Salatiga sebesar RP 15.000.000,00 (lima belas juta
rupiah) yang akan digunakan untuk melakukan pengembangan
usahanya. Jumlah pinjaman ”W” tidak termasuk bunga dan biaya
provise atau biaya administrasi. Dengan jaminan satu unit Yamaha
Vega R Tahun 2007 warna hitam atas nama ”YI” dan satu unit
Honda GLPII Tahun 1997 warna hitam atas nama ”GP” serta satu
unit Suzuki Tahun 2005 warna hitam atas nama ”W”. Karena
alasan ”W” bangkrut dalam usaha kertasnya, ”W” tidak mampu
melakukan pembayaran angsuran kredit yang telah disepakati
dengan PT. BPR Artha Mertoyudan Salatiga dalam jangka waktu
yang telah ditentukan yaitu 36 bulan dengan 36 x angsuran dan
bunga 11,30% pertahun. Adapun tunggakan kredit ”W” di PT.
BPR Artha Mertoyudan Salatiga dengan rincian sebagai berikut:
Tabel 2 : Tabel Tunggakan Kredit atas nama ”W”
Tanggal Angsuran Tunggakan Denda Total
07-10-2008 557.800 0 5.600 563.400
07-11-2008 557.800 0 5.600 563.400
06-12-2008 558.025 0 4.475 562.500
07-01-2009 557.800 0 5.600 563.400
06-02-2009 558.025 0 4.475 562.500
20-03-2009 557.800 0 20.100 577.900
08-04-2009 558.300 0 6.700 565.000
11-05-2009 557.450 0 10.050 567.500
15-06-2009 558.475 0 14.525 573.000
16-07-2009 557.875 0 15.625 573.000
20-08-2009 557.900 0 20.100 578.000
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
15-09-2009 558.475 0 14.525 573.000
15-10-2009 557.300 0 14.500 571.000
14-11-2009 558.600 0 13.400 572.000
11-12-2009 557.950 0 10.050 568.000
13-01-2010 557.725 0 12.275 570.000
10-02-2010 558.075 0 8.925 567.000
23-03-2010 557.725 0 12.275 570.000
14-04-2010 557.625 0 13.375 571.000
12-05-2010 557.825 0 11.175 569.000
11-06-2010 557.950 0 10.050 568.000
15-07-2010 557.725 0 12.275 570.000
11-08-2010 557.950 0 10.050 568.000
21-09-2010 557.800 0 21.200 579.000
18-10-2010 558.150 0 17.850 576.000
20-11-2010 557.925 0 20.075 578.000
02-02-2011 0 558.250 103.750 662.000
02-05-2011 2.743.780 2.230.900 300.025 5.274.705
Sumber : PT. BPR Artha Mertoyudan Salatiga
Dari data di atas dapat disimpulkan bahwa jumlah
tunggakan kredit ”W” adalah sebagai berikut:
Tunggakan Pokok : Rp 2.789.150,00
Denda : Rp 718.625,00
: Rp 3.507.775,00
b) Proses Penyelesaian Tunggakan Kredit
”W” warga Gunung Pati Semarang yang menerima
pinjaman kredit dari PT. BPR Artha Mertoyudan Salatiga sebesar
Rp 15.000.000,00 (Lima belas juta rupiah) untuk pengembangan
usahanya. ”W” yang seorang Kepala Bagian di salah satu
perusahaan tersebut berani mengambil kredit di PT. BPR Artha
Mertoyudan Salatiga karena ”W” merupakan nasabah lama di PT.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
BPR Artha Mertoyudan Salatiga yang mempunyai record angsuran
baik tanpa masalah.
Suatu saat ”W” mengalami musibah yang menyebabkan
usahanya bangkrut di tengah jalan. ”W” yang tadinya mempunyai
penghasilan di atas rata-rata hanya bisa gigit jari mengetahui usaha
yang telah dibangun dengan susah payah berhenti di tengah jalan.
Karena usaha kertas ”W” mengalami kebangkrutan, ”W” tidak
dapat melakukan angsuran yang telah dijadwalkan oleh PT. BPR
Artha Mertoyudan Salatiga sesuai kesepakatan. Sehingga pinjaman
kredit ”W” mengalami tunggakan atau kredit macet.
Guna menyelesaikan permasalahan yang menimpa ”W”
atas tunggakan kreditnya di PT. BPR Artha Mertoyudan Salatiga,
PT. BPR Artha Mertoyudan Salatiga menempuh jalur kekeluargaan
saja, karena selama ini memang PT. BPR Artha Mertoyudan
Salatiga tidak pernah melakukan penyelesaian tunggakan kredit
melalui jalur pengadilan atau litigasi. ”PT. BPR Artha Mertoyudan
Salatiga melakukan perundingan atau musyawarah dengan ”W”
guna mencari solusi yang terbaik dalam melakukan penyelesaian
tunggakan kredit tersebut. Perundingan atau musyawarah tersebut
tidak menemui kesulitan karena ”W” bersikap kooperatif dan mau
bekerja sama guna menyelesaikan tunggakan kreditnya di PT. BPR
Artha Mertoyudan Salatiga. Hal ini berarti perundingan yang
dilakukan antara ”W” dengan PT. BPR Artha Mertoyudan Salatiga
merupakan perundingan yang menghasilkan sesuatu yang bersifat
win-win solution yang tidak menimbulkan kerugian di antara
keduanya.
c) Hasil Penyelesaian Tunggakan Kredit
Hasil dari musyawarah atau perundingan yang dilakukan
oleh PT. BPR Artha Mertoyudan Salatiga dengan ”W” adalah
memberikan perpanjangan waktu untuk melakukan angsuran atas
tunggakan kreditnya. Dengan perpanjangan waktu yang diberikan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
oleh PT. BPR Artha Mertoyudan Salatiga diharapkan dapat
memberikan kemudahan bagi ”W”. Perpanjangan waktu yang
diberikan oleh PT. BPR Artha Mertoyudan Salatiga dikarenakan
”W” merupakan nasabah lama dari PT. BPR Artha Mertoyudan
Salatiga yang mempunyai record angsuran sangat baik selama ini.
Hal ini yang menyebabkan PT. BPR Artha Mertoyudan mengambil
langkah untuk memberikan perpanjangan jangka waktu
pembayaran cicilan angsuran kerdit yang diambil oleh ”W”. Hasil
perundingan ini telah mendapat persetujuan dari kedua belah pihak
yang tidak dapat menimbulkan kerugian di hari kemudian.
b. Negosiasi via mediator
Negosiasi via mediator merupakan salah satu cara yang dapat
dilakukan berdasarkan kesepakatan oleh para pihak karena hadirnya
mediator sebagai penengah di antara para pihak yang sedang bersengketa
guna mencapai hasil yang diinginkan. Kehadiran mediator sebagai pihak
ketiga sangat bermanfaat karena hasil yang dicapai cepat terealisasikan
dengan baik tanpa merugikan kedua belah pihak yang sedang bersengketa.
Berbeda dengan mediator-mediator lainnya, mediator yang dipakai oleh
PT. BPR Artha Mertoyudan adalah bukan hakim atau petugas pengadilan
tetapi orang-orang terdekat dengan pihak yang bersengketa.
Tugas-tugas mediator dalam menjalankan fingsinya dalam proses
negosiasi via mediator adalah:
a. mediator wajib mempersiapkan usulan jadwal pertemuan kepada para
pihak untuk disepakati;
b. mediator wajib mendorong para pihak untuk secara langsung berperan
dalam proses negosiasi via mediator;
c. mediator wajib memberikan usulan penyelesaian atas kasus yang
sedang menjadi pokok permasalahan antara kedua belah pihak; dan
d. mediator wajib mendorong para pihak untuk menelusuri dan menggali
kepentingan mereka dan mencari berbagai pilihan penyelesaian yang
terbaik bagi para pihak.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
1) Kasus Tunggakan Kredit atas Nama ”MS”
a) Kasus Tunggakan Kredit
”MS” adalah seorang warga Kelurahan Mangunsari
Kecamatan Sidomukti Kota Salatiga dengan pekerjaan sehari-hari
sebagai sopir taksi. Seperti yang terlihat dalam surat perjanjian
kredit Nomor: 130.40.S05053/S0528 tertanggal 27 September
2008, ”MS” mendapatkan pinjaman dari PT. BPR Artha
Mertoyudan Salatiga sebesar Rp 3.000.000,00 (tiga juta rupiah)
dengan jaminan satu unit Honda NF 100 D Tahun 2001 warna
hitam atas nama ”WF”. Karena alasan ”MS” pindah kerja dan
belum mempunyai pekerjaan yang mapan, ”MS” tidak melakukan
pembayaran cicilan yang sudah disepakati antara PT. BPR Artha
Mertoyudan Salatiga dengan ”MS” yaitu dalam jangka waktu 24
bulan dengan 24 x angsuran dan bunga 11% pertahun. Setelah
lewat tenggang waktu yang telah ditentukan oleh kedua belah
pihak, ”MS” baru membayar sebagian pokok pinjaman dari kredit
tersebut dan masih mempunyai tunggakan kredit di PT. BPR Artha
Mertoyudan Salatiga dengan rincian sebagai berikut:
Tabel 3 : Tabel Tunggakan Kredit atas nama ”MS”
Tanggal Pokok Bunga Tgk.Pokok Tgk.Bunga Denda
27-09-2008 6.900
01-12-2008 750 98.320 55.680 9.250
31-12-2008 100.640 53.160 9.200
05-02-2009 575 102.960 50.490 11.975
23-04-2009 105.280 52.970 46.750
19-05-2009 107.600 47.075 21.325
27-06-2009 109.795 38.580 31.625
27-06-2009 125 875
27-07-2009 112.240 41.310 26.450
20-08-2009 114.560 44.815 20.625
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
71
16-09-2009 116.880 32.170 20.950
27-10-2009 119.200 34.600 33.200
30-11-2009 121.520 33.630 29.850
29-12-2009 123.840 29.760 26.400
27-01-2010 126.160 28.040 25.800
17-02-2010 128.480 33.720 17.800
27-03-2010 130.800 13.525 30.675
14-04-2010 133.120 26.780 15.100
25-05-2010 135.440 17.385 32.175
29-06-2010 137.760 12.390 29.850
27-07-2010 140.080 14.720 25.200
27-08-2010 250.000
31-08-2010 147.040 1.760 37.120 19.080
14-09-2010 301.040 6.960 5.200 32.850
Sumber : PT. BPR Artha Mertoyudan Salatiga
Dari data di atas dapat disimpulkan bahwa jumlah
tunggakan kredit atas nama”MS” adalah sebagai berikut:
Tunggakan Pokok : Rp 2.451.280,00
Bunga s/d September 2010 : Rp 632.795,00
Denda Keterlambatan : Rp 497.050,00
Rp 3.581.125,00
b) Proses Penyelesaian Tunggakan Kredit
Klasifikasi obyek penelitian ini adalah “MS” menerima
kredit dari PT. BPR Artha Mertoyudan Salatiga sebesar Rp
3.000.000,- (tiga juta rupiah). Karena suatu hal yang menurut
“MS” menyebabkan dirinya sudah tidak bekerja lagi dan belum
mempunyai pekerjaan yang mapan, “MS” tidak mampu membayar
cicilan atau angsuran tunggakan sebesar Rp 3.581.125,- (tiga juta
lima ratus delapan puluh satu ribu seratus dua puluh lima rupiah).
“MS” dalam hal ini sudah menandatangani perjanjian kredit
tanpa mendapatkan tekanan atau paksan dari pihak ketiga.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
72
Sehingga konsekuensinya “MS” dianggap telah menyetujui isi dari
perjanjian kredit tersebut. Pada saat Penulis mencoba menemui
“MS”, alasan yang diuraikan adalah di samping “MS” kehilangan
pekerjaan tetapnya dia juga mengatakan bahwa isi perjanjian kredit
tersebut ditentukan sepihak oleh PT. BPR Artha Mertoyudan
Salatiga.
PT. BPR Artha Mertoyudan Salatiga mencoba
menyelesaikannya dengan memberikan pengertian-pengertian
secara kekeluargaan. Tetapi di sini hanya pihak PT. BPR Artha
Mertoyudan Salatiga sendiri yang mencoba menyelesaikannya.
Artinya tidak ada pihak ketiga yang ikut membantu menyelesaikan
silang sengekta ini. Tetapi pihak PT. BPR Artha Mertoyudan
Salatiga mengalami kesulitan karena “MS” tetap mempertahankan
pendapatnya. Sehingga PT. BPR Artha Mertoyudan Salatiga
melakukan negosiasi via mediator yaitu dengan menggunakan
campur tangan pihak ketiga yang ikut menandatangani perjanjian
kredit, dalam hal ini ibu dari “MS” yaitu “WF”. Negosiasi via
mediator yang dilakukan adalah melakukan pendekatan dengan
“WF” dan memberikan penjelasan bahwa “MS” mempunyai
sejumlah tunggakan kredit yang diambilnya dari PT. BPR Artha
Mertoyudan Salatiga.
c) Hasil Penyelesaian Tunggakan Kredit
Musyawarah yang dilakukan oleh ketiga pihak di atas
memperoleh keputusan bahwa satu unit honda yang dijadikan
agunan dijual oleh PT. BPR Artha Mertoyudan Salatiga untuk
melunasi sisa tunggakan kredit “MS”. Hal ini sesuai dengan isi
kesepakatan yang telah dibuat oleh ketiga pihak di atas. Setelah
keputusan disepakati dan ditandatangani oleh kedua belah pihak
dengan disaksikan pihak ketiga, maka keputusan tersebut dianggap
final. Sehingga salah satu pihak tidak bisa mengajukan keberatan
ataupun memilih bentuk penyelesaian lain. Hal ini dikarenakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
73
penyelesaian yang ditempuh oleh PT. BPR Artha Mertoyudan
Salatiga adalah sah dan tidak bertentangan dengan ketertiban
umum.
2) Kasus Tunggakan Kredit atas Nama ”MG”
a) Kasus Tunggakan Kredit
”MG” adalah seorang warga Klarisan Kelurahan Tanduk
Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali dengan pekerjaan sehari-
hari sebagai pedagang kulit sapi. Seperti yang terlihat dalam surat
perjanjian kredit Nomor: 130.20.S02519/S08097 tertanggal 07
April 2009, ”MG” mendapatkan pinjaman dari PT. BPR Artha
Mertoyudan Salatiga sebesar Rp 35.000.000,00 (tiga puluh lima
juta rupiah) dengan jaminan satu unit unit Mitsubishi Tahun 1994
warna kuning atas nama ”ZZ”. Karena alasan ”MG” barang
jaminan berupa satu unit Mitsubishi Tahun 1994 warna kuning
bukan merupakan milik sendiri tetapi atas nama orang lain, maka
”MG” yang tidak bisa melakukan pembayaran cicilan sisa dari
kredit yang diambilnya di PT. BPR Artha Mertoyudan Salatiga
dalam jangka waktu 24 bulan dengan 24 x angsuran dengan bunga
sebesar 13,5% pertahun. Adapun besarnya jumlah tunggakan dari
”MG” adalah sebagai berikut:
Tabel 4 : Tabel Tunggakan Kredit atas nama ”MG”
Tanggal Angsuran Tunggakan Denda Total
05-2009 1.852.625 0 0 1.852.625
08-2009 0 1.826.350 56.375 1.882.725
08-2009 0 0 56.375 56.375
08-2009 0 2.095.275 104.725 0
19-2009 0 153.625 46.375 200.000
10-2009 0 1.803.950 196.050 2.000.000
10-2009 1.853.625 1.826.350 125.025 3.805.000
12-2009 0 1.785.250 114.750 1.900.000
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
74
01-2010 0 144.475 205.525 350.000
01-2010 0 1.478.250 21.750 1.500.000
02-2010 0 287.325 212.675 500.000
02-2010 0 10.150 14.860 25.000
03-2010 0 455.5757 44.425 500.000
03-2010 0 252.500 247.500 500.000
03-2010 0 1.145.300 9.700 1.155.000
Sumber : PT. BPR Artha Mertoyudan Salatiga
Dari data di atas dapat disimpulkan bahwa jumlah
tunggakan kredit atas nama ”MG” adalah sebagai berikut:
Tunggakan Pokok : Rp 13.261.125,00
Denda Keterlambatan : Rp 1.399.725,00
Rp 14.660.850,00
b) Proses Penyelesaian Tunggakan Kredit
”MG” warga Ampel Boyolali yang menerima pinjaman
kredit dari PT. BPR Artha Mertoyudan Salatiga sebesar Rp
35.000.000,00 (Tiga puluh lima juta rupiah) yang digunakan untuk
pengembangan usaha dagang kulit sapi. ”MG” yang seorang
pedagang berani mengambil kredit dalam jumlah besar
dikarenakan usaha kulit sapi selama ini sangat memberikan
keuntungan yang besar. Hal ini dikarenakan harga kulit sapi yang
tinggi dan kebutuhan pasar sangat banyak, sehingga usaha dagang
kulit sapi dapat memberikan keuntungan yang lebih bagi ”MG”.
Suatu saat PT. BPR Artha Mertoyudan Salatiga mengetahui
bahwa barang jaminan yang dijaminkan oleh ”MG” bukan
merupakan milik ”MG” sendiri, melainkan milik orang lain. Hal
ini yang menyebabkan ”MG” terlibat masalah dalam perjanjian
kreditnya.
Guna menyelesaikan permasalahan yang menimpa ”MG”
atas tunggakan kreditnya di PT. BPR Artha Mertoyudan Salatiga,
PT. BPR Artha Mertoyudan Salatiga menempuh jalur kekeluargaan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
75
saja, karena selama ini memang PT. BPR Artha Mertoyudan
Salatiga tidak pernah melakukan penyelesaian tunggakan kredit
melalui jalur pengadilan atau litigasi. PT. BPR Artha Mertoyudan
Salatiga melakukan pertemuan dengan melalui pendekatan-
pendekatan yang selama ini dilakukan oleh PT. BPR Artha
Mertoyudan Salatiga. PT. BPR Artha Mertoyudan meminta
bantuan orang ketiga dalam hal ini orang yang mempunyai barang
jaminan yang dijaminkan oleh ”MG” dalam perjanjian kreditnya.
Pertemuan tersebut tidak menemui kesulitan karena ”MG” dan
pihak ketiga yang bertugas sebagai mediator bersikap kooperatif
dan mau bekerja sama guna menyelesaikan tunggakan kreditnya di
PT. BPR Artha Mertoyudan Salatiga. Hal ini berarti pertemuan
yang dilakukan antara ”MG”, pihak ketiga dengan PT. BPR Artha
Mertoyudan Salatiga merupakan pertemuan yang menghasilkan
sesuatu yang bersifat win-win solution yang tidak menimbulkan
kerugian di antara keduanya.
c) Hasil Penyelesaian Tunggakan Kredit
Musyawarah yang dilakukan oleh ketiga pihak di atas
memperoleh keputusan bahwa satu unit honda yang dijadikan
agunan dijual oleh PT. BPR Artha Mertoyudan Salatiga untuk
melunasi sisa tunggakan kredit “MG”. Hal ini sesuai dengan isi
kesepakatan yang telah dibuat oleh ketiga pihak di atas. Setelah
keputusan disepakati dan ditandatangani oleh kedua belah pihak
dengan disaksikan pihak ketiga, maka keputusan tersebut dianggap
final. Sehingga salah satu pihak tidak bisa mengajukan keberatan
ataupun memilih bentuk penyelesaian lain. Hal ini dikarenakan
penyelesaian yang ditempuh oleh PT. BPR Artha Mertoyudan
Salatiga adalah sah dan tidak bertentangan dengan ketertiban
umum.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
76
3) Kasus Tunggakan Kredit atas Nama ”S”
a) Kasus Tunggakan Kredit
”S” adalah seorang warga Kintelan Lor RT 4 RW 3
Candirejo Tuntang Kabupaten Semarang dengan pekerjaan sehari-
hari sebagai bos borong bangunan. Dalam surat perjanjian kredit
dengan Nomor: 130.40.S05623/S0844B tertanggal 24 Oktober
2009, ”S” telah menerima pinjaman kredit dari PT. BPR Artha
Mertoyudan Salatiga sebesar Rp 7.500.000,00 (tujuh juta lima
ratus ribu rupiah). Seperti kasus di atas, ”S” tidak meneruskan
kewajibannya untuk melakukan cicilan angsuran dikarenakan
terlibat kasus kriminalitas dengan rincian sebagai berikut:
Tabel 5 : Tabel Tunggakan Kredit atas nama ”S”
Tanggal Angsuran Tunggakan Denda Total
25-11-2009 707.000 0 0 707.000
06-01-2010 1.050 705.600 18.350 725.000
03-03-2010 0 706.500 63.500 770.000
26-04-2010 0 707.225 122.775 830.000
26-05-2010 0 706.375 84.625 791.000
29-06-2010 0 707.025 102.975 810.000
30-07-2010 0 704.125 95.875 800.000
25-08-2010 0 780.000 0 780.000
31-08-2010 179.975 520.025 0 700.000
30-09-2010 511.200 488.800 0 1.000.000
27-11-2010 0 500.000 0 500.000
23-12-2010 0 400.000 0 400.000
27-12-2010 0 150.700 254.150 404.850
Sumber : PT. BPR Artha Mertoyudan Salatiga
Maka jumlah tunggakan kredit ”S” adalah sebagai berikut:
Tunggakan Pokok : Rp 7.076.375,00
Denda Keterlambatan : Rp 742.250,00
Rp 7.818.625,00
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
77
b) Proses Penyelesaian Tunggakan Kredit
Berdasarkan surat perjanjian kredit yang ditandatangani
oleh “S” tertanggal 24 Oktober 2009 dengan nomor register
130.40.S05623/S0844B, “S” menerima pinjaman uang dari PT.
Bank Perkreditan Rakyat Artha Mertoyudan Salatiga sebesar Rp
7.500.000,- (tujuh juta lima ratus ribu rupiah). Adapun agunan
yang dititipkan terhadap PT. BPR Artha Mertoyudan Salatiga
adalah satu unit Suzuki FD125XRH tahun 2006 atas nama ”WR”
dan satu unit Honda C100 tahun 1997 atas nama ”B”.
Seperti kasus yang di atas, “S” menandatangani surat
perjanjian dengan tenggang waktu 12 bulan dengan bunga 13% per
tahunnya. Dua bulan angsuran pertama, “S” tidak mempunyai
masalah dengan angsuran maupun bunga yang harus dbiayarnya.
Akan tetapi angsuran yang ketiga menunjukkan gejala bahwa “S”
kesulitan membayar angsuran maupun bunga cicilan. Hal tersebut
berlangsung sampai bulan kesembilan.
Menurut kebijakan PT. BPR Artha Mertoyudan Salatiga,
langakh yang diambil adalah memanggil “S” ke kantor PT. BPR
Artha Mertoyudan Salatiga guna mempertanggungjawabkan dan
ikut membantu menyelesaikan masalahnya. Tetapi hal ini tidak
mendapatkan tanggapan yang baik dari pihak “S”, karena PT. BPR
Artha Mertoyudan Salatiga mengalami kesulitan untuk menemui
“S”. Setelah ditelusuri lebih jauh mengenai alasan “S” melakukan
tunggakan cicilan terhadap kredit yang diterimanya dari PT. BPR
Artha Mertoyudan Salatiga, ternyata “S” sedang tersandung kasus
kriminalitas berupa penggelapan.
c) Hasil Penyelesaian Tunggakan Kredit
“S” sendiri bekerja sebagai bos borong bagunan. Karena
tunggakan kredit “S” telah masuk dalam kategori macet, pihak PT.
BPR Artha Mertoyudan Salatiga mencoba untuk melakukan
penyitaan terhadap agunan yang sesuai dengan surat perjanjian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
78
kredit yang telah disepakati., yaitu menyita satu unit Suzuki
FD125XRH tahun 2006 atas nama ”WR” dan satu unit Honda
C100 tahun 1997 atas nama ”B”. Karena sepeda motor di atas
merupakan harta yang mereka butuhkan untuk menghidupi
keluarganya setelah “S” tertimpa kasus kriminalitas, maka mereka
melakukan penolakan. Pihak PT. BPR Artha Mertoyudan Salatiga
juga merasa tidak tega untuk melakukan penyitaan terhadap
agunan “S” karena “S’ merupakan nasabah lama yang selama
melakukan kredit di PT. BPR Artha Mertoyudan Salatiga tidak
pernah muncul masalah.
2. Alternatif Penyelesaian Sengketa yang Paling Efektif dan Efisien yang
Digunakan dalam Menyelesaikan Tunggakan Kredit di PT. Bank Perkreditan
Rakyat Artha Mertoyudan Salatiga
Penyelesaian tunggakan kredit di PT. BPR Artha Mertoyudan Salatiga
menggambarkan kekuatan hukum penyelesaian tunggakan kredit melalui
Alternatif Penyelesaian Sengketa serta menggambarkan bagaimana tindakan
hukum para pihak apabila salah satu pihak melakukan wanprestasi dengan
tidak mentaati keputusan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Sesuai yang telah
dijelaskan pada pembahasan sebelumnya bahwa Alternatif Penyelesaian
Sengketa dalam PT. BPR Artha Mertoyudan Salatiga tidak tercantum secara
khusus dalam suatu perjanjian maupun peraturan bank ini. Hal tersebut
hanyalah merupakan sebuah solusi dari PT. BPR Artha Mertoyudan Salatiga
untuk mengatasi bagaimana supaya para debitur melaksanakan kewajibannya
dengan tidak merasa tertekan, di samping harapan yang lebih penting adalah
terselesaikannya tunggakan kredit dengan baik sehingga pihak bank tidak
merasa dirugikan.
Alternatif Penyelesaian Sengketa yang paling efektif dan efisien
dilakukan di PT. BPR Artha Mertoyudan Salatiga lebih tertuju pada negosiasi
via mediator. Hal ini dikarenakan dengan melakukan negosiasi via mediator,
segala sesuatunya dapat terselesaikan dengan baik dan tidak ada pihak yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
79
merasa dirugikan. Negosiasi via mediator yang dilakukan oleh PT. BPR Artha
Mertoyudan Salatiga adalah apabila terjadi wanprestasi dalam hal ini
tunggakan kredit, pihak nasabah bank dipanggil ke kantor PT. BPR Artha
Mertoyudan Salatiga dengan surat panggilan khusus. Setelah itu pihak PT.
BPR Artha Mertoyudan Salatiga mencoba mendekati para penunggak dengan
memberi penyuluhan-penyuluhan supaya pembayaran cicilan kredit dapat
terselesaikan. Akan tetapi apabila para penunggak kredit tetap saja tidak
membayar cicilan atau angsuran kredit, PT. BPR Artha Mertoyudan Salatiga
mencoba menyelesaikan dengan cara PT. BPR Artha Mertoyudan Salatiga
sendiri.
Penulis akan menguraikan cara PT. BPR Artha Mertoyudan Salatiga
dalam menyelesaikan kasus tunggakan kredit berdasarkan pada kasus yang
telah dipaparkan di atas.
a. Kasus Tunggakan Kredit atas Nama “MS”
Klasifikasi obyek penelitian ini adalah “MS” menerima kredit dari
PT. BPR Artha Mertoyudan Salatiga sebesar Rp 3.000.000,- (tiga juta
rupiah). Karena suatu hal yang menurut “MS” menyebabkan dirinya sudah
tidak bekerja lagi dan belum mempunyai pekerjaan yang mapan, “MS”
tidak mampu membayar cicilan atau angsuran tunggakan sebesar Rp
3.581.125,- (tiga juta lima ratus delapan puluh satu ribu seratus dua puluh
lima rupiah).
“MS” dalam hal ini sudah menandatangani perjanjian kredit tanpa
mendapatkan tekanan atau paksan dari pihak ketiga. Sehingga
konsekuensinya “MS” dianggap telah menyetujui isi dari perjanjian kredit
tersebut. Pada saat Penulis mencoba menemui “MS”, alasan yang
diuraikan adalah di samping “MS” kehilangan pekerjaan tetapnya dia juga
mengatakan bahwa isi perjanjian kredit tersebut ditentukan sepihak oleh
PT. BPR Artha Mertoyudan Salatiga.
PT. BPR Artha Mertoyudan Salatiga mencoba menyelesaikannya
dengan memberikan pengertian-pengertian secara kekeluargaan. Tetapi di
sini hanya pihak PT. BPR Artha Mertoyudan Salatiga sendiri yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
80
mencoba menyelesaikannya. Artinya tidak ada pihak ketiga yang ikut
membantu menyelesaikan silang sengekta ini. Tetapi pihak PT. BPR Artha
Mertoyudan Salatiga mengalami kesulitan karena “MS” tetap
mempertahankan pendapatnya. Sehingga PT. BPR Artha Mertoyudan
Salatiga melakukan negosiasi via mediator yaitu dengan menggunakan
campur tangan pihak ketiga yang ikut menandatangani perjanjian kredit,
dalam hal ini ibu dari “MS” yaitu “WF”. Negosiasi via mediator yang
dilakukan adalah melakukan pendekatan dengan “WF” dan memberikan
penjelasan bahwa “MS” mempunyai sejumlah tunggakan kredit yang
diambilnya dari PT. BPR Artha Mertoyudan Salatiga.
Penyelesaian dengan cara negosiasi via mediator melalui
pendekatan terhadap pihak ketiga yang mempunyai hubungan dengan
“MS” dan pihak yang ikut terlibat dalam penandatanganan perjanjian
kredit tersebut merupakan penyelesaian yang menguntungkan kedua belah
pihak karena dengan melalui penyelesaian ini, kedua pihak mendapatkan
keputusan yang adil. “WF” dipilih oleh PT. BPR Artha Mertoyudan
Salatiga karena “WF” yang menjadi saksi dalam penandatanganan surat
perjanjian kredit antara “MS” dengan PT. BPR Artha Mertoyudan Salatiga
dan “WF” mempunyai hubungan keluarga yang dekat dengan “MS”
sehingga berpengaruh terhadap keputusan yang akan diambil oleh PT.
BPR Artha Mertoyudan Salatiga.
Musyawarah yang dilakukan oleh ketiga pihak di atas memperoleh
keputusan bahwa satu unit honda yang dijadikan agunan dijual oleh PT.
BPR Artha Mertoyudan Salatiga untuk melunasi sisa tunggakan kredit
“MS”. Hal ini sesuai dengan isi kesepakatan yang telah dibuat oleh ketiga
pihak di atas. Setelah keputusan disepakati dan ditandatangani oleh kedua
belah pihak dengan disaksikan pihak ketiga, maka keputusan tersebut
dianggap final. Sehingga salah satu pihak tidak bisa mengajukan keberatan
ataupun memilih bentuk penyelesaian lain. Hal ini dikarenakan
penyelesaian yang ditempuh oleh PT. BPR Artha Mertoyudan Salatiga
adalah sah dan tidak bertentangan dengan ketertiban umum.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
81
b. Kasus Tunggakan Kredit atas Nama “MG”
”MG” warga Ampel Boyolali yang menerima pinjaman kredit dari
PT. BPR Artha Mertoyudan Salatiga sebesar Rp 35.000.000,00 (Tiga
puluh lima juta rupiah) yang digunakan untuk pengembangan usaha
dagang kulit sapi. ”MG” yang seorang pedagang berani mengambil kredit
dalam jumlah besar dikarenakan usaha kulit sapi selama ini sangat
memberikan keuntungan yang besar. Hal ini dikarenakan harga kulit sapi
yang tinggi dan kebutuhan pasar sangat banyak, sehingga usaha dagang
kulit sapi dapat memberikan keuntungan yang lebih bagi ”MG”.
Suatu saat PT. BPR Artha Mertoyudan Salatiga mengetahui bahwa
barang jaminan yang dijaminkan oleh ”MG” bukan merupakan milik
”MG” sendiri, melainkan milik orang lain. Hal ini yang menyebabkan
”MG” terlibat masalah dalam perjanjian kreditnya.
Guna menyelesaikan permasalahan yang menimpa ”MG” atas
tunggakan kreditnya di PT. BPR Artha Mertoyudan Salatiga, PT. BPR
Artha Mertoyudan Salatiga menempuh jalur kekeluargaan saja, karena
selama ini memang PT. BPR Artha Mertoyudan Salatiga tidak pernah
melakukan penyelesaian tunggakan kredit melalui jalur pengadilan atau
litigasi. PT. BPR Artha Mertoyudan Salatiga melakukan pertemuan
dengan melalui pendekatan-pendekatan yang selama ini dilakukan oleh
PT. BPR Artha Mertoyudan Salatiga. PT. BPR Artha Mertoyudan
meminta bantuan orang ketiga dalam hal ini orang yang mempunyai
barang jaminan yang dijaminkan oleh ”MG” dalam perjanjian kreditnya.
Pertemuan tersebut tidak menemui kesulitan karena ”MG” dan pihak
ketiga yang bertugas sebagai mediator bersikap kooperatif dan mau
bekerja sama guna menyelesaikan tunggakan kreditnya di PT. BPR Artha
Mertoyudan Salatiga. Hal ini berarti pertemuan yang dilakukan antara
”MG”, pihak ketiga dengan PT. BPR Artha Mertoyudan Salatiga
merupakan pertemuan yang menghasilkan sesuatu yang bersifat win-win
solution yang tidak menimbulkan kerugian di antara keduanya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
82
c. Kasus Tunggakan Kredit atas Nama “S”
Berdasarkan surat perjanjian kredit yang ditandatangani oleh “S”
tertanggal 24 Oktober 2009 dengan nomor register
130.40.S05623/S0844B, “S” menerima pinjaman uang dari PT. Bank
Perkreditan Rakyat Artha Mertoyudan Salatiga sebesar Rp 7.500.000,-
(tujuh juta lima ratus ribu rupiah). Adapun agunan yang dititipkan
terhadap PT. BPR Artha Mertoyudan Salatiga adalah satu unit Suzuki
FD125XRH tahun 2006 atas nama ”WR” dan satu unit Honda C100 tahun
1997 atas nama ”B”.
Seperti kasus yang di atas, “S” menandatangani surat perjanjian
dengan tenggang waktu 12 bulan dengan bunga 13% per tahunnya. Dua
bulan angsuran pertama, “S” tidak mempunyai masalah dengan angsuran
maupun bunga yang harus dbiayarnya. Akan tetapi angsuran yang ketiga
menunjukkan gejala bahwa “S” kesulitan membayar angsuran maupun
bunga cicilan. Hal tersebut berlangsung sampai bulan kesembilan.
Menurut kebijakan PT. BPR Artha Mertoyudan Salatiga, langakh
yang diambil adalah memanggil “S” ke kantor PT. BPR Artha Mertoyudan
Salatiga guna mempertanggungjawabkan dan ikut membantu
menyelesaikan masalahnya. Tetapi hal ini tidak mendapatkan tanggapan
yang baik dari pihak “S”, karena PT. BPR Artha Mertoyudan Salatiga
mengalami kesulitan untuk menemui “S”. Setelah ditelusuri lebih jauh
mengenai alasan “S” melakukan tunggakan cicilan terhadap kredit yang
diterimanya dari PT. BPR Artha Mertoyudan Salatiga, ternyata “S” sedang
tersandung kasus kriminalitas berupa penggelapan.
“S” sendiri bekerja sebagai bos borong bagunan. Karena tunggakan
kredit “S” telah masuk dalam kategori macet, pihak PT. BPR Artha
Mertoyudan Salatiga mencoba untuk melakukan penyitaan terhadap
agunan yang sesuai dengan surat perjanjian kredit yang telah disepakati.,
yaitu menyita satu unit Suzuki FD125XRH tahun 2006 atas nama ”WR”
dan satu unit Honda C100 tahun 1997 atas nama ”B”. Karena sepeda
motor di atas merupakan harta yang mereka butuhkan untuk menghidupi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
83
keluarganya setelah “S” tertimpa kasus kriminalitas, maka mereka
melakukan penolakan. Pihak PT. BPR Artha Mertoyudan Salatiga juga
merasa tidak tega untuk melakukan penyitaan terhadap agunan “S” karena
“S’ merupakan nasabah lama yang selama melakukan kredit di PT. BPR
Artha Mertoyudan Salatiga tidak pernah muncul masalah.
Alasan itulah yang menyebabkan PT. BPR Artha Mertoyudan
Salatiga mengambil alternatif lain dalam menyelesaikan tunggakan kredit
ini. Adapun alternatif lain yang diambil adalah melakukan pertemuan
antara PT. BPR Artha Mertoyudan Salatiga dengan penengah dari “S”
yang diwakili oleh istri “S”. Pertemuan tersebut dilakukan di PT. BPR
Artha Mertoyudan Salatiga. Hasil kesepakatan yang diambil adalah tetap
melakukan penjualan terhadap agunan ”S” tetapi hanya satu unit motor
saja, mengingat motor adalah harta yang berharga bagi keluarga ”S”
setelah ”S” tertimpa kasus kriminalitas berupa penggelepan. Kesepakatan
tersebut disertai dengan penandatanganan surat pernyataan mengenai
sanggup melaksanakan isi dari surat tersebut. Dari hasil penyelesaian di
atas, keputusan yang diambil PT. BPR Artha Mertoyudan Salatiga
merupakan keputusan yang menguntungkan kedua belah pihak yang
bersengketa.
Kekuatan hukum penyelesaian sengketa yang ditempuh oleh PT. BPR
Artha Mertoyudan Salatiga dalam masalah perkreditan sudah cukup kuat. Hal
ini dapat terlihat dari hasil penyelesaian kasus tunggakan kredit di atas yang
telah disepakati oleh kedua belah pihak mencapai mufakat. Kemudian hal ini
ditindak lanjuti dengan surat pernyataan sanggup melaksanakan hasil
penyelesaian yang juga dibuat di atas kertas bermaterai. Terlebih dilihat dari
isi surat pernyataan tersebut jelas-jelas pihak yang menandatangani tidak ada
pilihan lain selain melaksanakan isi dari keputusan yang sudah disepakati.
Akan tetapi ini juga tidak terlepas dari itikad baik kedua belah pihak untuk
melaksanakan isi dari persetujuan tersebut.
PT. BPR Artha Mertoyudan Salatiga menggunakan khasanah hukum
yaitu dalam Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970 jo Pasal 377 HIR jo
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
84
Reglement op de Burgelijke Rechtsvordering (RV) Stb 1847 No. 52 tentang
lembaga Arbitrase (perwasitan) yang dapat dijadikan sebagai dasar hukum
penyelesaian yang ditempuh oleh PT. BPR Artha Mertoyudan Salatiga,
sehingga kekuatan hukumnya semakin kuat. Apalagi hal ini ditunjang dengan
asas kebebasan berkontrak yang dalam hal ini sudah dipenuhi oleh kedua
belah pihak sesuai dengan Pasal 1338 KUH Perdata yang menjelaskan bahwa
semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang
bagi mereka yang membuatnya. Sedangkan pembatasan asas kebebasan
berkontrak pun juga telah dipenuhi. Adapun pembatasan yang dimaksud
adalah tidak dilarang oleh undang-undang, ketertiban umum, dan kesusilaan.
Sehingga penyelesaian yang ditempuh dengan jalan musyawarah dan ditindak
lanjuti dengan surat perjanjian atau pernyataan sanggup melaksanakan isi
keputusan yang menimbulkan perjanjian baru mempunyai kekuatan hukum
yang kuat.
Hasil penyelesaian tunggakan kredit di PT. BPR Artha Mertoyudan
Salatiga selalu diikuti dengan penandatanganan surat pernyataan sanggup
untuk melaksanakan isi dari hasil musyawarah. Sehingga di sini akan muncul
surat perjanjian baru yang sifat dan format perjanjiannya tidak formal. Artinya
surat perjanjian dan surat pernyataan tersebut dibuat setelah hasil penyelesaian
terjadi kemufakatan. Adapun hasil dari penyelesaian tersebut adalah:
a. Kasus kredit atas nama “MS” hasil yang dicapai adalah penjualan satu unit
Honda FD 100 tahun 1997 yang diagunankan kepada PT. BPR Artha
Mertoyudan Salatiga.
b. Kasus kredit atas nama “MG” hasil yang dicapai adalah penjualan barang
jaminan yang milik orang lain yang telah dijaminkan kepada PT. BPR
Artha Mertoyudan Salatiga.
c. Kasus kredit atas nama ”S” hasil yang dicapai adalah penjualan satu unit
Suzuki FD125XRH tahun 2006 atas nama ”WR” yang diagunankan
kepada PT. BPR Artha Mertoyudan Salatiga.
Hasil penyelesaian tunggakan kredit di atas, jelas tidak dimungkinkan
untuk membuat suatu format perjanjian baku yang kemudian diterbitkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
85
dalam jumlah yang banyak. Untuk mengikat kedua belah pihak (khususnya
nasabah atau debitur) agar melaksanakan isi perjanjian sesuai dengan apa yang
ditandatangani, dibutuhkan suatu pernyataan atau pun jaminan untuk mengikat
atau memaksa agar nasabah atau debitur dapat patuh dan tunduk kepada hasil
keputusan yang sudah disepakati. Untuk itu pihak yang diagunankan kepada
PT. BPR Artha Mertoyudan Salatiga menindak lanjuti hasil dari keputusan
penyelesaian itu dengan penandatanganan surat pernyataan yang biasanya juga
melibatkan pihak ketiga (kerabat, isteri, suami, orang tua, anak, bahkan orang
yang dianggap berpengaruh besar terhadap debitur) sebagai saksi agar ikut
dalam hal pertanggungjawaban akan isi perjanjian tersebut.
Keterlibatan pihak ketiga sebagai saksi juga bisa sebagai tujuan lain.
Artinya jika kita melihat pada kasus ”MS”, pihak ketiga di sini diwakilkan
oleh ”WF”. Hal ini dapat digunakan sebagai alat pemaksa untuk menerima
hasil keputusan tersebut, karena hubungan ”MS” dengan ”WF” sangat dekat
sehingga ”MS” tidak mungkin menyakiti hati dan mempermalukan sang ibu.
Sedangkan pihak ketiga dalam kasus ”S” diwakilkan oleh ”M” yang juga
dapat mempertanggunjawabkan perbuatan ”S” selaku debitur yang
bermasalah.
Kasus di PT. BPR Artha Mertoyudan Salatiga merupakan suatu hal
yang belum diperjanjikan. Terlebih lagi pihak PT. BPR Artha Mertoyudan
Salatiga juga tidak menunjuk suatu lembaga perwasitan/arbitrase yang resmi
seperti BANI, BAMUI, AAA, JCAA, KCAB. Hal ini dengan alasan bahwa
kredit yang diberikan kepada nasabah atau debitur hanyalah dalam jumlah
kecil, akan tetapi seberapa kecil tunggakan kredit yang ada pada nasabah
merupakan nafas bagi kelangsungan hidup perusahaan, mengingat modal
pendirian suatu Bank Perkreditan Rakyat pun tidak begitu besar dibandingkan
dengan bank-bank umum. Sehingga tunggakan-tunggakan kredit sebesar
apapun harus dapat terselesaikan guna kelangsungan perusahaan tersebut.
Keputusan yang diambil oleh PT. BPR Artha Mertoyudan Salatiga
dengan penandatanganan surat pernyataan sanggup melaksanakan putusan
disertai materai ataupun keterlibatan pihak ketiga yang sedikit banyak dapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
86
memaksa nasabah atau debitur untuk melaksanakan hasil keputusan ataupun
juga penyelesaian bijaksana yang diambil pihak bank seperti kasus kredit
“MS” dapat dianggap sebagai keputusan final dan mempunyai kekuatan
hukum kuat. Karena pihak nasabah atau debitur yang bermasalah pun merasa
bahwa itu merupakan solusi yang terbaik dibanding keputusan pengadilan
yang jelas-jelas akan merugikannya.
Rata-rata dari para nasabah yang bermasalah dalam pengembalian
angsuran kreditnya cukup puas dengan hasil kesepakatan yang dicapai dengan
melibatkan para pihak. Artinya mereka merasa dapat mempertahankan diri
dan membela diri dengan pertemuan itu. Sehingga paling tidak keluhan dan
kesulitan serta alasan mengapa terjadi tunggakan di antara mereka dapat
dibahas dalam pertemuan tersebut. Dengan demikian, kebijaksanaan-
kebijaksanaan dan putusan-putusan penyelesaian melalui cara yang ditempuh
oleh pihak PT. BPR Artha Mertoyudan Salatiga tidak sepenuhnya
memberatkan nasabah.
Dalam prakteknya, pelaksanaan keputusan penyelesaian yang
ditempuh oleh pihak PT. BPR Artha Mertoyudan Salatiga sangat berhasil.
Karena setiap kasus tunggakan kredit di PT. BPR Artha Mertoyudan Salatiga
dapat terselesaikan dengan baik. Artinya tidak sampai terjadi pengulangan
tunggakan setelah hasil keputusan ditandatangani oleh kedua belah pihak.
Sehingga dapat dikatakan bahwa keputusan tersebut final karena kedua belah
pihak yang membuat keputusan tersebut yang menjadi final. Hal tersebut tidak
terlepas dari keterlibatan dan peran pihak ketiga yang menjadi penengah dan
alat pemaksa untuk melaksanakan hasil keputusan tersebut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
87
BAB IV
PENUTUP
A. SIMPULAN
Alternatif Penyelesaian Sengketa yang digunakan oleh PT. BPR Artha
Mertoyudan Salatiga adalah negosiasi dan negosiasi via mediator. PT. BPR Artha
Mertoyudan Salatiga menggunakan cara negosiasi dikarenakan proses negosiasi
dapat memberikan solusi yang baik yang tidak menimbulkan kerugian bagi kedua
belah pihak. Hasil yang dicapai adalah win-win solution atas kasus tunggakan
kredit yang terjadi di PT. BPR Artha Mertoyudan Salatiga. Negosiasi yang
dilakukan oleh PT. BPR Artha Mertoyudan Salatiga adalah dengan melakukan
pendekatan-pendekatan secara kekeluargaan dengan nasabah yang sedang
bermasalah. Penyelesaian sengketa tunggakan kredit di PT. BPR Artha
Mertoyudan Salatiga lebih tepat disebut sebagai negosiasi via mediator yang
dijadikan saksi. Keberhasilan penyelesaian sengketa dalam masalah tunggakan
kredit, pada dasarnya ada pada pihak ketiga yang sangat mempunyai pengaruh.
Hal ini dapat terlihat dari saksi-saksi yang secara tidak langsung dapat menekan
pihak nasabah atau debitur yang bermasalah untuk melaksanakan hasil keputusan
secara baik.
Alternatif Penyelesaian Sengketa yang paling efektif dan efisien yang
digunakan oleh PT. BPR Artha Mertoyudan Salatiga adalah negosiasi via
mediator. PT. BPR Artha Mertoyudan Salatiga menggunakan negosiasi via
mediator dikarenakan pihak ketiga yang digunakan di sini berupa keluarga atau
orang yang menandatangani perjanjian kredit antara PT. BPR Artha Mertoyudan
Salatiga dengan nasabah. Pihak ketiga dirasa dapat sebagai jembatan untuk
menyelesaikan tunggakan kredit yang terjadi. Kehadiran pihak ketiga dapat
memberikan pengertian-pengertian dan pendekatan-pendekatan terhadap nasabah
untuk melakukan kewajibannya dalam menyelesaikan angsuran tunggakan kredit.
Hasil penyelesaian tunggakan kredit dengan cara negosiasi via mediator lebih
disukai oleh nasabah atau debitur dan PT. BPR Artha Mertoyudan Salatiga itu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
88
sendiri. Hal ini dikarenakan penyelesaian dengan cara tersebut tidak menimbulkan
kerugian bagi kedua belah pihak dan menghasilkan win-win solution.
B. SARAN
1. PT. BPR Artha Mertoyudan Salatiga harus memberikan edukasi kepada calon
nasabah tentang sistem Alternatif Penyelesaian Sengketa yang digunakan oleh
PT. BPR Artha Mertoyudan dalam penanganan kasus tunggakan kredit apabila
terjadi kredit macet.
2. PT. BPR Artha Mertoyudan Salatiga dapat pula memberikan brosur-brosur
tentang Alternatif Penyelesaian Sengketa yang digunakan dengan tujuan untuk
mempublikasikan sistem Alternatif Penyelesaian Sengketa yang digunakan.
3. Nasabah harus mempunyai kesadaran yang penuh terhadap kewajibannya
untuk melakukan pelunasan atas tunggakan kreditnya. Dengan kesadaran
nasabah tersebut, dapat menghasilkan penyelesaian yang baik dan tidak
menimbulkan kerugian.