PENYAKIT ENDOKRIN
-
Upload
rinadi-andara -
Category
Documents
-
view
55 -
download
13
description
Transcript of PENYAKIT ENDOKRIN
PENYAKIT- PENYAKIT ENDOKRIN DALAM KEHAMILAN
PENDAHULUAN
Kehamilan mengubah fungsi dari banyak sistim endokrin, dan perubahan-
perubahan ini harus diperhitungkan dalam membuat diagnosis kelainan endokrin
pada kehamilan. Kelainan endokrin dapat memberi dampak pada ibu dan janin
bahkan sampai ke masa neonatal, dan sebaliknya kehamilan akan
mempengaruhi pertimbangan dalam terapi kelainan endokrin.1
Patogonesis dari sebagian besar kelainan-kelainan endokrin adalah
kelainan autoimun. Sejumlah autoantigen, autoantibodi dan elemen-elemen
seluler menyebabkan destruksi atau stimulasi terhadap tiroid, pankreas atau
kelenjar adrenal. Biasanya kejadian yang non spesifik, misalnya infeksi virus
menginisiasi antigen dan respon organ spesifik yang kemudian menyebabkan
destruksi kelenjar yang dimediasi oleh imunitas.2
Sering kali faktor genetik ikut berpengaruh dan kompleks antigen serta
meningkatnya kerentanan organ target ikut berperanan. Faktor lingkungan juga
merupakan predisposisi untuk perkembangan sejumlah endokrinopati autoimun.
Dalam makalah ini akan dibahas beberapa kelainan endokrin dalam
kehamilan selain diabetes melitus gestasional karena penyakit ini dibahas dalam
satu bab tersendiri.
PENYAKIT TIROID
Sejumlah penyakit tiroid banyak ditemukan dalam populasi umum
khususnya pada wanita muda. Di Amerika Utara diperkirakan insiden dari goiter
non toksik yang sporadik sekitar 5%. Insiden hipertiroidisme, hipotiroidisme dan
tiroiditis, masing-masing diperkirakan berkisar 1%.2
Interaksi antara kehamilan dan kelenjar tiroid dapat dilihat dari 3 aspek
yaitu : 2
- Kehamilan menginduksi perubahan-perubahan yang menyimpang dari
tes fungsi tiroid.
- Ada hubungan yang erat antara fungsi kelenjar tiroid ibu dan janin.
- Ada sejumlah kondisi abnormal pada kehamilan yang berhubungan
dengan kondisi tiroid.
Autoantibodi tiroid berhubungan dengan peningkatan kejadian abortus dini
dan tirototoksikosis serta hipotiroidisme yang tidak diobati berhubungan dengan
luaran kehamilan yang jelek. Terbukti pula bahwa sejumlah penyakit tiroid
autoimun yang telah membaik pada kehamilan dapat mengalami eksaserbasi
saat postpartum.2
Pada kehamilan terjadi perubahan-perubahan struktur dan fungsi tiroid
yang dapat membingungkan pada saat akan membuat diagnosis kelainan tiroid.
Jadi untuk membuat suatu diagnosis kelainan tiroid dan interpretasi tes fungsi
tiroid maka diperlukan pengetahuan mengenai perubahan-perubahan yang
terjadi ini. Secara anatomis terjadi sedikit pembesaran kelenjar tiroid karena
hiperplasia glanduler dan meningkatnya vaskularisasi. Pada gambaran histologis
tampak kelenjar aktif membentuk dan mensekresi hormon tiroid. Pada
pemeriksaan USG tampak pertambahan volume kelenjar tiroid namun
ekostruktur dan ekogenisitasnya tidak berubah. Harus diingat bahwa kehamilan
tidak menyebabkan tiromegali sehingga setiap goiter atau nodul yang ditemukan
harus dianggap sebagai suatu keadaan yang patologis.2, 3
Selama kehamilan terjadi peningkatan ambilan radioiodin oleh kelenjar
tiroid ibu. Pada awal bulan kedua konsentrasi tiroksin (T4) dan triiodotironin (T3)
dalam serum akan meningkat pesat. Thyroid binding globulin, suatu protein yang
mengikat hormon tiroid juga meningkat kadarnya. Hal ini disebabkan karena
pengaruh hormom estrogen yang merangsang produksi sel-sel hepatosit dan
mengubah glikosilasi protein sehingga degradasi protein dihambat. Thyrotropin –
releasing hormone (TRH) tidak terdeteksi dalam serum ibu, dan sekresinya tidak
berubah dalam kehamilan. Pada pertengahan kehamilan kadar TRH janin sudah
dapat dideteksi namun tidak meningkat.2
2
TSH (thyroid stimulating hormone) suatu hormon glikoprotein yang serupa
dengan FSH, LH dan hCG, tidak terikat pada protein karier. Kadarnya tidak
berubah selama kehamilan dan tidak melewati plasenta.2, 4
Untuk menilai fungsi tiroid ibu maka diperlukan pemeriksaan kadar FT4
(free thyroxin) dan FT3 (free triiodotironin). Kadar T4 total dan T3 total tidak
dipakai dalam kehamilan.3, 4
Kelenjar tiroid janin mulai menangkap iodin dan mensintesis T4 setelah
kehamilan 10 minggu. Selanjutnya kadar TSH dan T4 dalam plasma janin akan
meningkat sementara kadar T3 tetap rendah. Hanya sebagian kecil hormon tiroid
ibu yang melewati plasenta namun demikian penting untuk perkembangan otak
janin khususnya pada janin dengan hipotiroidisme kongenital. Iodin, obat-obat
anti tiroid dan thyroid stimulating imunoglobulin.2, 3
Setelah persalinan kadar TSH bayi meningkat pesat mencapai puncaknya
sekitar 30 U/ml dalam beberapa jam kemudian yang diikuti pula dengan
peningkatan kadar T3 dan T4. Beberapa hari kemudian kadar TSH dalam
plasma akan menurun mencapai kadar seperti pada orang dewasa, sedang
kadar T3 dan T4 dalam plasma akan menurun setelah kurang lebih satu bulan.2,
3
HIPERTIROIDISME
Insiden tirotoksikosis atau hipertiroidisme dalam kehamilan berkisar 1 :
2000 kehamilan. Tirotoksikosis yang ringan sulit didiagnosis pada saat
kehamilan, untuk itu ada beberapa tanda yang dapat membantu : 2, 3
1. Takikardia yang melebihi peningkatan yang berhubungan dengan
kehamilan normal.
2. Peningkatan denyut nadi pada waktu tidur.
3. Thyromegali
4. Exophtalmus
5. Kegagalan pertambahan berat badan pada wanita yang non obese
walaupun mendapat asupan nutrisi yang normal atau meningkatkan
nutrisinya.
3
Konfirmasi dapat dilakukan dengan pemeriksaan kadar FT4 (free thyroxin) yang
meningkat, dan kadar thyrotropin kurang dari 0,1 mU/L. Kedua pemeriksaan ini
akurat untuk menemukan hipertiroidisme subklinis.1, 2
Kasus tirotoksikosis yang sangat sering ditemukan dalam kehamilan
adalah penyakit Graves yang disebabkan proses autoiumun spesifik biasanya
berhubungan dengan thyroid stimulating antibodies. Antibodi ini menyerupai
thyrotropin dalam kemampuannya untuk merangsang fungsi tiroid. Keduanya
berperan dalam hiperfungsi tiroid dan perkembangan penyakit Graves. Amino
dkk (1982) melaporkan adanya penurunan aktivitas thyroid stimulating antibodi
dalam masa kehamilan pada 41 wanita penderita penyakit Graves. Hal ini
berhubungan dengan remisi yang terjadi pada hampir semua kehamilan. Antara
1- 4 bulan postpartum banyak yang kembali mengalami peningkatan antithyroid
antibodi yang disertai dengan hipertiroksinemia. King dan Jones (1998)
menemukan penurunan kadar antibodi dalam kehamilan berhubungan dengan
peningkatan kadar thyroid stimulating blocking antibody seperti bayangan
cermin. Perubahan ini berhubungan dengan penurunan FT4 pada kehamilan dan
akan kembali ke nilai normal setelah 4 bulan postpartum. Jadi nampaknya
perbaikan thyroid stimulating antibodi yang terjadi dalam kehamilan disebabkan
oleh produksi blocking antibodi tesebut.2, 5
Pada kehamilan mola, kadar tiroksin dapat meningkat dengan nyata
namun karena saat ini penyakit tersebut sudah dapat didiagnosis secara dini
maka kejadian hipertiroidisme sudah berkurang dibanding pada masa lalu.
Goodwin dan Hershman memperkirakan insidennya sekitar 20%.
Penanganan
Tirotoksikosis dalam kehamilan umumnya diterapi secara medisinalis.
Hipertiroidisme hampir selalu dapat dikontrol dengan obat-obat thioamide. Ada
yang lebih senang memakai propylthiouracil (PTU) karena obat ini dapat
menghambat konversi T4 menjadi T3, lebih sedikit melewati plasenta dan tidak
menyebabkan aplasia kutis seperti methimazole. Leukopenia sesaat ditemukan
pada 10 persen penderita yang mendapat thioamide namun pengobatan tidak
4
perlu dihentikan. Hal ini tidak berhubungan dengan dosis obat dan karena
onsetnya akut maka tidak diperlukan pemeriksaan leukosit serial. Kurang lebih
0,2% akan mengalami agranulositosis secara tiba-tiba sehingga pengobatan
harus dihentikan. Bila terjadi demam dan nyeri tenggorokan maka pasien harus
diberitahu untuk menghentikan penggunaan obat dan dilakukan pemeriksaan
darah lengkap. Walaupun thioamide mempunyai potensi untuk menimbulkan
komplikasi pada janin namun sulit untuk mengatakan bahwa semua kelainan
tiroid neonatal karena obat ini sebab thyrotropin blocking antibodi juga melewati
plasenta dan mungkin berikatan dengan kelenjar tiroid janin.2, 5
Dosis PTU yang diberikan berdasarkan pengalaman empirik dan untuk
wanita yang tidak hamil American Thyroid Assocciation menganjurkan dosis awal
100-600 mg untuk PTU atau 10-40 mg untuk methimazole. Untuk wanita hamil
American College of Obstetricians and Gynecologist (1993) menganjurkan dosis
awal PTU 300 – 450 mg perhari. Wing dkk (1994) melaporkan waktu rata-rata
yang diperlukan untuk normalisasi kadar FT4 indeks adalah 7-8 minggu baik
dengan PTU atau methimazole. Berbagai peneliti melaporkan pengalaman yang
berbeda dalam pemberian obat-obat antitiroid tersebut. Hal ini disebabkan
karena kehamilan umumnya menyebabkan remisi.2
Tiroidektomi dilakukan setelah keadaan tirotoksikosis dapat dikontrol
dengan pengobatan. Peningkatan vaskularisasi kelenjar tiroid pada saat
kehamilan membuat operasi in lebih sulit dibanding pada keadaan tidak hamil.
Pada wanita yang tidak dapat bertahan dengan pengobatan atau bila terapi
medis memberikan dampat toksis maka tiroidektomi merupakan tindakan yang
sesuai.2
Luaran kehamilan pada penderita tirotoksikosis tergantung apakah kontrol
metabolik tercapai atau tidak. Pada wanita yang tetap hipertiroid walaupun telah
mendapat terapi dan pada mereka yang tidak mendapat pengobatan, ditemukan
peningkatan insiden preeklamsia dan kegagalan jantung demikian pula dengan
luaran perinatal yang buruk. 2, 5
5
Tabel 1. Luaran kehamilan pada 239 wanita penderita tirotoksikosis (dikutip dari kepustakaan 2 )
Faktor Diobati dan Eutiroid
n = 149
Tirotoksikosis yang tidak terkontrol
n = 90Luaran ibu :PreeklampsiaKegagalan jantungKematian
Luaran perinatalKelahiran prematurRestriksi pertumbuhanLahir matiTirotoksikosisHipotiroidGoiter
17 (11%)1-
12 (8%)11 (7%)
0//59142
15 (17%)7 (8%)
1
29 (32%)15 (17%)
6/33 (18%)200
Badai tiroid (thyroid storm) adalah kejadian yang jarang ditemukan.
Biasanya pada penderita penyakit Graves yang tidak mendapat pengobatan
namun dapat pula disebabkan oleh tumor fungsional yang besar. Kegagalan
jantung lebih sering ditemukan daripada badai tiroid dan efek tiroksin yang
berlebihan terhadap miokardium. Bila terjadi badai tiroid atau kegagalan jantung
maka penderita harus menjalani perawatan diruang ICU (intensive care unit).
Terapi yang spesifik adalah pemberian PTU 1 gram peroral atau digerus dan
diberikan lewat selang nasogastrik, kemudian dilanjutkan dengan dosis 200 mg
tiap 6 jam. Satu jam kemudian diberikan iodida untuk menghambat pelepasan T3
dan T4 dari kelenjar tiroid. Pemberiannya secara oral 5 tetes dalam bentuk
supersaturated solution of potassium iodide (SSKI) setiap 8 jam ; atau larutan
lugol 10 tetes tiap 8 jam. 2, 5
Bila ada riwayat anafilaksis karena pemberian iodine maka dapat
diberikan lithium karbonat 300 mg tiap 6 jam. Kadar lithium dalam darah harus
dimonitor dan dipertahankan pada kadar 0,5-1,5 mmol/L. Sebagai tambahan
banyak senter yang menganjurkan pemberian deksametason 2 mg iv tiap 6 jam
untuk 4 dosis untuk menghambat konversi perifer dari T4 ke T3. Ada pula yang
6
menganjurkan pemberian beta blocker, namun obat ini harus digunakan dengan
hati-hati pada penderita gagal jantung. Prinsip pengobatan adalah terapi suportif
dan penanganan aktif pada hipertensi yang serius, infeksi dan anemia.2, 5
Efek tirotoksikosis terhadap bayi
Bayi dapat mengalami tirotoksikosis sesaat yang kadang kala
memerlukan terapi obat antitiroid, sebaliknya paparan jangka panjang terhadap
obat-obat ini pada saat dalam uterus dapat menyebabkan hipotiroidisme pada
bayi. Pada kedua kasus ini dapat berkembang menjadi goiter. Namun pemberian
obat yang hati-hati akan sangat menurunkan risiko tersebut di atas. Davidson
dkk (1991) melaporkan satu kasus penyakit Grave pada ibu yang diterapi secara
berlebihan dengan PTU, janinnya menderita goiter pada kehamilan 28 minggu,
dan pemeriksaan darah ditemukan hipotiroidisme. Pemberian tiroksin
intraamnion pada minggu ke 35, 36 dan 37 menyebabkan resolusi goiter dengan
cepat. Dari sedikitnya ada 4 penelitian yang mengevaluasi perkembangan fisik
dan intelektual anak yang lahir dari ibu penderita tirotoksikosis yang mendapat
pengobatan PTU selama hamil, tidak ada satupun yang menemukan gangguan
pertumbuhan dan perkembangan dibanding dengan kelompok kontrol.2, 5
Walaupun telah mencapai keadaan eutiroid baik dengan operasi maupun
radiasi, ibu penderita penyakit Graves kadang kala dapat melahirkan bayi
dengan manifestasi tirotoksikosis termasuk goiter dan eksopthalmus. Watson
dan Fiegen (1995) melaporkan satu kasus hidrops non imun dari janin yang
tirotoksikosis. 2
Tirotoksikosis neonatal terjadi akibat pasase thyroid stimulating antibodi
dari ibu. Janin yang mengalami tirotoksikosis ini dapat mengalami kematian
dalam rahim. Gejala tirotoksikosis pada janin didiagnosis bila ada takikardia,
walaupun hal ini sudah merupakan bukti untuk segera memberikan pengobatan
namun ada yang menganjurkan untuk melakukan pengambilan sampel darah
dari tali pusat untuk pemeriksaan status tiroid janin.2, 5
7
HIPOTIROIDISME
Hipotiroidisme didiagnosis secara klinis bila kadar FT4 rendah dan kadar
thyrotropin meningkat. Dalam kehamilan jarang ditemukan karena keadaan ini
berhubungan dengan infertilitas. Hipotiroidisme pada umumnya terjadi sekunder
karena destruksi kelenjar tiroid oleh penyakit autoimun, operasi atau terapi iodin
radioaktif. Penderita hipotiroidisme yang hamil mempunyai insiden komplikasi
eklampsia dan solusio plasenta yang tinggi serta berhubungan dengan tingginya
kasus berat badan lahir rendah dan kematian janin dalam rahim. Ditemukan pula
angka fetal distres yang tinggi dalam persalinan dan kegagalan jantung.2, 5
Hipotiroidisme subklinis adalah pasien yang asimptomatik dimana terjadi
peningkatan kadar serum thyrotropin yang abnormal dan kadar T4 yang normal.
Pada wanita berumur 18 – 45 insidennya sekitar 5 %, dan dalam kurun waktu 1 -
4 tahun sekitar 10-20% akan berkembang menjadi hipotiroidisme. Faktor risiko
adalah kadar thyrotropin lebih dari 10 mU/L dan adanya antibodi antimikrosomal.
The American Thyroid Association menganjurkan pemberian pengobatan
sebelum keadaan ini berkembang menjadi simptomatik.2
Dampak hipotiroidisme subklinis terhadap kehamilan belum jelas namun
dianjurkan terapi sulih thyrotropin. Ada pendapat yang mengatakan bahwa
keadaan ini mempunyai risiko untuk mengalami hipertensi yang diinduksi oleh
kehamilan dan persalinan prematur. Penelitian lain menemukan penurunan
kecerdasan pada anak-anak yang lahir dari ibu dengan hipotiroidisme subklinis
yang tidak mendapat pengobatan.
Dampak hipotiroidisme terhadap janin dan bayi
Pada masa lalu, karena bayi-bayi yang lahir dari ibu yang hipotiroid
tampak sehat dan tanpa tanda-tanda klinis adanya disfungsi tiroid maka
disangka bahwa mereka eutiroid dengan perkembangan yang normal. Namun
saat ini diketahui bahwa hormon tiroid ini diperlukan untuk perkembangan mental
sehingga bayi dari ibu penderita hipotiroid yang nyata maupun subklinis
mempunyai risiko untuk mendapat bayi dengan perkembangan mental yang
tidak normal. Pop dkk (1999) menunjukkan bahwa kadar FT4 pada kehamilan 12
8
minggu yang kurang dari persentil ke 10 mempunyai risiko yang signifikan untuk
mendapat gangguan perkembangan psikomotor. Berdasarkan temuan-temuan
ini maka Perkumpulan Endokrin pada tahun 2000 menganjurkan program
skrining bagi semua wanita hamil, namun nampaknya pengobatan yang
diberikan setelah periode perkembangan otak janin nampaknya tidak efektif
sehingga American Association of Clinical Endocrinologists tidak menganjurkan
untuk melakukan skrining rutin pada masa antepartum. Dianjurkan untuk
melakukan skrining dan pengobatan yang sesuai pada wanita yang berencana
untuk hamil.2, 5
Pengobatan
Diberikan terapi sulih tiroksin dengan dosis 50 –100 g perhari. Kadar
thyrotropin serum diukur dengan interval 4 – 6 minggu dan penambahan dosis
tiroksin sekitar 25-50 g. Ada yang menganjurkan pemberian levothyroxine
(synthyroid), yang merupakan preparat T4 murni, bila digunakan dengan dosis
yang sesuai maka akan menormalkan kadar T4, T3 dan TSH. Tujuan
pengobatan untuk mempertahankan kadar thyrotropin pada kadar normal atau
sedikit di bawah normal. Pada saat hamil kadar thyrotropin diperiksa tiap
semester. Kehamilan meningkatkan kebutuhan tiroksin sekitar 50 g.2, 5
Bila terapi radioiodine ablasi pada ibu selama kehamilan merupakan
penyebab terjadinya hipotiroidisme maka akan juga menyebabkan kerusakan
pada kelenjar tiroid janin, sehingga diperlukan evaluasi yang cermat dan
mungkin diperlukan terapi profilaksis untuk mencegah hipotiroidisme pada bayi.2
DEFISIENSI YODIUM
Asupan yodium yang adekuat merupakan faktor penting untuk
perkembangan susunan saraf dan kelenjar tiroid janin. Defisiensi yodium akan
menyebabkan terjadinya kreatinisme endemik. Pada tahun 1990 WHO
memperkirakan 20 juta penduduk dunia mengalami kerusakan otak (yang
sebenarnya bisa dicegah ) yang berhubungan dengan defisiensi yodium. Cao
dkk melakukan penelitian di Cina pada tahun 1994 menemukan bahwa wanita
9
hamil yang mendapat suplementasi yodium pada trimester pertama dan kedua
hanya 2% yang mempunyai bayi dengan kelainan neurologi sedang sampai
berat. Angka ini meningkat menjadi 9% pada kelompok yang tidak mendapat
suplemen yodium. Jadi suplementasi yodium diperlukan oleh ibu-ibu hamil di
daerah –daerah endemik defisiensi yodium seperti Amerika Latin, Asia dan
Afrika. Idealnya suplemetasi ini diberikan sebelum konsepsi.2
PENYAKIT TIROID NODULER
Evaluasi dan penanganan nodul tiroid dalam kehamilan tergantung pada
tahapan kehamilan. Nodul yang soliter mempunyai kemungkinan menjadi ganas
sekitar 5 – 30%, walaupun ganas, kebanyakan adalah neoplasma derajat
rendah. Pemeriksaan USG mampu mendeteksi nodul yang berukuran lebih dari
0,5 cm dan juga dapat ditentukan apakah konsistensinya padat atau kistik.
Aspirasi jarum halus merupakan metode terbaik untuk melakukan evaluasi
nodul tiroid pada saat hamil. Dianjurkan melakukan biopsi pada pertengahan
kehamilan, untuk lesi padat yang berukuran > 2 cm dan lesi kistik yang
berukuran > 4 cm. Biopsi dilakukan hanya bila ada limfadenopati di leher atau
bila nodul membesar.1, 2
Wanita hamil dengan nodul tiroid yang teraba harus menjalani
pemeriksaan fungsi tiroid untuk mengetahui apakah nodul tersebut hiperaktif dan
perlu dilakukan pemeriksaan USG pada kelenjar tiroid. Pada umumnya nodul
kistik berhubungan dengan tirotoksikosis dan tidak ganas. Nodul ini berhubungan
dengan goiter multinoduler dan adenoma toksik soliter.3
Berhubung karena sebagian besar karsinoma tiroid berdiferensiasi baik
maka bila terdiagnosis saat hamil operasi tiroidektomi dapat ditunda sampai
postpartum. Bila kehamilan kurang dari 24 - 26 minggu yang merupakan waktu
dimana operasi tidak menyebabkan persalinan prematur maka tiroidektomi dapat
dilakukan dengan aman.2
10
TIROIDITIS POSTPARTUM
Tiroiditis postpartum merupakan kelainan tiroid postpartum yang paling
sering ditemukan, biasanya terjadi dalam 3 bulan pertama postpartum dan
menyebabkan hipertiroidisme ringan atau sedang sampai 2 bulan dan kemudian
diikuti oleh hipotiroidisme selama beberapa bulan sesudahnya. Penyakit ini
sering ditemukan pada stadium hipotiroid. Penyebabnya diduga karena proses
inflamasi yang diikuti oleh autoreaksi dari sistem imun. Gambaran khas pada
pemeriksaan berupa suatu tiroiditis limfositik yang destruktif. Pada palpasi
ditemukan goiter kecil yang tidak lunak. Stadium hipertiroid pada penyakit ini
dapat dibedakan dengan penyakit Graves bila ada proptosis yang hanya terjadi
pada penyakit Graves. Namun demikian harus dilakukan pemeriksaan ambilan
RAI (radioactive iodine) yang meningkat pada penyakit Graves dan hanya < 5%
pada tiroiditis postpartum.1, 2
Keadaan hipertiroid dapat diobati dengan propranolol sedang gejala
hipotiroidisme diobati dengan pemberian tiroksin. Walaupun pada sebagian
besar penderita fungsi tiroid akan kembali normal, namun kelainan ini dapat
terjadi lagi pada kehamilan berikutnya dan hipotiroidisme dapat menetap atau
berulang pada sepertiga kasus.1, 2
PENYAKIT PARATIROID
Fungsi hormon paratiroid (PTH) untuk mempertahankan konsentrasi
kalsium pada cairan ekstraseluler . Hormon ini bekerja secara langsung pada
tulang dan ginjal dan secara tidak langsung pada usus melalui efeknya pada
sintesis vitamin D (1,25(OH)2 D) untuk meningkatkan kalsium serum. Sekresi
hormon paratiroid diatur oleh konsenstrasi kalsium serum yang terionisasi
melalui mekanisme umpan balik negatif. Kalsitonin adalah hormon hipokalsemik
yang poten diproduksi oleh kelenjar tiroid, dan berperan dalam berbagai cara
sebagai antagonis hormon paratiroid yang fisiologis.2
Dalam masa kehamilan terjadai peningkatan kebutuhan kalsium. Janin
memerlukan 300 mg kalsium perhari pada akhir kehamilan. Hormon paratiroid
berperan meningkatkan absorpsi kalsium di usus untuk memenuhi kebutuhan
11
tersebut. Pada saat kehamilan kadar kalsium dalam serum akan menurun
namun kadar kalsium yang terionisasi tidak berubah.1, 2
HIPERPARATIROIDISME
Hiperparatiroidisme primer relatif sering ditemukan dengan prevalensi
0,15% dan insidennya mencapai puncak antara dekade ketiga dan keempat.
Keadaan ini menyebabkan hiperkalsemia. Hampir 80% disebabkan oleh
adenoma soliter dan yang sisanya karena hiperplasia sel. Hormon paratiroid
yang dihasilkan oleh tumor sama dengan hormon yang alamiah namun tidak
identik sehingga biasanya tidak terdeteksi pada pemeriksaan laboratorium rutin.2
Dalam kehamilan hiperparatiroidisme jarang ditemukan. Dalam tinjauan
pustaka hanya dilaporkan pernah ada 100 kasus, mungkin karena tidak
terdeteksi atau tidak dilaporkan. Gejalanya berupa hiperemesis, kelemahan
umum, batu ginjal, pankreatitis dan kelainan psikiatri. Secara teoritis kehamilan
akan memperbaiki gejala penyakit ini karena adanya transpor kalsium kepada
janin dan peningkatan ekskresi di ginjal. Namun setelah efek protektif ini berlalu
maka dapat menjadi hiperkalsemia postpartum yang berbahaya dan bahkan
dapat menimbulkan krisis.1, 2
Penanganan
Operasi pengangkatan adenoma paratiroid merupakan tindakan yang
dianjurkan dalam masa kehamilan. Operasi elektif di daerah leher dapat ditolerir
dengan baik oleh wanita hamil. Bila terjadi krisis hiperkalsemia maka harus
ditangani sebagai kasus gawat darurat. Diberikan hidrasi intravena dengan
cairan saline untuk menimbulkan diuresis agar produksi urine melebihi 150
ml/jam. Furosemid dengan dosis konvensional akan menghambat reabsorpsi
kalsium di tubulus. Terapi tambahan berupa pemberian mithramycin untuk
menghambat resorpsi tulang ; calcitonin untuk mengurangi pelepasan kalsium
dari tulang dan fosfor peroral.1, 2
12
Efek terhadap bayi
Pada bayi normal, kadar kalsium dalam darah tali pusat lebih tinggi dari
kadar dalam darah ibu. Pada keadaan hiperparatiroidisme, peningkatan kadar
dalam darah ibu selanjutnya akan menekan fungsi paratiroid bayi baru lahir yang
akan mencapai titik terendah pada 24 - 48 jam, akibatnya akan terjadi
hipokalsemia yang berat dengan atau tanpa tetani. Bila ada gejala tetani
neonatus maka diperlukan pemeriksaan untuk mencari adanya adenoma
paratiroid pada ibu.2
HIPOPARATIROIDISME
Penyebab hipokalsemia yang terbanyak adalah hipoparatiroidisme yang
biasanya terjadi setelah operasi tiroid atau paratiroid. Wanita hamil dengan
hipokalsemia kronik dapat mempunyai bayi dengan demineralisasi tulang.
Pengobatan biasanya diberikan untuk mencegah hipokalsemia simptomatik
dengan pemberian 1,25-dihydroxy-vitamin D3 (calcitriol), dihydrotachysterol atau
Vitamin D dengan dosisi besar (50.000 – 150.000 U/hari) bersama dengan
kalsium glukonat atau kalsium laktat (3 –5 g/hari) dan diet rendah fosfat. Belum
ditemukan adanya efek vitamin D dosis tinggi terhadap janin.1, 2
PENYAKIT KELENJAR ADRENAL
Kehamilan memberikan efek yang dalam pada sekresi kelenjar korteks
adrenal baik pada kontrol maupun stimulasinya. Kadar kortikotropin dalam serum
meningkat sesudah sempat menurun pada awal kehamilan, hal ini berhubungan
dengan sintesis corticotropin –releasing hormone (CRH) di plasenta.
Peningkatan kadar kortisol plasma disebabkan oleh peningkatan produksi
transcortin dan ikatannya. Renin plasma akan meningkat kemudian
menyebabkan peningkatan Angiotensin II dan akhirnya meningkatkan sekresi
aldosteron. Sekresi hormon medula adrenal tidak dipengaruhi oleh kehamilan.
Walaupun tidak ada bukti bahwa kehamilan menyebabkan sejumlah kelainan
spesifik pada kelenjar adrenal, namun sejumlah kelainan adrenal mungkin terjadi
bersama dengan kehamilan.2
13
PHEOCHROMOCYTOMA
Ini adalah tumor kromafin yang menghasilkan katekolamin. Umumnya
berlokasi di medula, namun ada 10% yang berlokasi di ganglia simpatis.
Pemeriksaan skrining dilakukan dengan menghitung metabolit katekolamin
dalam urin 24 jam. Lokasi adrenal biasanya dapat dideteksi dengan pemeriksaan
CT-scan atau MRI.
Tumor ini jarang terjadi namun memberikan komplikasi serius pada
kehamilan. Dalam tinjauan pustaka oleh Geelhoed dilaporkan dari 89 kasus
terjadi 43 kematian ibu. Dengan metode pemeriksaan yang modern dan
penanganan yang baik maka angka harapan hidup meningkat. Saat ini
dilaporkan kematian ibu menurun dari 16 % menjadi 4%, namun tidak ada
kematian yang terjadi bila penyakit ini dapat didiagnosis antepartum. Pada
beberapa kasus harus dibedakan antara hipertensi yang disebabkan oleh
preeklamsia. Salah satu tandanya adalah onset yang terjadi pada kehamilan
muda, dan hipertensi tanpa proteinuria.2, 6
Penanganan
Penanganan hipetertensi dilakukan dengan pemberian -adrenergic
blocker seperti phenoxybenzamine dengan dosis 10 –30 mg, 2-4 kali perhari.
Setelah blokade alfa tercapai maka dilanjutkan dengan beta blocker untuk
mengatasi takikardia. Pada beberapa kasus operasi pengangkatan tumor dapat
dilakukan pada saat kehamilan. Ada yang melaporkan hasil yang memuaskan
pada 10 dari 26 kasus yang terdiagnosis pada saat hamil dan tekanan darah
terkontrol dengan obat-obatan kemudian dilakukan dilakukan pengangkatna
tumor bersamaan dengan seksio sesaria. Tumor ini dapat rekuren pada saat
postpartum.2, 6
SINDROMA CUSHING
Paparan yang lama terhadap glukokortikoid dapat menimbulkan sindroma
Cushing. Penyebab utamanya adalah iatrogenik karena terapi kortikosteroid.
Sindroma Cushing yang endogen disebabkan karena peningkatan produksi
14
kortisol adrenal, yang terutama disebabkan oleh hiperplasia adrenal bilateral
yang dirangsang oleh adenoma hipofisis yang menghasilkan corticotropin.1
Deposisi jaringan lemak menyebabkan bentuk tubuh yang khas berupa
moon face, buffalo hump dan obesitas. Sekitar 70 – 80% kasus dengan gejala
kelemahan, hirsutisme, amenorea, dan stria di kulit. Diagnosis ditegakkan bila
ditemukan peningkatan kadar kortisol plasma yang tidak dapat ditekan dengan
deksametason. Ditemukan pula peningkatan ekskresi kortisol bebas dalam urine
24 jam. Kedua tes ini sulit diintepretasi pada pasien yang gemuk dan tidak ada
satupun dari kedua pemeriksaan yang benar-benar akurat.2
Berhubung karena kelainan ini menyebabkan terjadinya amenorea maka
jarang ditemukan pada kehamilan. Kamiya dkk melaporkan dalam tinjauan
kepustakaan di Jepang ditemukan ada 97 kasus, kebanyakan disebabkan oleh
tumor adrenal dan 80% bersifat jinak. Laporan ini menekankan sulitnya
membuat diagnosis karena kehamilan berhubungan dengan peningkatan kortisol
plasma, corticotropin dan corticotropin releasing factor. 2, 7
Komplikasi yang dapat terjadi pada kehamilan adalah hipertensi, diabetes
gestasional, kegagalan jantung, dan persalinan prematur. Hal ini meningkatkan
morbiditas dan mortalitas perinatal. Buescher dkk (1992) melaporkan 3 kematian
maternal dari 65 kehamilan dengan sindroma Cushing.2
PENANGANAN
Penanganan jangka panjang sindroma Cushing biasanya tidak efektif.
Pengobatan yang definitif adalah reseksi kelenjar hipofisis dan adenoma adrenal,
namun sayangnya rekurensi penyakit ini sulit ditangani. Pada kasus-kasus
hipertensi ringan dalam kehamilan dapat ditangani dengan baik. Ketokonazol
dapat menghambat produksi steroid dan pada beberapa kasus dalam kehamilan
memberikan keberhasilan pengobatan, namun obat ini juga menghambat
steroidogenesis ditestis sehingga pemberian pada ibu hamil dengan janin laki-
laki merupakan hal yang mengkuatirkan.2, 6
15
PENYAKIT ADDISON
Insufisiensi adenokortikal primer merupakan hal yang jarang ditemukan.
Harus lebih dari 90% kelenjar yang dihancurkan barulah gejala ini dapat timbul.
Dahulu penyebab utamanya karena tuberculosis dan histoplasmosis namun
sekarang ini banyak disebabkan oleh adrenalitis autoimun idiopatik. Sebelum
tahun 1952 hanya ada 50 kasus yang dilaporkan. Hal ini menandakan hipofungsi
adrenal yang tidak diobati dapat menyebabkan infertilitas.1, 2
Gejala klinis defisiensi kortisol berupa anoreksia, mual, muntah,
penurunan berat badan, kelelahan, hipotensi ortostatik, hiponatremia dan
hipoglikemia. Hal ini mempersulit diagnosis penyakit Addison dalam masa
kehamilan, namun bila ditemukan mual muntah yang menetap sesudah
kehamilan 20 minggu dan penurunan berat badan maka harus dipertimbangkan
sebagai keadaan yang abnormal. Dalam masa persalinan, pasca persalinan dan
pasca operasi diperlukan terapi sulih steroid dengan dosis yang lebih besar
untuk mencapai respon adrenal yang normal. Biasa diberikan hidrokortison 100
mg intra vena tiap 8 jam.2, 7
PENYAKIT KELENJAR HIPOFISIS
Kelenjar hipofisis akan sedikit membesar dalam kehamilan terutama
bentuk hiperplasia seluler laktotropik. Dampak ini timbul timbul akibat stimulasi
estrogen.2
PROLAKTINOMA
Ukuran prolaktinoma ditentukan berdasarkan pemeriksaan CT-scan atau
MRI. Disebut mikroadenoma bila ukurannya 10 mm atau kurang sedang
makradenoma bila ukurannya lebih dari 10 mm. Oleh karena gejala yang
ditimbulkan akibat kehamilan lebih sering terjadi pada makroadenoma maka
banyak senter yang menganjurkan terapi definitif dengan operasi dan radiasi
dilakukan sebelum kehamilan.2, 7
Ibu hamil dengan makroadenoma harus menjalani tes lapangan
penglihatan pada tiap trimester. Tidak dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan
16
kadar prolaktin serum sebab dalam kehamilan normal kadar prolaktin akan
meningkat. Pemeriksaan CT-scan dan MRI dilakukan hanya bila timbul gejala
yang biasanya berupa sakit kepala, gangguan lapangan penglihatan sampai
kebutaan. Tumor yang membesar dan menimbulkan gejala segera diterapi
dengan bromokriptin, bila tidak ada respon dilakukan operasi.2, 7
DIABETES INSIPIDUS
Defisiensi vasopresin lebih sering berhubungan dengan kelainan
hipotalamus daripada lesi di hipofisis. Diabetes insipidus yang sebenarnya
merupakan komplikasi yang jarang ditemukan dalam kehamilan. Di RS.Parkland
selama 45 tahun dari 350.000 persalinan hanya beberapa kasus yang
dilaporkan. Selama ibu hamil tersebut mendapat terapi sulih vasopresi maka
tidak akan terjadi komplikasi kehamilan yang serius. Terapi yang dianjurkan
adalah pemberian desmopressin intranasal yang merupakan suatu vasopresin
sintetik. Diabetes insipidus dalam kehamilan dapat meningkatkan kejadian
perdarahan pada makroadenoma. Ada laporan pada beberapa kasus terjadi
hambatan dalam proses persalinan karena berkurangnya atau hilangnya
oksitosin endogen. Peneliti lain melaporkan dengan teknik radioimmunoassay
kadar oksitosin tidak terdeteksi sebelum persalinan, namun pada masa
persalinan dan puerperium terjadi oksitosin surge.1, 2
SINDROMA SHEEHAN
Adalah keadaan iskemia dan nekrosis hipofisis yang disebabkan oleh
perdarahan obstetri dan menyebabkan hipopituitarisme. Pada keadaan akut
akan terjadi hipotensi, takikardi, hipoglikemia dan kegagalan laktasi. Defisiensi
dari sebagian atau seluruh hormon hipofisis dapat terjadi kemudian. Telah
dilaporkan terjadinya diabetes insipidus dengan atau tanpa defisiensi hipofisis
anterior sesudah perdarahan obstetri yang masif dan syok yang lama. Ammini
dan Mathur dari New Delhi melaporkan 12 kasus. Gejala yang timbul rata-rata
berlangsung selama 5 tahun.1, 2
17
DAFTAR PUSTAKA
1. Clutter W. Endocrine diseases. In: Winn H, Hobbins J, editors. Clinical
maternal-fetal medicine. 1 st ed. New York: The Parthenon Publishing
Group; 2000. p. 405 - 13.
2. Cunningham F, MacDonald P, Gant N, Leveno K, Gilstrap L, Hankins
Gea. Endocine disorders. In: Williams obstetrics. 21 th ed. Stamford:
Appleton and Lange; 2001. p. 1223-38.
3. Girling J. Thyroid disease and pregnancy. In: Swiet M, editor. Medical
disorders in obstetric practise. 4 th ed. London: Blackwell Science; 2002.
p. 415-335.
4. Nelson C, Wiliamson C. Medical disorders in pregnancy. In: Chamberlain
G, Steer P, Breat G, Chang A, Johnson M, Neilson J, editors. Turnbull's
obstetrics. 3 rd ed. London: Churchill Livingstone; 2001. p. 280-83.
5. Major C, Nageotte M. Thyroid disease. In: James D, Steer P, Weiner C,
Gonik B, editors. High risk pregnancy management option. 2 nd ed. New
York: W.B Saunders; 2000. p. 709 - 15.
6. Landon M. Pituitary and adrenal disease. In: James D, Steer P, Weiner C,
Gonik B, editors. High risk pregnancy management option. 2 nd ed. New
York: W.B Saunders; 2000. p. 717 - 27.
7. Swiet M. Disease of the pituitary and adrenal gland. In: Swiet M, editor.
Medical disorders in obstetric practise. 4 th ed. London: Blackwell
Science; 2002. p. 578 - 90.
18