Pentingnya Guru Menguasai Keterampilan Menyusun Instrumen Penilaian
Click here to load reader
-
Upload
septizhafir -
Category
Documents
-
view
61 -
download
2
Transcript of Pentingnya Guru Menguasai Keterampilan Menyusun Instrumen Penilaian
“Pentingnya Guru Menguasai Keterampilan Menyusun Instrumen Penilaian”Disusun Untuk Memenuhi tugas Mata Kuliah Evaluasi Pembelajaran
Dosen Pengampu : Trimo S.Pd, M.Pd
Disusun Oleh :
Nama : Septi Dewi Sartika
Kelas : VF
NPM : 10120315
IKIP PGRI SEMARANG
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
TAHUN AJARAN 2012/2013
i
KATA PENGANTAR
Alhamdulilah saya panjatkan puji syukur kepada Allah SWT atas limpahan rahmat dan
karunianya saya dapat menyeleseikan makalah ini sampai akhir. Makalah ini disusun guna
memenuhi tugas tambahan dari mata kuliah Evaluasi Pembelajaran. Didalam makalah ini penulis
mendapat tugas untuk mengidentifikasi pentingnya keterampilan guru dalam menyusun
instrumen penilaian.
Makalah ini penulis susun secara sistematis dimulai dari pengertian penilaian,
evaluasi ,tes dan pengukuran untuk membuat persamaan persepsi antar pembaca dan penulis.
Tak lupa penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Allah SWT
2. Keluarga dan kerabat yang telah memberikan dukungan atas selesainya makalah ini
3. Bapak Trimo S.Pd M.Pd yang telah membimbing saya dalam menyusun makalah ini
4. Teman –teman kelas 5 F yang telah banyak memberi pengalaman saya dalam belajar
Evaluasi Pembelajaran
Akhir kata “Tak ada gading yang tak retak” karena itu penulis sangat terbuka atas saran
atau kritik dari pembaca sekalian.
Semarang, 23 Januari 2013
Penyusun
i
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di akhir semester, biasanya para guru diminta untuk memberikan penilaian hasil
belajar siswa selama satu semester. Penilaian ini akan masuk ke laporan hasil belajar siswa
atau rapor yang akan dibagikan oleh wali kelas kepada orangtua siswa.
Karena itu seorang guru dituntut untuk menguasai kemampuan memberikan
penilaian kepada para peserta didiknya. Kemampuan ini adalah kemampuan terpenting
dalam evaluasi pembelajaran. Dari penilaian itulah seorang guru dapat mengetahui
kemampuan yang telah dikuasai oleh para peserta didiknya.
Didalam blog Akhmad Sudrajat, dituliskan bahwa banyak orang sering
mencampuradukan pengertian antara evaluasi, pengukuran, tes, dan penilaian, padahal
keempatnya memiliki pengertian yang berbeda. Evaluasi adalah kegiatan mengidentifikasi
untuk melihat apakah sutu program yang telah direncanakan telah tercapai atau belum,
berharga atau tidak, dan dapat pula untuk melihat tingkat efesiensi pelaksanaannya. Evaluasi
berhubungan dengan keputusan nilai (value judgement). Strufflebeum (Abin Syamsudin
Makmunn, 1996) mengemukakan bahwa : educational evaluation is the process of
delineating, obtaining, and providing useful, information for judging decision alternative.
Dari pandangan Strufflebeum, kita dapat melihat bahwa esensi dari evaluasi yaitu memberi
informasi bagi kepentingan pengambilan keputusan.
Pengukuran (measurement) adalah aproses pemberian angka atau usaha memperoleh
deskripsi numerik dari suatu tingkatan dimana seorang peserta didik telah mencapai
karakteristik tertentu.
Tes adalah cara penilaian yang dirancang oleh guru dan dilaksanakan kepada peserta
didik pada waktu dan tempat tertentu serta dalam kondisi yang harus memenuhi syarat-
syarat tertentu yang jelas.
Sedangkan penilaian adalah penerapan berbagai cara dan penggunaan beragam alat
penilaian untuk memperoleh informasi tentang sejauh mana hasil belajar peserta didik atau
ii
/ ketercapaian kompetensi (rangkaian kemampuan) peserta didik. Penilaian
menjawab pertanyaan tentang sebaik apa hasil atau prestasi belajar seorang peserta didik.
Hasil penilaian dapat berupa penilaian kualitatif ( pernyataan naratif dalam kata-kata) dan
nilai kuantitatif (berupa angka).
Dari definisi diatas dapat kita lihat bahwa penilaian itu dapat mencakup
pengukuran dan pemberian tes untuk memperoleh informasi tentang sejauhmana
pengetahuan peserta didik terhadap pembelajaran, yang kemudian dievaluasi untuk mencari
informasi apakah program tersebut sudah sesuai tujuan pembelajaran atau tidak.
Berdasarkan informasi itu, dapat dibuat keputusan tentang pembelajaran, kesulitan peserta
didik dan upaya bimbingan yang diperlukan serta keberadaan kurikulum itu sendiri. Jadi
keterampilan guru merancang penilaian sangat penting dalam proses pembelajaran untuk
menemukan the best moment peserta didik dalam menemukan potensi unik yang dimilikinya
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana keterampilan guru dalam membuat instrumen penilaian dapat berpengaruh
pada perkembangan siswa?
C. Tujuan
1. Mengetahui keterampilan guru dalam membuat instrumen penilaian dapat berpengaruh
pada perkembangan siswa
BAB II
PEMBAHASAN
A. Filosofi Penilaian
Penilaian dapat menjadi salah satu aspek yang paling sulit dalam mengajar. Salah
satu kesulitan dalam membuat instrumen penilaian adalah kebingungan antara apa
pengaruh penilaian dengan tujuan sesungguhnya. Pada umumnya masyarakat
menganggap bahwa penilaian adalah tes-tes yang dikerjakan oleh peserta didik dan
bertumpu pada hasil akhir yaitu angka perolehan nilai, sedangkan bagi peserta didik
penilaian sering dianggap sebagai sarana bersaing dengan teman-teman sekelas untuk
menunjukan seberapa hebat dirinya dapat memperoleh skor yang tinggil. Semakin tinggi
nilai angka yang diperoleh peserta didik semakin bangga peserta didik tersebut, padahal
hal tersebut tidak akan ada artinya jika tanpa tahu tujuan penilaian sesungguhnya.
Pada dasarnya penilaian itu adalah lebih dari sekedar menuliskan angka nilai.
Penilaian harus memberikan guru informasi terperinci yang dapat dibagi dengan orangtua
peserta didik. Lebih jauh lagi, penilaian yang dilakukan sepanjang tahun ajaran
berlangsung akan mengukur kemajuan yang telah dicapai peserta didik, menunjukan
kelebihan dan kelemahan peserta didik, dan memungkinkan guru dapat memeriksa sejauh
mana siswa memahami pelajaran yang diberikan.
B. Jenis-jenis penilaian
1. Penilaian formatif digunakan untuk mengevaluasi pemahaman siswa terhadap bahan-
bahan pelajaran selama dan setelah pelajaran disampaikan. Penilaian formatif adalah
bagian vital dari proses pengajaran karena menyediakan sarana bagi guru untuk
memperbaiki metode-metode pengajaran sesuai dengan yang dibutuhkan. Apabila
jelas terlihat siswa tidak mampu menangkap apa yang diajarkan, guru dapat
memahami pelajaran dengan lebih baik.
2. Penilaian Sumatif dilakukan pada poin-poin tertentu selama proses pembelajaran:
pada awal unit pelajaran, pada akhir unit pelajaran, pada akhir unit pelajaran, sebagai
penanda ( tanda kemampuan masing-masing siswa) selama tahun ajaran berlangsung.
Evaluasi menunjukan kemajuan dan perkembangan siswa menuju sasaran yang telah
ditetapkan oleh pemerintah / dinas pendidikan. Penilaian ini termasuk tes-tes standar
nasional, tes akhir unit pelajaran, tes akhir bab, dan tes akhir semester. Umumnya
ujian berbentuk soal pilihan berganda, isian, memasangkan, atau esai standar.
3. Penilaian kinerja otentik memungkinkan siswa menunjukan ilmu dan keterampilan
yang telah dipelajarinya dengan cara bermakna. Seringkali siswa diminta menerapkan
ilmunya dalam situasi yang nyata atau situasi sehari-hari.
C. Pentingnya keterampilan menyusun penilaian bagi guru
Seorang guru dituntut untuk menguasai kemampuan memberikan penilaian
kepada peserta didiknya. Kemampuan ini adalah kemampuan terpenting dalam evaluasi
pembelajaran. Dari penilaian itulah seorang guru dapat mengetahui kemampuan yang
telah dikuasai oleh para peserta didiknya. Selain itu seorang guru harus mengetahui
kompetensi dasar (KD) apa saja yang telah dikuasai oleh peserta didik dan segera
mengambil tindakan perbaikan ketika nilai peserta didiknya lemah atau kurang sesuai
dengan harapan. Dari penilaian yang dilakukan oleh guru itulah, guru melakukan
perenungan diri dari apa yang telah dilakukan. Setiap siswa adalah juara, dan guru harus
mampu mengantarkan peserta didiknya menjadi seorang juara di bidangnya.
Menurut Prof. Dr. H. Arief Rachman, M.Pd bahwa, ada 4 kesadaran yang penting
bagi seorang guru atau pendidik dalam memberikan penilaian. Keempat kesadaran itu
adalah:
1) Sense of goal (tujuan)
2) Sense of regulation (keteraturan)
3) Sense of achievement (berprestasi)
4) Sense of harmony (keselarasan)
Berangkat dari keempat kesadaran itulah seharusnya seorang guru melakukan
penilaian. Pendidik harus sudah tahu tujuan penilaian itu adalah mengukur kemampuan
ii
atau kompetensi siswa setelah dilaksanakannya proses pembelajaran. Setelah guru
melakukan penilaian akan terlihat nanti kemampuan setiap siswa setelah guru
melaksanakan test atau ujian dan kemudian melakukan penilaian.
Ketika guru telah memahami benar tujuan pembuatan soal yang sesuai dengan
indikator dalam standar kompetensi (SK) dan kompetensi dasar (KD) yang harus dikuasai
oleh siswa, maka guru yang bersangkutan akan dengan mudah membuat soal-soal test
yang akan diujikan. Dari situlah guru melakukan bobot penilaian yang telah ditentukan
lebih dahulu dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Bila semua itu telah
direncanakan dengan baik, maka tujuan pembelajaran akan tercapai dan hal ini terlihat
dari prestasi siswa yang menggembirakan.
Untuk mengetahui apakah peserta didik telah mencapai tujuan pembelajaran yang
diharapkan tentunya harus didukung oleh instrumen penilaian yang sesuai dengan
karakteristik tujuan (termasuk standar kompetensi maupun kompetensi dasar) berkala dan
berkesinambungan. Di samping itu bukan hanya menilai secara parsial, melainkan secara
menyeluruh yang meliputi proses dan hasil belajar yang mencakup wawasan
pengetahuan, sikap dan keterampilan sosial yang dicapai siswa. Oleh karenanya penilaian
merupakan bagian keseluruhan dari proses pembelajaran sehingga hasil penilaian dapat
menggambarkan kemampuan atau prestasi belajar peserta didik secara menyeluruh dan
sesungguhnya.
Agar proses pembelajaran dapat terkonsepsikan dengan baik, maka seorang guru
dituntut untuk mampu menyusun dan merumuskan tujuan pembelajaran secara jelas dan
tegas. Ada tiga domain tujuan pembelajaran menurut Benjamin S.Bloom dan Krathwohl
dan Masia yaitu domain kognitif, afektif dan psikomotor. Mengingat untuk mengetahui
ketercapaian tujuan tersebut adalah melalui evaluasi,maka berarti evaluasi pun dilakukan
untuk mengukur ketercapaian ketiga domain tersebut. Dalam implementasinya, evaluasi
tersebut memerlukan yang namanya instrumen. Dengan kata lain jika seorang guru/dosen
akan melakukan evaluasi, maka terlebih dahulu guru/dosen tersebut harus menyusun
instrumen evaluasi.
Namun dalam kenyataannya guru jarang menggunakan instrumen evaluasi yang
mengukur domain afektif, yang paling sering digunakan guru adalah instrumen evaluasi
domain kognitif dan sedikit sekali yang mengukur domain psikomotor. Penilaian hasil
belajar merupakan proses pengambilan keputusan tentang kemajuan belajar siswa yang
dilakukan oleh guru berdasarkan informasi yang diperoleh melalui pengukuran proses
dan hasil belajar siswa. Ketepatan dalam penilaian sangat tergantung kepada aspek yang
hendak diukur. Apabila aspek yang hendak dikembangkan melalui matapelajaran adalah
menekankan pada domain afektif, maka sudah seharusnyalah bahwa penilaian domain
afektif dilakukan.
Dengan demikian penilaian hasil belajar tidak hanya mengukur hasil belajar yang
berupa aspek pengetahuan saja, melainkan juga mengukur proses pembelajaran yang
dilakukannya agar siswa menjadi seorang yang mempunyai nilai-nilai serta etika yang
baik, baik di sekolah, di rumah, maupun di masyarakat. Penilaian hasil belajar tidak
sekedar memberikan informasi kepada semua pihak; guru, siswa, orang tua, dan
pengelola sekolah, tetapi pada dasarnya lebih menekankan pada kualitas informasi yang
dihasilkan.
Pelaksanaan penilaian tidak hanya dilakukan secara formal berupa tes hasil
penguasaan pengetahuan saja sebagai suatu produk, lebih dari itu cara penilaian lain
dilakukan secara bersamaan berdasarkan tujuan dan situasi kondisinya (Martorella,
1985 : 230; Jarolimek, 1993 : 454-455; Farris, 1994 : 146; Fraenkel, 1985 : 57; Schuncke,
1988 : 115). Menurut Popham (1995), ranah afektif menentukan keberhasilan belajar
seseorang”. Jika seseorang tidak memiliki minat pada pelajaran tertentu, maka orang
tersebut akan sulit untuk mencapai keberhasilan belajar secara optimal. Seseorang yang
berminat dalam suatu mata pelajaran diharapkan akan mencapai hasil pembelajaran yang
optimal. Oleh karena itu semua pendidik harus mampu membangkitkan minat semua
peserta didik untuk mencapai kompetensi yang telah ditentukan. Selain itu ikatan
emosional sering diperlukan untuk membangun semangat kebersamaan, semangat
persatuan, semangat nasionalisme, rasa sosial, dan sebagainya. Untuk itu semua dalam
merancang program pembelajaran, satuan pendidikan harus memperhatikan ranah afektif,
ii
kognitif dan psikomotorik.
D. Penilaian yang dapat melejitkan bakat siswa
Dalam menyusun instrumen penilaian, mengumpulkan data tentang pemahaman
siswa adalah suatu langkah penting yang dilakukan guru dalam menggerakkan siswa
menuju pemahaman yang penuh konsep dan standar penting. "Instruksi dan penilaian
formatif yang terpisahkan. Paul Black dan Dylan Wiliam (1998, p. 143) mengemukakan
bahwa Penilaian merujuk untuk semua kegiatan yang dilakukan oleh guru dan siswa
dalam menilai diri mereka yang menyediakan informasi untuk digunakan sebagai umpan
balik dalam memodifikasi kegiatan belajar mengajar. Dan kenyataanya Penilaian formatif
terbukti ampuh digunakan untuk menyesuaikan pengajaran yang dapat memenuhi
kebutuhan siswa "(hal. 140). Para peneliti menemukan bahwa memperkuat penilaian
formatif dapat meningkatkan prestasi siswa secara keseluruhan dan akan sangat
bermanfaat bagi siswa (Black & Wiliam, 1998).
Rick Stiggins, seorang pakar tentang penilaian kelas mengemukakan bahwa
keterampilan guru dalam melakukan penilaian juga harus diimbangi dengan cara-cara
kreatif dan inovatif. Dia menunjukan bahwa guru harus mengganti penilaian yang hanya
menekankan pada pembelajaran dengan menggunakan pendekatan yang lebih seimbang,
jadi guru tidak hanya menggunakan penilaian belajar tetapi juga penilaian untuk belajar
yang artinya guru harus menggunakan penilaian tidak hanya untuk mengukur kemajuan
peserta didik saja tetapi juga untuk memperoleh data-data yang berguna untuk
menginformasikan praktek intruksional mereka sendiri( Stiggins, 2004)
Berikut ini adalah langkah-langkah yang dapat dilakukan oleh guru dalam
menyusun instrumen penilaian kelas yang efektif di dalam kelas :
1. Mulai Dengan Standar
Semua penilaian yang dibuat di kelas atau dikelola oleh pemerintah akan
berkaitan erat dengan kurikulum berdasarkan standar isi pendidikan negara. Sebagai
langkah pertama, guru harus menentukan standar penilaian yang sesuai kurikulum yang
dinilai pada skala besar tes. Selanjutnya W. James Popham (2006) menunjukkan, harus
ada analisis yang cermat dari subskills dan pengetahuan dalam standar-standar yang
seharusnya dikuasai siswa. Artinya seorang guru harus cermat dan teliti dalam mengolah
materi dan penilaian yang sesuai dengan standar pencapaian yang telah ditentukan
pemerintah. Langkah ini penting dalam penilaian formatif yang akan memberikan
informasi dan relevan. Setelah analisis ini selesai, guru dapat bekerja sama untuk
mengembangkan materi pelajaran yang relevan secara lokal dan tugas penilaian formatif
yang menarik pada modalitas belajar yang berbeda.
2. Libatkan Pelajar dalam Proses Penilaian
Melibatkan peserta didik merupakan inti dari pembelajaran yang menyenangkan.
selain itu penilaian ini dapat menarik minat siswa untuk terlibat dalam pembelajaran,
karena mereka merasa dibutuhkan dan menjadi bagian penting dari proses pembelajaran.
Peserta didik dapat terlibat dalam penilaian dengan beberapa cara seperti memberikan
kesempatan mereka dengan membagikan rubrik atau dengan standar penilaian yang
jelas pada pekerjaan yang akan dievaluasi. Siswa juga dapat menampilkan pekerjaan
yang baik dan pekerjaan yang perlu perbaikan dan dapat diberikan arahan dalam
menganalisis perbedaan antara mereka. Stiggins membayangkan "lingkungan di mana
siswa menggunakan penilaian untuk memahami apa itu kesuksesan dan bagaimana
seorang siswa dapat berusaha lebih baik lagi untuk waktu berikutnya" (2004, hal. 25).
Penulis Marilyn Burns (2005) mengungkapkan pentingnya pertanyaan sebagai
penilaian formatif yang melibatkan siswa. Dengan menggali pendapat siswa tentang baik
buruk, tinggi rendah dan sebagainya baik secara lisan maupun tertulis akan membuat
penalaran siswa berkembang. Strategi ini dapat membimbing siswa dalam memperbaiki
dan memberikan pengalaman nyata untuk mempertajam wawasan. Hal ini juga
membantu siswa merefleksikan proses berpikir mereka sendiri, praktek yang disebut
metakognisi.
ii
3. Menyediakan Tingkat Tinggi Feedback Instruksional
Walaupun umpan balik guru dapat diamati di hampir setiap kelas, penggunaannya
tidak selalu berfungsi sebagai alat penilaian kelas yang efektif. "Ada contoh jelas di mana
guru memiliki kesadaran untuk merespons dengan cara yang akan menghambat
pembelajaran siswa. Contohnya adalah seorang guru yang mencegah akses
perkembangan cara berpikir siswa dengan tidak merespon secara jelas pertanyaan tak
terduga yang diajukan siswa. Jadi guru hanya mencoba mengarahkan siswa ke arah
jawaban yang diharapkan "(Black & Wiliam, 1998, hal. 143).
Sebaliknya, umpan balik instruksional berkualitas tinggi yang tepat waktu, berguna, dan
tepatdapat diberikan sesegera mungkin setelah penilaian terjadi dan dapat mempengaruhi
langkah selanjutnya dalam proses pembelajaran. Umpan balik yang berguna menurut
Thomas Guskey (2005), adalah "umpan balik yang baik diagnostik dan preskriptifnya. Ini
memperkuat persepsi bahwa siswa diharapkan untuk belajar, mengidentifikasi apa yang
telah dipelajari dengan baik, dan menjelaskan apa yang perlu dipelajari lebih baik "(hal.
6). Apakah lisan atau tertulis, umpan balik instruksional harus menunjukkan peningkatan
dan membuat siswa semakin ingin memperdalam ilmu yang telah mereka pelajari
4. Kompilasi dan Analisis Hasil Penilaian
Data yang dihasilkan dari penilaian formatif dapat memberikan informasi tentang
sejauh mana instruksi guru dapat berhasil dan diterima oleh siswa yang kemudian
ditentukan tahap tindakan selanjutnya. Guru dapat mengkompilasi tanggapan siswa untuk
mengetahui seberapa antusias siswa dalam mengikuti pembelajaran dan bagaimana cara
mempertahankan semangat belajar siswa dikelas..
5. Membedakan Instruksi korektif
Aspek yang paling menantang dalam menggunakan penilaian formatif adalah
mengetahui apa yang harus dilakukan dengan hasil penilaian . Hasil penilaian yang
menunjukkan siswa tidak belajar konsep penting atau keterampilan akan digunakan untuk
instruksi korektif dan kesempatan tambahan bagi siswa untuk menunjukkan hasil
belajarnya.
"Agar optimal dan efektif, koreksi secara kualitatif harus berbeda dari ajaran awal," kata
Thomas Guskey (2005, hal.6). "Hanya sedikit perbedaan hasil pengajaran dengan dalam
variasi yang besar dalam belajar siswa" (hal. 2). Jika instruksi langsung digunakan untuk
pelajaran awal, pelajaran korektif yang memuat penggunaan Manipulatif atau kegiatan
kinestetik mungkin tepat. Siswa dapat dikelompokkan sehingga mereka yang telah paham
dalam pembelajaran diberikan kegiatan untuk mengerjakan pngayaan sedangkan mereka
yang masih membutuhkan waktu unutk memahami disediakn tindak lanjut. Tujuannya
adalah semua siswa mampu belajar optimal dengan menggunakan berbagai strategi
pengajaran.
E. Manfaat penilaian
a. Manfaat penilaian bagi guru
1. Dengan melaksanakan penilaian, guru akan memperoleh data tentang kemajuan belajar
siswa.
2. Guru akan mengetahui apakah materi yang diajarkannya sudah sesuai atau tidak dengan
kemampuan siswa, sehingga dapat dijadikan pertimbangan untuk menentukan materi
pelajaran selanjutnya.
3. Dengan melaksanakan penilaian guru akan dapat mengetahi apakah metode mengajar
yang digunakannya sudah sesuai atau tidak.
4. Hasil penilaian dapat dimanfaatkan guru untuk merlaporkan kemajuan belajar siswa
kepada orang tua/wali siswa
b. Manfaat penilaian bagi siswa
1. Hasil penilaian dapat menjadi pendorong siswa agar belajar lebih giat.
2. Hasil penilaian dapat dimanfaatkan siswa untuk mengetahui kemajuan belajarnya.
3. Hasil penilaian merupakan data tentang apakah cara belajar yang dilaksanakannya sudah
tepat atau belum.
c. Manfaat Penilaian bagi Lembaga/Sekolah
ii
1. Hasil penilaian dapat dimanfaatkan sekolah untuk mengetahui apakah kondisi belajar
mengajar yang dilaksanakan sekolah sudah sesuai dengan harapan atau belum.
2. Hasil penilaian merupakah data yang dapat dimanfaatkan sekolah untuk merencanakan
pengembangan sekolah pada masa yang akan datang.
3. Hasil penilaian merupakan bahan untuk menetapkan kebijakan dalam upaya
meningkatkan kualitas sekolah.
BAB III
PENUTUP
A . Kesimpulan
Seorang guru dituntut untuk menguasai kemampuan memberikan penilaian
kepada peserta didiknya. Kemampuan ini adalah kemampuan terpenting dalam evaluasi
pembelajaran. Dari penilaian itulah seorang guru dapat mengetahui kemampuan yang
telah dikuasai oleh para peserta didiknya. Selain itu seorang guru harus mengetahui
kompetensi dasar (KD) apa saja yang telah dikuasai oleh peserta didik dan segera
mengambil tindakan perbaikan ketika nilai peserta didiknya lemah atau kurang sesuai
dengan harapan. Dari penilaian yang dilakukan oleh guru itulah, guru melakukan
perenungan diri dari apa yang telah dilakukan. Setiap siswa adalah juara, dan guru harus
mampu mengantarkan peserta didiknya menjadi seorang juara di bidangnya.
ada 4 kesadaran yang penting bagi seorang guru atau pendidik dalam memberikan
penilaian. Keempat kesadaran itu adalah:
1) Sense of goal (tujuan)
2) Sense of regulation (keteraturan)
3) Sense of achievement (berprestasi)
4) Sense of harmony (keselarasan)
Berangkat dari keempat kesadaran itulah seharusnya seorang guru melakukan
penilaian. Pendidik harus sudah tahu tujuan penilaian itu adalah mengukur kemampuan
atau kompetensi siswa setelah dilaksanakannya proses pembelajaran. Setelah guru
melakukan penilaian akan terlihat nanti kemampuan setiap siswa setelah guru
melaksanakan test atau ujian dan kemudian melakukan penilaian.
B . Saran
1. Dalam melakukan penilaian seorang guru hendaknya lebih kreatif dalam menyusun
instrumen penilaian yang dapat memuat 3 ranah yaitu kognitif, afektif fan psikomotorik
yang sesuai dengan perkembangan jaman dan kemajuan tekhnologi
2. Penilaian berbasis multiple intelegency patut dipertimbangkan
ii
Daftar Pustaka
1. Kusumah, Wijaya.2012. Menjadi Guru yang Tangguh.Jakarta : Indeks
2. Emma, Dyan M. Guru dan Kelas Cemerlang.Jakarta:Indeks
3. Camelia, Umi. Kemampuan Guru Dalam Membuat Instrumen Penilaian Domain Afektif
Pada Mata Pelajaran Pkn Di Smp Negeri Se-Kabupaten Ogan Ilir.Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan. Skripsi tidak diterbitkan: Palembang: Universitas Sriwijaya
4. Chotimah,Umi. Laporan Instrumen Penilaian Domain Afektif.:Universitas Sriwijaya