PENINJAUAN KEMBALI FORMASI NGLANGGERAN...

16
PROSIDING PERTEMUAN ILMIAH TAHUNAN IAGI KE-37 HOTEL HORISON BANDUNG, AGUSTUS 2008 269 PENINJAUAN KEMBALI FORMASI NGLANGGERAN DI LOKASI TIPE SERTA IMPLIKASINYA TERHADAP MULA JADI DAN PENAMAAN SATUAN BATUAN RESMI DI KABUPATEN GUNUNGKIDUL, YOGYAKARTA Oleh: S. Bronto 1) , G. Hartono 2) & Sri Mulyaningsih 3) 1) Pusat Survei Geologi, Bandung, e-mail: [email protected] 2) Teknik Geologi STTNAS, Yogyakarta 3) Teknik Geologi ISTA, Yogyakarta Sari Formasi Nglanggeran, atau sebelumnya disebut Nglanggran Beds, di Pegunungan Selatan, Yogyakarta sudah sangat terkenal di antara para ahli geologi Indonesia, terutama semenjak dipublikasikan di dalam buku The Geology of Indonesia karya Prof. R.W. van Bemmelen (1949). Pada umumnya para penulis, antara lain Surono dkk. (1992) dan Rahardjo dkk. (1977), memerikan Formasi Nglanggeran sebagai satuan batuan yang bahan penyusun utamanya adalah breksi gunung api. Namun demikian penulis jauh sebelum van Bemmelen (1949), yakni Bothe (1929) melaporkan bahwa Boekit Nglanggran Beds tersusun oleh a reddish agglomerate. Pemeriksaan kembali ke Boekit Nglanggran, yang sekarang dikenal dengan nama Gunung Nglanggeran atau Gunung Blencong dan Gunung Wayang di Desa Nglanggeran, Kecamatan Patuk, Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta, diyakini bahwa batuan gunung api di lokasi tipe tersebut adalah aglomerat. Aglomerat adalah batuan piroklastika yang banyak mengandung bom gunung api, yang mekanisme erupsinya secara dilontarkan dari dalam kawah gunung api seperti lontaran tolak peluru (ballistic projectiles) sebagai endapan jatuhan piroklastika fraksi kasar. Penegasan terhadap aglomerat di lokasi tipe Formasi Nglanggeran ini mempunyai dua implikasi. Pertama batuan tersebut dierupsikan tidak jauh dari sumber gunung api Tersier. Kedua, berdasarkan Sandi Stratigrafi Indonesia 1996 (Martodjojo dan Djuheni, 1996), maka secara ciri litologi bahan penyusun utama Formasi Nglanggeran seharusnya adalah aglomerat, bukan breksi gunung api. Berhubung breksi gunung api tersebar sangat luas di Pegunungan Selatan, maka perlu dicarikan lokasi tipe dan nama satuan batuan yang benar-benar tercirikan sebagai bahan penyusun utamanya adalah breksi gunung api. Kata kunci: Nglanggeran, aglomerat, breksi gunung api, Pegunungan Selatan Abstract Nglanggeran Formation, previously called Nglanggran Beds, in the Southern Mountains, Yogyakarta is already very well known among Indonesian Geologists, especially after publication of The Geology of Indonesia by Prof. R.W. van Bemmelen (1949). In general, previous workers, e.g. Surono et al. (1992) and Rahardjo et al. (1977), described the Nglanggran Formation as a lithostratigraphic unit that mainly composed of volcanic breccias. However, far before van Bemmelen (1949), i.e. Bothe (1929) reported that Boekit Nglanggran Beds comprise of a reddish agglomerate. Rechecking in the field of Boekit Nglanggran, now is known as Gunung Nglanggeran or Gunung Blencong and Gunung Wayang, at Nglanggeran Village, Kecamatan Patuk, Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta, has verified that volcanic rocks at the type locality of the Nglanggran Formation is agglomerate. It is a pyroclastic rock that predominantly containing of volcanic bombs ejected from a volcanic vent(s) as ballistic projectiles. This verification has two implications. First, the Nglanggeran agglomerate was erupted near a Tertiary volcanic vent(s). Second, based on the 1996 Indonesian Stratigraphic Code (Martodjojo dan Djuheni, 1996) lithologically Nglanggeran Formation should be characterized predominantly by agglomerates, not volcanic breccias. Due to widely spread distribution of volcanic breccias in the Southern Mountains, this type of volcanic rock has to be given a different name of lithostratigraphic unit with an appropriate type of locality. Key words: Nglanggeran, agglomerate, volcanic breccia, the Southern Mountains

Transcript of PENINJAUAN KEMBALI FORMASI NGLANGGERAN...

Page 1: PENINJAUAN KEMBALI FORMASI NGLANGGERAN …hilghartono.dosen.sttnas.ac.id/files/2017/10/Nglanggeran...PROSIDING PERTEMUAN ILMIAH TAHUNAN IAGI KE-37 HOTEL HORISON BANDUNG, AGUSTUS 2008

PROSIDING PERTEMUAN ILMIAH TAHUNAN IAGI KE-37

HOTEL HORISON BANDUNG, AGUSTUS 2008

269

PENINJAUAN KEMBALI FORMASI NGLANGGERAN DI LOKASI TIPE SERTA IMPLIKASINYA TERHADAP MULA JADI DAN PENAMAAN

SATUAN BATUAN RESMI DI KABUPATEN GUNUNGKIDUL, YOGYAKARTA

Oleh: S. Bronto1), G. Hartono2) & Sri Mulyaningsih3)

1) Pusat Survei Geologi, Bandung, e-mail: [email protected] 2) Teknik Geologi STTNAS, Yogyakarta

3) Teknik Geologi ISTA, Yogyakarta

Sari

Formasi Nglanggeran, atau sebelumnya disebut Nglanggran Beds, di Pegunungan Selatan, Yogyakarta sudah sangat terkenal di antara para ahli geologi Indonesia, terutama semenjak dipublikasikan di dalam buku The Geology of Indonesia karya Prof. R.W. van Bemmelen (1949). Pada umumnya para penulis, antara lain Surono dkk. (1992) dan Rahardjo dkk. (1977), memerikan Formasi Nglanggeran sebagai satuan batuan yang bahan penyusun utamanya adalah breksi gunung api. Namun demikian penulis jauh sebelum van Bemmelen (1949), yakni Bothe (1929) melaporkan bahwa Boekit Nglanggran Beds tersusun oleh a reddish agglomerate. Pemeriksaan kembali ke Boekit Nglanggran, yang sekarang dikenal dengan nama Gunung Nglanggeran atau Gunung Blencong dan Gunung Wayang di Desa Nglanggeran, Kecamatan Patuk, Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta, diyakini bahwa batuan gunung api di lokasi tipe tersebut adalah aglomerat. Aglomerat adalah batuan piroklastika yang banyak mengandung bom gunung api, yang mekanisme erupsinya secara dilontarkan dari dalam kawah gunung api seperti lontaran tolak peluru (ballistic projectiles) sebagai endapan jatuhan piroklastika fraksi kasar. Penegasan terhadap aglomerat di lokasi tipe Formasi Nglanggeran ini mempunyai dua implikasi. Pertama batuan tersebut dierupsikan tidak jauh dari sumber gunung api Tersier. Kedua, berdasarkan Sandi Stratigrafi Indonesia 1996 (Martodjojo dan Djuheni, 1996), maka secara ciri litologi bahan penyusun utama Formasi Nglanggeran seharusnya adalah aglomerat, bukan breksi gunung api. Berhubung breksi gunung api tersebar sangat luas di Pegunungan Selatan, maka perlu dicarikan lokasi tipe dan nama satuan batuan yang benar-benar tercirikan sebagai bahan penyusun utamanya adalah breksi gunung api. Kata kunci: Nglanggeran, aglomerat, breksi gunung api, Pegunungan Selatan

Abstract

Nglanggeran Formation, previously called Nglanggran Beds, in the Southern Mountains, Yogyakarta is already very well known among Indonesian Geologists, especially after publication of The Geology of Indonesia by Prof. R.W. van Bemmelen (1949). In general, previous workers, e.g. Surono et al. (1992) and Rahardjo et al. (1977), described the Nglanggran Formation as a lithostratigraphic unit that mainly composed of volcanic breccias. However, far before van Bemmelen (1949), i.e. Bothe (1929) reported that Boekit Nglanggran Beds comprise of a reddish agglomerate. Rechecking in the field of Boekit Nglanggran, now is known as Gunung Nglanggeran or Gunung Blencong and Gunung Wayang, at Nglanggeran Village, Kecamatan Patuk, Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta, has verified that volcanic rocks at the type locality of the Nglanggran Formation is agglomerate. It is a pyroclastic rock that predominantly containing of volcanic bombs ejected from a volcanic vent(s) as ballistic projectiles. This verification has two implications. First, the Nglanggeran agglomerate was erupted near a Tertiary volcanic vent(s). Second, based on the 1996 Indonesian Stratigraphic Code (Martodjojo dan Djuheni, 1996) lithologically Nglanggeran Formation should be characterized predominantly by agglomerates, not volcanic breccias. Due to widely spread distribution of volcanic breccias in the Southern Mountains, this type of volcanic rock has to be given a different name of lithostratigraphic unit with an appropriate type of locality. Key words: Nglanggeran, agglomerate, volcanic breccia, the Southern Mountains

Page 2: PENINJAUAN KEMBALI FORMASI NGLANGGERAN …hilghartono.dosen.sttnas.ac.id/files/2017/10/Nglanggeran...PROSIDING PERTEMUAN ILMIAH TAHUNAN IAGI KE-37 HOTEL HORISON BANDUNG, AGUSTUS 2008

PROSIDING PERTEMUAN ILMIAH TAHUNAN IAGI KE-37

HOTEL HORISON BANDUNG, AGUSTUS 2008

270

PENDAHULUAN

Batuan gunung api berumur Tersier

merupakan salah satu batuan penyusun

utama Pegunungan Selatan, yang

membentang mulai dari daerah Parangtritis,

Kabupaten Bantul di sebelah barat sampai

dengan Tinggian Gunung Gajahmungkur –

Panggung Masif di sebelah timur, wilayah

Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah. Batuan

gunung api tersebut dibagi menjadi

beberapa satuan litostratigrafi (Tabel 1),

yang salah satunya dikenal dengan nama

Formasi Nglanggeran (Rahardjo drr., 1977;

Surono dkk., 1992). Formasi Nglanggeran

ini sebelumnya disebut Boekit Nglanggran

beds (Bothe, 1929) atau Nglanggran beds

(van Bemmelen, 1949). Sekalipun sudah

menggunakan kata “Formasi” dan nama

lokasi tipe, satuan batuan gunung api di

Pegunungan Selatan tersebut belum benar-

benar resmi, karena belum sepenuhnya

memenuhi ketentuan Sandi Stratigrafi

Indonesia (Martodjojo dan Djuheni, 1996),

yang antara lain belum mempunyai

penampang tipe, apalagi penampang

stratigrafi tambahan. Bahkan untuk Formasi

Nglanggeran ciri litologi di lokasi tipe kurang

mencerminkan ciri litologi sebagian besar

batuan klastika gunung api di dalam satuan

batuan tersebut.

Secara dominan, Formasi

Nglanggeran tersusun oleh breksi gunung

api, sedangkan di lokasi tipe, yakni di bukit

atau Gunung Nglanggeran, Desa

Nglanggeran, Kecamatan Patuk, Kabupaten

Gunungkidul, Yogyakarta adalah aglomerat.

Aglomerat ini mempunyai ciri litologi dan

tata nama berbeda dengan breksi gunung

api. Penamaan aglomerat di Gunung

Nglanggeran sebenarnya sudah dilaporkan

oleh Bothe (1929). Namun pada

perkembangannya terjadi “salah kaprah”

karena para ahli geologi saat ini mengenal

Formasi Nglanggeran dengan ciri litologi

breksi gunung api.

Mengacu tata nama satuan

litostratigrafi di dalam Sandi Stratigrafi

Indonesia (Martodjojo dan Djuheni, 1996),

maka perlu dilakukan peninjauan kembali

bahwa batuan penyusun utama Formasi

Nglanggeran seharusnya sesuai dengan ciri

litologi di lokasi tipe. Ciri-ciri litologi di lokasi

tipe harus mewakili seluruh satuan dan

sebaran lateralnya dapat dipetakan dengan

skala 1 : 25.000. Tulisan ini bertujuan untuk

meneliti kembali ciri liotologi Formasi

Nglanggeran di lokasi tipe. Hal ini

dimaksudkan sebagai bahan pertimbangan

untuk menyusun satuan batuan secara

resmi sesuai ketentuan Sandi Stratigrafi

Indonesia (Martodjojo dan Djuheni, 1996).

Untuk mencapai tujuan tersebut masalah

yang harus dipecahkan adalah pemahaman

terhadap batuan klastika gunung api

berbutir kasar, baik secara pemerian

maupun genesisnya. Penelitian ini

menggunakan metoda kerja lapangan,

dengan mengamati bentang alam batuan

penyusun Formasi Nglanggeran di lokasi

tipe, memerikan singkapan batuan dan

sekaligus memetakan sebarannya,

kemudian dibandingkan dengan hasil

penelitian terdahulu serta landasan

terminologi batuan klastika gunung api.

Lokasi penelitian terletak di Desa

Nglanggeran, Kecamatan Patuk, Kabupaten

Gunungkidul, Provinsi Daerah Istimewa

Yogyakarta (Gambar 1). Daerah ini

Page 3: PENINJAUAN KEMBALI FORMASI NGLANGGERAN …hilghartono.dosen.sttnas.ac.id/files/2017/10/Nglanggeran...PROSIDING PERTEMUAN ILMIAH TAHUNAN IAGI KE-37 HOTEL HORISON BANDUNG, AGUSTUS 2008

PROSIDING PERTEMUAN ILMIAH TAHUNAN IAGI KE-37

HOTEL HORISON BANDUNG, AGUSTUS 2008

271

mempunyai koordinat 110° 32’ 15” – 33’ 15”

Bujur Timur dan 7° 50’ 15” – 50’ 45” Lintang

Selatan.

AGLOMERAT DAN BREKSI GUNUNG API

Aglomerat dan breksi gunung api

merupakan dua macam batuan klastika

gunung api (volcaniclastic rocks) berbutir

kasar, tetapi mempunyai landasan

penamaan berbeda. Penamaan aglomerat

didasarkan pada aspek genesisnya, sedang

nama breksi gunung api didasarkan pada

aspek pemeriannya. Menurut Fisher dan

Schmincke (1984) agglomerate is a welded

agregate consisting predominantly of bombs

(suatu agregat terlaskan yang tersusun

utamanya oleh banyak bom (gunung api)).

Cas dan Wright (1987), menyatakan bahwa

an agglomerate is a coarse pyroclastic

deposit composed of large proportion of

rounded, fluidally shaped, volcanic bombs

(predominant grainsize is > 64 mm).

Batasan itu diterjemahkan secara bebas

bahwa aglomerat adalah endapan

piroklastika berbutir kasar, tersusun

sebagian besar oleh bom gunung api, yang

berbentuk membundar dengan ukuran butir

> 64 mm. Terdapatnya bom gunung api

dalam berbagai bentuk, misalnya bom kerak

roti, dan struktur jatuhan bom (bomb sags)

merupakan syarat utama untuk penamaan

aglomerat. Secara khas dan asal-usul,

istilah aglomerat mencerminkan suatu

endapan jatuhan, dan menjadi petunjuk

sangat baik sebagai bahan yang

diendapkan di dekat kawah gunung api atau

bahkan di dalam lubang kepundan

(Macdonald, 1972; Cas and Wright, 1987).

Gambar 2 memperlihatkan letusan

Gunungapi Anak Krakatau yang

melontarkan bom gunung api kemudian

jatuh bebas di tepi kawah. Gambar 3

memperlihatkan letusan gunung api yang

sama pada malam hari, sehingga lontaran-

lontaran bom gunung api nampak sangat

menakjubkan seperti kembang api. Letusan

gunung api yang menghasilkan banyak bom

gunung api dan kemudian membentuk

aglomerat mempunyai tipe erupsi Stromboli

sampai Vulkano (Simkin dan Siebert, 1994;

Newhall dan Self, 1982). Secara deskriptif,

aglomerat mengandung < 25 % volume abu

dan lapili yang berfungsi sebagai matriks di

antara fragmen bom gunung api. Bom

gunung api dilontarkan keluar dari dalam

kawah dalam kondisi cair kental yang

kemudian memadat di udara atau segera

setelah jatuh di permukaan tanah. Dengan

demikian bom-bom gunung api tersusun

oleh bahan primer magma pada waktu itu

atau material juvenile. Penamaan berbagai

macam bom didasarkan pada bentuknya,

sebagai contoh bom pita ( ribbon bombs),

bom kotoran sapi (cow-dung bombs), bom

bulat (sphaeroidal bombs), bom silindris

(cylindrical bombs), dan lain-lain. Kerak di

bagian tepi bom-bom kerak roti selalu

merekah, sebagai akibat keluarnya gas

pada saat bagian inti bom masih cair liat.

Pada umumnya, bom kerak roti dihasilkan

dari magma berkomposisi menengah

sampai asam. Sebaliknya, bom-bom basal

hanya memperlihatkan rekahan kecil,

membentuk kulit kaca yang bagian

dalamnya masih cair liat sehingga pada

waktu jatuh masih plastis, dan bentuknya

mengikuti efek jatuh, seperti halnya bom

Page 4: PENINJAUAN KEMBALI FORMASI NGLANGGERAN …hilghartono.dosen.sttnas.ac.id/files/2017/10/Nglanggeran...PROSIDING PERTEMUAN ILMIAH TAHUNAN IAGI KE-37 HOTEL HORISON BANDUNG, AGUSTUS 2008

PROSIDING PERTEMUAN ILMIAH TAHUNAN IAGI KE-37

HOTEL HORISON BANDUNG, AGUSTUS 2008

272

kotoran sapi. Dengan demikian nama

aglomerat dan bom gunung api lebih

ditekankan pada aspek genesis, asal-usul

atau proses pembentukannya.

Breksi gunung api (volcanic

breccias) adalah batuan klastika gunung api

berbutir kasar, tersusun oleh fragmen

berukuran > 2 mm berbentuk sangat

menyudut sampai menyudut. Nama ini lebih

ditekankan pada aspek deskriptif, sebanding

dengan nama batupasir gunung api

(volcanic sandstones), yang ukuran butirnya

lebih halus (1/16 – 2 mm). Secara genesis,

breksi gunung api dapat berupa breksi

piroklastika, breksi autoklastika, breksi

epiklastika dan breksi kataklastika (Cas and

Wright, 1987; McPhie et al., 1993). Breksi

piroklastika adalah batuan piroklastika yang

banyak mengandung blok gunung api,

sedangkan aglomerat adalah batuan

piroklastika yang banyak mengandung bom

gunung api (Fischer dan Schmincke, 1984).

Breksi autoklastika adalah breksi lava, yang

terbentuk pada saat mengalir atau

membentuk kubah sambil mendingin secara

cepat sehingga terjadi struktur rekahan yang

sangat intensif. Breksi autoklastika

mempunyai komposisi fragamen dan

matriks sama –sama batuan beku. Breksi

epiklastika adalah breksi yang komponen di

dalamnya (fragmen dan matriks) sebagai

hasil pengerjaan ulang, mulai dari

pelapukan, erosi, transportasi, dan

pengendapan kembali (redeposisi).

Sementara itu breksi kataklastika adalah

breksi yang terbentuk sebagai akibat

deformasi, baik secara tektonik (seperti

halnya breksi sesar), maupun sebagai

akibat longsoran besar suatu kerucut

gunung api (gigantic rocks slide

avalanches).

TATAAN GEOLOGI

Secara fisiografis, daerah penelitian

dikenal sebagai bagian dari rangkaian

Tinggian atau Pegunungan Baturagung,

yang terletak di bagian utara Pegunungan

Selatan. Bentang alam itu berbentuk

memanjang berarah barat – timur (lebih

kurang 20 km), lebar 10 km, dan sekaligus

merupakan lajur paling tinggi di kawasan

Pegunungan Selatan tersebut. Puncak

tertingginya ini adalah G. Baturagung (+ 831

m), yang terletak di bagian tengah,

sedangkan ke arah barat, timur, utara dan

selatan menurun (Gambar 4). Ke arah utara,

Tinggian Baturagung membentuk gawir

memanjang berarah barat-timur dengan

ketinggian lebih kurang 500 m, sebagai

batas dengan Perbukitan Jiwo ( + 215 m)

dan Dataran Aluvium Merapi Yogyakarta-

Klaten-Surakarta (+ 115 m). Ke arah barat,

Tinggian Baturagung dibatasi oleh Tinggian

Prambanan ( + 300 sampai + 400m), yang

ke arah baratdaya membentuk lajur tinggian

dengan Gunung Sudimoro (+ 507 m)

hingga ke Pantai Parangtritis. Ke arah timur,

Tinggian Baturagung dibatasi oleh Tinggian

Sambeng ( + 300 m) dan G. Gajahmungkur

(+ 801 m), yang ke arah selatan

menyambung dengan Tinggian Gunung

Panggung (+ 470 m sampai 580 m). Ke

arah selatan Tinggian Baturagung dibatasi

oleh Dataran Wonosari (+ 190 m) dan

topografi karst yang tersusun oleh

batugamping, mempunyai ketinggian 280 m

sampai 400 m dan lebih dikenal dengan

nama Gunung Sewu.

Page 5: PENINJAUAN KEMBALI FORMASI NGLANGGERAN …hilghartono.dosen.sttnas.ac.id/files/2017/10/Nglanggeran...PROSIDING PERTEMUAN ILMIAH TAHUNAN IAGI KE-37 HOTEL HORISON BANDUNG, AGUSTUS 2008

PROSIDING PERTEMUAN ILMIAH TAHUNAN IAGI KE-37

HOTEL HORISON BANDUNG, AGUSTUS 2008

273

Sungai-sungai di kawasan Tinggian

Baturagung ini tidak mengalir sepanjang

tahun, salah satu yang terpanjang adalah

Kali Ngalang. Sungai ini yang mengalir ke

selatan dan menyatu dengan Kali Widoro,

untuk kemudian bergabung dengan Kali

Opak, yang merupakan aliran sungai utama

di Pegunungan Selatan.

Stratigrafi Pegunungan Selatan telah

dikemukakan oleh banyak peneliti terdahulu,

di antaranya Bothe (1929), van Bemmelen

(1949), Rahardjo dkk. (1977), Surono dkk.

(1992) dan Sudarno (2007). Satuan batuan

tertua di daerah ini berupa batuan metamorf

berumur Pra-Tersier, yang tersingkap di

Pegunungan Jiwo, Kecamatan Bayat,

Kabupaten Klaten (Gambar 5). Endapan

Kuarter terdiri atas hasil kegiatan Gunung

api Merapi dan Lawu, serta bahan

rombakan berupa endapan aluvium.

Pembagian satuan batuan gunung api

Tersier dari tua ke muda, pada jalur

Perbukitan Jiwo di Kecamatan Bayat,

Kabupaten Klaten sampai dengan daerah

Sambipitu, Kecamatan Patuk, Kabupaten

Gunungkidul adalah Formasi Kebo-Butak,

Formasi Semilir, Formasi Nglanggeran dan

Formasi Sambipitu. Menurut Bothe (1929)

dan van Bemmelen (1949), kedudukan

stratigrafi Nglanggeran beds menumpang di

atas Semilir beds dan ditutupi oleh

Sambipitu beds. Namun di antara kedua

peneliti tersebut terdapat perbedaan umur

pembentukan satuan batuan. Bothe (1929)

menempatkan Nglanggeran beds pada

umur Miosen Tengah bagian bawah (N9),

sedangkan van Bemmelen (1949)

memberikan umur Miosen Tengah (N11-12).

Peneliti berikutnya, yakni Surono dkk.

(1992) dan Sudarno (1997) menempatkan

Formasi Nglanggeran menjemari dengan

Formasi Semilir dan Formasi Sambipitu

mulai Miosen Awal sampai dengan Miosen

Tengah.

Bothe (1929) melaporkan bahwa

Boekit Nglanggran Beds di lokasi tipe yakni

di Bukit Nglanggeran, Desa Nglanggeran,

Kecamatan Patuk, Kabupaten Gunungkidul,

tersusun oleh aglomerat. Sementara itu

Surono drr. (1992) memerikan seluruh

batuan penyusun Formasi Nglanggeran

terdiri atas breksi gunungapi, aglomerat, tuf

dan aliran lava berkomposisi andesit basal –

andesit. Formasi Nglanggeran ini tersebar

luas dan memanjang mulai dari Parangtritis

di sebelah barat hingga Tinggian Gunung

Panggung di sebelah timur. Ketebalan

satuan batuan ini di dekat Kecamatan

Nglipar sekitar 530 m. Namun sejauh ini

batuan penyusun Formasi Nglanggeran

yang berupa aglomerat hanya terbatas di

Bukit Nglanggeran, sedangkan selebihnya

didominasi oleh breksi gunung api dan

aliran lava. Fragmen breksi dan bom

gunung api di dalam aglomerat terdiri atas

andesit, andesit basal dan sedikit basal,

berukuran 2 – 50 cm, kadang-kadang

mencapai 1 – 1,5 m, berbentuk meruncing

(blocks/bongkah), atau memperlihatkan

struktur pendinginan dari bom gunung api.

Perlapisan aliran lava, breksi gunungapi,

lapili tuf dan tuf, dijumpai di banyak tempat,

antara lain di Kali Ngalang. Bahkan pada

daerah tersebut batuan beku intrusi dangkal

berupa sill dan retas berkomposisi andesit-

andesit basal juga ditemukan.

Pada umumnya Formasi Nglanggeran

juga miskin fosil. Penemuan fosil

Page 6: PENINJAUAN KEMBALI FORMASI NGLANGGERAN …hilghartono.dosen.sttnas.ac.id/files/2017/10/Nglanggeran...PROSIDING PERTEMUAN ILMIAH TAHUNAN IAGI KE-37 HOTEL HORISON BANDUNG, AGUSTUS 2008

PROSIDING PERTEMUAN ILMIAH TAHUNAN IAGI KE-37

HOTEL HORISON BANDUNG, AGUSTUS 2008

274

foraminifera pada sissipan batupasir dan

batulempung memberikan petunjuk bahwa

Formasi Nglanggran ini berumur Miosen

Awal – Miosen Tengah bagian bawah (N5 –

N9; Surono drr., 1992). Analisis umur

dengan metoda K-Ar terhadap batuan beku

di Parangtritis (Soeria-Atmadja drr., 1994,

memberikan umur 26,55 ± 1,07 juta tahun

(PT57B; retas) dan 26,40 ± 0,83 juta tahun

(PT57A; retas) yang termasuk di dalam

Oligosen Akhir. Semetara itu Hartono (2000)

melakukan analisis K-Ar terhadap aliran

lava di K. Ngalang dan memperoleh umur

58,58 ± 3,24 juta tahun yang lalu atau

Paleosen Akhir. Dengan banyaknya

fragmen andesit dan batuan beku luar

berlubang serta mengalami oksidasi kuat

berwarna merah bata (Bronto drr.,1999)

maka diperkirakan lingkungan asal batuan

gunungapi ini adalah darat hingga laut

dangkal. Sementara itu dengan

ditemukannya fragmen batugamping koral

dan fosil koral yang masih insitu penulis

tersebut menyimpulkan bahwa lingkungan

pengendapan Formasi Nglanggeran di

perkirakan di dalam laut dangkal.

Dengan dijumpainya banyak bom dan

blok gunungapi di dalam breksi (piroklastika)

gunung api, yang berselangseling dengan

aliran lava dan diterobos oleh batuan beku

intrusi bersusunan andesit maka

diperkirakan bahwa volkanisme pada saat

itu adalah pada tahap pembangunan

kerucut gunung api komposit (Bronto, 2006).

Proses volkanisme itu berlangsung pasca

letusan kaldera gunung api yang

membentuk Formasi Semilir. Dari hasil

penelitian di Kali Ngalang (Bronto drr., 1999)

disimpulkan bahwa daerah itu merupakan

bagian dari tubuh kerucut gunung api

komposit purba. Sebelumnya (Bronto drr.,

1998) telah menemukan batuan longsoran

gunung api Tersier di Sub Zona Baturagung

ini, khususnya di Kali Ngalang, Kali Putat

dan Jentir.

Secara umum, perlapisan batuan

gunung api pada jalur Perbukitan Jiwo ke

selatan sampai Sambipitu miring ke selatan.

Kemiringan umum perlapisan batuan itu

secara lokal agak terganggu sebagai akibat

adanya sesar, yang pada umumnya berupa

sesar turun, dengan arah tenggara-baratlaut

berpasangan dengan arah baratdaya-

timurlaut. Salah satu sesar utama adalah

Sesar Opak, yang berada di bagian

baratlaut berarah baratdaya-timurlaut, dan

sejajar dengan jalur Tinggian Prambanan-

Sudimoro. Struktur perlipatan umumnya

terjadi pada batuan non-gunung api (batuan

karbonat), mempunyai arah umum timurlaut-

baratdaya dan beberapa baratlaut-tenggara.

Sayap lipatan bersudut kecil (3 – 15 o), dan

umumnya berbentuk agak setangkup.

HASIL PENELITIAN

Bentang alam daerah penelitian

merupakan tinggian, yang puncak-

puncaknya berjajar dari barat ke timur

adalah + 494 m, + 637 m, + 641 m, + 681

m, dan + 674 m. Puncak Gunung

Nglanggeran pada ketinggian + 637 m (peta

rupa bumi skala 1/25.000, Lembar1408-313:

Jabung).Sementara itu, di dalam peta lama

(lembar 48 XLII A, 82c), Gunung

Nglanggeran disebut Gunung Wayang,

sedangkan tinggian di sebelah timurnya

dinamakan Gunung Blencong. Kawasan

Gunung Nglanggeran ini mempunyai lebar

Page 7: PENINJAUAN KEMBALI FORMASI NGLANGGERAN …hilghartono.dosen.sttnas.ac.id/files/2017/10/Nglanggeran...PROSIDING PERTEMUAN ILMIAH TAHUNAN IAGI KE-37 HOTEL HORISON BANDUNG, AGUSTUS 2008

PROSIDING PERTEMUAN ILMIAH TAHUNAN IAGI KE-37

HOTEL HORISON BANDUNG, AGUSTUS 2008

275

(utara-selatan) lebih kurang 1 km dan

panjang (barat-timur) 3 km, yang pada

pandangan burung berbentuk bulat telur

atau elip. Di sebelah utara Gunung

Nglanggeran dan Gunung Blencong

terdapat Bukit Semilir, yang termasuk

wilayah Dusun Semilir, Desa Terbah,

Kecamatan Patuk, Kabupaten Gunungkidul

(Gambar 5). Bila dilihat dari utara, deretan

Gunung Nglanggeran-Blencong nampak

berjajar seperti wayang, sehingga dimaklumi

bila dinamakan juga sebagai Gunung

Wayang (Gambar 6 dan 7). Pandangan dari

Desa Oro-oro atau dari samping di sebelah

barat Gunung Nglanggeran nampak

berbentuk kubah (Gambar 8).

Singkapan batuan dijumpai mulai

dari kaki, lereng hingga puncak Gunung

Nglanggeran, berupa aglomerat, yang di

dalamnya banyak mengandung bom

gunung api tertanam di dalam matriks

berbutir pasir-kerikil (Gambar 9-10). Bom

gunung api mempunyai bentuk umum

membundar sampai membundar tanggung,

berukuran butir 10 – 60 cm. Permukaan

bom bertekstur kasar – sangat kasar,

tersusun oleh kaca gunung api atau bahan

afanitik. Bom gunung api itu juga mengalami

retak-retak atau bahkan rekahan yang

intensif, relatif tidak beraturan, tetapi struktur

itu tidak menerus memotong matriks. Data

tekstur dan struktur bom gunung api

tersebut mencerminkan proses pendinginan

bahan magma sangat cepat pada waktu

dierupsikan dan sekaligus pengkerutan

akibat pembekuan atau perubahan bentuk

dari material cair liat menjadi bahan padat

secara cepat sekali. Hanya sebagian kecil

(10-20 %) fragmen berupa bongkah

menyudut – sangat menyudut, dan sisi

bidang permukaannya sangat tajam.

Kenampakan itu juga menunjukkan bahwa

fragmen batuan tersebut belum mengalami

abrasi yang berarti pada saat mengalami

transportasi. Hal itu sangat berbeda dengan

fragmen batuan di dalam konglomerat,

dimana disamping bentuk butirnya sudah

membundar, tekstur permukaan juga sudah

halus karena abrasi selama proses

transportasi. Fragmen di dalam konglomerat

pada umumnya masif/pejal atau tidak

mempunyai struktur rekahan di dalamnya.

Seluruh bom dan blok gunung api serta

butiran di dalam matriks tersusun oleh

andesit basal piroksen, berwarna segar abu-

abu sampai coklat kemerahan, sedangkan

yang sudah lapuk berwarna merah bata

sampai coklat tanah lempung. Tekstur

batuan bervariasi dari afanit sampai porfiri

dengan fenokris plagioklas dan piroksen

berbutir halus sampai sedang. Batuan segar

sangat keras mempunyai tebal singkapan

antara 30 m – 50 m, berdinding tegak dan di

antaranya terdapat rekahan-rekahan sempit

dan sangat dalam.

Salah satu kenampakan singkapan

yang sangat menarik adalah dijumpainya

bom gunung api, yang menyerupai buah

salak, dimana bagian yang besar di bawah

sedang bagian yang kecil agak meruncing

terletak di atas (Gambar 11). Kenampakan

struktur ”buah salak” itu dapat menjadi

petunjuk bahwa bom gunung api itu jatuh

bebas secara tegak, dan sesuai dengan

gaya beratnya, bagian yang besar dan berat

berada di bawah sedangkan bagian yang

kecil dan ringan terletak di atas.

Page 8: PENINJAUAN KEMBALI FORMASI NGLANGGERAN …hilghartono.dosen.sttnas.ac.id/files/2017/10/Nglanggeran...PROSIDING PERTEMUAN ILMIAH TAHUNAN IAGI KE-37 HOTEL HORISON BANDUNG, AGUSTUS 2008

PROSIDING PERTEMUAN ILMIAH TAHUNAN IAGI KE-37

HOTEL HORISON BANDUNG, AGUSTUS 2008

276

Aglomerat di Gunung Nglanggeran

ini menumpang di atas Formasi Semilir,

yang secara khas tersusun oleh tuf berlapis

dan breksi pumis berwarna, tersingkap

sangat baik di Dusun Semilir, Desa Terbah.

Perlapisan tuf dan breksi pumis tersebut

miring ke selatan dan menerus di bawah

aglomerat Gunung Nglanggeran. Singkapan

yang menunjukkan kontak antara aglomerat

dengan breksi gunung api belum ditemukan

karena pada umumnya tertutup oleh tanah

pelapukan. Dengan sebaran lateral

berukuran 1 km x 3 km, maka aglomerat di

Gunung Nglanggeran ini dapat dipetakan

pada skala 1 : 25.000, atau bahkan 1 :

50.000 (Gambar 12).

PEMBAHASAN DAN IMPLIKASI

Dari uraian di atas diketahui bahwa

Formasi Nglanggeran di lokasi tipe, yakni di

Gunung Nglanggeran, Desa Nglanggeran,

Kecamatan Patuk, Kabupaten Gunungkidul,

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

adalah aglomerat, sesuai yang telah

dilaporkan oleh Bothe (1929) hampir 80

tahun yang lalu. Aglomerat, apalagi

mempunyai struktur ”buah salak”, menjadi

penciri sangat dekat dengan sumber erupsi

yang melontarkan bom gunung api pada

waktu diletuskan. Apabila tidak ada struktur

sesar yang merubah kedudukan aglomerat

dalam jarak cukup berarti, maka batuan

tersebut, baik secara sedimentologis

maupun secara tektonik masih terdapat

pada lokasi dimana diendapkan, atau

dengan kata lain masih insitu. Namun

karena di sekitar Gunung Nglanggeran

batuannya sudah lapuk menjadi tanah

lempung merah coklat, tanda-tanda yang

lebih menegaskan letak sumber erupsi

belum diketemukan di permukaan. Untuk

meyakinkan letak sumber erupsi maka

masih diperlukan penelitian geologi bawah

permukaan di daerah Nglanggeran tersebut.

Penamaan aglomerat dan bom

gunung api didasarkan pada asal-usul

pembentukan atau genesisnya. Namun

demikian, secara ciri litologi di lapangan

dapat dengan mudah dibedakan dengan

breksi gunung api, yang penamaannya

didasarkan pada data pemeriannya. Di

dalam breksi gunung api, fragmen batuan

penyusunnya secara dominan berbentuk

menyudut sampai menyudut tanggung. Di

dalam aglomerat fragmen batuan

didominasi oleh bom gunung api, yang

secara umum berbentuk membundar namun

mempunyai tekstur kasar bersusunan kaca

atau afanit di permukaannya. Fragmen bom

gunung api itu juga mengalami retak-retak

atau bahkan perekahan, yang sangat

intensif apalagi untuk jenis bom kerakroti.

Baik data tekstur maupun struktur pada bom

gunung api itu lebih meyakinkan sebagai

akibat proses pendinginan sangat cepat

(supercooling process) sewaktu bom

gunung api itu dilontarkan dari dalam kawah

ke permukaan bumi, dalam bentuk bahan

pijar/membara, bersuhu di atas 800oC,

kemudian diendapan secara insitu.

Sesuai dengan persyaratan Sandi

Stratigrafi Indonesia (Martodjojo dan

Djuheni, 1996), batuan penyusun (utama)

suatu satuan litostratigrafi, dalam hal ini

formasi, seharusnya terwakili di lokasi tipe.

Dengan kata lain, karena di Gunung

Nglanggeran sebagai lokasi tipe batuan

penyusunnya adalah aglomerat, maka

Page 9: PENINJAUAN KEMBALI FORMASI NGLANGGERAN …hilghartono.dosen.sttnas.ac.id/files/2017/10/Nglanggeran...PROSIDING PERTEMUAN ILMIAH TAHUNAN IAGI KE-37 HOTEL HORISON BANDUNG, AGUSTUS 2008

PROSIDING PERTEMUAN ILMIAH TAHUNAN IAGI KE-37

HOTEL HORISON BANDUNG, AGUSTUS 2008

277

Formasi Nglanggeran seharusnya secara

dominan tersusun oleh aglomerat. Pada

kenyataannya, sebaran Formasi

Nglanggeran sangat didominasi oleh breksi

gunung api. Berhubung sebaran aglomerat

di Gunung Nglanggeran dan sekitarnya

dapat dipetakan pada sekala 1: 25.000,

maka hal ini menjadi pemikiran perlu

adanya dua satuan litostratigrafi setingkat

formasi, yang masing-masing mempunyai

ciri-ciri litologi yang berbeda di lapangan.

Formasi pertama tetap bernama Formasi

Nglanggeran dengan lokasi tipe di Gunung

Nglanggeran dan batuan penyusun

utamanya adalah aglomerat. Sebagai

batuan penyusun utama formasi kedua

adalah breksi gunung api, yang lokasi tipe

dan namanya tidak di Gunung Nglanggeran.

Salah satu alternatif diberikan nama

Formasi Ngalang, karena di Kali Ngalang

dijumpai singkapan batuan sangat baik

dengan penyusun utama breksi gunung api

dan batuan beku luar (aliran lava)

berkomposisi andesit sampai andesit basal

(Bronto, drr., 1998; 1999). Selain itu akses

menuju Kali Ngalang juga sangat mudah,

karena ditepinya terdapat jalan utama yang

menghubungkan Kecamatan Gedangsari

dengan Kematan Patuk dan kota Wonosari,

yang merupakan ibukota Kabupaten

Gunungkidul.

KESIMPULAN

1. Batuan penyusun Formasi Nglanggeran

di lokasi tipe adalah aglomerat, yang

merupakan batuan piroklastika kaya

bom gunung api, sebagai bahan

lontaran yang kemudian jatuh bebas di

dalam atau di tepi kawah.

2. Sebaran lateral aglomerat itu memenuhi

syarat Sandi Stratigrafi Indonesia untuk

dijadikan satuan litostratigrafi tersendiri

setingkat formasi dengan nama tetap

Formasi Nglanggeran.

3. Untuk menentukan sumber erupsi

penghasil aglomerat di Gunung

Nglanggeran masih diperlukan

penelitian geologi bawah permukaan.

4. Breksi gunung api yang semula

termasuk di dalam Formasi Nglanggeran

perlu dicari nama dan lokasi tipe baru

yang lebih mewakili.

Ucapan Terimakasih Penulis mengucapkan banyak

terimakasih kepada Bapak Ir. Wartono Rahardjo, staf pengajar Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, dan Bapak Dr. Ir. Surono, staf peneliti Pusat Survei Geologi Bandung, yang telah memberikan masukan untuk melengkapi penyusunan makalah ini. Ucapan terimakasih juga ditujukan kepada Ibu Dwi Indah Purnamawati Msi., Ketua Jurusan Teknik Geologi, Institut Sains dan Teknologi ”AKPRIND”, dan Bapak Ir. Setyo Pambudi MT., Ketua Jurusan Teknik Geologi, Sekolah Tinggi Teknologi Nasional Yogyakarta, yang telah mengijinkan staf pengajarnya untuk melakukan penelitian bersama dengan penulis pertama, di bawah payung kerjasama antara Pusat Survei Geologi dengan kedua institusi perguruan tinggi di Yogyakarta. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Panitia PIT ke 37 IAGI, yang telah menerima makalah ini untuk dipresentasikan secara oral.

ACUAN Bothe, A. Ch. D., 1929, Djiwo Hills and

Southern Ranges, Excursion Guide, IVth Pacific Sci. Cong., Bandung, 23 p.

Bronto, S., 2006, Fasies gunung api dan aplikasinya, Jurnal Geologi Indonesia, v.2, n. 1, 59-71.

Bronto, S., G. Hartono dan D. Purwanto, 1998, Batuan longsoran gunung api Tersier di Pegunungan Selatan, studi

Page 10: PENINJAUAN KEMBALI FORMASI NGLANGGERAN …hilghartono.dosen.sttnas.ac.id/files/2017/10/Nglanggeran...PROSIDING PERTEMUAN ILMIAH TAHUNAN IAGI KE-37 HOTEL HORISON BANDUNG, AGUSTUS 2008

PROSIDING PERTEMUAN ILMIAH TAHUNAN IAGI KE-37

HOTEL HORISON BANDUNG, AGUSTUS 2008

278

kasus di Kali Ngalang, Kali Putat, dan Jentir, Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta, Prosid. PIT XXVII IAGI, 8-9 Des., Yogyakarta, 3.44 – 3.49.

Bronto, S., W. Rahardjo dan G. Hartono, 1999, Penelitian gunung api purba di kawasan Kali Ngalang, Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta serta implikasinya terhadap pengembangan sumber daya geologi, Prosid. Seminar Nasional, Sumber Daya Geologi 40 th., Jur. Teknik Geologi, FT-UGM, Yogyakarta, 222-27.

Cas, R.A.F dan Wright, J.V., 1987, Volcanic successions: modern and ancient, Allen and Unwin, London, 528.

Fisher, R.V. dan Schmincke, H.U., 1984. Pyroclastic Rocks. Springer-Verlag, Berlin, 472 h.

Hartono, G., 2000, Studi gunung api Tersier: Sebaran pusat erupsi dan petrologi di Pegunungan Selatan, Yogyakarta, tesis magister, Program Studi Teknik Geologi, Program Pasca Sarjana, ITB, Bandung, 168, (tidak terbit).

Macdonald, G.A., 1972, Volcanoes, Prentice-Hall, Englewood Cliffs, New Jersey, 510.

Martodjojo, S. dan Djuhaeni, 1996, Sandi Stratigrafi Indonesia, Komisi Sandi Stratigrfi Indonesia IAGI, Jakarta, 25.

McPhie, J., Doyle, M. And Allen, R., 1993, Volcanic Textures. A guide to the interpretation of textures in volcanic rocks, Centre for Ore and Exploration

Studies, Univ. of Tasmania, Australia, 196 p.

Newhall, C.G. and Self, S., 1982. The Volcanic Explosivity Index (VEI): an estimate of explosive magnitude for historical volcanism. J. Geophys. Res., 87, h. 1231-38.

Rahardjo, W., Sukandarrumidi dan H.M. Rosidi, 1977, Peta Geologi Lembar Yogyakarta, Jawa, skala 1 : 100.000, Direktorat Geologi, Bandung.

Simkin, T. and Siebert, L., 1994, Volcanoes of the world, Geoscience Press Inc., Tucson, Arizona, 349 p.

Soeria-Atmadja, R., R.C. Maury, H. Bellon, H. Pringgoprawiro dan B. Priadi, 1994, Tertiary magmatic belts in Java, Journ. SE Asian Earth Sci., 9, 13-12.

Sudarno, I., 2007. Evolusi tegasan purba dan genesa sesar di daerah Pegunungan Selatan DIY dan sekitarnya. Publikasi khusus Jurnal Geologi dan Sumber Daya Mineral, PSG, hasil Seminar dan Workshop “Potensi Geologi Pegunungan Selatan dalam Pengembangan Wilayah”. Kerjasama PSG, UGM, UPN “Veteran”, STTNAS dan ISTA, Yogyakarta, 27-29 Nov. 2007, (in press).

Surono, Toha, B. dan Sudarno, I. 1992, Peta geologi lembar Surakarta Jawa skala 1: 100.000, Edisi II, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung.

Van Bemmelen, R.W., 1949, The Geology of Indonesia, Vol. IA, Martinus Nijnhoff, The Hague, 732.

Page 11: PENINJAUAN KEMBALI FORMASI NGLANGGERAN …hilghartono.dosen.sttnas.ac.id/files/2017/10/Nglanggeran...PROSIDING PERTEMUAN ILMIAH TAHUNAN IAGI KE-37 HOTEL HORISON BANDUNG, AGUSTUS 2008

PROSIDING PERTEMUAN ILMIAH TAHUNAN IAGI KE-37

HOTEL HORISON BANDUNG, AGUSTUS 2008

279

Bom gunung api

Gambar 1. Peta lokasi daerah penelitian.

Gambar 2. Letusan Gunung api Anak Krakatau di selat Sunda, yang melontarkan bom gunung

api, sebagai model pembentukan aglomerat.

Page 12: PENINJAUAN KEMBALI FORMASI NGLANGGERAN …hilghartono.dosen.sttnas.ac.id/files/2017/10/Nglanggeran...PROSIDING PERTEMUAN ILMIAH TAHUNAN IAGI KE-37 HOTEL HORISON BANDUNG, AGUSTUS 2008

PROSIDING PERTEMUAN ILMIAH TAHUNAN IAGI KE-37

HOTEL HORISON BANDUNG, AGUSTUS 2008

280

Yogyakarta

SurakartaG. Merapi

Peg. Kulonprogo 1 2

3

4

5

67

8

Samudera Hindia

U

0 10 km

9

Gambar 3. Letusan Gunung api Anak Krakatau pada malam hari, yang melontarkan banyak

bom gunung api sehingga nampak seperti kembang api.

Gambar 4. Fisiografi daerah penelitian di Pegunungan Selatan berdasarkan citra satelit.

1. Bentang alam dataran aluvium Yogyakarta-Surakarta. 2. Bentang alam Perbukitan Prambanan 3. Bentang alam Pegunungan Baturagung 4. Bentang alam Perbukitan Jiwo 5. Bentang alam Pegunungan Gajahmungkur 6. Bentang alam Perbukitan Panggung 7. Bentang alam Dataran Wonosari 8. Bentang lama topografi karst Gunung Sewu, dan

Bentang alam Perbukitan Sudimoro

Page 13: PENINJAUAN KEMBALI FORMASI NGLANGGERAN …hilghartono.dosen.sttnas.ac.id/files/2017/10/Nglanggeran...PROSIDING PERTEMUAN ILMIAH TAHUNAN IAGI KE-37 HOTEL HORISON BANDUNG, AGUSTUS 2008

PROSIDING PERTEMUAN ILMIAH TAHUNAN IAGI KE-37

HOTEL HORISON BANDUNG, AGUSTUS 2008

281

G. Semilir G. Blencong

G. Blencong G. Nglanggeran

Gambar 5. Gunung (G.) Semilir dan G. Blencong difoto dari sebelah utara, di Dusun Nawung,

Desa Terbah, Kecamatan Patuk, koordinat 7o 49’ 11,2” LS – 110 o 32’ 36,4” BT. Gambar 6. G. Wayang atau G. Blencong difoto dari sebelah utara, Desa Terbah, Kecamatan

Patuk.

Page 14: PENINJAUAN KEMBALI FORMASI NGLANGGERAN …hilghartono.dosen.sttnas.ac.id/files/2017/10/Nglanggeran...PROSIDING PERTEMUAN ILMIAH TAHUNAN IAGI KE-37 HOTEL HORISON BANDUNG, AGUSTUS 2008

PROSIDING PERTEMUAN ILMIAH TAHUNAN IAGI KE-37

HOTEL HORISON BANDUNG, AGUSTUS 2008

282

Gambar 7. G. Wayang difoto dari sebelah utara, di Desa Terbah, Kecamatan Patuk

Gambar 8. G. Nglanggeran difoto dari sebelah barat, di Desa Oro-oro.

Page 15: PENINJAUAN KEMBALI FORMASI NGLANGGERAN …hilghartono.dosen.sttnas.ac.id/files/2017/10/Nglanggeran...PROSIDING PERTEMUAN ILMIAH TAHUNAN IAGI KE-37 HOTEL HORISON BANDUNG, AGUSTUS 2008

PROSIDING PERTEMUAN ILMIAH TAHUNAN IAGI KE-37

HOTEL HORISON BANDUNG, AGUSTUS 2008

283

Bom gunung api

Gambar 9. Singkapan aglomerat yang di dalamnya banyak mengandung fragmen bom gunung

api di kaki G. Nglanggeran.

Gambar 10. Bom gunung api di dalam aglomerat.

Page 16: PENINJAUAN KEMBALI FORMASI NGLANGGERAN …hilghartono.dosen.sttnas.ac.id/files/2017/10/Nglanggeran...PROSIDING PERTEMUAN ILMIAH TAHUNAN IAGI KE-37 HOTEL HORISON BANDUNG, AGUSTUS 2008

PROSIDING PERTEMUAN ILMIAH TAHUNAN IAGI KE-37

HOTEL HORISON BANDUNG, AGUSTUS 2008

284

Bom gunung api

Gambar 11. Bom gunung api lapuk, berbentuk seperti buah salak.