Era Baru Perumahan Rakyat. Majalah Perumahan dan Permukiman. Inforum Edisi 1 Tahun 2010
PENINGKATAN KINERJA BIRO PERENCANAAN DAN ANGGARAN KEMENTERIAN PERUMAHAN RAKYAT MELALUI PENGEMBANGAN...
-
Upload
pusat-informasi-virtual-air-minum-dan-penyehatan-lingkungan-piv-ampl -
Category
Documents
-
view
2.570 -
download
4
description
Transcript of PENINGKATAN KINERJA BIRO PERENCANAAN DAN ANGGARAN KEMENTERIAN PERUMAHAN RAKYAT MELALUI PENGEMBANGAN...
PENINGKATAN KINERJA BIRO PERENCANAAN DAN ANGGARAN
KEMENTERIAN PERUMAHAN RAKYAT MELALUI PENGEMBANGAN MANAJEMEN PENGETAHUAN DI BIDANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DALAM UPAYA OPTIMALISASI KESEJAHTERAAN RAKYAT
DISUSUN OLEH:
NAMA : Dr. Ir. OSWAR MUADZIN MUNGKASA, MURPNDH : 43KELAS : BINSTANSI : KEMENTERIAN PERUMAHAN RAKYAT
LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA REPUBLIK INDONESIA
KARYA TULIS PRESTASI PERSEORANGAN
(KTP-2)
PROGRAM DIKLAT KEPEMIMPINAN TINGKAT II ANGKATAN XXXJAKARTA MEI 2011
LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARAPUSDIKLAT SPIMNAS BIDANG KEPEMIMPINANPROGRAM DIKLAT KEPEMIMPINAN TINGKAT II
PENGESAHAN KARYA TULIS PRESTASI PERORANGAN (KTP-2)
JUDUL
PENINGKATAN KINERJA BIRO PERENCANAAN DAN ANGGARAN KEMENTERIAN PERUMAHAN RAKYAT
MELALUI PENGEMBANGAN MANAJEMEN PENGETAHUAN DI BIDANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DALAM UPAYA OPTIMALISASI KESEJAHTERAAN RAKYAT
DISUSUN OLEH:
NAMA : OSWAR MUADZIN MUNGKASA NDH : 43 KELAS : B
DISAJIKAN PADA:
HARI : KAMIS TANGGAL : 19 MEI 2011
DISAHKAN OLEH:
Kapus DIKLAT SPIMNAS Bidang Kepemimpinan
Drs. Makhdum Priyatno, MA
LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARAPROGRAM DIKLATPIM TINGKAT II ANGKATAN XXX
JAKARTA 2011
LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARAPUSDIKLAT SPIMNAS BIDANG KEPEMIMPINANPROGRAM DIKLAT KEPEMIMPINAN TINGKAT II
PERSETUJUAN PENYAJIANKARYA TULIS PRESTASI PERSEORANGAN (KTP-2)
JUDUL
PENINGKATAN KINERJA BIRO PERENCANAAN DAN ANGGARAN KEMENTERIAN PERUMAHAN RAKYAT
MELALUI PENGEMBANGAN MANAJEMEN PENGETAHUAN DI BIDANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DALAM UPAYA OPTIMALISASI KESEJAHTERAAN RAKYAT
DISUSUN OLEH:
NAMA : OSWAR MUADZIN MUNGKASA NDH : 43 KELAS : B
DISETUJUI OLEH:
Kapus DIKLAT SPIMNAS Bidang Kepemimpinan
Drs. Makhdum Priyatno, MA
LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARAPROGRAM DIKLATPIM TINGKAT II ANGKATAN XXX
JAKARTA 2011
kita mengetahui lebih banyak daripada yang bisa kita ceritakan(Michael Polanyi, 1966)
The study of public policy is very complex topic, and any attempt to force policy into any narrow
theoretical frame should be considered with some skepticism
(Peters and Pierre, 2006)
Pengetahuan menuntun kita ke masa depan dan masa depan menuntun kita
untuk mengambil tindakan(August Comte)
The oldest profession is not prostitution but administration (Kettl, 1996)
Every solution breeds new problems(Harvey Brightman ,1980)
Para analisis kebijakan lebih sering gagal karena mereka memecahkan masalah yang salah dibanding karena mereka menemukan solusi yang
salah terhadap masalah yang benar (kesalahan tipe III)
(Russell L. Ackoff, 1974)
A great many developing nations are in economic crises today, but not exactly because they are doing the wrong things.
Rather, they are doing the right things for times they no longer live in
(Michael Fairbanks dan Stacey Lindsay dalam Plowing the Sea, 1997)
RINGKASAN EKSEKUTIF
Tujuan kajian ini adalah mengembangkan manajemen
pengetahuan sebagai pengungkit terhadap peningkatan kinerja Biro
Perencanaan dan Anggaran Ke-menterian Perumahan Rakyat. Untuk
itu, terdapat dua sasaran yang ingin dica-pai, yaitu (i)
terformulasikannya strateji pengembangan manajemen pengeta-huan
dalam meningkatkan kinerja Biro Perencanaan dan Anggaran
Kementerian Perumahan Rakyat; dan (ii) terformulasikannya rencana
tindak/aksi pengem-bangan manajemen pengetahuan dalam
meningkatkan kinerja Biro Perencanaan dan Anggaran Kementerian
Perumahan Rakyat;
Kondisi pembangunan perumahan di Indonesia masih belum
optimal terlihat dari masih besarnya backlog (kekurangan) rumah
layak huni yang mencapai jumlah 7,4 juta unit, yang setiap tahun
bertambah sebesar 300-400 ribu unit. Ditengarai salah satu faktor
penyebabnya adalah belum mantapnya kelemba-gaan
penyelenggaraan pembangunan perumahan, yang ditandai oleh masih
belum memadainya kualitas produk perencanaan yang dihasilkan oleh
Kemen-terian Perumahan Rakyat cq. Biro Perencanaan dan Anggaran,
sebagai unit yang diberi tanggungjawab untuk itu.
Selanjutnya kualitas produk perencanaan tersebut ditentukan oleh
kualitas proses perencanaan. Salah satu faktor yang menentukan
kualitas dari proses perencanaan adalah ketersediaan data dan
informasi. Berdasarkan pengalaman keseharian pelaksanaan tugas di
Biro Perencanaan dan Anggaran, dapat disim-pulkan bahwa
ketersediaan data dan informasi masih jauh dari memadai, yang
ditandai dari (i) tidak tersedianya standar, operasi dan prosedur
penyediaan data dan informasi; (ii) tidak tersedianya pangkalan data
yang memadai; (iii) tidak tersedianya staf yang mempunyai
kompetensi pendataan; dan (iv) belum ber-kembangnya manajemen
pengetahuan.
Fokus pada pengembangan manajemen pengetahuan (dan tidak
berhenti hanya pada data dan informasi) sebagai sebuah isu didasari
pada pemahaman bahwa data dan informasi akan menjadi lebih
optimal dan mempunyai daya ungkit bagi peningkatan kualitas
perencanaan ketika data dan informasi dapat ditransformasikan
menjadi sebuah pengetahuan. Hasil transformasi ini kemudian
menjadikan data dan informasi tersebut menjadi sebuah kekuatan bagi
masing-masing staf Biro Perencanaan dan Anggaran dalam
keterlibatannya pada proses penyusunan produk perencanaan.
Bertitiktolak dari deskripsi masalah sebagaimana telah diuraikan
di atas, rumusan masalah adalah ”bagaimana pengembangan
manajemen pengetahuan dapat meningkatkan kualitas produk
perencanaan yang berujung pada pening-katan kinerja Biro
Perencanaan dan Anggaran Kementerian Perumahan Rakyat”.
Pendekatan yang dipergunakan adalah pengembangan
perencanaan stra-tejik yang meliputi pengembangan visi, misi, tujuan,
sasaran dan strateji. Untuk itu, dalam kajian ini dipergunakan 2 (dua)
alat analisis yang merupakan alat ana-lisis linier, yaitu (i) SWOT
sebagai alat analisis untuk menghasilkan tujuan stra-tegis; (ii)
Balanced Scorecard sebagai alat untuk menghasilkan strateji yang di-
tindaklanjuti dengan rencana tindak/aksi.
Visi dan misi Biro Perencanaan dan Anggaran (BPA) Kementerian
Perumah-an Rakyat adalah “Terwujud sistem perencanaan dan
penganggaran yang akun-tabel dan didukung data dan informasi yang
akurat”. Sementara misinya adalah (i) meningkatkan kualitas sistem
perencanaan yang berkesinambungan; (ii) me-ningkatkan kualitas
sistem penganggaran berbasis kinerja; (iii) meningkatkan ketersediaan
data dan informasi yang akurat.
Berdasar analisis menggunakan SWOT dihasilkan 2 (dua) tujuan
yaitu (a) mengembangkan manajemen pengetahuan melalui kemitraan
dengan ITB dalam rangka meningkatkan kualitas sistem perencanaan;
(b) meningkatkan kualitas data dan informasi melalui kemitraan
dengan BPS. Pada akhirnya dengan mem-pertimbangkan kebutuhan
pengembangan manajemen pengetahuan, dipilih tuju-an (a).
Berdasar pada pilihan tujuan (a) tersebut di atas, sasaran
stratejik adalah (i) perspektif pelanggan yaitu tersedianya manajemen
pengetahuan, (ii) pers-pektif proses internal yaitu mengembangkan
manajemen pengetahuan (cetak biru, peta jalan, dan SOP),
menginisiasi dan mengembangkan jejaring data dan informasi, dan
mengembangkan sarana dan prasarana TIK berbasis manajemen
pengetahuan; (iii) perspektif pembelajaran dan pertumbuhan yaitu
melakukan pelatihan teknologi informasi dan komunikasi, melakukan
pelatihan dan sosial-isasi manajemen pengetahuan, melakukan
pelatihan pola kemitraan dan CSR, (iv) perspektif keuangan yaitu
menyediakan dana APBN, dan mencari dana hi-bah/kemitraan/CSR.
Untuk mengukur pencapaian sasaran stratejik tersebut,
ditetapkan suatu tolok ukur kinerja, yang terdiri dari indikator kinerja
utama (IKU) dan target ki-nerja. Indikator kinerja utama adalah (i) dana
APBN yang terserap, (ii) terbitnya Peraturan Menteri Negara
Perumahan Rakyat terkait pengembangan manajemen pengetahuan di
lingkup Kemenpera, (iii) tersedianya pangkalan data on-line ber-basis
manajemen pengetahuan, (iv) jumlah pelatihan, (v) terlaksananya
perte-muan koordinasi jejaring data dan informasi, (vi) dana APBN dan
dana hibah/ke-mitraan/CSR yang tersedia.
Sebagai kelanjutan dari penetapan sasaran stratejik dan tolok
ukurnya, be-berapa inisiatif stratejik yang akan dilaksanakan adalah (i)
pengembangan sistem pemantauan pelaksanaan manajemen
pengetahuan, (ii) peluncuran permenpera tentang pengembangan
manajemen pengetahuan di lingkungan Kemenpera, (iii)
pengembangan sarana dan prasarana TIK berbasis manajemen
pengetahuan; (iv) pembentukan jejaring data dan informasi, (v)
serangkaian pelatihan TIK, pe-latihan manajemen pengetahuan, dan
pelatihan pola kemitraan dan CSR; (v) penyusunan proposal
pendanaan.
Beberapa rekomendasi terkait hasil kajian ini adalah
(i) manajemen pengetahuan merupakan konsep yang relatif belum
banyak di-kenal di Indonesia termasuk juga di Kementerian
Perumahan Rakyat. Un-tuk itu, dibutuhkan bantuan teknis atau
kerjasama dengan pihak yang mempunyai pengalaman dan
kapabilitas mengembangkan manajemen pe-ngetahuan. Dalam
kaitan ini, kerjasama dengan perguruan tinggi menjadi salah satu
pilihan. Rintisan kerjasama dengan ITB (saat ini dalam proses)
dapat ditindaklanjuti dengan perguruan tinggi lainnya yang
berasal dari wi-layah yang berbeda;
(ii) pengetahuan berasal dari pengembangan data dan informasi,
sehingga ke-tersediaan data dan informasi yang akurat menjadi
suatu keniscayaan. Ter-kait hal ini, data dan informasi dapat
dikategorikan ke dalam dua kategori utama yaitu data statistik,
dan data teknis. Khusus ketersediaan data dan informasi statistik,
kemitraan dengan BPS Pusat maupun BPS daerah men-jadi suatu
keniscayaan. Pola kemitraan ini dapat berupa kerjasama antara
Kemenpera dengan BPS Pusat, maupun kerjasama pemda dengan
BPS daerah, ataupun kerjasama antara pemda dengan BPS
daerah yang difa-silitasi bersama oleh Kemenpera dan BPS Pusat.
Sementara kerjasama de-ngan mitra non pemerintah dapat
dilakukan melalui forum jejaring data dan informasi;
(iii) pengembangan manajemen pengetahuan pada organisasi publik,
berdasar catatan yang ada, belum pernah dilakukan di Indonesia,
kecuali pada or-ganisasi semi publik seperti BUMN (PLN), BUMD
(PDAM). Untuk itu, kunjungan atau studi banding ke institusi
tersebut layak dipertimbangkan;
(iv) pengembangan manajemen pengetahuan tidak terlepas dari
kendala ko-mitmen pimpinan dan karyawan. Pada kasus
Kemenpera, komitmen pim-pinan tinggi namun belum diketahui
sejauh mana komitmen dari karyawan. Untuk itu, kegiatan
advokasi dan sosialisasi menjadi suatu keniscayaan;
(v) komitmen pimpinan dan karyawan saja tidak akan memadai
untuk me-ngembangkan manajemen pengetahuan. Dibutuhkan
suatu panduan yang jelas. Walaupun pengembangan manajemen
pengetahuan ini dimaksudkan sebagai upaya internal BPA
Kemenpera tetapi pengembangan manajemen ini sebaiknya
berlaku untuk seluruh Kemenpera. Untuk itu dibutuhkan se-gera
suatu cetak biru, peta jalan, dan standar operasi dan prosedur
(SOP) pengembangan manajemen pengetahuan Kemenpera.
Keseluruhan pan-duan, petunjuk dan konsep manajemen
pengetahuan sebaiknya terinter-nalisasi dalam rencana strategis
Kemenpera, sehingga rencana tindaknya dapat dialokasikan
anggarannya;
(vi) pengetahuan bersifat terbuka sehingga tidak dapat dibatasi
hanya di ling-kup kemenpera. Menjadi suatu ide yang baik jika
terdapat suatu jejaring data dan informasi (pengetahuan)
perumahan dan kawasan permukiman yang akan membantu
optimalisasi pemanfaatan pengetahuan yang ada. Jejaring ini
merupakan forum pemangku kepentingan perumahan yang
terdiri dari berbagai pihak baik pemerintah maupun non
pemerintah. Perlu disadari bahwa keberadaan data, informasi,
dan pengetahuan di luar Kemenpera bahkan mungkin jauh lebih
banyak dan kompleks yang kebe-radaannya dapat membantu
pemerintah dalam penyusunan kebijakan pembangunan
perumahan dan kawasan permukiman.
PENGANTAR
Pertama-tama saya ucapkan puji syukur ke hadirat Tuhan yang
Maha Esa, karena dengan perkenanNya Karya Tulis Prestasi
Perorangan (KTP-2) yang ber-judul ”Peningkatan Kinerja Biro
Perencanaan dan Anggaran Kementerian Peru-mahan Rakyat melalui
Pengembangan Manajemen Pengetahuan di Bidang Peru-mahan dan
Kawasan Permukiman dalam Upaya Optimalisasi Kesejahteraan Rak-
yat” dapat terselesaikan tepat pada waktunya.
Inspirasi tulisan ini berasal dari pengalaman keseharian penulis
selama bekerja di Biro Perencanaan dan Anggaran (BPA) Kementerian
Perumahan Rak-yat. Isu yang mengemuka selama ini adalah terkait
masih belum memadainya kualitas produk perencanaan yang
dihasilkan oleh unit BPA. Ditengarai terdapat beberapa faktor
penyebab dari timbulnya isu ini, diantaranya kondisi sumber da-ya
manusia baik kuantitas maupun kualitas, belum tersedianya standar
operasi dan prosedur (SOP), serta ketersediaan data dan informasi.
Terkait faktor keter-sediaan data dan informasi ini, kemudian
dipandang perlu mengembangkannya menjadi pengetahuan yang
dikelola melalui konsep manajemen pengetahuan yang memungkinkan
data, informasi dan pengetahuan lebih berdaya guna dalam proses
perencanaan. Untuk itu, hasil dari KTP-2 ini diharapkan dapat memberi
masukan bagi penanganan isu belum memadainya kualitas produk
perencanaan di BPA Kemenpera sehingga terwujud peningkatan
kinerja BPA Kemenpera.
KTP-2 merupakan aktualisasi dari pembelajaran Diklatpim
Tingkat II Ang-katan XXX Tahun 2011 dengan tema ”Akselerasi Sinergi
Instansi Pemerintah da-lam Pembangunan Berkeadilan”. KTP-2
diharapkan dapat menjadi media imple-mentasi hasil pembelajaran
Diklatpim Tingkat II. Untuk itu, alat analisis yang dipergunakan
merupakan hasil pembelajaran selama ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak hal yang
perlu disempurnakan dalam KTP-2 ini. Walaupun demikian, penulis
menyampaikan terima kasih atas bantuan berbagai pihak sehingga
KTP-2 ini terselesaikan. Per-tama-tama ucapan terima kasih penulis
sampaikan pada Bapak Dargono Danoe Prawiro selaku Widyaiswara
Pembimbing KTP-2 atas bimbingan dan masukannya terhadap
rancangan KTP-2 ini. Tidak terlupakan juga terima kasih atas bimbing-
an para Widyaswara dalam sesi Kajian Paradigma, Kajian Kebijakan
Publik, Kaji-an Manajemen Stratejik, dan Kertas Kerja Tematik (KKT),
yang pada intinya te-lah membantu meningkatkan pemahaman
penulis terhadap berbagai hal sehing-ga tulisan ini terwujud. Selain itu,
fasilitasi pihak penyelenggara, terlepas dari ke-kurangan yang ada,
tentunya patut diberi apresiasi pula pada kesempatan ini. Akhirnya,
terima kasih juga atas dorongan dan keleluasaan yang diberikan oleh
atasan dan keluarga penulis.
Jakarta, Mei 2011
Oswar Mungkasa
LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARAPUSAT DIKLAT SPIMNAS BIDANG KEPEMIMPINAN
PAKTA INTEGRITAS
Saya yang bertandatangan di bawah ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa Karya Tulis Prestasi Perseorangan (KTP-2) saya susun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Diklatpim Tingkat II yang seluruhnya merupakan hasil karya sendiri.
Adapun bagian-bagian tertentu dalam penulisan KTP-2 yang saya kutip secara langsung atau tidak langsung dari hasil karya orang lain telah saya tuliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan etika penulisan ilmiah.
Apabila di kemudian hari ditemukan seluruh atau sebagian KTP-2 ini bukan karya tulis sendiri, atau ada indikasi adanya plagiat di bagian-bagian tertentu, saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Pakta integritas ini dibuat dengan sebenarnya tanpa tekanan dari siapapun. Pakta integritas ini digunakan seperlunya.
Jakarta, 18 Mei 2011
Oswar Muadzin MungkasaNDH 43
DAFTAR ISTILAH
Visi keadaan organisasi yang diinginkan untuk terwujud di masa depan
Misi alasan keberadaan suatu organisasi. Ketika misi terlaksana maka suatu organisasi menjadi dihargai keberaqdaannya
Nilai prinsip yang menjadi dasar bertindak bagi semua orang di dalam organisasi
Tujuan pernyataan secara formal dan luas tentang apa yang akan dicapai di masa depan
Sasaran pernyataan yang lebih konkrit dan fokus tentang tujuan yang hendak dicapai, dilengkapi dimensi waktu dan target populasi.
Kriteria pernyataan khusus tentang dimensi sasaran yang akan digunakan untuk untuk mengevaluasi alternatif kebijakan atau program.
Ukuran kriteria definisi yang operasional dan tampak yang seringkali berbentuk kuantitatif.
Kebijakan keputusan yang dibuat oleh suatu lembaga pemerintahan atau organisasi dan bersifat mengikat pada pihak yang terkait dengan lembaga tersebut
Publik hal ihwal yang berkaitan dengan kepentingan orang banyak
Kebijakan publik keputusan yang dibuat oleh pemerintah atau lembaga peme-rintahan untuk mengatasi permasalahan tertentu, untuk melakukan kegiatan tertentu atau untuk mencapai tujuan tertentu yang berkenaan dengan kepentingan dan manfaat orang banyak.
Formulasi kebijakansuatu kegiatan yang bertujuan merumuskan dan menetapkan suatu kebijakan publik tertentu
Implementasi kebijakansuatu kegiatan atau proses pelaksanaan atau penerapan kebijakan publik yang telah ditetapkan
Evaluasi kinerja kebijakansuatu kegiatan atau proses yang mencakup penilaian suatu kebijakan publik yang telah berjalan dalam kurun waktu tertentu, yang mencakup evaluasi pada kinerja
formulasi kebijakan, kinerja implementasi kebijakan, kinerja manfaat yang dirasakan publik.
Revisi kebijakan publiksuatu kegiatan atau proses perbaikan suatu kebijakan publik tertentu, baik karena kebutuhan publik, maupun antisipasi kondisi di masa depan.
Strategi kombinasi kegiatan yang dilaksanakan secara terpisah sebagai upaya memenuhi kebutuhan pelanggan
Manajemen stratejikseni dan ilmu dalam memformulasikan, melaksanakan, dan mengevaluasi pengambilan keputusan dalam suatu organisasi yang bersifat lintas fungsi seperti pemasaran, keuangan, produksi, riset dan pengembangan, sistem informasi, dan sebagainya untuk menunjang pencapaian tujuan organisasi.
Sasaran stratejiksebuah pernyataan yang terpadu yang menjelaskan hal yang harus dilakukan oleh organisasi dalam kerangka pelaksanaan strategi
Peta stratejik sebuah grafik yang menggambarkan keterkaitan dari seluruh sasaran obyektif, dalam bentuk hubungan sebab akibat.
Inisiatif kegiatan tertentu yang harus dilaksanakan dalam rangka mendukung pencapaian sasaran stratejik.
Kekuatan situasi dan kemampuan internal yang bersifat positip yang me-mungkinkan organisasi memenuhi keuntungan stratejik dalam mencapai visi dan misi
Kelemahan situasi dan faktor-faktor dalam organisasi yang bersifat negatif, yang menghambat organisasi mencapai atau mampu melampaui pencapaian misi dan visi
Peluang situasi dan faktor luar organisasi yang bersifat positip, yang membantu organisasi mencapai atau mampu melampaui pencapaian visi dan misi
Tantangan/ancaman faktor luar organisasi yang bersifat negatif yang dapat meng-akibatkan organisasi gagal mencapai visi dan misinya.
Data fakta tentang suatu kejadianInformasi data yang membuat sebuah pembedaan
Pengetahuan campuran dari pengalaman, nilai, informasi kontekstual, dan pandangan ahli yang memberikan kerangka bagi evaluasi dan penyatuan pengalaman baru dan informasi
Manajemen pengetahuan suatu rangkaian kegiatan yang digunakan oleh organisasi atau perusahaan untuk mengidentifikasi, menciptakan, menjelaskan, dan mendistribusikan pengetahuan untuk digunakan kembali, diketahui, dan dipelajari di dalam organisasi.
DAFTAR SINGKATAN
BSC Balanced ScorecardBPA Biro Perencanaan dan AnggaranBPS Biro Pusat StatistikFAA Federal Aviation AdministrationFKK Faktor Kunci KeberhasilanHAM Hak Asasi ManusiaIKU Indikator Kriteria UtamaITB Institut Teknologi BandungKAFE Kesimpulan Analisis Faktor EksternalKAFI Kesimpulan Analisis Faktor InternalKemenpera Kementerian Perumahan RakyatLAKIP Laporan Kinerja Instansi PemerintahMDGs Millenium Development GoalsMenegPAN Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur NegaraMOU Memorandum of UnderstandingPKP Perumahan dan Kawasan PermukimanPLE Pencermatan Lingkungan EksternalPLI Pencermatan Lingkungan InternalRenstra Rencana Strategis RPJMN Rencana Pembangunan Jangka Menengah NasionalSDM Sumber Daya ManusiaSMART Specific, Measurable, Agreed, Realistic, Time bound.SO Strengths OpportunitiesSOP Standar Operasi dan ProsedurST Strengths ThreatsSWOT Strengths Weakneses Opportunities ThreatsTIK Teknologi Informasi dan KomunikasiUU Undang-UndangUUD Undang-Undang DasarWO Weakneses OpportunitiesWT Weakneses Threats
DAFTAR ISI
Halaman
Ringkasan Eksekutif .............................................................................i
Kata Pengantar ...................................................................................vi
Pakta Integritas ...................................................................................viii
Daftar Istilah .......................................................................................ix
Daftar Singkatan ..................................................................................xi
Daftar Isi ............................................................................................xiii
Daftar Tabel ........................................................................................xv
Daftar Gambar ....................................................................................xvi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................1
B. Deskripsi Masalah ............................................................5
C. Rumusan Masalah ............................................................6
D. Tujuan dan Sasaran Penulisan ..........................................6
1. Tujuan .......................................................................6
2. Sasaran .....................................................................6
3. Indikator Hasil ...........................................................6
BAB II KERANGKA KONSEPTUAL
A. Kebijakan Publik ..............................................................8
1. Pemahaman Umum ....................................................8
2. Prinsip Penyusunan Kebijakan Publik ............................9
3. Siklus Kebijakan Publik ................................................9
4. Analisis Kebijakan Publik .............................................11
B. Manajemen Stratejik ........................................................14
1. Pemahaman Umum ....................................................14
2. Tujuan dan Sasaran.....................................................15
3. Aspek Penting ............................................................15
4. Manajemen Stratejik pada Organisasi Publik .................19
C. Manajemen Pengetahuan .................................................20
1. Pemahaman Data, Informasi dan Pengetahuan .............20
2. Jenis Pengetahuan .......................................................22
3. Pentingnya Pengetahuan ..............................................23
Halaman
4. Pemahaman Manajemen Pengetahuan .........................23
5. Tahapan dan Kegiatan Manajemen Pengetahuan ..........24
6. Strategi Mengelola Pengetahuan ..................................26
7. Strategi Penerapan Manajemen Pengetahuan ..............27
8. Langkah Stratejik Penerapan Manajemen Pengetahuan28
9. Penerapan pada Organisasi Publik ..............................30
BAB III INSTRUMEN ANALISIS
A. Pemilihan Alat Analisis ....................................................33
B. SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities, Threats) ...34
C. Balanced Scorecard (BSC)..............................................36
1. Pengertian ...............................................................36
2. Perkembangan BSC ..................................................38
3. Tahapan ..................................................................38
4. BSC pada Ranah Publik .............................................41
BAB IV ANALISIS
A. Tahapan Analisis ...........................................................43
B. Formulasi Strateji............................................................45
1. Perumusan Visi, Misi dan Nilai-Nilai ............................45
2. Pencermatan Lingkungan Stratejik .............................47
3. Asumsi Strategis .......................................................49
4. Faktor Kunci Keberhasilan (FKK) ................................52
5. Penetapan Tujuan .....................................................54
C. Formulasi Implementasi Strateji.......................................55
1. Sasaran Stratejik ......................................................55
2. Tolok Ukur Kinerja ....................................................56
BAB V REKOMENDASI DAN RENCANA AKSI
A. Rekomendasi ................................................................59
B. Rencana Aksi ................................................................61
BAB VI PENUTUP ..........................................................................64
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................66
LAMPIRAN
A. TOR KTP-2 ............................................................................ 69
B. Lembar Konsultasi KTP-2 ........................................................77
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel II.1 Evaluasi Kebijakan ....................................................... 14
Tabel IV.1 Daftar Periksa Pernyataan Visi ...................................... 46
Tabel IV.2 Daftar Periksa Pernyataan Misi ......................................47
Tabel IV.3 Matriks Identifikasi Lingkungan Stratejik ........................48
Tabel IV.4 Kesimpulan Analisis Faktor Internal (KAFI) .....................50
Tabel IV.5 Kesimpulan Analisis Faktor Eksternal (KAFE) ..................51
Tabel IV.6 Asumsi Stratejik (Analisis TOWS/KAFI vs KAFE) ............52
Tabel IV.7 Urutan Asumsi Stratejik ...............................................53
Tabel IV.8 Tujuan Stratejik .......................................................... 54
Tabel IV.9 Sasaran dan Indikator Kinerja Sasaran ........................58
Tabel V.1 Rencana Aksi/Tindak .................................................. 61
Tabel V.2 Penyusunan Rencana Aksi Berdasarkan Kriteria SMART..62
Tabel V.3 Jadwal Pelaksanaan Rencana Aksi ................................63
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1Kuadran Kebijakan Publik ................................................... 8
Gambar 2.2Proses Kebijakan Secara Umum .......................................... 10
Gambar 2.3Proses Kebijakan Publik ...................................................... 11
Gambar 2.4 Mode Konversi Pengetahuan ............................................... 22
Gambar 3.1Empat Perspektif Balance Scorecard .................................... 37
Gambar 4.1Tahapan Analisis ............................................................... 44
Gambar 4.2Peta Strategi Biro Perencanaan dan Anggaran ...................... 57
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hunian yang layak merupakan
merupakan bagian dari hak asasi manusia (HAM) yang
pemenuhannya diamanatkan dalam Amandemen Undang‐Undang
Dasar 1945 pasal 28 H ayat 1, dan ditegaskan dalam Undang-
Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia pasal 40, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang
Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) pasal 109. Sementara
pada skala global, penyediaan perumahan dan permukiman yang
memenuhi prinsip layak dan terjangkau bagi semua orang juga
menjadi ko-mitmen global sebagaimana dituangkan dalam Agenda
Habitat (The Habitat Agenda, Istanbul Declaration
on Human Settlements) dan Tujuan Pemba-ngunan Milenium
(Millenium Development Goals/MDGs).
Selain sebagai hak asasi, perumahan dan permukiman juga
terkait lang-sung dengan upaya peningkatan kualitas keluarga yang
pada akhirnya diha-rapkan mampu memberikan kontribusi dalam
pembangunan komunitas dan memperkokoh kehidupan
berbangsa dan bernegara.
Sebagai konsekuensi logis, pemerintah wajib menghormati,
melin-dungi, menegakkan,
dan memajukan perumahan dengan menciptakan iklim yang kondusif
bagi seluruh masyarakat Indonesia, khususnya bagi masyarakat ber-
penghasilan rendah secara berkelanjutan. Tujuan
ini selaras dengan amanat pembukaan UUD 1945
dan telah ditetapkan sebagai bagian dari sasaran pemba-ngunan
nasional sebagaimana tercantum dalam visi Rencana Pembangunan
Jangka Panjang Nasional 2005‐2025 (Undang-Undang Nomor 17
Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Nasional Tahun 2005‐ 2025).
Walaupun hunian merupakan hak asasi dan kebutuhan dasar
manusia, dan pembangunan perumahan telah menjadi bagian penting
dari target pem-bangunan di Indionesia sejak awal kemerdekaan,
namun hasilnya masih belum seperti yang diharapkan. Sampai saat ini,
masih terdapat sejumlah sekitar 7,4 juta rumah tangga yang belum
menempati hunian yang layak. Jumlah ini me-ningkat dari
sebelumnya yaitu sejumlah 5,8 juta unit pada tahun 2004 (RPJMN
2010-2014). Selain itu, masih terdapat sekitar 4,8 juta unit rumah yang
diperki-rakan menurun kualitasnya dan cenderung rusak. Sementara
itu, permukiman kumuh pun semakin meluas yang diperkirakan
telah mencapai 57.800 ha (Renstra Kemenpera 2010-2014). Secara
garis besar, permasalahan yang ha-rus dihadapi tersebut
kemudian dapat dikelompokkan menjadi tiga perma-salahan
pokok, yaitu: (i) keterbatasan penyediaan rumah; (ii) meningkatnya
jumlah rumah tangga yang menempati rumah tidak layak huni dan
tidak di-dukung oleh prasarana, sarana lingkungan dan utilitas
umum yang memadai; serta (iii) permukiman kumuh yang
semakin meluas.
Beragam faktor yang menjadi penyebab permasalahan
tersebut, yai-tu: (i) regulasi dan
kebijakan yang belum sepenuhnya mendukung terciptanya
iklim yang kondusif dalam pembangunan perumahan dan
permukiman; (ii) keterbatasan akses masyarakat berpenghasilan
menengah‐bawah terha-dap lahan; (iii) lemahnya kepastian
bermukim (secure tenure); (iv) Belum tersedia dana murah jangka
panjang untuk meningkatkan akses dan daya beli masyarakat
berpenghasilan menengah‐bawah; (v) belum efisiennya pa-
sar primer dan belum berkembangnya pasar sekunder
perumahan; (vi) be-lum mantapnya kelembagaan penyelenggaraan
pembangunan peru-mahan dan permukiman; dan (vii) belum
optimalnya pemanfaatan sumber daya perumahan
dan permukiman.
Faktor penyebab terkait belum mantapnya kelembagaan
diterjemahkan sebagai masih belum optimalnya kinerja kementerian
sehingga kualitas proses perencanaan yang meliputi penyusunan
rencana, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi masih belum optimal.
Hal ini ditengarai disebabkan oleh dukungan data dan informasi yang
masih belum memadai.
Dalam Kabinet Indonesia Bersatu II, Kementerian Perumahan
Rakyat mempunyai tugas dan fungsi sebagaimana diatur dalam
Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan,
Tugas, Fungsi, Susunan Or-ganisasi dan Tata
Kerja Kementerian Republik Indonesia, yaitu membantu Presiden
Republik Indonesia dalam merumuskan kebijakan dan koordinasi
pelaksanaan kebijakan di bidang perumahan rakyat. Kemudian terkait
dengan isu data dan informasi, didalam Peraturan Menteri Negara
Perumahan Rakyat Nomor 21 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Kementerian Peru-mahan Rakyat ditetapkan bahwa Biro
Perencanaan dan Anggaran yang diberi tanggungjawab melaksanakan
pengolahan data (pasal 9). Hal ini kemudian tercermin dalam visi Biro
Perencanaan dan Anggaran Tahun 2010-2014 yang dirumuskan
sebagai berikut “Terwujudnya sistem perencanaan dan pengang-
garan Kementerian Perumahan Rakyat yang akuntabel dan didukung
data dan informasi yang akurat”
Namun demikian, keberadaan data dan informasi akan lebih
optimal jika kemudian dapat ditingkatkan menjadi pengetahuan. Ketika
data ditransformasi menjadi informasi, yang kemudian oleh masing-
masing individu melalui proses internalisasi berubah menjadi
pengetahuan. Keberadaan pengetahuan ini yang kemudian perlu
dikelola. Upaya mengelola pengetahuan ini yang dikenal sebagai
manajemen pengetahuan. Tidak terdapat satu definisi yang disepakati
oleh para ahli terkait manajemen pengetahuan, namun Frappaolo
(2006) meringkas ber-bagai konsep dan praktik manajemen
pengetahuan dalam suatu pernyataan sebagai berikut knowledge
management is the leveraging collective wisdom to increase
responsiveness and inovation (Manajemen pengetahuan adalah pe-
ngungkitan kearifan kolektif untuk meningkatkan daya tanggap dan
inovasi) (Kuswartojo, 2011).
Manajemen pengetahuan juga dikembangkan untuk sektor
publik atau pe-nyelenggaraan pemerintahan. Adopsi manajemen
pengetahuan dalam pemerin-tahan sipil dianggap lambat. Ada yang
berpendapat hal ini disebabkan karena pada umumnya pemerintah
tidak menyukai pengetahuan dan perubahan. Pen-dapat ini tentu saja
tidak sepenuhnya benar. Pengetahuan merupakan suatu modal
nirwujud yang dapat terus dikembangkan, yang tidak akan habis,
tidak akan hilang dicuri atau dialihkan. Pengetahuan akan dapat
mendorong inovasi dan meningkatkan efektifitas penyelenggaraan
pemerintahan.
Kesulitan pemerintah dalam mengadopsi manajemen
pengetahuan antara lain tidak terlalu mudah untuk mendeliniasi dan
mengisolasi suatu satuan organ-isasi. Pemerintah merupakan
organisasi dengan jejaring yang sangat luas, yang geraknya
dikerangkakan dalam suatu peraturan perundangan. Sehingga bagai-
manapun inovasi dan efektifivitas yang menjadi maksud
dikembangkannya ma-najemen pengetahuan suatu organisasi
pemerintah, juga akan ditentukan oleh keterkaitannya dengan aneka
organisasi pemerintah yang lain. Untuk menghindari hambatan oleh
adanya saling keterkaitan tersebut, diciptakanlah suatu aturan dan
kerangka kerja yang di satu sisi memang dapat mencegah kondisi
kaostik (ketidakteraturan) tetapi disisi lain sering menghambat inovasi
dan efektifitas gerak. Dinding penyekat berupa tugas pokok dan fungsi
sering menjadi penghalang kreativitas dan efektivitas
penyelenggaraan pemerintahan di manapun di dunia.
Pembahasan manajemen pengetahuan pada umumnya ditujukan
untuk kepentingan suatu organisasi usaha, tentara atau pemerintah.
Manajemen pe-ngetahuan ditempatkan sebagai elemen dan
instrumen organisasi untuk men-dorong inovasi, meningkatkan
kreativitas, meningkatkan kapasitas dan efek-tifitas gerak, produk
dan aktivitas organisasi. Artinya manajemen memang ditu-jukan untuk
kepentingan internal organisasi. Walaupun sesungguhnya juga da-pat
ditemukan manajemen pengetahuan untuk tujuan yang lebih luas.
Memahami semua tantangan, kendala, peluang yang dihadapi
Kemente-rian Perumahan Rakyat dalam pelaksanaan tugas-tugas
pokoknya, ditengarai perlunya untuk fokus pada peningkatan kinerja
kelembagaan yang berujung pa-da peningkatan kualitas proses
perencanaan. Proses perencanaan hanya dapat dioptimalkan ketika
data, dan informasi yang tersedia secara memadai. Terkait hal itu,
mengemuka isu pengembangan manajemen pengetahuan di Biro
Peren-canaan dan Anggaran Kemenpera. Manajemen pengetahuan
akan menjadi daya ungkit bagi peningkatan kualitas proses
perencanaan yang bermuara pada peningkatan kinerja Biro
Perencanaan dan Anggaran Kemenpera.
B. Deskripsi Masalah
Kondisi pembangunan perumahan di Indonesia masih belum
optimal terlihat dari masih besarnya backlog (kekurangan) rumah
layak huni yang mencapai jumlah 7,4 juta unit, yang setiap tahun
bertambah sebesar 300-400 ribu unit. Ditengarai salah satu faktor
penyebabnya adalah belum mantapnya kelemba-gaan
penyelenggaraan pembangunan perumahan, yang ditandai oleh masih
belum memadainya kualitas produk perencanaan yang dihasilkan oleh
Kemen-terian Perumahan Rakyat cq. Biro Perencanaan dan Anggaran,
sebagai lembaga yang diberi tanggungjawab untuk itu.
Selanjutnya kualitas produk perencanaan tersebut ditentukan oleh
kualitas proses perencanaan. Salah satu faktor yang menentukan
kualitas dari proses perencanaan adalah ketersediaan data dan
informasi. Berdasarkan pengalaman keseharian pelaksanaan tugas di
Biro Perencanaan dan Anggaran, dapat disim-pulkan bahwa
ketersediaan data dan informasi masih jauh dari memadai, yang
ditandai dari (i) tidak tersedianya standar, operasi dan prosedur
penyediaan data dan informasi; (ii) tidak tersedianya pangkalan data
yang memadai; (iii) belum memadainya kuantitas dan kualitas staf
yang mempunyai kompetensi pendata-an; dan (iv) belum
berkembangnya manajemen pengetahuan.
Fokus pada pengembangan manajemen pengetahuan (yang tidak
berhenti hanya pada data dan informasi) sebagai sebuah isu, didasari
pada pemahaman bahwa data dan informasi akan menjadi lebih
optimal dan mempunyai daya ung-kit bagi peningkatan kualitas
perencanaan ketika data dan informasi dapat di-transformasikan
menjadi sebuah pengetahuan. Hasil transformasi ini kemudian
menjadikan data dan informasi tersebut sebuah kekuatan bagi masing-
masing staf Biro Perencanaan dan Anggaran dalam keterlibatannya
pada proses penyu-sunan produk perencanaan.
C. Rumusan Masalah
Bertitiktolak dari deskripsi masalah sebagaimana telah diuraikan
di atas, rumusan masalah adalah ”bagaimana pengembangan
manajemen pengetahuan dapat meningkatkan kualitas produk
perencanaan yang berujung pada pening-katan kinerja Biro
Perencanaan dan Anggaran Kementerian Perumahan Rakyat”.
D. Tujuan dan Sasaran Penulisan
1. Tujuan
Tujuan penulisan ini adalah pengembangan manajemen
pengetahuan se-bagai pengungkit terhadap peningkatan kinerja Biro
Perencanaan dan Anggaran Kementerian Perumahan Rakyat.
2. Sasaran
Terdapat dua sasaran yang ingin dicapai sebagai hasil kajian ini
dalam meningkatkan kinerja Biro Perencanaan dan Anggaran
Kementerian Perumahan Rakyat, yaitu:
a. Terformulasikannya strateji pengembangan manajemen
pengetahuan;
b. Terformulasikannya rencana tindak/aksi pengembangan
manajemen pe-ngetahuan;
3. Indikator Hasil Yang Diharapkan
Beberapa indikator hasil yang diharapkan adalah:
a. Terlembagakannya manajemen pengetahuan yang mampu
mening-katkan kualitas produk perencanaan pada Biro
Perencanaan dan Anggaran Kementerian Perumahan
Rakyat;
b. Tersedianya standar operasional dan prosedur (SOP)
penyelengga-raan manajemen pengetahuan
c. Tersedianya dan meningkatnya kompetensi sumber daya
manusia perencana perumahan dan kawasan permukiman
khususnya terkait manajemen pengetahuan;
d. Meningkatnya kinerja Biro Perencanaan dan Anggaran
Kementerian Perumahan Rakyat.
BAB II
KERANGKA KONSEPTUAL
A. Kebijakan Publik
Pembahasan kebijakan publik akan terfokus pada pemahaman
umum, prinsip, siklus dan analisis kebijakan publik.
1. Pemahaman Umum
Thomas Birkland dalam An Introduction to the Policy Process
(2001) me-ngemukakan bahwa terdapat ketidaksepakatan tentang
definisi kebijakan publik. Namun demikian, Thomas R. Dye (1995)
mengajukan definisi seder-hana bahwa kebijakan publik diartikan
sebagai hal yang diputuskan pemerin-tah untuk dikerjakan dan hal
yang diputuskan pemerintah untuk tidak diker-jakan atau
dibiarkan. Sebagian pihak menyatakan kebijakan publik sebagai
kebijakan dalam bentuk peraturan perundangan dan peraturan
tidak tertulis namun disepakati yang disebut konvensi. Sementara
Riant Nugroho men-definisikan sebagai setiap keputusan yang
dibuat oleh negara, sebagai stra-tegi untuk merealisasikan tujuan
dari negara (Nugroho, 2011).
Gambar 2.1 Kuadran Kebijakan Publik
Lingkup isu/masalah
Pribadi dan/atau golongan
Masyarakat/bersama
Penang
gungja
wab
pert
am
a
Org
anis
as
i
KUADRAN IPerekrutan pegawai
perusahaan
KUADRAN IIGotong royong
Org
anis
asi
pub
lik
KUADRAN III
Pengadilan kejahatan
KUADRAN IV
Kebijakan publik
Sumber: Nugroho, 2011.
Untuk melengkapi definisi di atas, terdapat ciri dari kebijakan
publik yaitu (i) kebijakan dibuat oleh organisasi publik, (ii)
mengatur kehidupan bersama, dan bukan mengatur kehidupan
pribadi; (iii) manfaat yang diperoleh masyarakat yang bukan
pengguna langsung produk yang dihasilkan jauh lebih banyak atau
lebih besar dari pengguna langsungnya.
2. Prinsip Penyusunan Kebijakan Publik
Prinsip penyusunan kebijakan publik sesuai yang tercantum
dalam PermenPAN Nomor: PER/04/M.PAN/4/2007 tanggal 16 April
2007 tentang Pedoman Umum Formulasi, Implementasi, Evaluasi
Kinerja dan Revisi Kebi-jakan Publik di Lingkungan Lembaga
Pemerintah Pusat dan Daerah adalah (i) benar dalam proses, yaitu
prosesnya harus transparan, dapat dipertang-gungjawabkan dan
melibatkan pihak terkait; (ii) benar secara isi, yaitu bah-wa isi
kebijakan (a) fokus pada isu kebijakan; (b) bukan merupakan kom-
promi politik atau ekonomi; (c) langsung pada masalah yang diatur;
(d) tidak saling bertentangan dengan kebijakan yang lebih tinggi
atau setara; (iii) benar secara politik-etik, yaitu menerapkan prinsip
kepemerintahan yang ba-ik; (iv) benar secara hukum, yaitu
merupakan kaidah hukum, memberikan aturan secara tegas dan
sanksinya; (v) benar secara manajemen, yaitu isi kebijakan
sistematis, dapat dilaksanakan, dan dampaknya terukur; (vi) benar
secara bahasa, yaitu dipahami publik dalam satu makna, dan tidak
terdapat penyimpangan logika bahasa.
3. Siklus Kebijakan Publik
Secara sederhana, terdapat 4 (empat) tahapan utama dari siklus
kebi-jakan publik, yaitu (i) isu kebijakan, (ii) perumusan kebijakan;
(iii) imple-mentasi kebijakan; (iv) evaluasi kebijakan.
(i) Isu kebijakan . Penyebutan isu ketika suatu gejala/kondisi
bersifat strategis, yang menyangkut orang banyak, dan
berjangka panjang. Isu kebijakan terdiri dari 2 (dua) jenis
yaitu masalah dan tujuan. Ke-bijakan publik dapat
berorientasi masalah pada kehidupan publik, atau tujuan
yang hendak dicapai pada kehidupan publik.
(ii) Perumusan kebijakan . Keberadaan isu menggerakkan
pemerintah merumuskan kebijakan publik sebagai upaya
menyelesaikan masa-lah.
(iii) Pelaksanaan kebijakan publik . Kebijakan publik dilaksanakan
oleh pe-merintah maupun bersama-sama dengan
masyarakat.
(iv) Evaluasi kebijakan . Langkah evaluasi dilakukan untuk
menilai apa-kah kebijakan telah dirumuskan dan
diimplementasikan dengan baik (Nugroho, 2011)
Sumber: Nugroho, 2011.
Gambar 2.2 Proses Kebijakan Secara Umum
Sementara dalam PermenPAN Nomor: PER/04/M.PAN/4/2007
Tanggal 16 April 2007, ditambahkan satu tahapan yaitu revisi
kebijakan, yang dimak-sudkan sebagai upaya menyikapi
kedinamisan lingkungan kebijakan. Proses revisi ini merupakan
gabungan antara evaluasi dan formulasi kebijakan (Gam-bar 2.3)
Evaluasi kebijakan
Monitoring kebijakan
Implementasikebijakan
kinerjakebijakan
pelanjutankebijakan
perumusankebijakan
isukebijakan
revisikebijakan
isukebijakan
(baru)
penghentiankebijakan
lingkungankebijakan
1 4 52 3
Gambar 2.3 Proses Kebijakan Publik(PermenPAN Nomor: PER/04/M.PAN/4/2007 Tanggal 16 April 2007)
4. Analisis Kebijakan Publik
Analisis berasal dari bahasa Yunani yang berarti memecah-
mecah. Analisis kebijakan adalah kegiatan yang dilakukan sebelum
perumusan kebijakan, atau merupakan proses inisiasi perumusan
kebijakan, dengan produk berupa rekomendasi kebijakan.
Analisis kebijakan berdasar pendekatan model rasionalis
mempunyai ba-gian-bagian (i) mendefinisikan permasalahan, (ii)
menetapkan kriteria evalu-asi, (iii) mengidentifikasi alternatif
kebijakan, (iv) memaparkan alternatif-al-ternatif dan memilih salah
satu, dan (v) memantau dan mengevaluasi man-faat kebijakan.
Berdasarkan tahapan di atas dapat disimpulkan bahwa analisis
kebijakan terdiri atas dua tahap utama yaitu analisis masalah dan
analisis solusi. Adapun analisis masalah terdiri dari (i)
mendefinisikan masalah yang terdiri dari tahapan (a) menelusuri
masalah, (b) framing the problem, (c) memo-delkan masalah yaitu
identifikasi variabel kebijakan; (ii) memilih dan men-jelaskan tujuan
dan tantangan yang bersesuaian (relevan); (iii) memilih me-tode
pemilihan solusi. Sementara analisis solusi terdiri dari tahapan (i)
memi-lih kriteria evaluasi; (ii) mengidentifikasi alternatif kebijakan;
(iii) mengeva-luasi menggunakan kriteria evaluasi dan memilih
salah satu; (iv) mereko-mendasikan tindakan.
Edi Soeharto (2005) menetapkan masalah kebijakan berdasar 4
(empat) parameter yaitu (i) faktor penentu dalam mengatasi
masalah lain yang lebih luas dan dapat diukur; (ii) dampaknya pada
masyarakat; (iii) kecenderung-an, yaitu apakah masalah seiring
Implementasikebijakan
Evaluasi kinerja
kebijakanRevisi
kebijakanperumusankebijakan
isukebijakan
dengan kecenderungan global; (iv) sesuai dengan nilai dan harapan
masyarakat (Nugroho, 2011).
Menurut Patton dan Savicy, tidak ada formula baku dalam
membuat kri-teria evaluasi. Namun demikian, disarankan
memerhatikan beberapa hal yaitu kriteria harus jelas, konsisten,
mengukur informasi penting, mengungkap ke-unikan, valid, akurat,
dapat diperoleh tanpa merugikan privasi dan kerahasi-aan, masuk
dalam anggaran biaya dan mampu mengungkap secara lengkap
(Nugroho, 2011).
Selanjutnya, kriteria alternatif yang baik menurut Patton dan
Savicky yang menggunakan kriteria Warren E. Walker adalah (i)
Biaya. Apakah ter-jangkau dan efektif?; (ii) stabilitas. Apakah tetap
berkesinambungan meski-pun menghadapi guncangan dalam
pelaksanaannya; (iii) reliabilitas. Bagai-mana kemungkinan dapat
dijalankan pada waktu yang ditetapkan?; (iv) ke-kokohan
(invulnerability). Akankah tetap dapat dijalankan ketika salah satu
bagian tidak berfungsi?; (v) fleksibilitas. Dapatkan melayani lebih
dari satu tu-juan?; (vi) keresikoan (riskiness). Apakah terdapat
resiko gagal yang besar?; (vii) dapat dikomunikasikan. Apakah
mudah dipahami bagi mereka yang tidak terlibat dalam proses?;
(viii) merit. Apakah dapat menyelesaikan masalah?; (ix) kesesuaian.
Apakah berkesesuaian dengan norma dan prosedur yang ada?; (x)
reversibility. Seberapa sulit kembali ke kondisi awal ketika terjadi
kegagalan?; (xi) kesederhanaan. Apakah mudah dilaksanakan?; (xii)
robust-ness. Pada tingkatan seperti apa alternatif berhasil di dalam
kondisi ling-kungan masa depan yang berbeda?.
Alternatif kebijakan yang ada perlu dievaluasi. Langkah ini
digunakan untuk memilih kebijakan yang akan diambil, yang
disebut ex-ante evaluation. Patton dan Savicky (1993)
memperkenalkan dua metode menentukan alter-natif kebijakan
yaitu peramalan dan evaluasi. Peramalan dilakukan melalui langkah
(i) ekstrapolasi, yaitu membuat proyeksi masa depan; (ii) memo-
delkan secara teoritis, yaitu peramalan dengan mempergunakan
teori terten-tu; (iii) intuitif, atau Dunn menyebutnya sebagai
retroductive, yaitu melalui interviu pakar.
Implementasi dipandang sebagai bagian dari proses kebijakan,
sehingga dipandang perlu melakukan analisis implementasi. Steiss
dan Danekee (1980) menyatakan bahwa analisis implementasi
dalam analisis kebijakan perlu fokus pada 2 (dua) hal yaitu (i)
tingkat kesepakatan diantara aktor pembuat kebi-jakan, pelaksana
kebijakan dan target kebijakan; (ii) besarnya perubahan dari
alternatif kebijakan yang dipilih. Soren Winter (1990)
mengidentifikasi 4 (empat) variabel kunci yang memengaruhi
keberhasilan implementasi, yaitu (i) proses pembentukan kebijakan;
(ii) perilaku organisasi pelaku implemen-tasi; (iii) perilaku birokrat di
tingkat bawah; (iv) tanggapan kelompok target kebijakan dan
perubahan dalam masyarakat. Selain itu, ditambahkan juga analisis
ketidakpastian dalam analisis implementasi, berupa informasi
tentang perubahan yang mungkin terjadi dan resiko kebijakan
(Nugroho, 2011).
Impementasi sama pentingnya dengan kebijakan itu sendiri.
Kegagalan implementasi dianggap juga sebagai kegagalan
kebijakan. Carol H. Weiss (1989) mengelompokkan kegagalan
kebijakan menjadi 2 (dua), yaitu (i) ke-gagalan program, yaitu
kebijakan tidak dapat diimplementasikan sesuai de-ngan desain;
(iii) kegagalan teori, yaitu kebijakan dapat diimplementasikan
sesuai desain tetapi tidak memberikan hasil seperti yang
diharapkan.
Evalusi kebijakan dilaksanakan secara berkesinambungan, yang
dike-lompokkan menjadi 4 (empat) kegiatan yang berurutan yaitu
ex-ante, main-tenance, monitoring, dan ex-post. Selengkapnya
pada Tabel II.1.
Sementara Patton dan Savicky (1993) menambahkan kriteria
untuk men-jadi analis kebijakan yang unggul yaitu (i) fokus pada
kriteria utama dari ma-salah; (ii) pikirkan tipe kebijakan yang dapat
diambil; (iii) hindari pendekatan ’toolbox’ dalam menganalisis
kebijakan. Gunakan metode pendekatan seder-hana menggunakan
akal sehat; (iv) pahami ketidakpastian (uncerta-inty); (v) gunakan
angka; (vi) buat analisis secara transparan; (vii) cek kebenaran fak-
ta; (viii) berikan analisis bukan keputusan; (ix) hasilkan tidak
sekedar kebi-jakan tetapi juga alat kebijakan; (x) tidak ada
kebenaran absolut atau analisis sempurna.
Tabel II.1 Evaluasi Kebijakan
Ex-ante policy analysis
Analisis ex-ante (sebelum pelaksanaan) dari masalah, kriteria keputusan, alternatif, pro-kontra, hasil yang diperkirakan, langkah im-plementasi dan evaluasi.
Policy maintenance
Analisis kebijakan atau program untuk me-mastikan diimplementasikan sebagaimana di-desain dan tidak berubah diluar skenario
Policy monitoring Catatan perubahan setelah kebijakan atau program diimplementasikan
Ex-post policy
evaluation
Analisis keberhasilan pencapaian sasaran dan keberlanjutan kebijakan, modifikasi atau penghentian kebijakan
Sumber: Nugroho, 2011.
B. Manajemen Stratejik
Pembahasan manajemen stratejik akan fokus pada pemahaman
umum, tujuan dan sasaran, aspek penting, dan penerapan pada sektor
publik.
1. Pemahaman Umum
Manajemen stratejik secara sederhana diartikan sebagai
hubungan an-tara organisasi dengan lingkungannya baik internal
maupun eksternal, men-cakup bagaimana menghadapi dan
menanggulangi perubahan lingkungan, serta mempengaruhi dan
mengendalikan lingkungan (LAN, 2011 (c)).
Manajemen stratejik merupakan suatu cara untuk
mengendalikan orga-nisasi secara efektif dan efisien, sampai pada
garis terdepan sedemikian rupa sehingga tujuan dan sasaran
tercapai.
Konsep manajemen stratejik berasal dari sistem perencanaan
stratejik, yang diperlukan karena 2 (dua) alasan yaitu (i)
menanggapi perubahan ling-kungan eksternal; (ii) mengorganisir
sumber daya bagi peningkatan kinerja.
2. Tujuan dan Sasaran
Tujuan utama manajemen stratejik adalah pengembangan
nilai orga-nisasi, kapasitas manjerial, pertanggungjawaban
organisasi, dan sistem ad-ministrasi yang dihubungkan dengan
pengambilan keputusan operasional dan stratejik pada semua
tingkatan dan lini dalam organisasi (Hax dan Majluf, 1984). Bahkan
perkembangan terbaru menunjukkan bahwa mana-jemen stratejik
juga mencakup pengukuran kinerja, penetapan indikator. Selain itu
juga telah menerapkan prinsip kepemerintahan yang baik.
Sasaran manajemen stratejik adalah meningkatkan (i) kualitas
organi-sasi, (ii) efisiensi penganggaran; (iii) optimalisasi sumber
daya; (iv) kualitas evaluasi program dan pemantauan kinerja; (v)
kualitas pelaporan.
3. Aspek Penting
Terdapat 3 (tiga) isu penting yang perlu diperhatikan yaitu (i)
penting-nya integrasi sistem administrasi dan struktur organisasi;
(ii) pentingnya me-lakukan integrasi antara strateji dan operasi; (iii)
pentingnya infrastruktur manajerial dan budaya organisasi.
Aspek terpenting dalam manajemen stratejik (LAN, 2011)
adalah (i) for-mulasi strateji, yang mencerminkan keinginan dan
tujuan organisasi yang se-sungguhnya; (ii) implementasi strateji,
yang menggambarkan cara mencapai tujuan dan secara teknis
mencerminkan kemampuan organisasi dalam meng-alokasikan
sumber daya yang tersedia; (iii) evaluasi strateji, yang mampu
mengukur, mengevaluasi dan memberikan umpan balik bagi
perbaikan stra-teji, dan (iv) pengintegrasian fungsi manajemen dan
penataan sumber daya yang dibutuhkan.
- Formulasi strateji
Tujuan utama kegiatan formulasi strateji adalah penetapan
tujuan yang rasional. Sementara terdapat 3 (tiga) pertanyaan dalam
formulasi strateji yang harus dijawab yaitu (i) dimana kita berada
saat ini?. Jawaban diperoleh dari proses pencermatan lingkungan
(PLI dan PLE) serta mengakomodasi harapan masyarakat; (ii)
kemana tujuan kita?. Jawaban diperoleh dari visi, misi, nilai, tujuan
dan tentunya sasaran yang berciri SMART (Specific, Measurable,
Aggressive and attainable, Result oriented, Timebound); bagai-
mana kita mengukur kemajuan, yaitu dengan membandingkan
capaian de-ngan rencana aksi (LAN, 2011 (c)).
Kegiatan formulasi strateji meliputi empat tahapan utama yaitu:
(i) perumusan visi, misi dan nilai-nilai.
Visi merupakan gambaran tentang masa depan ideal yang
realistik, dan ingin diwujudkan dalam kurun waktu tertentu. Visi
menjawab per-tanyaan ”kita ingin menjadi apa?”. Sementara
kriteria penyusunan visi antara lain (i) visi bukan fakta, tetapi
gambaran ideal masa depan; (ii) dapat menimbulkan inspirasi;
(iii) menjadi jembatan masa kini dan masa datang; (iv) bersifat
tidak statis.
Misi adalah pernyataan mengenai hal yang harus dicapai
organ-isasi, yang dapat menjawab pertanyaan ”apa tugas
utama kita?” atau ”mengapa organisasi dibentuk?”. Misi harus
jelas menyatakan kepedulian organisasi terhadap kepentingan
masyarakat.
(ii) pencermatan lingkungan stratejik, baik pencermatan
lingkungan internal (PLI), maupun pencermatan lingkungan
eksternal (PLE), disertai kesim-pulan analisis faktor internal dan
kesimpulan analisis faktor eksternal (KAFI dan KAFE).
Tujuan kegiatan pencermatan lingkungan stratejik adalah
untuk mengenali kekuatan dan kelemahan internal organisasi
dan memahami peluang dan tantangan eksternal organisasi
sehingga organisasi dapat mengantisipasi perubahan yang
akan terjadi.
(iii) analisis pilihan strateji dan faktor kunci keberhasilan (FKK).
Secara umum strateji diartikan sebagai pedoman atau
aturan me-manfaatkan sumber daya yang terbatas secara
terus menerus dengan efektif dan efisien untuk mencapai
tujuan dalam kurun waktu tertentu, dengan memperhatikan
faktor lingkungan internal dan eksternal.
FKK adalah faktor yang sangat berpengaruh dan berfungsi
untuk lebih memokuskan strateji organisasi dalam rangka
pencapaian misi dan visi secara efektif dan efisien.
(iv) penetapan tujuan, sasaran dan strateji organisasi (kebijakan,
program dan kegiatan).
Dalam kerangka pikir manajemen stratejik, perumusan
tujuan me-rupakan bagian integral dari proses manajemen
stratejik sebagai upaya untuk menunjang keberhasilan
pencapaian visi dan misi organisasi. Un-tuk itu, tujuan harus
spesifik dan dalam kurun waktu yang jelas. Tujuan menyatakan
kegiatan khusus (what) yang akan diselesaikan dan kapan
(when) dilakukannya.
Pencapaian tujuan dapat menjadi tolok ukur menilai kinerja
orga-nisasi, walaupun tujuan tidak harus merupakan tujuan
organisasi se-hingga dimungkinkan berubah.
Sasaran merupakan penggambaran hal yang ingin
diwujudkan me-lalui tindakan yang diambil organisasi guna
mencapai tujuan. Sasaran harus jelas sumber dananya.
Sasaran harus bersifat spesifik, terinci, da-pat diukur dan
mudah terwujud.
Strateji merupakan cara mewujudkan sasaran dalam
rangka men-capai tujuan, yang berkaitan dengan (i) bagaimana
target kinerja dipe-nuhi; (ii) bagaimana organisasi akan
memberikan fokus (pada masyara-kat); (iii) bagaimana
organisasi memperbaiki kinerja pelayanan; (iv) ba-gaimana
organisasi melaksanakan misinya (LAN, 2011 (c)).
- Implementasi Strateji
Kegiatan implementasi strateji terdiri dari (i) rencana program
dan kegiatan, (b) penganggaran, (iii) sistem pelaksanaan,
pemantauan dan pe-ngawasan. Implementasi strateji menjelaskan
bagaimana kita mencapai outcomes. Secara teknis, peertanyaan
penting yang harus dijawab adalah bagaimana kita sampai ke
tujuan?. Jawabannya diperoleh dalam rencana aksi, yang kemudian
diterjemahkan dalam rencana kinerja tahunan. Rencana kinerja ini
merupakan tolok ukur yang digunakan dalam menilai keberhasilan/
kegagalan penyelenggaraan kegiatan dalam suatu periode tertentu.
Komponen rencana kinerja adalah (i) sasaran, indikator kinerja,
dan target yang akan dicapai pada periode bersangkutan; (ii)
program yang akan dilaksanakan; (iii) kegiatan, indikator kinerja
dan target yang diharapkan da-lam suatu kegiatan (LAN, 2011(c)).
Indikator kinerja adalah ukuran kuantitatif dan kualitatif untuk
dapat menggambarkan tingkat pencapaian tujuan dan sasaran, baik
pada tahap pe-rencanaan, pelaksanaan, dan paska. Syarat sebuah
indikator kinerja adalah (i) spesifik dan jelas; (ii) terukur; (iii)
menangani aspek yang relevan; (iv) ha-rus berguna untuk
menunjukkan keberhasilan masukan, keluaran, hasil, man-faat
maupun dampak; (v) fleksibel dan sensitif; (vi) efektif. Terdapat 5
(lima) indikator kinerja yang digunakan yaitu indikator masukan,
keluaran, hasil, manfaat, dan dampak.
Target kinerja adalah ukuran tingkat kinerja secara kuantitatif
yang diharapkan tercapai. Penetapan kinerja sebaiknya
memperhatikan siapa penerima manfaat dan kebutuhannya, dan
standar pelayanan. Target kinerja yang baik dicirikan oleh dapat
terwujud, mudah dipahami, terukur, dapat diadaptasi dalam
berbagai kondisi, didukung peraturan, terfokus pada masyarakat,
dan dapat dibandingkan.
- Evaluasi strateji
Kegiatan evaluasi strateji terdiri dari (i) pengukuran dan
evaluasi kinerja, dan (ii) pelaporan dan pertanggungjawaban.
Pertanyaan mendasar adalah bagaimana cara mengikuti kemajuan
setiap saat?, bagaimana mengukur dan menganalisis kinerja, dan
bagaimana mekanisme pelaporan dan akuntabilitas?
4. Manajemen Stratejik pada Sektor Publik
Menurut Bozemen dan Straussman (dalam Hughes, 1998)
terdapat 4 (empat) prinsip penerapan manajemen stratejik pada
sektor publik, yaitu (i) perhatian pada jangka panjang, (ii)
pengintegrasian tujuan dan sasaran da-lam hirarki yang jelas, (iii)
kesadaran bahwa manajemen stratejik dan peren-canaan stratejik
membutuhkan kedisiplinan dan komitmen untuk dapat dilak-
sanakan dan bukan self implementing; (iv) perspektif eksternal
tidak diartikan sebagai adaptasi total terhadap lingkungan, tetapi
merupakan antisipasi ter-hadap perubahan lingkungan (LAN, 2011
(c)).
Selain hal tersebut, faktor politik juga perlu mendapat
pertimbangan. Hal ini terutama karena faktor politik menimbulkan
kendala dalam penerapan manajemen stratejik di sektor publik.
Akibatnya obyektifitas dan rasionalitas menjadi berkurang.
Kesulitan lainnya adalah menentukan tujuan dan sasaran. Sektor
publik menjangkau spektrum yang sangat luas, yang berakibat isu
yang ditangani juga menjadi sangat luas.
Hal lain yang juga terkendala adalah berkaitan dengan
pengukuran ki-nerja. Salah satu faktor yang berpengaruh adalah
keberadaan data dan in-formasi berkualitas sebagai masukan bagi
pengukuran kinerja. Keakuratan data dan informasi menjadi suatu
keniscayaan. Sementara di sektor publik, ketersediaan data dan
informasi berkualitas masih menjadi kendala utama.
Keberhasilan penerapan manajemen stratejik di sektor publik
sangat di-tunjang oleh keterlibatan pemangku kepentingan, tidak
kaku, dan bukan me-rupakan tujuan sektor publik.
C. Manajemen Pengetahuan
Pembahasan manajemen pengetahuan terfokus pada pemahaman
tentang data, informasi, pengetahuan dan manajemen pengetahuan,
tahapan, kegiatan, strategi manajemen pengetahuan, dan
penerapannya pada organisasi publik.
1. Pemahaman tentang Data, Informasi dan Pengetahuan
Berbicara tentang manajemen pengetahuan, terdapat 3 (tiga)
termi-nologi yang harus dipahami secara benar, yaitu data,
informasi dan penge-tahuan. Davenport dan Prusak (1998)
membedakan pengertian antara data, informasi dan pengetahuan
yaitu : “knowledge is neither data nor informa-tion, though it
related to both, and the differences between these terms are often
a matter of degree”. Jadi pengetahuan bukan data maupun
informasi, walaupun terkait kepada keduanya, dan perbedaannya
antara istilah ini se-ringkali tergantung pada tingkat
pembedaannya (Setiarso, 2006).
Lebih lanjut, data adalah fakta tentang suatu kejadian. Seperti
yang di-contohkan oleh Davenport dan Prusak, bila seseorang
pelanggan datang un-tuk mengisi tanki mobilnya ke pompa bensin,
maka transaksi yang terjadi da-pat digambarkan sebagian oleh
data, yaitu berapa uang yang harus diba-yarkan, berapa liter
bensin yang diisikan, namun tidak menjelaskan mengapa pelanggan
itu datang ke pompa bensin, kualitas pelayanan pompa bensin, dan
tidak dapat meramalkan kapan lagi pelanggan tersebut akan
kembali ke pompa bensin. Dalam organisasi, data terdapat dalam
catatan-catatan (re-cords) atau transaksi-transaksi.
Sementara informasi adalah data yang membuat sebuah
pembedaan. Kata inform sejatinya berarti to give shape atau
untuk memberi bentuk, dan informasi ditujukan untuk membentuk
orang yang mendapatkannya, yaitu untuk membuat agar
pandangan atau wawasan orang tersebut berbeda (dibandingkan
sebelum memperoleh informasi). Sebagai contoh pelanggan
mengisi tanki mobilnya dengan bensin premix, bukan premium,
pernyataaan tersebut merupakan informasi. Menurut Peter Drucker,
tidak seperti data, in-formasi mempunyai makna (meaning) yang
ditimbulkan oleh relevansi dan tujuan yang diberikan oleh
penciptanya. Misalnya pemberi informasi me-nyampaikan bahwa
pelanggan mengisi tanki mobilnya dengan bensin premix, bukan
premium, mengandung tujuan tertentu yang dikaitkan dengan
lawan bicara, atau mengandung relevansi tertentu yang dikaitkan
dengan lawan bicara, atau mengandung relevansi tertentu yang
dikaitkan dengan topik pembicaraan. Davenport dan Prusak
memberikan metode mengubah data menjadi informasi melalui
kegiatan yang dimulai dengan huruf C: contextu-alized, calculated,
corrected, dan condensed. Dalam organisasi, infomasi ter-dapat
dalam pesan (messages).
Pengetahuan adalah campuran dari pengalaman, nilai, informasi
konteks-tual, dan pandangan ahli yang memberikan kerangka bagi
evaluasi dan pe-nyatuan pengalaman baru dan informasi. Dimulai
dan diterapkan di benak se-seorang (yang mempunyai
pengetahuan). Dalam sebuah organisasi, penge-tahuan seringkali
melekat tidak hanya pada dokumen tetapi juga dalam rutin-itas,
proses, praktek, dan norma organisasi (Davenport, 1998).
Sebagian ahli merujuk informasi sebagai data yang terkait
deskripsi, definisi atau perspektif (what, who, when, where).
Sementara pengetahuan terdiri dari strategi, praktek, metode atau
pendekatan (how)
Penjelasan yang lebih rinci tentang pemahaman pengetahuan
terdapat dalam buku yang ditulis oleh Von Krogh, Ichiyo, serta
Nonaka 2000 (disarikan dari Setiarso, 2006), dituliskan ringkasan
gagasan yang mendasari pengertian mengenai pengetahuan.
Pengetahuan merupakan justified true believe. Seo-rang individu
membenarkan (justifies) kebenaran atas kepercayaannya ber-
dasarkan observasinya mengenai dunia. Jadi bila seseorang
menciptakan pe-ngetahuan, ia menciptakan pemahaman atas suatu
situasi baru dengan cara berpegang pada kepercayaan yang telah
dibenarkan. Dalam definisi ini, pe-ngetahuan merupakan konstruksi
dari kenyataan, dibandingkan sesuatu yang benar secara abstrak.
Penciptaan pengetahuan tidak hanya merupakan kom-pilasi dari
fakta-fakta, namun suatu proses yang unik pada manusia yang sulit
disederhanakan atau ditiru. Penciptaaan pengetahuan melibatkan
perasaan dan sistem kepercayaan (belief systems) dimana
perasaan atau sistem keper-cayaan itu bisa tidak disadari.
Jadi dapat disimpulkan bahwa data pada dasarnya berupa
simbol, fakta, angka, grafik, peta atau hasil observasi. Informasi
adalah data yang telah di-tambahkan makna tertentu. Informasi
merupakan kumpulan data yang terka-it dengan penjelasan,
interpretasi, yang ada hubungannya dengan materi atau obyek,
peristiwa atau proses tertentu. Data berubah menjadi informasi
ketika data tersebut telah melalui pengategorisasian, penyaringan,
atau pe-nyusunan. Adapun pengetahuan, yaitu informasi yang telah
di evaluasi, disu-sun dan dikelola serta telah diberi tujuan
(Sangkala, 2007).
2. Jenis Pengetahuan
Pengetahuan dapat dibagi dalam 2 (dua) kategori yaitu
pengetahuan imp-lisit (tacit knowledge) dan pengetahuan eksplisit
(explicit knowledge). Pe-ngetahuan implisit lebih sulit
dikomunikasikan dan ditransfer ke pihak lain ka-rena melekat dalam
pengetahuan seseorang, dan kebenarannya masih bersi-fat
subyektif. Sementara itu, pengetahuan eksplisit merupakan
pengetahuan yang lebih mudah ditransfer. Proses transfernya dapat
dilakukan melalui kata, formula ilmu pengetahuan, spesifikasi
produk, manual, dan prinsip universal (Sangkala, 2007). Diantara
kedua jenis pengetahuan tersebut, dapat terjadi saling pengaruh
yang menghasilkan 4 (empat) macam mode konvensi seba-gaimana
pada Gambar 2.4.
Gambar 2.4 Mode Konversi Pengetahuan
ke Tacit Knowledge Explicit knowledge
Tacit knowledge
Dari Explicit
knowledge
Sumber: Ikijiro Nonaka dan Hirotaka Takeuchi, 1995
3. Pentingnya Pengetahuan
Berdasar hasil studi yang dilakukan oleh John Kendrick (1999),
ditemukan bahwa (i) pada tahun 1920, rasio modal tangible
terhadap modal intangible berkisar antara 30:70 persen; (ii) pada
tahun 1990 rasio tersebut berbalik menjadi 63:37 persen.
Sementara Margaret Blair (1999) menemukan hasil yang relatif
sama bahwa (i) pada tahun 1978, sekitar 80 persen nilai perusa-
haan berasal dari aset tangible; (ii) pada tahun 1988, rasio menjadi
berubah 45:55 persen; (iii) pada tahun 1998, ternyata tinggal 30
persen nilai perusa-haan berupa aset tangible. Kedua studi ini
memberi pemahaman kepada kita bahwa telah terjadi pergeseran
kesadaran akan pentingnya sumber daya pe-ngetahuan (aset
intangible) (Sangkala, 2007).
Disadari juga bahwa pengetahuan mempunyai beberapa
keunggulan sebagaimana dikemukakan Stewart (1997), diantaranya
(i) non-subtractive, artinya ketika seseorang berbagi pengetahuan
dengan orang lain, pengeta-huan orang tersebut tidak akan
berkurang; (ii) pengetahuan dapat dimiliki secara bersama-sama
tanpa mengurangi kemanfaatan pengetahuan tersebut; (iii) dapat
dimiliki oleh banyak pihak, yang berarti dapat disebarkan ke ber-
bagai tempat dalam waktu bersamaan; (iv) memiliki struktur
pembiayaan berbeda dari produk lainnya. Sebagai ilustrasi, catatan
perkuliahan dapat di fotokopi sehingga biayanya menjadi sangat
murah; (v) jarang memiliki skala ekonomi. Biaya yang dikeluarkan
relatif tidak jauh berbeda walaupun dipro-duksi dalam skala yang
banyak (Sangkala, 2007).
Sosialisasi Eksternalisasi
Internalisasi Kombinasi
4. Pemahaman Manajemen Pengetahuan
Tidak terdapat satu definisi yang disepakati oleh para ahli terkait
manajemen pengetahuan, namun definisi berikut setidaknya bisa
sedikit men-jelaskan. Manajemen pengetahuan (knowledge
management) adalah suatu rangkaian kegiatan yang digunakan
oleh organisasi atau perusahaan untuk mengidentifikasi,
menciptakan, menjelaskan, dan mendistribusikan penge-
tahuan untuk digunakan kembali, diketahui, dan dipelajari di dalam
organ-isasi. Kegiatan ini biasanya terkait dengan sasaran organisasi
dan ditujukan untuk mencapai suatu hasil tertentu seperti
pengetahuan bersama, pe-ningkatan kinerja, keunggulan
kompetitif, atau tingkat inovasi yang lebih tinggi (Kuswartojo, 2011)
Bagaimanapun dan dengan pendekatan manapun manajemen
penge-tahuan didefinisikan sesungguhnya terdapat pandangan
yang sama bahwa pengetahuan adalah harta (aset) yang tak
ternilai. Bahkan bisa menjadi mo-dal yang lebih berharga dari pada
dana dan berbagai modal fisik lain. Dipa-hami pula bahwa
manajemen pengetahuan:
bukan kegiatan yang berdiri sendiri, tetapi berkaitan dengan
pemantauan, pengawasan dan pengambilan keputusan
berbagai kebijakan, rencana ataupun program aksi.
bukan hanya mendokumentasi atau mengumpulkan hasil kajian
atau pengalaman, tetapi mengorganisasikan dan menyerap
pengetahuan dan pengalaman yang lekat pada pikiran dan diri
perorangan.
bukan hanya mengumpulkan, mendokumentasi serta
mendiseminasikan data dan informasi tetapi mengolah dan
menggarapnya sehingga menjadi pengetahuan yang menyatu
pada organisasi dan diri para pemegang pe-ranan, untuk
mendorong inovasi dan meningkatkan kualitas keputusan
bukan hanya penggunaan teknologi informasi dan dokumentasi,
dan juga bukan hanya membangun jejaring digital, tetapi
menggunakan teknologi tersebut untuk meningkatkan kapasitas
perorangan dan organisasi (Kus-wartojo, 2011).
5. Tahapan dan Kegiatan Manajemen Pengetahuan
Menurut Davenport (1988), terdapat enam tahap dalam siklus
pengeta-huan yaitu (i) menciptakan pengetahuan. Pengetahuan
diciptakan begitu ma-nusia menentukan cara baru untuk melakukan
sesuatu atau menciptakan know-how. Kadang-kadang pengetahuan
eksternal dibawa ke dalam organi-sasi/institusi; (ii) menangkap
pengetahuan. Pengetahuan baru diidentifikasikan sebagai bernilai
dan direpresentasikan dalam suatu cara yang masuk akal; (iii)
menjaring pengetahuan. Pengetahuan baru harus ditempatkan
dalam konteks agar dapat ditindaklanjuti. Hal ini menunjukkan
kedalaman manusia (kualitas tacit) yang harus ditangkap
bersamaan dengan fakta eksplisit; (iv) menyim-pan pengetahuan.
Pengetahuan yang bermanfaat harus disimpan dalam for-mat yang
baik dalam penyimpanan pengetahuan, sehingga orang lain dalam
organisasi dapat mengaksesnya; (v) mengolah pengetahuan.
Pengetahuan harus selalu terbarukan, (vi) mendiseminasikan
pengetahuan. Pengetahuan harus tersedia dalam format yang
bermanfaat untuk semua orang dalam or-ganisasi yang
memerlukan, dimanapun dan tersedia setiap saat, (vii) mencip-takan
pengetahuan lagi, dan seterusnya.
Penciptaan pengetahuan secara efektif bergantung pada konteks
yang memungkinkan terjadinya penciptaan tersebut. Apa yang
dimaksud dengan konteks yang memungkinkan terjadinya
penciptaan pengetahuan adalah ru-ang bersama yang dapat
memicu hubungan-hubungan yang muncul. Dalam konteks
organisasional, bisa berupa fisik, maya, mental atau ketiganya. Pe-
ngetahuan bersifat dinamis, relasional dan berdasarkan tindakan
manusia, jadi pengetahuan berbeda dengan data dan informasi,
bergantung pada konteksnya.
Penciptaan pengetahuan melibatkan lima langkah utama
menurut Von Krogh, Ichiyo serta Nonaka (2000), yaitu (i) berbagi
pengetahuan terbatin-kan, (ii) menciptakan konsep, (iii)
membenarkan konsep, (iv) membangun prototipe; dan (v)
melakukan penyebaran pengetahuan di berbagai fungsi dan tingkat
di organisasi.
Dalam organisasi, pengetahuan diperoleh dari individu-individu
atau ke-lompok orang-orang yang mempunyai pengetahuan, atau
kadang kala dalam rutinitas organisasi. Pengetahuan diperoleh
melalui media yang terstruktur seperti: buku dan dokumen,
hubungan orang-ke-orang yang berkisar dari pembicaraan ringan
hingga ilmiah (Davenport, 1998).
Dalam praktiknya manajemen pengetahuan itu mencakup
kegiatan:
Mendokumentasikan dan menyimpan data, informasi dan
pengetahuan eksplisit.
Memanfaatkan pengetahuan dalam proses produksi dan
pelayanan, me-malihkan pengetahuan menjadi kebijakan,
rencana atau program
Mendorong perkembangan pengetahuan melalui budaya kerja
organisasi dan berbagai insentif
Mengalihkan dan membagi pengetahuan kepada keseluruhan
unsur or-ganisasi.
Menelaah dan menilai kekayaan pengetahuan dan efeknya
secara regu-ler.
Mengakomodasikan dan memfasilitasi pengetahuan yang
bersumber dari luar organisasi (Kuswartojo, 2011).
6. Strategi Mengelola Pengetahuan
Riset Delphi Group menunjukkan bahwa pengetahuan dalam
organisasi tersimpan dalam struktur (i) di pikiran (otak) karyawan
42%, (ii) dokumen kertas 26%, (iii) dokumen elektronik 20%, (iv)
knowledge based elektronik 12% (Setiarso, 2006). Fakta ini
menunjukkan bahwa keberadaan pengeta-huan tersebar pada
beberapa lokasi sehingga dibutuhkan suatu strategi un-tuk
mengelolanya.
Hansen, Nohria dan Tierney (1999) mengemukakan strategi
organisasi mengelola pengetahuan yang terbagi atas dua ekstrim:
strategi kodifikasi (codification strategy) dan strategi personalisasi
(personalization strategy). Bila pengetahuan diterjemahkan dalam
bentuk eksplisit secara berhati-hati (codified) dan disimpan dalam
basis data sehingga para pencari penge-tahuan yang
membutuhkannya dapat mengakses pengetahuan tersebut, maka
cara mengelola seperti ini dikatakan menganut strategi kodifikasi.
Na-mun pengetahuan tidak terdiri dari hanya eksplisit saja,
melainkan juga pe-ngetahuan terbatinkan. Pengetahuan
terbatinkan amat sangat sulit diterje-mahkan ke dalam bentuk
eksplisit. Oleh sebab itu, pengetahuan dialihkan dari satu pihak ke
pihak lain melalui hubungan personal yang intensif, jadi fungsi
utama jaringan komputer (intranet atau internet) bukan saja untuk
menyimpan pengetahuan melainkan juga untuk memfasilitasi lalu
lintas atau komunikasi di antara individu atau peneliti dalam
organisasi yang sedang melakukan kegiatan penelitian baik
mencari informasi atau memanfaatkan pengetahuan baru untuk
menunjang kegiatan penelitiannya.
Birkinsaw (2001) juga menggarisbawahi tiga kenyataan yang
sangat mempengaruhi berhasil-tidaknya manajemen pengetahuan.
Pertama, pene-rapannya tidak hanya menghasilkan pengetahuan
baru tetapi juga menda-ur-ulang pengetahuan yang sudah ada.
Kedua, teknologi informasi belum se-penuhnya bisa menggantikan
fungsi jaringan sosial antar anggota organi-sasi. Ketiga, sebagian
besar organisasi tidak pernah tahu apa yang sesung-guhnya
mereka ketahui, banyak pengetahuan penting yang harus ditemu-
kan lewat upaya-upaya khusus, padahal pengetahuan itu sudah
dimiliki se-buah organisasi sejak lama.
7. Strategi Penerapan Manajemen Pengetahuan
Beberapa perubahan dan persiapan matang harus dilakukan
sehingga penerapan manajemen pengetahuan dapat berlangsung
dengan baik, seba-gai berikut (i) Dimensi konseptual, yaitu agar
organisasi mampu mengem-bangkan suatu konsep yang
terintegrasi, dan multi dimensi; (ii) Perubahan. Manajemen
pengetahuan dirancang untuk mengubah organisasi sehingga di-
butuhkan konsep manajemen perubahan, terutama perpindahan
dari ben-tuk aktifitas lama kepada bentuk yang baru; (iii)
Pengukuran. Hal ini me-mungkinkan kita untuk mengetahui sejauh
mana kita telah bergerak menuju sasaran; (iv) struktur organisasi.
Struktur organisasi memungkinkan kita un-tuk berbagi peran dan
tanggungjawab yang diperlukan agar efektifitas ma-najemen
pengetahuan dapat terlaksana; (v) isi pengetahuan. Jika pengeta-
huan dianggap sebagai produk, pengetahuan dapat diklasifikasikan
dengan berbagai cara. Untuk mengelola isi pengetahuan dapat
dikembangkan direk-tori keahlian, sistem (i) pengelolaan
keterampilan, peta pengetahuan, atau model isi pengetahuan; (vi)
alat. Dimensi ini terkait erat dengan keterse-diaan sarana untuk
memperoleh pengetahuan.
Selain itu, agar penciptaan pengetahuan berjalan
sebagaimana mesti-nya, kondisi sosial juga perlu diperhatikan
dengan cara (i) perhatian. Pembe-rian perhatian akan mendorong
timbulnya keterbukaan diantara karyawan maupun karyawan dan
atasan; (ii) penilaian. Menurut Senge (1990), manu-sia harus
didesain ulang model mentalnya agar berkeinginan mendukung ak-
tifitas berbagi pengetahuan serta pengalaman. Selain itu,
dibutuhkan juga insentif; (iii) pemberdayaan, yang dimaksudkan
sebagai keterlibatan orang dalam perubahan yang memengaruhi
mereka. Pemberdayaan akan mening-katkan motivasi karyawan
dalam menciptakan pengetahuan; (iv) keperca-yaan. Kepercayaan
menjadi syarat utama dalam berbagi ide, informasi dan
pengetahuan; (v) otonomi, yang diartikan sebagai kebebasan
bergerak bagi setiap orang sepanjang memungkinkan. Hal ini
berujung pada penciptaan pengetahuan; (vi) pengungkitan
kompetensi. Kompetensi diartikan sebagai kemampuan seseorang
menjalankan tugasnya. Pengungkitan kompetensi dapat
merangsang terjadinya berbagi pengetahuan (Sangkala, 2007).
8. Langkah Stratejik Penerapan Manajemen Pengetahuan
Tiwana (2000) menyatakan bahwa paling tidak terdapat
sepuluh lang-kah stratejik yang dapat dilakukan oleh suatu
organisasi dalam menerapkan manajemen pengetahuan sebagai
berikut
(i) Analisis infrastruktur . Langkah ini berupa audit infrastruktur
teknolo-gi yang tersedia dalam organisasi sehingga dapat
dikenali kebutuh-annya.
(ii) Mengaitkan manajemen pengetahuan dengan strategi
bisnis. Pene-rapan manajemen pengetahuan dimaksudkan
untuk meningkatkan kinerja suatu organisasi, sehingga
harus sejalan dengan strategi bis-nis yang telah ada.
(iii) Mendesain infrastruktur manajemen pengetahuan. Pada
tahap ini, pengambil keputusan sudah menetapkan jenis
teknologi yang dibu-tuhkan
(iv) Mengaudit aset dan sistem pengetahuan. Kegiatan ini
dimaksudkan untuk mengetahui pengetahuan yang telah
ada dalam organisasi dan menentukan fokus aktifitas
manajemen pengetahuan.
(v) Mendesain tim manajemen pengetahuan. Dibutuhkan suatu
tim yang solid yang dapat terdiri dari pengambil keputusan,
dan tenaga ahli internal dan eksternal.
(vi) Menciptakan cetak biru manajemen pengetahuan . Tim
manajemen pengetahuan yang telah terbentuk sebaiknya
mulai menyusun cetak biru manajemen pengetahuan, yang
berfungsi sebagai pedoman pe-nerapan manajemen
pengetahuan di suatu organisasi.
(vii) Pengembangan sistem manajemen pengetahuan. Pada
tahap ini tim yang telah terbentuk mulai menggabungkan
sistem manajemen pe-ngetahuan yang telah dibangun pada
enam tahap sebelumnya.
(viii) Prototipe dan uji coba. Manajemen pengetahuan yang telah
dikem-bangkan mulai diujicobakan untuk melihat seberapa
jauh dapat dite-rapkan.
(ix) Pengelola perubahan, kultur dan struktur penghargaan.
Manajemen pengetahuan tidak hanya terkait teknologi
tetapi juga perubahan kultur. Dianggap perlu untuk
menyiapkan sistem penghargaan.
(x) Evaluasi kinerja, dan perbaikan sistem manajemen
pengetahuan. Tahap ini yang relatif sulit karena belum
tersedia alat evaluasi kiner-ja yang baku. Tiwana mencoba
mengadopsi metode Balance Score-card dalam menilai
kinerja. Adapun bentuknya sebagai berikut (i) perspektif
keuangan. Apakah investasi dalam manajemen penge-
tahuan memperoleh keuntungan keuangan?; (ii) perspektif
modal manusia. Apakah kinerja karyawan lebih baik dan
lebih berbagi?; (iii) perspektif modal pelanggan. Sudah
baikkah hubungan kita dengan pelanggan, dan
mendatangkan banyak pelanggan?; (iv) perspektif modal
organisasi. Apakah saat ini kita memiliki proses paling baik,
kapabilitas sangat berbeda, kemampuan sangat hebat
untuk melakukan inovasi melalui manajemen pengetahuan
diban-ding organisasi lain? (Sangkala, 2007).
9. Penerapan pada Organisasi Publik
Manajemen pengetahuan juga dikembangkan untuk sektor
publik atau penyelenggaraan pemerintahan, walaupun adopsi
manajemen pengetahuan dalam pemerintahan sipil dianggap
lambat. Ada yang berpendapat hal ini di-sebabkan karena pada
umumnya pemerintah tidak menyukai pengetahuan dan
perubahan. Pendapat ini tentu saja tidak sepenuhnya benar. Di
Indone-sia, Sekretariat Kabinet melalui ITCP telah mengembangkan
informasi inter-aktif terkait kemajuan pelaksanaan proyek besar di
seluruh Indonesia. Hal ini dianggap sebagai penerapan manajemen
pengetahuan yang berhasil, wala-upun sebatas untuk pelaksanaan
proyek. Selain itu, di kalangan pemerintah pasti ada pihak atau
elemen yang mempunyai pemahaman penuh bahwa
pengetahuan adalah modal yang tiada tara. Suatu modal nirwujud
yang da-pat terus dikembangkan, yang tidak akan habis, tidak
akan hilang dicuri atau dialihkan. Pengetahuan akan dapat
mendorong inovasi dan meningkatkan efektifitas penyelenggaraan
pemerintahan.
Kesulitan pemerintah dalam mengadopsi manajemen
pengetahuan an-tara lain adalah tidak terlalu mudah untuk
mendeliniasi dan mengisolasi su-atu satuan organisasi.
Pemerintah merupakan organisasi dengan jejaring yang sangat
luas, yang geraknya dikerangkakan dalam suatu peraturan per-
undangan. Sehingga bagaimanapun inovasi dan efektifivitas yang
menjadi maksud dikembangkannya manajemen pengetahuan
suatu organisasi pe-merintah, juga akan ditentukan oleh
keterkaitannya dengan aneka organ-isasi pemerintah yang lain.
Untuk menghindari hambatan oleh karena ada-nya saling
keterkaitan tersebut, diciptakanlah suatu aturan dan kerangka
kerja yang di satu sisi memang dapat mencegah kondisi kaostik
tetapi di sisi lain sering menghambat inovasi dan efektifitas gerak.
Dinding penyekat be-rupa tugas pokok dan fungsi sering menjadi
penghalang kreativitas dan efektivitas penyelenggaraan
pemerintahan di manapun di dunia.
Walapun demikian beberapa contoh seperti FAA (Federal
Aviation Administration) di Amerika, berbagai pemerintah daerah
di Inggris (London Borough of Camden, Wiltshire County Council),
Kantor Statistik Australia, menunjukkan keberhasilannya
mengembangkan manajemen pengetahuan. Tentu saja apa yang
dimaksud dengan inovasi dan peningkatan efektifitas dalam
pemerintahan jelas tidak sama ukurannya dengan apa yang
dilaku-kan di dunia bisnis.
Pembahasan manajemen pengetahuan pada umumnya
ditujukan untuk kepentingan suatu organisasi usaha, tentara atau
pemerintah. Manajemen pengetahuan pada umumnya
ditempatkan sebagai elemen dan instrumen organisasi untuk
mendorong inovasi, meningkatkan kreativitas, meningkat-kan
kapasitas dan efektifitas gerak, produk dan aktivitas organisasi.
Artinya manajemen memang ditujukan untuk kepentingan internal
organisasi. Wala-upun sesungguhnya juga dapat ditemukan
manajemen pengetahuan untuk tujuan yang lebih luas.
Berdasarkan uraian dan telaah yang telah dilakukan dapat
dipertim-bangkan agar manajemen pengetahuan di lingkungan
Kemenpera lebih di-tujukan bagi kepentingan kementerian untuk
melaksanakan kegiatan seba-gai berikut:
a. Merumuskan dan menetapkan kebijakan dan strategi nasional di
bidang perumahan dan kawasan permukiman tahun 2015-2020.
b. Mengefektifkan dan mengefisienkan pelaksanaan RPJMN 2010-
2014 dan menjadikan kegiatan ini pembelajaran (lesson
learned) untuk perumus-an kebijakan, perencanaan dan
pelaksanaannya masa datang.
c. Meningkatkan daya tanggap Kemenpera atas berbagai
permasalahan pe-rumahan dan permukiman yang muncul.
d. Mengefektifkan pembinaan penyelenggaraan perumahan dan
kawasan permukiman oleh pemerintah daerah.
e. Meningkatkan kualitas kebijakan, rencana dan program fasilitasi
masyara-kat berpenghasilan rendah.
f. Mengembangkan dan meningkatkan kualitas kebijakan,
rencana dan program pencegahan dan peningkatan kualitas
permukiman kumuh.
g. Meningkatkan efektifitas instrumen penunjang
penyelenggaraan peru-mahan dan kawasan permukiman seperti
pertanahan, pendanaan dan pembiayaan (Kuswartojo, 2011).
BAB III
INSTRUMEN ANALISIS
Dalam upaya menghasilkan kebijakan dan strateji yang baik,
dibutuhkan alat analisis yang sesuai dengan mempertimbangkan
kesesuaian dengan isu yang dihadapi, dan mudah dilaksanakan. Pada
bagian ini, disajikan penjelasan tentang alasan pemilihan alat analisis,
disertai penjelasan rinci dari masing-masing alat analisis tersebut.
A. Pemilihan Alat Analisis
Pada kajian ini dipergunakan Strength, Weakness, Opportunity,
Threat (SWOT) dan Balanced Scorecard (BSC). Alasan utama pemilihan
SWOT adalah kekuatannya dalam melakukan penyaringan faktor
berpengaruh dengan merinci kedalam empat kategori yaitu kekuatan
dan kelemahan (internal), dan peluang dan ancaman (eksternal)
sehingga outputnya yang berupa tujuan strategis menjadi lebih
bermakna.
Sementara pemilihan BSC dengan mempertimbangkan
kekuatannya dalam menghasilkan rencana aksi. Terdapat paling tidak
5 (lima) manfaat utama dari BSC yaitu (i) merupakan sebuah alat
untuk mengomunikasikan strategi kepada pemangku kepentingan
termasuk pengelola, pekerja, pelanggan/masyarakat. Melalui BSC,
pemangku kepentingan dapat mereview strategi dan pencapaiannya
menggunakan ’bahasa’ yang sama; (ii) memungkinkan sebuah
organisasi meme-takan seluruh faktor utama dalam organisasi baik
aset fisik maupun non fisik; (iii) mengaitkan strategi organisasi
terhadap kinerjanya. BSC membantu organisasi mengembangkan tidak
hanya strategi tetapi juga memantau pencapaian stra-tegi; (iv)
mengenali konsep sebab dan akibat; (v) membantu menghitung ang-
garan (Luis, 2011).
Selain itu, BSC telah mulai diimplementasikan oleh organisasi
publik baik di Indonesia maupun di mancanegara. Di Indonesia, BSC
telah diadopsi walaupun hanya sebagian saja melalui kewajiban
instansi pemerintah sampai eselon II menyusun LAKIP (Laporan Kinerja
Instansi Pemerintah), dan menyusun Indikator Kinerja Utama (IKU).
Diharapkan dengan gabungan kedua alat analisis ini, dapat
dihasilkan suatu keluaran yang terpadu dari suatu proses formulasi
kebijakan dan formulasi rencana aksi, mulai dari visi sampai ke
rencana aksi.
B. SWOT (Strength, Weakness, Opportunity, Threat)
Alat analisis SWOT merupakan suatu alat yang dapat membantu
mengenali kekuatan dan kelemahan internal organisasi dan
memahami peluang dan tan-tangan eksternal organisasi. Langkah
analisis yang dilakukan dengan menggu-nakan SWOT adalah
(i) Pencermatan lingkungan , yang meliputi pencermatan lingkungan
internal (PLI) dan pencermatan lingkungan eksternal (PLE).
a. Lingkungan internal meliputi (i) kekuatan, yaitu situasi dan
kemam-puan internal yang bersifat positip yang
memungkinkan organisasi me-menuhi keuntungan stratejik
dalam mencapai visi dan misi; dan (ii) ke-lemahan, yaitu
situasi dan faktor-faktor dalam organisasi yang bersifat
negatif, yang menghambat organisasi mencapai atau mampu
melam-paui pencapaian visi dan misi.
b. Lingkungan eksternal meliputi (i) peluang, yaitu situasi dan
faktor-fak-tor luar organisasi yang bersifat positif, yang
membantu organisasi mencapai visi dan misi; dan (ii)
ancaman, yaitu faktor luar organisasi yang bersifat negatif,
yang dapat mengakibatkan organisasi gagal mencapai visi
dan misinya.
PLI merupakan upaya mencermati kekuatan dan kelemahan di
lingkung-an internal organisasi yang dapat dikelola manajemen,
sementara PLE merupakan upaya mencermati peluang dan
tantangan yang ada di ling-kungan eksternal organisasi.
(ii) Menyimpulkan analisis , yang meliputi kesimpulan analisis faktor
internal (KAFI), dan kesimpulan analisis faktor eksternal (KAFE).
Faktor internal dan eksternal yang telah diidentifikasi
kemudian dite-tapkan urutan prioritasnya melalui pembobotan,
penetapan rating, dan penghitungan skor. Adapun besarnya
bobot ditetapkan berdasarkan ke-mungkinan dampak dari faktor
internal dan eksternal terhadap keber-hasilan organisasi. Bobot
tinggi diberi kepada faktor yang berdampak besar, dan
sebaliknya kepada faktor yang kurang berdampak (skalanya 0-
100).
Rating adalah tanggapan manajemen organisasi terhadap
faktor ter-sebut. Jika menonjol diberi rating besar dan sebaliknya
(skalanya 0-1). Sementara skor merupakan hasil perkalian antara
bobot dan rating dari masing-masing faktor. Besarnya skor akan
menentukan urutan prioritas. Semakin besar skor maka semakin
besar urutan prioritas (prioritas 1 me-rupakan prioritas tertinggi).
(iii) Memilih asumsi strateji.
Tahapan ini merupakan kelanjutan tahapan sebelumnya. Pada
tahap-an ini dilakukan penetapan asumsi strateji melalui
penggabungan antara hasil KAFI dan KAFE. Terdapat empat
kategori asumsi strateji yaitu (a) SO (kekuatan vs peluang), yang
diartikan sebagai pemanfaatan kekuatan un-tuk memanfaatkan
peluang; (b) WO (kelemahan vs peluang), yang diar-tikan
sebagai menanggulangi kelemahan dengan memanfaatkan
peluang; (c) ST (kekuatan vs ancaman), yang diartikan sebagai
memanfaatkan kekuatan untuk menghadapi ancaman bahkan
mengubahnya menjadi pe-luang; (d) WT (kelemahan vs
ancaman), yang diartikan sebagai memper-kecil kelemahan dan
menghindari ancaman.
(iv) Menetapkan Faktor Kunci Keberhasilan (FKK)
Pada tahapan ini, setiap asumsi strateji ditetapkan
keterkaitannya de-ngan visi, misi, dan nilai-nilai melalui
penetapan rating (1-4). Semakin be-sar rating semakin besar
keterkaitan. Asumsi strateji dengan skor terbe-sar mempunyai
peluang yang lebih besar terpilih sebagai faktor kunci ke-
berhasilan (FKK).
(v) Menetapkan tujuan.
Tujuan ditetapkan dengan menggabungkan misi dan FKK.
C. BSC (Balanced Scorecard)
1. Pengertian
BSC adalah sebuah alat pengelolaan kinerja yang membantu
sebuah organisasi menterjemahkan visi dan strateginya ke rencana
aksi, meman-faatkan sekelompok indikator keuangan dan non
keuangan yang terkait da-lam hubungan sebab akibat. Namun,
BSC tidak hanya sampai pada rencana aksi tetapi berlanjut pada
pemantauan pelaksanaan strateji.
Ukuran yang digunakan tidak untuk mengendalikan perilaku
tetapi untuk mengartikulasikan strateji organisasi,
mengomunikasikan strateji organisasi, dan membantu
menyinergikan inisiatif individu, lintas-departemen, organ-isasi,
demi mencapai sasaran bersama (Gaspersz, 2002).
Pemahaman ’berimbang’ (balanced) dalam BSC adalah
keseimbangan an-tara (i) aspek keuangan dan non keuangan; (ii)
indikator masa lalu, seka-rang dan masa depan; (iii) indikator
internal dan eksternal; (iv) indikator pe-nyebab dan indikator
dampak/terpengaruh. Sementara ’kartu skor’ (score-card) mengacu
sebagai kartu laporan atau kartu nilai (Luis, 2011).
Terdapat empat
perspektif dalam BSC
berdasar pemanfaatan
di sektor publik yaitu
(a) Perspektif keuangan
dimaksudkan sebagai
konsekuensi ke-uangan
dari suatu kebijakan.
Namun berbeda dengan
perusahaan, orga-nisasi
publik menjadikan perspektif keuangan bukan sebagai tujuan akhir
tetapi sebagai pijakan awal. Pejabat pemerintah harus berfokus
pada peme-nuhan kebutuhan pelayanan publik dengan cara yang
efisien. Mereka harus menjawab pertanyaan “apakah pelayanan
publik yang diberikan pada tingkat biaya yang kompetitif dan
efisien?”; (b) Perspektif pelanggan dimaksudkan sebagai tingkat
penerimaan masyarakat (dalam organisasi publik) terhadap suatu
kebijakan. Pejabat peme-rintah harus mengetahui apa-kah
pelayanan publik yang me-reka berikan telah memenuhi
kebutuhan masyarakat sebagai warga negara dan pembayar pajak.
Mereka harus menentu-kan jawaban atas pertanyaan “apakah
organisasi pemerintah
Gambar 3.1 Empat Perspektif Balance Scorecard
telah memberikan pelayanan publik yang sesuai dengan kebutuhan
dan ekspektasi rasional masyarakat?”; (c) Perspektif proses
internal (kegiatan operasional) dimaksudkan sebagai proses
internal utama yang dapat meng-hasilkan suatu tingkat
penerimaan masyarakat yang sesuai yang diha-rapkan. Pejabat
pemerintah harus berfokus pada operasi kritis yang me-
kepuasan masyarakat
proses internal
pembelajaran dan pertumbuhan
keuangan
mungkinkan mereka mampu memenuhi kebutuhan masyarakat.
Mereka ha-rus menjawab pertanyaan “dapatkah organisasi
pemerintah meningkatkan pelayanan publik melalui perubahan
metode pelayanan?”; (d) Sebagai pers-pektif terakhir adalah
pembelajaran dan pertumbuhan dimaksudkan sebagai upaya
organisasi untuk belajar dan berkembang dengan memanfaatkan
sumber daya manusia dan sistem informasi yang ada. Pejabat
pemerintah harus menjawab pertanyaan “apakah organisasi
pemerintah mempertahan-kan teknologi dan pelatihan staf untuk
pengembangan berkesinambungan?” (Gapersz, 2002).
2. Perkembangan BSC
BSC diperkenalkan pertama kali dalam sebuah artikel pada
tahun 1992 oleh Kaplan dan Norton dalam Harvard Business
Review, edisi Januari-Feb-ruari 1992. BSC berkembang cepat,
sehingga pada tahun 1996 Kaplan dan Norton memperkenalkan
revisi BSC yang memperkenalkan Peta Stratejik.
Peta Stratejik kemudian dijelaskan secara rinci dalam buku
Strategy Maps, Converting Intangible Assets into Tangible
Outcomes. Kemudian BSC dengan tambahan Peta Stratejik disebut
BSC generasi kedua. Selain itu, per-bedaannya adalah dimunculkan
hubungan sebab akibat antara sasaran stra-tejik dalam Peta
Stratejik. Pada generasi kedua ini, BSC telah juga mulai di-
manfaatkan oleh organisasi publik (Luis, 2011).
Memasuki generasi ketiga, kemudian BSC dilengkapi 4 (empat)
kompo-nen utama yaitu (i) pernyataan tempat tujuan; (ii) model
keterkaitan strate-ji; (iii) kejelasan perangkat untuk setiap sasaran
strateji; (iv) kejelasan pe-rangkat untuk setiap pengukuran kinerja
yang terpilih bagi kepentingan pe-mantauan masing-masing
sasaran strateji (termasuk target) (LAN, 2011 (c))
3. Tahapan
Secara umum penyusunan BSC terdiri dari 7 (tujuh) tahapan
sebagai berikut:
(i) perumusan visi, misi dan tujuan . Dalam KTP-2 ini, visi dan misi
diadop-si dari visi dan misi BPA Kemenpera yang tercantum
dalam Rencana Strategis BPA Kemenpera Tahun 2010-2014.
Sementara tujuan diha-silkan melalui analisis formulasi
strategi menggunakan alat analisis SWOT.
(ii) pengembangan peta stratejik , yang merupakan
penggambaran hu-bungan kausal dari tujuan sebagai suatu
kesatuan dalam perspektif keuangan, pembelajaran dan
pertumbuhan, proses internal dan pe-langgan. Peta stratejik
ini juga sekaligus menjadi peta jalan agar pe-laksanaan
kegiatan berhasil dengan sebaik-baiknya.
(iii) Penetapan sasaran stratejik , merupakan upaya menetapkan
ukuran keberhasilan dari strateji yang telah dihasilkan dalam
peta stratejik. Sasaran stratejik ini kemudian ditetapkan
urutan prioritasnya berda-sarkan penetapan bobot bagi
masing-masing perspektif. Kriteria bobot adalah (a) tingkat
kesulitan mencapai target. Semakin sulit semakin tinggi
bobotnya; (b) derajat kepentingan terhadap masa depan
organ-isasi. Semakin penting semakin tinggi bobotnya.
(iv) Penetapan tolok ukur , merupakan upaya mengkuantifikasi
ukuran ke-berhasilan strateji atau sering kali disebut sebagai
Indikator Kinerja Utama (IKU). Indikator terdiri dari indikator
hasil (outcome) dan indi-kator pendorong atau pemacu
kinerja.
Ukuran hasil juga dianggap sebagai ‘lag indicator’, yang
mengindi-kasikan hasil kinerja dalam satu periode setelah
suatu aktivitas dilak-sanakan. Ukuran pendorong dikenal
sebagai lead indicator, yang meni-lai proses dan aktifitas
antara. Ukuran hasil sering sulit diidentifikasi sedangkan
ukuran pendorong lebih dapat diperkirakan dan memung-
kinkan suatu organisasi menyesuaikan perilaku kinerjanya
(Gaspersz, 2002)
Selanjutnya secara rinci ukuran untuk masing-masing
perspektif adalah (a) perspektif keuangan mengindikasikan
pertumbuhan, bertahan, dan memetik hasil, (b) perspektif
pelanggan mengindikasikan tingkat ke-puasan pelanggan,
tingkat profitabilitas pelanggan, pelanggan baru, loyalitas
pelanggan, citra dan reputasi organisasi; (c) perspektif proses
internal mengindikasikan proses inovasi, proses produksi, dan
proses penyampaian produk/jasa; (d) perspektif pembelajaran
dan pertum-buhan mengindikasikan tingkat produktifitas,
tingkat kompetensi pe-gawai, dan kemampuan sistem
informasi.
Terdapat 6 (enam) kunci dari ukuran yang baik, yaitu (a)
validitas/ ke-sahihan. Apakah ukuran ini benar-benar
mengukur konsep yang di-maksud?; (b) reliabilitas/keandalan.
Apakah ukuran ini menunjukkan kesalahan, penyimpangan
atau perubahan yang minimum apabila kon-sep yang
melandasi ukuran itu berubah?, (c) tanggap terhadap peru-
bahan. Apakah nilai ukuran ini berubah secara cepat apabila
konsep yang melandasi ukuran itu berubah?; (d) mudah
memahami. Apakah ukuran ini mudah dijelaskan dan
dipahami?; (e) murah dalam pe-ngumpulan data. Berapa
besar biaya tambahan yang akan diperlukan untuk
menghitung ukuran ini pada basis bulanan, triwulanan,
semes-teran atau tahunan?; (f) keseimbangan. Apakah
ukuran ini sebagai sa-tu kelompok, seimbang dalam dimensi
yang penting?. (Gasperz, 2002)
(v) Penyusunan rencana tindak sebagai upaya pencapaian
tujuan yang terukur dalam IKU.
(vi) Penyusunan kriteria target, merupakan upaya
mengkuantifikasi ukuran keberhasilan pencapaian IKU.
Kriteria ini ditetapkan dengan meman-faatkan prinsip SMART
(Stretch/menantang, Measurable/terukur, Agreed/disepakati,
Realistic/realistis, Time bound/dibatasi waktu).
Target merupakan tingkat spesifik kinerja yang
diidentifikasi untuk setiap ukuran sehingga (a) penetapan
target dapat mengomunikasi-kan tingkat kinerja organisasi
yang diharapkan; (b) memberikan indivi-du suatu
sasaran/kontribusi yang didefinisikan untuk strategi organi-
sasi secara keseluruhan. (c) memokuskan organisasi pada
peningkatan terus-menerus. Target harus realistis, namun
mendorong ke tingkat pencapaian yang lebih tinggi.
Ketika menetapkan target, terdapat kriteria yang perlu
dipertim-bangkan yaitu (a) menetapkan hanya satu target per
IKU; (b) menja-min target dapat dikuantifikasi; (c) menjamin
target secara jelas me-ngomunikasikan kinerja yang
diharapkan; (d) menunjukkan hubungan antara inisiatif
(program) dan strategi
Terdapat 3 (tiga) hal yang perlu diperhatikan dalam
penetapan target yang efektif yaitu (a) target harus
membutuhkan usaha tam-bahan tetapi tidak bersifat
melemahkan semangat; (b) target berjang-ka waktu dua
sampai lima tahun sehingga memberi cukup waktu un-tuk
melakukan terobosan; (c) membatasi banyaknya target.
Setiap tahun, organisasi seyogyanya berfokus pada
terobosan da-lam satu atau dua area kunci, tergantung:
- Nilai ( value ) . Bagaimana pentingnya area ini terhadap
pencapaian strategi
- Kesenjangan ( gap ) . Seberapa besar kesenjangan
potensialnya?
- Ketepatan waktu ( timeliness ) . Apakah terdapat urutan
dalam isu yang perlu diperhatikan?
- Hasrat/keinginan ( appetite ) . Apakah terdapat energi dan
antusias-me untuk mencapai area ini?
- Keterampilan ( skill ) . Apakah keterampilan cukup tersedia
atau kete-rampilan itu dapat diperoleh? (Gaspersz, 2002).
(vii) Pengukuran hasil dengan membandingkan realisasi terhadap
target.
Agar hasil BSC ini dapat diimplementasikan, perlu diperhatikan
bahwa sasaran BSC adalah menciptakan suatu organisasi berfokus
strateji, yang berarti (a) mengomunikasikan strateji, (b) membuat
strateji sebagai suatu proses terus menerus, (c) menyebarluaskan
strateji, (d) membuat strateji menjadi pekerjaan setiap orang
dalam organisasi (Gaspersz, 2002).
Pada kajian ini, pemanfaatan BSC hanya sampai pada tahap
penyusunan kriteria target.
4. BSC pada Ranah Publik
Terdapat perbedaan perspektif BSC pada organisasi bisnis
yang ber-orientasi keuntungan dan organisasi publik yang
berorientasi layanan pub-lik. Hal ini mendorong dilakukannya
modifikasi penerapan BSC dalam or-ganisasi publik.
Perspektif keuangan merupakan alat ukur tradisional oleh
organisasi swasta. Tujuan keuangan merupakan ukuran yang tidak
memadai untuk organisasi pemerintah karena dapat mengabaikan
kinerja yang berwujud pemenuhan kebutuhan masyarakat.
Sebagai konsekuensinya, pencapaian tujuan organisasi
pemerintah adalah berfokus pada pelanggan atau ma-syarakat.
Menurut Kaplan dan Norton (2000), perspektif pelanggan
seyogyanya menjadi pengendali ukuran BSC organisasi
pemerintah. Keberhasilan or-ganisasi pemerintah seyogyanya
diukur melalui efektifitas dan efisiensi da-lam memenuhi
kebutuhan masyarakat pembayar pajak.
Sebagai simpulan, penerapan BSC pada organisasi publik
memerlukan penyesuaian dengan beberapa pertimbangan, yaitu
(i) fokus utama organi-sasi publik adalah masyarakat dan
kelompok tertentu, sedang fokus utama organisasi bisnis adalah
pelanggan dan pemegang saham; (ii) tujuan utama organisasi
publik adalah bukan maksimalisasi hasil keuangan, tetapi kese-
imbangan pertanggungjawaban keuangan melalui pelayanan
kepada pihak yang berkepentingan sesuai dengan visi dan misi
organisasi pemerintah (Gaspersz, 2000)
BAB IV
ANALISIS
Pada bagian analisis, secara umum dibahas rencana stratejik
yang terdiri dari komponen visi, misi, tujuan, sasaran dan strateji, dan
dilanjutkan dengan rencana kinerja yaitu operasionalisasi dari rencana
stratejik berupa penetapan sasaran, indikator kinerja, target, program
yang akan dilaksanakan berikut kegiatannya. Pembahasannya akan
dibagi dalam 2 (dua) bagian besar yaitu formulasi strateji dan
formulasi rencana tindak.
A. Tahapan Analisis
Secara garis besar, tahapan manajemen stratejik adalah (i)
formulasi strateji; (ii) implementasi strateji; dan (iii) evaluasi strateji.
Namun kajian ini tidak mencakup evaluasi strateji. Adapun tahapan
selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 4.1.
Terkait tahapan analisis ini, terdapat beberapa pertanyaan yang
menjadi acuan pada setiap tahapan, yaitu
(i) Visi dan Nilai what we want to be (apa yang kita inginkan)
(ii) Misi what we have to do (apa yang harus dilakukan)
(iii) Analisis lingkungan stratejik where are we now (dimana kita berada
sekarang)(iv) Tujuan where should we go (kemana kita akan pergi)(v) Sasaran strateji how do we get there (bagaimana
mencapai tujuan)(vi) Pengukuran Kinerja do we succeed (apakah kita
sukses)
AN
ALIS
IS S
WO
T
An
a.i
sis
Lin
gku
ng
an
S
tart
eg
is
AN
ALIS
IS B
SC
Gambar 4.1 Tahapan Analisis
VISI MISI NILAI
Uji visidan Misi
Pencermatan Lingkungan Eksternal (PLE)
Pencermatan Lingkungan Internal (PLI)
Kesimpulan Analisis Faktor Eksternal (KAFE)
Kesimpulan Analisis Faktor Internal (KAFI)
Asumsi Stratejik
Faktor Kunci Keberhasilan (FKK)
Tujuan Stratejik
FORMULASI STRATEJI
FORMULASI IMPLEMENTASI
STRATEJI
FORMULASI EVALUASI STRATEJI
Sasaran Stratejik
Indikator Kinerja
Rencana TindakKriteria Target
Pengukuran Kinerja
Evaluasi Kinerja
B. Formulasi Strateji
Formulasi strateji terdiri dari langkah-langkah (i) perumusan visi,
misi dan nilai-nilai; (ii) pencermatan lingkungan stratejik; (iii) asumsi
stratejik; (iv) faktor kunci keberhasilan; dan (v) penetapan tujuan.
1. Perumusan Visi, Misi dan Nilai-Nilai
Langkah awal dari formulasi strategi adalah penetapan visi, misi
dan nilai-nilai. Visi dan misi Biro Perencanaan dan Anggaran (BPA)
Kementerian Perumahan Rakyat telah termaktub dalam Rencana
Strategi BPA Tahun 2010-2014, yang telah ditetapkan melalui
keputusan Kepala Biro Perencanaan dan Anggaran.
a. Visi Biro Perencanaan dan Anggaran Tahun 2010-2014
Memperhatikan amanat Renstra Kemenpera tahun 2010-
2014, hasil pencapaian kinerja BPA, potensi dan masalah
serta aspirasi pemangku
kepentingan, ditetapkan visi BPA adalah “Terwujud sistem
peren-canaan dan penganggaran yang akuntabel dan
didukung data dan in-formasi yang akurat”.
Mengacu pada daftar pertanyaan pada Tabel IV.1, dapat
dikatakan bahwa visi BPA ini telah memenuhi persyaratan
sebuah pernyataan visi. Selengkapnya pada Tabel IV.1
b. Misi Biro Perencanaan dan Anggaran Tahun 2010-2014
Adapun sebagai penjabaran dari visi di atas, misi BPA
adalah (i) meningkatkan kualitas sistem perencanaan yang
berkesinambungan; (ii) meningkatkan kualitas sistem
penganggaran berbasis kinerja; (iii) meningkatkan
ketersediaan data dan informasi yang akurat.
Mengacu pada hasil pemeriksaan pada Tabel IV.2, dapat
dikatakan bahwa pernyataan misi BPA telah memenuhi
persyaratan pernyataan minimal sebuah misi. Selengkapnya
pada Tabel IV.2.
Tabel IV.1 Daftar Periksa Pernyataan Visi
VISI
Terwujud sistem perencanaan dan penganggaran yang akuntabel dan didukung data dan informasi yang akurat
No Pertanyaan Uji Tanggapan
1 Apakah pernyataan visi memberikan gambaran yang jelas dan kondisi ideal organisasi publik di masa mendatang?
Ya. Bersifat terbuka. Didukung data dan informasi akurat.
2 Apakah pernyataan visi memiliki pengaruh dan menantang?
Ya. Menyediakan data dan in-formasi bukan pekerjaan mudah. Ketersediaan data meningkatkan kualitas hasil perencanaan
3 Apakah pernyataan visi bersifat singkat dan mudah diingat?
Ya.
4 Apakah pernyataan visi bersifat menarik bagi karyawan, masyarakat, dan pemangku kepentingan?
Ya. Keberhasilan pencapaian visi akan bermanfaat bagi semua.
5 Apakah pernyataan visi bersifat tetap sepanjang waktu, selalu up-to-date?
Ya. Pernyataan dalam visi me-rupakan kondisi ideal.
Tabel IV.2 Daftar Periksa Pernyataan Misi
MISI
(i) meningkatkan kualitas sistem perencanaan yang berkesinam-bungan;
(ii) meningkatkan kualitas sistem penganggaran berbasis kinerja; (iii) meningkatkan ketersediaan data dan informasi yang akurat.
No Pertanyaan Uji Tanggapan
1 Apakah pernyataan visi menyatakan secara jelas tentang manfaat dari kehadiran organisasi?
Ya. Kualitas perencanaan akan ber-dampak pada kualitas pemba-ngunan bidang perumahan
2 Apakah pernyataan visi jelas sehing-ga karyawan dapat
Ya. Menyiapkan dan menyediakan data dan
mengetahui kontribusi mereka? informasi
3 Dapatkah misi bertahan terhadap per-ubahan dalam organisasi?
Ya. Kualitas sistem perencanaan dan anggaran merupakan suatu kenisca-yaan bagi setiap organisasi publik
4 Apakah pernyataan misi mampu men-jawab pertanyaan siapa kita, apa dan untuk siapa kita melakukannya dan mengapa itu penting?
Ya. Pengembangan sistem pe-rencanaan, penganggaran dan data dan informasi menjadi ranah BPA.
5 Apakah pernyataan misi mampu memberi jawaban terhadap alasan membelanjakan dana publik?
Ya. Justru sistem perencanaan yang baik meningkatkan efisiensi dan efektifitas pemanfaatan dana publik.
c. Nilai-Nilai
Dalam upaya mewujudkan visi dan misi BPA, dibutuhkan
nilai-nilai yang menjadi panutan seluruh jajaran pejabat
struktural dan staf BPA yaitu disiplin dan akuntabel.
Nilai disiplin menjadi penting dengan mempertimbangkan
visi mem-bangun suatu sistem perencanaan. Sementara nilai
akuntabel dikaitkan perlunya keterbukaan terhadap proses
perencanaan dan penganggar-an, termasuk dalam
penyediaan data dan informasinya.
2. Pencermatan Lingkungan Stratejik
Pencermatan lingkungan stratejik berupa upaya identifikasi
faktor yang mempunyai pengaruh dan berdampak terhadap
kelangsungan dan kinerja sua-tu organisasi, baik yang berasal dari
lingkungan internal organisasi berupa ke-kuatan (strength) dan
kelemahan (weakness), maupun yang berasal dari lingkungan
eksternal organisasi berupa peluang (opportunity) dan ancaman
(threat).
Secara internal, kekuatan (strength) yang dimiliki Biro
Perencanaan dan Anggaran Kementerian Perumahan Rakyat adalah
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan
Kawasan Permukiman, komitmen peja-bat struktural Biro
Perencanaan dan Anggaran dan motivasi pegawai Biro Pe-rencanaan
dan Anggaran. Sementara kelemahannya (weakness) adalah kinerja
sumber daya manusia, sistem dan ketatalaksanaan organisasi, data
dan informasi, penerapan teknologi informasi dan komunikasi, dan
budaya perubahan.
Secara eksternal, peluang (opportunity) yang dipunyai adalah
dukungan para pimpinan Kementerian Perumahan Rakyat, dukungan
anggota legislatif, kerjasama teknis dengan perguruan tinggi (ITB),
dan MOU dengan BPS. Se-mentara ancaman (threat) berupa
ketidakpahaman pemangku kepentingan dan pemerintah daerah
belum menganggap penting data dan informasi. Seleng-kapnya pada
Tabel IV.1
Tabel IV.3 Matriks Identifikasi Lingkungan Stratejik
INTERNAL EKSTERNAL
KEKUATAN (STRENGTH) PELUANG (OPPORTUNITy)
1. Keberadaan UU Nomor 1 Tahun 2011 ten-tang Perumahan dan Kawasan Permukiman
2. Komitmen pejabat struktural BPA tinggi 3. Motivasi pegawai BPA tinggi
1. Dukungan para pimpinan kementerian tinggi
2. Dukungan legislatif tinggi 3. Kerjama teknis dengan perguruan
tinggi (ITB) telah terwujud 4. MOU dengan BPS telah
ditandatangani.
KELEMAHAN (WEAKNESS) ANCAMAN (THREAT)
1. Belum optimalnya kinerja sumber daya ma-nusia
2. Belum memadainya sistem dan ketatalaksa-naan organisasi
3. Belum tersedia data dan informasi yang me-madai
4. Belum optimalnya penerapan teknologi infor-masi dan komunikasi
5. Budaya perubahan belum bisa diterima.
1. Pemangku kepentingan belum mengang-gap data dan informasi penting
2. Pemerintah daerah belum menjadikan da-ta dan informasi sebagai prioritas
3. Asumsi Stratejik
Pada tahapan ini, dilakukan penentuan prioritas untuk masing-
masing fak-tor internal dan faktor eksternal. Selanjutnya hasilnya
dikombinasikan antara prioritas faktor internal dan prioritas faktor
eksternal untuk memperoleh 4 (empat) asumsi stratejik yaitu
asumsi stratejik SO (strength-opportunity), asumsi strategis ST
(strength-threat), asumsi strategis WO (weakness-opportunity), dan
asumsi strategis WT (weakness-threat).
Berdasar hasil analisis, dengan memberi bobot dan rating pada
masing-masing faktor internal dan faktor eksternal, diperoleh
urutan prioritas sebagai berikut.
a. Kesimpulan Analisis Faktor Internal (KAFI) , yaitu urutan prioritas
faktor internal.
Urutan tiga teratas faktor kekuatan (strength) adalah
komitmen pe-jabat struktural biro, motivasi kerja pegawai BPA
dan UU Nomor 1 Tahun 2011. Sementara urutan tiga teratas
faktor kelemahan (weakness) ada-lah ketersediaan data dan
informasi, penerapan teknologi informasi dan komunikasi, dan
sistem dan ketatalaksanaan. Selengkapnya Tabel IV.4.
b. Kesimpulan Analisis Faktor Eksternal (KAFE) , yaitu urutan
prioritas faktor eksternal.
Urutan tiga teratas faktor peluang (opportunity) adalah
kerjasama teknis dengan ITB, MOU dengan BPS, dan dukungan
petinggi kemente-rian. Sementara urutan dua teratas faktor
ancaman (threat) adalah prioritas pemerintah daerah, dan
pemahaman pemangku kepentingan. Selengkapnya pada Tabel
IV.5
Tabel IV.4 Kesimpulan Analisis Faktor Internal (KAFI)
No Faktor-FaktorInternal Stratejik
Bobot Rating SKOR Kesimpulan
(Prioritas)
1 2 3 4 5 6
KEKUATAN
1 Keberadaan UU Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Ka-wasan Permukiman
7.5 3 22.5 III
2 Komitmen pejabat struktural BPA tinggi
15 4 60 I
3 Motivasi kerja pegawai BPA tinggi
10 3 30 II
KELEMAHAN
1 Kinerja SDM belum optimal 12.5 3 37.5 IV
2 Sistem dan ketatalaksanaan orga-nisasi belum memadai
12.5 3 37.5 III
3 Ketersediaan data dan informasi yang belum memadai
17.5 4 70 I
4 Penerapan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) belum optimal
15 4 60 II
5 Perubahan belum bisa diterima 10 3 30 V
Total 100
Tabel IV.5 Kesimpulan Analisis Faktor Eksternal (KAFE)
No Faktor-Faktor
Eksternal Stratejik
Bobot Rating SKOR Kesimpulan
(Prioritas)
1 2 3 4 5 6
PELUANG
1 Dukungan petinggi kementerian tinggi
15 3 45 III
2 Dukungan legislatif tinggi 12.5 3 37.5 IV
3 Kerjasama teknis dengan ITB
22.5 4 90 I
4 MOU dengan BPS 17.5 3 52.5 II
TANTANGAN/ANCAMAN
1 Pemangku kepentingan belum menganggap data dan informa-si penting
17.5 3 52.5 II
2 Pemerintah daerah belum men-jadikan data dan informasi se-bagai prioritas
15 4 60 I
Total 100
Dengan memanfaatkan metode analisis TOWS, yang
menggabungkan KAFE dan KAFI, diperoleh seluruhnya 7 (tujuh) asumsi
stratejik, yaitu 2 (dua) asumsi stratejik SO (strength-opportunity), 1
(satu) asumsi stratejik ST (strength-threat), 3 (tiga) asumsi stratejik
WO (weakness-opportunity), dan 1 (satu) asumsi stratejik WT
(weakness-threat). Selengkapnya pada Tabel IV.6
Tabel IV.6 Asumsi Strategis (Analisis TOWS/KAFI vs KAFE)
KAFI
KAFE
STRENGTH (Kekuatan)
1. Komitmen pejabat struktural BPA
2. Motivasi pegawai3. Keberadaan UU Nomor 1
Tahun 2011
WEAKNESS (Kelemahan)
1. Ketersediaan data dan informasi
2. Penerapan Teknologi Informasi dan Komunikasi
3. Sistem dan ketatalaksanaan organisasi
OPPORTUNITIES (Peluang)
1. Kerjasama teknis dengan ITB
2. MOU dengan BPS3. Dukungan petinggi
kementerian
Asumsi Stratejik SO
- Mengimplementasikan UU No-mor 1 Tahun 2011 tentang Pe-rumahan dan Kawasan Per-mukiman melalui kerjasama teknis pegembangan manaje-men pengetahuan dengan ITB dan MOU dengan BPS
- Menggalang dukungan pimpin-an, dan pemangku kepenting-an dalam pengembangan ma-najemen pengetahuan
Asumsi Stratejik WO
- Menggalang kemitraan dengan ITB untuk mengembangkan manajemen pengetahuan
- Menggalang kemitraan dengan BPS untuk meningkatkan kua-litas ketersediaan data dan informasi.
- Menggalang kemitraan dengan ITB untuk menerapkan TIK
THREATS (Tantangan)
1. Kepedulian pemerintah daerah
2. Pemahaman pemangku kepentingan
Asumsi Stratejik ST
- Meningkatkan kepedulian dan pemahaman pemangku ke-pentingan melalui penerapan UU Nomor 1 Tahun 2011 ten-tang Perumahan dan Kawas-an Permukiman
Asumsi Stratejik WT
- Mengembangkan penerapan TIK untuk meningkatkan kepe-dulian pemda dan pemahaman pemangku kepentingan
4. Faktor Kunci Keberhasilan (FKK)
Faktor kunci keberhasilan merupakan hasil pemilihan asumsi
stratejik yang menjadi prioritas teratas berdasarkan hasil
pemeringkatan. Pemering-katan asumsi stratejik didasarkan pada
keterkaitan dengan visi, misi, dan nilai-nilai. Dalam kajian ini
ditetapkan 3 (tiga) prioritas teratas dari asumsi stratejik yang
menjadi faktor kunci keberhasilan (FKK).
Tabel IV.7 Urutan Asumsi Stratejik
No Asumsi Strategi
Keterkaitan dengan
Total SKO
R
Urutan Pilihan Strateji
kVisi
Misi Nilai/
Values
Mis
i 1
Mis
i 2
Mis
i 3
Nila
i 1
Nila
i 2
1 2 3 4 5 6 7 8 9 (3..8)
10
1
2
Asumsi Strategi SO
Mengimplementasikan UU Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman melalui kerjasama teknis pengembangan manajemen pengetahuan dengan ITB dan MOU dengan BPS
Menggalang dukungan pimpinan, dan pemangku kepentingan dalam pengembangan manajemen penge-tahuan
3
3
3
3
2
2
4
3
2
2
3
3
17
16
II
IV
3
Asumsi Strategi ST
Meningkatkan kepedulian dan pe-mahaman pemangku kepentingan melalui penerapan UU Nomor 1 Ta-hun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman
2 2 2 3 2 2 13 VII
4
5
6
Asumsi Strategi WO
Menggalang kemitraan dengan ITB untuk mengembangkan manajemen pengetahuan
Menggalang kemitraan dengan BPS untuk meningkatkan kualitas keter-sediaan data dan informasi.
Menggalang kemitraan dengan ITB untuk menerapkan TIK
4
3
2
3
3
2
2
2
2
4
4
3
2
2
2
3
3
3
18
17
14
I
III
VI
7Asumsi Strategi WT
Mengembangkan penerapan 2 2 2 3 2 3 14 V
TIK untuk meningkatkan kepedulian pemda dan pemahaman pemangku kepentingan
Berdasarkan Tabel IV.7, diperoleh tiga peringkat teratas dari
asumsi stratejik yang sekaligus merupakan FKK yaitu (i) Menggalang
kemitraan dengan ITB un-tuk mengembangkan manajemen
pengetahuan; (ii) Mengimplementasikan UU Nomor 1 Tahun 2011
tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman melalui ker-jasama
teknis pengembangan manajemen pengetahuan dengan ITB dan MOU
penyediaan data dan informasi dengan BPS; dan (iii) Menggalang
kemitraan dengan BPS untuk meningkatkan kualitas ketersediaan data
dan informasi. Se-lengkapnya pada Tabel IV.7.
5. Penetapan Tujuan
Tahapan ini merupakan bagian akhir dari alat analisis SWOT.
Penetapan tu-juan dilakukan dengan memadukan misi Biro
Perencanaan dan Anggaran dengan faktor kunci keberhasilan (FKK).
Pada akhirnya ditetapkan 2 (dua) tujuan, yaitu (i) Mengembangkan
manajemen pengetahuan melalui kemitraan dengan ITB dalam rangka
meningkatkan kualitas sistem perencanaan; (ii) Meningkatkan ku-
alitas data dan informasi melalui kemitraan dengan BPS. Selengkapnya
pada Tabel IV.8.
Tabel IV.8 Tujuan Stratejik Faktor Kunci Keberhasilan (FKK)
Misi
1. Menggalang kemitraan dengan ITB untuk mengembangkan manajemen pengetahuan;
2. Mengimplementasikan UU Nomor 1 Tahun
2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman me-lalui kerjasama teknis pengembangan manajemen pengetahuan dengan ITB dan MOU dengan BPS;
3. Menggalang kemitraan dengan BPS untuk mening-katkan kualitas ketersediaan data dan informasi.
1. meningkatkan kualitas sistem peren-canaan yang berkesinambungan;
Tujuan I
Mengembangkan manajemen pengetahuan melalui kemitraan dengan ITB dalam rangka meningkatkan kualitas sistem perencanaan.
2. meningkatkan kualitas sistem peng-anggaran berbasis kinerja;
2. meningkatkan ketersediaan data dan informasi yang akurat
Tujuan II
Meningkatkan kualitas data dan informasi melalui kemitraan dengan BPS
C. Formulasi Implentasi Strateji
Formulasi implementasi strateji terdiri dari langkah penetapan (i)
sasaran stratejik; (ii) tolok ukur (indikator kinerja utama (IKU) dan
target kinerja); dan (iii) rencana tindak/aksi.
1. Sasaran Stratejik
Setelah menetapkan tujuan, dibutuhkan upaya untuk
membumikan tujuan tersebut dalam bentuk rencana tindak. Langkah-
langkah yang perlu dilakukan setelah penetapan tujuan adalah
menetapkan sasaran stratejik, tolok ukur ki-nerja (indikator kinerja
utama dan target kinerja), yang berujung pada peru-musan rencana
tindak. Alat analisis yang dipergunakan adalah Balanced Score-card
(BSC).
Berdasar pada analisis terdahulu menggunakan SWOT diperoleh
dua tuju-an. Tujuan I lebih fokus pada manajemen pengetahuan,
sementara tujuan II le-bih pada kualitas data dan informasi.
Mempertimbangkan dampaknya yang lebih luas, maka ditetapkan
tujuan I yang terpilih.
Sebagaimana dijelaskan terdahulu, BSC memanfaatkan 4
(empat) pers-pektif, yaitu pelanggan, proses internal, pembelajaran
dan pertumbuhan, dan ke-uangan dalam menetapkan sasaran
stratejik. Adapun sasaran stratejik dari ma-sing-masing perspektif
sebagai berikut:
a. Perspektif keuangan adalah menyediakan dana APBN, maupun
mencari dana hibah/CSR.
b. Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan adalah melakukan
pelatihan teknologi informasi dan komunikasi (TIK), melakukan
pelatihan dan sosialisasi manajemen pengetahuan, dan
pelatihan pola kemitraan dan CSR.
c. Perspektif proses internal adalah membangun saraana dan
prasarana informasi berbasis manajemen pengetahuan;
menyusun cetak biru, peta jalan dan SOP manajemen
pengetahuan; dan menginisiasi dan mengembangkan jejaring
data dan informasi.
d. Perspektif pelanggan adalah tersedianya manajemen
pengetahuan perumahan dan kawasan permukiman.
Selengkapnya pada Gambar 4.2.
2. Tolok Ukur Kinerja
Tolok ukur kinerja merupakan suatu ukuran yang dipergunakan
untuk mengukur pencapaian sasaran stratejik, yang terdiri dari
indikator kinerja utama (IKU) dan target kinerja. Indikator kinerja
utama adalah (i) dana APBN yang terserap, (ii) terbitnya Peraturan
Menteri Negara Perumahan Rakyat terkait pengembangan manajemen
pengetahuan di lingkup Kemenpera, (iii) tersedianya pangkalan data
on-line berbasis manajemen pengetahuan, (iv) jumlah pelatihan, (v)
terlaksananya pertemuan koordinasi jejaring data dan informasi, (vi)
dana APBN dan dana hibah/kemitraan/CSR yang tersedia.
Selengkapnya indikator kinerja utama, dan target kinerja dapat dilihat
pada Tabel IV.9.
Gambar 4.2 Peta Strategi Biro Perencanaan dan Anggaran
Tujuan I:
Mengembangkan manajemen pengetahuan melalui kemitraan dengan ITB dalam rangka meningkatkan kualitas sistem perencanaan
Perspektif Peta Strateji
Pelanggan
Proses Internal
Pembelajaran dan Pertumbuhan
Keuangan
Tersedianya manajemen pengetahuan
Menyediakan anggaran APBN
Mencari dana hibah dan kemitraan
Melakukan pelatihan Teknologi Informasi dan
Komunikasi
Melakukan pelatihan dan sosialisasi
MP
Melakukan pelatihan pola kemitraan dan CSR
Membangun sarpras berbasis MP
Menyusun Cetak Biru, Peta Jalan, dan SOP
MP
Membangun jejaring data dan informasi
Tabel IV.9 Sasaran dan Indikator Kinerja Sasaran (IKU)
Perspektif Sasaran Stratejik
Indikator Kinerja Utama
Target Kinerja
PelangganTersedianya manaje-men pengetahuan
Penyerapan APBN
95%
Proses Internal
Mengembangkan manajemen penge-tahuan (cetak biru, peta jalan dan SOP)
Peraturan Menteri Negara Perumah-an Rakyat tentang Pengembangan Manajemen Pe-ngetahuan
100%
Membangun sarana dan prasarana ber-basis manajemen pengetahuan
Pangkalan data on line berbasis ma-najemen pengeta-huan
90%
Menginisiasi dan me-ngembangkan jeja-ring data dan infor-masi
Pertemuan koordi-nasi jejaring
100%
Pembelajaran dan Pertumbuhan
Melakukan pelatihan dan sosialisasi ma-najemen pengetahu-an
Jumlah pelatihan 100%
Melakukan pelatihan teknologi informasi dan komunikasi
Jumlah pelatihan 100%
Melakukan pelatihan pola kemitraan dan Corporate Social Responsibility (CSR)
Jumlah pelatihan 100%
Keuangan
Menyediakan dana APBN
Ketersediaan ang-garan APBN
100%
Mencari dana hibah dan CSR
Ketersediaan ang-garan hibah dan kemitraan/CSR
70%
BAB V
REKOMENDASI DAN RENCANA AKSI
Pada bagian ini, terdapat 2 (dua) fokus utama yang disajikan
yaitu (i) re-komendasi yang merupakan masukan penting bagi
pengembangan manajemen pengetahuan, (ii) rencana aksi, yang
merupakan operasionalisasi dari strateji yang telah disepakati.
A. Rekomendasi
Manajemen pengetahuan merupakan konsep yang relatif belum
banyak dikenal di Indonesia termasuk juga di Kementerian Perumahan
Rakyat. Beberapa upaya telah dilakukan terkait manajemen
pengetahuan di Kemenpera tetapi ma-sih bersifat sporadik dan belum
dalam suatu rangkaian kegiatan terpadu. Untuk itu, dibutuhkan
bantuan teknis atau kerjasama dengan pihak yang mempunyai
pengalaman dan kapabilitas mengembangkan manajemen
pengetahuan. Dalam kaitan ini, kerjasama dengan perguruan tinggi
menjadi salah satu pilihan. Rin-tisan kerjasama dengan ITB (saat ini
dalam proses) dapat ditindaklanjuti dengan perguruan tinggi lainnya
yang berasal dari wilayah yang berbeda untuk menyebarluaskan
konsep ini kepada pemerintah daerah.
Pengetahuan berasal dari pengembangan data dan informasi,
sehingga ke-tersediaan data dan informasi yang akurat menjadi suatu
keniscayaan. Terkait hal ini, data dan informasi dapat dikategorikan ke
dalam dua kategori utama ya-itu data statistik, dan data teknis. Data
statistik dimaknai sebagai data peru-mahan dan kawasan permukiman
yang bersifat umum, dan dikelola oleh BPS atau perwakilannya di
daerah yang diperoleh melalui sensus atau survei skala besar.
Sementara data teknis merupakan data spesifik perumahan dan
kawasan permukiman yang dikelola baik oleh instansi teknis,
perusahaan, maupun LSM yang diperoleh bukan dari sensus dan survei
skala besar.
Khusus ketersediaan data dan informasi statistik, kemitraan
dengan BPS Pu-sat maupun BPS daerah menjadi suatu keniscayaan.
Pola kemitraan ini dapat be-rupa kerjasama antara Kemenpera dengan
BPS Pusat, maupun kerjasama pemda dengan BPS daerah, ataupun
kerjasama antara pemda dengan BPS daerah yang difasilitasi bersama
oleh Kemenpera dan BPS Pusat.
Pengembangan manajemen pengetahuan pada organisasi publik,
berdasar catatan yang ada, belum pernah dilakukan di Indonesia,
kecuali pada organisasi semi publik seperti BUMN (PLN), BUMD
(PDAM). Untuk itu, kunjungan atau studi banding ke institusi tersebut
layak dipertimbangkan.
Berdasar pengalaman, pengembangan manajemen pengetahuan
tidak terle-pas dari kendala komitmen pimpinan dan karyawan. Pada
kasus Kemenpera, ko-mitmen pimpinan tinggi namun belum diketahui
sejauh mana komitmen dari kar-yawan. Untuk itu, kegiatan advokasi
dan sosialisasi menjadi suatu keniscayaan.
Kemudian, komitmen pimpinan dan karyawan saja tidak akan
memadai untuk mengembangkan manajemen pengetahuan.
Dibutuhkan suatu panduan yang jelas. Walaupun pengembangan
manajemen pengetahuan ini dimaksudkan sebagai upaya internal BPA
Kemenpera tetapi pengembangan manajemen ini sebaiknya berlaku
untuk seluruh Kemenpera. Untuk itu, dibutuhkan segera suatu cetak
biru, peta jalan, dan standar operasi dan prosedur (SOP)
pengembangan manajemen pengetahuan Kemenpera. Keseluruhan
panduan, petunjuk dan konsep manajemen pengetahuan sebaiknya
terinternalisasi dalam rencana strategis Kemenpera, sehingga rencana
tindaknya dapat dialokasikan anggarannya.
Pengetahuan bersifat terbuka sehingga tidak dapat dibatasi hanya
di ling-kup kemenpera. Menjadi suatu ide yang baik jika terdapat suatu
jejaring data dan informasi (pengetahuan) perumahan dan kawasan
permukiman yang akan membantu optimalisasi pemanfaatan
pengetahuan yang ada. Jejaring ini meru-pakan forum pemangku
kepentingan perumahan yang terdiri dari berbagai pihak baik
pemerintah maupun non pemerintah. Perlu disadari bahwa keberadaan
data, informasi, dan pengetahuan di luar Kemenpera bahkan mungkin
jauh lebih banyak dan kompleks yang keberadaannya dapat
membantu pemerintah dalam penyusunan kebijakan pembangunan
perumahan dan kawasan permukiman.
B. Rencana Aksi
Sebagai akhir dari keseluruhan proses perencanaan stratejik,
ditetapkan suatu rencana tindak/aksi yang berisikan rangkaian
kegiatan yang disepakati untuk dilaksanakan dalam upaya
pencapaian target dari indikator kinerja utama (IKU). Dalam kajian ini,
rencana aksi tersebut dirinci pada Tabel V.1 berikut.
Tabel V.1 Rencana Aksi
Sasaran Stratejik
Indikator Kinerja Utama
Inisiatif (Paket Pekerjaan)
Alokasi Dana dan SDM
Target Waktu
Tersedianya manajemen pengetahuan
Penyerapan Dana APBN
- pengembangan sistem pemantauan
Rp. 900 juta5 staf BPA5 konsultan
Jan-Maret
Tersusunnya cetak biru, peta jalan dan SOP manaje-men pengetahuan
Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat tentang Pengembangan Manajemen Pengetahuan
- Penyusunan dan pengesahan naskah Permenpera
Rp. 2.5 Miliar
2 staf Biro Hukum3 staf BPA6 konsultan
Jan-Juni
Terbangunnya sa-rana dan prasara-na berbasis mana-jemen pengetahu-an
Pangkalan data on line berbasis manajemen pengetahuan
- Penyusunan rancang-an sistem on line
- Sosialisasi, Uji coba dan peluncuran sistem on-line
Rp. 1.5 Miliar
5 staf BPA6 konsultan
Agustus
Terbentuknya jejaring data dan informasi
Pertemuan koor-dinasi jejaring
- Lokakarya persiapan pembentukan jejaring
- Penyusunan rencana kerja jejaring
Rp. 250 juta
3 staf BPA2 konsultan
Febr- April
Terlaksananya pelatihan dan so-sialisasi manaje-men pengetahuan
Jumlah staf terlatih yang aktif dalam penyelenggaraan MP
- Pelaksanaan Training of the trainer (ToT)
- Sosialisasi dan Pelatihan
Rp. 750 juta
7 staf BPA3 konsultan
Februari dan Juni
Terlaksananya pe-latihan teknologi informasi dan ko-munikasi
Jumlah staf terlatih yang bertugas dalam penyelenggaraan TIK
- Pelaksanaan ToT - Pelatihan TIK Rp. 1 miliar
7 staf BPA4 konsultan
Februari, Juni, Agustus, Desember
Terlaksananya pe-latihan pola ke-mitraan dan CSR
Jumlah staf terlatih yang bertugas dalam bidang kemitraan
- Pelaksanaan ToT- pelatihan Rp. 200 juta
3 staf BPA2 konsultan
Juni dan Agustus
Tersedianya dana APBN
Tersedianya anggaran APBN
- penyusunan dan pengajuan proposal
3 staf BPA Januari
Tersedianya dana hibah dan CSR
Tersedianya dana hibah/kemitraan/CSR
- Penyusunan dan pengajuan proposal
2 staf BPA Januari
Secara keseluruhan dibutuhkan dana sebesar Rp. 7,1 miliar yang
sumber dananya dapat berasal dari APBN maupun dana
hibah/kemitraan/CSR. Semen-tara sumber daya manusia yang perlu
disiapkan berasal dari internal baik staf Biro Perencanaan dan
Anggaran Kementerian Perumahan Rakyat maupun dari unit eselon 2
lainnya, ditambah sumber daya manusia eksternal (konsultan dan
advisor).
Dari berberapa inisiatif pada tabel di atas, kemudian dipilih salah
satu untuk dirinci, yaitu kegiatan Pelatihan dan Sosialisasi Manajemen
Pengetahuan
Tabel V.2 Penyusunan Rencana Aksi Berdasar Kriteria Smart
Specifik (Specific)
Pelatihan dan Sosialisasi Manajemen Pengetahuan
Dapat Diukur (
- Tersedianya TOR (100%)
- Tersedianya Modul Pelatihan (100%)
- Tersedianya tenaga pelatih (100%)
Measurable) - Tersosialisasikannya manajemen pengetahuan kepada seluruh eselon 1, eselon 2, eselon 3 dan eselon 4 (80%).
- Terselenggaranya monitoring dan evaluasi pelaksanaan pelatihan (100%)
Dapat dicapai (Achievable)
Dapat dicapai karena dukungan yang besar dari pimpinan dan
dana yang tersedia sesuai kebutuhan
Berkesesuaian (Relevant)
- Meningkatkan pemahaman seluruh pimpinan dan karyawan
akan pentingnya data, informasi, dan pengetahuan
- Meningkatkan kinerja Biro Perencanaan dan Anggaran
khususnya dan Kementerian Perumahan rakyat umumnya.
- Meningkatkan kemitraan dengan pemangku kepentingan
Tepat waktu (Timely)
Disesuaikan dengan jadwal perencanaan tahunan. Pekerjaan
dapat diselesaikan dalam waktu 1 (satu) tahun.
Tabel V.3
Jadwal Pelaksanaan Pelatihan dan Sosilisasi Manajemen
Pengetahuan
No Kegiatan
Bulan ke-
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1. Draft Rencana Aksi
a. Perumusan konsep awal
b. Penyiapan SK Tim pelaksana
2. Persetujuan Atasan
a. Komentar atasan dan perbaikan
b. Persetujuan akhir
3. Persiapan
a. Rapat Koordinasi dan konsultansi
b. Penyusunan program kerja
c. Penyiapan anggaran
d. Penyusunan modul
e. Penyusunan jadwal
4. Implementasi
a. Pelaksanaan
b. Pemantauan
c. Evaluasi dan perbaikan
5. Selesai & melaksanakan rencana
aksi lain
a. Monitoring pelaksanaan
b. Evaluasi dan perbaikan
Hambatan utama yang akan dihadapi adalah belum dikenalnya
konsep manajemen pengetahuan baik skala nasional maupun skala
organisasi peme-rintah. Dibutuhkan upaya ekstra keras dalam
memperkenalkan konsep ini. Proses internalisasi sebaiknya terjadi
agar pelaksanaan menajemen pengetahuan tidak hanya bersifat
normatif tetapi betul-betul dipahami oleh seluruh pimpinan dan
karyawan BPA khususnya dan Kementerian Perumahan Rakyat
umumnya. Untuk itu, sosialisasi dan pelatihan Manajemen
Pengetahuan menjadi ujung tombak dari upaya internalisasi tersebut.
BAB VI
PENUTUP
Kajian ini dimaksudkan untuk memperoleh masukan bagi upaya
pening-katan kinerja Biro Perencanaan dan Anggaran Kementerian
Perumahan Rakyat dalam rangka meningkatkan kualitas perencanaan
pembangunan perumahan rakyat. Salah satu isu yang mengemuka
adalah ketersediaan data dan informasi masih belum optimal sehingga
mempengaruhi kualitas hasil perencanaan. Na-mun disadari juga
bahwa potensi ketersediaan data dan informasi dapat diopti-malkan
dengan mentransformasikannya menjadi pengetahuan. Untuk itu, me-
ngemuka ide pengembangan manajemen pengetahuan sebagai upaya
pening-katan kualitas hasil perencanaan yang berujung pada
meningkatnya kinerja Biro Perencanaan dan Anggaran Kementerian
Perumahan Rakyat.
Pendekatan yang dipergunakan adalah pengembangan
perencanaan stra-tejik yang meliputi pengembangan visi, misi, tujuan,
sasaran dan strateji. Untuk itu, dalam kajian ini dipergunakan 2 (dua)
alat analisis yang merupakan alat ana-lisis linier, yaitu (i) SWOT
sebagai alat analisis untuk menghasilkan tujuan stra-tejik; (ii) Balanced
Scorecard sebagai alat untuk menghasilkan strateji yang di-
tindaklanjuti dengan rencana tindak/aksi.
Berdasar analisis menggunakan SWOT dihasilkan 2 (dua) tujuan
yaitu (a) mengembangkan manajemen pengetahuan melalui kemitraan
dengan ITB dalam rangka meningkatkan kualitas sistem perencanaan;
(b) meningkatkan kualitas data dan informasi melalui kemitraan
dengan BPS. Pada akhirnya dengan mem-pertimbangkan kebutuhan
pengembangan manajemen pengetahuan, dipilih tuju-an (a).
Berdasar pada pilihan tujuan (a) tersebut di atas, sasaran
stratejik adalah (i) perspektif pelanggan yaitu tersedianya manajemen
pengetahuan, (ii) pers-pektif proses internal yaitu mengembangkan
manajemen pengetahuan (cetak bi-ru, peta jalan, dan SOP),
menginisiasi dan mengembangkan jejaring data dan in-formasi, dan
mengembangkan sarana dan prasarana TIK berbasis manajemen
pengetahuan; (iii) perspektif pembelajaran dan pertumbuhan yaitu
melakukan pelatihan teknologi informasi dan komunikasi, melakukan
pelatihan dan sosial-isasi manajemen pengetahuan, melakukan
pelatihan pola kemitraan dan CSR, (iv) perspektif keuangan yaitu
menyediakan dana APBN, dan mencari dana hi-bah/kemitraan/CSR.
Sebagai kelanjutan dari penetapan sasaran stratejik, beberapa
inisiatif stratejik yang akan dilaksanakan adalah (i) pengembangan
sistem pemantauan pelaksanaan manajemen pengetahuan, (ii)
peluncuran permenpera tentang pengembangan manajemen
pengetahuan di lingkungan Kemenpera, (iii) pengembangan sarana
dan prasarana TIK berbasis manajemen pengetahuan; (iv)
pembentukan jejaring data dan informasi, (v) serangkaian pelatihan
TIK, pelatihan manajemen pengetahuan, dan pelatihan pola kemitraan
dan CSR; (v) penyusunan proposal pendanaan.
DAFTAR PUSTAKA
_______, 2011: Draft Laporan Kinerja Biro Perencanaan dan Anggaran 2010. Biro Perencanaan dan Anggaran , Jakarta.
_______, 2010: Rencana Strategis Biro Perencanaan dan Anggaran 2010-2014. Biro Perencanaan dan Anggaran, Jakarta.
_______, 2011: Draft Laporan Kinerja Kementerian Perumahan Rakyat 2010. Kementerian Perumahan Rakyat, Jakarta.
_______, 2010: Rencana Strategis Kementerian Perumahan Rakyat 2010-2014. Kementerian Perumahan Rakyat.Jakarta.
_______, 2010: Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 21 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kemenpera. Kementerian Perumahan Rakyat, Jakarta.
_______, 2007: Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: PER/04/M.PAN/4/2007 tanggal 16 April 2007. Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.
Abidin, Said Zainal, 2002: Kebijaksanaan Publik. Yayasan Pancur Siwah, Jakarta.
Birkinsaw, Julian, 2001. Making Sense of Knowledge Management, dalam IVEY Business Journal, Maret/April, halaman 32-36.
Davenport, Thomas H dan Prusak, L, 1998: Working Knowledge : How Organizations Manage What They Know. Harvard Business School Press, Boston.
David, Fred R., 2004 (terjemahan): Manajemen Strategis: Konsep-konsep. PT Indeks Kelompok Gramedia, Jakarta.
Dunn, William N. (terjemahan), 2000: Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Edisi Kedua. Cetakan Keempat. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.
Gasperz, Vincent, 2003: Sistem Manajemen Kinerja Terintegrasi. Balanced Score card dengan Six Sigma untuk Organisasi Bisnis dan Pemerintah. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Hughes, O. E., 1998: Public Management and Administration, Macmillan, London.
Kaplan, Robert S. dan Norton, David P., 1996 (terjemahan): Balanced Scorecard. Menerapkan Strategi Menjadi Aksi. Penerbit Erlangga, Jakarta.
Kaplan, Robert S. dan Norton, David P., 2004: The Strategy Maps: Converting Intangible Assets into Tangible Outcomes, Harvard Business School Press, Massachusetts.
Kementerian Perumahan Rakyat, 2010 (b). Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 21 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Perumahan Rakyat. Jakarta.
Kuswartojo, Tjuk. Suatu Pemikiran tentang Manajemen Pengetahuan di Lingkungan Kemenpera. Makalah. Jakarta, 2011.
Lembaga Administrasi Negara, 2011 (a): Modul 1 Diklat Kepemimpinan Tingkat II. “Kajian Paradigma-Membangun Organisasi Pembelajar”, Jakarta.
Lembaga Administrasi Negara, 2011 (b): Modul 2 Diklat Kepemimpinan Tingkat II. Kajian Kebijakan Publik, Jakarta.
Lembaga Administrasi Negara, 2011 (c): Modul Diklat Kepemimpinan Tingkat II. Kajian Manajemen Stratejik, Jakarta.
Luis, Suwardi dan Biromo, Prima A., 2011: Step by Step in Cascading. Balanced Scorecard to Functional Scorecards. Asian Released Version, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Mulyadi, 2009: Sistem Terpadu Pengelolaan Kinerja Terpadu Personel Berbasis Balanced Scorecard, Unit Penerbit Percetakan Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen YKPN, Yogyakarta.
Nugroho, Riant, 2011: Public Policy. Dinamika Kebijakan-Analisis Kebijakan-Manajemen Kebijakan, Edisi Ketiga, revisi, PT. Elex Media Komputindo, Jakarta.
Parsons, Wayne, 2001: Public Policy. Pengantar Teori dan Praktik Analisis Kebijakan (terjemahan), Edisi Pertama Cetakan Kedua, Jakarta, Kencana
Patton, carl V., dan David S. Savicky, 1993: Basic Methods of Policy Analysis and Planning, London, Prentice Hall.
Sangkala, 2007: Knowledge Management. Suatu pengantar memahami bagaimana organisasi mengelola pengetahuan
sehingga menjadi organisasi yang unggul, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Senge, Peter M., 1990 (terjemahan): Disiplin Kelima: Seni dan Praktek dari Organisasi Pembelajar, Binarupa Aksara, Jakarta.
Setiarso, Bambang, 2006 (a): Penerapan Knowledge Management pada Organisasi. Studi kasus di Salah Satu Unit Organisasi LIPI, Jakarta.
Setiarso, Bambang, 2006 (b): Manajemen Pengetahuan dan Proses Penciptaan Pengetahuan, LIPI, Jakarta.
Soetrisno, Drs., M.Psi, 2011: Systems Thinking–Berpikir Serba Sistem, Cetakan Pertama, Penerbit Dewa Ruci, Bandung.
Trilestari, Endang Wirjatmi, 2010: Systems Thinking. Suatu Pendekatan Permasalahan yang Kompleks dan Dinamis. Cetakan Kedua. STIA LAN Bandung Press, Bandung.
Wibawa, Samodra, 1994: Kebijakan Publik. Proses dan Analisis, Intermedia, Jakarta.