Peningkatan Kelarutan Fraksi Etil Asetat Daun Sukun...
Transcript of Peningkatan Kelarutan Fraksi Etil Asetat Daun Sukun...
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Peningkatan Kelarutan Fraksi Etil Asetat Daun Sukun Artocarpus Altilis (Parkinson) Fosberg
dengan Penambahan Polimer Kombinasi β-Siklodekstrin dan Hidroksi Propil Metilselulosa
Menggunakan Metode Pencampuran Kneading
SKRIPSI
BERTY PUSPITASARI 108102000042
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI FARMASI
JAKARTA JANUARI 2013
ii
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Peningkatan Kelarutan Fraksi Etil Asetat Daun Sukun Artocarpus Altilis (Parkinson) Fosberg
dengan Penambahan Polimer Kombinasi β-Siklodekstrin dan Hidroksi Propil Metilselulosa
Menggunakan Metode Pencampuran Kneading
SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi
BERTY PUSPITASARI 108102000042
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI FARMASI
JAKARTA JANUARI 2013
iii
iv
v
vi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ABSTRAK Nama : Berty Puspitasari Program Studi : Farmasi Judul : Peningkatan Kelarutan Fraksi Etil Asetat Daun Sukun Artocarpus
Altilis (Parkinson) Fosberg dengan Penambahan Polimer Kombinasi β-Siklodekstrin dan Hidroksi Propil Metilselulosa Menggunakan Metode Pencampuran Kneading
Fraksi etil asetat daun sukun Artocarpus altilis (Parkinson) Fosberg yang berkhasiat sebagai obat kardiovaskular memiliki kandungan senyawa obat yang mempunyai kelarutan sukar larut dalam air. Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan kelarutan fraksi etil asetat daun sukun. Salah satu cara untuk meningkatkan kelarutan adalah dengan penambahan polimer siklodekstrin dan derivatnya. Hidroksi propil metilselulosa (HPMC) sebagai polimer larut air dapat berperan sebagai polimer kombinasi yang mampu meningkatkan kerja dari β-siklodekstrin. Penambahan polimer kombinasi β-siklodekstrin+hidroksi propil metilselulosa dilakukan menggunakan metode pencampuran kneading. Tiga perbandingan fraksi etil asetat daun sukun terhadap ß-siklodekstrin yaitu : 1:2, 1:4, dan 1:6 dengan penambahan hidroksi propil metilselulosa sebesar 0,12% dari bobot total tiap formula. Campuran fraksi etil asetat daun sukun – β-siklodekstrin+HPMC dikarakterisasi dengan titrasi Karl Fischer, pemindaian dengan mikroskop electron dan uji kelarutan. Kadar total flavonoid dari fraksi etil asetat daun sukun sebesar 32,7%. Hasil menunjukkan peningkatan kelarutan pada masing-masing formula sebesar 7,04% (F1), 19,47% (F2) dan 59,92% (F3). Penelitian ini menunjukkan bahwa penambahan polimer kombinasi β-siklodekstrin+hidroksi propil metilselulosa dapat meningkatkan kelarutan fraksi etil asetat daun sukun yang menunjukkan perbedaan secara signifikan dengan tingkat kepercayaan 95% (p ≤ 0,05).
Kata kunci : Fraksi etil asetat daun sukun, metode kneading,β-Siklodekstrin,
hidroksi propil metilselulosa, kelarutan, total flavonoid.
vii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ABSTRACT Name : Berty Puspitasari Program Study : Pharmacy Title : Enhancement Solubility of Ethyl Acetate Fraction of
Artocarpus Altilis (Parkinson) Fosberg extract with the addition of combination polymers of β-cyclodextrin and hydroxyl propyl methylcellulose using kneading method.
Ethyl acetate fraction of the Artocarpus altilis (Parkinson) Fosberg extract have a potency to treat the cardiovascular diseases have poorly solubility in water. The purpose of this study was to improve the solubility of the extract. One of method to improve the solubility of the extract by mixing with cyclodextrin polymers and their derivatives. Hydroxyl propyl methylcellulose (HPMC) as a water-soluble polymer can enhance the β-cyclodextrin (β-CD) activity. Three comparisons extract and ß-cyclodextrin were : 1:2, 1:4, and 1:6 by mixing with the addition hydroxyl propyl methylcellulose 0.12% of the total weight of extract and β-CD for each formula. The sample was prepared by kneading method. The sample characterization was used Karl Fischer titration, Scanning Electron Microscopy and solubility study.. Content of total flavonoid from the extract was 32.7%. The Result showed that the addition polymer combination of β-CD + HPMC caused increasing the solubility of extract in water 7.04% (F1), 19.47% (F2) and 59.92% (F3) compared to extract control with significant differences at level of confidence 95% (p ≤ 0.05). Keywords : ethyl acetate fraction of breadfruit, kneading method, β-
cycclodextrin, hydroxyl propyl methylcellulose, solubility, total flavonoid
viii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat dan rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini
dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana
Farmasi pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak,
dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi ini, sangatlah sulit bagi
saya untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima
kasih kepada:
(1) Ibu Sabrina, M.Farm., Apt selaku pembimbing pertama dan Ibu Yuni
Anggraeni, M.Farm., Apt selaku pembimbing kedua, yang telah memberikan
ilmu dan andil besar dalam proses penelitian dan penyelesaian tugas akhir
saya ini, semoga segala bantuan dan bimbingan ibu sekalian mendapat
imbalan yang lebih baik di sisi-Nya.
(2) Bapak Prof. Dr. dr.(hc). MK. Tadjudin., Sp. And selaku Dekan Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
(3) Bapak Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt selaku ketua Program Studi Farmasi
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
(4) Bapak dan Ibu staf pengajar dan karyawan yang telah memberikan bimbingan
dan bantuan selama saya menempuh pendidikan di Program Studi Farmasi
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
(5) Teman-teman Farmasi 2008 yang telah bersama-sama selama masa kuliah
(6) Teman satu tim Inda firliah dan Sera Nur Agustin yang telah bekerja bersama
selama penelitian dan penulisan tugas akhir ini. VIP-deul, Dina H dan Putri
R, yang selalu memberikan semangat dan keceriaan selama masa penelitian.
Swag! Check!
ix UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(7) Heny S, Putri S, Sekar A, dan Selvia M yang selalu bersama-sama dalam
menjalani suka duka selama masa kuliah. Differences makes us one.
(8) Kakak – kakak saya, Mas Darma, Mba Dinny dan Rudy yang selalu
memberikan support dan perhatiannya selama ini.
(9) Kedua orang tua saya, Drs. AM. Komaruddin dan Supriheni, S.pd yang telah
memberikan kasih sayang, bimbingan, dukungan, nasehat dan
kepercayaannya selama ini. Semoga amal dan jerih payah keduanya
mendapat balasan yang jauh lebih baik disisi-Nya.
Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas
segala kebaikan semua pihak yang telah membantu.
Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih belum
sempurna.Oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat
penulis harapkan guna tercapainya kesempurnaan skripsi ini. Semoga penelitian
ini dapat bermanfaat baik bagi kalangan akademis, khususnya bagi mahasiswa
farmasi, masyarakat pada umumnya dan bagi dunia ilmu pengetahuan.
Ciputat, 17 Januari 2013
Penulis
x UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Berty Puspitasari NIM : 108102000042 Program Studi : Farmasi Fakultas : Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Jenis karya : Skripsi Demi perkembangan ilmu pengetahuan, saya menyetujui skripsi/karya ilmiah saya, dengan judul :
PENINGKATAN KELARUTAN FRAKSI ETIL ASETAT DAUN SUKUN
Artocarpus Altilis (Parkinson) Fosberg DENGAN PENAMBAHAN POLIMER KOMBINASI β-SIKLODEKSTRIN DAN HIDROKSI PROPIL
METILSELULOSA MENGGUNAKAN METODE PENCAMPURAN KNEADING
Untuk dipublikasikan atau ditampilkan di internet atau media lain yaitu Digital Library Perpustakaan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta untuk kepentingan akademik sebatas sesuai dengan Undang-Undang Hak Cipta. Demikian pernyataan persetujuan publikasi karya ilmiah ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Jakarta Pada Tanggal: 17 Januari 2013
Yang menyatakan,
( Berty Puspitasari )
xi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... ii HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ......................................... iii HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .......................................... iv HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ v ABSTRAK ...................................................................................................... vi ABSTRACT .................................................................................................... vii KATA PENGANTAR .................................................................................... viii HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH .............. x DAFTAR ISI .................................................................................................. xi DAFTAR TABEL .......................................................................................... xiii DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xiv DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xv
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... 1 1.1 Latar Belakang ........................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah ...................................................................... 3 1.3 Tujuan Penelitian ....................................................................... 3 1.4 Manfaat Penelitian .................................................................... 3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ................................................................. 4 2.1 Tanaman Sukun ........................................................................... 4
2.1.1 Taksonomi ......................................................................... 4 2.1.3 Nama Daerah ..................................................................... 4 2.1.4 Deskripsi Tanaman Sukun ................................................. 4
2.2 Flavonoid .................................................................................... 5 2.3 Siklodekstrin ............................................................................... 6 2.4 Hidriksi Propil Metilselulosa ..................................................... 8 2.5 Komplek Inklusi .......................................................................... 9
2.6 Karakterisasi Campuran .............................................................. 13 2.6.1 Scanning Electron Microscopy .......................................... 13 2.6.2 Karl Fisher Titration ......................................................... 14
2.7 Kelarutan ...................................................................................... 14
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN ................................................... 19 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian .................................................... 19 3.2 Alat .............................................................................................. 19 3.3 Bahan .......................................................................................... 19 3.4 Prosedur Penelitian...................................................................... 19 3.4.1 Pembakuan Ekstrak dengan Parameter Spesifik ..................... 19
3.4.1.1 Organoleptis .......................................................... 19 3.4.1.2 Penentuan Kadar Senyawa Total Flavonoid ......... 19
3.4.2 Pembakuan Ekstrak dengan Parameter Non Spesifik ........ 20 3.4.3 Pembuatan Campuran Menggunakan Metode Kneading.. 20 3.4.4 Karakterisasi Campuran FEAS – βCD+HPMC ................. 21
3.4.4.1Scanning Electron Microscopy .............................. 21
xii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3.4.4.2Uji Karl Fisher ....................................................... 22 3.4.5 Uji Kelarutan ...................................................................... 22 3.4.6 Analisa Data ....................................................................... 23
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................... 24 4.1 Karakterisasi Fraks Etil Asetat Daun Sukun .............................. 24 4.2 Hasil Pencampuran Menggunakan Metode Kneading ................ 26 4.3 Karakterisasi Campuran .............................................................. 26
4.3.1 Scanning Electron Microscopy .......................................... 26 4.3.2 Uji Karl Fisher ................................................................... 27
4.4 Uji Kelarutan ............................................................................... 29
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................... 31 5.1 Kesimpulan ................................................................................ 31 5.2 Saran ........................................................................................... 31
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 32
xiii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR TABEL Tabel Halaman
1.1 Karakteristik siklodekstrin ................................................................ 7 3.1 Formulasi pencampuran FEAS – βCD+HPMC ................................ 21 4.1 Hasil karakterisasi fraksi etil asetat daun sukun ............................... 24 4.2 Hasil Uji Karl-fischer titration.......................................................... 27 4.3 Hasil Uji kadar kelarutan total flavonoid pada campuran ................. 29
xiv UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 2.1. 1-(2,4-Dihydroxyphenyl)-3-[8-hydroxy-2-methyl-2-(4-
methyl-3-pentenyl)-2H-1-benzopyran-5-yl]-1-propanone .. 6 Gambar 2.2. 8-geranil-4’,5,7-trihidroksiflavanon ......................................... 6 Gambar 2.3. 2-geranil-2’,4’,3,4-tetrahidroksidihidro-kalkon ...................... 6 Gambar 2.4. Struktur kimia rutin .................................................................. 7 Gambar 2.5. Struktur Kimia α, β, dan γ siklodekstrin. ................................. 8 Gambar 2.6.Struktur Kimia dan b) Bentuk toroidal molekul β-
siklodekstrin ............................................................................................ 9 Gambar 2.7. Struktur kimia HPMC .............................................................. 9 Gambar 8 Fraksi Etil Asetat Daun Sukun ................................................. 54 Gambar 9. Polimer kombinasi ß-siklodekstrin+ hidroksi propil
metilselulosa .......................................................................... 54 Gambar 10. Kompleks FEAS/ß-Siklodekstrin + Hidroksi propil
metilselulosa .......................................................................... 54 Gambar 11. Moisture Analyzer ................................................................. 55 Gambar 12. Karl Fisher Titration ............................................................. 55 Gambar 13. Tanur ..................................................................................... 55 Gambar 14. Shaker .................................................................................... 55 Gambar 15. Spektrofotometer UV-Vis ....................................................... 55 Gambar 16. SEM ....................................................................................... 55
xv
DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Alur penelitian ......................................................................... 35 Lampiran 2 Surat Keterangan Rutin ........................................................... 36 Lampiran 3. Hasil kadar abu ......................................................................... 37 Lampiran 4. Hasil pencampuran β-siklodekstrin+HPMC ............................. 38 Lampiran 5. Kadar air fraksi etil asetat daun sukun...................................... 39 Lampiran 6. Kurva absorbansi rutin dalam metanol ..................................... 40 Lampiran 7. Data absorbansi kurva rutin ...................................................... 41 Lmapiran 8. Kurva standard penentuan kadar total flavonoid ...................... 41 Lampiran 9. Hasil Perhitungan Kadar Total Flavonoid Pada Fraksi Etil
Asetat Daun Sukun ................................................................ 42 Lmapiran 10. Perhitungan Penyetaraan Fraksi Etil Asetat Daun Sukun
Terhadap Formulasi ............................................................... 42 Lampiran 11. Kadar Kelarutan Total Flavonoid dalam Fraksi Etil Asetat
Daun Sukun ........................................................................... 43 Lampiran 12. Data Hasil Campuran Kadar Total Flavonoid Fraksi Etil
Asetat Daun Sukun - ß-siklodekstrin+Hidroksi Propil Metilselulosa.......................................................................... 45
Lampiran 13. Peningkatan Kadar Kelarutan Total Flavonoid Campuran FEAS - β-siklodekstrin+HPMC ............................................ 46
Lampiran 14. Analisa Data Statistik Uji Kelarutan Sampel Terhadap Formula.................................................................................. 47
Lampiran 15. Analisa Data Kelarutan Formula Terhadap Formula ............. 50 Lampiran 16. Hasil Uji Karl Fischer Titration Fraksi etil asetat daun
sukun...................................................................................... 52 Lampiran 17. Data Hasil Karl Fisher Titration pada Campuran, kontrol
Pencampuran fisik dan kontrol polimer ................................ 53 Lampiran 18. Hasil Scanning Electron Microscopy ..................................... 54 Lampiran 19. Alat Penelitian ........................................................................ 55
1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Daun sukun efektif mengobati penyakit seperti liver, hepatitis, pembesaran
limpa, jantung, ginjal, tekanan darah tinggi dan kencing manis, karena
mengandung fenol, quersetin, dan kamporol dan juga dapat digunakan sebagai
bahan ramuan obat penyembuh kulit yang bengkak atau gatal-gatal (Soemyarso,
2007). Studi in vitro dan in vivo pada ekstrak daun sukun menunjukkan bahwa
senyawa flavonoid yang terkandung di dalamnya dapat digunakan sebagai obat
kardiovaskular (Umar et al., 2007). Senyawa-senyawa aktif dari golongan
flavonoid yang ditemukan dalam fraksi etil asetat daun sukun, diantaranya DS6
atau 1-4(2,4 Dyhydroxylphenyl)-3-[8-hydroxy-2-methyl-2-(4—methyl-3-
pentenyl)-2H-1-benzoperan-5-yl]-1-propanone, sebagai obat kardiovaskular dan
anti kanker, 2-geranyl-2’,3,4,4’-tetrahydroxychalcone sebagai obat kardiovaskular
juga senyawa antikanker (carcinostatic) yang diberikan baik secara oral maupun
parenteral (Syah et al, 2006).
Dari uraian di atas terlihat bahwa kandungan flavonoid dari fraksi etil
asetat daun sukun memiliki potensi yang besar dalam pengobatan. Oleh karena itu
perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai fraksi etil asetat daun sukun yang
dapat digunakan sebagai obat fitofarmaka.
Fraksi etil asetat daun sukun (FEAS) memiliki kelarutan yang rendah
dalam air. Absorpsi obat-obatan yang kelarutannya rendah dalam air berpengaruh
terhadap rendahnya bioavaibilitas obat tersebut dalam tubuh yang mempengaruhi
efek terapeutik obat (Lieberman, Lachman& Schwartz, 1989; Talari et al., 2010).
Oleh karena itu perlu dicari metode yang tepat untuk meningkatkan kelarutan dari
fraksi etil asetat daun sukun. Salah satu metode untuk meningkatkan kelarutan
adalah dengan penambahan polimer kombinasi β-siklodekstrin dan hidroksi propil
metilselulosa menggunakan metode pencampuran kneading (Saraf et al, 2011).
Pembuatan kompleks inklusi dengan siklodekstrin telah terbukti berhasil
dalam meningkatkan kelarutan obat-obatan yang memiliki kelarutan rendah dalam
air (Hiremath et al., 2008). Hal tersebut disebabkan adanya interaksi antara
2
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
molekul tamu dengan siklodekstrin. Pembentukkan kompleks inklusi yang terjadi
dalam rongga hidrofobik di bagian dalam dan gugus hidrofilik di bagian luar
permukaan siklodekstrin dapat menyebabkan modifikasi sifat kimia dan fisik dari
molekul tamu, sehingga terjadi peningkatan stabilitas, kelarutan dalam medium
berair dan bioavailabilitas obat (Chandrakant et al., 2010; Shewale, Fursule,
&Sapkal., 2008).
Telah dilaporkan bahwa, penambahan beberapa polimer larut air dapat
meningkatkan kekuatan siklodekstrin terhadap peningkatan kelarutan obat,
sebagai akibat dari efek gabungan dari pembentukan garam dan kompleksasi
inklusi (Chawla et al, 2008; Cirri et al, 2004). Misalnya, penambahan sejumlah
kecil Hidroksi Propil Metilselulosa (HPMC) ke sistem Meloxicam-β-CD
meningkatkan efisiensi pengompleks dan pelarut dari β-CD (Saraf et al, 2011).
Siklodekstrin (CD) berasal dari kelompok molekul siklik alami atau
sintetis yang dimodifikasi, biasanya terdiri dari enam (α-CD), tujuh (β-CD) dan
delapan (γ-CD) unit glukopiranosa. Oligomer siklik ini menghubungkan unit
glukosa melalui siklik α(1,4), memiliki bentuk toroida dengan bagian dalam
apolar dan dua hidrofilik rims, sehingga memungkinkan solubilisasi mereka
dalam air (Cannavaetal, 2008). Hubungan unik ini mempengaruhi CD untuk
membentuk mikrokapsul molekul, yaitu kompleks tuan rumah–molekul tamu,
sebagai perpindahan molekul air dimasukkan oleh substrat apolar yang
merupakan proses termodinamika. Pengikatan antara molekul tamu dan tuan
rumah siklodekstrin tidak tetap atau permanen melainkan kesetimbangan yang
dinamis (Cannava et al, 2008).
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penelitian ini dilakukan untuk
meningkatkan kelarutan fraksi etil asetat daun sukun dengan penambahan polimer
kombinasi β-siklodekstrin+HPMC menggunakan metode pencampuran kneading.
Ruang lingkup penelitian ini mencakup karakterisasi fraksi etil asetat daun sukun,
pembuatan campuran fraksi etil asetat daun sukun dengan penambahan polimer β-
siklodekstrin+HPMC melalui metode kneading, karakterisasi campuran fraksi etil
asetat daun sukun dan β-siklodekstrin+hidroksi propil metilselulosa menggunakan
titrasi karl fisher dan pemindaian mikroskop elektron (SEM), uji kelarutan
campuran fraksi etil asetat daun sukun – β-siklodekstrin+HPMC.
3
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
1.2 Rumusan Masalah
Apakah penambahan polimer kombinasi β-siklodekstrin+HPMC
menggunakan metode pencampuran kneading mampu meningkatkan kelarutan
fraksi etil asetat daun sukun?
1.3 Tujuan Penelitian
Meningkatkan kelarutan fraksi etil asetat daun sukun dengan penambahan
polimer kombinasi ß-siklodekstrin+HPMC menggunakan metode pencampuran
kneading.
1.4 Manfaat Penelitian
Mendapatkan informasi mengenai pengaruh penambahan polimer
kombinasi β-siklodekstrin+HPMC menggunakan metode pencampuran kneading
terhadap peningkatan kelarutan fraksi etil asetat daun sukun, sehingga nantinya
diharapkan dapat mempermudah dalam formulasi dan memperoleh efek terapeutik
yang lebih optimal.
4 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Sukun
2.1.1 Taksonomi Klasifikasi Tanaman Sukun (Dalimartha, 2003) :
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Bangsa : Urticales
Suku : Moraceae
Marga : Artocarpus
Jenis : Artocarpus altilis (Parkinson) Fosberg.
2.1.2 Nama Daerah
Nama daerah tanaman sukun di Sumatera adalah Gomu (Melayu), Kulu
(Aceh), Kulur (Batak), Kalawi (Minangkabau), dan Kaluwih (Lampung). Di
daerah Jawa adalah Kelewih (Sunda), Kluwih (Jawa), dan Kolor (Madura).Di
daerah Bali yaitu Kalewih (Bali).Di daerah Nusa tenggara yaitu Kolo (Bima) dan
Lakuf (Timor). Di daerah Sulawesi yaitu Gamasi (Makassar), Kuloro (Selayar)
dan Ulo (Bugis). Di daerah Maluku yaitu Limes, Unas (Seram) dan Dolai
(Halmahera) (Dalimartha, 2003).
2.1.3 Deksripsi Tanaman Sukun
Habitus tanaman sukun yaitu berupa pohon dengan tinggi 10-25 m.Batang
yang memiliki bentuk tegak, bulat, percabangan simpodial, bergetah, permukaan
kasar, dan berwarna cokelat. Daun sukun memiliki bentuk tunggal, berseling,
lonjong, runcing, pangkal meruncing, tepi bertoreh, panjang 50 -70 cm,
pertulangan menyirip, tebal, permukaan kasar, dan berwarna hijau. Bunga sukun
berbentuk tunggal, berumah satu, berada di ketiak daun, bunga jantan berbentuk
silindris dengan panjang 10-20 cm dan berwarna kuning, sedangkan bunga betina
berbentuk bulat, memiliki garis tengah 2-5 cm dan berwarna hijau. Buah sukun
berbentuk semu majemuk, bulat, diameter 10-20 cm, berduri lunak, dan berwarna
5
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
hijau. Biji sukun memiliki bentuk seperti ginjal, panjang 3-5 cm, dan berwarna
hitam.Sukun memilki akar tunggang dan berwarna cokelat (Dalimartha, 2003).
Masyarakat Indonesia secara tradisional menggunakan daun sukun untuk
pengobatan penyakit hati, hepatitis, jantung, ginjal, sakit gigi dan gatal-gatal.
Berdasarkan penelitian terhadap tanaman sukun dan familinya yang telah
dilakukan, menunjukkan potensi besar tanaman ini untuk kesehatan, diantaranya
adalah sebagai anti inflamasi dan detoksifikasi serta anti agregasi platelet pada
kelinci. Selain itu juga mampu menghambat pertumbuhan sel human PLC/PRF/5
dan KB, mampu mencegah bone resorption, mencegah biosintesis melanin pada
sel B16, serta berpotensi anti atherosclerosis (Umar et al,2007).
Bunga dan daun sukun mengandung asam amino esensial seperti histidin,
isoleusin, lisin, metionin, triptofan, valin serta mengandung flavonoid, fitosterol,
saponin, polifenol dan tanin (Umar et al, 2007; Dalimartha, 2003).
2.2 Flavonoid
Flavonoid merupakan salah satu dari sekian banyak senyawa metabolit
sekunder yang dihasilkan oleh suatu tanaman, yang biasa dijumpai pada bagian
daun, akar, kayu, kulit, tepung sari, bunga dan biji. Secara kimia, flavonoid
mengandung cincin aromatik tersusun dari 15 atom karbon dengan inti dasar
tersusun dalam konjugasi C6-C3-C6 (dua inti aromatik terhubung dengan 3 atom
karbon). Keberadaan cincin aromatik menyebabkan pitanya terserap kuat pada
daerah panjang UV-vis (Sriningsih et al, 2000). Karena mempunyai sejumlah
gugus hidroksil yang tak tersubstitusi, atau suatu gula, flavonoid merupakan
senyawa polar, maka umumnya flavonoid larut cukup dalam pelarut polar seperti
etanol (EtOH), metanol (MeOH), butanol (BuOH), aseton, dimetilsulfoksida
(DMSO), dimetilformamida (DMF), air, dan lain-lain (Markham, 1988).
Flavonoid dalam fraksi etil asetat daun sukun yang aktif, diantaranya :
• DS6 atau 1-(2,4-Dihydroxyphenyl)-3-[8-hydroxy-2-methyl-2-(4-methyl-3-
pentenyl)-2H-1-benzopyran-5-yl]-1-propanone, sebagai obat
kardiovascular, anti kanker dan 5-lipoksigenase inhibitor
6
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 2.1.1-(2,4-Dihydroxyphenyl)-3-[8-hydroxy-2-methyl-2-(4-methyl-3-
pentenyl)-2H-1-benzopyran-5-yl]-1-propanone ( Umar et al, 2007)
• 8-geranil-4’,5,7-trihidroksiflavanonsebagai obat kardiovascular dan anti kanker
Gambar 2.2.8-geranil-4’,5,7-trihidroksiflavanon (Syah et al, 2009)
• 2-geranyl-2',3,4,4'-tetrahydroxychalcone sebagai obat kardiovaskular
jugasenyawa antikanker (carcinostatic) yang diberikan baik secara oral
ataupun parenteral
Gambar 2.3.2-geranil-2’,4’,3,4-tetrahidroksidihidro-kalkon (Syah et al ,2009)
7
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Penentuan kadar zat – zat aktif dalam total flavonoid dilakukan dengan
spektrofotometer UV-Vis dengan menggunakan rutin sebagai senyawa penanda
(marker). Rutin (3, 3’,4’,5,7−pentahydroxyflavone−3−rhamnoglucoside), adalah glikosida flavonol terdiri dari kuersetin dan rutinosa disakarida
(Hussain et al, 2009).
Gambar 2.4. Struktur kimia rutin (Hussain et al, 2009)
2.3 β-Siklodekstrin
Siklodekstrin (CD), dengan rongga dalam lipofilik dan permukaan luar
hidrofilik, mampu berinteraksi dengan berbagai macam molekul tamu untuk
membentuk kompleks inklusi non-kovalen. Secara Kimia siklodekstrin
merupakan oligosakarida siklik yang mengandung paling sedikit6 unit D-(+)
glukopiranosa yang digabungkan dengan rantai α-(1, 4) glukosidia (challa et al,
2005). Bentuk molekul siklodekstrin tidak silindris melainkan berbentuk toroidal
dengan bagian dalam senyawa bersifat hidrofob sedangkan bagian luar bersifat
hidrofil (Loftsson and Brewster, 1996). Tiga CD alam, α-, β- dan γ-CD (dengan 6,
7, atau 8 unit glukosa masing - masing), berbeda dalam ukuran cincin dan
kelarutan. CD dengan kurang dari 6 unit tidak dapat terbentuk rongga toroidal
karena rintangan sterik sedangkan homolognya yang lebih tinggi dari 9 atau lebih
unit glukosa sangat sulit untuk dimurnikan (Challa et al, 2005).
8
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 2.2. Struktur Kimia α, β, dan γ siklodekstrin (Aleem et al, 2008)
Tabel 2.1. Karakteristik beberapa siklodekstrin
Tipe
CD
Diameter
Rongga Å
Berat
Molekul
Kelarutan (g/100
mL)
α-CD 4,7 – 5,3 972 14,5
β-CD 6,0 – 6,5 1135 1,85
γ-CD 7,5 – 8,3 1297 23,2
δ-CD 10,3 – 11,2 1459 8,19
ß-siklodekstrin (C42H70O35) memiliki sinonim beta-sikloamilosa; beta-
dextrin Cavamax W7 Farma; sikloheptaamilosa; sikloheptaglukan;
siklomaltoheptosa; Kleptosa) yang mengandung 7 unit D-(+)glukapiranosa, dan
memiliki berat molekul 1135. Pemerian dari β-siklodextrin ini berupa bubuk
kristal putih, praktis tidak berbau, dan memiliki rasa sedikit manis. β-siklodextrin
memiliki titik leleh 255–265°C; kandungan kelembaban; 13,0–15,0% w/w;
distribusi ukuran partikel; 7,0–45,0 mm; dan kelarutan yang larut dalam 200
bagian propilen glikol, 1 dalam 50 bagian air pada suhu 20°C, 1 dalam 20
bagian air pada 50°C; praktis tidak larut dalam aseton, etanol (95%), dan metilen
klorida.
9
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 2.3. a) Struktur Kimia dan b) Bentuk toroidal molekul β-siklodekstrin (Loftsson
and Brewster, 1996)
2.4 Hidroksi Propil Metilselulosa
Hidroksi Propil Metilselulosa (HPMC) memiliki sinonim selulosa,
hidroksi propil metil eter, metocel metilselulosa propilen glikoleter, metil hidroksi
propil selullosa, metolosa, dan nama kimia sellulosa, 2-Hydrolxypropil methyl
ether 3. HPMC memiliki kelarutan yang larut dalam air dingin; praktis tidak larut
dalam kloroform, etanol (95%) dan eter; namun larut dalam campuran etanol dan
diklorometana, campuran metanol dan diklorometana, dan campuran air dan
alkohol. HPMC Larut dalam larutan aseton encer, campuran
diklorometana dan propan-2-ol, dan pelarut organik lain. HPMC berupa serbuk
putih atau hampir putih, tidak berbau, dan tidak berasa.
Gambar 2.4. Struktur kimia HPMC
10
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.5 Komplek Inklusi
Siklodekstrin dapat membentuk kompleks inklusi dengan senyawa yang
memiliki ukuran yang sesuai dengan ukuran rongga sikodekstrin. Faktor
geometris sangat menentukan jenis molekul yang dapat terinklusi ke dalam
siklodekstrin. Polaritas dari suatu obat juga sangat menentukan tejadinya
pembentukan kompleks, molekul yang sangat hidrofobik tidak dapat atau sangat
lemah terkompleks dengan siklodekstrin (Szetji, 1988).
Proses pembentukan kompleks inklusi terutama dipengaruhi oleh sifat
hidrofobisitas senyawa obat (guest) yang berinteraksi dengan bagian dalam
rongga siklodekstrin. Selain itu interaksi juga dipengaruhi oleh bentuk dan ukuran
senyawa obat. Sifat fisiko kimia senyawa obat dapat berubah karena terbentuk
kompleks inklusi. Kompleks yang terbentuk dapatmeningkatkan kelarutan, laju
disolusi, bioavabilitas, dan stabilitas obat. Kompleks inklusi yang terbentuk dalam
larutan dapat dideteksi dengan meningkatnya kelarutan senyawa dan selanjutnya
dapat ditentukan tetapan stabilitas kompleksnya. Kompleks inklusi dalam keadaan
padat dapat dikarakterisasi dengan spektrofotometer inframerah, metode analisis
panas, difraktometer sinar X, dan dengan kromatografi lapisan tipis (Bekers et al.,
1991).
Persyaratan pembentukan kompleks inklusi dengan siklodekstrin yaitu:
a. Kompatibilitas geometri
Persyaratan minimum untuk pembentukan kompleks inklusi yaitu
molekul tamu harus sesuai ukuran di dalam rongga siklodekstrin
seluruhnya atau sebagian. Kompleks yang stabil tidak akan terbentuk pada
molekul tamu yang terlalu kecil untuk diinklusi oleh molekul
siklodekstrin, karena molekul tamu akan menghilang keluar rongga.
Pembentukan kompleks juga tidak memungkinkan pada molekul
tamu yang terlalu besar untuk berpenetrasi di dalam rongga siklodekstrin.
Tetapi bila gugus tertentu atau rantai samping molekul tersebut dapat
berpenetrasi di dalam rongga siklodekstrin maka kemungkinan dapat
terjadi pembentukan kompleks, biasanya kompleks siklodekstrin-tamu
adalah 1:1. Jika molekul tamu terlalu panjang untuk mendapatkan
akomodasi sempurna dalam satu rongga dan ujung lainnya juga
11
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
bertanggung jawab untuk pembentukan kompleks, maka perbandingan
kompleks yaitu 2:1, 2:2, 3:1, 3:2, 4:5 dapat terbentuk (Bekers, 1991).
b. Polaritas dan muatan
Polaritas molekul tamu juga menentukan terbentuknya kompleks
inklusi. Molekul yang sangat hidrofilik tidak dapat atau sangat lemah
untuk membentuk kompleks karena hanya molekul yang kurang polar dari
air yang dapat membentuk kompleks inklusi dengan siklodekstrin (Szetjli,
1988).
Beberapa teknologi telah dilaporkan dapat membentuk komplek
inklusi antara obat yang memiliki kelarutan rendah dalam air dengan
siklodekstrin, di antaranya :
1. Pembentukan kompleks dalam bentuk larutan
Yaitu dengan cara pengadukan molekul dalam larutan siklodekstrin
pada keadaan yang panas maupun dingin, netral, asam atau basa
tergantung pada sifat molekul obata yang akan diinklusi
2. Pembentukan kompleks dalam bentuk suspense
Siklodekstrin dibuat menjadi suspensi yang tidak perlu larut
sempurna. Molekul obat dimasukkan kedalam suspensi siklodekstrin.
3. Pembentukan kompleks dalam bentuk padatan
a. Metode Pencampuran fisik
Dalam skala laboratorium siklodekstrin dan molekul obat
dicampur secara bersamaan dan menyeluruh oleh triturasi dalam
mortar dan melewati ayakan yang sesuai untuk mendapatkan ukuran
partikel yang diinginkan (Patil et a.,2010).
b. Kneading
Siklodekstrin dibuat menjadi pasta dengan penambahan air
atau larutan hidro-alkohol kemudian obat ditambahkan secara
perlahan dan diremas hingga terbentuk pasta sampai waktu yang
cukup. Campuran kemudian dikeringkan dan dilewatkan dalam
ayakan yang sesuai (Agrawal et al.,2012). Dalam skala laboratorium
kneading dapat dibuat dengan menggunakan mortar dan alu,
sedangkan pada skala industri/skala besar dapat memanfaatkan
12
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
pengekstruksi dan mesin yang lain. Metode yang digunakan untuk
membentuk kompleks inklusi ini adalah metode yang paling umum
digunakan dan sederhana dengan memerlukan biaya yang relatif
murah dalam proses produksi (Patil et al, 2010).
c. Teknik co-grinding
Obat dengan siklodekstrin dicampur dan dimasukkan ke dalam
penggilingan oscillatory dan digiling dengan waktu yang sesuai.
Senyawa biner inklusi padat dapat dibuat dengan metode grinding ini
(Patil et al, 2010).
d. Evaporasi pelarut
Metode ini menggunakan pelarut obat dan siklodektrin yang
berbeda, pencampuran kedua larutan untuk mendapatkan dispersi
molekul obat – siklodekstrin dan dilakukan penguapan pelarut di
bawah kondisi vakum untuk mendapatkan kompleks inklusi dalam
bentuk bubuk padat. Umumnya, larutan air siklodekstrin dicampurkan
ke dalam larutan alkohol obat. Campuran yang dihasilkan diaduk
selama 24 jam dan diuapkan di bawah vakum dengan suhu 45ºC.
Massa kering kemudian ditumbuk dan dilewatkan pada ayakan ukuran
mesh 60. Cara ini cukup sederhana dan ekonomis dan bisa digunakan
sebagai alternatif dari spray drying (Patil et al, 2010).
e. Freeze drying
Metode Freeze drying bisa dikatakan metode yang sesuai
untuk mendapatkan bubuk serbuk amorf dengan tingkat interaksi
yang tinggi antara siklodektrin dengan obat. Sistem pelarut dari
larutan dieliminasi melalui pembekuan primer dan selanjutnya
dilakukan pengeringan larutan yang mengandung obat dan
siklodektrin yang dapat mengurangi tekanan.Zat yang bersifat
termolabil dapat menggunakan metode ini untuk pembentukkan
kompleks inklusi. Keterbatasan dari teknik ini adalah prosesnya
membutuhkan waktu yang lama dan menghasilkan produk dengan laju
alir yang jelek (Patil et al, 2010).
13
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
f. Spray drying
Merupakan teknik yang umum dalam farmasi untuk
mendapatkan bubuk kering dari fase cair. Metode ini umum
digunakan untuk menghasilkan kompleks inklusi mulai dari tahap
larutan. Campuran melewati sistem eliminasi pelarut dengan cepat dan
menunjukkan efisiensi yang tinggi dalam pembentukkan kompleks.
Selain itu, produk yang diperoleh dari metode ini menghasilkan
partikel yang terkontrol dalam peningkatan laju disolusi obat dalam
bentuk terkomplesknya. Interaksi yang cukup dan efisien ini menjadi
keuntungan tambahan dari metode atomisasi/spray dryin. Akan tetapi
keterbatasan yang dimiliki oleh metode ini adalah tekanan panas dan
hasil yang rendah dari produk akhir (Patil et al, 2010).
g. Metode iradiasi gelombang mikro
Teknik ini melibatkan reaksi iradiasi gelombang mikro dengan
menggunakan oven gelombang mikro. Obat dan siklodekstrin dengan
rasio molar tertentu dilarutkan dalam campuran air dan pelarut
organik ke dalam labu ukur. Campuran kemudian direaksikan dalam
waktu sekitar satu sampai dua menit pada suhu 60ºC dalam oven
gelombang mikro. Sejumlah campuran pelarut kemudian ditambahkan
kedalam campuran reaksi untuk menghapus sisa tak terkomplekskan
dari obat bebas dan siklodekstrin. Endapan yang diperoleh kemudian
dipisahkan menggunakan kertas filtrat whatman dan dikeringkan
dalam oven vakum pada suhu 40ºC selama 48 jam. Metode ini
merupakan metode baru yang digunakan dalam skala industri dan
memiliki keuntungan dalam waktu reaksi yang lebih cepat dan produk
hasil akhir yang lebih tinggi (Patil et al, 2010).
h. Teknik supercritical antisolvent
Teknik ini adalah salah satu teknik inovasi dalam
pembentukkan kompleks inklusi obat dengan siklodekstrin dalam
keadaan padat. Keuntungan metode yang tidak menggunakan berbagai
pelarut organik ini menjadikan metode ini tidak beracun, proses yang
cepat, biaya pemeliharaan yang rendah dan memiliki produk akhir
14
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
yang menjanjikan, namun keterbatasan dari metode ini adalah
membutuhkan biaya awal yang cukup tinggi (Patil et al, 2010).
i. Teknik co-precipitation
Metode ini melibatkan pengendapan obat dan CD di dalam
kompleks. Dalam metode ini, sejumlah obat yang diperlukan
ditambahkan pada larutan CD. Sistem ini disimpan di bawah agitasi
magnetik dengan proses parameter yang terkendali dan isi dilindungi
dari cahaya. Endapan yang terbentuk dipisahkan dengan filtrasi
vakum dan dikeringkan pada suhu kamar untuk menghindari
hilangnya struktur air dari kompleks inklusi. Teknik ini membuat
larutan obat-CD dalam kondisi yang sangat dekat dengan kejenuhan
dan melalui perubahan temperatur yang cepat dengan penambahan
pelarut organik. Hal ini diperoleh dengan pengendapan bahan
membentuk kompleks inklusi. Bubuk diperoleh dengan rotasi atau
filtrasi dengan panas dan pengadukan pada larutan. Namun, karena
produk hasil yang rendah, risiko menggunakan pelarut organik, dan
lama waktu yang diperlukan untuk persiapan dalam skala yang lebih
besar, metode ini jarang digunakan pada skala industri (Patil et al,
2010).
j. Metode pengendapan netralisasi
Metode ini didasarkan pada pengendapan senyawa inklusi
dengan teknik netralisasi dan terdiri dari melarutkan obat dalam
larutan alkali seperti natrium/hidroksida amonium dan pencampuran
dengan larutan air dari CD. Larutan yang dihasilkan kemudian
dinetralkan di bawah agitasi menggunakan larutan asam klorida
sampai mencapai titik ekivalen. Sebuah endapan putih yang terbentuk,
sesuai dengan pembentukan senyawa inklusi. Endapan ini kemudian
disaring dan dikeringkan. Keterbatasan metode ini adalah obat yang
rentan dengan asam dan alkali dapat mengalami degradasi selama
proses ini (Patil et al, 2010).
15
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.6 Karakterisasi Campuran
2.6.1 Scanning Electron Microscopy (SEM)
Scanning Electron Microscopy (SEM) merupakan alat yang digunakan
untuk menganalisis aspek morfologi dari material padat (siklodekstrin dan
molekul tamu, secara masing-masing) dan produk yang dihasilkan dari
pencampuran siklodekstrin dengan molekul tamu (Ramnik singh et al, 2010)
Scanning electron microscopy (SEM) menggunakan sinar terfokus energi
tinggi elektron untuk menghasilkan berbagai sinyal pada permukaan spesimen
padat. Sinyal yang berasal dari interaksi elektron-sampel mengungkapkan
informasi tentang sampel termasuk morfologi eksternal (tekstur), komposisi
kimia, dan struktur kristal dan orientasi dari bahan yang membentuk sampel.
Dalam sebagian besar aplikasi, data yang dikumpulkan melalui area tertentu dari
permukaan sampel, dan gambar 2 dimensi yang dihasilkanmenampilkan variasi
jarak dalam properti. Daerah lebar mulai ± 1 cm sampai 5 mikron dapat dicitrakan
dalam modus pemindaian menggunakan teknik konvensional Scanning Electron
Microscopy(perbesaran mulai dari 20X menjadi sekitar 30.000 X, resolusi jarak
dari 50 sampai 100 nm) (Swapp).
2.6.2 Karl Fisher
Analisis kadar air kompleks siklodekstrin adalah uji yang penting untuk
evaluasi kualitas proses kompleksasi: jika interaksi molekul tamu-siklodekstrin
sesuai maka molekul air dari rongga dalam siklodekstrin diganti dengan molekul
tamu sehingga kadar air menurun. Molekul-molekul air tetap berada di kompleks
dan kandungan air yang tinggi dari kompleks siklodekstrin dapat ditentukan.
Dengan mempertimbangkan pengamatan ini, kadar air kompleks β-siklodekstrin
dengan serbuk fraksi etil asetat daun sukun dapat dievaluasi.
Metode terbaik yang digunakan untuk alasan ini adalah metode karl
fischer titration, yang memungkinkan untuk mengevaluasi hanya kadar air
dibandingkan dengan metode lain yang digunakan untuk evaluasi kandungan
air/kelembaban (misalnya analisis termogravimetri, yang menentukan semua
volatil, termasuk air) (Hadaruga, 2012).
16
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Prinsip pengukuran karl fischer titration adalah kandungan air didalam
alkohol basa bereaksi dengan iodium dan sulfur dioksida secara kuantitatif
sebagai berikut :
H O +I +SO +CH OH + 3RN --› [RNH]SO CH +2[RNH]I
2.7 Kelarutan
Kelarutan didefinisikan secara kuantitatif sebagai konsentrasi zat terlarut
di dalam larutan jenuhnya pada suhu dan tekanan tertentu dan secara kualitatif
didefinisikan sebagai interaksi spontan dari dua atau lebih zat untuk membentuk
dispersi molekuler homogen (Martin et al., 1990). Suatu sifat fisika-kimia yang
penting dari suatu zat obat adalah kelarutan, terutama kelarutan dalam air. Suatu
obat harus mempunyai kelarutan dalam air yang baik agar mendapatkan efek
terapi. Senyawa-senyawa yang relatif tidak larut seringkali menunjukkan absorpsi
yang tidak sempurna atau tidak menentu. Jika kelarutan dari suatu obat kurang,
maka dipertimbangkan hal yang dapat memperbaiki kelarutannya (Ansel, 2005).
Faktor-faktor yang mempengaruhi kelarutan suatu zat aktif adalah(Martin
et al, 1990):
a. Pengaruh pH
Zat aktif yang sering digunakan di dalam dunia pengobatan adalah
senyawa organik yang bersifat asam atau basa lemah. Kelarutan asam-
asam organik lemah seperti barbiturat dan sulfonamida dalam air akan
bertambah dengan meningkatnya pH, karena terbentuk garam yang mudah
larut air. Sedangkan basa-basa organik lemah seperti alkaloid dan anastetik
lokal pada umumnya sukar larut dalam air. Apabila pH larutan diturunkan
dengan penambahan asam kuat, maka akan terbentuk garam yang mudah
larut air.
b. Suhu
Kelarutan zat padat dalam pelarut ideal tergantung pada suhu, titik
leleh zat padat dan panas peleburan molar zat tersebut. Pengaruh suhu
terhadap kelarutan zat dalam larutan ideal mengacu pada persamaan Van’t
17
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Hoff. Pada suhu di atas titik leleh, zat akan berada dalam keadaan cair
sehingga dapat bercampur dengan pelarut dalam setiap perbandingan.
c. Jenis pelarut
Kelarutan suatu zat dipengaruhi oleh polaritas pelarut. Pelarut polar
akan melarutkan zat-zat polar dan ionik, begitu pula sebaliknya. Kelarutan
zat juga bergantung pada struktur zat seperti perbandingan gugus polar dan
non polar dari suatu molekul. Makin panjang rantai gugus non polar suatu
zat maka semakin sukar zat tersebut larut dalam air. Menurut Hildebrane,
kemampuan zat terlarut untuk membentuk ikatan hidrogen lebih penting
daripada kepolaran suatu zat.
d. Bentuk dan ukuran partikel
Kelarutan suatu zat akan meningkat dengan berkurangnya ukuran
partikel zat tersebut. Konfigurasi molekul dan susunan kristal juga
berpengaruh terhadap kelarutan zat. Partikel berbentuk tidak simetris lebih
mudah larut bila dibandingkan dengan partikel berbentuk simetris.
e. Konstanta dielektrik bahan pelarut
Kelarutan suatu zat sangat dipengaruhi polaritas bahan pelarut.
Pelarut polar mempunyai konstanta dielektrik yang tinggi sehingga dapat
melarutkan zat-zat yang bersifat polar, sedangkan zat-zat non polar sukar
larut di dalamnya. Demikian pula sebaliknya zat-zat yang polar sukar larut
di dalam bahan pelarut non polar. Konstanta dielektrik adalah suatu
besaran tanpa dimensi dan merupakan rasio antara kapasitas elektrik
medium (Cx) terhadap vakum (Cv) atau ε= Cx x Cv
Besarnya konstanta dielektrik menurut Moor dapat diatur dengan
menambahkan bahan pelarut lain. Suatu zat lebih mudah larut dalam
pelarut campuran dibandingkan dengan pelarut tunggalnya yang disebut
dengan co-solvency, sedangkan bahan pelarut di dalam pelarut campur
yang mampu meningkatkan kelarutan zat disebut co-solvent. Co-solvent
yang umum digunakn adalah etanol, gliserin dan propilen glikol.
f. Adanya penambahan zat-zat lain
Surfaktan adalah suatu zat yang digunakan untuk menaikkan
kelarutan zat. Molekul surfaktan terdiri atas dua bagian yaitu polar dan non
18
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
polar. Apabila didispersikan dalam air pada konsentrasi rendah akan
berkumpul pada permukaan dengan mengorientasikan bagian polar kearah
air dan bagian non polar kearah udara. Kumpulan surfaktan akan
membentuk suatu lapisan mono molekular. Bila permukaan cairan telah
jenuh dengan molekul-molekul surfaktan, maka molekul-molekul yang
berada didalam cairan akan membentuk agregat yang disebut
misel.konsentrasi pada saat misel terbentuk disebut konsentrasi misel
kritik (KMK).
Sifat penting misel adalah kemampuannya dalam menaikkan
kelarutan zat-zat yang sukar larut dalam air, proses ini desebut solubilisasi
miselar. Solubilisasi miselar terjadi karena molekul zat yang sukar larut
berasosiasi dengan misel membentuk larutan jernih dan stabil secara
termodinamika selain penambahan surfaktan dapat dilakukan penambahan
zat-zat pembentuk kompleks untuk menaikkan kelarutan suatu obat.
Penambahan zat – zat lain seperti siklodekstrin dapat digunakan
sebagai zat yang dapat meningkatkan kelarutan dengan pembentukkan
kompleks. Kompleks yang terbentuk antara siklodekstrin– molekul obat
yang bersifat lipofilik akan membentuk suatu kompleks inklusi. Hal yang
mendorong terbentuknya kompleks yaitu : perpindahan molekul air yang
berenergi tinggi dari rongga siklodekstrin, interaksi van der walls, dan
terbentuknya ikatan hidrogen dan hidrofobik (Sharma et al, 2009).
19 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dari bulanJuli 2012 sampai dengan bulan
Oktober 2012 di Laboratorium FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Pusat
Laboratorium Terpadu (PLT) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. BPPT Serpong
dan Building Science Centre (BSC) ITB
3.2 Alat
Alat-alat gelas, mortar dan alu, ayakan no. 100, desikator, neraca analitik,
magnetic stirrer, shaker waterbath, termometer, filter membran 0,20 µm, kertas
saring, tanur, moisture balance, Spektro-UV Lambda 25 (Perkin Elmer, Jerman),
Karl fischer moisture titrator MKS 520 (KEM), Scanning electron microscopy
(JEOL, Jepang).
.
3.3 Bahan
Fraksi etil asetat daun sukun kering (LIPI-Serpong), betasiklodekstrin
grade analysis (Wako, Jepang), HPMC grade analysis (Wako, Jepang), Rutin
(LIPI-Cibinong), etanol (Merck, Jerman), HCl 0,1 N, aquadest, aquabidest,
metanol HPLC grade (JT Beker).
3.4 Prosedur Kerja
3.4.1 Pembakuan Ekstrak dengan Parameter Spesifik (Depkes RI, 2001)
3.4.1.1 Organoleptis
Mengamatai bentuk, warna, dan bau dari fraksi etil asetat daun
sukun.
3.4.1.2 Penentuan Kadar Senyawa Total Flavonoid
a. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum
Dibuat larutan rutin induk dalam methanol grade HPLC
dengan konsentrasi 1000 ppm, kemudian di ukur panjang
gelombang maksimumnya.
20
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
b. Pembutan Kurva Kalibrasi
Dibuat larutan rutin standar dengan konsentrasi 10, 20, 30, 40
dan 50 ppm dengan pengenceran dari larutan induk. Kurva
kalibrasi dibuat dengan cara memplot konsentrasi menggunakan
UV dengan panjang gelombang 358,2 nm. Kemudian dibuat kurva
kalibrasi (y = a + bx) dengan absorbansi sebagai sumbu y dan
konsentrasi sebagai sumbu x serta dicari persamaan regresinya.
c. Penetapan Kadar Total Flavonoid
Sebanyak 10 mg fraksi etil asetat daun sukun kering
ditimbang kemudian dilarutkan dengan metanol grade HPLC dan
di ad hingga 10 mL (1000 ppm). Larutan sampel dipipet 0,1 mL
dan ditambahkan metanol grade HPLC hingga 10 mL (10 ppm).
Kemudian larutan dianalisa dengan spektrofotometer UV-VIS.
Konsentrasi dihitung dengan menggunakan persamaan regresi yang
diperoleh pada pembuatan kurva dengan memasukkan nilai
absorbansi sebagai fungsi y (Rohyami, 2000)
3.4.2 Ekstrak dengan Parameter Non Spesifik
a. Susut Pengeringan (Depkes RI, 2000).
Susut pengeringan dilakukan dengan menggunakan alat moisture
balance. Alat dikalibrasi terlebih dahulu. Plat aluminium ditara dan
ditimbang, kemudian sampel dimasukkan ke dalam plat senayak 5 gram
kemudian alat di set dengan suhu 105ºC selama 4 menit atau sampai bobot
tetap. Nilai susut pengeringan secara otomatis akan muncul dalam bentuk
persentase.
b. Kadar Air ( Depkes RI, 2000)
Penentuan kadar air menggunakan alat yaitu karl fisher. Alat
dikalibrasi terlebih dahulu, kemudian sampel dengan wadah ditimbang
secara bersamaan sebagai W1. Sampel dimasukkan ke dalam pelarut
methanol dry dan ditimbang kembali sebagai W2. Masukkan data W1 dan
W2 ke dalam alat. Nilai kadar air dari sampel akan muncul secara otomatis
pada alat.
21
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
c. Kadar Abu Total ( Depkes RI, 2000)
Kurang lebih 2 gram fraksi etil asetat ditimbang dan dimasukkan ke
dalam krus yang telah dipijarkan dan ditara. Kemudian dimasukkan ke
dalam tanur dan dipijarkan hingga bobot tetap. Sampel diangkat,
didinginkan dalam eksikator dan ditimbang. Jika dengan cara ini arang
tidak dapat dihilangkan , tambahkan air panas lalu saring dengan kertas
saring bebas abu. Residu dan kertas saring dalam krus yang sama
dipijarkan. Filtrat dimasukkan ke dalam kurs, diuapkan, dam dipijarkan
hingga bobot tetap, lalu ditimbang. Kadar abu dihitung terhadap bahan
yang telah dikeringkan di udara.
3.4.3 Pembuatan Campuran Menggunakan Metode Kneading
Pencampuran dilakukan dengan 3 variasi perbandingan berdasar pada
peningkatan jumlah siklodestrin tiap formulasi. Perbandingan FEAS : β-CD yaitu
1:2 (formula 1), 1:4 (formula 2), 1:6 (formula 3). Penambahan HPMC sebanyak
0,12% b/b dari bobot total untuk masing-masing formulasi (Saraf et al, 2011).
Tabel 3.1 Formulasi campuranFEAS - β-siklodekstrin+ HPMC
Metode Kneading Perbandingan FEAS
(mg)
β-siklodekstrin
(mg)
HPMC
0,12%
b/b (mg)
Formula 1 1 : 2 500 1000 1,8
Formula 2 1 : 4 500 2000 3
Formula 3 1 : 6 500 3000 4,2
3.4.3.1 Metode Kneading
Sampel (FEAS), ß-siklodekstrin dan HPMC ditimbang sesuai
dengan formula diatas. Kemudian dilakukan pencampuran polimer
kombinasi yaitu ß-siklodekstrin dan HPMC dalam mortar dan
ditambahkan etanol 50% hingga didapatkan konsistensi slurry (pasta).
Secara perlahan ditambahkan sampel FEAS kedalam pasta dan
pengadukan dilanjutkan selama 45 menit. Campuran dikeringkan pada
22
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
suhu 45°C selama 48 jam dalam oven, lalu dipulverisasi, dan dilewatkan
melalui ayakan no 100 yang selanjutnya disimpan dalam desikator
(Vikesh, Rajashree, Ashok, Fakirappa, 2009).
3.4.4 Karakterisasi Campuran Fraksi Etil Asetat Daun Sukun – β-
siklodekstrin+HPMC
3.4.4.1 Scanning Electron Microscopy (SEM)
Uji dilakukan terhadap FEAS, polimer kombinasi β-
siklodekstrin+HPMC, campuran FEAS - ß-siklodekstrin+HPMC.
Disiapkan sebuah silinder yang bagian bawahnya telah ditempelkan
dengan plat tembaga. Sejumlah serbuk sampel direkatkan pada sebuah
perekat berupa double tape. Kemudian sampel yang merekat pada double
tape diberikan sebuah tekanan udara. Silinder kemudian ditempelkan pada
double tape yang telah bertabur serbuk sampel. Kemudian silinder di
coating dan diuji menggunakan SEM dengan tegangan 25 kV x300 × 3000
× besarnya untuk tingkat, dan fokus dari 10-14,1 mm.
3.4.4.2 Uji Karl Fisher
Uji dilakukan terhadap FEAS, polimer kombinasi ß-
siklodekstrin+HPMC, campuran FEAS - ß-siklodekstrin + HPMC. Uji
dilakukan seperti poin 3.3 bagian b.
3.4.5 Uji Kelarutan
Uji kelarutan dilakukan menurut metode yang dikemukakan Higuchi dan
Connors. Ditimbang sejumlah ± 10 mg FEA, Formula 1, 2, dan 3 yang ditimbang
setara dengan FEA yang terkandung dalam campuran. Lalu dimasukkan ke dalam
vial dan ditambahkan 10 mL medium berupa aquabidest, kemudian dishaker
selama 72 jam (Ferdianan et al, 2006). Larutan yang diperoleh disaring dengan
filter membran 0,20 µm. Dari setiap formula dipipet 0,1 mL kemudian di ad 10mL
menggunakan metanol dan dianalisa dengan spektrofotometer UV-VIS.
Konsentrasi dihitung dengan menggunakan persamaan regresi yang diperoleh
pada pembuatan kurva dengan memasukkan nilai luas area sebagai fungsi y
(Corciovia dan cascaval, 2011)
23
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3.4.6 Analisa Data
Hasil uji kelarutan dilakukan analisa data dengan menggunaka program
pengolahan data statitistik uji T yaitu paired sample dan independent sample.
Hipotesis :
Ho : tidak ada perbedaan yang bermakna antara peningkatan kelarutan fraksi
etil asetat daun sukun terhadap formulasi.
H’ : terdapat perbedaan yang bermakna antara peningkatan kelarutan fraksi
etil asetat daun sukun terhadap formulasi.
Kriteria pengujian ;
Bila nilai sig ≤ 0,05 Ho ditolak, berarti terdapat perbedaan.
Bila nilai sig ≥ 0,05 Ho diterima, berarti tidak terdapat perbedaan.
24 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Karakterisasi Fraksi Etil Asetat Daun Sukun
Hasil karakterisasi fraksi etil asetat daun sukun dilakukan dengan
parameter spesifik dan non-spesifik.
Tabel 4.1.Hasil Karakteristik Fraksi Etil Asetat Daun Sukun
Jenis Karakteristik Hasil
Spesifik
Bentuk Padat
Warna Coklat Kehijauan
Bau Tajam
Rasa Tawar
Kadar Total Flavonoid 32,7 %
Non-Spesifik
Kadar Abu Total (%b/b) 0,99%
Kadar Air (% b/b) 3,3119%
Susut Pengeringan (%b/b) 4,79%
Karakterisasi merupakan proses penjaminan mutu produk akhir suatu obat,
ekstrak, atau produk ekstrak yang mempunyai nilai parameter tertentu yang
konstan dan telah ditetapkan. Untuk menjamin mutu dari ekstrak tanaman obat,
perlu dilakukan penetapan standar mutu spesifik dan non-spesifik agar nantinya
ekstrak menjadi terstandar dan dapat digunakan sebagai senyawa aktif yang dapat
dipertanggungjawabkan.
Fraksi etil asetat daun sukun pada penelitian ini diperoleh dari Pusat
Penelitian Kimia LIPI Serpong, dihasilkan dengan cara ekstraksi menggunakan
etanol 70% dari daun sukun tua dan kering, ekstrak etanol dipartisi dengan n-
25
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
heksana kemudian fase air dipartisi dengan etil asetat yang kemudian hasil berupa
ektrak fraksi etil asetat kering (Umar et al, 2007).
Data parameter spesifik yang berupa parameter organoleptik bertujuan
memberikan pengenalan awal bahan secara objektif berupa bentuk warna, bau,
dan rasa yang dapat dipengaruhi oleh penyimpanan sehingga mempengaruhi
khasiatnya. Organoleptik serbuk fraksi etil asetat daun sukun memiliki bentuk
padat, berwarna hijau kecoklatan, berbau tajam, dan berasa tawar.
Penentuan kadar total flavonoid fraksi etil asetat daun sukun dilakukan
dengan senyawa kimia penanda flavonoid rutin yang digunakan sebagai kurva
baku yang bertujuan untuk mengetahui senyawa kimia spesifik yang terdapat di
dalam ekstrak tersebut baik secara kualitatif maupun kuantitatif (Azis et al, 2011).
Pemilihan senyawa rutin sebagai senyawa penanda dikarenakan sebagian besar
senyawa flavonoid yang terdapat di alam adalah golongan flavonol salah satunya
senyawa rutin dan quercetin (Markham, 1970). Spektrum penyerapan flavonoid
terdiri dari dua pita yang terdapat pada kisaran 240 – 400 nm. Pita I meliputi
kisaran panjang gelombang 300 – 380 nm, yang berhubungan dengan cincin B
dengan A max berkisar antara 350-380 nm. Sedangkan pada pita II terdapat pada
kisaran panjang gelombang 240 – 280 nm yang berhubungan dengan cincin A-C
dengan A max 260 – 270 nm (Cvetkovic, Markovic, and Radovanovic, 2011).
Panjang gelombang maksimum yang diperoleh pada penelitian ini yaitu
257,3 nm dan 358,2 nm (lampiran 4), panjang gelombang yang diambil untuk
pembuatan kurva adalah 358,2 nm. Pengambilan panjang gelombang ini
dimaksudkan agar tidak terganggu oleh absorbansi polimer yang terdapat pada
range 240 – 260 nm. Hasil dari persamaan garis kurva yang diperoleh dengan
persamaan garis y = 0,0307x – 0,0154 dengan nilai R = 0,9998, yang
menunjukkan garis regresi linear. Hasil total flavonoid yang diperoleh dari fraksi
etil asetat daun sukun sebesar 32,7%.
Pengujian parameter non-spesifik berupa kadar air, kadar abu total dan
susut pengeringan. Kadar air yang diperoleh sebesar 3,3119% telah memenuhi
syarat sebagai bahan baku obat yang berasal dari alam karena memiliki nilai
<10% yang diharapkan mampu menekan laju pertumbuhan mikroba dalam fraksi
etil asetat daun sukun (Kepmenkes,1994).
26
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Kadar abu total menentukan karakteristik sisa kadar abu non-organik
setelah pengabuan, yang berhubungan dengan mineral suatu bahan yang terdiri
dari garam organik dan garam non-organik. Besarnya nilai kadar abu total sebesar
0,99% dalam serbuk fraksi etil asetat daun sukun menyatakan bahwa serbuk fraksi
etil asetat memiliki kandungan mineral yang rendah (Lampiran 6). Susut
pengeringan bertujuan untuk mengetahui rentang batas maksimal banyaknya
senyawa yang hilang pada pada proses pengeringan dengan batas maksimal <10%
(Anonim, 2007). Hasil menunjukkan nilai susut pengeringan masih sesuai dengan
persyaratan yaitu sebesar 4,79%.
4.2 Hasil Pencampuran Menggunakan Metode Pencampuran Kneading
Penambahan polimer kombinasi ß-siklodekstrin+hidroksi propil
metilselulosa pada serbuk fraksi etil asetat daun sukun menghasilkan serbuk yang
berwarna kuning kecoklatan (lampiran 5).
4.3 Karakterisasi Campuran
Peningkatan kelarutan suatu obat dapat dilakukan dengan penambahan
polimer. Penambahan polimer dengan β-siklodekstrin biasanya terjadi dengan
adanya pembentukkan kompleks inklusi. Karakterisasi campuran fisik dilakukan
untuk mengetahui terjadinya pembentukkan kompleks inklusi dengan
menggunakan Scanning Electron Microscopy dan titrasi Karl Fisher (Hadaruga,
2012).
4.3.1 Scanning Electron Microscopy (SEM)
Uji scanning electron microscopy (SEM) dilakukan untuk mengetahui
perbedaan morfologi antara FEAS dan campuran FEAS dengan β-CD+HPMC.
Perbedaan morfologi bertujuan untuk mengetahui adanya interaksi antara FEAS
dengan penambahan polimer kombinasi yang diperkirakan terjadinya kompleks
inklusi.
Hasil karakterisasi menggunakan Scanning Electron Microscopy (SEM)
menunjukkan bentuk yang tidak terlalu berbeda signifikan satu dengan yang
lainnya, namun pada formula 3 berbentuk seperti pada polimer kombinasi yang
27
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
menyelimuti fraksi etil asetat daun sukun, namun hal ini tidak dapat memberikan
informasi yang lebih jauh berkaitan dengan interaksi yang terjadi pada campuran
fraksi etil asetat daun sukun - β-siklodekstrin+HPMC (lampiran 20).
4.3.2 Uji Karl Fischer Titration
Tabel 4.3 Hasil uji karl fisher titration
Sampel Kadar air (%) % Penurunan Kadar Air pada
Formula Terhadap Kontrol
Kontrol 12, 0537 -
Formula 1 7,0184 5,0353
Formula 2 7,7316 -
Formula 3 9,4152 - Keterangan : Kontrol : pencampuran fisik FEAS : β-CD (1:2) dengan penambahan HPMC 0,12% terhadap bobot total FEAS dan β-CD sebelum perlakuan kneading.
Uji karl fischer titration dilakukan untuk mengevaluasi kualitas proses
kompleksasi, jika interaksi molekul tamu-siklodekstrin sesuai maka rongga dalam
siklodekstrin yang bersifat hidrofobik membentuk ikatan hidrogen dari molekul
air tamu sehingga kadar airnya menurun dan diperkirakan terbentuk kompleks
inklusi (Agrawal and Gupta, 2012).
Hasil karakterisasi yang telah dilakukan menunjukkan adanya penurunan
nilai kadar air sebesar 5,0353 pada Formula 1dibandingkan terhadap kontrol.
Penurunan nilai kadar air pada campuran siklodekstrin dengan molekul tamu
menunjukkan bahwa kompleks inklusi diperoleh karena sebagian molekul air
yang terdapat pada rongga bagian dalam β-CD digantikan oleh molekul tamu
seperti flavonoid yang terdapat pada ekstrak yang diperkirakan membentuk ikatan
hidrogen. Seperti pada penelitian yang dilakukan oleh Hadaruga (2012) pada
tanaman Ficaria verna Huds - β-CD menggunakan metode pencampuran
kneading menunjukkan penurunan kadar air dibandingkan dengan β-CD tunggal,
hal ini dipengaruhi adanya interaksi molekul tamu-siklodekstrin yang sesuai maka
molekul air dari rongga bagian dalam siklodekstrin berikatan dengan molekul
28
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
tamu sehingga kadar air menurun yang menunjukkan terbentuknya kompleks
inklusi (Hadaruga, 2012).
Pembuatan kontrol formula hanya dilakukan pada formula 1 sedangkan
untuk kontrol formula 2 dan kontrol formula 3 tidak diuji karena keterbatasan
biaya penelitian dan sampel. Hal ini menyebabkan kontrol formula 2 dan kontrol
formula 3 dianggap sama dengan kontrol formula 1 karena penambahan polimer
β-CD pada setiap formulasi dianggap tidak akan memberikan perbedaan kadar air
yang signifikan dibandingkan dengan kontrol formula 1. Sehingga pada formula 2
dan formula 3 diperkirakan menunjukkan penurunan kadar air seperti pada
formula 1.
Hasil kadar air dapat dijadikan data pendukung pada pembentukkan
kompleks inklusi dilihat dari penurunan nilai kadar airnya. Namun hasil dari
penelitian ini tidak dapat dijadikan kesimpulan yang pasti mengenai terjadinya
pembentukkan kompleks. Selain itu data pengamatan pada uji scanning electron
microscopy jugatidak dapat mendukung data pembentukkan kompleks karena
tidak terlihatnya perbedaan morfologi antara FEAS dengan campuran FEAS – β-
CD+HPMC. Data penunjang lain yang dibutuhkan untuk membuktikan
terbentuknya kompleks inklusi tidak disertai dalam penelitian ini seperti QM
(quantum mechanic) yang dapat memberikan informasi struktur 3 dimensi dari
kompleks dan NMR yang dapat digunakan untuk menentukan arah penetrasi
molekul tamu ke rongga bagian dalam siklodekstrin (Yan et al., 2006; Ramnik
Singh et al., 2010).
29
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4.4 Uji Kelarutan
Tabel 4.2 . Hasil uji kadar kelarutan total flavonoid fraksi etil asetat daun sukun terhadap penambahan polimer kombinasi β-siklodekstrin + hidroksi propil
metilselulosa
Pada uji kelarutan fraksi etil asetat daun sukun menunjukkan
hasilterjadinya peningkatan kelarutan fraksi etil asetat daun sukun dalam air pada
masing-masing formula sebesar 7,04%, 19,47% dan 59,92% dibandingkan
kelarutan fraksi etil asetat daun sukun dalam air (lampiran 10).
Peningkatan kelarutan dianalisa menggunakan uji T.uji T yang digunakan
yaitu paired sample untuk membandingkan sampel dengan formula dan
indipendent sample untuk membandingkan formula dengan formula.
Dari data statistik uji T menggunakan paired sample dan indipendent
sample terlihat adanya perbedaan peningkatan kelarutan fraksi etil asetat daun
sukun pada campuran formula secara nyata dengan tingkat kepercayaan 95%
(p<0,05). Hasil pada paired sample menunjukkan bahwa penambahan polimer
kombinasi β-siklodekstrin+HPMC dapat meningkatkan kelarutan fraksi etil asetat
daun sukun. Sedangkan hasil pada indipendent sample menunjukkan bahwa
semakin banyak penambahan polimer kombinasi β-siklodekstrin+HPMC maka
akan semakin meningkatkan kelarutan fraksi etil asetat daun sukun dalam air
(lampiran 11).
Dari data yang diperoleh terlihat bahwa semakin banyak jumlah ß-
siklodekstrin maka semakin tinggi kelarutan fraksi etil asetat daun sukun dalam
Sampel Kadar Total
Flavonoid(%)
% Peningkatan Kadar Total Flavonoid
Formula terhadap FEAS
Fraksi etil asetat
daun sukun 13,35
Formula 1 14,29 7,04%
Formula 2 16,46 19,47%
Formula 3 21,43 59,92%
30
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
air. Peningkatan kelarutan ini dapat disebabkan karena terperangkapnya fraksi etil
asetat daun sukun dalam rongga ß-siklodekstrin membentuk kompleks yang
hidrofilik (Hiremanth, 2006). Sedangkan efek penambahan polimer larut air
hidroksi propil metilselulosa pada komplek fraksi etil asetat daun sukun - ß-
siklodekstrin mempengaruhi peningkatan kadar kelarutan fraksi etil asetat daun
sukun pada kompleks fraksi etil asetat daun sukun - β-siklodekstrin (Saraf et al,
2011).
Mekanisme penambahan polimer larut air pada pembentukkan kompleks
terjadi karena polimer bertindak sebagai jembatan (penghubung) antara β-
siklodekstrin dengan molekul tamu. Polimer larut air berikatan dengan rantai
samping molekul tamu (obat), meningkatkan volume dan menjadikkan molekul
tamu lebih cocok untuk masuk kedalam rongga β-CD (Valero, Tejedor,
&Rodrıguez., 2007).
Pada penelitian yang telah dilakukan, karaterisasi uji karl fischer titration
pada tiap formula menunjukkan penurunan nilai kadar air terhadap kontrol
formula disebabkan karena adanya interaksi antara molekul air rongga bagian
dalam siklodekstrin dengan FEAS sehingga membentuk ikatan hidrogen yang
mengakibatkan penurunan nilai kadar air. Hal ini diikuti dengan uji kelarutan
yang menunjukkan terjadinya peningkatan kelarutan pada formula 1, formula 2,
dan formula 3 terhadap FEAS dalam air. Oleh karena itu, hasil uji kelarutan dan
uji karl fischer titration diperkirakan karena terperangkapnya molekul tamu yaitu
FEAS kedalam rongga β-CD yang membentuk kompleks inklusi yang mampu
meningkatkan kelarutan fraksi etil asetat daun sukun. Akan tetapi perlu dilakukan
karakterisasi lainnya sebagai data penunjang terbentuknya kompleks inklusi
menggunakan molekul tamu berupa ekstrak bahan alam yang terdiri dari senyawa
multikomponen.
31 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Penambahan polimer kombinasi β-siklodekstrin+Hidroksi propil
metilselulosa dapat meningkatkan kelarutan fraksi etil asetat daun sukun pada
masing-masing formula sebesar 7,04%, 19,47%, dan 59,92%.
5.2. Saran
Perlu penelitian lebih lanjut untuk karakterisasi terhadap campuran fraksi
etil asetat daun sukun – β-siklodekstrin+hidroksi propil metilselulosa
32 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR PUSTAKA
Agrawal, R., Gupta, V. 2012. Cyclodextrins – A Review on PharmaceuticalApplication for Drug Delivery.IJPFR, 2(1): 95-112. Anonim.(2007) United States Pharmacopoeia 30th Edition. USA: The OfficialCompendia of Standards. Ansel, Howard C. (1989). Pengantar Bentuk Sesiaan Farmasi. Jakarta: Universitas Indonesia Aleem, O.M, Patil, A.L.,Pore, Y.V., Kuchekar, B.S. 2008. Cyclodextrin in Pharmaceuticals: An overview. Azis, S., Rahayu, V., Teruna, H.Y. 2011.Standardisasi Bahan Obat Alam. Jakarta: Graha Ilmu. Bekers, U.1991. Siklodekstrins. In: The Pharmaceutical Field, Drug Dev. Ind. Pharm;17(11)1503-49. Challa, R., Ahuja, A., Ali, J.,and Khar, R.K. 2005. Cyclodextrin in Drug Delivery: An Updated Review. AAPS PharmSci Tech,6, (2) Article 43, E329-E350. Chandrakant, D. S., Danki, L. S., Sayeed, A., Kinagi, M. B. 2011. Preparation and Evaluation of Inclusion Complexes of Water Insoluble Drug.International Journal of Research in Pharmaceutical and Biomedical Sciences. ISSN: 2229-3701. Chawla, G and Bansal, AK. 2008. Improved dissolution of a poorly water soluble drug in solid dispersions with polymeric and non-polymeric hydrophilic additives. Acta. Pharm., 58: 257-274. Cirri M., Mura P., Rabasco AM and Ginés JM. 2004. Characterization of ibuproxam binary and ternary dispersions with hydrophilic carriers. AAPSPharmSciTech, 30(1): 65-74. Corciova, Andreia dan Cascaval. (2011). Characterization Of Rutin-Cyclodextrin Inclusion Compounds. Scientific Study & Research 12 (4), pp. 341 – 346 Cvetkovic, D., Markovic, D., Radovanovic, B. 2011. Effects of continuous UV-irradiation on the antioxidant activities of quercetin and rutin in solution in the presence of lecithin as the protective target. J. Serb. Chem. Soc. 76 (7) 973–985. Dalimartha, S.2003.Atlas Tumbuhan Obat Indonesia, Jilid 3. Jakarta : Puspa Swara. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Jakarta.
33
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Elbary,A., Kassem,M A.,Abou,S., and Khalil,R. 2008. Formulation and hypoglycemic activity of pioglitazone-cyclodextrin inclusion complexes Drug Discov Ther; 2(2):94-107. Ferdianan A, Yuwono T, Wahyuningsih I. (2006). Peningkatan Kelarutan Piroksikan Melalui Pembentukan Kompleks dengan β-siklodekstrin. Media Farmasi, Vol.5 no.2: 7-14. Hiremath, S.N., Raghavendra, R.K.., Sunil, F., Danki, L.S., Rampure, M. V., Swamy, P.V., Bhosale, U.V. 2008. Dissolution Enhancement of Glicazide by Preparation of Inclusion Complex with ß-cyclodextrins . Asian Journal of Pharmaceutics, 73-76. Hădărugă, Nicoleta G. 2012. Ficaria verna Huds. extracts and theirb-cyclodextrin supramolecular systems. Hădărugă Chemistry Central Journal. Hussain, Md. Talib., Verma,A.,Vijayakumar, M., Sharma, Alok, C., Mathela, andRao,Ch. V.2009. Rutin, a natural flavonoid, protects against gastric mucosal damage in experimental animals. Asian Journal of Traditional Medicines. Lieberman, H.A., Lachman, L., & Schwatz,J.B. (Eds.). 1989. Pharmaceutical Dosage Forms: Tablets Volume 1 Second edition, Revised and Expanded. New York: Marcel Dekker, 5, 17. Mabry, A.J., Markham K.R., Thomas, M.B.1970. The systemic Identification ofFlavonoids, Berlin. Martin, A., Swarbrick, J., Cammarata, A. 1990. Farmasi Fisik Edisi Ketiga. Jakarta : UI-Press. Patil, J.S., Kadam, D.C., Marapur, S.V., and Kamalpur, M. 2010. Inclusion Com[plex System : A Novel Techniques to Improve Solubility and Bioavailibility of Poorly Soluble Drugs : A Review. International Journal of Pharmaceutical Sciences Reviews and Research, 29-32. Saraf, SA., Tripathi, GK., Pandey, M., Yadav, P., dan Saraf, SK.2011. Development of meloxicam formulations utilizing ternary complexation for solubility enhancement. Pak. J. Pharm. Sci., Vol.24, No.4, October 2011, pp.533-538. Shargel, L., Andrew B.C Yu. 1988. Biofarmasetika dan farmakokinetika Terapan Edisi 2. Terj.dari Applied Biopharmaceutics and Pharmacokinetics, oleh Fasich, Siti Sjamsiah. Universitas Airlangga Press, Semarang: 96 – 100: 454 - 473. Singh, R., Bharti, N., Madan, J., and Hiremath,S. 2010.Characterization of Cyclodextrin Inclusion Complexes – A Review. Journal of Pharmaceutical Science and Technology Vol. 2 (3), 171-183.
34
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Srikanth, M.V., Babu, M,G., Rao, N, S., Sunil, A., Balaji, S., Ramanamurthy, K. (2010). Dissolution Rate Enhancement Of Poorly Soluble Bicalutamide Using β-Cyclodextrin Inclusion Complex. International Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Sciences Vol 2, Issue 1. Szetjli, J. 1988. Cyclodextrin Technology. Dordrecht: Kluwer Academic Publishers, 104-106. Swapp, S. Scanning Electron Microscopy (SEM). http://serc.carleton.edu/research_education/geochemsheets/techniques/SEM.html. Umar, A., Jenie, L, Kardono., Mozef., T., Jiaan, C., Xiaoxiang, Z., Yuanjiang, P. 2007. Ekstrak Total Flavonoid dan Fitosterol Daun Sukun (Artocarpus altilis) sebagai Obat Kardiovaskuler dan Teknik Produksinya. Paten Indonesia terdaftar No. P00200700707. Vikesh, S., Rajashree, M., Ashok, A., Fakkirappa, M. 2009. Influence of β-Cyclodextrin Complexation on Ketoprofen Release from Matrix Formulation. International Journal of Pharmaceutical Sciences and Drug Research; 1(3): 195-202.
35
UIN Syarif HIdayatullah Jakarta
Lampiran 1. Alur Penelitian
Serbuk fraksi etil asetat daun
sukun
Pembakuan ekstrak dengan parameter non-
spesifik
Pembakuan ekstrak dengan
parameter spesifik
Scanning Electron
microscopy
Uji Karl
Fischer
Uji Kelarutan Karakterisasi campuran FEAS -
β-siklodekstrin+HPMC
Spektrofotometer
UV
Pembuatan Campuran
FEAS - β-
siklodekstrin+HPMC
36
Lampiran 2. Surat Keterangan Rutin
37
Lampiran 3. Hasil Kadar Abu
No Berat awal Setelah tanur Sampel Kadar abu
1 27,6440 25,6833 2,0002 0,98 %
2 27,1524 25,1510 2,0002 1,00%
3 27,6193 25,6176 2,0043 0,99%
Rata-rata 0,99%
Standar Deviasi 0,01
Keterangan rumus:
% kadar abu total = 100 %
Ket : w1 : berat awal
w2 : berat setelah ditanur
w3 : berat sampel
Contoh perhitungan :
% Kadar abu total = , , , x 100% = 0,98%
Lampiran 4. Hasil Pencampuran FEAS – β-siklodekstrin+HPMC
38
Lampiran 5. Kadar Air Fraksi Etil Asetat Daun Sukun
39
Lampiran 6. Kurva Absorbansi Rutin dalam Metanol
200.0 250 300 350 400 450 500 550 600.0-0.02
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7
0.8
0.9
1.00
nm
A
358.23
283.50
257.30
239.34
206.13
40
Lampiran 7. Data Absorbansi Konsentrasi Penentuan Total Flavonoid Rutin
Nama Absorbansi Konsentrasi
Std1 0,0005 0.000
Std2 0,2783 10.00
Std3 0,5914 20.00
Std4 0,9031 30.00
Std5 1,2108 40.00
Std6 1,5268 50.00
Lampiran 8. Kurva Standar Penentuan Kadar Total Flavonoid
y = 0,0307x - 0,0154R² = 0,9998
-0.5
0
0.5
1
1.5
2
0 20 40 60
Abs
orba
nsi
konsentrasi
Kurva standar rutin
Series1
Linear (Series1)
41
Lampiran 9. Hasil Perhitungan Kadar Total Flavonoid Pada Fraksi Etil Asetat Daun Sukun
Ulangan
Konsentrasi
Sampel Abs Kadar (ppm) % Kadar
1 10ppm 0,0882 x = 3,374 ppm % kadar = 33,74%
2 10ppm 0,0842 x = 3,244ppm % kadar = 32,44%
3 10ppm 0,0835 x = 3,221ppm % kadar = 32,21%
Rata – rata 32,79 %
SD 0,82
Contoh perhitungan :
Absorbansi fraksi etil asetat daun sukun yang di spektro-UV = 0,0882
Konsentrasi sampel =10 ppm
Persamaan regresi : y = 0.0307x – 0,0154
Kadar (ppm) x =
= , , ,
= 3,374 ppm
%kadar = ( ) ( ) 100%
= , 100%
= 33,7 %
42
Lampiran 10. Perhitungan Penyetaraan Fraksi Etil Asetat Daun Sukun Terhadap Formulasi
• Formula 1 -› = ,
X = 30,036 mg
• Formula 2 -› =
X = 50,06 mg
• Formula 3 -› = ,
X = 70,084 mg
43
Lampiran 11. Kadar Kelarutan Total Flavonoid dalam Fraksi Etil Asetat Daun
Sukun
Ulangan
Faktor
Pengenceran Abs
Kadar Total
Flavonoid (ppm)
% Kadar Total
Flavonoid
1 100x 0,0261 x= 1352 ppm 13,52 %
2 100x 0,0257 x = 1339 ppm 13,39 %
3 100x 0,0250 x = 1316 ppm 13,16 %
Rata – rata 13,35 %
SD 0,18
Contoh perhitungan :
Absorbansi fraksi etil asetat daun sukun yang di spektro-UV = 0,0261
Faktor pengenceran =100x
Persamaan regresi : y = 0.0307x – 0,0154
Kadar total flavonoid
X = , ,
=1,352 ppm x 100
= 135,2 ppm
X = 135,2 ppm x 10 mg
= 1352 ppm
Maka, kadar fraksi etil asetat daun sukun adalah 1350 ppm/ 100 x 100% =
13,52%
44
Lampiran 12. Data Hasil Campuran Kadar Total Flavonoid Fraksi Etil Asetat Daun Sukun - ß-siklodekstrin+Hidroksi Propil Metilselulosa
Formula 1
Ulangan
Faktor
Pengenceran Abs
Kadar Total
Flavonoid (ppm)
% Kadar Total
Flavonoid
1 100 kali 0,0284 x = 1427ppm 14,27%
2 100 kali 0,0290 x = 1446ppm 14,46 %
3 100 kali 0,0280 x = 1414ppm 14,14%
Rata – rata 14,29%
SD 0,16
Formula 2
1 100 kali 0,0331 x = 1579 ppm 15,79 %
2 100 kali 0,0336 x = 1596 ppm 15,96 %
3 100 kali 0,0340 x = 1609 ppm 16,09 %
Rata – rata 15,95 %
SD 0,15
Formula 3
1 100 kali 0,0504 x = 2143 ppm 21,43 %
2 100 kali 0,0507 x = 2153 ppm 21,53 %
3 100 kali 0,0501 x = 2133 ppm 21,33 %
Rata – rata 21,43 %
SD 0,1
45
(Lanjutan)
Contoh Perhitungan :
Absorbansi formula 1 yang di spektro-UV = 0,0284
Faktor pengenceran = 100x
Persamaan regresi : y = 0.0307x – 0,0154
Kadar total flavonoid
X = , ,
=1,427 ppm x 100 (faktor pengenceran)
= 142,7 ppm
X = 142,7 ppm x 10 mg (kesetaraan fraksi etil asetat
dalam formula)
= 1427 ppm
Maka, persentase kadar kelarutan pada formula 1 adalah 1427 ppm/ 100 x
100% = 14,27%
Lampiran 13. Peningkatan Kelarutan Total Flavonoid Campuran FEAS - β-
siklodekstrin+HPMC
Sampel Kadar Total Flavonoid(%)
Fraksi etil asetat daun sukun 13,35
Formula 1 14,29
Formula 2 15,95
Formula 3 21,43
Rumus dan perhitungan peningkatan : 100%
Formula 1 : , , , 100% = 7,04 %
Formula 2 : , , , 100% = 19,47%
Formula 3 : , , , 100% = 59,92%
46
Lampiran 14. Analisa Data Statistik Uji Kelarutan Sampel Terhadap Formula
Sampel FEAS Terhadap formula 1
Paired Samples Statistics
Mean N
Std.
Deviation
Std. Error
Mean
Pair 1 Sampel 13.3567 3 .18230 .10525
formula1 14.2900 3 .16093 .09292
Paired Samples Correlations
N Correlation Sig.
Pair 1 sampel &
formula1 3 .544 .634
Paired Samples Test
Paired Differences
t Df
Sig. (2-
tailed)
Mean
Std.
Deviation
Std.
Error
Mean
95% Confidence
Interval of the
Difference
Lower Upper
Pair
1
sampel -
formula1
-
.93333 .16503 .09528 -1.34328 -.52339
-
9.796 2 .010
47
(Lanjutan)
Sampel terhadap formula 2
Paired Samples Statistics
Mean N
Std.
Deviation
Std. Error
Mean
Pair 1 Sampel 13.3567 3 .18230 .10525
formula2 16.4600 3 .04583 .02646
Paired Samples Correlations
N Correlation Sig.
Pair 1 sampel &
formula2 3 -1.000 .020
Paired Samples Test
Paired Differences
t df
Sig.
(2-
tailed)
Mean
Std.
Deviation
Std.
Error
Mean
95% Confidence
Interval of the
Difference
Lower Upper
Pair
1
sampel -
formula2
-
3.10333 .22811 .13170 -3.66999 -2.53668
-
23.564 2 .002
48
(Lanjutan)
Sampel terhadap formula 3
Paired Samples Statistics
Mean N
Std.
Deviation
Std. Error
Mean
Pair 1 Sampel 13.3567 3 .18230 .10525
formula3 21.4300 3 .10000 .05774
Paired Samples Correlations
N Correlation Sig.
Pair 1 sampel &
formula3 3 .631 .565
Paired Samples Test
Paired Differences
t df
Sig.
(2-
tailed)
Mean
Std.
Deviation
Std.
Error
Mean
95% Confidence
Interval of the
Difference
Lower Upper
Pair
1
sampel -
formula3
-
8.07333 .14224 .08212 -8.42669 -7.71998
-
98.306 2 .000
49
Lampiran 15. Analisa Data Kelarutan Formula Terhadap Formula
Formula 1 terhadap formula 2
Group Statistics
Sampel N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
Kadar F1 3 14.1333 .15275 .08819
F2 3 17.3033 .05132 .02963
Independent Samples Test
Levene's Test
for Equality of
Variances t-test for Equality of Means
F Sig. t df
Sig.
(2-
tailed)
Mean
Difference
Std. Error
Difference
95% Confidence
Interval of the
Difference
Lower Upper
Kadar Equal
variances
assumed
3.040 .156 -
34.073 4 .000 -3.17000 .09304
-
3.42831
-
2.91169
Equal
variances not
assumed
-
34.073 2.446 .000 -3.17000 .09304
-
3.50791
-
2.83209
Formula 1 terhadap formula 3
Group Statistics
Sampel N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
Kadar F1 3 14.1333 .15275 .08819
F3 3 23.4000 .10000 .05774
50
(Lanjutan)
Independent Samples Test
Levene's Test
for Equality of
Variances t-test for Equality of Means
F Sig. t df
Sig.
(2-
tailed)
Mean
Difference
Std. Error
Difference
95% Confidence
Interval of the
Difference
Lower Upper
Kadar Equal
variances
assumed
.727 .442 -
87.911 4 .000 -9.26667 .10541
-
9.55933
-
8.97400
Equal
variances not
assumed
-
87.911 3.448 .000 -9.26667 .10541
-
9.57876
-
8.95458
Formula 2 terhadap formula 3
Group Statistics
Sampel N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
Kadar F2 3 17.3033 .05132 .02963
F3 3 23.4000 .10000 .05774
51
Independent Samples Test
Levene's Test
for Equality of
Variances t-test for Equality of Means
F Sig. t df
Sig.
(2-
tailed)
Mean
Difference
Std. Error
Difference
95% Confidence
Interval of the
Difference
Lower Upper
Kadar Equal
variances
assumed
.654 .464 -
93.949 4 .000 -6.09667 .06489
-
6.27684
-
5.91649
Equal
variances not
assumed
-
93.949 2.985 .000 -6.09667 .06489
-
6.30377
-
5.88956
52
Lampiran 16.Hasil Uji Karl Fischer Titration Fraksi etil asetat daun sukun
53
Lampiran 17. Data Hasil Karl Fisher Titration pada Campuran, kontrol Pencampuran fisik dan kontrol polimer
Gambar
Gambar 9. Polimer kombinasi
Gambar 10. Kompleks FEAS/
Ket : gambar kiri : perbesaran 1000x, gambar kanan : perbesaran 7000x
Lampiran 18. Hasil Scanning Electron Microscopy
Gambar 8. Fraksi Etil Asetat Daun Sukun
kombinasi ß-siklodekstrin+ hidroksi propil metilselulosa
Kompleks FEAS/ß-Siklodekstrin + Hidroksi propil metilselulosa
Ket : gambar kiri : perbesaran 1000x, gambar kanan : perbesaran 7000x.
54
Scanning Electron Microscopy
hidroksi propil metilselulosa
Hidroksi propil metilselulosa
55
Lampiran 19. Alat Penelitian
Gambar 11. Moisture Analyzer Gambar 12. Karl Fisher Titration
Gambar 13. Tanur Gambar 14.Shaker
Gambar 15. Spektrofotometer UV-Vis Gambar 16.SEM