PENGURUS BESAR IKATAN MAHASISWA KEDOKTERAN HEWAN … · PENGURUS BESAR IKATAN MAHASISWA KEDOKTERAN...
Transcript of PENGURUS BESAR IKATAN MAHASISWA KEDOKTERAN HEWAN … · PENGURUS BESAR IKATAN MAHASISWA KEDOKTERAN...
PENGURUS BESAR IKATAN MAHASISWA KEDOKTERAN HEWAN INDONESIA
( INDONESIA VETERINARY STUDENT ASSOSIATION ) Sekretariat : Student Center BEM Fakultas Kedokteran Hewan Kampus C UNAIR,
Jl. Mulyorejo, Surabaya 60115. Telepon: (031) 5992785 Email : [email protected]
PENYEMBELIHAN HEWAN KURBAN,
BERKAH ATAU MUSIBAH?
I. Penyembelihan Hewan Kurban
Didalam tradisi islam pemotongan hewan kurban lazim dilakukan setiap tahun pada
hari raya Idul Adha. Tradisi ini merupakan sebuah peringatan atas perintah Allah SWT kepada
Nabi Ibrahim AS untuk menyembelih putra kesayangannya yaitu Nabi Ismail As, namun ketika
Nabi Ibrahim dengan ikhlas menyembelih leher Nabi Ismail As, Nabis Ismail digantikan oleh
Allah SWT dengan seekor domba yang gemuk lagi sehat. Sehingga dengan daging hewan
tersebut dapat memenuhi kebutuhan konsumsi Nabi Ibrahim beserta keluarga dan kerabatnya.
(Katsir, 2015).
Di Indonesia sendiri sebagai negara dengan populasi muslim terbesar di dunia, tentu
sudah menjalankannya setiap tahun, bahkan pemerintah dan pejabat negara juga ikut
menyemarakkan tradisi ini. Misalnya pada beberapa tahun terakhir tercatat presiden dan
pejabat negara selalu ikut menyumbangkan sapi atau kambing untuk dikurbankan bagi
masyarakat. Namun tentunya harus memenuhi syarat dan kriteria dari aturan yang berlaku
terlebih dahulu.
Menurut Peraturan Menteri Pertanian Nomor 114/Permentan/PD.410/9/2014, hewan
kurban adalah hewan yang memenuhi persyaratan syariat islam untuk keperluan ibadah kurban.
Dalam penyembelihan hewan kurban ada beberapa syarat yang harus dipenuhi sebagai berikut:
a) persyaratan syariat islam meliputi kesehatan fisik, cukup umur, berjenis kelim jantan,
kelengkapan fisik, sehat dan tidak dalam keadaan telah dikebiri., b) persyaratan administratif,
meliputi berbagai kelengkapan surat keterengan dibawah kewenangan otoritas veteriner., c)
persyaratan teknis yaitu hewan harus dinyatakan sehat berdasarkan hasil pemeriksaan yang
dilakukan oleh dokter hewan atau paramedik veteriner dibawah pengawasan dokter hewan.
PENGURUS BESAR IKATAN MAHASISWA KEDOKTERAN HEWAN INDONESIA
( INDONESIA VETERINARY STUDENT ASSOSIATION ) Sekretariat : Student Center BEM Fakultas Kedokteran Hewan Kampus C UNAIR,
Jl. Mulyorejo, Surabaya 60115. Telepon: (031) 5992785 Email : [email protected]
II. Pemotongan Hewan Kurban Sebagai Solusi Pemenuhan Konsumsi Daging di
Indonesia?
Di Indonesia, setiap tahunnya ada ribuan ruminansia yang akan di kurbankan. Bahkan
jumlah hewan kurban menurut data dari Kementerian Pertanian RI pada tahun 2018
diperkirakan mencapai 1.504.588 ekor atau meningkat 5% dari tahun 2017. Hal tersebut
seharusnya menguntukan bagi Indonesia, dimana selama ini harga daging yang terbilang cukup
tinggi di pasaran, menyulitkan masyarakat untuk mengonsumsi protein hewani tersebut.
Sehingga membuat Indonesia menjadi negara dengan konsumsi protein hewani yang terbilang
rendah. Menurut Musdalifah Mahmud, Deputi bidang koordinasi pangan dan pertanian,
konsumsi protein hewani Indonesia hanya sekitar 8% pertahunnya. Dibandingkan dengan
Thailand, konsumsi protein hewaninya mencapai 20%, Filipina 21%, dan Malaysia sebagai
negara terdekat Indonesia pun sudah mencapai 28% per tahun (Situmorang, 2018).
Diharapkan tradisi kurban ini dapat menjangkau masyarakat yang kurang mampu, atau
setidaknya dapat memberikan mereka asupan protein hewani dari ribuan bahkan jutaan daging
yang didapatkan dari penyembelihan hewan kurban. Karena jika dilihat kandungan gizi dari
ruminansia yang biasanya dijadikan hewan kurban, memiliki protein hewani yang jauh lebih
tinggi dibandingkan jenis hewan lainnya (Tabel 1).
Tabel 1. Kandungan gizi yang terdapat pada daging sapi
No Jenis Zat Gizi Jumlah Kandungan
1 Air (g) 60,0
2 Energi (kkal) 273,0
3 Protein (g) 18,8
4 Lemak (g) 22,0
5 Karbohidrat (g) 0
6 Abu (g) 0,5
7 Kalsium (mg) 10,0
8 Fosfor 150,0
9 Besi (mg) 2,6
PENGURUS BESAR IKATAN MAHASISWA KEDOKTERAN HEWAN INDONESIA
( INDONESIA VETERINARY STUDENT ASSOSIATION ) Sekretariat : Student Center BEM Fakultas Kedokteran Hewan Kampus C UNAIR,
Jl. Mulyorejo, Surabaya 60115. Telepon: (031) 5992785 Email : [email protected]
10 Vitamin (mg) 0,08
(Sumber: Wijayanti, 2011)
III. Penyakit yang Disebabkan oleh Hewan Kurban
Namun demikian, tidak berarti pelaksanaan penyembelihan dan pembagian daging
hewan kurban aman dan terkendali. Sebenarnya ada begitu banyak resiko yang diambil saat
pelaksanaan penyembelihan hewan kurban ini. Dalam penyembelihannya saja misalnya,
menurut Kementerian Pertanian RI ada tiga syarat penyembelihan (Gambar 1).
Gambar 1. Tiga syarat penyembelihan
Jika ketiga syarat tersebut tidak terpenuhi, lantas apa yang akan terjadi? Dimulai dari
hal yang paling sederhana saja seperti penyekat. Jika dalam penyembelihan tidak terdapat sekat
antara hewan yang sedang disembelih dengan yang belum disembelih, akan membuat hewan
yang belum disembelih menjadi tidak nyaman, ketakutan, dan stres. Belum lagi jika ditambah
PENGURUS BESAR IKATAN MAHASISWA KEDOKTERAN HEWAN INDONESIA
( INDONESIA VETERINARY STUDENT ASSOSIATION ) Sekretariat : Student Center BEM Fakultas Kedokteran Hewan Kampus C UNAIR,
Jl. Mulyorejo, Surabaya 60115. Telepon: (031) 5992785 Email : [email protected]
perlakuan kasar seperti diikat, dirobohkan dan disembelih dalam keadan yang tidak nyaman,
tentu akan sangat menyiksa hewan tersebut. Realita yang terjadi pada saat penyembelihan
hewan kurban adalah hewan disembelih di lahan terbuka dan dikelilingi banyak orang. Apalagi
sang penyembelih bukanlah penyembelih handal atau JULEHA. Melainkan hanya pesuruh
masyarakat setempat yang minim ilmu yang semakin menambah penyiksaannya. Berikut
adalah realitas penyembelihan hewan kurban yang terjadi di Indonesia (Gambar 2).
Gambar 2. Prosesi penyembelihan hewan kurban yang terjadi di Indonesia (Sumber:
Google.com)
PENGURUS BESAR IKATAN MAHASISWA KEDOKTERAN HEWAN INDONESIA
( INDONESIA VETERINARY STUDENT ASSOSIATION ) Sekretariat : Student Center BEM Fakultas Kedokteran Hewan Kampus C UNAIR,
Jl. Mulyorejo, Surabaya 60115. Telepon: (031) 5992785 Email : [email protected]
Padahal keadaan stres pada hewan ketika akan disembelih akan sangat berbahaya
terhadap kualitas daging yang dihasilkan. Stres sebelum penyembelihan akan meningkatkan
kadar katekolamin dan keratinin kinase dalam tubuh yang akan menyebabkan glikolisis secara
cepat sehingga terjadi penumpukan laktat pada daging, menyebabkan tingginya pH daging dan
daya ikat air, serta daging yang dihasilkan akan lebih keras dan dengan warna yang lebih gelap
(Piestyani et al, 2015).
Selanjutnya adalah peran dari sarana penyembelihan yang sakral. Didalam proses
penyembelihan sangat diperlukan sarana prasarana yang berkualitas, agar penyembelihan dapat
terjadi dengan aman dan terkendali. Misalnya seperti pemilihan pisau untuk penyembelihan
harus memenuhi standar, seperti tajam dan tidak terlalu pendek. Kalau saja pisau yang
digunakan tumpul dan pendek tentu akan menyulitkan proses pemutusan 3 saluran agar
dikategorikan halal menurut fatwa MUI, yaitu: (a) memutus jalan nafas (trakea), (b) memutus
jalan makanan (esofhagus), (c) memutus urat nadi (vena cugularis, arteri carotis comunis)
(Sastraprawira et al.,2006).
Jika pisau yang digunakan gagal memutus ketiga saluran tersebut akan terjadi
penyumbatan aliran darah, terutama dibagian arteri carotis dan vena jugularis yang dapat
mengakibatkan darah terkumpul dijantung (hemoragic) yang bermuara pada penggumpalan
darah diberbagai bagian tubuh hewan. Akibatnya didalam daging yang dihasikan akan terdapat
darah yang tersumbat. Hal tersebut tentu sangat bertentangan dengan ajaran islam yang
mengharamkan umatnya mengonsumsi darah. Sejalan dengan hal itu, dari segi medis darah
merupakan media yang paling baik untuk menghantarkan penyakit, serta menjadi sarang bagi
bakteri berbahaya (Piestyani et al., 2015). Apabila dikonsumi oleh manusia akan berakibat
fatal, seperti penularan penyakit zoonosis, cacat, lumpuh, bahkan dapat menyebabkan
kematian.
Dalam ranah penyembelihan saja sudah banyak bahaya yang ditimbulkan bagi manusia,
apalagi jika membahas mengenai penyakit yang memang berasal dari hewan yang akan
PENGURUS BESAR IKATAN MAHASISWA KEDOKTERAN HEWAN INDONESIA
( INDONESIA VETERINARY STUDENT ASSOSIATION ) Sekretariat : Student Center BEM Fakultas Kedokteran Hewan Kampus C UNAIR,
Jl. Mulyorejo, Surabaya 60115. Telepon: (031) 5992785 Email : [email protected]
disembelih. Bagaimana jika hewan yang dipilih untuk dikurbankan adalah hewan yang
terinfeksi penyakit zoonosis? Tentu hal itu dapat terjadi pada proses penyembelihan hewan
kurban. Zoonosis sendiri adalah penyakit yang dapat ditularkan oleh hewan ke manusia melalui
beberapa cara, baik secara langsung ataupun tidak langsung. Penularan secara langsung dapat
melalui kontak fisik antara manusia dan hewan, sedangkan penularan secara tidak langsung
dapat melalui hewan perantara dan makanan atau pangan hasil ternak (Suharsono, 2002).
Agen berbahaya yang terdapat dalam pangan hasil hewan dapat berupa agen fisik,
kimia, maupun biologi. Agen fisik misalnya pecahan kaca, paku, atau benda tajam lainnnya,
agen kimia dapat berupa residu obat hewan, pakan kimiawi untuk penggemukan, dan
sejenisnya. Serta agen biologi meliputi bakteri, virus, atau parasit (Murdiati, 2004). Apabila
masyarakat Indonesia mendapat daging yang terkena agen berbahaya tersebut, tentu akan
sangat merugikan.
Dari ketiga agen berbahaya yang telah dijelaskan, dapat diketahui agen biologilah yang
sangat berbahaya dan sulit terdeteksi. Agen biologi yang disebabkan oleh bakteri, virus, dan
parasit dapat menjadi media penularan dan perkembangbiakan penyakit zoonosis yang
berakibat pada kematian. Sebut saja seperti penyakit Antrax, Brucelosis, Leptospirosis,
Taeniasis dan Sistiserkosis, serta Cacing Hati (Fasciola gigantica) yang selama ini menghantui
masyarakat Indonesia. Penyakit penyakit tersebut tidak sedikiti ditemukan di Indonesia,
bahkan sudah memakan korban jiwa.
Antraks
Antraks adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri Bacillus anthracis.
Penyakit ini bersifat zoonosis, karena dapat meyerang hewaan maupun manusia. Umumnya,
antraks menyerang hewang domestik, seperti sapi, domba, dan kambing. Namun, manusia
dapat terinfeksi apabila terpapar atau mengkonsumsi hewan yang terinfeksi. Hewan dapat
terinfeksi antraks melalui pakan atau minum yang terkontaminasi spora bakteri. Beberapa
PENGURUS BESAR IKATAN MAHASISWA KEDOKTERAN HEWAN INDONESIA
( INDONESIA VETERINARY STUDENT ASSOSIATION ) Sekretariat : Student Center BEM Fakultas Kedokteran Hewan Kampus C UNAIR,
Jl. Mulyorejo, Surabaya 60115. Telepon: (031) 5992785 Email : [email protected]
gejala yang muncul pada hewan yang terkena antraks, antara lain demam tinggi, tremor,
gangguan pernapasan, kongesti mukosa, konvulsi, kolaps, depresi, anoreksia, kolik,
pembengkakan limfoglandula, kejang, hingga menimbulkan kematian. Pada manusia, bakteri
ini dapat menginfeksi manusia melalui kulit yang terluka, gigitan serangga, dan makanan yang
terkontaminasi bakteri. Beberapa gejala yang sering muncul, antara lain demam tinggi, sakit
kepala, nekrosis yang dikelilingi vesikel dan oedema pada kulit, sakit perut, diare berdarah,
asites, toksemia, sakit tenggorokan, pembengkakan limfoglandula, nyeri tubuh, sianosis, koma,
hingga kematian. Di Indonesia masih banyak daerah yang dinyatakan sebagai endemic antraks.
Untuk mengendalikan penyakit antraks, maka perlu dilakukan deteksi awal penyakit dan juga
vaksinasi (Adji dan Natalia, 2006).
Brucellosis
Brucellosis adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri Brucella sp. Penyakit ini
biasanya menyerang sapi, babi, domba, dan kambing yang kemudian dapat menular ke manusia
melalui beberapa cara. Penularan Brucellosis ke manusia melalui kontak langsung dengan
hewan terinfeksi, mengkonsumsi daging dan susu dari hewan terinfeksi, serta menghirup udara
yang tercemar bakteri Brucella sp. Indonesia merupakan negara yang belum bebas Brucellosis,
dimana prevalensinya mencapai 40% tersebar di seluruh Indonesia. Prevalensi kejadian
Brucellosis yang tinggi berbanding lurus dengan risiko penularannya ke manusia. Hewan yang
terinfeksi Brucella sp. dapat mengalami abortus. Pada manusia yang tertular Brucellosis
biasanya akan mengalami demam, tubuh terasa nyeri, dan sakit kepala. Bahkan penderita
Brucellosis dapat mengalami batuk, pneumonitis, hingga abortus pada kehamilan trimester
kedua. Untuk mencegah terjadinya Brucellosis, dapat dilakukan kontrol penyakit pada hewan,
mengurangi kontak dengan hewan, memakai alat pelindung diri ketika melakukan kontak
dengan hewan, serta memasak susu atau daging dengan matang (Novita, 2016).
Leptospirosis
PENGURUS BESAR IKATAN MAHASISWA KEDOKTERAN HEWAN INDONESIA
( INDONESIA VETERINARY STUDENT ASSOSIATION ) Sekretariat : Student Center BEM Fakultas Kedokteran Hewan Kampus C UNAIR,
Jl. Mulyorejo, Surabaya 60115. Telepon: (031) 5992785 Email : [email protected]
Leptospirosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri Leptospira sp.
Penyakit ini dapat menyerang hewan maupun manusia. Dari tahun 2002-2004 kejadian
leptospirosis pada sapi mencapai 16,48%. Bakteri Leptospira sp. dapat masuk ke kulit yang
terluka maupun mukosa. Bakteri ini bisa menular melalui urin, air, tanah, dan lumpur, sehingga
sangat berisiko bagi pekerja sawah, kebun, tambang, atau rumah potong hewan. Pada hewan,
Leptospirosis dapat menyebabkan demam, ikterus, hemoglobinuria, abortus, lahir mati, hingga
kematian. Sedangkan, manusia yang terinfeksi penyakit ini dapat mengalami berbagai gejala
nonspesifik, seperti demam, mual, sakit kepala, nyeri otot, muntah, konjungtivitis, ikterus,
anemia, gagal ginjal, hingga kematian. Untuk mencegah terjadinya Leptospirosis, perlu
dilakukan vaksinasi pada hewan, sanitasi lingkungan, aktivitas terintegrasi antara dokter hewan
dan dokter, serta sosialisasi terhadap masyarakat mengenai bahaya leptospirosis (Kusmiyati,
dkk, 2005).
Taeniasis dan Sistiserkosis
Taeniasis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi parasit, yaitu cacing genus
Taenia. Sedangkan infeksi yang disebabkan oleh larvanya disebut dengan sistiserkosis.
Penyakit ini menyerang hewan dan dapat menular pada manusia apabila mengkonsumsi daging
hewan yang mengandung larva (sistiserkus). Penularan penyakit ini dapat terjadi melalui
makan atau minuman yang tercemar telur cacing Taenia sp, atau kurangnya kebersihan.
Diagnosa penyakit ini dapat dilakukan dengan identifikasi proglotid atau telur cacing pada
feses. Diagnosis sistiserkosis sendiri sulit dilakukan ketika hewan masih hidup. Ketika hewan
telah disembelih, dapat dilakukan diagnosa dengan melakukan palpasi pada daging hewan.
Pada hewan yang terserang sistiserkosis, maka bagian lidah akan teraba benjolan atau nodul di
bawah jaringan kulit atau intramuscular. Pada manusia, selain identifikasi penyakit melalui
feses, dapat juga dilakukan melalui pemeriksaan serologi atau PCR. Untuk mencegah penyakit
ini pada manusia, maka perlu dihindari memakan daging yang kurang matang. Membekukan
daging terlebih dahulu sebelum diolah juga mampu meminimalisir terjadinya taeniasis dan
PENGURUS BESAR IKATAN MAHASISWA KEDOKTERAN HEWAN INDONESIA
( INDONESIA VETERINARY STUDENT ASSOSIATION ) Sekretariat : Student Center BEM Fakultas Kedokteran Hewan Kampus C UNAIR,
Jl. Mulyorejo, Surabaya 60115. Telepon: (031) 5992785 Email : [email protected]
sistiserkosis. Pemberian obat cacing pada hewan secara rutin, serta sanitasi lingkungan mampu
mengurangi risiko terserang penyakit ini (Estuningsih, 2009).
Cacing Hati (Fasciola Gigantica)
Fasciolosis merupakan merupakan penyakit yang disebabkan oleh cacing fasciola sp.
Penyakit ini seringkali menyerang hewan produksi, seperti sapi kambing dan jenis rumninansia
lainnya. Fasciolosis biasanya terjadi pada daerah pedesaan dengan sistem perkandangan yang
masih tradisional. Kejadian fasciolosis pada ternak ruminansia tersebut erat kaitannya dengan
pencemaran metaserkaria, yang merupakan larva infektif cacing trematoda genus Fasciola
seperti fasciola gigantica dan fasciola hepatica, dalam hijauan pakan dan air minum ternak.
Jenis parasit cacing yang sering menyerang sapi di Indonesia yaitu cacing fasciola gigantica.
Resiko terinfeksinya manusia berdasarkan dari daerah endemis fasciolosis, seperti lingkungan
sekitar yang tergenang air, serta adanya tanaman air dan rumput basah yang dikonsumsi ternak
semakin besar. Biasanya pencegahan infeksi terhadap manusia dilakukan dengan pengecekan
organ oleh dokter hewan. Misalnya dalam pelaksanaan hari raya kurban, seorang dokter hewan
akan melakukan pemeriksaan patologi anatomi pada bagian hepar ataupun saluran empedu,
untuk mendeteksi keberadaan fasciola sp. Selanjutnya jika ditemukan fasciola sp ataupun
hanya larvanya, maka organ tersebut akan diseleksi untuk mencegah penularan kepada
manusia. Fasciolosis pada manusia dapat dikelompokkan menjadi food borne disease yang
penting bagi kesehatan manusia (Martindah et., al 2005). Menurut WHO (2011) fasciolosis
saat ini ditetapkan sebagai emerging human disease dan diperkirakan 2,4 juta orang terinfeksi.
Negara Amerika selatan, Eropa, Australia, New Zealand, Thailand dan Vietnam sudah pernah
melaporkan kejadiannya.
PENGURUS BESAR IKATAN MAHASISWA KEDOKTERAN HEWAN INDONESIA
( INDONESIA VETERINARY STUDENT ASSOSIATION ) Sekretariat : Student Center BEM Fakultas Kedokteran Hewan Kampus C UNAIR,
Jl. Mulyorejo, Surabaya 60115. Telepon: (031) 5992785 Email : [email protected]
Gambar 3. Temuan temuan patologis pada jeroan hewan kurban. Tanda panah menunjukkan
sistiserkus (larva cacing pita) (Sumber: Winarso et al, 2017)
Jika ditinjau dari banyaknya jumlah hewan yang akan dikurbankan setiap tahunnya,
seperti pada tahun 2018 mencapai 1.504.588 ekor dan diprediksi akan terus meningkat setiap
tahunnya seiring dengan permintaan konsumsi daging di Indonesia yang semakin tinggi.
Bayangkan jika hewan sebanyak itu tidak dilakukan penyembelihan, pemeriksaan dan
pemotongan yang baik, berapa banyak masyarakat Indonesia yang berkemungkinan terkena
penyakit zoonisis?
IV. Upaya Pemerintah untuk Menjaga Kesehatan Daging Kurban
Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementerian Kesehatan bersama dengan
Kementerian Pertanian mempunyai peran penting dalam menjamin kesehatan daging dan
konsumsi daging hasil kurban bagi masyarakat. Peran ini dilakoni dengan membuat
standarisasi hewan kurban dengan prinsip aman, sehat, utuh, dan halal (ASUH). Namun selain
menjamin daging hewan kurban agar ASUH, pemerintah juga melakukan pengawasan terhadap
PENGURUS BESAR IKATAN MAHASISWA KEDOKTERAN HEWAN INDONESIA
( INDONESIA VETERINARY STUDENT ASSOSIATION ) Sekretariat : Student Center BEM Fakultas Kedokteran Hewan Kampus C UNAIR,
Jl. Mulyorejo, Surabaya 60115. Telepon: (031) 5992785 Email : [email protected]
proses penyembelihan melalui Kementan agar sesuai dengan syariat islam dan kesejahteraan
hewan (Kemenkes RI, 2018).
Kementan juga terus melakukan sosialisasi terkait program penataan pelaksanaan
kurban nasional yang sesuai dengan Peraturan Menteri Pertanian Nomor
114/Permentan/PD.410/9/2014. Peraturan ini berisi aturan-aturan dan persyaratan teknis dalam
rangka menjaga kualitas daging kurban yang akan didistribusikan. Langkah konkritnya,
Kementan melakukan pembinaan dan pengawasan pemotongan hewan diantaranya dengan
memfasilitasi pilot project sarana pemotongan hewan kurban sejak 2016, dimana pilot project
ini sudah dilakukan di 5 wilayah DKI Jakarta, dan 12 lokasi lain di 12 Provinsi di Indonesia
(Kemenkes RI, 2018)
V. Peran Dokter Hewan dalam Pelaksanaan Penyembelihan Hewan Kurban
Meskipun pemerintah telah melakukan berbagai upaya preventif untuk menjamin
kualitas dan kesehatan daging hasil hewan kurban. Tidaklah dapat menghilakngkan semua
kemungkinan buruk yang akan terjadi. Berbagai penyakit zoonosis dan berbahaya, serta agen
kimia dan fisik yang dapat menurunkan kualitas dan kesehatan daging dapat dengan mudah
lolos dan tersebar di masyarakat apabila tidak ada seorang dokter hewan.
Ya, dapat dikatakan disinailah pentingnya peran dokter hewan dalam menyelamatkan
sebuah nyawa manusia dan bangsa. Didalam ilmu kedokteran hewan dalam pelaksanaan
penyembelihan seekor hewan, harus memenuhi standar higiene yang baik. Menurut Winarso
et al (2017) ada 15 aspek higiene dalam penyembelihan hewan kurban yang harus dipenuhi
(Tabel 2).
Tabel 2. Aspek higiene dalam penyembelihan hewan kurban
No Aspek Higiene Daging
1 Adanya pemeriksaan antemortem
2 Adanya pemeriksaan postmortem
PENGURUS BESAR IKATAN MAHASISWA KEDOKTERAN HEWAN INDONESIA
( INDONESIA VETERINARY STUDENT ASSOSIATION ) Sekretariat : Student Center BEM Fakultas Kedokteran Hewan Kampus C UNAIR,
Jl. Mulyorejo, Surabaya 60115. Telepon: (031) 5992785 Email : [email protected]
3 Tersedia lubang galian atau septic tank untuk darah dan kotoran
4 Tersedia cukup air bersih dan sabun untuk cuci tangan
5 Lantai bersih atau ada alat bersih untuk menguliti hewan
6 Tempat pengolahan daging terpisah dari tempat penyembelihan dan
pembersihan jeroan
7 Kebersihan tempat dan sarana prasaarana
8 Daging ditempatkan dalam wadah yang bersih
9 Pencacahan daging dilakukan diatas meja
10 Personel mengenakan sarung tangan dan masker
11 Personel yang menangani tidak sedang merokok atau menggaruk rambut
atau anggota badannya
12 Personel mencuci tangan sebelum dan sesudah menangani daging
13 Daging dikemas terpisah dari jeroan
14 Kemasan daging dengan bahan food grade/plastik bening
15 Daging segera disalurkan setelah diolah
Pemeriksaan ante mortem dan post mortem sepenuhnya adalah kewenangan dokter
hewan sebagai pemeriksa. Pemeriksaan ante mortem adalah pemeriksaan yang dilakukan
sebelum dilaksanakannya proses penyembelihan. Sedangkan pemeriksaan post mortem adalah
pemeriksaan lanjutan setelah penyembelihan untuk memastikan kesehatan karkas dan organ
lainnya. Baik pemeriksaan ante mortem maupun post mortem masing masing sangat
dibutuhkan untuk penyembelihan dan hasil daging yang baik (Tolistiawaty et al, 2015)
Pemeriksaan ante mortem yang dilakukan sebelum penyembelihan meliputi
pengamatan secara makros hewan kurban yang akan di sembelih. Pengamatan dapat berupa
pengukuran suhu tubuh, umur, jenis kelamin, detak jantung dan kesehatan hewan kurban. Jika
dalam pengamatan ante mortem ditemukan ada hewan yang tidak layak untuk disembelih,
dokter hewan berhak menyingkirkan hewan tersebut tanpa intervensi dari pihak manapun.
Dengan adanya pemeriksaan ante mortem ini dapat meminimalisir pemilihan hewan yang tidak
layak dalam penyembelihan hewan kurban (Winarso et al, 2017)
PENGURUS BESAR IKATAN MAHASISWA KEDOKTERAN HEWAN INDONESIA
( INDONESIA VETERINARY STUDENT ASSOSIATION ) Sekretariat : Student Center BEM Fakultas Kedokteran Hewan Kampus C UNAIR,
Jl. Mulyorejo, Surabaya 60115. Telepon: (031) 5992785 Email : [email protected]
Sedangkan pada pemeriksaan post mortem dilakukan pemeriksaan yang lebih
mendetail terhadap karkas dan organ-organ hewan lainnya. Pemeriksaan dengan memegang,
meraba, melihat, serta menyayat sedikit karkas ataupun daging yang diamati. Tentu ada banyak
parameter yang menjadi rujukan bagi dokter hewan dalam melakukan pengamatan post
mortem. Sehingga tidak mengherankan jika banyak kasus karkas maupun organ yang terinfeksi
penyakit dapat diseleksi oleh dokter hewan (Winarso et al, 2017).
Gambar 4. Pemeriksaan post mortem (Kiri), dan pemeriksaan ante mortem (Kanan)
(Sumber: Winarso et al, 2017)
Meskipun dokter hewan sudah menjamin pemeriksaan ante mortem dan post mortem
untuk memastikan kualitas hewan dan daging kurban. Ada beberapa faktor lain yang tidak
kalah pentingnya menentukan daging yang dihasilkan nantinya tidak terkena penyakit zoonosis
yaitu mengenai higiene dalam penyembelihan hewan kurban yang sudah dijelaskan pada Tabel
2. Darisana dapat dikatakan bahwa faktor penentu kesehatan daging kurban adalah dokter
hewan, yang melakukan kontrol secara umum melalui pemeriksaan ante mortem dan post
PENGURUS BESAR IKATAN MAHASISWA KEDOKTERAN HEWAN INDONESIA
( INDONESIA VETERINARY STUDENT ASSOSIATION ) Sekretariat : Student Center BEM Fakultas Kedokteran Hewan Kampus C UNAIR,
Jl. Mulyorejo, Surabaya 60115. Telepon: (031) 5992785 Email : [email protected]
mortem, dan kontrol khusus dengan mengkondisikan proses penyembelihan hewan kurban
sesuai dengan standar higiene dalam penyembelihan hewan.
Tetapi bahaya tetaplah menjadi kewaspadaan bersama, kasus kematian manusia akibat
penyakit zoonosis karena hewan kurban terutama dalam hal makanan hasil olahan daging
tersebut masih terus terjadi sampai sekarang. Hal ini tentu menimbulkan asumsi bahwa “apakah
dokter hewan yang mengawasi tidak kompeten?”. Asumsi tersebut boleh jadi benar namun
tidak sepenuhnya benar. Walaupun menurut Menteri Pertanian, Andi Amran, sudah
mengerahkan 2.698 tim yang terdiri pemerintah, organisasi profesi, petugas kementerian
agama, dan mahasiswa dalam pelaksanaan penyembelihan hewan kurban tahun 2018 yang
tentunya akan tetap diteruskan di tahun 2019 (Kemenkes RI, 2018)
Namun dilihat dari jumlah tim tersebut jumlah dokter hewan yang ikut membersamai
sangat sedikit. Karena sejatinya negara ini sangat kekurangan profesi dokter hewan. Menurut
Ketua PB PDHI dalam konfrensi pers Pet Show 2019, drh. Munawaroh “Indonesia
membutuhkan 70 ribu dokter hewan untuk mengimbangi jumlah penduduk Indonesia,
sementara sekarang dokter hewan yang ada hanya 20 ribu” dengan kata lain Indonesia masih
kekurangan 50 ribu tenaga dokter hewan, angka yang sangat besar (Rossa, 2019).
Jumlah dokter hewan di Indonesia yang masih sedikit seperti menjadi titik lemah negara
ini untuk menjamin kualitas hewan maupun pangan hasil hewan untuk masyarakat Indonesia,
terutama pada perayaan Hari Raya Idul Adha dengan tradisi penyembelihan hewan kurban
yang mencapai ribuan bahkan jutaan ekor per tahunnya.
VI. Pemotongan Hewan Kurban, Berkah atau Musibah?
Menurut data dari Kementerian Perdagangan RI dalam laporan analisis outlook pangan
2015-2019 prospek peternakan secara umum ditingkat global akan terus mengalami
peningkatan meskipun torgolong lambat. Bahkan untuk kinerja pasar daging sapi di pasar
internasional diperkirakan akan naik 6,01 persen. Dinamika pangan yang berasal dari produk
PENGURUS BESAR IKATAN MAHASISWA KEDOKTERAN HEWAN INDONESIA
( INDONESIA VETERINARY STUDENT ASSOSIATION ) Sekretariat : Student Center BEM Fakultas Kedokteran Hewan Kampus C UNAIR,
Jl. Mulyorejo, Surabaya 60115. Telepon: (031) 5992785 Email : [email protected]
peternakan yang semakin meningkat setiap tahunnya, menyelaraskan besarnya kemungkinan
menyebarnya penyakit zoonosis yang juga semakin cepat.
Berkaca pula dari latar belakang negara Indonesia dengan populasi muslim terbesar di
dunia yang pasti setiap tahun akan melaksanakan proses penyembelihan hewan sampai beribu
ribu ekor hewan kurban setiap tahunnya. Kemudian, daging hasil penyembelihan tersebut akan
dibagikan ke masyarakat luas. Ditambah lagi dengan minimnya dokter hewan yang ada dan
minimnya pengetahuan masyarakat mengenai higiene dalam penyembelihan. Lantas apakah
penyembelihan hewan kurban ini akan menjadi berkah? ataukah musibah?
Untuk menjadikan tradisi penyembelihan hewan kurban ini sebagai berkah bagi bangsa
Indonesia, tentu harus diberengi dengan kerja keras dari berbagai pihak, Seperti pemerintah
lebih menggalakkan lagi sosisalisai maupun pelatihan kepada masyarakat dan juru sembelihnya
serta mendorong perkembangan semua dokter hewan Indonesia baik didalam maupun di luar
negeri, dengan dukungan penuh terhadap Pendidikan profesi ini. Selanjutnya tentu bagi
masyarakat diharapkan lebih peduli lagi terhadap prinsip higiene dalam penyembelihan hewan
seperti memakai Alat Pelindung Diri (APD) saat menyembelih, tidak morokok, tidak
menggaruk rambut atau badan, serta mematuhi aspek higiene lainnya.
Terakhir adalah peran dari dokter hewan sendiri yang harus dimaksimalkan oleh setiap
dokter hewan Indonesia. Pemaksimalan peran ini dapat dimulai saat masih menjadi mahasiswa
kedokteran hewan yang terus aktif menuntut ilmu dan mengembangkan diri dengan sebaik
baiknya. Agar menjadi seorang dokter hewan yang cerdas dan terampil dalam menghadapi
tantangan dari berbagai penyakit hewan yang seiring dengan naiknya konsumsi hewan di
Indonesia tentu akan banyak penyakit maupun penyakit zoonosis yang lebih sulit dideteksi,
diobati, maupun disembuhkan. Namun jika semua hal tersebut tidak dapat dipenuhi, baik oleh
pemerintah, masyarakat, maupun dokter hewan, maka bersiaplah konsumsi daging besar
besaran seperti pada Hari Raya Idul Adha ini akan menjadi musibah bagi bangsa ini.
PENGURUS BESAR IKATAN MAHASISWA KEDOKTERAN HEWAN INDONESIA
( INDONESIA VETERINARY STUDENT ASSOSIATION ) Sekretariat : Student Center BEM Fakultas Kedokteran Hewan Kampus C UNAIR,
Jl. Mulyorejo, Surabaya 60115. Telepon: (031) 5992785 Email : [email protected]
Daftar Pustaka
Adji, R,S dan Natalia, Lily. 2006. Pengendalian Penyakit Antraks : Diagnosis, Vaksinasi dan
Investigasi. WARTAZOA 16 (4) : 198-205.
Estuningsih, Sarwitri Endah. 2009. Taeniasis dan Sistiserkosis merupakan Penyakit Zoonosis
Parasiter. WARTAZOA 19 (2) : 84-92.
Katsir, Ibnu. 2015. Kisah Para Nabi. Jakarta: Qisthi Press
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2018. Jamin Kualitas Daging Kurban, Pemerintah
Terapkan Standar ASUH. http://www.depkes.go.id/article/view/18081600001/jamin-
kualitas-daging-kurban-pemerintah-terapkan-standar-asuh-.html. Diakses pada tanggal
3 juli 2019.
Kementerian Perdagangan Republik Indonesia. 2014. Analasisis Outlook Pangan 2015-2019.
http://bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Analisis_Outlook_Pangan_2015-
2019.pdf. Diakses pada tanggal 4 juli 2019.
Kementerian Pertanian Republik Indonesia. 2018. Kementan: Hewan Kurban Harus Sehat dan
Dagingnya Higienis. http://ditjennak.pertanian.go.id/kementan-hewan-kurban-harus-
sehat-dan-dagingnya-higienis. Diakses pada tanggal 3 juli 2019.
Kuamiyati., Noor, S. M., dan Supar. 2005. Leptospirosis pada Hewan dan Manusia di
Indonesia. WaARTAZOA 15 (4) : 213-220.
Martindah E., Widjajanti S, Estuningsih, S. E., Suhardono. 2005. Meningkatkan Kesadaran
Dan Kepedulian Masyarakat Terhadap Fasciolosis Sebagai Penyakit Infeksius
(Abstrak). Warta 15. http://www.peternakan.litbang.deeptan.go.id (14 september 2010)
Murdiati, T.B. 2004. Advance and management of chemicals use in farm practices. Proc. of
4`h Asian Food and Nutrition Safety. ILSI, IPB dan FAO. Bali, 2 -5 March 2004. pp.
87 -97.
Novita, Risqa. 2016. Brucellosis : Penyakit Zoonosis Yang Terabaikan. BALABA 12 (2) : 135-
140.
PENGURUS BESAR IKATAN MAHASISWA KEDOKTERAN HEWAN INDONESIA
( INDONESIA VETERINARY STUDENT ASSOSIATION ) Sekretariat : Student Center BEM Fakultas Kedokteran Hewan Kampus C UNAIR,
Jl. Mulyorejo, Surabaya 60115. Telepon: (031) 5992785 Email : [email protected]
Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor 114/Permentan/PD.410/9/2014.
file:///C:/Users/Alfikhri/Documents/Kurban/file/d73be9e91epermentan2014114pemot
ongan-hewan-kurban.pdf. Diakses pada tanggal 4 juli 2019.
Pisestyani, Herwin., Nadhear Nadadyanha Dannar, Koekoeh Santoso, Hadri Latif. 2015.
Kesempurnaan Kematian Sapi Setelah Penyembelihandengan dan tanpa Pemingsanan
Berdasarkan Parameter Waktu Henti Darah Memancar. Bogor: Institut Pertanian Bogor
Rossa, Vania., Risna halidi. 2019. Indeonesia Kekurangan 50 Ribu Dokter Hewan.
https://www.suara.com/health/2019/02/12/175407/indonesia-kekurangan-50-ribu-
dokter-hewan. Diakses pada tanggal 4 juli 2019.
Sastraprawira, E.S., F.A. Judiarso., W. L. Denny., Y. Hidyat., S. Ace., L. Lasmini., P.
Rachmawati., dan Jaenuddin. 2006. Pedoman Umum Penanganan Pasca Panen Produk
Kehewanan. Subdit Pascapanen Kehewanan, Jakarta.
Situmorang, Anggun P. Konsumsi. 2018. Konsumsi Susu dan Protein Hewani Warga Indonesia
Tertinggal Jauh dari Malaysia. https://www.merdeka.com/uang/konsumsi-susu-
protein-hewani-warga-indonesia-tertinggal-jauh-dibanding-malaysia.html. Diakses
pada tanggal 3 juli 2019.
Suharsono. 2002. Zoonosis. Penyakit Menular dari Hewan ke Manusia. Penerbit Kanisius. I:
180 him., 2: 128 him.
Tolistiawaty I, Widjaja J, Isnawati R, Lobo LT. 2015. Gambaran Rumah Potong
Hewan/Tempat Pemotongan Hewan di Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah. J Vektor
Penyakit; 9(2): 45-52.
WHO (World Health Organization). 2011. Fascioliasis.
http://www.who.int/neglecteddiseases/diseases/fascioliasis/en/.
Wijayanti, Monika Risang. 2011. Analisis Preferensi Konsumen dalam Membeli Daging Sapi
di Pasar Tradisional Kabupaten Karanganyar. Semarang: Universitas Sebelas Maret.
Winarso, Aji., Dodi Darmakusuma, Maxs Urias E. Sanam. 2017. Praktik Higiene Daging
dalam Penyembelihan Hewan Kurban di Kota Kupang. Kupang: Universitas
Nusacendana.