Penguatan Peran Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD ...
Transcript of Penguatan Peran Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD ...
Majalah Media Perencana Perkumpulan Perencana Pembangunan Indonesia Volume 1 No. 1 Oktober 2020
33
Penguatan Peran Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) untuk
Menghadapi Pandemi Covid-19
Rahmad Rahim1
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan (Bappedalitbang)
Provinsi Riau.
Abstrak
Salah satu strategi dalam upaya percepatan pemulihan ekonomi dan jaminan jejaring sosial terkait
covid19 adalah memastikan konsistensi antara perencanaan dan penganggaran pembangunan daerah,
melalui penguatan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD). RKPD harus dibahas bersama-sama sejak
awal oleh Pemerintah Daerah dan DPRD, agar RKPD dapat digunakan secara langsung sebagai
pedoman penyusunan anggaran. Berbagai upaya telah dilakukan oleh Pemprov Riau dalam menjaga
konsistensi perencanaan dan penganggaran pembangunan, baik dari sumber daya manusia, organisasi,
dan hierarki antara dokumen perencanaan. Namun sampai sekarang masih terjadi inkonsistensi antara
perencanaan dan penganggaran pembangunan daerah, terutama disebabkan oleh regulasi dan
kelembagaan yang terkait dengan dinamika mekanisme dan sistem perencanaan dan penganggaran
pembangunan daerah. Untuk meningkatkan konsistensi perencanaan dan penganggaran daerah,
dibutuhkan strategi dan kebijakan untuk merumuskan mekanisme perencanaan dan penganggaran
yang ada, agar dapat lebih efektif dan efisien, baik dari segi regulasi maupun kelembagaan. Melalui
penelahaan dengan analisis SWOT (Strength, Weakness, Opportunity dan Threat), maka kebijakan
prioritas yang harus dilaksanakan dalam upaya perbaikan perencanaan dan penganggaran
pembangunan daerah di Provinsi Riau diantaranya adalah: (1) menerbitkan perda tentang petunjuk
pelaksanaan dan indikator teknis sistem dan mekanisme perencanaan dan penganggaran
pembangunan tahunan daerah; dan (2) melakukan Memorandum of Understanding (MoU) dengan
DPRD dalam pembahasan anggaran tahunan. Adapun prioritas kebijakan jangka menengah yang
direkomendasikan adalah: (1) mengusulkan kepada Pemerintah Pusat, untuk merevisi peraturan
tentang perencanaan dan penganggaran yang tidak harmonis, menjadi Omnibus Law dan (2)
Menerbitkan peraturan daerah tentang sistem dan mekanisme perencanaan dan penganggaran
pembangunan daerah, berdasarkan Omnibus Law.
Kata Kunci: Covid19, Konsistensi, Perencanaan, Penganggaran, Omnibus Law, Perda, Kepala Daerah
regulasi, nota kesepahaman.
1 Rahmad Rahim adalah Perencana Ahli Madya di Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan (Bappedalitbang) Provinsi Riau.
Rahmad Rahim Majalah Media Perencana Vol1No1/2020
34
I. Pendahuluan
1.1. Latar Belakang
Perkembangan korban akibat Corona Virus Disease 2019 (Covid19) di Indonesia
makin hari makin bertambah. Di Provinsi Riau sendiri mengutip data corona.riau.go.id pada
tanggal 22 September 2020 pukul 17:07:07 WIB dari 82.140 Spesimen, terdapat total
Suspek sebesar 27.910 orang, Isolasi Mandiri sebanyak 9.737 orang dan yang selesai Isolasi
sebanyak 17.907 orang. Untuk Pasien yang diiolasi di Rumah Sakit sebanyak 194 orang dan
Meninggal Dunia sebanyak 72 Orang. Pasien yang terkonfirmasi Covid19, total sebanyak
5.448 orang, Isolasi Mandiri sebanyak 2.300 orang dan sembuh sebanyak 2.193 orang.
Untuk Pasien yang dirawat di Rumah Sakit sebanyak 849 orang dan Meninggal Dunia
sebanyak 106 orang. Angka-angka menempatkan Provinsi Riau di Peringkat 5 besar yang
terpapar Covid19 di Indonesia.
Mencermati perkembangan Covid19 yang begitu massive ini, maka Pemerintah telah
menginstruksikan kepada seluruh Kementerian/Lembaga di Tingkat Pusat dan Pemerintah
Daerah untuk menggeser/mengalihkan anggaran belanja pemerintah untuk penanganan
pandemi Covid19, sesuai Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2020 tentang Refocussing
Kegiatan, Realokasi Anggaran, serta Pengadaan Barang dan Jasa dalam rangka Percepatan
Penanganan Covid19 merupakan kebijakan cepat Pemerintah yang harus diapresiasi. Ada
5 hal yang diinstruksikan Presiden, yaitu: (1) mengutamakan penggunaan alokasi anggaran
yang telah ada untuk kegiatan-kegiatan yang mempercepat penanganan (Refocussing
kegiatan dan realokasi anggaran), dengan mengacu pada protokol penanganan Covid19 di
Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah dan rencana operasional percepatan
penanganan Covid19 yang ditetapkan oleh Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid19;
(2) mempercepat refocussing kegiatan dan realokasi anggaran melalui mekanisme revisi
anggaran dan segera mengajukan usulan revisi anggaran kepada Menteri Keuangan sesuai
dengan kewenangannnya; (3) mempercepat pelaksanaan pengadaan barang dan jasa untuk
mendukung percepatan penanganan Covid19; (4) melakukan pengadaan barang dan jasa
dalam rangka percepatan penanganan Covid19 dengan melibatkan Lembaga Kebijakan
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah serta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan
dan (5) melakukan pengadaan barang dan jasa alat kesehatan dan alat kedokteran untuk
penanganan Covid19, dengan memperhatikan barang dan jasa sesuai dengan standar yang
ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan. Menindaklanjuti Inpres ini, Pemerintah Provinsi
Riau, telah dilakukan pergeseran anggaran sebesar Rp. 118 Milyar lebih yang berasal dari
beberapa kegiatan di Perangkat Daerah yang tidak prioritas serta sebagian berasal dari
Biaya Tak Terduga.
Pertanyaan yang muncul adalah sampai kapan Covid19 ini akan berakhir? Bagaimana
perumusan kebijakan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) di Provinsi Riau dalam
menghadapi Covid19 ini, terutama dalam menjaga konsistensi antara Perencanaan dan
Penganggaran pembangunan daerah ke depan. Konsistensi ini merupakan suatu
Rahmad Rahim Majalah Media Perencana Vol1No1/2020
35
keniscayaan yang harus dilaksanakan agar perencanaan penanggulangan Covid19 benar-
benar tepat sasaran, dan pembangunan di sektor lain tetap dapat berlangsung secara
efektif dan efisien dalam menjaga kestabilan makro di Provinsi Riau.
1.2. Perumusan Masalah
Serangan Covid19 ke seluruh sendi-sendi kehidupan telah memaksa para perencana
pembangunan di Republik ini, baik pusat maupun daerah, berfikir ekstra keras untuk
mendisain program pembangunan yang extraordinary. Target Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Daerah (RPJMD) di tahun 2020 dan seterusnya, tidak lagi bisa
dipertahankan. Oleh sebab itu, Pemerintah Provinsi Riau telah telah melakukan revisi
terhadap Tema Pembangunan di Tahun 2021, dari Memantapkan Pengembangan Industri,
Pertanian, Pariwisata yang Mendorong Perdagangan dan Jasa untuk Meningkatkan Daya
Saing Ekonomi menjadi Mempercepat Pemulihan Ekonomi dan Reformasi Sosial. Menurut
hemat kami, tema ini akan berkesinambungan untuk tahun-tahun berikutnya, sepanjang
belum ditemukan vaksin Covid19. Percepatan pemulihan ekonomi dan reformasi sosial sulit
untuk dicapai apabila tidak terjadi konsistensi perencanaan dan penganggaran. Perencanaan
yang tidak sinergi dengan penganggaran untuk penanggulangan Covid19, bahkan dapat
mengakibatkan instabilitas antara “REM” dan “GAS” di tengah Pandemi ini.
Berdasarkan pengalaman empirik, ketidakkonsistenan perencanaan dan penganggaran
pembangunan di Provinsi Riau disebabkan oleh dinamika sistem dan mekanisme
perencanaan dan penganggaran. Dinamika dimaksud disebabkan oleh beberapa hal
sebagai berikut:
(1) adanya kebijakan yang sifatnya mendesak dan prioritas dari Pemerintah Pusat;
(2) adanya bencana alam dan kondisi pandemik;
(3) adanya perubahan SK Menteri Keuangan tentang perubahan pendapatan daerah;
(4) tunda-salur Dana Transfer dari Pemerintah Pusat dan
(5) Regulasi dan Kelembagaan yang mengatur dinamika sistem serta mekanisme
pembahasan perencanaan dan penganggaran pembangunan daerah.
Dari hasil in-depth interview dengan Pimpinan DPRD dan Tim Anggaran Pemerintah
Daerah (TAPD), faktor (1) sampai dengan (4) memiliki pengaruh yang tidak siginifikan
terhadap tidak konsistensinya perencanaan dan penganggaran, karena kebijakan dari
Pemerintah Pusat tersebut pada umumnya diterbitkan sebelum penetapan RKPD. Pengaruh
yang sangat signifikan terhadap ketidakonsistenan perencanaan dan penganggaran justru
disebabkan oleh faktor ke (5). Faktor regulasi dan kelembagaan dan inilah yang akan menjadi
topik pembahasan dalam Policy Paper ini.
Rahmad Rahim Majalah Media Perencana Vol1No1/2020
36
1.3. Tujuan
Paper ini bertujuan:
1. Mengevaluasi proses penyusunan dokumen perencanaan dan dokumen
penganggaran daerah melalui tinjauan regulasi dan kelembagaan.
2. Merumuskan mekanisme perencanaan dan penganggaran yang efektif dalam
upaya meningkatkan konsistensi perencaanaan dan penganggaran daerah,
terutama untuk penanganan Covid19.
1.4. Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran logis dalam Paper ini adalah melihat permasalahan tidak
konsistennya perencanaan dan penganggaran pembangunan daerah melalui regulasi yang
mengaturnya, yaitu: (1) Undang-Undang No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Daerah; (2) Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah; (3) Undang-Undang No.: 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara; (4) Permendagri
No. 86 Tahun 2017 tentang Tata Cara Perencanaan, Pengendalian Dan Evaluasi
Pembangunan Daerah, Tata Cara Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah Tentang Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Daerah Dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Daerah, serta Tata Cara Perubahan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah, Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah, dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah. Proses
analisa dilakukan terhadap Kelembagaan (Tim Anggaran Pemerintah Daerah, DPRD dan
Organisasi Pemerintah Daerah) yang melakukan pembahasan dan mengesahkan
perencanaan dan panganggaran pembangunan daerah.
Tahap selanjutnya dilakukan analisa regulasi melalui metoda kajian teoritik dan analisa
deskriptif untuk melihat konsistensi Sistem Perencanaan dan Penganggaran Pembangunan
Daerah dan membandingkannya dengan mekanisme yang ada saat ini. Output yang
dihasilkan adalah perkuatan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) sebagai Dokumen
Perencanaan dan sekaligus Dokumen Penganggaran yang akan dijadikan acuan dalam
Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Alur fikir tersebut dapat
dilihat pada Gambar 1.
1.5. Metodologi
1.5.1. Pengumpulan Data dan Informasi
1. Data Sekunder, yang diperoleh dari Bappedalitbang Provinsi Riau, BPKAD Provinsi
Riau dan Website
2. Data Primer, yang diperoleh dari Diskusi dengan Pimpinan DPRD, Sekretaris Daerah
Provinsi Riau dan Sekretaris Bappedalitbang Provinsi Riau
Rahmad Rahim Majalah Media Perencana Vol1No1/2020
37
Gambar 1 Kerangka Pemikiran
1.5.2. Kuantitatif
Analisis deskriptif yang menunjukkan data-data perubahan kegiatan dan alokasi
anggaran serta implikasinya kepada pencapaian target yang tercantum di dalam evaluasi
RKPD.
1.5.3. Kualitatif
1. Melalui identifikasi faktor-faktor penyebab Inkonsistensi perencanaan dan
penganggaran
2. Melalui pemilihan faktor-faktor yang dianggap belum dapat diselesaikan sehingga
masih mempengaruhi konsistensi perencanaan dan penganggaran,
3. Melakukan pemetaan stakeholders yang mempunyai pengaruh dan kepentingan
dalam proses perencanaan dan penganggaran
4. Analisis SWOT digunakan untuk menunjukkan kekuatan dan kelemahan proses
internal saat ini dan tantangan dan hambatan dari luar untuk mendapatkan suatu
Strategi melakukan perubahan, sehingga tercipta konsistensi antara perencanaan
dan penganggaran daerah.
II. Tinjauan Umum Perencanaan dan Penganggaran Pembangunan Daerah
2.1. Perencanaan dan Penganggaran Pembangunan
Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional adalah satu kesatuan tata cara perencanaan
pembangunan untuk menghasilkan rencana-rencana pembangunan dalam jangka panjang,
jangka menengah, dan tahunan yang dilaksanakan oleh unsur penyelenggara negara dan
masyarakat di tingkat Pusat dan Daerah. Perencanaan Pembangunan dapat dilihat dari
pendekatan Politik, Teknokratik, Partisipatif, Top-Down dan Bottom-Up. Sedangkan
berdasarkan rentang waktu, perencanaan pembangunan terdiri dari perencanaan jangka
panjang (25 Tahun), menengah (5 Tahun) dan jangka pendek (1 Tahun)1. Adapun definisi
anggaran (budget) menurut Mardiasmo
1 UU No. 25 Tahun 2004 tentang SPPN
Rahmad Rahim Majalah Media Perencana Vol1No1/2020
38
(2009) dalam Osrinda (2016) adalah pernyataan mengenai estimasi kinerja yang hendak
dicapai selama periode waktu tertentu yang dinyatakan dalam ukuran financial, sedangkan
penganggaran adalah proses atau metode untuk mempersiapkan suatu anggaran2.
Penganggaran yang berpedoman pada perencanaan dan penyusunan program dilandasi
pemikiran tentang kinerja terhadap pelaksanaan pembangunan. Setiap rupiah yang
dikeluarkan Pemerintah tentu harus disusun berdasarkan pada perencanaan kebutuhan dan
tujuan yang jelas. Oleh sebab itu mengintegrasikan perencanaan dengan penganggaran
menjadi suatu keniscayaan, dan penting untuk memastikan setiap biaya yang dikeluarkan
oleh negara memiliki dasar dan perhitungan yang baik. Mengintegrasikan perencanaan dan
penganggaran telah dimulai di Amerika Serikat pada tahun 19973. Akan tetapi yang menjadi
permasalahan adalah manakala perencanaan dan penganggaran dalam tatanan konsep
telah sedemikian terintegrasi, apakah telah didukung oleh regulasi, kelembagaan dan
mekanisme perencanaan dan penganggaran yang juga terintegrasi, khususnya dalam
perencanaan dan pengganggaran pembangunan daerah di Indonesia?
Dixon (2009) dalam Andi Arwin (2019)5 mengungkapkan perencanaan dan penganggaran
pada cita pembangunan. Penyusunan rencana perlu memperhatikan kapasitas fiskal
(anggaran) sehingga4
pemerintah daerah sebagian besar tidak sinkron dan terpisah. Prioritas perencanaan
pemerintah daerah ditetapkan pada kebutuhan dasar, tanpa mengacu pada biaya yang harus
diprogramkan untuk memenuhi kebutuhan anggaran tahunan. Perencanaan dan
penganggaran merupakan rangkaian kegiatan dalam satu kesatuan yang tidak bisa
dipisahkan dalam rangka mencapai cita- cita pembangunan. Penyusunan rencana perlu
memperhatikan kapasitas fiskal (anggaran) sehingga dalam penerapannya, konsekuensi atas
sinergitas, integrasi dan sinkronisasi perencanaan dan penganggaran perlu diperhatikan.
Selanjutnya Indrawan (2011) dan Sjafrizal (2014) dalam Burin (2015) mengungkapkan bahwa
implikasi dari keberhasilan pembangunan daerah tak bisa dilepaskan dari optimalisasi aspek
perencanaan dan penganggaran.
2.2. Peta Permasalahan Proses Perencanaan dan Penganggaran Pembangunan
Deddy S. Bratakusumah (2019) mengungkapkan bahwa Permasalahan Perencanaan dan
Pengganggaran Pembangunan Pusat dan Daerah di Indonesia menghadapi 3 permasalahan,
yaitu: (1) ketidaksesuaian; (2) kurang harmonis dan (3) saling bersilangan, bahkan
bertentangan. Hal ini merujuk kepada sistem perencanaan dan penganggaran sebagaimana
dapat dilihat pada Gambar 2. Menurut Deddy S. Bratakusumah (2019), Setidaknya ada 5
Regulasi yang mengatur jalannnya perencanaan dan penganggraan pembangunan di
2 Jurnal Perspektif Pembiayaan dan Pembangunan Daerah Vol. 3 No. 3, Januari-Maret 2016 ISSN: 2338-4603 (print); 2355-8520 (online) 3 (Khan, A & Hildred., 2002), The Government Performance Act & Results Act 4 191 e Jurnal Katalogis, Volume 4 Nomor 6, Juni 2016 hlm 190-201
Rahmad Rahim Majalah Media Perencana Vol1No1/2020
39
Indonesia saat ini, yaitu: (1) UU No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional; (2) UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara; (3) UU No. 23
Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah; (4) Undang-Undang No.: 7 Tahun 2017 tentang
Pemilihan Umum (Pemilu); (5) UU No.: 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan
Jangka Panjang (RPJP) 2005-2025 dan Perda RPJP di Daerah.
Gambar 2 Sistem Perencanaan dan Pembangunan Pusat dan Daerah
Sumber: Deddy S Bratakusumah (2019)
Selanjutnya menurut Deddy S, Bratakusumah (2019), Perencanaan dan Penganggaran
Pembangunan akan konsisten dan harmonis manakala berbagai peraturan perundang-
undangan yang mengaturnya memiliki azas dan substansi pengaturan yang konsisten dan
harmonis pula. Kenyataannya, baik sistem maupun substansi regulasi yang ada saat ini
pengaturannya tidak kompatibel bahkan tidak konsisten dan tidak harmonis.
Menurut Marbyanto dalam S. Abbdullah (2008), pengeloalaan keuangan daerah sering
menghadapi masalah ketika perencanaan dan penganggaran tidak dilakukan dengan baik.
Berdasarkan pengalaman empiris, beberapa permasalahan tidak konsistennya perencanaan
(RKPD) dan penganggaran (APBD), disebabkan antara lain:
(1) Intervensi hak budget DPRD terlalu kuat dimana anggota DPRD sering mengusulkan
kegiatan- kegiatan yang menyimpang jauh dari usulan masyarakat yang dihasilkan
dalam Musrenbang. Intervensi hak budget ini juga seringkali mengakibatkan
pembahasan RAPBD memakan waktu panjang untuk negosiasi antara eksekutif dan
legislatif.
(2) Proses Perencanaan kegiatan yang terpisah dari penganggaran, karena
ketidakjelasan informasi besaran anggaran pada saat rangkaian pelaksanaan
Musrenbang RKPD.
Selanjutnya Edy dalam S. Abdullah (2008) menyebutkan, ketidakonsistenan perencanaan
dan penganggaran pembangunan juga dapat disebabkan antara lain:
Rahmad Rahim Majalah Media Perencana Vol1No1/2020
40
(1) Jadwal reses DPRD dengan proses Musrenbang yang tidak match;
(2) Breakdown RPJPD ke RPJMD dan RPJMD ke RKPD seringkali tidak match;
(3) Ada kecenderungan dokumen RPJP ataupun RPJM/Renstra SKPD seringkali tidak
dijadikan acuan secara serius dalam menyusun RKPD/Renja SKPD;
(4) Kualitas RPJPD, RPJM Daerah dan Renstra SKPD seringkali belum optimal;
(5) Koordinasi antar SKPD untuk proses perencanaan masih lemah sehingga kegiatan
yang dibangun jarang yang sinergis bahkan tidak jarang muncul egosektoral.
Sementara itu, Hendra (2015) menyebutkan ketidakkonsistenan perencanaan dan
penganggaran merupakan permasalahan klasik dalam penyusunan APBD setiap tahunnya.
Proses Perencanaan seringkali hanya bersifat formalitas belaka. Forum Musrenbang yang
semestinya bisa mengakomodasi kepentingan masyarakat (termasuk berbagai kepentingan
politik) kurang mendapat perhatian, karena sebagian besar Anggota DPRD lebih tertarik
pada tahap pembahasan penganggaran. Mudah dipahami, sebab pada tahap penganggaran-
lah perhitungan biaya (uang) mulai terbahas. Akibatnya rencana kegiatan yang telah dibuat
mesti dibahas ulang di tahap penganggaran yang seringkali bertele-tele karena lahirnya
transaksi politik.
2.3. Perbedaan Sistem dan Mekanisme Perencanaan dan Penganggaran Pusat dan Daerah
Di dalam Undang-Undang No. 25 Tahun 2004 tentang SPPN Pasal (3) dinyatakan bahwa
Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional adalah satu kesatuan tata cara perencanaan
pembangunan untuk menghasilkan rencana-rencana pembangunan dalam jangka panjang,
jangka menengah dan tahunan yang dilaksanakan oleh unsur penyelenggara negara
dan masyarakat di tingkat Pusat dan Daerah. Di dalam kenyataannya, masih terdapat
perbedaan mendasar antara Sistem Perencanaan dan Penganggaran Pembangunan di
Tingkat Nasional dan Daerah. Hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 3. Pada lingkup
Pemerintah Pusat, Rencana Kerja Pemerintah (RKP) yang merupakan penjabaran dari RPJM
Nasional, dibahas dalam rangkaian pelaksanaan Musyarawah Perencanaan Pembangunan
Nasional (Musrenbangnas) dan ditetapkan dalam Peraturan Presiden (Perpres), menjadi
pedoman/diacu oleh Kementerian/Lembaga untuk membuat Rencana Kerja (Renja) dan
selanjutnya dijadikan pedoman dalam penyusunan dan pengantar Nota Keuangan RAPBN ke
DPR RI. Artinya, dokumen perencanaan (RKP) adalah satu-satunya pedoman untuk
menyusun dokumen penganggaran (APBN). Hal ini sudah sesuai dengan amanah Undang-
Undang No. 25 Tahun 2004 tentang SPPN Pasal (2) Ayat 4 Butir (c) dinyatakan bahwa “Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional bertujuan untuk menjamin keterkaitan dan konsistensi
antara perencanaan dan penganggaran”.
Rahmad Rahim Majalah Media Perencana Vol1No1/2020
41
Gambar 3 Perbedaan Sistem dan Mekanisme Perencanaan dan Penganggaran Pusat dan
Daerah
Sumber: Diolah dari UU No. 25/2004 dan UU No. 23 Tahun 2014
Bagaimana halnya dengan lingkup Pemerintah Daerah? Mencermati Gambar 3, dokumen
perencanaan RKPD yang sudah dibahas dan disepakati dalam Musyawarah Perencanaan
Pembangunan Daerah (Musrenbangda) oleh seluruh stakeholders (Pemerintah Provinsi,
Pemerintah Kabupaten/Kota, Perguruan Tinggi, Lembaga Adat, Civil Society Organisation,
Tokoh
Masyarakat bahkan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah), dan sudah ditetapkan dalam
Peraturan Kepala Daerah, tidak secara langsung dijadikan pedomaan dalam penyusunan
dokumen anggaran (APBD). Dalam penyusunan dokumen anggaraan APBD, Pemerintah
Daerah mempedomani 4 regulasi yaitu:
(1) Undang- Undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara;
(2) Undang-Undang No.25 Tahun 2004 tentang SPPN;
(3) Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah;
(4) Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 86 Tahun 2017 tentang Tata Cara Perencanaan,
Pengendalian Dan Evaluasi Pembangunan Daerah, Tata Cara Evaluasi Rancangan
Peraturan Daerah Tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah dan
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah, serta Tata Cara Perubahan
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah, Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Daerah, dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah.
Berbagai regulasi dan juga fakta empiris tentang mekanisme pembahasan dokumen
anggaran di lingkup Pemerintah Daerah inilah yang seringkali mengaburkan peran RKPD yang
seharusnya dijadikan pedoman dalam penyusunan dokumen anggaran. Hal ini juga yang
menjadi embrio tidak adanya konsistensi antara perencanaan penganggaran pembangunan
di daerah. Berdasarkan Gambar 3 dapat dilihat bahwa APBD sebagai dokumen anggaran
berpedoman pada Berita Acara Nota Kesepakatan Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan
Rahmad Rahim Majalah Media Perencana Vol1No1/2020
42
Prioritas Plafon Anggaran Sementara (PPAS), yang ditandatangani Kepala Daerah dan Unsur
Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), bukan RKPD.
2.4. Faktor Penyebab Ketidakkonsistenan Perencanaan dan Penganggaran Pembangunan
Daerah
Seperti telah dijelaskan sebelumnya, ketidakkonsistenan antara perencanaan dan
penganggaran pembangunan di Provinsi Riau disebabkan berbagai persoalan, baik dari
faktor internal Pemerintah Daerah maupun faktor eksternal seperti regulasi dan mekanisme
pembahasan perencanaan dan penganggaran di DPRD Provinsi Riau. Berbagai masalah
internal dan eksternal secara bertahap sudah dapat diselesaikan oleh antara lain: sinergi
hierarki dokumen perencanaan; peningkatan kapasitas sumberdaya manusia; sinkronisasi
jadwal reses DRPD dan pelaksanaan Musrenbang; serta intervensi Informasi Teknologi (IT)
dalam mekanisme perencanaan dan penganggaran pembangunan. Namun demikian,
konsistensi perencanaan dan penganggaran pembangunan belum dapat diwujudkan di
Provinsi Riau sepenuhnya. Hal ini ditenggarai disebabkan oleh regulasi dan kelembagaan
yang mengatur dinamika sistem serta mekanisme pembahasan perencanaan dan
penganggaran pembangunan daerah.
Selanjutnya untuk mengamati lebih jauh ketidakkonsitenan perencanaan dan
penganggaran daerah, dapat dijelaskan melalui Gambar 4. Berdasarkan Undang-Undang No.
23 Tahun 2014 dan Permendagri No. 86 Tahun 2017, Pemerintah Daerah membuat
Rancangan KUA dan PPAS yang berpedoman pada RKPD, dan disampaikan ke DPRD untuk
dibahas bersama. Pemerintah Daerah diwakili oleh Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD)
dan DRPD diwakili oleh Badan Anggaran (Banggar) DPRD. Rancangan Kebijakan Umum APBD
(KUA) memuat kerangka ekonomi makro, asumsi dasar penyusunan RAPBD serta
kebijakan pendapatan, belanja dan pembiayaan, sedangkan Prioritas dan Plafon Anggaran
Sementara (PPAS) memuat rencana pendapatan dan penerimaan pembiayaan daerah,
prioritas belanja daerah, palfon anggaran sementara berdasarkan urusan pemerintahan dan
program/kegiatan serta rencana pembiayaan daerah.
Pasal 18 Ayat (1) Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 menyebutkan Pemerintah Daerah
menyampaikan Kebijakan Umum APBD tahun anggaran berikutnya sejalan dengan Rencana
Kerja Pemerintah Daerah, sebagai landasan penyusunan RAPBD kepada DPRD selambat-
lambatnya pertengahan Juni tahun berjalan dan pada Ayat (3) disebutkan bahwa
berdasarkan Kebijakan umum APBD yang telah disepakati dengan DPRD, Pemerintah Daerah
bersama Dewan Perwakilan Rakyat Daerah membahas Prioritas dan Plafon Anggaran
Sementara untuk dijadikan acuan bagi setiap Satuan Kerja Perangkat Daerah. Selanjutnya
dalam Pasal 20 Ayat (3) disebutkan “DPRD dapat mengajukan usul yang mengakibatkan
perubahan jumlah penerimaan dan pengeluaran dalam Rancangan Peraturan Daerah
tentang APBD.
Rahmad Rahim Majalah Media Perencana Vol1No1/2020
43
Dengan demikian, DPRD dapat melakukan perubahan Program/Kegiatan dan pagu
anggaran setelah penetapan RKPD. Sesuai dengan Tata Tertib DPRD Provinsi Riau, Banggar
DPRD selanjutnya meminta bantuan Komisi-Komisi DPRD untuk membahas Rancangan KUA-
PPAS tersebut bersama Organisasi Pemerintah Daerah (OPD) di lingkup Pemerintah Provinsi
Riau. Mengingat kewenangan yang dijamin oleh regulasi, maka Komisi-Komisi di DPRD
bersama OPD melakukan pergeseran/perubahan/bahkan dropping kegiatan-kegiatan dan
anggaran yang sebelumnya sudah tercantum di dalam Rancangan KUA dan PPAS dan itu
berarti juga merubah RKPD. Pada saat yang sama, atas persetujuan Komisi-Komisi di DPRD,
OPD di lingkungan Pemerintah Provinsi Riau juga mengajukan usulan penambahan Kegiatan
Program/Kegiatan terhadap Rancangan KUA dan PPAS. Penambahan Program/Kegiatan ini
biasanya disebabkan usulan tersebut tidak dapat terakomodir dalam Musrenbang RKPD,
akibat tidak adanya usulan tersebut di dalam Dokumen Rencana Strategis (Renstra) OPD
yang bersangkutan.
Gambar 4 Dikotomi Perencanaan dan Penganggaran di Daerah
Pergeseran/perubahan/bahkan dropping kegiatan dan anggaran dalam Rancangan KUA
dan PPAS yang dilakukan oleh Komisi-Komisi DPRD dan OPD/SKPD selanjutnya diaporkan ke
Banggar DPRD, dan Banggar DPRD -dengan kekuatan politik anggaran yang dimilikinya-,
meminta kepada TAPD untuk menindaklanjutinya, yang kemudian dituangkan dalam Nota
Kesepakatan KUA dan PPAS yang ditandatangani oleh Kepala Daerah dan Unsur Pimpinan
DPRD. Nota Kesepakatan KUA dan PPAS ini dijadikan pedoman dalam penyampaian Nota
Keuangan oleh Pemerintah Daerah ke DPRD hingga penyusunan dan pengesahan APBD oleh
Rahmad Rahim Majalah Media Perencana Vol1No1/2020
44
DPRD. Perbedaan antara Nota Kesepakatan KUA dan PPAS dengan RKPD tentunya akan
berakibat tidak konsistennya antara Perencanaan dan Anggaran.
Sebagaimana terlihat pada Gambar 4, akumulasi ketidakkonsistenan RKPD dan APBD ini
berdampak pula kepada tidak tercapainya target pembangunan yang telah ditetapkan dalam
Peraturan Daerah tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD).
Untuk mengantipasi “kegagalan” tersebut, Pemerintah Daerah akhirnya melakukan 2 hal,
yaitu:
(1) menyesuaikan kembali RKPD dengan Nota Kesepakatan KUA dan PPAS (Pasal 343,
UU No. 23 Tahun 2014); serta
(2) melalukan revisi terhadap Perda RPJMD (midterm Review) dengan tujuan
“menyesuaikan” target pembangunan jangka menengah dengan realisasi yang dapat
dicapai. Apabila hal ini terjadi berlarut-larut dan jika terjadi di banyak daerah di
Indonesia, maka dampak yang akan ditimbulkan adalah Visi dan Misi Jangka
Menengah Daerah, sebagai bagian dari Visi dan Misi Jangka Menengah Nasional
akan sulit untuk dicapai, dan pada gilirannya akan bermuara kepada
ketidaktercapaian Visi dan Misi Jangka Panjang Daerah dan Nasional.
2.5. Dampak Ketidakonsistenan Perencanaan dan Penganggaran Pembangunan di
Provinsi Riau
Untuk melihat sejauh mana dampak ketidakkonsistenan perubahan RKPD sebagai
dokumen perencaaan dan APBD sebagai dokumen anggaran, dapat dilihat dari hasil Evaluasi
Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) yang setiap tahun rutin dilalukan Pemerintah Daerah.
Pada tulisan ini akan ditampilkan contoh Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD)
Provinsi Riau Tahun 2018, yang dilaksanakan pada medio Tahun 2019. EKPD dilakukan
dengan mempedomani Permendagri No. 86 Tahun 2017 dengan indikator sebagaimana
dapat dilihat pada Tabel 1.
Pemerintah Provinsi Riau pada tahun 2018 telah menetapkan 9 prioritas beserta 24
indikator pembangunannya dalam RKPD tahun 2018 sebagaimana dapat dilihat pada Tabel
2. Berdasarkan Evaluasi terhadap 24 indikator kinerja pembangunan tersebut diperoleh
kesimpulan:
1. Dalam perencanaannya, porsi anggaran belanja langsung yang terbesar merupakan
belanja langsung untuk Urusan Wajib Pelayanan Dasar yaitu sebesar Rp.3,344
Trilliun atau 73,46 % dari total belanja langsung. Sisanya sebesar 26,54% dibagi ke
tiga bagian urusan umum lainnya dengan porsi Urusan Penunjang, Pendukung dan
Pengawasan sebesar 12,82%, Urusan Wajib Non Pelayanan Dasar sebesar 8,82%
dan yang paling kecil adalah porsi Urusan Pilihan sebesar 4,9%.
2. Dilihat dari realisasi anggaran, capaian realisasi anggaran terbesar adalah pada
Urusan Penunjang, Pendukung dan Pengawasan sebesar 80,93% atau termasuk
Rahmad Rahim Majalah Media Perencana Vol1No1/2020
45
kategori Tinggi, sedangkan Urusan Wajib Pelayanan Dasar dan Urusan Wajib Non
Pelayanan dasar termasuk kategori Sedang yaitu sebesar 74.03% dan 68,40%.
Urusan Pilihan tercatat sebagai urusan dengan persentase realisasi anggaran paling
kecil sebesar 39,72% yang termasuk kategori sangat rendah.
Tabel 1 Indikator Kinerja Pembangunan Daerah
N
o
Interval Nilai Realisasi Kinerja
Kriteria Penilaian Realisasi Kinerja
1
91% ≤
100%
Sangat
Tinggi
2
76% ≤
90%
T
i
n
g
g
i
3
66% ≤
75%
Se
da
ng
4
51% ≤
65%
Re
nd
ah
5
≤
5
0
%
Sangat
Rendah Sumber: Permendagri No 86 Tahun 2017
3. Capaian target indikator-indikator prioritas pembangunan tahun 2018 relatif masih
belum memadai dan perlu ditingkatkan. Untuk capaian realisasi target indikator
prioritas pembangunan tahun 2018, dari 24 target indikator yang ditetapkan, hanya
8 indikator yang telah mencapai target sedangkan 16 indikator prioritas belum
tercapai targetnya. Beberapa kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan dalam program-
program prioritas tidak relevan atau tidak sesuai dengan upaya pencapaian target
indikator yang ditetapkan.
Kesimpulan Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah (EKPD) ini menunjukan bahwa untuk
target indikator pembangunan mustahil dapat dicapai apabila perencanaan dan
penganggaran disusun secara terpisah.
Tabel 2 Indikator Kinerja Prioritas Pembanguan Provinsi Riau Tahun 2018
No. Prioritas Pembangunan Indikator Kinerja Prioritas Pembangunan
1 Menguatkan dan memantapkan pembangunan jaringan infrastruktur
Persentase rumah tangga yang mendapatkan pelayanan air minum [%]
Panjang jalan dalam kondisi baik [Km]
Rasio Elektrifikasi [%]
2 Meningkatkan SDM yang berkualitas Angka rata-rata lama sekolah (tahun)
Angka harapan lama sekolah (tahun)
3 Meningkatkan derajat kesehatan dan gizi mayarakat
Angka harapan hidup (tahun)
4 Tingkat kemiskinan (%)
Rahmad Rahim Majalah Media Perencana Vol1No1/2020
46
Meningkatkan Akses terhadap determinan kemiskinan
Gini Rasio
Tingkat pengangguran terbuka (%)
5 Meningkatkan dan memantapakan kualitas pelayanan dan tata kelola pemerintahan
Opini BPK
Nilai akuntabilitas
Skor LPPD
Nilai keterbukaan informasi (Poin)
Nilai Reformasi Birokrasi (%)
6 Meningkatkan penerapan nilai budaya melayu dan agama
Jumlah Karya Cipta Seni Budaya Melayu yang dihasilkan (HAKI Karya Seni) (Buah)
Jumlah Sekolah yang menerapkan Kurikulum Muatan Lokal berbasis Budaya
Persentase penyelesaian konflik antar umat beragama (%)
7 Meningkatkan perekonomian yang berdaya saing
Kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB (%)
Nilai Tukar Petani (NTP) (%)
8 Meningkatkan kualitas lingkungan hidup dan pengelolaan pariwisata serta meningkatkan pengelolaan wilayah pesisir dan laut
Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (Poin)
Jumlah kunjungan wisatawan asing (Jiwa)
9 Menciptakan iklim usaha dan investasi yang kondusif
Nilai investasi PMDN (milyar rupiah)
Nilai investasi PMA (juta USD)
Pertumbuhan ekonomi (%)
III. Analisis
3.1. Disharmonisasi Regulasi
Pemerintah Daerah sering dihadapi pada kondisi ambigu dalam melaksanakan amanah
regulasi perencanaan dan penganggaran pembangunan akibat disharmonisasi regulasi.
Beberapa contoh ambigu yang dihadapi antara lain:
a. Di dalam Undang-Undang (UU) No. 25 tentang SPPN Pasal (19) disebutkan
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) ditetapkan dengan
Peraturan Kepala Daerah paling lambat 3 (tiga) bulan setelah Kepala Daerah
dilantik. Sedangkan menurut Undang-Undang (UU) No. 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah Pasal (264) disebutkan RPJMD ditetapkan dengan
Peraturan Daerah paling lama 6 (enam) bulan setelah kepala daerah terpilih
dilantik.
Rahmad Rahim Majalah Media Perencana Vol1No1/2020
47
b. Di dalam Undang-Undang (UU) No. 25 tentang SPPN Pasal 25 Ayat (2)
RKPD menjadi pedoman penyusunan RAPBD. Sedangkan di dalam UU No. 23
Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 310 ayat (1) Kepala daerah
menyusun KUA dan PPAS berdasarkan RKPD selanjutnya diajukan kepada
DPRD untuk dibahas bersama, dan dalam Ayat (2) KUA serta PPAS yang telah
disepakati Kepala Daerah bersama DPRD menjadi pedoman Perangkat Daerah
dalam menyusun rencana kerja dan anggaran satuan kerja Perangkat Daerah,
kemudian di ayat (3) Rencana kerja dan anggaran Satuan Kerja Perangkat
Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada pejabat
pengelola keuangan Daerah (BPKAD) sebagai bahan penyusunan rancangan
Perda tentang APBD tahun berikutnya.
c. Di dalam UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara Pasal 18 ayat: (1)
Pemerintah Daerah menyampaikan Kebijakan Umum APBD (KUA) tahun
anggaran berikutnya sejalan dengan Rencana Kerja Pemerintah Daerah
(RKPD), sebagai landasan penyusunan RAPBD kepada DPRD selambat-
lambatnya pertengahan Juni tahun berjalan; (2) DPRD membahas Kebijakan
Umum APBD (KUA) yang diajukan oleh Pemerintah Daerah dalam pembicaraan
pendahuluan RAPBD tahun anggaran berikutnya dan ayat (3) Berdasarkan
Kebijakan Umum APBD yang telah disepakati dengan DPRD, Pemerintah
Daerah bersama Dewan Perwakilan Rakyat Daerah membahas Prioritas dan
Plafon Anggaran Sementara (PPAS) untuk dijadikan acuan bagi setiap Satuan
Kerja Perangkat Daerah. Dalam regulasi ini, PPAS diserahkan oleh Pemerintah
Daerah ke DPRD, setelah KUA disepakati oleh Kepala Daerah dan DPRD.
Mengingat kekuatan dan kepentingan politik yang dimiliki oleh DPRD serta
didukung oleh regulasi Undang-Undang Pemerintahan Daerah dan Undang-
Undang Keuangan Negara, maka dapat dipastikan bahwa dinamika
pembahasan perencanaan dan penganggaran di DPRD mengakibatkan
pergeseran /perubahan/bahkan dropping kegiatan-kegiatan dan anggaran
yang ada di RKPD. Hal inilah yang menjadi salah satu sebab Ketidakkonsistenan
antara perencanaan dan penganggaran pembangunan daerah.
d. Di dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 86 Tahun 2017 Pasal 177
disebutkan bahwa Program dan kegiatan dalam KUA dan PPAS dan R-APBD
harus konsisten dengan program dan kegiatan yang telah ditetapkan dalam
dokumen perencanaan pembangunan Daerah. Hal ini sangat tidak mungkin
terjadi mengingat dinamika sistem perencanaan dan penganggaran
pembangunan sebagaimana dijelaskan sebelumnya. Selanjutnya pada Pasal
245 ayat (1) disebutkan bahwa Kepala BAPPEDA Provinsi melaksanakan
pengendalian dan evaluasi pelaksanaan RKPD Provinsi dan di ayat (2) Dalam hal
evaluasi dari hasil pemantauan dan supervisi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 244 ayat (4), ditemukan adanya ketidaksesuaian/penyimpangan, Kepala
BAPPEDA melakukan perbaikan/ penyempurnaan. Berdasarkan hal ini,
Rahmad Rahim Majalah Media Perencana Vol1No1/2020
48
kemudian Bappeda “merubah” Peraturan Kepala Daerah tentang RKPD yang
disesuaikan dengan KUA dan PPAS hasil kesepakatan Kepala Daerah dengan
DPRD. Terjadi proses terbalik, Perencanaan yang mengikuti Penganggaran. Hal
ini tentunya tidak lazim dalam Planning, Programing, Budgeting System (PPBS)
dan mengaburkan peran dokumen perencanaan.
3.2. Kelembagaan
Mekanisme pembahasan perencanaan dan penganggaran di DPRD diatur dalam Tata
Tertib (Tatib) DPRD yang dirancang oleh Badan Musyawarah (Banmus). Tatib ini mengatur
tata kelola pembahasan Rancangan KUA, PPAS dan APBD tidak hanya dilakukan oleh Tim
Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) dan Banggar DPRD saja. Banggar DPRD melimpahkan
kewenangannya kepada Komisi-Komisi di DPRD bersama SKPD/OPD untuk melakukan
pendalaman pembahasan secara teknis bersama SKPD/OPD. Di dalam pembahasan ini,
berdasarkan pengalaman empirik, terjadi pergeseran/perubahan/bahkan dropping
kegiatan- kegiatan dan anggaran yang ada di RKPD (Rancangan KUA dan PPAS), baik itu yang
dilakukan oleh Komisi-Komisi di DPRD maupun oleh SKPD/OPD. Suatu kejanggalan yang
dilakukan, baik oleh DPRD maupun SKPD/OPD, mengingat mekanisme pembahasan usulan
Program/Kegiatan sudah dilakukan pada saat rangkaian Musrenbang RKPD. Hasil
pembahasan KUA dan PPAS ini dituangkan dalam Berita Acara Nota Kesepakatan Kebijakan
Umum Anggaran (KUA) dan Prioritas
Plafon Anggaran Sementara (PPAS), yang ditandatangani Kepala Daerah dan Unsur
Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD, yang menjadi pedoman penyusunan
APBD. Padahal di sisi lain, Kepala Daerah telah menandatangani Peraturan Kepala Daerah
tentang RKPD, yang tentunya memiliki dasar hukum yang lebih tinggi jika dibandingkan
dengan sebuah Nota Kesepakatan. Hal ini juga yang menjadi salah satu akar permasalahan
tidak konsistennya antara perencanaan dan penganggaran.
3.3. Proses Penyusunan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD)
Menurut Undang-Undang (UU) No. 25 Tahun 2004 tentang SPPN Pasal 1 Ayat (9),
Rencana Pembangunan Tahunan Daerah, yang selanjutnya disebut Rencana Kerja
Pemerintah Daerah (RKPD), adalah dokumen perencanaan Daerah untuk periode 1 (satu)
tahun. Pada Pasal 5 Ayat (3) disebutkan RKPD merupakan penjabaran dari RPJM Daerah
dan mengacu pada RKP, memuat rancangan kerangka ekonomi Daerah, prioritas
pembangunan Daerah, rencana kerja, dan pendanaannya, baik yang dilaksanakan langsung
oleh pemerintah maupun yang ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat.
Berdasarkan Undang-Undang (UU) No. 23 Tahun 2014 Pasal 263 Ayat (4) RKPD merupakan
penjabaran dari RPJMD yang memuat rancangan kerangka ekonomi Daerah, prioritas
pembangunan Daerah, serta rencana kerja dan pendanaan untuk jangka waktu 1 (satu)
tahun yang disusun dengan berpedoman pada Rencana Kerja Pemerintah dan program
Rahmad Rahim Majalah Media Perencana Vol1No1/2020
49
strategis nasional yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat. Sedangkan pada Pasal 264 Ayat
(2) disebutkan RKPD ditetapkan dalam Peraturan Kepala Daerah.
Selanjutnya pada Pasal 25 Ayat (2) UU No. 25 Tahun 2004 disebutkan bahwa RKPD
menjadi pedoman penyusunan RAPBD, sedangkan di dalam UU No. 23 Tahun 2014 Pasal
265 ayat (3) disebutkan bahwa RKPD menjadi pedoman kepala daerah dalam menyusun
KUA serta PPAS. Pada Pasal 27 Ayat (2) UU No. 25 Tahun 2004 dijelaskan bahwa tata cara
penyusunan RPJP Daerah, RPJM Daerah, Renstra-SKPD, RKPD, Renja-SKPD dan pelaksanaan
Musrenbang Daerah diatur dengan Peraturan Daerah (Perda), sedangkan menurut UU No.
23 Tahun 2014 Pasal 277 disebutkan tata cara perencanaan, pengendalian dan evaluasi
pembangunan daerah, tata cara evaluasi rancangan Perda tentang RPJPD dan RPJMD, serta
tata cara perubahan RPJPD, RPJMD, dan RKPD diatur dengan Peraturan Menteri Dalam
Negeri.
Tahapan penyusunan RKPD mempedomani Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 86
Tahun 2017 Pasal (16) yaitu: (a) persiapan penyusunan; (b) penyusunan rancangan awal; (c)
penyusunan rancangan; (d) pelaksanaan Musrenbang; (e) perumusan rancangan akhir; dan
(f) penetapan Peraturan Kepala Daerah.
3.3.1. Rancangan Awal RKPD
Berdasarkan Permendagri No. 86 Tahun 2017 Pasal (74) dijelaskan Penyusunan
Rancangan Awal RKPD dimulai pada Minggu Pertama bulan Desember 2 (dua) tahun
sebelum tahun rencana, dan berpedoman pada RPJMD Provinsi, RKP, program strategis
nasional, dan pedoman penyusunan RKPD yang ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri
(Pasal 75 dan Pasal 76). Pada Pasal 77 disebutkan bahwa Rancangan Awal RKPD pada
umumnya memuat: (a) analisis gambaran umum kondisi Daerah; (b) analisis rancangan
kerangka ekonomi Daerah; (c) analisis kapasitas riil keuangan Daerah; (d) penelaahan
rancangan awal Renja Perangkat Daerah; (e) perumusan permasalahan pembangunan
Daerah; (f) penelaahan terhadap sasaran RPJMD; (g) penelaahan terhadap arah kebijakan
RPJMD; (h) penelaahan terhadap kebijakan pemerintah pada RKP dan program strategis
nasional; (i) penelaahan pokok-pokok pikiran DPRD; (j) perumusan prioritas pembangunan
Daerah; dan (k) perumusan rencana kerja program dan pendanaan. Hal yang menarik di
dalam Permendagri No. 86 Tahun 2017 ini adalah sebagaimana yang dijelaskan pada Pasal
78 Ayat (2) bahwa Dalam penyusunan rancangan awal RKPD, DPRD memberikan saran dan
pendapat berupa pokok-pokok pikiran DPRD berdasarkan hasil reses/penjaringan aspirasi
masyarakat sebagai bahan perumusan kegiatan, lokasi kegiatan dan kelompok sasaran yang
selaras dengan pencapaian sasaran pembangunan yang telah ditetapkan dalam Peraturan
Daerah tentang RPJMD. Ini menunjukan bahwa usulan Program/Kegiatan dari DPRD sudah
dilaksanakan dari awal, pada penyusunan Rancangan Awal RKPD yang disampaikan secara
tertulis, -hasil dari Rapat Paripurna DPRD- kepada Kepala Bappeda (Pasal 78, Ayat (3)).
Rahmad Rahim Majalah Media Perencana Vol1No1/2020
50
3.3.2. Rancangan RKPD
Permendagri No. 86 Tahun 2017 Pasal (85) menjelaskan bahwa Penyusunan Rancangan
RKPD adalah proses penyempurnaan Rancangan Awal RKPD berdasarkan Rancangan Awal
Renja seluruh Perangkat Daerah Provinsi yang telah diverifikasi dan hasil penelaahan
terhadap Rancangan Awal RKP dan Program Strategis Nasional. Selanjutnya BAPPEDA
mengajukan rancangan RKPD provinsi sebagaimana dimaksud kepada Kepala Daerah
melalui Sekretaris Daerah dalam rangka memperoleh persetujuan terhadap: (1) Rancangan
RKPD; dan (2) Pelaksanaan Musrenbang RKPD.
3.3.3. Musrenbang RKPD
Pada Pasal (91) Permendagri No. 86 Tahun 2017 dijelaskan bahwa Penyusunan
Rancangan RKPD adalah proses Musrenbang RKPD dilaksanakan dalam rangka
pembahasan Rancangan RKPD, yang dihadiri oleh para pemangku kepentingan.
Selanjutnya pada Pasal (93) Permendagri No. 86 Tahun 2017 dinyatakan Hasil
Musrenbang RKPD dirumuskan dalam Berita Acara Kesepakatan dan ditandatangani oleh
setiap unsur yang mewakili pemangku kepentingan yang hadir Musrenbang RKPD,
termasuk DPRD, dan menghasilkan produk Rancangan Akhir RKPD.
RKPD merupakan dokumen perencanaan yang sangat strategis, sebagaimana yang
dinyatakan dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 pasal 266 ayat (2) yaitu ”Apabila
Kepala Daerah tidak menetapkan Perkada tentang RKPD maka Kepala Daerah dikenai sanksi
administratif berupa tidak dibayarkan hak-hak keuangan yang diatur dalam peraturan
perundang-undangan selama 3 (tiga) bulan”. Hal ini semakin memperkuat posisi dokumen
perencanaan RKPD jika ditinjau dari proses perencanaan dan penganggaran, baik dari
pendekatan Teknokratik, Bottom Up, Top Down bahkan politik dan anggaran. RKPD
seharusnya dapat dijadikan pedoman langsung dalam penyusunan dokumen anggaran
(Nota Keuangan) dari Pemerintah Provinsi Riau ke DPRD Riau (UU No. 25 Tahun 2004, Pasal
25 Ayat (2)). Namun pada kenyataannya, dalam penyusunan dokumen anggaran (APBD),
terdapat regulasi yang menyebabkan ada tahapan lain yang harus dilakukan Pemerintah
Daerah, sebelum menyampaikan Nota Keuangan tentang RAPBD setiap tahunnya.
3.3.4. Rancangan Akhir RKPD
Menurut Pasal (100) Permendagri No. 86 Tahun 2017 dijelaskan bahwa (1) Perumusan
rancangan akhir RKPD Provinsi merupakan proses penyempurnaan rancangan RKPD
Provinsi menjadi Rancangan Akhir RKPD Provinsi berdasarkan Berita Acara Kesepakatan
Hasil Musrenbang RKPD Provinsi. Selanjutnya pada Pasal (101) dijelaskan bahwa
Rancangan akhir RKPD sebagaimana disampaikan kepada Sekretaris Daerah untuk
dibahas oleh seluruh kepala Perangkat Daerah, yang bertujuan untuk memastikan program
Rahmad Rahim Majalah Media Perencana Vol1No1/2020
51
dan kegiatan Perangkat Daerah telah diakomodir dalam Rancangan Akhir RKPD.
Pembahasan sebagaimana dimaksud dilaksanakan paling lambat 1 (satu) minggu setelah
pelaksanaan Musrenbang RKPD dan diselesaikan paling lambat pada akhir bulan Mei.
Kemudian pada pasal 102 disebutkan bahwa Rancangan akhir RKPD yang telah dibahas
dijadikan sebagai bahan penyusunan Rancangan Perkada tentang RKPD.
3.4. Proses Penyusunan Kebijakan Umum APBD (KUA) dan Prioritas dan Plafon
Anggaran Sementara (PPAS)
Kebijakan Umum APBD (KUA) adalah dokumen yang memuat kebijakan bidang
pendapatan, belanja, dan pembiayaan serta asumsi yang mendasarinya untuk periode 1
(satu) tahun. Sedangkan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS) adalah program
prioritas dan patokan batas maksimal anggaran yang diberikan kepada Perangkat Daerah
untuk setiap program sebagai acuan dalam penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran
Satuan Kerja Perangkat Daerah.
Pada Pasal 343 ayat (2) Permendagri No. 86 Tahun 2018 disebutkan bahwa dalam hal
terjadi penambahan kegiatan baru pada KUA dan PPAS yang tidak terdapat dalam RKPD,
perlu disusun berita acara kesepakatan Kepala Daerah dengan ketua DPRD. Selanjutnya
pada ayat (3) dijelaskan Penambahan kegiatan baru tersebut akibat terdapat kebijakan
Nasional atau Provinsi, keadaan darurat, keadaan luar biasa, dan perintah dari peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi setelah RKPD ditetapkan. Kebijakan Provinsi inilah
yang melegalisasi DPRD untuk membuat Tatib Pembahasan KUA, PPAS dan RAPBD yang
tidak lagi memperhatikan secara sungguh-sungguh Perkada RKPD. Adapun peraturan
perundang-undang yang lebih tinggi dimaksud antara lain adalah UU No.17 Tahun 2003,
Pasal 20 Ayat (3) yaitu DPRD dapat mengajukan usul yang mengakibatkan perubahan jumlah
penerimaan dan pengeluaran dalam Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD, yang
berarti usulan yang diajukan tersebut juga tidak tercantum di RKPD.
3.5. Peta Stakeholders
Analisis kebijakan dalam upaya peningkatan konsistensi perencanaan dan
penganggaran pembangunan di Provinsi Riau dilakukan terhadap: (1) Regulasi dan (2)
Kelembagaan, yang mencakup kebijakan jangka pendek dan jangka menengah. Peta
Stakeholders diperlukan untuk melihat peran dan pengaruh masing-masing stakeholders
yang memiliki pengaruh terhadap konsistensi Perencanaan dan Penganggaran di Provinsi
Riau sebagaimana terlihat pada Gambar 5. Dari Gambar 5 terlihat bahwa untuk menjaga
konsistensi perencanaan dan penganggaran, stakeholders yang memiliki kepentingan dan
pengaruh yang tinggi adalah Pemerintah Provinsi Riau, DPRD Riau dan juga Bappenas.
Bappenas harus menjadi leading tidak hanya untuk mengatur perencanaan pembangunan
di Pemerintah Pusat, namun juga Pemerintah Daerah. Undang-Undang SPPN harus menjadi
Rahmad Rahim Majalah Media Perencana Vol1No1/2020
52
rujukan oleh Pemerintah Daerah. Di sisi lain, Kemendagri, Kementerian Keuangan dan
Perguruan Tinggi cukup tinggi pengaruhnya dalam merumuskan dan menjembatani produk
hukum terkait konsistensi perencanaan dan penganggaran pembangunan daerah,
meskipun kepentingan mereka tidak signifikan di perencanaan pembangunan.
Gambar 5 Peta Stakeholders
Kelompok lain yang memiliki kepentingan tinggi adalah Dunia Usaha, yang memiliki
kepentingan cukup tinggi tentang kepastian berusaha dan juga penyaluran dana Corporate
Social Responsibility. Terciptanya konsistensi perencanaan dan penganggaran dibutuhkan
oleh Dunia Usaha terhadap Business Plan mereka. Adapun media massa berperan dalam
membentuk opini untuk mengakselerasi terwujudnya konsistensi perencanaan dan
penganggaran. Tokoh masyarakat dan Civil Society Organization (CSO) walaupun hampir
tidak memiliki kepentingan dan pengaruh, namun mereka dapat berperan sebagai pemberi
informasi kepada seluruh stakeholders.
3.5.1. Analisis SWOT
Untuk meningkatkan konsistensi perencanaan dan penganggaran pembangunan daerah
di Provinsi Riau ke depan, tentu dibutuhkan strategi yang tepat, melalui environmental
scanning dengan analisa SWOT (Strenghts, Weaknesses, Opportunities, Threats). Variabel
Internal (S dan W) dan Variable Eksternal (O dan T) diidentifikasi dalam upaya menemukan
kekuatan dan kelemahan serta peluang dan tantangan Pemerintah Provinsi Riau dalam
upaya meningkatkan konsistensi perencanaan dan pembangunan daerah. Identifikasi
variabel internal dan eksternal ini dapat dilihat pada Tabel 3, diinventarisir atas dasar
pengalaman empirik dan wawancara dengan pimpinan DPRD, Sekretaris Daerah Provinsi
Riau dan Bappedalitbang Provinsi Riau. Variabel-variabel ini memiliki tingkat pengaruh dan
bobot yang berbeda-beda terhadap sistem dan mekanisme perencanaan pembangunan
daerah.
Rahmad Rahim Majalah Media Perencana Vol1No1/2020
53
Tabel 3 Variabel SWOT
ST
RE
N
GT
HS
WE
AKN
ESSE
S
1 Tersedianya Kualitas SDM Perencana 1
Kekuatan Nilai Tawar TAPD dengan Banggar
DPRD rendah
(Kepentingan Politik)
2 Tersedianya Berita Acara Kesepakatan Musrenbang RKPD
3 Penggunaan Aplikasi Sistem Informasi
Perencanaan dan
Penganggaran
2 Pembahasan Perencanaan tidak
sekalligus dengan pembahasan
penganggaran 4
Sinergi Dokumen Perencanaan Jangka Panjang
dan
Jangka Menengah Daerah
3 Tidak adanya Perda/Pergub yang mengatur
pembahasan sistem perencanaan dam
penganggaran
5
Tersedianya Peraturan Kepala Daerah tentang
RKPD
4
Tidak ada Sanksi tegas bagi OPD yang
menyampaikan usulan Program/Kegiatan
ke DPRD pasca penetapan Perkada RKPD
6
Adanya kewenangan Kepala Daerah dalam
mengusulkan dan menetapkan Regulasi 5 Tidak tersedianya Analisis Standar Biaya
pada saat penyusunan RKPD.
OPPOR
TUNITI
ES
T
R
E
A
T
H
S
1 Amanat sinkronisasi perencanaan dengan
penganggaran
(UU 25/2004 & UU No. 23/2014)
1
Kewenangan DPRD dalam proses penganggaran
(Undang- Undang No. 17 Tahun 2003 tentang
Keuangan Negara
Pasal 18 dan 20)
2 Telah di tetapkannya Perda RTRW Riau 2018-
2037 (Perda
No. 10 /2018)
2
Pentingnya peran KUA & PPAS namun
sekaligus menjadi mediasi tidak sinkronnya
perencanaan dengan penganggaran
(Permendagri No. 86/2017, Pasal-Pasal
3 Tersedianya RPJPD Riau 2005-2025 (Perda
12/2017) dan
RPJMD Riau 2019-2024 (Perda 3/2019)
4
Program dan kegiatan dalam KUA dan PPAS dan
R-APBD harus konsisten dengan program dan
kegiatan yang telah ditetapkan dalam dokumen
perencanaan pembangunan
3 Kekuatan Politik Anggaran DPRD
4 Peraturan Menteri Keuangan (PMK) tentang
Tunda Salur
Dana Transfer ke Daerah 5 Adanya Evaluasi Kemendagri tentang APBD
Provinsi Riau 5 Kebijakan Pemerintah Pusat setelah Penetapan
Perkada
RKPD
6
Tersedianya Undang Undang tentang Omnibus
Law 6 Tata Tertib Pembahasan APBD di DPRD
Selanjutnya, berdasarkan indentifikasi variabel pada Tabel 3, Masing-masing variabel
dinilai berdasarkan Tingkat Urgensi (TU), yang diperoleh dari hasil diskusi dengan Pimpinan
DPRD, Sekretaris Daerah dan Kepala Bappedalitbang. TU untuk setiap variabel dinilai dengan
Skala Likert (1) - (5) sebagaimana terlihat pada Tabel 4. Untuk setiap varibel diberi Bobot
Faktor (BF) dalam persentase, sehingga apabila TU dikalikan dengan BF akan didapat Nilai
TU tertimbang kuantitatif, untuk setiap variabel
Tabel 4 Skala Likert
5 Sangat Penting
4 Penting
3 Biasa
2 Tidak Penting
1 Sangat Tidak Penting
Strength (Kekuatan) adalah faktor-faktor yang dimiliki organisasi (Pemerintah Provinsi
Riau) yang secara relatif unggul, yang diungkapkan dan bisa dikontrol. Tujuan pengungkapan
ini adalah untuk memberikan penghargaan terhadap segala hal-hal positif yang dimiliki, yang
pasti akan selalu dimiliki. Kekuatan inilah yang akan terus dikembangkan demi kemajuan
organisasi maupun individu di masa depan. Adapun analisa variabel Kekuatan adalah
sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 5 berikut.
Rahmad Rahim Majalah Media Perencana Vol1No1/2020
54
Tabel 5 Strengths (Kekuatan)
No Variabel TU BF TU x BF
1 2 3 4 5
1 Tersedianya Kualitas SDM Perencana 3 5 15
2 Tersedianya Berita Acara Kesepakatan Musrenbang RKPD 4 8 32
3 Penggunaan Aplikasi Sistem Informasi Perencanaan dan Penganggaran
2 7 14
4 Sinergi Dokumen Perencanaan Jangka
Panjang dan Jangka Menengah Daerah 1 3 3
5 Tersedianya Peraturan Kepala Daerah
tentang RKPD 4 32 128
6
Adanya kewenangan Kepala Daerah
dalam mengusulkan dan menetapkan
regulasi
5 45 225
Jumlah 100 417
Dari Tabel 5 Kekuatan dapat dilihat bahwa variabel S6 memiliki TU x BF tertinggi (225).
Sedangkan variabel S4 memiliki TU x BF terendah, yaitu (3). Jumlah total skor untuk
Kekuatan adalah 417. Weakness (Kelemahan) adalah keterbatasan atau kekurangan dalam
sumber, skill, dan faktor-faktor lain yang secara serius menghambat performan organisasi
(Pemerintah Provinsi Riau). Kelemahan ini harus dapat diminimalisasi untuk mencapai tujuan
organisasi. Adapun analisa variabel Kelemahan adalah sebagaimana dapat dilihat pada
Tabel 6. Dari Tabel 6 Kelemahan dapat dilihat bahwa variabel W3 memiliki TU x BF tertinggi
(225). Sedangkan variabel W5 memiliki TU x BF terendah, yaitu (5). Jumlah total skor untuk
Kelemahan adalah 410.
Tabel 6 Weaknesses (Kelemahan)
No
Variabel
TU
BF
TU x BF
1 2 3 4 5
1 Kekuatan Nilai Tawar TAPD dengan Banggar DPRD rendah
(Kepentingan Politik)
2
5
10
Rahmad Rahim Majalah Media Perencana Vol1No1/2020
55
2
Pembahasan Perencanaan tidak sekalligus dengan pembahasan penganggaran
3 10
30
3 Tidak adanya Perda/Pergub yang mengatur pembahasan sistem perencanaan dam penganggaran
5 45
225
4
Tidak ada Sanksi tegas bagi OPD yang menyampaikan usulan
Program/Kegiatan ke DPRD pasca penetapan Perkada RKPD
4 35
140
5 Tidak tersedianya Analisis Standar Biaya pada saat penyusunan RKPD
1 5 5
Jumlah
100
410
Opportunity (Peluang) adalah kesempatan atau peluang yang terdapat pada lingkungan
eksternal organisasi (Pemerintah Provinsi Riau). Peluang ini harus dapat dimanfaatkan
secara optimal oleh organisasi untuk mendukung tujudan organisasi. Adapun analisa
variabel Kesempatan/Peluang adalah sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7 Opportunities (Peluang)
No
Variabel
TU
BF
TU x BF
1 2 3 4 5
1 Amanat sinkronisasi perencanaan dengan penganggaran (UU 25/2004 & UU No. 23/2014)
5
40
200
2
Telah di tetapkannya Perda RTRW Ria 2018-2037 (Perda No. 10 /2018)
1
6
6
3
Tersedianya RPJPD Riau 2005-2025 (Perda 12/2017) dan RPJMD Riau 2019-2024 (Perda 3/2019)
2
4
8
Rahmad Rahim Majalah Media Perencana Vol1No1/2020
56
4
Program dan kegiatan dalam KUA dan PPAS dan R-APBD harus konsisten dengan program dan kegiatan yang telah ditetapkan dalam dokumen perencanaan pembangunan Daerah (Amanat Permendagri 86/2017, Pasal 177)
3
10
30
5 Adanya Evaluasi Kemendagri tentang APBD Provinsi Riau 3 15 45
6 Tersedianya Undang Undang tentang Omnibus Law
4 25 100
Jumlah
100 394
Dari Tabel 7 Peluang dapat dilihat bahwa variabel O1 memiliki TU x BF tertinggi (200).
Sedangkan variabel O2 memiliki TU x BF terendah, yaitu (6). Jumlah total skor untuk Peluang
adalah 394. Threat (Ancaman) adalah situasi dominan yang tidak menguntungkan organisasi
dalam rangka pencapaian tujuan. Untuk mencapai tujuan organisasi, ancaman ini harus
dapat diatasi atau paling tidak dikurangi. Adapun analisa variabel ancaman adalah
sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 8. Dari Tabel 8 Ancaman dapat dilihat bahwa variabel
T1 memiliki TU x BF tertinggi (150). Sedangkan variabel T4 memiliki TU x BF terendah, yaitu
(3). Jumlah total skor untuk Ancaman adalah 391.
3.5.2 Strategi Berdasarkan Hasil SWOT
Berdasarkan skor pada masing-masing variabel sebagaimana tercantum pada Tabel 3–
Tabel 8, maka ditentukan strategi sebagai berikut:
1. Strategi S-O : memanfaatkan seluruh kekuatan untuk merebut dan
memanfaatkan peluang.
2. Strategi S-T : memanfaatkan seluruh kekuatan untuk menghadapi ancaman.
3. Strategi WO : memanfaatkan peluang dengan meminimalkan kelemahan.
4. Strategi WT : Meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman.
Tabel 8 Threats (Ancaman)
No Variabel TU BF TU x BF
1 2 3 4 5
1 Kewenangan DPRD dalam proses penganggaran (Undang-Undang No.
17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara Pasal 18 dan 20)
5 30 150
2 Pentingnya peran KUA & PPAS namun sekaligus menjadi mediasi tidak sinkronnya perencanaan dengan penganggaran (Permendagri No. 86/2017, Pasal-Pasal KUA dan PPAS)
3 14 42
3 Kekuatan Politik Anggaran DPRD 4 20 80
Rahmad Rahim Majalah Media Perencana Vol1No1/2020
57
4 Peraturan Menteri Keuangan (PMK) tentang Tunda Salur Dana Transfer ke Daerah
1 3 3
5 Kebijakan Pemerintah Pusat setelah Penetapan Perkada RKPD
2 8 16
6 Tatib Pembahasan APBD di DPRD
4 25 100
Jumlah 100 391
Beberapa alternatif strategi yang dapat dilaksanakan dalam upaya peningkatan
konsistensi perencanaan dan penganggaran pembangunan daerah di Provinsi Riau dapat
dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9 Alternatif Strategi Kebijakan
Internal
Eksternal
STRENGTH WEAKNESS
OPPORTUNITY Mengusulkan revisi regulasi ke Pemerintah Pusat, dalam upaya meningkatkan sinkronisasi perencanaan dan penganggaran
1 Melaksanakan amanat regulasi secara konsisten dalam rangka sinkronisasi perencanaan dan penganggaran
Menerbitkan regulasi tentang Juklak dan 2 Juknis Sistem dan Mekanisme Perencanaan dan Penganggaran Daerah
2 Membuat Standar Analisis Belanja
Melakukan MoU dengan DPRD tentang Tata 3 Tertib Pembahasan APBD
THREAT 1 Mengusulkan revisi regulasi ke Pemerintah Pusat dan menerbitkan regulasi daerah dalam upaya meningkatkan sinkronisasi perencanaan dan penganggaran
1 Menerbitkan regulasi yang mengatur Sistem Perencanaan dan Penganggaran
2 Melaksanakan Kesepakatan Musrenbang RKPD secara konsistan
2 Membuat Standar Analisis Belanja
3 Mengoptimalkan integrasi aplikasi e- planning dan e-bugetting
3 Melakukan Lobby-Lobby Politik
Selanjutnya untuk menentukan strategi yang tepat dan efektif untuk dilaksanakan, maka
dihitung nilai skor tertinggi untuk masing-masing strategi. Berdasarkan Tabel 10, strategi
terpilih adalah strategi S-O dengan nilai Skor 811.
Tabel 10 Penentuan Strategi Terpilih
Internal
Eksternal STRENGTH WEAKNESS
OPPORTUNITY 417 + 394 = 811 410 + 394= 804
Rahmad Rahim Majalah Media Perencana Vol1No1/2020
58
THREAT 417 + 391 = 808 410 + 391 = 801
Berdasarkan Tabel 9 dan Tabel 10, terdapat 3 alternatif strategi terpilih S-O yang
ditempuh dalam upaya meningkatkan konsistensi perencanaan dan penganggaran
pembangunan di Provinsi Riau yaitu:
1. Mengusulkan revisi regulasi ke Pemerintah Pusat dalam upaya meningkatkan
sinkronisasi perencanaan dan penganggaran pembangunan daerah.
2. Menerbitkan regulasi tentang petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis Sistem
dan Mekanisme Perencanaan dan Penganggaran Daerah.
3. Melakukan MoU dengan DPRD tentang Tata Tertib Pembahasan APBD.
Selanjutnya dari 3 alternatif strategi tersebut, ditentukan Prioritas Kebijakan dalam
upaya meningkatkan konsistensi perencanaan dan penganggaran sebagai berikut:
1. Gubernur Riau mengusulkan kepada Pemerintah Pusat, untuk merevisi regulasi
terkait perencanaan dan penganggaran pembangunan yang belum harmonis ke
dalam RUU Omnibus Law, dalam upaya melaksanakan amanah sinkronisasi
perencanaan dengan penganggaran sebagaimana diatur dalam UU 17 Tahun 2003,
UU No.:25 Tahun 2004 dan UU No: 23 Tahun 2014 dan Permendagri No.: 86 Tahun
2017. Selanjutnya Pemerintah Provinsi Riau menerbitkan Peraturan Daerah tentang
Sistem dan Mekanisme Perencanaan dan Penganggaran Pembangunan Tahunan
Daerah, berdasarkan Undang-Undang Omnibus Law.
2. Menerbitkan Peraturan Kepala Daerah tentang Petunjuk Pelaksanaan dan Petunjuk
Teknis sistem dan mekanisme perencanaan dan penganggaran pembangunan
tahunan daerah.
3. Melakukan Memorandum of Understanding (MoU) dengan DPRD tentang Tata
Tertib Pembahasan APBD.
IV. Kesimpulan dan Rekomendasi Kebijakan
4.1. Kesimpulan
1. Dalam upaya peningkatan konsistensi perencanaan dan penganggaran
pembangunan di Provinsi Riau pada khususnya dan Daerah
Provinsi/Kabupaten/Kota seluruh Indonesia pada umumnya, maka mekanisme
pembahasan perencanaan dan penganggaran pembangunan perlu dilaksanakan
secara bersama-sama oleh Pemerintah Daerah dan DPRD, mulai dari penyusunan
Rancangan Awal RKPD hingga proses penandatanganan MoU KUA-PPAS dan Berita
Acara Musrenbang RKPD, secara bertanggung jawab dan dengan penuh rasa
memiliki (sense of belonging).
Rahmad Rahim Majalah Media Perencana Vol1No1/2020
59
2. Apabila Sistem Perencanaan dan Penganggaran Pembangunan Daerah sinkron
dengan regulasi yang mengatur Sistem Adminitrasi Pemerintahan Daerah, maka
konsistensi perencanaan dan penganggaran akan semakin meningkat; dan pada
gilirannya refocusing APBD untuk penanganan Covid19 serta Program/Kegiatan
lain dapat dilaksanakan tepat sasaran, sesuai indikator yang telah ditetapkan di
dalam RKPD.
3. Dengan konsistennya perencanaan dan penganggaran pembangunan daerah, maka
akan ada jaminan untuk melakukan strategi penyusunan Program/Kegiatan
penanganan Covid19 antara lain: (1) Agile Program, merancang program/kegiatan
prioritas yang saling mendukung sasaran pemulihan ekonomi dan reformasi sosial.
Program/Kegiatan yang tidak mendukung sebaiknya di drop. (2) Adeptness
Program, merancang Program/Kegiatan yang mampu menyerap tenaga kerja
(padat karya) dan menggunakan bahan-bahan lokal. (3) Strategic Program,
merancang Program/Kegiatan dengan konsep money follows economy dan social
recovery program. (4) Drive to Excecute Program, merancang Program/Kegiatan
baru, yang bebas dari nilai-nilai Business as Usual (BAU), yang langsung
memberikan solusi terhadap krisis pangan, krisis pengangguran dan krisis
Kesehatan akibat Covid 19.
4.2. Rekomendasi Kebijakan
4.2.1. Rekomendasi Kebijakan Jangka Menengah
1. Mengusulkan kepada Pemerintah Pusat untuk mereformasi mekanisme
perencanaan dan penganggaran pembangunan daerah, melalui perubahan
beberapa pasal yang terkait dengan RKPD, KUA dan PPAS yang terdapat di dalam
Undang-Undang No. 17 Tahun 2003, Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 dan
Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 86 Tahun 2017. Perubahan tersebut diusulkan
ke dalam pasal-pasal khusus terkait Perencanaan dan Penganggaran Pembangunan
Daerah pada RUU Omnibus Law. Substansi dari revisi regulasi tersebut mengatur
antara lain:
(a) Pembahasan KUA dan PPAS dilaksanakan setelah penyusunan Rancangan
Awal RKPD, yang dilaksanakan bersamaan dengan proses penyusunan
Rancangan RKPD.
(b) Penandatanganan Nota Kesepakatan KUA dan PPAS oleh Kepala Daerah dan
Pimpinan DPRD dilaksanakan bersamaan dengan Penandatanganan Berita
Acara Kesepakatan Musrenbang RKPD.
(c) RKPD dijadikan pedoman dalam penyusunan RAPBD. Hal ini sesuai dengan
amanah Undang-Undang No.: 25 Tahun 2004 Pasal (25) yang menyatakan
bahwa RKPD menjadi pedoman penyusunan RAPBD.
Rahmad Rahim Majalah Media Perencana Vol1No1/2020
60
2. Menerbitkan Peraturan Daerah tentang Sistem dan Mekanisme Perencanaan dan
Penganggaran Pembangunan Tahunan Daerah, berdasarkan Undang-Undang
Omnibus Law.
4.2.2. Rekomendasi Kebijakan Jangka Pendek
1. Mengusulkan kepada Bappenas untuk merevisi Peraturan Pemerintah No. 17 Tahun
2017 tentang Sinkronisasi Proses Perencanaan dan Penganggaran Pembangunan
Nasional menjadi Sinkronisasi Proses Perencanaan dan Penganggaran
Pembangunan Pusat dan Daerah.
2. Menerbitkan Peraturan Kepala Daerah (Perkada) tentang Petunjuk Pelaksanaan
dan Petunjuk Teknis Sistem dan Mekanisme Perencanaan dan Penganggaran
Pembangunan Tahunan Daerah.
3. Melakukan Memorandum of Understanding (MoU) dengan DPRD tentang Tata
Tertib Pembahasan APBD.
Referensi
Pemerintah Republik Indonesia, 2003, Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 tentang
Keuangan Negara
Pemerintah Republik Indonesia, 2004, Undang-Undang No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional
Pemerintah Republik Indonesia, 2014, Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah
Kementerian Dalam Negeri RI, 2017, Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 86 Tahun 2017
tentang Tata Cara Perencanaan, Pengendalian dan Evaluasi Pembangunan Daerah, Tata
Cara Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah Tentang Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Daerah dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah, serta Tata Cara
Perubahan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah, Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Daerah, dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah.
Pemerintah Provinsi Riau, 2014, Peraturan Daerah Provinsi Riau Nomor 7 Tahun 2014
tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Riau
Tahun 2014-2019
Pemerintah Provinsi Riau, 2017, Peraturan Daerah Provinsi Riau Nomor 12 Tahun 2017
tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah No.: 9 Tahun 2009 Tentang Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi Riau Tahun 2005 - 2025
Pemerintah Provinsi Riau, 2017, Peraturan Kepala Daerah No.: 31 Tahun 2017 tentang RKPD
Provinsi Riau Tahun 2018.
Rahmad Rahim Majalah Media Perencana Vol1No1/2020
61
Pemerintah Provinsi Riau, 2018, Peraturan Daerah Provinsi Riau Nomor 10 Tahun 2018
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Riau Tahun 2018 – 2038
Abdullah, Syukriy, 2017, Peta Permasalahan Dalam Proses Perencanaan dan Penganggaran
di Daerah, Syukriy.wordpress.com
Arwin Andi, 2019, Analisis Konsistensi Perencanaan Dan Penganggaran Pada Pemerintah
Provinsi Sulawesi Tengah, 191 e Jurnal Katalogis, Volume 4 Nomor 6, Juni 2016 hlm 190-
201.
Basri, Faisal, 2020, “Agenda Kebijakan Publik Nasional”, Materi Pelatihan Fungsional
Penjenjangan Perencana Utama Angkatan XIII, LPEM FEB-UI, 7 Mei 2020
Bratakusumuah, Deddy S., 2019, Strategi Peningkatan Konsistensi Perencanaan
Pembangunan Pusat Daerah, Konferensi Nasional Pejabat Fungsional Perencana Tahun
2019.
Burin, Ferdinandus Diri, Analisis Konsistensi Perencanaan Dan Penganggaran Daerah,
Ekonomika- Bisnis, Vol. 6 No. 2 Bulan Juli Tahun 2015 Hal 177-188 p-ISSN: 2088-6845
e-ISSN: 2442-8604
Greenhouse, S. M. (1966), The Planning-Programming-Budgeting System: Rationale,
Language, and Idea-Relationships. Public Administration Review, 26(4), 271–277.
Khoirunurrofik, 2020, "Agenda Kebijakan Publik Daerah”, Materi Pelatihan Fungsional
Penjenjangan Perencana Utama Angkatan XIII, LPEM FEB-UI, 4 Mei 2020
Osrinda, Namira dan Delis, Arman, 2016, “Analisis Konsistensi Perencanaan dan
Penganggaran serta Implikasinya terhadap Capaian Target Kinerja pada Badan
Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Merangin”, Jurnal Perspektif
Pembiayaan dan Pembangunan Daerah Vol. 3 No. 3, Januari-Maret 2016 ISSN: 2338-
4603 (print); 2355-8520 (online)
www.suara.com, “Apa itu Omnibus Law”, 22 Februari 2020