PENGUATAN INDUSTRI KECIL DANrepository.unas.ac.id/474/1/BUKU- PENGUATAN IKM DI... · 2020. 2....

163

Transcript of PENGUATAN INDUSTRI KECIL DANrepository.unas.ac.id/474/1/BUKU- PENGUATAN IKM DI... · 2020. 2....

  • PENGUATAN INDUSTRI KECIL DAN

    MENENGAH (IKM) DI INDONESIA

    Penulis

    Dr. Suryono Efendi, S.E., M.B.A., M.M.

    Eddy Guridno, S.E., M.Si.M.

    Dr. Ir. Edi Sugiono, S.E., M.M.

    Dr. Sufyati HS., S.E., M.M.

    UNIVERSITAS NASIONAL

  • PENGUATAN INDUSTRI KECIL DAN

    MENENGAH (IKM) DI INDONESIA

    Penyusun : Tim Penulis

    Editor : Melati, S.E.

    Layout : Wahyu Suratman

    ISBN : 9786025668593

    Penerbit : LPU-UNAS

  • i

    KATA PENGANTAR

    Alhamdulillahi Robbil Aalamiin, puji syukur

    senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang

    telah menganugerahkan karunia, rahmat dan hidayah-

    Nya, sehingga tim penulis dapat menyelesaikan

    penyusunan buku “Penguatan Industri Kecil dan

    Menengah (IKM) di Indonesia“.

    Buku ini merupakan salah satu luaran hasil

    penelitian dari Hibah Bersaing Skema Penelitian Strategi

    Nasional Institusi di bawah Kementerian Riset

    Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Ristekdikti) Tahun

    anggaran 2018 yang merupakan tahun ke dua.

    Pada kesempatan ini, dengan segala kerendahan

    hati, perkenankan tim penulis untuk menyampaikan

    ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-

    tingginya kepada yang terhormat Bapak/Ibu:

    1. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Republik Indonesia;

    2. Rektor Universitas Nasional Jakarta; 3. Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian

    Masyarakat (LPPM) Universitas Nasional Jakarta;

    4. Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Nasional Jakarta;

    5. Pemerintah daearah kota Singkawang, Sambas, Pontianak (Kalimantan Barat), Tanjung Balai Asahan

    (Sumatera Utara) dan Lombok (Nusa Tenggara

    Barat) yang telah membantu, mengarahkan dan

    memberikan data penelitian; serta

    6. Teman sejawat yang tidak dapat kami sebutkan satu per satu yang telah memberikan bantuannya sehingga

    penelitian ini dapat berjalan dengan baik.

  • ii

    Tim penulis menyadari bahwa keberhasilan dalam

    menyelesaikan buku hasil penelitian ini adalah berkat

    bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Dengan

    segala rasa hormat dan kerendahan hati tim penulis

    menyampaikan ucapan terima kasih kepada pihak-pihak

    yang telah membantu dalam penyelesaian buku ini.

    Kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang

    membangun agar buku ini dapat bermanfaat bagi yang

    membutuhkannya.

    Jakarta, Agustus 2019

    Tim Penulis

  • iii

    DAFTAR ISI

    KATA PENGANTAR.................................................... i

    DAFTAR ISI ...............................................................iii

    DAFTAR TABEL....................................................... .... v

    DAFTAR GAMBAR......................................................vi

    BAB I PENDAHULUAN ........................................... 1

    BAB II INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH (IKM)

    .................................................................... 188

    2.1. Konsep IKM ................................................. 199

    2.1.1 Industri .................................................. 22

    2.1.2 Pengelompokan industri ....................... 255

    2.1.3 Industri Kecil ......................................... 30

    2.1.4 Karakteristik Industri Kecil .................. 355

    2.1.5 Industri Menengah ................................. 43

    2.2.Peran IKM dalam Penyerapan Tenaga Kerja . 50

    2.3 Perkembangan IKM ....................................... 588

    2.4 Hambatan dalam Pengembangan IKM ........... 666

    BAB III KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP

    IKM ................ Error! Bookmark not defined.

    3.1 Perkembangan IKM di Indonesia ..................... 69

    3.2 Peran Pemerintah terhadap Perkembangan IKM

    di Indonesia ................................................... 700

    3.3 Pola Kebijakan Pemerintah dalam Membantu

    IKM ............................................................... 755

    3.4 Kebijakan Pengembangan IKM ..................... 800

    3.5 Strategi Pengembangan IKM ......................... 866

    3.6 Sasaran Pengembangan IKM ........................... 87

  • iv

    BAB IV DESAIN DAN MODEL PENGUATAN

    POSISI TAWAR IKM ................................ 900

    4. 1. Penguatan Posisi Tawar ............................... 900

    4.2 Road Map Posisi Tawar ................................ 922

    4.3. Metode Penelitian ........................................... 95

    4.3.1 Desain Penelitian ................................... 95

    4.3.2 Teknik Pengumpulan Data .................... 95

    4.3.3 Populasi dan Sampel Penelitian.............. 96

    4.3.4 Jenis dan Sumber Data Penelitian .......... 97

    4.3.5 Tahap Pelaksanaan................................. 98

    4.3.6 Teknik Analisis Data ............................. 98

    BAB V DAYA SAING IKM ..... Error! Bookmark not

    defined.1

    5.1 Daya Saing .................................................. 1011

    5.2.Daya Saing Indonesia .................................. 1022

    5.3 Daya Saing IKM di Indonesia .................... 10707

    5.4 Keunggulan Bersaing IKM ........................ 11414

    5.5 Metode Peningkatan Daya Saing IKM ...... 11515

    BAB VI POSISI TAWAR IKM ............................ 11717

    6.1 Posisi Tawar .............................................. 11717

    6.2 Posisi Tawar IKM di Indonesia .................. 11919

    6.3 Blue Print Posisi Tawar ............................... 1211

    6.4 Trade Creation Constraint ......................... 12525

    6.5 Analisis Diagram Tulang Ikan ................... 12929

    6.6 Model Penguatan Posisi Tawar .................... 1311

    6.7 Metode Penguatan Posisi Tawar IKM ........ 13737

    DAFTAR PUSTAKA ............................................. 1400

    BIODATA PENULIS ........................................... 14545

  • v

    DAFTAR TABEL

    Tabel 1. Jumlah Tenaga Kerja Indonesia Per

    Sektor Ekonomi (Orang) Tahun 2010-

    2013 ............................................................ 56

  • vi

    DAFTAR GAMBAR

    Gambar 1. Harapan Masa Depan Industri

    Pengolahan Indonesia ............................. 11

    Gambar 2. Perkembangan Jumlah UMKM Binaan .... 60

    Gambar 3. Road Map Posisi Tawar .......................... 94

    Gambar 4. Diagram Tulang Ikan ............................... 99

    Gambar 5. Saka Sakti ............................................. 105

    Gambar 6. Blue Print Posisi Tawar ......................... 124

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    Globalisasi merupakan suatu fenomena yang

    mendorong perusahaan untuk meningkatkan efisiensinya

    agar bisa berkompetisi pada tingkatan lokal, nasional,

    hingga internasional. Globalisasi itu sendiri akan

    memicu pengintegrasian pasar, sementara persaingan

    investasi internasional yang ditimbulkan dari globalisasi

    tersebut akan turut meningkatkan tantangan dan peluang

    bagi perusahaan di berbagai skala, mulai dari skala kecil,

    menengah hingga besar. Meningkatnya tantangan yang

    dihadapi dalam fenomena globalisasi akan secara

    otomatis menuntut daya saing yang kuat bagi seluruh

    pihak yang terkena dampak dari fenomena tersebut,

    mulai dari tingkatan individu, perusahaan, hingga

    negara.

    Dalam kaitannya dengan globalisasi, daya saing itu

    sendiri bisa diartikan sebagai serangkaian kemampuan

    yang dimiliki oleh perusahaan, daerah, ataupun negara

    untuk memperoleh output yang berkualitas tinggi secara

    kontinu dalam rangka menghadapi kompetisi

  • 2

    internasional. Output yang dimaksudkan dalam definisi

    tersebut tidak hanya terbatas pada produk yang

    dihasilkan oleh perusahaan, tetapi juga mencakup

    pendapatan nasional yang dihasilkan oleh suatu negara

    pada suatu periode tertentu. Dari definisi yang

    tergeneralisasi di atas, dapat ditarik suatu definisi

    mengenai daya saing industri, yakni serangkaian

    kemampuan yang dimiliki oleh suatu industri tertentu

    yang spesifik untuk memperoleh output berkualitas

    tinggi secara kontinu dalam rangka menghadapi

    kompetisi internasional. Agar bisa menunjang setiap

    industri untuk memiliki daya saing yang kuat dan andal,

    setiap kebijakan pembangunan industri nasional dituntut

    untuk senantiasa mempertimbangkan sektor industri

    yang bersangkutan secara utuh.

    Industri kecil dan menengah atau yang sering juga

    diistilahkan dengan singkatan berupa IKM merupakan

    salah satu titik tumpu utama pemerintah dalam

    membangun lapangan kerja, terutama pada periode pasca

    krisis ekonomi. IKM ini mempunyai peran penting dan

    strategis dalam menggerakkan perekonomian nasional,

    utamanya dalam hal menciptakan peluang kerja dan

  • 3

    sumber penghasilan untuk masyarakat miskin,

    mendistribusikan pendapatan dan mengurangi

    kemiskinan (Tambunan, 2008).

    Dalam suatu perekonomian, pembangunan industri

    senantiasa diarahkan untuk berjalan secara berkualitas

    agar industri dan perusahaan-perusahaan yang bergerak

    di dalamnya tidak hanya dapat berkompetisi di tingkatan

    domestik, tetapi juga di tingkatan mancanegara dan

    global. Pengembangan pada sektor ekonomi kerakyatan

    berbasis otonomi daerah, terutama di sektor industri

    kecil senantiasa memerlukan perhatian yang ekstra dari

    pihak pemerintah karena sektor tersebut mampu

    menyerap banyak tenaga kerja dan pendapatan yang

    pada akhirnya akan turut berkontribusi dalam

    peningkatan kesejahteraan masyarakat. Oleh sebab itu,

    setiap tahunnya industri kecil diharapkan senantiasa

    untuk bertumbuh agar dapat menjalankan peran

    strategisnya tersebut.

    Proses dalam suatu pembangunan biasanya sering

    dihubungkan dengan suatu proses industrialisasi. Baik

    proses industrialisasi maupun pembangunan industri

    sesungguhnya sama-sama merupakan jalur kegiatan

  • 4

    yang bisa meningkatkan kesejahteraan dan memajukan

    kualitas taraf hidup masyarakat. Selain itu, industrialisasi

    juga berperan penting dalam meningkatkan kualitas

    sumber daya manusia dan mengoptimaliasi seriap upaya

    pemanfaatan sumber daya alam. Pembangunan industri

    itu sendiri oleh Arsyad (1997:68) didefinisikan sebagai

    suatu fungsi dari tujuan utama, yakni kesejahteraan

    rakyat, yang bukan merupakan suatu kegiatan yang

    mandiri. Dalam hal ini, pemerintah Indonesia memang

    cenderung mengandalkan laju pertumbuhan industri

    dalam suatu upaya peningkatan perekonomian. Tanpa

    didukung oleh pertumbuhan industri yang laju,

    perekonomian Indonesia itu sendiri dinilai tidak mampu

    untuk berkembang hingga menjadi salah satu sektor

    ekonomi yang dominan di era ini.

    Di Indonesia, ada sekitar 99,85% IKM dari

    keseluruhan unit usaha yang ada dengan daya serap yang

    mencapai kisaran 96,66%. Sektor IKM tersebut juga

    mampu memenuhi 57% kebutuhan produk masyarakat,

    serta memberikan kontribusi di kisaran 2-4% terhadap

    ekspor dan pertumbuhan ekonomi nasional (BPS, 2014).

    Di tahun 1997, IKM juga terbukti lebih andal dari skala

  • 5

    usaha lainnya dalam mengatasi berbagai dampak dari

    krisis ekonomi.

    Peranan strategis IKM dalam mengarahkan

    pergerakan perekonomian nasional dan meningkatkan

    kesejahteraan masyarakat bisa dipertahankan dan

    dikembangkan dengan mengandalkan peningkatan

    wirausaha, yakni peningkatan dari segi dari kualitas dan

    kuantitasnya. Sejalan dengan hal tersebut, Mc. Clelland

    menyebutkan bahwa kemakmuran negara bisa dicapai

    pada saat jumlah wirausaha di dalam negara tesebut

    minimal 2% dari jumlah keseluruhan penduduknya.

    Berbeda dengan teori tersebut, jumlah wirausaha di

    Indonesia bahkan tidak mencapai 1% dari keseluruhan

    jumlah penduduknya. Situasi yang ideal tersebut masih

    jauh dari kenyataan. Selain jumlah wirausaha yang

    masih belum memenuhi syarat ideal, wirausaha yang

    masuk kategori IKM yang sudah ada saat inipunjuga

    masih banyak kendala/persoalan.

    Produk industrial biasanya senantiasa mempunyai

    term of trade yang tinggi ataupun lebih profitable serta

    menciptakan value added yang lebih besar daripada

    produk lainnya karena sektor industri itu sendiri

  • 6

    mempunyai produk yang bervariasi dan dapat memberi

    manfaat yang tinggi kepada penggunanya (Dumairy,

    1997). Berbagai keunggulan dari sektor industri tersebut

    pada akhirnya akan ber kontribusi pada penyerapan

    tenaga kerja.

    Sebagaimana yang sudah disebutkan sebelumnya,

    IKM berperan penting dalam mendorong pertumbuhan

    ekonomi yang menyeluruh, utamanya pada aspek

    peluang kerja, pendistribusian pendapatan dan tenaga

    kerja, hingga pembangunan ekonomi pedesaan. Tetapi

    dalam praktiknya, IKM juga seringkali menghadapi

    berbagai permasalahan yang bisa menghambat kegiatan

    operasionalnya. Dalam konteks tersebut, Tambunan

    (2008) mengidentifikasi tiga persoalan yang dihadapi

    wirausaha yang masuk kategori industri kecil menengah

    di Indonesia, yaitu produktivitas, daya saing, dan kinerja

    yang rendah. Upaya pengembangan IKM itu sendiri juga

    seringkali dihambat oleh sistem pengelolaan yang masih

    bersifat tradisional, belum memadainya kualitas SDM,

    skala dan teknik produksi, rendahnya kapabilitas inovasi,

    serta terbatasnya akses pasar dan lembaga keuangan,

    terutama bank. Keterbatasan SDM dalam IKM itu

  • 7

    sendiri salah satunya disebabkan oleh pengelolaan yang

    umumnya masih dilakukan secara tradisonal dan

    karakteristik alami IKM tersebut sebagai usaha yang

    turun-temurun. Keterbatasan tersebut mencakup

    pendidikan formal maupun pengetahuan dan

    keterampilan, sehingga manajemen pengelolaan IKM

    sangat praktis dan sederhana, yang akhirnya akan sulit

    berkembang optimal.

    Di sisi lain, pada awal tahun 2013 terjadi suatu

    kondisi global yang relatif tidak menguntungkan, yakni

    pelambatan pertumbuhan ekonomi Amerika dan Eropa

    yang berlangsung secara kontinu. Hal ini menuntut

    setiap negara Asia yang selama ini melakukan transaksi

    ekspor ke negara-negara di kedua benua tersebut untuk

    menemukan pasar yang baru. Cina, India, Malaysia, dan

    Korea Selatan merupakan salah satu negara yang

    mengambil langkah bisnis dan politis yang serius untuk

    menjadikan Indonesia sebagai pasar barunya1.

    Daya saing Indonesia sendiri berada pada

    peringkat ke-50 dari 144 negara kawasan, yakni di

    1 Majalah UKM Indonesia: www.ukm.indonesia.net,

    2013.

    http://www.ukm.indonesia.net/

  • 8

    bawah Singapura, Malaysia, Thailand dan Brunei

    Darussalam. Kondisi tersebut menimbulkan

    kekhawatiran bagi bangsa Indonesia untuk berkiprah di

    arena perdagangan bebas di kawasan Masyarakat

    Ekonomi ASEAN (MEA). Tanpa diiringi oleh daya

    saing yang tinggi, keterlibatan Indonesia dalam MEA

    dikhawatirkan hanya akan membuat pasar domestik

    dibanjiri oleh produk sejenis yang berasal dari negara-

    negara mitra kerjasama di kawasan ASEAN.

    Dalam kaitannya dengan fakta mengenai

    rendahnya daya saing Indonesia, ada beberapa hal

    krusial yang oleh beberapa hasil penelitian sebelumnya

    dinilai berpengaruh kuat terhadap daya saing. Dari segi

    internal, faktor krusial tersebut mencakup rendahnya

    produktivitas tenaga kerja rendah, rendahnya

    penggunaan kapasitas mesin dan peralatan, tingginya

    absensi tenaga kerja, rendahnya efisiensi penggunaan

    bahan buku, tidak berkembangnya desain, dan rendahnya

    posisi tawar yang membuat harga menjadi ditentukan

    oleh pembeli. Adapun dari segi eksternal, faktor krusial

    yang bisa mempengaruhi daya saing antara lain pajak

    agresif, suku bunga, nilai tukar, dan pungutan liar. Dari

  • 9

    serangkaian persoalan yang disebutkan di atas, perlu

    dilakukan suatu pendalaman untuk mencari akar

    permasalahan, yakni dengan melakukan inventarisasi

    permasalahan untuk mencari tahu fenomena yang

    memberi pengaruh kuat terhadap posisi tawar. Di

    samping hal-hal tersebut yang menjadi perhatian adalah

    kegiatan-kegiatan yang bernilai tambah rendah

    berdampak kuat terhadap pemborosan dalam kegiatan

    produksi.

    Menyadari peran IKM yang sangat strategis dalam

    menggerakkan perekonomian nasional, maka

    penanganan masalah produktivitas, daya saing, dan

    kinerja yang rendah harus melibatkan banyak pihak dan

    menjadi program prioritas pemerintah melalui berbagai

    instrumen kebijakan. Pentingnya peran institusi atau

    kelembagaan formal yang berskala nasional dalam

    menangani dan mengembangkan industri kecil

    menengah di Indonesia agar mempunyai posisi tawar

    tinggi dalam persaingan pasar bebas ASEAN.

    Dengan menyadari besarnya peran strategis IKM

    dalam pertumbuhan perekonomian dan kesejahteraan

    rakyat Indonesia, dan masih banyaknya kendala

  • 10

    dilapangan serta menindak lanjuti penelitian tahun

    pertama yang berkaitan dengan penciptaan model posisi

    tawar terhadap pengamanan produksi dalam negeri,

    menjadikan penelitian ini dipandang relevan dan penting

    untuk dilakukan.

    Berikut ini disajikan harapan ideal dari hasil

    pengolahan Industri Kecil Menengah yang berdaya saing

    menghadapi persaingan pasar global khususnya kawasan

    pasar ASEAN.

  • 11

    Gambar 1. Harapan Masa Depan

    Industri Pengolahan Indonesia

  • 12

    Adapun permasalahan yang dihadapi oleh IKM

    antara lain sebagai berikut.

    Faktor Internal

    1) Kurangnya Permodalan

    Permodalan merupakan faktor utama yang

    diperlukan untuk mengembangkan suatu unit usaha.

    Kurangnya permodalan IKM, oleh karena pada

    umumnya usaha kecil dan menengah merupakan

    usaha perorangan atau perusahaan yang sifatnya

    tertutup, yang mengandalkan pada modal dari si

    pemilik yang jumlahnya sangat terbatas, sedangkan

    modal pinjaman dari bank atau lembaga keuangan

    lainnya sulit diperoleh, karena persyaratan secara

    administratif dan teknis yang diminta oleh bank tidak

    dapat dipenuhi.

    2) Sumber Daya Manusia (SDM) yang Terbatas

    Sebagian besar usaha kecil tumbuh secara tradisional

    dan merupakan usaha keluarga yang turun temurun.

    Keterbatasan SDM usaha kecil baik dari segi

    pendidikan formal maupun pengetahuan dan

    keterampilan sangat berpengaruh terhadap

    manajemen pengelolaan usaha tersebut, yakni bisa

  • 13

    menghambat perkembangan usaha yang

    dimaksudkan tersebut secara optimal. Keterbatasan

    SDM juga akan membuat usaha tersebut kesulitan

    untuk mengadopsi teknologi terbaru dalam upaya

    peningkatan daya saing produknya.

    3) Lemahnya Business Networking dan Kemampuan

    dalam Mempenetrasi Pasar

    Usaha kecil umumnya memiliki business networking

    yang relatif terbatas karena biasanya dibangun

    sebagai usaha keluarga semata. Selain itu,

    kemampuan usaha kecil itu sendiri dalam melakukan

    penetrasi pasar juga relatif rendah karena rendahnya

    jumlah produk yang dihasilkan serta kurang

    kompetitifnya kualitas dari produk tersebut jika

    diperbandingkan dengan produk yang dihasilkan oleh

    unit usaha lainnya. Berbeda halnya dengan usaha

    kecil, usaha besar justru memiliki business

    networking yang solid dan bahkan didukung oleh

    teknologi yang mampu memudahkannya untuk

    menjangkau pasar internasional. Dengan dilengkapi

    upaya promosi yang lebih memadai, usaha besar

    jelas lebih unggul daripada kebanyakan usaha kecil.

  • 14

    Faktor Eksternal

    1) Iklim Usaha Belum Sepenuhnya Kondusif

    Kebijaksanaan Pemerintah untuk menumbuh

    kembangkan Industri Kecil dan Menengah (IKM),

    meskipun dari tahun ke tahun terus disempurnakan,

    namun dirasakan belum sepenuhnya kondusif. Hal

    ini terlihat antara lain masih terjadinya persaingan

    yang kurang sehat antara pengusaha-pengusaha kecil

    dengan pengusaha-pengusaha besar.

    2) Terbatasnya Sarana dan Prasarana Usaha

    Kurangnya informasi yang berhubungan dengan

    kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi,

    menyebabkan sarana dan prasarana yang mereka

    miliki juga tidak cepat berkembang dan kurang

    mendukung kemajuan usahanya sebagaimana yang

    diharapkan.

    3) Pungutan Liar

    Praktek pungutan tidak resmi atau lebih dikenal

    dengan pungutan liar menjadi salah satu kendala juga

    bagi UKM karena menambah pengeluaran yang tidak

    sedikit. Hal ini tidak hanya terjadi sekali namun

  • 15

    dapat berulang kali secara periodik, misalnya setiap

    minggu atau setiap bulan.

    4) Implikasi Otonomi Daerah

    Dengan berlakunya Undang-undang No. 22 Tahun

    1999 tentang Otonomi Daerah, kewenangan daerah

    mempunyai otonomi untuk mengatur dan mengurus

    masyarakat setempat. Perubahan sistem tersebut akan

    berimplikasi bagi pelaku UKM, yakni melalui

    pemberlakuan berbagai pungutan baru yang

    dikenakan oleh daerah terhadapnya. Apabila situasi

    ini tidak dibenahi dengan segera, maka sistem yang

    ada tersebut hanya akan menyebabkan terjadinya

    penurunan daya saing UKM yang memang sejak

    awal tidak berada di posisi yang lebih kompetitif jika

    diperbandingkan dengan usaha berskala besar. Selain

    itu, semangat kedaerahan yang terlampau tinggi juga

    terkadang hanya akan membangun suatu atmosfer

    yang mengurangi ketertarikan pengusaha dari luar

    daerah tersebut untuk mengembangkan usahanya di

    daerah yang dimaksud.

  • 16

    Ada 5 (lima) poin penting untuk dibahas dalam

    buku ini yaitu (1) Bagaimana konsep IKM di Indonesia

    (2) Peran IKM dalam penyerapan tenaga kerja (3) Model

    dan disain posisi tawar dan desain indutri kecil dan

    menengah (4) kebijakan pemerintah terhadap indusri

    kecil dan menengah, birokrasi pemerintah dalam bentuk

    kebijakan untuk mengatasi dampak eksternal IKM yang

    berada di kawasan perbatasan Indonesia-Malaysia dan

    bentuk strategi untuk memperbaiki produktivitas dan

    kinerja Industri Kecil Menengah (IKM) yang berada di

    kawasan perbatasan Indonesia-Malaysia yang masih

    rendah sehingga mampu bersaing di pasar ASEAN (5)

    posisi tawar dan daya saing IKM di kancah era

    globalisasi ekonomi. Hal tersebut didasari oleh berbagai

    hasil penelitian di daerah yang berbatasan langsung

    dengan negara-negara yang tergabung dengan Kelompok

    Kerjasama Regional MEA: (1) Kalimantan Barat

    (Pontianak, Singkawang, Sambas) (2) Sumatera Utara

    (Medan, Tanjung Balai Asahan). Ruang lingkup

    penelitian tersebut dilakukan untuk mendapatkan

    masukan posisi tawar hasil industri pengolahan dipasar

    lokal maupun ekspor relatif lemah dan mencari

  • 17

    penyebab-penyebab yang sensitif terhadap perubahan

    nilai tawar produk produksi dalam negeri yang terus

    melemah dan dikhawatirkan akan tergilas oleh produk

    sejenis yang berasal dari negara-negara kawasan MEA

    lainnya.

  • 18

    BAB II

    INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH (IKM)

    Industri Kecil dan Menengah (IKM) merupakan

    suatu sektor yang terdiri dari berbagai usaha berskala

    kecil dan menengah yang berperan strategis dalam

    perekonomian Indonesia karena abilitasnya dalam

    menyediakan lapangan kerja yang menjadikannya

    sebagai sumber penghasilan primer dan sekunder bagi

    sebagian rumah tangga di negara tersebut. Selain itu,

    IKM juga mengambil peran dalam pertumbuhan

    perekonomian daerah dan ekspor sektor nonmigas, serta

    turut mendukung operasional dari berbagai perusahaan

    besar melalui komponen dan suku cadang yang

    diproduksinya bagi perusahaan-perusahaan besar

    tersebut yang relevan.

    Sebagai infrastruktur dalam pembangunan

    perekonomian nasional, IKM diyakini harus mampu

    untuk bersaing dan bertahan hidup. Salah satu cara yang

    bisa dilakukan untuk meningkatkan daya saing IKM

    ialah dengan meningkatkan produktivitas dan kinerjanya.

    Dalam kaitannya dengan hal tersebut, IKM itu sendiri

  • 19

    sudah umum diketahui bahwa banyak mengandalkan

    peranan SDM-nya dalam proses produksi. Hal tersebut

    menuntut IKM untuk senantiasa menerapkan prinsip

    ergonomi agar interaksi yang dilakukan oleh SDM yang

    diandalkan IKM tersebut bisa selaras dengan sistem

    kerja yang diterapkan dalam IKM yang dimaksud dan

    kegiatan kerja yang ditugaskan untuk dilakukan oleh

    SDM yang bersangkutan. Menurut Manuaba (1997),

    penerapan ergonomi itu sendiri dalam setiap aktivitas

    yang dilakukan pada suatu industri dinilai sebagai suatu

    investasi. Ergonomi tersebut diharapkan bisa

    menciptakan suatu sistem kerja yang ENASE, yakni

    Efektif, Nyaman, Aman, Sehat, dan Efisien.

    Sebelum ergonomi dibahas lebih jauh, perlu

    dibahas terlebih dahulu konsep dan karateristik IKM,

    serta bagaimana perannya dalam penyerapan tenaga

    kerja.

    2.1. KONSEP IKM

    Sektor industri dan perdagangan merupakan suatu

    sektor yang penting dalam suatu negara karena tidak

    hanya berperan sebagai penggerak roda perekonomian

  • 20

    nasional semata, tetapi juga sebagai sumber penghidupan

    dan pembangunan masyarakat. Strategi yang

    dikembangkan dalam suatu industri juga biasanya

    cenderung menonjolkan aspek ekonomi dengan tanpa

    mempermasalahkan apakah industri yang bersangkutan

    tersebut mengimpor bahan baku, barang modal ataupun

    jasa.

    Di antara banyaknya jenis industri, ada satu indusri

    yang memiliki ketahanan yang tinggi terhadap krisis

    ekonomi, yakni Industri Kecil dan Menengah (IKM).

    Hal tersebut dibuktikan oleh fakta bahwa IKM mampu

    untuk bertahan dari krisis di tahun 1998 tidak seperti

    halnya usaha besar yang cenderung terpuruk akibat krisis

    tersebut. Bahkan, banyaknya IKM pasca krisis tersebut

    justru semakin bertambah karena orang yang di-PHK

    dari sektor formal pada masa krisis tersebut banyak yang

    beralih untuk membuka usaha kecil yang terspesialisasi

    dalam memproduksi jasa ataupun barang konsumsi yang

    dibutuhkan masyarakat. Tingginya daya tahan IKM

    terhadap krisis itu sendiri di antaranya disebabkan oleh

    hal-hal berikut.

  • 21

    1. IKM cenderung menawarkan jasa dan barang

    konsumsi yang memiliki elastisitas permintaan yang

    rendah terhadap pendapatan, sehingga penurunan

    pendapatan sekalipun relatif tidak berpengaruh

    terhadap permintaan pasar atas jasa dan barang yang

    dimaksud.

    2. IKM cenderung menggunakan modal pribadi

    pemiliknya daripada modal dari perbankan ataupun

    bentuk lembaga keuangan lainnya, sehingga

    keterpurukan sektor perbankan dan kenaikan suku

    bunga saat krisis relatif tidak berpengaruh

    terhadapnya.

    3. IKM biasanya menspesialisasikan produknya secara

    ketat, yakni hanya memproduksi barang ataupun jasa

    tertentu, sehingga memberikan peluang kepada lebih

    banyak orang untuk membuka usaha berskala kecil

    lainnya yang memproduksi produk lain yang

    berbeda.

    Dalam menghadapi persaingan global, setiap

    negara hanya dihadapkan pada satu pilihan, yakni

    peningkatan daya saing nasional. Agar bisa mewujudkan

  • 22

    tuntutan tersebut dalam upaya menciptakan

    pembangunan nasional yang berkelanjutan, setiap negara

    membutuhkan arah kebijakan pembangunan nasional

    menggunakan paradigma yang baru.

    2.1.1 Industri

    Pada umumnya, industri dapat dimaknai secara

    sempit dan luas. Dalam arti sempit, industri ialah

    sekelompok perusahaan yang menghasilkan produk yang

    sejenis dan/atau mempergunakan bahan baku yang

    sejenis pula dalam proses produksinya. Dalam arti luas,

    industri ialah sekumpulan perusahaan yang

    menghasilkan produk dengan elastisitas permintaan

    silang yang tinggi.

    Menurut Sudharman (1990), industri merupakan

    sekumpulan perusahaan yang memproduksi produk yang

    sejenis. Adapun hasil Simposium Hukum Perindustrian

    mendefinisikan industri sebagai serangkaian usaha yang

    mencakup kegiatan pengolahan, pengerjaan,

    pengubahan, dan perbaikan bahan baku ataupun barang

    jadi agar bertransformasi menjadi lebih berguna dan

    bermanfaat bagi masyarakat.

  • 23

    Winardi (1998:181) mengartikan industri sebagai

    suatu usaha produktif yang utamanya bergerak di bidang

    produksi barang ataupun jasa tertentu, seperti

    transportasi atau perkembangan yang relatif

    mempergunakan modal ataupun tenaga kerja dalam

    jumlah besar.

    Di lain sisi, Teguh S. Pambudi mendefinisikan

    industri sebagai sekelompok perusahaan yang

    menghasilkan produk yang bisa saling menggantikan

    produk satu sama lainnya. Adapun menurut Hinsa

    Sahaan, industri itu sendiri ialah bagian dari suatu proses

    pengolahan bahan mentah menjadi barang jadi yang

    bernilai lebih dalam memenuhi kebutuhan masyarakat.

    Oleh Hasibuan (2000), definisi industri dibedakan

    ke dalam dua lingkup, yakni makro dan mikro. Dari segi

    mikro, industri diartikan sebagai sekumpulan perusahaan

    yang menghasilkan barang yang homogen ataupun yang

    memiliki karakteristik yang dapat saling menggantikan

    satu sama lainnya. Dari segi makronya, yakni terkait

    pembentukan pendapatan, industri didefinisikan sebagai

    kegiatan ekonomi untuk menciptakan suatu nilai tambah.

    Dari kedua segi definisi tersebut, batasan industri secara

  • 24

    mikro ialah sekumpulan perusahaan yang menghasilkan

    barang, sedangkan secara makronya ialah kegiatan untuk

    menghasilkan pendapatan.

    Berdasarkan Pasal 1 Ayat 2 UU Perindustrian,

    yakni UU No. 3/2014 tentang Perindustrian, industri

    ialah seluruh bentuk kegiatan ekonomi yang mengolah

    bahan baku dan/atau memanfaatkan sumber daya

    industri sehingga menghasilkan barang yang mempunyai

    nilai tambah atau atau manfaat lebih tinggi, termasuk

    jasa industri.

    Berbeda dengan definisi lainnya yang telah

    diuraikan sebelumnya, Sadono Sukirno (2002)

    mengartikan industri sebagai suatu sektor yang berperan

    penting dalam pembangunan perekonomian Indonesia.

    Pengelolaan yang dilakukan secara tepat terhadap sektor

    ini akan mendorong terjadinya peningkatan ekspor atas

    produk lokal dan pendapatan masyarakat lokal terkait,

    serta penyerapan dan pemerataan tenaga kerja. Sektor

    industri diyakini mampu memimpin sektor lainnya

    dalam memajukan perekonomian nasional, sehingga

    wajar jika dinilai berandil besar dalam pertumbuhan

    ekonomi.

  • 25

    2.1.2 Pengelompokan industri

    Pengklasifikasian industri itu sendiri memiliki

    kriteria yang sangat bervariasi di Indonesia. Dalam hal

    ini, ada tiga kriteria berbeda yang ditetapkan oleh

    lembaga yang berbeda pula, yakni Biro Pusat Statistik

    (BPS), Kementerian Perindustrian, dan Bank Indonesia.

    Definisi IKM yang ditetapkan oleh ketiga lembaga

    tersebut di antaranya meliputi dua aspek, yakni nilai

    investasi awal (jumlah aset) dan jumlah tenaga kerja.

    a. Menurut BPS

    Berdasarkan jumlah tenaga kerja yang bekerja,

    industri dikelompokkan menjadi empat kelompok

    yaitu:

    1) Industri besar ialah industri yang memiliki ≥100

    orang pekerja.

    2) Industri sedang ialah industri yang memiliki 20-

    99 orang pekerja.

    3) Industri kecil ialah industri yang memiliki 5-19

    orang pekerja

    4) Industri kerajinan atau rumah tangga ialah

    industri yang memiliki < 5 orang pekerja.

  • 26

    b. Menurut Departemen Perindustrian Indonesia

    (Arsyad, 2001)

    1) Industri besar

    Industri besar terdiri dari industri mesin dan

    industri logam dasar (IMLD) serta industri kimia

    dasar (IKD). Kelompok IMLD terdiri dari

    industri elektronika, mesin, pertanian, kereta api,

    dan lain-lain. Adapun kelompok IKD terdiri dari

    industri karet alam, industri pengolahan kayu,

    industri petisida, dan sebagainya. Industri besar

    tersebut bertujuan utama untuk meningkatkan

    pertumbuhan ekonomi.

    2) Industri Kecil

    Industri kecil terdiri dari kelompok industri

    pangan dan sandang, industri kimia dan industri

    bangunan, serta industri galian logam dan bukan

    logam. Fungsi dari industri kecil ini adalah

    menyerap tenaga kerja dan meningkatkan value

    added suatu produk.

    3) Industri Hilir

    Industri hilir terdiri dari kelompok aneka industri

    seperti, industri pengolahan sumber daya hutan,

  • 27

    industri pengolahan hasil pertambangan, dan

    lain-lain.

    c. Menurut Eksistensi Dinamis

    Klasifikasi industri berdasarkan eksistensi

    dinamisnya digolongkan menjadi tiga (Shaleh,1986),

    antara lain:

    1) Industri lokal

    Pada umumnya hidup industri ini

    berketergantungan dengan pasar setempat yang

    jangkauannya sangat terbatas. Skala usaha pada

    kelompok industri ini sangatlah kecil sehingga

    lebih bersifat subsisten. Dalam pemasarannya

    kelompok industri ini sangat terbatas karena

    hanya menggunakan sarana transportasi masih

    sederhana. Peran pedagang perantara hampir

    tidak ada karena pemasarannya dapat ditangani

    sendiri.

    2) Industri Sentra

    Industri sentra adalah industri yang skala

    usahanya kecil tetapi industri ini mengelompok

    pada satu kawasan tertentu. Pada umumnya

    industri sentra memproduksi barang yang sejenis.

  • 28

    Dalam aspek pemasarannya, industri ini lebih

    luas daripada industri lokal, sehingga distributor

    memiliki peranan yang cukup penting.

    3) Industri Mandiri

    Industri mandiri masih tergolong dalam industri

    kecil namun yang menjadi pembedanya adalah

    kemampuan industri ini dalam mengadopsi

    teknologi produksi yang lebih canggih.

    Pemasaran industri ini relatif tidak bergantung

    pada distributor.

    Menurut KADIN dan Asosiasi serta Himpunan

    Pengusaha Kecil, juga berdasarkan kriteria yang

    ditetapkan Bank Indonesia, usaha yang dikategorikan

    sebagai usaha kecil di antaranya ialah sebagai berikut.

    a. Usaha perdagangan

    Usaha ini mencakup keagenan, pengecer,

    ekspor/impor dan lain - lain dengan modal aktif

    perusahaan (MAP) < Rp150 juta per tahun dan

    capital turn over (CTO) atau perputaran modal <

    Rp600 ribu.

  • 29

    b. Usaha Pertanian

    Usaha ini mencakup pertanian, perkebunan,

    perikanan darat dan laut, peternakan dan usaha

    lainnya yang ada di lingkup kendali Departemen

    Pertanian dengan ketentuan MAP dan CTO yang

    sama dengan kriteria pada usaha perdagangan.

    c. Usaha industri

    Usaha ini mencakup industri logam dan kimia,

    makanan dan minuman, tambang dan bahan

    galian, serta aneka industri kecil lainnya dengan

    batas MAP yang mencapai Rp250 juta dan CTO

    yang mencapai Rp1 milyar.

    d. Usaha jasa

    Usaha ini mencakup berbagai usaha yang

    memperdagangkan jasa dengan batas MAP dan

    CTO sebagaimana usaha perdagangan dan

    pertanian di atas.

    e. Usaha jasa kontruksi

    Usaha ini mencakup kontraktor bangunan,

    jembatan pengairan dan sebagainya yang

    berkaitan dengan konstruksi bangunan dengan

    batas MAP dan CTO sebagaimana usaha industri.

  • 30

    2.1.3 Industri Kecil

    Secara mikro, industri kecil ialah sekelompok

    perusahaan berskala kecil yang menghasilkan produk

    yang homogen ataupun yang bisa saling menggantikan

    produk lainnya. Ada begitu banyak pengertian industri

    kecil saat ini, karena masing-masing lembaga atau

    departemen mendefinisikan pada kriteria yang saling

    berbeda.

    Menurut Mintzberg (Jannah, 2004:1), industri kecil

    atau small scale industry memiliki banyak terjemahan.)

    mendefinisikan sektor usaha kecil sebagai organisasi

    yang mempunyai entreprenerial organization dengan

    karakteristik yang antara lain mencakup struktur

    organisasi yang sederhana, karakter khas elaborasi,

    hierarki manajer yang kecil, aktivitas formal dan proses

    perencanaan yang sedikit, pelatihan SDM yang jarang,

    aset yang sulit dipisahkan dengan aset pribadi

    pemiliknya, serta sistem akutansi yang kurang baik atau

    bahkan tidak ada sama sekali.

    Pendefinisian dan pengkriteriaan industri kecil di

    Indonesia masih berbeda antara satu institusi dengan

    institusi lain. Misalnya, Deperindag membatasi kriteria

  • 31

    industri kecil pada investasi perusahaan hingga Rp200

    juta (tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha

    dan harus milik WNI), sementara BPS mempergunakan

    kriteria pekerja antara 1 sampai 19 orang. Kriteria

    tersebut pun kemudian digolongkan ke dalam dua sub

    kategori, yakni: (1) industri rumah tangga dengan 1-4

    orang pekerja, dan (2) pabrik kecil dengan 5-19 orang

    pekerja. ( Thoha dalam Jannah, 2004:2).

    Berdasarkan Permen Perindustrian RI No. 64/M-

    IND/PER/7/2016, industri kecil ialah industri yang

    mempekerjakan maksimal 19 orang tenaga kerja dan

    mempunyai nilai investasi < Rp 1 milyar tidak termasuk

    tanah dan bangunan tempat usaha yang lokasinya

    menjadi satu dengan lokasi tempat tinggal pemilik usaha.

    Barney dalam Jannah (2004:5) menuliskan bahwa

    government policy as a barrier to entry. Hal ini

    disebabkan kebijakan yang dibut oleh pemerintah dapat

    menyebabkan semakin maju atau semakin mundurnya

    berbagai bidang, termasuk bidang industri ketika sebuah

    regulasi dibuat untuk menghambat pengusaha kecil lain

    untuk masuk, maka kemungkinan yang terjadi adalah

    monopoli. Ketika keikutsertakan semua pihak

  • 32

    dibebaskan, maka akan terjadi persaingan yang sehat.

    Namun demikian, hal ini tetap harus diatur pemerintah

    untuk mengawasi dan mengatur jalannya perekonomian

    yang ada terutama pembinaan sektor kecil.

    Beberapa pengertian mengenai industri kecil

    diuraikan sebagai berikut.

    a. Menurut Departemen Perindustrian

    Berdasarkan Permen Perindustrian, dijelaskan

    beberapa definisi yang berhubungan dengan UKM,

    yakni sebagai berikut.

    1) Perusahaan Industri Kecil (IK) ialah perusahaan

    yang bergerak di bidang industri dengan nilai

    investasi maksimal Rp200 juta, tidak termasuk

    tanah dan bangunan usaha.

    2) Perusahaan Industri Menengah (IM) ialah

    perusahaan yang bergerak di bidang industri

    dengan nilai investasi antara Rp200 juta - Rp10

    milyar, tidak termasuk tanah dan bangunan

    tempat usaha.

    3) Industri kecil dan Menengah (IKM) ialah

    perusahaan industri yang terdiri dari industri

    kecil (IK) dan industri menengah (IM).

  • 33

    b. Menurut Departemen Perdagangan

    Departemen perdagangan dalam mendefinisikan

    industri kecil lebih menitikberatkan pada aspek

    permodalan, yaitu industri dengan modal kurang dari

    Rp. 25.000.000 (Mudrajad Kuncoro, 2000:310).

    c. Menurut Kementerian Koperasi dan UKM

    Sebagaimana yang dikutip oleh Kuncoro (2000:310),

    definisi yang ditetapkan Kementerian Koperasi dan

    UKM berkaitan dengan UKM itu sendiri ialah

    sebagai berikut.

    1) Usaha mikro ialah suatu usaha dengan aset di

    luar tanah dan bangunan < Rp 200 juta dan omzet

    < Rp1 milyar per tahun.

    2) Usaha menengah ialah suatu usaha dengan aset >

    Rp200 juta dan omzet antara Rp1 milyar - Rp10

    milyar per tahun.

    d. Definisi usaha kecil yang dikemukakan oleh Tohar

    (1999:2) dari berbagai aspek diuraikan sebagai

    berikut

    a. Berdasarkan asetnya, pengusaha kecil ialah

    pengusaha dengan kekayaan bersih maksimal

  • 34

    Rp200 juta, tidak termasuk tanah dan bangunan

    tempat membuka usaha.

    b. Berdasarkan penjualannya, pengusaha kecil ialah

    pengusaha dengan penjualan bersih maksimal

    Rp1 milyar per tahun.

    c. Berdasarkan status kepemilikannya, pengusaha

    kecil ialah usaha perseorangan yang dapat

    berbadan hukum ataupun tidak, termasuk

    koperasi.

    Industri kecil harus diperhatikan sedemikian rupa

    karena tidak hanya berperan sebagai sumber pendapatan

    bagi sebagian masyarakat, tetapi juga berperan sebagai

    kunci pengentasan kemiskinan. Dalam hal ini, industri

    kecil mampu menambah penghasilan suatu keluarga

    yang dalam kondisi krisis difungsikan dalam untuk

    mempertahankan hidup keluarga tersebut.

    Pengembangan industri kecil itu sendiri pada dasarnya

    sangat bergantung pada peran entrepreneur yang terkait.

  • 35

    2.1.4 Karakteristik Industri Kecil

    Awalnya, suatu industri kecil umumnya berbentuk

    home industry, dimana satu tempat yang sama

    difungsikan sebagai tempat tinggal dan kerja sekaligus.

    Dalam praktiknya, seluruh pekerjaan yang diinstruksikan

    pimpinan, termasuk produksi dan penjualan akan

    dijalankan oleh anggota dari keluarga yang

    bersangkutan. Modal produksi dalam home industry

    tersebut juga seringkali tercampur dengan uang rumah

    tangga yang bersangkutan yang semestinya

    dipergunakan untuk membiayai keperluan harian dari

    keluarga terkait, sehingga laba dan rugi menjadi sulit

    untuk dibedakan.

    Menurut Kuncoro (2000), suatu industri kecil

    umumnya mempunyai karakteristik serupa, yakni

    sebagai berikut.

    a. Tidak memiliki pembagian tugas yang jelas di antara

    bidang administrasi, pemilik dan pengelola industri,

    serta memanfaatkan tenaga kerja dari keluarga dan

    teman dekatnya.

    b. Mempunyai akses yang rendah terhadap lembaga

    kredit formal, sehingga sebagian besar industri kecil

  • 36

    menggantungkan pembiayaan usahanya dari modal

    sendiri atau bahkan sumber lain–lain seperti

    keluarga, kerabat, pedagang perantara, bahkan

    rentenir.

    c. Kebanyakan industri kecil belum berstatus badan

    hukum. Berdasarkan data BPS (1994), dari 124.990

    industri kecil, 90,6% di antaranya merupakan

    perusahaan perseorangan yang tidak mempunyai akta

    notaris, 4,7% di antaranya merupakan usaha

    perseorangan yang mempunyai akta notaris, dan

    hanya 1,7% sajalah yang sudah berbadan hukum.

    Berdasarkan temuan AKATIGA, The Center for

    Micro and Small Enterprise Dynamic (CEMSED), dan

    The Center for Economic and Social Studies (CESS) di

    tahun 2000, karakteristik IKM di Indonesia di antaranya

    ialah berdaya tahan hidup dan berkemampuan untuk

    meningkatkan kinerjanya selama berlangsungnya krisis

    ekonomi. Hal tersebut diakibatkan oleh tingginya

    fleksibilitas IKM dalam menyesuaikan proses

    produksinya, mengembangkan modalnya sendiri, dan

  • 37

    mengembalikan pinjaman, serta untuk tidak melibatkan

    dirinya dalam birokrasi.

    Di Indonesia, Usaha Kecil dan Menengah (UKM)

    itu sendiri berperan penting dalam menopang dan

    menggerakkan perekonomian, yakni dalam menyediakan

    lapangan kerja di luar sektor formal, berkontribusi dalam

    Produk Domestik Bruto (PDB), dan menghasilkan

    devisa negara dari kegiatan ekspor atas berbagai produk

    lokal. Dalam hal serapan tenaga kerja, 99,5 % tenaga

    kerja Indonesia terbukti bekerja pada UKM (Kurniawan,

    2008). Pentingnya peranan UKM tersebut disadari oleh

    pemerintah dan mendorongnya untuk menjadikan UKM

    sebagai salah satu fokus pembangunan yang di antaranya

    dituangkan dalam kebijakan berupa UU dan PP.

    Kemampuan IKM itu sendiri untuk menjangkau

    pasar internasional, meningkatkan ekspor, dan bersaing

    dengan produk impor di pasar domestik pada dasarnya

    ditentukan oleh keunggulan komparatif dan

    kompetitifnya. Dalam hal ini, IKM diharapkan tidak

    hanya didukung oleh keunggulan komparatif yang

    diperkuat oleh proteksi ataupun bantuan pemerintah,

    tetapi juga ditunjang oleh keunggulan kompetitif yang

  • 38

    dimilikinya sendiri agar bisa unggul dalam kompetisi

    global (Tambunan, 2002:7).

    Menurut Tambunan yang dikutip oleh Partomo

    (2004), ada subkelompok UKM yang mempunyai

    entrepreneurship, tetapi ada juga yang tidak

    menunjukkan karakteristik tersebut. Dengan kriteria

    entrepreneurship tersebut, UKM bisa dibagi ke dalam

    empat bagian berikut.

    1. Livelihood Activities

    UKM yang masuk kategori ini pada umumnya

    bertujuan mencari kesempatan kerja untuk mencari

    nafkah. Para pelaku dikelompok ini tidak memiliki

    jiwa entrepreneurship. Kelompok ini disebut sebagai

    sektor informal. Di Indonesia, jumlah UKM kategori

    ini adalah yang terbesar.

    2. Micro enterprise

    UKM ini lebih bersifat “artisan” (pengrajin) dan

    tidak bersifat entrepreneurship (kewiraswastaan).

    Jumlah UKM ini di Indonesia juga relatif besar.

    3. Small Dynamic Enterprises

    UKM ini yang sering memiliki jiwa

    entrepreneurship. Banyak pengusaha skala

  • 39

    menengah dan besar yang tadinya berasal dari

    kategori ini. Kelompok UKM ini biasanya sudah

    mampu menerima ekspor dan subkontrak. Apabila

    dibina dengan baik, maka UKM dari kategori ini bisa

    masuk ke dalam kategori empat. Banyaknya

    kelompok UKM ini sendiri lebih kecil daripada

    UKM berkategori satu dan dua.

    4. Fast Moving Enterprises

    UKM ini merupakan UKM tulen yang berjiwa

    entrepreneurship sejati yang nantinya akan

    memunculkan usaha berskala menengah dan besar.

    Banyaknya UKM dalam kelompok ini juga lebih

    sedikit daripada UKM pada kategori satu dan dua.

    Dari segi efektivitas pembinaan, pemerintah

    disarankan untuk berfokus pada UKM di kategori tiga

    dan empat karena kemampuannya dalam menyerap

    materi training. Pembinaan terhadap UKM di kedua

    kategori tersebut pada dasarnya bertujuan untuk

    mengembangkannya menjadi usaha berskala menengah.

    Dalam membina UKM itu sendiri, dua faktor internal

    yang perlu diperhatikan, yakni SDM dan manajemen.

  • 40

    Faktor SDM itu sendiri mencakup kemampuan untuk

    meningkatkan kualitas SDM berdasarkan upaya sendiri

    ataupun ajakan pihak luar, etos kerja, dan naluri bisnis.

    Adapun faktor manajemen pada dasarnya mencakup

    aspek berpikir, bertindak, dan kontrol.

    Menurut Suryana (2001:85), usaha kecil

    mempunyai keunggulan dan kelemahannya tersendiri.

    Keunggulan usaha kecil itu sendiri, di antaranya ialah

    sebagai berikut

    a. Berkebebasan untuk bertindak

    Bila ada perubahan misalnya perubahan produk baru,

    teknologi baru dan perubahan mesin baru, usaha

    kecil bisa bertindak dengan cepat untuk

    menyesuaikan dengan keadaan yang berubah

    tersebut. Sedangkan pada perusahaan besar, tindakan

    tersebut sudah dilakukan.

    b. Fleksibel

    Perusahaan kecil dapat menyesuaikan dengan

    kebutuhan setempat. Bahan baku,tenaga kerja dan

    pemasaran produk usaha kecil pada umumnya

    menggunakan sumber-sumber setempat yang bersifat

    lokal.

  • 41

    c. Tidak mudah goyah

    Dikarenakan kebanyakan bahan baku dan sumber

    dayanya bersifat lokal, perusahaan kecil cenderung

    tidak peka terhadap fluktuasi bahan baku impor yang

    di antaranya disebabkan oleh fluktuasi kurs.

    Kelemahan dari usaha kecil itu sendiri bisa dapat

    diklasifikasikan sebagai berikut.

    a. Kelemahan struktural, yang mencakup kelemahan

    manajemen dan organisasi, kelemahan

    dalam pengendalian mutu, kelemahan dalam

    mengadopsi dan penguasaan teknologi, kesulitan

    untuk mencari permodalan, tenaga kerja yang masih

    lokal, dan terbatasnya akses pasar.

    b. Kelemahan kultural, yakni kelemahan yang nantinya

    akan menimbulkan kelemahan struktural. Kelemahan

    ini mencakup kurangnya akses informasi dan

    lemahnya berbagai persyaratan lain guna

    memperoleh akses permodalan, pemasaran dan

    bahan baku seperti informasi peluang dan cara

    memasarkan produk, informasi untuk mendapatkan

    bahan baku murah dan mudah didapat, informasi

  • 42

    untuk memperoleh fasilitas dan bantuan

    pengusaha besar dalam menjalin kemitraan untuk

    mendapatkan bantuan modal dan pemasaran,

    informasi mengenai cara pengembangan rancangan,

    kualitas, dan kemasan produk, serta informasi yang

    ditujukan untuk menambah sumber modal dengan

    syarat yang terjangkau.

    Adapun keunggulan usaha kecil menurut Subanar

    (2001:6) diuraikan sebagai berikut.

    a. Pemilik memiliki peran yang sekaligus merangkap

    sebagai manajer yang bekerja sendiri dan memiliki

    gaya manajemen sendiri, serta merangkap semua

    fungsi manajerial seperti marketing, finance, dan

    administrasi.

    b. Mampu menciptakan lapangan pekerjaan, produk,

    dan inovasi yang baru terhadap sumber daya.

    c. Risiko usaha dibebankan kepada pemilik.

    d. Mempunyai prosedur hukum yang sederhana.

    e. Paling cocok untuk mengelola produk ataupun

    proyek rintisan yang benar-benar baru, sehingga

    jumlah pesaingnya hanyalah sedikit.

  • 43

    Adapun kelemahan dari usaha kecil itu sendiri

    mencakup hal-hal berikut.

    a. Kurangnya akses terhadap informasi bisnis, sehingga

    relatif hanya berpedoman pada intuisi dan

    ambisi pengelolanya saja yang pada akhirnya

    membuat kemampuan usaha tersebut dalam

    berpromosi menjadi rendah.

    b. Tidak proporsionalnya pembagian kerja, sehingga

    seringkali menyebabkan pengelola kelimpahan

    pekerjaan yang terlampau banyak ataupun karyawan

    menjadi dituntut untuk bekerja melebihi standar jam

    kerjanya.

    c. Risiko utang turut dibebankan kepada kekayaan

    pribadi pemiliknya.

    d. Pengembangan usahanya sangat bergantung pada

    pemiliknya yang sewaktu-waktu bisa saja

    berhalangan sakit ataupun meninggal.

    2.1.5 Industri Menengah

    Pemerintah Indonesia pada tahun 1998

    mengeluarkan Inpres No.10 yang menjelaskan tentang

    apa itu sebenarnya usaha menengah. Dalam inpres ini

  • 44

    dijelaskan bahwa usaha menengah ialah sebuah usaha

    produktif dengan kekayaan usaha bersih sekitar Rp200

    juta - Rp10 milyar. Jumlah kekayaan tersebut berada

    diluar nilai tanah serta bangunan tempat usaha didirikan.

    Berdasarkan Permen Perindustrian RI Nomor

    64/M-IND/PER/7/2016, industri menengah merupakan

    industri yang mempekerjakan maksimal 19 orang

    pekerja dan mempunyai nilai investasi minimal Rp1

    milyar. Dalam Permen yang sama, industri menengah

    juga bisa didefinisikan sebagai industri yang

    mempekerjakan minimal 20 orang pekerja dan

    mempunyai nilai investasi maksimal Rp15 milyar.

    Ciri-ciri usaha menengah sebenarnya tidaklah

    jauh berbeda dengan ciri-ciri usaha besar atau usaha

    kecil. Namun walaupun seperti itu, berikut ciri-ciri usaha

    menengah yang bisa anda jadikan acuan untuk mengenal

    lebih jauh apa sebenarnya usaha menengah itu:

    a. Mempunyai Manajemen dan Struktur Organisasi

    yang Lebih Baik

    Tidak sulit mencari perbedaan perusahaan kecil,

    menengah, dan besar. Salah satunya adalah dari sisi

    manajemen dan struktur organisasi yang dimilikinya.

    https://dosenekonomi.com/bisnis/peluang-bisnis/ciri-ciri-usaha-besarhttps://dosenekonomi.com/bisnis/peluang-bisnis/perbedaan-perusahaan-kecil-menengah-dan-besarhttps://dosenekonomi.com/bisnis/peluang-bisnis/perbedaan-perusahaan-kecil-menengah-dan-besar

  • 45

    Ciri-ciri usaha menengah yang pertama adalah sudah

    memilikinya sistem manajemen yang lebih baik jika

    dibandingkan usaha kecil yang segalanya masih

    dikerjakan seorang diri. Selain itu, struktur organisasi

    pada usaha menengah juga mulai kompleks karena

    usaha menengah merupakan jenis usaha yang sedang

    berkembang sehingga kebutuhan akan pelaporan

    administrasi serta urusan yang lainnya sedang

    mengalami peningkatan kerja.

    b. Lebih Tersistem

    Selain manajemen yang lebih baik, ciri-ciri usaha

    menengah selanjutnya adalah sistem yang lebih baik

    dan teratur. Usaha kecil termasuk jenis usaha

    merintis karena segalanya masih dapat dilakukan

    seorang diri bahkan sistem yang dimilikinya hanya

    mengenai dirinya sendiri. Berbeda dengan jenis

    usaha menengah dimana sistem yang dibangun sudah

    mulai difungsikan untuk mengatur cara kerja orang

    lain didalam membangun usahanya.

    c. Memiliki Pembagian Tugas untuk Para Karyawannya

    Menyangkut pada poin pertama tentang organisasi

    yang mulai kompleks dan melibatkan banyak orang,

  • 46

    ciri-ciri usaha menengah selanjutnya adalah mulai

    berlakunya pembagian tugas. Pembagian tugas

    adalah hal yang sangat penting karena dengan begitu

    seluruh aspek bagian usaha dapat dikerjakan secara

    fokus dan berkelanjutan dan menjadikan usaha dapat

    berjalan lebih maksimal. Pembagian tugas ini adalah

    salah satu fungsi manajemen menurut para

    ahli karena jika usaha dapat berjalan maksimal,

    perkembangan usaha menjadi lebih besar akan

    semakin cepat terjadi.

    d. Pelaporan Mulai Rumit

    Jika pada usaha kecil pelaporan administasi hanya

    sebatas barang keluar atau barang masuk dan daftar

    orang yang berhutang, pelaporan pada usaha

    menengah mulai rumit. Seperti disinggung diatas,

    usaha menengah merupakan jenis usaha yang sedang

    berkembang dan sedang mengarah menjadi usaha

    besar. Untuk itulah pelaporan administrasi mereka

    mulai rumit karena pelaporan yang mereka miliki

    tidak lagi sebatas barang keluar atau barang masuk.

    Pelaporan administrasi mereka mulai meluas menjadi

    berbagai jenis pelaporan seperti tentang daftar asset

    http://dosenekonomi.com/ilmu-ekonomi/manajemen/fungsi-manajemen-menurut-para-ahlihttp://dosenekonomi.com/ilmu-ekonomi/manajemen/fungsi-manajemen-menurut-para-ahli

  • 47

    yang dimiliki, daftar investor, bahkan daftar hutang

    serta jenis-jenis pelaporan akuntansi lainnya.

    Pelaporan ini wajib dimiliki oleh usaha menengah

    karena dengan adanya pelaporan ini, proses audit

    akan dengan mudah dilaksanakan. Bahkan, laporan

    keuangan yang rumit ini menjadi salah satu syarat

    pertimbangan bagi para investor untuk berinvetasi

    pada usaha tersebut. Pentingnya pelaporan ini karena

    tidak lengkapnya pelaporan termasuk faktor

    kegagalan wirausaha yang paling sering ditemui.

    Karena dari pelaporan inilah anda akan mengetahui

    apakah perusahaan tersebut sehat atau tidak.

    e. Adanya Asuransi Kesehatan, Pensiunan, Ataupun

    Tunjangan Hari Raya

    Salah satu fokus utama usaha menengah adalah fokus

    dalam mengembangkan usahanya. Oleh karena itu,

    demi menjaga kualitas produk atau jasa yang

    dimilikinya, sumber daya manusia yang mereka

    miliki harus mendapatkan perlindungan dan jaminan.

    Perlindungan yang dimaksud bisa berupa asuransi

    dalam keselamatan kerja, jaminan hari tua atau dana

    Pensiunan, ataupun Tunjangan Hari Raya.

    http://dosenekonomi.com/bisnis/tips-bisnis/faktor-kegagalan-wirausahahttp://dosenekonomi.com/bisnis/tips-bisnis/faktor-kegagalan-wirausaha

  • 48

    f. Memenuhi Syarat Legalitas

    Usaha kecil adalah jenis usaha yang tidak

    memerlukan legalitas yang berbelit. Karena biasanya

    usaha kecil berdiri hanya berdasarkan sepengtahuan

    RT/RW setempat usaha mereka beraktifitas. Namun

    ketika usaha mulai berkembang menjadi usaha

    menengah, segala persyaratan legalitas harus mereka

    miliki. Hal ini menjadi salah satu syarat utama usaha

    menengah dapat berjalan karena legalitas

    menyangkut izin aktifitas, izin produksi, izin tempat,

    ataupun legalitas lainnya seperti kewajiban untuk

    membayar pajak. Pemenuhan legalitas ini adalah

    salah satu cara mengatasi kegagalan dalam

    berwirausaha yang sangat besar dampaknya. Karena

    tanpa adanya legalitas ini, segala aktifitas dapat

    dihentikan karena terindikasi kegiatan illegal.

    g. Memiliki Akses Sumber Pendanaan

    Salah satu kendala utama sebuah usaha kecil

    berkembang menjadi usaha besar adalah dari segi

    modal. Namun permasalahan ini ternyata semakin

    menemukan titik terang pemecahannya seiring usaha

    tersebut berkembang. Salah satunya adalah

    http://dosenekonomi.com/bisnis/tips-bisnis/cara-mengatasi-kegagalan-dalam-berwirausahahttp://dosenekonomi.com/bisnis/tips-bisnis/cara-mengatasi-kegagalan-dalam-berwirausaha

  • 49

    menemukan sumber-sumber pendanaan baru. Salah

    satu cara mereka mendapatkan sumber-sumber

    keuangan baru ini adalah dengan semakin meluasnya

    pergaulan serta produk yang mereka miliki sehingga

    mereka semakin dikenal oleh banyak orang. Dan jika

    usaha yang mereka miliki memiliki kualitas produk

    yang baik maka akan semakin besar pula suntikan

    dana yang akan mereka dapatkan.

    h. SDM Terdidik dan Terlatih

    Dalam rangka memproduksi produk berkualitas

    unggul, kualitas karyawan adalah satu hal yang harus

    diperhatikan. Tanpa adanya karyawan yang

    berkualitas sudah pasti produksi yang dihasilkan

    akan biasa-biasa saja. Untuk menuju kearah sana,

    pendidikan karyawan adalah hal yang harus

    didahulukan. Karena dengan begitu, karyawan akan

    tahu hal apa yang semestinya dikerjakan olehnya dan

    hal apa yang tidak seharusnya dilakukan olehnya.

    Pendidikan dan pelatihan tidak hanya tentang skill

    atau kemampuan dalam bekerja tapi juga sikap dan

    etos kerja dalam bekerja sama didalam sebuah tim.

  • 50

    i. Jumlah Tenaga Kerja

    Ciri-ciri usaha menengah yang paling mudah

    dikenali adalah jumlah karyawannya. Setiap jenis-

    jenis badan usaha memiliki jumlah karyawan yang

    berbeda-beda. Namun walaupun seperti itu, jumlah

    karyawan dapat digolongkan menjadi tiga jenis.

    Seperti misalnya usaha kecil yang memiliki jumlah

    karyawan berkisar antara 2-20 orang, usaha

    menengah 21-99 orang, dan usaha besar dengan

    jumlah karyawan > 100 orang.

    2.2. PERAN IKM DALAM PENYERAPAN

    TENAGA KERJA

    Jumlah IKM di Indonesia terbilang banyak

    berdasarkan data BPS yang menunjukkan adanya

    dominasi IKM dalam struktur industri nasional.

    Berdasarkan fakta tersebut, pengembangan intensif dan

    kontinu terhadap IKM diyakini mampu meningkatkan

    perekonomian masyarakat. Keyakinan atas dampak

    pengembangan IKM tersebut dilandasi oleh realitas IKM

    itu sendiri sebagai industri yang berbasis masyarakat,

    yakni yang di-manage langsung oleh masyarakat,

    https://dosenekonomi.com/bisnis/jenis-jenis-badan-usahahttps://dosenekonomi.com/bisnis/jenis-jenis-badan-usaha

  • 51

    sehingga hasil dari IKM tersebut pun dinilai akan

    langsung berdampak pada masyarakat yang

    bersangkutan itu sendiri. Oleh sebab itulah,

    pengembangan IKM yang baik di setiap daerah

    dipercaya mampu meningkatkan perekonomian

    masyarakat daerah tersebut, sehingga nantinya akan

    meningkatkan pendapatan daerah tersebut secara

    otomatis. Dalam konteks tersebut, Alfred Marshall juga

    sudah melihat potensi klater industri yang mencakup

    IKM itu sendiri dalam mendorong pertumbuhan

    perekonomian suatu negara.

    Berdasarkan data yang dicatat Kemenperin, setiap

    tahunnya IKM senanatiasa meningkatkan value added di

    dalam negeri secara signifikan. Hal tersebut bisa dilihat

    dari capaiannya di tahun 2016 yang mencapai Rp520

    triliun atau naik sebesar 18,3% dari tahun sebelumnya.

    Terkait peran IKM dalam menyerap tenaga kerja lokal,

    penambahan tenaga kerja di sektor IKM diestimasi

    mencapai 400 ribu orang di tahun 2017. Jumah IKM itu

    sendiri ditargetkan untuk naik di tahun 2017, yakni

    sebesar 4,7% atau tepatnya sebanyak 182 ribu unit

  • 52

    menjadi 4,03 juta unit di tahun 2017 dari total 3,85 juta

    unit di tahun 2016.2

    Target IKM di atas diupayakan untuk diwujudkan

    dengan jalan membangun kemitraan di antara IKM lokal

    dan IKM dari Jepang, yang salah satunya dilakukan

    dengan menggandeng Japan External Trade

    Organization (Jetro). Selain berupaya mendorong

    investasi perusahaan besar Jepang di Indonesia,

    pemerintah juga turut mendorong agar IKM Jepang

    bersedia untuk bermitra dengan IKM lokal. Pada intinya,

    kerja sama tersebut dimaksudkan untuk memelihara

    konsistensi peranan IKM dalam berkontribusi terhadap

    perekonomian nasional.

    Realitas IKM sebagai sektor perekonomian

    nasional yang strategis tidak lagi dapat dipungkiri

    dengan adanya fakta berupa data sebagaimana yang

    diungkapkan dalam uraian sebelumnya. IKM juga

    merupakan kelompok pelaku ekonomi terbesar dalam

    perekonomian Indonesia yang terbukti mampu

    mengamankan perekonomian nasional saat terjadinya

    2 https://www.liputan6.com/bisnis/read/2896111/kemenperin-

    targetkan-4-juta-industri-kecil-dan-menengah-pada-2017

  • 53

    krisis ekonomi, serta menjadi dinamisator bagi

    pertumbuhan ekonomi itu sendiri pasca krisis tersebut.

    Hal tersebut mencerminkan bahwa IKM benarlah

    berperan besar dalam membangun bangsa ini, utamanya

    dari segi ekonomi.

    Tingginya daya tahan IKM terhadap krisis itu

    sendiri di antaranya disebabkan oleh hal-hal berikut.

    1. IKM cenderung menawarkan jasa dan barang

    konsumsi yang memiliki elastisitas permintaan yang

    rendah terhadap pendapatan, sehingga penurunan

    pendapatan sekalipun relatif tidak berpengaruh

    terhadap permintaan pasar atas jasa dan barang yang

    dimaksud.

    2. IKM cenderung menggunakan modal pribadi

    pemiliknya daripada modal dari perbankan ataupun

    bentuk lembaga keuangan lainnya, sehingga

    keterpurukan sektor perbankan dan kenaikan suku

    bunga saat krisis relatif tidak berpengaruh

    terhadapnya.

    3. IKM biasanya menspesialisasikan produknya secara

    ketat, yakni hanya memproduksi barang ataupun jasa

    tertentu, sehingga memberikan peluang kepada lebih

  • 54

    banyak orang untuk membuka usaha berskala kecil

    lainnya yang memproduksi produk lain yang

    berbeda.

    Salah satu peran penting lainnya yang dipegang

    oleh IKM ialah memperluas peluang kerja untuk

    menyerap tenaga kerja. Perluasan peluang kerja itu

    sendiri merupakan suatu upaya pengembangan sektor

    yang ditujukan untuk menyerap tenaga kerja. Dalam

    praktiknya, penyerapan tenaga kerja itu sendiri akan

    dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti jumlah

    penduduk dan angkatan kerja, pertumbuhan ekonomi,

    produktivitas tenaga kerja, serta kebijakan pemerintah

    yang relevan. Pada akhirnya, perluasan penyerapan

    tenaga kerja dijalankan melalui pengembangan industri,

    khususnya yang bersifat padat karya.

    Potensi IKM dalam menyerap tenaga kerja

    merupakan salah satu potensinya yang paling dominan.

    Dalam hal ini, kemampuan IKM dalam menyerap tenaga

    kerja secara merata ditunjang oleh bervariasinya jenis

    IKM itu sendiri, jumlahnya yang banyak, dan

    sebarannya yang merata di berbagai sektor ekonomi

  • 55

    (Partomo, 2004:13). Prabowo dalam Woyanti (2010)

    mengemukakan bahwa jumlah unit usaha akan

    berpengaruh positif terhadap permintaan tenaga kerja,

    sehingga naiknya jumlah unit usaha IKM akan

    berdampak pada naiknya jumlah permintaan terhadap

    tenaga kerja. Dalam hal ini, peningkatan unit usaha di

    sektor IKM akan secara otomatis menambah lapangan

    kerja dan meningkatkan permintaan terhadap tenaga

    kerja untuk selanjutnya ditempatkan pada lapangan kerja

    yang baru tersebut. Hal ini mencerminkan bahwa

    banyaknya jumlah unit usaha IKM akan selaras dengan

    besarnya penyerapan tenaga kerja. Keterlibatan besar

    IKM dengan angkatan kerja yang tercermin dalam

    hubungannya dengan penyerapan tenaga kerja tersebut

    pada akhirnya menunjukkan peranan penting yang

    dipegang oleh IKM itu sendiri.

    Dibandingkan dengan usaha besar, UKM terbukti

    berperan lebih besar dalam menyerap tenaga kerja di

    periode 2010-2013. Dalam konteks tersebut, UKM rata-

    rata berkontribusi dalam menyerap 96,66% tenaga kerja

    nasional, sementara usaha besar hanya mampu menyerap

    rata-rata 3,32% tenaga kerja nasional. Tingginya

  • 56

    kemampuan UKM dalam menciptakan peluang kerja jika

    diperbandingkan dengan usaha besar menandai bahwa

    UKM sesungguhnya mempunyai potensi besar untuk

    dikembangkan dan difungsikan untuk mengatasi

    permasalahan tenaga kerja nasional.

    Berikut ini tersaji tabel jumlah penyerapan tenaga

    kerja nasional pada berbagai sektor ekonomi di periode

    2010-2013.

    Tabel 1. Jumlah Tenaga Kerja Indonesia

    Per Sektor Ekonomi (Orang)

    Tahun 2010-2013

    (Sumber: BPS, 2013)

  • 57

    Peran IKM lainnya yang juga sama pentingnya

    dengan pertumbuhan perekonomian dan perluasan

    peluang kerja ialah pemerataan pendapatan. Begitu

    banyak dan strategisnya peranan IKM di Indonesia

    menuntut pemerintah untuk menetapkan berbagai

    kebijakan makroekonomi yang mampu menunjang

    perkembangan sektor tersebut. Pemberian stimulus

    ekonomi yang lebih besar kepada sektor tersebut salah

    satunya diyakini mampu memberi dampak yang lebih

    signifikan bagi pertumbuhan ekonomi, peluang kerja,

    serta pendistribusian dan pemerataan pendapatan di

    Indonesia. Stimulus yang dimaskudkan disini bisa saja

    diberikan melalui investasi dari pemerintah, swasta

    domestik, ataupun bahkan luar negeri. Dalam

    mewujudkan hal tersebut, salah satunya diperlukan

    komitmen kuat pemerintah untuk mengalokasikan dana

    APBN ataupun APBD-nya untuk diinvestasikan kepada

    IKM.

    Terkait upaya untuk mendorong pihak swasta dan

    asing agar bersedia menginvestasikan dananya kepada

    IKM, pemerintah perlu turut memberikan kemudahan

    dalam sistem administrasi birokrasi dan pajak, serta

  • 58

    dengan menyediakan database dan infrastruktur yang

    menunjang. Dana pinjaman dan hibah dari luar negeri

    juga bisa dimanfaatkan untuk mengembangkan IKM

    dalam rangka memperkuat peranan IKM itu sendiri.

    2.3 PERKEMBANGAN IKM

    Pengembangan ekonomi lokal sebenarnya bukan

    merupakan hal baru, tetapi konsep dan teknik

    pengimplementasiannyalah yang terus dikembangkan.

    Pengembangan ekonomi lokal umumnya diupayakan

    untuk memperkuat daya saing perekonomian lokal dalam

    rangka mengembangkan perekonomian daerah dan

    memperkuat daya saing perekonomian nasional.

    Sebagaimana sudah disebutkan sebelumnya, IKM

    merupakan salah satu tumpuan pemerintah dalam

    membangun lapangan kerja, utamanya pasca krisis

    ekonomi. Peran penting lainnya yang dijalankan oleh

    IKM juga tercermin dari banyaknya jumlah IKM itu

    sendiri yang mencapai 99% dari keseluruhan badan

    usaha di Indonesia dengan tingkat penyerapan tenaga

    kerja mencapai 99,6% dan kontribusi sebesar 56,7%

    pada output nasional dan 15% pada sektor ekspor

  • 59

    nonmigas per tahun 2000 (“Menuju UKM”, 2001).

    Meskipun begitu, IKM nyatanya cenderung kurang

    kurang mendapat perhatian yang memadai dari

    pemerintah.

    Berry, et al. (2001) menjelaskan bahwa ada tiga

    alasan mengapa IKM sangat dibutuhkan, yakni: (1) IKM

    cenderung berkinerja lebih baik dalam menghasilkan

    tenaga kerja yang produktif; (2) IKM seringkali

    meningkatkan produktivitasnya melalui investasi dan

    adaptasi terhadap teknologi; serta (3) IKM dinilai unggul

    daripada usaha besar dalam hal fleksibilitas.

    IKM itu sendiri mempunyai tiga keunggulan dari

    usaha berbentuk korporasi, yakni: (1) relatif kecilnya

    modal usaha; (2) pengelolaannya tidak melibatkan orang

    banyak, sehingga memungkinkan untuk dilakukannya

    berbagai improvisasi yang diperlukan dalam praktik

    operasionalnya; serta (3) berfleksibilitas tinggi. Secara

    luas, IKM unggul dalam hal penyerapan tenaga kerja dan

    pemerataan pendapatan.

    Jumlah UKM binaan di Indonesia setiap tahunnya

    terus bertambah. Berikut ini tersaji data perkembangan

  • 60

    jumlah UKM binaan di Indonesia untuk periode 2011-

    2015.

    Gambar 2. Perkembangan Jumlah UMKM Binaan

    Pengembangan UMKM itu sendiri bisa

    didefinisikan sebagai upaya yang ditujukan untuk

    meningkatkan kemampuan dan etos kerja dari SDM

    yang terkait agar bisa memenuhi berbagai kriteria yang

    dipersyaratkan oleh setiap pekerjaan ataupun jabatan

    yang ditawarkan dalam UMKM yang bersangkutan.

    Pengembangan UKM biasanya cenderung mengarahkan

    pelaku ekonominya untuk berdaya saing tinggi melalui

    penguatan entrepreneurship dan peningkatan

  • 61

    produktivitas dengan didukung oleh peningkatan

    kemampuan adaptasi terhadap kebutuhan pasar,

    pemanfaatan inovasi, dan penerapan teknologi

    (Afifuddin, 2010:180). Di Indonesia, pengembangan

    UMKM yang ditunjang oleh peranan aktif pemerintah

    diyakini mampu untuk memberi dampak positif terhadap

    pertumbuhan UMKM itu sendiri, baik secara langsung

    ataupun tidak langsung.

    Menurut Hafsah (2004), pengembangan UMKM

    akan menghadapi berbagai masalah internal dan

    eksternal. Masalah internal yang dimaksudkan disini di

    antaranya mencakup rendahnya profesionalisme SDM

    yang me-manage UMKM tersebut, terbatasnya akses

    terhadap modal, perbankan, dan pasar, rendahnya

    penguasaaan teknologi. Adapun masalah eksternalnya

    antara lain mencakup kurang menguntungkannya iklim

    usaha bagi pengembangan usaha kecil itu sendiri, belum

    memihaknya kebijakan pemerintah terhadap

    pengembangan usaha kecil, serta kurangnya upaya

    pembinaan manajemen dan peningkatan kualitas SDM.

    Brom dan Longenecker (1979:31) menyebutkan

    bahwa kegagalan suatu usaha kecil biasanya diakibatkan

  • 62

    oleh merosotnya posisi modal kerja, menurunnya

    penjualan dan laba, serta meningkatnya utang. Adapun

    menurut Scarborough dan Zimmerer (1993:12),

    kegagalan usaha kecil untuk berkembang biasanya

    diakibatkan oleh lemahnya kemampuan pengambilan

    keputusan, inkompetensi manajemen, kurangnya

    pengalaman, dan lemahnya kontrol finansial. Rendahnya

    perkembangan usaha kecil umumnya disebabkan oleh

    keterbatasan dukungan modal karena asumsi yang

    membuat usaha tersebut dinilai seolah tidak potensial

    dan tidak layak oleh bank dan lembaga finansial lainnya

    akibat tidak adanya agunan yang ditawarkan dan

    rendahnya tingkat pengembalian pinjaman. Akibatnya,

    akses pengusaha kecil terhadap modal menjadi sangat

    terbatas, sehingga pengusaha tersebut cenderung untuk

    menggantungkan usahanya pada modalnya sendiri

    semata.

    Pengembangan UMKM pada dasarnya

    dipertanggung jawabkan bersama oleh pemerintah dan

    masyarakat. Berbagai masalah yang dihadapi UMKM

    bisa diatasi dengan mengupayakan iklim usaha yang

    kondusif, bantuan modal, proteksi usaha, pengembangan

  • 63

    kemitraan dan kerja sama yang setara, pelatihan, serta

    pengembangan promosi (Hafsah 2004:43).

    Pengembangan IKM itu sendiri akan melalui

    empat tahapan, yakni tahapan memulai usaha (start-up),

    pertumbuhan (growth), perluasan (expansion), dan

    perambahan ke luar negeri (going overseas). Keempat

    tahapan tersebut sebenarnya bersumber dari model

    pengembangan IKM yang sudah berhasil diterapkan di

    Singapura. Berbanding terbalik dengan Singapura,

    Indonesia hingga kini masih belum juga mempunyai

    model komprehensif yang bisa untuk diterapkan dalam

    pembinaan IKM berjangka menengah ataupun berjangka

    panjang (Sartika dan Soejoedono, 2002).

    Secara lanjut, Sartika dan Soejoedono (2002)

    menjelaskan bahwa pengembangan IKM bisa dilakukan

    dengan strategi-strategi berikut.

    1. Kemitraan Usaha

    Kemitraan adalah hubungan kerja sama usaha di

    antara berbagai pihak yang sinergis, bersifat

    sukarela, dan berdasarkan prinsip saling

    membutuhkan, saling mendukung, dan sating

    menguntungkan dengan disertai pembinaan dan

  • 64

    pengembangan IKM oleh usaha besar. Salah satu

    bentuk kemitraan usaha yang melibatkan IKM dan

    usaha besar adalah producton linkage. IKM sebagai

    pemasok bahan baku dan bahan penolong dalam

    rangka mengurangi ketergantungan impor, di mana

    saat ini harga produk impor cenderung sangat tinggi

    karena depresiasi rupiah.

    2. Permodalan IKM

    Pada umumnya permodalan IKM sangat lemah, baik

    ditinjau dari mobilisasi modal awal (start-up

    capital) dan akses ke modal kerja jangka panjang

    untuk investasi. Untuk memobilisasi modal awal

    perlu dipadukan tiga aspek yaitu bantuan

    keuangan, bantuan teknis, dan program penjaminan,

    sedangkan untuk meningkatkan akses permodalan

    perlu pengoptimalan peranan bank dan lembaga

    keuangan mikro untuk IKM. Sementara itu daya

    serap IKM terhadap kredit perbankan juga masih

    sangat rendah. Lebih dari 80 persen kredit perbankan

    terkonsentrasi ke segmen korporat, sedangkan porsi

    kredit untuk IKM hanya berkisar antara 15-21 persen

    dari total kredit perbankan. Untuk mengoptimalkan

  • 65

    jangkauan pemberian kredit kepada IKM telah

    dikembangkan skim kredit dengan Program

    Kemitraan Terpadu, misalnya Program Kemitraan

    BUMN dan Bina Lingkungan (PKBL), Program

    Kemitraan dengan BPR, Koperasi dan Asosiasi, serta

    kredit program.

    3. Modal Ventura

    Pada umumnya IKM kurang paham atau tidak

    menyukai prosedur atau persyaratan yang diwajibkan

    oleh lembaga perbankan, sebaliknya lembaga

    perbakan kadangkadang juga memberikan persepsi

    inferior mengenai potensi IKM. Hal ini menimbulkan

    terjadinya distorsi dalam pembiayaan IKM. Oleh

    karena itu, modal ventura dapat dijadikan sebagai

    alternatif sumber pembiayaan IKM. Menurut

    Keppres No. 61 Tahun 1998, perusahaan modal

    ventura adalah badan usaha yang melakukan usaha

    pengembangan dalam bentuk penyertaan modal ke

    dalam suatu perusahaan yang menerima bantuan

    pembiayaan untuk jangka waktu tertentu. Pembiyaan

    dengan modal ventura ini berbeda dengan bank yang

    memberikan pembiayaan dalam bentuk pinjaman

  • 66

    atau kredit. Usaha modal ventura memberikan

    pembiayaan dengan cara ikut melakukan penyertaan

    modal langsung ke dalam perusahaan yang dibiayai.

    Dalam hal ini, perusahaan yang dibiayai disebut juga

    sebagai perusahaan pasangan usaha (investee

    company), sementara perusahaan yang

    membiayainya akan disebut sebagai perusahaan

    pemodal (investment company / venture capitalist).

    2.4 HAMBATAN DALAM PENGEMBANGAN IKM

    Kementerian Perindustrian (Kemenperin)

    mengakui bahwa pelaku IKM hingga kini masih

    menghadapi berbagai hambatan. Salah satu

    permasalahan yang dihadapi tersebut ialah inkonsistensi

    mutu (https://economy.okezone.com/17/9/2013). Selain

    itu, kendala krusial lain yang dihadapi dalam

    pengembangan IKM antara lain sebagai berikut.

    a. Terbatasnya akses kredit dalam pembiayaan

    Hal ini disebabkan oleh belum tertata rapinya laporan

    keuangan UMKM, terbatasnya kemampuan SDM

    terkait dalam menyusun laporan keuangan, dan

    https://economy.okezone.com/17/9/2013)

  • 67

    terbatasnya pelatihan karyawan dalam manajemen

    keuangan.

    b. Terbatasnya akses pasar/pemasaran

    Keterampilan beberapa Sumber Daya Manusia

    (SDM) yang kurang mumpuni juga menjadi kendala

    untuk bersaing di pasar. Kemampuan berpromosi

    para pelaku IKM dirasa masih sangat kurang, baik

    promosi melalui pameran maupun penyebaran

    informasi.

    c. Terbatasnya keterampilan SDM

    Pada umumnya, IKM belum memiliki divisi khusus

    riset dan pengembangan. Masih belum dimanfaatkan

    secara maksimal sehingga masih diproduksi secara

    tradisional.

    d. Kapasitas produksi yang terbatas

    Kemampuan pemenuhan order yang besar dalam

    waktu yang singkat menjadi kendala meningat rata-

    rata pelaku IKM memilki kapasitas produksiyang

    terbatas. Kemampuan Sumber Daya Manusia (SDM)

    IKM melalui berbagai macam pelatihan serta

    memberikan fasilitasi bantuan mesin peralatan baik

  • 68

    program revitalisasi maupun program restrukturisasi

    untuk dapat meningkatkan produktivitas IKM.

  • 69

    BAB III

    KEBIJAKAN PEMERINTAH

    TERHADAP IKM

    3.1 PERKEMBANGAN IKM DI INDONESIA

    Berdasarkan data Kementerian Koperasi dan

    UMKM, UKM di Indonesia per 2012-2017 tercatat

    mengalami perkembangan jumlah unit usaha sebanyak

    7,72 juta unit atau setara dengan 13,98% dari

    keseluruhan jumlah usaha. Adapun perkembangan total

    serapan tenaga kerja UMKM tercatat mencapai 14,95

    juta orang, sementara perkembangan ekspor yang

    mampu dikontribusikan oleh produk yang dihasilkan dari

    UMKM itu sendiri atau total ekspor nonmigas-nya

    tercatat mencapai Rp110,76 miliar atau setara dengan

    59,09% dari keseluruhan total produk ekspor.

    Namun dari perkembangan yang dicapai oleh

    UMKM baik dari konstribusi peneyerapan tenaga kerja

    maupun jumlah eksport, masih banyak menyisakan

    persoalan antara lain:

    1. Permodalan untuk penegembangan UMKM yang

    masih sangat terbatas;

  • 70

    2. Kemampuan manajerial dan SDM yang masih

    lemah;

    3. Masih rendahnya produktivitas;

    4. Kemampuan membangun jaringan usaha dan

    penetrasi pasar yang masih lemah; serta

    5. Kelemahan lain yang terkait dengan efisiensi proses

    produksi yang masih lemah.

    Disinilah peran pemerintah sangat diharapkan

    dalam membantu untuk menyelesaikan masalah yang

    dihadapi UMKM dengan tidak hanya sekedar membuat

    regulasi kebijakan, tetapi juga turut membantu

    menyelesaikan akar masalah secara riil melalui

    pemberdayaan terhadap pelaku usaha.

    3.2 PERAN PEMERINTAH TERHADAP

    PERKEMBANGAN IKM DI INDONESIA

    Peran pemerintah sebagai pemegang regulasi

    sekaligus pembina terhadap perkembangan IKM

    sangatlah penting dan strategis. Di Indonesia sendiri, ada

    sekitar 99,85% IKM dari keseluruhan unit usaha yang

    ada dengan daya serap yang mencapai kisaran 96,66%.

  • 71

    Sektor IKM tersebut juga mampu memenuhi 57%

    kebutuhan produk masyarakat, serta memberikan

    kontribusi di kisaran 2-4% terhadap ekspor dan

    pertumbuhan ekonomi nasional (BPS, 2014). Di tahun

    1997, IKM juga terbukti lebih andal dari skala usaha

    lainnya dalam mengatasi berbagai dampak dari krisis

    ekonomi. Padahal berdasarkan data BPS menunjukkan

    terjadinya penurunan jumlah usaha secara drastis di

    tahun 1998, yakni sebanyak 7,42% dari jumlahnya di

    tahun 1997, dimana jumlah usaha besar pada periode

    tersebut justru mengalami penurunan lebih dari 10%.

    Peran strategis IKM dalam menggerakkan

    ekonomi nasional dan peningkatan kesejahteraan rakyat

    tersebut dapat dipertahankan dan dikembangkan jika di

    dukung oleh kebijakan pemerintah yang di perlukan

    oleh pelaku industri kecil dan menengah. Kebijakan

    strategis pemerintah untuk mengembangkan dan

    memajukan IKM tidak hanya dalam bentuk stimulus

    pendanaan, kemudahan, perlindungan, dan bentuk

    stimulus lain. Akan tetapi yang jauh lebih penting adalah

    keperpihakan kepada kepentingan pelaku industri kecil

    dan menengah dalam menghadapi era persaingan global.

  • 72

    Sebagai gambaran Indonesia menganut sistem

    pasar terbuka yang berawal adanya kesepakatan

    pengelompokan kerja sama regional di bidang

    perdagangan: ASEAN Free Trade Area (AFTA), tahun

    1980-an, dengan adanya kerja sama tersebut disepakati

    hambatan-hambatan dibidang perdagangan dalam bentuk

    tarif ataupun nontarif di antara negara anggota

    dihilangkan guna percepatan pembangunan ekonomi dari

    masing-masing negara anggotanya. Dengan adanya

    kesepakatan tersebut industri Negara anggota dituntut

    untuk mempersiapkan diri untuk bersaing dikawasan

    negara-negara ASEAN. Kesepakatan kerja sama

    ekonomi regional tersebut berlanjut untuk membentuk

    kawasan ekonomi baru di wilayah ASEAN yang disebut

    dengan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Ditambah

    lagi Indonesia menjadi anggota 9 (Sembilan) kelompok

    negara-negara Free Trade Area diantaranya: kerjasama

    ASEAN-China, ASEAN-India, kerjasama regional

    AFTA, APEC dan seterunya. Berdasarkan fakta

    dilapangan keberadaan forum kerjasama tersebut tidak

    selalu menguntungkan Indonesia.

  • 73

    Kehadiran pemerintah melalui regulasi dalam

    kancah kerja sama ekonomi global sangat dibutuhkan

    pelaku usaha, sebab tidak semua forum kerja sama

    regional maupun global tersebut selalu menguntungkan

    dan menjadi peluang bagi pelaku usaha didalam negeri

    namun justru sebaliknya menjadi ancaman baru bagi

    pelaku usaha didalam negeri terutama produk-produk

    yang dihasilkan oleh industri kecil dan menengah. Untuk

    itu pemerintah dituntut harus selalu jeli dan tanggap

    dalam melihat dan mengidentifikasi masalah-masalah

    yang dihadapi oleh pelaku usaha khususnya IKM

    sebagai imbas dari pemberlakuan kerja sama ekonomi

    regional.

    Banyak kasus yang dialami oleh pelaku IKM di

    Indonesia, dimana produk-produk yang dihasilkan

    mengalami kesulitan untuk mengirimkan atau menjual

    produknya ke negara lain (ekspor) seperti ke negara

    tetangga, yakni Malaysia, Singapura, dan Thailand.

    Penyebab dari persoalan tersebut bukan pada produk

    yang kurang berkualitas atau produk IKM yang daya

    saingya rendah, tetapi lebih pada persoalan birokrasi

    pada instansi pemerintah. Kurangnya koordinasi,

  • 74

    singkronisasi, dan integrasi antara instansi terkait (dinas

    perdagangan, dinas industri, dinas koperasi dan UKM,

    bea cukai, dan keimigrasian) menjadikan proses ekport

    produk-produk yang dihasilkan IKM kurang optimal.

    Contoh kasus produk-produk IKM di daerah perbatasan

    Indonesia-Malaysia dipropinsi Kalimantan Barat

    (Singkawang, Sambas, Pontianak) dan provinsi

    Sumatera Utara (Tanjung Balai dan Medan). Produk-

    produk IKM kita merasa kesulitan untuk mengirim

    (ekport) produknya ke Malaysia baik untuk dijual atau

    untuk kepentingan pameran.

    Hal tersebut di atas sangatlah berbeda dengan

    kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah Malaysia

    yang membuka lebih luas pelabuhan/terminal ekspor di

    wilayah perbatasan, sehingga untuk merealisasi ekspor

    ke Indonesia bisa langsung dari lokasi ketempat tujuan

    yang ingin dicapai tanpa tambahan biaya dan

    transportasi yang besar. Dengan demikian negara jiran

    Malaysia berpeluang besar untuk me ngambil manfaat

    ”Create Creation” yang ditimbulkan adanya

    pengelompokan regional antar negara-negara Kelompok

    Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).

  • 75

    Berdasarkan fakta lapangan di atas, meskipun

    produksi kawasan wilayah Indonesia diwilayah

    perbatasan di Sumatera Utara dan di Kalimantan Barat

    terjadi hambatan didalam pelaksanaan ekspor ke

    Malaysia akan tetapi posisi tawar produk Indonesia kuat.

    Hal ini dikarenakan pelabuhan ekspor dibatasi oleh

    kebijakan pemerintah. Oleh karena itu disarankan

    pelabuhan ekspor diperbatasan diperbanyak sehingga

    ekspor bisa dilaksanakan ke wilayah Malaysia yang ada

    diperbatasan Indonesia-Malaysia dapat dengan mudah

    dan murah tanpa tambahan biaya.

    3.3 POLA KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM

    MEMBANTU UMKM

    Ada sebuah motto yang cukup menarik dari

    Kementerian Koperasi dan UMKM yaitu “UMKM sehat,

    indikator kemajuan pembangunan daerah”. Namun

    dibalik motto tersebut ada ungkapan yang kurang

    menyenangkan yaitu pelaku usaha kecil dan menengah

    kerap dipandang sebelah mata, pemberdayaan mereka

    pun banyak dinilai setengah hati, malah ada dengan

    pendekatan proyek. Hal ini mengindikasikan pada

  • 76

    tataran kebijakan puncak tingkat pemerint