PENGUATAN INDUSTRI KECIL DANrepository.unas.ac.id/474/1/BUKU- PENGUATAN IKM DI... · 2020. 2....
Transcript of PENGUATAN INDUSTRI KECIL DANrepository.unas.ac.id/474/1/BUKU- PENGUATAN IKM DI... · 2020. 2....
-
PENGUATAN INDUSTRI KECIL DAN
MENENGAH (IKM) DI INDONESIA
Penulis
Dr. Suryono Efendi, S.E., M.B.A., M.M.
Eddy Guridno, S.E., M.Si.M.
Dr. Ir. Edi Sugiono, S.E., M.M.
Dr. Sufyati HS., S.E., M.M.
UNIVERSITAS NASIONAL
-
PENGUATAN INDUSTRI KECIL DAN
MENENGAH (IKM) DI INDONESIA
Penyusun : Tim Penulis
Editor : Melati, S.E.
Layout : Wahyu Suratman
ISBN : 9786025668593
Penerbit : LPU-UNAS
-
i
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahi Robbil Aalamiin, puji syukur
senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang
telah menganugerahkan karunia, rahmat dan hidayah-
Nya, sehingga tim penulis dapat menyelesaikan
penyusunan buku “Penguatan Industri Kecil dan
Menengah (IKM) di Indonesia“.
Buku ini merupakan salah satu luaran hasil
penelitian dari Hibah Bersaing Skema Penelitian Strategi
Nasional Institusi di bawah Kementerian Riset
Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Ristekdikti) Tahun
anggaran 2018 yang merupakan tahun ke dua.
Pada kesempatan ini, dengan segala kerendahan
hati, perkenankan tim penulis untuk menyampaikan
ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-
tingginya kepada yang terhormat Bapak/Ibu:
1. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Republik Indonesia;
2. Rektor Universitas Nasional Jakarta; 3. Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian
Masyarakat (LPPM) Universitas Nasional Jakarta;
4. Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Nasional Jakarta;
5. Pemerintah daearah kota Singkawang, Sambas, Pontianak (Kalimantan Barat), Tanjung Balai Asahan
(Sumatera Utara) dan Lombok (Nusa Tenggara
Barat) yang telah membantu, mengarahkan dan
memberikan data penelitian; serta
6. Teman sejawat yang tidak dapat kami sebutkan satu per satu yang telah memberikan bantuannya sehingga
penelitian ini dapat berjalan dengan baik.
-
ii
Tim penulis menyadari bahwa keberhasilan dalam
menyelesaikan buku hasil penelitian ini adalah berkat
bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Dengan
segala rasa hormat dan kerendahan hati tim penulis
menyampaikan ucapan terima kasih kepada pihak-pihak
yang telah membantu dalam penyelesaian buku ini.
Kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun agar buku ini dapat bermanfaat bagi yang
membutuhkannya.
Jakarta, Agustus 2019
Tim Penulis
-
iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................... i
DAFTAR ISI ...............................................................iii
DAFTAR TABEL....................................................... .... v
DAFTAR GAMBAR......................................................vi
BAB I PENDAHULUAN ........................................... 1
BAB II INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH (IKM)
.................................................................... 188
2.1. Konsep IKM ................................................. 199
2.1.1 Industri .................................................. 22
2.1.2 Pengelompokan industri ....................... 255
2.1.3 Industri Kecil ......................................... 30
2.1.4 Karakteristik Industri Kecil .................. 355
2.1.5 Industri Menengah ................................. 43
2.2.Peran IKM dalam Penyerapan Tenaga Kerja . 50
2.3 Perkembangan IKM ....................................... 588
2.4 Hambatan dalam Pengembangan IKM ........... 666
BAB III KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP
IKM ................ Error! Bookmark not defined.
3.1 Perkembangan IKM di Indonesia ..................... 69
3.2 Peran Pemerintah terhadap Perkembangan IKM
di Indonesia ................................................... 700
3.3 Pola Kebijakan Pemerintah dalam Membantu
IKM ............................................................... 755
3.4 Kebijakan Pengembangan IKM ..................... 800
3.5 Strategi Pengembangan IKM ......................... 866
3.6 Sasaran Pengembangan IKM ........................... 87
-
iv
BAB IV DESAIN DAN MODEL PENGUATAN
POSISI TAWAR IKM ................................ 900
4. 1. Penguatan Posisi Tawar ............................... 900
4.2 Road Map Posisi Tawar ................................ 922
4.3. Metode Penelitian ........................................... 95
4.3.1 Desain Penelitian ................................... 95
4.3.2 Teknik Pengumpulan Data .................... 95
4.3.3 Populasi dan Sampel Penelitian.............. 96
4.3.4 Jenis dan Sumber Data Penelitian .......... 97
4.3.5 Tahap Pelaksanaan................................. 98
4.3.6 Teknik Analisis Data ............................. 98
BAB V DAYA SAING IKM ..... Error! Bookmark not
defined.1
5.1 Daya Saing .................................................. 1011
5.2.Daya Saing Indonesia .................................. 1022
5.3 Daya Saing IKM di Indonesia .................... 10707
5.4 Keunggulan Bersaing IKM ........................ 11414
5.5 Metode Peningkatan Daya Saing IKM ...... 11515
BAB VI POSISI TAWAR IKM ............................ 11717
6.1 Posisi Tawar .............................................. 11717
6.2 Posisi Tawar IKM di Indonesia .................. 11919
6.3 Blue Print Posisi Tawar ............................... 1211
6.4 Trade Creation Constraint ......................... 12525
6.5 Analisis Diagram Tulang Ikan ................... 12929
6.6 Model Penguatan Posisi Tawar .................... 1311
6.7 Metode Penguatan Posisi Tawar IKM ........ 13737
DAFTAR PUSTAKA ............................................. 1400
BIODATA PENULIS ........................................... 14545
-
v
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Jumlah Tenaga Kerja Indonesia Per
Sektor Ekonomi (Orang) Tahun 2010-
2013 ............................................................ 56
-
vi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Harapan Masa Depan Industri
Pengolahan Indonesia ............................. 11
Gambar 2. Perkembangan Jumlah UMKM Binaan .... 60
Gambar 3. Road Map Posisi Tawar .......................... 94
Gambar 4. Diagram Tulang Ikan ............................... 99
Gambar 5. Saka Sakti ............................................. 105
Gambar 6. Blue Print Posisi Tawar ......................... 124
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
Globalisasi merupakan suatu fenomena yang
mendorong perusahaan untuk meningkatkan efisiensinya
agar bisa berkompetisi pada tingkatan lokal, nasional,
hingga internasional. Globalisasi itu sendiri akan
memicu pengintegrasian pasar, sementara persaingan
investasi internasional yang ditimbulkan dari globalisasi
tersebut akan turut meningkatkan tantangan dan peluang
bagi perusahaan di berbagai skala, mulai dari skala kecil,
menengah hingga besar. Meningkatnya tantangan yang
dihadapi dalam fenomena globalisasi akan secara
otomatis menuntut daya saing yang kuat bagi seluruh
pihak yang terkena dampak dari fenomena tersebut,
mulai dari tingkatan individu, perusahaan, hingga
negara.
Dalam kaitannya dengan globalisasi, daya saing itu
sendiri bisa diartikan sebagai serangkaian kemampuan
yang dimiliki oleh perusahaan, daerah, ataupun negara
untuk memperoleh output yang berkualitas tinggi secara
kontinu dalam rangka menghadapi kompetisi
-
2
internasional. Output yang dimaksudkan dalam definisi
tersebut tidak hanya terbatas pada produk yang
dihasilkan oleh perusahaan, tetapi juga mencakup
pendapatan nasional yang dihasilkan oleh suatu negara
pada suatu periode tertentu. Dari definisi yang
tergeneralisasi di atas, dapat ditarik suatu definisi
mengenai daya saing industri, yakni serangkaian
kemampuan yang dimiliki oleh suatu industri tertentu
yang spesifik untuk memperoleh output berkualitas
tinggi secara kontinu dalam rangka menghadapi
kompetisi internasional. Agar bisa menunjang setiap
industri untuk memiliki daya saing yang kuat dan andal,
setiap kebijakan pembangunan industri nasional dituntut
untuk senantiasa mempertimbangkan sektor industri
yang bersangkutan secara utuh.
Industri kecil dan menengah atau yang sering juga
diistilahkan dengan singkatan berupa IKM merupakan
salah satu titik tumpu utama pemerintah dalam
membangun lapangan kerja, terutama pada periode pasca
krisis ekonomi. IKM ini mempunyai peran penting dan
strategis dalam menggerakkan perekonomian nasional,
utamanya dalam hal menciptakan peluang kerja dan
-
3
sumber penghasilan untuk masyarakat miskin,
mendistribusikan pendapatan dan mengurangi
kemiskinan (Tambunan, 2008).
Dalam suatu perekonomian, pembangunan industri
senantiasa diarahkan untuk berjalan secara berkualitas
agar industri dan perusahaan-perusahaan yang bergerak
di dalamnya tidak hanya dapat berkompetisi di tingkatan
domestik, tetapi juga di tingkatan mancanegara dan
global. Pengembangan pada sektor ekonomi kerakyatan
berbasis otonomi daerah, terutama di sektor industri
kecil senantiasa memerlukan perhatian yang ekstra dari
pihak pemerintah karena sektor tersebut mampu
menyerap banyak tenaga kerja dan pendapatan yang
pada akhirnya akan turut berkontribusi dalam
peningkatan kesejahteraan masyarakat. Oleh sebab itu,
setiap tahunnya industri kecil diharapkan senantiasa
untuk bertumbuh agar dapat menjalankan peran
strategisnya tersebut.
Proses dalam suatu pembangunan biasanya sering
dihubungkan dengan suatu proses industrialisasi. Baik
proses industrialisasi maupun pembangunan industri
sesungguhnya sama-sama merupakan jalur kegiatan
-
4
yang bisa meningkatkan kesejahteraan dan memajukan
kualitas taraf hidup masyarakat. Selain itu, industrialisasi
juga berperan penting dalam meningkatkan kualitas
sumber daya manusia dan mengoptimaliasi seriap upaya
pemanfaatan sumber daya alam. Pembangunan industri
itu sendiri oleh Arsyad (1997:68) didefinisikan sebagai
suatu fungsi dari tujuan utama, yakni kesejahteraan
rakyat, yang bukan merupakan suatu kegiatan yang
mandiri. Dalam hal ini, pemerintah Indonesia memang
cenderung mengandalkan laju pertumbuhan industri
dalam suatu upaya peningkatan perekonomian. Tanpa
didukung oleh pertumbuhan industri yang laju,
perekonomian Indonesia itu sendiri dinilai tidak mampu
untuk berkembang hingga menjadi salah satu sektor
ekonomi yang dominan di era ini.
Di Indonesia, ada sekitar 99,85% IKM dari
keseluruhan unit usaha yang ada dengan daya serap yang
mencapai kisaran 96,66%. Sektor IKM tersebut juga
mampu memenuhi 57% kebutuhan produk masyarakat,
serta memberikan kontribusi di kisaran 2-4% terhadap
ekspor dan pertumbuhan ekonomi nasional (BPS, 2014).
Di tahun 1997, IKM juga terbukti lebih andal dari skala
-
5
usaha lainnya dalam mengatasi berbagai dampak dari
krisis ekonomi.
Peranan strategis IKM dalam mengarahkan
pergerakan perekonomian nasional dan meningkatkan
kesejahteraan masyarakat bisa dipertahankan dan
dikembangkan dengan mengandalkan peningkatan
wirausaha, yakni peningkatan dari segi dari kualitas dan
kuantitasnya. Sejalan dengan hal tersebut, Mc. Clelland
menyebutkan bahwa kemakmuran negara bisa dicapai
pada saat jumlah wirausaha di dalam negara tesebut
minimal 2% dari jumlah keseluruhan penduduknya.
Berbeda dengan teori tersebut, jumlah wirausaha di
Indonesia bahkan tidak mencapai 1% dari keseluruhan
jumlah penduduknya. Situasi yang ideal tersebut masih
jauh dari kenyataan. Selain jumlah wirausaha yang
masih belum memenuhi syarat ideal, wirausaha yang
masuk kategori IKM yang sudah ada saat inipunjuga
masih banyak kendala/persoalan.
Produk industrial biasanya senantiasa mempunyai
term of trade yang tinggi ataupun lebih profitable serta
menciptakan value added yang lebih besar daripada
produk lainnya karena sektor industri itu sendiri
-
6
mempunyai produk yang bervariasi dan dapat memberi
manfaat yang tinggi kepada penggunanya (Dumairy,
1997). Berbagai keunggulan dari sektor industri tersebut
pada akhirnya akan ber kontribusi pada penyerapan
tenaga kerja.
Sebagaimana yang sudah disebutkan sebelumnya,
IKM berperan penting dalam mendorong pertumbuhan
ekonomi yang menyeluruh, utamanya pada aspek
peluang kerja, pendistribusian pendapatan dan tenaga
kerja, hingga pembangunan ekonomi pedesaan. Tetapi
dalam praktiknya, IKM juga seringkali menghadapi
berbagai permasalahan yang bisa menghambat kegiatan
operasionalnya. Dalam konteks tersebut, Tambunan
(2008) mengidentifikasi tiga persoalan yang dihadapi
wirausaha yang masuk kategori industri kecil menengah
di Indonesia, yaitu produktivitas, daya saing, dan kinerja
yang rendah. Upaya pengembangan IKM itu sendiri juga
seringkali dihambat oleh sistem pengelolaan yang masih
bersifat tradisional, belum memadainya kualitas SDM,
skala dan teknik produksi, rendahnya kapabilitas inovasi,
serta terbatasnya akses pasar dan lembaga keuangan,
terutama bank. Keterbatasan SDM dalam IKM itu
-
7
sendiri salah satunya disebabkan oleh pengelolaan yang
umumnya masih dilakukan secara tradisonal dan
karakteristik alami IKM tersebut sebagai usaha yang
turun-temurun. Keterbatasan tersebut mencakup
pendidikan formal maupun pengetahuan dan
keterampilan, sehingga manajemen pengelolaan IKM
sangat praktis dan sederhana, yang akhirnya akan sulit
berkembang optimal.
Di sisi lain, pada awal tahun 2013 terjadi suatu
kondisi global yang relatif tidak menguntungkan, yakni
pelambatan pertumbuhan ekonomi Amerika dan Eropa
yang berlangsung secara kontinu. Hal ini menuntut
setiap negara Asia yang selama ini melakukan transaksi
ekspor ke negara-negara di kedua benua tersebut untuk
menemukan pasar yang baru. Cina, India, Malaysia, dan
Korea Selatan merupakan salah satu negara yang
mengambil langkah bisnis dan politis yang serius untuk
menjadikan Indonesia sebagai pasar barunya1.
Daya saing Indonesia sendiri berada pada
peringkat ke-50 dari 144 negara kawasan, yakni di
1 Majalah UKM Indonesia: www.ukm.indonesia.net,
2013.
http://www.ukm.indonesia.net/
-
8
bawah Singapura, Malaysia, Thailand dan Brunei
Darussalam. Kondisi tersebut menimbulkan
kekhawatiran bagi bangsa Indonesia untuk berkiprah di
arena perdagangan bebas di kawasan Masyarakat
Ekonomi ASEAN (MEA). Tanpa diiringi oleh daya
saing yang tinggi, keterlibatan Indonesia dalam MEA
dikhawatirkan hanya akan membuat pasar domestik
dibanjiri oleh produk sejenis yang berasal dari negara-
negara mitra kerjasama di kawasan ASEAN.
Dalam kaitannya dengan fakta mengenai
rendahnya daya saing Indonesia, ada beberapa hal
krusial yang oleh beberapa hasil penelitian sebelumnya
dinilai berpengaruh kuat terhadap daya saing. Dari segi
internal, faktor krusial tersebut mencakup rendahnya
produktivitas tenaga kerja rendah, rendahnya
penggunaan kapasitas mesin dan peralatan, tingginya
absensi tenaga kerja, rendahnya efisiensi penggunaan
bahan buku, tidak berkembangnya desain, dan rendahnya
posisi tawar yang membuat harga menjadi ditentukan
oleh pembeli. Adapun dari segi eksternal, faktor krusial
yang bisa mempengaruhi daya saing antara lain pajak
agresif, suku bunga, nilai tukar, dan pungutan liar. Dari
-
9
serangkaian persoalan yang disebutkan di atas, perlu
dilakukan suatu pendalaman untuk mencari akar
permasalahan, yakni dengan melakukan inventarisasi
permasalahan untuk mencari tahu fenomena yang
memberi pengaruh kuat terhadap posisi tawar. Di
samping hal-hal tersebut yang menjadi perhatian adalah
kegiatan-kegiatan yang bernilai tambah rendah
berdampak kuat terhadap pemborosan dalam kegiatan
produksi.
Menyadari peran IKM yang sangat strategis dalam
menggerakkan perekonomian nasional, maka
penanganan masalah produktivitas, daya saing, dan
kinerja yang rendah harus melibatkan banyak pihak dan
menjadi program prioritas pemerintah melalui berbagai
instrumen kebijakan. Pentingnya peran institusi atau
kelembagaan formal yang berskala nasional dalam
menangani dan mengembangkan industri kecil
menengah di Indonesia agar mempunyai posisi tawar
tinggi dalam persaingan pasar bebas ASEAN.
Dengan menyadari besarnya peran strategis IKM
dalam pertumbuhan perekonomian dan kesejahteraan
rakyat Indonesia, dan masih banyaknya kendala
-
10
dilapangan serta menindak lanjuti penelitian tahun
pertama yang berkaitan dengan penciptaan model posisi
tawar terhadap pengamanan produksi dalam negeri,
menjadikan penelitian ini dipandang relevan dan penting
untuk dilakukan.
Berikut ini disajikan harapan ideal dari hasil
pengolahan Industri Kecil Menengah yang berdaya saing
menghadapi persaingan pasar global khususnya kawasan
pasar ASEAN.
-
11
Gambar 1. Harapan Masa Depan
Industri Pengolahan Indonesia
-
12
Adapun permasalahan yang dihadapi oleh IKM
antara lain sebagai berikut.
Faktor Internal
1) Kurangnya Permodalan
Permodalan merupakan faktor utama yang
diperlukan untuk mengembangkan suatu unit usaha.
Kurangnya permodalan IKM, oleh karena pada
umumnya usaha kecil dan menengah merupakan
usaha perorangan atau perusahaan yang sifatnya
tertutup, yang mengandalkan pada modal dari si
pemilik yang jumlahnya sangat terbatas, sedangkan
modal pinjaman dari bank atau lembaga keuangan
lainnya sulit diperoleh, karena persyaratan secara
administratif dan teknis yang diminta oleh bank tidak
dapat dipenuhi.
2) Sumber Daya Manusia (SDM) yang Terbatas
Sebagian besar usaha kecil tumbuh secara tradisional
dan merupakan usaha keluarga yang turun temurun.
Keterbatasan SDM usaha kecil baik dari segi
pendidikan formal maupun pengetahuan dan
keterampilan sangat berpengaruh terhadap
manajemen pengelolaan usaha tersebut, yakni bisa
-
13
menghambat perkembangan usaha yang
dimaksudkan tersebut secara optimal. Keterbatasan
SDM juga akan membuat usaha tersebut kesulitan
untuk mengadopsi teknologi terbaru dalam upaya
peningkatan daya saing produknya.
3) Lemahnya Business Networking dan Kemampuan
dalam Mempenetrasi Pasar
Usaha kecil umumnya memiliki business networking
yang relatif terbatas karena biasanya dibangun
sebagai usaha keluarga semata. Selain itu,
kemampuan usaha kecil itu sendiri dalam melakukan
penetrasi pasar juga relatif rendah karena rendahnya
jumlah produk yang dihasilkan serta kurang
kompetitifnya kualitas dari produk tersebut jika
diperbandingkan dengan produk yang dihasilkan oleh
unit usaha lainnya. Berbeda halnya dengan usaha
kecil, usaha besar justru memiliki business
networking yang solid dan bahkan didukung oleh
teknologi yang mampu memudahkannya untuk
menjangkau pasar internasional. Dengan dilengkapi
upaya promosi yang lebih memadai, usaha besar
jelas lebih unggul daripada kebanyakan usaha kecil.
-
14
Faktor Eksternal
1) Iklim Usaha Belum Sepenuhnya Kondusif
Kebijaksanaan Pemerintah untuk menumbuh
kembangkan Industri Kecil dan Menengah (IKM),
meskipun dari tahun ke tahun terus disempurnakan,
namun dirasakan belum sepenuhnya kondusif. Hal
ini terlihat antara lain masih terjadinya persaingan
yang kurang sehat antara pengusaha-pengusaha kecil
dengan pengusaha-pengusaha besar.
2) Terbatasnya Sarana dan Prasarana Usaha
Kurangnya informasi yang berhubungan dengan
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi,
menyebabkan sarana dan prasarana yang mereka
miliki juga tidak cepat berkembang dan kurang
mendukung kemajuan usahanya sebagaimana yang
diharapkan.
3) Pungutan Liar
Praktek pungutan tidak resmi atau lebih dikenal
dengan pungutan liar menjadi salah satu kendala juga
bagi UKM karena menambah pengeluaran yang tidak
sedikit. Hal ini tidak hanya terjadi sekali namun
-
15
dapat berulang kali secara periodik, misalnya setiap
minggu atau setiap bulan.
4) Implikasi Otonomi Daerah
Dengan berlakunya Undang-undang No. 22 Tahun
1999 tentang Otonomi Daerah, kewenangan daerah
mempunyai otonomi untuk mengatur dan mengurus
masyarakat setempat. Perubahan sistem tersebut akan
berimplikasi bagi pelaku UKM, yakni melalui
pemberlakuan berbagai pungutan baru yang
dikenakan oleh daerah terhadapnya. Apabila situasi
ini tidak dibenahi dengan segera, maka sistem yang
ada tersebut hanya akan menyebabkan terjadinya
penurunan daya saing UKM yang memang sejak
awal tidak berada di posisi yang lebih kompetitif jika
diperbandingkan dengan usaha berskala besar. Selain
itu, semangat kedaerahan yang terlampau tinggi juga
terkadang hanya akan membangun suatu atmosfer
yang mengurangi ketertarikan pengusaha dari luar
daerah tersebut untuk mengembangkan usahanya di
daerah yang dimaksud.
-
16
Ada 5 (lima) poin penting untuk dibahas dalam
buku ini yaitu (1) Bagaimana konsep IKM di Indonesia
(2) Peran IKM dalam penyerapan tenaga kerja (3) Model
dan disain posisi tawar dan desain indutri kecil dan
menengah (4) kebijakan pemerintah terhadap indusri
kecil dan menengah, birokrasi pemerintah dalam bentuk
kebijakan untuk mengatasi dampak eksternal IKM yang
berada di kawasan perbatasan Indonesia-Malaysia dan
bentuk strategi untuk memperbaiki produktivitas dan
kinerja Industri Kecil Menengah (IKM) yang berada di
kawasan perbatasan Indonesia-Malaysia yang masih
rendah sehingga mampu bersaing di pasar ASEAN (5)
posisi tawar dan daya saing IKM di kancah era
globalisasi ekonomi. Hal tersebut didasari oleh berbagai
hasil penelitian di daerah yang berbatasan langsung
dengan negara-negara yang tergabung dengan Kelompok
Kerjasama Regional MEA: (1) Kalimantan Barat
(Pontianak, Singkawang, Sambas) (2) Sumatera Utara
(Medan, Tanjung Balai Asahan). Ruang lingkup
penelitian tersebut dilakukan untuk mendapatkan
masukan posisi tawar hasil industri pengolahan dipasar
lokal maupun ekspor relatif lemah dan mencari
-
17
penyebab-penyebab yang sensitif terhadap perubahan
nilai tawar produk produksi dalam negeri yang terus
melemah dan dikhawatirkan akan tergilas oleh produk
sejenis yang berasal dari negara-negara kawasan MEA
lainnya.
-
18
BAB II
INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH (IKM)
Industri Kecil dan Menengah (IKM) merupakan
suatu sektor yang terdiri dari berbagai usaha berskala
kecil dan menengah yang berperan strategis dalam
perekonomian Indonesia karena abilitasnya dalam
menyediakan lapangan kerja yang menjadikannya
sebagai sumber penghasilan primer dan sekunder bagi
sebagian rumah tangga di negara tersebut. Selain itu,
IKM juga mengambil peran dalam pertumbuhan
perekonomian daerah dan ekspor sektor nonmigas, serta
turut mendukung operasional dari berbagai perusahaan
besar melalui komponen dan suku cadang yang
diproduksinya bagi perusahaan-perusahaan besar
tersebut yang relevan.
Sebagai infrastruktur dalam pembangunan
perekonomian nasional, IKM diyakini harus mampu
untuk bersaing dan bertahan hidup. Salah satu cara yang
bisa dilakukan untuk meningkatkan daya saing IKM
ialah dengan meningkatkan produktivitas dan kinerjanya.
Dalam kaitannya dengan hal tersebut, IKM itu sendiri
-
19
sudah umum diketahui bahwa banyak mengandalkan
peranan SDM-nya dalam proses produksi. Hal tersebut
menuntut IKM untuk senantiasa menerapkan prinsip
ergonomi agar interaksi yang dilakukan oleh SDM yang
diandalkan IKM tersebut bisa selaras dengan sistem
kerja yang diterapkan dalam IKM yang dimaksud dan
kegiatan kerja yang ditugaskan untuk dilakukan oleh
SDM yang bersangkutan. Menurut Manuaba (1997),
penerapan ergonomi itu sendiri dalam setiap aktivitas
yang dilakukan pada suatu industri dinilai sebagai suatu
investasi. Ergonomi tersebut diharapkan bisa
menciptakan suatu sistem kerja yang ENASE, yakni
Efektif, Nyaman, Aman, Sehat, dan Efisien.
Sebelum ergonomi dibahas lebih jauh, perlu
dibahas terlebih dahulu konsep dan karateristik IKM,
serta bagaimana perannya dalam penyerapan tenaga
kerja.
2.1. KONSEP IKM
Sektor industri dan perdagangan merupakan suatu
sektor yang penting dalam suatu negara karena tidak
hanya berperan sebagai penggerak roda perekonomian
-
20
nasional semata, tetapi juga sebagai sumber penghidupan
dan pembangunan masyarakat. Strategi yang
dikembangkan dalam suatu industri juga biasanya
cenderung menonjolkan aspek ekonomi dengan tanpa
mempermasalahkan apakah industri yang bersangkutan
tersebut mengimpor bahan baku, barang modal ataupun
jasa.
Di antara banyaknya jenis industri, ada satu indusri
yang memiliki ketahanan yang tinggi terhadap krisis
ekonomi, yakni Industri Kecil dan Menengah (IKM).
Hal tersebut dibuktikan oleh fakta bahwa IKM mampu
untuk bertahan dari krisis di tahun 1998 tidak seperti
halnya usaha besar yang cenderung terpuruk akibat krisis
tersebut. Bahkan, banyaknya IKM pasca krisis tersebut
justru semakin bertambah karena orang yang di-PHK
dari sektor formal pada masa krisis tersebut banyak yang
beralih untuk membuka usaha kecil yang terspesialisasi
dalam memproduksi jasa ataupun barang konsumsi yang
dibutuhkan masyarakat. Tingginya daya tahan IKM
terhadap krisis itu sendiri di antaranya disebabkan oleh
hal-hal berikut.
-
21
1. IKM cenderung menawarkan jasa dan barang
konsumsi yang memiliki elastisitas permintaan yang
rendah terhadap pendapatan, sehingga penurunan
pendapatan sekalipun relatif tidak berpengaruh
terhadap permintaan pasar atas jasa dan barang yang
dimaksud.
2. IKM cenderung menggunakan modal pribadi
pemiliknya daripada modal dari perbankan ataupun
bentuk lembaga keuangan lainnya, sehingga
keterpurukan sektor perbankan dan kenaikan suku
bunga saat krisis relatif tidak berpengaruh
terhadapnya.
3. IKM biasanya menspesialisasikan produknya secara
ketat, yakni hanya memproduksi barang ataupun jasa
tertentu, sehingga memberikan peluang kepada lebih
banyak orang untuk membuka usaha berskala kecil
lainnya yang memproduksi produk lain yang
berbeda.
Dalam menghadapi persaingan global, setiap
negara hanya dihadapkan pada satu pilihan, yakni
peningkatan daya saing nasional. Agar bisa mewujudkan
-
22
tuntutan tersebut dalam upaya menciptakan
pembangunan nasional yang berkelanjutan, setiap negara
membutuhkan arah kebijakan pembangunan nasional
menggunakan paradigma yang baru.
2.1.1 Industri
Pada umumnya, industri dapat dimaknai secara
sempit dan luas. Dalam arti sempit, industri ialah
sekelompok perusahaan yang menghasilkan produk yang
sejenis dan/atau mempergunakan bahan baku yang
sejenis pula dalam proses produksinya. Dalam arti luas,
industri ialah sekumpulan perusahaan yang
menghasilkan produk dengan elastisitas permintaan
silang yang tinggi.
Menurut Sudharman (1990), industri merupakan
sekumpulan perusahaan yang memproduksi produk yang
sejenis. Adapun hasil Simposium Hukum Perindustrian
mendefinisikan industri sebagai serangkaian usaha yang
mencakup kegiatan pengolahan, pengerjaan,
pengubahan, dan perbaikan bahan baku ataupun barang
jadi agar bertransformasi menjadi lebih berguna dan
bermanfaat bagi masyarakat.
-
23
Winardi (1998:181) mengartikan industri sebagai
suatu usaha produktif yang utamanya bergerak di bidang
produksi barang ataupun jasa tertentu, seperti
transportasi atau perkembangan yang relatif
mempergunakan modal ataupun tenaga kerja dalam
jumlah besar.
Di lain sisi, Teguh S. Pambudi mendefinisikan
industri sebagai sekelompok perusahaan yang
menghasilkan produk yang bisa saling menggantikan
produk satu sama lainnya. Adapun menurut Hinsa
Sahaan, industri itu sendiri ialah bagian dari suatu proses
pengolahan bahan mentah menjadi barang jadi yang
bernilai lebih dalam memenuhi kebutuhan masyarakat.
Oleh Hasibuan (2000), definisi industri dibedakan
ke dalam dua lingkup, yakni makro dan mikro. Dari segi
mikro, industri diartikan sebagai sekumpulan perusahaan
yang menghasilkan barang yang homogen ataupun yang
memiliki karakteristik yang dapat saling menggantikan
satu sama lainnya. Dari segi makronya, yakni terkait
pembentukan pendapatan, industri didefinisikan sebagai
kegiatan ekonomi untuk menciptakan suatu nilai tambah.
Dari kedua segi definisi tersebut, batasan industri secara
-
24
mikro ialah sekumpulan perusahaan yang menghasilkan
barang, sedangkan secara makronya ialah kegiatan untuk
menghasilkan pendapatan.
Berdasarkan Pasal 1 Ayat 2 UU Perindustrian,
yakni UU No. 3/2014 tentang Perindustrian, industri
ialah seluruh bentuk kegiatan ekonomi yang mengolah
bahan baku dan/atau memanfaatkan sumber daya
industri sehingga menghasilkan barang yang mempunyai
nilai tambah atau atau manfaat lebih tinggi, termasuk
jasa industri.
Berbeda dengan definisi lainnya yang telah
diuraikan sebelumnya, Sadono Sukirno (2002)
mengartikan industri sebagai suatu sektor yang berperan
penting dalam pembangunan perekonomian Indonesia.
Pengelolaan yang dilakukan secara tepat terhadap sektor
ini akan mendorong terjadinya peningkatan ekspor atas
produk lokal dan pendapatan masyarakat lokal terkait,
serta penyerapan dan pemerataan tenaga kerja. Sektor
industri diyakini mampu memimpin sektor lainnya
dalam memajukan perekonomian nasional, sehingga
wajar jika dinilai berandil besar dalam pertumbuhan
ekonomi.
-
25
2.1.2 Pengelompokan industri
Pengklasifikasian industri itu sendiri memiliki
kriteria yang sangat bervariasi di Indonesia. Dalam hal
ini, ada tiga kriteria berbeda yang ditetapkan oleh
lembaga yang berbeda pula, yakni Biro Pusat Statistik
(BPS), Kementerian Perindustrian, dan Bank Indonesia.
Definisi IKM yang ditetapkan oleh ketiga lembaga
tersebut di antaranya meliputi dua aspek, yakni nilai
investasi awal (jumlah aset) dan jumlah tenaga kerja.
a. Menurut BPS
Berdasarkan jumlah tenaga kerja yang bekerja,
industri dikelompokkan menjadi empat kelompok
yaitu:
1) Industri besar ialah industri yang memiliki ≥100
orang pekerja.
2) Industri sedang ialah industri yang memiliki 20-
99 orang pekerja.
3) Industri kecil ialah industri yang memiliki 5-19
orang pekerja
4) Industri kerajinan atau rumah tangga ialah
industri yang memiliki < 5 orang pekerja.
-
26
b. Menurut Departemen Perindustrian Indonesia
(Arsyad, 2001)
1) Industri besar
Industri besar terdiri dari industri mesin dan
industri logam dasar (IMLD) serta industri kimia
dasar (IKD). Kelompok IMLD terdiri dari
industri elektronika, mesin, pertanian, kereta api,
dan lain-lain. Adapun kelompok IKD terdiri dari
industri karet alam, industri pengolahan kayu,
industri petisida, dan sebagainya. Industri besar
tersebut bertujuan utama untuk meningkatkan
pertumbuhan ekonomi.
2) Industri Kecil
Industri kecil terdiri dari kelompok industri
pangan dan sandang, industri kimia dan industri
bangunan, serta industri galian logam dan bukan
logam. Fungsi dari industri kecil ini adalah
menyerap tenaga kerja dan meningkatkan value
added suatu produk.
3) Industri Hilir
Industri hilir terdiri dari kelompok aneka industri
seperti, industri pengolahan sumber daya hutan,
-
27
industri pengolahan hasil pertambangan, dan
lain-lain.
c. Menurut Eksistensi Dinamis
Klasifikasi industri berdasarkan eksistensi
dinamisnya digolongkan menjadi tiga (Shaleh,1986),
antara lain:
1) Industri lokal
Pada umumnya hidup industri ini
berketergantungan dengan pasar setempat yang
jangkauannya sangat terbatas. Skala usaha pada
kelompok industri ini sangatlah kecil sehingga
lebih bersifat subsisten. Dalam pemasarannya
kelompok industri ini sangat terbatas karena
hanya menggunakan sarana transportasi masih
sederhana. Peran pedagang perantara hampir
tidak ada karena pemasarannya dapat ditangani
sendiri.
2) Industri Sentra
Industri sentra adalah industri yang skala
usahanya kecil tetapi industri ini mengelompok
pada satu kawasan tertentu. Pada umumnya
industri sentra memproduksi barang yang sejenis.
-
28
Dalam aspek pemasarannya, industri ini lebih
luas daripada industri lokal, sehingga distributor
memiliki peranan yang cukup penting.
3) Industri Mandiri
Industri mandiri masih tergolong dalam industri
kecil namun yang menjadi pembedanya adalah
kemampuan industri ini dalam mengadopsi
teknologi produksi yang lebih canggih.
Pemasaran industri ini relatif tidak bergantung
pada distributor.
Menurut KADIN dan Asosiasi serta Himpunan
Pengusaha Kecil, juga berdasarkan kriteria yang
ditetapkan Bank Indonesia, usaha yang dikategorikan
sebagai usaha kecil di antaranya ialah sebagai berikut.
a. Usaha perdagangan
Usaha ini mencakup keagenan, pengecer,
ekspor/impor dan lain - lain dengan modal aktif
perusahaan (MAP) < Rp150 juta per tahun dan
capital turn over (CTO) atau perputaran modal <
Rp600 ribu.
-
29
b. Usaha Pertanian
Usaha ini mencakup pertanian, perkebunan,
perikanan darat dan laut, peternakan dan usaha
lainnya yang ada di lingkup kendali Departemen
Pertanian dengan ketentuan MAP dan CTO yang
sama dengan kriteria pada usaha perdagangan.
c. Usaha industri
Usaha ini mencakup industri logam dan kimia,
makanan dan minuman, tambang dan bahan
galian, serta aneka industri kecil lainnya dengan
batas MAP yang mencapai Rp250 juta dan CTO
yang mencapai Rp1 milyar.
d. Usaha jasa
Usaha ini mencakup berbagai usaha yang
memperdagangkan jasa dengan batas MAP dan
CTO sebagaimana usaha perdagangan dan
pertanian di atas.
e. Usaha jasa kontruksi
Usaha ini mencakup kontraktor bangunan,
jembatan pengairan dan sebagainya yang
berkaitan dengan konstruksi bangunan dengan
batas MAP dan CTO sebagaimana usaha industri.
-
30
2.1.3 Industri Kecil
Secara mikro, industri kecil ialah sekelompok
perusahaan berskala kecil yang menghasilkan produk
yang homogen ataupun yang bisa saling menggantikan
produk lainnya. Ada begitu banyak pengertian industri
kecil saat ini, karena masing-masing lembaga atau
departemen mendefinisikan pada kriteria yang saling
berbeda.
Menurut Mintzberg (Jannah, 2004:1), industri kecil
atau small scale industry memiliki banyak terjemahan.)
mendefinisikan sektor usaha kecil sebagai organisasi
yang mempunyai entreprenerial organization dengan
karakteristik yang antara lain mencakup struktur
organisasi yang sederhana, karakter khas elaborasi,
hierarki manajer yang kecil, aktivitas formal dan proses
perencanaan yang sedikit, pelatihan SDM yang jarang,
aset yang sulit dipisahkan dengan aset pribadi
pemiliknya, serta sistem akutansi yang kurang baik atau
bahkan tidak ada sama sekali.
Pendefinisian dan pengkriteriaan industri kecil di
Indonesia masih berbeda antara satu institusi dengan
institusi lain. Misalnya, Deperindag membatasi kriteria
-
31
industri kecil pada investasi perusahaan hingga Rp200
juta (tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha
dan harus milik WNI), sementara BPS mempergunakan
kriteria pekerja antara 1 sampai 19 orang. Kriteria
tersebut pun kemudian digolongkan ke dalam dua sub
kategori, yakni: (1) industri rumah tangga dengan 1-4
orang pekerja, dan (2) pabrik kecil dengan 5-19 orang
pekerja. ( Thoha dalam Jannah, 2004:2).
Berdasarkan Permen Perindustrian RI No. 64/M-
IND/PER/7/2016, industri kecil ialah industri yang
mempekerjakan maksimal 19 orang tenaga kerja dan
mempunyai nilai investasi < Rp 1 milyar tidak termasuk
tanah dan bangunan tempat usaha yang lokasinya
menjadi satu dengan lokasi tempat tinggal pemilik usaha.
Barney dalam Jannah (2004:5) menuliskan bahwa
government policy as a barrier to entry. Hal ini
disebabkan kebijakan yang dibut oleh pemerintah dapat
menyebabkan semakin maju atau semakin mundurnya
berbagai bidang, termasuk bidang industri ketika sebuah
regulasi dibuat untuk menghambat pengusaha kecil lain
untuk masuk, maka kemungkinan yang terjadi adalah
monopoli. Ketika keikutsertakan semua pihak
-
32
dibebaskan, maka akan terjadi persaingan yang sehat.
Namun demikian, hal ini tetap harus diatur pemerintah
untuk mengawasi dan mengatur jalannya perekonomian
yang ada terutama pembinaan sektor kecil.
Beberapa pengertian mengenai industri kecil
diuraikan sebagai berikut.
a. Menurut Departemen Perindustrian
Berdasarkan Permen Perindustrian, dijelaskan
beberapa definisi yang berhubungan dengan UKM,
yakni sebagai berikut.
1) Perusahaan Industri Kecil (IK) ialah perusahaan
yang bergerak di bidang industri dengan nilai
investasi maksimal Rp200 juta, tidak termasuk
tanah dan bangunan usaha.
2) Perusahaan Industri Menengah (IM) ialah
perusahaan yang bergerak di bidang industri
dengan nilai investasi antara Rp200 juta - Rp10
milyar, tidak termasuk tanah dan bangunan
tempat usaha.
3) Industri kecil dan Menengah (IKM) ialah
perusahaan industri yang terdiri dari industri
kecil (IK) dan industri menengah (IM).
-
33
b. Menurut Departemen Perdagangan
Departemen perdagangan dalam mendefinisikan
industri kecil lebih menitikberatkan pada aspek
permodalan, yaitu industri dengan modal kurang dari
Rp. 25.000.000 (Mudrajad Kuncoro, 2000:310).
c. Menurut Kementerian Koperasi dan UKM
Sebagaimana yang dikutip oleh Kuncoro (2000:310),
definisi yang ditetapkan Kementerian Koperasi dan
UKM berkaitan dengan UKM itu sendiri ialah
sebagai berikut.
1) Usaha mikro ialah suatu usaha dengan aset di
luar tanah dan bangunan < Rp 200 juta dan omzet
< Rp1 milyar per tahun.
2) Usaha menengah ialah suatu usaha dengan aset >
Rp200 juta dan omzet antara Rp1 milyar - Rp10
milyar per tahun.
d. Definisi usaha kecil yang dikemukakan oleh Tohar
(1999:2) dari berbagai aspek diuraikan sebagai
berikut
a. Berdasarkan asetnya, pengusaha kecil ialah
pengusaha dengan kekayaan bersih maksimal
-
34
Rp200 juta, tidak termasuk tanah dan bangunan
tempat membuka usaha.
b. Berdasarkan penjualannya, pengusaha kecil ialah
pengusaha dengan penjualan bersih maksimal
Rp1 milyar per tahun.
c. Berdasarkan status kepemilikannya, pengusaha
kecil ialah usaha perseorangan yang dapat
berbadan hukum ataupun tidak, termasuk
koperasi.
Industri kecil harus diperhatikan sedemikian rupa
karena tidak hanya berperan sebagai sumber pendapatan
bagi sebagian masyarakat, tetapi juga berperan sebagai
kunci pengentasan kemiskinan. Dalam hal ini, industri
kecil mampu menambah penghasilan suatu keluarga
yang dalam kondisi krisis difungsikan dalam untuk
mempertahankan hidup keluarga tersebut.
Pengembangan industri kecil itu sendiri pada dasarnya
sangat bergantung pada peran entrepreneur yang terkait.
-
35
2.1.4 Karakteristik Industri Kecil
Awalnya, suatu industri kecil umumnya berbentuk
home industry, dimana satu tempat yang sama
difungsikan sebagai tempat tinggal dan kerja sekaligus.
Dalam praktiknya, seluruh pekerjaan yang diinstruksikan
pimpinan, termasuk produksi dan penjualan akan
dijalankan oleh anggota dari keluarga yang
bersangkutan. Modal produksi dalam home industry
tersebut juga seringkali tercampur dengan uang rumah
tangga yang bersangkutan yang semestinya
dipergunakan untuk membiayai keperluan harian dari
keluarga terkait, sehingga laba dan rugi menjadi sulit
untuk dibedakan.
Menurut Kuncoro (2000), suatu industri kecil
umumnya mempunyai karakteristik serupa, yakni
sebagai berikut.
a. Tidak memiliki pembagian tugas yang jelas di antara
bidang administrasi, pemilik dan pengelola industri,
serta memanfaatkan tenaga kerja dari keluarga dan
teman dekatnya.
b. Mempunyai akses yang rendah terhadap lembaga
kredit formal, sehingga sebagian besar industri kecil
-
36
menggantungkan pembiayaan usahanya dari modal
sendiri atau bahkan sumber lain–lain seperti
keluarga, kerabat, pedagang perantara, bahkan
rentenir.
c. Kebanyakan industri kecil belum berstatus badan
hukum. Berdasarkan data BPS (1994), dari 124.990
industri kecil, 90,6% di antaranya merupakan
perusahaan perseorangan yang tidak mempunyai akta
notaris, 4,7% di antaranya merupakan usaha
perseorangan yang mempunyai akta notaris, dan
hanya 1,7% sajalah yang sudah berbadan hukum.
Berdasarkan temuan AKATIGA, The Center for
Micro and Small Enterprise Dynamic (CEMSED), dan
The Center for Economic and Social Studies (CESS) di
tahun 2000, karakteristik IKM di Indonesia di antaranya
ialah berdaya tahan hidup dan berkemampuan untuk
meningkatkan kinerjanya selama berlangsungnya krisis
ekonomi. Hal tersebut diakibatkan oleh tingginya
fleksibilitas IKM dalam menyesuaikan proses
produksinya, mengembangkan modalnya sendiri, dan
-
37
mengembalikan pinjaman, serta untuk tidak melibatkan
dirinya dalam birokrasi.
Di Indonesia, Usaha Kecil dan Menengah (UKM)
itu sendiri berperan penting dalam menopang dan
menggerakkan perekonomian, yakni dalam menyediakan
lapangan kerja di luar sektor formal, berkontribusi dalam
Produk Domestik Bruto (PDB), dan menghasilkan
devisa negara dari kegiatan ekspor atas berbagai produk
lokal. Dalam hal serapan tenaga kerja, 99,5 % tenaga
kerja Indonesia terbukti bekerja pada UKM (Kurniawan,
2008). Pentingnya peranan UKM tersebut disadari oleh
pemerintah dan mendorongnya untuk menjadikan UKM
sebagai salah satu fokus pembangunan yang di antaranya
dituangkan dalam kebijakan berupa UU dan PP.
Kemampuan IKM itu sendiri untuk menjangkau
pasar internasional, meningkatkan ekspor, dan bersaing
dengan produk impor di pasar domestik pada dasarnya
ditentukan oleh keunggulan komparatif dan
kompetitifnya. Dalam hal ini, IKM diharapkan tidak
hanya didukung oleh keunggulan komparatif yang
diperkuat oleh proteksi ataupun bantuan pemerintah,
tetapi juga ditunjang oleh keunggulan kompetitif yang
-
38
dimilikinya sendiri agar bisa unggul dalam kompetisi
global (Tambunan, 2002:7).
Menurut Tambunan yang dikutip oleh Partomo
(2004), ada subkelompok UKM yang mempunyai
entrepreneurship, tetapi ada juga yang tidak
menunjukkan karakteristik tersebut. Dengan kriteria
entrepreneurship tersebut, UKM bisa dibagi ke dalam
empat bagian berikut.
1. Livelihood Activities
UKM yang masuk kategori ini pada umumnya
bertujuan mencari kesempatan kerja untuk mencari
nafkah. Para pelaku dikelompok ini tidak memiliki
jiwa entrepreneurship. Kelompok ini disebut sebagai
sektor informal. Di Indonesia, jumlah UKM kategori
ini adalah yang terbesar.
2. Micro enterprise
UKM ini lebih bersifat “artisan” (pengrajin) dan
tidak bersifat entrepreneurship (kewiraswastaan).
Jumlah UKM ini di Indonesia juga relatif besar.
3. Small Dynamic Enterprises
UKM ini yang sering memiliki jiwa
entrepreneurship. Banyak pengusaha skala
-
39
menengah dan besar yang tadinya berasal dari
kategori ini. Kelompok UKM ini biasanya sudah
mampu menerima ekspor dan subkontrak. Apabila
dibina dengan baik, maka UKM dari kategori ini bisa
masuk ke dalam kategori empat. Banyaknya
kelompok UKM ini sendiri lebih kecil daripada
UKM berkategori satu dan dua.
4. Fast Moving Enterprises
UKM ini merupakan UKM tulen yang berjiwa
entrepreneurship sejati yang nantinya akan
memunculkan usaha berskala menengah dan besar.
Banyaknya UKM dalam kelompok ini juga lebih
sedikit daripada UKM pada kategori satu dan dua.
Dari segi efektivitas pembinaan, pemerintah
disarankan untuk berfokus pada UKM di kategori tiga
dan empat karena kemampuannya dalam menyerap
materi training. Pembinaan terhadap UKM di kedua
kategori tersebut pada dasarnya bertujuan untuk
mengembangkannya menjadi usaha berskala menengah.
Dalam membina UKM itu sendiri, dua faktor internal
yang perlu diperhatikan, yakni SDM dan manajemen.
-
40
Faktor SDM itu sendiri mencakup kemampuan untuk
meningkatkan kualitas SDM berdasarkan upaya sendiri
ataupun ajakan pihak luar, etos kerja, dan naluri bisnis.
Adapun faktor manajemen pada dasarnya mencakup
aspek berpikir, bertindak, dan kontrol.
Menurut Suryana (2001:85), usaha kecil
mempunyai keunggulan dan kelemahannya tersendiri.
Keunggulan usaha kecil itu sendiri, di antaranya ialah
sebagai berikut
a. Berkebebasan untuk bertindak
Bila ada perubahan misalnya perubahan produk baru,
teknologi baru dan perubahan mesin baru, usaha
kecil bisa bertindak dengan cepat untuk
menyesuaikan dengan keadaan yang berubah
tersebut. Sedangkan pada perusahaan besar, tindakan
tersebut sudah dilakukan.
b. Fleksibel
Perusahaan kecil dapat menyesuaikan dengan
kebutuhan setempat. Bahan baku,tenaga kerja dan
pemasaran produk usaha kecil pada umumnya
menggunakan sumber-sumber setempat yang bersifat
lokal.
-
41
c. Tidak mudah goyah
Dikarenakan kebanyakan bahan baku dan sumber
dayanya bersifat lokal, perusahaan kecil cenderung
tidak peka terhadap fluktuasi bahan baku impor yang
di antaranya disebabkan oleh fluktuasi kurs.
Kelemahan dari usaha kecil itu sendiri bisa dapat
diklasifikasikan sebagai berikut.
a. Kelemahan struktural, yang mencakup kelemahan
manajemen dan organisasi, kelemahan
dalam pengendalian mutu, kelemahan dalam
mengadopsi dan penguasaan teknologi, kesulitan
untuk mencari permodalan, tenaga kerja yang masih
lokal, dan terbatasnya akses pasar.
b. Kelemahan kultural, yakni kelemahan yang nantinya
akan menimbulkan kelemahan struktural. Kelemahan
ini mencakup kurangnya akses informasi dan
lemahnya berbagai persyaratan lain guna
memperoleh akses permodalan, pemasaran dan
bahan baku seperti informasi peluang dan cara
memasarkan produk, informasi untuk mendapatkan
bahan baku murah dan mudah didapat, informasi
-
42
untuk memperoleh fasilitas dan bantuan
pengusaha besar dalam menjalin kemitraan untuk
mendapatkan bantuan modal dan pemasaran,
informasi mengenai cara pengembangan rancangan,
kualitas, dan kemasan produk, serta informasi yang
ditujukan untuk menambah sumber modal dengan
syarat yang terjangkau.
Adapun keunggulan usaha kecil menurut Subanar
(2001:6) diuraikan sebagai berikut.
a. Pemilik memiliki peran yang sekaligus merangkap
sebagai manajer yang bekerja sendiri dan memiliki
gaya manajemen sendiri, serta merangkap semua
fungsi manajerial seperti marketing, finance, dan
administrasi.
b. Mampu menciptakan lapangan pekerjaan, produk,
dan inovasi yang baru terhadap sumber daya.
c. Risiko usaha dibebankan kepada pemilik.
d. Mempunyai prosedur hukum yang sederhana.
e. Paling cocok untuk mengelola produk ataupun
proyek rintisan yang benar-benar baru, sehingga
jumlah pesaingnya hanyalah sedikit.
-
43
Adapun kelemahan dari usaha kecil itu sendiri
mencakup hal-hal berikut.
a. Kurangnya akses terhadap informasi bisnis, sehingga
relatif hanya berpedoman pada intuisi dan
ambisi pengelolanya saja yang pada akhirnya
membuat kemampuan usaha tersebut dalam
berpromosi menjadi rendah.
b. Tidak proporsionalnya pembagian kerja, sehingga
seringkali menyebabkan pengelola kelimpahan
pekerjaan yang terlampau banyak ataupun karyawan
menjadi dituntut untuk bekerja melebihi standar jam
kerjanya.
c. Risiko utang turut dibebankan kepada kekayaan
pribadi pemiliknya.
d. Pengembangan usahanya sangat bergantung pada
pemiliknya yang sewaktu-waktu bisa saja
berhalangan sakit ataupun meninggal.
2.1.5 Industri Menengah
Pemerintah Indonesia pada tahun 1998
mengeluarkan Inpres No.10 yang menjelaskan tentang
apa itu sebenarnya usaha menengah. Dalam inpres ini
-
44
dijelaskan bahwa usaha menengah ialah sebuah usaha
produktif dengan kekayaan usaha bersih sekitar Rp200
juta - Rp10 milyar. Jumlah kekayaan tersebut berada
diluar nilai tanah serta bangunan tempat usaha didirikan.
Berdasarkan Permen Perindustrian RI Nomor
64/M-IND/PER/7/2016, industri menengah merupakan
industri yang mempekerjakan maksimal 19 orang
pekerja dan mempunyai nilai investasi minimal Rp1
milyar. Dalam Permen yang sama, industri menengah
juga bisa didefinisikan sebagai industri yang
mempekerjakan minimal 20 orang pekerja dan
mempunyai nilai investasi maksimal Rp15 milyar.
Ciri-ciri usaha menengah sebenarnya tidaklah
jauh berbeda dengan ciri-ciri usaha besar atau usaha
kecil. Namun walaupun seperti itu, berikut ciri-ciri usaha
menengah yang bisa anda jadikan acuan untuk mengenal
lebih jauh apa sebenarnya usaha menengah itu:
a. Mempunyai Manajemen dan Struktur Organisasi
yang Lebih Baik
Tidak sulit mencari perbedaan perusahaan kecil,
menengah, dan besar. Salah satunya adalah dari sisi
manajemen dan struktur organisasi yang dimilikinya.
https://dosenekonomi.com/bisnis/peluang-bisnis/ciri-ciri-usaha-besarhttps://dosenekonomi.com/bisnis/peluang-bisnis/perbedaan-perusahaan-kecil-menengah-dan-besarhttps://dosenekonomi.com/bisnis/peluang-bisnis/perbedaan-perusahaan-kecil-menengah-dan-besar
-
45
Ciri-ciri usaha menengah yang pertama adalah sudah
memilikinya sistem manajemen yang lebih baik jika
dibandingkan usaha kecil yang segalanya masih
dikerjakan seorang diri. Selain itu, struktur organisasi
pada usaha menengah juga mulai kompleks karena
usaha menengah merupakan jenis usaha yang sedang
berkembang sehingga kebutuhan akan pelaporan
administrasi serta urusan yang lainnya sedang
mengalami peningkatan kerja.
b. Lebih Tersistem
Selain manajemen yang lebih baik, ciri-ciri usaha
menengah selanjutnya adalah sistem yang lebih baik
dan teratur. Usaha kecil termasuk jenis usaha
merintis karena segalanya masih dapat dilakukan
seorang diri bahkan sistem yang dimilikinya hanya
mengenai dirinya sendiri. Berbeda dengan jenis
usaha menengah dimana sistem yang dibangun sudah
mulai difungsikan untuk mengatur cara kerja orang
lain didalam membangun usahanya.
c. Memiliki Pembagian Tugas untuk Para Karyawannya
Menyangkut pada poin pertama tentang organisasi
yang mulai kompleks dan melibatkan banyak orang,
-
46
ciri-ciri usaha menengah selanjutnya adalah mulai
berlakunya pembagian tugas. Pembagian tugas
adalah hal yang sangat penting karena dengan begitu
seluruh aspek bagian usaha dapat dikerjakan secara
fokus dan berkelanjutan dan menjadikan usaha dapat
berjalan lebih maksimal. Pembagian tugas ini adalah
salah satu fungsi manajemen menurut para
ahli karena jika usaha dapat berjalan maksimal,
perkembangan usaha menjadi lebih besar akan
semakin cepat terjadi.
d. Pelaporan Mulai Rumit
Jika pada usaha kecil pelaporan administasi hanya
sebatas barang keluar atau barang masuk dan daftar
orang yang berhutang, pelaporan pada usaha
menengah mulai rumit. Seperti disinggung diatas,
usaha menengah merupakan jenis usaha yang sedang
berkembang dan sedang mengarah menjadi usaha
besar. Untuk itulah pelaporan administrasi mereka
mulai rumit karena pelaporan yang mereka miliki
tidak lagi sebatas barang keluar atau barang masuk.
Pelaporan administrasi mereka mulai meluas menjadi
berbagai jenis pelaporan seperti tentang daftar asset
http://dosenekonomi.com/ilmu-ekonomi/manajemen/fungsi-manajemen-menurut-para-ahlihttp://dosenekonomi.com/ilmu-ekonomi/manajemen/fungsi-manajemen-menurut-para-ahli
-
47
yang dimiliki, daftar investor, bahkan daftar hutang
serta jenis-jenis pelaporan akuntansi lainnya.
Pelaporan ini wajib dimiliki oleh usaha menengah
karena dengan adanya pelaporan ini, proses audit
akan dengan mudah dilaksanakan. Bahkan, laporan
keuangan yang rumit ini menjadi salah satu syarat
pertimbangan bagi para investor untuk berinvetasi
pada usaha tersebut. Pentingnya pelaporan ini karena
tidak lengkapnya pelaporan termasuk faktor
kegagalan wirausaha yang paling sering ditemui.
Karena dari pelaporan inilah anda akan mengetahui
apakah perusahaan tersebut sehat atau tidak.
e. Adanya Asuransi Kesehatan, Pensiunan, Ataupun
Tunjangan Hari Raya
Salah satu fokus utama usaha menengah adalah fokus
dalam mengembangkan usahanya. Oleh karena itu,
demi menjaga kualitas produk atau jasa yang
dimilikinya, sumber daya manusia yang mereka
miliki harus mendapatkan perlindungan dan jaminan.
Perlindungan yang dimaksud bisa berupa asuransi
dalam keselamatan kerja, jaminan hari tua atau dana
Pensiunan, ataupun Tunjangan Hari Raya.
http://dosenekonomi.com/bisnis/tips-bisnis/faktor-kegagalan-wirausahahttp://dosenekonomi.com/bisnis/tips-bisnis/faktor-kegagalan-wirausaha
-
48
f. Memenuhi Syarat Legalitas
Usaha kecil adalah jenis usaha yang tidak
memerlukan legalitas yang berbelit. Karena biasanya
usaha kecil berdiri hanya berdasarkan sepengtahuan
RT/RW setempat usaha mereka beraktifitas. Namun
ketika usaha mulai berkembang menjadi usaha
menengah, segala persyaratan legalitas harus mereka
miliki. Hal ini menjadi salah satu syarat utama usaha
menengah dapat berjalan karena legalitas
menyangkut izin aktifitas, izin produksi, izin tempat,
ataupun legalitas lainnya seperti kewajiban untuk
membayar pajak. Pemenuhan legalitas ini adalah
salah satu cara mengatasi kegagalan dalam
berwirausaha yang sangat besar dampaknya. Karena
tanpa adanya legalitas ini, segala aktifitas dapat
dihentikan karena terindikasi kegiatan illegal.
g. Memiliki Akses Sumber Pendanaan
Salah satu kendala utama sebuah usaha kecil
berkembang menjadi usaha besar adalah dari segi
modal. Namun permasalahan ini ternyata semakin
menemukan titik terang pemecahannya seiring usaha
tersebut berkembang. Salah satunya adalah
http://dosenekonomi.com/bisnis/tips-bisnis/cara-mengatasi-kegagalan-dalam-berwirausahahttp://dosenekonomi.com/bisnis/tips-bisnis/cara-mengatasi-kegagalan-dalam-berwirausaha
-
49
menemukan sumber-sumber pendanaan baru. Salah
satu cara mereka mendapatkan sumber-sumber
keuangan baru ini adalah dengan semakin meluasnya
pergaulan serta produk yang mereka miliki sehingga
mereka semakin dikenal oleh banyak orang. Dan jika
usaha yang mereka miliki memiliki kualitas produk
yang baik maka akan semakin besar pula suntikan
dana yang akan mereka dapatkan.
h. SDM Terdidik dan Terlatih
Dalam rangka memproduksi produk berkualitas
unggul, kualitas karyawan adalah satu hal yang harus
diperhatikan. Tanpa adanya karyawan yang
berkualitas sudah pasti produksi yang dihasilkan
akan biasa-biasa saja. Untuk menuju kearah sana,
pendidikan karyawan adalah hal yang harus
didahulukan. Karena dengan begitu, karyawan akan
tahu hal apa yang semestinya dikerjakan olehnya dan
hal apa yang tidak seharusnya dilakukan olehnya.
Pendidikan dan pelatihan tidak hanya tentang skill
atau kemampuan dalam bekerja tapi juga sikap dan
etos kerja dalam bekerja sama didalam sebuah tim.
-
50
i. Jumlah Tenaga Kerja
Ciri-ciri usaha menengah yang paling mudah
dikenali adalah jumlah karyawannya. Setiap jenis-
jenis badan usaha memiliki jumlah karyawan yang
berbeda-beda. Namun walaupun seperti itu, jumlah
karyawan dapat digolongkan menjadi tiga jenis.
Seperti misalnya usaha kecil yang memiliki jumlah
karyawan berkisar antara 2-20 orang, usaha
menengah 21-99 orang, dan usaha besar dengan
jumlah karyawan > 100 orang.
2.2. PERAN IKM DALAM PENYERAPAN
TENAGA KERJA
Jumlah IKM di Indonesia terbilang banyak
berdasarkan data BPS yang menunjukkan adanya
dominasi IKM dalam struktur industri nasional.
Berdasarkan fakta tersebut, pengembangan intensif dan
kontinu terhadap IKM diyakini mampu meningkatkan
perekonomian masyarakat. Keyakinan atas dampak
pengembangan IKM tersebut dilandasi oleh realitas IKM
itu sendiri sebagai industri yang berbasis masyarakat,
yakni yang di-manage langsung oleh masyarakat,
https://dosenekonomi.com/bisnis/jenis-jenis-badan-usahahttps://dosenekonomi.com/bisnis/jenis-jenis-badan-usaha
-
51
sehingga hasil dari IKM tersebut pun dinilai akan
langsung berdampak pada masyarakat yang
bersangkutan itu sendiri. Oleh sebab itulah,
pengembangan IKM yang baik di setiap daerah
dipercaya mampu meningkatkan perekonomian
masyarakat daerah tersebut, sehingga nantinya akan
meningkatkan pendapatan daerah tersebut secara
otomatis. Dalam konteks tersebut, Alfred Marshall juga
sudah melihat potensi klater industri yang mencakup
IKM itu sendiri dalam mendorong pertumbuhan
perekonomian suatu negara.
Berdasarkan data yang dicatat Kemenperin, setiap
tahunnya IKM senanatiasa meningkatkan value added di
dalam negeri secara signifikan. Hal tersebut bisa dilihat
dari capaiannya di tahun 2016 yang mencapai Rp520
triliun atau naik sebesar 18,3% dari tahun sebelumnya.
Terkait peran IKM dalam menyerap tenaga kerja lokal,
penambahan tenaga kerja di sektor IKM diestimasi
mencapai 400 ribu orang di tahun 2017. Jumah IKM itu
sendiri ditargetkan untuk naik di tahun 2017, yakni
sebesar 4,7% atau tepatnya sebanyak 182 ribu unit
-
52
menjadi 4,03 juta unit di tahun 2017 dari total 3,85 juta
unit di tahun 2016.2
Target IKM di atas diupayakan untuk diwujudkan
dengan jalan membangun kemitraan di antara IKM lokal
dan IKM dari Jepang, yang salah satunya dilakukan
dengan menggandeng Japan External Trade
Organization (Jetro). Selain berupaya mendorong
investasi perusahaan besar Jepang di Indonesia,
pemerintah juga turut mendorong agar IKM Jepang
bersedia untuk bermitra dengan IKM lokal. Pada intinya,
kerja sama tersebut dimaksudkan untuk memelihara
konsistensi peranan IKM dalam berkontribusi terhadap
perekonomian nasional.
Realitas IKM sebagai sektor perekonomian
nasional yang strategis tidak lagi dapat dipungkiri
dengan adanya fakta berupa data sebagaimana yang
diungkapkan dalam uraian sebelumnya. IKM juga
merupakan kelompok pelaku ekonomi terbesar dalam
perekonomian Indonesia yang terbukti mampu
mengamankan perekonomian nasional saat terjadinya
2 https://www.liputan6.com/bisnis/read/2896111/kemenperin-
targetkan-4-juta-industri-kecil-dan-menengah-pada-2017
-
53
krisis ekonomi, serta menjadi dinamisator bagi
pertumbuhan ekonomi itu sendiri pasca krisis tersebut.
Hal tersebut mencerminkan bahwa IKM benarlah
berperan besar dalam membangun bangsa ini, utamanya
dari segi ekonomi.
Tingginya daya tahan IKM terhadap krisis itu
sendiri di antaranya disebabkan oleh hal-hal berikut.
1. IKM cenderung menawarkan jasa dan barang
konsumsi yang memiliki elastisitas permintaan yang
rendah terhadap pendapatan, sehingga penurunan
pendapatan sekalipun relatif tidak berpengaruh
terhadap permintaan pasar atas jasa dan barang yang
dimaksud.
2. IKM cenderung menggunakan modal pribadi
pemiliknya daripada modal dari perbankan ataupun
bentuk lembaga keuangan lainnya, sehingga
keterpurukan sektor perbankan dan kenaikan suku
bunga saat krisis relatif tidak berpengaruh
terhadapnya.
3. IKM biasanya menspesialisasikan produknya secara
ketat, yakni hanya memproduksi barang ataupun jasa
tertentu, sehingga memberikan peluang kepada lebih
-
54
banyak orang untuk membuka usaha berskala kecil
lainnya yang memproduksi produk lain yang
berbeda.
Salah satu peran penting lainnya yang dipegang
oleh IKM ialah memperluas peluang kerja untuk
menyerap tenaga kerja. Perluasan peluang kerja itu
sendiri merupakan suatu upaya pengembangan sektor
yang ditujukan untuk menyerap tenaga kerja. Dalam
praktiknya, penyerapan tenaga kerja itu sendiri akan
dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti jumlah
penduduk dan angkatan kerja, pertumbuhan ekonomi,
produktivitas tenaga kerja, serta kebijakan pemerintah
yang relevan. Pada akhirnya, perluasan penyerapan
tenaga kerja dijalankan melalui pengembangan industri,
khususnya yang bersifat padat karya.
Potensi IKM dalam menyerap tenaga kerja
merupakan salah satu potensinya yang paling dominan.
Dalam hal ini, kemampuan IKM dalam menyerap tenaga
kerja secara merata ditunjang oleh bervariasinya jenis
IKM itu sendiri, jumlahnya yang banyak, dan
sebarannya yang merata di berbagai sektor ekonomi
-
55
(Partomo, 2004:13). Prabowo dalam Woyanti (2010)
mengemukakan bahwa jumlah unit usaha akan
berpengaruh positif terhadap permintaan tenaga kerja,
sehingga naiknya jumlah unit usaha IKM akan
berdampak pada naiknya jumlah permintaan terhadap
tenaga kerja. Dalam hal ini, peningkatan unit usaha di
sektor IKM akan secara otomatis menambah lapangan
kerja dan meningkatkan permintaan terhadap tenaga
kerja untuk selanjutnya ditempatkan pada lapangan kerja
yang baru tersebut. Hal ini mencerminkan bahwa
banyaknya jumlah unit usaha IKM akan selaras dengan
besarnya penyerapan tenaga kerja. Keterlibatan besar
IKM dengan angkatan kerja yang tercermin dalam
hubungannya dengan penyerapan tenaga kerja tersebut
pada akhirnya menunjukkan peranan penting yang
dipegang oleh IKM itu sendiri.
Dibandingkan dengan usaha besar, UKM terbukti
berperan lebih besar dalam menyerap tenaga kerja di
periode 2010-2013. Dalam konteks tersebut, UKM rata-
rata berkontribusi dalam menyerap 96,66% tenaga kerja
nasional, sementara usaha besar hanya mampu menyerap
rata-rata 3,32% tenaga kerja nasional. Tingginya
-
56
kemampuan UKM dalam menciptakan peluang kerja jika
diperbandingkan dengan usaha besar menandai bahwa
UKM sesungguhnya mempunyai potensi besar untuk
dikembangkan dan difungsikan untuk mengatasi
permasalahan tenaga kerja nasional.
Berikut ini tersaji tabel jumlah penyerapan tenaga
kerja nasional pada berbagai sektor ekonomi di periode
2010-2013.
Tabel 1. Jumlah Tenaga Kerja Indonesia
Per Sektor Ekonomi (Orang)
Tahun 2010-2013
(Sumber: BPS, 2013)
-
57
Peran IKM lainnya yang juga sama pentingnya
dengan pertumbuhan perekonomian dan perluasan
peluang kerja ialah pemerataan pendapatan. Begitu
banyak dan strategisnya peranan IKM di Indonesia
menuntut pemerintah untuk menetapkan berbagai
kebijakan makroekonomi yang mampu menunjang
perkembangan sektor tersebut. Pemberian stimulus
ekonomi yang lebih besar kepada sektor tersebut salah
satunya diyakini mampu memberi dampak yang lebih
signifikan bagi pertumbuhan ekonomi, peluang kerja,
serta pendistribusian dan pemerataan pendapatan di
Indonesia. Stimulus yang dimaskudkan disini bisa saja
diberikan melalui investasi dari pemerintah, swasta
domestik, ataupun bahkan luar negeri. Dalam
mewujudkan hal tersebut, salah satunya diperlukan
komitmen kuat pemerintah untuk mengalokasikan dana
APBN ataupun APBD-nya untuk diinvestasikan kepada
IKM.
Terkait upaya untuk mendorong pihak swasta dan
asing agar bersedia menginvestasikan dananya kepada
IKM, pemerintah perlu turut memberikan kemudahan
dalam sistem administrasi birokrasi dan pajak, serta
-
58
dengan menyediakan database dan infrastruktur yang
menunjang. Dana pinjaman dan hibah dari luar negeri
juga bisa dimanfaatkan untuk mengembangkan IKM
dalam rangka memperkuat peranan IKM itu sendiri.
2.3 PERKEMBANGAN IKM
Pengembangan ekonomi lokal sebenarnya bukan
merupakan hal baru, tetapi konsep dan teknik
pengimplementasiannyalah yang terus dikembangkan.
Pengembangan ekonomi lokal umumnya diupayakan
untuk memperkuat daya saing perekonomian lokal dalam
rangka mengembangkan perekonomian daerah dan
memperkuat daya saing perekonomian nasional.
Sebagaimana sudah disebutkan sebelumnya, IKM
merupakan salah satu tumpuan pemerintah dalam
membangun lapangan kerja, utamanya pasca krisis
ekonomi. Peran penting lainnya yang dijalankan oleh
IKM juga tercermin dari banyaknya jumlah IKM itu
sendiri yang mencapai 99% dari keseluruhan badan
usaha di Indonesia dengan tingkat penyerapan tenaga
kerja mencapai 99,6% dan kontribusi sebesar 56,7%
pada output nasional dan 15% pada sektor ekspor
-
59
nonmigas per tahun 2000 (“Menuju UKM”, 2001).
Meskipun begitu, IKM nyatanya cenderung kurang
kurang mendapat perhatian yang memadai dari
pemerintah.
Berry, et al. (2001) menjelaskan bahwa ada tiga
alasan mengapa IKM sangat dibutuhkan, yakni: (1) IKM
cenderung berkinerja lebih baik dalam menghasilkan
tenaga kerja yang produktif; (2) IKM seringkali
meningkatkan produktivitasnya melalui investasi dan
adaptasi terhadap teknologi; serta (3) IKM dinilai unggul
daripada usaha besar dalam hal fleksibilitas.
IKM itu sendiri mempunyai tiga keunggulan dari
usaha berbentuk korporasi, yakni: (1) relatif kecilnya
modal usaha; (2) pengelolaannya tidak melibatkan orang
banyak, sehingga memungkinkan untuk dilakukannya
berbagai improvisasi yang diperlukan dalam praktik
operasionalnya; serta (3) berfleksibilitas tinggi. Secara
luas, IKM unggul dalam hal penyerapan tenaga kerja dan
pemerataan pendapatan.
Jumlah UKM binaan di Indonesia setiap tahunnya
terus bertambah. Berikut ini tersaji data perkembangan
-
60
jumlah UKM binaan di Indonesia untuk periode 2011-
2015.
Gambar 2. Perkembangan Jumlah UMKM Binaan
Pengembangan UMKM itu sendiri bisa
didefinisikan sebagai upaya yang ditujukan untuk
meningkatkan kemampuan dan etos kerja dari SDM
yang terkait agar bisa memenuhi berbagai kriteria yang
dipersyaratkan oleh setiap pekerjaan ataupun jabatan
yang ditawarkan dalam UMKM yang bersangkutan.
Pengembangan UKM biasanya cenderung mengarahkan
pelaku ekonominya untuk berdaya saing tinggi melalui
penguatan entrepreneurship dan peningkatan
-
61
produktivitas dengan didukung oleh peningkatan
kemampuan adaptasi terhadap kebutuhan pasar,
pemanfaatan inovasi, dan penerapan teknologi
(Afifuddin, 2010:180). Di Indonesia, pengembangan
UMKM yang ditunjang oleh peranan aktif pemerintah
diyakini mampu untuk memberi dampak positif terhadap
pertumbuhan UMKM itu sendiri, baik secara langsung
ataupun tidak langsung.
Menurut Hafsah (2004), pengembangan UMKM
akan menghadapi berbagai masalah internal dan
eksternal. Masalah internal yang dimaksudkan disini di
antaranya mencakup rendahnya profesionalisme SDM
yang me-manage UMKM tersebut, terbatasnya akses
terhadap modal, perbankan, dan pasar, rendahnya
penguasaaan teknologi. Adapun masalah eksternalnya
antara lain mencakup kurang menguntungkannya iklim
usaha bagi pengembangan usaha kecil itu sendiri, belum
memihaknya kebijakan pemerintah terhadap
pengembangan usaha kecil, serta kurangnya upaya
pembinaan manajemen dan peningkatan kualitas SDM.
Brom dan Longenecker (1979:31) menyebutkan
bahwa kegagalan suatu usaha kecil biasanya diakibatkan
-
62
oleh merosotnya posisi modal kerja, menurunnya
penjualan dan laba, serta meningkatnya utang. Adapun
menurut Scarborough dan Zimmerer (1993:12),
kegagalan usaha kecil untuk berkembang biasanya
diakibatkan oleh lemahnya kemampuan pengambilan
keputusan, inkompetensi manajemen, kurangnya
pengalaman, dan lemahnya kontrol finansial. Rendahnya
perkembangan usaha kecil umumnya disebabkan oleh
keterbatasan dukungan modal karena asumsi yang
membuat usaha tersebut dinilai seolah tidak potensial
dan tidak layak oleh bank dan lembaga finansial lainnya
akibat tidak adanya agunan yang ditawarkan dan
rendahnya tingkat pengembalian pinjaman. Akibatnya,
akses pengusaha kecil terhadap modal menjadi sangat
terbatas, sehingga pengusaha tersebut cenderung untuk
menggantungkan usahanya pada modalnya sendiri
semata.
Pengembangan UMKM pada dasarnya
dipertanggung jawabkan bersama oleh pemerintah dan
masyarakat. Berbagai masalah yang dihadapi UMKM
bisa diatasi dengan mengupayakan iklim usaha yang
kondusif, bantuan modal, proteksi usaha, pengembangan
-
63
kemitraan dan kerja sama yang setara, pelatihan, serta
pengembangan promosi (Hafsah 2004:43).
Pengembangan IKM itu sendiri akan melalui
empat tahapan, yakni tahapan memulai usaha (start-up),
pertumbuhan (growth), perluasan (expansion), dan
perambahan ke luar negeri (going overseas). Keempat
tahapan tersebut sebenarnya bersumber dari model
pengembangan IKM yang sudah berhasil diterapkan di
Singapura. Berbanding terbalik dengan Singapura,
Indonesia hingga kini masih belum juga mempunyai
model komprehensif yang bisa untuk diterapkan dalam
pembinaan IKM berjangka menengah ataupun berjangka
panjang (Sartika dan Soejoedono, 2002).
Secara lanjut, Sartika dan Soejoedono (2002)
menjelaskan bahwa pengembangan IKM bisa dilakukan
dengan strategi-strategi berikut.
1. Kemitraan Usaha
Kemitraan adalah hubungan kerja sama usaha di
antara berbagai pihak yang sinergis, bersifat
sukarela, dan berdasarkan prinsip saling
membutuhkan, saling mendukung, dan sating
menguntungkan dengan disertai pembinaan dan
-
64
pengembangan IKM oleh usaha besar. Salah satu
bentuk kemitraan usaha yang melibatkan IKM dan
usaha besar adalah producton linkage. IKM sebagai
pemasok bahan baku dan bahan penolong dalam
rangka mengurangi ketergantungan impor, di mana
saat ini harga produk impor cenderung sangat tinggi
karena depresiasi rupiah.
2. Permodalan IKM
Pada umumnya permodalan IKM sangat lemah, baik
ditinjau dari mobilisasi modal awal (start-up
capital) dan akses ke modal kerja jangka panjang
untuk investasi. Untuk memobilisasi modal awal
perlu dipadukan tiga aspek yaitu bantuan
keuangan, bantuan teknis, dan program penjaminan,
sedangkan untuk meningkatkan akses permodalan
perlu pengoptimalan peranan bank dan lembaga
keuangan mikro untuk IKM. Sementara itu daya
serap IKM terhadap kredit perbankan juga masih
sangat rendah. Lebih dari 80 persen kredit perbankan
terkonsentrasi ke segmen korporat, sedangkan porsi
kredit untuk IKM hanya berkisar antara 15-21 persen
dari total kredit perbankan. Untuk mengoptimalkan
-
65
jangkauan pemberian kredit kepada IKM telah
dikembangkan skim kredit dengan Program
Kemitraan Terpadu, misalnya Program Kemitraan
BUMN dan Bina Lingkungan (PKBL), Program
Kemitraan dengan BPR, Koperasi dan Asosiasi, serta
kredit program.
3. Modal Ventura
Pada umumnya IKM kurang paham atau tidak
menyukai prosedur atau persyaratan yang diwajibkan
oleh lembaga perbankan, sebaliknya lembaga
perbakan kadangkadang juga memberikan persepsi
inferior mengenai potensi IKM. Hal ini menimbulkan
terjadinya distorsi dalam pembiayaan IKM. Oleh
karena itu, modal ventura dapat dijadikan sebagai
alternatif sumber pembiayaan IKM. Menurut
Keppres No. 61 Tahun 1998, perusahaan modal
ventura adalah badan usaha yang melakukan usaha
pengembangan dalam bentuk penyertaan modal ke
dalam suatu perusahaan yang menerima bantuan
pembiayaan untuk jangka waktu tertentu. Pembiyaan
dengan modal ventura ini berbeda dengan bank yang
memberikan pembiayaan dalam bentuk pinjaman
-
66
atau kredit. Usaha modal ventura memberikan
pembiayaan dengan cara ikut melakukan penyertaan
modal langsung ke dalam perusahaan yang dibiayai.
Dalam hal ini, perusahaan yang dibiayai disebut juga
sebagai perusahaan pasangan usaha (investee
company), sementara perusahaan yang
membiayainya akan disebut sebagai perusahaan
pemodal (investment company / venture capitalist).
2.4 HAMBATAN DALAM PENGEMBANGAN IKM
Kementerian Perindustrian (Kemenperin)
mengakui bahwa pelaku IKM hingga kini masih
menghadapi berbagai hambatan. Salah satu
permasalahan yang dihadapi tersebut ialah inkonsistensi
mutu (https://economy.okezone.com/17/9/2013). Selain
itu, kendala krusial lain yang dihadapi dalam
pengembangan IKM antara lain sebagai berikut.
a. Terbatasnya akses kredit dalam pembiayaan
Hal ini disebabkan oleh belum tertata rapinya laporan
keuangan UMKM, terbatasnya kemampuan SDM
terkait dalam menyusun laporan keuangan, dan
https://economy.okezone.com/17/9/2013)
-
67
terbatasnya pelatihan karyawan dalam manajemen
keuangan.
b. Terbatasnya akses pasar/pemasaran
Keterampilan beberapa Sumber Daya Manusia
(SDM) yang kurang mumpuni juga menjadi kendala
untuk bersaing di pasar. Kemampuan berpromosi
para pelaku IKM dirasa masih sangat kurang, baik
promosi melalui pameran maupun penyebaran
informasi.
c. Terbatasnya keterampilan SDM
Pada umumnya, IKM belum memiliki divisi khusus
riset dan pengembangan. Masih belum dimanfaatkan
secara maksimal sehingga masih diproduksi secara
tradisional.
d. Kapasitas produksi yang terbatas
Kemampuan pemenuhan order yang besar dalam
waktu yang singkat menjadi kendala meningat rata-
rata pelaku IKM memilki kapasitas produksiyang
terbatas. Kemampuan Sumber Daya Manusia (SDM)
IKM melalui berbagai macam pelatihan serta
memberikan fasilitasi bantuan mesin peralatan baik
-
68
program revitalisasi maupun program restrukturisasi
untuk dapat meningkatkan produktivitas IKM.
-
69
BAB III
KEBIJAKAN PEMERINTAH
TERHADAP IKM
3.1 PERKEMBANGAN IKM DI INDONESIA
Berdasarkan data Kementerian Koperasi dan
UMKM, UKM di Indonesia per 2012-2017 tercatat
mengalami perkembangan jumlah unit usaha sebanyak
7,72 juta unit atau setara dengan 13,98% dari
keseluruhan jumlah usaha. Adapun perkembangan total
serapan tenaga kerja UMKM tercatat mencapai 14,95
juta orang, sementara perkembangan ekspor yang
mampu dikontribusikan oleh produk yang dihasilkan dari
UMKM itu sendiri atau total ekspor nonmigas-nya
tercatat mencapai Rp110,76 miliar atau setara dengan
59,09% dari keseluruhan total produk ekspor.
Namun dari perkembangan yang dicapai oleh
UMKM baik dari konstribusi peneyerapan tenaga kerja
maupun jumlah eksport, masih banyak menyisakan
persoalan antara lain:
1. Permodalan untuk penegembangan UMKM yang
masih sangat terbatas;
-
70
2. Kemampuan manajerial dan SDM yang masih
lemah;
3. Masih rendahnya produktivitas;
4. Kemampuan membangun jaringan usaha dan
penetrasi pasar yang masih lemah; serta
5. Kelemahan lain yang terkait dengan efisiensi proses
produksi yang masih lemah.
Disinilah peran pemerintah sangat diharapkan
dalam membantu untuk menyelesaikan masalah yang
dihadapi UMKM dengan tidak hanya sekedar membuat
regulasi kebijakan, tetapi juga turut membantu
menyelesaikan akar masalah secara riil melalui
pemberdayaan terhadap pelaku usaha.
3.2 PERAN PEMERINTAH TERHADAP
PERKEMBANGAN IKM DI INDONESIA
Peran pemerintah sebagai pemegang regulasi
sekaligus pembina terhadap perkembangan IKM
sangatlah penting dan strategis. Di Indonesia sendiri, ada
sekitar 99,85% IKM dari keseluruhan unit usaha yang
ada dengan daya serap yang mencapai kisaran 96,66%.
-
71
Sektor IKM tersebut juga mampu memenuhi 57%
kebutuhan produk masyarakat, serta memberikan
kontribusi di kisaran 2-4% terhadap ekspor dan
pertumbuhan ekonomi nasional (BPS, 2014). Di tahun
1997, IKM juga terbukti lebih andal dari skala usaha
lainnya dalam mengatasi berbagai dampak dari krisis
ekonomi. Padahal berdasarkan data BPS menunjukkan
terjadinya penurunan jumlah usaha secara drastis di
tahun 1998, yakni sebanyak 7,42% dari jumlahnya di
tahun 1997, dimana jumlah usaha besar pada periode
tersebut justru mengalami penurunan lebih dari 10%.
Peran strategis IKM dalam menggerakkan
ekonomi nasional dan peningkatan kesejahteraan rakyat
tersebut dapat dipertahankan dan dikembangkan jika di
dukung oleh kebijakan pemerintah yang di perlukan
oleh pelaku industri kecil dan menengah. Kebijakan
strategis pemerintah untuk mengembangkan dan
memajukan IKM tidak hanya dalam bentuk stimulus
pendanaan, kemudahan, perlindungan, dan bentuk
stimulus lain. Akan tetapi yang jauh lebih penting adalah
keperpihakan kepada kepentingan pelaku industri kecil
dan menengah dalam menghadapi era persaingan global.
-
72
Sebagai gambaran Indonesia menganut sistem
pasar terbuka yang berawal adanya kesepakatan
pengelompokan kerja sama regional di bidang
perdagangan: ASEAN Free Trade Area (AFTA), tahun
1980-an, dengan adanya kerja sama tersebut disepakati
hambatan-hambatan dibidang perdagangan dalam bentuk
tarif ataupun nontarif di antara negara anggota
dihilangkan guna percepatan pembangunan ekonomi dari
masing-masing negara anggotanya. Dengan adanya
kesepakatan tersebut industri Negara anggota dituntut
untuk mempersiapkan diri untuk bersaing dikawasan
negara-negara ASEAN. Kesepakatan kerja sama
ekonomi regional tersebut berlanjut untuk membentuk
kawasan ekonomi baru di wilayah ASEAN yang disebut
dengan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Ditambah
lagi Indonesia menjadi anggota 9 (Sembilan) kelompok
negara-negara Free Trade Area diantaranya: kerjasama
ASEAN-China, ASEAN-India, kerjasama regional
AFTA, APEC dan seterunya. Berdasarkan fakta
dilapangan keberadaan forum kerjasama tersebut tidak
selalu menguntungkan Indonesia.
-
73
Kehadiran pemerintah melalui regulasi dalam
kancah kerja sama ekonomi global sangat dibutuhkan
pelaku usaha, sebab tidak semua forum kerja sama
regional maupun global tersebut selalu menguntungkan
dan menjadi peluang bagi pelaku usaha didalam negeri
namun justru sebaliknya menjadi ancaman baru bagi
pelaku usaha didalam negeri terutama produk-produk
yang dihasilkan oleh industri kecil dan menengah. Untuk
itu pemerintah dituntut harus selalu jeli dan tanggap
dalam melihat dan mengidentifikasi masalah-masalah
yang dihadapi oleh pelaku usaha khususnya IKM
sebagai imbas dari pemberlakuan kerja sama ekonomi
regional.
Banyak kasus yang dialami oleh pelaku IKM di
Indonesia, dimana produk-produk yang dihasilkan
mengalami kesulitan untuk mengirimkan atau menjual
produknya ke negara lain (ekspor) seperti ke negara
tetangga, yakni Malaysia, Singapura, dan Thailand.
Penyebab dari persoalan tersebut bukan pada produk
yang kurang berkualitas atau produk IKM yang daya
saingya rendah, tetapi lebih pada persoalan birokrasi
pada instansi pemerintah. Kurangnya koordinasi,
-
74
singkronisasi, dan integrasi antara instansi terkait (dinas
perdagangan, dinas industri, dinas koperasi dan UKM,
bea cukai, dan keimigrasian) menjadikan proses ekport
produk-produk yang dihasilkan IKM kurang optimal.
Contoh kasus produk-produk IKM di daerah perbatasan
Indonesia-Malaysia dipropinsi Kalimantan Barat
(Singkawang, Sambas, Pontianak) dan provinsi
Sumatera Utara (Tanjung Balai dan Medan). Produk-
produk IKM kita merasa kesulitan untuk mengirim
(ekport) produknya ke Malaysia baik untuk dijual atau
untuk kepentingan pameran.
Hal tersebut di atas sangatlah berbeda dengan
kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah Malaysia
yang membuka lebih luas pelabuhan/terminal ekspor di
wilayah perbatasan, sehingga untuk merealisasi ekspor
ke Indonesia bisa langsung dari lokasi ketempat tujuan
yang ingin dicapai tanpa tambahan biaya dan
transportasi yang besar. Dengan demikian negara jiran
Malaysia berpeluang besar untuk me ngambil manfaat
”Create Creation” yang ditimbulkan adanya
pengelompokan regional antar negara-negara Kelompok
Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).
-
75
Berdasarkan fakta lapangan di atas, meskipun
produksi kawasan wilayah Indonesia diwilayah
perbatasan di Sumatera Utara dan di Kalimantan Barat
terjadi hambatan didalam pelaksanaan ekspor ke
Malaysia akan tetapi posisi tawar produk Indonesia kuat.
Hal ini dikarenakan pelabuhan ekspor dibatasi oleh
kebijakan pemerintah. Oleh karena itu disarankan
pelabuhan ekspor diperbatasan diperbanyak sehingga
ekspor bisa dilaksanakan ke wilayah Malaysia yang ada
diperbatasan Indonesia-Malaysia dapat dengan mudah
dan murah tanpa tambahan biaya.
3.3 POLA KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM
MEMBANTU UMKM
Ada sebuah motto yang cukup menarik dari
Kementerian Koperasi dan UMKM yaitu “UMKM sehat,
indikator kemajuan pembangunan daerah”. Namun
dibalik motto tersebut ada ungkapan yang kurang
menyenangkan yaitu pelaku usaha kecil dan menengah
kerap dipandang sebelah mata, pemberdayaan mereka
pun banyak dinilai setengah hati, malah ada dengan
pendekatan proyek. Hal ini mengindikasikan pada
-
76
tataran kebijakan puncak tingkat pemerint