Pengobatan Konservatif Pada Fraktur Femur
-
Upload
gitafkunsri -
Category
Documents
-
view
313 -
download
18
description
Transcript of Pengobatan Konservatif Pada Fraktur Femur
PENGOBATAN KONSERVATIF PADAFRAKTUR FEMUR
Oleh:R.A. Gita Tanelvi
04081001051
DEPARTEMEN ILMU BEDAH RSMH
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
PALEMBANG
2012
Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan sendi, tulang
rawan epifisis, baik total maupun parsial. Fraktur femur adalah hilangnya
kontinuitas tulang femur, yang dapat terjadi pada sepertiga proksimal, sepertiga
tengah, dan sepertiga distal. Secara umum prinsip pengobatan fraktur ada 4 (4R),
yaitu meliputi:
1. Recognition, diagnosis dan penilaian fraktur
Prinsip pertama adalah mengetahui dan menilai keadaan fraktur dengan
anamnesis, pemeriksan klinis dan radiologis. Pada awal pengobatan perlu
diperhatikan:
Lokalisasi fraktur
Bentuk fraktur
Menentukan teknik yang sesuai untuk pengobatan
Komplikasi yang mungkin terjadi selama dan sesudah pengobatan
2. Reduction, reduksi fraktur apabila perlu
Restorasi fragmen fraktur dilakukan untuk mendapatkan posisi yang
dapat diterima. Reduksi fraktur (setting tulang) berarti mengembalikan
fragmen tulang pada kesejajarannya dan posisi anatomis normal. Sasarannya
adalah untuk memperbaiki fragmen-fragmen fraktur pada posisi anatomik
normalnya.
Posisi yang baik adalah :
alignment yang sempurna
aposisi yang sempurna
Metode untuk reduksi adalah dengan reduksi tertutup, traksi, dan reduksi
terbuka. Metode tertentu yang dipilih bergantung sifat fraktur, namun prinsip
yang mendasarinya tetap sama. Biasanya dokter melakukan reduksi fraktur
sesegera mungkin untuk mencegah jaringan lunak kehilangan elastisitasnya
akibat infiltrasi karena edema dan perdarahan. Pada kebanyakan kasus, reduksi
fraktur menjadi semakin sulit bila cedera sudah mengalami penyembuhan.
2
Metode reduksi :
1. Reduksi tertutup.
Pada kebanyakan kasus reduksi tertutup dilakukan dengan
mengembalikan fragmen tulang ke posisinya (ujung-ujungnya saling
berhubungan) dengan “Manipulasi dan Traksi manual”. Sebelum reduksi
dan imobilisasi, pasien harus dimintakan persetujuan tindakan, analgetik
sesuai ketentuan dan bila diperlukan diberi anestesia. Ektremitas
dipertahankan dalam posisi yang diinginkan sementara gips, bidai atau alat
lain dipasang oleh dokter. Alat imobilisasi akan menjaga reduksi dan
menstabilkan ektremitas untuk penyembuhan tulang. Sinar-x harus
dilakukan untuk mengetahui apakah fragmen tulang telah dalam kesejajaran
yang benar.
2. Traksi.
Traksi merupakan salah satu pengobatan konservatif yang bermanfaat
dalam mereduksi suatu fraktur atau kelainan-kelainan lain seperti spasme
otot. Dapat digunakan untuk mendapatkan efek reduksi dan imobilisasi.
Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi. Ini dilakukan
pada fraktur yang akan terdislokasi kembali di dalam gips. Cara ini
dilakukan pada fraktur dengan otot yang kuat. Traksi dapat untuk reposisi
secara perlahan dan fiksasi hingga sembuh atau dipasang gips setelah tidak
sakit lagi.
Berdasarkan mekanisme traksi dikenal dua macam traksi yaitu:
Traksi menetap (fixation traction) dipergunakan untuk melakukan
fiksasi sekaligus traksi dengan mempergunakan Thomas Splint.
Traksi berimbang (sliding traction) merupakan suatu traksi secara
bertahap untuk memperoleh reduksi tertutup dan sekaligus imobilisasi
pada daerah yang dimaksud
3
Dikenal dua jenis pemasangan traksi, yaitu:
1. Traksi kulit
Traksi kulit menggunkan plaster lebar yang direkatkan pada kulit dan
diperkuat dengan perban elastis. Berat maksimum yang dapat diberikan
adalah 5 kg yang merupakan batas toleransi kulit.
Jenis-jenis traksi kulit:
Traksi ekstensi dari Buck adalah traksi kulit dimana plaster melekat
secara sederhana dengan memakai katrol
Traksi dari Dunlop, dipergunakan pada fraktur suprakondiler humeri
anak-anak
Traksi dari Gallow atau traksi dari Bryant, dipergunakan pada fraktur
femur anak-anak dibawah 2 tahun
Traksi dari Hamilton Russel, digunakan pada anak-anak usia lebih
dari 2 tahun
4
Gambar skematis traksi Buck Gambar skematis traksi dari Dunlop pada fraktur suprakondiler humeri
Gambar skematis traksi dari Hamilton RussesGambar skematis traksi dari Bryant (Gallow)
2. Traksi pada tulang
Traksi pada tulang dengan kawat Kirscher (K-wire) dan pin Stainmann
yang dimasukkan ke dalam tulang dan juga dilakukan traksi dengan
mempergunakan berat badan dengan bantuan bidai Thomas dan bidai
Brown Bohler. Tempat untuk memasukkan pin, yaitu:
Bagian proksimal tibia dibawh tuberositas tibia
Bagian distal tibia
Trokanter mayor
Bagian distal femur pada kondilus femur
Kalkaneus (jarang dilakukan)
Prosesus olekranon
Bagian dista metacarpal dan tengkorak
Keterangan gambar:a. Traksi dengan beratb. Traksi menetapc. Traksi Dunlopd. Traksi Hamilton Russele. Traksi berimbang dengan bidai Thomas dan pegangan Pearson
5
3. Reduksi terbuka
Dengan pendekatan bedah, fragmen tulang direduksi. Alat-alat yang
dipergunakan dalam pembedahan yaitu kawat bedah, kawat Kirschner,
screw, screw and plate, pin Kuntscher intrameduler, pin Rush, pin
Stainmann, pin Trephine (Pin Smith Peterson), plate and screw Smith
Peterson, pin plate teleskopik, pin Jewett dan protesis. Alat-alat ini dapat
digunakan untuk mempertahankan fragmen tulang dalam posisinya sampai
penyembuhan tulang yang solid terjadi.
4. Retention; imobilisasi fraktur
Setelah fraktur direduksi, fragmen tulang harus diimobilisasi, atau
dipertahankan dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai terjadi
penyatuan. Sasarannya adalah mempertahankan reduksi di tempatnya sampai
terjadi penyembuhan. Metode untuk mempertahankan imobilisasi adalah
dengan alat-alat “eksternal” (bebat, brace, case, pen dalam plester, fiksator
eksterna, traksi, balutan) dan alat-alat “internal” (nail, lempeng, sekrup, kawat,
batang, dll).
6
Keterangan Gambar:D. Kirschner wireE. ScrewF. Plate dan ScrewG. Kuntscher nail
A. Interlock nailB. ProtesisC. Kompresi dinamik plate and
screw
Imobilisasi fragmen fraktur ini dilakukan sampai terjadi penyatuan antara
fragmen distal dan fragmen proksimal (union).
7
Assessment of union (d): Although clinical assessment is osten adequate in many fracture of cancellous bone, it is advisable, in the case of the shafts of femur, tibia, humerus, radius and ulna, to have up-to-date radiographs of the region. The illiustration is of a double fracture of femur at 14 weeks. In the proximal fracture, the fracture line is blurred and there is external bridging callus of good quality; union here is fairly far advanced. In the distal fracture, the fracture line is still clearly visible, and bridging callus is patchy. Union is incomplete, and certainly not sufficient to allow unprotected wight bearing.In assessing radiographs for union, be suspicious of unevenly distributed bridging callus, of a persistent gap, and of sclerosis or broadening of the bone ends. Note that where a particularly rigid system of internal fixation has been employed, bridging callus may be minimal or absent, and endosteal callus may be very slow to appear.If in doubt regardning the adequacy of union, continue with fixation and re-examine in 4 weeks.Note that in all cases you must assess whether the fores the limb is exposed to will result in displacement or angulation of the fracture, or cause such mobility that union will be prevented. You must therefore balance the following equation.
External forces < (degree of union + support supplied by any internal fixation device and/or external splintage)
Assessment of union (a): Union in a fracture cannot be expected until a certain amount of time has elapsed, and it is pointless to start looking to soon. When it is reasonable to assess union, the limb shoult be examined out of plaster. Persistent oedema at the fracture site suggests union is incomplate
Assessment of union (b): Examine the limb carefully for tenderness. Persisten tenderness localized to the fracture site is again suggestive of incomplete
Assessment of union (c): Persistent mobility at the fracture site is certain evidence of incomplete union. Support the limb close to the fracture with one hand, and with the other attempt to move the distal part in both the nterior and lateral planes. In a uniting fracture this is not a painful procedure.
Perkiraan Waktu Imobilisasi yang Dibutuhkanuntuk Penyatuan Tulang Fraktur
5. Rehabilitation; mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal mungkin.
Sasaran dari rehabilitasi ini adalah meningkatkan kembali fungsi dan
kekuatan normal pada bagian yang sakit. Untuk mempertahankan dan
memperbaiki fungsi dengan mempertahankan reduksi dan imobilisasi adalah
peninggian untuk meminimalkan bengkak, memantau status neurovaskuler,
mengontrol ansietas dan nyeri, latihan isometrik dan pengaturan otot,
partisipasi dalam aktifitas hidup sehari-hari, dan melakukan aktifitas kembali
8
secara bertahap dapat memperbaiki kemandirian fungsi. Pengembalian
bertahap pada aktivitas semula diusahakan sesuai batasan terapeutik.
Rehabilitasi yang dapat dilakukan adalah dengan fisioterapi berupa latihan.
Terapi latihan adalah usaha pengobatan dalam fisioterapi yang pelaksanaannya
menggunakan latihan-latihan gerakan tubuh, baik secara aktif maupun pasif
Pada umumnya, sebelum dan setelah pelaksanaan terapi latihan, bagian yang
mengalami operasi dalam keadaan dielevasikan sekitar 30o.
1. Static Contraction
Terjadi kontraksi otot tanpa disertai perubahan panjang otot dan tanpa gerakan
pada sendi. Latihan ini dapat meningkatkan tahanan perifer pembuluh darah,
vena yang tertekan oleh otot yang berkontraksi menyebabkan darah di dalam
vena akan terdorong ke proksimal yang dapat mengurangi oedem, dengan
oedem berkurang, maka rasa nyeri juga dapat berkurang.
2. Passive Movement
Passive movement adalah gerakan yang ditimbulkan oleh adanya kekuatan dari
luar sementara itu otot pasien lemas. Passive movement ada 2, yaitu :
Relaxed Passive Movement
Gerakan pasif hanya dilakukan sebatas timbul rasa nyeri. Bila pasien sudah
merasa nyeri pada batas lingkup gerak sendi tertentu, maka gerakan
dihentikan
Forced Passive Movement
Forced Passive Movement bertujuan untuk menambah lingkup gerak sendi.
Tekniknya hampir sama dengan relaxed passive movement, namun di sini
pada akhir gerakan diberikan penekanan sampai pasien mampu menahan
rasa nyeri
3. Active Movement
Merupakan gerakan yang dilakukan oleh otot anggota gerak tubuh pasien itu
sendiri. Pada kondisi oedem, gerakan aktif ini dapat menimbulkan “pumping
9
action” yang akan mendorong cairan bengkak mengikuti aliran darah ke
proksimal. Latihan ini juga dapat digunakan untuk tujuan mempertahankan
kekuatan otot, latihan koordinasi dan mempertahankan mobilitas sendi.
Active Movement terdiri dari :
Free Active Movement
Gerakan dilakukan sendiri oleh pasien, hal ini dapat meningkatkan sirkulasi
darah sehingga oedem akan berkurang, jika oedem berkurang maka nyeri
juga dapat berkurang. Gerakan ini dapat menjaga lingkup gerak sendi dan
memelihara kekuatan otot
Assisted Active Movement
Gerakan ini berasal dari pasien sendiri, sedangkan terapis memfasilitasi
gerakan dengan alat bantu, seperti sling, papan licin ataupun tangan terapis
sendiri. Latihan ini dapat mengurangi nyeri karena merangsang relaksasi
propioseptif.
Ressisted Active Movement
Ressisted Active Movement merupakan gerakan yang dilakukan oleh pasien
sendiri, namun ada penahanan saat otot berkontraksi. Tahanan yang
diberikan bertahap mulai dari minimal sampai maksimal. Latihan ini dapat
meningkatkan kekuatan otot.
4. Hold Relax
Hold Relax adalah teknik latihan gerak yang mengkontraksikan otot kelompok
antagonis secara isometris dan diikuti relaksasi otot tersebut. Kemudian
dilakukan penguluran otot antagonis tersebut. Teknik ini digunakan untuk
meningkatkan lingkup gerak sendi
5. Latihan Jalan
Latihan transfer dan ambulasi penting bagi pasien agar pasien dapat kembali ke
aktivitas sehari-hari. Latihan transfer dan ambulasi di sini yang penting untuk
pasien adalah latihan jalan. Mula-mula latihan jalan dilakukan dengan
menggunakan dua axilla kruk secara bertahap dimulai dari NWB (Non Weight
10
Bearing) atau tidak menumpu berat badan sampai FBW (Full Weight Bearing)
atau menumpu berat badan. Metode jalan yang digunakan adalah swing, baik
swing to ataupun swing through dan dengan titik tumpu, baik two point gait,
three point gait ataupun four point gait. Latihan ini berguna untuk pasien agar
dapat mandiri walaupun masih menggunakan alat bantu.
11
an axillary crutch (left) and a forearm crutch (right)
Quad off set cane Folding and Seat Canes
Ringkasan Tindakan terhadap Fraktur
12
Daftar Pustaka
Eser, Ronald McRae Max. Practical Fracture Treatment. Churchill Livingstone (ebook)
Rasjad, Chairuddin. Ilmu Bedah dan Ortopedi. Pengobatan Kelainan Bedah Ortopedi. Makassar: Bintang Lamumpatue. 2003. hal 82-89.
13