Pengkajian Fix Fita n Monic
-
Upload
rafita-octavia -
Category
Documents
-
view
3 -
download
0
description
Transcript of Pengkajian Fix Fita n Monic
1. PengkajianPengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari keperawatan. Tahap pengkajian terdiri atas pengumpulan data dan perumusan kebutihan atau masalah klien. Data yang dikumpulkan meliputi data biologis, psikologis, dan spiritual (Nurjanah, 2005).
Pengelompokan data pada pengkajian kesehatan jiwa dapat pula berupa faktor predisposisi, faktor presipitasi, penilaian terhadap stresor, sumber koping dan kumpulan koping yang dimiliki klien. Cara pengkajian berfokus pada 5 (lima) dimensi yaitu fisik, emossional, intelektual, sosial dan spiritual (stuart dan sundeen dalam Nurjannah, 2005). Kasus Tn. S termasuk dari 5 dimensi yaitu dimensi fisik. Menurut teori perilaku kekerasan adalah bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai seseorang, baik secara fisik maupun psikologis. Perilaku tersebut dapat melukai diri sendiri, orang lain dan lingkungan (keliat,2007).
Dalam pengkajian pasien, penulis melakukan pengkajian meliputi : identitas klien, identitas penanggung jawab, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang dan terapi medis. Data yang penulis kumpulkan sudah mencakup data pengkajian jiwa dalam teori tersebut karena penilaian terhadap stessor, faktor predisposisi, faktor presipitasi. Dalam pengumpilan data penulis mengunakan metode auto anamnese terhadap klien dan perawat yang merawat, observasi langsung terhadap penampilan dan perilaku klien. Menurut Waber dan Kelley (dalam Nanda, 2012). Pengkajian individu terdiri atas riwayat kesehatan (data subjektif) dan pemeriksaan fisik ( data objektif). Adapun data yang diperoleh seteah melakukan pengkajian pada klien Tn. S yang berupa data subjektif antara lain: mendengar suara-suara seperti menyetel kaset, mendengar suara dari Allah, melihat bayangan rumah seperti kabah, mengatakan ada bisikan yang menyuruh untuk bunuh diri, menyatakan habis marah-marah, dan habis menendang kaca, ketika solat klien melihat gelas sedangkan data objektifnya klien tampak berbicara sendiri, klien membaca doa dengan suara yang keras, klien masuk bak mandi dengan tiba-tiba, ekspresi tampak tegang, tampak luka dijari kaki, tampak mondar mandir.
Faktor presipitasi menurut Direja (2011) adalah seseorang akan marah jika dirinya merasa terancam. Baik berupa injuri secara fisik, psikis, atau ancaman konsep diri. Sedangkan faktor presipitasi dalam kasus klien adalah klien putus obat. Sedangkan faktor predisposisi adalah berbagai faktor yang menunjang terjadinya perubahan dalam konsep diri seseorang (Stuart, 2006) dan dalam kasus ini faktor predisposisinya yaitu klien pernah mengalami gangguan jiwa sejak 2 tahun yang lalu dan selama ini klien sudah berobat jalan ke RSUP Fatmawati tetapi pengobatan klien tidak efektif dan membuat klien melakukan perilaku kekerasan yaitu memecahkan kaca sehingga klien dirujuk ke RSMM Bogor, klien juga mempunyai riwayat tidak menyenangkan yaitu ditinggal neneknya meninggal serta klien juga putus sekolah waktu SMA. Klien pernah mengalami aniaya fisik yaitu,,,namun tidak pernah mengalami kekerasan dalam rumah tangga dan tidak pernah mengalami tindakan kriminal.
Kepatuhan dalam pengobatan dapat diartikan sebagai perilaku klien yang mentaati semua nasehat dan petunjuk yang dianjurkan oleh kalangan tenaga medis. Menegnai segala sesuatu yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan pengobatan, salah satunya adalah kepatuhan dalam minum obat. Hal ini merupakan syarat utama tercapainya keberhasilan pengobatan yang dilakukan (Sugiayrti, 2012). Menurut teori (Direja, 2011) seseorang mengalami kekambuhan adalah ketidakmampuan mengendalikan dorongan marah, stimulus lingkungan, konflik interpersonal, status mental, putus obat, penyalahgunaan narkoba atau alkohol, ketidaksiapan dalam menempatkan diri sebagai orang yang dewasa. Sedangkan pada kasus klien S, mengalami putus obat sehingga klien mengalami kekambuhan. Peran keluarga disini tidak terlaksana dengan baik.
Mekanisme koping adaptif klien bercerita tentang perasaannya dengan perawat ketika di RS dan bercerita kepada neneknya sebelum neneknya meninggal sedangkan koping maladaptif yaitu klien minum alkohol dan putus obat serta mencederai diri sendiri. Sekarang klien S mengalami gangguan jiwa, klien tampak emosi labil, suka mondar-mandir, ekspresi tampak tegang, bicara dengan suara keras (membaca doa-doa), tampak berbicara sendiri dan tiba-tiba masuk bak mandi.
Tanda gejala yang muncul pada perilaku kekerasan yaitu muka merah dan tegang, mata melotol, emosi labil, pandangan tajam, mengpalkan tangan, mondar-mandir, bicara kasar, suara meninggi, menjerit dan berteriak, mengancam secara verbal atau fisik, melempar atau memukul benda/ orang lain, merusak barang atau benda, tidak memiliki kemampuan mencegah atau mengendalikan perilaku kekerasan (keliat, 2009). Ada beberapa tanda resiko perilaku kekerasan pada klien S yaitu ekspresi tampak tegang, emosi labil, terdapat luka pada jari kaki, sering mondar-mandir, mengatakan habis marah- marah dan memecahkan kaca, jadi bila dibandingkan dengan teori diatas ada beberapa tanda dan gejala perilaku kekerasan pada klien S yang sesuai dengan teori.
Tanda gejala yang muncul pada halusinasi yaitu Tersenyum/tertawa sendiri, menggerakan bibir tanpa suara, pergerakan mata cepat, respon verbal lambat Peningkatan pernapasan, nadi, tekanan darah, konsentrasi terhadap pengalaman sensorinya, kehilangan kemampuan membedakan halusinasi dengan realitas (Dalami,2009) Ada beberapa tanda halusinasi pada klien S yaitu mendengar suara-suara yang menyetel, mendengar suara dari Allah, melihat bayangan-bayangan , menggerakan bibir tanpa suara jadi bila dibandingkan dengan teori diatas ada beberapa tanda dan gejala halusiasi pada klien S yang sesuai dengan teori.