PENGEMBANGAN LEMBAR KERJA PESERTA DIDIK ( LKPD ) …digilib.unila.ac.id/58200/3/TESIS TANPA BAB...
Transcript of PENGEMBANGAN LEMBAR KERJA PESERTA DIDIK ( LKPD ) …digilib.unila.ac.id/58200/3/TESIS TANPA BAB...
PENGEMBANGAN LEMBAR KERJA PESERTA DIDIK ( LKPD )
DENGAN PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DITINJAU
DARI KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS
DAN SELF EFFICACY
(Tesis)
Oleh
PUTRI RIZKY UTAMI
MAGISTER PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2019
ABSTRACT
STUDENT’S WORKSHEET DEVELOPMENT WITH LEARNING BASED
ON PROBLEMS IN TERM OF MATHEMATICAL COMMUNICATION
ABILITY AND SELF EFFICACY
By
Putri Rizky Utami
This development research aims to develop mathematical LKPD with problem-
based learning in terms of mathematical communication skills and student self-
efficacy. LKPD based problem learning has met the standards of eligibility of
content, design, and language based on the results of the validation of material
experts, media, and learning psychology. This research begins with a preliminary
study (needs analysis), LKPD preparation, LKPD validation, initial field trials,
and field tests. The subjects of this study were students of class XI Accounting 1
Bandar Lampung Guna Dharma Vocational School. Data was collected through
observation, interviews, mathematical communication tests, and self-efficacy
scales of students. Tests and scales are given during the last lesson (post-test
only). The results showed that (1) LKPD was effectively used because more than
70% of students obtained scores more than or equal to the minimum completeness
criteria in the test of mathematical communication skills, (2) students' self-
efficacy did not experience significant changes.
Keywords : student’s worksheet based on on problem, mathematical
communication, self efficacy
ABSTRAK
PENGEMBANGAN LEMBAR KERJA PESERTA DIDIK ( LKPD )
DENGAN PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DITINJAU
DARI KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS
DAN SELF EFFICACY
Oleh
Putri Rizky Utami
Penelitian pengembangan ini bertujuan untuk mengembangkan LKPD dengan
pembelajaran berbasis masalah untuk mengembangkan kemampuan komunikasi
matematis dan self-efficacy siswa. Penelitian ini diawali dari studi pendahuluan
(analisis kebutuhan), penyusunan LKPD, validasi LKPD, uji coba lapangan awal,
dan uji lapangan. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas XI Akuntansi 1 SMK
Guna Dharma Bandar Lampung. Hasil studi pendahuluan menunjukkan adanya
kebutuhan dikembangkannya LKPD dengan pembelajaran berbasis masalah.
Penyusunan LKPD diawali dengan menyusun rancangan dan semua
komponennya. Hasil validasi menunjukkan bahwa LKPD telah memenuhi standar
kelayakan materi dan media. Hasil uji coba lapangan awal menunjukkan bahwa
LKPD termasuk dalam kategori baik. Hasil uji lapangan menunjukkan bahwa (1)
aspek kemampuan komunikasi matematis siswa cukup baik karena lebih dari 70%
siswa telah memenuhi kriteria ketuntasan minimal dan (2) self-efficacy siswa
belum menunjukkan perubahan yang signifikan.
Kata kunci : komunikasi matematis, LKPD, PBM, self efficacy.
PENGEMBANGAN LEMBAR KERJA PESERTA DIDIK ( LKPD )
DENGAN PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DITINJAU
DARI KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS
DAN SELF EFFICACY
Oleh
Putri Rizky Utami
Tesis
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
MAGISTER PENDIDIKAN MATEMATIKA
Pada
Program Studi Magister PendidikanMatematika
Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2019
RIWAYAT PENULIS
Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 8 April 1991, anak pertama dari
3 bersaudara pasangan Bapak Zaikadir, S.Sos., M.H. dan Ibu Yulita, S.Pd.
Penulis menyelesaikan pendidikan formal di Taman Kanak-kanak (TK) Istiqlal
Bandar Lampung tahun 1997, pendidikan Sekolah Dasar di SD Al-Kautsar Bandar
Lampung pada tahun 2003, pendidikan Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 4
Bandar Lampung pada tahun 2006. Kemudian dilanjutkan dengan Pendidikan
Sekolah Menengah Atas pada SMA Negeri 9 Bandar Lampung pada tahun 2009.
Penulis mendapatkan gelar Sarjana di Universitas Lampung Jurusan MIPA Program
Studi Pendidikan Matematika pada tahun 2013. Setelah itu, pada tahun 2014 penulis
melanjutkan pendidikan Pasca Sarjana Pendidikan Matematika di Universitas
Lampung. Pada tahun 2018, penulis dinyatakan lulus sebagai Calon Pegawai Negeri
Sipil di Lingkungan Pemerintah Kota Bandar Lampung dan ditugaskan di SMP
Negeri 10 Bandar Lampung.
Persembahan
Dengan mengucap syukur kepada Allah SWT Kupersembahkan karya kecil ini sebagai tanda cinta & kasih sayangku kepada :
Papa (H.Zaikadir, S.Sos., M.H.) dan Mama tercinta (Hj.Yulita, S.Pd)
yang telah membesarkan, mendidik, mencurahkan kasih sayang, dan selalu mendoakan kebahagiaan dan keberhasilanku.
Suamiku (Ara Asmero) yang telah menemani dan membantuku berjuang
untuk menyelesaikan tesis ini.
Anakku (Arumi Humaira Asmero) yang menjadi penyemangat dan penghiburku di saat menyelesaikan tesis ini.
Adikku Revan dan Liza yang telah memberikan dukungan dan semangat
kepadaku.
Richa PutriAprilia, sahabatku yang selalu menyemangati dan membantuku untuk berjuang menyelesaikan tesis ini.
Sahabat-sahabat seangkatan selama menempuh pendidikan yang telah
memberikan warna setiap harinya.
Geng “Go Tesis”yang telah memberikan banyak sekali keceriaan dan bersama-sama berjuang menyelesaikan pendidikan S2.
dan
Almamater Universitas Lampung tercinta.
ii
SANWACANA
Alhamdulillahi Robbil ‘Alamin, puji syukur kehadirat Allah SWT Yang Maha
Pengasih dan Maha Penyayang, atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis
dapat menyelesaikan penyusunan tesis yang berjudul “Pengembangan Lembar
Kerja Peserta Didik (LKPD) dengan Pembelajaran Berbasis Masalah (LKPD)
ditinjau dari Kemampuan Komunikasi Matematis dan Self Efficacy Siswa (Studi
pada Siswa Kelas XI Semester Ganjil SMK Guna DharmaBandar Lampung
Tahun Pelajaran 2017/2018)” sebagai syarat untuk mencapai gelar Magister
pendidikan pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Lampung.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa terselesaikannya penyusunan tesis ini tidak
terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan
terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. Sugeng Sutiarso, M.Pd., selaku Pembimbing Akademik dan Dosen
Pembimbing I yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk konsultasi
dan memberikan bimbingan, memberikan perhatian, motivasi, dan semangat
kepada penulis sehingga tesis ini menjadi lebih baik.
2. Ibu Dr. Sri Hastuti Noer, M.Pd., selaku Dosen Pembimbing II yang telah ber-
sedia meluangkan waktu untuk memberikan sumbangan pemikiran, kritik,
dan saran selama penyusunan tesis.
iii
3. Bapak Prof. Dr. Sudjarwo, M.S., selaku dosen pembahas yang telah
memberikan masukan, kritik, dan saran kepada penulis dalam menyelesaikan
tesis.
4. Bapak Dr. Suharsono, M.Si., validator ahli materi dalam penelitian ini yang
telah memberikan waktu untuk menilai dan memberi saran perbaikan LKPD.
5. Ibu Dr. Asmiati, M.Si., validator ahli media dalam penelitian ini yang telah
memberikan waktu untuk menilai dan memberi saran perbaikan LKPD.
6. Ibu Yohana Oktariana, M.Pd, validator ahli psikologi instrumen self efficacy
yang telah memberikan masukan yang sangat mendukung.
7. Bapak Prof. Dr. Patuan Raja, M.Pd., selaku Dekan FKIP Universitas Lam-
pung, beserta staf dan jajarannya yang telah memberikan bantuan kepada
penulis dalam menyelesaikan tesis ini.
8. Bapak Prof. Drs. Mustofa, M.A., Ph.D., selaku Direktur program Pasca
Sarjana Universitas Lampung beserta staf dan jajarannya yang telah
memberikan bantuan kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini.
9. Bapak dan Ibu dosen Magister Pendidikan Matematika di Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan kepada
penulis.
10. Bapak Drs.P.Pandiangan, M.M, selaku Kepala Sekolah SMK Guna Dharma
Bandar Lampung beserta Wakil, staff, dan karyawan yang telah memberikan
izin dan kemudahan selamapenelitian.
11. Ibu Novita Sari, S.Pd selaku guru mitra yang telah banyak membantu dalam
penelitian.
iii
12. Siswa/i kelas X dan XI SMK Guna Dharma Bandar Lampung yang telah
membantu, memberikan semangat, dan kerja samanya.
13. Rekan-rekan seperjuangan Magister Pendidikan Matematika angkatan 2014,
2015, 2016, 2017 yang selalu membantu dalam setiap kesulitan serta saling
menyemangati untuk menyelesaikan tesis ini.
14. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan tesis ini.
Semoga dengan kebaikan, bantuan, dan dukungan yang telah diberikan pada
penulis, mendapat balasan pahala yang setimpal dari Allah SWT dan semoga tesis
ini dapat bermanfaat.
Bandar Lampung, Maret 2019
Penulis
Putri Rizky Utami
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL ........................................................................................ vii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ ix
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .............................................................................. 10
C. Tujuan Penelitian ............................................................................... 11
D. Manfaat Penelitian ............................................................................. 11
II. TINJAUAN PUSTAKA
A Lembar Kerja Peserta Didik ............................................................... 13
B. Pembelajaran Berbasis Masalah ......................................................... 19
C. Kemampuan Komunikasi Matematis .................................................. 33
D. Self Efficacy ........................................................................................ 36
E. Kerangka Pikir .................................................................................... 43
F. Definisi Operasional ............................................................................ 47
III. METODE PENELITIAN
A. Subjek Penelitian ................................................................................ 49
B. Jenis dan Prosedur Penelitian ............................................................. 50
C. Instrumen Penelitian ........................................................................... 56
D. Teknik Analisis Data .......................................................................... 59
Halaman
vi
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian .................................................................................. 70
B. Pembahasan ....................................................................................... 82
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan ............................................................................................ 97
B. Saran .................................................................................................. 98
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 99
LAMPIRAN ................................................................................................... 103
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1.1 Program Keahlian SMK Guna Dharma B.Lampung............................ 2
1.2 Studi Pendahuluan Nilai Ujian Semester Kelas XI SMK ................... 3
1.3 Nilai rata-rata Ujian Nasional ............................................................. 4
2.1 Tahap-Tahap Pembelajaran Berbasis Masalah .................................... 28
3.1 Prosedur Penelitian Pengembangan .................................................... 51
3.2 Skala likert Self Efficacy ...................................................................... 58
3.3 Aspek Penilaian Self Efficacy .............................................................. 58
3.4 Kriteria Pengkategorian LKPD ............................................................ 60
3.5 Hasil Uji Coba Validitas ...................................................................... 62
3.6 Validitas Instrumen Tes Komunikasi ................................................... 64
3.7 Interpretasi Nilai Daya Pembeda ......................................................... 66
3.8 Daya Pembeda Butir Soal .................................................................... 67
3.9 Interpretasi Tingkat Kesukaran ............................................................ 68
3.10 Tingkat Kesukaran Butir Soal ............................................................. 68
4.1 Tahapan Pembelajaran Berbasis Masalah ............................................ 73
4.2 Rekapitulasi Skor Uji Keterbacaan ...................................................... 77
4.3 Data Kemampuan Komunikasi Matematis .......................................... 80
4.4 Rekapitulasi Data Postes Kemampuan Komunikasi ........................... 80
ix
4.5 Kecendrungan Self Efficacy ................................................................ 81
4.6 Pencapaian Indikator Self Efficacy ........................................................ 82
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
4.1 LKPD 1 Sebelum dan Sesudah Revisi ................................................. 75
4.2 LKPD 1 Sebelum dan Sesudah Revisi .................................................. 76
4.3 Uji Coba Lapangan .............................................................................. 86
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
A. Perangkat Pembelajaran
A.1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) ................................. 103
A.2 Silabus .......................................................................................... 135
B. Instrumen Penelitian
B.1 Kisi-Kisi Soal Postest .................................................................. 141
B.2 Soal Postest .................................................................................. 142
B.3 Rubrik Penilaian Soal-Soal ........................................................... 144
B.4 Kisi-Kisi Penilaian Self Efficacy ................................................... 153
B.5 Instrumen Penilaian Self Efficacy ................................................. 157
C. Analisis Data
C.1 Analisis Validitas Butir Soal Koneksi Matematis ....................... 160
C.2 Analisis Reliabilitas Butir Soal Tes Koneksi Matematis ............. 163
C.3 Daya Pembeda dan Tingkat Kesukaran Soal Postes .................... 166
C.4 Data Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa ....................... 168
C.5 Pencapaian Indikator Kemampuan Komunikasi .......................... 169
C.6 Analisis Validitas Hasil Ujicoba Self Efficacy .............................. 170
C.7 Analisis Reliabilitas Hasil Ujicoba Self Efficacy .......................... 173
C.8 Perhitungan Skor Masing-Masing Kategori Butir Pernyataan
Skala Self Efficacy ...................................................................... 175
C.9 Kecenderungan Self Efficacy ........................................................ 181
C.10 Pencapaian Indikator Self Efficacy ............................................. 184
C.11 Analisis Validasi Modul Oleh Ahli Materi .................................. 185
xii
C.12 Analisis Validasi Modul Oleh Ahli Media .................................. 187
C.13 Analisis Validasi Keterbacaan LKPD .......................................... 189
C.14 Analisis Respon Siswa .................................................................. 193
D. Angket, Skala, dan Lembar Wawancara
D.1 Lembar Observasi ........................................................................ 201
D.2 Lembar Wawancara Bahan Ajar Matematika ............................. 204
D.3 Lembar Wawancara Tingkat Kelulusan Materi ........................... 206
D.4 Lembar Validasi Ahli Materi ....................................................... 159
D.5 Lembar Validasi Ahli Media ....................................................... 166
D.6 Lembar Validasi Ahli Psikologi ...................................................
D.6 Lembar Validasi Skala Self Efficacy ........................................... 176
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dirancang untuk menyiapkan peserta didik
yang siap memasuki dunia kerja. Lulusan pendidikan kejuruan diharapkan mampu
menjadi individu yang produktif yang memiliki kesiapan untuk menghadapi
persaingan dunia kerja. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun 2015
mendukung pertumbuhan SMK dengan berbagai jenis program keahlian yang
dibutuhkan dunia usaha/industri. Oleh karena itu, struktur kurikulum SMK lebih
ditekankan terhadap muatan peminatan kejuruan yang diambil oleh peserta didik
dan lebih mengedepankan praktek daripada teori dalam proses pembelajaran.
Menurut Peraturan Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah tahun 2018, struktur
kurikulum SMK dibagi menjadi muatan nasional, muatan kewilayahan, dan
muatan peminatan kejuruan. Salah satu pelajaran yang terdapat pada pelajaran
muatan nasional adalah mata pelajaran matematika. Belajar matematika di SMK
tentu saja harus di sesuaikan dengan kebutuhan setiap program ahlinya.
Pembelajaran yang dilakukan memberikan dasar pengetahuan yang luas dan kuat
agar siswa mampu beradaptasi terhadap perubahan baik di masyarakat,lingkungan
kerja, dan mampu mengembangkan diri sesuai dengan perkembangan iptek.
2
Data dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Lampung pada tahun 2018
terdapat 66 SMK yang terbagi dalam 10 SMK Negeri dan 56 SMK Swasta di
Kota Bandar Lampung. SMK Guna Dharma Bandar Lampung adalah salah satu
SMK swasta yang mempunyai karakteristik yang sama seperti sekolah pada
umumnya. Hal ini diketahui dari hasil pengamatan bahwa kondisi dan situasi
sekolah, usia peserta didik, serta proses pembelajaran sama dengan sekolah setara
pada umumnya. SMK Guna Dharma Bandar Lampung memiliki 4 program
keahlian dan terdiri atas 18 kelas untuk tingkat X, XI, dan XII yang tersaji dalam
Tabel 1.1 berikut.
Tabel 1.1 Program Keahlian di SMK Guna Dharma B.Lampung
No. Program Keahlian Jumlah Kelas
1. Administrasi Perkantoran 5
2. Teknik Komputer dan Jaringan 5
3. Teknik Sepeda Motor 4
4. Akuntansi 4
Sumber : Dokumen Waka Kurikulum SMK Guna Dharma Bandar Lampung
Tujuan pembelajaran matematika di SMK harus terintegrasi dengan tujuan
program keahliannya atau bahkan berkorelasi dengan pelajaran lain sehingga
secara bersama-sama mendukung atau menopang pencapaian tujuan program
keahliannya. Kebutuhan tiap program keahlian terhadap matematika berbeda-beda
sesuai dengan harapan, fungsi, dan peran pembelajaran matematika dalam
program keahliannya. Dari hasil wawancara tentang proses pembelajaran dengan
guru matematika di SMK Guna Dharma Bandar Lampung, didapatkan fakta
bahwa pembelajaran matematika yang dilaksanakan di sekolah tersebut sudah
sesuai dengan struktur kurikulum yang diberikan oleh pemerintah yang artinya
alokasi waktu yang diberikan untuk pelajaran matematika sudah sesuai dengan
3
porsi program keahliannya masing-masing. Namun, pencapaian nilai Kriteria
Ketuntasan Minimal (KKM) yaitu 70 yang ditetapkan oleh sekolah masih jauh
dari yang diharapkan.
Berdasarkan hasil studi pendahuluan pada beberapa SMK yang berada di
lingkungan sekitar SMK Guna Dharma Bandar Lampung, yaitu SMK Negeri 3
Bandar Lampung, SMK Satu Nusa 1, 2, dan 3 Bandar Lampung, dan SMK Taman
Siswa Bandar Lampung, didapatkan hasil seperti pada Tabel 1.2 berikut.
Tabel 1.2 Nilai Ujian Semester Kelas XI SMK
No Nama Sekolah
Rata-rata nilai ujian semester
2014 2015 2016
1 SMK Negeri 3 Bandar Lampung
68,8 70,5 71,8
2 SMK Guna Dharma Bandar Lampung
55,6 54,2 55,8
3 SMK Satu Nusa Bandar Lampung
62,5 64,6 65,8
4 SMK Taman Siswa Bandar Lampung
61,8 62,5 61,6
Dapat diketahui bahwa nilai Ulangan Semester SMK Guna Dharma Bandar
Lampung dari 3 tahun terakhir masih dalam kategori rendah jika dibandingkan
dengan SMK yang ada disekitar lingkungannya. Guru matematika SMK Guna
Dharma Bandar Lampung mengatakan bahwa rendahnya nilai Ulangan Semester
juga tak terlepas dari rendahnya nilai ulangan harian peserta didik. Peserta didik
yang melampaui nilai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yaitu 70 yang
ditetapkan oleh sekolah masih jauh dari yang diharapkan.
Matematika di SMK berfungsi sebagai alat bantu visual belajar dan pembentukan
pola pikir yang nyata bagi siswa agar mampu dan mudah beradaptasi di
4
lingkungan dunia kerja. Melalui fungsi tersebut diharapkan peserta didik SMK
mampu mengetahui hubungan antara materi matematika dengan materi program
keahliannya, sehingga belajar matematika dapat meningkatkan kemampuan
matematis yang ada dalam diri siswa, seperti kemampuan pemahaman,
komunikasi, pemecahan masalah, berfikir kritis dan kreatif serta penalaran adaptif
dan sikap produktif. Namun kenyataannya siswa SMK banyak yang mengeluhkan
bahwa pelajaran matematika merupakan pelajaran yang sulit dipahami. Terlebih
karena siswa SMK lebih tertarik pada mata pelajaran muatan peminatan kejuruan
yang lebih banyak ditekankan praktik daripada teori.
Permasalahan ini juga ditemui pada peserta didik di SMK Guna Dharma Bandar
Lampung. Hal ini ditunjukkan dengan perolehan nilai rata-rata pada ujian nasional
tahun pelajaran 2016/2017 dimana mata pelajaran matematika mendapatkan nilai
rata-rata terendah dari seluruh mata pelajaran yang diujikan dibandingkan dengan
mata pelajaran yang lain. Hal ini disajikan dalam Tabel 1.3 berikut.
Tabel 1.3 Nilai Rata-rata Ujian Nasional T.P 2016/2017 SMK Guna Dharma
No Mata Pelajaran Nilai Rata-rata UN
1. Bahasa Indonesia 73,78
2. Bahasa Inggris 67,84
3. Matematika 42,66
4. Mata Pelajaran Kejuruan 83,70
Sumber : Dokumen Waka Kurikulum SMK Guna Dharma Bandar Lampung
Berdasarkan informasi yang diperoleh dari hasil wawancara dengan guru
matematika di SMK Guna Dharma Bandar Lampung, materi matriks merupakan
salah satu materi yang sulit dikuasai oleh peserta didik dalam pelajaran
matematika. Pencapaian KKM peserta didik pada materi ini kurang dari 50%.
5
Pada materi matriks terdapat banyak rumus dan simbol-simbol yang harus
dipelajari. Kemudian peserta didik mengalami kesulitan saat menyelesaikan soal-
soal yang diberikan oleh guru berupa soal cerita yang berkaitan dengan matriks.
Peserta didik harus mengubah masalah matematika menjadi model matematika
agar bisa diselesaikan dengan baik. Hal ini karena peserta didik hanya hafal rumus
tanpa memahami konsep-konsepnya. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan
peserta didik untuk menginterpretasikan suatu permasalahan ke dalam model
matematika yaitu berupa gambar, simbol, maupun ekspresi matematika masih
rendah, ini berkaitan dengan kemampuan komunikasi matematis.
Kemampuan komunikasi memuat keahlian untuk menelaah dan mengevaluasi ide-
ide, simbol-simbol, istilah serta informasi matematika; merefleksikan benda-
benda nyata, gambar atau ide-ide matematika; membuat model situasi persoalan
menggunakan metode lisan, tertulis, konkrit, grafik dan aljabar. Kemampuan
komunikasi juga penting dikembangkan agar tercipta pengalihan pesan berupa
materi pelajaran antara guru dan peserta didik. Namun, peserta didik cenderung
sulit mengemukakan keahlian tersebut walaupun gagasan sudah termuat dalam
pemikiran mereka. Guru menduga bahwa peserta didik takut salah dan tidak
terbiasa dalam mengemukakan gagasannya. Untuk mengurangi keadaan ini,
peserta didik perlu dibiasakan untuk mengkomunikasikan gagasannya secara lisan
dan tulisan kepada pesera didik lain sesuai dengan penafsirannya sendiri sehingga
orang lain dapat menilai dan menanggapi pemikiran tersebut.
Dengan kemampuan tersebut, peserta didik akan memahami permasalahan yang
diajukan serta mengkomunikasi ide atau gagasan dalam memecahkan masalah
6
kepada peserta didik yang lain. Peserta didik yang senantiasa mendengarkan
pemikiran dan gagasan yang lain akan mudah mengembangkan kemampuannya
terhadap suatu hal. Komunikasi baik lisan maupun tulisan dapat membawa peserta
didik pada pemahaman yang mendalam tentang suatu materi dan dapat
menyelesaikan masalah dengan baik.
Selain melakukan wawancara dengan guru matematika, juga dilakukan
pengamatan saat pembelajaran matematika di SMK Guna Dharma Bandar
Lampung. Berdasarkan hasil diperoleh informasi bahwa pembelajaran yang masih
berpusat pada guru, pemahaman konsep peserta didik hanya bergantung oleh
guru, kemudian sumber belajar yang digunakan dalam pembelajaran lebih banyak
menggunakan buku paket. Beberapa peserta didik tidak memperhatikan guru saat
menjelaskan pelajaran, kemudian enggannya peserta didik untuk menyelesaikan
tugas dan persentasi di depan kelas, dan tidak aktifnya peserta didik dalam
melontarkan pendapat ataupun pertanyaan saat proses pembelajaran berlangsung.
Kemudian dari hasil wawancara langsung kepada beberapa peserta didik,
didapatkan fakta bahwa sebagian besar peserta didik tidak memiliki rasa percaya
diri (self efficacy) pada pelajaran matematika, mereka menganggap pelajaran
matematika adalah pelajaran yang sulit. Akibatnya, peserta didik tidak memiliki
keyakinan yang kuat untuk berhasil dalam pelajaran matematika. Berdasarkan
hasil tersebut, dapat dikatakan bahwa self efficacy peserta didik di SMK Guna
Dharma Bandar Lampung masih rendah.
Terdapat tiga aspek kemampuan yang harus dimiliki peserta didik yaitu
kemampuan kognitif, afektif dan psikomotor. Kemampuan afektif adalah
7
kemampuan yang berhubungan dengan sikap atau perilaku (psikologis),
sedangkan kemampuan psikomotor adalah aktifitas atau kegiatan yang dilakukan
oleh peserta didik. Dengan kata lain, kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotor
peserta didik berkaitan erat dan saling bergantung. Self efficacy adalah salah satu
indikator dari aspek afektif yang dapat menunjang keberhasilan belajar. Self-
efficacy merupakan suatu keyakinan yang harus dimiliki peserta didik agar
berhasil dalam proses pembelajaran. Hal tersebut sesuai dengan tujuan
pembelajaran matematika, memiliki sikap menghargai kegunaan matematika
dalam kehidupan yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam
mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam mengemukakan
kemampuan komunikasi.
Self efficacy yang dimiliki peserta didik dapat mendorongnya untuk meningkatkan
kemampuan dalam berusaha memperoleh informasi dan bertahan menghadapi
situasi sulit saat ia berada dalam kegiatan tertentu. Perasaan positif yang tepat
tentang self efficacy dapat membuat peserta didik merasa termotivasi untuk belajar
dalam mencapai tujuan tertentu. Beberapa penelitian yang dilakukan oleh
Dzulfikar (2013), Prabawanto (2013) dan Kartika (2015) bahwa pengembangan
self efficacy penting untuk menunjang prestasi belajar matematika peserta didik.
Peserta didik yang cenderung memiliki self efficacy tinggi akan menumbuhkan
sikap positif terhadap cara berpikirnya untuk menyelesaikan permasalahan.
Keberhasilan dan kegagalan yang dialami peserta didik dapat dipandang sebagai
suatu pengalaman belajar. Pengalaman belajar ini akan menghasilkan self-efficacy
peserta didik dalam menyelesaikan permasalahan, khususnya matematika. Oleh
8
karena itu, kemampuan self-efficacy pada pembelajaran matematika harus
dikembangkan dalam diri peserta didik agar dapat memaknai proses pembelajaran
sehingga proses pembelajaran terjadi secara optimal, dan dapat meningkatkan
prestasi belajar matematika.
Proses pembelajaran yang dilakukan di SMK Guna Dharma Bandar Lampung
peserta didik terbiasa belajar sesuai dengan panduan guru di dalam kelas. Fokus
perhatian yang disoroti adalah sumber belajar yang digunakan dan metode
pembelajaran yang dipilih oleh guru dalam proses pembelajaran. Dalam proses
pembelajaran, SMK Guna Dharna Bandar Lampung menggunakan sumber belajar
yakni buku paket dan Lembar Kerja Peserta Didik. LKPD yang digunakan berasal
dari penerbit, bukan LKPD yang dibuat oleh guru sesuai dengan kebutuhan
pembelajaran yang artinya belum maksimal untuk digunakan. LKPD hanya berisi
rumus dan latihan-latihan soal sehingga peserta didik hanya terbiasa mengerjakan
soal-soal di LKPD. Guru biasanya menggunakan metode tanya jawab untuk
membuat peserta didik aktif, namun peserta didik cenderung menjawab
pertanyaan secara keroyokan dan bersama-sama. Hal ini menyebabkan peserta
didik yang tidak mengerti hanya akan diam saja. Padahal, dalam kurikulum 2013
proses pembelajaran yang dilakukan harus menunjang peserta didik agar peserta
didik dapat aktif dan dapat memahami konsep materi yang diajarkan. Kurikulum
2013 adalah kurikulum yang menekankan pada dimensi pedagogik modern dalam
pembelajaran, yaitu menggunakan pendekatan Scientific. Menurut Kemendikbud
(2013: 187), pendekatan Scientific adalah suatu pendekatan yang meliputi sikap-
sikap ilmiah, yaitu mengamati (observing), menanya (questioning), menalar
(associating), mencoba (experimenting), dan mengkomunikasikan (networking).
9
Agar prestasi belajar matematika peserta didik SMK Guna Dharma Bandar
Lampung khususnya pada materi matriks meningkat serta mencapai Kriteria
Ketuntasan Minimal (KKM), perlu dilakukan tindak lanjut terhadap materi
dengan dirubahnya proses pembelajaran yang dilakukan. Disamping itu guru
matematika juga belum pernah melakukan variasi dalam pembelajaran
matematika. Misalnya bahan ajar buatan guru yang dirancang khusus sesuai
dengan karakteristik peserta didik. Darmodjo dan Kaligis (1992: 40)
mengemukakan bahwa LKPD merupakan sarana pembelajaran yang dapat
digunakan guru dalam meningkatkan keterlibatan atau aktivitas peserta didik
dalam pembelajarann. Salah satunya dengan pemanfaatan LKPD. Melalui LKPD
yang dirancang dan dikembangkan sesuai dengan kondisi dan situasi kegiatan
pembelajaran yang akan dihadapi sehingga pendekatan scientific akan dapat
dilakukan dengan baik dalam kegiatan pembelajaran. Salah satu LKPD yang dapat
sesuai dengan penerapan pendekatan Scientific dan dapat meningkatkan
kemampuan komunikasi serta dapat meningkatkan self efficacy peserta didik
adalah LKPD dengan pembelajaran berbasis masalah (PBM).
Pembelajaran berbasis masalah adalah sebuah model pembelajaran yang memulai
proses belajar peserta didik dengan menyajikan sebuah permasalahan yang harus
dipecahkan (Hung et.al.,2008). Dengan kata lain, pembelajaran berbasis masalah
merupakan suatu pembelajaran yang terpusat pada masalah. Masalah yang
disajikan dalam pembelajaran ini merupakan structured problem, yaitu masalah
yang memiliki tujuan, metode penyelesaian dan kriteria penyelesaian masalah
lebih dari satu atau bahkan tidak diketahui. Unstructured problem yang digunakan
biasanya merupakan masalah kehidupan sehari-hari yang dalam
10
menyelesaikannya dapat dilihat dari berbagai sudut pandang. Untuk dapat
menemukan solusi atas unstructured problem tersebut peserta didik juga dituntut
untuk menggunakan berbagai pengetahuan yang mereka miliki dari berbagai topik
dan mata pelajaran lain. Kemudian peserta didik mengorientasi masalah tersebut
secara berkelompok. Guru mendorong peserta didik untuk mengumpulkan
informasi yang sesuai dan melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan
penjelasan serta penyelesaian masalah.
Setelah didapatkan penyelesaian masalahnya, peserta didik secara berkelompok
mengembangkan dan menyajikan hasil kerja kelompoknya dibantu oleh guru.
Tahap terakhir adalah guru membantu peserta didik melakukan refleksi atau
evaluasi terhadap penyelesaian masalah tersebut. Melalui pengembangan LKPD
dengan pembelajaran berbasis masalah akan tercipta suatu proses pembelajaran
yang ditinjau dari kemampuan komunikasi dan self efficacy peserta didik.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimanakah proses dan produk pengembangan LKPD dengan pembelajaran
berbasis masalah yang ditinjau dari kemampuan komunikasi matematis dan self
efficacy peserta didik?
2. Bagaimanakah efektivitas LKPD dengan pembelajaran berbasis masalah yang
ditinjau dari kemampuan komunikasi peserta didik?
3. Bagaimanakah efektivitas LKPD dengan pembelajaran berbasis masalah yang
ditinjau dari self efficacy peserta didik?
11
C. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini sebagai berikut.
1. Untuk mendeskripsikan proses dan produk pengembangan LKPD dengan
pembelajaran berbasis masalah ditinjau dari kemampuan komunikasi
matematis dan self efficacy peserta didik.
2. Untuk mengetahui efektivitas LKPD dengan pembelajaran berbasis masalah
ditinjau dari kemampuan komunikasi matematis peserta didik.
3. Untuk mengetahui efektivitas LKPD dengan pembelajaran berbasis masalah
ditinjau dari self efficacy peserta didik.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat kepada semua pihak yang
berkepentingan antara lain:
1. Manfaat Teoritis
Berdasarkan tujuan penelitian diatas, dalam penelitian ini diharapkan akan
dihasilkan suatu rancangan LKPD matematika dengan menggunakan
pembelajaran berbasis masalah untuk meningkatkan kemampuan komunikasi
matematis dan self efficacy peserta didik yang dapat dimanfaatkan oleh guru dan
peserta didik dalam pembelajaran di sekolah.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Guru
1. Diharapkan dapat menggunakan LKPD melalui pembelajaran berbasis
masalah yang telah dibuat dapat dijadikan sebagai alternatif dalam
memperkaya variasi pembelajaran matematika.
12
2. Memberikan masukan dalam menentukan model pembelajaran yang tepat
dalam pembelajaran matematika di kelas.
b. Bagi Peserta didik
1. Peserta didik yang belajar matematika menggunakan LKPD dengan
pembelajaran berbasis masalah diharapkan dapat memberikan suasana baru,
memotivasi peserta didik untuk memperkaya pengalaman belajar dan untuk
meningkatkan prestasi belajar matematika.
2. Memberikan informasi bahwa kemampuan komunikasi matematis dan self
efficacy peserta didik akan mempengaruhi prestasi belajar sehingga peserta
didik dapat meningkatkan prestasi belajar dengan cara meningkatkan
kemampuan komunikasi matematis dan self efficacy peserta didik itu
sendiri.
c. Bagi Sekolah
Hasil penelitian ini merupakan salah satu masukan dalam upaya peningkatan
kualitas pembelajaran matematika di sekolah.
d. Bagi Peneliti Lain
Dijadikan acuan dan referensi untuk melaksanakan penelitian lebih lanjut.
13
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD)
Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) merupakan salah satu sarana untuk
membantu dan mempermudah dalam kegiatan pembelajaran sehingga akan
terbentuk interaksi yang efektif antara peserta didik dengan pendidik. Dalam
Depdiknas (2008) “LKS (student worksheet) adalah lembaran-lembaran berisi
tugas yang harus dikerjakan oleh peserta didik. Lembar kegiatan biasanya berupa
petunjuk dan langkah-langkah untuk menyelesaikan suatu tugas.“. LKS tersebut
akan menyajikan materi, ringkasan, dan tugas yang berkaitan dengan pokok
bahasan. LKPD juga merupakan bentuk usaha guru untuk membimbing siswa
secara terstruktur melalui kegiatan yang mampu memberikan daya tarik kepada
siswa untuk belajar. Bentuk LKPD yang digunakan dalam belajar dapat
disesuaikan dengan tujuan dan maksud LKPD tersebut.
1. Pengertian LKPD
Menurut Darmodjo dan Kaligis (1992), LKPD merupakan sarana pembelajaran
yang dapat digunakan guru dalam meningkatkan keterlibatan atau aktivitas siswa
dalam proses belajar-mengajar. Pendapat lainnya dikemukakan Choo, dkk. (2011)
yang menyatakan bahwa “worksheet is an instructional tool consisting of a series
of questions andinformation designed to guide students to understand complex
14
ideas as they work throughit systematically”. Pernyataan ini berarti bahwa LKPD
adalah sebuah bahan pelajaran yang terdiri atas beberapa pertanyaan dan
informasi yang didesain untuk membimbing siswa untuk memahami ide-ide yang
kompleks sehingga siswa dapat bekerja secara sistematis. Prastowo (2011)
mendefinisikan LKPD adalah lembaran-lembaran yang berisi tugas yang harus
dikerjakan oleh peserta didik. Lembar kegiatan biasanya merupakan petunjuk atau
langkah-langkah untuk menyelesaikan suatu tugas berdasarkan kompetensi dasar
yang akan dicapai.
Berdasarkan beberapa pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa LKPD
merupakan lembar kegiatan yang mengarahkan siswa untuk menemukan
pengetahuan baru yang berisi aktivitas dan masalah sebagai salah satu sarana
pembelajaran untuk meningkatkan aktivitas siswa dalam proses pembelajaran dan
memberikan dayatarik kepada siswa untuk belajar. Melalui LKPD siswa dapat
melakukan aktivitas sekaligus memperoleh pengetahan dan keteraampilan dari
materi yang menjadi dasar aktivitas terssebut.
2. Manfaat LKPD
LKPD memiliki manfaat baik bagi peserta didik maupun guru karena LKPD
membantu guru dan peserta didik dalam proses pembelajaran. Darmodjo dan
Kaligis (1992: 40) mengutarakan manfaat yang diperoleh dengan menggunakan
LKPD sebagai media pembelajaran antara lain sebagai berikut:
1. Memudahkan guru dalam mengelola proses belajar, misalnya mengubah
kondisi belajar dari suasana teacher centered menjadi student centered yang
artinya peserta didik yang menjadi pelaku aktif dalam proses pembelajaran.
15
2. Membantu guru mengarahkan siswanya untuk dapat menemukan konsep-
konsep melalui aktivitasnya sendiri atau dalam kelompok kerja,
3. Digunakan untuk mengembangkan keterampilan proses, mengembangkan
sikap ilmiah serta membangkitkan minat siswa terhadap alam sekitarnya.
4. Memudahkan guru memantau keberhasilan siswa untuk mencapai sasaran
belajar.
Pendapat lainnya mengenai manfaat LKPD juga diungkapkan oleh Widjajanti
(2008) yang menjabarkan manfaat LKPD menjadi 10 manfaat yang diuraikan
sebagai berikut:
1. Merupakan alternatif bagi guru untuk mengarahkan pengajaran atau
memperkenalkan suatu kegiatan tertentu sebagai kegiatan belajar mengajar,
2. Dapat digunakan untuk mempercepat proses pengajaran dan menghemat
waktupenyajian suatu topik,
3. Dapat untuk mengetahui seberapa jauh materi yang telah dikuasai siswa,
4. Dapat mengoptimalkan alat bantu pengajaran yang terbatas,
5. Membantu siswa dapat lebih aktif dalam pembelajaran,
6. Dapat membangkitkan minat siswa jika LKPD disusun secara rapi,
sistematis mudah dipahami oleh siswa sehingga mudah menarik perhatian
siswa,
7. Dapat menumbuhkan kepercayaan pada diri siswa dan meningkatkan
motivasi belajar dan rasa ingin tahu,
8. Dapat mempermudah penyelesaian tugas perorangan, kelompok atau
klasikal karena siswa dapat menyelesaikan tugas sesuai dengan kecepatan
belajarnya,
16
9. Dapat digunakan untuk melatih siswa menggunakan waktu seefektif
mungkin,
10. Dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam memecahkan masalah.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan manfaat LKPD antara
lain: (1) memudahkan guru dalam mengelola pembelajaran, (2) membantu guru
mengarahkan siswanya untuk dapat menemukan konsep-konsep melalui
aktivitasnya sendiri atau dalam kelompok kerja sehingga siswa lebih aktif dalam
pembelajaran, (3) dapat membangkitkan minat siswa jika LKPD dikemas secara
menarik, (4) dapat menumbuhkan kepercayaan pada diri siswa dan meningkatkan
motivasi belajar serta rasa ingin tahu, dan (5) memudahkan guru memantau
keberhasilan siswa untuk mencapai sasaran belajar.
3. Jenis-Jenis LKPD
LKPD secara umum digunakan untuk membantu siswa menyelesaikan tugas-tugas
dalam belajar dan bentuk LKPD yang digunakan disesuaikan dengan tujuan
pembelajaran dan kompetensi yang akan dicapai siswa. Prastowo (2011)
menjelaskan lima jenis LKPD yang umumnya digunakan oleh peserta didik,
diantaranya:
a. LKPD yang membantu peserta didik menemukan suatu konsep.
Sesuai prinsip konstruktivisme, peserta didik mengkonstruksi pengetahuan
yang mereka dapatkan dari hasil pemecahan masalah. Jadi suatu konsep materi
pelajaran peserta didik itu sendiri yang menemukannya melalui LKPD yang
dirancang dan dibuat khusus untuk menemukan suatu konsep materi tertentu.
17
b. LKPD yang membantu peserta didik menerapkan dan mengintegrasikan
berbagai konsep yang telah ditemukan.
Jenis LKPD ini dibuat untuk membantu peserta didik dalam memecahkan
masalah sehari-hari melalui penerapan dan pengintegrasian berbagai konsep
yang telah ditemukan sebelumnya.
c. LKPD yang berfungsi sebagai penuntun belajar.
LKPD bentuk ini berisi pertanyaan-pertanyaan atau isian yang jawabannya ada
di dalam buku. Fungsi utama LKPD ini adalah membantu peserta didik
menghafal dan memahami materi pelajaran yang terdapat di dalam buku dan
tepat digunakan untuk keperluan remedial.
d. LKPD yang berfungsi sebagai penguatan.
LKPD ini lebih mengarah pada pendalaman dan penerapan materi
pembelajaran yang terdapat pada buku pelajaran. Selain sebagai pembelajaran
pokok, LKPD ini juga cocok untuk pengayaan.
e. LKPD yang berfungsi sebagai petunjuk praktikum.
LKPD berisi petunjuk untuk melakukan kegiatan uji coba dan siswa
menuliskan hasil uji cobanya pada LKPD.
Berdasarkan jenis-jenis LKPD yang telah diuraikan diatas, maka jenis LKPD yang
tepat dikembangkan dalam pembelajaran matematika adalah LKPD yang
membantu peserta didik menemukan suatu konsep. Alasannya adalah LKPD jenis
ini dapat membantu siswa membangun sendiri pengetahuannya atau bersifat
konstruktivisme. Selain itu, dengan permasalahan yang diajukan pada LKPD
siswa akan merasa tertantang untuk memecahkan masalah, sehingga siswa dapat
18
mengembangkan kemampuan komunikasi matematisnya dalam memecahkan
masalah.
4. Langkah-Langkah Membuat LKPD
Menghasilkan LKPD yang bermanfaat bagi siswa atau guru perlu pemahaman
sehingga efisien digunakan dalam pembelajaran. (Prastowo, 2011) memberikan
petunjuk atau langkah-langkah dalam penyusunan LKPD, yaitu (1) melakukan
analisis kurikulum untuk menentukan materi-materi mana yang memerlukan
bahan ajar LKPD dengan melihat materi pokok, pengalaman belajar, dan
kompetensi yang harus dimiliki siswa, (2) menyusun peta kebutuhan untuk
mengetahui jumlah LKPD yang harus ditulis serta melihat urutan LKPD, (3)
menentukan judul LKPD yang ditentukan berdasarkan kompetensi-kompetensi
dasar, materi-materi pokok, atau pengalaman belajar yang terdapat dalam
kurikulum, dan (4) penulisan LKPD.
Penulisan LKPD memiliki beberapa tahapan yaitu (1) merumuskan kompetensi
dasar, (2) menentukan alat penilaian dengan menyiapkan rubrik penilaian
terhadap proses kerja dan hasil kerja peserta didik, (3) menyusun materi LKPD
yang disesuaikan dengan kompetensi dasar yang akan dicapai oleh peserta didik,
(4) memperhatikan struktur, seperti judul, petunjuk belajar (petunjuk siswa),
kompetensi yang akan dicapai,informasi pendukung, tugas-tugas dan langkah-
langkah kerja, serta penilaian.
Prastowo (2011) menjelaskan bahwa desain LKPD tidak terpaku pada satu
bentuk. Guru bebas mengembangkan desain LKPD-nya sendiri dengan memper-
19
hatikan tingkat kemampuan membaca peserta didik dan pengetahuan peserta
didik. Adapun batasan umum yang harus diperhatikan yaitu (1) ukuran, jika kita
menghendaki siswa membuat bagan atau gambar, maka kita memberikan tempat
yang lebih luas bagi siswa, (2) kepadatan halaman, LKPD tidak terlalu dipadati
dengan tulisan yang dibuat guru atau penulisan lebih sistematis, singkat dan jelas,
(3) penomoran, dengan adanya penomoran yang jelas, akan membantu peserta
didik dalam memahami isi dari LKPD yang dibuat oleh guru, dan (4) kejelasan,
yaitu materi dan instruksi yang diberikan di dalam LKPD harus dengan jelas
dibaca oleh peserta didik.
Berdasarkan jenis, langkah-langkah, dan batasan umum dalam pembuatan LKPD,
maka pada mata pelajaran matematika pengembangan LKPD dapat dilakukan
dengan mengajukan permasalahan-permasalahan yang bersifat kontekstual. Siswa
berdiskusi untuk memecahkan masalah tersebut sehingga siswa dapat membangun
pengetahuan dan pemahamannya secara mandiri. Selain itu siswa mampu berpikir
secara sistematis dan berpikir kritis dalam menyelesaikan masalah pada LKPD.
B. Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM)
1. Pengertian Pembelajaran Berbasis Masalah
Banyak ahli yang memberikan definisi tentang PBM. Menurut Tan (2006: 17)
menyatakan bahwa PBM adalah suatu pendekatan pembelajaran aktif dan
berpusat pada peserta didik yang menggunakan masalah tidak terstruktur sebagai
langkah awal untuk proses pembelajaran dan inkuiri. Menurut Sudarman (2007:
69) Problem Based Learning atau disebut juga dengan pembelajaran berbasis
20
masalah adalah suatu pendekatan pembelajaran yang menggunakan masalah dunia
nyata sebagai suatu konteks bagi peserta didik untuk belajar tentang cara berpikir
kritis dan keterampilan pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan
dan konsep yang esensial dari materi kuliah atau materi pelajaran. Illinois
Mathematics and Science Academy (2008) mendefinisikan PBM sebagai suatu
pembelajaran yang memusatkan pengalaman belajar siswa pada proses investigasi
dan pencarian solusi atas masalah kehidupan nyata yang tak terstruktur.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat diperoleh kesimpulan bahwa PBM
adalah suatu pembelajaran yang memusatkan pengalaman belajar siswa melalui
serangkaian proses untuk memecahkan masalah yang berkaitan dengan dunia
nyata yang bersifat tidak terstruktur dan kompleks.
2. Tujuan PBM
Trianto (2009: 94) mengatakan bahwa pelaksanaan PBM bertujuan untuk
membantu siswa mengembangkan keterampilan berpikir dan pemecahan masalah,
belajar peranan orang dewasa yang autentik, dan menjadi pembelajaran yang
mandiri. Hal ini didukung dengan pernyataan Arends & Kilcher (2010: 330)
bahwa PBI mempunyai 2 (dua) tujuan utama berupa content goals dan process
goals. Content goals mencakup: curriculum standars,specific content concept, dan
relationships among ideas in the problem situation. Sedangkan process goals
mencakup: inquiry and problem-solving skills, self-directed learning skills,
collaboration skills, dan project management skills.
21
Sementara itu, Rusman (2012: 233) berpendapat bahwa PBM digunakan
tergantung dari tujuan yang ingin dicapai apakah berkaitan dengan (1) penguasaan
isi pengetahuan yang bersifat multidisipliner, (2) penguasaan keterampilan proses
dan disiplin heuristik, (3) belajar keterampilan pemecahan masalah, (4) belajar
keterampilan kolaboratif, dan (5) belajar keterampilan ke-hidupan yang luas.
Lebih lanjut lagi, Rusman mengatakan ketika tujuan PBM lebih luas, maka
permasalahan pun menjadi lebih kompleks dan proses pelaksanaan PBM
membutuhkan siklus yang panjang.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa penerapan PBM memiliki tujuan
untuk mengembangkan kemampuan pemahaman konsep dan keterampilan
berpikir seperti penalaran, komunikasi, dan koneksi yang digunakan dalam rangka
melakukan proses pemecahan masalah.
3. Sejarah Model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM)
Barret (2005: 13) menyebutkan bahwa PBM muncul pertama kali melalui
penelitian Howard Barrow, seorang dosen pada Fakultas Kedokteran Master
University di Hamilton, Ontario, Kanada pada tahun 1970an. Pembelajaran ini
muncul karena adanya kenyataan bahwa informasi dan pengetahuan yang
diperoleh dengan cara menghafal akan mudah hilang atau lupa. Barret mencoba
mengembangkan suatu pembelajaran yang berdasarkan masalah. Masalah yang
diberikan ini akan mendorong mahasiswa untuk memahami, menyelediki situasi,
mengembangkan pertanyaan-pertanyaan yang akhirnya dapat memunculkan
rencana-rencana untuk memecahkan masalah tersebut.
22
Ibrahim dan Nur (2005: 2) menyebutkan bahwa pembelajaran ini juga dikenal
dengan nama lain seperti Problem-Based Instruction (PBI), Project-Based
Teaching (Pembelajaran Proyek), Experienced Based Education (Pendidikan
Berdasarkan Pengalaman), Authentic Lerning (Pembelajaran Autentik), dan
Anchored Instruction (Pembelajaran Berakar pada Kehidupan Nyata). Berikut ini
disajikan teori-teori belajar yang melandasi munculnya PBM yaitu :
a. Metode Pengajaran John Dewey
Dalam Demokrasi dan Pendidikan (1916), Dewey menggambarkan suatu
pandangan tentang pendidikan di sekolah sebagai laboratorium untuk pemecahan
masalah kehidupan yang nyata. Menurut Dewey (Trianto, 2009: 31-32), dalam
memecahkan masalah terdapat lima langkah. Dewey menguraikan lima langkah
pemecahan masalah sebagai berikut :
1) siswa mengenali masalah, yaitu siswa menyelidiki dan menganalisis
kesulitannya serta menentukan masalah yang dihadapinya.
2) siswa menghubungkan semua kemungkinan yang dapat digunakan untuk
memecahkan masalah tersebut.
3) siswa menimbang kemungkinan jawaban yang ia temukan dengan akibatnya
masing-masing.
4) siswa mencoba mempraktikan salah satu kemungkinan yang ia pandang terbaik
untuk memecahkan masalah tersebut dan hasilnya akan membuktikan apakah
kemungkinan pemecahan masalah tersebut benar atau salah.
Kaitan teori belajar ini dengan PBM adalah lima langkah yang dikemukakan oleh
Dewey dalam memecahkan masalah sama dengan langkah-langkah yang terdapat
dalam PBM.
23
b. Teori Belajar Bermakna David Ausubel
Ausubel (Rusman, 2012: 244) membedakan belajar menjadi belajar bermakna
(meaningfull learning) dan belajar menghafal (rote learning). Belajar bermakna
adalah suatu proses belajar yang mengaitkan antara informasi baru de-ngan
struktur pengertian yang sudah dimiliki seseorang yang sedang belajar tersebut.
Sedangkan belajar menghafal adalah kebalikan dari belajar bermakna, yaitu
informasi baru yang diperoleh oleh seseorang tersebut tidak ia hubungkan dengan
pengetahuan yang telah ia miliki. Kaitan antara teori belajar ini dengan PBM
adalah dalam hal proses menghubungkan antara informasi baru dengan
pengetahuan yang sebelumnya telah siswa miliki. Proses ini terletak pada fase 1
mereview dan menyajikan masalah, serta fase 2 menyusun strategi dalam PBM.
c. Teori Belajar Vygotsky
Vygotsky (Rusman, 2012: 244) berpendapat bahwa siswa membentuk
pengetahuan sebagai hasil dari pikiran dan kegiatan siswa sendiri ketika siswa
berhadapan dengan pengalaman baru dan menantang untuk diselesaikan.
Vygotsky (Ibrahim dan Nur 2005: 19) meyakini bahwa proses pembelajaran akan
terjadi jika anak bekerja atau menangani tugas-tugas yang belum di pelajari
dengan berinteraksi dengan teman lainnya untuk memacu terbentuknya ide baru
dan memperkaya perkembangan intelektual siswa. Teori belajar Vygotsky ini
berkaitan dengan PBM dalam hal mengaitkan informasi baru dengan struktur
kognitif yang telah dimiliki siswa melalui kegiatan belajar bersama teman lain.
Dalam tahapan PBM, siswa bekerja secara tim untuk mengumpulkan informasi
dan menyatukan persepsi kelompok dalam upaya memecahkan masalah yang
diberikan. Hal inilah yang mendorong siswa berkomunikasi dan mengintegrasi-
24
kan informasi. Sesuai dengan konsep yang disampaikan oleh Duch, Groh, dan
Allen (Abidin, 2014: 160) bahwa model PBM diorientasikan agar siswa mampu:
a. Berpikir kritis, menganalisis, dan memecahkan masalah kehidupan.
b. Bekerja secara kooperatif dalam kelompok.
c. Berkomunikasi secara efektif baik komunikasi lisan maupun tulisan.
4. Karakteristik PBM
PBM adalah model pembelajaran dimana peserta didik dihadapkan dengan
masalah sehingga peserta didik dapat menyusun pengetahuannya sendiri. PBM
menuntut peserta didik untuk menghasilkan produk tertentu dalam karya nyata.
Pengajaran berbasis masalah dicirikan sebagai bentuk kerja sama secara
berpasangan atau kelompok kecil. Eggen dan Kauchak (2012: 307) mengatakan
bahwa PBM memiliki karakteristik sebagai berikut :
a. Pelajaran berfokus pada pemecahan masalah. Kegiatan PBM bermula dari satu
masalah dan memecahkannya adalah fokus pelajarannya.
b. Tanggung jawab untuk memecahkan masalah bertumpu pada siswa. Pelajaran
PBM biasanya dilakukan secara berkelompok yang cukup kecil (tidak lebih
dari empat orang) sehingga semua siswa terlibat dalam proses itu yang
akhirnya akan membuat siswa bertanggung jawab untuk menyusun strategi dan
memecahkan masalah.
c. Guru mendukung proses saat siswa mengerjakan masalah. Guru memberikan
scaffolding ketika siswa mulai menerapkan strategi pemecahan masalah yang
mereka temukan. Tujuan pemberian scaffolding ini membantu siswa ketika
dalam proses menerapkan strategi mereka mengalami kesulitan.
25
Sementara itu, Ibrahim dan Nur (2005: 5-6) mengungkapkan bahwa ada lima
karakteristik dari PBM, yaitu :
a. Pengajuan pertanyaan atau masalah.
PBM tidak hanya mengorganisasikan pengajaran di sekitar prinsip-prinsip atau
keterampilan akademik tertentu, tetapi juga mengorganisasikannya ke dalam
masalah dan pertanyaan yang keduanya secara sosial penting dan secara
pribadi bermakna bagi siswa.
b. Berfokus pada keterkaitan antar disiplin.
Masalah yang diberikan pada pembelajaran ini telah dipilih benar-benar nyata
agar dalam pemecahannya siswa dapat meninjau masalah itu dari banyak mata
pelajaran.
c. Penyelidikan autentik.
Dalam PBM, siswa diharuskan untuk melakukan penyelidikan autentik yang
bertujuan untuk mencari penyelesaian nyata terhadap masalah nyata.
d. Menghasilkan produk/karya dan memamerkannya.
PBM ini menuntut siswa untuk menghasilkan produk dalam bentuk karya nyata
dan peragaan yang dapat menjelaskan atau mewakili bentuk penyelesaian
masalah yang mereka temukan.
e. Kerja sama.
PBM dilakukan secara berkelompok (kelompok kecil) yang menuntut
kerjasama siswa dalam kelompok untuk memotivasi mereka dalam
mengembangkan keterampilan sosial dan berpikir.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
karakteristik dalam PBM adalah pemberian masalah sebagai titik awal dalam
26
pembelajarannya. Masalah yang diberikan tersebut berupa masalah dunia nyata
yang bersifat tidak terstruktur dan kompleks. Dengan bentuk masalah yang seperti
itu akan menantang siswa untuk menggunakan pengetahuan dan kemampuan
berpikirnya untuk menyelesaikan masalah tersebut.
5. Tahapan PBM
Tahapan PBM didesain dengan praktis dan masalah yang digunakan berkaitan
dengan kehidupan sehari-hari. Barrows & Tamblyn (1980) menjelaskan bahwa
ada 6 tahap pembelajaran dengan PBM, yaitu (1) menemukan masalah, (2) situasi
masalah yang diberikan kepada siswa adalah masalah dalam kehidupan sehari-
hari, (3) Menggunakan penalaran dan mengaplikasikan pengetahuan yang
dimiliki, (4) mengidentifikasi masalah, (5) mengaplikasikan keterampilan dan
pengetahuan yang dimiliki untuk memecahkan masalah, dan (6) hasil pemecahan
dirangkum dan diintegrasikan dengan pengetahuan dan keterampilan siswa.
Eggen dan Kauchak (2012: 311) mengungkapkan bahwa ada empat tahapan
dalam pelaksanaan Problem-Based Learning, yaitu :
a. Fase 1: Mereview dan Menyajikan Masalah.
Pada fase ini guru mereview pengetahuan yang dibutuhkan untuk memecahkan
masalah dan memberi siswa masalah spesifik dan konkret untuk dipecahkan.
b. Fase 2: Menyusun Strategi.
Siswa menyusun strategi untuk memecahkan masalah dan guru memberi
mereka umpan balik mengenai strategi yang dipih siswa.
c. Fase 3: Menerapkan Strategi.
27
Siswa menerapkan strategi mereka saat guru secara cermat memonitor upaya
mereka dan memberikan umpan balik.
d. Fase 4: Membahas dan Mengevaluasi Hasil.
Guru membimbing diskusi tentang upaya siswa dan hasil yang mereka peroleh.
Suatu kegiatan pembelajaran akan berjalan dengan baik bila didukung dengan
langkah-langkah yang sistematis. Komalasari (2010: 59) memaparkan langkah-
langkah dalam pelaksanaan PBM sebagai berikut.
a. Guru menjelaskan kompetensi yang ingin dicapai dan menyebutkan sarana atau
alat pendukung yang dibutuhkan.
b. Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar
yang berhubungan dengan masalah tersebut.
c. Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai,
eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah,
pengumpulan data, dan hipotesis pemecahan masalah.
d. Guru membantu siswa dalam merencanakan menyiapkan karya yang sesuai
seperti laporan dan membantu mereka berbagi tugas dengan temannya.
e. Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap
eksperimen mereka dan proses-proses yang mereka gunakan.
Dari beberapa uraian yang telah disebutkan, langkah-langkah dalam pelaksanaan
PBM yang digunakan dalam penelitian ini adalah fase (1) orientasi siswa kepada
masalah, fase (2) mengorganisasikan siswa, fase (3) membimbing penyelidikan
individu dan kelompok, fase (4) mengembangkan dan menyajikan hasil karya,fase
(5) menganalisa dan mengevaluasi. Secara rinci dijelaskan pada Tabel 2.1 berikut.
28
Tabel 2.1 Tahap-Tahap PBM
Kemudian dalam PBM guru berperan sangat penting menjadi fasilitator dalam
membimbing siswa menemukan konsep dan memecahkan masalah dalam
pembelajaran. Rusman (2012: 234-235) mengatakan bahwa peran guru dalam
PBM adalah sebagai berikut.
1. Menyiapkan perangkat berpikir siswa.
Beberapa hal yang harus dilakukan guru untuk menyiapkan siswa dalam PBM
adalah: (1) membantu siswa mengubah cara berpikir, (2) menjelaskan apa itu
pembelajaran berbasis masalah, (3) memberi tahu siswa tentang langkah-
langkahnya, (4) mengomunikasikan tujuan, hasil, dan harapan, (5) menyiapkan
Tahapan
Kegiatan Guru
Tahap 1 :
Orientasi siswa terhadap masalah
Guru menjelaskan tujuan pembelajaran,
menjelaskan perangkat yang
dibutuhkan, memotivasi siswa agar
terlibat pada aktivitas pemecahan
masalah yang dipilihnya.
Tahap 2 :
Mengorganisasi siswa untuk
belajar
Guru membantu siswa mendefinisikan
dan mengorganisasikan tugas belajar
yang berhubungan dengan masalah
tersebut.
Tahap 3 :
Membimbing penyelidikan
individual dan kelompok
Guru mendorong siswa untuk
mengumpulkan informasi yang sesuai
dan melaksanakan eksperimen untuk
mendapatkan penjelasan serta
pemecahan masalahnya.
Tahap 4 :
Mengembangkan dan menyajikan
hasil karya
Guru membantu siswa merencanakan
dan menyiapkan karya yang sesuai
seperti laporan video, dan model serta
membantu mereka berbagi tugas dengan
temannya.
Tahap 5 :
Menganalisis dan mengevaluasi
proses pemecahan masalah
Guru membantu siswa melakukan
refleksi atau evaluasi terhadap
penyelidikan mereka dan proses-proses
yang mereka gunakan.
29
siswa untuk menghadapi kesulitan, dan (6) membantu agar siswa merasa
memiliki masalah.
2. Menekankan belajar kooperatif.
Dalam proses PBM, siswa akan belajar bahwa bekerja dan berkolaborasi
dengan tim sangat penting untuk meneliti lingkungan, memahami masalah,
mengambil dan menganalisis data, serta menemukan solusi.
3. Memfasilitasi pembelajaran kelompok kecil dalam PBM.
PBM lebih mudah dilaksanakan dengan membagi siswa menjadi kelompok-
kelompok kecil yang berjumlah 1-10 orang atau bahkan lebih sedikit setiap
kelompoknya. Hal ini akan memudahkan guru dalam menggunakan berbagai
teknik belajar kooperatif untuk menyatukan ide, berbagai hasil belajar, dan
penyajian ide dalam suatu kelompok.
4. Melaksanakan PBM.
Guru mengatur lingkungan belajar untuk mendorong siswa masuk dalam
keterlibatan penyelesaian masalah dan memfasilitasi siswa dalam proses
belajar.
6. Kelebihan dan Kekurangan PBM
Setiap model pembelajaran memiliki kelebihan dan kekurangan, sebagaimana
model Pembelajaran Berbasis Masalah juga memiliki kelemahan dan kelebihan
yang perlu dicermati untuk keberhasilan penggunaannya.Berikut ini adalah
kelebihan dan kekurangan dari PBM.
30
1. Kelebihan PBM
a. Siswa didorong untuk memiliki kemampuan memecahkan masalah dalam
situasi nyata
b. Siswa memiliki kemampuan membangun pengetahuannya sendiri melalui
aktivitas belajar
c. Pembelajaran berfokus pada masalah sehingga materi yang tidak ada
hubunganna tidak perlu saat itu dipelajari oleh siswa. Hal ini mengurangi
beban siswa dengan menghafal atau menyimpan informasi
d. Terjadi aktivitas ilmiah pada siswa melalui kerja kelompok
e. Siswa terbiasa menggunakan sumber-sumber pengetahuan baik dari
perpustakaan, internet, wawancara dan observasi
f. Siswa memiliki kemampuan menilai kemajuan belajarnya sendiri
g. Siswa memiliki kemampuan untuk melakukan komunikasi ilmiah dalam
kegiatan diskusi atau presentasi hasil pekerjaan mereka
h. Kesulitan belajar siswa secara individual dapat diatasi melalui kerja
kelompok dalam bentuk peer teaching.
2. Kekurangan PBM
a. PBM tidak dapat diterapkan untuk setiap materi pelajaran, ada bagian guru
berperan aktif dalam menyajikan materi. PBM lebih cocok untuk
pembelajaran yang menuntut kemampuan tertentu yang kaitannya dengan
pemecahan masalah
b. Dalam suatu kelas yang memiki tingkat keragaman siswa yang tinggi akan
terjadi kesulitan dalam pembagian tugas
31
Beberapa penelitian yang menyatakan bahwa PBM merupakan model
pembelajaran matematika yang efektif, seperti Noer (2014), Insani (2014),
Padmavathy (2013), dan Marwin (2015). Dengan menggunakan PBM dalam
proses pembelajaran, peserta didik dapat menjadi pribadi yang kreatif untuk dapat
menyelesaikan suatu permasalahan. Keterlibatan peserta didik secara aktif juga
akan membangun sikap positif terhadap pelajaran matematika. Oleh karena itu,
melalui PBM diharapkan peserta didik dapat mendalami suatu materi lebih baik
sehingga prestasi belajar matematika dapat meningkat.
7. Efektivitas Pembelajaran
Pembelajaran yang dilaksanakan di kelas harus berjalan secara efektif. Efektivitas
merujuk pada kemampuan untuk memiliki tujuan yang tepat atau mencapai tujuan
yang telah ditetapkan. Efektivitas juga berhubungan dengan masalah bagaimana
pencapaian tujuan atau hasil yang diperoleh, kegunaan atau manfaat dari hasil
yang diperoleh, serta tingkat daya fungsi unsur atau komponen. Hal ini berarti
suatu kegiatan dikatakan efektif bila kegiatan tersebut dapat diselesaikan pada
waktu yang tepat dan mencapai tujuan yang diinginkan. Untuk itu harus ada
standar minimal atau kriteria yang harus terpenuhi sehingga suatu kegiatan dapat
dikatakan efektif.
Warsita (2008) menyatakan bahwa efektivitas menekankan pada perbandingan
antara rencana dengan tujuan yang akan dicapai, maka efektivitas pendidikan
sering kali diukur dengan tercapainya tujuan, atau ketepatan dalam mengelola
suatu situasi. Misalnya untuk mengukur efektivitas hasil suatu kegiatan
pembelajaran, biasanya dilakukan melalui ketrampilan kognitif peserta didik
32
sebelum dan sesudah pembelajaran, daya jangkau media pembelajaran yang
digunakan serta daya control siswa terhadap media tersebut dalam hal waktu dan
penggunaannya. Hal ini didukung dengan penyataan Noesgaard dan Qrngreen
(2015) yang menyatakan bahwa “The literature study reveals that the most
common way to measure effectiveness is through quantitative pre-and post-
testing”. Hal ini berarti efektivitas pembelajaran dengan menggunakan model
pembelajaran dan media pembelajaran tertentu dapat dilihat dari hasil pretest dan
postest siswa berdasarkan kriteria yang ditetapkan oleh guru atau dilihat
berdasarkan nilai N-gain pretest dan postest.
Selain dilihat dari nilai pretest dan postest, efektivitas pembelajaran juga dilihat
dari proses pembelajaran. Menurut Slavin (2008) bahwa keefektifan pembelajaran
dilihat dari kualitas pembelajaran, yaitu banyaknya informasi dan keterampilan
yang disajikan dalam pembelajaran. Hal ini berarti efektifitas pembelajaran tidak
hanya dilihat dari hasil belajar, tetapi juga dilihat dari banyaknya keterampilan
yang dimiliki siswa setelah mengikuti pembelajaran. Sebagai contoh keterampilan
mengumpulkan informasi, merumuskan masalah, memecahkan masalah, membuat
kesimpulan, dan keterampilan dalam menyampaikan informasi baik secara lisan
maupun tulisan.
Efektivitas ini dapat dilihat dari keaktifan siswa dalam pembelajaran, sehingga
guru harus mampu memilih model pembelajaran dan media yang tepat. Selain itu,
efektifitas dalam pembelajaran juga dapat dilihat dari antusias siswa dalam
mengikuti pembelajaran dan motivasi mereka dalam belajar. Antusias siswa dapat
dilihat dan diamati guru secara langsung dan direkam dalam sebuah catatan guru
33
sehingga menjadi bahan refleksi guru untuk melaksanakan pembelajaran
selanjutnya.
Efektivitas pembelajaran pada penelitian pengembangan ini dilihat dari hasil
postest kemampuan komunikasi matematis siswa. Efektivitas pelaksanaan proses
pembelajaran menggunakan LKPD dengan model PBM direkam dengan catatan
lapangan untuk mencatat hal-hal yang terjadi diluar skenario pembelajaran yang
telah ditetapkan dan dengan melakukan uji kemenarikan, kemudahan, dan
kemanfaatan LKPD dengan model PBM.
C. Kemampuan Komunikasi Matematis
1. Pengertian Komunikasi Matematis
Komunikasi bisa diartikan sebagai proses penyampaian pesan dari penyampai
pesan (komunikator) kepada penerima pesan (komunikan) sehingga tercapainya
kesamaan pengertian atas pesan yang disampaikan. Dalam proses pembelajaran
yang menjadi komunikator adalah guru dan siswa sebagai komunikannya, sedang
isi atau materi pelajaran adalah pesannya. Untuk mengetahui apakah siswa telah
memiliki atau menguasai pesan yang berupa materi pelajaran biasanya diadakan
tanya jawab atau tes tertentu (Kurniawan, 2014).
Hasil tes yang diberikan merupakan feedback bagi guru mengenai sejauh mana
keberhasilan komunikasi pembelajaran yang telah dilakukan Di dalam
berkomunikasi harus dipikirkan bagaimana caranya agar pesan yang disampaikan
seseorang itu dapat dipahami oleh orang lain. Untuk mengembangkan
34
kemampuan berkomunikasi, orang dapat menyampaikan dengan berbagai bahasa
termasuk bahasa matematis.
Kemampuan komunikasi matematis dapat diartikan sebagai suatu kemampuan
siswa dalam menyampaikan sesuatu yang diketahuinya melalui peristiwa dialog
atau saling hubungan yang terjadi di lingkungan kelas, dimana terjadi pengalihan
pesan. Pesan yang dialihkan berisi tentang materi matematika yang dipelajari
siswa, misalnya berupa konsep, rumus, atau strategi penyelesaian suatu masalah.
Cara pengalihan pesannya dapat secara lisan maupun tertulis.
Tidak jauh berbeda dengan yang dikatakan Greenes dan Schulman dalam Putri
(2011: 17) yaitu:
”Komunikasi matematis adalah kemampuan siswa dalam: (1) menyatakan
ide matematika melalui ucapan, tulisan, demonstrasi, dan melukiskannya
secara visual dalam tipe yang berbeda, (2) memahami, menafsirkan, dan
menilai ide yang disajikan dalam tulisan, lisan, atau dalam bentuk visual,
(3) mengkonstruk, menafsirkan dan menghubungkan bermacam-macam
representasi ide dan hubungannya.”
Di dalam proses pembelajaran matematika di kelas, proses komunikasi
matematika bisa berlangsung antara guru dengan siswa, antara buku dengan
siswa, dan antara siswa dengan siswa. Untuk mengomunikasikan gagasan-gagasan
matematika, kita harus menyajikan gagasan tersebut dengan suatu cara tertentu.
Ini merupakan hal yang sangat penting, sebab bila tidak demikiankomunikasi
tersebut tidak akan berlangsung efektif. Gagasan tersebut harus disesuaikan
dengan kemampuan orang yang kita ajak berkomunikasi. Kita harus mampu
menyesuaikan dengan sistem representasi yang mampu mereka gunakan.
35
2. Indikator Kemampuan Komunikasi Matematis
Kemampuan siswa dalam komunikasi matematis pada pembelajaran matematika
menurut NCTM (1989: 214) dapat dilihat dari : (1) Kemampuan mengekspresikan
ide-ide matematika melalui lisan, tertulis, dan mendemon-strasikannya serta
menggambarkannya secara visual; (2) Kemampuan memahami,
menginterpretasikan, dan mengevaluasi ide-ide matematika baik secara lisan mau-
pun dalam bentuk visual lainnya; (3) Kemampuan dalam menggunakan istilah-
istilah, notasi-notasi matematika dan struktur-strukturnya untuk menyajikan ide,
menggambarkan hubungan-hubungan dan model-model situasi. Sumarmo
(Hendriana dan Soemarmo, 2014: 30) mengidentifikasi indikator komunikasi
maematis meliputi kemampuan:
a. Melukiskan atau mempresentasikan benda nyata, gambar, dan diagram dalam
bentuk ide atau simbol matematika.
b. Menjelaskan ide, situasi dan relasi matematik secara lisan dan tulisan dengan
menggunakan benda nyata gambar, grafik, dan ekspresi aljabar.
c. Menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa atau simbol matematika atau
menyusun model matematika suatu peristiwa.
d. Mendengarkan, berdiskusi, dan menulis tentang matematika.
e. Membaca dengan pemahaman suatu presentasi matematika.
f. Menyusun konjektur, menyusun argument, merumuskan definisi dan
generalisasi.
g. Mengungkapkan kembali suatu uraian atau paragraf dalam bahasa sendiri.
Within (1992) menyatakan kemampuan komunikasi menjadi penting ketika
diskusi antar siswa dilakukan, dimana siswa diharapkan mampu menyatakan,
menjelaskan, menggambarkan, mendengar, menanyakan, dan bekerjasama
sehingga dapat membawa siswa pada pemahaman yang mendalam tentang
matematika. Menurut beliau, anak-anak yang diberikan kesempatan untuk bekerja
dalam kelompok dalam mengumpulkan dan menyajikan data, mereka
36
menunjukkan kemajuan baik di saat mereka saling mendengarkan ide yang satu
dan yang lain ataupun mendiskusikannya bersama kemudian menyusun
kesimpulan yang menjadi pendapat kelompoknya.
Berikut ini jugs merupakan bentuk-bentuk kemampuan komunikasi matematika
(LACOE, 2004) yaitu :
1. Merefleksi dan mengklarifikasi pemikiran tentang ide-ide matematika.
2. Menghubungkan bahasa sehari-hari dengan bahasa matematika yang
menggunakan simbol-simbol.
3. Menggunakan ide-ide matematika untuk membuat dugaan dan argumen
yang meyakinkan
4. Menggunakan ide‐ide matematika untuk membuat dugaan (conjecture)
dan membuat argumen yang meyakinkan.
Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan indikator-indikator terkait
dengan kemapuan komunikasi matematis meliputi kemampuan menggambar,
menulis, dan membuat ekspresi matematis.
D. Self Efficacy
1. Definisi Self Efficacy
Konsep self-efficacy pertama kali dikemukakan oleh Bandura. Self efficacy
merupakan keyakinan bahwa seseorang dapat menguasai situasi dan memberikan
hasil positif, yang dapat menjadi faktor penting dalam menentukan apakah siswa
berprestasi atau tidak. Menurut Zimmerman (2000), SE merupakan penilaian
pribadi tentang kemampuan seseorang untuk mengatur dan melaksanakan
37
program kerja dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan, dan ia berusaha
menilai tingkat,keumuman, dan kekuatan dari seluruh kegiatan dan konteks.
Ditambahkan pula oleh L. Feltz dan D. Lirgg (2001: 2) mengatakan bahwa
keyakinan self-efficacy tidak untuk melakukan penilaian tentang kemampuan
seseorang secara objektif, melainkan suatu penilaian tentang apa yang dapat
dicapai seseorang dengan keterampilan yang dimilikinya. Dengan kata
lain,penilaian self-efficacy adalah apa yang seseorang pikirkan tentang apa
yangdapat ia lakukan, bukan apa yang ia miliki. Selanjutnya dikatakan bahwa
penilaian self efficacy adalah produk dari sebuah proses kompleks self
appraisaldan self-persuasi yang mengandalkan pengolahan kognitif atas berbagai
sumber informasi efficacy.
Dengan demikian, SE adalah pendapat seseorang mengenai kemampuannya dalam
melakukan suatu aktivitas tertentu. SE merefleksikan seberapa yakinnya siswa
tentang kemampuannya melakukan suatu tugas tertentu, sehingga tingginya self-
efficacy seseorang pada bagian tertentu belum menjamin tingginya self-efficacy
seseorang pada bagian lainnya. Self-efficacy mengindikasikan seberapa kuatnya
keyakinan seseorang bahwa mereka memiliki keterampilan untuk melakukan
sesuatu, mereka bisa yakin bahwa dengan faktor-faktor lain akan membuat
mereka meraih sukses.
Keyakinan setiap individu terkait self efficacy mereka dapat dibentuk dan
dikembangkan oleh empat hal utama antara lain mastery experience, vicarious
experience, social persuasion, dan physiological and emotional states (Bandura,
38
1999; Sewell dan George, 2000; Ormrod, 2009: 23-27). Secara rinci dijelaskan
sebagai berikut :
1. Pengalaman Keberhasilan (Mastery Experience)
Pengalaman keberhasilan merupakan cara yang paling efektif untuk menciptakan
perasaan self-efficacy yang kuat. Keberhasilan akan membangun keyakinan self-
efficacyyang kuat dalam pribadi seseorang. Namun kegagalan dapat merusak
keyakinan self-efficacy tersebut, apabila kegagalan terjadi lebih dulu sebelum
keberhasilan.Mengembangkan perasaan efficacy melalui pengalaman keberhasilan
tidak semudah seperti melakukan kebiasaan sehari-hari. Sebaliknya, pengalaman
keberhasilan melibatkan proses kognitif, perilaku, dan self-regulation untuk
menciptakan dan melaksanakan tindakan yang tepat dalam mengelola situasi
kehidupan yang terus berubah. Seseorang yang mendapatkan keberhasilan dengan
mudah, ia mengharapkan keberhasilan selanjutnya mampu diperoleh dengan cara
serupa, sehingga ia akan mudah kecewa jika menemui kegagalan.
Untuk memiliki perasaan efficacy yang tangguh diperlukan pengalaman dalam
mengatasi masalah melalui kegigihan usaha. Keberhasilan biasanya memerlukan
upaya yang berkelanjutan. Setelah seseorang meyakini kemampuan yang
diperlukan untuk membuatnya berhasil, seseorang tersebut akan bertahan dalam
kesulitan dan cepat pulih kembali dari kegagalan. Ketika seseorang berhasil
melalui kesulitan atau pulih dari kegagalan, maka ia mampu menghadapi kesulitan
yang lebih besar dari sebelumnya.
2. Pengalaman Orang lain (Vicarious Experience)
Bandura (1999:3) mengatakan bahwa vicarious experience merupakan cara kedua
yang berpengaruh dalam menciptakan dan memperkuat efektivitas keyakinan
39
efficacy.Vicarious experiences disediakan oleh model sosial. Bandura dan Schunk
seperti yang dikutip oleh Bandura (1999) mengatakan bahwa dengan melihat dan
mengamati orang-orang lain yang mirip dengan pribadi individu berhasil dengan
kegigihan usaha yang dilakukan, maka pengamat pun memiliki keyakinan yang
kuat bahwa ia juga memiliki kemampuan untuk menguasai kegiatan sejenis.
Sebaliknya, mengamati orang lain mengalami kegagalan, meskipun usahanya
keras, akan menurunkan keyakinan pengamat tentang efficacy-nya sendiri dan
motivasinya pun akan menjadi lemah.
Kesamaan yang diasumsikan pengamat lebih kepada keberhasilan atau kegagalan
dari model.Jika seseorang melihat model yang sangat berbeda dengan pribadi
mereka, maka keyakinan self-efficacy tidak banyak dipengaruhi oleh perilaku dan
pencapaian seorang model. Pemodelan memberikan pengaruh lebih dari sekedar
menyediakan standar sosial untuk menilai kemampuannya sendiri. Model yang
kompeten akan mentransmisikan pengetahuan dan mengajarkan kepada pengamat
keterampilan dan strategi yang efektif untuk mengatasi berbagai tuntutan
lingkungan. Dengan belajar keterampilan yang lebih baik, keyakinan orang
tentang self-efficacy-nya akan meningkat.
3. Persuasi Sosial atau Verbal (Social Persuasion)
Persuasi verbal adalah cara ketiga untuk memperkuat keyakinan seseorang terkait
apa yang mereka miliki untuk mencapai keberhasilan.Persuasi verbal merujuk
pada penilaian, umpan balik, dan dukungan dari pihak lain (AWE, 2008). Persuasi
verbal, seperti saran dan nasihat, dapat mempengaruhi self-efficacy. Umpan balik
40
dan dukungan, terutama yang berasal dari pihak-pihak berpengaruh seperti
orangtua dan guru, akan mempertinggi self-efficacy.
Beberapa penelitian sebelumnya yang sudah dilakukan oleh Deci dan Rya, 1985;
Parsons, Kaczala, dan Meece, 1982; Pintrich dan Schunk, 2002 (Ormrod, 2009:
25) telah menemukan bahwa pemberian umpan balik negatif dapat meningkatkan
performa apabila umpan balik tersebut mengandung saran-saran perbaikan yang
konkret. Salah satu cara untuk meningkatkan self-efficacy siswa adalah dengan
memberikan mereka alasan-alasan untuk percaya bahwa mereka dapat sukses di
masa depan (Ormrod, 2009: 25).
4. Keadaan Fisiologis dan Emosional (Physiological and Emotional States)
Orang mengandalkan keadaan fisiologis dan emosional mereka dalam menilai
kemampuan mereka (Bandura, 1999: 5). Mereka menafsirkan reaksi stres dan
ketegangan sebagai tanda-tanda kerentanan terhadap kinerja yang buruk. Ewart
(Bandura, 1999) menyebutkan bahwa dalam kegiatan yang melibatkan kekuatan
dan stamina, orang menilai kelelahan mereka, pegal-pegal, dan nyeri sebagai
tanda-tanda melemahnya fisik. Suasana hati (mood) juga mempengaruhi penilaian
orang lain terhadap self-efficacy mereka. Kavanagh & Bower (Bandura, 1999)
menjelaskan bahwa mood positif dapat meningkatkan perasaan self-efficacy;
sebaliknya mood negatif salah satunya seperti perasaan putus asa akan
melemahkan perasaan self-efficacy.
Bandura (1999: 5) menyarankan empat cara mengubah keyakinan self-efficacy
antara lain adalah meningkatkan status fisik, mengurangi stres, mengurangi
kecenderungan emosional yang negatif, dan mengurangi salah tafsir yang benar
41
dari kondisi tubuh. Hal ini tidak semata-mata intensitas reaksi emosional dan fisik
yang penting melainkan bagaimana reaksi emosional dan fisik dirasakan dan
ditafsirkan. Sebagai contoh, orang-orang yang memiliki rasa keberhasilan yang
tinggi cenderung melihat keadaan semangat afektif mereka sebagai fasilitator
energi dalam melakukan kinerja, sedangkan mereka yang dilanda keraguan diri
menganggap semangat mereka sebagai debilitator. Keadaan fisiologis self-efficacy
memainkan peran utama yang berpengaruh difungsi kesehatan dan kegiatan yang
membutuhkan kekuatan fisik dan stamina. L. Feltz dan D. Lirgg (2001: 5)
mengemukakan bahwa self-efficacy individu dapat dilihat dari tiga dimensi, yaitu :
a. Tingkatan (level)
Self-efficacy individu dalam mengerjakan suatu tugas berbeda dalam tingkat
kesulitan tugas. Individu memiliki self-efficacy yang tinggi pada tugas yang
mudah dan sederhana, atau juga pada tugas-tugas yang rumit dan membutuhkan
kompetensi yang tinggi. Individu yang memiliki self-efficacy yang tinggi
cenderung memilih tugas yang tingkat kesukarannya sesuai dengan
kemampuannya.
b. Keadaan umum (generality)
Dimensi ini berkaitan dengan penguasaan individu terhadap bidang atau tugas
pekerjaan. Individu dapat menyatakan dirinya memiliki self-efficacy pada aktivitas
yang luas, atau terbatas pada fungsi domain tertentu saja. Individu dengan self-
efficacy yang tinggi akan mampu menguasai beberapa bidang sekaligus untuk
menyelesaikan suatu tugas. Individu yang memiliki self-efficacy yang rendah
hanya menguasai sedikit bidang yang diperlukan dalam menyelesaikan suatu
tugas.
42
c. Kekuatan (strength)
Dimensi yang ketiga ini lebih menekankan pada tingkat kekuatan dan kemantapan
individu terhadap keyakinannya. Self-efficacy menunjukkan bahwa tindakan yang
dilakukan individu akan memberikan hasil yang sesuai dengan yang diharapkan
individu. Self efficacy menjadi dasar dirinya melakukan usaha yang keras, bahkan
ketika menemui hambatan sekalipun.
Pada pembelajaran matematika, self efficacy dapat dikembangkan dari dalam diri
siswa. Untuk mengetahui kemampuan self efficacy matematis siswa, guru sebagai
salah satu komponen dalam sistem pembelajaran harus mampu mengembangkan
tidak hanya padaranah kognitifdan ranah psikomotor semata yang ditandai dengan
penguasaan materi pelajaran dan keterampilan, melainkan juga ranah kepribadian
siswa. Pada ranah ini, siswa harus ditumbuhkan rasa percaya dirinya (self-
efficacy) sehingga menjadi manusia yang mampu mengenal dirinya sendiri.
Pajares dan Kranzler 1995 (Fauzi dan Firmansyah) menyebutkan bahwa self
efficacy adalah suatu alat yang berguna dalam pembelajaran matematika. Self
efficacy matematis didefinisikan sebagai suatu penilaian situasional dari suatu
keyakinan individu dalam kemampuannya untuk berhasil membentuk atau
menyelesaikan tugas-tugas atau masalah-masalah matematis tertentu. Artinya
ketika kepada siswa diberikan suatu masalah matematika ia dapat
menyatakan/meyakini dirinya tentang kemampuanny dalam menyelesaikan
masalah tersebut. Keyakinan ini akan timbul jika siswa menguasai konsep yang
berkaitan dengan masalah yang diajukan.
43
Berbagai penelitian telah dilakukan berkaitan denganself-efficacy. Pajares (1996)
telah menemukan bahwa self-efficacy berpengaruh terhadap keberhasilan siswa
dalam matematika. Kabiri (2003) menemukan bahwa self-efficacy berakibat
terhadap kaitan antara kecemasan matematika dan keberhasilan matematika,
yaitu kecemasan matematika merupakan pengaruh dari self-efficacy matematika
pada performa matematika. Pajares dan Miller (1994) melaporkan bahwa self
efficacy dalam menyelesaikan permasalahan matematika lebih bersifat prediksi
daripada kinerja, dibandingkan dengan faktor utama seperti jenis kelamin atau
latar belakang mengenai matematika atau dibandingkan dengan variabel-variabel
lain. Hasilnya mengungkapkan bahwa self-efficacy terhadap matematika pada
siswa memberikan kontribusi yang mengikat dalam memprediksi kinerja mereka
dalam menyelesaikan permasalahan matematika.
E. Kerangka Pikir
Penelitian tentang pengembangan LKPD dengan pembelajaran berbasis masalah
ditinjau dari kemampuan komunikasi matematis dan self efficacy siswa kelas XI
SMK Guna Dharma Bandar Lampung tahun pelajaran 2017/2018 terdiri dari satu
variabel bebas dan dua variabel terikat. Dalam penelitian ini yang menjadi
variabel bebas adalah model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM). Kemampuan
komunikasi dan self-efficacy merupakan variabel terikat.
Kemampuan komunikasi merupakan salah satu kemampuan yang penting dalam
belajar matematika. Kemampuan ini menunjukkan pemahaman matematika yang
mereka miliki yang dituangkan dalam verbal dan non verbal. Non verbal yang
dimaksud yaitu pengungkapan dalam bentuk gambar, simbol, dan diagram.
44
Namun sayangnya kemampuan ini tidak dilatih oleh guru secara maksimal dalam
pembelajaran matematika.
Selain aspek kognitif yaitu kemampuan komunikasi matematis yang perlu dilatih
oleh guru, aspek afektif juga perlu dikembangkan dalam pembelajaran
matematika, salah satunya self-efficacy siswa. Self-efficacy merupakan penilaian
seseorang akan kemampuan yang dimilikinya dalam melakukan aktivitas tertentu
yang mengarah pada pencapaian tujuan. Self-efficacy pada dasarnya sudah
melekat pada diri masing-masing individu hanya saja banyak guru yang belum
mengetahui tentang self-efficacy sehingga kurang peduli dengan self-efficacy yang
dimiliki siswa. Self-efficacy berperan dalam membangkitkan motivasi siswa dalam
memilih tugas, mengerjakan tugas, menyenangi tugas yang diembannya, dan
menggunakan strategi yang sangat berperan dalam mengerjakan tugas-tugas yang
diberi guru.
Self efficacy dan komunikasi matematis saling mempengaruhi. Siswa dengan self-
efficacy tinggi akan lebih mampu berkomunikasi matematis baik secara lisan
maupun tulisan, sebaliknya siswa dengan self-efficacy rendah akan kurang
mampu berkomunikasi matematis dengan baik dan cenderung lebih cepat
menyerah sebelum mencoba. Dalam pembelajaran matematika di kelas, guru
menggunakan buku paket dan LKPD. Lembar Kerja Peserta Didik merupakan
panduan kegiatan pembelajaran yang berisi masalah dan rangkuman materi yang
bertujuan untuk mengembangkan kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik.
LKPD yang tersedia saat ini masih bersifat standar dan terkadang tidak sesuai
45
dengan tujuan. Kemampuan yang dikembangkan dalam LKPD tidak mewakili
kemampuan yang diharapkan.
Lembar kerja yang tersedia disekolah umumnya berupa hasil terbitan dari suatu
penerbit yang masih bersifat umum. Penggunaan lembar kerja dari penerbit
disebabkan sebagian guru tidak sempat untuk membuat LKPD. Melalui LKPD
yang dirancang dan dikembangkan sesuai dengan kondisi dan situasi kegiatan
pembelajaran yang akan dihadapi sehingga pendekatan scientific yang diterapkan
di kurikulum 2013 akan dapat dilakukan dengan baik dalam kegiatan
pembelajaran. Salah satu LKPD yang dapat sesuai dengan penerapan pendekatan
Scientific adalah LKPD dengan pembelajaran berbasis masalah (PBM).
Pada pembelajaran berbasis masalah, siswa dihadapkan ada masalah yang
berkaitan dengan kehidupan nyata, siswa belajar melalui permasalahan-
permasalahan yang berkaitan dengan materi yang dipelajari. Langkah-langkah
model pembelajaran berbasis masalah dimulai dari mengorientasi siswa pada
masalah. Pada tahap ini, guru menjelaskan kepada siswa tujuan pembelajaran
yang akan dicapai, menjelaskan segala sesuatu yang diperlukan, dan memotivasi
siswa untuk terlibat pada aktivitas pemecahan masalah. Hal ini perlu dilakukan
agar siswa memiliki semangat dan keinginan kuat saat pembelajaran, dan
mengetahui tujuan dari pembelajaran yang akan dilaksanakan.
Langkah yang kedua yaitu mengorganisasi siswa untuk belajar, pada langkah ini
guru membagi siswa dalam kelompok-kelompok yang heterogen dengan tujuan
semua kelompok memiliki kemampuan yang sama, bagi siswa yang kurang
46
mampu dapat dibantu siswa yang pintar dalam kelompoknya, sehingga diharapkan
akan terjadi komunikasi pada kegiatan diskusi.
Langkah selanjutnya yaitu membimbing penyelidikan individual maupun
kelompok. Pada tahap ini guru mengawasi kegiatan diskusi siswa dan
memberikan bantuan kepada siswa baik secara perorangan maupun kelompok.
Pada tahap ini akan terjadi pertukaran informasi antar siswa dalam kelompok saat
mengerjakan permasalahan dalam lembar kerja yang diberikan. Pada tahap ini
akan mendukung siswa mengembangkan kemampuan menggambarkan situasi
masalah dan menyatakan solusi masalah menggunakan gambar dan secara aljabar,
menjelaskan ide, solusi, dan relasi matematika secara tulisan, menggunakan
bahasa matematika dan simbol secara tepat. Sehingga kemampuan komunikasi
matematisnya dapat berkembang.
Langkah yang keempat adalah mengembangkan dan menyajikan hasil karya.
Setelah melakukan diskusi untuk mencari solusi dari permasalahan dalam lembar
kerja, beberapa kelompok dalam kelas akan menyajikan hasil diskusinya, dalam
kegiatan ini jelaslah diperlukan komunikasi agar informasi hasil diskusi
tersampaikan dengan baik, kegiatan ini juga dapat menjadi tempat belajar siswa
untuk bisa berkomunikasi dengan baik.
Langkah yang terakhir adalah menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan
masalah. Guru bersama-sama dengan siswa membahas hasil karya siswa, pada
tahap ini terjadi komunikasi, seperti tanya jawab antara guru dengan siswa
maupun antarsiswa sehingga diharapkan dapat mengembangkan kemampuan
menjelaskan ide, solusi, dan relasi matematika secara tulisan, menggunakan
47
bahasa matematika dan simbol secara tepat. Jelaslah bahwa tahapan ini
mendukung untuk melatih komunikasi matematis siswa sehingga mengalami
peningkatan kualitas.
Tahapan-tahapan PBM tersebut masing-masing memberikan kesempatan kepada
siswa untuk aktif dan berpikir secara mandiri menyelesaikan masalah yang
diberikan, bekerja sama dalam kelompok dan menyampaikan pendapat kepada
siswa yang lain. Dengan demikian, tahapan-tahapan yang dilakukan siswa akan
memberikan pengalaman sehingga siswa mampu untuk membangun sendiri
pengetahuan dan kemampuan komunikasi matematisnya serta meningkatkan self
efficacy siswa itu sendiri.
F. Definisi Operasional
Adapun ruang lingkup dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) adalah lembaran-lembaran berisi tugas
yang harus dikerjakan oleh peserta didik. LKPD ini memuat petunjuk dan
langkah-langkah untuk menyelesaikan suatu tugas.
2. Pembelajaran berbasis masalah adalah suatu model pembelajaran yang
berorientasi pada pemecahan masalah yang diintegrasikan dengan kehidupan
nyata. Dalam PBM diharapkan peserta didik dapat membentuk pengetahuan
atau konsep baru dari informasi yang didapatnya, sehingga kemampuan peserta
didik benar-benar terlatih.
3. Kemampuan komunikasi matematis adalah kemampuan untuk mengungkapkan
ide-ide yang ada dalam pikirannya dan dapat mengungkapkannya secara
terstruktur baik secara lisan, simbol, dan tulisan.
48
4. Self Efficacy terhadap matematika, yaitu suatu keyakinan yang harus dimiliki
peserta didik agar berhasil dalam proses pembelajaran. Rasa percaya diri
meliputi penilaian yang dilakukan peserta didik terhadap keberhasilan atau
kegagalan peserta didik sebelumnya, perbandingan yang dilakukan peserta
didik terhadap keberhasilan atau kegagalan peserta didik lainnya, umpan balik
dari orang-orang di lingkungan sekitar peserta didik berupa kata-kata, serta
emosi yang menyebabkan peserta didik siaga, bergairah, atau tegang saat
proses pembelajaran.
5. Efektivitas pembelajaran adalah usaha yang membuahkan hasil atau
menghasilkan belajar yang bermanfaat dan bertujuan bagi siswa, melalui
strategi pembelajaran yang tepat.
49
III. METODE PENELITIAN
A. Subjek Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di kelas XI Program Akutansi 1 SMK Guna Dharma
Bandar Lampung tahun pelajaran 2017/2018. Alasan pemilihan lokasi ini agar
penelitian dapat dilaksanakan secara efektif dan efisiensi terutama dalam hal
waktu penelitian yang ditetapkan, kondisi tempat penelitian dan prosedur
perizinan. Subjek dalam penelitian ini dibagi dalam beberapa tahap berikut :
1. Subjek Studi Pendahuluan
Subjek penelitian dan pengembangan pada tahap studi pendahuluan (analisis
kebutuhan di lapangan) adalah guru matematika SMK Guna Dharma Bandar
Lampung, SMK N 3 Bandar Lampung, SMK Satu Nusa Bandar Lampung, dan
SMK Taman Siswa Bandar Lampung serta peserta 25 peserta didik di SMK
Guna Dharma Bandar Lampung.
2. Subjek Validasi LKPD dengan PBM
Subjek validasi produk pengembangan LKPD dengan PBM dalam penelitian
ini antara lain :
a. Dr. Suharsono S, M.S., M.Sc., Ph.D sebagai ahli materi terhadap LKPD
matematika materi matriks. Beliau adalah seorang dosen jurusan
matematika fakultas MIPA Universitas Lampung.
50
b. Dr. Asmiati, M.Si sebagai ahli media terhadap LKPD matematika materi
matriks. Beliau adalah seorang dosen jurusan matematika fakultas MIPA
Universitas Lampung.
c. Dr. Yohana Oktaria, M.Pd sebagai ahli psikologi terhadap angket self
efficacy. Beliau adalah seorang dosen Bimbingan dan Konseling di
Universitas Lampung.
3. Subjek Uji Keterbacaan
Subjek pada tahap ini adalah enam orang siswa kelas XII Akuntansi 1 yang
telah menenpuh materi matriks. Keenam siswa tersebut memiliki kemampuan
rendah, sedang, dan tinggi.
4. Subjek Uji Kelompok Terbatas
Subjek pada tahap ini adalah siswa kelas X Akuntansi 1 yang belum
menempuh materi matriks.
5. Subjek Uji Coba Lapangan
Subjek pada tahap ini adalah 26 orang peserta didik XI Akuntansi 1. Seluruh
peserta didik mempunyai kemampuan yang heterogen dalam kelas tersebut.
B. Jenis dan Prosedur Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian dan pengembangan (Research &
Development) dengan tujuan untuk mengembangkan LKPD dengan pembelajaran
berbasis masalah pada pokok bahasan matriks. Menurut Borg & Gall dalam
bukunya yang berjudul “Education Research” (1989: 624) menjelaskan bahwa
penelitian dan pengembangan (Research & Development) dalam pendidikan
adalah pengembangan dan validasi suatu produk pendidikan, di mana temuan
51
penelitian digunakan untuk merancang produk dan prosedur baru, yang kemudian
secara sistematik diuji di lapangan, dievaluasi, dan disempurnakan sampai
memenuhi kriteria tertentu, yaitu keefektivan. Prosedur penelitian pengembangan
menurut Borg and Gall dapat dilakukan sesuai dengan kebutuhan penelitian yang
akan dilakukan. Ada tujuh prosedur penelitian yang dilakukan dari sepuluh
prosedur yang ada, seperti pada Tabel 3.1 berikut.
Tabel 3.1 Prosedur Penelitian Pengembangan LKPD
Prosedur Penelitian Keterangan
1. STUDI PENDAHULUAN Analisis kebutuhan dengan studi lapangan dan
studi literatur
2. PERENCANAAN
PEMBELAJARAN
Pembelajaran dilakukan dengan pembelajaran
berbasis masalah
3. DESAIN PRODUK AWAL
Desain produk dan instrumen:
(a) Pembuatan LKPD
(b) Penyusunan instrumen pembelajaran
(silabus, RPP, dan intrumen penilaian)
(c) Penyusunan instrumen skala self-efficacy
(d) Instrumen validasi produk
4. UJI TAHAP AWAL
Uji tahap awal meliputi:
(a) Uji ahli yang dilakukan oleh tiga orang
ahli yaitu ahli media, ahli materi, dan ahli
psikologi
(b) Uji keterbacaan dilakukan pada peserta
didik yang telah menempuh materi
pelajaran yang akan digunakan pada
penelitian (dipilih beberapa peserta didik
dengan kemampuan rendah, sedang, dan
tinggi)
(c) Uji kelompok terbatas dilakukan pada
peserta didik yang belum menempuh
materi pelajaran yang akan digunakan pada
penelitian
5. REVISI PRODUK AWAL
Revisi dilakukan berdasarkan masukan dari uji
ahli, uji keterbacaan, dan uji kelompok
terbatas.
6. UJI COBA LAPANGAN
Uji coba lapangan dilakukan pada kelas yang
menjadi subyek penelitian melalui uji coba
efektivitas.
7. PENYEMPURNAAN PRODUK
AKHIR
Revisi dilakukan berdasarkan hasil uji coba
lapangan yang telah dilakukan untuk
mendapatkan produk akhir.
52
1. Studi Pendahuluan dan Pengumpulan Data
Suatu penelitian pengembangan berawal dari adanya potensi dan masalah untuk
mengetahui bahwa produk hasil penelitian pengembangan itu benar-benar
dibutuhkan. Langkah awal dalam melakukan studi pendahuluan adalah melakukan
observasi terhadap bahan ajar yang digunakan guru di kelas XI. Wawancara
dilakukan dengan guru tersebut terkait dengan hasil observasi agar hasil
pengamatan yang diperoleh lebih akurat dan memperjelas beberapa hal mengenai
kebutuhan LKPD dalam pembelajaran. Langkah selanjutnya adalah
mengumpulkan buku teks kurikulum 2013 dan bahan ajar yang digunakan guru
saat mengajar kemudian mengkaji buku-buku tersebut sebagai acuan penyusunan
LKPD. Analisis terhadap standar kompetensi dan kompetensi dasar matematika,
silabus matematika kelas XI serta indikator kemampuan komunikasi matematis
dilakukan sebagai bahan pertimbangan penyusunan materi dan evaluasi.
2. Perencanaan Pembelajaran
Setelah melakukan studi pendahuluan, kemudian dilanjutkan dengan
merencanakan penelitian. Perencanaan ini meliputi perumusan kemampuan yang
akan dicapai pada saat penelitian, tujuan pelaksanaan penelitian, prosedur
penelitian, dan model pembelajaran yang akan dikembangkan dalam penelitian.
LKPD berbasis masalah dipilih untuk dikembangkan dalam penelitian ini karena
diharapkan dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematis dan self
efficacy siswa pada materi matriks. PBM diharapkan dapat memberikan
kesempatan kepada siswa untuk mengkonstruksi pengetahuannya sendiri sehingga
siswa dapat mengkomunikasikan ide-idenya dalam bentuk lisan dan tulisan.
Selain itu, diharapkan ranah afektif siswa juga dapat terbangun.
53
3. Desain Produk Awal dan Instrumen
Tahap desain produk dan instrumen adalah membuat rancangan pembuatan LKPD
yang akan dikembangkan dan instrumen-instrumen yang akan digunakan sebagai
penilaian dalam mengembangkan LKPD matematika. Sebelum merancang
pembuatan LKPD, langkah yang dilakukan menetapkan KI dan KD yang akan
dipilih untuk pembuatan RPP. Kemudian merumuskan indikator dan tujuan
pembelajaran berdasarkan SK dan KD yang dipilih. Langkah selanjutnya adalah
membuat RPP yang berisi uraian KI, KD, indikator, alokasi waktu, bahan/materi
pembelajaran, langkah-langkah pembelajaran, metode, media pembelajaran,
sumber belajar dan penilaian. Setelah pembuatan RPP, langkah selanjutnya adalah
mendesain LKPD.
Instrumen lain yang dibuat untuk menunjang pengembangan LKPD adalah angket
kebutuhan guru dan pedoman wawancara, validasi ahli, instrumen tes kemampuan
komunikasi matematis dan lembar skala self efficacy peserta didik. Rancangan
LKPD yang dibuat sesuai dengan analisis kebutuhan pada tahap sebelumnya yang
terdiri dari:
a. Cover luar berisi judul besar LKPD dan identitas penulis
b. Bagian Pembuka
1) Kata pengantar berisi pembuka oleh penulis yang menjelaskan fungsi
LKPD sebagai bahan ajar.
2) Kompetensi inti dan kompetensi dasar berisi hal-hal yang harus dicapai
selama pembelajaran menggunakan LKPD.
3) Daftar isi memuat kerangka LKPD yang dilengkapi nomor halaman.
54
c. Bagian Isi
1) Sampul dalam berisi judul sub materi serta tujuan pembelajaran.
2) Kegiatan pembelajaran disusun sesuai langkah-langkah pada PBM.
Penyajian materi, masalah, dan latihan soal mengikuti indikator
kemampuan komunikasi matematis.
3) Kegiatan akhir berupa kesimpulan dari tiap sub materi dan evaluasi.
d. Bagian Penutup
Daftar rujukan yang digunakan untuk menyusun LKPD.
4. Uji Tahap Awal
a. Uji ahli
Produk awal yang dihasilkan yaitu berupa LKPD matematika. Kemudian LKPD
ini diujikan dengan ahli melalui pengisian angket validasi ahli. Validasi ahli
dilakukan oleh pihak yang berkompeten. Kemudian direvisi secara terus menerus
sesuai dengan saran dan masukan dari ahli materi dan ahli media serta ahli
psikologi. Ahli materi dan media tersebut yaitu dosen Pascasarjana Fakultas
MIPA Universitas Lampung, yaitu Dr. Suharsono S, M.S., M.Sc., Ph.D. dan Dr.
Asmiati, M.Si. Sedangkan ahli psikologi yaitu dosen FKIP prodi Bimbingan dan
Konseling yaitu Yohana oValidasi ini dilakukan oleh ahli materi untuk
mengetahui kebenaran isi LKPD meliputi kebenaran konsep matematika dan
kemampuan komunikasi matematis. Sedangkan validasi oleh ahli media dilakukan
untuk melihat kesesuaian format yang digunakan dalam LKPD dengan tingkat
keterbacaan siswa.
55
b. Uji Keterbacaan
LKPD yang telah direvisi diujicobakan kepada enam peserta didik yang telah
menempuh materi matriks. Populasi uji ini adalah peserta didik kelas XII Program
Akuntansi 1 di SMK Guna Dharma Bandar Lampung. Sampel uji adalah 6 peserta
didik di kelas XII dengan kemampuan tinggi, sedang, dan rendah yang bertujuan
agar LKPD ini kelak bisa digunakan oleh seluruh siswa. Pada akhir kegiatan,
peserta didik tersebut diberikan lembar skala untuk mengukur keterbacaan dan
tanggapan terhadap LKPD berbasis PBM.
c. Uji Kelompok Terbatas.
Pada tahap ini, LKPD diujicobakan kepada siswa yang belum menempuh materi
matriks. Pada akhir kegiatan, peserta didik tersebut diberikan lembar skala untuk
mengukur keterbacaan dan tanggapan terhadap LKPD berbasis PBM.
5. Revisi Produk
Hasil yang diperoleh pada saat uji keterbacaan dan uji kelompok terbatas
dianalisis untuk melihat apakah LKPD sudah memenuhi kriteria baik atau kurang
baik. Revisi dilakukan sampai dengan seluruh saran dan tanggapan siswa dapat
ditindak lanjuti.
6. Uji Coba Lapangan
Uji coba lapangan dilaksanakan dengan tujuan untuk mengetahui efektivitas
pengembangan LKPD dengan PBM ditinjau dari kemampuan komunikasi
matematis dan self efficacy siswa. Uji coba ini dilakukan pada kelas XI Program
Akuntansi 1 SMK Guna Dharma Bandar Lampung. Pada akhir pembelajaran,
56
siswa diberikan satu buah tes yang mampu mengukur kemampuan komunikasi
matematis dan lembar skala untuk mengetahui self efficacy siswa.
C. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari dua jenis instrumen,
yaitu nontes dan tes. Instrumen - instrumen ini diberikan sesuai dengan subjek
pada penelitian pengembangan.
1. Instrumen Studi Pendahuluan
Instrumen yang digunakan pada saat studi pendahuluan berupa lembar
observasi dan pedoman wawancara yang digunakan untuk melakukan
wawancara dengan guru pada saat obeservasi mengenai kondisi awal dari
sekolah, guru, dan peserta didik, serta pembelajaran yang telah dilaksanakan di
kelas.
2. Instrumen Validasi LKPD
Instrumen dalam validasi LKPD diserahkan kepada ahli materi dan ahli media.
Instrumen yang diberikan berupa pernyataan skala likert dengan empat pilihan
jawaban yaitu Sangat Sesuai,Sesuai, Cukup Sesuai, Kurang Sesuai, dan tidak
sesuai serta dilengkapi dengan komentar dan saran daripara ahli. Tujuan
pemberian skala ini adalah menilai kesesuaian isi LKPD dengan model
pembelajaran PBM dan kemampuan komunikasi matematis. Kriteria yang
menjadi penilaian dari ahli materi adalah (1) aspek kelayakan isi, meliputi
kesesuaian materi dengan KI dan KD, keakuratan materi, keberadaan LKPD
dalam mendorong keinginan siswa (2) aspek kelayakan penyajian, meliputi
teknik penyajian, kelengkapan penyajian, penyajian pembelajaran, koherensi
57
dan keruntutan proses berpikir, dan (3) aspek penilaian model inkuiri
terbimbing. Tujuan pemberian skala ini adalah menilai kesesuaian isi LKPD
dengan pembelajaran bebasis masalah dan kemampuan komunikasi matematis.
Kriteria dari ahli media adalah: (1) Aspek kelayakan kegrafikan, meliputi
ukuran LKPD, desain sampul LKPD, desain isi LKPD; serta (2) Aspek
kelayakan bahasa, meliputi kelugasan, komunikatif, dialogis dan interaktif,
kesesuaian dengan perkembangan peserta didik, kesesuaian dengan kaidah
bahasa, penggunaan istilah dan simbol. Pemberian skala ini bertujuan untuk
menilai tampilan LKPD dan kesesuaian antara desain yang digunakan dan isi
LKPD.
3. Instrumen Uji Keterbacaan dan Kelas Terbatas
Instrumen ini diberikan kepada siswa yang menjadi subjek uji keterbacaan dan
kelas terbatas untuk mengetahui bagaimana keterbacaan, ketertarikan siswa,
dan tanggapannya terhadap LKPD. Instrumen yang diberikan berupa angket
yang berisi pernyataan skala likert dengan empat pilihan jawaban yaitu Sangat
Baik (SB), Baik (B), Kurang (K), Sangat Kurang (K).
4. Instrumen Uji Coba Lapangan
a) Instrumen Tes
Tes kemampuan komunikasi matematis yang digunakan adalah tes berbentuk
uraian. Dalam penyusunan tes, diawali dengan penyusunan kisi-kisi tes yang
mencakup kemampuan, materi transformasi geometri, indikator serta
banyaknya butir soal. Setelah membuat kisi-kisi tes, dilanjutkan dengan
menyusun tes beserta kunci jawaban dan aturan pemberian skor pada masing-
masing butir soal.
58
b) Skala Self Efficacy
Skala self efficacy pada penelitian ini mengukur empat aspek, yaitu authentic
mastery experiences yaitu indikator kemampuan yang didasarkan kinerja
pengalaman sebelumnya, vicarious experiences yaitu indikator bukti yang
didasarkan pada kompetensi dan perbandingan, verbal persuasions yaitu mengacu
pada umpan balik langsung atau kata-kata guru atau orang yang lebih dewasa, dan
physiological indexes yaitu penilaian terhadap kemampuan, kelebihan, dan
kelemahan tentang suatu tugas atau pekerjaan. Skala ini dibuat berdasarkan skala
Likert dengan empat pilihan jawaban yang disajikan dalam Tabel 3.2 berikut.
Tabel 3.2 Skala Likert Self-Efficacy Peserta didik
Pilihan Jawaban Bobot Nilai
Pernyataan Positif Pernyataan Negatif
Sangat sesuai (SS) 4 1
Sesuai (S) 3 2
Tidak sesuai (TS) 2 3
Sangat tidak sesuai (STS) 1 4
Kemudian indikator kemampuan self efficacy peserta didik yang akan dibuat
dalam angket ditunjukkan pada Tabel 3.3 berikut.
Tabel 3.3 Aspek Penilaian Self Efficacy
No. Aspek Deskripsi Indikator
1 Authentic
mastery
experiences
Indikator
kemampuan yang
didasarkan kinerja
pengalaman
sebelumnya
1.Pandangan siswa terhadap
kemampuan matematika yang
dimilikinya.
2. Pandangan siswa tentang
keterampilan matematika
2 Vicarious
experiences
Bukti yang
didasarkan pada
kompetensi dan
perbandingan
1, Kemampuan siswa
membandingkan kemampuan
matematikanya dengan orang lain
2.Pandangan siswa tentang
kemampuan matematika yang
dimiliki oleh dirinya dan orang lain
59
No. Aspek Deskripsi Indikator
3 Verbal
persuasions
Mengacu pada
umpan balik
langsung atau kata-
kata guru atau
orang yang lebih
dewasa
1.Kemampuan siswa memahami
makna kalimat matematis dalam
soal-soal berpikir kreatif matematis
4 Physiological
indexes
Penilaian terhadap
kemampuan,
kelebihan, dan
kelemahan tentang
suatu tugas atau
pekerjaan
1.Pandangan siswa tentang
kemampuan matematika yang
dimilikinya
2.Pandangan tentang kelemahan
dan kelebihan yang dimiliki siswa
pada matematika
(Diambil dari Noer, 2012)
D. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data pada penelitian ini dijelaskan berdasarkan jenis instrumen
yang digunakan dalam setiap tahap penelitian pengembangan sebagai berikut :
1) Data Studi Pendahuluan
Hasil wawancara dan observasi yang merupakan instrumen pendahuluan
dianalisis secara deskriptif sebagai latar belakang diperlukannya LKPD dengan
PBM. Selain itu, hasil studi pendahuluan juga digunakan sebagai dasar
penyusunan produk pengembangan LKPD dengan PBM yang ditinjau dari
kemampuan komunikasi dan self efficacy siswa.
2) Data Validasi Perangkat Pembelajaran
Analisis data hasil validasi perangkat pembelajaran dilakukan dengan mencari
rata-rata tiap kategori dan rata-rata tiap aspek dalam lembar validasi, hingga
akhirnya didapatkan rata-rata total penilaian validator terhadap masing-masing
perangkat pembelajaran. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:
a) Mencari rata-rata tiap kategori dari semua validator
60
Keterangan:
rata-rata kategori ke-i
skor hasil penilaian validator ke-j terhadap kategori ke-i
banyak kategori dalam aspek ke-i
b) Mencari rata-rata tiap aspek dari semua validator
Keterangan:
rata-rata aspek ke-i
rata-rata kategori ke-j terhadap aspek ke-i
banyak kategori dalam aspek ke-i
c) Mencari rata-rata total validitas
Keterangan:
rata-rata total validitas
rata-rata aspek ke-i
banyak aspek
Untuk menentukan kategori kevalidan suatu produk, dalam hal ini LKPD,
diperoleh dengan mencocokkan rata-rata total dengan kategori kevalidan LKPD
yang tersaji pada Tabel 3.4 berikut .
Tabel 3.4 Kriteria Pengkategorian Kevalidan LKPD
Interval Skor Kategori Kevalidan
Sangat valid
Valid
Kurang valid
Tidak valid
(Khabibah, 2006)
Keterangan:
VR adalah rata-rata total hasil penilaian validator terhadap LKPD. LKPD
dikatakan valid jika interval skor pada semua rata-rata berada pada kategori
“valid” atau “sangat valid”.
61
3) Data Respon Peserta didik Terhadap Produk
Teknik analisis data pada saat uji coba produk yaitu LKPD dilakukan dengan
menganalisis respon peserta didik melalui lembar angket yang diberikan pada
peserta didik setelah uji coba LKPD selesai dilakukan. Teknik Analisis ini
digunakan untuk mengukur tingkat keterbacaan dan ketertarikan peserta didik
dalam menggunakan LKPD. Angket respon peserta didik dianalisis menggunakan
skala likert dengan empat kriteria. Interval nilai dan kriteria penilaian yang
digunakan sama dengan analisis saat tahap validasi modul.
4) Data Self-Efficacy Peserta didik
Skala self-efficacy peserta didik dibuat dalam bentuk pernyataan menggunakan
skala Likert dengan empat pilihan yaitu, sangat sesuai (SS), sesuai (S), tidak
sesuai (TS), dan sangat tidak sesuai (STS). Hal ini dimaksudkan untuk
menghindari sikap ragu-ragu peserta didik untuk memilih suatu pernyataan yang
diajukan. Selain itu skala self-efficacy ini berisi pernyataan positif dan negatif.
Skala self-efficacy peserta didik diberikan setelah pembelajaran dilakukan.
Sebelum digunakan pada uji lapangan, skala self efficacy ini divalidasi oleh ahli,
yaitu Yohana Oktariana, S.Pd., M.Pd. Beliau adalah dosen Pendidikan Bimbingan
dan Konseling di Universitas Lampung. Tujuan dari validasi ini adalah melihat
kesesuaian isi dengan indikator dan tujuan pembuatan skala.
Kriteria yang menjadi penilaian dari ahli adalah:
1. Keterkaitan indikator dengan tujuan
2. Kesesuaian pernyataan dengan indikator yang diukur
3. Kesesuaian antara pernyataan dengan tujuan; serta
4. Penggunaan bahasa yang baik dan benar
62
Berdasarkan penilaian tiap kriteria tersebut, skala self efficacy telah memenuhi
kriteria baik dan dinyatakan layak untuk digunakan pada uji lapangan. Secara
lengkap, kisi-kisi dan instrumen skala self efficacy dapat dilihat pada Lampiran
B.6 dan Lampiran B.7. Setelah dilakukan validasi, skala tersebut diujicobakan
untuk mengetahui reliabilitas dan validitas secara empiris. Uji coba dilakukan
pada peserta didik kelas XI Program Akuntansi 1 dengan 22 responden. Proses
perhitungannya menggunakan uji Pearson Correlation dan melalui Sofware
Microsoft Excel 2007.
Hasil perhitungan validitas butir pernyataan dapat dilihat pada Tabel 3.5,
sedangkan data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran C.7 dan C.8.
Pengambilan data dilakukan melalui pemberian lembaran skala kepada peserta
didik setelah pembelajaran (posttest). Berikut ini adalah hasil validitas butir item
pernyataan skala self-efficacy yang disajikan pada Tabel 3.5 berikut.
Tabel 3.5 Hasil Uji Coba Validitas Skala Self Efficacy Siswa
Nomor
Pernyataan
Koefisien
Korelasi Kategori
Nomor
Pernyataan
Koefisien
Korelasi Kategori
1 0,478 Valid 15 0,455 Valid
2 0,500 Valid 16 0,536 Valid
3 0,534 Valid 17 0,483 Valid
4 0,536 Valid 18 0,475 Valid
5 0,510 Valid 19 0,544 Valid
6 0,537 Valid 20 0,462 Valid
7 0,600 Valid 21 0,474 Valid
8 0,614 Valid 22 0,507 Valid
9 0,542 Valid 23 0,525 Valid
10 0,556 Valid 24 0,487 Valid
11 0,625 Valid 25 0,530 Valid
12 0,645 Valid 26 0,546 Valid
13 0,542 Valid 27 0,569 Valid
14 0,528 Valid 28 0,449 Valid
63
Setelah melakukan pembelajaran menggunakan LKPD, skala ini diberikan kepada
siswa untuk melihat kecenderungan sikapnya. Langkah-langkah untuk
menghitung kecenderungan sikap peserta didik menurut Noer (2007) sebagai
berikut.
1. Mengklasifikasikan butir pernyataan dengan tiap aspek.
2. Menjumlahkan skor yang diperoleh pada masing-masing kategori.
3. Mencari rata-rata skor masing-masing kategori hasil uji coba sebagai skor
netral.
4. Mencari rata-rata butir skor netral pada tiap aspek sebagai kelas skor netral.
5. Menjumlahan hasil kali antara skor tiap kategori dengan skor hasil uji coba,
kemudian membaginya dengan jumlah peserta didik sebagai butir skor SKL.
6. Mencari rata-rata butir pernyataan pada tiap aspek sebagai skor SKL.
7. Membandingkan skor netral dengan skor SKL
5) Data Tes Kemampuan Komunikasi Peserta didik
Sebelum tes kemampuan komunikasi matematis digunakan pada saat uji lapangan,
terlebih dahulu tes tersebut divalidasi dan kemudian diujicobakan pada kelas lain
(kelas uji coba) untuk diketahui validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran, dan daya
pembeda soal.
1) Uji validitas
Validitas yang dilakukan terhadap instrumen tes kemampuan komunikasi
matematis didasarkan pada validitas isi dan validitas empiris. Validitas isi dari
tes kemampuan komunikasi matematis ini dapat diketahui dengan cara
membandingkan isi yang terkandung dalam tes kemampuan komunikasi
matematis dengan indikator pembelajaran yang telah ditentukan. Tes yang
64
dikategorikan valid adalah yang telah dinyatakan sesuai dengan kompetensi
dasar dan indikator yang diukur. Hasil tes validasi isi dilakukan oleh guru mata
pelajaran matematika SMK Guna Dharma Bandar Lampung, yaitu ibu Novita
Sari. Tes tersebut telah dikatakan valid sesuai dengan SK dan KD yang ada
dalam pembelajaran di sekolah, data hasil tes selengkapnya ada di lampiran
B.1. Validitas empiris dilakukan pada siswa kelas XII AK 1. Teknik yang
digunakan untuk menguji validitas empiris ini dilakukan dengan menggunakan
rumus korelasi product moment (Widoyoko, 2012:137)
Keterangan:
= Koefisien korelasi antara variabel X dan variabel Y
N = Jumlah Siswa
= Jumlah skor siswa pada setiap butir soal
= Jumlah total skor siswa
= Jumlah hasil perkalian skor siswa pada setiap butir soal dengan
total skor siswa
Distribusi (Tabel r) untuk α = 0,05 dan derajat kebebasan (dk = n – 2).
Kaidah keputusan : Jika > berarti valid, sebaliknya <
berarti tidak valid. Penafsiran harga korelasi dilakukan dengan
membandingkan dengan harga = 0,30. Artinya apabila ≥ 0,30 nomor
butir tersebut dikatakan valid dan memuaskan (Widoyoko, 2012: 143).
Tabel 3.6 Validitas Instrumen Tes Komunikasi Matematis
Nomor Soal Koefisien Korelasi
r(xy) Keterangan
1 0,828 Valid
2 0.801 Valid
3 0,746 Valid
4 0,684 Valid
5a 0,701 Valid
5b 0.605 Valid
65
Tabel 3.6 tersebut menyajikan hasil validitas instrumen tes komunikasi
matematis. Hasil uji menyatakan bahwa semua soal valid. Perhitungan
selengkapnya terdapat pada Lampiran C.1
2) Reliabilitas
Instrumen yang reliabel adalah instrumen yang bila digunakan beberapa kali
untuk mengukur objek yang sama akan menghasilkan data yang sama.
Perhitungan untuk mencari nilai reliabilitas instrumen didasarkan pada
pendapat Arikunto (2008: 109) yang menyatakan bahwa untuk menghitung
reliabilitas dapat digunakan rumus Alpha, yaitu:
2
2
11 11
t
i
n
nr
Keterangan:
11r : nilai reliabilitas instrumen (tes)
n : banyaknya butir soal
2
i : jumlah varians dari tiap-tiap butir soal
: varians total
Sudijono (2008: 209) berpendapat bahwa suatu tes dikatakan baik apabila
memiliki nilai reliabilitas ≥ 0,70. Berdasarkan hasil perhitungan uji coba
instrumen komunikasi matematis, diperoleh nilai koefisien reliabilitas sebesar
0,71. Hal ini menunjukkan bahwa tes ini dapat digunakan untuk mengukur
kemampuan komunikasi matematis. Hasil perhitungan reliabilitas uji coba
instrumen dapat dilihat pada Lampiran C.2.
2
t
66
3) Daya Pembeda
Daya beda suatu butir tes adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan
antara peserta tes yang berkemampuan tinggi dan berkemampuan rendah.
Daya beda butir tes dapat diketahui dengan melihat besar kecilnya tingkat
diskriminasi atau angka yang menunjukkan besar kecilnya daya beda. Sudijono
(2008: 120) mengungkapkan bahwa menghitung daya pembeda ditentukan
dengan rumus :
Keterangan :
DP : indeks daya pembeda satu butir soal tertentu
JA : jumlah skor kelompok atas pada butir soal yang diolah
JB : jumlah skor kelompok bawah pada butir soal yang diolah
IA : jumlah skor ideal kelompok (atas/bawah)
Hasil perhitungan daya pembeda diinterpretasi berdasarkan klasifikasi yang
tertera dalam Tabel 3.7 dan Tabel 3.8 merupakan hasil perhitungan yang telah
dilakukan.
Tabel 3.7 Interpretasi Nilai Daya Pembeda
Daya Pembeda Kriteria
DP ≤ 0,10 Sangat Buruk
0,10 ≤ DP ≤ 0,19 Buruk
0,20 ≤ DP ≤ 0,29 Cukup
0,30 ≤ DP ≤ 0,49 Baik
DP ≥ 0,50 Sangat Baik
Sudijono (2008: 121)
Dengan melihat hasil perhitungan daya pembeda butir soal yang diperoleh,
maka instrumen tes yang sudah diujicobakan telah memenuhi kriteria daya
67
pembeda soal yang sesuai dengan kriteria yang diharapkan yaitu baik dan
sangat baik.
Tabel 3.8 Daya Pembeda Butir Soal
No. Butir Soal Nilai DP Interpretasi
1 0,40 Baik
2 0,30 Baik
3 0,65 Sangat Baik
4 0,35 Baik
5a 0,45 Baik
5b 0.69 Sangat Baik
Hasil perhitungan daya pembeda butir soal dapat dilihat pada Lampiran C.3.
Dari Tabel 3.8 didapatkan soal nomor 1, 2, 4 dan 5a berada dalam kategori
baik dan soal nomor 3 dan 5b berada dalam kategori yang sangat baik. Maka
soal-soal tersebut dapat digunakan dalam penelitian lebih lanjut.
4) Tingkat Kesukaran
Sudijono (2008: 372) menyatakan bahwa suatu tes dikatakan baik jika
memiliki derajat kesukaran sedang, tidak terlalu sukar dan tidak terlalu mudah.
Perhitungan tingkat kesukaran suatu butir soal digunakan rumus :
Keterangan:
TK : tingkat kesukaran suatu butir soal
JT : jumlah skor yang diperoleh siswa pada butir soal yang diperoleh
IT : jumlah skor maksimum yang dapat diperoleh siswa pada suatu
butir soal
Menurut Suherman (2001: 71) klasifikasi tingkat kesukaran soal dapat dilihat
dari Tabel 3.9 berikut.
68
Tabel 3.9 Interpretasi Tingkat Kesukaran
Kriteria Indeks Kesukaran Kategori
IK = 0,00 Sangat Sukar
0,00 IK 0,3 Sukar
0,3 IK ≤ 0,7 Sedang
0,7 IK ≤ 1,00 Mudah
IK = 1,00 Sangat Mudah
Kriteria soal yang digunakan dalam penelitian ini adalah soal dengan tingkat
kesukaran sedang, sukar, dan mudah. Hasil perhitungan tingkat kesukaran uji
coba soal disajikan pada Tabel 3.10 berikut.
Tabel 3.10 Tingkat Kesukaran Butir Soal
Dengan melihat hasil perhitungan tingkat kesukaran butir soal yang diperoleh,
maka instrumen tes komunikasi matematisyang sudah diujicobakan telah
memenuhi kriteria tingkat kesukaran soal yang sesuai dengan kriteria yang
diharapkan. Hasil perhitungan tingkat kesukaran butir soal dapat dilihat pada
Lampiran C.3.
Setelah instrumen tes komunikasi matematis dinyatakan valid, reliabel,
memiliki tingkat kesukaran sedang, dan daya pembeda yang baik, selanjutnya
instrumen tes komunikasi matematis dapat digunakan pada kelas uji lapangan.
Data hasil tes kemampuan komunikasi matematis yang diperoleh masing-
masing peserta didik akan dihitung persentase peserta didik yang mendapat
No. Butir Soal Indeks TK Interpretasi
1 0,78 Sedang
2 0,28 Sukar
3 0,51 Sedang
4 0,82 Mudah
5a 0,68 Sedang
5b 0.,54 Sedang
69
nilai diatas KKM Standar Kompetensi. Efektivitas pembelajaran dengan LKPD
matematika dengan pembelajaran berbasis masalah ditunjukkan dengan 70%
dari jumlah sampel mendapatkan nilai di atas KKM (KKM = 70) pada tes
kemampuan komunikasi matematis.
97
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, diperoleh kesimpulan sebagai
berikut.
1. Pengembangan LKPD matematika dengan pembelajaran berbasis masalah
ditinjau dari kemampuan komunikasi matematis dan self-efficacy diawali dari
studi pendahuluan menggunakan pedoman wawancara dan observasi. Hasil
studi pendahuluan menunjukkan bahwa LKPD menjadi kebutuhan yang perlu
dikembangkan. Hasil validasi menunjukkan bahwa LKPD telah layak
digunakan dan termasuk dalam kategori baik. Revisi dilakukan berdasarkan
saran dan masukan dari uji ahli. Hasil uji coba lapangan awal menunjukkan
bahwa LKPD berada dalam kategori baik. Hasil angket respon peserta didik
juga menunjukkan bahwa LKPD dapat digunakan dengan baik oleh peserta
didik. Hasil akhir dari penelitian pengembangan ini berupa produk LKPD
matematika dengan pembelajaran berbasis masalah pada materi pokok matriks
kelas XI Akuntansi 1 di SMK Guna Dharma Bandar Lampung.
2. Produk pengembangan LKPD dengan pembelajaran berbasis masalah efektif
digunakan. Hal ini ditunjukkan dengan lebih dari 70% peserta didik di atas
kriteria ketuntasan minimal pada tes kemampuan komunikasi matematis.
98
3. Produk pengembangan LKPD dengan pembelajaran berbasis masalah tidak
efektif digunakan untuk meningkatkan self efficacy peserta didik. Setelah
menggunakan LKPD matematika dengan pembelajaran berbasis masalah, self
efficacy peserta didik tidak memiliki perubahan yang signifikan.
B. Saran
Berdasarkan hasil kesimpulan dan penelitian, dikemukakan saran-saran sebagai
berikut.
1. Guru dapat menggunakan LKPD matematika dengan pembelajaran berbasis
masalah sebagai alternative untuk meningkatkan kemampuan komunikasi
matematis dan self-efficacy peserta didik pada materi matriks.
2. Pembaca dan peneliti lain yang ingin mengembangkan penelitian lanjutan
mengenai LKPD matematika dengan pembelajaran berbasis masalah pada
materi matriks hendaknya melakukan hal sebagai berikut.
a. Melakukan penelitian dalam jangka waktu yang lebih lama.
b. Melakukan perhitungan kemampuan awal peserta didik.
c. Melakukan pengamatan sikap awal peserta didik.
d. Mempertimbangkan karakter peserta didik dalam menerapkan metode
pembelajaran yang sesuai.
e. Melakukan validasi terhadap semua instrumen yang digunakan.
f. Mengujicobakan kembali LKPD dalam jangka waktu yang lebih lama dan
dilakukan lebih dari sekali ujicoba.
99
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah. 2003. Hubungan antara Self Efficacy dengan Toleransi dengan Adative
Selling pada Agen Asuransi Jiwa. Journal Insight, Volume 1, Nomor 2, Hal
13-30. Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Wangsa Manggala.
Abidin, Yunus. 2012. Pembelajaran Bahasa Berbasis Pendidikan Karakter.
Bandung: Refika Aditama.
Arends, R.I. dan A. Kilcher. 2010. Teaching for Student Learning: Becoming an
Accomplished Teacher . Rotledge Taylor & Francis Group. New York and
London. 456 hlm.
Arikunto, S. 2008. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta:
Rineka Cipta
AWE. 2008. Self-Efficacy in STEM: Information Sheet. A Product of SWE-AWE
and NAE CASEE. [Online]. Tersedia pada https://www.engr.psu.edu/
AWE/misc/ARPs/ARP_SelfEfficacy_InfoSheet_122208.pdf
Bandura, Albert. 1997. Self Efficacy: The exercise of control. New York. W.H.
Freeman. Cambridge University Press
Barret, Terry. 2005. Undestanding Problem – Based Learning. [Online].
Tersedia : http://www.aishe.org/reading/2005-2/chapter2.pdf. (diakses pada
tanggal 19 Desember 2015)
Barrows, H., & Tamblyn, R. 11980. Problem Based Learning : An Approach to
Medical education. Dalam Huda, Miftahul. 2013
Choo, Serene. S.Y; Rotgans, Jerome I; Yew, Elaine H.J dan Schmidt, Henk G.
2011. Effect of Worksheet Scaffolds on Student Learning in Problem Based
Learning. Singapore: Springer.
Tersedia:http://search/docs/FOED%20Papers/Issue%2011/ACE_Paper_3_Is
sue_11.doc. (diakses pada tanggal 23 Oktober 2014)
Dahar, Ratna Wilis. 2011. Teori-teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta:
Gramedia
100
Darmodjo, Hendro dan Kaligis, Jenny R.E. 1992. Pendidikan IPA II. Jakarta:
Depdikbud
Deci.E.L.,& Ryan R.M. 1985. The General Causality Orientation Scale: Self
Determination in Personality. U.S: Academy Press.Inc.
Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Pengembangan Bahan Ajar dan Media.
Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Dzulfikar, Ahmad. 2013. Studi Literatur: Pembelajaran Kooperatif Dalam
Mengatasi Kecemasan Matematika dan Mengembangkan Self Efficacy
Matematis Siswa. [Online]. Tersedia: http://eprints.uny.ac.id/10730/I/P%20-
%207.pdf. Diunduh pada 12 Januari 2016
Eggen, Paul dan Don Kauchak. 2012. Strategi dan Model pembelajaran
Mengajarkan Konten dan Keterampilan Berpikir. Jakarta: indeks.
Fauzi dan Firmansyah. 2015. Kontribusi Metakognisis di dalam Mengembangkan
Self Efficacy Matematis Siswa di Kelas.
Hendriana dan Soemarmo. 2014. Penilaian Pembelajaran Matematika. Bandung:
PT. Refika Aditama.
Hung, Woei et.al.2008. Problem Based Learning. [Online] Tersedia :
http://www.msu.ac.zw/elearning/material/1354862322ET5849x_C038.fm.p
df. (diakses pada tanggal 15 November 2015)
Ibrahim dan Nur. 2005. Pengajaran Berdasarkan Masalah. Surabaya: University
Press.
IMSA. 2008. Problem Based Learning Matters. [Online] Tersedia :
http//pbln.imsa.edu/resources/PBL_Matters.pdf. (diakses pada tanggal 21
Desember 2015)
Kabiri, M.S. dan Smith, N.L. 2003. Turning Traditional Texbook Problems into
Open-Ended Problems. The National Council of Teachers of Mathematics.
Komalasari, Kokom. 2010. Pembelajaran Konstektual Konsep dan Aplikasi.
Bandung: Refika Aditama.
LACOE (Los Angeles County Office of Education). 2004. Communication.
[Online]. Tersedia pada http://teams.lacoe.edu. Diakses pada tanggal 20
Oktober 2015
Lindasari, Ayu. 2011. Pembelajaran Matematika dengan PBM untuk
Meningkatkan Kemampuan Pemahaman dan Komunikasi Matematis Siswa
Sekolah Menengah Pertama. Jurnal Pendidikan Vol. 2 No. 2
101
Lent, R.W., lopez F.G., & Bieschke. J. 1991. Mathematics Self Efficacy Sources
and Relation to Science-based career Choice. Journal. Conceling
Psychologi, Vol.38, No.4 Hal 424-430. American Psychological
Association.
National Council of Teachers of Mathematics. 2000. Principles and Standarts for
School Mathematics. Reston, VA: NCTM
Noer, Sri Hastuti. 2012. Self-Efficacy Mahasiswa Terhadap Matematika.
Prosiding P-86 Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika.
[Online]. Tersedia pada eprints.uny.ac.id/10098/1/P%20-%2086.pdf.
Diakses pada tanggal 18 September 2015
Noer, Sri Hastuti. 2014. Kemampuan Berfikir Kreatif Matematis dan
Pembelajaran Matematika Berbasis Masalah Open-Ended. Palembang:
Jurnal Pendidikan Matematika Department of Master Program on
MathematicsEducation.ejournal.unsri.ac.id/indekx.php/jpm/article/downloa
d/824/237/ diakses pada 16 Agustus 2015.
Nugrahani, ratri. 2013. Hubungan Self Efficacy dan Motivasi Belajar dengan
Kemandirian Belajar Siswa Kelas V SD Negeri Se-Kecamatan danurajen
Yogyakarta. Yogyakarta: Fakultas Ilmu Pendidikan Universita Negeri
Yogyakarta.
Ormrod, Jeanne Ellis. 2009. Psikologi Pendidikan Membantu Siswa Tumbuh dan
Berkembang. Jilid 1.Jakarta: Erlangga.
Pajares, F dan Miller, M. D. 1994. Role of Self-Efficacy and Self-Concept Beliefs
in Mathematical Problem Solving: A Path Analysis. American
Psychological Association: Journal of Educational Psychology Vol. 86, No.
2, hal. 193-203
Pajares, F dan Graham, L. 1999. Self-Efficacy, Motivation Constructs, and
Mathematics Performance of Entering Middle School Students. Academic
Press: Contemporary Educational Psychology Vol. 24, hal. 124–139
Prabawanto, S. 2013. Peningkatan Kemampuan Pemahaman Masalah,
Komunikasi, dan Self Efficacy Matematis Mahasiswa Melalui
Pembelajaran dengan Pendekaran Metacognitif Scaffolding. Disertasi
Doktor pada SPS.UP.
Prastowo, Andi. 2011. Panduan Kreatif Membuat Bahan Ajar Inovatif.
Yogyakarta: Diva Press
Rusman. 2012. Model-model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme
Guru. Jakarta: RajaGrafindo persada.
102
Santrock, J. W. 2004. Educational Psychology, 2nd Edition. McGraw-Hill
Company, Inc.
Schunk, D.H. 1990. Goal-Setting and Self-Efficacy During Self-Regulated
Learning. Educational Psychologist No.25, 71-86. [Online]. Tersedia pada
http://libres.uncg.edu/ir/uncg/f/D_Schunk_Goal_1990.pdf
Slavin, R.E. 2008. Cooperative Learning (Teori, Riset dan Praktek), Terjemahan
Narulita Yusron. Bandung: Nusa Media.
Sudarman. 2007. Problem Based Learning: Suatu Model Pembelajaran untuk
Mengembangkan Kemampuan Memecahkan Masalah. Jurnal Pendidikan
Inovatif Vol.2 No.2.
Sudijono, Anis. 2008. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Rajagrafindo Persada.
Jakarta.
Suherman, E. 2001. Pembelajaraan Matematika Kontemporer. Bandung: JICA.
Tan, Oon Seng. 2006. Problem Based Learning: the Future Frontries. [Online]
Tersedia : http://www.tp.edu.sg/pbl_tan_oon_seng.pdf. (diakses pada
tanggal 20 Desember 2015)
Trianto. 2009. Mendesain model pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta:
Kencana prenada media group.
Warsita, Bambang. 2008. Teknologi Pembelajaran: Landasan&Aplikasinya.
Jakarta: Rineka.
Widjajanti, E. 2008. Kualitas Lembar Kerja Siswa. [Online]. Tersedia pada
staff.uny.ac.id/system/files/pengabdian/...widjajanti.../kualitas-lks.pdf.
Diakses pada tanggal 26 November 2015
Widoyoko, Eko Putro. 2012. Evaluasi Program Pembelajaran. Yogyakarta:
Pustaka Belajar
Within. 1992. Mathematics Task Centers, Proffesional Development and Problem
Solving. In J. Wakefueld and L. Velardi (Ed). Celebrating Mathematics
Learning. Melbourne: The Mathematics Association of Victoria.
Zeldin, A.L. 2000. Sources and Effects of the Self-Efficacy Beliefs of Men with
Careers in Mathematics, Science, and Technology. Emory
University.Disertasi: tidak dipublikasikan. Tersedia [online]:
http://www.des.emory.edu/mfp/ZeldinDissertation2000.PDF. [17 April
2015].
Zimmerman, B.J. 2000. Attaining Self-Regulation, A Social Cognitive Perpective.
Dalam Boekaerts, M., Pintrich, P.R., & Zeidner, M.2000. Handbook of Self-
Regulation. San Diego: Academic Press.