PENGEMBANGAN INSTRUMEN ASESMEN PENGETAHUAN …digilib.unila.ac.id/56837/3/TESIS TANPA BAB...
Transcript of PENGEMBANGAN INSTRUMEN ASESMEN PENGETAHUAN …digilib.unila.ac.id/56837/3/TESIS TANPA BAB...
PENGEMBANGAN INSTRUMEN ASESMEN PENGETAHUAN
THREE TIER DIAGNOSTIC TEST BERBASIS
HIGHER ORDER THINKING SKILLS
TESIS
Oleh
NI WAYAN NOVITA SARI
PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER KEGURUAN IPA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENGETAHUAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2019
ABSTRAK
PENGEMBANGAN INSTRUMEN ASESMEN PENGETAHUAN
THREE TIER DIAGNOSTIC TEST BERBASIS
HIGHER ORDER THINKING SKILLS
Oleh
NI WAYAN NOVITA SARI
Penelitian ini mengembangkan instrumen asesmen pengetahuan three tier
diagnostic test berbasis higher order thinking skills (HOTS) yang bertujuan untuk
mendiagnosis pemahaman peserta didik dalam berpikir tingkat tinggi dan
mereduksi miskonsepsi. Metode penelitian menggunakan ADDIE (Analysis-
Desain-Develop-Implement- Evaluate) dan subjeknya adalah peserta didik SMP
kelas VII dengan materi IPA semester ganjil kurikulum 2017. Penelitian ini
menggunakan instrumen asesmen pengetahuan three tier diagnostic test berbasis
HOTS sebanyak 20 butir soal. Hasil uji validasi ahli instrumen berdasarkan aspek
penilaian isi, konstruk, dan bahasa memiliki skor rata-rata 90, 88, dan 89 dengan
penilaian yang layak. Data dianalisis menggunakan rasch model dan diperoleh
indeks reliabilitas itemnya 0,89, indeks reliabilitas respondennya 0,91, serta nilai
alpha Cronbach’s sebesar 0,93 yang berarti reliabilitas soal yang diperoleh
tergolong bagus. Hasil pola jawaban peserta didik terdapat enam kriteria yaitu
paham konsep, miskonsepsi (+), miskonsepsi (-), miskonsepsi, menebak/kurang
percaya diri/ beruntung, dan tidak paham konsep yang digunakan untuk
Ni Wayan Novita Sari
iii
mendiagnosis pemahaman peserta didik dalam mengukur keterampilan berpikir
tingkat tinggi (HOTS) yang diintegrasikan dengan dimensi pengetahuan faktual,
konseptual, dan prosedural. Miskonsepsi yang terjadi pada peserta didik terdapat
tiga kriteria, yaitu miskonsepsi (+), miskonsepsi (-), dan miskonsepsi, serta yang
paling banyak dialami peserta didik adalah miskonsepsi (-) dalam level kognitif
C4 yang diintegrasikan dengan dimensi pengetahuan konseptual pada materi
karakteristik zat. Miskonsepsi (-) ini dapat direduksi melalui konsep yang benar
dengan alasan yang tepat.
Kata kunci : Asesmen, HOTS, dan Three Tier Diagnostic Test.
Ni Wayan Novita Sari
iv
ABSTRACT
DEVELOPMENT OF KNOWLEDGE ASSESSMENT INSTRUMENTS
THREE TIER DIAGNOSTIC BASED TEST
HIGH ORDER THINKING SKILLS
By
NI WAYAN NOVITA SARI
This study developed a knowledge assessment instrument of three tier diagnostic
tests based on higher order thinking skills (HOTS) which aims to diagnose
students' understanding in higher-order thinking and reduce misconceptions. The
research method uses ADDIE (Analysis-Design-Develop-Implement-Evaluate)
and the subject is class VII junior high school students with 2017 odd semester
curriculum materials. This study used HOTS-based knowledge assessment
instruments of three tier diagnostic tests of 20 items. The results of the instrument
expert validation test based on aspects of content, construct, and language
assessment have an average score of 90, 88, and 89 with a proper assessment. The
data were analyzed using rasch model and the item reliability index was 0.89, the
reliability index of the respondents was 0.91, and Cronbach's alpha value was
0.93, which meant the reliability of the questions obtained was good. The results
of the students 'answer patterns are six criteria: understanding concepts,
misconceptions (+), misconceptions (-), misconceptions, guessing / lack of
Ni Wayan Novita Sari
v
confidence / luck, and not understanding the concepts used to diagnose learners'
understanding in measuring high-level thinking skills ( HOTS) which is integrated
with the dimensions of factual, conceptual and procedural knowledge.
Misconceptions that occur in students have three criteria, namely misconception
(+), misconception (-), and misconception, and the most experienced by students
is a misconception (-) in the C4 cognitive level which is integrated with the
conceptual knowledge dimension on the substance characteristic material . This
misconception (-) can be reduced through the correct concept with the right
reasons.
Keywords: Assessment, HOTS, and Three Tier Diagnostic Test.
PENGEMBANGAN INSTRUMEN ASESMEN PENGETAHUAN
THREE TIER DIAGNOSTIC TEST BERBASIS
HIGHER ORDER THINKING SKILLS
Oleh
NI WAYAN NOVITA SARI
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
MAGISTER PENDIDIKAN
Pada
Program Pascasarjana Magister Keguruan IPA
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung
PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER KEGURUAN IPA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENGETAHUAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2019
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Sidowaluyo Lampung Selatan, pada
tanggal 14 Oktober 1994, yang kemudian diberi nama Ni
Wayan Novita Sari. Penulis merupakan putri pertama dari dua
saudara dari pasangan Ketut Sariya dan Nyoman Sari. Penulis
menyelesaikan Sekolah Dasar di SD Negeri 1 Sidowaluyo
pada tahun 2006, kemudian melanjutkan studinya di SMP Negeri 1 Sidomulyo
lulus pada tahun 2009, dan penulis melanjutkan studinya di SMA Negeri 1
Kalianda lulus tahun 2012. Pada tahun 2012 penulis diterima untuk melanjutkan
pendidikan di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Jurusan PMIPA, Program
Studi Pendidikan Kimia, penulis menyelesaikan studi Strata 1 pada tahun 2016,
dan ditahun 2016 juga kembali melanjutkan studi Strata 2 di Program
Pascasarjana Magister Keguruan IPA Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Lampung.
MOTTO
Jika orang berpegang pada keyakinan, maka hilanglah kesangsian. Tetapi, jika
orang sudah mulai berpegang pada kesangsian, maka hilanglah keyakinan.
(Sir Francis Bacon )
Lebih baik mengerjakan kewajiban sendiri walaupun tidak sempurna daripada
dharmanya orang lain yang dilakukan dengan baik; lebih baik mati dalam tugas
sendiri daripada dalam tugas orang lain yang sangat berbahaya.
(Bhagavad Gita III.35)
PERSEMBAHAN
Dengan sejuta kasih,
Kupersembahkan karyaku yang teramat berharga dan sederhana ini kepada:
Ayahanda ‘Ketut Sarye’ dan Ibunda ‘Nyoman Sari’ tercinta, yang telah
mencurahkan seluruh cinta, kasih, do’a dan peluh keringatnya untuk
keberhasilanku, yang telah menempaku untuk kuat dan tegar dalam menjalani
pelik dan terjalnya kehidupam.
Untuk Saudara-saudaraku
Untuk adikku tercinta ‘Ni Made Ita Dwi Jayani’, ‘Gede Dian A.P, Nyoman Eka
Artuti, Dava, Diki, Dea, Bela, serta keponakanku Chika, Meyra, Raka yang selalu
memberikan dorongan semangat, dan motivasi, tawa dan canda yang senantiasa
menguatkan serta doa yang tiada henti untuk keberhasilanku.
Untuk Keluarga besarku yang selalu memberikan dorongan semangat serta d’oa
untuk kesuksesan ku di kemudian hari.
Untuk kekasihku Adnan Alit Suprayogi yang selalu membantu dan memberi
dukungan untuk keberhasilanku
‘Sayang kalian semua’.
SAN WACANA
Segala puji dan syukur penulis haturkan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa,
Pencipta alam semesta yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, sebab atas
astung kerta wara nugraha-Nya lah penulis dapat menyelesaikan penyusunan tesis
dengan judul “Pengembangan Instrumen Asesmen Pengetahuan Three Tier
Diagnostic Test Berbasis Higher Order Thinking Skills”,
Penulis menyadari dalam tesis ini masih terdapat kekurangan baik dari segi
substansi maupun penulisannya. Oleh karena itu, berbagai saran, koreksi, dan
kritik yang membangun dari berbagai pihak sangat penulis harapkan demi
perbaikan dan kesempurnaan tesis ini. Hasil ini bukanlah jerih payah sendiri akan
tetapi berkat bantuan, bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak baik moril
maupun materil sehingga penulisan tesis ini dapat selesai. Oleh karena itu, di
dalam kesempatan ini penulis menyampaikan rasa hormat dan ucapan rasa terima
kasih yang tulus kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Hasriadi Mat Akin, M.P. selaku Rektor Universitas
Lampung;
2. Bapak Prof. Dr. Patuan Raja, M.Pd. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan Universitas Lampung;
xiv
3. Bapak Dr. Caswita, M.Si. selaku Ketua Jurusan Pendidikan Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas
Lampung;
4. Bapak Dr. Tri Jalmo, M.Si. selaku Ketua Program Studi Pascasarjana
Magister Keguruan IPA Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas
Lampung;
5. Bapak Dr. Sunyono, M.Si. selaku Pembimbing Akademik dan Dosen
Pembimbing I atas segala arahan, petunjuk serta motivasi selama proses
penulisan Tesis ini;
6. Bapak Dr. Abdurrahman, M.Si. selaku Dosen Pembimbing I atas segala
arahan, petunjuk serta motivasi selama proses penulisan Tesis ini;
7. Bapak Dr. Undang Rosidin, M.Pd. selaku Dosen Pembahas I dan Dosen uji
validasi produk Tesis yang selalu memberikan bimbingan serta kritik dan
saran yang diberikan selama penulisan tesis ini;
8. Bapak Prof. Dr. Agus Suyatna, M.Si. selaku Dosen Pembahas II yang selalu
memberikan bimbingan serta kritik dan saran yang diberikan selama
penulisan tesis ini
9. Bapak Dr. Wayan Distrik, M.Si. selaku Dosen uji validasi produk Tesis yang
selalu memberikan bimbingan serta atas kritik dan saran yang diberikan
selama penulisan tesis ini;
10. Ibu Dr. Neni Hasnunidah, M.Si. selaku Dosen uji validasi produk Tesis yang
selalu memberikan bimbingan serta atas kritik dan saran yang diberikan
selama penulisan tesis ini;
xv
11. Dosen Pascasarjana Program Studi Magister Keguruan IPA Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung yang tidak dapat
penulis sebutkan satu persatu yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat;
12. Narasumber atas bantuan informasi yang diberikan dalam penulisan tesis ini;
13. Seluruh rekan-rekan di Program Magister Keguruan IPA Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung angkatan 2016;
14. Seluruh pihak-pihak yang telah memberikan bantuan dalam penyusunan
skripsi ini, yang tidak dapat disebutkan satu persatu;
15. Almamater tercinta.
Akhir kata, penulis berharap Tesis ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya
dan semua pihak yang berkepentingan pada umumnya untuk kehidupan yang
lebih baik dan bermanfaat bagi semua.
Semoga Sang Hyang Widhi merestui segala usaha dan ketulusan yang diberikan
kepada penulis.
Bandar Lampung, April 2019
Penulis,
Ni Wayan Novita Sari, S.Pd.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i
ABSTRAK ....................................................................................................... ii
ABSTRACT ..................................................................................................... iv
HALAMAN JUDUL DALAM ........................................................................ vi
HALAMAN PERSETUJUAN ......................................................................... vii
HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... viii
LEMBAR PERNYATAAN ............................................................................. ix
MOTTO ........................................................................................................... x
PERSEMBAHAN ............................................................................................ xi
RIWAYAT HIDUP .......................................................................................... xii
SANWACANA ................................................................................................ xiii
DAFTAR ISI .................................................................................................... xvi
DAFTAR TABEL ........................................................................................... xvii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xviii
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................. 6
C. Tujuan ............................................................................................... 6
D. Manfaat Penelitian ............................................................................ 7
E. Ruang Lingkup ................................................................................. 8
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Instrumen Asesmen Three Tier Diagnostic ...................................... 10
B. Higher Order Thinking Skills ........................................................... 16
C. Miskonsepsi ...................................................................................... 19
D. Kerangka Pikir .................................................................................. 22
III. METODE PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN
A. Desain Penelitian .............................................................................. 24
B. Prosedur ............................................................................................ 24
C. Teknik Pengumpulan Data ............................................................... 28
D. Teknik Analisis Data ........................................................................ 29
xvii
IV. HASIL PENGEMBANGAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Studi Pendahuluan ................................................................... 34
B. Hasil Pengembangan ........................................................................ 35
C. Pembahasan ...................................................................................... 49
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan ........................................................................................... 63
B. Saran ................................................................................................. 64
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
2.1 Penyebab Miskonsepsi ...............................................................................22
3.1 Interpretasi Ukuran Kemantapan Nilai Alpha ............................................33
3.2 Nilai Person dan Reliabilitas Butir Soal ....................................................33
3.3 Kriteria Tingkat Kesulitan Soal .................................................................33
4.1 Deskripsi Soal yang Digunakan Guru SMP ...............................................36
4.2 Kriteria Soal Penelitian ..............................................................................38
4.3 Hasil Keseluruhan Data Validasi Ahli .......................................................38
4.4 Hasil Uji Keterbacaan Instrumen Soal .......................................................39
4.5 Pedoman Penskoran ...................................................................................42
4.6 Analisis Kesesuaian Butir Soal ..................................................................44
4.7 Analisis Responden ....................................................................................45
4.8 Rangkuman Hasil Analisis Akhir...............................................................46
4.9 Nilai Reliabilitas Person ............................................................................46
4.10 Nilai Reliabilitas Butir Soal .......................................................................47
4.11 Hasil Rating Scale ......................................................................................48
4.12 Hasil Tingkatan kesulitan Butir Soal .........................................................49
4.13 Analisis Soal yang Mengalami Miskonsepsi .............................................50
4.14 Hasil Uji Evaluasi Produk ..........................................................................51
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
2.1 Skema Kerangka Pikir dalam Penelitian ........................................................ 24
3.1 Langkah-langkah Penelitian dan Pengembangan........................................... 26
4.1 Revisi Soal IPA Fisika ................................................................................... 41
4.2 Revisi Soal IPA Biologi ................................................................................. 41
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Rekapitulasi Nilai Uji Ahli ..........................................................................68
2. Angket Keterbacaan .....................................................................................71
3. Lembar Validasi Ahli ...................................................................................72
4. Rekapitulasi Angket Analisis Kebutuhan Siswa ..........................................77
5. Data Rekapitulasi Skor Jwaban Peserta Didik .............................................84
6. Kisi-Kisi Soal Penelitian ..............................................................................86
7. Soal Penelitian .............................................................................................94
8. Kisi-Kisi Soal Produk ..................................................................................110
9. Soal Produk ................................................................................................128
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam
secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan
yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga
merupakan suatu proses penemuan (Amal et al.,2013). IPA diperlukan dalam
kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan manusia melalui pemecahan
masalah-masalah yang dapat diidentifikasikan. Proses pembelajaran IPA
menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan
kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah
(Widiyatmoko & Pamelasari, 2012).
Proses pembelajaran IPA yang dilaksanakan pada kurikulum 2013 menggunakan
pendekatan saintifik dan mencakup tiga ranah, yaitu sikap, pengetahuan, dan kete-
rampilan yang memiliki tujuan masing-masing (Khairani et al., 2017). Tujuan
ranah sikap dalam pembelajaran agar peserta didik tahu tentang ‘mengapa’, ranah
keterampilan bertujuan agar peserta didik tahu tentang ‘bagaimana’, sedangkan
ranah pengetahuan bertujuan agar peserta didik tahu tentang ‘apa’. Hasil akhirnya
adalah penguasaan kompetensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang
seimbang sehingga menjadi manusia yang baik (soft skills) dan manusia yang
2
memiliki kecakapan dan pengetahuan untuk hidup secara layak (hard skills).
Penguasaan tiga ranah ini berperan dalam hasil belajar peserta didik, salah satunya
ranah pengetahuan yang lebih menekankan pada kemampuan berpikir peserta
didik (Kemendikbud, 2014).
Kemampuan berpikir peserta didik Indonesia dapat tergambarkan dari hasil tes
dan evaluasi PISA 2015. Rata-rata skor pencapaian peserta didik Indonesia untuk
sains yaitu 403 yang berada di peringkat 62 dari 69 negara yang dievaluasi
(OECD, 2016). Hal ini menunjukkan performa cara berpikir peserta didik
Indonesia masih tergolong rendah, serta menjadi bukti bahwa peserta didik
Indonesia masih dominan dalam level rendah, atau lebih pada kemampuan
menghafal dalam pembelajaran sains. Soal-soal yang terdapat pada PISA sangat
menuntut kemampuan penalaran dan pemecahan masalah dan salah satu faktornya
yaitu kurang terlatihnya peserta didik dalam mengerjakan soal-soal yang menun-
tut kemampuan penalaran dan pemecahan masalah (Hasrul, 2016). Selain itu
karakteristik soal-soal PISA juga menuntut kemampuan berpikir analisis, evaluasi,
dan kreatif peserta didik.
Kemampuan berpikir analisis, evaluasi, dan kreatif merupakan indikator dari
kemampuan berpikir tingkat tinggi atau higher order thinking skills (HOTS)
(Lailly & Wisudawati, 2015). Higher order thinking skills (HOTS) adalah
penggunaan pikiran secara luas untuk menemukan tantangan baru (Heong et al,
2011). Karakteristik HOTS menurut Conklin dalam (Budiman & Jailani, 2014),
yaitu mencakup berpikir kritis dan berpikir kreatif. Indikator HOTS menurut
taksonomi bloom, yaitu kemampuan analisis (C4), mengevaluasi (C5), dan
3
mencipta atau kreativitas (C6) (Munandar, 2012). Kemampuan HOTS peserta
didik rendah dikarenakan sistem evaluasi di Indonesia yang masih menggunakan
soal level rendah atau kemampuan menghafal (Kertayasa, 2018). Tes yang
dilakukan oleh guru ataupun pemerintah (UN), biasanya hanya menggunakan
level 1 (mengingat) dan level 2 (pemahaman), sehingga untuk soal-soal level
tinggi (analisis, evaluasi, dan kreatif) peserta didik Indonesia tidak mampu
menjangkaunya (Kertayasa, 2018). Pencapaian penguasaan kompetensi peserta
didik dalam mengerjakan soal-soal dengan level tinggi tentunya tidak dapat
dipisahkan dengan kegiatan asesmen (Saptono, Rustaman, & Wibowo, 2016).
Asesmen merupakan proses atau kegiatan yang berkesinambungan dan sistematis
untuk mengumpulkan informasi tentang proses dan hasil belajar peserta didik
dalam rangka membuat keputusan-keputusan berdasarkan kriteria dan
pertimbangan tertentu (Arifin, 2013). Selain itu menurut (Uno, 2012), asesmen
merupakan bagian penting dalam proses pembelajaran, dari proses asesmen, guru
dapat memperoleh potret atau profil kemampuan peserta didik dalam mencapai
sejumlah kompetensi dasar. Prinsip utama dalam mengasesmen, yaitu
mengasesmen tidak hanya digunakan untuk sesuatu yang diketahui peserta didik
tetapi juga digunakan untuk mengasesmen sesuatu yang dapat dilakukan peserta
didik itu dalam pembelajaran (Rosidin, 2016). Salah satu fungsi utama dari
asesmen, yaitu membuka miskonsepsi yang dimiliki peserta didik yang terikut
sebelum pembelajaran.
Miskonsepsi adalah representasi mental dari konsep yang tidak sesuai dengan
teori ilmiah yang saat ini dipegang (Sunyono, Tania, & Saputra, 2016).
4
Pemahaman konsep yang keliru mengakibatkan peserta didik dapat mengalami
miskonsepsi. Apabila miskonsepsi yang terjadi pada peserta didik dibiarkan,
maka akan berakibat semakin bertambahnya materi yang tidak mampu dipahami
dengan tuntas dan pada akhirnya akan berpengaruh terhadap hasil belajar peserta
didik (Putra, Adlim, & Halim, 2016). Salah satu bentuk asesmen yang dapat
digunakan untuk menilai miskonsepsi peserta didik, yaitu tes pilihan jamak
diagnostik. Tes diagnostik dapat digunakan untuk mengukur seberapa baik
pemahaman peserta didik terhadap konsep-konsep kunci sebelum, selama dan
setelah proses pembelajaran (Bunawan et al., 2014).
Hasil studi pendahuluan yang dilakukan terkait dengan bentuk soal yang diberikan
saat ujian/ulangan di sekolah khususnya sekolah menengah pertama (SMP) yang
di Provinsi Lampung diperoleh 100% (90 peserta didik dan 6 guru dari 5
kabupaten yang ada di Provinsi Lampung) jenis soal pilihan jamak biasa (hanya
memilih jawaban tanpa ada alasan atas jawaban yang dipilih). Hal ini berarti jenis
soal ini belum menjelaskan apa alasan atas jawaban yang dipilih, dengan begitu
dapat diketahui apakah peserta didik menjawab dengan menebak, atau paham
konsep, atau bias kemungkinan mengalami miskonsepsi. Selain itu, sebanyak
68% (6 guru dari 5 kabupaten yang ada di provinsi Lampung) soal yang dibuat
tidak mengukur kemampuan berpikir peserta didik (analisis, evaluasi, dan kreatif)
dan sebanyak 100% (pendapat 6 guru dari 5 kabupaten yang ada di Provinsi
Lampung) menyatakan perlunya pengembangan soal pilihan jamak yang mampu
melatih kemampuan berpikir tingkat tinggi peserta didik dan dapat mereduksi
miskonsepsi peserta didik. Miskonsepsi IPA SMP yang ditemukan dalam
berbagai penelitian, salah satunya miskonsepsi pada konsep atom, ion, dan
5
molekul, diantaranya, senyawa terdiri dari berbagai jenis molekul, molekul
merupakan gabungan ion-ion, ukuran atom bergantung pada jumlah proton yang
dimilikinya, atom emas memiliki warna emas (berwarna emas), serta setiap atom
memiliki elektron yang berbeda satu sama lain (Wisudawati & Sulistyowati,
2015).
Tes pilihan jamak memiliki kekurangan untuk memperoleh profil kemampuan
peserta didik dalam pencapaian kompetensi dasar. Menurut Chandrasegaran
(dalam Liampa, 2017), kekurangan pada tes pilihan jamak itu karena itemnya
hanya mengevaluasi pengetahuan konten tanpa mempertimbangkan alasan di
balik pilihan tanggapan peserta didik. Selain itu, soal-soal PISA yang mengarah
pada level tinggi (analisis, evaluasi, dan kreatif) (Kertayasa, 2018) dapat
membantu kemampuan berpikir peserta didik dalam hal kemampuan penalaran
dan pemecahan masalah (Hazrul, 2016). Hal ini menuntut guru untuk
mengembangkan soal pilihan jamak yang berkualitas.
Salah satu tes pilihan jamak yang dapat menilai pemahaman dan tingkat berpikir
peserta didik, yaitu tes three tier diagnostic. Ada beberapa penelitian dan
pengembangan tentang tes three tier diagnostic untuk berbagai kepentingan
diantaranya Pesman & Eryilmaz (2010) dan Bunawan et al (2014). Tes three tier
diagnostic ini merupakan suatu tes diagnostik yang tersusun dari tiga tingkatan
soal (Pesman & Eryilmaz, 2010). Tingkatan soal yang pertama (one-tier) yaitu
berupa pilihan ganda biasa, tingkat soal yang kedua (two-tier) yaitu berupa
pilihan alasan, dan tingkat soal yang ketiga (three-tier) yaitu berupa pertanyaan
penegasan tentang keyakinan dari jawaban yang telah dipilih pada tingkat soal
6
satu dan dua (Aydeniz, Bilican, & Kirbulut, 2017). Soal tes yang dibuat
sebaiknya dapat menstimulus peserta didik untuk berpikir tingkat tinggi atau
higher order thinking skills. Tes pilihan jamak konvensional tidak dapat mengu-
kur kemampuan HOTS peserta didik, sehingga peneliti telah melakukan penelitian
dan pengembangan yang berjudul “Pengembangan Instrumen Asesmen
Pengetahuan Three-Tier Diagnostic Test Berbasis higher order thinking skills”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka rumusan masalah
dalam penelitian dan pengembangan ini sebagai berikut.
1. Bagaimanakah parameter butir instrumen asesmen pengetahuan three-tier
diagnostic test berbasis higher order thinking skills yang dikembangkan?
2. Bagaimanakah instrumen asesmen pengetahuan three-tier diagnostic test
berbasis higher order thinking skills dapat mendiagnosis pemahaman
peserta didik?
3. Bagaimanakah instrumen asesmen pengetahuan three-tier diagnostic
test berbasis higher order thinking skills dapat mereduksi miskonsepsi
peserta didik?
C. Tujuan
Adapun tujuan dari penelitian dan pengembangan ini sebagai berikut.
1. Mendeskripsikan parameter butir instrumen asesmen pengetahuan three-tier
diagnostic test berbasis higher order thinking skills yang dikembangkan.
7
2. Mendeskripsikan instrumen asesmen pengetahuan three-tier diagnostic test
berbasis higher order thingking dalam mendiagnosis pemahaman peserta
didik
3. Mendeskripsikan instrumen asesmen pengetahuan three-tier diagnostic
test berbasis higher order thingking dalam mereduksi miskonsepsi peserta
didik.
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian dan pengembangan asesmen pengetahuan ini sebagai
berikut.
1. Bagi Pendidik
Pengembangan instrumen asesmen pengetahuan three-tier diagnostic test
berbasis higher order thinking skills sebagai sumber dan referensi dalam
mengembangkan instrumen asesmen pengetahuan pada pembelajaran IPA
Kurikulum 2013 bagi pendidik
2. Bagi Peserta didik
Pengembangan instrumen asesmen pengetahuan three-tier diagnostic test
berbasis higher order thinking skills diharapkan dapat memberikan motivasi
lebih untuk peserta didik dalam mengikuti proses pembelajaran IPA
3. Bagi Sekolah
Pengembangan instrumen asesmen pengetahuan three-tier diagnostic test
berbasis higher order thinking skills sebagai informasi dan sumbangan
pemikiran dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan dan pembelajaran IPA
di sekolah.
8
E. Ruang Lingkup
Ruang lingkup dari penelitian ini adalah :
1. Pengembangan adalah suatu proses atau langkah-langkah untuk mengem-
bangkan suatu produk atau menyempurnakan yang telah ada sebelumnya
yang dapat dipertanggungjawabkan (Sukmadinata, 2011). Produk yang
dikembangkan adalah instrumen asesmen pengetahuan three-tier diagnostic
test berbasis higher order thinking skills
2. Bentuk perangkat soal yang dikembangkan berupa tes diagnostik tiga tingkat
(three-tier diagnostic test). Three tier diagnostic test ini merupakan suatu tes
diagnostik yang tersusun dari tiga tingkatan soal (Pesman & Eryilmaz, 2010).
Tingkatan soal yang pertama (one-tier) yaitu berupa pilihan ganda biasa,
tingkat soal yang kedua (two-tier) yaitu berupa pilihan alasan, dan tingkat
soal yang ketiga (three-tier) yaitu berupa pertanyaan penegasan tentang
keyakinan dari jawaban yang telah dipilih pada tingkat soal satu dan dua.
(Aydeniz, Bilican, & Kirbulut, 2017).
3. Kolaborasi antara dimensi pengetahuan dengan aspek kognitif. Dimensi
pengetahuan meliputi dimensi faktual, konseptual, prosedural, dan
metakognisi (Krathwohl, 2002). Aspek kognitifnya meliputi kemampuan
analisis (C4), evaluasi (C5), dan Kreatif (C6) yang disebut dengan higher
order thinking skills.
4. Materi yang digunakan dalam pengembangan instrumen asesmen
pengetahuan three-tier diagnostic test berbasis higher order thinking skills
adalah materi kelas VII SMP semester 1.
9
5. Validitas asesmen pengetahuan dapat dilihat dari tingkat validitas isi menurut
ahli dan memenuhi validitas konstruk (Nieveen, et al., 2013).
6. Tingkat kesukaran butir soal merupakan salah satu indikator yang dapat
menunjukkan kualitas butir soal tersebut apakah yang termasuk sukar, sedang
atau mudah (Sugiyono, 2015). Bilangan yang menunjukkan sukar dan
mudahnya suatu soal disebut indeks kesukaran (p) (Sugiyono, 2015).
Besarnya indeks kesukaran antara 0,00 sampai dengan 1,00. Suatu soal
dikatakan mudah bila sebagian besar peserta didik dapat menjawabnya
dengan benar dan suatu soal dikatakan sukar bila sebagian besar peserta
didik tidak dapat menjawab dengan benar. Jika suatu soal memiliki tingkat
kesukaran seimbang (Proporsional), maka dapat dikatakan bahwa soal
tersebut baik.
7. Daya beda butir soal merupakan kemampuan suatu soal untuk membedakan
antara peserta didik yang berkemampuan tinggi dengan peserta didik
berkemampuan rendah berdasarkan kriteria tertentu (Sugiyono, 2015).
8. Miskonsepsi merupakan kesalahan peserta didik dalam pemahaman suatu
konsep (Treagust, 2006).
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Instrumen Asesmen Three Tier Diagnostic Test
Asesmen merupakan bagian penting dalam proses pembelajaran, dari proses
asesmen, guru dapat memperoleh potret atau profil kemampuan peserta didik
dalam mencapai sejumlah kompetensi dasar (Uno & Koni, 2013). Salah satu
jenis model asesmen yang digunakan dalam proses pembelajaran, yaitu model
diagnostik asesmen (Uno & Koni, 2013).
1. Model Diagnostik Asesmen
Penilaian diagnostik merupakan penilaian yang dapat membantu
mengidentifikasi pengetahuan terkini peserta didik tentang kemampuan atau
keahlian yang dimiliki oleh peserta didik tersebut, serta membantu
mengetahui kekuatan dan kelemahan peserta didik sehingga membantu guru
dalam merencanakan pembelajaran lebih baik lagi. Jenis penilaian diagnostik
menurut (Uno & Koni, 2013) yang dapat digunakan:
1. Pra-tes (tentang isi dan kemampuan)
2. Penilaian diri (mengidentifikasi keterampilan dan kompetensi)
3. Tanggapan guru
4. Wawancara
Fungsi penilaian diagnostik yaitu untuk mengetahui masalah-masalah yang
diderita atau mengganggu peserta didik, sehingga peserta didik mengalami
11
kesulitan, hambatan, atau gangguan ketika mengikuti program pembelajaran
dalam suatu bidang studi (Subali, 2010). Penilaian diagnostik dapat
dilakukan dengan beberapa prosedur menurut (Uno & Koni, 2013)
diantaranya: 1) harus ada analisis tertentu untuk kaidah, prinsip, pengetahuan,
atau keterampilan yang hendak diukur; 2) penilaian diagnostik yang baik
direncanakan dan disusun mencakup setiap kaidah dan prinsip dan diujikan
dengan cara yang sama; 3) butir soal yang digunakan untuk penilaian
diagnostik disusun secara berkelompok hal ini dilakukan untuk
mempermudah analisis dan diagnostik.
2. Teknik Asesmen
Asesmen memberikan informasi lebih komprehensif dan lengkap (kuantitatif
dan kualitatif) daripada pengukuran, sebab tidak hanya menggunakan
instrumen tes, tetapi juga menggunakan teknik-teknik yang lain (Yusuf,
2017). Asesmen dikategorikan menjadi dua kelompok besar yaitu asesmen
tradisional dan asesmen alternatif (Uno & Koni, 2013). Asesmen yang
tergolong tradisional adalah tes benar-salah, tes pilihan ganda, tes
melengkapi, dan tes jawaban terbatas. Sementara itu yang tergolong ke
dalam asesmen alternatif (non-tes) adalah uraian, asesmen praktek, asesmen
proyek, kuisioner, inventori, daftar cek, asesmen oleh teman sebaya/sejawat,
asesmen diri (selft assessment), portofolio, observasi, diskusi, dan wawancara
(interview) (Uno & Koni, 2013).
Instrumen asesmen yang telah dikembangkan dalam penelitian dan
pengembangan ini, yaitu tes pilihan ganda berbentuk tiga tingkatan. Menurut
(Rosidin, 2016) terdapat tiga ranah kompetensi yang harus dinilai, yakni
12
ranah sikap, pengetahuan dan keterampilan, namun dalam hal ini hanya
berfokus pada penelitian dan pengembangan pada ranah pengetahuan.
Adapun teknik penilaian pengetahuan (kognitif) dapat dilakukan melalui tiga
teknik, yaitu tertulis, lisan dan produk/ penugasan (Rosidin, 2016). Penelitian
dan pengembangan ini mengunakan teknik tertulis. Tes tertulis merupakan
seperangkat pertanyaan atau tugas dalam bentuk tulisan yang direncanakan
untuk mengukur atau memperoleh informasi tentang kemampuan peserta tes
(Rosidin, 2016). Tes tulis menuntut adanya respon dari peserta tes yang
dapat dijadikan sebagai representasi dari kemampuan yang dimilikinya. Salah
satu bentuk dari instrumen tertulis yaitu berupa soal pilihan ganda. Kegiatan
yang perlu diperhatikan ketika mengembangkan, yaitu kaidah penulisan butir
soal yang meliputi substansi/ materi, konstruksi, dan bahasa (Rosidin, 2016).
Berdasarkan teknik yang digunakan dalam asesmen, maka diperlukan
instrumen yang tepat untuk melakukan penilaian pada peserta didik dalam
menilai kompetensi yang dimiliki peserta didik, yaitu ranah pengetahuan
peserta didik. Asesmen yang dikembangkan yaitu berbentuk three tier
diagnotic.
3. Three Tier Diagnostic
Three tier diagnostic merupakah salah satu bentuk instrumen tes diagnotis
yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi miskonsepsi . Setiap butir soal
dirancang memiliki tiga tingkat, tingkat konten (content tier) mengukur
kemampuan pengetahuan Optika Geometri atau kemampuan esensi inkuiri
sains; tingkat alasan (reason tier) mengukur kemampuan penjelasan atau
eksplanatori pengetahuan yang mendasari memilih salah satu jawaban; dan
13
tingkat kepercayaan (confidence tier) untuk mengukur derajat keyakinan
dalam menentukan jawaban dan alasan yang dipilih (Bunawan, et al, 2014).
Suatu hasil asesmen dapat menjadi pedoman dan refleksi dalam
pembelajaran, maka hasil-hasil tersebut harus dianalisis sesuai dengan
kebutuhan. Analisis data dari asesmen sikap, pengetahuan dan keterampilan
dapat dilaksanakan melalui tahapan sebagai berikut (Uno & Koni, 2013) :
a. Tabulasi data, merupakan sebuah pengolahan dan pemrosesan hingga
menjadi tabel dengan tujuan supaya mudah saat melakukan analisis.
Tabulasi ini berisikan variabel-variabel objek yang akan diteliti dan
angka-angka sebagai simbolisasi (label) dari kategori berdasarkan
variabel-variabel yang akan diteliti.
b. Pengolahan data, kegiatan ini merupakan kegiatan lanjutan setelah data
terkumpul dan ditabulasi. Dari pengolahan data ini dapat diperoleh
keterangan/informasi yang bermakna atas sekumpulan angka, simbol,
atau tanda-tanda yang didapatkan dari lapangan.
c. Pengolahan data dengan komputer, merupakan kemudahan bagi peneliti
bila objek yang diteliti memiliki variabel banyak dan sangat kompleks
Kompetensi pengetahuan yang menggunakan instrumen soal, selain dianalisis
untuk membuat laporan mengenai ketercapaian peserta didik, guru juga dapat
menganalisis kualitas soal. Cara untuk menganalisis kualitas soal menurut
Arikunto (2011) sebagai berikut:
a. Menganalisis tingkat kesukaran soal
14
Tingkat kesukaran suatu pokok uji atau soal (dilambangkan dengan P)
adalah proporsi dari keseluruhan peserta didik yang menjawab benar
pada pokok uji atau soal. Bilangan yang menunjukkan sukar dan
mudahnya suatu soal disebut indeks kesukaran (p) (Arikunto, 2011).
Besarnya indeks kesukaran antara 0,00 sampai dengan 1,00. Soal dengan
indeks kesukaran 0,0 menunjukkan bahwa soal itu terlalu sukar,
sebaliknya indeks 1,0 menunjukkan bahwa soal itu terlalu mudah.
Langkah-langkah dalam menentukan tingkat kesukaran soal (Arikunto,
2011), yaitu:
a) Menentukan skor maksimum tiap butir soal.
b) Menentukan banyaknya peserta tes yang menjawab benar.
c) Menentukan jumlah peserta tes.
d) Menentukkan tingkat kesukaran
b. Menganalisis daya beda soal
Daya beda soal adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan antara
peserta didik yang berkemampuan tinggi dengan peserta didik yang
berkemampuan rendah dalam menjawab benar pada soal yang dianalisis
(Arikunto, 2011). Daya pembeda tes yang baik adalah antara 20% - 80%
atau antara 30% - 70%. Menurut Cureton dalam membagi kelompok tes
menjadi 27% atau 33% kelompok atas dan 27% atau 33% kelompok
bawah (Arikunto, 2011).
Daya beda soal pilihan jamak ditentukan dengan melihat kelompok atas
dan kelompok bawah berdasarkan skor total. Pada beberapa soal, terdapat
daya beda bernilai 0,00. Soal dengan daya beda tersebut menunjukkan
15
bahwa soal tersebut tidak mampu membedakan kemampuan peserta didik
kelompok atas dan peserta didik kelompok bawah (Arikunto, 2011).
Soal tersebut gagal membedakan kemampuan peserta didik yang pintar
dengan peserta didik yang memiliki kemampuan di bawahnya, sehingga
kualitas soal tersebut adalah buruk sehingga harus dibuang/diganti.
Beberapa soal memiliki daya beda dengan tanda negatif, hal ini
menunjukkan bahwa kelompok bawah dapat menjawab soal tersebut
dengan benar, sementara peserta didik kelompok atas tidak dapat
menjawabnya dengan benar (Arikunto, 2011). Hal ini bisa saja terjadi
karena kesalahan konsep yang dimiliki peserta didik kelompok atas yang
mengikuti tes, hal ini bisa juga terjadi karena adanya faktor menebak.
Butir soal dengan nilai negatif juga harus diganti/ dibuang (Arikunto,
2011). Indeks daya pembeda biasanya dinyatakan dengan proporsi.
Semakin tinggi proporsi itu, maka semakin baik soal tersebut
membedakan antara peserta didik kelompok atas dengan peserta didik
kelompok bawah.
c. Fungsi Pengecoh atau Distractor
Fungsi pengecoh atau distraktor adalah jawaban salah yang memiliki
daya tarik tersendiri dalam mengalihkan jawaban (Arikunto, 2011).
Pengecoh yang tidak dipilih sama sekali oleh testee berarti pengecoh
tersebut kurang baik dan cenderung tidak homogen dengan jawaban lain.
Sebaliknya, pengecoh yang baik apabila memiliki daya tarik bagi testee
sehingga terjadi pengalihan jawaban terutama bagi peserta didik yang
16
kurang memahami konsep, kurang menguasai bahan atau yang lupa
dikarenakan suatu dan lain hal (Arikunto, 2011)
Suatu pengecoh yang baik memiliki batas toleransi pemilih minimal 5 %
dan maksimal 40% terpilih 1 dari 3 atau 4 alternatif jawaban salah (jika
memiliki alternatif jawaban 5, maka 1 jawaban benar 4 alternatif jawaban
salah) (Arikunto, 2011). Hal ini disebabkan jika pengecoh pada satu
alternatif jawaban terlalu banyak dipilih oleh testee, dikhawatirkan kunci
jawabannya lah yang salah atau mungkin saja jawaban tersebut
merupakan nama lain atau bentuk lain dari jawaban yang benar.
B. Higher Order Thinking Skills (HOTS)
Higher order thinking skills atau kemampuan berpikir tingkat tinggi adalah
penggunaan pikiran secara luas untuk menemukan tantangan baru (Heong, et al,
2011). Kemampuan berpikir tingkat tinggi menuntut seseorang untuk
menerapkan informasi baru atau pengetahuan yang telah dimilikinya dan
memanipulasi informasi untuk menjangkau kemungkinan jawaban dalam situasi
yang baru (Heong, et al, 2011). Model taksonomi Bloom merupakan salah satu
pengembangan teori kognitif, yang biasa sering dikaitkan dengan persoalan dalam
merumuskan tujuan pembelajaran dan masalah standar evaluasi atau pengukuran
hasil belajar sebagai pengembangan sebuah kurikulum (Uno & Koni, 2013).
Taksonomi kognitif Bloom awalnya terdiri dari enam tingkatan kognitif, yaitu
pengetahuan (knowledge), pemahaman (comprehension), aplikasi (apply), analisis
(analysis), sintesis (synthesis), dan evaluasi (evaluation) (Uno & Koni, 2013).
17
Anderson dan Krathwohl lalu merevisinya dari satu dimensi menjadi dua dimensi,
yaitu dimensi proses kognitif (cognitive process) dan dimensi pengetahuan (types
of knowledge) (Narayanan & Adithan, 2015).
Dimensi proses kognitif merupakan hasil revisi dari taksonomi Bloom ranah
kognitif (Uno & Koni, 2013). Anderson mengklasifikasikan proses kognitif
menjadi enam kategori, yaitu ingatan (remember), pemahaman (understand),
aplikasi (apply), analisis (analyze), evaluasi (evaluate), dan kratifitas (create)
(Forehand, 2010). Dimensi pengetahuan diklasifikasi menjadi empat kategori,
yaitu pengetahuan faktual (factual knowledge), pengetahuan konseptual
(conceptual knowledge), pengetahuan prosedural (procedural knowledge), dan
pengetahuan metakognisi (metacognitive knowledge) (Forehand, 2010).
Taksonomi Bloom revisi terdapat pemisahan yakni memunculkan suatu
hubungan antara dimensi pengetahuan dan dimensi proses kognitif (Krathwohl,
2002). Dimensi pengetahuan diklasifikasi menjadi empat kategori, yaitu
pengetahuan faktual (factual knowledge), pengetahuan konseptual (conceptual
knowledge), pengetahuan prosedural (procedural knowledge), dan pengetahuan
metakognisi (metacognitive knowledge) (Forehand, 2010).
Adapun penjelasan dari klasifikasi dimensi pengetahuan (Uno & Koni, 2013),
yaitu sebagai berikut.
1. Pengetahuan Faktual
Pengetahuan yang berupa potongan-potongan informasi yang terpisah-
pisah atau unsur dasar yang ada dalam suatu disiplin ilmu tertentu.
Pengetahuan faktual pada umumnya merupakan abstraksi tingkat rendah.
18
Ada dua macam pengetahaun faktual (Uno & Koni, 2013), yaitu (1)
pengetahuan tentang terminologi (knowledge of terminology): mencakup
pengetahuan tentang label atau simbol tertentu baik yang bersifat verbal
maupun non verbal; dan (2) pengetahuan tentang bagian detail dan unsur-
unsur (knowledge of specific details and element): mencakup pengetahuan
tentang kejadian, orang, waktu dan informasi lain yang sifatnya sangat
spesifik.
2. Pengetahuan Konseptual
Pengetahuan yang menunjukkan saling keterkaitan antara unsur-unsur
dasar dalam struktur yang lebih besar dan semuanya berfungsi bersama
sama. Pengetahuan konseptual mencakup skema, model pemikiran, dan
teori baik yang implisit maupun eksplisit. Ada tiga macam pengetahuan
konseptual (Uno & Koni, 2013), yaitu pengetahaun tentang klasifikasi dan
kategori, pengetahuan tentang prinsip dan generalisasi, dan pengetahuan
tentang teori, model, dan struktur.
3. Pengetahuan Prosedural
Pengetahuan prosedural merupakan pengetahuan tentang cara melakukan
sesuatu yang dapat berupa kegiatan atau prosedur (Uno & Koni, 2013).
Seringkali pengetahuan prosedural berisi langkah-langkah atau tahapan
yang harus diikuti dalam mengerjakan suatu hal tertentu. Perolehan
pengetahuan prosedural dilakukan melalui suatu metode penyelidikan
dengan menggunakan keterampilan- keterampilan, teknik dan metode serta
kriteria tertentu.
19
4. Pengetahuan Metakognisi
Metakognisi didefinisikan sebagai pengetahuan atau aktivitas yang
meregulasi kognisi (Uno & Koni, 2013). Konsep ini secara luas mencakup
“pengetahuan individu mengenai keberadaan dasarnya sebagai individu yang
memiliki kemampuan mengenali, pengetahuan mengenai dasar dari tugas-
tugas kognitif yang berbeda dan pengetahuan mengenai strategi-strategi yang
memungkinkan untuk mengahadapi tugas-tugas yang berbeda (Uno & Koni,
2013). Dengan demikian, individu tidak hanya berpikir mengenai objek-
objek dan perilaku, namun juga mengenai kognisi itu sendiri.
C. Miskonsepsi
Miskonsepsi adalah representasi mental dari konsep yang tidak sesuai dengan
teori ilmiah yang saat ini dipegang (Sunyono, Tania, & Saputra, 2016).
Miskonsepsi merupakan kesalahan peserta didik dalam pemahaman suatu konsep,
hal ini terjadi karena peserta didik tidak mampu menghubungkan fenomena yang
ditemukan dalam kehidupan sehari-hari dengan pengetahuan yang diperoleh
disekolah (Tompo, Ahmad, & Muris, 2016). Pemahaman konsep yang tidak
sesuai dengan masyarakat ilmiah ini disebut juga dengan konsep alternatif
(Treagust, 2006).
Penyebab terjadinya miskonsepsi sesungguhnya seringkali juga sulit diketahui,
karena peserta didik kadang-kadang tidak secara terbuka mengungkapkan
bagaimana hingga mereka memiliki konsep yang tidak tepat tersebut (Utami,
Rahmawati, & Slamet, 2017). Pemahaman atau comprehension merupakan salah
20
satu unsur psikologis dalam belajar yang mengharuskan peserta didik untuk
mengerti secara mental makna dan aplikasi dari konsep sehingga peserta didik
dapat memahami konsep secara menyeluruh (Sadirman, 2012). Apabila
miskonsepsi yang terjadi pada peserta didik dibiarkan, maka berakibat semakin
bertambahnya materi yang tidak mampu dipahami dengan tuntas dan pada
akhirnya akan berpengaruh terhadap hasil belajar peserta didik (Putra, Adlim, &
Halim, 2016). Selanjutnya, miskonsepsi yang terjadi dalam analisis soal three
tier diagnostic terdapat kategori miskonsepsi (+) dan miskonsepsi (-).
Miskonsepsi (+) adalah pemahaman yang bercampur dengan miskonsepsi, karena
alasan yang diberikan tidak benar dan menunjukkan ketidaklogisan dengan suatu
konsep yang diinginkan (Abraham,et al., 1992). Hal ini dapat dikatakan bahwa
kegiatan pembelajaran kurang bermakna atau kurang berarti bagi peserta didik,
sehingga mereka mengetahui jawaban atas konsep tersebut tanpa mengetahui
alasan mengapa konsep tersebut benar (Bayrak, 2013). Selanjutnya tentang
miskonsepsi (-), penyebab miskonsepsi (-) ini terjadi salah satunya yaitu adanya
kecerobohan yang dilakukan peserta didik dalam memilih jawaban (Syahrul &
Setyarsih, 2015). Miskonsepsi (-) berarti peserta didik memahami suatu konsep
yang salah karena dapat memberikan suatu analogi yang dapat menguatkan
konsep yang salah tersebut (Romine et al., 2015).
Pemahaman konsep yang keliru mengakibatkan peserta didik dapat mengalami
miskonsepsi. Miskonsepsi merupakan logika atau pola berpikir peserta didik yang
tidak sesuai dengan kaidah ilmu pengetahuan (Utami, Rahmawati, & Slamet,
2017). Miskonsepsi sangat kuat, persisten, dan sulit untuk diubah, sehingga akan
21
mengganggu dalam menyerap pelajaran selanjutnya sebab logika peserta didik ini
sangat didasarkan pada pengetahuan yang telah ia peroleh dan biasanya peserta
didik sulit untuk mengubah pola pikirnya (Shui-Te, et al., 2018). Peserta didik
yang memahami konsep secara menyeluruh harus mengetahui berbagai atribut
yang dimiliki suatu objek serta hubungan-hubungannya dengan objek lain, tetapi
setelah mempelajari konsep, peserta didik tidak selalu bisa memahami konsep
sesuai dengan tujuan pembelajaran (Putra, Adlim, & Halim, 2016). Kemungkinan
yang dapat terjadi saat peserta didik mempelajari konsep diantaranya: peserta
didik tidak memahami, samar-samar, segera lupa atau lupa sebagian, atau benar-
benar memahami (Widdiharto, 2008). Miskonsepsi disebut juga salah konsep
karena menunjuk pada suatu konsep yang tidak sesuai dengan pengertian ilmiah
yang diterima ahli pada bidang tersebut (Suparno, 2013). Secara garis besar
penyebab miskonsepsi menurut Suparno (2013) dapat dijelaskan pada Tabel 2.1
dibawah ini
Tabel 2.1 Penyebab Miskonsepsi
Sebab Utama Sebab Khusus
Peserta didik
Prakonsepsi, pemikiran asosiatif, pemikiran humanistik, reasoning
yang tidak lengkap, intuisi yang salah, tahap perkembangan kognitif
peserta didik, kemampuan peserta didik, minat belajar peserta didik.
Pengajar
Tidak menguasai bahan, bukan lulusan dari bidang ilmu fisika, tidak
membiarkan peserta didik mengungkapkan gagasan/ide, relasi
gurupeserta didik tidak baik
Buku teks
Penjelasan keliru, salah tulis terutama dalam rumus, tingkat penulisan
buku terlalu tinggi bagi peserta didik, tidak tahu membaca buku teks,
buku fiksi dan kartun sains sering salah konsep.
Konteks
Pengalaman peserta didik, bahasa sehari-hari berbeda, teman diskusi
yang salah, keyakinan dan agama, penjelasan orang tua/orang lain
yang keliru, konteks hidup peserta didik
Cara mengajar
Hanya berisi ceramah dan menulis, langsung kedalam bentuk
matematika, tidak mengungkapkan miskonsepsi, tidak mengoreksi
PR, model analogi yang dipakai kurang tepat, model demonstrasi
sempit, dll.
Sumber : Suparno (2015)
22
D. Kerangka Pikir
Asesmen pengetahuan merupakan bagaian dari pembelajaran yang berperan
penting untuk mengetahui hasil dari pembelajaran. Asesmen pengetahuan hanya
akan bermakna, jika guru mengetahui aspek-aspek apa saja yang termasuk dalam
asesmen pengetahuan. Aspek-aspek dari asesmen pengetahuan, yaitu
pengetahuan konseptual, faktual, prosedural dan kecakapan berpikir tingkat
rendah sampai tingkat tinggi. Asesmen pengetahuan dapat digunakan untuk
menggali informasi pengetahuan peserta didik yang meliputi pengetahuan
faktual, konseptual, maupun prosedural serta kecakapan berpikir tingkat rendah
hingga tinggi. Hal tersebut memerlukan instrumen asesmen yang baik. Hal-hal
yang perlu diperhatikan untuk membuat instrumen yang baik, yaitu prinsip-prinsip
dan kriteria instrumen asesmen. Adapun prinsip-prinsip dari asesmen, yaitu
shahih (valid), objektif, adil, terpadu, terbuka, menyeluruh, berkesinambungan,
sistematis, beracuan kriteria, dan akuntabel. Instrumen penilaian yang baik harus
valid dan reliabel. Selain memperhatikan standar asesmen, hal yang harus
diperhatikan dalam membuat rencana asesmen, yaitu memperhatikan standar isi
dan standar proses serta kemampuan yang akan diukur.
Sebuah asesmen pengetahuan untuk mengukur kemampuan peserta didik harus
dibuat sendiri oleh guru. Apabila guru ingin melakukan asesmen kepada peserta
didik dalam hal mengidentifikasi kelemahan dan kekuatan penguasaan
pengetahuan peserta didik dalam proses pembelajaran (diagnostic), serta
kemampuan higher order thinking peserta didik, maka guru harus membuat
23
instrumen asesmen pengetahuan three tier diagnostic berbasis higher order
thinking skills.
Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam membuat instrumen asesmen
pengetahuan three tier diagnotic berbasis higher order thinking skills, yaitu
standar proses, standar isi, pengetahuan (faktual, konseptual, dan prosedural),
higher order thinking skills, dan standar penilaian. Suatu instrumen asesmen
pengetahuan three tier diagnotic yang digunakan harus valid, agar dapat
mengukur higher order thinking skills peserta didik. Berikut ini skema kerangka
pikir dapat dilihat pada Gambar 2.1.
Gambar 2.1 Skema Kerangka Pikir dalam Penelitian
Standar isi :
KI, KD,
Indikator, Materi
Three tier diagnostic
test
Standar asesmen :
Prinsip-prinsip
asesmen
Higher order
thinking skills
Instrumen
Asesmen
pengetahuan three
tier diagnotic
Dimensi pengetahuan :
faktual, konseptual, dan
prosedural
Instrumen Asesmen pengetahuan three tier diagnotic
berbasis higher order thinking skills
III. METODE PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN
A. Desain Penelitian
Penelitian yang digunakan, yaitu metode research anddevelopmentatau penelitian
dan pengembangan dengan model desain instruksional ADDIE (Analysis-Desain-
Develop-Implement- Evaluate). Pemilihan model pengembangan ini didasarkan
pada alasan bahwa tahapan-tahapan dasar desain pengembangan ADDIE yang
sederhana, mudah dipelajari, simpel serta lebih mudah dipraktikan dalam
pengembangan media pembelajaran.
B. Prosedur
Alur kegiatan penelitian pengembanganyangdilaksanakanada 5 tahap, yaitu (1)
menganalisis kebutuhan, (2)mendesain produk, (3) mengembangkan produk,(4)
mengiplementasikan produk dan (5) evaluasi produk. Masing-masing tahap
memiliki penjelasan, seperti pada tahap 1 yaitu melakukan studi pendahuluan
untuk mengetahui kebutuhan peserta didik maupun guru yang ada di lapangan
berkaitan dengan proses evaluasi pembelajaran yang ada di sekolah sampai pada
tahap terakhir yaitu tahap evaluasi. Secara umum tahap penelitian dan
pengembangan ini disajikan dalam gambar.Adapun alur prosedur penelitian dan
pengembangan dapat dilihat pada Gambar 3.1 berikut ini.
25
Gambar 3.1 Langkah-Langkah Penelitian Pengembangan
1. AnalisisKebutuhan
Kegiatan pertama dalam penelitian pengembangan ini berisi kegiatananalisis
kebutuhandan studi literaturuntuk menentukan kebutuhanpenelitian dan
pengembangan besertaspesifikasinya.Analisis kebutuhan dilakukanuntuk
mengumpulkan informasi bahwadiperlukannya asesmen pengetahuan three
tier diagnostic berbasis HOTSmenggunakan angket analisis kebutuhan.
Hasilangket analisis kebutuhaninidijadikan sebagai landasan dalam
penyusunan latarbelakang masalah penelitian pengembangan ini.
Analisis kebutuhanpada penelitian pengembangan ini dilakukan untuk
mengidentifikasi kebutuhan pembelajaran dan kompetensidasar (KD)
dalammatapelajaranIPA KelasVII semester satu. Hasil analisis KD kemudian
ditetapkan indikator materinya.Studi literaturdilakukan untuk mencari
informasitentangkonsep-konsepyang berhubungan dengan produk.Lokasi
Analisis
kebutuhan Desain
produk
Pengembangan
produk
Validasi
ahli
Revisi
produk
Uji coba
terbatas
Valid?
Tidak
Ya
Produk
Implementasiproduk Evaluasiproduk
26
pada studi pendahuluan dilaksanakan pada 6 sekolah, yaitu SMPNegeri 1
Sidomulyo kabupaten Lampung Selatan, SMP Negeri 1 Sekampung
kabupaten Lampung Timur, SMP Negeri 3 Pubian kabupaten Lampung
Tengah, SMP Negeri 1 Banjar Baru kabupaten Tulang Bawang, SMP Negeri
1 Way Panji Kabupaten Lampung Selatan, dan SMP Negeri 6 Bandar
Lampung.
2. Desain Produk
Tahapinidikenaldenganistilahmembuatrancangan(blue print) dengan
melakukan rancangan mengenai produk yang akan dikembangkan
berdasarkan analisis kebutuhan yang telah dilakukan.
3. Pengembangan Produk
Tahap iniberisi kegiatan untuk membuat produkyangtelah ditetapkan dari
datadan informasiyangdiperoleh padastudi pendahuluan.Produk yang akan
dikembangkan asesmen pengetahuan three tier diagnostic berbasis HOTS.
Asesmen ini disusun berdasarkanindikator pengetahuanyang mencakup
pengetahuan faktual, konseptual, dan prosedural, yangdi dalamnyamemuat
kisi-kisi soal, kartu soal, uraian tugas, panduan penggunaan, rubrik penilaian,
panduan penilaian,dan lembar butirsoalthree tier diagnosticberbasis
HOTS.Kegiatan pengembanganasesmen pengetahuan dilakukan dengan
membuat butir- butirtes. Kegiatanini diawali denganmenentukan
bagaimanasoal-soal tes dapat dipergunakan untuk mengukur pengetahuan
(faktual, konseptual, dan prosedural) dan kemampuan berpikir peserta
didiksesuai dengan kriteriayangditentukandalam indikator yang diturunkan
27
dari KD.
Kegiatan selanjutnyaadalah membuat kisi-kisi tes danmerumuskan soal-
soaltes yangparalel dengan indikator yang diturunkan dari KD.Hasil
akhirdari kegiatanini berupaasesmen pengetahuan three tier diagnostic
berbasis HOTS(produk) yang kemudianproduk ini diberi namaDrafI. Draf 1
ini kemudian dilakukan validasiahli,yaitu tigaorangDosenFKIPUnila.Setelah
mengalami validasi ahli, makaDrafImendapat saran-saran perbaikan, dan
hasil perbaikannya kemudian disebut DrafII.Apabila Draf II sudah disetujui,
maka dapat digunakan untuk tahap uji coba terbatas.
Ujicoba terbatas untuk mengetahuivaliditas empirikproduk(DrafII).
Sampelyangdigunakan yaitu 2 kelas dari satu sekolah untukpeserta
didikSMPyang sudah menerima materi pada KD 3.3. Sampel dipilih
secarapurposive sampling.Prosedurpelaksanaan pada tahap uji coba sebagai
berikut:
a. Memberikan DarafIIkepada peserta didik.
b. Menilai apakah produkyangtelah dibuat sesuai dengan spesifikasi atau
belum. Adapun prosedurpelaksanaannya,yaitu melakukan uji validitas,
reliabiliats,tingkat kesukaran dan dayapembeda butirsoal.
Melakukan perbaikan yang selanjutnya hasil dari perbaikan dari asesmen
pengetahuan diberi nama DrafIIIyangmerupakan produk akhirpenelitian
pengembangan ini.
4. Implementasi
Kegiatan padatahap ini yaitu melakukanimplementasi produk dalam
pembelajaran.Produk akan diujikan kepada Peserta didik kelas VII SMP
28
dengan materi IPA semester gantil.Lokasi yang digunakan dalam
implementasi produk ini yaitu SMP Negeri 1 Sidomulyo Kabupaten Lampung
Selatan.
5. Evaluasi
Kegiatan evaluasi ini dilakukan pada kegiatan MGMP di Kabupaten
Lampung Selatan untuk mengetahui apakah produk dapat mereduksi
miskonsepsi peserta didik. Produk akan disebar dalam MGMP dan dinilai
menggunakan angket.
C. Teknik Pengumpulan Data
Datapada penelitian dan pengembangan ini diperoleh melalui angket dan lembar
validasi. Berdasarkan instrumen yang digunakan dalam penelitian ini, maka teknik
pengumpulan data adalah sebagai berikut.
1. Pemberian Angket
Pemberian angket dalam penelitian ini terdapat dua jenis angket.Angket
pertama berupa analisis kebutuhan peserta didik dan kebutuhan guru untuk
penelitian pendahuluan (tahap analisis).Angket yang kedua untuk pengujian
(tahap implementasi) produk berupa angket penilaian produk untuk
mengetahui suatu produk dapat mereduksi miskonsepsi.Angket uji ahli (tahap
pengembangan) digunakan untukmenilai dan mengumpulkan
datatentangkelayakan produk berdasarkan sesuai atau
tidaknyaprodukyangdihasilkan sebagai instrumen asesmen pengetahuan three
tier diagnostic berbasis HOTS.
29
2. Pemberian Lembar Validasi
Lembar validasi dalam penelitian ini digunakan untuk kegiatan validasi
produk (tahap pengembangan).Lembar validasi tersebut berupa daftar
pertanyaan berskala likert artinya tim validator hanya membubuhkan tanda
checklist (v) pada pilihan “tidak valid”, “kurang valid’, “cukup valid”,
“valid”, dan “sangat valid” pada kolom yang tersedia sesuai dengan penilaian.
Lalu dilakukan skoring atas pilihan penilaian, jika pilihan “tidak valid”
diberikan skor 1, pilihan “kurang valid” diberikan skor 2, pilihan “cukup
valid” diberikan skor 3, pilihan “valid” diberikan skor 4, dan pilihan “sangat
valid” diberikan skor 5. Berdasarkan pilihan penilaian dilakukan perhitungan
persentase, lalu data diinterpretasi menggunakan kriteria ketercapaian validasi
(Ratumanan, dkk., 2009).
D. Teknik Analisis Data
a. Uji Validitas
Validitas instrumen untuk bertujan untuk menentukan seberapa jauh
kualitas dari instrumen untuk mengukur sesuai tujuan. Suatu instrumen
dikatakan valid (mempunyai validitas tinggi), berarti instrumen tersebut
dapat mengukur sesuatu yang hendak diukur.Validasi instrumen tes yang
dikembangkan memenuhi kriteria valid atau layak digunakan. Validitas
ditinjau dari tiga aspek, yaitu isi, konstruk, dan bahasa.
Soal berpikir tingkat tinggi akan diuji validitasnya menggunakan analisis
data dengan model Rasch dan dibantu oleh software winsteps 3,73yang
30
dikembangkan Linacre (Sumintono & Widhiarso, 2015). Model Rasch
mampu melihat interaksi antara responden dan item sekaligus. Pemodelan
Rasch dapat menilai nilai logit yang mencerminkan probabilitas keterpilihan
suatu item pada sekelompok responden.
Penggunaan model Rasch untuk data politomi dikembangkan oleh Andrich
dengan tetap berlandaskan pada dua teorema dasar, yakni tingkat
kemampuan atau kesetujuan individu dan tingkat kesulitan item untuk
disetujui (Sumintono & Widhiarso, 2014). Perangkat psikometri yang
digunakan dalam penelitian ini antara lain meliputi reliabilitas pada level
instrumen (responden dan aitem),validitas responden dan aitem, dan skala
peringkat (rating scale).
Parameter yang digunakan untuk mengetahui ketepatan atau kesesuaian
responden dan butir soalmenurut Boone dalam Sumintono & Widhiarso
(2014) antara lain:
a. Nilai Outfit Mean Square (MNSQ) yang diterima: 0,5 < MNSQ < 1,5
b. Nilai Outfit Z-Standard (ZSTD yang diterima: -2,0 < ZSTD < +2,0
c. Nilai Pt Mean Corr yang diterima: 0,4 < Pt Measure Corr< 0,85
Nilai outfit means-square, outfit z-standard, dan point measurre
correlationmenurut Boone dalam Sumintono & Widhiarso (2014) adalah
kriteria yang digunakan untuk melihat tingkat kesesuaian butir soal (item
fit). Apabila butir soal pada ketiga kriteria tersebut tidak terpenuhi, dapat
dipastikan bahwa butir soalnya kurang bagus sehingga perlu diperbaiki atau
diganti.
31
b. Uji Reliabilitas
Reliabilitas merupakan ukuranyang menyatakan tingkat keajegan atau
kekonsistenan suatu instrumen (Jihad & Haris, 2013).Reliabilitas mengacu
pada konsistensi pengukuran, yaitu instrumen yang reliabel adalah
instrumen yang tetap konsisten dan stabil dari waktu ke waktu, dimana
instrumen tersebut memiliki kehandalan sebagai alat ukur. Reliabilitas juga
menunjukkan pengertian bahwa suatu instrumen cukup dapat dipercaya
untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrumen tersebut
sudah tepat dan sesuai.Hal ini berarti bahwa kapanpun alat penilaian
tersebut digunakan akan memberikan hasil yang relatif sama.
Uji reliabilitas untuk melihat konsistensi dari instrumen tes kemampuan
berpikir tingkat tinggi.Instrumen tes yang digunakan adalahthree tier
diagnostic test berbasis HOTS. Instrumenini dikembangkan
kemudiandiujikan secara individu dan hasilnya akan dianalisis secara
kuantitatif terkait reliabilitas instrumen yang akan
dikembangkan.Reliabilitas instrumen diperlukan untuk mendapatkan data
yang sesuai dengan tujuanpengukuran. Oleh karena itu, dilakukan analisisi
data dengan menggunakan pendekatan model Rasch melalui program
winsteps 3.73.
Pendekatan model Raschini, selain memperhatikan butir soal juga
memperhatikan aspek responden dan menghitung besaran korelasinya.
Kemudian hasil analisis data dari model Rasch dilakukan analisis
menggunakan pendekatan teori tes klasik untuk memperjelas hasil analisis
32
data. Pendekatan teori tes klasik, pengujian reliabilitasnya menggunakan
formula alpha cronbachyang dapat dilihat pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1Interpretasi Ukuran Kemantapan Nilai Alpha
Nilai Alpha
Cronbach’s
Keterangan
0,5
0,5-0,6
0,6-0,7
0,7-0,8
0,8
Buruk
Jelek
Cukup
Bagus
Bagus sekali
Nilai alpha cronbrach mengukur reliabilitas interaksi antara person dan
butir-butir soal secara keseluruhan ditunjukkan pada Tabel 3.2.
Tabel 3.2 Nilai Person dan Reliabilitas Butir Soal
Nilai Reliability Keterangan
0,5
0,5-0,6
0,6-0,7
0,7-0,8
0,8
Lemah
Cukup
Bagus
Bagus sekali
Istimewa
c. Tingkat Kesulitan Butir Soal (Item Measure)
Digunakan untuk mengetahui tingkat kesulitan butir soal (item measure)
dilihat dari nilai logit tiap butir soal yang dapat dilihat pada kolom
measure.Nilai logit yang tinggi menunjukkan tingkat kesulitan soal yang
paling tinggi, sebagaimana ditampilkan pada Tabel 3.3.
Tabel 3.3 Kriteria Tingkat Kesulitan Soal
Measure Keterangan
> 1 Sangat Sulit
0 – 1 Sulit
-1 – 0 Mudah
< -1 Sangat Mudah
(Sumintono & Widhiarso, 2015).
33
d. Skala peringkat (Rating Scale)
Analisis validitas skala peringkat adalah pengujian yang dilakukan untuk
memverifikasi apakah peringkat (rating) pilihan yang digunakan
membingungkan bagi responden atau tidak. Analisis model Rasch dapat
memberikan proses verifikasi bagi asumsi peringkat yang diberikan dalam
instrument yang digunakan. Pada program Winsteps, pengujian skala
peringkat pengukuran menggunakan Rating (partial credit) scale. Hasil yang
ditunjukkan adalah rata-rata observasi (Observedd Average) yang
menunjukkan ketepatan pilihan yang diberikan pada responden.
Jika nilai logit yang ada pada pilihan 1 sampai terakhir menunjukkan nilai
logit yang meningkat dari rendah sampai tinggi, berarti pilihan yang diberikan
dapat dipahami oleh responden. Ukuran lain yang disarankan adalah Andrich
Threshold untuk menguji apakah nilai politomi yang digunakan sudah tepat
atau belum. Nilai Andrich Threshold bergerak dari NONE kemudian negatif
dan terus mengarah ke positif secara berurutan, namun apabila dalam tabel
terlihat tidak berurutan maka opsi pilihan bagi instrumen harus disederhana-
kan(Sumintono & Widhiarso, 2015).Pengelompokan dan butir soal dapat
diketahui dari nilai separation.Makin besar nilai separation, maka kualitas
instrumen soal makin bagus, karena bisa mengidentifikasi kelompok
responden dan butir soal secara beragam. Persamaan pengelompokan secara
lebih teliti disebut pemisahan strata yang dihitung dengan rumus:
(Sumintono & Widhiarso, 2015).
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan dapat disimpulkan sebagai berikut.
1. Parameter butir soal three tier diagnostic test yang dikembangkan memiliki
kualitas yang baik, diantaranya validasi uji ahli terhadap instrumen
memiliki penilaian yang layak untuk digunakan, nilai reliabilitas instrumen
sangat tinggi, serta semua butir soal memiliki daya beda yang sangat bagus
karena nilai Pt Measure Corr positif.
2. Instrumen asesmen pengetahuan three-tier diagnostic test berbasis HOTS
dapat mendiagnosis pemahaman peserta didik melalui pola jawaban. Pola
jawaban peserta didik ini memiliki enam kriteria, yaitu paham konsep,
miskonsepsi (+), miskonsepsi (-), miskonsepsi, menebak/kurang percaya
diri/beruntung, dan tidak paham konsep. Enam kriteria diagnosis
pemahaman yang dialami peserta didik ini dapat mengukur keterampilan
berpikir tingkat tinggi (HOTS) yang diintegrasikan dengan dimensi
pengetahuan faktual, konseptual, dan prosedural.
3. Instrumen asesmen pengetahuan three-tier diagnostic test berbasis HOTS
dapat mereduksi miskonsepsi peserta didik melalui jawaban yang ada
dalam soal. Miskonsepsi yang terjadi pada peserta didik terdapat tiga
kriteria, yaitu miskonsepsi (+), miskonsepsi (-), dan miskonsepsi. Kriteria
64
miskonsepsi yang paling banyak dialami peserta didik adalah miskonsepsi
(-) dalam level kognitif C4 yang diintegrasikan dengan dimensi
pengetahuan konseptual pada materi karakteristik zat. Miskonsepsi (-) ini
dapat direduksi melalui konsep yang benar dengan alasan yang tepat.
B. Saran
Adapun saran dari penelitian pengembangan ini sebagai berikut.
1. Guru disarankan mengembangkan instrumen asesmen pengetahuan three tier
diagnostic test berbasis HOTS pada setiap materi IPA SMP.
2. Hasil penelitian ini dapat digunakan bagi pihak sekolah sebagai salah satu
dasar untuk mengetahui tingkat kemampuan berpikir tingkat tinggi peserta
didik yang ada di sekolah.
3. Peneliti lain, disarankan mengembangkan instrumen asesmen pengetahuan
three tier diagnostic test berbasis HOTS yang berkaitan dengan faktor
gender.
DAFTAR PUSTAKA
Abraham, M. R. Grzybowski, E. B., Renner, J. W. & Marek, E. A. 1992.
Understanding and Misunderstanding of Eigth Grader of Five Chemistry
Concept Found in Textbook. Journal of Research in Science Teaching. 29
(2), 105-120
Abin, S. M. 2012. Psikologi Kependidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Ahmed, M.A., Y. M. Opatola, L. Yahaya, & M.M. Sulaiman. 2018. Identification
of Alternative Conceptions of Genetics Held by Senior School Students in
Ilorin, Nigeria, Using a Three-Tier Diagnostic Test. KIU Journal of Social
Sciences, Nigeria. 4(1), 97-104
Amal, A., A. Rifa’i., dan N. Hindarto., 2013. Pengembangan Model Pembelajaran
Predict, Observe, Discuss, dan Explain (PODE) untuk Meningkatkan Hasil
Belajar IPA Sekolah Dasar Negeri Kompleks IKIP Makassar. Journal of
Primary Educational, 2 (2), 1-7
Arikunto, S. 2011. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:
Rineka Cipta.
2016. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Arslan, H. O., Cigdemoglu, C. & Moseley, C. 2012. A Three-Tier Diagnostic Test
to Assess PreService Teachers’ Misconceptions about Global Warming,
Greenhouse Effect, Ozone Layer Depletion, and Acid Rain. International
Journal of Science Education. 34 (11), 1667–1686
Aydeniz, M., Bilican, K., & Kirbulut, Z. D. 2017. Exploring Pre-Service
Elementary Science Teachers’ Conceptual. International Journal of
Education in Mathematics, Science and Technology, 5 (3), 221-234
Bandura, A. 1993. Perceived Self-Efficacy in Cognitive Development and
Functioning. Educational Psychologist. 28 (1), 117-148
Bayrak, B. K. 2013. Using Two-Tier Test to Identify Primary Studend’s
Conceptual Understanding and Alternative Conceptions in Acid Base.
Mevlana International Journal of Education. 3 (2), 19-26
Budiman, A., & Jailani. 2014. Pengembangan Instrumen Asesmen Higher Order
Thinking Skill (HOTS). Jurnal Riset Pendidikan Matematika, 1 (2), 139-
151
Bunawan, W., Setiawan, A., Rusli, A., & Nahadi. 2014. Pengembangan instrumen
Tes Diagnostik Pilihan Ganda Tiga Tingkat untuk Mengakses
Kemampuan Mahasiswa Calon Guru Fisika. EDUSAINS, 6 (2), 138-144
Boone, W. J., Staver, J. R., dan Yale, M. S. 2014. Rasch Analysis in the Human
Science. Dordrecht: Springer.
Efendi. 2002. Upaya untuk mengatasi kesalahan konsep dalam pengajaran kimia
dengan menggunakan strategi konflik kognitif. Media komunikasi, Jurnal
ilmu pendidikan kimia dan pembelajaran, 1 (1), 1-8
Forehand, M. 2010. Bloom's Taxonomy. Georgia: The University of Georgia.
Gelerstein, D., Rio, R. D., Nussbaum, M., Chiuminatto, P., & Lopez, X. 2016.
Designing and implementing a test for measuring critical thinking in
primary school. Science Direct, Thinking Skill and Creative. Available
http://www.elsevier.com/locate/tsc.
Hazrul, I. 2016. html. Retrieved 1 15, 2018, from http://www.ubaya.ac.id/2014
/content/ articles_detail/230/Sekelumit-Dari-Hasil-PISA-2015-Yang-Baru-
Dirilis.
Hayati, S. & Lailatussaadah. 2016. Validitas dan Reliabilitas Instrumen
Pengetahuan Pembelajaran Aktif, Kreatif, dan Menyenangkan (PAKEM)
Menggunakan Model Rasch. Jurnal Ilmiah Didaktika, Aceh, 16 (2), 169-
179
Heong, Y. M.,Othman, W.D.,Md Yunos, J., Kiong, T.T., Hassan, R., &
Mohamad, M.M. 2011. The Level of Marzano Higher Order Thinking
Skills Among Technical Education Students . International Journal of
Social and humanity, 1 (2), 121-125
Istiyono, E., D. Mardapi, & Suparno. 2014. Pengembangan Tes Kemampuan
Berpikir Tingkat Tinggi Fisika (PysTHOTS) Peserta Didik SMA. Jurnal
Penelitian dan Evaluasi Pendidikan. Indonesia,18 (1), 1-12
Jihad, A., & Haris, A. 2013. Evaluasi Pembelajaran. Yogyakarta: Multi Presindo.
Kemendikbud. 2014. Peraturan menteri pendidikan dan kebudayaan Republik
Indonesia Nomor 66tahun 2013 tentang standar penilaian
pendidikan.Sekertariat Jendral.
Kertayasa, I. K. 2018. Pengembangan Soal Model PISA Berbasis Online. Retriev-
ed from www.indonesiapisacenter.com/2014/03/tentang-website.html.
Khairani, S., Asrizal., & Harman, A. 2017. Pengembangan Bahan Ajar Ipa
Terpadu Berorientasi Pembelajaran Kontekstual Tema Pemanfaatan
Tekanan dalam Kehidupan untuk Meningkatkan Literasi Siswa Kelas VIII
Smp. Pillar of Physics Education, 6 (1), 153-160
Kirbulut, Z. D. 2014. Using Three-Tier Diagnostic Test to Assess Students’
Misconceptions of States of Matter. Eurasia Journal of Mathematics,
Science & Technology Education. 10 (5), 509-521.
Krathwohl, D. R. 2002. A revision of bloom's taxonomy: An overview. Theory
into Practice, 4 (1), 212-218
Lailly, N. R., & Wisudawati, A. W. 2015. Analisis Soal Tipe Higher Order
Thinking Skills (HOTS) dalam Soal UN Kimia SMA Rayon B Tahun
2012/2013. Kaunia, 11 (1), 27-39
Liampa, V., Malandrakis, G., Papadopoulou, P., & Pnevmatikos, D. 2017.
Development and Evaluation of a Three-Tier Diagnostic. Res Sci Edu.
Springer, 1 (1), 1-26
McClary, L. M. & Bretz, S. L. 2012. Development and Assessment of A
Diagnostic Tool to Identify Organic Chemistry Student’ Alternative
Conceptions Related to Acid Strength. International Journal of Science
Education, 2 (4), 23-28.
Mohamad, M.M. 2011. The Level of Marzano Higher Order Thinking Skills
Among Technical Education Students . International Journal of Social
and humanity, 1 (2), 121-125
Monita, F. A. & B. Suharto. 2016. Identifikasi dan Analisis Miskonsepsi Siswa
Menggunakan Three-Tier Multiple Choice Diagnotic Instrument Pada
Konsep Kesetimbangan Kimia, Jurnal Inovasi Pendidikan Sains
(QUANTUM), 7 (1), 27-38
Mubarak, S., E. Susilaningsing, & E. Cahyono. 2016. Pengembangan Tes
Diagnostik Three Tier Multiple Choice untuk Mengidentifikasi
Miskonsepsi Peserta Didik Kelas XI, Journal of Innovative Science
Education (JISE), 5 (2), 101-110
Munandar, U. 2012. Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat. Jakarta: Rineka
Cipta.
Narayanan, S., & Adithan, M. 2015. Analysis Of Question Papers In Engineering
Courses With Respect To Hots (Higher Order Thinking Skills).American
Journal of Engineering Education (AJEE), 6 (1), 1-10
Nieveen, N., Plomp, T., Bannan, B., Kelly, A. E., & Akker, J. V. 2013. An
Introduction to Educational Design Research. Netherlands: SLO.
Nova, A. R., Parno, & Supriyono, K. H. 2016. Pengembangan Instrumen
Asesmen Penguasaan Konsep Tes Testlet pada Materi Suhu dan Kalor.
Jurnal Pendidikan, 1 (6), 1197-1203
OECD. 2016. PISA 2015 Results in Focus. [Online]. Tersedia: http://www.oecd.
org/pisa/keyfindings/pisa-2015-results-overview.pdf.
Pesman, H., & Eryilmaz, A. 2010. Development of a Three-Tier Test. The Journal
of Educational Research, 208-222.
Putra, I. E., Adlim, & Halim, A. 2016. Analisis Miskonsepsi dan Upaya
Remediasi Pembelajaran. Jurnal Pendidikan Sains Indonesia, 4 (2), 13-19.
Romine, W. L., Schaffer, D. L., & Barrow, L. 2015. Development And
Application Of A Novel Rasch Based Methodology For Evaluating Multi-
Tiered Assesment Instruments: Validation And Utilization Of An
Undergraduate Diagnostic Test Of The Water Cycle. International Journal
on Science Education, 37 (16), 2740-2768
Rosidin, U. 2016. Penilaian Otentik (Authentic Assessment). Yogyakarta: Media
Akademia.
Sadirman, A.M. 2012 . Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta : Raja
Grafindo Persada.
Saptono, S., Rustaman, N., & Wibowo, S. D. 2016. Memfasilitasi Higerh Order
Thinking Skills dalam Perkuliahan Biologi Sel Melalui Metode Integrasi
Atribut Asesmen Formatif. Unnes Science Education Journal, 5 (3), 1-8
Shui-Te, L., Kusuma, I. W., Wardani, S., & Harjito. 2018. Hasil Identifikasi
Miskonsepsi Siswa Ditinjau dari Aspek Makroskopis, Mikroskopis, dan
Simbolik (MMS) pada Pokok Bahasan Partikulat Sifat Materi di Taiwan.
Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, 12 (1), 2019-2030
Smiley, J. 2015. Classical Test Theory or Rasch: A Personal Account From A
Novice User. SHIKEN, 1 (2), 16-31.
Subali, B. 2010. Buku Evaluasi Remidiasi. Yogyakarta: FMIPA UNY.
Sugiyono. 2015. Metode Penelitian & Pengembangan. Bandung: Alfabeta.
Sukmadinata, N. S. 2011. Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Bandung:
Remaja Rosdakarya.
Sumintono, B., dan Widhiarso, W. 2014. Aplikasi Model Rasch Untuk Penelitian
Ilmu-Ilmu Sosial. Cimahi: Trimkomunikata.
.2015. Aplikasi Permodelan Rasch Pada Assess-
ment Pendidikan. Cimahi: Trimkomunikata.
Sunyono, Tania, L., & Saputra, A. 2016. A Learning Exercise Using Simple and
Real-Time Vizualization Tool To Counter Misconceptions About Orbitals
and Quantum Numbers. Journal Of Baltic Science Education, 15 (4), 453-
463.
Suparno, P. 2013. Miskonsepsi dan Perubahan Konsep dalam Pendidikan Fisika.
Jakarta : Grasindo.
Syahrul, D. A. & Setyarsih, W. 2015. Identifikasi Miskonsepsi dan Penyebab
Miskonsepsi Siswa dengan Three Tier Diagnostic Test Pada Materi
Dinamika Rotasi. Jurnal Inovasi Pendidikan Fisika, 4 (3), 67-70.
Tompo, B., Ahmad, A., & Muris, M. 2016. The Development of Discovery-
Inquiry Learning Model to School students. International Journal of
Environmental & Science Education, 11 (12), 5676-5686.
Treagust, D. F. 2006. Diagnostic assessment in science as a means to improving
teaching,learning and retention, Uni serve science assessment symposium
proceedings 1-9, www.mendeley.com.
Uno, B. H., & Koni, S. 2013. Assesment Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.
Utami, D. B., Rahmawati, Y., & Slamet, R. 2017. Penggunaan Conceptual
Change Text dengan Model Pembelajaran 5E untuk Mengatasi
Miskonsepsi Siswa pada Materi Asam Basa di SMAN 4 Tambun Selatan.
Jurnal Riset Pendidikan Kimia, 1 (1), 30-37.
Widdiharto, R. 2008. Diagnosis Kesulitan Belajar Matematika SMP dan
Alternatif Proses Remidinya. Yogyakarta : Departemen Pendidikan
Nasional, Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga
Kependidikan Matematika.
Widiyatmoko & Pamelasari. 2012. Pembelajaran Berbasis Proyek Untuk
Mengembangkan Alat Peraga IPA Dengan Memanfaatkan Bahan Bekas
Pakai. Jurnal Pendidikan IPA Indonesia, Semarang, Universitas Negeri
Semarang, 1 (1), 1-9
Wisudawati, A. W., & Sulistyowati, E. 2015. Metodologi Pembelajaran IPA .
Jakarta: Bumi Aksara.
Yusuf, M. 2017. Asesmen dan Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Prenadamedia.