PENGELOLAAN KAWASAN SITUS KOTA KUNO BANTEN SEBAGAI ... › asset_admin › assets... · heritage...
Transcript of PENGELOLAAN KAWASAN SITUS KOTA KUNO BANTEN SEBAGAI ... › asset_admin › assets... · heritage...
Ni Komang Ayu Astiti: Pengolahan Kawasan Situs Kuno Banten Sebagai Destinasi Wisata Budaya Untuk Meningkatkan Pergerakan Wisatawan Nusantara
halaman: 1 – 26 1
PENGELOLAAN KAWASAN SITUS KOTA KUNO BANTEN
SEBAGAI DESTINASI WISATA BUDAYA UNTUK MENINGKATKAN PERGERAKAN WISATAWAN NUSANTARA
Management Of Old Sites Banten As Culture Tourist Destination To Enhance National Tourists Movement
Ni Komang Ayu Astiti
Peneliti Pada Asdep Litbangjakpar Kementerian Pariwisata
Jl. Medan Merdeka Barat No. 17 Jakarta Pusat 10110 Telepon (021) 3838593, Fax (021) 34830644
Email: [email protected], [email protected]
PENDAHULUAN
Pembangunan pariwisata telah menjadi sektor prioritas
dalam pembangunan nasional karena memberikan kontribusi yang besar di sektor ekonomi.
Industri ini mempunyai nilai penting dan kontribusi dengan
dimensi yang luas, baik secara ekonomi, sosial politik, budaya, kewilayahan dan lingkungan.
secara ekonomi, memberikan kontribusi nyata dalam per-
olehan devisa negara, pendapatan asli daerah dan juga penyerapan tenaga kerja
pada usaha-usaha ke-pariwisataan. Secara sosial
politik, pengembangan pari-wisata budaya bagi perjalanan wisata nusantara, dapat
menumbuhkan dan memper-kuat rasa cinta tanah air, serta
persatuan dan kesatuan bangsa. Sementara itu, pengakuan dunia terhadap
kekayaan budaya Indonesia sebagai daya tarik wisata juga
membangkitkan kebanggaan
nasional sekaligus menjadi alat
diplomasi budaya yang efektif untuk memperkuat pencitraan
Indonesia di kancah internasional. Secara ke-wilayahan, kepariwisataan
Indonesia memiliki karakter multisektor dan lintas regional
secara konkret akan mendorong pembangunan infrastruktur dan fasilitas
kepariwisataan dan ekonomi kreatif yang akan meng-
gerakkan arus investasi dan pengembangan wilayah
(RPJMN Sektor Pariwisata
2015 – 2019, 2014: iv). Sumber daya budaya baik
dalam bentuk tangible maupun intangible dapat menjadi pilar pengembangan pariwisata
budaya melalui wisata heritage dan religi. Kementerian
Pariwisata mengembangkan tiga daya tarik wisata yaitu: 1) daya tarik wisata alam (nature)
sebesar 35% yang meliputi: a) wisata bahari, b) ekologi, dan c)
petualangan; 2) daya tarik
2 Jurnal Destinasi Kepariwisataan Indonesia Vol. 1 No. 1 Juni 2016
wisata budaya (culture) sebesar 60 % yang meliputi: a) wisata heritage dan religi, b) kuliner
dan belanja, serta c) wisata kota dan desa; dan 3) daya
tarik wisata buatan (manmade) sebesar 5% yang meliputi: a) wisata MICE dan Event, b)
olahraga, dan c) wisata kawasan terpadu (integrated
resort). Dari hasil survei diketahui bahwa distribusi wisman berdasarkan aktivitas
wisata budaya tahun 2011 -2013 paling banyak
mengunjungi museum, situs arkeologi, pertunjukan budaya, event budaya dan aktivitas
terkait keagamaan (PES 2012 – 2014 Pusdatin Kemenpar,
2014). Aktivitas wisatawan dalam
mengunjungi museum dan
situs-situs arkeologi me-manfaatkan keunikan dan
otenstesitas sumber daya arkeologi sebagai sebagai daya tarik wisata. Kawasan
Situs Kota Kuno Banten atau Situs Banten Lama merupakan
salah satu jejak kebudayaan materi (budaya tangible) dari Kesultanan Banten mempunyai
nilai estetika, simbolik dan informasi sehingga mempunyai
potensi besar untuk ekonomi melalui pariwisata budaya. Borley (1996) menyatakan
bahwa pariwisata budaya dapat didefinisikan sebagai aktifitas
yang memungkinkan orang to explore dan to experience cara hidup orang lain yang berbeda,
yang merefleksikan adat istiadatnya, tradisi relegiusnya, dan ide-ide intelektual yang
terkandung dalam warisan budaya yang belum dikenal.
Pariwisata budaya dalam tulisan ini adalah aktivitas masyarakat yang merefleksikan
tradisi religiusnya dan ide-ide intelektual yang terdapat pada
warisan budaya tangible di kawasan situs cagar budaya Banten Lama. Kawasan Situs
Cagar Budaya merupakan satuan ruang geografis yang
memiliki dua situs atau lebih yang letaknya berdekatan dan/atau memperlihatkan ciri
tata ruang yang khas. Pariwisata budaya menjadi
industri yang berperan penting dalam perkembangan pari-wisata dunia termasuk
Indonesia. Kawasan situs Kota Kuno Banten dengan berbagai
artefak dan komponen-komponen kota kuno yang dimiliki merupakan salah satu
jejak-jejak pemukiman masa lalu yang mempunyai nilai
ekonomis dan dapat di-berdayakan seperti sumber daya lainnya untuk pem-
bangunan nasional melalui pariwisata. Nilai dan makna
budaya yang ada pada setiap sumber daya budaya di wilayah ini dapat memberikan
pengalaman yang berbeda kepada wisatawan, karena
keunikan dan mempunyai karakter berbeda dengan daerah lain bahkan di dunia.
Ni Komang Ayu Astiti: Pengolahan Kawasan Situs Kuno Banten Sebagai Destinasi Wisata Budaya Untuk Meningkatkan Pergerakan Wisatawan Nusantara
halaman: 1 – 26 3
Pengembangan sektor pari-wisata secara langsung dapat meningkatkan pendapatan ma-
syarakat terutama masyarakat lokal pada masing-masing
destinasi wisata termasuk pada situs-situs arkeologi yang telah dijadikan sebagai destinasi
wisata budaya Masyarakat Indonesia
banyak merefleksikan religius-nya dengan melakukan kunjungan ke tempat-tempat
suci termasuk melakukan ziarah ke makam-makam raja
dan ulama serta masjid-masjid kuno. Aktivitas ini berkembang menjadi wisata budaya
khususnya wisata religi atau ziarah. Menurut Soekardjo
(1996:43-44), motif spiritual dan wisata spiritual (spiritual tourism) merupakan salah satu
tipe wisata yang tertua. Sebelum orang mengadakan
perjalanan untuk rekreasi, bisnis, olahraga dan sebagainya, orang sudah
mengadakan perjalanan untuk berziarah (pariwisata ziarah).
Menurut Koentjaraningrat (1990:10) salah satu unsur kebudayaan adalah sistem
religi dimana unsur ziarah berada di dalamnya. Ber-
ziarah merupakan berkunjung ke tempat-tempat suci atau tempat bersejarah seperti ke
makam-makam ulama atau tokoh-tokoh agama. Kawasan
situs Kota Kuno Banten mempunyai banyak komponen kota yaitu: Istana Keraton
Kaibon, Istana Keraton Surosowan, Masjid Agung Banten, Vihara Avalokitesvara,
Benteng Spellwijk, Museum Kepurbakalaan Banten Lama,
dan Danau Tasik Kardi yang masing-masing mempunyai nilai budaya dan sejarah sangat
penting. Terdapat tiga kepentingan
pokok dalam pengelolaan tinggalan arkeologi, yaitu: 1). kepentingan akademik terkait
dengan edukasi (pendidikan); 2). kepentingan ideologi terkait
identitas dan jati diri bangsa; dan 3). kepentingan ekonomi yang berkaitan dengan
pariwisata (Cleere, 1989: 9-10). Komponen kota Banten Kuno
Banten berupa Masjid Agung Banten dan Makam-makam kuno ulama dan tokoh-tokoh
agama yang ada di kawasan situs menjadi fokus-fokus
wisatawan kunjungan wisata-wan dengan tujuan untuk melakukan ziarah selain ke
komponen kota lainnya dengan tujuan edukasi dan rekreasi.
Untuk kepentingan pariwisata, kawasan ini mempunyai nilai simbolik dan informasi
sehingga mempunyai daya tarik, terutama sebagai
destinasi wisata budaya dengan tujuan utama me-lakukan aktivitas religi.
Aktivitas ini meningkat terutama menjelang hari-hari besar
agama Islam dan masih terpokus di komplek makam raja dan ulama serta Masjid
4 Jurnal Destinasi Kepariwisataan Indonesia Vol. 1 No. 1 Juni 2016
Agung Banten. Sementara itu komponen kota kuno lainnya belum banyak mendapat
perhatian wisatawan maupun pengelola.
Meningkatnya aktivitas religi dan banyaknya ke-pentingan terhadap pe-man-
faatan kawasan ini, ternyata belum diimbangi dengan
pengelolaan yang optimal. Hal ini tampak dari kawasan yang sangat kumuh karena
pemanfaatan ruang tidak sesuai dengan peruntukan dan
aturan sesuai dengan per-aturan perundang-undang-an. Pedagang kaki lima belum
tertata dan masih berada di halaman masjid, situs-situs
atau komponen kota kuno banyak yang tidak terawat, infrastruktur yang kurang
memadai, banyaknya peminta-minta dari pintu masuk sampai
di dalam masjid, lahan parkir belum tertata, papan petunjuk dan informasi belum optimal,
penataan pengunjung belum optimal, dan batas antara
kawasan situs sebagai destinasi wisata dan per-mukiman masyarakat belum
jelas. Hal ini menunjukan pengelolaan kawasan ini belum
memberikan keamanan dan ke-nyamanan kepada wisatawan serta mengancam pelestarian
warisan budaya. Untuk itu bagaimana mengelola kawasan
situs Kota Kuno Banten sebagai destinasi wisata budaya agar memberikan daya
tarik kepada wisatawan untuk mendapatkan pengetahuan, kenyamanan dan keamanan
tetapi tetap menjaga pe-lestarian sangat penting untuk
dilakukan. Kawasan Kota Kuno
Banten merupakan cagar
budaya yang mempunyai nilai dan makna penting bagi
kebudayaan daerah dan nasional sehingga perlu dilestarikan dengan melakukan
pengelolaan yang tepat. Pengelolaan menurut UU RI
No. 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya adalah upaya terpadu untuk melindungi,
mengem-bangkan, dan memanfaatkan cagar budaya
melalui kebijakan pengaturan perencanaan, dan pengawasan untuk sebesar-besarnya
kesejahteraan rakyat. Pengelolaan kawasan Situs
Kota Kuno Banten dengan memanfaatkannya sebagai destinasi wisata budaya harus
dengan perencanaan dan pengawasan yang tepat agar
dapat memberikan ke-sejahtraan bagi masyarakat.
Mencari model pengelola-
an Kawasan Situs Banten Kuno yang tepat dilakukan dengan
tujuan agar kawasan ini menjadi destinasi wisata budaya unggulan sehingga
lebih mendorong dalam meningkatkan pergerakan
wisatawan nusantara. Dengan demikian dalam pengelolaan kawasan situs Banten Kota
Ni Komang Ayu Astiti: Pengolahan Kawasan Situs Kuno Banten Sebagai Destinasi Wisata Budaya Untuk Meningkatkan Pergerakan Wisatawan Nusantara
halaman: 1 – 26 5
kuno harus dilakukan secara sinergis antar stakeholder sangat penting dan mendesak
dilakukan dengan tujuan agar kedua sisi yaitu pe-
manfaatannya sebagai daya tarik wisatawan yang nyaman dan aman dapat tercapai
dengan tidak menge-sampingkan prinsip-prinsip
pelestarian. Aspek-aspek pelestarian sesuai dengan UU No. 11 tahun 2010 tentang
Cagar Budaya harus tetap menjadi pedoman dalam
pengembangan, perlindungan dan pemanfaatannya. Pelestari-an juga penting untuk
mempertahankan keberadaan situs dan kawasan ini dengan
nilai dan makna budaya yang dikandungnya agar tidak saja memberikan manfaat kepada
masyarakat sekarang, tetapi juga pada generasi-generasi
berikutnya sehingga pem-bangunan pariwisata yang berkelanjutan terwujud.
Potensi kawasan ini sangat berpeluang untuk
menarik kunjungan wisatawan, khususnya wisatawan nusan-tara karena di dukung oleh
budaya masyarakat Indonesia yang religius dan mayoritas
beragama Islam. Meningkat-nya pergerakan wisata budaya (religi) ke kawasan Kota Kuno
Banten selain memberikan manfaat secara ekonomi juga
manfaat ideologik yaitu memperkuat identitas atau jatidiri masyarakat yaitu
masyarakat yang religi dan mencintai budaya leluhurnya. Pergerakan wisata religi
tentunya akan memberikan dampak yang baik bagi
peningkatan keimanan peng-anutnya, selain juga dapat meningkatkan perekonomian
masyarakat. Potensi ini sangat strategis dan potensial sebagai
pendukung dalam pencapaian target pergerakan wisatawan nusantara termasuk kunjungan
wisatawan mancanegara yang telah ditargetkan pemerintah.
METODE
Jejak-jejak peradaban budaya dari Kesultanan Banten ini mempunyai daya tarik wisata
sehingga harus dikembangkan dengan pengelolaan yang tepat
sebagai destinasi wisata budaya. Pengelolaan yang sesuai dengan prinsip-prinsip
pelestarian tentunya dapat lebih memberikan wisatawan ke-
amanan dan kenyamanan dalam melakukan aktivitasnya selain memperoleh pengetahu-
an tentang nilai dan makna budaya yang terkandung.
Upaya ini dilakukan untuk meningkatkan pergerakan wisatawan nusantara ke daerah
ini sekaligus melestarikan warisan budaya. Metode yang
digunakan untuk mencapai tujuan ini adalah: 1. Pengumpulan Data
a. Studi pustaka (hard data), mengumpulkan data se-
kunder dari hasil-hasil
6 Jurnal Destinasi Kepariwisataan Indonesia Vol. 1 No. 1 Juni 2016
penelitian terdahulu, artikel-artikel dan publikasi lainnya yang mendukung
untuk menjawab per-masalahan dalam tulisan
ini, b. Observasi langsung (soft
data) di lakukan pada
situs-situs arkeologi di kawasan Kota Kuno
Banten. c. Melakukan wawancara
mendalam terhadap be-
berapa masyarakat se-kitar, tokoh-tokoh
masyarakat dan wisata-wan.
2. Analisis Data
Analisis dilakukan dengan pendekatan deskriptif-kuali-
tatif dengan melakukan deskripsi potensi, ke-lemahan, peluang dan
tantangan dalam melakukan pengaturan ruang situs-situs
dalam suatu kawasan. Penataan ini mengacu kepada UU RI No. 11 Tahun
2010 dengan menyesuaikan dengan kondisi di lapangan
(letak geografis, kesediaan lahan) dan kebutuhan wisatawan dan masyarakat
untuk kesejahteraan masyarakat dan pelestarian
sumber daya budaya di kawasan Situs Kota Kuno Banten.
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Potensi dan Sebaran Komponen Kota Kuno
Banten Sebagai Destinasi Wisata Budaya
Kawasan situs Kota Kuno
Banten merupakan salah satu bukti sejarah muncul dan
berkembangnya kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara (abad XV – XVII). Pusat-pusat
kota dan pemerintahan pada masa itu banyak tumbuh di
daerah pesisir-pesisir ke-pulauan yang dilatarbelakangi oleh adanya jalur pelayaran
dan perdagangan. Kota pada dasarnya adalah suatu
pemukiman tempat men-jalankan kewajiban agama dan sosialnya secara keseluruhan.
Oleh karena itu Kota Kuno Banten sebagai kota Islam
pada masa itu, juga mempunyai beberapa fokus dalam bentuk fisik dan pemilihan pusat kota
berdasarkan beberapa per-timbangan seperti keamanan
dan kemudahan mencari sumber kehidupan. Keberada-an komponen-komponen kota
Kuno Banten yang masih tersisa sebagai jejak-jejak
budaya masa lalu memberikan nilai dan makna bagaimana budaya yang berkembang pada
masa itu di kawasan ini. Mengelola sumber daya ini
dengan memunculkan nilai dan makna budaya yang terkandung merupakan potensi
bersama-sama dengan sumber daya lainnya untuk
meningkatkan pergerakan wisatawan nusantara. Pendit (1999: 21) menerangkan bahwa
Ni Komang Ayu Astiti: Pengolahan Kawasan Situs Kuno Banten Sebagai Destinasi Wisata Budaya Untuk Meningkatkan Pergerakan Wisatawan Nusantara
halaman: 1 – 26 7
potensi wisata adalah berbagai sumber daya yang terdapat di sebuah daerah tertentu yang
bisa dikembangkan menjadi atraksi wisata. Dengan kata
lain, potensi wisata adalah berbagai sumber daya yang dimiliki oleh suatu tempat dan
dapat dikembangkan menjadi suatu atraksi wisata (tourist
attraction) yang dimanfaatkan untuk kepentingan ekonomi dengan tetap memperhatikan
aspek-aspek lainnya. Untuk kawasan cagar budaya di
kawasan ini maka komponen-komponen kota kuno merupakan salah satu sumber
daya yang dapat dikembangkan dengan pengelolaan yang tepat
sebagai destinasi wisata budaya.
Dalam kurun waktu satu
dasawarsa terakhir di Eropa dan negara–negara maju
lainnya ada paradigma baru, yaitu perjalanan religius dikemas dalam suatu paket
wisata religi. Wisata religi ini dilakukan dengan mengunjungi
situs cagar budaya dalam bentuk bangunan kuna seperti masjid, gereja, pura, makam
orang suci atau tokoh keagamaan, dan ke tempat
sakral lainnya. Wisatawan berkunjung ke kawasan situs cagar budaya selain dengan
tujuan edukasi juga banyak dengan tujuan melakukan
aktivitas terkait religi (berziarah, atau meditasi). Aktivitas beribadah, berziarah, belajar
tentang sejarah dan budaya masyarakat masa lalu atau berkunjung ke tempat-tempat
yang disakralkan, serta melakukan rekreasi ke
kawasan situs cagar budaya dapat diklasifikasikan sebagai wisata budaya. Tradisi dan
budaya masyarakat di seluruh dunia menganggap penting
melakukan perjalanan mengunjungi tempat-tempat sakral tiap-tiap agamanya.
Sebagai contoh, umat Nasrani menganggap perlu berkunjung
ke Basilika Santo Petrus di Vatikan mengunjungi Prayaga, Kashi, dan Gaya. Sementara
itu, umat Hindu Dharma di Bali melakukan Tirthayatra di pura-
pura, candi-candi dan tempat-tempat suci serta dianggap sakral. Masyarakat Budha
banyak melakukan perjalanan untuk tapak tilas perjalanan
Sang Budha menuju pencerahan, yaitu di Lumbini, Bodhgaya, Sarnath, dan
Kusinara. Umat Islam yang mampu secara fisik dan
ekonomi maka wajib hukumnya untuk melakukan perjalanan ke tanah suci Mekah dan Madinah
di Arab Saudi sebagai salah saturukun Islam yang disebut
haji. Umat Islam sebagian juga mengunjungi makam nabi, aulia, para wali, ulama dan
makam tokoh agama Islam lainnya. Mereka yang
dimakamkan adalah orang-orang suci, terdekat, dan bahkan kekasih Allah
8 Jurnal Destinasi Kepariwisataan Indonesia Vol. 1 No. 1 Juni 2016
Subhanahu wa Ta’ala mem-punyai kharisma dan masih dihormati. Umat Islam berziarah
ke makam-makam tersebut untuk mendoakan serta
sebagai bentuk rasa syukur atas ketauladanan dan jasa-jasanya dalam mengajarkan
agama Islam. Di Indonesia banyak ditemukan situs-situs
arkeologi yang masih mempunyai ni lai dan makna kekinian serta bersifat sakral
baik dari masa Hindu, Budha maupun Islam, sehingga sangat
potensial dikembangkan untuk pembangunan destinasi wisata budaya. Komponen-komponen
Kota Kuno Banten terutama masjid dan makam-makam
raja, ulama beserta kerabatnya banyak dikunjungi oleh wisatawan dengan tujuan untuk
melakukan perjalanan religious dengan berbagai aktivitas religi
dan keagamaan. Dalam Rencana Induk
Pengembangan Pariwisata
Provinsi Banten (Diparsenibud, 2004) pengelompokan (cluster-
ing) obyek-obyek wisata yang ada di daerah ini telah ditetapkan sebanyak 18
kawasan pengembangan pari-wisata yang tersebar di seluruh
kabupaten/kota. Kawasan situs cagar budaya Kota Kuno Banten dalam bentuk
komponen-komponen kota kuno Banten dalam rencana
induk ini masuk dalam katagori wisata budaya dan berada dalam kawasan pengembangan
pariwisata Kawasan Serang Utara. Menurut Peraturan Menteri Kebudayaan Dan
Pariwisata No. 37/UM.001/MKP/07 Tentang
Kriteria Dan Penetapan Destinasi Pariwisata Unggulan, kriteria untuk penetapan
destinasi pariwisata unggulan yaitu: 1). ketersediaan sumber
daya dan daya tarik wisata, 2). fasilitas pariwisata dan fasilitas umum, 3). aksesibilitas, 4).
kesiapan dan keterlibatan masyarakat, dan 5. potensi
pasar. Untuk menjadikan Kawasan situs Kota Kuno Banten sebagai destinasi
wisata budaya unggulan untuk meningkatkan pergerakan
wisatawan nusantara sudah mempunyai ketersediaan sum-ber daya dan daya tarik wisata
berupa komponen-komponen kota kuno terutama Masjid
Agung dan makam-makam raja, ulama dan tokoh-tokoh agama lainnya. Kawasan ini
juga sudah memiliki aksesbilitas yang baik serta
mempunyai potensi pasar yang tinggi terutama bagi wisatawan religi untuk umat muslim.
Ketersediaan sumber daya dan daya tarik wisata di kawasan ini
berupa komponen-komponen kota Kuno Banten yaitu:
1.1 Masjid Agung Banten Lama
Masjid Agung dan masjid lainnya, Masjid Agung Banten berdiri di sebelah Barat Alun-
Ni Komang Ayu Astiti: Pengolahan Kawasan Situs Kuno Banten Sebagai Destinasi Wisata Budaya Untuk Meningkatkan Pergerakan Wisatawan Nusantara
halaman: 1 – 26 9
Alun. Masjid ini mempunyai ciri-ciri seperti masjid-masjid tradisional lainnya yang ada di
Jawa. Masjid ini mempunyai keistimewaan pada bagian
pawestren yang merupakan bangunan khusus untuk wanita yang diperkirakan dibuat pada
masa pemerintahan Maulana Muhammad (1580-1586).
Keistimewaan lain masjid ini adalah bagian serambi yang terdapat di keempat sisi dan
ruang utama yaitu: 1). Serambi Selatan: dijadikan sebagai
tempat pemakaman yang memuat 15 makam dengan letak yang tidak beraturan; 2).
Serambi timur: tempat yang terluas dan mempunyai atap
yang terpisah dengan bangunan utama serta dibangun pada masa
pemerintahan Maulana Yusuf (1570 – 1580); 3). Serambi
Utara dan Selatan berada di bawah naungan atap bangunan utama. Atap masjid bertingkat
lima sebagaimana atap-atap masjid kerajaan seperti yang
ditemukan di Jepara dan Ternate (Graaf dan Pigeaud,1984). Sementara itu,
selain Masjid Agung di Kota Banten masih ada dua masjid
kuno yaitu Masjid Pecinaan Tinggi yang terletak di Kampung Pecinaan ± 700
meter sebelah Barat Masjid Agung Banten dan Masjid
Pakojan yang terletak di tepi jalan antara Benteng Speelwijk dan Kampung Karangantu
(Dinas Pendidikan Provinsi Banten, 2007: 97-106). 1.2 Menara
Menara ini terletak di
halaman sisi Timur Masjid Agung atau sekitar 10 meter dari pagar tembok kolam.
Menara dibangun dengan kontruksi tembok dengan tinggi
puncak 23 meter dari permukaan tanah, dengan bagian dasar dan tubuh
berdenah segidelapan. Pintu masuk pada bagian atas
merupakan bidang lengkung dan ditengahnya terdapat panel segi empat serta berada di sisi
utara bagian tubuh. Pada langit-langit bidang lengkung
terdapat ornament mirip kepala peluru. Ornamen ini merupakan bentuk hiasan kala yang distilir
dan dianalogikan dengan pintu masuk ke candi-candi masa
Hindu-Budha. Bagian puncak merupakan kepala menara yang terdiri dari dua tingkat
yaitu: tingkat Pertama merupakan kubah yang bagian
atasnya terpenggal, dan tingkat Kedua adalah kubah yang lebih kecil. Pada bagian puncak
terdapat memolo atau mustoko berwarna merah hati yang
terbuat dari tanah liat bakar menyerupai bunga yang sedang mekar dan wisatawan
dapat melalui lorong tangga dengan kontruksi melingkar
(Dinas Pendidikan Provinsi Banten, 2007: 103).
10 Jurnal Destinasi Kepariwisataan Indonesia Vol. 1 No. 1 Juni 2016
1.3 Makam Sultan dan Kerabat Sultan
Komplek makam ini tidak
terkonsentrasi di satu tempat, tetapi tersebar di beberapa
wilayah di sekitar kawasan Kesultanan Banten. Beberapa kompleks makam yang ada di
kawasan ini adalah yaitu: Komplek Makam Kenari berada
di kampung Kenari, Komplek Makam di Masjid Banten, berada di sebelah utara
lingkungan masjid Agung, makam-makam di di
Kasunyatan, berada di dalam dan luar masjid, dan Makam Pangeran Mas, terletak di
pangkalan. Dari semua komplek makam ini, maka
ditemukan beberapa tipe nisan yaitu: a. Tipe yang memiliki bentuk
kijing berundak dua, bagian kaki dari nisan terdiri dari
plipit halus dan bingkai lengkung dua tingkat. Sementara bagian bawah
terdapat panil di empat sisi di empat sisi berinskripsi
huruf Arab dan beratap lima tingkat. Tipe ini ditemukan di makam Maulana
Hasanuddin. b. Tipe yang tidak memiliki
hiasan (polos), penampang bagian badan berbentuk segi empat, bagian puncak
bertingkat tiga, dua tingkat berbentuk lengkung sem-
purna dan bagian atas kembali berpenampang empat persegi dan makin
mengecil. Tipe ini ditemukan pada makam di sebelah kanan makam Maulana
Hasanuddin. c. Tipe berbentuk segi lima,
bagian kaki, badan dan puncaknya menyatu dan ditemukan pada makam
Pangeran Aglingkusumah yang ada pada bangunan
Tiyamah (Dinas Pendidikan Provinsi Banten, 2007: 107-110).
1.4 Keraton Surosowan
Keraton merupakan
kumpulan bangunan tempat tinggal raja dan keluarganya,
dan pada umumnya juga dijadikan sebagai pusat kerajaan.Keraton pada masa
lalu berfungsi sebagai pusat kegiatan politik, ekonomi,
social, serta budaya.Secara kosmologis dan religio-magis keratin juga merupaka pusat
kekuatan gaib yang berpengaruh pada seluruh
kehidupan masyarakat. Keraton ini berdiri pada abad ke-17 (1552-1570) dan
menurut sumber sejarah dinding keraton tingginya
sekitar 2 meter dan lebar 5 meter. Panjang pada sisi timur dan barat adalah 300
meter, sedangkan bagian utara dan selatan adalah 100
meter.Luas keseluruhan yang dibentengi adalah tiga hektar dan terdapat bastion
Ni Komang Ayu Astiti: Pengolahan Kawasan Situs Kuno Banten Sebagai Destinasi Wisata Budaya Untuk Meningkatkan Pergerakan Wisatawan Nusantara
halaman: 1 – 26 11
tiap sudut benteng berbentuk intan, dan bagian tengah, Utara, dan Selatan
berbentuk dinding setengah lingkaran. Benteng
Surosowan pada mulanya memiliki tiga pintu gerbang yaitu pertama pintu utara dan
timur dibuat dalam bentuk lengkung, dimaksudkan
untuk mencegah tembakan langsung, kedua atap berbentuk setengah silinder.
Di luar benteng dibuat kanal yang mengelilingi keraton
serta menyatu dengan Sungai Cibanten. Pembangunan keraton
dilakukan beberapa tahap dimana terjadi perubahan
fungsi dinding yang awalnya sebagai tembok keliling berubah menjadi tembok
pertahanan dengan unsur-unsur Eropa. Keraton ini
mengalami beberapa kali penghancuran atas perintah Gubernur Jendral Belanda
dan kemudian ditinggalkan. Kondisi keraton saat ini
hanya berupa reruntuhan dan yang masih tampak adalah tembok benteng yang
mengelilingi sisa-sisa bangunan berupa pondasi,
tembok dinding, sisa bangunan petirtaan, bekas kolam taman dengan
bangunan Bale Kambang (Rara Denok). Keraton
dengan bentengnya ber-bentuk empat persegi
dengan panjang 305 m, lebar 130,5 m, dan tinggi 4,5 m.
Gambar 1: Situs Keraton Surosowan sebagai
Destinasi Wisata
(Dok. BPCB Serang, 2015)
1.5 Vihara Avalokiteswara
Terletak sekitar 500
meter sebelah Barat Masjid Agung Banten dan dibangun
pada abad XVI atau sekitar tahun 1652 pada masa pemerintahan Sunan
Gunung Jati. Wihara ini merupakan wihara tertua
yang ada di Pulau Jawa. Dari sejarah dan informasi masyarakat diketahui bahwa
dibangunnya wihara ini adalah dampak dari
pernikahan Syarif Hidayatullah sebagai penguasa Banten dengan
Putri Ong Tien dari Cina. Vihara Avalokitesvara atau
Ban Tek Ie, yang berarti ‘tempat melakukan segala kebajikan’. Kelenteng ini
juga dikenal juga dengan nama Kelenteng Kwan Im
Hud Cow. Di bagian altar utama, terdapat patung
12 Jurnal Destinasi Kepariwisataan Indonesia Vol. 1 No. 1 Juni 2016
Dewi Kwan Im berkerudung merah yang terbuat dari kayu berwarna hitam.
Awalnya, kelenteng ini berada di Desa Dermayon,
sebelah selatan Mesjid Agung Banten, Serang.Baru sekitar 1774 M dipindahkan
ke Kampung Pamarican. (Dinas Pendidikan Provinsi
Banten, 2007: 118-119).
1.6 Benteng Spelwijk
Merupakan satu-satunya peninggalan struktur bangun-
an yang di buat oleh Belanda ketika Kesultanan Banten masih berdaulat. Nama
Speleijk diambil dari nama Gubernur JendralVOC,
Cornelis Jansz Speelman (1681 – 1684) dan didirikan oleh VOC pada tahun 1685 –
1686 dengan arsitek Hendrick Lucas Cardeel.
Kedudukan benteng berada di sudut Utara Kota Banten Lama dan langsung
berhadapan dengan laut dengan pintu utama terdapat
di tembok sisi Utara. Di bagian barat benteng terdapat bastion, anak
tangga yang terbuat dari batu dan sebuah menara
pengintai. Tembok yang melintangi platform bastion adalah bekas tembok tertua
dari Kota Banten yang langsung mengarah ke
pantai yang pada bagian ujungnya terdapat bolwerk (kubu pertahanan awal).
Gambar 2: Benteng Spelwijk salah satu
komponen kota tua Banten Lama
(Dok. BPCB Serang, 2015)
Dari data sejarah
disebutkan, di benteng ini dahulu terdapat jembatan gantung yang meng-
hubungkan pintu gerbang utama di Utara dan beberapa
pintu gerbang lainnya, rumah komandan, kantor ad-ministrasi, dan gereja. Di
bagian atas tembok terdapat jendela-jendela penembak
yang berfungsi sebagai peletak meriam tembak dan di luar sisi Selatan terdapat
komplek pemakaman orang- orang Belanda (VOC). Pada
masa pemerintahan Gubernur Jenderal Daendels atau sekitar tahun 1811
benteng ini mulai diting-galkan yang disebabkan
karena politik dan keamanan (Michrob, 1993:320).
1.7 Pelabuhan Karangantu
Sejak abad XVI
Karangantu menjadi pasar dan Bandar internasional utama untuk Indonesia
Ni Komang Ayu Astiti: Pengolahan Kawasan Situs Kuno Banten Sebagai Destinasi Wisata Budaya Untuk Meningkatkan Pergerakan Wisatawan Nusantara
halaman: 1 – 26 13
bagian Barat, terutama akibat Malaka jatuh ke tangan Portugis. Dari peta
Serrurier sekitar abad ke-17 – 19 daerah ini tidak ditandai
sebagai pasar tetapi sebagai pelabuhan yang dikelilingi oleh tambak ikan. Pada
awalnya merupakan pe-labuhan lokal, kemudian
berkembang menjadi pe-labuhan nasional bahkan internasional. Di kawasan ini
juga terdapat pemukiman para nelayan, dak kapal dan
tempat pembuatan garam (Dinas Pendidikan Provinsi Banten, 2007: 117-118).
1.8 Museum Situs Ke-
purbakalaan Banten
Museum ini mempunyai luas tanah kurang lebih
10.000 m2 dan bangunan kurang lebih 778 m2.
Dibangun dengan gaya arsitektur tradisional Jawa Barat terutama pada bentuk
atapnya. Museum yang terletak antara Keraton
Surosowan dan Masjid Agung Banten Lama ini menyimpan banyak benda-
benda purbakala. Dari sekian banyak benda-benda
purbakala yang menjadi koleksinya, benda-benda tersebut dibagi menjadi lima
kelompok besar yaitu: 1). Arkeologika, benda-benda
yang digolongkan dalam kategori ini adalah Arca, Gerabah, Atap, Lesung Batu,
dll; 2). Numismatika, koleksi bendanya berupa Mata Uang, baik Mata Uang lokal
maupun Mata Uang asing yang dicetak oleh
masyarakat Banten; 3). Etnografika, benda-benda koleksinya berupa miniatur
Rumah Adat Suku Baduy dan berbagai macam
Senjata Tradisional dan juga senjata peninggalan Kolonial seperti Tombak, Keris,
Golok, Meriam, Pistol, dan peralatan lainnya; 4).
Keramologika, yaitu benda-benda koleksi berupa macam-macam Keramik.
Keramik yang tersimpan berasal dari berbagai tempat
seperti Burma, Vietnam, China, Jepang, Timur Tengah dan Eropa. Tidak
ketinggalan pula keramik lokal asal Banten yang
biasanya lebih dikenal dengan sebutan Gerabah dan biasanya gerabah ini
digunakan sebagai alat-alat rumah tangga; dan seni
rupa, yang termasuk didalamnya adalah benda-benda seni seperti lukisan
atau sketsa. Museum Situs Kepurbakalaan Banten Lama
ini menyimpan banyak koleksi lukisan tetapi hampir keseluruhannya adalah
lukisan hasil re-produksi. Selain menyimpan benda-
benda koleksi ke-purbakalaannya di dalam ruangan, terdapat dua
14 Jurnal Destinasi Kepariwisataan Indonesia Vol. 1 No. 1 Juni 2016
Artefak yang disimpan di halaman yaitu artefak Meriam Ki Amuk dan juga
alat penggilingan Lada. Alat penggilingan lada yang
terbuat dari batu padas yang sangat keras telah hancur menjadi beberapa bagian.
Pada zaman dahulu Banten memang dikenal sebagai
penghasil lada, itulah yang menyebabkan Belanda datang ke Banten, salah
satunya ingin menguasai produksi lada.
1.9 Danau Tasikardi
Danau ini terletak tidak
jauh dari Istana Kaibon, Konon, danau tersebut
luasnya 5 hektare dan bagian dasarnya dilapisi oleh batu bata, Pada masa itu
danau ini dikenal dengan nama "Situ Kardi" yang
memiliki sistem ganda, selain sebagai penampung air di Ci Banten yang digunakan
sebagai pengairan persawahan, danau ini juga
dimanfaatkan sebagai pasokan air bagi keluarga keraton dan masyarakat
sekitarnya. Air dialirkan dari pipa-pipa yang terbuat dari
terakota berdiameter 2-40 cm. Sebelum digunakan air danau harus disaring dan
diendapkan di penyaringan khusus yang dikenal dengan
Pengindelan Abang atau Penyaringan Merah, Pengindelan Putih atau
Penyeringan Putih, dan Pengindelan Emas atau Penyaringan Emas (Dinas
Pendidikan Provinsi Banten, 2007: 113-114).
1.10 Meriam Ki Amuk
Meriam ini terbuat dari
tembaga dengan tulisan arab yang panjangnya sekitar 2,5
meter dan merupakan bantuan dari Ottoman Turki. Konon Meriam Ki Amuk
memiliki kembaran yaitu Meriam Ki Jagur yang saat
ini tersimpan di halaman belakang Museum Fatahillah Jakarta. Meriam ini me-
rupakan hasil rampasan dari tentara Portugis saat ingin
menguasai Kota Banten. Meriam ini semula terletak di Pelabuhan Karangantu dan
sempat ditempatkan tenggara alun-alun. Pada
meriam tersebut terdapat tiga buah prasasti berbentuk lingkaran dengan huruf dan
Bahasa Arab yang bertuliskan “Akibatulkhoir
salamatn Iman” yang mengandung arti “Kesuksesan puncak adalah
keselamatan iman.” Dan terdapat tulisan La Fataa ila
‘ali, La sifaa ila zulfikar, Ashbir ala taqwa dahran yang mengandung arti
“Tiada jawara kecuali ‘ali, tiada golok kecuali zulfikar,
bersabarlah dalam taqwa sepanjang masa”. Guna memudahkan membawa
Ni Komang Ayu Astiti: Pengolahan Kawasan Situs Kuno Banten Sebagai Destinasi Wisata Budaya Untuk Meningkatkan Pergerakan Wisatawan Nusantara
halaman: 1 – 26 15
meriam, dibuatkanlah gelang-gelang disebelah kiri dan kanannya (Dinas
Pendidikan Provinsi Banten, 2007: 115-116).
Kawasan situs Kota kuno Banten merupakan warisan budaya tangible yang me-
nunjukan kebudayaan materi tentang kejayaan dan per-
kembangan sejarah Ke-sultanan Islam di Banten pada masa itu terutama
dalam bentuk komponen-komponen kota kuno.
Warisan budaya ini di kemas sebagai sumber daya yang potensial untuk di kelola
sebagai sumber daya dalam pembangunan destinasi
wisata budaya unggulan. Komponen-komponen kota kuno sebagai bagian dari
kawasan situs cagar budaya dan secara geografis
berdekatan dan mem-perlihatkan ciri tata ruang yang khas kota Kesultanan
Banten pada masa lalu. Sumber daya ini sangat
potensial untuk destinasi wisata budaya karena masyarakat yang berkunjung
atau wisatawan ke kawasan ini sebagian besar
melakukan aktivitas tradisi religius seperti melakukan ziarah, berdoa, bersemadi
dan melakukan explore dan experience cara-cara masya-
rakat pendukung budaya masa lalu di kawasan ini. Kawasan ini juga sangat
potensial dikembangkan sebagai destinasi wisata sejarah dan edukasi
(pendidikan dan pengem-bangan ilmu pengetahuan),
karena di kawasan ini juga telah dibangun museum situs Banten Lama. Begitu juga
dengan jalur-jalur pelayaran dan perdagangan yang
pernah ada dan dilakukan oleh Kesultanan Banten pada masa itu dapat
dikembangkan sebagai wisata bahari. Pelabuhan-
pelabuhan kuno sebagi bukti kejayaan dan kuatnya pengaruh kawasan ini
sebagai jalur perdagangan dapat dikembangkan se-
bagai paket-paket wisata dengan melakukan napak tilas sebagai jalur wisata
bahari seperti cruise tradisioal.
2. Pengelolaan Kawasan
Situs Kota Kuno Banten
Untuk Meningkatkan Pergerakan Wisatawan
Nusantara dan Pelestarian Warisan Budaya
Pengelolaan kawasan situs Kota Kuno Banten
sebagai destinasi wisata budaya agar dapat memberikan kesejahteraan sebesar-besar-
nya kesejahteraan rakyat sekaligus juga melestarikan
sumber daya tersebut sangat diperlukan adanya komitmen dari berbagai stakeholder
16 Jurnal Destinasi Kepariwisataan Indonesia Vol. 1 No. 1 Juni 2016
terutama pemerintah (pusat dan daerah). Keterlibatan masyarakat atau komunitas,
pelaku usaha (swasta), akademis, dan media harus
selalu sinergi dan bertahap untuk melakukan upaya pengembangan dan penge-
lolaan kawasan dengan melakukan koordinasi, kajian,
komunikasi, perencanaan sampai evaluasi secara lintas stakeholder. Sesuai Perda
Nomor 6 tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
(RTRW) Kota Serang tahun 2010 – 2030, strategi untuk mengembangkan dan menata
kawasan situs Kota Kuno Banten sebagai destinasi
wisata budaya meliputi merevitalisasi dan menata kawasan, mempertahankan
dan melestarikan, mengaman-kan situs-situs cagar budaya,
dan mengembangkan atraksi dan sarana prasarana pariwisata. Dalam menjalankan
strategi ini sangat mendesak diperlukan pengelolaan
kawasan, dengan menjabarkan tugas dan fungsi dari masing-masing stakeholder termasuk
dalam pemanfaatan ruang untuk tujuan meningkatkan
pergerakan wisatawan dan pelestarian. Untuk me-ningkatkan pergerakan wisata-
wan maka yang perlu diperhatikan adalah adanya
penataan ruang untuk pemanfaatan destiasi wisata dengan tujuan rekreasi,
edukatif, apresiatif, tujuan aktivitas religi, dan fungsi sosial masyarakat. Penataan ruang
ini sangat penting dilakukan untuk membenahi kondisi
kawasan saat ini, dimana belum ada pemanfaatan tata ruang tepat. Kondisi ini
menyebabkan kawasan ini terkesan kumuh karena belum
adanya penataan pedagang kaki lima, ketersediaan toilet dan air bersih, dan lahan parkir,
rambu-rambu petunjuk arah/jalan, dan papan
informasi. Kondisi ini sangat mengancam pelestarian cagar budaya baik sebagai atraksi
wisata maupun sebagai warisan budaya, masyarakat
lokal, pelaku usaha maupun wisatawan. Dengan menata kembali fungsi ruang secara
otomatis akan meningkatkan pergerakan wisatawan se-
kaligus menguatkan ke-munculan nilai dan makna budaya yang terkandung
sehingga wisatawan men-dapatkan informasi dan
pengetahuan yang optimal. Begitu juga dengan masyarakat yang berkunjung dengan tujuan
melakukan aktivitas religi akan lebih khusuk dalam me-
laksanakan ibadahnya. Bentuk-bentuk pengelola-
an cagar budaya ini harus
melibatkan masyarakat yang ada di sekitar situs, agar
mereka juga menjadikan cagar budaya sebagai sumber daya ekonomi untuk men-
Ni Komang Ayu Astiti: Pengolahan Kawasan Situs Kuno Banten Sebagai Destinasi Wisata Budaya Untuk Meningkatkan Pergerakan Wisatawan Nusantara
halaman: 1 – 26 17
sejahterakan kehidupan mereka. Kegiatan pengelolaan ini tetap berwawasan
pelestarian untuk mengurangi dampak negatif yang dapat
mengancam keberadannya. Pengelolaan kawasan situs untuk melestarikan dengan
mempertahankan, mengamankan dan me-
manfaatkan sebagai atraksi wisata tidak dapat dilepaskan dengan penataan kawasan.
Dalam pengelolaan kawasan situs untuk pemanfaatan
pembangunan destinasi wisata budaya harus tetap menjaga kelestariannya selain men-
ciptakan kenyamanan dan keamanan wisatawan. Peles-
tarian menurut UU RI No. 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya adalah upaya dinamis
untuk mempertahankan ke-beradaan cagar budaya dan
nilainya dengan cara melindungi, mengembangkan, dan memanfaatkannya. Pe-
lestarian ini bertujuan untuk: a). melestarikan warisan budaya
bangsa dan warisan umat manusia; b) meningkatkan harkat dan martabat bangsa
melalui cagar budaya; c). memperkuat kepribadian
bangsa; d) meningkatkan kesejahtraan rakyat; e) mempromosikan warisan
budaya bangsa kepada masyarakat internasional.
Pengelolaan kawasan Situs Kota Kuno Banten didasarkan pada beberapa
pertimbangan yaitu (Astiti Ayu, 2010 : 154) a. Meningkatkan potensi nilai
sumber daya budaya yang merupakan warisan budaya
asal mula daerah Banten serta awal sejarah per-kembangan Kesultanan
Banten dan agama Islam di kawasan ini. Jejak budaya
dalam bentuk komponen kota yang ada di kawasan ini diharapkan dapat menjadi
aset daerah yang mem-punyai kebermaknaan sosial
dan ekonomi. b. Dapat memberikan informasi
tentang potensi sumber daya
budaya yang ada di daerah ini kepada masyarakat luas,
agar masyarakat yang datang dan berkunjung ke daerah ini mempunyai bekal
pengetahuan tentang sejarah dan peranan daerah ini bagi
perkembangan sejarah nasional dan khususnya budaya masyarakat Banten.
c. Mempromosikan dan me-manfaatkan cagar budaya
yang ada di kawasan ini untuk kepentingan ideologik (jatidiri/identitas), akademik
(pengembangan ilmu penge-tahuan) dan ekonomik
melalui kepariwisataan (destinasi wisata budaya). Cleere (1989:9-10) men-
jelaskan bahwa manajemen sumber daya arkeologi memiliki
tiga tumpuan yaitu: ideologik yang terkait untuk mewujudkan cultural identity, akademik
18 Jurnal Destinasi Kepariwisataan Indonesia Vol. 1 No. 1 Juni 2016
untuk pengembangan ilmu pe-ngetahuan dan ekonomik melalui kepariwisataan. Ketiga
kepentingan tersebut pada dasarnya tidak dapat
dipisahkan secara tegas (Cleere, 1989: 9-10). Dalam UU No.11 tahun 2010 Tentang
Cagar Budaya pada pasal 85 ayat 1) Pemerintah, Pemerintah
Daerah, dan setiap orang dapat memanfaatkan Cagar Budaya untuk kepentingan agama,
sosial, pendidikan, ilmu pengetahuan, teknologi, ke-
budayaan, dan pariwisata. Pemanfaatan yang dimaksud disini adalah pendayagunaan
Cagar Budaya untuk ke-pentingan sebesar-besarnya
kesejahteraan rakyat dengan tetap mempertahankan ke-lestariannya.
Di kawasan situs Kota Kuno Banten terdapat
beberapa situs yang masing-masing berdiri sendiri seperti situs kompleks makam raja,
situs masjid, benteng, kraton, museum situs, danau dll.
Pengelolaan kawasan ini untuk kepentingan pariwisata, agar memberikan kenyamanan
kepada wisatawan maka diperlukan beberapa sarana
prasarana pendukung seperti aksesibilitas, atraksi dan amenitas. Dalam mewujudkan
kawasan situs sebagai destinasi wisata yang nyaman
dan tetap menjaga pe-lestariannya, maka dalam membangun fasilitas pen-
dukung pariwisata harus sesuai dengan tata letak,fungsi sosial sekaligus untuk perlindungan
cagar budaya itu sendiri. Dalam UU No.11 tahun 2010 Tentang
Cagar Budaya pelindungan adalah upaya mencegah dan menanggulangi dari kerusakan,
kehancuran, atau kemusnahan dengan cara Penyelamatan,
Pengamanan, Zonasi, Pe-meliharaan, dan Pemugaran Cagar Budaya. Sementara itu
Zonasi adalah penentuan batas-batas keruangan Situs
Cagar Budaya dan Kawasan Cagar Budaya sesuai dengan kebutuhan.
Dari beberapa model pe-mintakatan (zoning), maka
sistem sel (cell system) atau cluster dapat di terapkan di kawasan ini. Model ini
dilakukan dengan penarikan garis-garis batas pada masing-
masing situs yang ada di kawasan ini. Situs-situs di kawasan ini dan dianggap
potensial serta mendesak untuk dikembangkan adalah situs
Masjid Agung, Menara, Makam Sultan dan Kerabat, Keraton Surosowan, Benteng Spelwijk,
Museum Situs, dan Keraton Kaibon.
Masing-masing situs ini menjadi sel sehingga di dalam kawasan terdapat
beberapa sel. Begitu juga dengan penataan fungsi dari
masing-masing peruntukan lahan yang secara konsepsi di bagi dalam empat yaitu
Ni Komang Ayu Astiti: Pengolahan Kawasan Situs Kuno Banten Sebagai Destinasi Wisata Budaya Untuk Meningkatkan Pergerakan Wisatawan Nusantara
halaman: 1 – 26 19
zona inti (perlindungan utama cagar budaya), zona penyangga (lahan tata hijau),
zona pengembangan (untuk kepentingan wisata/rekreasi)
dan zona penunjang (untuk kegiatan komersial dan rekreasi umum). Sementara
itu, untuk zoning sistem sell yang diterapkan di Kawasan
Situs Kota Kuno Banten tidak dapat menerapkan sesuai dengan konsep tersebut.
Pada kondisi ideal pemintakatan secara
konseptual berbentuk konsentris, sehingga objek atau masing-masing situs
dapat dikunjungi wisatawan dari segala arah.
Pengembangan kawasan situs Kota Kuno Banten sangat sulit menemukan
kondisi ideal tersebut, sehingga pemintakatan
sifatnya tidak simetris secara keseluruhan. Penarikan garis batas satuan ruang lahan,
situs, dan wilayah ber-dasarkan pertimbangan dan
kondisi lingkungan yang ada, yaitu : (Astiti Ayu, 2010 : 155-156)
a. Kondisi geografis berupa batas alamiah yang tampak
di permukaan bumi, seperti bentang alam, aliran sungai, danau, rawa-rawa, jalan
raya dan gejala alam lainnya.
b. Artifisial, berupa batas-batas pemilikan dan tataguna lahan sekarang, seperti
jalan, parit, pagar, sungai buatan, batas adminitratif, batas wilayah adat, serta
batas artifisial lainnya. c. Estetika, penentuan batas
dengan cara ini didasarkan pada keseimbangan dan keselarasan objek dengan
lingkungan sekitarnya. Penentuan zoning, batas-
batas dan luas setiap mintakat (zoning) sangat tergantung pada kebutuhan dan kondisi
lingkungan di kawasan ini. Pemintakatan dinyatakan
dalam bentuk garis-garis imajiner yang membatasi sebidang tanah atas dasar ke-
pentingannya. Setiap mintakat akan ditata dan difungsikan
secara berbeda, sesuai dengan peruntukannya.
Penerapan sistem zonasi
di kawasan situs Banten Lama untuk pembangunan pariwisata
sangat efektif, selain memberikan perlindungan kepada cagar budaya sebagai
atraksi wisata juga memberikan kenyamanan kepada wisata-
wan. Dengan sistem ini situs-situs atau cagar budaya sebagai daya tarik atraksi yang
berada pada zona inti akan lebih terlindungi serta lebih
memunculkan nilai budaya yang terkandung didalamnya. Hal ini juga berdampak pada
lebih tertatanya wisatawan yang berkunjung ke situs-situs
sebagai zona inti. Pengunjung akan lebih terdistribusikan ke beberapa atraksi sehingga tidak
20 Jurnal Destinasi Kepariwisataan Indonesia Vol. 1 No. 1 Juni 2016
terkonsentrasi pada satu situs. Sementara itu, pada zona penyangga merupakan lahan
tata hijau (green belt) yang menciptakan panorama indah
dapat ditanam berbagai tanaman hias, tanaman khas daerah Banten atau berbagai
jenis tanaman yang mempunyai nilai sejarah dalam per-
kembangan Kesultanan Banten seperti lada dan tanaman rempah-rempah lainnya. Zona
penyangga dengan areal yang lebih luas mengingat lahan ini
sekaligus berfungsi sebagai hutan lindung. Lahan ini dapat menjadi lahan tata hijau (green
belt) selain dengan tujuan untuk keindahan juga dapat di tanam
beberapa jenis tanaman khas yang sudah langka atau tanaman yang mempunyai
keterkaitan dengan sejarah atau mitos pertumbuhan
Kesultanan Banten. Pada lahan ini dapat didirikan bangunan kecil sebagai pos atau tempat
berteduh. Dengan demikian mintakat ini dapat mempunyai
beberapa fungsi yaitu sebagai penyangga atau pelindung situs, sebagai tempat rekreasi
dan studi (khususnya biologi/tanaman langka) dan
sekaligus meningkatkan penyerapan air tanah.Taman hijau ini juga mempunyai fungsi
ganda yaitu sebagai per-lindungan secara fisik karena
dapat mengurangi fluktuasi udara sehingga dapat ikut mengontrol suhu di lingkungan
situs dan secara langsung menjaga kelembaban suhu di sekitar cagar budaya dan situs.
Zona ketiga adalah zona pengembangan, dimana pada
zona ini sudah dapat dibangun berbagai fasilitas untuk mendukung dan memenuhi
kebutuhan wisatawan seperti toko-toko souvenir, dan
kebutuhan lainnya. Pe-manfaatan kawasan situs Kota Banten Kuno sebagai destinasi
wisata sangat diperlukan aksesibilitas baik yang
menghubungkan antar situs atau menuju kawasan situs. Dengan sistem zoning tentunya
akan dapat dibedakan antar akses untuk tujuan wisata
dengan aktivitas masyarakat umum yang ada di sekitar situs. Di kawasan ini belum tertata
dan dibedakan akses untuk tujuan kedua ini, sehinga masih
terkesan tidak rapi dan tertata. Dalam pembangunan
pariwisata sangat diperlukan
ketersediaan fasilitas dasar sebagai penunjang dan untuk
menjaga kenyamanan dan keamanan wisatawan. Pe-nyediaan fasilitas dasar ini
seperti: fasilitas kesehatan, air bersih, listrik, pengelolaan
limbah, keamanan, pusat informasi, restoran dan rumah makan, serta toko souvenir
tentunya dapat dibangun dan disediakan pada zona
pengembangan atau zona penunjang. Sementara kondisi saat ini, toko-toko souvenir,
Ni Komang Ayu Astiti: Pengolahan Kawasan Situs Kuno Banten Sebagai Destinasi Wisata Budaya Untuk Meningkatkan Pergerakan Wisatawan Nusantara
halaman: 1 – 26 21
rumah makan, pusat informasi dan fasilitas wisata lainnya belum tertata dan menempati
ruang sesuai dengan fungsinya. Hal ini menyebabkan kawasan
terlihat kumuh dan tidak tertata sehingga pengelolaan belum maksimal. Kondisi ini
menyebabkan wisatawan merasa kurang nyaman dalam
melakukan aktivitasnya baik dengan tujuan edukasi, aktivitas religi maupun rekreasi.
Pengelolaan kawasan Situs Kota Kuno Banten dengan
menggunakan sistem zoning (pemintakatan) dalam pengem-bangannya sebagai destinasi
wisata budaya tentunya akan lebih memberikan keamanan
dan kenyamanan bagi wisatawan. Penataan ruang yang optimal sesuai dengan
prinsip-prinsip pelestarian tentunya juga berdampak pada
meningkatnya kunjungan wisatawan dengan berbagai aktivitas wisata.
SIMPULAN
Kawasan situs Kota Kuno
Banten mempunyai tinggalan arkeologi dalam bentuk situs
komponen-komponen Kota Kesultanan Banten yang letaknya secara geografis
berdekatan dan masih mempunyai keterkaitan satu
dengan yang lain. Kawasan ini mempunyai daya tarik wisata karena masyarakat banyak
berkunjung ke kawasan ini dengan tujuan utama untuk
melakukan aktivitas religi (ziarah ke makam-makam raja, ulama dan tokoh-tokoh agama,
melakukan aktivitas agama di Masjid Agung). Kawasan ini
juga dikunjungi wisatawan dengan tujuan edukasi (sejarah dan budaya masyarakat masa
lalu melalui jejak-jejak budaya yang ditinggalkan), dan tujuan
rekreasi, sehingga mempunyai potensi untuk dikembangkan sebagai destinasi wisata
budaya. Pengelolaan kawasan ini
sebagai destinasi wisata budaya dengan sistem zonasi (pemintakatan) sangat efektif,
karena akan memberikan perlindungan kepada cagar
budaya sebagai atraksi wisata juga memberikan kenyamanan dan keamanan kepada
wisatawan. Penataan ruang ini dibagi dalam tiga zona sesuai
dengan kebutuhan yaitu: 1). zona inti merupakan tempat keberadaan cagar budaya
sebagai daya tarik atraksi wisata, sehingga dapat lebih
terlindungi serta lebih memunculkan ni lai budaya; 2). zona penyangga merupakan
lahan tata hijau (green belt) yang menciptakan panorama
indah dapat ditanam berbagai tanaman hias dan tanaman khas daerah; 3). Zona
pengembangan dapat di-gunakan sebagai penyediaan
fasilitas wisatawan seperti toko-toko souvenir, rumah makan dan kebutuhan lainnya.
22 Jurnal Destinasi Kepariwisataan Indonesia Vol. 1 No. 1 Juni 2016
Dengan pengelolaan sistem zoning ini, akan dapat mengurangi kesan kumuh,
warisan budaya lebih terlindungi sehingga tidak
terancam kelestariannya, dan wisatawan dapat dengan nyaman dan aman dalam
melakukan aktivitas religi maupun tujuan lain seperti
edukasi dan rekreasi. Kawasan yang tertata dengan baik, akan dapat meningkatkan per-
gerakan serta distribusi wisatawan sehingga ber-
dampak langsung pada kesejahtraan masyarakat.
Rekomendasi dari pe-
nelitian ini dibutuhkannya penyusunan sinergitas Master-
plan dan koordinasi dari semua Stakeholder terkait Penataan kawasan. Hal ini diperlukan
agar Kawasan Situs Kota Kuno Banten berkembang menjadi
destinasi wisata budaya yang memunculkan nilai budaya dan memberikan kenyamanan
kepada wisatawan, sehingga dapat meningkatkan per-
gerakan wisatawan nusantara sangat diperlukan.
DAFTAR PUSTAKA Buku
Cleere, Henry. (1989).
Introduction:The Rationale of
Archaeological Heritage Management. Dalam Henry F.Cleere (ed)
Archaeological Heritage Management in the
Modern World (pp. 1-19). London: Unwin Hyman.
Djaenuderajat, Enjat, dan
Juliadi. (2001). Catatan Jejak Peninggalan
Purbakala Sebelum Islam di Daerah Banten, Serang: Suaka Pe-
ninggalan Sejarah dan Purbakala. Banten.
Graff.H.J de dan Th.G.Th.Pigeaud. (1985). Kerajaan-
Kerajaan Islam di Jawa. Jakarta: Grafiti Pers.
Guillot, Claude dkk. 1996/1997. Banten Sebelum Jaman Islam. Jakarta: Depdikud
Koentjaraningrat. (1990). Sejarah Teori
Antropologi II. Jakarta: UI Press
Mundarjito. (2006) Strategi
Pengembangan dan Pemanfaatan Kawasan
Candi Borobudur: Pendekatan Integratif dan Partisipatif. Makalah
disampaikan dalam Seminar Nasional
Strategi Pengembangan Kebudayaan dan Kepariwisataan Nasional
Ke Depan. Badan Pengembangan
Sumberdaya, Departemen Ke-budayaan dan
Pariwisata. Jakarta Michrob.Halwany. (1993).
Catatan Masa Lalu Banten. Serang: Saudara
Ni Komang Ayu Astiti: Pengolahan Kawasan Situs Kuno Banten Sebagai Destinasi Wisata Budaya Untuk Meningkatkan Pergerakan Wisatawan Nusantara
halaman: 1 – 26 23
Pendit, Nyoman S. (1999). Ilmu Pariwisata Sebuah Pengantar Perdana.
Jakarta: PT. Pradnya Paramita
Skripsi / Tesis / Disertasi
Astiti Ayu. (2010). Pusat
Kerajaan Kutai Kartanegara Abad XIII –
XVII (Kajian Sumberdaya Budaya) Depok: Tesis Program
Pasca Sarjana. FIB UI Peraturan Perundang-Undangan
UU RI Nomor 11 Tahun 2010
Tentang Cagar Budaya. Kementerian
Kebudayaan dan Pariwisata. Direktorat Jenderal Sejarah dan
Purbakala. Jakarta. Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan. Jakarta:
Sekretariat Negara Ragam Pusaka Budaya
Banten. Dinas Pendidikan Provinsi Banten Bekerjasama
dengan BP-3 Serang Wilayah Kerja Provinsi
Banten, Jawa Barat, DKI dan Lampung. Serang-Banten
Perda Nomor 6 tahun 2011 tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah (RTRW) Kota Serang tahun 2010
– 2030. Serang: BAPPEDA
RPJM Sektor Pariwisata Tahun
2015 – 2020. Jakarta: Kemenpar
PES 2012-2014. Jakarta: Pusdatin, Kemenpar
Peraturan Menteri Kebudayaan
dan Pariwisata Republik Indonesia 2007, No.
37/UM.001/MKP/07 Tentang Kriteria Dan Penetapan Destinasi
Pariwisata Unggulan (2007).
Dinas Dinas Budaya dan Pariwisata Provinsi Banten (2011). Peta
Pengembangan Kebudayaan Pariwisata
Provinsi Banten (RTRW Provinsi Banten 2009-2029 dan Perda RIPPDA
No. 9/2005. Homepage Online. Available at
http://bantenculturetourism.com/wpcontent/uploads/2011/10/Peta-
PengembanganPariwisata-Banten.pdf; di unduh
pada tanggal 5 juni 2016.
24 Jurnal Destinasi Kepariwisataan Indonesia Vol. 1 No. 1 Juni 2016