PENGARUH WAKTU TAHAN DAN TEMPERATUR PADA PROSES ...lib.unnes.ac.id/30850/1/5201413028.pdf ·...
Transcript of PENGARUH WAKTU TAHAN DAN TEMPERATUR PADA PROSES ...lib.unnes.ac.id/30850/1/5201413028.pdf ·...
PENGARUH WAKTU TAHAN DAN TEMPERATUR PADA PROSES NORMALIZING TERHADAP KEKERASAN DAN KEULETAN BAHAN EMS 45 SETELAH PENGELASAN
SKRIPSI
ditulis sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Teknik Mesin
oleh
Aulia Rachman Hanif
5201413028
JURUSAN TEKNIK MESIN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2017
i
ii
PRAKATA
Segala puji bagi Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga
penulis dapat menyusun skripsi dengan judul “Pengaruh Waktu Tahan dan
Temperatur Proses Normalizing Terhadap Kekerasan dan Keuletan Bahan EMS
45 Setelah Pengelasan”. Skripsi ini disusun dalam rangka menyelesaikan studi
Strata 1 sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Pendidikan pada
Program Studi Pendidikan Teknik Mesin Jurusan Teknik Mesin Universitas
Negeri Semarang. Skripsi ini dapat diselesaikan berkat bimbingan, motivasi dan
bantuan semua pihak. Pada kesempatan ini dengan segala hormat penulis ingin
menyampaikan terimakasih kepada:
1. Ketua Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Negeri Semarang.
2. Dr. Ir. Basyirun, S.Pd., M.T., IPP selaku dosen pembimbing I yang telah
memberikan bimbingan dan masukan kepada penulis dalam penyusunan
skripsi.
3. Drs. Pramono, M.Pd, selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan
bimbingan dan masukan kepada penulis dalam penyusunan skripsi.
4. Dr. Murdani, M.Pd selaku dosen penguji yang telah menguji dan memberikan
masukan serta saran kepada penulis.
5. Kedua orang tua yang selalu mendoakan serta memberikan materi dan
motivasi.
6. Teman-teman yang telah banyak membantu dan memberikan motivasi kepada
penulis dalam penyusunan skripsi.
Penulis dalam hal ini telah berusaha yang terbaik untuk menyusun skripsi
ini, namun seperti halnya pepatah tak ada gading yang tak retak, oleh karena itu
penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat konstruktif sangat
diharapkan demi meningkatkan wawasan penulis. Semoga skripsi ini dapat
bermanfaat bagi semuanya, khususnya Jurusan Teknik Mesin Universitas Negeri
Semarang.
Semarang, oktober 2017
iii
iv
ABSTRAK
Aulia Rachman Hanif. 2017. Pengaruh Waktu Tahan dan Temperatur Proses
Normalizing Terhadap Kekerasan dan Keuletan EMS 45 Setelah Pengelasan. Dr.Ir.
Basyirun, S.Pd., M.T., IPP, Dr.Pramono, M.Pd, Pendidikan Teknik Mesin
Pemanasan kembali setelah pengelasan atau dalam bahasa inggris sering
disebut Post Weld Heat Treatment (PWHT) yang digunakan untuk
mengembalikan sebagian sifat bahan dan menyeragamkan struktur adalah
normalizing. Perubahan nilai kekerasan dan keuletan bahan setelah normalizing
dipengaruhi oleh temperatur dan waktu tahan yang digunakan. Di tiap daerah hasil
pengelasan yaitu logam dasar, Heat Affected Zone (HAZ), dan logam las memiliki
kekerasan dan keuletan yang berbeda.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui seberapa pengaruh perlakuan
panas normalizing pasca pengelasan (PWHT) terhadap kekerasan dan keuletan
EMS 45. Selain itu, proses normalizing juga akan dilakukan dengan
memvariasikan temperatur dan waktu tahan. Akan diketahui temperatur dan
waktu tahan yang tepat untuk menghasilkan kekerasan dan keuletan sesuai
kebutuhan. Variasi waktu tahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah 10
menit, 20 menit, 30 menit, 40 menit, dan 50 menit. Variasi temperatur yang
digunakan dalam penelitian ini adalah 800oC, 825
oC, 850
oC, 875
oC, dan 900
oC.
kemudian diuji kekerasan dan nilai tegangan lenturnya (bending).
Hasil normalizing diukur dan dihitung nilai kekerasan pada daerah HAZ,
logam las, dan logam induk. Di ketiga daerah tersebut nilai kekerasan meningkat
jika temperatur naik, nilai kekerasan menurun jika waktu tahan meningkat. Hasil
pengujian bending pada normalizing waktu tahan 10 menit sebesar 1043 MPa,
waktu tahan 20 menit sebesar 1068 MPa, waktu tahan 30 menit sebesar 1092
MPa, waktu tahan 40 menit sebesar 1194 MPa, dan waktu tahan 50 menit sebesar
1175 MPa. Dapat diketahui semakin lama waktu tahan maka semakin meningkat
nilai tegangan lenturnya. Pengujian bending dengan normalizing temperatur
800oC sebesar 1059 MPa, temperatur 825
oC sebesar 1085 MPa, temperatur 850
oC
sebesar 1045 MPa, dan temperatur 875oC sebesar 1043 MPa. Nilai tegangan
lentur menurun setelah temperatur 825-850 (oC) karena ketebalan dari daerah
yang terpengaruh normalizing juga dipengaruhi oleh temperatur. Semakin tinggi
temperatur maka semakin dalam daerah yang terpengaruh treatment.Menghasilkan material yang getas sehingga nilai tegangan lenturnya menurun.
Kata kunci: PWHT, normalizing, kekerasan, tegangan lentur
v
MOTO DAN PERSEMBAHAN
Moto
� Sabar dan Ikhlas adalah kunci kesuksesan.
� Sesuatu yang terlihat didepan mata kita belum tentu itu yang sebenarnya
terjadi.
� Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan (Al-Insyirah:6)
Persembahan
Skripsi ini saya persembahkan untuk:
� Ibu Sumiyartiningsih dan Bapak Agus
Riyanto, orang tua yang selalu memotivasi
dan mendoakan tanpa mengenal lelah.
� Kakak dan saudara yang telah memberikan
dukungan dan bimbingan.
� Sahabat dan teman-teman di Universitas
Negeri Semarang yang membantu dan
mendukung.
vi
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL ......................................................................................................... i
PENGESAHAN ........................................................................................... ii
PRAKATA ................................................................................................... iii
PERNYATAAN KEASLIAN ..................................................................... iv
ABSTRAK ................................................................................................... v
MOTO DAN PERSEMBAHAN ................................................................ vi
DAFTAR ISI................................................................................................ vii
DAFTAR SIMBOL DAN SINGKATAN .................................................. ix
DAFTAR TABEL ....................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR ................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xiv
BAB I. PENDAHULUAN ........................................................................... 1
A. Latar Belakang ........................................................................... 1
B. Identifikasi Masalah ................................................................... 2
C. Batasan Masalah......................................................................... 4
D. Rumusan Masalah ...................................................................... 4
E. Tujuan ........................................................................................ 4
F. Manfaat ...................................................................................... 5
BAB II. KAJIAN PUSTAKA ..................................................................... 5
A. Kajian Teori ............................................................................... 5
1. Normalizing......................................................................... 5
2. Pengujian Kekerasan........................................................... 7
3. Pengujian Keuletan (bending)............................................. 13
4. Pengelasan Shield Metal Arc Welding (SMAW) ............... 17
5. Baja Karbon Tiggi............................................................... 21
B. Kajian Penelitian yang Relevan ................................................. 23
C. Kerangka Pikir ........................................................................... 25
BAB III. METOE PENELITIAN .............................................................. 28
A. Jenis Penelitian........................................................................... 28
vii
viii
B. Variabel Penelitian ..................................................................... 28
C. Bahan Penelitian......................................................................... 28
D. Alat Penelitian ............................................................................ 29
E. Prosedur Penelitian..................................................................... 29
1. Diagram Alir Pelaksanaan Penelitian..................................... 29
2. Proses Penelitian .................................................................... 30
3. Data Penelitian ....................................................................... 32
F. Tempat Penelitian....................................................................... 33
G. Teknik Pengumpulan Data ......................................................... 34
H. Teknik Analisis Data.................................................................. 34
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN.......................... 37
A. Hasil Penelitian .......................................................................... 37
1. Data Hasil Uji Kekerasan.................................................... 37
2. Pengaruh Waktu Tahan dan Temperatur Terhadap
Kekerasan............................................................................ 41
3. Data Hasil Uji Bending ....................................................... 47
4. Pengaruh Waktu Tahan dan Temperatur Terhadap
Keuletan ............................................................................. 48
B. Pembahasan................................................................................ 49
1. Pengaruh Waktu Tahan danTemperatur Proses
Normalizing Terhadap Kekerasan Bahan EMS 45.............. 49
2. Pengaruh Waktu Tahan dan Temperatur Proses
Normalizing Terhadap Keuletan Bahan EMS 45 ................ 51
BAB V. PENUTUP...................................................................................... 53
A. Simpulan .................................................................................... 54
B. Saran........................................................................................... 55
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 55
LAMPIRAN................................................................................................. 58
DAFTAR SIMBOL DAN SINGKATAN
Simbol Arti
� Tegangan
º Derajat
ºC Derajat Celcius
ºF Derajat Fahrenheit
� Teta
“ Inch
< Kurang Dari
> Lebih dari
- Negatif
+ Positif
% Persen
b Lebar
C Karbon
Cr Krom
Cu Tembaga
D Diameter
Fe Ferrous
h Tinggi
Kg Kilogram
L Jarak
mm Millimeter
Mn Mangan
MPa Megapascal
N Newton
P Fosfor
P Beban
S Sulfur
Si Silikon
ix
x
t Tebal
W Moment inertia
Singkatan Arti
AWS American Welding Society
BHN Brinell Hardness Number
CCT Continuous Cooling Transformation
EMS Engineering Mild Steel
HAZ Heat Affected Zone
HR Hardness Rockwell
ht Holding time
JIS Japan Industrial Standards
PWHT Post Weld Heat Treatment
SMAW Shielding Metal Arc Welding
St Steel
tp temperatur
VHN Vickers Hardness Number
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Rockwell Hardness Scale ............................................................. 10
Tabel 2.2 Rumus konversi HRC ke BHN...................................................... 12
Tabel 2.3 Rumus konversi HRB ke BHN ...................................................... 12
Tabel 2.4 Perandingan kekerasan Rockwell-B VHN dan BHN ..................... 12
Tabel 2.5 Pemilihan elektroda terbungkus untuk baja karbon...................... 20
Tabel 2.6 Klasifikasi baja karbon.................................................................. 22
Tabel 3.1 Lembar pengamatan uji kekerasan Vickers................................... 32
Tabel 3.2 Lembar pengamatan uji bending................................................... 33
Tabel 4.1 Hasil uji kekerasan raw material EMS 45 .................................... 38
Tabel 4.2 Hasil uji kekerasan material setelah pengelasan ........................... 38
Tabel 4.3 Hasil uji kekerasan material PWHT normalizing pada HAZ ....... 39
Tabel 4.4 Hasil uji kekerasan material PWHT normalizing pada daerah
logam las ...................................................................................... 39
Tabel 4.5 Hasil uji kekerasan material PWHT normalizing pada daerah
logam induk ................................................................................. 40
Tabel 4.6 Hasil uji bending raw material dan las ........................................ 48
Tabel 4.7 Hasil uji bending material normalizing ........................................ 48
xi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Diagram fasa besi karbon.......................................................... 5
Gambar 2.2 Diagram CCT ............................................................................ 6
Gambar 2.3 Prinsip Rockwell ........................................................................ 10
Gambar 2.4 Pengujian Vickers ...................................................................... 11
Gambar 2.5 Transversal face bend test ......................................................... 14
Gambar 2.6 Transversal root bend test ......................................................... 15
Gambar 2.7 Transversal side bend test ......................................................... 15
Gambar 2.8 Longitudinal face bend test ...................................................... 16
Gambar 2.9 Longitudinal root bend test ...................................................... 16
Gambar 2.10 Las busur dengan elektroda terbungkus .................................. 18
Gambar 2.11 Pemindahan logam cair ........................................................... 18
Gambar 2.12 Siklus termal las pada beberapa jarak dari batas las ............... 19
Gambar 3.1 Diagram alir penelitian.............................................................. 29
Gambar 3.2 Kampuh V ................................................................................. 30
Gambar 3.3 Spesimen uji kekerasan ............................................................. 30
Gambar 3.4 Transversal face bend test ......................................................... 31
Gambar 4.1 Pengaruh holding time terhadap nilai kekerasan HAZ ............. 40
Gambar 4.2 Pengaruh holding time terhadap nilai kekerasan daerah
logam las .................................................................................. 41
Gambar 4.3 Pengaruh holding time terhadap nilai kekerasan daerah
logam induk ............................................................................. 42
Gambar 4.4 Pengaruh temperatur terhadap nilai kekerasan HAZ ................ 43
Gambar 4.5 Pengaruh temperatur terhadap nilai kekerasan daerah
xii
xiii
logam las .................................................................................. 44
Gambar 4.6 Pengaruh temperatur terhadap nilai kekerasan daerah
logam induk ........................................................................... 45
Gambar 4.7 Pengaruh holding time terhadap nilai tegangan lentur ............. 49
Gambar 4.8 Pengaruh temperatur terhadap nilai tegangan lentur ................ 50
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Foto – foto kegiatan................................................................ 57
Lampiran 2. Sertifikat baja EMS 45 ........................................................... 59
Lampiran 3. Sertifikat kompetensi las ........................................................ 60
Lampiran 4. Hasil perhitungan nilai kekerasan........................................... 61
Lampiran 5. Hasil perhitungan tegangan lentur.......................................... 65
Lampiran 6. Grafik pengaruh waktu tahan terhadap nilai kekerasan.......... 66
Lampiran 7. Grafik pengaruh waktu tahan terhadap tegangan lentur......... 68
Lampiran 8. Grafik pengaruh temperatur terhadap nilai kekerasan............ 68
Lampiran 9. Grafik pengaruh temperatur terhadap tegangan lentur ........... 71
xiv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam dunia industri saat ini baja dan besi merupakan material yang
banyak digunakan dalam bidang teknik. Baja memiliki sifat kekerasan, kekuatan,
ketangguhan, dan keuletan yang baik. Baja karbon sedang yang dalam salah satu
penggunaannya yaitu pegas daun mobil. Terkait aplikasinya sebagai pegas daun,
terdapat banyak kasus patah di bagian tengah. Untuk menyambungnya kembali
menggunakan metode pengelasan merupakan teknik yang sering dilakukan.
Menurut Wiryosumarto dan Okumura (2000: 93) untuk mendapatkan
hasil pengelasan yang memiliki kekuatan mendekati kekuatan logam induknya
perlu diperhatikan penggunaan elektroda dan harus dilakukan pre-heat maupun
post – heat. Pemanasan kembali setelah pengelasan (Post Weld Heat Treatment)
yang digunakan untuk mengembalikan sebagian sifat bahan dan menyeragamkan
struktur adalah normalizing (ASM International Hand Book). Normalizing
dilakukan dengan temperatur dan waktu tahan yang berbeda – beda sesuai
kebutuhan.
Perubahan nilai kekerasan dan keuletan bahan setelah normalizing
dipengaruhi oleh temperatur dan waktu tahan yang digunakan. Di tiap daerah hasil
pengelasan yaitu logam dasar, Heat Affected Zone (HAZ), dan logam las memiliki
kekerasan dan keuletan yang berbeda. Variasi temperatur normalizing juga
menghasilkan nilai kekerasan dan keuletan yang berbeda – beda di tiap daerah
tersebut. Kekerasan maksimal yang didapat tiap daerah dicapai dengan temperatur
1
2
yang berbeda - beda (Ristyanto A. et al., 2014: 42 - 44). Kekerasan dan keuletan
bahan akan seragam dengan penambahan waktu tahan proses normalizing ini.
Semakin lama waktu tahan maka semakin lama bagi struktur untuk
menyeragamkan ukuran sehingga kekerasan dan keuletan di tiap daerah hasil
pengelasan akan seragam (Machmud M. N. et al., 2013: 137)
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui seberapa pengaruh perlakuan
panas normalizing pasca pengelasan (PWHT) terhadap kekerasan dan keuletan
EMS 45. Selain itu, proses normalizing juga akan dilakukan dengan
memvariasikan temperatur dan waktu tahan. Akan diketahui temperatur dan
waktu tahan yang tepat untuk menghasilkan kekerasan dan keuletan sesuai
kebutuhan.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat diidentifikasikan faktor-
faktor yang mempengaruhi kekerasan dan keuletan pada baja yang dilakukan
normalizing :
1. Temperatur
2. Laju pemanasan
3. Waktu tahan
4. Laju pendinginan
5. Kadar karbon
3
C. Batasan Masalah
Mengingat terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kekerasan dan
keuletan hasil normalizing, maka penelitian ini hanya dibatasi pada variasi
temperatur dan waktu tahan dengan ketentuan:
1. Variasi temperatur yang digunakan dalam penelitian ini yaitu 800oC, 825
oC,
850oC, 875
oC, dan 900
oC.
2. Variasi waktu tahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu 10 menit, 20
menit, 30 menit, 40 menit, dan 50 menit.
3. Las yang digunakan adalah SMAW.
4. Pengujian kekerasan yang digunakan adalah Vickers.
5. Pengujian keuletan yang digunakan adalah uji bending.
6. Laju pemanasan dan laju pendinginan diabaikan.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan pembatasan masalah di atas, maka
permasalahan yang dapat dirumuskan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana pengaruh temperatur dan waktu tahan proses normalizing
terhadap kekerasan bahan EMS 45?
2. Bagaimana pengaruh temperatur dan waktu tahan proses normalizing
terhadap keuletan bahan EMS 45?
4
E. Tujuan
Berdasarkan rumusan permasalahan di atas, maka tujuan penelitian ini
adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui pengaruh temperatur dan waktu tahan proses normalizing
terhadap kekerasan bahan EMS 45.
2. Untuk mengetahui pengaruh temperatur dan waktu tahan proses normalizing
terhadap keuletan bahan EMS 45.
F. Manfaat
Berdasarkan tujuan penelitian di atas, maka manfaat penelitian ini adalah
sebagai berikut :
1. Setelah mengetahui pengaruh temperatur dan waktu tahan proses
normalizing terhadap kekerasan bahan EMS 45, diharapkan dapat
digunakan sebagai acuan untuk memilih temperatur dan waktu tahan proses
normalizing agar menghasilkan kekerasan bahan yang maksimal.
2. Setelah mengetahui pengaruh temperatur dan waktu tahan proses
normalizing terhadap keuletan bahan EMS 45, diharapkan dapat digunakan
sebagai acuan untuk memilih temperatur dan waktu tahan proses
normalizing agar menghasilkan keuletan bahan yang maksimal.
BAB IIKAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1. Normalizing
Penelitian ini menggunakan proses perlakuan panas normalizing untuk
menormalkan kembali sifat-sifat bahan yang berubah akibat proses pengelasan.
Material terutama carbon steel akan mengalami perubahan struktur dan grain size
karena efek dari pemanasan dan pendinginan akibat dari proses pengelasan.
Struktur yang tidak homogen ini menyimpan banyak tegangan sisa yang membuat
material tersebut memiliki sifat yang lebih keras namun ketangguhannya lebih
rendah. Untuk mengembalikan kepada sifat yang diinginkan terutama dalam
ketangguhannya maka struktur yang berubah tadi dikembalikan lagi ke struktur
yang semula.
Gambar 1. Diagram fasa baja karon
(ASM International)
5
6
Normalizing adalah bagian dari proses heat treatment. Normalizing
merupakan siklus austenitizing pemanasan diikuti dengan pendinginan di udara.
Biasanya dipanaskan sampai suhu sekitar 55oC di atas garis kritis atas dari fase
baja karbon, seperti ditunjukkan pda Gambar 1. Pemanasan harus menghasilkan
fase austenit homogen sebelum pendinginan (ASM International).
Gambar diagram fasa barbon di atas dapat dilihat jarak suhu yang
digunakan pada proses normalizing. Untuk baja dengan kadar karon 0,52% suhu
yang digunakan kira-kira 820oC - 860
oC. Pada penelitian ini mencoba untuk
menggunakan jarak suhu tersebut dan juga menggunakan suhu di bawah dan di
atas jarak tersebut.
Gambar 2. Diagram Continuous-Cooling Transformation(Callister, W. D. Dan David G. R. 2012: 446)
7
Gambar diagram CCT di atas dapat dilihat bahwa pendinginan dari suhu
fasa austenit hingga suhu ruang pada proses normalizing lebih cepat dari proses
annealing. Struktur yang dihasilkan dari pendinginan dalam proses normalizing
yaitu fine perlite. Berdasarkan teori di atas dalam penelitian ini digunakan sebagai
acuan dalam mengetahui kecepatan pendinginan dan struktur yang terbentuk
setelah proses normalizing. Kecepatan pendinginan pada diagram diatas dapat
diketahui dengan rumus sebagai berikut:
� = ���
Keterangan :
V = kecepatan pendinginan, oC/detik
�T = selisih suhu, oC
t = waktu pendinginan, detik
2. Pengujian Kekerasan
Penelitian ini akan membandingkan kekerasan sebelum dan sesudah
treatment, jadi perlu dikaji pengertian tentang pengujian kekerasan. Pengujian
kekerasan adalah satu dari sekian banyak pengujian yang dipakai, karena dapat
dilaksanakan pada benda uji yang kecil tanpa kesukaran mengenai spesifikasi.
Pengujian yang paling banyak dipakai ialah dengan menekankan penekan tertentu
kepada benda uji dengan beban tertentu dan dengan mengukur ukuran bekas
penekanan yang terbentuk di atasnya, cara ini dinamakan cara kekerasan
penekanan. Selanjutnya ada cara lain dengan menjatuhkan bola dengan ukuran
tertentu dari ketinggian tertentu di atas benda uji dan diperoleh tinggi pantulannya
(Surdia dan Saito, 1999: 31). Pengujian kekerasan yang sering digunakan ada tiga,
yaitu:
8
a. Kekerasan Brinell
Kekerasan ini diukur dengan mempergunakan alat pengukur
kekerasan Brinell. Identor berupa bola baja keras dengan diameter D
mm, ditekankan ke permukaan bagian yang diukur dengan beban P kg.
Kekerasan Brinell adalah beban P dibagi luas bidang (mm2) penekanan
yang merupakan deformasi tetap sebagai akibat penekanan (Suprijanto
D., 2013: 91). Menurut Dieter Goerge E. (1996: 329) uji kekerasa
lekukan yang pertama kali banyak digunakan serta disusun
pembakuannya adalah metode yang diajukan oleh J.A. Brinell pada tahun
1900. Uji kekerasan Brinell berupa pembentukan lekukan pada
permukaan logam dengan memakai bola baja berdiameter 10 mm dan
diberi beban 3000 kg. Untuk logam lunak, beban dikurangi hingga
tinggal 500 kg, untuk menghindari jejak yang dalam. Dan untuk bahan
yang sangat keras digunakan paduan karbida tungsten, untuk
memperkecil terjadinya distorsi indentor. Beban diterapkan selama waktu
tertentu, biasanya 30 detik. Diameter lekukan diukur setelah beban
tersebut dihilangkan. Kemudian nilai rata-rata dari dua pengukuran pada
jejak yang berarah tegak lurus. Permukaan di mana akan dibuat lekukan
harus relatif halus, bebas dari debu dan kerak. Angka kekerasan Brinell
(BHN) dinyatakn sebagai beban P dibagi luas permukaan lekukan.
Rumus untuk angka kekerasan tersebut adalah:
��� =
(�/2)(� � �� � ��)=
��
Keterangan:
BHN = Brinell Hardness Number, kg/mm2
9
P = beban yang diterapkan, kg
D = diameter bola, mm
d = diameter lekukan, mm
t = kedalaman jejak, mm
b. Kekerasan Rockwell
Uji kekerasan yang paling banyak digunakan di Amerika Serikat
adalah uji kekerasan Rockwell. Karena pengujian ini cepat, bebas dari
kesalahan manusia, mampu untuk membedakan perbedaan kekerasan
yang kecil pada baja yang diperkeras, dan ukuran lekukannya kecil. Pada
pengujian kekerasan Rockwell diukur kedalaman pembebanan (t)
penekanan. Sebagai penekan baja yang dikeraskan digunakan sebuah
kerucut intan. Untuk menyeimbangkan ketidakrataan yang diakibatkan
oleh permukaan yang tidak bersih, maka kerucut ditekankan ke atas
bidang uji pertama dengan beban pendahuluan 10kg. Setelah itu
diterapkan beban yang besar (Dieter George E., 1996: 335). Rumus
kekerasan Rockwell adalah sebagai berikut:
�� = � � �
Keterangan:
HR= Hardness Rokwell, kg/mm2
F0 = Beban minor, kg
F1 = Beban mayor, kg
F = Beban total, kg
e = peningkatan permanen di kedalaman penetrasi karena F1 beban
utama diukur dalam satuan 0,002 mm
E = ketetapan tergantung pada bentuk indentor : 100 untuk indentor
diamond, 130 untuk indentor steel ball
10
Gambar 2.3 Prinsip Rockwell (Rockwell Hardness Test)
Tabel 2.1 Rockwell Hardness Scale (Rockwell Hardness Test)
Scale Indentor F0 F1 F E
A Diamond cone 10 50 60 100
B 1/16" steel ball 10 90 100 130
C Diamond cone 10 140 150 100
D Diamond cone 10 90 100 100
E 1/8" steel ball 10 90 100 130
F 1/16" steel ball 10 50 60 130
G 1/16" steel ball 10 140 150 130
H 1/8" steel ball 10 50 60 130
K 1/8" steel ball 10 140 150 130
L 1/4" steel ball 10 50 60 130
M 1/4" steel ball 10 90 100 130
P 1/4" steel ball 10 140 150 130
R 1/2"steel ball 10 50 60 130
S 1/2"steel ball 10 90 100 130
V 1/2"steel ball 10 140 150 130
c. Kekerasan Vickers
Uji kekerasan Vikers menggunakan penumbuk piramida intan yag
dasarnya berbentuk bujur sangkar. Besarnya sudut antara permukaan-
permukaan piramid yang saling berhadapan adalah 136o. Sudut ini dipilih
karena nilai tersebut mendekati sebagian esar nilai perbandingan yang
diinginkan antara diameter lekukan dan diameter bola penumbuk pada uji
kekerasan Brinell. Karena penumbuknya berbentuk piramid, maka
11
pengujian ini sering dinamakan uji kekerasan piramida intan. Angka
kekerasan piramida intan didefinisikan sebagai beban dibagi luas
permukaan lekukan. Pada praktiknya luas ini dihitung dari pengukuran
mikroskopik. Rumus uji kekerasan Vickers adalah sebagai berikut:
��� = 2 sin (
�2)
�� =1.854
��
Keterangan:
VHN = Vickers Hardness Number, kg/mm2
P = beban yang diterapkan, kg
L = panjang diagonal rata-rata, mm
����������� ���� ������������������� ������������o
Gambar 2.4 Pengujian Vickers (Vickers Hardness Test)
Penelitian ini menggunakan pengujian kekerasan Vickers karena
metode ini banyak dilakukan pada pekerjaan penelitian, dapat digunakan
pada logam yang lunak hingga logam yang sangat keras (Dieter George
E., 1996: 334). Sehingga dapat langsung membandingkan kekerasan
sebelum dan sesudah treatment.
12
d. Konversi Nilai Kekerasan
Berdasarkan dari ketiga metode pengujian kekerasan yang sudah
dijelaskan di atas, terdapat cara untuk mengkonversikan nilai kekerasan
masing-masing. Dalam tabel 2.2 terdapat rumus untuk mengkonversi
HRC ke HBN. Dalam tabel 2.3 Terdapat rumus untuk mengkonversi HRB
ke HBN.
Tabel 2.2 Rumus konversi HRC ke HBN (ASTM A370)
HRC HBN
Dari 21-30 HBN = 5,970 x HRC + 104,7
Dari 31-40 HBN = 8,570 x HRC + 27,6
Dari 41-50 HBN = 11,158 x HRC - 79,6
Dari 51-60 HBN = 17,515 x HRC - 401
Tabel 2.3 Rumus konversi HRB ke HBN (ASTM A370)
HRB HBN
Dari 55-69 HBN = 1,646 x HRB + 8,7
Dari 70-79 HBN = 2,394 x HRB - 42,7
Dari 80-89 HBN = 3,297 x HRB - 114
Dari 90-100 HBN = 5,582 x HRB - 319
Tabel 2.4 Perbandingan kekerasan Rockwell-B HVN dan BHN(ASTM E140-02)
Rockwell B
Hardness
Number, 100-
kg (HRB)
Vickers
Hardness
Number (HVN)
Brinell
Hardness
Number, 3000-
kg (HBN)
100 240 240
99 234 234
98 228 228
97 222 222
96 216 216
95 210 210
94 205 205
93 200 200
92 195 195
91 190 190
13
3. Pengujian Keuletan (bending)
Penelitian ini juga membandingkan keuletan bahan sebelum dan sesudah
tratment, jadi perlu dikaji juga mengenai pengertian pengujian keuletan. Pada
umumnya kekuatan bending/lentur mendekati kekuatan tarik sehingga pada
perencanaan cukup mempergunakan kekuatan tarik. Tetapi bila suatu komponen
hanya menerima beban lentur saja dan dirancang berdasar kekuatan tarik saja.
Kadang-kadang perhitungan menghasilkan dimensi yang berlebihan, dalam hal
tersebut pengujian lentur masih diperlukan (Suprijanto D., 2013: 93).
Pengujian bengkok statik adalah salah satu cara pengujian yang dipakai
sejak lama bagi bahan yang cocok, karena dapat dilakukan terhadap batang uji
berbentuk sederhana. Untuk bahan liat dimaksudkan agar dapat menentukan
adanya cacat dan retakan pada permukaan. Demikian juga pada pengujian
bengkok dapat menentukan mampu deformasi untuk ukuran tertentu dengan
radius bengkok tertentu sampai sudut bengkok tertentu, dengan diberi deformasi
tertentu. Cara ini sering dipergunakan untuk menentukan mampu bentuk dari pelat
tipis atau kekuatan sambungan las. Sedangkan pengujian bengkok bagi bahan
keras dan getas adalah cara terbaik untuk menentukan kekuatan dan kegetasan
karena alasan sebagai berikut (Surdia dan Saito, 1999: 21):
a. Batang uji yang sederhana, dapat dibuat terhadap bahan yang sukar
dibentuk secara mekanis.
b. Pada umumnya ahan yang mempunyai kekerasan Brinell lebih dari 600
tidak dapat diuji dengan tarik disebabkan tidak adanya pemegang yang
cocok, ketidak sentrisan dan sebagainya.
14
c. Pada pengujian bengkok diharapkan dapat terjadi patahan yang ideal dari
bahan yang keras dan getas.
Metode pengujian yang digunakan adalah three-point bending yaitu
benda uji ditumpu dengan satu tumpuan dibagian atas benda uji dan dua tumpuan
dibagian bawah benda uji. Pegujian pada sambungan las dilakukan di tengah
bagian las, kecuali bila mengunakan longitudinal bend tests. Berdasarkan British
Standard International ISO 5173:2010 (2011: 10-13) posisi spesimen dalam
bending test ada 2 yaitu transversal dan longitudinal. Transversal bending adalah
posisi spesimen tegak lurus dengan arah pengelasan. Transversal bending dibagi
menjadi 3 berdasarkan arah pembebanan dan lokasi, yaitu:
a. Face bend (bending pada permukaan las), yaitu permukaan las
mengalami tegangan tarik dan dasar las mengalami tegangan tekan.
Gambar 2.5 Transversal face bend test British Standard International ISO
5173:2010 (2011: 11)
b. Root bend (bending pada akar las), yaitu akar las mengalami tegangan
tarik dan dasar las mengalami tegangan tekan.
15
Gambar 2.6 Transversal root bend test British Standard International ISO
5173:2010 (2011: 11)
c. Side bend (bending pada sisi las), yaitu pembebanan tekan dilakukan di
bagian samping pengelasan.
Gambar 2.7 Transversal side bend test British Standard International ISO
5173:2010 (2011: 12)
Longitudinal bending test yaitu posisi spesimen searah dengan arah
pengelasan. Longitudinal bending dibagi menjadi 2 berdasarkan arah pembebanan
dan lokasi, yaitu:
a. Face bend (bending pada permukaan las) yaitu pada permukaan las
mengalami tegangan tarik dan dasar las mengalami tegangan tekan.
16
Gambar 2.8 Longitudinal face bend test British Standard International ISO
5173:2010 (2011: 13)
b. Root bend (bending pada akar las) yaitu pada akar las mengalami
tegangan tarik dan dasar las mengalami tegangan tekan.
Gambar 2.9 Longitudinal root bend test British Standard International ISO
5173:2010 (2011: 13)
Berdasarkan jenis-jenis pengujian bending di atas, peneitian ini
menggunakan tranversal face bend test karena lebih sering digunakan dalam
pemasangan pada pegas daun. Menurut Hadi Eko S. (2009) dari pengujian
bending didapatkan data gaya tekan maksimal (P max). Dari data tersebut dapat
������������������� ����������������max) dengan rumus sebagai berikut:
������� = ��� . ��
4!"�/##�
! = $ . %�
6##&
17
Keterangan:
Ls : jarak antar dua tumpuan (mm)
W : momen inertia (mm3)
b : lebar spesimen (mm)
h : tebal spesimen (mm)
4. Pengelasan Shielded Metal Arc Welding (SMAW)
Penelitian ini meneliti tentang PWHT (Post Weld Heat Treatment) yaitu
perlakuan panas pasca pengelasan. Perlu dikaji juga mengenai pengelasan yang
digunakan. Pengelasan adalah salah satu teknik penyambungan logam dengan
cara mencairkan sebagian logam induk dan logam pengisi dengan atau tanpa
tekanan dan dengan atau tanpa logam tambahan dan menghasilkan sambungan
yang kontinyu (Sonawan dan Suratman, 2003: 1). Pengelasan yang digunakan
dalam penelitian ini adalah pengelasan Shielded Metal Arc Welding (SMAW).
Dalam pengelasan ini digunakan kawat elektroda logam yang dibungkus dengan
fluks. Dalam Gambar 2.10 Dapat dilihat dengan jelas bahwa busur listrik
terbentuk di antara logam induk dan ujung elektroda. Karena panas dari busur ini
maka logam induk dan ujung elektroda tersebut mencair dan kemudian membeku
bersama. Proses pemindahan logam elektroda terjadi pada saat ujung elektroda
mencair dan membentuk utir-butir yang terbawa oleh arus busur listrik yang
terjadi. Bila digunakan arus listrik yang besar maka butiran logam cair ya ng
terbawa menjadi halus seperti terihat dalam Gambar 2.11(a), sebaliknya bila
arusnya kecil maka butirannya menjadi besar seperti tampak dalam Gambar
2.11(b) (Wiryosumarto dan Okumura, 2000: 9).
18
Gambar 2.10 Las busur dengan elektroda terbungkus
(Wiryosumarto dan Okumura, 2000: 9)
Gambar 2.11 Pemindahan logam cair
(Wiryosumarto dan Okumura, 2000: 9)
Pola pemindahan logam cair seperti diterangkan di atas sangat
mempengaruhi sifat mampu las dari logam. Secara umum dapat dikatakan bahwa
logam mempunyai sifat mampu las tinggi bila pemindahan terjadi dengan butiran
yang halus. Sedangkan pola pemindahan cairan dipengaruhi oleh besar kecilnya
arus seperti diterangkan di atas dan juga oleh komposisi dari hahan fluks yang
digunakan. Selama proses pengelasan bahan fluks yang digunakan untuk
membungkus elektroda mencair dan membentuk terak yang kemudian menutupi
19
logam cair yang terkumpul di tempat sambungan dan bekerja sebagai penghalang
oksidasi. Dalam beberapa fluks bahannya tidak dapat terbakar, tetapi berubah
menjadi gas yang juga menjadi pelindung dari logam cair terhadap oksidasi dan
memantapkan busur (Wiryosumarto dan Okumura, 2000: 9).
Daerah lasan terdiri dari tiga bagian yaitu logam las, daerah pengaruh
panas atau HAZ dan logam induk yang tidak terpengaruh. Logam las adalah
bagian dari logam yang pada waktu proses pengelasan menair dan membeku.
Daerah HAZ adalah logam yang bersebelahan dengan logam las yang selama
proses pengelasan mengalami siklus termal pemanasan dan pendinginan cepat.
Logam induk adalah bagian logam di mana panas pengelasan tidak menyebabkan
terjadinya perubahan sifat (Wiryosumarto dan Okumura, 2000: 56). Sebagai
contoh dalam Gambar 2.12 Ditunjukkan siklus termal daerah lasan dari las busur
istrik elektroda terbungkus.
Gambar 2.12 Siklus termal las pada beberapa jarak dari batas las
(Wiryosumarto dan Okumura, 2000: 59)
20
Proses pengelasan pada baja karbon tinggi harus diperhatikan
prosedurnya agar kekuatan lasan yang dihasilkan sama dengan logam induk. Bila
kekuatan las diharuskan sama dengan kekuatan logam induk, maka proses
pengelasannya menjadi sukar dan pemilihan elektroanya harus betul-betul
diperhatikan. Pengerasan dari daerah pengaruh panas dapat dikurangi dengan
pendinginan lambat atau dengan pemanasasn kemudian pada suhu antara 600oC
sampai 650oC (Wiryosumarto dan Okumura, 2000: 93). Tabel 2.5 memberikan
petunjuk pemilihan elektroda dan pemanasan mula/akhir pengelasan untuk baja
karbon.
Tabel 2.5 Pemilihan Elektroda Terbungkus untuk Baja Karbon
(Wiryosumarto dan Okumura, 2000: 93)
Ekivalen
karbon
Sifat
mampu
las *3
Elektroda untuk
mendapatkan kekuatan
sambungan las mendekati
logam induk
Elektroda untuk mendapat
pengelasan yang mudah
Kode
elektroda
Suhu
perlakuan
panas
Kode
elektroda
Suhu
perlakuan
panas
0,40-0,49 �
JIS D5016 Pemanasan
awal 150oC
Pemanasan
akhir 650oC
JIS D4316
Pemanasan
awal 150oC
Pemanasan
akhir 650oC
JIS D309-
16 *3
*2
0,50-0,59 �
JIS D5316
D5816
Pemanasan
awal 150oC
Pemanasan
akhir 650oC
JIS D4316
Pemanasan
awal 250oC
Pemanasan
akhir 650oC
JIS D309-
16 *3
*2
0,60-0,69 �
JIS D5815
AWS
E10016-G
Pemanasan
awal 200oC
Pemanasan
akhir 650oC
JIS D4316
Pemanasan
awal 300oC
Pemanasan
akhir 650oC
JIS D309-
16 *3
*2
21
0,70-0,79 �
AWS
E10016-G
E11016-G
Pemanasan
awal 250oC
Pemanasan
akhir 650oC
JIS D4316
Pemanasan
awal 350oC
Pemanasan
akhir 650oC
JIS D309-
16 *3
*2
!�#�$# �
AWS
E11016-G
Pemanasan
awal 300oC
Pemanasan
akhir 650oC
JIS D4316
Pemanasan
awal 350oC
Pemanasan
akhir 650oC
JIS D309-
16 *3
*2
Keterangan :
*1. Dalam penggunaan elektroda JIS D309 harus diusahakan agar mendapat tebal
dan penembusan dangkal dengan menggunakan arus rendah
*2. Pemanasan awal tidak diharuskan tetapi lebih baik bila dilakukan. Pemanasan
akhir perlu.
&����'������������;��������� @��������������� Q
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui sifat mampu las, penggunaan
elektroda dan pemanasan awal/akhir pada proses pengelasan ditinjau dari kadar
karbon bahannya. Pada baja dengan kadar karbon 0,50 - 0,59 untuk mendapatkan
kekuatan sambungan yang hampir sama dengan kekuatan logam induk
menggunakan elektroda JIS D5316 atau D5816 dan dilakukan pemanasan awal
dengan suhu 150oC lalu dilakukan pemanasan akhir dengan suhu 650
oC.
Sedangkan untuk mendapat pengelasan yang mudah menggunakan elektroda JIS
D4316 atau D309-16 dan dilakukan pemanasan awal dengan suhu 250oC lalu
dilakukan pemanasan akhir dengan suhu 650oC.
5. Baja Karbon Tinggi
Penelitian ini menggunakan baja karbon tinggi sebagai bahan untuk
dilakukan treatment dan dilakukan pengujian. Menurut Wiryosumarto dan
22
Okumura (2000: 89-90) baja karbon adalah paduan antara besi dan karbon dengan
sedikit Si, Mn, P, S dan Cu. Sifat baja karbon sangat tergantung pada kadar
karbon, karena itu baja ini dikelompokkan berdasarkan kadar karbonnya. Bila
kadar karbon naik, kekuatan dan kekerasannya juga bertambah tetapi keliatan dan
keuletan menjadi lebih rendah. Klasifikasi dari baja karbon dapat dilihat dalam
tabel 2.6.
Tabel 2.6 Klasifikasi Baja Karbon (Wiryosumarto dan Okumura, 2000: 90)
Kadar
karbon
(%)
Kekuatan
tarik
(kg/mm2)
Kekerasa
n BrinellPengguaan
Baja lunak
khusus0,08 32-36 95-100 pelat tipis
Baja sangat lunak 0,08-0,12 36-42 80-120 batang, kawat
Baja lunak 0,12-0,20 38-48 100-130
Baja setengah
lunak0,20-0,30 44-55 112-145
Baja karbon
sedang
Baja setengah
keras0,30-0,40 50-60 140-170 alat-alat mesin
Baja keras 0,40-0,50 58-70 160-200 perkakas
Baja sangat keras 0,50-0,80 65-100 180-235rel, pegas, dan
kawat piano
Jenis dan Kelas
konstruksi
umum
Baja karbon
rendah
Baja karbon
tinggi
Berdasarkan pengujian komposisi kimia yang dilakukan oleh PT.
BHINNEKA BAJANAS, komposisi kimia EMS 45 yaitu memiliki kandungan C
0,52%; SI 0,31%; Mn 0,65%; P 0,19; S 0,02%; dan Cu 0,01%. Arti kode EMS 45
adalah Engineering Mild Steel, dan angka 45 menunjukkan kadar karbon. Dalam
tabel klasifikasi baja karbon, EMS 45 masuk dalam baja karbon tinggi karena
memiliki kadar karbon 0,52%. Menurut Wiryosumarto dan Okumura (2000: 92)
sifat mampu las pada baja dengan kadar karbon 0,50% - 0,59% sangat sukar. Bila
kekuatan las diharuskan sama dengan kekuatan logam induk, maka proses
23
pengelasannya menjadi sukar dan pemilihan elektrodanya harus betul-betul
diperhatikan.
B. Kajian Penelitian yang Relevan
Berbagai penelitian tentang perlakukan panas normalizing setelah
pengelasan telah banyak dibuat dalam penelitian terdahulu. Adapun penelitian
tersebut adalah:
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Nukman (2009: 37) yang berjudul
sifat mekanik baja karbon rendah akibat variasi bentuk kampuh las dan mendapat
perlakuan panas annealing dan normalizing, disimpulan bahwa semakin tinggi
temperatur pemanasan maka semakin besar pula nilai uji lengkungnya. Kekuatan
lengkung terbesar diperoleh dengan perlakuan panas normalizing pasca
pengelasan dengan kampuh I yaitu sebesar 12,4032 kg/mm2. Relevansinya dengan
penelitian ini adalah perubahan sifat mekanik akibat normalizing setelah
pengelasan. Perbedaanya yaitu pada penelitian ini memvariasikan waktu tahan
dan bentuk kampuh las tidak divariasikan.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh M. Nizar Machmud et al (2013:
133) yang berjudul pengaruh waktu tahan pada perlakuan panas pasca pengelasan
terhadap kekerasan dan kuat tarik baja karbon astm A106 grade B, disimpulan
bahwa semakin lama waktu tahan maka semakin seragam nilai kekerasan di
daerah las, HAZ, dan logam induk. Kekerasan tertinggi yang diteroleh yaitu 166
kg/mm2
HV di daerah logam las dengan perlakuan PWHT menggunakan waktu
tahan 20 menit. Relevansinya dengan penelitian ini adalah perubahan kekerasan
24
akibat normalizing dengan variasi waktu tahan setelah pengelasan. Perbedaannya
yaitu pada penelitian ini memvariasikan temperatur dan material yang digunakan.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Adityo Ristyanto et al (2014: 37)
yang berjudul pengaruh proses normalizing terhadap nilai kekerasan dan struktur
mikro pada sambungan las thermite simillar baja UIC-54, disimpulan bahwa
kekerasan maksimal di tiap daerah (las, HAZ, dan logam induk) didapat dengan
temperatur yang berbeda-beda. Kekerasan tertinggi yang diperoleh yaitu 320
kg/mm2
HVN di daerah logam induk dengan perlakuan PWHT menggunakan
temperatur 850oC. Relevansinya dengan penelitian ini adalah perubahan
kekerasan akibat normalizing dengan variasi temperatur setelah pengelasan.
Perbedaannya yaitu pada penelitian ini memvariasikan waktu tahan dan las yang
digunakan berbeda.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Yustiasih Purwaningrum (2006:
233) yang berjudul karakterisasi sifat fisis dan mekanis sambungan las SMAW
baja A-287 sebelum dan sesudah PWHT, disimpulan bahwa kekerasan daerah las
mempunyai nilai lebih tinggi dibandingkan dengan daerah HAZ dan daerah logam
induk. Kekerasan tertinggi yang diperoleh yaitu 190 kg/mm2
VHN di daerah las
dengan temperatur PWHT 300oC. Relevansinya dengan penelitian ini adalah
perubahan kekerasan akibat PWHT dengan variasi temperatur. Perbedaannya yaitu
pada penelitian ini menggunakan proses normalizing.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Hendri Hestiawan dan Ahmad
Fauzan S. (2014: 422) yang berjudul pengaruh preheat dan post welding heat
treatment terhadap sifat mekanik sambungan las SMAW pada baja amutit K-460,
disimpulan bahwa PWHT dapat meningkatkan nilai kekerasan terbaik. Kekerasan
25
tertinggi yang diperoleh yaitu 43,3 kg/mm2
HRC di daerah HAZ dengan perlakuan
PWHT menggunakan temperatur 350oC. Relevansinya dengan penelitian ini
adalah perubahan kekerasan akibat PWHT dengan variasi temperatur.
Perbedaannya yaitu pada penelitian ini tidak dilakukan preheat.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Smith, C. et al (1996: 183) yang
berjudul the effect of a long post weld heat treatment on the integrity of welded
joint in a pressure vessel steel, disimpulan bahwa semakin lama penahanan
temperatur PWHT maka semakin rata nilai kekerasan dari daerah las HAZ dan
logam induk. Kekerasan tertinggi yang diperoleh yaitu 300 HV di daerah HAZ
tanpa PWHT. Relevansinya dengan penelitian ini adalah perubahan kekerasan
akibat PWHT. Perbedaannya yaitu material yang digunakan dan variasi
temperatur PWHT.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Leijun Li (2012: 1) yang berjudul
effect of post-weld heat treatment on creep rupture properties of grade 91 steel
heavy section welds, disimpulan bahwa semakin lama waktu tahan perlakuan
PWHT semakin ulet logam yang dihasilkan. Keuletan tertinggi yang diperoleh
yaitu dengan menggunakan suhu 787oC laku ditahan dalam waktu 8 jam.
Relevansinya dengan penelitian ini adalah perubahan keuletan akibat PWHT.
Perbedaannya yaitu penggunaan material dan posisi pengujian bending.
C. Kerangka Pikir
Proses pengelasan menghasilkan daerah-daerah yang disebabkan oleh
adanya siklus termal. Daerah-daerah tersebut yaitu logam lasan, HAZ, dan logam
induk. Saat proses pegelasan logam las yang mencair mengalami pengembangan
26
termal sedangkan bagian di sekitarnya tidak. Mengakibatkan tegangan sisa dan
perbedaan sifat mekanis yang berakibat buruk terhadap berbagai penggunaan.
Maka dari itu harus dilakukan perlakuan panas setelah pengelasan.
Perlakuan panas normalizing setelah pengelasan dapat menghilangkan
tegangan sisa dan dapat menyeragamkan sifat mekanis di daerah logam las, HAZ,
dan logam induk. Proses normalizing yaitu memanaskan bahan sampai temperatur
di atas garis A3 pada diagram Fe-Fe3C dengan waktu tahan tertentu, setelah itu
dilakukan pendinginan di udara bebas. Dalam penelitian ini temperatur dan waktu
tahan normalizing akan divariasikan agar dapat diketahui hasil yang paling
maksimal. Setelah itu dilakukan pengujian kekerasan dan keuletan bending.
Variasi temperatur yang digunakan yaitu 800oC, 825
oC, 850
oC, 875
oC,
dan 900oC. Dari hasil penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya, semakin
tinggi temperatur yang digunakan maka semakin ulet material yang dihasilkan.
Kekerasan akan semakin menurun dan seragam di daerah logam las, HAZ, dan
logam induk. Hal ini disebabkan karena perubahan struktur mikro yang terjadi
akibat peningkatan temperatur pada proses normalizing.
Variasi waktu tahan yang digunakan yaitu 10 menit, 20 menit, 30 menit,
40 menit, dan 50 menit. Dari hasil penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya,
variasi waktu tahan mempengaruhi kekerasan di daerah logam las, HAZ, dan
logam induk. Peningkatan waktu tahan akan meningkatkan kekerasan di tiap
daerah pengelasan dan cenderung akan seragam. Hal ini disebabkan karena
semakin lama waktu bagi struktur mikro tiap daerah untuk menyeragamkan
ukurannya.
27
Diharapkan pada penelitian ini dapat menghasilkan kekerasan bahan
yang seragam dan tegangan lentur yang maksimal. Dengan variasi temperatur dan
waktu tahan pada proses normalizing dapat diketahui penggunaan temperatur dan
waktu tahan yang dapat menghasilkan kekerasan dan keuletan maksimal.
Sehingga dapat menjadi acuan untuk menentukan temperatur dan waktu tahan
proses normalizing.
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
Hasil penelitian dapat diambil simpulan sebagai berikut:
1. Terdapat pengaruh temperatur dan waktu tahan proses normalizing
terhadap nilai kekerasan. Semakin tinggi temperatur maka semakin tinggi
nilai kekerasan. Berbanding terbalik dengan pengaruh waktu tahannya,
semakin lama waktu tahan maka semakin rendah nilai kekerasan. Pada
HAZ nilai kekerasa maksimal dari varisai temperatur yaitu 304,3 kg/mm2
pada temperatur 900oC, yang terendah yaitu 246,9 kg/mm
2pada
temperatur 800oC, dan rata-ratanya yaitu 270,9 kg/mm
2. Pada daerah
logam las nilai kekerasa maksimal dari varisai temperatur yaitu 283,4
kg/mm2
pada temperatur 900oC, yang terendah yaitu 257,1 kg/mm
2pada
temperatur 800oC, dan rata-ratanya yaitu 269,4 kg/mm
2. Pada daerah
logam induk nilai kekerasa maksimal dari varisai temperatur yaitu 285
kg/mm2
pada temperatur 900oC, yang terendah yaitu 251 kg/mm
2pada
temperatur 800oC, dan rata-ratanya yaitu 267,3 kg/mm
2. Pada HAZ nilai
kekerasa maksimal dari varisai waktu tahan yaitu 303,5 kg/mm2
pada
waktu tahan 10 menit, yang terendah yaitu 247,2 kg/mm2
pada waktu
tahan 50 menit, dan rata-ratanya yaitu 271 kg/mm2. Pada daerah logam
las nilai kekerasa maksimal dari varisai waktu tahan yaitu 293,1 kg/mm2
pada waktu tahan 10 menit, yang terendah yaitu 252,1 kg/mm2
pada
waktu tahan 50 menit, dan rata-ratanya yaitu 269,5 kg/mm2. Pada daerah
logam induk nilai kekerasa maksimal dari varisai waktu tahan yaitu 285,4
53
54
kg/mm2
pada waktu tahan 10 menit, yang terendah yaitu 250,4 kg/mm2
pada waktu tahan 50 menit, dan rata-ratanya yaitu 267,3 kg/mm2.
2. Terdapat pengaruh temperatur dan waktu tahan proses normalizing
terhadap keuletan. Pengaruh temperatur berbeda-beda tiap waktu tahan.
Waktu tahan semakin lama nilai tegangan lentur meningkat, kecuali pada
temperatur 900oC. Nilai tegangan lentur maksimal dari variasi temperatur
yaitu 1135,1 MPa pada temperatur 825oC, yang terendah yaitu 773,8
MPa pada temperatur 900oC, dan rata-ratanya yaitu 1048,6 MPa. Nilai
tegangan lentur maksimal dari variasi waktu tahan yaitu 1105,4 MPa
pada wktu tahan 20 menit yang terendah yaitu 1016,4 MPa pada waktu
tahan 50 menit, dan rata-ratanya yaitu 1048,6 MPa.
B. Saran
Pada penelitian selanjutnya untuk menyempurnakan penlitian ini maka penulis
menyarankan beberapa hal diantaranya : MAKSIMAL BOSS
1. Untuk mendapatkan kekerasan yang maksimal sebaiknya menggunakan
temperatur normalizing 900oC dengan waktu tahan 10 menit.
2. Untuk mendapatkan keuletan yang maksimal sebaiknya menggunakan
temperatur normalizing 825oC dengan waktu tahan 20 menit.
3. Lama waktu tahan perlu ditingkatkan, agar kekerasannya dapat lebih merata
antara daerah logam las, HAZ, dan logam induk.
4. Pengaruh keceptan pemanasan dan kecepatan pendinginan proses
normalizing terhadap sifat mekanis bahan.
5. Pengaruh temperatur dan waktu tahan proses normalizing terhadap struktur
mikro.
DAFTAR PUSTAKA
ASM International Hand Book. 1990. Heat Treating and Processing Principles.
The Materials Information Company
ASTM. A370-03a. 2003. Standard Test Methods and Definitions for Mechanical Testing of Steel Products.
ASTM. E140-02. 2002. Standard Hardness Conversion Tables for Metals Relationship Among Brinell Hardness, Vickers Hardness, Rockwell Hardness, Superficial Hardness, Knoop Hardness, and Scleroscope Hardness.
Callister, W. D. Dan David G. R. 2012. Fundamentals of Materials Science and Engineering: United States of America. ISBN 978-1-118-06160-2
British Standar International BS EN ISO 5173:2010. 2011. Destructive tests on welds in metallic materials — Bend tests. European Committee For
Standardization Comité Européen De Normalisation Europäisches Komitee
Für Normung.
Dieter, G. E. 1987. Metalurgi Mekanik. Translated by Sriati, D. 1996. Jakarta:
Erlangga.
Hadi, E. S. 2009. Analisa Pengelasan Mild Steel (ST.42) Dengan Proses SMAW, FCAW dan SAW Ditinjau Dari Segi Kekuatan dan Nilai Ekonomis: Teknik
Perkapalan Universitas Diponegoro.
Hestiawan, H. dan Ahmad, F. S. 2014. Pengaruh Preheat dan Post Welding Heat Treatment Terhadap Sifat Mekanik Sambungan Las SMAW Pada Baja AMUTIT K-460: Teknik Mesin Universitas Bengkulu.
JIS. Z 2248. 2006. Metallic materials – Bend test.
Li, L. 2012. Effect of Post-Weld Heat Treatment on Creep Rupture Properties of Grade 91 Steel Heavy Section Welds. Utah State University
Machmud, M. N., dkk. 2013. Pengaruh Waktu Tahan Pada Perakuan Panas Pasca Pengelasan Terhadap Kekerasan dan Kuat Tarik Baja karbon ASTM A106 Grae B: Teknik Mesin Universitas Syiah Kuala.
Nukman. 2009. Sifat Mekanik Baja Karbon Rendah Akibat Variasi Bentuk Kampuh Las dan Mendapat Perlakuan Panas Annealing dan Normalizing:
Teknik Mesin Universitas Sriwijaya.
Nurjayanti, D. et al. 2013. Pengaruh Lam Pemanasan, Pendinginan secara Cepat, dan Tempering 600oC terhadap Sifat Ketangguhan pada Baja Pegas Daun AISI No. 9260. Fisika KBK Material Universitas Lampung.
55
56
Pitakkorraras, S., dkk. 2010. Effect of Normalizing Temperature and Time on Microstructures and Mechanical Properties of Hot Rolled Steel Strip for Gas Cylinder Production. Sahaviriya Steel Industries Public Co. Thailand
Purboputro, P. I. 2009. Peningkatan Kekuatan Pegas Daun Dengan Cara Quenching. Teknik Mesin Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Purwaningrum, Y. 2006. Karakterisasi Sifat Fisis dan Mekanis Sambungan Las SMAW Baja A-287 Sebelum dan Sesudah PWHT: Teknik Mesin Universitas
Islam Indonesia Yogyakarta.
Ristyanto, A., dkk. 2014. Pengaruh Proses Normalizing Terhadap Nilai Kekerasan dan Struktur Mikro Pada Sambungan Las Thermite Simillar Baja UIC-54: Teknik Mesin Universitas Diponegoro.
Septianto, B. A. Dan Yuli, S. 2013. Pengaruh Media Pendingin pada Heat Treatment Terhadap Struktur Mikro dan Sifat Mekanik Friction Wedge AISI 1340. Teknik Material dan Metlurgi Institut Teknologi Sepuluh November
(ITS).
Smith, C. et al. 1996. The Effect of a Long Post Weld Heat Treatment on The Integrity of a Welded Joint in a Pressure Vessel Steel. University of Pretoria
Sonawan, H. dan Rochim, S. 2004. Pengantar Untuk Memahami Proses Pengelasan Logam. Bandung: CV ALFABETA.
Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: CV
ALFABETA.
Suprijanto, D. 2013. Pengaruh Bentuk Kampuh Terhadap Kekuatan Bending Sudut SMAW Posisi Mendatar Pada Baja Karbon Rendah: Teknik Mesin
STTNAS Yogyakarta.
Surdia, T. dan Shinroku, S. 1999. Pengetahuan Bahan Teknik. Jakarta. PT. AKA.
Wiryosumarto, H. dan Toshie, O. 2000. Teknologi Pengelasan Logam: Jakarta.
PT. Perja.