Pengaruh Topografi Terhadap Kenampakan Piroklastik
-
Upload
rama-diyan-lesmana -
Category
Documents
-
view
47 -
download
0
Transcript of Pengaruh Topografi Terhadap Kenampakan Piroklastik
PENGARUH TOPOGRAFI TERHADAP KENAMPAKAN
PIROKLASTIK
Abstrak
Batuan Piroklastik memiliki beberapa jenis yang dikategorikan
berdasarkan cara dalam proses konsolidasinya, diantaranya adalah Piroklastik
Jatuhan atau material piroklastik yang terlontar dan jatuh sehingga terakumulasi di
tempat yang sama dan mengalami proses kompaksi dengan karakteristik
umumnya adanya pengaruh gas yang menimbulkan struktur berlubang pada
batuannya. Terdapat juga Piroklastik Aliran yaitu material piroklastik yang
mengalir dari tempat keluarnya lava, umunya membawa material-material dari
batuan yang telah terbentuk sebelumnya. Dengan karakteristik yang membentuk
perlapisan dengan penyusun fragmen batuan asal sebelumnya dan matriks dari
material piroklastik saat erupsi terjadi. Dan terakhir ada Piroklastik Surge yaitu
ground hugging, aliran partikel yang diangkut secara lateral di dalam gas turbulen,
umumnya membawa material fragmen dari batuan lainnya dan menampakkan
kesan tidak karuan.
Umumnya piroklastik terakumulasi di sekitar dari pusat erupsinya,
dengan karakteristik topografi yang memiliki kelerengan berbeda disekitarnya
mempengaruhi kenampakan dari piroklastik ini. Topografi ini sangat berperan
dalam membentuk kenampakan piroklastik terutama piroklastik aliran yang
pembentukannya menyesuaikan dengan topografi yang ada. Topografi yang ada
juga akan berubah setelah aliran piroklastik tersebut terendapkan. Fasies Gunung
Api yang membagi zona-zona dengan memiliki topografi yang berbeda juga
berkaitan dengan hasil dari produk piroklastik.
Kata Kunci : Aliran Piroklastik, Topografi dan Fasies Gunung Api
I. Pendahuluan
Bumi ini adalah hasil dari berbagai aktivitas yang telah
berlangsung selama lebih dari 4 milyar tahun yang lalu. Dari berbagai
1
aktivitas tersebut salah satunya yang memiliki peranan besar dalam
membentuk kenampakan muka bumi adalah aktivitas vulkanisme.
Aktivitas vulkanisme sendiri memiliki pengertian segala aktivitas yang
berasal dari bawah permukaan bumi tepatnya pada lapisan bawah kerak
yaitu astenosfer. Yang merupakan tempat material fluida yang memiliki
suhu dan tekanan yang sangat tinggi yaitu magma. Aktivitas vulkanisme
ini memiliki peranan mengahasilkan penyusun kerak bumi yaitu batuan
beku, selain batuan beku produk dari aktivitas ini adalah batuan
piroklastik. Batuan piroklastik adalah batuan yang terbentuk dari aktivitas
vulkansime berupa akumulasi material yang dihasilkan yang telah
mengalami konsolidasi dan belum mengalami transportasi atau reworking.
Batuan Piroklastik memiliki beberapa jenis yang dikategorikan
berdasarkan cara dalam proses konsolidasinya, diantaranya adalah
Piroklastik Jatuhan atau material piroklastik yang terlontar dan jatuh
sehingga terakumulasi di tempat yang sama dan mengalami proses
kompaksi. Terdapat juga Piroklastik Aliran yaitu material piroklastik yang
mengalir dari tempat keluarnya lava, umunya membawa material-material
dari batuan yang telah terbentuk sebelumnya. Dan terakhir ada Piroklastik
Surge yaitu ground hugging, aliran partikel yang diangkut secara lateral di
dalam gas turbulen, umumnya membawa material fragmen dari batuan
lainnya.
Dari ketiga jenis piroklastik tersebut yang memiliki karakteristik
yang berbeda-beda dengan berbagai factor yang mempengaruhinya.
Berbagai parameter dapat menjadi tolak ukur dalam menentukan
kenampakannya di lapangan. Perbedaan karakteristik ini menjadi acuan
dalam penentuan jenis dari piroklastik tersebut. Selain penentuan jenis
kenampakannya juga menajdi dasar dalam penamaan dari batuan
piroklastik tersebut menurut klasifikasi dari Fishcer, 1966.
2
II. Geologi Regional
Kompleks pegunungan Ungaran ini termasuk dalam Pegunungan
Serayu Utara. Secara lebih rinci, fisiografi Pegunungan Serayu Utara
dibagi menjadi tiga bagian yaitu bagian barat (Bumiayu), bagian tengah
(Karangkobar) dan bagian timur (Ungaran). Dalam Bemmelen (1970)
diuraikan bahwa stratigrafi regional Pegunungan Serayu Utara bagian
timur (Gunung Ungaran dan sekitarnya) dari yang tertua adalah sebagai
berikut:
1. Lutut Beds Endapan ini berupa konglomerat dan batugamping dengan
fosil berupa Spiroclypeus, Eulipidina, Miogypsina dengan penyebaran
yang sempit. Endapan ini menutupi endapan Eosen yang ada di
bawahnya.endapan ini berumur Oligo-Miosen.
2. Merawu Beds Endapan ini merupakan endapan flysch yang berupa
perselangselingan lempung serpihan, batupasir kuarsa dan batupasir
tufaan dengan fosil Lepidocyclina dan Cycloclypeus. Endapan ini
berumur Miosen Bawah.
3. Panjatan Beds Endapan ini berupa lempung serpihan yang relatif tebal
dengan kandungan fosil Trypliolepidina rutteni, Nephrolepidina
ferreroi PROV., N. Angulosa Prov., Cycloclypeus sp.,
Radiocyclocypeus TAN., Miogypsina thecideae formis RUTTEN.
Fosil yang ada menunjukkan Miosen Tengah.
4. Banyak Beds Endapan ini berupa batupasir tufaan yang diendapkan
pada Miosen Atas.
5. Cipluk Beds Endapan ini berada di atas Banyak Beds yang berupa
napal yang berumur Miosen Atas.
6. Kapung Limestone Batugamping tersebut diendapkan pada Pliosen
Bawah dengan dijumpainya fosil Trybliolepidina dan Clavilithes sp.
Namun fosil ini kelimpahannya sangat sedikit.
7. Kalibluk Beds Endapan ini berupa lempung serpihan dan batupasir
yang mengandung moluska yang mencirikan fauna cheribonian yang
berumur Pliosen Tengah.
3
8. Damar Series Endapan ini merupakan endapan yang terbentuk pada
lingkungan transisi. Endapan yang ada berupa tuffaceous marls dan
batupasir tufaan yang mengandung fosil gigi Rhinocerous, yang
mencirikan Pleistosen awal-Tengah.
9. Notopuro Breccias Endapan ini berupa breksi vulkanik yang menutupi
secara tidak selaras di atas endapan Damar Series. Endapan ini
terbentuk pada Pleistosen Atas.
10. Alluvial dan endapan Ungaran Muda Endapan ini merupakan endapan
alluvial yang dihasilkan oleh proses erosi yang terus berlangsung
sampai saat ini (Holosen). Selain itu juga dijumpai endapan breksi
andesit yang merupakan produk dari Gunung Ungaran Muda. Menurut
Budiardjo et. al. (1997), stratigrafi daerah Ungaran dari yang tua ke
yang muda adalah sebagai berikut:
Batugamping volkanik
Breksi volkanik III
Batupasir volkanik
Batulempung volkanik
Lava andesitic
Andesit porfiritik
Breksi volkanik II
Breksi volkanik I
Lava andesit
Aluvium
4
Gambar 1. Peta geologi regional daerah Ungaran (Budiardjo, et. al., 1997)
III. Metodologi
Dalam menganalisis pengaruh topografi terhadap kenampakan
dari batuan Piroklastik ini dilakukan dengan dua cara pengamatan yaitu
pengamatan laboratorium dan pengamatan lapangan. Pengamatan
laboratorium ini dilakukan untuk mengamati kenampakan dari sample
batuan piroklastik dalam bentuk handspecimen. Dan pengamatan kedua
yaitu pengamatan lapangan yang dilakukan di daerah Bandungan,
Semarang pada singakapan batuan piroklastik. Kedua pengamatan ini
bertujuan untuk membandingkan kenampakan secara handspecimen dan
kenampakan di singkapan. Karena kenampakan di lapangan atau
singkapan akan lebih jelas memperlihatkan bentukan dari batuan
piroklastik tersebut.
Pengamatan yang dilakukan adalah deskripsi secara megaskopis
meliputi warna, struktur, tekstur dan komposisinya. Serta petrogenesa atau
proses dari pembentukan batuan tersebut. Akhirnya kita dapat menentukan
nama dari batuan tersebut menurut klasifikasi Fisher 1966.
5
IV. Hasil Pengamatan
Pengamatan yang dilakukan dengan dua metode yaitu
pengamatan laboratorium dan pengamatan lapangan. Hasil pengamatan
secara megaskopis di laboratorium diantaranya adalah sampel batuan no
Lntg 2 berwarna coklat, berstruktur massif, bertekstur glassy karena
tersusun atas 100% atas gelasan. Batuan ini terbentuk Batuan peraga no
Lntg 2 ini tersusun atas material gelasan yang menunjukkan proses
pembentukanya. Material gelasan ini dapat terbentuk karena lava yang
terlontarkan saat terjadinya erupsi tidak sempat untuk saling berikatan satu
sama lain menjadi suatu tubuh Kristal. Sehingga hanya gelasan yang
terbentuk. Material gelasan ini membentuk material piroklas berukuran
sangat halus yaitu debu dan terakumulasi setelah jatuh dari udara di suatu
tempat. Proses pengakumulasian material abu ini dengan waktu lama akan
mengompakkan atau terkonsolidasi sehingga menjadi batuan utuh. Batuan
ini Batu Tuff Lapili (Fisher, 1966).
Gambar 2 Batuan Peraga No Lntg 2
Batuan peraga no 99 x tersusun atas 100% gelasan yang
berwarna biru. Batuan ini terbentuk saat terjadinya aktivitas erupsi dari
gunung api. Cairan panas berupa lava panas sebagian terlontar dan dari
setiap bagian lava tersebut tidak terjadi pengikatan antar atom sehingga
tidak terbentuk Kristal tetapi gelasan. Lava tersebut terkena kontak dengan
air sehingga atom-atom berikatan dengan air membentuk kenampakan
6
seperti gelasan tersebut. Sama halnya terjadi pada saat proses pembekuan
pada es. Batuan ini adalah Obsidian (Thorpe and Brown, 1985).
Gambar 3 Batuan Peraga No 99x
Batuan peraga F-2 ini berwarna coklat tersusun atas gelasan yang
terbentuk akibat proses reupsi gunung api yang melontarkan lava tetapi
tidak sempat saling berikatan membentuk mineral. Karena waktu yang
sangat cepat dalam proses pembentukannya. Dalam pembentukan batu ini
diengaruhi oleh adanya gas yang berada dalam lava tersebut sehingga
ketika lava membeku masih ada gas didalamnya. Gas inilah yang
mebentuk lubang saling berkaitan satu dengan yang lain menyebabkan
berat dari batuan ini sangat ringan. Batuan ini adalah Pumice (Thorpe and
Brown, 1985).
Gambar 4 Batuan Peraga No F-2
Batuan peraga RPR ini terbentuk dari material halus yang
berukuran < 2mm (abu). Batuan ini berasal dari akumulasi material
7
piroklas sebagai hasil dari aktivitas erupsi gunung api. Piroklas ini
terbentuk karena tidak sempatnya berikatan dan membentuk kristal karena
waktu yang sangat cepat. Piroklas tersebut jatuh ke permukaan dan
terakumulasi lalu adanya konsolidasi mengaompakkan dari bentuknya.
Dalam kenampakannya batuan peraga RPR ini memiliki keadaan seperti
layer atau perlapisan yang bagian atas dan bawahnya berupa tuff dan
bagian tengahnya berupa seperti fragmen. Batuan ini adalah Tuff
(Fisher,1966).
Gambar 5 Batuan Peraga RPR
Batuan peraga no 42 ini merupakan hasil dari konsolidasi dari 2
material yang berbeda. 2 material tersebut memiliki sumber yang berbeda.
Adanya aktivitas erupsi tadi menghasilkan adanya material baru. Material
yang sebelumnya sudah terbentuk akan membentuk fragmen batuan yang
berkonsolidasi dengan material baru berupa abu yang terakumulasi. Kedua
material ini bisa terkonsolidasi dengan baik dengan adanya pengeruh
aliran serta adanya gas sehingga membentuk kenampakan tidak karuan
pada batuan peraga tersebut. Batuan ini adalah Tuff Lapili (Fisher,1966).
8
Gambar 6 Batuan Peraga No 42
Batuan peraga no F-3 ini terbentuk dari magma yang membeku,
saat proses pembekuan berlangsung terdapat rsebutgas-gas yang berada di
magma tersebut. Gas-gas tersebut membentuk lubang-lubang pada batuan
tersebut. Ketika adanya magma cair melewati batuan tersebut membentuk
mineral plagioclase mengisi lubang-lubang tersebut. Jadilah amigdoloidal
ini terbentuk. Batuan ini adalah Amigdoloidal (Thorpe and Brown, 1985).
Gambar 7 Batuan Peraga No F-3
Hasil lainnya yaitu pengamatan di lapangan yaitu dilakukan di 2
tempat. Pada STA 1 ini terlihat kenampakan dari perlapisan atau layer yang
berjumlah 3 dengan karakteristik layer yang berbeda-beda. Pada layer yang
paling bawah memiliki kenampakan seperti batuan yang memiliki banyak
fragmen berupa andesit (coklat,massif,porfiroafanitik, mineral biotit dan
9
hornblend) dan tuff (abu-abu, berukuran halus seperti abu). Kenampakan
layer paling bawah tidak fresh atau sudah melapuk. Layer kedua adalah
layer tipis berukuran 4-6 cm yang berwarna coklat, keras seperti
terkompaksi. Layer ini membatasi layer atas dan bawah merupakan soil
yang telah terkena hempasan aliran piroklastik dengan suhu yang sangat
tinggi sehingga mengeras bersamaan dengan aliran piroklastik tersebut.
Gambar 8. Fragmen Andesit
Gambar 9. Fragmen Tuff
Layer paling atas mirip seperti layer bawah tapi lebih fresh
dengan adanya baking effect (efek gosong) pada permukaanya. Memiliki
fragmen sama yaitu berupa andesit berukuran kurang lebih seperti
berangkal. Fragmen tersebut adalah batuan yang sebelumnya telah terbentuk
yang berasal dari bawah permukaan bumi yang keluar melalui pengangkatan
maupun terlontar saat erupsi. Pada erupsi selanjutnya batuan tersebut hancur
karena terkena aliran piroklastik yang mengalir menuruni kelerengan atau
10
mengikuti topografi daerah tersebut. Sehingga membentuk kenampakan
seperti perlapisan.
Layer paling atas ini berupa piroklastik aliran terlihat dari
kenampakannya yang membentuk perlapisan serta dengan fragmen yang
banyak serta adanya baking effect (efek gosong) yang merupakan bukti
bahwa lapisan ini berasal dari material yang sangat panas. Material ini
berjalan mengikuti topografi dari pusat erupsi yaitu puncak gunung
Ungaran, selama turun tersebut membawa material-material yang hancur
karena dilewatinya sehingga mengalami proses pendinginan karena
pengaruh suhu dan tekanan pada udara luar yang lebih rendah. Akhirnya
menghasilkan singkapan berupa perlapisan.
Gambar 10. Kenampakan Seperti Perlapisan
Selain STA 1 terdapat STA 2 yang bertempat di Gunung
Kendalisada. Pada LP 1 ini terdapat singkapan berupa bentukan hasil
intrusi magma yang menghasilkan andesit karena memiliki warna abu-abu,
struktur massif, tekstur porfiroafanitik dan mengandung mineral biotit,
hornblend dan plagioklas. Magma yang menyusun ini adalah magma
bersifat intermediet. Adanya warna merah kehitaman pada permukaan
batuan tersebut disebabkan adanya oksidasi besi terjadi pada permukaan
11
Layer Bawah (Lahar)
Layer Atas (Aliran Piroklastik)
Layer Batas (Paleosoil)
Fragmen Andesit
Baking Effect (Efek Gosong)
tersebut. Terdapat juga unsur sulfur dicirikan dari bau yang menyengat
serta warna kuning.
Gambar 11. Andesit Hasil Intrusi
Pada LP 2 ini adalah bagian atas dari LP 1 sebelumnya. Pada LP
2 ini terdapat perbedaan dari LP 1 yaitu komposisi mineralnya yang
didominasi oleh mineral halus sebagai penyusun batuannya meskipun
masih terdapat juga andesit. Mineral halus ini adalah mineral lempung
yang berasal dari andesit yang telah mengalami alterasi atau perubahan
komposisi dan bentuk akibat hydrothermal. Hydrothermal ini berasal dari
adanya lapisan air tanah (aquifer) yang telah terpanaskan oleh magma
dibagian bawah permukaan bumi tersebut.
Alterasi ini memiliki zona-zona khusus yang menghasilkan
mineral-mineral tertentu zona tersebut diantaranya paling bawah yaitu
zona potasik dengan kedalaman ratusan meter yang diakibatkan
penambahan unsur potassium. Mineral yang umum dijumpai diantaranya
K-feldspar, Kuarsa, Serisit, Magnetit, Biotit Sekunder, dan pirit. Lalu zona
diatasnya yaitu Zona Phylic adalah zona dimana kuarsa dan serisit sangat
melimpah begitu juga dengan pirit serta sedikit klorit.
Zona selanjutnya adalah zona Propolitik yang dicirikan dengan
adanya kumpulan mineral epidot dan juga klorit. Alterasi ini dipengaruhi
oleh adanya penambahan unsur H+ dan CO2. Zona selanjutnya yaitu Zona
Argilik yang terbentuk karena rusaknya unsur potassium, kalsium dan
magnesium menjadi mineral lempung. Zona ini dicirikan oleh kumpulan
12
mineral lempung, kuarsa, dan karbonat. Zona paling luar adalah zona
Skarn yang dicirikan dengan mineral karbonat yang melimpah.
Alterasi ini dipengaruhi oleh adanya air yang berperan dalam
prosesnya. Air ini dapat berasal dari air tanah maupun dari air meteorit
atau air hujan yang memiliki unsur tertentu yang dapat bereaksi sehingga
merubah kandungan dari mineral tersebut. Sumber air tanah yang menjadi
media alterasi pada daerah ini berasal dari aliran air Gunung Ungaran. Hal
ini ditunjukkan dengan kandungan kimia yang dikandungnya.
Adapun bukti-bukti adanya aktivitas alterasi pada daerah ini
dibuktikan dengan adanya sebagian batuan yang memiliki kenampakan
seperti serabut-serabut, berwarna putih dan hijau, sedikit rapuh serta
adanya unsur sulfur merupakan salah satu penciri aktivitas alterasi
hydrothermal yang terjadi pada daerah tersebut.
V. Pembahasan
Topografi adalah keadaan rupa muka bumi yang beragam
berkaitan erat dengan ketinggian atau kelerengan dari suatu daerah,
terutama di daerah lingkungan gunung yang memiliki keberagaman jenis
kelerengan. Kelerengan ini umunya diklasifikasikan oleh Van Zuidam.
Tabel 1. Hubungan kelas relief - kemiringan lereng dan perbedaan ketinggian.
(sumber: Van Zuidam,1985)
KELAS RELIEF KEMIRINGAN
LERENG ( % )
PERBEDAAN
KETINGGIAN
(m)
Datar - Hampir datar 0 – 2 < 5
Berombak 3 – 7 5 – 50
Berombak –
Bergelombang
8 – 13 25 – 75
Bergelombang -
Berbukit
14 – 20 75 – 200
13
Berbukit - Pegunungan 21 – 55 200 – 500
Pegunungan curam 55 – 140 500 - 1.000
Pegunungan sangat
curam
> 140 > 1.000
Selain dari kelerengannya pegunungan juga memiliki fasies-
fasies yang menunjukkan komplek suatu batuan yang dihasilkan oleh
proses vulkanisme.
Gambar 12. Fasies Gunung Api
Fasies gunung api ini menunjukkan adanya hubungan dengan
kelerengan, semakin menjauh dari puncak gunung kelerengan akan
semakin berkurang cenderung mendatar. Produk-produk batuannya pun
beragam dengan proses tertentu yang mengontrolnya. Adapun contohnya
yaitu sampel batuan dalam pengamatan lab.
Selain itu dari hasil pengamatan baik di laboratorium maupun
lapangan dapat dibandingkan kenampakan dari batuan piroklastik yang
diamati. Pada laboratorium batuan peraga no RPR dan 42 memiliki ciri
yang hampir sama yaitu terdapatnya dua konstituen atau komposisi berupa
matriks atau material yang berukuran halus dan fragmen atau material
yang berukuran kasar sebagai penyususnnya. Kedua batuan tersebut
14
memiliki perbedaan dengan sampel batuan lain dari segi bentuk dan
komposisinya. Hal ini menunjukkan karakteristik yang berbeda berkaitan
dengan proses pembentukannya.
Kedua sampel batuan tersebut memiliki kenampakan fragmen
yang melekat pada matriks menunjukkan bahwa proses pembentukannya
berkaitan dengan batuan yang sebelumnya telah terbentuk. Dalam hal ini
terbentuk menjadi material dalam batuan tersebut. Adapun kenampakan
layer pada batuan RPR menunjukkan bahwa adanya pergantian material
yang terkonsolidari atau fragmen tersebut tertambat diantara lapisan atas
dan bawah berupa tuff. Sedangkan batuan sampel no 42 ini menurut
klasifikasi Fisher 1966 adalah vitric tuff karena didominasi oleh adanya
fragmen batuan lain.
Sejalan dengan kenampakan sampel batuan tersebut, dalam
pengamatan lapangan ditemukan juga ditemukan kenampakan seperti
layer yang merupakan perbesaran dari sampel batuan tersebut.
Kenampakan layer atau perlapisan ini menampakan keadaan seperti
lapisan batuan yang terdiri dari fragmen yang berukuran besar hingga
kecil. Fragmen pada layer paling bawah pada singkapan berupa batuan
berwarna coklat, berstruktur massif, inequigranular (porfiroafanitik),
dengan komposisi mineral biotit, hornblend dan sedikit plagioclase atau
andesit. Adapun fragmen batuan berwarna abu berukuran material sangat
halus (abu/<2mm) terkonsolidari dengan baik atau disebut tuff.
Kedua fragmen tersebut melekat pada matriks berukuran halus
(abu/<2mm). Kenampakan dari layer paling bawah ini cenderung lebih
lapuk atau tidak fresh bertolakbelakang dengan layer paling atas. Layer
paling aats memiliki kenampakan yang sama tetapi berbeda yaitu memiliki
efek gosong (baking effect) pada batuan sekitarnya. Dan terkesan lebih
fresh dari layer bawah. Diantara dua layer tersebut dibatasi oleh adanya
layer tipis berukuran kurang lebih 4 cm berwarna coklat dank eras tetapi
lapuk. Kemungkinan layer paling bawah sudah terpengaruh oleh air atau
yang dikenal dengan lahar dingin yang biasa ditemukan di fasies medial.
15
Sedangkan layer paling atas menurut Fisher 1966 adalah Tuff Lapili
karena adanya fragmennya yang umum ditemukan di zona proksimal
hingga medial.
Gambar 13. Kenampakan Layer
Layer tersebut merupakan bukti kenampakan piroklastik yang
cenderung membentuk layer atau perlapisan. Dalam hal ini proses
pembentukannya dimungkinkan adalah piroklastik aliran karena adanya
bukti bahwa terbentuknya layer atau perlapisan tersebut dengan membawa
material yang menjadi fragmen pada batuan tersebut.
Kenampakan di lapangan tersebut bukti dari topografi daerah
Bandungan yang merupakan bagian lereng dari gunung Ungaran yang
berkarakterstik daerah terjal yang dapat atau cocok dalam mengalirkan
material piroklastik berupa magma yang panas menerobos batuan yang
sebelumnya terbentuk. Batuan tersebut akan menjadi fragmen dari
keseluruhan batuan yang terseingkap di lapangan tersebut.
Semakin daerah tersebut memiliki keberagaman ketinggian yang
memungkinkan untuk terbentuknya aliran magma kental maupun cair
karena pengaruh gravitasi. Aliran piroklastik yang mengalir dari puncak
gunung mengikuti keadaan kontur dengan suhu tinggi membawa material
hancuran dari batuan lain. Selama perjalanan menuruni ketinggian atau
kelerengan dari gunung tersebut proses pendinginan pun berlangsung
16
Layer Bawah (Lahar)
Layer Atas (Aliran Piroklastik)
Layer Batas (Paleosoil)
Fragmen Andesit
Baking Effect (Efek Gosong)
bersamaan dengan produk dari hasil letusan material yang terlontar pun
terakumulasi pada bagian lava yang mengalir tersebut sehingga
membentuk kesan seperti batuan sedimen karena terdapat fragmen dan
matriks sebagai penyusun dari batuan tersebut.
Dapat dikatakan pengaruh topografi tersebut mempengaruhi
kenampakan piroklastik yang cenderung membentuk piroklastik aliran.
Sedangkan yang tidak dipengaruhi oleh topografi seperti pada sampel
batuan no 99x yang merupakan 100% gelasan dengan warna biru adalah
obsidian yang pembentukannya dikontrol oleh kontak dengan fluida
sehinga membentuk kenampakan seperti gelas tersebut. Batuan ini
termasuk jenis piroklastik jatuhan yang umumya ditemukan hampir
diseluruh fasies karena merupakan produk material jatuhan. Serta sampel
batuan no F-2 dan F-3 berupa pumice dan amigdoloidal umumnya
ditemukan menjadi material lepasan atau sering ditemukan menjadi
fragmen pada batuan sedimen yang dapat ditemukan di fasies distal.
Jadi pengaruh topografi sangat berperan dalam kenampakan
bentukan piroklastik yang ada terutama piroklastik aliran.
VI. Kesimpulan
Kenampakan sebuah batuan piroklastik dipengaruhi berbagai factor
diantaranya sifat magma, sifat letusan gunung serta topografi daerah
sekitarnya.
Topografi di sekitar gunung Ungaran ini tergolong perbukitan terjal
yang sangat cocok dalam pengendapan material aliran piroklastik.
Pada STA 1 di Bandungan menampakkan singkapan seperti
perlapisan. Kenampakan tersebut adalah kenampakan dari produk dari
piroklastik aliran yang dicirikan dengan adanya baking effect (efek
gosong) dan fragmen-fragmen batuan penyusun batuan tersebut.
Topografi mempengaruhi proses pembentukan batuan piroklastik dan
piroklastik mempengaruhi topografi setelah terbentuk.
17
Piroklastik juga berkaitan dengan fasies gunung api karena tiap fasies
memiliki keadaan topografi dan kelerengan yang berbeda sehingga
mempengaruhi kenampakan dari piroklastik tersebut.
VII. Referensi
Bantimala.blogspot.com/2009/12/alterasi-dan-mineralisasi.html
http://heruharyadi27.blogspot.com/2009/11/batuan-piroklastik.html
Tim Asisten Petrologi. 2011. Buku Panduan Praktikum Petrologi.
Semarang ; UNDIP
VIII. Lampiran
18